Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

1. Definisi

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya

saat lahir kurang dari 2500 gram. BBLR tidak hanya dapat terjadi pada bayi

prematur, tapi juga pada bayi cukup bulan yang mengalami hambatan

pertumbuhan selama kehamilan.11

2. Epidemiologi

WHO mengelompokkan BBLR menjadi 3 macam, yaitu BBLR (1500–2499

gram), BBLSR (1000-1499 gram), BBLER (< 1000 gram).11 WHO juga

mengatakan bahwa sebesar 60–80% dari Angka Kematian Bayi (AKB) yang

terjadi, disebabkan karena BBLR. BBLR memiliki risiko lebih besar untuk

mengalami morbiditas dan mortalitas daripada bayi lahir yang memiliki berat

badan normal. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dapat menyebabkan

8 kali lebih besar kematian pada perinatal daripada bayi normal.11,12

Berdasarkan data dari World Health Rangkings tahun 2014 dari 172 negara

di dunia, Indonesia menempati urutan ke 70 yang memiliki presentase kematian

akibat BBLR tertinggi yaitu sebesar 10,69%. Tingkat kelahiran di Indonesia pada

tahun 2010 sebesar 4.371.800 dengan kejadian BBLR sebesar 15,5 per 100

kelahiran hidup atau 675.700 kasus prematur dalam 1 tahun.13 Pada tahun 2010,

kejadian BBLR di Indonesia sebesar 11,1%.14


3. Etiologi dan Faktor Risiko

BBLR dapat disebabkan oleh 2 hal yaitu kelahiran prematur atau kelahiran

saat usia kehamilan ≤ 37 minggu dan IUGR yang biasa disebut terganggunya

pertumbuhan janin. BBLR dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian.

Menetapkan penyebab BBLR antara prematur atau IUGR (Intra Uterine Growth

Restriction) merupakan hal yang penting karena tingkat kematian antara kedua

kondisi tersebut berbeda secara signifikan.15

BBLR dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti faktor ibu (status gizi,

umur, paritas, status ekonomi), riwayat kehamilan buruk (pernah melahirkan

BBLR, aborsi), asuhan antenatal care yang buruk, keadaan janin. Wanita dengan

status ekonomi rendah cenderung memiliki asupan makanan yang tidak memadai,

sanitasi tempat tinggal yang buruk, dan kemampuan untuk mencari perawatan

selama kehamilan yang kurang sehingga dapat mempengaruhi berat lahir bayi

mereka. Usia ibu ≤ 15 tahun memiliki risiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan

berat rendah.16

4. Patofisiologi

Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi

resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.17

- Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh

sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi,

kalsium, fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan.

Dengan demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan


hipoglikemia, anemia dan lain-lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang

terutama pada bayi BBLR Prematur.

- Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm

mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk

mencerna dan mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.

- Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi

antara refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai

kehamilan 32-34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih

tinggi karena target pencapaian BB nya lebih besar. Penundaan

pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus terjadi pada bayi

preterm.

- Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan

kalori yang meningkat.

- Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh tidak

sebanding dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit.

Kehilangan panas ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.

5. Tatalaksana

Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah dapat

dilakukan tindakan sebagai berikut:17

a. Mempertahankan suhu tubuh bayi

Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,

karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,

metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi
prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya

mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat

dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau

menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi

kanguru dalam kantung ibunya.

b. Pengawasan Nutrisi atau ASI

Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil,

enzim pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg

BB (Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya dapat

meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului

dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga

pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang

lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang

paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat

diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang

sonde menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/

hari.

c. Pencegahan Infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh

yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi

belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak

pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas atau BBLR.


Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan

terisolasi dengan baik.

d. Penimbangan Ketat

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat

kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan

harus dilakukan dengan ketat.

e. Ikterus

Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum

matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-

5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan

infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna

bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih

cepat bertambah coklat.

f. Pernapasan

Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit

ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat

terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan untuk

mengobserfasi usaha pernapasan.

g. Hipoglikemi

Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan

lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula

darah secara teratur.


B. Ikterik Neonatorum

1. Definisi

Jaundice atau ikterus neonatal adalah perubahan warna kuning pada kulit

dan jaringan lain bayi baru lahir dan biasanya konjungtiva akibat bilirubin.

