Anda di halaman 1dari 10

Migraine pada Wanita Dewasa Muda

Samuel Lionardi
10.2013.365
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-4505326, Fax. 021-4505326
sam_lionardi@yahoo.com

Abstrak
Penyakit migraine merupakan rasa sakit pada kepala yang berlangsung episodik, dan
paroksismal biasanya ciri-ciri ini ditandai dengan rasa sakit kepala berdenyut, lokasi unilateral
juga dapat disertai gejala aura (skotoma), mual, muntah, fonofobia dan fotofobia. Secara
epidemiologi, wanita lebih banyak terkena penyakit ini dibandingkan dengan pria. Mekanisme
terjadinya penyakit ini terletak pada sistem trigeminovaskular juga meliputi kerja batang otak
dan bagian-bagian lain berdekatan yang sejalur dengan batang otak. Pengobatan yang dapat
diberikan adalah obat golongan triptan, OAINS, serta analgesik.
Kata kunci: migraine aura, trigeminovaskular system, skotoma, triptans
Abstract
Migraine disease, headache which happens in episodic and classified as paroxysmal.
Clinical manifestations often occur are throbbing/ pulsatile, unilateral location of headache also
the typical one is aura (scotoma). Others including nausea, vomit, phono phobia and
photophobia. In epidemiology research, it stated that mostly women suffer this disease than men.
The mechanism of this disease starts from trigeminovascular system and brain stem, also the
route following from it. Medication provided such as triptans, OAINS and analgesic.
Keyword: migraine aura, trigeminovascular, scotoma, triptans
Pendahuluan
Migraine merupakan penyakit pada kepala yang berkelanjutan (episodik) dan digolongkan
sebagai jenis sakit kepala primer, itu berarti tidak ditemukan adanya penyebab yang jelas akan

terjadinya penyakit ini. Secara epidemiologi, didapatkan bahwa sebanyak 15% dari jumlah
wanita dan 6% dari jumlah laki-laki menderita penyakit migraine dalm periode satu tahun. Rasa
sakit pada kepala sering dirasakan unilateral disertai denyutan pada bagian kepala.1
Secara garis besar, penyakit ini dapat dicetuskan oleh berbagai faktor seperti sinar cahaya,
suara, stressor, kelaparan. Pada wanita yang sedang mengalami menstruasi, dari perubahan
hormon dalam tubuh juga ikut berperan dalam mencetuskan terjadinya migraine.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dideskripsi serta dijelaskan lebih lanjut mengenai
anamnesis (cara menelusuri diagnosa terhadap penyakit pasien), gejala klinis, patofisiologi,
etiologi (penyebab), epidemiologi, cara mendiagnosa penyakit, komplikasi, penatalaksanaan juga
pencegahan yang diperlukan tentang penyakit migraine tersebut.
Anamnesis 1, 2
Dalam kasus ini, yang dapat ditanyakan dapat berupa keluhan yang dirasakan itu apa? Rasa
sakit pada kepala tersebut sudah diderita berapa lama? Lalu deskripsikan penyakit yang
dirasakan seperti apa? Entah itu berdenyut atau seperti ditusuk-tusuk? Tidak lupa kita tanyakan
juga berapa lama dalam sehari keluhan dirasakan? Apakah keluhan tersebut menimbulkan rasa
mual, muntah? Selanjutnya rasa sakit pada kepala tersebut di sebelah mana? (preorbital,
frontotemporal)? Lalu, apakah rasa sakit yang dirasakan berpindah-pindah? Untuk mendapatkan
diagnosa yang sesuai, pertanyaan yang dapat diajukan adalah faktor pencetus yang menyebabkan
penyakit ini berupa apa saja? Tanyakan juga sejauh ini apakah masih ada keluhan lain setelah
rasa sakit kepala menyerang pada pasien seperti halusinasi, tidak tahan terhadap cahaya,
gangguan penglihatan berupa pandangan zig-zag.
Selain daripada hal diatas, pasien harus ditanyakan apakah penyakit ini sudah pernah dialami
sebelum datang berobat ke dokter? Apakah di keluarga entah itu ayah, ibu, kakek, nenek atau
saudara pernah mengalami keluhan yang sama? Apakah pasien sudah mencoba mengatasi atau
mengurangi keluhan dengan cara minum obat atau mungkin beristirahat? Untuk riwayat dahulu,
tanyakan juga sudah berapa lama keluhan ini diderita oleh pasien? Apakah sebelumnya sudah
pernah dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan (trauma), atau penyakit lain yang pernah
dialami sebelum penyakit sekarang timbul? Untuk hal-hal yang lain yang berhubungan dengan
pasien wanita, pertanyaan yang bisa diajukan adalah apakah ia sedang mengalami fase

