Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

Gangguan Psikotik Akut dengan Gejala Skizofrenia

F.23.1

Oleh :
Ahmad Amanan I4A011105
Amalia Yusairah Arham I4A013247
Adelaide Sharfina I4A013249

Pembimbing :
dr. Nadia Sevirianty, Sp.KJ

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa


Fakultas Kedokteran UNLAM/RSJD Sambang Lihum
Kabupaten Banjar
Mei, 2017

0
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Tempat, Tanggal lahir : Wawai, 01 Juli 1972
Usia : 44 tahun, 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Wawai RT.003/001, Wawai Gardu, Batang Alai

Selatan, Kab. Hulu Sungai Tengah, Prov.

Kalimantan Selatan
Pendidikan : Kelas 6 SD (belum tamat)
Pekerjaan : Buruh angkut batu
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia
Status Perkawinan : Belum menikah
Tanggal Kunjungan IGD : 22 Mei 2017
Tanggal Masuk : 23 Mei 2017

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Diperoleh dari autoanamnesis dan heteroanamnesis pada Senin tanggal 22

Mei 2017 di IGD RSJD Sambang Lihum dengan Suriansyah (kakak kandung, 52

tahun, tidak begitu dekat) dan Hormansyah (sepupu, 40 tahun, tidak begitu dekat.

A. KELUHAN UTAMA
Mengamuk

KELUHAN TAMBAHAN

Perilaku kekerasan dan gerakan aneh, keluyuran mondar-mandir, bicara

sendiri, sulit tidur.

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD RSJD Sambang Lihum Senin malam dengan rujukan

dari RS Barabai dan diantar kakak kandung pasien serta sepupu pasien dalam

kondisi tenang. Paginya pasien telah diberikan obat penenang di RS Barabai

1
karena mengamuk. Satu hari yang lalu pasien mengamuk seperti menyumpahi

dan mengeluarkan kata-kata kotor karena merasa selalu disalahkan. Saat mencoba

ditenangkan, pasien memberontak hingga bagian bawah mata kakak kandungnya

memar akibat terkena pukulan pasien dan kemudian pasien mengambil kayu yang

akhirnya melukai adik sepupunya saat ditangkap. Pasien tidak merasa bersalah

dan beralasan mengamuk karena sepupunya mengambil dan tidak

dikembalikannya alat pengangkut batu yang terbuat dari anyaman rotan yang

digunakan pasien untuk bekerja sehari-hari. Pasien juga mengaku yang terkena

pukulan kayu adalah pasien dan yang memukul adalah sepupu pasien. Setelah

tertangkap, pasien dipasung oleh keluarganya selama satu hari dan dipasung

menggunakan kayu pinang dan ditempatkan dirumah. Pasien tetap mengamuk jika

berdekatan dengan kakak kandungnya hingga saat ini. Empat hari yang lalu pasien

ada mengamuk seperti menyumpahi dan mengeluarkan kata-kata kotor karena

tersinggung tetapi masih bisa ditenangkan oleh orang-orang disekitarnya dan tidak

menyebabkan kerugian materiil.