Jaundice berasal dari kata Perancis 'jaune' berarti perubahan warna kuning dan

menunjukkan tanda umum penyakit hati. Ini terjadi karena organ dan metabolisme

bayi baru lahir baru mulai berkembang. Ini adalah tanda klinis penting yang

mencerminkan akumulasi bilirubin dalam darah. Hal ini dapat disebabkan oleh

peningkatan produksi bilirubin, ketidakmampuan hati untuk mengambil dan / atau

mengkonjugasikan bilirubin (pada sindrom Gilbert atau penyakit hati parenkim),

atau kegagalan untuk mengeluarkan bilirubin ke dalam canaliculi bilier dan / atau

ke dalam saluran bilier (ketika saluran empedu tersumbat).18

2. Epidemiologi

Ikterik pada bayi baru lahir atau neonatal, adalah masalah umum. Ikterus

selama usia minggu pertama terdapat pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan 80%

bayi preterm. Sebuah survei rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah

Kementerian Kesehatan Malaysia, menemukan bahwa sekitar 75% bayi baru lahir

mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupan. Di Amerika Serikat, dari 4

juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam

minggu pertama kehidupannya.19,20

Kejadian ikterus neonatorum di Indonesia mencapai 50% bayi cukup bulan

dan kejadian ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan (premature) mencapai

58%. Rumah Sakit Dr. Sarditjo melaporkan kejadian ikterus neonatorum pada
bayi cukup bulan sebanyak 85% yang mana memiliki kadar bilirubin di atas 5

mg/dl dan 23,80% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dl. Data yang diperoleh

dari Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang melaporkan bahwa insiden ikterus

fisiologis paling sering terjadi jika dibandingkan ikterus patologis dengan angka

kematian terkait hiperbilirubin sebesar 13,10%. Insiden ikterus neonatorum di


3,21
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya sebesar 13% dan 30%. Penelitian di

RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung oleh Putri & Rositawati (2016) angka

kejadian bayi ikterus neonaotum tahun 2013 yaitu 4,77%. Angka kejadian ikterus

neonatorum tahun 2014 yaitu 11,87%.22

3. Klasifikasi

- Ikterik Fisiologis

Ikterus fisiologis muncul antara usia 24 hingga 72 jam, memuncak pada 4

hingga 5 hari dalam jangka waktu dan 7 hari pada neonatus prematur. Kemudian,

menghilang 10 hingga 14 hari kehidupan. Kira-kira, tingkat bilirubin bayi baru

lahir tidak melebihi 15 mg / dL tetapi dalam beberapa kasus, jika bayi baru lahir

memiliki 17 hingga 18 mg / dL serum bilirubin, mereka masih dianggap sebagai

bayi baru lahir yang sehat. Terkadang, ikterik jenis ini hilang tanpa melalui

perawatan apa pun.18

Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar

bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan

yang diberi susu formula, kadar bilirubin akan men-capai puncaknya sekitar 6-8

mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3

hari diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu.
Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai

kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa

terjadi selama 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai 6 minggu.23

Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan terjadi

peningkatan kadar bilirubun dengan kadar puncak yang lebih tinggi dan bertahan

lebih lama, demikian pula dengan penurunannya bila tidak diberikan fototerapi

pencegahan. Peningkatan kadar billirubin sampai 10-12 mg/dl masih dalam

kisaran fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolism

bilirubin.23

Frekuensi ikterus pada bayi cukup bulan dan kurang bulan ialah secara

berurut 50-60% dan 80%. Umumnya fenomena ikterus ini ringan dan dapat

membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologik tidak disebabkan oleh faktor

tunggal tetapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas

fisiologik bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam

sirkulasi bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi pening-katan ketersediaan

bilirubin dan penurunan klirens bilirubin.23

- Ikterik Non-Fisiolois

Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak mudah

dibedakan dengan ikterus fisiologik. Terdapatnya hal-hal di bawah ini merupakan

petunjuk untuk tindak lanjut, yaitu:ikterus yang terjadi sebelum usia 24 jam;

setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi;

peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam; adanya tanda-tanda

penyakit yang mendasar pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek,
penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil);

ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14

hari pada bayi kurang bulan.23

4. Etiologi

Penyebab penting ikterus neonatal berdasarkan usia adalah sebagai

berikut:24

- onset hari pertama

1) Ketidakcocokan Rh dan ABO (penyakit hemolitik)

2) Infeksi intrauterin seperti toksoplasmosis

3) Kekurangan G-6-PD

4) Pemberian obat kepada ibu (vit k dll)

