Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

PENYAKIT NON INFEKSIUS PADA


TRAVEL MEDICINE
Oleh:
Ria Fitricia (070100344)

Supervisor:
dr. Juliandi Harahap, MA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan rahmat dan karunia-Nya untuk menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan hasil pencarian melalui berbagai buku atau jurnal
sumber dan internet. Makalah ini kami buat berdasarkan analisis saya terhadap
penyakit non infeksius pada travel medicine. Makalah ini merupakan wujud nyata
dari kegiatan pembelajaran dalam bentuk tulisan.

Kami mengetahui bahwa masih ada kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
guna perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 2 Maret 2012

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1

1.2. Tujuan....................................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................4
2.1. Defenisi Travel Medicine......................................................................................4
2.2. Jenis Traveller.......................................................................................................5
2.3. Konsultasi Pra Perjalanan (Pre-travel)..................................................................13
2.4. Kondisi yang Terjadi Saat Perjalanan...................................................................17
2.5. Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine......................................................24
2.6. Konsultasi Pasca Perjalanan..................................................................................42
BAB 3 KESIMPULAN...............................................................................................43
3.1. Kesimpulan............................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................45

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini dimana setiap generasi lebih sering melakukan perjalanan dan
pada jarak yang lebih jauh dari generasi sebelumnya, dengan peningkatan rata-rata
30 juta wisatawan per tahun dari 1995 sampai dengan hari ini, dokter di seluruh
dunia dihadapkan dengan berbagai penyakit baru. Dari perspektif pengobatan
Barat hingga masuknya berbagai infeksi menular merupakan ancaman yang
menyenangkan tetapi realistis, seperti yang ditunjukkan oleh seorang pasien
berkewarganegaraan Belanda yang kembali dari liburannya di Uganda dengan
membawa virus Marbug. Lebih dari sekedar ancaman bahwa kenyataannya sekitar
10% dari para wisatawan yang berasal dari negara-negara berkembang mengalami
demam, selama atau setelah melakukan perjalanan. Dan setiap tahunnya sekitar 4
juta wisatawan melakukan perawatan kesehatan khusus, baik di luar negeri atau
dalam negeri karena diare sistemik, demam, atau bahkan gangguan dermatalogi
(Pakasi, 2006).

Selama dekade terakhir, travel medicine telah berkembang menjadi


disiplin ilmu yang terpisah dari penyakit infeksi, meskipun transmisi agen
menular ke populasi rentan melalui perjalanan sejak berabad-abad lalu. Misalnya,
saat penjajah Spanyol menyerbu benua Amerika tengah dan selatan, dan 95%
musnah karena tertular wabah dari penduduk asli. Bahkan semua epidemi besar
yag telah membuat umat manusia menderita telah menyebar menyeluruh oleh
wisatawan. Contohnya adalah wabah yang menewaskan sepertiga dari penduduk
yang terkena bencana di seluruh Eropa antara abad ke-14 dan ke-18, dan sifilis
yang diyakini awalnya dibawa ke Eropa ooleh pelaut Spanyol, Worldby. Publikasi
medis ilmiah di bidang travel medicine mulai muncul di tahun 1950 dengan topik
utama dampak udara dan perjalanan ruang angkasa pada kondisi fisik dan

4
penyakit yang sudah ada, dan laporan individu mengenai penyakit yang diamati
selama melakukan perjalanan. Pada akhir 1960-an percobaan pertama untuk
menyelidiki pencegahan antimikroba diare dilaporkan, serta laporan kasus tentang
penyakit menular yang dibawa oleh wisatawan, seperti malaria. Pada tahun 1970,
sebuah perspektif baru dari trave medicine di perkenalkan, di mana wisatawan
didefinisikan sebagai wisatawan jangka pendek (wisatawan vacational),
wisatawan jangka panjang (misalnya imigran), dan wisatawan mengunjungi
teman dan kerabat (Visit Friend and Relations), dan diantara jens wisatawan
tersebut memiliki resiko yang berbeda untuk mendapatkan suatu penyakit atau
masalah kesehatan bergantung jenis perjalanannya (Pakasi, 2006).

Kedokteran wisata atau travel medicine adalah bidang ilmu kedokteran


yang mempelajari persiapan kesehatan dan penatalaksanaan masalah kesehatan
orang yang bepergian (travellers). Bidang ilmu ini baru saja berkembang dalam
tiga dekade terakhir sebagai respons terhadap peningkatan arus perjalanan
internasional di seluruh dunia. Tahun 2003, World Tourism Organization
mencatat ada 691 juta international arrivals di seluruh bandara di dunia dan tahun
2020 diproyeksikan akan meningkat sampai 1,56 milyar (Pakasi, 2006).

Pelayanan kedokteran wisata diberikan di travel clinic yang umumnya


berada di negara-negara maju untuk memenuhi kebutuhan warga mereka yang
akan berpergian ke Negara-negara berkembang. Saat ini diperkirakan setiap tahun
ada 80 juta orang yang berpergian dari negara-negara maju ke Negara-negara
berkembang. Sejauh ini negara-negara berkembang hanya dianggap sebagai
daerah tujuan wisata yang mempunyai risiko kesehatan tertentu, bahkan dalam
buku panduannya, World Health Organization hanya menyebutkan bahwa
konsultasi pra-travel diperlukan oleh travellers yang bermaksud mengunjungi
negara berkembang. Lalu, bagaimana dengan masyarakat negara berkembang
yang akan bepergian ke luar negeri? Warga negara berkembang mungkin dapat
mengunjungi negara berkembang lainnya atau ke Negara-negara maju. Apakah
tidak ada risiko kesehatan yang mungkin menimpa warga negara berkembang,
termasuk Indonesia? Jawabannya, tentu saja ada dan sangat mungkin terjadi.

5
Masalahnya, pelayanan kesehatan di negara berkembang belum mempunyai visi
ke depan, yaitu melindungi warga negara mereka yang akan bepergian. Untuk
itulah, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan baru di bidang kedokteran
wisata atau travel medicine yang perlu dikuasai oleh para tenaga kesehatan di
Indonesia, salah satunya adalah mengenai travel clinic dan pelayanan yang
ditawarkannya (Pakasi, 2006).

1.2. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini, antara lain :

a. Menambah wawasan penulis dan membaca tentang penyakit non infeksius


dalam kesehatan pariwisata (travel medicine).
b. Memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Travel Medicine

Travel medicine sudah menjadi kebutuhan yang mendesak dan penting


saat ini. Perubahan pola penyakit global dan seiring dengan kemajuan teknologi
dan transportasi menuntut para dokter untuk selalu up-to-date terutama dengan
aspek epidemiologi di dunia, yang nantinya akan sangat berguna dalam
merekomendasikan perjalanan sehat bagi para wisatawan. Sehingga kerja sama
antara bidang penyedia kesehatan, agen biro perjalanan dan wisatawan itu sendiri
akan terjadi dengan baik tanpa merugikan salah satu pihak. Oleh karena itu, agar
bisa memberikan kenyamanan dan keamanan bagi mereka yang melakukan
perjalanan khususnya perjalanan antar negara seperti diatas maka perlu
dikembangkan usaha-usaha di bidang travel medicine (Suharto, 2002).

Travel medicine adalah cabang ilmu kedokteran yang mengurusi


pencegahan dan pengelolaan kesehatan wisatawan antar Negara. Pada dasarnya
dua hal khusus yang menjadi dasar dalam travel medicine adalah promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit. Setiap wisatawan diwajibkan mendapatkan
informasi akan potensi resiko kesehatan di daerah tujuan dan mengerti bagaimana
memproteksi diri sendiri dari resiko bahaya tersebut. Pemberian informasi tentang
metode penularan atau penyebaran penyakit dan pencegahannya seperti mencuci
tangan, menjaga kebersihan makanan dan minuman, penggunaan anti nyamuk
(repellan) bisa dilakukan untuk penyakit yang tidak bisa dicegah dengan vaksin
atau obat (Suharto, 2002).

7
2.2. Jenis Traveller

1. Holidaymakers

Kelompok wisatawan jenis ini hanya berwisata sekedar untuk liburan saja.
Mereka biasanya akan mengunjungi ke daerah wisata yang familiar dan
menggunakan berbagai fasilitas umum yang terdapat di daerah wisata. Kelompok
jenis ini mempunyaii akses yang sangat mudah untuk mendapatkan fasilitas
kesehatan dan mereka mampu untuk mencari pengobatan baik di sarana kesehatan
maupun sekedar membeli obat di apotik saja (Pharm, 2002)

2. Business Traveller

Kelompok wisatawan jenis ini tidak jauh berbeda dengan jenis


sebelumnya dan selalu membutuhkan bantuan medis saat dibutuhkan. Perbedaan
utama adalah bahwa mayoritas wisatawan jenis ini hanya berpergian ke kota
daripada area wisata. Sekelompok kecil namun kadang-kadang akan melakukan
perjalanan ke daerah yang lebih terpencil dalam perjalanan bisnis mereka. Dalam
hal ini, medical kit sederhana untuk mengobati penyakit ringan akan menjadi
sangat berguna (Pharm, 2002).
Kelelahan dan jet lag dapat mempengaruhi efisiensi kerja wisatawan
tersebut. Istirahat sebelum dan sesudah perjalanan sangat penting. Orang dengan
pekerjaan yang sering melakukan perjalanan harus mempertimbangkan vaksinasi
untuk mengantisipasi agar mencapai perlindungan optimal (Pharm, 2002).

3. Backpakers & Adventure Traveller


Kelompok ini mencakup mereka yang bepergian sendiri atau dalam
kelompok kecil yang terorganisir perjalanannya, termasuk didalamnya trekkers,
pendaki gunung, pendaki, pengendara motor, canoeists, penyelam scuba, dll.
Daftar ini tak ada habisnya. Jenis wisatawan yang biasanya berpergian dengan
transportasi umum dan berjalan kaki atau tinggal di akomodasi murah dan
sederhana. Hal ini membuat wisatawan jenis ini memiliki tambahan resiko

8
kesehatan yang lebih tinggi dan sangat penting untuk memiliki medical kit
sederhana (Pharm, 2002).
Wisatawan ini juga cenderung terkena infeksi dan penyakit non infeksi
parah tertentu. Oleh karena itu sangat penting bagi mereka untuk mengetahui
langkah-langkah untuk mencegah penyakit dari makanan dan air, serangga dan
hewan, kontak pribadi yang dekat dengan penduduk setempat serta pentingnya
bagi mereka melakukan vaksinasi minimal enam minggu sebelum berpergian
terutama jika daerah yang dituju merupakan suatu daerah endemik dari suatu
penyakit tertentu (Pharm, 2002)

4. Expedition Members

Ekspedisi, dengan sifatnya mirip dengan liburan petualangan jadi


semuanya di bagian atas juga penggunaan untuk kelompok ini. Namun, ekspedisi
biasanya lebih lama dalam durasi dari liburan petualangan paling, perjalanan ke
lokasi yang lebih terpencil dan memerlukan tingkat keahlian tertentu dan
kebugaran (Pharm, 2002). 