Delapan hari yang lalu pasien mengalami perubahan tingkah laku yang drastis

menjadi sering keluyuran karena ingin membeli kopi menurut pasien sedangkan

keluarga pasien mengatakan pasien keluyuran seperti mondar mandir yang

tidak jelas dan tapi masih sadar untuk pulang, suka bicara sendiri seperti

berdebat dengan seseorang untuk mengusir tuyul menurut pasien, marah-marah

karena merasa selalu disalahkan, dan ada gerakan tambahan saat berjalan seperti

memanjat menurut pengakuan sepupu pasien. Pasien mengatakan bahwa sulit

tidur karena banyak pikiran. Saat ditanyakan sedang memikirkan apa saja,

pasien memikirkan tentang kondisi keuangan pasien dan ingin merenovasi rumah

peninggalan orang tuanya. Pasien juga mengatakan sering mendengar ada yang

2
memanggil pasien dengan menyebut nama pasien dan sering melihat orang

berdiri di dekat pasien tetapi ketika dilihat kembali orang tersebut hilang atau

pindah posisi. Pasien sudah bekerja sekitar dua puluh lima tahun yang lalu dan

mengaku telah berhenti bekerja sejak 4 bulan yang lalu pada pengakuan pertama,

kemudian sejak 4 tahun yang lalu pada pengakuan kedua. Hal ini dibantah

keluarga pasien yang mana pasien baru berhenti bekerja sejak mengalami

perubahan sikap atau seminggu yang lalu. Pasien juga dikatakan oleh keluarga

selalu merasa benar tentang keagamaan tetapi tidak merasa seperti Tuhan menurut

pasien, melakukan gerakan tambahan saat shalat berjamaah, dan pernah

membakar celana karena merasa sakit hati dengan seseorang agar tidak teringat

lagi dengan orang tersebut. Pasien tidak pernah dilaporkan maupun menyatakan

ingin bunuh diri.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Menurut pengakuan pasien, pasien pernah diikat pakai tali sekitar 5 tahun

yang lalu dan lebih setahun yang lalu dipasung menggunakan kayu pinang oleh

kedua saudara kandung pasien. Alasannya karena pasien berbeda pendapat dengan

kedua saudara kandung pasien. Hal ini dibantah oleh kakak kandung pasien

dimana pasien baru pertama kali dipasung.


D. RIWAYAT PENYAKIT MEDIS
Pasien mengatakan pernah sakit kuning tetapi pasien tidak tahu penyebab.

Pasien juga tidak pernah dirawat di RS akibat suatu penyakit medis dan keluarga

tidak tahu apakah pasien pernah/sedang mengidap penyakit medis kronis.

Keluarga menyatakan pasien tidak pernah mabuk maupun mengonsumsi napza

selain rokok yang dapat menghabiskan 2-3 bungkus rokok dalam sehari.

3
E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
a) Riwayat Prenatal

Pasien adalah anak ke tiga dari tujuh bersaudara dengan empat laki-laki

dan tiga perempuan. Semua saudari kandung pasien telah meninggal dunia

saat masih umur belia akibat sakit tetapi pasien tidak tahu sakit apa. Pasien

dilahir dengan kondisi umur ibu dua puluh empat tahun dan ibu pasien

telah meninggal sekiar tujuh tahun yang lalu. Saudara pasien tidak terlalu

memperhatikan kondisi ibu pasien selama masa kehamilan pasien seperti

apakah ada beban psikis atau masalah medis lainnya.

b) Riwayat Infanticy/Masa Bayi (0-1,8 bulan) Basic Trust vs Mistrust


Pasien dan saudara pasien tidak dapat mengingatnya.
c) Riwayat Early Childhood/ Masa kanak (1,8-3 tahun) Autonomy vs

shame and doubt


Pasien tidak ingat dan saudara kandung pasien yang masih hidup tidak

tinggal serumah lagi


d) Riwayat Pre School Age/ Masa Prasekolah (3-6 Tahun) Initiative Vs

Guilt
Pasien mengaku mulai merokok sejak usia lima tahun disebabkan melihat

ibu dan ayahnya yang sering merokok di rumah. Hubungan sosial dengan

lingkungan tidak ada masalah. Kakak kandung pasien tidak tahu.


e) Riwayat School Age/Masa sekolah (6-12 tahun) Industry vs Inferiority
Pasien memiliki banyak teman. Tidak ada permasalahan dengan teman.
f) Riwayat Adolescence (12-20 tahun) Identity vs Role diffusion/Identity

Confusion
Pasien memiliki banyak teman. Tidak ada permasalahan dengan teman.
g) Riwayat early adulthood (20-40 tahun) intimacy vs Isolation
Hubungan pasien saat bekerja sangat baik dan pasien banyak mempunyai

teman.
h) Riwayat pendidikan
Pasien pernah bersekolah di Wawai, SD Melati hingga kelas 6 saja. Pasien

terpaksa berhenti sekolah dikarenakan ancaman oleh gurunya jika masih

4
merokok lebih baik berenti sekolah dan setelah itu tidak mau melanjutkan

lagi pendidikannya.

i) Riwayat pekerjaan
Sejak delapan hari yang lalu pasien mengalami perubahan tingkah laku,

sehingga pasien berhenti bekerja. Sebelumnya pasien bekerja sebagai

buruh angkut batu dan itupun tidak rutin. Selebihnya pasien bekerja apa

saja jika ada yang membutuhkan bantuannya (pekerja lepas).


j) Riwayat perkawinan

Pasien belum menikah hingga saat ini walaupun keluarga telah

menyatakan dukungan dan siap membantu apabila pasien ingin menikah.