- usia bayi 2 dan 3 hari

1) Fisiologis

2) Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir

3) Kelahiran asfiksia

4) Cepalohematoma

5) Asidosis

6) Hipotermia

7) Hipoglikemia

- usia bayi 4 sampai 7 hari

1) Septicemia

2) Sifilis

3) Toksoplasmosis
4) Penyakit inklusi sitomegalik

5) Ikterus ASI

- usia bayi setelah 1 minggu

1) Septicemia

2) Atresia ekstrahepatik dari saluran empedu

3) Sferositosis herediter

4) Hepatitis neonatal

5) Anemia hemolitik yang diinduksi obat

- Ikterus persisten selama 1 bulan

1) Inspeksi sindrom empedu

2) Kretinisme

3) Stenosis hipertropikplyroric bawaan

Ikterik neonatorum karena hiperbirubinemia terkonjugasi biasanya terjadi

pada atresia bilier hipertrofi atau hepatitis neonatal pada bayi baru lahir. Penyebab

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi antara lain:24

- Penyakit hemolitik bayi baru lahir:

1) Isoimunisasi Rh, ketidakcocokan ABO

2) Ketidakcocokan golongan darah minor

- Sferositosis herediter

- Hemolitikicanemia nonspherocytic:

1) Kekurangan G-6-PD, alpha-thalassemia

- Gangguan hemolisis yang didapat:

1) Vit k - hemolisis yang diinduksi


2) Mikroangiopati

3) Septicemia

- Peningkatan sirkulasi enterohepatik:

1) Obstruksi usus

2) Stenosis pilorus hipertropik bawaan

3) Meconium ileus, ileus paralitik

- Penurunan bilirubin:

1) Kesalahan metabolisme bawaan: ikterus nonhemolitik familial

2) Obat - vit k3

3) Hormon: Ikterus ASI, hipotiroidisme, hipopituitarisme.

5. Patofisiologi

Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir

dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Pada

langkah pertama oksidasi, biliverdin terbentuk dari heme melalui kerja heme

oksigenase, dan terjadi pelepasan besi dan karbon monoksida. Besi dapat

digunakan kembali, sedangkan karbon monoksida diekskresikan melalui paru-

paru. Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi bilirubin yang hampir

tidak larut dalam air dalam bentuk isomerik (oleh karena ikatan hidrogen

intramolekul). Bilirubin tak terkonjugasi yang hidrofobik diangkut dalam plasma,

terikat erat pada albumin.9,23 Bila terjadi gangguan pada ikatan bilirubin tak ter-

konjugasi dengan albumin baik oleh faktor endogen maupun eksogen (misalnya

obat-obatan), bilirubin yang bebas dapat melewati membran yang mengandung


lemak (double lipid layer), termasuk penghalang darah otak, yang dapat mengarah

ke neurotoksisitas.23

Bilirubin yang mencapai hati akan di-angkut ke dalam hepatosit, dimana

biliru-bin terikat ke ligandin. Masuknya bilirubin ke hepatosit akan meningkat

sejalan dengan terjadinya peningkatan konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin

ditemukan rendah pada saat lahir namun akan meningkat pesat selama beberapa

minggu kehidupan.23

Bilirubin terikat menjadi asam glukuronat di retikulum endoplasmik

retikulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil transferase

(UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut air

menjadi molekul yang larut air. Setelah diekskresi-kan kedalam empedu dan

masuk ke usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tak berwarna oleh

mikroba di usus besar. Sebagian dekonjugasi terjadi di dalam usus kecil proksimal

melalui kerja B-glukuronidase. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi

kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan bilirubin plasma

total. Siklus absorbsi, kon-jugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan reabsorb-si ini

disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung sangat panjang pada neo-

natus, oleh karena asupan gizi yang ter-batas pada hari-hari pertama kehidupan.9,23

6. Faktor Risiko

- ASI yang kurang

Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah

karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses
pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi prematur

yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.23

- Peningkatan jumlah sel darah merah

Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko

untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis

golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat

abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat transfusi darah;

kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia.23

- Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh

Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke

janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini

dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela, dan

sepsis.23

7. Manifestasi Klinis

Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang-

kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak

(Kern icterus). Gejala klinis yang tampak ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap

ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata terputar-putar ke atas, kejang, dan

yang paling parah bisa menyebabkan kematian. Efek jangka panjang Kern icterus

ialah retardasi mental, kelumpuhan serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan

ke atas.23
8. Diagnosis

- Aturan Kramer

Aturan Kramer adalah salah satu teknik yang digunakan untuk

mengevaluasi bayi yang mengalami ikterik. Aturan Kramer mirip dengan

penilaian visual. Mengenai aturan Kramer, pengamatan pada bayi baru lahir untuk

ikterik dimulai dari kepala bayi kemudian meluas ke arah kaki ketika tingkatnya

meningkat. Selalu nilai ikterik dalam cahaya yang baik dengan menekan kulit bayi

dengan jari dan mengamati warna kulit yang mendasarinya. Dua fitur klinis

peningkatan keparahan ikterik neonatal dengan penilaian visual:18,25,26

1) Warna kulit yang mendasarinya berubah dari kuning lemon menjadi kuning

oranye yang lebih dalam.