5. Long Term Traveller


Kelompok ini mencakup staf kedutaan, pekerja sukarela, misionaris,
imigran, dan sebagainya. Kelompok jenis ini berniat untuk tinggal beberapa tahun
di suatu Negara bahkan beberapa orang berniat untuk pindah secara permanen
sementara yang lainnya mungkin hanya berniat untuk mengunjungi keluarga
untuk jangka yang lama. Kadang-kadang backpackers termasuk dalam kategori
ini misalnya mereka yang mengambil satu tahun untuk mengelilingi "putaran
dunia" (Pharm, 2002).
Persiapan tidak boleh terburu-buru. Vaksinasi, pencegahan malaria (jika
diperlukan), membuat pertanyaan tentang makanan mungkin dan masalah
kebersihan air dan risiko penyakit lain yang sangat penting. Sebuah kunjungan
singkat ke tujuan yang diusulkan di muka dapat membantu mengurangi rasa takut
yang tidak diketahui (Pharm, 2002).

9
Jika Anda bepergian dengan anak-anak, merencanakan untuk hamil atau
memiliki masalah kesehatan yang ada Anda harus merencanakan baik di muka
dalam konsultasi dengan dokter Anda. Sebuah sebelum gigi dan mata check up
keberangkatan adalah bijaksana (Pharm, 2002)

6. Special Needs

a. Anak-anak

Berpergian bersama anak merupakan suatu tantangan tersendiri


karena berhubungan dengan kebutuhan anak yang berbeda dengan orang
dewasa sesuai dengan kematangan pertumbuhannya untuk bayi, anak, atau
remaja. Beberapa hal harus menjadi pertimbangan dalam perjalanan
bersama anak misalnya, menghadapi suasana lingkungan baru yang
berbeda, atau bertemu dengan orang dengan berbagai adat kebiasaan yang
berbeda dari negara asalnya. Di samping itu, terdapat hal lain yang penting
adalah bertemunya anak dengan berbagai jenis mikroorganisme yang tidak
sama dengan di negeri asalnya, sehingga anak belum mempunyai
kekebalan terhadap mikroorganisme tersebut. Makanan dan gaya hidup
misalnya akan sangat mempengaruhi kesehatan anak tersebut. Oleh karena
itu, jika berpergian ke luar negeri dalam waktu lama, maka vaksinasi harus
sudah dilengkapi sebelum berangkat. Minimal empat minggu sebelum
berangkat, konsultasi dengan dokter keluarga sangat diperlukan terutama
bila anak mempunyai penyakit kronik atau penyakit kambuhan (Rezeki,
2006).

Ketentuan Umum
Secara umum, sebelum bepergian bersama anak terutama ke luar
negeri perlu dipertimbangkan hal-hal berikut (Rezeki, 2006):
- Umur: kelompok umur sangat mempengaruhi apa yang harus
dipersiapkan sebelum berangkat. Kebutuhan setiap kelompok umur
berbeda, maka harus disesuaikan dengan perkembangan anak. Ketentuan
penerbangan terdahulu tidak memperbolehkan bayi berumur kurang dari 2

10
minggu naik pesawat terbang namun saat ini larangan tersebut lebih
disebabkan untuk menghindari penularan penyakit infeksi.
- Lama berpergian, menentukan persiapan yang harus dilakukan.
Terutama persiapan vaksinasi, obat-obat yang biasa diminum, kebiasaan
makanan terutama untuk bayi.
- Tujuan wisata, beberapa negara mempunyai keharusan memberikan
vaksinasi yang berbeda dengan vaksinasi di Indonesia. Misalnya vaksinasi
yellow fever dan meningitis meningokokus.
- Status imunisasi: sebelum berangkat, perlu diperhatikan vaksinasi yang
seharusnya telah diberikan sesuai umur anak. Terutama imunisasi wajib
harus dilengkapi terlebih dahulu sebelum berangkat. Untuk negara yang
karena secara epidemiologi mengharuskan pemberian vaksinasi khusus
(misalnya vaksinasi meningitis meningokokus, yellow fever), maka
sebelum berangkat sebaiknya menghubungi Dinas Kesehatan Pelabuhan
Departemen Kesehatan untuk mendapat informasi dan vaksinasi.
- Penyakit menahun, apabila anak menderita penyakit menahun, sebelum
berangkat harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter keluarga.
Persediaan obat yang biasa diminum setiap hari harus dipersiapkan untuk
jangka waktu satu bulan. Jika perlu mintalah surat pengantar untuk dokter
setempat seandainya di tempat tujuan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
- Peraturan penerbangan melarang anak di bawah lima tahun untuk
berpergian naik pesawat seorang diri. Sebaiknya memilih tujuan
langsung tanpa harus transit, untuk menghindari penundaan terbang
(cancellations). Untuk anak yang sangat aktif papan nama perlu dipasang
di dada atau gelang bernama lengkap dengan alamat dan nomer telepon
untuk mengantisipasi apabila anak terpisah dari orang tuanya.

- Hal-hal lain yang penting, misalnya pemesanan makanan bayi dapat


dilakukan pada saat memesan tiket, persediaan obat-obatan darurat selama
dalam perjalanan seperti obat anti muntah, obat diare, dan obat panas.

b. Orang Tua Lanjut Usia

11
Sebuah harapan hidup lebih besar, kesehatan yang lebih baik di
usia tua dan kemakmuran meningkat telah memberikan orang tua lebih
banyak waktu dan kesempatan untuk bepergian atau mengunjungi teman
dan kerabat di luar negeri. Tapi ada beberapa masalah bahwa wisatawan
lanjut usia harus mempertimbangkan ketika merencanakan perjalanan
seumur hidup atau kapal pesiar dunia (Pharm, 2002)
Mendapatkan asuransi perjalanan yang cukup dapat menjadi
masalah, terutama bagi mereka lebih dari 75 tahun, dan terutama bagi
mereka dengan jangka panjang penyakit seperti diabetes atau penyakit
jantung. Namun, pembelian asuransi penuh sangat penting.  Membaca
tulisan kecil dari polis asuransi anda yang harus mencakup pemulangan
dalam kasus penyakit dan memastikan tidak ada hal pengecualian penting
(Pharm, 2002).
Imunisasi dan pencegahan malaria tetap menjadi penting pada usia
lanjut seperti pada orang dari segala usia lainnya - jika tidak lebih. Sistem
kekebalan tubuh yang melemah membuat infeksi lebih mungkin. Setelah
punya penyakit sebelumnya, seperti polio atau difteri, tidak selalu berarti
anda kebal. Jika anda diresepkan tablet anti malaria, pastikan lagi jika anda
berada di pengobatan lain (Pharm, 2002).
Jika anda menderita suatu penyakit berulang atau pada cek obat
teratur dengan dokter umum anda. anda mungkin menemukan check up
untuk membantu memastikan bahwa anda cocok untuk bepergian. Sebuah
surat rujukan dapat berguna jika anda perlu pengobatan sementara di luar
negeri (Pharm, 2002)
Minum obat pribadi yang memadai. Ini harus diberi label yang
jelas dan dibawa dalam tas tangan untuk memudahkan akses jika terjadi
keterlambatan atau kehilangan bagasi. Sementara di luar negeri
menyimpan obat-obatan anda di tempat yang kering sejuk. Jika anda
melintasi zona waktu, jangan lewatkan dosis terutama jika anda penderita
diabetes atau memiliki kondisi jantung (Pharm, 2002)

12
Usia mempengaruhi fungsi tubuh, yang dapat meningkatkan risiko
perjalanan umumnya indra. Penurunan dapat menyebabkan kecelakaan
atau kegagalan untuk melihat atau mendengar pengumuman penting.
Keseimbangan miskin dan waktu reaksi lambat dapat meningkatkan risiko
jatuh dan mabuk laut, dan membuat berjalan petualang lebih
berbahaya. Penipisan tulang dari osteoporosis meningkatkan risiko patah
tulang melalui jatuh (Pharm, 2002).
Kapasitas paru-paru menurun berarti akan ada lebih sedikit
cadangan untuk menangani oksigen berkurang pada ketinggian atau
selama infeksi dada. Kapasitas jantung menurun membuat lebih sulit untuk
menanggung tekanan pada jantung, melalui dehidrasi, ketinggian atau
tenaga (Pharm, 2002).
Ingatlah untuk berhati-hati untuk dengan kebersihan makanan
dan air. Mengurangi asam lambung meningkatkan risiko keracunan
makanan atau infeksi melalui makanan yang terkontaminasi. Fungsi ginjal
miskin meningkatkan risiko dehidrasi yang akan menyebabkan gagal
ginjal dan membuat lebih sulit untuk ginjal untuk mengatasi kehilangan
garam melalui diare (Pharm, 2002).
Sirkulasi miskin mengarah ke penyembuhan lebih lambat dari
goresan, gigitan dan cedera sehingga lebih penting untuk menghindari
serangga dan gigitan hewan. Semua ini berarti bahwa orang tua lebih
rentan terhadap (Pharm, 2002):

- Tinggi suhu dan serangan panas.


- Deep vein thrombosis.

- Hipotermia.

- Efek dari oksigen yang rendah selama perjalanan udara dan pada
ketinggian tinggi

- Kelelahan dan kelelahan

13
Hal ini sering mengatakan bahwa "usia tua tidak datang
sendirian". Usia sering membawa serta penyakit jangka panjang. Ini juga
dapat menyebabkan berbagai permasalahan yang timbul selama perjalanan
asing (Pharm, 2002).

Diuretik untuk tekanan darah tinggi dapat meningkatkan risiko


dehidrasi. Obat untuk penyakit Parkinson dan untuk tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan pusing, pingsan, kegoyangan dan jatuh. Ada insiden
diabetes yang lebih tinggi pada orang tua yang dapat lebih sulit
dikendalikan di luar negeri. Hilangnya fungsi intelektual mungkin terkena
- menyebabkan seseorang untuk berjuang untuk mengatasi dengan
lingkungan sekitar mereka berubah. Beberapa hal penting yang perlu
dipertimbangkan jika Anda sudah berusia lanjut dan bepergian atau
mengambil orang-orang tua di luar negeri (Pharm, 2002):

- Asuransi yang baik harus diperoleh.


- Perjalanan harus direncanakan dengan hati-hati.

- Konsultasi pra-perjalanan harus dipesan di klinik perjalanan.

- Perjalanan tidak boleh terlalu ambisius dan harus ada banyak berhenti
istirahat.

- Pilih tujuan dengan barat fasilitas medis setara dan infrastruktur.

- Obat harus disimpan di dalam tas tangan, dengan banyak perlengkapan


cadangan.

- Wisatawan harus meluangkan waktu mereka untuk meringankan risiko


dan tekanan dari perjalanan.

c. Ibu Hamil dan Menyusui

14
Wanita hamil biasanya dapat bepergian dengan aman melalui
udara, namun sebagian besar maskapai penerbangan membatasi perjalanan
pada akhir kehamilan. Pedoman umum untuk seorang wanita dengan
kehamilan tanpa komplikasi adalah (Pharm, 2002):

- setelah minggu 28 kehamilan, surat dari dokter atau bidan harus


dilakukan, membenarkan perkiraan tanggal pengiriman dan bahwa
kehamilan adalah normal;
- untuk kehamilan tunggal, terbang diperbolehkan sampai dengan akhir
minggu ke-36;
- untuk kehamilan ganda, terbang diperbolehkan sampai dengan akhir
minggu ke-32.
- Setiap kasus kehamilan rumit memerlukan izin medis.