F. RIWAYAT KELUARGA

Genogram

? ?

Keterangan:
= Penderita
/ = Laki-Laki / Perempuan
/ = Laki-laki / Perempuan meninggal
Berdasarkan keterangan keluarga, tidak ada keluarga pasien yang

menderita gangguan kejiwaan. Namun, berdasarkan gambaran pasien tentang

kehidupan ibunya yang sering dilempari batu oleh anak kecil, terindikasi

bahwa ibu pasien juga memiliki gangguan kejiwan.

G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

5
Pasien anak ketiga dari tujuh bersaudara. Lima saudara pasien meninggal saat

masih kecil akibat sakit dan pasien tidak tahu penyakitnya apa. Sekarang pasien

tinggal sendiri di rumah peninggalan orang tuanya. Hubungan pasien dengan

tetangga sekitar dan sepupu pasien yang berdekatan jarak tempat tinggal tidak ada

masalah menurut pengakuan keluarga pasien. Menurut pasien, pasien sempat

memiliki perselisihan dengan sepupu pasien karena sering melarang pasien ingin

pergi ke warung maupun meminjam barang-barang pasien hingga mengambil

lahan kerja pasien.

H. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA


Pasien menyadari dirinya terlalu mudah emosi tetapi penyebab emosinya

akibat orang lain. Pasien merasa tidak sakit.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT

1. Status Interna :

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 89 x/menit

Frekuensi napas : 24 x/menit

Suhu tubuh : 36,6 C

SpO2 : 98%

 Kulit

Inspeksi : purpura (-), anemis (-), ikterik (-), hiperpigmentasi (-)


Palpasi : nodul (-), sklerosis (-), atrofi (-)

 Kepala dan Leher

Inspeksi : normosefali
Palpasi : pembesaran KGB (-/-), peningkatan JVP (-/-)
Auskultasi : bruit (-)

6
 Mata

Inspeksi : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), merah (+/+),

iiiperdarahan (-), mata berair (-), ptosis (-), pandangan kabur (-),

iiipupil isokor kiri dan kanan.


Funduskopi : tidak dilakukan

 Telinga

Inspeksi : serumen minimal, sekret (-/-)


Palpasi : nyeri mastoid (-/-)

 Hidung

Inspeksi : epistaksis (-/-)


Palpasi : nyeri (-/-)

 Mulut

Inspeksi : perdarahan gusi (-), pucat (-), sianosis (-), stomatitis (-),

leukoplakia (-)

 Toraks

Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus vokal simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

 Jantung

Inspeksi : iktus tidak tampak


Palpasi : iktus teraba pada ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : batas kanan: ICS IV linea sternalis dektra
Batas kiri: ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1>S2 tunggal, irama regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

Inspeksi : bentuk permukaan abdomen cembung, sikatrik (-), striae (-),

hernia (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal 3x/ menit
Perkusi : timpani

7
Palpasi : shifting dullness (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), massa

(-)
Nyeri tekan (-) - - -

- - -

- - -

Punggung
Inspeksi : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (+)
Palpasi : nyeri (-) nyeri ketok ginjal (-)
Ekstremitas
Inspeksi : gerak sendi normal, deformitas (-), kemerahan (-), varises (-)
Palpasi : panas (-), nyeri (-), massa (-), edema (-)

2. Status Neurologis
Nervus I – XII : Dalam batas normal
Rangsang Meningeal : Tidak ada
Gejala peningkatan TIK : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Dalam batas normal
Refleks patologis : Tidak ada

IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Laki-laki berumur 44 tahun dengan tinggi rendah, berbadan kurus, dan warna

kulit sawo matang. Wajah pasien terlihat lebih tua dari umurnya. Rambut

terpotong rapi tapi tidak tersusun rapi. Pasien datang dengan baju kaos lengan

pendek berwarna abu-abu longgar dengan sedikit robekan dan celana pendek kain

berwarna coklat. Pasien tampak kurang terawat.

