Oleh :
Muhammad Fakhri Altyan
04084821618221
Dwi Lestari
04084821618222
Pembimbing
dr. Rismarini, Sp.A (K)
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Global Developmental Delayed ec. Susp. Autisme
Oleh:
04084821618221
Dwi Lestari
04084821618222
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah
Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang.
DAFTAR ISI
2
BAB I PENDAHULUAN
........................................................................................
......................................................................................
13
30
32
BAB I
3
PENDAHULUAN
Autisme adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasif) dengan
karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku yang gejalanya mulai tampak
pada anak sebelum usia 3 tahun. Secara pasti penyebab autisme tidak diketahui namun
autisme dapat terjadi dari kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik dan faktor
lingkungan. Penelitian yang dilakukan di Jepang terhadap 21.610 anak yang diikuti sejak
lahir sampai umur 3 tahun, didapatkan 1,3 kasus autisme per 1000 anak. Hasil yang sama
didapatkan di Swedia, yaitu sekitar 1-2 per 1000 anak menderita autisme. Autisme lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, dengan perbandingan 4:1.
Autisme dapat terjadi pada setiap anak tidak tergantung pada ras, etnik, atau keadaan sosial
ekonomi keluarganya.2
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG)
adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain perkembangan anak,
diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial aktivitas
hidup sehari-hari. Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di
Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun. 3
Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensi
KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau
abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial
sedangkan 20% nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan
global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin,
serta asfiksia perinatal.3
Banyaknya
faktor
yang
mempengaruhi
terjadinya
autisme
dan
keterlambatan
perkembangan global inilah yang membuat penulis mengangkat topik ini sebagai laporan
kasus di R.S. Moh. Hoesin Palembang.
BAB II
STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
Nama
: An. TM
Umur
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Berat badan
: 15 kg
Panjang badan
: 92 cm
Lingkar Kepala
: 50 cm
Nama ayah
: Tn. BC
Nama Ibu
: Ny. SA
Agama
: Islam
Bangsa
: Sumatera
Alamat
: 964399
MRS
: 02 Agustus 2016
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dilakukan tanggal 02 Agustus 2016 diberikan oleh ibu pasien)
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan Utama
: Belum bisa bicara
2. Keluhan Tambahan
:3. Riwayat Perjalanan Penyakit
:
Anak dibawa oleh orang tuanya datang ke Poliklinik Tumbuh Kembang RSMH
dikarenakan belum bisa bicara sejak usia 3 tahun. Anak baru bisa bicara awawawa.
Anak belum bisa bicara mama, papa, anak sering mengeluarkan suara/bersenandung
saja, bukan untuk berkomunikasi. Jika menginginkan sesuatu, anak menarik tangan
ibunya. Anak tidak menoleh bila dipanggil, terkejut jika mendengar suara keras, menoleh
ke arah suara/bunyi, dan saat diajak berkomunikasi, anak ada kontak mata namun sangat
sebentar. Saat diberi perintah sederhana, anak tidak mengerti. Anak tidak mau bermain
dengan teman sebayanya dan asyik bermain sendiri. Anak senang membuat lingkaran
5
: Aterm
Partus
Ditolong Oleh
: Dokter
Tanggal
: 12 April 2013
Berat badan
: 3100 gr
Panjang Badan
: 50 cm
Lingkar kepala
: ibu lupa
Riwayat risiko infeksi : ibu demam (-), kpsw (-), ketuban kental (-), hijau (-), bau (-)
2. Riwayat Makanan