Perjalanan umumnya tidak dikontraindikasikan selama kehamilan


sampai dekat dengan perkiraan tanggal kelahiran, asalkan kehamilan dan
kesehatan wanita yang baik. Hal ini paling aman untuk ibu hamil untuk
melakukan perjalanan selama trimester kedua. Pihak transportasi udara
memaksakan beberapa pembatasan perjalanan pada akhir kehamilan dan
pada periode neonatal. Dianjurkan bagi wisatawan untuk memeriksa
semua larangan langsung dengan perusahaan penerbangan yang relevan
(Pharm, 2002).

Wanita hamil berisiko komplikasi serius jika mereka kontrak


malaria atau hepatitis E, perjalanan virus ke daerah endemis untuk
penyakit ini harus dihindari selama kehamilan jika keadaan
memungkinkan. Obat jenis apa pun selama kehamilan harus diambil hanya
sesuai dengan saran medis. Perjalanan ke ketinggian lebih dari 3000 m
atau ke daerah terpencil tidak dianjurkan selama kehamilan (Pharm, 2002).

d. Disabled Traveller
Perjalanan bagi penyandang cacat sekarang biasa terjadi dan tidak
ada alasan hal ini akan menimbulkan masalah yang serius terutama

15
persiapan yang dilakukan dibuat dengan baik. Semakin banyak anda tahu
tentang suatu tempat, semakin kecil kemungkinan anda mengalami
masalah atau hambatan, jadi sebelum Anda melakukan perjalanan,
melakukan pekerjaan rumah anda (Pharm, 2002).
Beradaptasi dengan situasi yang tidak terduga adalah bagian dari
tantangan untuk bepergian tapi muka pengetahuan tentang fasilitas yang
tersedia, selama perjalanan dan di tempat tujuan anda, bisa sangat
penting. Beberapa organisasi dan perusahaan tur mengatur perjalanan bagi
penyandang cacat ketika masalah mobilitas, misalnya, diperhitungkan
(Pharm, 2002) 
Panduan Liburan Penyandang Cacat telah secara khusus diciptakan
untuk membawa pilihan peluang untuk liburan mereka yang hidup dengan
kebutuhan khusus dan kesulitan mobilitas (Pharm, 2002)

2.3. Konsultasi Pra-Perjalanan (Pre-Travel)

Informasi yang aktual dan akurat sangat penting dalam kedokteran wisata
sehingga rekomendasi yang diberikan bukan didasarkan pada opini tetapi
evidence-based. Nasihat perjalanan diberikan dalam bentuk konsultasi dan
edukasi mengenai risiko kesehatan yang mungkin dapat dialami wisatawan
selama berpergian, baik sewaktu di perjalanan maupun setelah tiba di tempat
tujuan. Pengetahuan yang penting dikuasai oleh tenaga kesehatan sehubungan
dengan hal ini antara lain medical geography, distribusi dan epidemiologi
penyakit infeksi, serta kondisi-kondisi tertentu dalam perjalanan, misalnya
problem ketinggian (high altitude), jet lag, mabuk perjalanan, temperatur tinggi
dan sebagainya. Risiko khusus, seperti bencana alam, terorisme dan konflik
senjata juga perlu diperhatikan mengingat akhir-akhir ini banyak insiden terjadi di
daerah wisata dengan turis asing sebagai korban (runtuhnya gedung World Trade
Center di New York, tsunami di Pattaya, bom Bali I-II, dan lain-lain). Topik
edukasi yang dapat diberikan dalam konsultasi pra-perjalanan antara lain adalah:

16
pencegahan penyakit (diare, malaria, penyakit menular seksual, dll.), penyakit
karena kondisi lingkungan (panas, dingin, ketinggian), jet lag dan mabuk
perjalanan, travel medical kits, dan sebagainya (Pakasi, 2006).

Konsultasi pra-perjalanan yang terorganisasi dengan baik dan dijalankan


dengan baik dapat mendukung konsisten, tepat, dan efisien pra-perjalanan
persiapan kesehatan dengan 3 elemen penting berikut: penilaian resiko,
komunikasi resiko, dan manajemen resiko (Acosta, 2012).

Epidemic:naik turun juni naik juliturun agus naik

Endemic:naik tiap tahun

Penilaian Resiko

Pra-perjalanan kesehatan penilaian risiko melibatkan pengumpulan


informasi terkait tentang rencana perjalanan (where, when, dan what) dan
wisatawan (who, why, dan how) untuk menyoroti potensi bahaya perjalanan, dan
waspada terhadap kontraindikasi suatu perjalanan dan tindakan pencegahan
seperti vaksinasi atau obat yang dapat diindikasikan. Sebuah kuesioner yang
dirancang untuk mengumpulkan dan mengatur data jadwal dan wisatawan adalah
alat penting untuk membantu mendukung proses penilaian risiko (Acosta, 2012).

Informasi yang paling penting untuk dikumpulkan adalah sebagai berikut


(Acosta, 2012):

 Jadwal Data
o Negara dan wilayah yang akan dikunjungi, dalam rangka perjalanan
o Kunjungan ke daerah perkotaan dibandingkan di pedesaan
o Tanggal dan panjang perjalanan di daerah masing-masing
o Tujuan perjalanan (seperti bisnis, berlibur, mengunjungi teman dan
kerabat)
o Jenis transportasi

17
o Kegiatan yang direncanakan dan akan dilakukan (seperti hiking, scuba
diving, berkemah, dll)
o Jenis akomodasi di daerah masing-masing (seperti ber-AC, tenda)
 Demografi dan kesehatan / riwayat medis wisatawan
o Usia, jenis kelamin
o Riwayat vaksinasi, termasuk tanggal, berapa banyak dosis yang diterima
dalam serangkaian dijadwalkan.
o Riwayat medis dan psikiatris (masa lalu dan saat ini), termasuk kondisi
atau obat yang menekan sistem kekebalan tubuh
o Obat-obatan (saat ini atau yang diambil dalam 3 bulan terakhir)
o Alergi (khususnya untuk telur, lateks, ragi, merkuri, atau thimerosal)
o Kehamilan dan menyusui (status saat ini dan rencana)
o Setiap rencana operasi atau perawatan medis lainnya selama perjalanan
(wisata medis)

Contoh penggunaan data jadwal dan wisatawan mencakup menentukan


apakah akan ada risiko penyakit demam kuning atau persyaratan negara untuk
bukti vaksinasi demam kuning didasarkan pada tujuan yang direncanakan, dan
jika ada kontraindikasi (seperti alergi telur) atau tindakan pencegahan (seperti usia
> 60 tahun) untuk para traveler yang menerima vaksin. Risiko malaria adalah
contoh lain. Hal ini penting untuk menilai apakah wisatawan tersebut akan pergi
ke daerah endemik malaria, dan apa langkah yang tepat adalah untuk membantu
mencegah malaria berdasarkan rincian itinerary perjalanan, kegiatan, dan riwayat
kesehatan (Acosta, 2012).

Selama penilaian risiko, penyedia harus tetap waspada terhadap faktor-


faktor lain tentang "who" akan berpergian. Faktor-faktor tersebut termasuk
pengalaman perjalanan sebelumnya, persepsi risiko, latar belakang budaya,
kelompok sebaya, dan hambatan mungkin untuk perawatan, seperti masalah
ekonomi, sikap tentang keamanan vaksin, dan keterbatasan bahasa. Faktor-faktor

18
ini dapat mempengaruhi kemampuan wisatawan dan kemauan untuk menerima
dan mematuhi rekomendasi (Acosta, 2012).

Wisatawan tertentu dianggap sebagai risiko tinggi, seperti kesehatan


mereka yang sudah ada sebelumnya dan kondisi medis dapat secara unik
dipengaruhi oleh kegiatan perjalanan dan saling terkait. Dalam beberapa kasus,
pengurangan risiko tindakan mungkin lebih rumit karena meningkatnya tindakan
pencegahan dan kontraindikasi. Hal ini penting untuk mengantisipasi kebutuhan
khusus berisiko tinggi wisatwan berikut (Acosta, 2012):

- Orang dengan sistem kekebalan yang lemah


- Wanita yang sedang hamil atau menyusui
- Orang dengan masalah medis tertentu yang sudah ada sebelumnya seperti
diabetes, dan kondisi paru dan jantung tertentu
- Orang mengunjungi teman dan kerabat (VFRs). 
- Keluarga dengan anak yang berumur muda
- Orang yang melakukan perjalanan untuk mengadopsi anak di luar negeri
- Para wisatawan lebih tua (usia > 60 tahun)

Pentingnya penilaian risiko dapat diilustrasikan dengan 3 wisatawan pergi


ke negara yang sama: satu untuk perjalanan selama seminggu, perkotaan berbasis
bisnis; berikutnya pada pencari petualangan, backpackers ke daerah pedesaan
selama beberapa bulan; dan ketiga wisatawan hamil. Rekomendasi dan persiapan
untuk masing-masing wisatawan akan bervariasi berdasarkan kebutuhan mereka
dan rincian jadwal (Acosta, 2012).

Komunikasi Resiko

Komunikasi resiko adalah bagian integral dari proses konsultasi pra-


perjalanan dan berhubungan langsung dengan "who" akan
berpergian. Komunikasi risiko meliputi penyajian informasi yang dapat dipercaya,
berbasis bukti dalam konteks yang tepat untuk perjalanan individu. Informasi
yang dikumpulkan selama wawancara penilaian risiko, termasuk pengetahuan
dasar wisatawan dan keyakinan tentang risiko, atau pemahaman dan pendapat

19
tentang langkah-langkah pengurangan risiko, yang penting bagi diskusi
membimbing. Untuk komunikasi risiko menjadi efektif, harus dialokasikan waktu
yang cukup untuk diskuai hal ini (Acosta, 2012).

Memberikan wisatawan informasi baik lisan maupun tertulis membantu


untuk membimbing dan memfokuskan diskusi dan memperkuat penting traveler-
specific issues. Contoh meliputi laporan informasi vaksin, pamflet informasi
penyakit, dan peta risiko malaria. Hati-hati dalam melakukan penilaian resiko
serta komunikasi resiko, agar manajemen resiko dapat terbentuk perencanaan
(vaksinasi, obat, dan ditargetkan menghindari risiko pendidikan) (Acosta, 2012).

Manajemen Resiko

Elemen-elemen penting dari manajemen risiko adalah sebagai berikut


(Acosta, 2012):

- Vaksin: seleksi, administrasi, dan dokumentasi vaksinasi.


