PENDAHULUAN
cara. Di Indonesia, penularan HIV terutama terjadi melalui hubungan seks tidak
aman dan melalui Napza suntik. HIV juga dapat ditularkan dari ibu HIV positif
kepada bayinya atau yang populer dalam istilah bahasa Inggris Mother to Child
reproduksi. Selama tahun 2008 terdapat 1,4 juta perempuan dengan HIV positif
Pada tahun 2011, secara global terdapat sekitar 330.000 anak terinfeksi HIV,
dengan sekitar 90% terjadi di Sub-Sahara, Afrika, dan infeksi ini terutama
Di Indonesia, jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan pada tahun
2015 sebanyak 30.935 kasus dan kasus baru AIDS sebanyak 6.081 kasus.
Sebanyak 0,3% kasus baru terjadi pada anak usia < 1 tahun.1
Infeksi HIV/AIDS pada anak umumnya ditularkan oleh ibu secara vertikal
pada saat hamil, melahirkan, dan menyusui. Oleh karena itu, penderita terbanyak
ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun (lebih dari 66%), sedangkan
anak yang berusia antara 5-10 tahun sebanyak 26%, dan yang berusia lebih dari
Pada ibu dengan HIV yang tidak mendapatkan obat ARV profilaksis, risiko
munculnya infeksi postnatal pada bayi paling tinggi terjadi pada minggu keempat
transmisi HIV melalui ASI dari ibu dengan infeksi HIV kronik sebesar 14%.
Sementara risiko transmisi melalui ASI dari ibu yang terinfeksi HIV saat trimester
akhir kehamilan atau saat periode laktasi meningkat menjadi 25-30%.5 Faktor lain
yang mempengaruhi peningkatan risiko transmisi HIV melalui ASI antara lain
tingginya kadar virus dalam plasma dan ASI, rendahnya kadar CD4+ ibu,
putting payudara), lesi oral pada bayi, dan pemberian ASI dan susu formula
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar di
dunia, dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Pada bayi usia
kurang dari satu bulan yang terinfeksi HIV sejak di dalam rahim atau saat proses
hampir setengah dari anak-anak ini akan meninggal saat berusia dua tahun.
Kematian anak dengan HIV dapat dicegah dengan diagnosis dini sejak bayi,
ketersediaan perawatan dan pengobatan yang efektif, serta pemberian makan yang
Melalui deteksi dini, bayi yang terinfeksi HIV akan semakin cepat diterapi
dan mortalitas. Jika deteksi dini tidak dapat dilakukan, progresifitas perjalanan
penyakit dan kematian terjadi secara cepat. Hampir 50% anak yang terinfeksi
selama kehamilan atau saat proses persalinan meninggal dalam waktu satu tahun,
dan hampir 50% anak yang terinfeksi HIV melalui pemberian ASI meninggal
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
memiliki genus Lentivirus yang menginfeksi, merusak, atau menggangu fungsi sel
manusia tersebut menjadi melemah. Virus HIV menyebar melalui cairan tubuh
dan memiliki cara khas dalam menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia
CD4+ dan makrofag yang merupakan sistem imunitas seluler tubuh. Infeksi dari
virus ini akan menyebabkan kerusakan secara progresif dari sistem kekebalan
infeksi dan penyakit. Seiring dengan berjalannya waktu, HIV dapat merusak
banyal sel CD4 sehingga kekebalan tubuh semakin menurun dan tidak dapat
melawan infeksi dan penyakit sama sekali, infeksi ini akan berkembang menjadi
B. Epidemiologi
Pada tahun 2006, sebanyak 2,3 juta anak usia < 15 tahun terinfeksi HIV dan
diperkirakan sebanyak 530.000 kasus baru infeksi HIV pada anak < 15 tahun.
