Fakultas Kedokteran
Universitas Riau
2021
BLOK 22
MASALAH KESEHATAN KERJA,
LINGKUNGAN DAN PERBATASAN
Edisi ke - 5
Fakultas Kedokteran
Universitas Riau
2021
Edisi ke - 5
Copyright®(2016) oleh Fakultas Kedokteran Universitas Riau (FKUR)
Foto sampul:
Karya Trimuhti Puja Kesuma
Mahasiswa FKUR angkatan 2014
Diterbitkan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
VISI
Menjadi fakultas kedokteran berbasis riset dengan unggulan kesehatan
wilayah pesisir dan perbatasan di kawasan ASEAN pada tahun 2035
MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang bermutu untuk
menghasilkan dokter yang kompeten dan bermartabat
2. Menyelenggarakan penelitian bermutu untuk menyelesaikan masalah
kesehatan wilayah pesisir dan perbatasan
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat sebagai kontri-
busi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
4. Menyelenggarakan kepemimpinan dan tata kelola fakultas yang baik
dan akuntabel.
Penyusun :
Dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan Blok 22 “Masalah
Kesehatan Kerja, Lingkungan dan Perbatasan” pada Kurikulum Berbasis Kom-
petensi (KBK) Fakultas Kedokteran Universitas Riau (FKUR).
Halaman judul……………………………………………………………… 2
Halaman hak cipta ………………………………………………………… 3
DAFTAR KETERAMPILAN:
12
SKILL LAB 1. PEMERIKSAAN SANITASI KAPAL
Landasan Teori
14
2,3
Exemption Control Certificate (SSCEC). Sertifikat Sanitasi Kapal
harus ditandatangani oleh kepala KKP. Sertifikat Sanitasi Kapal berlaku
selama 6 (enam) bulan;
15
Upaya sanitasi kapal merupakan tanggung jawab pemilik kapal me-
lalui nakhoda kapal dan anak buah kapal.ABK bertanggung jawab ter-
hadap kebersihan kapal dan sarana lainnya yang mendukung sanitasi
kapal. Peningkatan sanitasi kapal adalah usaha merubah keadaan ling-
kungan alat angkut yang dapat berlayar menjadi lebih baik sebagai
usaha pencegahan penyakit dengan memutuskan mata rantai penularan
penyakit.
Tujuan peningkatan sanitasi kapal menurut Permenkes No. 530/
Menkes/Per/VII/1987 adalah:2
1. Meniadakan/menghilangkan sumber penularan penyakit di dalam
kapal.
2. Agar kapal tetap bersih sewaktu mau berangkat maupun sedang ber-
layar.
3. Supaya penumpang maupun ABK senang berada didalamnya, bagi
penumpang.
Alat penerangan di dalam kapal tidak boleh menggunakan lilin atau lam-
pu minyak. Tujuan adanya ventilasi adalah untuk memasukkan udara
segar dan mengeluarkan udara yang kotor. Bila kamar tidak mempunyai
sistem ventilasi yang baik, akan menimbulkan beberapa keadaan yang
dapat merugikan kesehatan seperti sesak nafas.
17
sih.Di dalam kamar mandi juga sebaiknya tersedia pembersih lantai atau
kreolin 5% dalam larutan air dan selalu tersedia air bersih yang cukup
serta memenuhi syarat kesehatan.Diusahakan agar penyaluran air kotor
lancar.Diusahakan agar penyaluran air kamar mandi dan kakus tidak di-
perkenankan sebagai tempat penyimpanan.Di samping itu, kran harus
berfungsi dengan baik, lantai tidak boleh licin dan tidak diperkenankan
para penumpang untuk mencuci alat makan dalam kamar mandi/kakus
4. Dapur
Dapur merupakan tempat penyimpanan dan tempat pencucian alat-alat
dapur (alat makan / minum, dan sebagainya).Makanan dan minuman
yang disediakan, diolah, disimpan dan disajikan harus secara hygienis
untuk memperkecil kemungkinan timbulnya penyakit seperti disentri,
cholera, typus, keracunan dan sebagainya.
