Disusun Oleh :
Pembimbing :
Pendamping :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Asma eksaserbasi akut (acute severe asma, flare up) merupakan suatu
keadaan klinis dimana didapatkan adanya peningkatan gejala asma yang progresif,
ditandai dengan sesak napas, batuk, mengi atau rasa terikat di dada yang semakin
berat disertai dengan adanya penurunan fungsi paru yang juga bersifat progresif.
Pada asma eksaserbasi akut seringkali pasien harus mengubah pengobatan yang
biasa digunakan sebelumnya. Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada pasien
yang sebelumnya telah diketahui menderita asma atau kadang-kadang dapat juga
terjadi untuk pertama kalinya.
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
• Nama : Ny. N
• Umur : 36 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Blambangan Umpu
• Tanggal lahir : 3 februari 1984
• Tanggal pemeriksaan : 24 februari 2020
3
pasien. Pasien menyangkal keluhan demam dan pengobatan batuk enam
bulan serta kebiasaan merokok. Pasien tidak memiliki alergi obat.
- Riwayat pengobatan
Pasien sudah diberikan nebulizer salbutamol sebelum datang ke UGD
RSUD ZAPA
Primary survey
A : Jalan nafas bebas
B : RR: 40 x/menit, bentuk dan gerak simetris, Tachypnea (+), Dyspnea (+)
C : HR: 120 x/menit, regular, isi cukup.
D : GCS 15, compos mentis, Suhu : 37 ºC, pupil bulat isokor
Secondary survey
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
o Tekanan darah : 130/80 mmHg
o Suhu : 37° C
o Nadi : 120 x/menit
o Respirasi : 40 x/menit dengan saturasi oksigen : 88%
BB: 65 Kg TB: 156 cm
4
Status Interna
Kepala : normocephal
o Rambut : Hitam tidak mudah dicabut
o Bibir : Sianosis (+)
Mata:
o Konjungtiva : Anemis -/-
o Sklera : Tidak ikterik
o Pupil : bulat, isokor
o Refleks cahaya: Langsung (+/+)
Tidak langsung (+/+)
o Palpebra : Udema (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Sekret -/-, serumen -/-,
Membran timpani intak +/+
Tenggorokan : Pharing : tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1
Leher
o Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
o JVP : 5 + 2 cmH2O, tidak meninggi
o Trakea : Tidak deviasi
o KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Toraks depan
o Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (+), retraksi dinding
dada (-) Bentuk dan gerak dada simetris, Tidak ada kelainan kulit
dan dinding dada baik emfisema subkutis, Napas cepat dan dangkal
5
Torak belakang
o Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris, Tidak ada kelainan
kulit dan dinding dada baik emfisema subkutis. Tidak ada
pelebaran pembuluh darah vena
o Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kiri = kanan
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : Vesicular Breath Sound normal kiri = kanan
Ronkhi +/+, wheezing +/+
Cor :
o Auskultasi : BJ I- II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
o Inspeksi : Perut tampak cembung simetris, simetris dinding
abdomen, gerakan peristaltik tidak terlihat,
o Auskultasi : Bising usus terdengar.
o Perkusi : Timpani di 4 kuadran, shifting dullness (-)
o Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas pada ke
empat kuadran abdomen. Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba
Palpasi ginjal dengan ballotemen (-)
Ekstremitas :
o Ekstremitas superior : edema (-), sianosis (-/-) pucat (+) CRT < 2s
o Ekstremitas inferior : edema (-), sianosis (-/-) pucat (+) CRT < 2s
6
Rontgen Thorak PA
IV. Resume
Pasien datang dengan rujukan dari klinik dengan keluhan sesak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan hingga membuat pasien gelisah
dan hanya dapat berbicara sepatah kata serta duduk membugkuk kedepan.
Sesak pernah dirasakan saat masa kanak namun tidak pernah yang sehebat
ini. Pasien mengaku sering batuk batuk pada malam hari, keluhan demam dan
pengobatan paru 6 bulan serta kebiasaan meorokok disangkal.