- Diperlukan pertimbangan, rekomendasi, dan vaksinasi rutin.
- Diskusikan indikasi vaksin, kontraindikasi, tindakan pencegahan, dosis
dan waktu
- Tawarkan dan diskusikan informasi vaksin sebelum vaksin diberikan
- Pengobatan: Rekomendasi dan resep yang sesuai menurut risiko, seperti
kemoprofilaksis antimalaria, pertolongan pertama diare, dan obat untuk
penyakit ketinggian
- Pendidikan: Malaria pencegahan dan kepatuhan terhadap kemoprofilaksis
(jika ditunjukkan dengan penilaian risiko)
- Risiko dan pencegahan penyakit insect borne lain
- Manajemen diri diare
- Menghindari gigitan hewan dan pencegahan rabies
- Mengurangi efek negatif dari risiko selama perjalanan
- Resiko dari aktivitas yang spesifik (seperti keselamatan di jalan, diving,
arung jeram, dan perjalanan jalan pedesaan)

20
- Resiko prilaku pribadi (seperti penyakit menular seksual dan penggunaan
narkoba ilegal)
- Pedoman umum: Gejala yang mungkin memerlukan perhatian medis
selama atau setelah perjalanan (seperti demam, gejala gastrointestinal, atau
gejala dermatologi)
- Mempersiapkan sebuah medical health kit
- Mengakses perawatan medis di luar negeri dan mendapatkan asuransi
kesehatan / evakuasi

2.4. Kondisi yang Terjadi Saat Perjalanan

1. Altitude Illness

Aklimatisasi yang tidak memadai dapat menyebabkan penyakit ketinggian


dalam setiap wisatawan akan 8.000 ft (2.500 m) atau lebih tinggi. Kerentanan dan
ketahanan terhadap penyakit ketinggian adalah sifat-sifat genetik, dan tidak ada
tes skrining yang tersedia untuk memprediksi risiko. Risiko tidak dipengaruhi
oleh pelatihan atau kebugaran fisik. Anak-anak sama-sama rentan sebagai orang
dewasa, orang berusia > 50 tahun memiliki risiko sedikit lebih rendah. Bagaimana
seorang musafir telah menanggapi ketinggian tinggi sebelumnya adalah panduan
paling dapat diandalkan untuk perjalanan masa depan, tetapi tidak
sempurna. Namun, mengingat kerentanan dasar tertentu, risiko sebagian besar
dipengaruhi oleh tingkat pendakian dan tenaga. Menetapkan jadwal yang akan
menghindari terjadinya penyakit ketinggian sulit karena variasi kerentanan
individu, serta dalam memulai poin dan medan (Hackett, 2012).
Tips untuk aklimatisasi antara lain (Hackett, 2012):
 Mendaki secara bertahap, jika memungkinkan. Cobalah untuk tidak pergi
langsung dari ketinggian rendah ke lebih dari 9.000 ft (2.750 m) tidur
ketinggian dalam 1 hari.Setelah di atas 9.000 ft (2.750 m), pindah tidur
ketinggian tidak lebih tinggi dari 1.600 kaki (500 m) per hari, dan
merencanakan satu hari ekstra untuk aklimatisasi setiap 3.300 ft (1.000 m).

21
 Pertimbangkan untuk menggunakan acetazolamide untuk aklimatisasi
kecepatan, jika pendakian tiba-tiba tidak dapat dihindari.
 Hindari alkohol selama 48 jam pertama.
 Berpartisipasi dalam olahraga ringan saja untuk 48 jam pertama.
 Memiliki paparan tinggi ketinggian lebih dari 9.000 ft (2.750 m) untuk 2
malam atau lebih, dalam waktu 30 hari sebelum perjalanan, berguna.
Tabel 1. Kategori risiko untuk penyakit akut gunung (Hackett, 2012)
RISIKO URAIAN Profilaksis
KATEGORI REKOMENDASI

Murah  Orang-orang tanpa riwayat penyakit Profilaksis


ketinggian dan naik menjadi kurang dari 9.100 acetazolamide
ft (m 2.800) umumnya tidak
ditunjukkan.
 Orang yang memakai lebih dari 2 hari untuk
tiba di 8,200-9,800 ft (2.500-3.000 m), dengan
peningkatan berikutnya dalam tidur elevasi
kurang dari 1.600 kaki (500 m) per hari, dan
satu hari ekstra untuk aklimatisasi setiap 3.200
ft (1.000 m)
Moderat  Orang dengan riwayat AMS dan naik ke Profilaksis
8,200-9,100 ft (2,500-2,800 m) dalam 1 hari acetazolamide akan
 Tidak ada riwayat dari AMS dan naik ke bermanfaat dan
lebih dari 9.100 ft (m 2.800) dalam 1 hari harus
dipertimbangkan.
 Semua orang naik lebih dari 1.600 kaki (500
m) per hari (peningkatan elevasi tidur) di
ketinggian di atas 9.800 ft (3.000 m), tetapi
dengan satu hari ekstra untuk aklimatisasi
setiap 3.200 ft (1.000 m)
Tinggi  Sejarah AMS dan naik ke lebih dari 9.100 ft Profilaksis
(m 2.800) dalam 1 hari acetazolamide

22
RISIKO URAIAN Profilaksis
KATEGORI REKOMENDASI

 Semua orang dengan riwayat HAPE atau sangat dianjurkan.


HACE
 Semua orang naik ke lebih dari 11.400 kaki
(3.500 m) dalam 1 hari
 Semua orang naik lebih dari 1.600 kaki (500
m) per hari (peningkatan elevasi tidur) di atas
9.800 ft (3.000 m), tanpa hari ekstra untuk
aklimatisasi

 Sangat cepat ascents (seperti kurang dari 7-


hari pendakian Gunung Kilimanjaro)

Pencegahan
Titik utama dari menginstruksikan wisatawan tentang penyakit ketinggian
tidak untuk menghilangkan kemungkinan, tapi untuk mencegah kematian atau
evakuasi karena penyakit ketinggian. Sejak timbulnya gejala dan perjalanan
klinis cukup lambat dan dapat diprediksi, tidak ada alasan bagi seseorang untuk
meninggal karena penyakit ketinggian, kecuali terjebak oleh cuaca atau
geografi dalam situasi di mana keturunan tidak mungkin. Tiga aturan dapat
mencegah kematian atau konsekuensi serius dari penyakit ketinggian (Hackett,
2012):
 Mengetahui gejala dini penyakit ketinggian, dan bersedia untuk mengakui
ketika mereka hadir.
 Jangan pernah naik untuk tidur pada ketinggian yang lebih tinggi ketika
mengalami gejala penyakit ketinggian, tidak peduli seberapa kecil mereka
tampaknya.
 Turun jika gejala-gejala menjadi lebih buruk saat beristirahat pada
ketinggian yang sama.

23
Untuk trekking kelompok dan ekspedisi akan ke remote tinggi ketinggian daerah,
di mana keturunan ke ketinggian yang lebih rendah bisa menjadi masalah,
kantong bertekanan (seperti tas Gamow) dapat bermanfaat. Sebuah pompa kaki
menghasilkan tekanan yang meningkat dari 2 lb / dalam 2, meniru keturunan dari
5,000-6,000 ft (1,500-1,800 m) tergantung pada ketinggian awal. Berat total
dikemas tas dan pompa sekitar 14 lb (6,5 kg) (Hackett, 2012).

2. Jet Lag

Jet lag sering dihubungkan dengan gejala sehabis melakukan perjalanan


dengan penerbangan jauh. Meskipun demikian, apabila gejala ini timbul tidak
sehabis melakukan penerbangan jauh, perlu dipertimbangkan penyebab lain,
antara lain akibat radiasi elektromagnetik. Ada kemungkinan sehabis
menggunakan peralatan elektronik, memasak menggunakan microwave oven,
berkomunikasi menggunakan telepon seluler jangka lama.

Jet lag merupakan rasa tidak nyaman pada waktu melakukan perjalanan
udara yang lama dan dirasakan sebagai suatu kelelahan yang sangat, disorientasi,
konsentrasi menurun, sukar tidur (insomnia), dan kegelisahan. Gejala lain yang
mungkin timbul antara lain tidak nafsu makan (anorexia), kelemahan, sakit
kepala, pusing, pandangan kabur. Gangguan ini merupakan gambaran dari
penerbangan jarak jauh yang melewati zona waktu, menyebabkan ritme ak-tivitas
sehari-hari menjadi kacau (Yanni, 2012)
Faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya jet lag dapat merupakan faktor
yang bersifat individual, faktor-faktor umum serta spesifik. Faktor individual,
termasuk antara lain usia, kondisi umum kesehatan, toleransi terhadap perubahan,
kesiapan melakukan perjalanan jauh serta kondisi mental-emosional. Faktor-
faktor umum, antara lain bising, getaran, kelembapan udara serta posisi duduk
yang sama secara terus-menerus, dapat memengaruhi timbulnya jet lag (Yanni,
2012).
Sedangkan faktor-faktor yang spesifik adalah durasi penerbangan, saat
kedatangan dan perubahan iklim maupun budaya di tempat tujuan, dapat

24
mempengaruhi jet lag. Problem ini akan semakin berat jika terdapat stres sebelum
melakukan perjalanan, terburu-buru di saat keberangkatan, kurang tidur selama
perjalanan, kebanyakan minuman beralkohol serta merokok (Yanni, 2012).
Berikut ini beberapa langkah-langkah umum yang dapat anda lakukan
sebelum dan saat penerbangan untuk mencegah terjadinya jet lag, antara lain
(Yanni, 2012):

1. Menyesuaikan Jam Makan

Santap sarapan, makan siang dan makan malam menurut waktu daerah
yang akan anda tuju. Mungkin akan terasa kurang nyaman saat harus menukar
makan malam dengan sarapan. Tapi menyesuaikan jam makan beberapa hari
sebelum penerbangan akan memudahkan anda beradaptasi dengan tempat
tujuan. Misalkan, jika anda berencana pergi ke Amerika Serikat (beda waktu
12 jam), maka sebaiknya anda membiasakan untuk sarapan di malam hari,
begitupun sebaliknya.

2. Konsumsi Makanan yang Tepat

Beberapa ahli gizi merekomendasikan konsumsi makanan berprotein


tinggi, rendah karbohidrat, rendah kalori serta mengandung sedikit sodium
dan lemak. Makan sedikit karbohidrat dan kalori mencegah badan lesu,
sementara protein bisa menambah energi.

3. Perbanyak Istirahat

Sebaiknya anda tidak keluar malam sehari sebelum penerbangan. Jika


terpaksa harus keluar malam, usahakan tidak terlalu banyak minum minuman
beralkohol. Kurangi juga konsumsi kopi atau minuman berkafein. Kurang
tidur sebelum terbang bisa meningkatkan gejala jet lag. Pastikan anda cukup
tidur dan istirahat.

4. Minum Banyak Air Putih

25
Cukup minum air putih bisa mencegah anda mengalami dehidrasi
selama di pesawat.

5. Lakukan Peregangan

Selama perjalanan, sempatkan diri anda bangun dari kursi untuk


meregangkan otot kaki, tangan, punggung dan leher. Peregangan juga
membuat tubuh lebih rileks.

6. Nikmati Perjalanan

Sebagian besar kasus jet lag terjadi karena penderita terlampau tegang
saat pesawat akan mendarat. Sangat penting untuk merilekskan pikiran anda
sebelum mendarat. Anggap saja anda sedang duduk di sofa ruang TV yang
nyaman. anda bisa mengalihkan ketegangan dengan menonton TV, membaca
buku atau berbincang dengan orang di sebelah anda.