ASI
: Lahir s.d 2 tahun
Susu Formula
: Usia 6 bulan sekarang
Bubur Susu
: 6 bulan 9 bulan
Nasi TIM
: 9 bulan 1 tahun
Nasi Biasa
: 1 tahun sekarang (frekuensi 3x sehari, nasi @1 centong,
ikan 1-2 potong kecil frekuensi 4-5 kali seminggu, telur frekuensi 34 kali seminggu, ayam 1-2 potong kecil frekuensi 1 kali seminggu,
Kesan
3. Riwayat Imunisasi
BCG
DPT 1
HEPATITIS B 1
Umur
1 bulan
2 bulan
Lahir
Hib 1
POLIO 1
CAMPAK
2 bulan
2 bulan
9 bulan
IMUNISASI DASAR
Umur
Umur
DPT 2
HEPATITIS
4 bulan DPT 3
6 bulan
1 bulan HEPATITIS B 6 bulan
B2
Hib 2
POLIO 2
3
4 bulan Hib 3
4 bulan POLIO 3
6 bulan
6 bulan
Kesan
4. Riwayat Keluarga
Perkawinan
Umur
: Ayah : 39 tahun
Ibu
Pendidikan
: 32 tahun
: Ayah : SMP
Ibu
: SMP
: Disangkal
5. Riwayat Perkembangan
Motorik Kasar
Mencoret-coret
sendiri (11
bulan)
suara bernada
(30 bulan)
Menumpuk 4
tinggi atau
Mengoceh (3
bulan)
Tengkurap (4 bulan)
Miring kanan kiri (4
bulan)
Mengeluarkan
Motorik Halus
Sosial
Makan kue
Mengangkat kepala (2
bulan)
Duduk sendiri (6 bulan)
Merangkak (9 bulan)
Berdiri dengan
Personal
memekik (6 bulan)
Bersuara tanpa arti
awawawa (9
bulan)
(14 bulan)
Berjalan (16 bulan)
6. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
- Tidak ada riwayat kejang
- Tidak ada riwayat trauma
- Tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga
7. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (+) adik perempuan, dengan Down
Syndrome
8. Data Perumahan
Dalam satu rumah tinggal 4 orang yang terdiri dari 2 orang dewasa dan 2 orang
anak. Penderita diasuh langsung oleh ibunya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
BB
: 15 kg
PB atau TB
: 92 cm
BB/U
: 0 (+2) SD (Normal)
PB/U
: 0 (-2) SD (Stunted)
BB/PB
: 1 (+2) SD (Normal)
Status Gizi
: Baik
Lingkar Kepala
: 50 cm, normocepali
Kontak mata
Bahasa isyarat
: (-)
Gerakan repetitif
: (+)
: (-)
Hiperaktif
: (-)
Temper Tantrum
: (+)
Bahasa planet
: (+)
Echolalia
: (-)
Telinga
Gerak halus
Ya
Ya
Tidak
Tidak
8
3
4
5
6
Gerak halus
Ya
Tidak
Bicara &
bahasa
Ya
Tidak
Bicara &
bahasa
Ya
Tidak
Gerak kasar
Ya
Tidak
Bicara &
bahasa
Ya
Tidak
Gerak halus
Ya
Tidak
Gerak kasar
Ya
Tidak
Sosialisasi &
kemandirian
Gerak kasar
Ya
Tidak
Ya
Tidak
9
10
Hasil : penderita tidak bisa melakukan pada no. A1, A2, A4 A5, A6, A7, B2, B3,
B4.
Berdasarkan hasil pemeriksaan CHAT didapatkan hasil bahwa anak ini memiliki
resiko tinggi menderita autis.
Quo ad vitam
Quo ad fungsionam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Global Developmental Delay
3.1.1 Definisi
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG)
adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain perkembangan anak,
diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial aktivitas
hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan
pada anak berumur lebih dari 5 tahun saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang
akurat maka istilah yang dipergunakan adalah retardasi mental. 1,2 Anak dengan KPG tidak
selalu menderita retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak
mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi psikososial
meskipun aspek kognitif berfungsi baik.2,3
3.1.2 Epidemiologi
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika
Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun. 3
Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensi
KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau
abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial
sedangkan 20% nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan
global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin,
serta asfiksia perinatal.3
Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak RSUP
Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari 12 bulan (67%).