Pasien sadar compos mentis dengan keadaan umum gelisah. Tekanan
darah dan suhu tubuh normal namun laju nafas 40 kali/menit saturasi oksigen
88% dan laju nadi 120 kali/menit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sianosis
pada bibir dan pucat pada ujung ekstremitas serta penggunaan otot bantu
nafas, wheezing dan ronki ditemukan di kedua lapang paru, pada pemeriksaan
labolatorium dan radiologi dalam batas normal.
7
V. Diagnosis Kerja
Asma Eksaserbasi derajat berat
Diagnosis Banding : PPOK eksaserbasi Akut
Tuberkulosis Paru
Pneumonia
Emem Paru Akut
Efusi Pleura
Pneumothorak
Hemothorak
VI. Terapi
Penanganan awal : Oksigen 6 L/menit
Nebulizer salbutamol dan ipratopium bromide
Injeksi dexametasone 5mg iv
Observasi 15-20 menit
Hasil observasi : RR : 28 kali/menit, Nadi : 108
kali/menit, Spo2 99%, wheezing
-/+ Ronki -/+
Nebulizer Budesonide lalu observasi 15-20 menit
Hasil observasi : RR : 24 kali/menit, Nadi : 102
kali/menit, Spo2 99%, wheezing
-/- Ronki -/-
VII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
9
Menggunakan beta 2-agonis kerja singkat yang berlebihan, khususnya
salbutamol yang lebih dari satu canister dalam setiap bulannya.
Riwayat gangguan psikiatri atau gangguan psikosomatik.
Ketidaktaatan dalam menggunakan obat-obat asma sebelumnya.
Pasien asma dengan riwayat alergi makanan.1,2,3
10
radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hiperreaktivitas saluran napas (HSN). 4
11
atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis
metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan
shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang
akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran
napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut : 1). Gangguan
ventilasi berupa hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana
distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan difusi
gas di tingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut. 4
E. DIAGNOSIS
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut akan didapatkan adanya
perburukan gejala klinis asma disertai dengan penurunan fungsi paru, ditandai
dengan penurunan peak expiratory flow (PEF) atau penurunan forced expiratory
volume in 1 second (FEV1). Dalam keadaan eksaserbasi pengukuran kedua
parameter tersebut akan memberikan petunjuk yang lebih baik mengenai beratnya
eksaserbasi dibandingkan dengan gejala klinis saja. Namun demikian adanya
peningkatan frekwensi gejala asma merupakan parameter yang lebih sensitif
untuk menentukan onset eksaserbasi dibandingkan dengan pengukuran PEF.
Sebagian kecil pasien mengalami penurunan fungsi paru yang signifikan tanpa
adanya perubahan dari gejala asmanya. Keadaan ini umumnya dialami oleh pasien
dengan riwayat serangan asma yang hampir fatal sebelumnya dan umumnya
dialami oleh kaum pria. Asma eksaserbasi akut berpotensi menyebabkan
kegawatan dan dalam tatalaksananya memerlukan pengkajian yang cermat dan
pengawasan yang ketat. Pasien dengan eksaserbasi asma yang berat disarankan
untuk segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan
pengobatan yang adekuat.1,2
F. Tatalaksana
Tatalaksana asma eksaserbasi akut mencakup beberapa hal penting yaitu
melakukan pengkajian beratnya asma, melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis, melakukan pengukuran fungsi paru secara obyektif dan memberikan
pengobatan untuk asma eksaserbasinya itu sendiri.1
12
1. Pengkajian beratnya eksaserbasi asma.
Anamnesis singkat dan terarah serta pemeriksaan fisis yang berkaitan harus
dilakukan secara bersamaan dengan pemberian terapi awal, dan semua data data
penting kemudian dicatat. Jika pasien memperlihatkan gejala dan tanda serangan
asma yang berat atau mengancam nyawa, pengobatan dengan -2 agonis kerja
singkat, pemberian oksigen dan kortikosteroid sistemik harus segera dimulai,
sementara pasien dipersiapkan untuk dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap. Sebaliknya pasien dengan eksaserbasi yang ringan
sampai sedang dapat ditangani di fasilitas kesehatan primer yang memiliki
peralatan dan tenaga medis yang memadai. 1,2
3. Pemeriksaan fisis.
Saat melakukan pemeriksaan fisis harus dikaji hal-hal berikut :
- Tanda eksaserbasi akut yang berat, meliputi tanda-tanda vital, ada tidaknya
penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, mengi dan kemampuan untuk
mengucapkan suatu kalimat.