3. Motion Sickness

Motion sickness merupakan suatu gangguan yang terjadi pada telinga


bagian dalam (labirin) yang mengatur keseimbangan, dan disebabkan karena
gerakan yang berulang, seperti gerak ombak di laut, pergerakan mobil, perubahan
turbulensi udara di pesawat, dll. Gerakan dirasakan oleh otak melalui 3 jalur pada
sistem saraf, yang akan mengirim signal dari telinga bagian dalam (perasaan
terhadap gerakan, percepatan, gravitasi), dari mata (penglihatan), dan jaringan
lebih dalam pada permukaan tubuh manusia (yang disebut proprioceptors). Ketika
tubuh digerakkan dengan sengaja, misalnya kita jalan, input dari ketiga jalur tadi
akan dikoordinasikan oleh otak. Ketika terjadi gerakan yang tidak disengaja,
seperti ketika mengendarai mobil, kadang otak tidak bisa mengkordinasikan
ketiga input tadi dengan baik. Adanya konflik dalam koordinasi 3 input tadi
diduga menyebabkan orang merasa mabuk jalan atau motion sickness, dengan

26
gejala mual, pusing, sampai muntah. Konflik input dalam otak ini diduga
melibatkan level neurotransmiter yaitu histamin, asetilkolin, dan
norepinefrin. Karena itu, obat yang bekerja melawan motion sickness adalah obat
yang mempengaruhi atau menormalkan lagi level neurotransmiter ini di otak
(Caroll, 2012).
Anak yang menderita mabuk perjalanan, merupakan hal yang harus
mendapat perhatian dari orang tua. Perasaan mual akibat goncangan kendaraan
dapat dikurangi dengan duduk di mobil bagian depan, dekat jendela sehingga anak
dapat melihat keluar dengan bebas, dan hindari makanan yang mengenyangkan
sebelum berangkat. Kaca mata hitam dapat mengurangi rasa mual dan bepergian
pada malam hari dapat lebih menyenangkan untuk anak yang sangat sensitif
tersebut. Obat anti mabuk hanya diperbolehkan diberikan pada anak berumur
lebih dari 2 tahun dan diberikan satu jam sebelum berangkat (Rezeki, 2006)
Beberapa langkah dibawah ini dapat mencegah atau meminimalkan
terjadinya motion sickness, antara lain (Caroll, 2012):

1. Naiklah kendaraan di bagian di mana mata Anda akan melihat gerakan


yang sama dengan yang dirasakan oleh tubuh (jadi jangan duduk
menghadap ke belakang misalnya, atau di samping, yang tidak searah
dengan gerakan mobil). Kalau di mobil atau bus, duduklah di depan dan
lihat pemandangan. Kalau di kapal, pergilah ke dek dan melihat gerakan
horizon. Kalau di pesawat, duduklah dekat jendela dan melihat keluar.
Juga duduklah di bagian dekat sayap, di mana gerakan terasa paling
minimal.
2. Jangan membaca di perjalanan.
3. Jangan melihat atau bicara dengan orang lain yang juga gampang mabuk
jalan.
4. Hindari bau-bauan yang kuat, makanan yang berbumbu tajam, terutama
sebelum dan selama perjalanan.
5. Gunakan obat anti mabuk minimal 30-60 menit sebelum melakukan
perjalanan atau seperti yang direkomendasikan oleh dokter.

27
6. Beradaptasi dengan kondisi ini.

2.5. Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine


1. Sunburn
Setiap orang menyukai cuaca yang cerah. Sinar matahari merupakan
sumber cahaya yang natural dan energik. Hal ini sangat baik bagi kesehatan,
bersifat dapat menyembuhkan dan memberi perasaan yang baik. Meskipun
berjemur di bawah sinar matahari sangat menyenangkan, perlu di ingat bahwa
paparan sinar matahari yang berlebihan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan
yang dikarenakan efek berbahaya dari radiasi sinar ultraviolet pada kulit (Pharm,
2002).
Matahari memancarkan dua jenis sinar ultraviolet, yaitu (1) UVA, dimana
sinar ultraviolet jenis ini dapat menembus ke dalam kulit dan dapat memicu reaksi
alergi serta dapat menyebabkan penuaan dini serta kerutan dan (2) UVB, dimana
jenis sinar ultraviolet ini dapat mempengaruhi lapisan atas kulit dan memicu
produksi melanin yang menyebabkan tanning. Terlalu banyak terpapar sinar UVB
dapat menyebabkan terbakar, freckling, dan penebalan kulit serta dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan kanker kulit (Pharm, 2002).
Sunburn dapat dicegah. Meskipun pada beberapa kelompok orang seperti
orang kulit putih, orang dengan kondisi medis tertentu (seperti albinisme, kanker
kulit), orang yang menggunakan obat-obatan tertentu seperti tetrasiklin atau
diuretik, orang dengan kondisi kulit tertentu (kulit sensitif), orang lanjut usia, serta
bayi dan anak dapat dilakukan kewaspadaan terhadap terjadinya sunburn ini.
Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain (Pharm, 2002):

1. Setiap orang harus menghindari sinar matahari pada tengah hari, biasanya
sejak pukul 2 siang atau pukul 3 siang di daerah tropis.
2. Menggunakan topi bertepi lebar, baju lengan panjang dan kaca mata
hitam. Bagi anak-anak harus memakai baju lengan panjang, topi dan high-
factor waterproof sunscreen. Sementara pada bayi dibawah 9 bulan harus
dihindari kontak sinar matahari secara langsung.

28
3. Jangan pernah berada di bawah sinar matahari untuk mengeringkan badan
setelah berenang, karena kulit dapat terbakar dalam hitungan menit.
4. Pendaki ketinggian tinggi harus menggunakan topi dengan penutup leher
dan kacamata hitam dengan penutup hidung.
5. Gunakan kain yang terbuat dari bahan cotton. Hindari menggunakan bahan
tenun longgar karena dapat memungkinkan terjadinya penetrasi sinar
matahari.

2. Problems with Heat and Cold


Problems with Heat
Heat Stroke adalah suatu kondisi serius yang disebabkan kegagalan
termostat alami tubuh yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
mendinginkan diri ke bawah dengan cara normal. Biasanya terjadi sebagai
akibat dari paparan lingkungan sangat panas. Onset bisa tiba-tiba, sehingga
tidak sadar dalam hitungan menit. Bantuan medis harus dicari segera
mungkin (Pharm, 2002)
Tanda-tanda utama dari stroke panas adalah:
- Sakit kepala, pusing, kebingungan & kegelisahan
- Panas, memerah, kulit kering karena kegagalan mekanisme berkeringat
- Denyut nadi meningkat
- Suhu tubuh di atas 40C
- Level respon mengalami kemunduran

Ketika terjadi heat stroke prioritas utama adalah untuk mendinginkan


pasien secepat mungkin tetapi jangan pernah dengan menggunakan es atau air
yang sangat dingin karena dapat mengakibatkan termal shock yang dapat
menyebabkan kematian (Pharm, 2002).

Pindahkan pasien dari sumber panas dan dikompres dengan air biasa,
basah dan menjaga mereka tetap berventilasi baik. Pastikan kain kompresan
tetap basah. Pantau secara ketat untuk tanda-tanda gagal napas-jantung dan
bersiaplah untuk resusitasi jika diperlukan. Bila suhu turun di bawah 38C

29
kompres dapat dihentikan tetapi jika suhu mereka mulai bangkit kembali,
lakukan pengkompresan ulang dan terus seperti sebelumnya (Pharm, 2002).

Problems with Cold

1. Hipotermia
Hipotermia dapat didefinisikan, secara umum, memiliki suhu inti
tubuh di bawah 95 ° F (35 ° C). Ketika orang dihadapkan dengan
lingkungan di mana mereka tidak dapat tetap hangat, mereka pertama
merasa dingin, kemudian mulai menggigil, dan akhirnya berhenti
menggigil sebagai cadangan metabolisme mereka telah habis. Pada saat
itu, suhu tubuh terus menurun, tergantung pada suhu lingkungan. Sebagai
suhu inti turun, neurologis fungsi menurun sampai hampir semua orang
hipotermia dengan suhu inti 86 ° F (30 ° C) atau lebih rendah koma. Inti
catatan suhu tubuh rendah pada orang dewasa yang selamat adalah 56 ° F
(13 ° C). Wisatawan menuju ke iklim dingin harus didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan pakaian penelitian yang sesuai dan peralatan
(Backer, 2012).
Wisatawan yang akan aterlibat dalam kegiatan rekreasi atau
bekerja di sekitar air dingin akan menghadapi semacam resiko yang
berbeda. Hipotermia dapat membuat seseorang tidak dapat berenang atau
tetap mengambang dalam waktu 30-60 menit. Dalam kasus ini, perangkat
flotasi pribadi sangat penting seperti pengetahuan tentang penyelamatan
diri dan meluruskan perahu yang terbalik (Backer, 2012).
Kondisi medis lain yang terkait dengan dingin mempengaruhi
terutama kulit dan ekstremitas. Ini dapat dibagi menjadi nonfreezing luka
dingin dan cedera pembekuan (radang dingin) (Backer, 2012).
2. Nonfreezing Cedera Dingin
Luka-luka dingin nonfreezing adalah parit kaki, pernio (kaligata),
dan urtikaria dingin. Palung kaki (kaki perendaman) disebabkan oleh
perendaman berkepanjangan kaki dalam air dingin (32 ° F-59 ° F, 0 ° C-15
° C ). Kerusakan itu terutama untuk saraf dan pembuluh darah, dan

30
hasilnya adalah rasa sakit yang diperparah oleh panas dan posisi
tergantung dari dahan. Kasus yang berat dapat mengambil bulan untuk
menyelesaikan. Berbeda dengan pengobatan untuk radang dingin, kaki
perendaman tidak boleh cepat hangat, yang dapat membuat kerusakan jauh
lebih buruk (Backer, 2012).
Pernio adalah lokal, lesi inflamasi yang terjadi terutama pada
tangan orang yang rentan. Mereka dapat terjadi dengan paparan cuaca
hanya cukup dingin. Para kebiruan merah lesi yang diduga disebabkan
oleh vasokonstriksi yang lama, dingin-induksi. Seperti kejang kaki,
penghangatan cepat harus dihindari, karena membuat rasa sakit lebih
buruk. Nifedipin dapat menjadi pengobatan yang efektif (Backer, 2012).
Urtikaria dingin melibatkan pembentukan bercak lokal atau
umum dan gatal-gatal setelah terpapar dingin. Ini bukan temperatur
absolut yang menginduksi bentuk urtikaria tetapi laju perubahan suhu di
kulit (Backer, 2012).
3. Pembekuan Dingin Cedera
Kategori radang dingin
Radang dingin adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kerusakan jaringan dari pembekuan langsung pada
kulit. Peralatan modern dan pakaian mengalami penurunan risiko radang
dingin yang dihasilkan dari wisata petualangan, dan radang dingin terjadi
terutama selama kecelakaan, cuaca yang tak terduga parah, atau sebagai
akibat dari perencanaan yang buruk (Backer, 2012).
Setelah cedera radang dingin telah terjadi, sedikit yang bisa
dilakukan untuk membalikkan perubahan. Oleh karena itu, dengan hati-
hati untuk mencegah radang dingin sangat penting. Radang dingin
biasanya dinilai seperti luka bakar. Tingkat pertama melibatkan memerah
radang dingin pada kulit tanpa kerusakan lebih dalam. Prognosis untuk
penyembuhan total hampir 100%. Tingkat dua radang dingin melibatkan
pembentukan melepuh. Lepuh berisi cairan yang jelas memiliki prognosis
yang lebih baik daripada darah-biruan lecet. Tingkat tiga radang dingin