2) Ikterus juga berkembang secara kaudal dari wajah dengan perkembangan ke

trunkus dan ekstremitas, mengikuti aturan Kramer. Jika kaki atau tangan

tampak kuning, total serum bilirubin cenderung berada di atas 250 μmol/

L.18

Daripada memperkirakan tingkat penyakit kuning hanya dengan mengamati

warna kulit bayi, seseorang dapat memanfaatkan perkembangan penyakit kuning

cephalocaudal. Kramer menarik kesimpulan pada pengamatan bahwa penyakit

kuning dimulai di kepala, dan meluas ke arah kaki ketika level naik. Ini berguna

dalam memutuskan apakah bayi perlu mengukur serum bilirubin. Kramer

membagi bayi menjadi 5 zona seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, dan

kisaran serum bilirubin yang terkait dengan perkembangan ke zona ditunjukkan

pada Tabel 2.1.18


Gambar 2.1 Zona Aturan Kramer18

Tabel 2.1 Serum Bilirubin Berdasarkan Zona Aturan Kramer18


Zona 1 2 3 4 5

Serum Bilirubin 100 150 200 250 >250

- USG Abdomen

USG abdomen adalah pencitraan awal pilihan untuk mendapatkan informasi

tentang parenkim hepatik dan pohon bilier intrahepatik dan ekstrahepatik.

Sensitivitas dan spesifisitas mendeteksi obstruksi bilier pada pasien kuning

bervariasi dari 55 hingga 91%, dan masing-masing 82 hingga 95%, tergantung

pada lokasi obstruksi dan pengalaman radiografi.18

- Bilirubin serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus

neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Pelaksanaan

pemeriksaan serum bilirubin total perlu dipertimbangkan karena hal ini

merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas

neonatus.9,23,26
- Bilirubinometer transkutan

Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip

kerja memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang gelombang 450

nm). Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang

sedang diperiksa. 9,23,26

- Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas dapat melewati sawar darah otak secara difusi. Oleh karena

itu, ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang

rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin

bebas, antara lain dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini yaitu

berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin dimana

bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas,

tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.9,23

Pemecahan heme menghasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang

ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang

dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi

bilirubin.9,23

9. Tatalaksana

Membantu ibu menyusui dengan tepat dapat mengurangi kemungkinan

hiperbilirubinemia berat. Ibu harus menyusui setidaknya 8 hingga 12 kali dalam

beberapa hari pertama setelah lahir untuk membantu membawa pasokan ASI. Ibu

harus ditanyai tentang kesulitan dan konsultan laktasi yang terlibat saat
dibutuhkan. Pola buang air besar, buang air kecil, dan berat bayi baru lahir

merupakan indikator apakah bayi menerima ASI yang cukup.27

- Fototerapi

Sejak ditemukannya efek sinar matahari pada penurunan konsentrasi

bilirubin pada tahun 1958, kebutuhan akan pertukaran transfusi karena

hiperbilirubinemia berat telah menurun secara signifikan. Fototerapi bekerja

dengan mengubah bilirubin menjadi senyawa yang larut dalam air yang disebut

lumirubin, yang diekskresikan dalam urin atau empedu tanpa memerlukan

konjugasi di hati. Dua faktor terbesar dalam konversi bilirubin ke lumirubin

adalah spektrum cahaya dan total dosis cahaya yang dikirim. Bilirubin adalah

pigmen kuning, sehingga paling kuat menyerap cahaya biru pada panjang

gelombang 460nm. Juga, efek fototerapi hanya terlihat ketika panjang gelombang

dapat menembus jaringan dan menyerap bilirubin. Lampu dengan output dalam

kisaran 460-490nm adalah yang paling efektif dalam mengobati

hiperbilirubinemia. Beberapa jenis unit fototerapi digunakan saat ini yang

mengandung cahaya siang, putih dingin, biru, atau tabung neon "khusus" atau

lampu tungsten-halogen. Selimut serat optik juga tersedia yang memberikan

cahaya di wilayah biru-hijau. Lampu neon biru khusus adalah yang paling efektif

dan harus digunakan ketika fototerapi intensif diperlukan. Sinar ultraviolet tidak

digunakan untuk fototerapi. Meskipun sinar matahari telah terbukti menurunkan

konsentrasi bilirubin, tidak dianjurkan karena sulit untuk menentukan jangka

waktu yang aman untuk mengekspos bayi telanjang ke sinar matahari.27


Saat bayi menerima fototerapi, suhu dan status hidrasi harus dipantau.