menstruasi? Juga pola hidup pasien sehari-hari dari makanan, aktifitas fisik, merokok, atau
minum-minuman beralkohol dapat dimasukkan dalam anamnesis.
Pemeriksaan Fisik 2, 3
Untuk membantu penegakan diagnosa penyakit migraine, pemeriksaan fisik yang dilakukan
adalah memeriksa kesadaran pada pasien yang terdiri dari sadar, delirium (gelisah, kacau, dan
disorientasi), somnolen (mengantuk), sopor (perlu rangsang kuat untuk membangunkan lalu
kesadaran menurun), koma (tidak ada gerakan spontan).
Selain itu pemeriksaan saraf yang dapat dilakukan adalah lapang pandang dari indera
penglihatan. Indera penglihatan diatur oleh nervus opticus (II) dengan menggunakan uji melihat
objek (confrontation test) untuk menentukan tipe-tipe dari migraine yang dirasakan.
Pemeriksaan Penunjang 1, 2, 4
Tidak hanya pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, namun juga untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis lain, pemeriksaan ini juga tidak terlalu darurat dalam menentukan
diagnosa migraine karena untuk pemeriksaan ini lebih menunjukkan diagnosa terhadap penyakit
pada kepala tipe sekunder.
-

CT-scan

Tujuan penggunaan pemeriksaan ini adalah bila ditemukan tumor atau malformasi
arteriovenosus (AVM). Selain itu dapat memeriksa apakah adanya lesi, stroke, pendarahan
subarachnoid juga demensia. Tapi hal yang perlu dikuatirkan adalah efek samping yang akan
timbul pada ginjal lalu rasa mual, reaksi anafilaktik, bronkospasme hingga kematian.
-

MRI

Tidak begitu spesifik digunakan dalam penegakan diagnosis migraine. Namun akan lebih
membantu terhadap penegakan diagnosis pada stroke, tumor, trauma, demensia, multiple
sclerosis, serta infeksi pada otak. Untuk beberapa penyakit yang telah disebutkan diatas, MRI
memiliki hasil sensitivitas yang lebih baik daripada CT-scan.
Working diagnosis
Migraine disertai aura