31
mewakili penuh ketebalan luka pada kulit, dan mungkin jaringan di
bawahnya. Tidak ada bentuk melepuh, kulit gelap dari waktu ke waktu dan
dapat berubah menjadi hitam, dan jika jaringan sudah benar-benar
devascularized, amputasi akan diperlukan (Backer, 2012).
Manajemen radang dingin
Kulit frostbite adalah mati rasa dan muncul keputihan atau
lilin. Metode yang berlaku umum untuk mengobati digit beku atau anggota
tubuh adalah melalui rewarming cepat dalam air dipanaskan sampai 104 °
F-108 ° F (40 ° C-42 ° C). Daerah beku harus benar-benar tenggelam
dalam air hangat. Termometer A dibutuhkan untuk menjaga air pada suhu
yang benar. Rewarming dapat dikaitkan dengan nyeri parah, dan analgesik
dapat diberikan jika diperlukan. Setelah daerah ini hangat, harus dijaga
terhadap pembekuan lagi. Hal ini dianggap lebih baik untuk menjaga digit
beku sedikit lebih lama, dan cepat hangat mereka, daripada membiarkan
mereka mencair perlahan-lahan atau mencair dan membekukan
ulang. Sebuah siklus freeze-thaw refreeze-sangat buruk untuk jaringan dan
menyebabkan lebih langsung dengan kebutuhan untuk amputasi (Backer,
2012).
Setelah daerah ini hangat, dapat diperiksa. Jika lepuh yang hadir,
perhatikan apakah mereka memperpanjang ke akhir angka. Lecet
proksimal biasanya berarti bahwa jaringan distal melepuh telah menderita
penuh ketebalan kerusakan. Pengobatan terdiri dari menghindari trauma
mekanis lebih lanjut ke daerah tersebut dan mencegah infeksi.Perawatan
lapangan yang wajar terdiri dari mencuci daerah secara menyeluruh
dengan disinfektan seperti povidone-iodine, menempatkan kain antara jari
kaki atau jari untuk mencegah maserasi, menggunakan fluffs (spons kasa
diperluas) untuk padding, dan menutupi dengan perban kasa rol. Ini aman
dan dapat dibiarkan selama sampai 3 hari pada suatu waktu. Dengan
meninggalkan pembalutnya lebih lama, pelancong dapat melestarikan apa
mungkin persediaan terbatas perban. Antibiotik profilaksis tidak
diperlukan dalam kebanyakan situasi (Backer, 2012).

32
Setelah pasien telah mencapai lingkungan medis definitif, tidak
boleh ada terburu-buru untuk melakukan operasi. Waktu biasanya dari
cedera untuk operasi adalah 4-5 minggu.Pada saat itu jaringan mati telah
mulai memisahkan dari jaringan layak, dan ahli bedah dapat
merencanakan operasi yang dapat memaksimalkan digit yang tersisa
(Backer, 2012).

3. Injuries and Safety

Tabel 2. Direkomendasikan strategi untuk mengurangi cedera saat


bepergian secara internasional (Sleet, 2012).
MEKANISME PENCEGAHAN STRATEGI
ATAU JENIS
CEDERA

Jalan Lalu Lintas Gangguan

Sabuk pengaman dan Selalu gunakan sabuk pengaman dan kursi keselamatan
kursi keselamatan anak. Sewa kendaraan dengan sabuk pengaman, bila mungkin,
anak naik di taksi dengan sabuk pengaman dan duduk di kursi
belakang; membawa kursi keselamatan anak dan kursi booster
dari rumah untuk anak-anak untuk naik benar terkendali.

Mengemudi bahaya Bila mungkin, hindari berkendara di negara berpenghasilan


rendah di malam hari, selalu memperhatikan sisi yang benar
dari jalan ketika mengemudi di negara-negara yang mendorong
di sebelah kiri.

Khusus negara Periksa Asosiasi untuk website Perjalanan Jalan Internasional


mengemudi bahaya untuk mengemudi bahaya atau risiko dengan negara
( www.asirt.org  ).

33
MEKANISME PENCEGAHAN STRATEGI
ATAU JENIS
CEDERA

Sepeda Motor, sepeda Selalu memakai helm (membawa helm dari rumah, jika
motor, dan sepeda diperlukan). Bila mungkin, hindari mengemudi atau
mengendarai sepeda motor atau sepeda motor, terutama taksi
sepeda motor. Bepergian ke luar negeri adalah waktu yang
buruk untuk belajar mengendarai sepeda motor.

Alkohol-gangguan Alkohol meningkatkan risiko semua penyebab cedera. Jangan


mengemudi mengemudi, berenang, atau pilot perahu setelah minum, dan
menghindari naik dengan seseorang yang telah minum.

Telepon seluler Jangan menggunakan telepon seluler atau teks saat


mengemudi. Sampai saat ini, setidaknya 32 negara telah
membuat hukum yang melarang penggunaan telepon seluler
saat mengemudi, dan Portugal telah menggunakan segala jenis
telepon, termasuk hands-free, ilegal saat mengemudi.

Taksi atau driver Naik hanya dalam taksi ditandai dan mencoba naik pada mereka
disewa yang memiliki sabuk pengaman. Hire driver akrab dengan
daerah tersebut.

Bus perjalanan Hindari mengendarai penuh sesak, bus kelebihan berat badan,
atau top-berat atau minivan.

Pejalan kaki Jadilah waspada saat melintasi jalan-jalan, terutama di negara di


mana pengendara mengemudi di sisi kiri jalan. Berjalanlah
dengan teman atau seseorang dari negara tuan rumah.

Lain Tips

Pesawat perjalanan Hindari penggunaan lokal, pesawat terjadwal. Jika


memungkinkan, terbang di pesawat yang lebih besar (lebih dari
30 kursi), dalam cuaca baik, dan selama siang hari.

34
MEKANISME PENCEGAHAN STRATEGI
ATAU JENIS
CEDERA

Tenggelam Hindari berenang sendiri atau di perairan asing. Kenakan jaket


sambil berperahu atau selama kegiatan rekreasi air.

Kekerasan

Khusus negara Departemen Luar Negeri memberikan informasi berguna bagi


keselamatan wisatawan internasional. Bacalah lembar informasi
konsuler, peringatan perjalanan, dan pengumuman publik untuk
negara tertentu risiko keamanan pribadi dan tips keselamatan
( www.travel.state.gov  ).

Penyerangan Ketika di negara berpenghasilan rendah atau tinggi-kemiskinan


daerah, menghindari perjalanan pada malam hari di lingkungan
yang asing. Gunakan alkohol, dan tidak melakukan perjalanan
sendirian. Jika dihadapkan, memberikan semua barang
berharga, dan tidak melawan penyerang.

4. Animal-Associated Hazards
a. Ular

Ular berbisa adalah bahaya di banyak lokasi, meskipun kematian akibat


gigitan ular jarang terjadi. Gigitan ular biasanya terjadi di daerah di mana
populasi manusia hidup berdampingan dengan padat populasi ular padat,
seperti Asia Tenggara, sub-Sahara Afrika, dan daerah tropis di benua Amerika
(Marano, 2012).

35
Pencegahan
Akal sehat adalah tindakan pencegahan terbaik. Kebanyakan gigitan ular
adalah hasil langsung dari mengejutkan, penanganan, atau ular
melecehkan. Oleh karena itu, semua ular sebaiknya ditinggalkan
saja. Wisatawan harus menyadari lingkungan mereka, terutama pada malam
hari dan selama cuaca hangat ketika ular cenderung lebih aktif. Untuk tindakan
pencegahan ekstra, ketika praktis, wisatawan harus mengenakan berat, ankle
boots tinggi atau lebih tinggi dan celana panjang ketika berjalan di luar rumah
di daerah mungkin dihuni oleh ular berbisa (Marano, 2012).
b. Arthropoda dan Serangga
Gigitan dan sengatan dari laba-laba dan kalajengking dapat menyakitkan
dan dapat menyebabkan penyakit dan kematian, terutama pada bayi dan anak-
anak. Serangga lainnya dan arthropoda, seperti nyamuk dan kutu, dapat
menularkan penyakit menular. Gigitan dan sengatan dapat terjadi tanpa
kesadaran perjalanan dari gigitan, terutama ketika berkemah atau tinggal di
akomodasi pedesaan (Marano, 2012).
Telah ada kebangkitan baru dalam infestasi bug tempat tidur seluruh
dunia, terutama di negara maju, diduga terkait dengan peningkatan perjalanan
internasional dan resistensi insektisida. Bed bug infestasi telah semakin
dilaporkan dalam hotel. Bed bugs mungkin diangkut dalam bagasi dan pakaian
(Marano, 2012).
Pencegahan
Gigitan serangga dapat dihindari dengan menggunakan penolak dan
insektisida, mengenakan baju lengan panjang dan celana saat hiking pakaian,
tidur di bawah kelambu, dan gemetar dan sepatu sebelum menempatkan
mereka pada. Paparan tidur bug dapat dihindari dengan memeriksa tempat dari
hotel atau lokasi lainnya tidur asing untuk tempat tidur di kasur, mata air
kotak, tempat tidur, dan furnitur. Jauhkan koper tertutup ketika mereka tidak
digunakan dan mencoba untuk menjaga mereka dari lantai ketika bepergian
(Marano, 2012).

36
c. Hewan Laut
Luka berbisa dari ikan laut dan invertebrata meningkat dengan popularitas
surfing, scuba diving, dan snorkling. Spesies yang paling bertanggung jawab
untuk cedera manusia hidup di perairan pantai tropis, termasuk ikan pari,
ubur-ubur laut, stonefish, bulu babi, dan scorpionfish (Marano, 2012).
Pencegahan
Wisatawan harus disarankan untuk menggunakan sepatu pelindung dan
memelihara kewaspadaan saat melakukan kegiatan rekreasi air. Dalam kasus
cedera, mengidentifikasi spesies yang terlibat dapat membantu menentukan
perawatan terbaik (Marano, 2012).

5. Scuba Diving

Gangguan yang terjadi selama scuba diving antara lain (Nord, 2012):

a. Barotrauma
Telinga dan sinus
Telinga barotrauma adalah cedera yang paling umum pada penyelam. Pada
keturunan, gagal untuk menyamakan perubahan tekanan dalam ruang
telinga tengah menciptakan gradien tekanan di gendang telinga. Perubahan
tekanan harus dikontrol melalui teknik pemerataan yang tepat untuk
menghindari perdarahan atau akumulasi cairan di telinga tengah, dan
peregangan atau pecah gendang telinga dan selaput yang menutupi jendela
dari telinga bagian dalam. Gejala barotrauma adalah sebagai berikut:
- Sakit
- tinnitus (telinga berdenging)
- vertigo (pusing atau sensasi berputar)
- sensasi kenyang
- efusi (cairan akumulasi dalam telinga)
- penurunan pendengaran

37
Sinus paranasal, karena lorong-lorong yang relatif sempit yang
menghubungkan mereka, sangat rentan terhadap barotrauma, umumnya
pada keturunan. Dengan perubahan kecil dalam tekanan (kedalaman), gejala
ini biasanya ringan dan subakut tetapi dapat diperburuk dengan menyelam
lanjutan. Perubahan tekanan yang lebih besar, terutama dengan upaya kuat
pada equilibrium (Valsava manuver), bisa lebih merugikan. Faktor risiko
tambahan untuk telinga dan sinus barotrauma meliputi:

- penutup telinga
- obat
- telinga atau bedah sinus
- hidung cacat
- penyakit

Seorang penyelam yang mungkin telah menderita telinga atau sinus


barotrauma harus menghentikan menyelam dan mencari perhatian medis.
Paru
Seorang penyelam scuba harus mengurangi risiko masalah kelebihan
tekanan paru-paru dengan bernapas normal dan naik perlahan saat bernapas
gas terkompresi. Over inflation dari paru-paru bisa terjadi jika seorang
penyelam scuba naik ke permukaan tanpa menghembuskan napas, yang
mungkin terjadi, misalnya, ketika seorang pemula penyelam panik. Selama
pendakian, gas terkompresi terperangkap di paru-paru meningkat dalam
volume sampai ekspansi melebihi batas elastis dari jaringan paru-paru,
menyebabkan kerusakan dan memungkinkan gelembung gas untuk
melarikan diri ke 1 atau lebih dari 3 lokasi yang mungkin:
- Gas yang memasuki rongga pleura dapat menyebabkan kolaps paru
atau pneumotoraks.
- Gas memasuki ruang di sekitar jantung, trakea, dan kerongkongan
(mediastinum) menyebabkan emfisema mediastinum dan sering
trek di bawah kulit (subkutan emphysema) atau ke jaringan di
sekitar laring, kadang mempercepat perubahan karakteristik suara.