7. Pengelola makanan
Mempunyai perilaku hygienis dan saniter yaitu: selalu mencuci tangan
bila kotor, menutup hidung dan mulut sewaktu batuk / bersin dan tidak
mero- Buku Panduan Skills Lab Blok 22 Kesper FK UNRI 2021 18
Petunjuk Pemeriksaan kapal, mengacu ketentuan WHO Interim technical
advice for inspection and issuance of ship sanitation certificates August
2007
Part 1. Guidance on inspection areas for Annex 3 IHR (2005): Model Ship
Sanitation Control Exemption Certificate/Ship Sanitation ControlCertifi-
cate
1. Are all food storage areas constructed of impervious material with a smooth
surface tofacilitate cleaning, and not conducive to creating harboring for ro-
dent or insect vectors/hosts? Evidence: inadequate, damaged or soiled mate-
rial and/or presence of vectors-hosts.
2. Food should be kept in a safe distance (approximately 6” or 15cm) off the
deck and protected from the entry of water and other potential contamination.
Evidence: foodstuffs in contact with the deck or, if above the deck, contacts
standing water or other contaminant.
3. Food should not be exposed to out-of-temperature conditions for any extend-
ed period. Examples of typical recommended temperatures for perishable
food storage include the following:
A. food to be held hot would typically be placed in a hot-holding apparatus
already at a temperature of at least 62.8ºC (145ºF) and maintained at that
temperature until required.
B. all perishable food or drink would typically be kept at or below 4ºC (40ºF)
except during preparation or when held for immediate serving after prepara-
tion. When such foods are to be stored for extended periods, a temperature
of 4ºC (40ºF) is recommended. Fruits and vegetables would typically be
stored in cool rooms. Ideally, meat and fish would typically be maintained at 0
to 3ºC (32 to 37ºF), milk and milk products at 4ºC (40ºF) and fruit and vegeta-
bles at 7-10ºC (45 to 50ºF). For more practical purposes, if there are limited
refrigerated spaces, meat and meat products, fish and fish products, milk and
milk products and eggs and egg products can be stored at < 5ºC (41ºF)
whilst fruit and vegetables can be stored at < 10ºC (50ºF).
4. Is the food safe, without adulteration (chemical or other substances), and ob-
tained from sources that comply with applicable local, regional, or coun-
try of origin laws and regulations?. Evidence: presence of food adultera-
tion, contamination or spoilage and food sources not in compliance with
applicable local, regional or country of origin laws and regulation.
Potable water
1. All tanks, hoses, valves and equipment for handling potable water should be
exclusively for this purpose and clearly labeled “for potable water only”. Col-
our coding on piping may also be used. Evidence: tanks, hoses, valves and
equipment not dedicated for handling potable water and or not well identified
for this purpose. Potable water hose fits non-potable liquid connection.
2. Potable water tanks should not share a common wall with the hull of the ves-
sel or with tanks or piping containing non-potable water or other liquids or
materials. Evidence: presence of cross contamination or potable water tanks
walls not isolated from others tanks or piping containing non-potable water or
other liquids or materials.
3. Potable water tanks should be constructed of materials that do not contribute
to contaminate the water stored within. Evidence: presence of contamination
from water tanks materials or uncontrolled high risk of contamination due to
kind of material used to construct water tanks.
4. Potable water tanks should be located in areas of the vessel where they will
not be affected by dirt, insects, rodents or other contamination or excessive
heat. Evidence: presence of dirt, insects, rodents or other contamination or
excessive heat.
5. Potable water tanks should have an inspection cover for easy inspection and
access for cleaning or maintenance, and should be fitted with an independent
drainage system. Evidence: absence of inspection cover and independent
drainage system, creating difficulties to access for cleaning and maintenance.
Presence of dusty and other residual materials.
6. Potable water systems should incorporate a halogenation/chlorination system
or other means to adequately remove or kill microbes and to remove other
contamination. Evidence: absence of operational system for remove or kill
microbes and to remove other contamination.
7. When bunkering water, water quality test reports from the port supply should
be requested, and shipboard water quality should be verified regularly.