Sebanyak 380.000 kematian anak disebabkan oleh AIDS di seluruh dunia. Afrika
memiliki prevalensi infeksi HIV dengan 90% kasus baru HIV dan AIDS
berkembang dan sebanyak 430.000 bayi terinfeksi HIV.2 Pada tahun 2011, secara
global terdapat sekitar 330.000 anak terinfeksi HIV, dengan sekitar 90% terjadi di
Sub-Sahara, Afrika, dan infeksi ini terutama didapatkan melalui transmisi dari ibu
ke anak.3
kasus HIV di Indonesia secara kumulatif sejak 1 April 1987 - 30 September 2014
sebanyak 150.296 orang, sedangkan untuk kasus AIDS berjumlah 55.799 orang.1
Gambar 2.1. Jumlah Infeksi HIV yang Dilaporkan Per Provinsi Tahun 1987
Sampai Dengan September 20141
jumlah 32.782 orang. Sepuluh besar kasus HIV terbanyak ada di provinsi DKI
Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah,
Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Selatan. Sementara di
Saat ini risiko penularan HIV melalui jalur parenteral (ibu kepada anaknya),
terutama di beberapa ibu kota provinsi sebesar 2,7%. Jumlah kumulatif kasus
AIDS di Indonesia dari transmisi perinatal sebanyak 1.506 jiwa, jumlah tersebut
berasal dari data kumulatif wanita sebanyak 16.149 yang terinfeksi AIDS.1
virus RNA dengan berat molekul 9,7 kb (kilobase). Virus RNA ini mampu
membuat DNA dari RNA dengan pertolongan enzim reserve transcription yang
kemudian disisipkan dalam DNA sel hospes sebagai mesin genetik, sehingga
virus mampu untuk menggunakan mesin replikatif sel hospes menjadi sel
laten, mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan penyakit lama dan
dapat fatal.13,14
memiliki banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua protein utama
envelope virus, gp120 di sebelah luar dan gp41 yang terletak di transmembran.
Selubung virus terdiri atas dua lapisan lipid. Masing - masing subunit
Kedua glikoprotein tersebut adalah bagian paling infeksius dari HIV dan berperan
Sampai dengan saat ini dikenal dua serotip HIV yang menginfeksi manusia,
yaitu HIV tipe1 (HIV-1) dan HIV tipe 2 (HIV-2). HIV-1 lebih mematikan dan
D. Patogenesis
Virus famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini
yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap
kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut
diturunkan.14,16,17
seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan
makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada
limfosit T yang menjadi target utama HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai
efek toksik akan menghambat fungsi sel T. Secara tidak langsung, lapisan luar
protein HIV yang disebut sampul gp120 dan gp24 berinteraksi dengan CD4+ yang
yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara bertahap.
Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada dua tahun
Dalam tubuh orang dengan HIV AIDS (ODHA), partikel virus bergabung
dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur
hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian
berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi
penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang
Penting untuk menentukan asal HIV dalam ASI, apakah terdapat produksi
virus lokal dalam ASI yang mempengaruhi penularan, apakah pemilihan virus
atau resistensi virus dalam ASI berdampak pada penularan, dan cara virus
menginfeksi bayi.12
HIV yang terdeteksi dalam ASI berada di kompartemen bebas sel dan sel.
Viral varian dalam darah dan ASI ternyata berbeda, dengan beberapa varian
utama dalam ASI tidak terdeteksi dalam darah. Temuan ini akan menunjukkan
dan ASI menunjukkan bahwa penularan HIV pascakelahiran dapat terjadi dengan
varian yang mungkin tidak diprediksi dari analisis populasi virus yang
beredar.18,19
Asal HIV dalam ASI masih belum dipahami dengan baik. HIV bebas sel
dan HIV terkait sel dalam ASI bertanggung jawab untuk transmisi ASI. Sel,
termasuk makrofag dan limfosit, dan virus bebas sel dapat bermigrasi dari
Sel CD4 yang terinfeksi menunjukkan kapasitas yang lebih besar untuk
Setelah menelan ASI yang terinfeksi HIV, permukaan mukosa usus bayi
merupakan tempat yang paling mungkin terjadinya transmisi. Virus HIV dapat
menembus submukosa dengan cara penetrasi melalui mukosa atau lesi, melalui
A Gejala ringan Anak dengan dua gejala atau lebih dari gejala berikut
WHO stadium 2 (tetapi tidak satupun dari gejala kategori B atau C yang
tampak): limfadenopati (>0,5 cm lebih dari dua tempat;
bilateral=satu tempat; hepatomegali; splenomegali;
dermatitis; parotitis; infeksi saluran napas atas persisten
atau berulang, sinusitis, atau otitis media.
