Anda di halaman 1dari 3

Peran dokter dalam menerima kasus kekerasan pada anak?

---- Secara teori forensik klinik untuk dokter umum berkaitan dengan berbagai aspek, namun
umumnya forensik klinik terlibat dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Pengobatan/perawatan terhadap seseorang yang memiliki keterbatasan
2. Pemeriksaan medis dan penilaian korban dan pelaku tindakan kejahatan
3. Pemeriksaan medis dan penilaian korban penganiayaan.
4. Pemeriksaan medis dan penilaian kesehatan mental untuk kepentingan hukum dan peradilan.

The Royal College of Paediatrics and Child Health and The Association of Forensic Physicians.
Guidance on Paediatric Forensic Examinations in Relation to Possible Child Sexual
Abuse. Diunduh tanggal 8 Januari 2014 jam 15.30 wib dari : http://www.afpweb.org.uk.

Para dokter yang diberikan dihadapkan untuk memberikan penilaian terhadap kasus-kasus yang
dicurigai merupakan kasus child abuse haruslah mempunyai keterampilan dasar. Keterampilan dasar
yang harus dimiliki tersebut adalah :

1. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik kepada anak-anak dan pengasuh mereka
mengenai hal ini yang mungkin sangat sensitif bagi mereka.
2. Mau mengerti dan sensitif dengan mempertimbangkan perkembangan anak, keburuhan sosial
dan emosional dan tingkat kemampuan intelektual anak.
3. Mengerti mengenai persetujuan dan kerahasiaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
anak tersebut.
4. Kompetensi untuk melakukan pemeriksaan fisik umum dan genitalia secara keseluruhan pada
anak dan berbagai keahlian untuk dapat memfasilitasi pemeriksaan genitalia.
5. Pemahaman mengenai genitalia normal dan anatomi anus, dan variannya berbadasarkan usia
dan jenis kelamin anak yang diperiksa
6. Pemahaman mengenai diagnosis dan diferensial diagnosis dari tanda-tanda fisik.
7. Mampu menggunakan kolposkopi dan memperoleh dokumentasi gambar untuk meyakinkan
mengenai temuan dari pemeriksaan klinis sebelumnya dan mendokumentasikannya kalau pun
hasilnya tidak seusai.
8. Mengetahui sampel apa yang harus diperoleh untuk kepentingan investigasi, bagaimana cara
memperolehnya, dan bagai mana cara menyimpan serta pemindahannya.
9. Mempunyai kemampuan mendokumentasikan temuan klinis secara menyeluruh dan tepat
pada sebuah buku catatan mereka.
10. Mempunyai kemampuan untuk memberikan pernyataan secara detail/ melaporkan temuan dan
menginterpretasikan temuan klinis.
11. Kemauan untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengan agensi dan profesional lain yang
terlibat dalam perawatan anak (korban).
12. Ketepatan untuk menghadirkan bukti dan melakukan uji silang, berkaitan dengan proses sipil
dan kriminal
13. Kemampuan untuk mendiskusikan keadaan dan temuan dalam konteks tingkat perkembangan
anak dan literatur medis yang relevan.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Pemeriksaan

1. Memiliki permintaan tertulis dari penyidik
----Untuk dapat melakukan pemeriksaan yang berguna untuk peradilan, dokter harus melakukannya
berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang. Korban harus diantar oleh polisi
karena tubuh korban merupakan benda bukti. Apabila korban datang sendiri dengan membawa surat
permintaan dari polisi, korban jangan diperiksa dahulu tetapi diminta untuk kembali kepada
polisi dan datang bersama polisi.
----Visum et Repertum dibuat hanya berdasarkan atas keadaan yang didapatkan pada tubuh korban
pada saat permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter. Jika dokter telah memeriksa korban
yang datang di rumah sakit, atau di tempat praktek atas inisiatif korban sendiri tanpa permintaan polisi,
lalu beberapa waktu kemudian polisi mengajukan permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum,
maka hasil pemeriksaan sebelumnya tidak boleh dicantumkan dalam Visum et Repertum karena
segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban sebelum ada pemintaan untuk dibuatkan
Visum et Repertum merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322).

----Dalam hal demikian, korban harus dibawa kembali untuk diperiksa dan Visum et Repertum dibuat
berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu
tidak dicantumkan dalam bentuk Visum et Repertum, tetapi dalam bentuk surat keterangan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Unicef,
Indonesia.