38
- Gas pecah dinding alveolar dapat memasuki kapiler paru dan lulus
melalui vena paru ke sisi kiri jantung, di mana ia didistribusikan
menurut aliran darah relatif, yang mengakibatkan arterial gas
emboli (AGE).
Sementara mediastinum atau subkutan emphysema biasanya sembuh
secara spontan, pneumotoraks umumnya membutuhkan pengobatan
khusus untuk menghilangkan udara dan reinflate paru-paru. AGE adalah
keadaan darurat medis, membutuhkan intervensi yang tepat, yang
mencakup perawatan recompression dengan oksigen hiperbarik.
Cedera overinflation paru dari scuba diving dapat berkisar dari yang
dramatis dan kehidupan mengancam untuk gejala ringan dari nyeri dada
dan dispnea. Meskipun barotrauma paru relatif jarang di penyelam,
evaluasi medis yang segera diperlukan, dan bukti untuk kondisi ini harus
selalu dipertimbangkan dengan adanya gejala pernapasan atau neurologis
setelah menyelam.
b. Penyakit dekompresi
Dekompresi penyakit adalah istilah inklusif yang menggambarkan luka
dysbaric dan penyakit dekompresi. Karena 2 penyakit dianggap sebagai
akibat dari penyebab yang berbeda, mereka dijelaskan di sini secara
terpisah. Namun, dari sudut pandang klinis dan praktis, membedakan
antara mereka di lapangan mungkin mustahil dan tidak perlu, karena
pengobatan awal adalah sama untuk keduanya. Penyakit dekompresi dapat
terjadi bahkan pada penyelam yang telah hati-hati mengikuti tabel
dekompresi standar dan prinsip-prinsip menyelam yang aman. Cedera
permanen yang serius dapat berakibat baik dari AGE atau DCS.

Arteri Gas Embolism


Gas memasuki darah melalui pembuluh arteri paru pecah dapat
mendistribusikan gelembung ke dalam jaringan tubuh, termasuk jantung
dan otak, dimana mereka mengganggu sirkulasi. AGE dapat menyebabkan

39
gejala neurologis minimal, gejala dramatis yang membutuhkan perhatian
segera, atau kematian. Tanda-tanda umum dan gejala sebagai berikut:
- mati rasa
- kelemahan
- kesemutan
- pusing
- penglihatan kabur
- nyeri dada
- kepribadian perubahan
- kelumpuhan atau kejang
- kehilangan kesadaran
Secara umum, setiap penyelam scuba yang permukaan tidak sadar atau
kehilangan kesadaran dalam waktu 10 menit setelah muncul ke permukaan
harus diasumsikan memiliki AGE. Intervensi dengan dukungan hidup
dasar ditunjukkan, termasuk pemberian oksigen 100%, diikuti oleh
evakuasi cepat ke fasilitas pengobatan oksigen hiperbarik.
Penyakit dekompresi
Menghirup udara di bawah tekanan menyebabkan kelebihan gas inert
(biasanya nitrogen) untuk larut dalam jaringan tubuh. Jumlah terlarut
sebanding dan meningkat dengan kedalaman dan waktu. Sebagai
penyelam naik ke permukaan, gas terlarut kelebihan harus dibersihkan
melalui respirasi melalui aliran darah. Tergantung pada jumlah terlarut dan
tingkat pendakian, gas beberapa dapat supersaturate jaringan, di mana ia
memisahkan dari solusi untuk bentuk gelembung, mengganggu aliran
darah dan oksigenasi jaringan dan menyebabkan tanda-tanda berikut dan
gejala DCS:
- sendi sakit atau nyeri
- mati rasa atau kesemutan
- bintik atau marbling kulit
- batuk kejang atau sesak napas
- gatal

40
- tidak biasa kelelahan
- pusing
- kelemahan
- perubahan kepribadian
- hilangnya fungsi usus atau kandung kemih
- mengejutkan, kehilangan koordinasi, atau tremor
- kelumpuhan
- runtuh atau tidak sadarkan diri
Pencegahan Gangguan Diving
Penyelam rekreasi harus menyelam konservatif dan baik dalam no-
dekompresi batas tabel menyelam atau komputer. Faktor risiko untuk DCI
terutama menyelam kedalaman, waktu penyelaman, dan tingkat
pendakian. Faktor tambahan seperti penyelaman berulang, olahraga berat,
menyelam sampai kedalaman lebih dari 60 kaki (18,3 m), paparan
ketinggian segera setelah menyelam, dan variabel fisiologis tertentu juga
meningkatkan risiko. Penyelam harus berhati-hati untuk tetap terhidrasi
dan beristirahat dan menyelam dalam batas-batas dari pelatihan
mereka. Menyelam adalah keterampilan yang membutuhkan pelatihan dan
sertifikasi dan harus dilakukan dengan pendamping (Nord, 2012).
Pengobatan Gangguan Diving
Pengobatan definitif DCI dimulai dengan pengenalan awal gejala,
diikuti oleh recompression dengan oksigen hiperbarik. Sebuah konsentrasi
tinggi (100%) dari oksigen tambahan dianjurkan. Permukaan-tingkat
oksigen diberikan untuk pertolongan pertama bisa menghilangkan tanda-
tanda dan gejala penyakit dekompresi dan harus diberikan sesegera
mungkin. Penyelam sering dehidrasi, baik karena penyebab insidental,
perendaman, atau DCI sendiri, yang dapat menyebabkan kebocoran
kapiler. Administrasi isotonik glukosa bebas cairan intravena
direkomendasikan dalam banyak kasus. Cairan rehidrasi oral juga
mungkin membantu, asalkan mereka dapat dengan aman diberikan
(misalnya, jika penyelam sadar). Pengobatan definitif DCI adalah

41
recompression dan administrasi oksigen dalam ruang hiperbarik (Nord,
2012).

6. Deep Vein Thrombosis (DVT)

Tromboemboli vena (VTE) terdiri dari 2 kondisi terkait: 1) trombosis vena


dalam (DVT) dan 2) pulmonary embolism (PE). DVT terjadi ketika pembuluh
darah yang sebagian atau seluruhnya diblokir oleh gumpalan darah, paling sering
di kaki. Bekuan bisa pecah dan perjalanan ke pembuluh di paru-paru,
menyebabkan mengancam jiwa PE (Barbeau, 2012).

VTE berhubungan dengan perjalanan udara pertama kali dijelaskan pada


awal 1950-an.Penelitian sebelumnya telah menunjukkan 2 - untuk 4-kali lipat
peningkatan risiko VTE setelah perjalanan udara. Pada tahun 2001, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mengatur Penelitian WHO ke Bahaya Global Perjalanan
(WRIGHT) Project, sebuah studi penelitian besar kolaboratif untuk
mengkonfirmasi hubungan antara VTE dan perjalanan udara. Hasil dari tahap I
dari Proyek WRIGHT diterbitkan pada bulan Juni 2007 dan dibahas di bawah
ini. Beberapa epidemiologi dan studi patofisiologis dilakukan selama tahap I
untuk menentukan besarnya risiko VTE karena perjalanan udara, efek dari faktor-
faktor lain pada asosiasi, dan mekanisme yang perjalanan udara menyebabkan
VTE. Studi ke efek pencegahan terhadap risiko VTE selama perjalanan
ditangguhkan untuk tahap II dari proyek (Barbeau, 2012).
Risiko Untuk Travelers
Beberapa faktor telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terkena VTE.
Efek gabungan telah diamati antara faktor-faktor risiko yang dibuat dan berbagai
bentuk perjalanan.Sebuah berdasarkan populasi studi kasus-kontrol orang dewasa
menerima perawatan VTE pertama mereka (dilakukan sebagai bagian dari Proyek
WRIGHT) menemukan bahwa perjalanan jarak jauh lebih lama dari 4 jam
meningkatkan risiko VTE 2 kali lipat dibandingkan dengan tidak

42
bepergian. Efeknya terbesar di minggu pertama setelah perjalanan tetapi tetap
meningkat selama 2 bulan (Barbeau, 2012).
Perjalanan dengan udara meningkatkan risiko pada tingkat yang sama
seperti perjalanan dengan bus, kereta api, atau mobil, menunjukkan bahwa
peningkatan risiko dari perjalanan udara terutama disebabkan perpanjangan
imobilitas. Efek sinergis yang dicatat dengan faktor V Leiden mutasi, wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral, indeks massa tubuh (BMI) lebih dari 30 kg /
m 2, dan tinggi lebih dari 1,9 m (sekitar 6 ft 3 in). Beberapa dari efek ini adalah
terbesar setelah perjalanan udara dibandingkan dengan bentuk-bentuk
perjalanan. Selanjutnya, orang yang lebih pendek dari 1,6 m (sekitar 5 kaki, 3 in)
memiliki peningkatan risiko VTE setelah perjalanan udara
berkepanjangan. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tambahan yang
terkait dengan perjalanan udara mungkin terlibat dalam peningkatan risiko untuk
VTE. Faktor risiko terkena VTE meliputi (Barbeau, 2012):
- Terbaru utama operasi 
- Paralisis cedera tulang belakang
- Beberapa trauma
- Keganasan
- Congestive Heart Failure
- Terapi penggantian hormon, kontrasepsi oral
- Sebelumnya tromboemboli vena
- Kondisi hypercoagulable turunan
- Kondisi acquired hypercoagulable
- Kehamilan
- Usia > 40 tahun
- Kegemukan
- Imobilitas
- Laki-laki
Pencegahan Tindakan Untuk Travelers
Meskipun hasilnya tidak tersedia untuk tahap II dari Proyek WRIGHT,
beberapa percobaan terkontrol acak telah dilakukan untuk menilai efek dari