Karena bilirubin diekskresikan dalam urin dan feses, penting untuk memastikan

keluaran urin yang baik. Jika bayi mengalami dehidrasi, cairan intravena harus

dimulai, Nutrisi oral cukup untuk bayi yang tidak mengalami dehidrasi.

Menambahkan ASI dengan susu formula adalah pilihan untuk mengurangi

sirkulasi enterohepatik dan menurunkan total serum bilirubin lebih cepat.27

Inisiasi fototerapi harus didasarkan pada konsentrasi total serum bilirubin,

usia dalam jam, dan faktor risiko, seperti yang direkomendasikan dalam pedoman

dari American Academy of Pediatrics (AAP) (Gambar 2.2). Nilai total serum

bilirubin harus digunakan, dan nilai bilirubin direct tidak boleh dikurangi dari

total ketika menentukan kapan harus memulai terapi. Tidak ada pedoman yang

diterbitkan untuk bayi yang lahir lebih awal dari usia 35 minggu. Saat

menggunakan fototerapi intensif, penurunan 0,5 mg / dL (8,6 mol / L) per jam

dapat diharapkan dalam 4 hingga 8 jam pertama. Ketika total serum bilirubin tidak

menurun atau naik selama fototerapi, kemungkinan hemolisis berkelanjutan.27

Gambar 2.2 Pedoman Fototerapi27


Penghentian fototerapi tidak standar. Karena itu, penilaian klinis

direkomendasikan. Beberapa penulis menyarankan untuk menghentikan bilirubin

setelah dikurangi 4 hingga 5 mg / dL (68,4 hingga 85,5 mol / L). Lainnya

menyatakan bahwa nilai harus turun menjadi 13 hingga 14 mg / dL (222,4 hingga

239,5 mol / L) jika anak diterima kembali karena hiperbilirubinemia.27

Fototerapi dilakukan dengan aman untuk jutaan bayi, efek samping jarang

terjadi. Bayi yang memiliki ikterus kolestatik dengan hiperbilirubinemia

konjugasi tinggi memiliki potensi untuk mengembangkan bronze baby syndrome.

Bayi yang terkena dampak kulitnya menjadi warna gelap, coklat keabu-abuan

pada kulit, serum, dan urin. Secara umum, sindrom ini memiliki signifikansi klinis

yang kecil. Satu-satunya kontraindikasi sejati untuk fototerapi adalah porfiria

bawaan atau riwayat keluarga porfiria. Fototerapi pada pasien ini dapat

mengakibatkan lepuh dan fotosensitifitas yang parah.27

- Transfusi tukar

Transfusi tukar adalah pengobatan pertama yang berhasil untuk

hiperbilirubinemia berat. Prosedur ini harus dilakukan hanya di unit perawatan

intensif neonatal oleh dokter terlatih. Transfusi tukar untuk bayi adalah keadaan

darurat medis, dan pasien harus dirawat langsung di unit perawatan intensif

neonatal, melewati departemen gawat darurat. Pada dasarnya, dokter dengan cepat

mengeluarkan bilirubin dari sirkulasi dan setiap antibodi yang mungkin

berkontribusi terhadap hemolisis yang sedang berlangsung. Prosedur ini

melibatkan pengambilan alikuot kecil dari darah bayi dan menggantinya dengan

jumlah sel darah donor yang sama melalui satu sampai dua kateter sentral sampai
volume darah bayi telah diganti dua kali. Infus albumin 1 hingga 4 jam sebelum

prosedur dapat meningkatkan jumlah bilirubin yang dikeluarkan. Gamma globulin

intravena direkomendasikan untuk bayi yang memiliki penyakit hemolitik

isoimun jika total serum bilirubin meningkat meskipun fototerapi atau total serum

bilirubin berada dalam 2 hingga 3 mg / dL (34,2 hingga 51,3 mol / L) dari level

untuk transfusi pertukaran dengan harapan menghindari transfusi tukar. Dosis lain

dapat diberikan dalam 12 jam, jika perlu. Gambar 2.3 menunjukkan pedoman

untuk memulai transfusi tukar. Transfusi pertukaran harus dimulai segera pada

bayi yang mengalami ikterus yang menunjukkan tanda-tanda ensefalopati

bilirubin akut, bahkan jika nilai total serum bilirubin turun. Faktor risiko untuk

hiperbilirubinemia berat dan rasio albumin / bilirubin harus diperhitungkan ketika

mempertimbangkan kapan memulai transfusi tukar.27

Gambar 2.3 Pedoman Transfusi Tukar27


Meskipun transfusi tukar berhasil pada bayi yang memiliki

hiperbilirubinemia berat, ada banyak komplikasi, termasuk infeksi, trombosis

vena porta, trombositopenia, enterokolitis nekrotikan, ketidakseimbangan

elektrolit, dan bahkan kematian. Tingkat komplikasi dilaporkan sekitar 12%.