2. Kesadaran : Jernih

3. Perilaku dan aktivitas motorik : Normoaktif

4. Pembicaraan : Sirkumstansial

5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

8
6. Kontak psikis : Ada, tidak wajar, dan dapat dipertahankan.

B. Keadaan

 Mood : Parathym
 Afek : Luas dan dangkal
 Ekspresi Emosi
1. Stabilitas : Stabil
2. Pengendalian : Pasien tidak dapat mengendalikan
emosinya
3. Sungguh-sungguh/tdk : Sungguh-sungguh
4. Dalam/dangkal : Dangkal
5. Skala diferensiasi : Luas
6. Empati : Tidak dapat diraba/rasakan

C. Fungsi Kognitif

 Kesadaran : Jernih
 Daya konsentrasi : Baik
 Orientasi
Waktu / Tempat / Orang / Situasi :+/+/+/+
 Daya ingat
Segera : Baik
Jangka pendek : Baik
Jangka panjang : Baik
 Intelegensia : Sesuai dengan tingkat pendidikan

D. Gangguan Persepsi

 Halusinasi A / V / G / T / O :+/+/–/–/–
 Ilusi A / V / G / T / O :–/–/–/–/–
 Depersonalisasi : Tidak
 Derealisasi : Tidak

E. Proses pikir

 Bentuk pikir : Realistik


 Arus pikir : Sirkumstansial
 Isi pikir
o Preokupasi : masalah pekerjaan dan keuangan
o Waham : (–)

F. Pengendalian Impuls : Tidak baik

9
G. DayaNilai

Daya nilai sosial : Baik

Uji daya nilai : Baik

Penilaian realita : Baik

H. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungan


Pasien menyadari dirinya sakit tetapi menyalahkan orang lain sebagai

penyebabnya. Derajat tilikan 1.

I. Taraf Dapat Dipercaya : Tidak dapat dipercaya

J. Penilaian realitas; terganggu dalam hal:

Halusinasi Auditorik :iPasien mendengar bisikan suara orang yang

memanggil-manggil namanya

Halusinasi Visual : Pasien melihat orang yang dapat berpindah

secepat kilat

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Anamnesis :

 Pasien datang ke IGD Sambang Lihum pada hari Senin malam dalam

keadaan tenang dan tampilan kurang terawat.


 Satu hari yang lalu pasien dipasung karena mengamuk dan memyumpah

serta melukai kakak kandung dan salah satu sepupunya.


 Sejak delapan hari yang lalu pasien mengalami perubahan perilaku

mendadak seperti keluyuran mondar mandir, suka bicara sendiri, marah-

marah tidak jelas, dan berperilaku aneh saat berjalan maupun beribadah.

Pasien juga sulit tidur, mendengar bisikan seperti ada yang memanggil

dan melihat orang berpindah secepat kilat.


 Kesadaran : Jernih
 Mood : Parathym
 Afek : Luas dan dangkal

10
 Kontak psikis : Ada, tidak wajar, dan dapat dipertahankan.
 Ekspresi Emosi

1. Dalam/dangkal : Dangkal

2. Skala diferensiasi : Luas

6. Empati : Tidak dapat diraba/rasakan

 Proses Berpikir
1. Bentuk pikir : Realistik
2. Arus pikir : Sirkumstansial
 Pengendalian impuls : Tidak baik
 Halusinasi : Auditorik (+), Visual (+)
 Stressor psikososial dan keluarga
Pasien marah karena merasa kehidupannya seperti diatur dan barang-

barangnya sering dipinjam tanpa dikembalikan.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

1. Aksis I : F.23.1 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut

dengan Gejala Skizofrenia


2. Aksis II : None
3. Aksis III : None
4. Aksis IV : Masalah dengan keluarga
5. Aksis V : GAF scale 51 – 60, gejala sedang (moderate), disabilitas

sedang.