Onboard test kits are acceptable if they meet Standard Methods for the Ex-
amination of Water, when a port water quality report cannot be obtained.
Evidence: absence of regular water quality test reports or logged results from
onboard test kits.
Sewage systems should be secure, leak-proof and isolated from other systems to
prevent cross-contamination. Tanks should be of sufficient capacity, without risk of
overflow. Sewage treatment plants should be inspected regularly. There should be
no discharge in restricted areas (ports) and no discharge to bilge. Evidence: evi-
dence of leaks, overflow or cross-contamination. Use design and construction draw-
ings and crew member interviews for information.
Ballast tanks should have valves set in “off” position and not pose an accidental dis-
charge risk, unless risk assessment had been made and discharge authorized previ-
ously by competent port and health authorities, according to the provisions of IHR
and the international Convention on Control and Management of Ships Ballast Water
and Sediments. Evidence: valves not in “off” position, risk of unauthorized discharge.
Use information from recommended ballast water form IMO 868-20 and on board
logs, crew member interviews and visual check.
Solid and medical waste: preventing international disease spread through dis-
charge
Storage areas should be protected against vermin (food waste and dry refuse).
There should be protected storage of infectious medical waste.
Discharge of solid waste, food and medical waste should be undertaken in compli-
ance with international and local regulations and ordinances for discharge. Evi-
dence: unlawful/unsafe discharge or storage of waste. Use logs and company con-
tracts, crew member interviews for information.
Standing water can hold insect larvae and should not be present. Areas like lifeboat
covers, bilges, scuppers, awnings, gutters, air treatment plants should be inspected
when not in use. Evidence: presence of standing water.
Engine rooms should be free of rodents or insects. Engine casings and insulation
should be inspected for insect and rodent infestation. Evidence: evidence of rodent
or insect infestation.
Areas designated for the examination and treatment of ill crew members should be
separate from other crew member activities, well-lit, clean and private. Examination/
treatment facilities must be clean and properly maintained, with potable water and
hand washing areas. A treatment log should be maintained, as well as accommoda-
tion for adequate disposal of sharps and bio-medical waste.
In addition to the information for each inspection area contained in Part 1 above,
officers inspecting large vessels should consider the following items from the attach-
ment of Annex 3, where applicable:
1. Food
1. Source
All food should typically be obtained from shore sources approved or considered
satisfactory by the relevant health administration. Food needs to be clean, whole-
some, free from spoilage and adulteration, and otherwise safe for human consump-
tion. Raw materials and ingredients should ideally not be accepted by the ship if they
are known to contain parasites, undesirable microorganisms, pesticides, veterinary
drugs or toxins, decomposed or extraneous substances which would not be reduced
to an acceptable level by normal sorting and/or processing. Where appropriate,
specifications for raw materials can be defined and applied. Stocks of raw materials
and ingredients would typically be subject to effective stock rotation.
3. Preparation
Written cleaning and maintenance policies and procedures should be in place for
each critical area in the galley that can contribute to infection or contamination of
food on board.
Staff assigned to galleys should have competency qualifications obtained by com-
pleting a training course in food handling and preparation. This training should be
up-to-date and records of training should be kept.
Logs of food holding temperatures should be kept.
All surfaces, equipment and fixtures should be appropriate for their assigned use –
e.g. nonabsorbent, easily cleaned, properly sealed or protected from the entry of
insects or rodents.
Foods should be purchased from safe sources and be properly stored, prepared
and served.
All galleys and food preparation or handling areas shall have conveniently located
and ready access to dedicated hand wash stations, and the stations should be sup-
plied with soap, a disposable paper towel, and a waste receptacle.
The hand wash station should be for this use only and remain accessible at all
times.
4. Service
Food openly on display at buffet counters -- whether packaged, on the counter, in
a service-line, or under salad bar food guards --, should be protected by appropri-
ate display cases or by other effective ways to prevent crew or guest contamina-
tion.
Self-service buffet or salad bar operations with unpackaged ready-to-eat
foods,should be provided with serving utensils and dispensing methods that pre-
vent food/drink contamination.
Foods should be protected from contamination in storage or transport from sources
such as seawater, bilge water, wastewater, hydraulic or fuel lines.