Migraine merupakan golongan sakit kepala yang kronik dan terjadi secara terus-menerus dan
dapat terjadi dimulai dari masa anak-anak hingga dewasa. Penyakit ini merupakan kelainan yang
terjadi pada otak tanpa alasan yang jelas. Migraine sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu
dengan aura dan tanpa aura. Biasanya aura disebut juga migraine klasik dan tanpa aura disebut
sebagai migraine yang sering terjadi. 4
Sebelum itu, hal yang perlu diketahui tentang migraine adalah penyakit ini memiliki banyak
jenisnya yaitu migraine basiler, migraine oftalmoplegik & retina, migraine yang diikuti dengan
trauma pada kepala, migraine hemiplegik, dan status migraine.
Migraine basiler merupakan jenis migraine yang terjadi pada anak dan jenis ini bersifat
diturunkan. Pertama kali diawali dengan fenomena pada penglihatan sama seperti gejala pada
migraine umumnya. Gejala lain yang dapat terjadi adalah vertigo, dysarthria, inkordinasi pada
ekstremitas yang dapat berlangsung selama 10-30 menit ditambah dengan sakit kepala pada
daerah oksipital. Kondisi ini tidak selalu dalam tahap ringan dan transien.
Migraine oftalmoplegik dan retina merupakan jenis migraine yang dideskripsikan dengan
sakit kepala unilateral rekuren disertai dengan kelelahan pada otot ekstraokuler dan timbul third
nerve palsy transien dengan ptosis. Penyakit ini lebih sering menyerang pada saat anak-anak.
Namun jenis ini dapat menimbulkan penyebab yang serius termasuk juga pada pasien yang
menderita arteritis temporal.
Selanjutnya adalah migraine disertai dengan trauma pada kepala merupakan kondisi dimana
trauma pada kepala yang akan menyebabkan faktor presipitas pada penderita migraine. Dapat
terjadi pada anak-anak selanjutnya kemungkinan yang terjadi adalah kehilangan indera
penglihatannya, dan sakit kepala parah.
Kemudian ada juga migraine hemiplegik yang disebabkan karena adanya mutasi dalam
keturunan pada gene CACNA1A, inilah kelainan gen yang sering ditemukan pada kasus seperti
ini. Sifat dari migraine ini adalah adanya paralisis unilateral secara episodik selama terjadinya
sakit kepala. Kelainan ini terdapat pada gen kromosom 19 atau 1.
Yang terakhir adalah status migran, yang berarti migraine yang terus-terusan berlangsung
selama berbulan-bulan. Selama seminggu dapat terjadi 3-4 kali pada satu sisi bagian kepala dan
sakit kepala terus-menerus. Awalnya terjadi unilateral kemudian menyebar ke seluruh sisi. Gejala

mual dan muntah juga terjadi tapi seiring berjalannya waktu akan berkurang. Status migrain juga
harus diperhatikan apabila pasien memiliki riwayat dahulu seperti trauma pada kepala dan
riwayat infeksi pada virus. 4
Etiologi 5
Beberapa literatur menyatakan, bahwa penyebab dari migraine umumnya berasal dari
kelainan genetik yang diturunkan. Lalu terdapat juga beberapa faktor pencetus migraine yaitu
dari perubahan hormon (pada wanita yaitu saat menstruasi), stress, kurang tidur, mengonsumsi
obat, merokok, trauma pada kepala, sakit kepala akibat makan es krim, mabuk (motion sickness).
Namun terdapat juga makanan seperti daging yang mengandung nitrit, kafein, penyedap rasa
(MSG), pemanis buatan (aspartam, dan sakarin), makanan yang mengandung tiramin seperti keju
Epidemiologi 5, 6
Gejala-gejala sensoris yang cenderung menjadi migraine terjadi pada pasien sebanyak 1520%. Dua per tiga sampai tiga per empat kasus migraine terjadi pada wanita. Lalu onset pada
saat kecil sampai tahun ke 10 sebanyak 25% kasus terjadi, 55% terjadi pada usia 20 tahun keatas,
dan lebih dari 90% kasus terjadi pada pasien berumur kurang dari 40 tahun.
Gejala migraine berkurang pada pasien diatas 40 tahun kecuali pada wanita yang akan
menginjak masa menopause. Pada wanita yang berumur 40-50 tahun harus dicurigai akan terjadi
migraine disertai dengan vertigo menurut Hsu et al. Onset terjadi diatas 50 tahun jarang
menimbulkan migraine.
Patofisiologi
Sensitivitas sensoris pada migraine diatur oleh batang otak dan thalamus dan kemungkinan
adanya disfungsi sistem sensoris monoaminonergik. Yang terlihat adalah adanya aktivasi sel di
nukleus trigeminus sedang merangsang neuron nosiseptif di pembuluh darah dura yaitu protein
plasma dan larutan penyebab sakit meliputi calcitonin gene-related peptide (CGRP), larutan P,
peptida vasoaktif intestinal dan neurokinin A maka hasil dari mekanisme ini akan vasodilatasi
dan menimbulkan rasa sakit.1
Karena akibat dari teraktivasi dari neurotransmiter parasimpatik dan trigeminus berasal dari
serat saraf perivaskular pada depresi menyebar di kortikal (CSD), maka aliran darah otak