- Ada tidaknya faktor pemberat (komplikasi) lain, misalnya reaksi anafilaksis,
pneumotoraks dan pneumonia.
13
- Kemungkinan adanya penyebab sesak yang lain misalnya gagal jantung,
emboli paru dan aspirasi benda asing.
14
Terapi Oksigen terkontrol. Terapi oksigen harus dititrasi dengan bantuan
pulse oximetry (bila tersedia) untuk mempertahankan saturasi oksigen 93-95%.
Pemberian oksigen secara terkontrol atau secara titrasi akan memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian oksigen 100% (high-flow
oxygen therapy). Walaupun tidak tersedia oximetry, pemberian oksigen tidak
boleh ditunda dan pasien harus dimonitor untuk mengetahui adanya perburukan
gejala, penurunan kesadaran dan adanya kelelahan.1,2
Kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid sistemik harus segera diberikan
khususnya bila didapatkan perburukan pasien atau bila pasien telah meningkatkan
dosis obat-obat pengontrol dan pelega sebelum timbulnya perburukan gejala.
Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa adalah 1 mg prednisolon/kgBB/hari
atau ekuivalennya hingga maksimum 50 mg/hari. Kortikosteroid oral harus
diberikan selama 5-7 hari.1
Obat-obat pelega. Pasien yang sebelumnya telah menggunakan obatobat
pelega disarankan untuk menaikan dosisnya untuk selama 2-4 minggu berikutnya.
Jika pasien sebelumnya tidak menggunakan obat-obat pengontrol, harus selalu
disarankan untuk menggunakan terapi steroid inhalasi secara teratur, karena
pasien berisiko untuk mengalami eksaserbasi kembali berikutnya.1,2
Antibiotik. Dari penelitian yang ada, tidak disarankan pemberian antibiotik
pada asma eksaserbasi akut bila tidak ada bukti adanya tandatanda infeksi.
Adanya infeksi pada asma eksaserbasi akut dapat diketahui dari adanya demam,
sputum purulen dan adanya infiltrat pada foto toraks akibat adanya pneumonia.
Terapi kortikosteroid agresif harus diberikan sebelum mempertimbangkan
pemberian antibiotik.1
15
16
BAB IV
ANALISIS KASUS
17
kortikosteroid sistemik. Setelah eksaserbasi teratasi pasien diberikan terapi
pengontrol dengan kortikosteroid sistemik dan nebulizer serta SABA jika terjadi
eksaserbasi kembali.
18
REFERAT
FOTO THORAX
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi
radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang
mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax
menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang
digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06
mSv.5
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang
melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam
kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar.
Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax.
CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan
pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja
terpapar oleh debu. 5
Secara umum kegunaan foto thorax/ CXR adalah:
- Untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
- Untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, hematothorax)
- Untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
- Untuk memeriksa keadaan jantung
- Untuk memeriksa keadaan paru
19
3. Trauma dada
4. Tumor
5. Nyeri dada
6. Metastase neoplasma
7. Penyakit paru kerja
8. Aspirasi benda asing
9. Persiapan pasien pre-operasi
10. Pemeriksaan berkala (follow up) yang objektif 5
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya
scapula tidak menutupi parenkim paru. 5
2. Posisi AP (Antero Posterior)
20
Dilakukan pada anak-anak atau pada pasien yang tidak koorperatif. Film
diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru.
Jantung juga terlihat lebih besar daripada posisi PA. 5
21
Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu, yaitu bila klinis diduga ada cairan
bebas dalam cavum pleura, tetapi tidak terlihat pada posisi PA atau lateral.