Hot foods should be kept hot and cold foods should be kept cold on display and
service areas and buffets.
1. Source
The quality of drinking water taken from a shore supply should be assessed be-
fore being taken on board. Port and local competent authorities should investigate
the level of water safety. This investigation should be a routine part of the on
board water management procedures. Water quality should be verified at mini-
mum by water quality reports from the port from which thewater is taken, or by
onboard water quality kits which meet Standard Methods for the Examination of
Water.
For ships that produce water with onboard evaporators or reverse osmosis sys-
tems, these systems should not be operated in polluted areas, harbors, or at an-
chor.
Ships should not take water from suspect shore supplies such as multi-use tank
trucks or multi-use barges, but should ensure the trucks and barges are approved
or considered satisfactory by the relevant health administration and used for pota-
ble water only. The ship water management procedures should ensure that the
reception, handling, storage and delivery to ship water systems be carried out un-
der completely sanitary conditions to protect water safety.
Potable water filling hoses should be constructed and used for this purpose only.
2. Storage
Potable water needs to be stored in tanks that are constructed, located and pro-
tected as to be safe against any contamination from outside the tank.
Treatment used should be suitable for the water to be purified from water tank fill-
ing by shore or onboard production plant and capable of ensuring efficient opera-
tion with the production of potable water that conforms to the Guidelines for drink-
ing-water quality 2004 (WHO 2004) or any relevant competent authority’s require-
ments. If chlorination is being used, it should have effective contact time and pro-
vide a measurable free chlorine residual in the tanks being filled.
If potable water from tanks is piped to technical system endpoints, approved back-
flow prevention devices should be installed to protect the potable water system.
Potable water tanks should not share a common wall with the hull or other non-
potable water tanks.
Piping systems carrying non-potable liquids should not pass inside potable water
tanks.
Distribution
Potable water distribution systems should have appropriate backflow prevention
devices wherever there are cross-connections with non-potable water, industrial
fluids or gas which may enter the potable water distribution system.
Backflow preventers should be inspected and maintained in good condition.
Potable water in distribution should be further treaed if necessary to ensure it re-
mains in a potable condition (WHO) for end users.
All solid food and medical waste material should be held in a clearly marked space
that is identified for this purpose only.
All holding and discharge of waste should be included in written company policies
and procedures in a waste management plan. This plan should take into account the
local regulations or protocols in place for waste management at the ports visited.
Wastes should be discharged under contract to approved waste management firms
or agencies.
Medical facilities
Other areas
1.Sanitary control measures should be in place for all animals and their waste
products.
2.Faecal accident procedures should be considered for passenger vessels.
3.Passengers’ quarters: all practicable measures should be in place, consistent
with the IHR (2005), to permanently keep all passenger accommodation free
of sources of infection or contamination, including vectors and reservoirs (i.e.
insects or rodent vectors).
A. Data Umum
1. Nama Kapal : 8. Bendera :
2. Jenis Kapal : 9. Nomor IMO :
3. Besar Kapal : 10. Nama pemilik :
4. Datang dari : 11. Tujuan :
5. Tanggal tiba : 12. Tanggal berangkat :
Jam tiba : Jam berangkat :