meningkat dan tertahan. Hal ini juga dicetuskan oleh batang otak karena adanya perubahan pada
desendens otak.
Teori lain mengatakan bahwa migraine terjadi menjadi tiga fase yaitu, fase premonitor, fase
aura dan fase sakit kepala. Fase premonitor ini berhubungan dengan fungsi dari batang otak dan
thalamus dan dimulai dari gejala letih, mual, penurunan pada fungsi kognitif dan afektif.
Selanjutnya pada fase aura, terlihat bahwa adanya penurunan aliran darah di korteks oksipital
dan menyebar bukan mengikuti aliran darah yang ada tapi lebih banyak mengarah ke bagian
anterior korteks. Fenomena ini dinamakan depresi penyebaran, dimana depolarisasi neuron dan
sistem glial melambat menyebabkan penurunan aliran darah ke tempat yang dituju dan
menghambat proses sistem otak saat sedang bekerja. Lama kelamaan bagian yang tidak dialiri
oleh darah menyebabkan gejala iskemik.
Yang terakhir adalah fase sakit kepala, dimana neuron sensoris trigeminal menyebabkan rasa
sakit yang dihubungkan dengan meningens serta pembuluh darah. Neuron yang telah disebutkan
tersebut menyebar ke daerah nukleus kaudalis pada batang otak dari tempat itu menuju gray
matter periaqueductus, nukleus thalamus sensoris dan korteks somatosensoris.5

Gambar 1. Proses berjalannya 3 fase terjadinya migraine


Manifestasi klinis

Awal mulanya migraine aura baru dapat didiagnosa bila berlangsung selama 4-72 jam dan
sekurang-kurangnya sudah terjadi 5 kali serangan. Disertai dengan 2 dari gejala ini yaitu lokasi
unilateral, berdenyut, intensitas terjadi ringan hingga berat dan migraine memberat dengan
disertai jarangnya aktivitas fisik (naik tangga, dan jalan). Atau 1 dari gejala ini saat sedang sakit
kepala yaitu mual muntah dan fotofobia serta fonofobia.
Untuk migraine dengan aura biasanya terjadi 5-20 menit atau kurang dari 60 menit menurut
International Headache Society. Migraine ini dapat disertai dengan skotomas (blind spot) yang
berhubungan dengan penglihatan seperti pada gambar dibawah6

Gambar 2. Skotoma sentral yang terjadi pada migraine disertai dengan aura
Diagnosa banding 6
-

Aneurisma

Diagnosa ini memiliki persamaan dengan migraine yaitu sakit kepala, fonofobia dan
fotofobia. Namun yang dapat membedakan ialah dari gejala kejang, disfungsi pernapasan,
epistaksis. Pemeriksaan penunjang yang dapat menentukan diagnosa aneurisma adalah dengan
CT-scan, dan MRI. Namun untuk pemeriksaan awal dengan menggunakan pemeriksaan darah
lengkap untuk monitor adanya infeksi, evaluasi anemia,dan menentukan risiko terjadinya
pendarahan.
Pada pemeriksaan fisik, juga dapat ditemukan adanya gejala gagal jantung dan suara bruit
pada daerah optik