Penderita terbaring pada satu sisi (kanan atau kiri). Film diletakkan di punggung
penderita dan diberikan sinar dari depan arah horizontal. 5
5. Posisi apical (lordotik)
Foto ini dibuat pada foto PA bila menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
pada daerah kedua apex paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat
setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi
di apex. 5
6. Foto Oblique Iga
22
Hanya dibuat bila pada PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat
setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan dalam menginterpretasikan
suatu lesi di apeks paru. 5
7. Posisi ekspirasi
Adalah foto thorax PA atau AP yang diambil pada saat penderita dalam
ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya
pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi. 5
Dalam membuat foto thorax ada dua kondisi yang dapat sengaja dibuat,
tergantung bagian mana yang ingin diperiksa yaitu :
1. Kondisi pulmo (kondisi cukup) foto dengan kV rendah
Inilah kondisi standard pada foto thorax, sehingga gambaran parenkim dan
corakan paru dapat terlihat. Cara mengetahui apakah suatu foto rontgen pulmo
kondisinya cukup atau tidak :
Melihat lusensi udara (hitam) yang terdapat di luar tubuh
Memperhatikan vertebrae thorakalis :
23
- Pada proyeksi PA kondisi cukup : tampak VTh I-IV
- Pada proyeksi PA kondisi kurang : hanya tampak VTh I
2. Kondisi kosta (kondisi keras / tulang) foto dengan kV tinggi
Cara mengetahui apakah suatu pulmo kondisinya keras atau tidak :
Pada foto kondisi keras, infiltrate pada paru tidak terlihat lagi. Cara
mengetahuinya adalah dengan membandingkan densitas paru dengan
jaringan lunak. Pada kondisi keras densitas keduanya tampak sama.
Memperhatikan vertebra thorakalis
- Proyeksi PA kondisi keras : tampak VTh V-VI
- Proyeksi PA kondisi tulang : yang tampak VTh I-XII selain itu
densitas jaringan lunak dan kosta terlihat mirip
2. Inspirasi Cukup
Foto thorax harus dibuat dalam keadaan inspirasi cukup. Cara
mengetahuinya adalah5 :
a. Foto dengan inspirasi cukup :
Diafragma setinggi VTh X (dalam keadaan expirasi diafragma setinggi
VTh VII-VIII)
Kosta VI anterior memotong dome diafragma
b. Foto dengan inpirasi kurang :
Ukuran jantung dan mediastinum meningkat sehingga dapat
menyebabkan salah interpretasi
Corakan bronkovesikuler meningkat sehingga dapat terjadi salah
interpretasi
3. Posisi Sesuai
Seperti telah diterangkan di atas, posisi standard paling banyak dipakai
adalah PA dan lateral. Foto thorax biasanya diambil dalam posisi erect.
Cara membedakan foto thorax posisi AP dan PA adalah5 :
Pada foto AP scapula terletak dalam bayangan thorax sementara
padafoto PA scapula terletak di luar bayangan thorax
Pada foto AP clavicula terlihat lebih tegak dibandingkan foto PA
Pada foto PA jantung biasanya terlihat lebih jelas
24
Pada foto AP gambaran vertebrae biasanya terlihat lebih jelas
Untuk foto PA label terletak sebelah kiri foto sementara pada foto AP
label terletak di sebelah kanan foto
Cara membedakan foto posisi erect dengan supine :
Erect
Di bawah hemidiafragma sinistra terdapat gambaran udara dalam fundus
gaster akibat aerofagia. Udara ini samar-samar karena bercampur dengan
makanan. Jarak antara udara gaster dengan permukaan diafragma adalah 1
cm atau kurang. Udara di fundus gaster ini disebut Magenblase.
Terdapat gas di flexura lienalis akibat bakteri komensal yang hidup di
tempat itu. Warna lebih gelap.
Supine
Udara magenblase bergerak ke bawah (corpus gaster) sehingga jarak udara
magenblase dengan diafragma kurang lebih 3 cm. Jadi pada posisi supine
udara magenblase jarang terlihat.
4. Simetris
Jarak antara sendi sternoklavikularis dekstra dan sinistra terhadap garis
median adalah sama. Jika jarak antara foto kanan dan kiri berbeda maka foto
tidak simetris. 5
25
Cek apakah eksposure sudah benar (bila sudah diperoleh densitas yang
benar, maka jari yang diletakkan di belakang “daerah hitam” pada foto
tepat dapat terlihat). Foto yang pucat karena “underexposed” harus
diinterpretasikan dengan hati-hati, gambaran paru dapat memberi kesan
ada edema paru atau konsolidasi. Foto yang hitam karena “underexposed”
bisa memberikan kesan emfisema.