Karena faktor-faktor risiko ini, fototerapi harus dimaksimalkan untuk mengurangi

kebutuhan untuk transfusi tukar.27

C. Infeksi neonatorum

1. Definisi

Infeksi neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai

bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Infeksi

neonatal merupakan penyebab signifikan mortalitas dan morbiditas pada bayi baru

lahir. Infeksi neonatal dapat terjadi pada onset dini (infeksi timbul dalam 72 jam

kelahiran) atau onset lambat (infeksi timbul lebih dari 72 jam setelah lahir).28

2. Epidemiologi

Infeksi neonatal adalah penyakit serius dengan angka kematian yang tinggi

yang biasanya merupakan tantangan utama bagi neonatologis karena gejala non-

spesifik serta kurangnya tes diagnostik awal definitif. Menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), angka kematian bayi adalah sekitar 5 juta per tahun,

98% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.29

Dalam dua dekade terakhir, angka kematian di kalangan anak di bawah 5

tahun telah menurun secara signifikan; Namun, kematian neonatal belum menurun
dengan cepat. Diperkirakan 3,1-3,3 juta bayi baru lahir meninggal setiap tahun,

sebanyak 40,3% berasal dari kematian balita.30

Angka kematian neonatal, jumlah bayi baru lahir yang meninggal dalam 28

hari pertama kehidupan per 1.000 kelahiran hidup, diperkirakan secara global

sekitar 23,9. Di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah di Afrika,

Timur Tengah, Asia, dan Asia Tenggara, tingkat kematian neonatal berkisar

antara 30,7-35,9, yang secara substansial lebih besar daripada di negara-negara

berpenghasilan tinggi di mana diperkirakan 3,6.30

Infeksi pada saat natal, didefinisikan sebagai bakteremia. / sepsis,

pneumonia, dan meningitis, menyebabkan sekitar 23,4% kematian neonatal di

seluruh dunia setiap tahun.30 Sekitar setengah dari kematian yang disebabkan oleh

sepsis atau pneumonia terjadi selama minggu pertama kehidupan [3. Angka

kejadian sepsis neonatorum adalah 1-10 per 1000 bayi lahir hiudp dan angkanya

meningkat 13-27 per 1000 bayi hidup pada bayi dengan BBLR. Pada bayi laki-

laki risiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga

meningkat pada bayi kurang bulan.31

3. Klasifikasi

Early onset sepsis ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (72 jam

pertama), infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu dan infeksi yang

diderita ibu selama kehamilan, persalinan atau kelahiran. Faktor risiko pada early

onset sepsis dapat dikelompokkan menjadi faktor ibu (persalinan dan kelahiran

kurang bulan, ketuban pecah lebih dari 18-24 jam, chorioamnionitis, persalinan

dengan tindakan, demam pada ibu ( >38,4º C), infeksi saluran kencing pada ibu,
faktor sosial ekonomi dan gizi ibu) dan faktor bayi (asfiksia perinatal, berat lahir

rendah, bayi kurang bulan, prosedur invasif, kelainan bawaan).32

Late onset sepsis disebabkan oleh kuman yang berasal dari lingkungan di

sekitar bayi setelah 72 jam pertama lahir. Proses infeksi ini disebut juga infeksi

dengan transmisi horizontal dan termasuk di dalamnya infeksi karena kuman

nosokomial. Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang

intensif bayi baru lahir, bayi kurang bulan yang mengalami lama rawat, nutrisi

parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi,

infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medik yang

merawat bayi.32

4. Etiologi dan Patogenesis

Infeksi neonatal didapat secara horizontal (dari lingkungan) atau secara

vertikal (dari ibu). Infeksi dapat diperoleh dalam rahim melalui rute transplasental

atau transervikal selama atau setelah kelahiran. Infeksi vertikal secara transervikal