Arteriovenosus malfunction
Lesi yang terjadi pada sistem pendarahan otak menyebabkan sistem darah arteri ke vena

tanpa melalui kapiler. Penyebab dari penyakit ini adalah kongenital. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan berupa pendarahan sehingga menjadi rasa sakit kepala berat, lalu gejala lainnya
kejang.
Untuk menentukan diagnosa pasti dapat menggunakan MRI dibanding dengan CTangiografi karena visualisasi struktur otak dapat terlihat dengan jelas juga dapat melancarkan
proses pengobatan pada pasien. Namun kelemahan dari MRI adalah kurang baik dalam
menggambarkan vaskularisasi otak yang jelas dibanding dengan CT- angiografi. Ketentuan MRI
adalah pada saat keadaan non emergensi sedangkan CT- angiografi pada kasus emergensi.
Penatalaksanaan 4
Farmakologik
Pada saat aura terjadi dapat diberikan golongan triptan yaitu sumatriptan karena bekerja
dengan cara menghambat sel aktif di nukelus trigeminus (serotonin). Pemberiannya oral lebih
efektif dibanding dengan obat aspirin. Efek samping yang dapat terjadi adalah sakit kepala yang
dapat timbul setelah pengobatan berulang. Namun gejala timbulnya sakit kepala dapat dikurangi
dengan pemberian naproxen (golongan OAINS). Selebihnya efek samping dari obat migraine ini
cukup ringan.
Untuk mengobati gejala yang sedang timbul/simtomatik dapat diberikan ibuprofen serta
ondasentron.
Non-farmakologik
Mencegah faktor pencetus terjadi migraine seperti yang telah dijelaskan pada bagian etiologi
terutama makanan juga termasuk alkohol. Olahraga seperti yoga, berenang juga olahraga yang
bersifat menenangkan jiwa dan raga.
Pencegahan 1, 4
Sebagai tindakan profilaksis, obat lain yang dapat menurunkan terjadinya serangan migraine
adalah obat beta bloker (propanolol), golongan trisiklik, antikonvulsan.

Komplikasi
Beberapa penyakit yang dapat berkembang menjadi komplikasi dari migraine adalah
migraine kronik, migraine disertai dengan kejang, aura yang berkepanjangan tanpa adanya tanda
infark. Stroke iskemik jarang terjadi namun jika terjadi maka ini merupakan komplikasi yang
cukup serius. Faktor yang dapat berubah menjadi stroke iskemik adalah penggunaan estrogen,
merokok, wanita dan migraine disertai dengan aura.4
Prognosis
Frekuensi migraine ini dapat meingkat seiring dengan perjalanan penyakit yang sudah
berlangsung lama dan hal tersebut akan menjadi migraine kronis apabila penggunaan obat
serangan migraine akut berlebihan selalu dikonsumsi. Untuk penderita pada wanita saat
menopause berlalu, serangan migraine akan berkurang dan menghilang.4
Kesimpulan
Migraine merupakan penyakit yang berasal dari gejala sakit kepala yang terus-terusan terjadi
dan bersifat berdenyut seperti jantung, berlokasi unilateral. Secara etiologi, belum ada penyebab
pasti yang dapat menentukan diagnosa migraine. Serangan penyakit ini akan berkurang bila
mengurangi faktor pencetus serta mengonsumsi obat-obat golongan serotonin receptor agonis
dan obat simtomatik.

Daftar Pustaka
1) Hauser SL, Longo DL, Fauci AS. Harrisons Neurology in Clinical Medicine.3rd ed.
USA: McGraw Hill; 2013.p.53-6
2) Ropper AH, Samuel MA, Klein JP. Adams & Victors Priciple of Neurology. 10 th ed.
USA: Mc Graw Hill; 2014.p. 172-8
3) Bickley LS, Szilagi PG. Bates Guide to Physical Examination and History Taking. 11th
ed. USA: Lippincot Williams & Wilkins; 2012.
4) Gorelick PB, Testai FD, Hankey GJ, Wardlaw JM. Hankeys Clinical Neurology. 2 nd ed.
USA: CRC press; 2014.p. 142, 146-8
5) Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical Neurology. 8th ed. USA: Mc Graw Hill;
2012.p. 151-3
6) Hsu LC, Wang SJ, Fuh JL. Prevalence and impact of migrainous vertigo in mid-life
women: a community-based study. Cephalalgia. 2011 Jan. 31(1):77-83.

Anda mungkin juga menyukai