Cek apakah tulang-tulang (iga, clavicula, scapula, dll) normal.
Cek jaringan lunak yaitu kulit , subcutan fat, musculi seperti pectoralis
mayor, trapezius, dan sternocleidomastoideus. Pada wanita terlihat mamae
serta nipple.
Cek apakah posisi diafragma normal : diafragma kanan biasanya 2,5 cm
lebih tinggi dibanding kiri. Normalnya pertengahan costae VI depan
memotong pada pertengahan hemidiafragma kanan.
Cek sinus costophrenicus baik pada foto PA maupun lateral.
Cek mediastinum superior apakah melebar, ataukah ada massa abnormal,
dan carilah trakea.
Cek adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar. Lebar
jantung pada orang dewasa (posisi berdiri) harus kurang dari separuh lebar
dada. Atau dapat ditentukan melalui CTR (Cardio Thoracalis Ratio).
Cek hilus dan bronkovaskular pattern. Hilus adalah bagian tengah pada
paru dimana tempat masuknya pembuluh darah, bronkus, syaraf dan
pembuluh limfe. Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan.
26
o Kelainan Foto Thorax
Berikut ini kelainan radiologi thorax :
1. Kesalahan teknis saat pengambilan foto sehingga mirip suatu penyakit.
- Sendi sternoclavicula sama jauhnya dari garis tengah
- Diafragma letak tinggi,
- Corakan meningkat pada kedua lobus bawah,
- diameter jantung bertambah.
27
Ketentuan :
Jika nilai perbandingan di atas nilai 50% dapat dikatakan telah
terjadi pembesaran jantung (cardiomegali).
- Apex cordis tergeser ke bawah kiri pada pembesaran ventrikel kiri
- Apex cordis terangkat lepas dari diafragma pada pembesaran ventrikel
kanan
4. Pada Pulmo :
a. Oedema Paru
28
- Tanda “Silhouette” yaitu hilangnya visualisasi bentuk
diafragma atau mediastinum berdekatan
TB Paru
Pneumonia
- Terlihat pemadatan bercak-bercak dengan bayangan tidak
jelas
- Terlihat adanya kavitas (pembentukan abses)
29
c. Kolaps Paru / Atelektasis
30
e. Bayangan kecil tersebar luas
- Bayangan cincin 1 cm bersifat diagnostic bagi bronkiektasis
- Kalsifikasi paru yang kecil tersebar luas dapat timbul setelah infeksi
paru oleh TB
- Area pemadatan kecil berbatas tidak jelas menunjukkan adanya
bronkiolitis
f. Bayangan garis
- Biasanya tidak lebih tebal dari garis pensil, yang terpenting adalah garis
septal, dapat terlihat pada limfangitis Ca.
31
g. Sarkoidosis
- Terlihat limfadenopati hilus dan paratrachealis
- Bayangan retikulonodularis pada paru.
h. Fibrosis paru
- Bayangan kabur pada basis paru yang menyebabkan kurang jelasnya
garis bentuk pembuluh darah,kemudian terlihat nodulus berbatas tak
jelas dengan garis penghubung.
- Volume paru menurun, sering jelas, dan translusensi sirkular terlihat
memberikan pola yang dikenal sebagai “paru sarang tawon”, kemudian
jantung dan arteria pulmonalis membesar karena semakin parahnya
hipertensi pulmonalis.
i. Neoplasma
32
- Bayangan bulat dengan tepi tak beraturan berlobulasi dan tepi
infiltrasi
- Terdapat kavitas dengan massa
5. Pada Pleura :
a. Efusi Pleura
33
c. Pneumothorax
- Garis pleura yang membentuk tepi paru yang terpisah dari dinding
dada, mediastinum, atau diafragma oleh udara
- Tidak ada bayangan pembuluh darah di luar garis ini
d. Hematothorax
34
DAFTAR PUSTAKA
4. Sundaru H, Sukanto. Ilmu Penyakit Dalam UI: Asma Bronkial. 2016. Hal :
247-252. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
35