12
Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan terbanyak adalah belum bisa
berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa
berjalan pada 12 (18%) pasien. Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan
menengah ditemukan pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%
mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan 40 (60%)
terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan pada 61% dengan penyebab
terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral disgenesis, palsi serebral.
pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Terdapat dua prinsip
proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan
belajar, serta pola perkembangan dapat diramalkan.6,7
3.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang
merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin,
genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal, diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis,
toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan
psikologi ibu), faktor persalinan, faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan
kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan
pengasuhan, stimulasi, dan obat-obatan).6,8
3.1.3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi6:
1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak melakukan
pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan
sebagainya.
2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh
otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu,
menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah,
dan sebagainya.
4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri
anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan
ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.
3.1.3.4 Periode Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh
kembang
anak
berlangsung
secara
teratur,
saling
berkaitan
dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh kembang anak
terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut6,8:
14
Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum yang telah
dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism, terjadi diferensiasi yang
berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir kehamilan. Masa ini
terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur kehamilan 9 minggu sampai
trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai
berfungsi.
Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini pertumbuhan
berlangsung
pesat
disertai
perkembangan
fungsi-fungsi.
Terjadi
transfer
immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta. Akumulasi asam lemak
esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid) pada
otak dan retina.
2. Masa bayi (umur 0 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
a. Masa neonatal (umur 0 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
b. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan berlangsung
secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI eksklusif
selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping ASI sesuai umurnya,
diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang sesuai. Masa bayi adalah
masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh
ibu dalam mendidik anak sangat besar.
3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam
perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi ekskresi. Periode
penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita. Setelah lahir, terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih
15
16
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat dari
beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang tercantum di
bawah.
Tanda bahaya perkembangan motor kasar
1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian kiri dan
kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
Tanda bahaya gangguan motor halus
1.
2.
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi / interaksi
Tanda bahaya gangguan kognitif
1. 2 bulan: kurangnya fixation
2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini gangguan
bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan skala khusus,
misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test II), Child
Development Inventory untuk menilai kemampuan motorik kasar dan motorik halus, Ages
and Stages Questionnaire, Parents Evaluations of Developmental Status.Serta dapat
menggunakan alat-alat skrining yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early
Language Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang
dipakai untuk menilai kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah
3 tahun.
3.1.5 Gejala Klinis
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian dalam
beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila di perhatikan.
Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam melihat gejala dan
hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining prosedur yang dilakukan dokter, dapat
membantu menggali gejala dan akan berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan
dengan skrining dengan beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang
berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar, motorik
halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari dimana belum
diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang dapat
mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait ketidakmampuan anak dalam
perkembangan milestones yang seharusnya, yaitu:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
18
kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit dilihat dalam pemeriksaan yang cepat. 10
Sebagai tambahan, pemeriksaan secara terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat
dilakukan saat infant, dengan menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta
mengikuti arah cahaya lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang
lebih mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat ditemukan
adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan menggunakan brainstem evoked potentials pada infant. Saat umur memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran
dapat dites dengan menggunakan peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran
dapat diperiksa menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda
dari infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi secara
kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan kulit secara
menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit ektodermal seperti tuberous
sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan dengan delay. Pemeriksaan fisik juga
harus meliputi pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengan perkembangan seperti
adanya primitive reflek, yaitu moro reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan
tonus.
3.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan gangguan
perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan pada anak yang sehat.
Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun beberapa pemeriksaan penunjangnya
antara lain
a. Skrining metabolik
b. Tes sitogenetik
c. Skrining tiroid
d. EEG
e. Imaging CT Scan
f. Tes IQ
3.1.7 Diagnosis Banding
Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara spesifik,
gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini, terdapat beberapa penyakit
atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun memiliki beberapa perbedaan yaitu
20
retardasi mental, palsi serebral, Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism
Spectrum Disorder.