B Gejala sedang Anak dengan gejala selain gejala pada kategori A atau C
WHO stadium 3 yang menambah gejala infeksi HIV. Contoh gejala-gejala
pada kategori ini adalah tidak terbatas hanya pada:
anemia (<8 g/dl), neutropenia (<1000/mm3), atau
trombositopenia (<100.000/mm3) yang terus menerus
selama lebih dari 1 bulan. Mengitis bakterialis,
pneumonia, atau sepsis (satu kali episode); Candidiasis
orofaringeal (thrush) persisten (>2 bulan) pada anak usia
>6 bulan; Kardiomegali; Infeksi cytomegalovirus yang
terjadi pada usia sebelum 1 bulan; Diare kronis atau
berulang; Hepatitis; Stomatitis herpes simpleks yang
berulang (lebih dari dua kali dalam setahun); Bronkitis
herpes simpleks virus (HSV), pneumonitis, atau
esofagitis yang terjadi sebelum usia 1 bulan; Herpes
zooster paling tidak terjadi dua kali episode atau
mengenai lebih dari satu dermatom; Leiomiosarkoma;
lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau pulmonary
lymphoid hyperplasia complex; Nefropati; Demam
persisten (terjadi >1 bulan); Toksoplasmosis terjadi pada
usia sebelum 1 bulan; Varicella disseminated
C Gejala berat Anak-anak yang memiliki salah satu gejala yang terdapat
WHO stadium 4 pada definisi kasus AIDS untuk surveilans tahun 1987,
kecuali LIP.Multipel atau infeksi bakteri serius berulang
(septisemia, pneumonia, meningitis, infeksi sendi dan
tulang, abses organ dalam). Candidiasis esofagus atau
paru. Coccidiomycosis disseminated. Cryptococcosis
diluar paru. Cryptosporidiosis atau Isosporiasis dengan
diare persisten >1 bulan. Penyakit cytomegalovirus gejala
muncul pada usia sebelum 1 bulan. Cytomegalovirus
dengan gangguan penglihatan. Ensefalopati tanpa ada
penyakit lain selain HIV. HSV yang menyebabkan ulkus
mucokutaneus lebih 1 bulan, atau sebagai penyebab
bronkhitis, pneumonitis, esofagitis. Histoplasmosis
disaminated. Kaposi’s sarcoma. Limpoma CNS primer.
Limfoma, Burkitt’s, sel besar, atau imunoblastis.
Tuberkulosis terdiseminasi atau di luar paru. Infeksi
mycobacterium selain tuberkulosis, terdiseminasi. PCP,
leukoensefalopati multifokal progresif. Toksoplasmosis
otak pada usia >1 bulan. Gejala malnutrisi tanpa sebab
selain HIV.
cara, yaitu melalui hubungan seksual, penggunaan jarum yang tidak steril atau
terkontaminasi HIV, dan penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin
dalam kandungannya, yang dikenal sebagai penularan HIV dari ibu ke anak
(PPIA).22
1. Hubungan seksual
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua
individu. Risiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung
dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral langsung (mulut ke penis
atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori risiko rendah tertular HIV.
Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan masuk ke dalam
tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan gusi, dan
2. Pajanan oleh darah, produk darah, atau organ dan jaringan yang terinfeksi
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring)
untuk pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau
penggunaan alat medik lainnya yang dapat menembus kulit. Kejadian di atas
dapat terjadi pada semua pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik,
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat
ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat
persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari
anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua. Berikut
ini adalah persentase perkiraan waktu dan risiko penularan HIV dari ibu ke
bayinya.22,24,25
Tabel 2.3 Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Bayi26
Waktu Risiko
Selama kehamilan 5-10%
Ketika persalinan 10-20%
Penularan melalui ASI 10-15%
Keseluruhan risiko penularan 25-45%
Ada tiga faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari
ibu ke bayi yaitu faktor ibu, faktor bayi, dan faktor tindakan obstetri.22,25
- Faktor Ibu
Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada saat menjelang ataupun saat
persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya.6
Umumnya, satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV
akan cepat sekali bertambah di tubuh seseorang. Pada umumnya kadar HIV
tertinggi sebesar 10 juta kopi/ml darah terjadi 3–6 minggu setelah terinfeksi atau
kita sebut sebagai infeksi primer. Setelah beberapa minggu, biasanya kadar HIV
mulai berkurang dan relatif terus rendah selama beberapa tahun pada periode
mulai muncul, kadar HIV kembali meningkat. Cukup banyak orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) yang kadar HIV-nya sangat rendah sehingga menjadi sulit
untuk dideteksi di dalam darah (kurang dari 50 kopi RNA/ml). Umumnya, kondisi
ini terjadi pada ODHA yang telah minum obat antiretroviral secara teratur dengan
benar. Risiko penularan HIV sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari
1.000 kopi RNA/ml), sementara jika kadar HIV di atas 100.000 kopi RNA/ml,
Risiko penularan akan lebih besar jika ibu memiliki kadar HIV (viral load)
yang tinggi pada menjelang ataupun saat persalinan. Ibu dengan sel CD4 yang
rendah mempunyai risiko penularan yang lebih besar, terlebih jika jumlah sel CD4
kurang dari 350. Semakin rendah jumlah sel CD4, pada umumnya risiko
penularan HIV akan semakin besar. Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI
akan bertambah jika terdapat adanya masalah pada payudara ibu, seperti mastitis,
- Faktor bayi
Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah diduga
lebih rentan untuk tertular HIV dikarenakan sistem organ tubuh bayi tersebut
belum berkembang baik, seperti sistem kulit dan mukosa. Bayi yang dilahirkan
sebelum 34 minggu memiliki risiko tertular HIV yang lebih tinggi pada saat
persalinan dan masa-masa awal kelahiran. Seorang bayi dari ibu HIV positif bisa
jadi tetap HIV negatif selama masa kehamilan dan proses persalinan, tetapi
(mixed feeding), yaitu tak hanya ASI tetapi juga susu formula dan makanan padat
lainnya. Hal ini diperkirakan karena air dan makanan yang kurang bersih
sehingga HIV dari ASI bisa masuk ke tubuh bayi. Selain itu, bayi yang memiliki
luka di mulutnya memiliki risiko untuk tertular HIV lebih besar ketika diberikan
ASI.22,30
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu
kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu. Ketuban pecah lebih dari
dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari empat jam
sebelum persalinan.
H. Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
Transmisi vertikal pada 50-70% terjadi sewaktu kehamilan tua atau pada
saat persalinan sehingga pada waktu lahir bayi tidak menunjukkan kelainan. Jadi
bila saat lahir tidak ditemukan kelainan fisik belum berarti bayi tidak tertular.