VII. DAFTAR MASALAH

A. Masalah terkait fisik


Pasien terbukti mengalami peningkatan HbsAg tetapi dari pemeriksaan

fisik tidak ditemukan kelainan maupun keluhan.

B. Masalah terkait psikologis


Pembicaraan sirkumstansial, mood parathym, arus pikir cepat, halusinasi

auditorik dan visual, penilaian taraf kepercayaan tidak dapat dipercaya

serta tilikan derajat 4.

VIII. PROGNOSIS

11
Diagnosis penyakit : dubia ad bonam

Fase prodormal : dubia ad bonam

Diagnosis stressor : dubia ad bonam

Gangguan sistemik : dubia ad bonam

Perjalan penyakit : dubia ad bonam

Usia saat menderita : dubia ad bonam

Pendidikan : dubia ad bonam

Lingkungan sosial : dubia ad bonam

Pengobatan psikiatri : dubia ad bonam

Ekonomi : dubia ad bonam

Kesimpulan : dubia ad bonam

IX. RENCANA TERAPI

Psikofarmaka : Haloperidol 5 mg 2x1

Clozapine 25 mg 0-0-1

Merlopam 2 mg 0-0-1

Trihexylphenidil 2 mg (k/p)

Hepa Q 3x1

Psikoterapi : Dukungan terhadap penderita dan keluarga (family therapy)

dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya tenggang

rasa dan saling memaafkan atas konflik-konflik yang ada.

Memberikan anjuran kegiatan keagamaan pasien dipantau agar

mencegah salah informasi yang menjerumuskan serta

12
menganjurkan pasien untuk sering menarik napas dalam lalu

mengeluarkannya apabila pasien memiliki masalah.

13
X. DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesa (alloanamnesa dan autoanamnesa) serta

pemeriksaan status mental Tn. B, didapatkan gejala psikiatrik sebagai berikut:

 Perubahan tingkah laku sejak seminggu yang lalu = onset akut <2 minggu

 Mengamuk dan menyumpah = agresivitas motorik dan verbal

 Keluyuran mondar-mandir (kebingungan) = disorientasi

 Mendengar ada yang memanggil-manggil namanya = halusinasi auditorik

 Melihat orang (manusia) yang dapat berpindah secepat kilat = halusinasi visual

 Sulit tidur = insomnia

 Menyangkal dirinya sakit = tilikan 1

Berdasarkan PPDGJ III, gejala psikiatrik Tn. B memenuhi diagnosis

Gangguan Polimorfik Akut Dengan Gejala Skizofrenia (kode F.23.1) sebagai

berikut:

1.) Memenuhi kriteria (a), (b), dan (c) diatas yang khas untuk gangguan psikotik

polimorfik akut;
a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu

gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya beberapa

aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode

prodormal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas yang

menentukan seluruh kelompok.


b. Adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” = beraneka ragam dan

berubah cepat, atau “schizophrenia-like” = gejala skizofrenik yang khas)


c. Adanya stres akut yang berkaitan (tidak selalu ada). Kesulitan atau

problem yang berkepanjangan tidak boleh dimasukkan sebagai sumber

stress dalam konteks ini.


d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung

14
2.) Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia yang

harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis

psikotik itu secara jelas;


3.) Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka

diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.

Sedangkan kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ III antara lain:

1). Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a). – Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

sama, namun kualitasnya berbeda; atau

– Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk

Ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

– Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umumnya mengetahuinya.

b). – Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

– Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

– Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah

terhadap suatu kekuatan dari luar;

(tentang “dirinya” = secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota

gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus);

15
–Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik dan mukjizat;

c). Halusinasi Auditorik

– Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku

pasien; atau

– Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai

suara yang berbicara; atau

– Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d). Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan

agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia

biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan

mahluk asing atau dunia lain).

2). Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara

jelas:

e). Halusinasi yang menetap dari pancra-indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-

valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

f). Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak

relevan atau neologisme;

16
g). Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh

tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan

stupor;

h). Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons

emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi

harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau

medikasi neuroleptika;

3). Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodromal);

4). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal

behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak

berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan

penarikan diri secara sosial.