dengan atau tanpa pecahnya ketubah dapat menyebabkan amnionitis, funisitis

(infeksi pada tali pusat), pneumonia kongenital, dan sepsis. Bakteri yang

bertanggung jawab pada infeksi janin secara vertikal adalah bakteri yang umum

pada saluran genitourinari ibu, seperti Streptococcus grup B, Escherichia coli,

Haemophilus influenzae, dan Klebsiella. Virus herpes simpleks (HSV) -1 atau

yang lebih sering HSV-2 juga menyebabkan infeksi vertikal yang terkadang tidak

dapat dibedakan dari sepsis bakterial. Adapun infeksi transplasental diakibatkan

oleh Sifilis dan Listeria monocytogenes.34


Infeksi vertikal dari ibu ke janin dapat terjadi selama persalinan, ketika

koloni organisme dari perineum ibu menyebar ke plasenta melalui saluran vagina

dan akibatnya menyebar ke dalam cairan ketuban yang awalnya steril. Cairan

ketuban yang menyelimuti bayi pada akhirnya akan bersirkulasi ke paru-paru dan

saluran intestinal yang merupakan tempat potensial untuk translokasi bakteri.35

Selain itu, beberapa tindakan medis yang mengganggu integritas isi rahim seperti

amniosintesis, cervical cerclage, pengambilan contoh vili korialis transservikal,

atau pengambilan contoh darah perkutaneus, dapat memudahkan organisme

normal kulit atau vagina masuk, sehingga akan menyebabkan amnionitis dan

infeksi sekunder pada janin.36

Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, bakteri vagina dapat bergerak naik

dan pada beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada membran janin, tali pusat,

dan plasenta. Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang

terinfeksi yang dapat mengakibatkan neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan,

atau sepsis neonatal. Organisme yang paling sering ditemukan dari air ketuban

yang terinfeksi adalah bakteri anaerobik, Streptococcus grup B, Eschericia coli,

dan mikoplasma daerah genital.36

5. Faktor Risiko

Beberapa faktor yang terlibat pada sepsis neonatorum antara lain sitem imun

bayi baru lahir yang masih imatur atau belum matang, penurunan aktivitas fagosit

leukosit, penurunan produksi sitokin, dan lemahnya system imun humoral. Barrier

alamiah kulit pada bayi juga tipis dan lemah. Beberapa faktor maternal, fetal, dan

lingkungan juga ikut terlibat dalam terjadinya sepsis pada bayi baru lahir. Faktor
dari janin meliputi berat badan lahir, usia kehamilan, dan apgar score. Faktor-

faktor maternal antara lain ketuban pecah dini (KPD), demam pada ibu dalam 2

minggu sebelum melahirkan, ketuban mekoneal dan berbau, dan persalinan

menggunakan alat.31

Karakteristik bayi baru lahir berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

bayi berisiko infeksi dapat dilihat pada tabel di bawah:33

Tabel 1.2 Klasifikasi risiko infeksi pada bayi baru lahir33


Negatif Risiko Infeksi Positif Risiko Infeksi
 Bayi dengan suhu tubuh ≤  Bayi dengan sisa air ketuban
37,5 ̊C, berat badan lahir > dalam kondisi keruh
2500 gram yang menangis  Bayi dengan sisa air ketuban
keras saat diberi rangsangan, jernih dan mengalami ketuban
tidak mengalami ketuban pecah dini
pecah dini dan sisa air ketuban  Bayi yang merintih ketika
dalam kondisi jernih diberi rangsangan, tidak
mengalami ketuban pecah dini
dan kondisi sisa air ketuban
jernih
 Bayi dengan berat badan lahir
≤ 2500 gr yang menangis
ketika diberi rangsangan, tidak
mengalami ketuban pecah dini
dan kondisi sisa air ketuban
jernih
 Bayi dengan suhu tubuh
>37,5 ̊C yang memiliki berat
badan lahir > 2500 gr,
menangis ketika diberi
rangsangan, tidak mengalami
ketuban pecah dini dan kondisi
sisa air ketuban jernih

6. Diagnosis

Diagnosis infeksi neonatal didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis,

dan pemeriksaan penunjang (laboratorium). Salah satu panduan yang digunakan


untuk mendiagnosis infeksi neonatal bahkan yang berlanjut menjadi sepsis tertera

pada Tabel 2.336

Tabel 2.2 Manifestasi klinis infeksi neonatal36


Kategori A Kategori B
 Kesulitan bernapas (misalnya,  Tremor
apnea, napas lebih dari 30 kali  Letargi atau lunglai
per menit, retraksi dinding dada,  Mengantuk atau aktivitas
grunting pada waktu ekspirasi, berkurang
sianosis sentral)  Iritabel atau rewel
 Kejang  Muntah (menyokong kecurigaan
 Tidak sadar sepsis)
 Suhu tubuh tidak normal (tidak  Perut kembung (menyokong
normal sejak lahir dan tidak kecurigaan sepsis)
memberi respons terhadap terapi  Tanda klinis mulai tampak
atau suhu tidak stabil sesudah sesudah hari ke empat
pengukuran suhu normal selama (menyokong kecurigaan sepsis)
tiga kali atau lebih, menyokong  Air ketuban bercampur
diagnosis sepsis) mekonium
 Persalinan di lingkungan yang  Malas minum sebelumnya
kurang higienis (menyokong minum dengan baik (menyokong
kecurigaan sepsis) kecurigaan sepsis)
 Kondisi memburuk secara cepat
dan dramatis (menyokong
kecurigaan sepsis)