Pemantauan perlu dilakukan secara berkala, setiap bulan untuk 6 bulan pertama, 2
bulan sekali pada 6 bulan kedua , selanjutnya setiap 6 bulan. Kelainan yang dapat
ditemukan antara lain berupa gagal tumbuh, anoreksia, demam yang berulang atau
Gejala juga dapat berupa infeksi pada organ tubuh lainnya berupa infeksi saluran
nafas yang berulang, diare yang berkepanjangan, piodermi yang berulang maupun
infeksi oportunistik antara lain infeksi dengan jamur seperti kandidiasis, infeksi
gejala pada otak. Bayi juga mudah menderita infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis.32
2. Pemeriksaan penunjang
penularan HIV pada bayi dapat terjadi tidak hanya selama masa kehamilan dan
saat bersalin, ,namun juga dapat terjadi pada saat menyusui. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan darah tepi
berupa pemeriksaan hemoglobin, leukosit hitung jenis, trombosit, dan jumlah sel
CD4. Pada bayi yang terinfeksi HIV dapat ditemukan anemia serta jumlah
HIV pada bayi sedini mungkin adalah pemeriksaan yang dapat menemukan virus
atau partikelnya dalam tubuh seorang bayi (tes PCR). Polymerase chain reactions
(PCR) DNA HIV mempunyai spesifisitas dan sensitifitas yang hampir sama
dengan kultur virus dan lebih mudah dilakukan di laboratorium. Tetapi harus hati-
hati, karena sering terjadi negatif palsu pada bayi usia satu minggu. Oleh karena
itu, pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada bayi usia 4-6 minggu, selanjutnya
kehamilan. Dengan demikian, semua bayi yang lahir dari ibu HIV positif bila
diperiksa antibodi HIV, hasilnya akan positif. Akan tetapi virusnya tidak selalu
ditransfer. Antibodi HIV dari ibu ini berada pada darah bayi paling lama sampai
Karena itu bayi yang berusia kurang dari 18 bulan jika dilakukan pemeriksaan
antibodi, hasilnya dapat positif palsu. Meskipun secara teoritis kita dapat menunda
diagnosis HIV hingga bayi berusia 18 bulan, tindakan ini tidak bijaksana karena
perjalanan penyakit akibat HIV pada bayi sering kali berjalan dramatis/berat pada
saat bayi berusia kurang dari 12 bulan, dengan angka kematian mencapai 50%.34,35
Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi
dan anak:36
1. Uji virologi HIV negatif pada anak dan bila pernah mendapat ASI,
6 minggu.
2. Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan > 6
minggu
Bila uji antibodi HIV negatif saat usia 9 bulan dan ASI sudah dihentikan
Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininya usia 9-12 bulan karena
74% dan 96% bayi yang tidak terinfeksi HIV akan menunjukkan hasil
Bila ada anak berumur < 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV, tetapi
perangkat laboratorium untuk PCR HIV tidak tersedia, maka dalam menegakkan
Toksoplasmosis
Oral thrush
Pneumonia berat
Sepsis berat
Kematian ibu yang berkaitan dengan HIV atau penyakit HIV yang lanjut
pada ibu
CD4+ <20%
Gambar 2. Bagan diagnosis HIV pada bayi dan anak < 18 bulan pajanan HIV
tidak diketahui37
I. Tatalaksana
Pengobatan infeksi HIV pada anak saat ini terutama ditujukan untuk
pengobatan ibu HIV (+) pada saat hamil dan persalinan telah berhasil menekan
beban baik secara medis maupun secara ekonomis dan emosional. Selain itu
pengobatan profilaksis pada bayi yang lahir dari ibu HIV (+) memperlihatkan pula
kemajuan berarti merupakan pula upaya pencegahan penyakit AIDS yang selama
ini biasanya dalam masa singkat berakhir fatal. Bayi yang terbukti terinfeksi HIV,
dengan atau tanpa kelainan klinis, saat ini telah tersedia berbagai obat anti
retrovirus yang cukup efektif untuk menurunkan jumlah virus (viral load) sampai
sehingga dapat memperbaiki keadaan umum dan kualitas hidup bayi dan anak
tersebut.21,35,37,38
Pengobatan profilaksis untuk bayi yang lahir dari ibu HIV (+) dengan
zidovudin selama 6 minggu merupakan baku anti retrovirus, dan dapat ditambah
dengan nevirapin bila ibu belum mendapat anti retrovirus sewaktu hamil atau
hanya mendapat anti retrovirus selama persalinan saja. Bila bayi terbukti
progresivitas menurut derajat defisiensi imun yang terjadi atau sesuai dengan
Inhibitor (NNRTI).37,38
catatan efikasi, keamanan dan tolerabilitas yang baik. Namun mudah timbul
lini 1.