Gejala halusinasi yang muncul pada pada Tn. B merupakan suatu gangguan

psikotik. Keberagaman halusinasi yang muncul menjadikan jenis psikotik Tn. B

adalah polimorfik dan karena baru terjadi seminggu yang lalu, maka diagnosis Tn.

B adalah gangguan psikotik akut. Selanjutnya, halusinasi auditorik yang muncul

pada Tn. B juga memenuhi syarat utama dari kriteria diagnosis skizofrenia (F.20).

Namun, onset dari gejala yang muncul belum memenuhi kriteria diagnosis wajib

skizofrenia (berlangsung satu bulan atau lebih) sehingga dapat disimpulkan Tn. B

menderita gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia (F.23.1).

17
Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan

individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau

perilaku kacau atau aneh. Psikotis akut adalah sekelompok gangguan jiwa yang

berlangsung kurang dari satu bulan dan tidak disertai gangguan mood, gangguan

berhubungan dengan zat, atau suatu gangguan psikotik karena kondisi medis

umum. Gangguan psikosis akut dan sementara adalah sekelompok gangguan jiwa

yang :
1. Onsetnya akut (£ 2 minggu)
2. Sindrom polimorfik
3. Ada stresor yang jelas
4. Tidak memenuhi kriteria episode manik atau depresif
5. Tidak ada penyebab organik
Untuk gangguan psikotik akut dengan gejala skizofrenia, adanya gejala

skizofrenia yang muncul bersamaan gejala psikotik dan ambivalen untuk kedua

gejala.

Berdasarkan studi epidemiologi internasional, insidensi dari gangguan

psikotik lebih sering terjadi pada pasien dengan usia antara dekade ke tiga hingga

awal dekade ke empat dan dua kali lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan

pria. Dibandingkan dengan gejala psikotik lainnya, insiden psikotik akut lebih

sedikit dibandingkan skizofrenia, terlebih untuk gangguan psikotik polimorfik

akut dengan gejala skizofrenia jarang untuk ditemukan.

Pada pasien psikotik, terjadi suatu proses yang sesuai menurut teori stres

Hans Selye. Stres psikologis mempunyai dua faktor yang penting yaitu kebutuhan,

dorongan dan perasaan. Kebutuhan dipenuhi dengan dorongan kuat dengan

perassan yang senang maka akan mengubah perilaku kita yang positif. Stres

merupakan usaha penyesuaian diri. Jika kita tidak mengatasinya dengan baik,

maka akan muncul gangguan badani, perilaku tidak sehat ataupun gangguan jiwa.

18
Sumber stresor itu bisa dari dalam dan luar diri kita yaitu frustasi (berusaha

mencapai tujun tetapi mendadak timbul halangan), konflik (kita tidak dapat

memilih antara dua kebutuhan sehingga tujuan tidak tercapai), tekanan (suatu

keadaan dimana harus mengambil keputusan secara cepat, sehingga mau tak mau

harus memilih) dan krisis (keadaan karena stressor mendadak dan besar yang

menimbulkan stres pada individu).

Setiap orang berbeda nilai ambang stres, tergantung keadaan somato-psiko-

sosial orang tersebut. Menurut teori, setiap orang berpotensi terganggu jiwanya,

asal saja stresor itu cukup besar, cukup lama atau cukup spesifik, bagaimana stabil

pun kepribadian dan emosinya.

Menurut teori dekompensasi badani Hans Seyle, ada 3 fase dalam

dekompensasi fisiologis pada sistem hipofisis-adrenal yaitu:

1. Reaksi bahaya, gaya pembelaan badani digerakkan dan disiapkan


2. Fase pertahanan, dengan adaptasi yang optima; dalam hal sumber daya

badani
3. Fase kepayahan dengan kegagalan pembelaan hormonal, sehingga bila stres

berlangsung, maka akan terjadi disintegrasi dan kematian.

Jika sudah sampai fase ketiga maka akan terjadi psikotik dilihat dari sangat

berat yang dialami pasien dan sumber daya penyesuainya.