2. Informed Consent
----Sebelum memeriksa, dokter harus mendapatkan surat ijin terlebih dahulu dari pihak korban,
karena meskipun sudah ada surat permintaan dari polisi, belum tentu korban menyetujui dilakukannya
pemeriksaan atas dirinya. Selain itu, bagian yang akan diperiksa meliputi daerah yang bersifat pribadi.
Jika korban sudah dewasa dan tidak ada gangguan jiwa, maka dia berhak memberi persetujuan,
saudaranya atau pihak keluarga tidak berhak memberikan persetujuan. Sedangkan jika korban anak
kecil dan jiwanya terganggu, maka persetujuan diberikan oleh orang tuanya atau saudara terdekatnya,
atau walinya.
----Dalam melakukan pemeriksaan, tempat yang digunakan sebaiknya tenang dan dapat memberikan
rasa nyaman bagi korban. Oleh karena itu, perlu dibatasi jumlah orang yang berada dalam kamar
pemeriksaan, hanya dokter, perawat, korban, dan keluarga atau teman korban apabila korban
menghendakinya. Pada saat memeriksa, dokter harus didampingi oleh seorang perawat atau bidan.

3. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin
----Korban sebaiknya tidak dibiarkan menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar
periksa. Pemeriksa harus menjelaskan terlebih dahulu tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada
korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan.Visum et Repertum diselesaikan
secepat mungkin agar perkara dapat cepat diselesaikan.

Kekerasan Fisik
----Pemeriksaan fisik yang mungkin dapat dilakukan oada korban yang di duga
mendapatkan kan kekerasan fisik antara lain :

1. Ambil data-data Polisi, korban dokter dan perawat terkait.
2. Anamnesis :
a. Umur.
b. Urutan kejadiaan.
c. Jenis penderaan.
d. Oleh siapa, kapan, dimana, dengan apa, berapa kali.
e. Akibat pada anak.
f. Orang yang ada disekitar.
g. Waktu jeda antara kejadian dan kedatangan ke RS.
h. Kesehatan sebelumnya.
i. Trauma serupa waktu lampau.
j. Riwayat penakit lampau.
k. Pertumbuhan fisik dan psikis.
l. Siapa yang mengawasi sehari-hari.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Gizi, higiene, tumbuh kembang anak.
b. Keadaan umum, fungsi vital.
c. Keadaan fisik umum.
d. Daftar dan plot pada diagram topografi jenis luka yang ada.
e. Perhatikan daerah luka terselubung : mata, telinga,mulut
dan kelamin.
f. Kasus berat bisa dipotret.
g. Raba dan periksa semua tulang.

Saanin S. Aspek-Aspek Fisik/ Medis Serta Peran Pusat Krisis dan Traumadalam Penanganan Korban
Tindak Kekerasan. Diunduh Tanggal : 8 Januari 2014 jam 15.45 wib
dari :http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/kekerasan.htm.

----
Penelantaran/ mengabaikan (Neglected)
----Seorang anak yang ditelantarkan bisa mengalami kekurangan gizi (malnutrisi), lemas atau kotor
atau pakaiannya tidak layak. Pada kasus yang berat, anak mungkin tinggal seorang diri atau dengan
saudara kandungnya tanpa pengawasan dari orang dewasa. Anak yang ditelantarkan bisa meninggal
akibat kelaparan. Seorang anak yang ditelantarkan atau dianiaya mungkin perlu dirawat di rumah
sakit. Dilakukan penanganan tertentu sesuai dengan keadaan anak.

Nurcahyo. Penganiayaan & Penelantaran anak. Diunduh tanggal 8 Januari 2014 jam 15. 50 wib dari :
http://www.indosnesiindonesia.com.






Permasalahan yang terjadi akan peran dokter dalam kasus kekerasan pada anak:
1. Apa yang dimaksud dengan kekerasan pada anak?
2. Apa saja jenis kekerasan pada anak?
3. Apa saja yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak?
4. Dasar hukum apa saja yang terkait dalam kekerasan pada anak?
5. Dalam hal apa saja dokter berperan dalam kekerasan pada anak?

Dasar Hukum dalam kekerasan pada anak?
a. KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)
b. UU perlindungan anak
c. UU pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (UU KDRT)

Anda mungkin juga menyukai