- Dengan adanya risiko efek simpang pada penggunaan d4T jangka panjang,
diperbolehkan menggunakan obat ini adalah 2 tahun dan anak yang lebih
badannya.
telah membuat petunjuk pelaksanaan untuk tata laksana bayi yang lahir dari ibu
HIV (+).39
1. Saat persalinan, tim dari bayi menggunakan proteksi yang sudah disiapkan.
3. Tidak diberi ASI sesuai anjuran WHO dengan kriteria AFASS. Bila ibu
memilih tetap memberikan ASI, maka ASI diberikan hanya selama 6 bulan
dan kemudian dihentikan. ASI diperah dan dihangatkan 56oC selama 30
menit. Tidak boleh memberikan ASI secara bersamaan dengan PASI atau
susu formula.
cukup bulan
yang konsisten
- Jika tidak dapat ditoleransi dengan oral berikan 3 mg/kgBB i.v setiap
12 jam
- Jika tidak dapat ditoleransi dengan oral berikan 1,5 mg/kgBB i.v
setiap 12 jam
- Jika tidak dapat ditoleransi dengan oral berikan 1,5 mg/kgBB i.v
setiap 12 jam
6. Bila kondisi bayi baik dan tidak ada faktor risiko, bayi di rawat gabung
dengan ibu.
defisiensi imun berat tidak diberikan vaksinasi hidup (BCG, polio, dan pada
usia 1 bulan, 2-3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 18 bulan untuk diagnosis
infeksi HIV.
Anjuran utama bagi ibu HIV positif adalah untuk tidak menyusui bayinya
berkembang hal tersebut ternyata sulit dijalankan karena keterbatasan dana untuk
membeli susu formula, sulit untuk mendapatkan air bersih dan botol susu yang
kondisi tersebut, panduan WHO yang baru menyebutkan bahwa bayi dari ibu HIV
positif boleh diberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan dapat
diperpanjang hingga 12 bulan dengan risiko penularan terhadap bayi akan
hanya diberikan ASI saja, tidak boleh dicampur dengan apapun, termasuk air
putih, kecuali untuk pemberian obat. Bila ibu tidak dapat melanjutkan pemberian
ASI eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan digantikan dengan susu formula
1. Acceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya bagi
formula.
selama usia bayi dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan
Ibu hamil HIV positif perlu mendapatkan informasi dan edukasi untuk
atau memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Mereka butuh bantuan untuk
menilai dan menimbang risiko penularan HIV ke bayinya. Mereka butuh
melakukan hal itu, tenaga kesehatan perlu dibekali pelatihan tentang hal-hal
dalam pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi adalah sebagai berikut:36
pemberian makanan bayi (susu formula atau ASI eksklusif), dimulai dari
3. Bersama dengan si ibu, menggali informasi kondisi rumah ibu dan situasi
keluarganya.