3.1.7.1 Retardasi Mental
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan keterbatasan
dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-IV, retardasi mental
adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat gangguan fungsi adaptasi, onset
sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan
tes IQ (akurat diatas umur 5 tahun), dengan klasifikasi hasil:
a. Ringan , yaitu IQ 50-70
b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20
3.1.7.2 Palsi Serebral atau Cerebral palsy (CP)
Membedakan antara CP dengan KPG, pada CP, ada tiga faktor resiko awal yaitu bayi
lahir prematur (semakin kecil usia, semakin tinggi faktor risiko), bayi lahir dengan
ensefalopati sedang hingga berat (semakin berat keluhan semakin berat risiko), dan bayi yang
lahir dengan faktor risiko paling ringan. Dua faktor risiko awal tersebut harus ditunjang
dengan MRI untuk melihat gambaran otak. Bila terdapat gangguan bahasa, penglihatan,
pendengaran dan epilepsi, dapat dicurigai hal tersebut adalah suatu gambaran CP. Selain itu,
diagnosis palsi serebral dapat dilakukan berdasarkan kriteria Levine (dikutip dari
Soetjiningsih, 19957), yaitu pola gerak dan postur; pola gerak oral; strabismus; tonus otot;
evolusi reaksi postural dan kelainannya yang mudah dikenal; refleks tendon, primitif dan
plantar.
3.1.7.3 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari kelahiran bayi, yang
dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks. Tanda ADHD yaitu development
delay, nilai akademik yang rendah, serta permasalahan sosial. Penggunaan milestones pada
tahun ke-3 mudah mengarahkan diagnosis ADHD.
3.1.7.4 Autism Spectrum Disorder (ASD)
21
Tanda awal untuk membedakan antara ASD dengan KPG. Beberapa kata kunci adalah
gangguan bersosial. Pada tahun pertama akan sulit membedakan antara ASD dengan KPG,
yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil, afek kurang, berkurangnya interaksi sosial,
dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun kedua dan ketiga, bahasa tubuh yamg tidak lazim dan
sangat ekspresif. Perilaku lain yakni motorik, sensorik dan beberapa domain lain.
3.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal itu
disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-anak belajar dan berkembang
dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-masing.
Sehingga penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada
faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain6,
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP, autism,
kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan bervariasi
tergantung dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari,
siulan, sedotan atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk belajar
mengendalikan otot pada mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada
anak-anak dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat
yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut.
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dalam
menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara bermain,
belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan, dan
lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada kemampuan kognitif,
terapi ini dapat membantu mereka meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi
permasalahannya.
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik
kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling,
merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni
menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam terapi,
22
terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan
otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini
dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga
terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan memiliki
efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti melempar
barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral therapy merupakan
psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi masalah sikap dan meningkatkan
kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain
dalam pelaksanaanya. Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu
terlihat pada terapi kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang
mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan
mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan. Beberapa terapis
mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-behavioural therapy.
3.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran
perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik,
dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari anak itu sendiri.
Salah satunya, anak akan mengalami depresi akibat ketidakmampuan dirinya dalam
menghadapi permasalahannya. Sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.
3.1.10 Prognosis
Prognosis Global development delay pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi
dan penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan pemberian
terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang baik terhadap
perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi hingga dewasa. Hal tersebut
karena kemampuan anak itu sendiri dalam menanggapi terapinya. Beberapa anak yang
mengalami kondisi yang progresif (faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring
berjalannya waktu), akan menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya
atau mengalami kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan
kemampuan dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya.6
23
3.2 Autisme
3.2.1 Definisi
Autisme adalah gangguan pekembangan yang luas dan berat (perpasive) dengan
karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku yang gejalanya mulai
tampak pada anak sebelum usia 3 tahun.
3.2.2 Kriteria Diagnosis
Menurut ICD 10 dan DSM IV 1994, kriteria diagnostik autisme adalh sebagai berikut;
Harus ada setidaknya 6 gejala dari 1,2, dan 3 dengan minimal 2 gejala dari 1 masing-masing
masing-masing satu gejala dari 2 dan 3.