19
Bagan Teori Dekompensasi Badani Hans Selye

Tingkat penyesuaian diri tergantung pada interaksi dua variabel, yaitu

beratnya stres dan sumber daya penyesuaian individu. Ketidakmatangan, kerangka

pengetahuan yang salah, daya tahan stress yang rendah, atau kekurangan

kemampuan, menyebabkan suatu individu lebih mudah terganggu karena stress

daripada orang lain yang lebih kuat dan dapat mengatasinya dengan mudah.

Sebaliknya, kepribadian yang matang dan stabil dapat terganggu juga bila stress

itu sangat berat (atau lama, atau spesifik). Gangguan jiwa terjadi bila stress, ringan

atau berat, melebihi daya penyesuaian.

Pada kasus, stresor pencetus munculnya gangguan yang ada pada Tn. B

adalah masalah keluarga dan psikososial. Tn. B seringkali mengatakan adanya

konflik yang terjadi dalam keluarganya. Mulai dari konflik ringan seperti

20
ketidaksesuaian pendapat hingga konflik berat seperti saling menyerobot lahan

pekerjaan maupun harta warisan. Keluarga yang terlibat konflik dengan Tn. B

meliputi keluarga dekat (kakak kandung) hingga keluarga jauh (sepupu) yang jika

berdasarkan kedekatan tempat tinggal, sepupu lebih dekat dengan Tn. B. Konflik

yang muncul berkali-kali, walaupun tidak sering ataupun terus menerus, dapat

menyebabkan munculnya gangguan kejiwaan seperti teori Hans Selye. Konflik

yang berlebihan dari daya penyesuaian seseorang akan memunculkan gangguan

kejiwaan dimana manifestasi yang muncul tergantung pada sumber daya

penyesuaian (mekanisme koping) individu tersebut dan berat-ringannya stresor.

Stresor psikososial yang terjadi pada Tn. B kemungkinan besar disebabkan

oleh masalah pekerjaan dan keuangan. Tn. B mengaku baru-baru saja berhenti

bekerja karena alat untuk bekerja dipinjam oleh keluarganya. Akibatnya,

pemasukkan yang diterima Tn. B menurun bahkan hampir tidak mencukupi

kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan lepas lainnya pun tidak dapat menolong kondisi

keuangan dari Tn. B. Karenanya, semakin menumpuk lah stresor Tn. B ditambah

dengan stresor lainnya terutama masalah keluarga.

Selama perawatan, Tn. B mendapatkan terapi Haloperidol 5mg 2x1 tablet.

Haloperidol (HLP) adalah salah satu obat golongan antipsikotik tipikal yang

digunakan untuk pasien dengan psikotik yang cenderung hiperaktif. HLP

merupakan antagonis reseptor dopamin D1 dan D2, dimana obat ini akan

menekan aktivasi sistem retikuler dan menghambat pelepasan hormon

hipotalamik dan hipofiseal. Pemberian dosis HLP pada Tn. B telah memenuhi

dosis anjuran dimana untuk gejala psikotik yang berat dapat diberikan 3-5mg

sebanyak 2-3x/hari. Puncak HLP tingkat plasma terjadi dalam waktu 2 sampai 6

21
jam pemberian dosis oral dan sekitar 20 menit melalui administrasi i.m.. HLP

memiliki efek sedatif dan otonomik yang rendah, karenanya HLP adalah obat

paling aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil maupun orang dengan gangguan

organik.

Selain HLP, Tn. B juga mendapatkan obat Clozapine yang merupakan

golongan antipsikotik akut lini kedua atau golongan atipikal. Cara kerja obat ini

selain antagonis reseptor dopamine D1 dan D2, juga antagonis reseptor 5HT2

(serotonin-dopamin-antagonis). Efek sedasi pada obat ini dapat pula sebagai

penenang untuk pasien. Clozapine juga dapat berfungsi sebagai mood stabilizer

sehingga pengonsumsinya memiliki mood yang stabil.