43
tindakan profilaksis terhadap risiko VTE setelah perjalanan udara. Semua studi
meneliti risiko DVT tanpa gejala pada wisatawan membuat penerbangan ≥ 7
jam. Semua wisatawan didorong untuk melakukan latihan teratur dan minum
minuman alkohol selama penerbangan. DVT didiagnosa dengan ultrasound vena
dari 90 menit sampai 48 jam setelah penerbangan. Intervensi yang diteliti
termasuk stoking kompresi, aspirin, Heparin Molekular berat badan, dan berbagai
ekstrak alami dengan sifat antikoagulan. Kompresi stoking (10-20 mmHg dan 20-
30 mmHg) telah terbukti secara signifikan mengurangi risiko DVT tanpa gejala,
namun 4 wisatawan mengenakan stoking kompresi dalam sebuah studi
mengembangkan tromboflebitis superfisial. DVT bergejala dan PE tidak diamati
dalam salah satu wisatawan yang terdaftar dalam studi (Barbeau, 2012).
Studi LONFLIT3 adalah uji coba secara acak dilakukan untuk
membandingkan efek dari aspirin dan heparin rendah molekul-berat (enoxaparin)
versus tidak ada perawatan dalam pencegahan VTE pada 300 pasien berisiko
tinggi (seperti DVT sebelumnya, gangguan koagulasi, obesitas berat ,
keterbatasan mobilitas karena masalah tulang atau sendi, penyakit neoplastik
dalam 2 tahun sebelumnya, atau varises besar). Aspirin (400 mg sehari selama 3
hari, dimulai 12 jam sebelum perjalanan udara) tidak mengurangi frekuensi DVT
dibandingkan dengan kontrol (4,8% pada orang bukan pada profilaksis; 3,6%
pada orang yang memakai aspirin). Tidak ada DVT dan satu trombosis dangkal
diidentifikasi pada orang yang menggunakan enoxaparin profilaksis (1 dosis pada
1.000 IU per 10 kg berat badan disuntikkan 2-4 jam sebelum
penerbangan).Meskipun hasil ini mendorong untuk penggunaan rendah dengan
berat molekul heparin untuk mencegah VTE pada pasien berisiko tinggi, ukuran
studi dan jumlah pasien dengan DVT kecil.Belum ada data yang meyakinkan
menunjukkan bahwa intervensi farmakologis mengurangi risiko VTE yang
signifikan dalam risiko rendah wisatawan (Barbeau, 2012).
American College of Chest Physicians (ACCP) menerbitkan edisi
kedelapan antitrombotik dan Terapi trombolitik Bukti Berbasis Pedoman Praktek
Klinis dalam suplemen 2008 Juni ke DADA jurnal. Rekomendasi untuk perjalanan
jarak jauh terkait VTE adalah sebagai berikut (Barbeau, 2012) :

44
 Untuk wisatawan yang mengambil penerbangan> 8 jam, langkah-langkah
umum berikut ini dianjurkan: menghindari pakaian konstriktif sekitar
ekstremitas bawah atau pinggang, pemeliharaan hidrasi yang cukup, dan
kontraksi otot betis sering (ACCP kelas 1C: rekomendasi yang kuat,
berkualitas rendah bukti ).
 Untuk jarak jauh wisatawan dengan faktor risiko tambahan untuk VTE,
langkah-langkah umum yang tercantum di atas direkomendasikan. Jika
tromboprofilaksis aktif dipertimbangkan karena risiko tinggi dirasakan
VTE, penggunaan benar dipasang, di bawah lutut lulus stoking kompresi,
menyediakan 15-30 mm Hg tekanan di pergelangan kaki (ACCP kelas 2C:
rekomendasi sederhana, rendah kualitas bukti ) atau dosis profilaksis
tunggal rendah berat molekul heparin, disuntikkan sebelum keberangkatan
(ACCP kelas 2C: rekomendasi sederhana, rendah kualitas bukti) yang
disarankan.
 Untuk jarak jauh wisatawan, penggunaan aspirin untuk mencegah VTE
tidak dianjurkan (ACCP kelas 1B: rekomendasi kuat, sedang berkualitas
bukti).
2.6. Konsultasi Pasca Perjalanan

Pelayanan kedokteran wisata atau travel medicine yang ideal merupakan


suatu kesinambungan sejak sebelum berangkat sampai setelah pulang dari
perjalanan. Sebanyak 1-5% orang yang bepergian dari negara-negara maju ke
negara berkembang dilaporkan mengalami penyakit yang cukup serius selama
perjalanan; 0,01-0,1% orang membutuhkan evakuasi medik, dan 1 dari antara
100.000 orang telah meninggal. Orang-orang yang mengalami sakit berat
umumnya mereka yang mengunjungi kenalan atau sanak saudara dan tinggal di
rumah mereka sehingga risiko terpapar patogen lebih besar daripada turis biasa.
Pelayanan konsultasi pasca-perjalanan membutuhkan lebih banyak keahlian dan
sumber daya (dokter spesialis, laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya).
Hal ini dapat disiasati dengan membangun kerja sama antara beberapa provider

45
kesehatan, misalnya rumah sakit, laboratorium 24 jam, dan lain sebagainya
(Pakasi, 2006).

46
BAB 3

KESIMPULAN

Dokter umum atau dokter keluarga berada pada posisi yang unik untuk
mengenali adanya faktor-faktor pengganggu pada riwayat medik seorang traveller
yang mungkin perlu diantisipasi sebelum bepergian. Namun yang terpenting,
dokter harus sadar bahwa perjalanan yang sehat tidak semata-mata memberikan
imunisasi dan obat, tetapi juga edukasi klien yang merupakan elemen terpenting
proteksi diri. Sebagian dari konsultasi harus didedikasikan untuk edukasi atau
menunjukkan sumber-sumber informasi kepada traveller, seperti brosur-brosur,
buku-buku, pelayanan telepon dan komputer, dan bahan edukasi lainnya. Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang cara-cara menyelenggarakan travel clinic, seorang
tenaga kesehatan dapat memperolehnya secara formal dengan mengikuti
pendidikan pascasarjana. Setelah itu, ia dapat mengikuti sertifikasi internasional
yang diselenggarakan oleh ISTM setiap dua tahun sekali (berikutnya tahun 2007).
Informasi tentang pendidikan lanjutan dan sertifikasi dapat dilihat di website
ISTM (http://www.istm.org). Namun pendidikan di negara-negara maju tersebut
didasarkan pada kebutuhan mereka sendiri dan belum tentu relevan dengan
kebutuhan di Indonesia. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di Indonesia sangat
dianjurkan mengikuti simposium atau kursus-kursus yang diselenggarakan oleh
Perhimpunan Kesehatan Wisata Indonesia (PKWI).

Wisata bersama anak akan memberikan kenangan tersendiri, namun perlu


persiapan yang memadai sesuai dengan tingkat perkembangan anak, baik sebelum
bepergian maupun setelah sampai di tempat tujuan. Persiapan 4-6 minggu
sebelum berangkat diperlukan terutama untuk melengkapi vaksinasi dan
mempersiapkan kondisi anak termasuk obat-obatan yang diminum rutin pada anak
yang menderita penyakit kronis atau obat-obatan emergensi.

47
Informasi yang aktual dan akurat sangat penting dalam kedokteran wisata
sehingga rekomendasi yang diberikan bukan didasarkan pada opini tetapi
evidence-based. Nasihat perjalanan diberikan dalam bentuk konsultasi dan
edukasi mengenai risiko kesehatan yang mungkin dapat dialami klien selama
bepergian, baik sewaktu di perjalanan maupun setelah tiba di tempat tujuan.
Pengetahuan yang penting dikuasai oleh tenaga kesehatan sehubungan dengan hal
ini antara lain medical geography, distribusi dan epidemiologi penyakit infeksi,
serta kondisi-kondisi tertentu dalam perjalanan, misalnya problem ketinggian
(high altitude), jet lag, mabuk perjalanan, temperatur tinggi dan sebagainya.
Risiko khusus, seperti bencana alam, terorisme dan konflik senjata juga perlu
diperhatikan mengingat akhir-akhir ini banyak insiden terjadi di daerah wisata
dengan turis asing sebagai korban (runtuhnya gedung World Trade Center di New
York, tsunami di Pattaya, bom Bali I-II, dan lain-lain). Topik edukasi yang dapat
diberikan dalam konsultasi pra-perjalanan antara lain adalah: pencegahan penyakit
(diare, malaria, penyakit menular seksual, dll.), penyakit karena kondisi
lingkungan (panas, dingin, ketinggian), jet lag dan mabuk perjalanan, travel
medical kits, dan sebagainya.

Pelayanan kedokteran wisata atau trave medicine yang ideal merupakan


suatu kesinambungan sejak sebelum berangkat sampai setelah pulang dari
perjalanan. Sebanyak 1-5% orang yang bepergian dari negara-negara maju ke
negara berkembang dilaporkan mengalami penyakit yang cukup serius selama
perjalanan; 0,01-0,1% orang membutuhkan evakuasi medik, dan 1 dari antara
100.000 orang telah meninggal. Orang-orang yang mengalami sakit berat
umumnya mereka yang mengunjungi kenalan atau sanak saudara dan tinggal di
rumah mereka sehingga risiko terpapar patogen lebih besar daripada turis biasa.
Pelayanan konsultasi pasca-perjalanan membutuhkan lebih banyak keahlian dan
sumber daya (dokter spesialis, laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya).
Hal ini dapat disiasati dengan membangun kerja sama antara beberapa provider
kesehatan, misalnya rumah sakit, laboratorium 24 jam, dan lain sebagainya.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Pakasi, Levina S. 2006. Pelayanan Kedokteran Wisata: Suatu Peluang.


Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_152_Kesehatanwisatarev.pdf
[Accessed on 28 Februari 2012]
2. Suharto. 2002. Segi Praktis Travel Medicine dan Penyakit Infeksi yang
Sering Dijumpai pada Traveler Edisi1. Surabaya: Airlangga University
Press.
3. Pharm, Peter. 2002. The Doctor Travel. Available from:
http://www.traveldoctor.co.uk/types.htm [Accessed on 28 Februari 2012]
4. Rezeki, Sri. 2006. Kesehatan Wisata pada Anak. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_152_Kesehatanwisatarev.pdf
[Accessed on 28 Februari 2012]
5. Acosta, Rebecca W. 2012. The Pre-Travel Cosultation. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-
consultation/the-pre-travel-consultation.htm [Accessed on 29 Februari
2012]
6. Hackett, Peter H. 2012. Altitude Illness. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-
consultation/altitude-illness.htm [Accessed on 29 Februari 2012]
7. Yanni, Emad A. 2012. Jet Lag. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-
consultation/jet-lag.htm [ Accessed on 29 Februari 2012]
8. Caroll, Dale. 2012. Motion Sickness. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-
consultation/motion-sickness.htm [Accessed on 29 Februari 2012]
9. Backer, Howard D. 2012. Problems with Heat and Cold. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

49
consultation/problems-with-heat-and-cold.htm [Accessed on 29 Februari
2012]
10. Sleet, David A. 2012. Injuries and Safety. Availabel from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-
consultation/injuries-and-safety.htm [Accessed on 29 Februari 2012]
11. Marano, Nina. 2012. Animal-Associated Hazards. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-
consultation/animal-associated-hazards.htm [Accessed on 29 Februari
2012]
12. Nord, Daniel A. 2012. Scuba Diving. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-
consultation/scuba-diving.htm [Accessed on 29 Februari 2012]
13. Barbeau, Deborah N. 2012. Deep Vein Thrombosis. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-
consultation/deep-vein-thrombosis-and-pulmonary-embolism.htm
[Accessed on 29 Februari 2012]

50

Anda mungkin juga menyukai