kemampuan untuk memberi respons imun terhadap vaksinasi sampai umur 1-2
memberikan vaksinasi rutin pada bayi yang terinfeksi HIV melalui transmisi
hidup misalnya BCG, polio, campak. Untuk imunisasi polio OPV (oral polio
vaccine) dapat digantikan dengan IPV (inactivated polio vaccine) yang bukan
terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak. Empat prong tersebut adalah:36
3. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang
dikandungnya
Tabel 2.8 Implementasi 4 Prong Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak36
Skala Nasional Area Risiko Tinggi
Prong 1: - Mengurangi stigma - Mengurangi stigma
Mencegah terjadinya - Meningkatkan - Meningkatkan
penularan HIV pada kemampuan kemampuan
perempuan usia masyarakat melakukan masyarakat melakukan
reproduktif perubahan perilaku perubahan perilaku dan
dan melakukan praktik melakukan praktik
pencegahan penularan pencegahan penularan
HIV HIV
- Komunikasi perubahan - Komunikasi perubahan
perilaku untuk remaja / perilaku untuk
dewasa muda remaja/dewasa muda
- Mobilisasi masyarakat
untuk memotivasi ibu
hamil menjalani
konseling dan tes HIV
PENUTUP
intrapartum atau melalui ASI. Transmisi vertikal dapat sangat dikurangi dengan
pemberian obat antiretroviral pada ibu atau persalinan melalui seksio sesaria.22,31
HIV pada bayi sedini mungkin adalah pemeriksaan yang dapat menemukan virus
atau partikelnya dalam tubuh seorang bayi (tes PCR). Polymerase chain reactions
(PCR) DNA HIV mempunyai spesifisitas dan sensitifitas yang hampir sama
dianjurkan. Pengganti ASI ini harus diberikan dengan memenuhi kriteria AFASS.
Namun, apabila ibu tetap ingin memberikan ASI walaupun sudah dijelaskan
sebelumnya tentang risikonya, ASI harus diberikan secara eksklusif dan tidak
darah (hemoglobin, CD4, trombosit dan sebagainya). Bila timbul gejala segera
824.
Global Health, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Atlanta,
2012.
9. Morse SA, Timothy A, and Meitzner. AIDS and Lentiviruses in Jawetz,
Companies, 2013.
10. Oguntibeju OO, J van den Heever WM, and E Van Schalkwyk F. Immune
11. Cummins NW and Badley AD. Making sense of how HIV kills infected
CD4 T cells: implications for HIV cure. MCT, 2014; 2(20): 1-7.
WHO, 2007.
13. Sierra S, Kupfer B, and Kaiser R. Basics of the virology of HIV-1 and its
14. Belasio EF, Raimondo M, Suligoi B, and Buttò S. HIV virology and
gp120 and gp41, as potential drug targets against HIV-1: Brief overview
one quarter of a century past the approval of zidovudine, the first anti-
992.
16. Wilen CB, Tilton JC, and Doms RW. HIV: Cell Binding and Entry. Cold
21. Akib AAP. Infeksi HIV pada bayi dan anak. Sari Pediatri, 2004; 6(1): 1-14.
24. Patel P, Borkowf CB, Brooks JT, Lasry A, Lansky A, and Mermin J.
28(10): 1509-1519.
27. Nasronudin. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis dan Sosial.
28. Steben M, Drouin MC, Savignac MT, Baril JG, Laberge J. Expert
consensus: Viral load and the risk of HIV transmission. Quebec: Institute
29. Turchi MD, Duarte LDS, and Martelli CMT. Mother-to-child transmission
30. Coovadia HM, Rollins NC, Bland RM, Little K, Coutsoudis A, Bennish
31. Mark S, Murphy KE, Read S, Bitnun A, and Yudin MH. HIV mother to
32. Lodha R, Upadhyay A, Kapoor V, and Kabra SK. Clinical profile and
Assays for Early Infant Diagnosis. The Open AIDS Journal, 2008; 2: 17-25.
35. Suradi R. Tata laksana Bayi dari Ibu pengidap HIV/AIDS. Sari Pediatri,
2008.
37. Kementerian Kesehatan. Pedoman penerapan Terapi hiv pada anak. Jakarta:
38. WHO. Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating
39. Suciati. Penatalaksanaan Bayi Lahir dengan Ibu HIV. Banjarmansin: RSUD
40. Young SL, Mbuya MNN, Chantry CJ, Geubbels EP, Ballard KI, Cohan D.
42. Havens PL, Mofenson LM. The Committee on Pediatrics AIDS. Evaluation
43. Shet A, Kumara samy N. Management Issue among Children Living with