Penggunaan terapi antipsikosis terutama HLP dapat menyebabkan sindrom

ekstrapiramidal. Apabila sindrom ekstrapiramidal muncul, terapi yang diberikan

adalah Triheksifenidil dengan sediaan dosis 2mg kalau perlu atau 2x1 jika

diprogramkan. Triheksifenidil merupakan senyawa piperidin yang bekerja dengan

cara mengurangi aktivitas kolinergik di kaudatus dan puntamen, yaitu dengan

memblok reseptor asetilkolin. Triheksifenidil dapat menimbulkan kebutaan

akibat komplikasi glaukoma sudut tertutup

Untuk memberikan efek sedasi maksimal pada Tn. B di malam hari,

diberikan obat golongan benzodiazepin yaitu Merlopam 2mg 0-0-1 jika pasien

mulai gelisah dan mengamuk lagi. Merlopam memiliki kandungan Lorazepam

yang akan memodulasi efek dari transmisi GABA-A dimana akan menyebabkan

peningkatan inhibisi presinaptik sehingga stimulus berkurang dan aktivitas

motorik maupun otot akan relaks kembali.

22
Hasil lab Tn. B ditemukan positif HbsAg yang menunjukkan adanya

gangguan fungsi hati. Berdasarkan riwayat bahwa dulu pernah terkena penyakit

kuning atau hepatitis, maka perlu diberikan obat-obatan hepatoprotektor seperti

Hepa Q yang berfungsi melindungi sel hati yang masih sehat. Untuk gejala

prehipertensi Tn. B, dirasa tidak perlu diberikan terapi antihipertensi sebagai

pencegahan karena obat-obatan psikofarmaka sendiri sudah memiliki efek

hipotensi.

Pemasungan yang terjadi pada Tn. B akan berdampak dalam banyak hal.

Pertama, penderita akan mengalami trauma lebih, dendam kepada keluarga,

merasa dibuang, rendah diri, dan putus asa. Lama-lama akan muncul depresi dan

gejala niat bunuh diri. Dari sisi pengobatan juga kontraproduktif. Pasien yang

dipasung akan merasa bahwa obat yang diberikan sudah tidak mempan lagi

mengobati dirinya sehingga menolak untuk minum obat dan memperparah

penyakit yang dialaminya.

Korban terpasung yang marah meluapkan emosinya di luar normal. Ada

kasus seorang penderita berteriak-teriak setiap malam. Pada akhirnya kemarahan

akan reda, penderita merasa letih dan memilih diam. Keadaan memang menjadi

tenang, tapi justru dalam kondisi diam ini pengobatan makin sulit dilakukan,

karena semangat hidup mulai redup. Gejala yang paling sulit diobati adalah

hilangnya semangat dalam diri, obat tidak membantu banyak.

Pemasungan juga berarti tanpa penanganan. Semakin lama tidak ditangani,

kerusakan otak niscaya makin parah. Ganguan psikotik adalah penyakit otak

akibat kelebihan dopamine maupun serotonin, salah satu sel kimia otak sejenis

neurotransmitter-penyampai pesan antarsaraf-yang sangat berperan mengatur

23
fungsi motorik, status emosional, kognitif, juga pembelajaran perilaku. Dalam

kondisi tanpa pengobatan itu, dopamin terus meningkat dan menjadi racun yang

membunuh sel saraf (neuron) otak yang lain sehingga menurunkan fungsi kognitif

pasien bahkan membuat rendahnya kualitas hidup pasien.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkasan PPDGJ-III.


Jakarta: PT Nuh Jaya, 2001.

2. Kaplan and Saddock. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC,
2010.

3. Maramis, Willy F. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi 2. Surabaya:


Airlangga University Press, 2009.

4. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi 2014. Jakarta: PT.
Nuh Jaya, 2014.

5. Arozal W, Gan S. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi edisi 5.


Jakarta : FKUI, 2007.

6. Utomo T. J. Hubungan antara faktor somatic, psikososial, dan sosio-kultur dengan


kejadian skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan RSJD Surakarta (Skripsi). Surakarta:
Fakiltas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

7. Lestari P, Choirriah Z, dan Mathafi. Kecenderungan atau sikap keluarga penderita


gangguan jiwa terhadap tindakan pasung. Jurnal Keperawatan Jiwa. 2014;2(1):14-23.

25

Anda mungkin juga menyukai