Diagnosis laboratorium36

a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan

serebrospinal, urin, dan infeksi lokal

b. Diagnosis tidak langsung:

• Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis

>12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat

• Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai untuk

sepsis awitan lambat

• Rasio I:T ( >0,18 )


• Trombositopenia (<100,000/mm3)

• C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostik

• ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada dua minggu

pertama (nilai normal dihitung pada usia hari ketiga)

• Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay.

• Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB)

atau ditemukan bakteri

• Pemeriksaan fibonektin

• Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor,

interleukin-6, dan tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen

GBS & ECK 1 dengan, pemeriksaan latex particle agglutination dan

countercurrent immunoelectrophoresis.

• Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA bakteri.

• Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat,

memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi.

• Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda

infeksi yang lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit.

Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat berguna untuk membedakan

penyakit infeksi bakterial dari virus pada neonatus dan anak.

7. Tatalaksana

Ketika memulai perawatan antibiotik pada bayi dengan faktor risiko infeksi

atau indikator klinis kemungkinan infeksi, lakukan kultur darah sebelum

pemberian dosis pertama. Ukur konsentrasi protein C-reaktif ketika memulai


pengobatan antibiotik pada bayi dengan faktor risiko infeksi atau klinis, indikator

kemungkinan infeksi. Lakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan sampel cairan

serebrospinal sebelum memulai antibiotik jika dianggap aman untuk

melakukannya dan ada kecurigaan klinis infeksi yang kuat, atau ada gejala atau

tanda klinis yang menunjukkan meningitis. Jika melakukan pungsi lumbal akan

terlalu menunda memulai antibiotik, lakukan sesegera mungkin setelah memulai

antibiotik.37

Jika bayi memerlukan perawatan antibiotik, harus diberikan sesegera

mungkin dan selalu dalam 1 jam sejak keputusan untuk diobati. Gunakan

benzilpenisilin intravena dengan gentamisin sebagai rejimen antibiotik pilihan

pertama untuk pengobatan empiris dugaan infeksi kecuali data pengawasan

mikrobiologis mengungkapkan bakteri lokal pola resistensi menunjukkan

antibiotik yang berbeda.37

Berikan benzylpenisilin dalam dosis 25 mg / kg setiap 12 jam.

Pertimbangkan untuk memperpendek interval dosis menjadi 8 jam berdasarkan

penilaian klinis (misalnya, jika bayi tampak sangat sakit). Berikan gentamisin

dalam dosis awal 5 mg / kg. Jika dosis kedua gentamisin diberikan, biasanya

diberikan diberikan 36 jam setelah dosis pertama. Interval dapat diperpendek,

berdasarkan penilaian klinis, misalnya jika bayi tampak sangat sakit atau kultur

darah menunjukkan infeksi Gram-negatif.37

Durasi pengobatan antibiotik yang biasa untuk bayi dengan kultur darah

positif, dan untuk mereka yang memiliki kultur darah negatif tetapi pada mereka

yang dicurigai sepsis, harus 7 hari. Pertimbangkan untuk melanjutkan perawatan


antibiotik selama lebih dari 7 hari jika bayi belum pulih sepenuhnya,

atauberdasarkan patogen yang diidentifikasi pada kultur darah. Pada bayi yang

diberikan antibiotik karena faktor risiko infeksi atau indikator klinis kemungkinan

infeksi, pertimbangkan untuk menghentikan antibiotik pada 36 jam jika kultur

darah negatif, kecurigaan klinis awal infeksi adalah tidak kuat, kondisi klinis bayi

meyakinkan tanpa ada indikator klinis kemungkinan infeksi, dan tingkat

konsentrasi protein C-reaktif meyakinkan. Lanjutkan antibiotik selama lebih dari

36 jam meskipun kultur darah negatif, kaji ulang bayi setidaknya sekali setiap 24

jam. Pada setiap kesempatan, dengan menggunakan penilaian klinis,

pertimbangkan apakah tepat untuk menghentikan perawatan antibiotik, dengan

mempertimbangkan: tingkat kecurigaan klinis awal infeksi, perkembangan klinis

bayi dan kondisi saat ini, dan tingkat konsentrasi C-reaktif protein.37

Anda mungkin juga menyukai