1. Gangguan kulitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus
ada 2 gejala di bawah ini:
a. Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai: kontak
mata sangat kurang, ekpresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang
tertuju.
b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
c. Tidak ada empati ( tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang
lain)
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu gejala
di bawah ini:
a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang
anak tidak berusaha berkomunikasi secara non verbal
b. Bila anak bisa berbicara, maka bicaranya tidak dapat dipakai untuk
komunikasi
c. Sering menggunakan bahasa aneh dan berulang-ulang
d. Cara bemain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat
meniru
3. Adanya suatu pola yang mempertahankan, diulang-ulang dalam perilaku minat
dan kegiatan. Minimal harus ada satu gejala dibawah ini:
a. Mempertahankan suatu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas
dan berlebihan
24
b. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada
gunanya
c. Adanya gerakan yang khas dan diulang-ulang
d. Sering sekali terpaku pada bagian-bagian benda
3.2.3 Penegakan Diagnosis
3.2.3.1 Anamnesis
Gejala autisme biasanya timbul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada sebagian anak
gejala sudah ada sejak lahir yang akan tampak makin jelas setelah anak mencapai 3 tahun.
1. Ganggguan dalam bidang komunikasi verball maupun non verbal
-
Terlambat bicara
Sebagian (20%) anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa
Bila menginginkan
sesuatu
ia menarik
tangan yang
terdekat dan
Tidak ada usaha interaksi dengan orang lain, asyik main sendiri
Hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, lari ke sana ke mari tak terarah,
melompat-lompat berputar-putar, memukul-mukul atau meja, mengulangulang gerakan tertentu. Perilaku ini dapat membahayakan diri sendiri dan
dapat berupa agresifitas melawan orang lain.
Duduk dia bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara monoton
dan kurang variatif secara berulang-ulang
25
Duduk diam terpaku oleh sesuatu hal, misalnya bayangan atau benda yang
berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti sepotong
tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet, atau apa saja yang terus dipegangnya
dan dibawa kemana-mana
Tidak ada atau kurangnya empati, misalnya melihat anak menangis tidak
merasa kasihan melainkan merasa terganggu sehingga anak yang menangis
tersebut mungkin didatangi dan dipukulnya
Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar
Berat badan, tingi badan, lingkar kepala dapat normal atau abnormal.
Anak tidak menjalin interaksi sosial yang memadai seperti kontak mata kurang
atau tidak ada, tidak mau bermain dengan teman.
Tes pendengaran
Tes IQ
26
3.2.4
Penatalaksanaan
Meningkatkan
kemampuan
belajar
dan
perkembangannya,
terutama
dalam
penguasaan bahasa
Ditangani oleh satu tim kerja yang terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik, tenaga
medis (psikiater, dokter anak), psikolog. Ahli terapi wicara, fisioterafis dan perawat.
Berbagai jenis terapi yang harus di jalankan secara terpadu tersebut, sesuai dengan keadaan
dan keperluan anak, mencakup:
1. Terapi medikamentosa
Pada penderita autisme dengan gejala-gejala seperti tempertantrum, agresifitas,
melukai diri sendiri dan perilaku streotifik, pemberian obat akan membantu
memperbaiki perilaku dan respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah
menerima terapi yang lain. Obat-obat yang diberikan obat-obat yang mempengaruhi
kerja sel otak dan memperbaiki abnormalitas kadar neurotransmitter, seperti:
-
Risperidon dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg dapat dinaikan 0,05 mg setiap 1-2
minggu, dosis bisa mencapai 1-2 mg/ hari. Dapat memperbaiki hubungan
sosial, atensi, agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku yang menyakiti diri
sendiri.
Thioridazine dosis 0,5-3 mg / kg/ hari dibagi menjdi 2-3 dosis. Dapat
menurunkan agresifitas dan agitasi.
2. Terapi nonmedikamentosa
-
Terapi perilaku
Keadaan hiperaktifitas, impulsifitas, gerakan streofilik cara bermaintidak sama
dengan anak lain, juga ada agresifitas, temper tantrum, dan cenderung melukai
diri sendiri memerlukan intervensi perilaku.
27
Metode yang banyak dipakai adalah ABA (applied behavioral analysis). Usia
terbaik adalah sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 perminggu.
-
Terapi bicara
Terapi bicara perlu dilakukan sejak dini dengan intentif bersama dengan terapi
lain
Terapi okupasi
Terapi okupasi diperlukan untuk melatih motorik halus dan keterampilan agar
anak dapat melakukan gerakan memegang, menggunting, menulis dengan
terkontrol dan teratur.
Sensori integrasi
Sensori pengorgnisasian informasi melalui semua sensori yang ada (gerakan,
sentuhan,
penciuman,
pengecapan,
pengelihatan,
pendengaran,
body
mereka.
Mulanya
ditentukan
suara
yang
menganggu
Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan seharihari agar anak dapat mandiri. Salah satu metode yang banyak dipakai adalah
metode TEACCH (treatment and education of autistic and related
communication handicapped children). Metode ini sangat terstruktir
mengintegrasikan metode klasik yang individual, metode pengajaran yang
sistematik, terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
Terapi diet
Terapi
diet
bebas
glutein
dan
casein
bersifat
individual.
Dapat
Prognosis
Ad vitam
: bonam
29
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dilaporkan, kasus An. TM/ laki-laki/3 tahun 3 bulan dengan global developmental
delayed et. causa autisme. Saat anak datang dilakukan anamnesis pada ibu pasien dengan
keluhan belum bisa bicara lancar berbicara dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti usia 3
tahun 3 bulan. Setelah anamnesis, dilakukan KPSP dan pemeriksaan fisik untuk memeriksa
keterlambatan perkembangan pada anak.
Skrining KPSP
Berdasarkan pemeriksaan KPSP (kuisioner pra skrining perkembangan) pada anak
usia 36 bulan didapatkan hasil 3 ya dan 7 tidak.
Kesan : Kemungkinan ada penyimpangan pada An. TM
Penyimpangan perkembangan di 3 gerak kasar, 3 bicara & bahasa, 1 sosial dan kemandirian.
Rujuk ke spesialis anak.
Skrining CHAT
Pada pemeriksaan CHAT jawaban tidak pada pertanyaan A1, A2, A4, A5, A6, A7, B2,
B3, B4
-
Resiko tinggi menderita autis : tidak pada A5, A7, B2, B3 dan B4
Kemungkinan gangguan perkembangan lain : jumlah jawaban tidak 3 atau lebih untuk
pertanyaan A1-A4, B6, A8-A9, B1, B5
Kesan : resiko tinggi menderita autis, rujuk ke spesialis anak konsultan tumbuh kembang.
Skrining Denver II
Berdasarkan pemeriksaan Denver II didapatkan :
Personal sosial : 0C 2D
Bahasa
: 0C 29D
Motorik kasar : 2C 0D
Motorik halus : 0C 0D
Berdasarkan hasil Denver II maka anak ini mengalami keterlambatan di 3 aspek yaitu
personal sosial, bahasa, dan motorik kasar.
Selain itu, diagnosis diperkuat dengan kriteria gangguan autistic menurut ICD-10 dan
DSM IV, dimana hasilnya didapatkan anak ini memiliki 2 gejala interaksi social timbal balik,
4 gejala gangguan komunikasi dan 2 gejala gangguan prilaku. Sehingga dapat disimpulkan
30
bahwa an. TM/ laki-laki/ 3 tahun 3 bulan mengalami global developmental delayed et causa
autisme dengan diagnosis banding global developmental delayed et causa gangguan
pendengaran. Untuk menyingkirkan diagnosis banding, pada pasien ini akan direncanakan
untuk konsul ke bagian THT untuk pemeriksaan pendengaran.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay. Seminar
Pediatric Neurology. 1998;5:2126.
2. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical Pediatric
Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-4.Philadelphia: WB Saunders;
2001.h.11747.
3. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice parameter:
Evaluation of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology
and the practice committee of the child neurology society. Neurology 2003;60:67-80.
4. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi pasien
keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari
Pediatri 2008;10:255-61.
5. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih.
Karakteristik
Klinis
Keterlambatan
Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali
6. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di
Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan RI. 2005.
7. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting. Tumbuh kembang
anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.
8. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010; 10(2);32-4.
32