6. Diperiksa tanggal : 13. Lokasi sandar :
7. Jumlah awak : 14. Jumlah penumpang:
KONDISI
No Lokasi yang di periksa Memenuhi Tidak Rekomendasi
syarat memenuhi
1. Dapur
2. Ruang Rakit Makanan
3. Gudang
4. Palka / Cargo
5. Ruang tidur / Quarter
- ABK / Crew
- Perwira / Officer
- Penumpang / Passanger
- Geladak / Deck
6. Air Minum
7. Limbah Cair
8. Air Balast
9. Limbah Medis / Padat
10. Air Tergenang / Permukaan
11. Ruang Mesin
12. Fasilitas Medik
13. Area Lainnya
Keterangan: * Beri tanda (V) pada kolom sesuai dengan kondisi
Catatan pemeriksaan:
……………………………………………………………………………………
Buku Panduan Skills Lab Blok 22 Kesper FK UNRI 2021
………………………………………………………………………………….. 29
Pemeriksaan Kelengkapan Obat-Obatan / P3K di Kapal
Nama kapal : GT :
Tanggal Periksa : FLAG :
Nama Nahkoda : CREW :
Keagenan/Owner : WILKER :
No Nama Obat / ALKES Ada Tidak EXP Ket
I. Obat Dalam / Dimakan
a Obat cuci perut / laxantia (Dulcolax, Broklak, dll)
b Obat panas / anti piretik (Paracetamol,Panadol)
c Obat anti nyeri /analgetik (Antalgin,Asam mefenamat)
d Obat batuk kering /antitusif (Dextromethorfan Hbr,dll)
e Obat batuk berdahak /expectorant (OBH syrup,dll)
f Obat lambung (Antasida,Promag,Cimetidin,Ranitidin)
g Obat anti diare/menceret (Norit,New Diatab,dll)
h Obat anti alergi (CTM,Loratidine,Cyproheptadine,dll)
i Obat anti infeksi (Amoxilin,Trisulfa,Cyprofloxacin,dll)
j Obat anti spasme (Papaverin,Spasimal,dll)
k Obat anti asma (Asmasoho,Salbutamol,dll)
l Obat anri rematik (Neo Rheumacyl,Voltadex,dll)
II. Obat Luar
a Obat mata (Kemicetin,Visine,Insto Boor Water,dll)
b Obat luka (Betadine,Rivanol,Alkohol 70%,dll)
c Obat mulut (Borax Gliserin,dll)
d Obat tetes telingan (Earlamycetin,dll)
e Obat gosok untuk nyeri (Balsem,Rheumason,dll)
f Obat luka luar (Levvertant, Burnazin,Biplacenton,dll)
III Alat Medis
a Arteri klem
b Gunting medis
c Hansaplast
d Nierbeken
e Kain segitiga
30
f Kapas
No Nama Obat / ALKES Ada Tidak EXP Ket
g Kassa steril / kassa gulung
h Peniti
i Plester gulung
j Sarung tangan
……………………………. ………………………………..
31
SKILL LAB 2. KEKARANTINAAN KAPAL LAUT
Landasan Teori
Tugas dan fungsi bidang Pengendalian Karantina dan Surveilans
epidemiologi, mengacu pada Undang-undang tentang karantina laut,
tanggal 13 Desember 1961.
Pasal 11
Bidang Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan dan evaluasi serta penyusunan laporan dibidang
kekarantinaan, surveilans epidemiologi penyakit dan penyakit potensial wabah
dan muatannya, lalu lintas OMKABA, jejaring kerja, kemitraan, kajian, serta
pengembangan teknokogi, pendidikan dan pelatihan bidang ke karantinaan di
wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Bidang
Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi menyelenggarakan fungsi:
a. Kekarantinaan surveilans epidemiologi penyakit dan penyakit potensial
wabah serta penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali;
b. Kesiapsiagaan, pengkajian, serta advokasi penanggulangan KLB dan ben-
cana/Pasca bencana bidang kesehatan;
c. Pengawasan lalu lintas OMKABA ekspor dan impor serta alat angkut,
termasuk muatannya;
d. Kajian dan diserminasi informasi kekarantinaan di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
e. Pendidikan dan pelatihan bidang kekarantinaan;
f. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kekarantinaan;
g. Pelaksanaan pengembangan teknologi bidang kekarantinaan di wilayah
kerja bandara, pelabuhan, dan lintas barat darat negara;
h. Penyusunan laporan bidang pengendalian karantina dan surveilans
epidemiologi.
33
LANDASAN TEORI
Dasar hukum :
Soal karantina laut sehingga sekarang diatur oleh "Quarantaine
Ordonnantie" (Staasblad No. 277 tahun 1911), yang perlu diganti dengan
Peraturan perundang-undangan baru, sesuai dengan jiwa Undang-undang
Pokok Kesehatan, yang menghendaki supaya peraturan-peraturan perundangan
lama segera dapat dicabut.
Berhubung dengan perkembangan lalu lintas, laut yang makin ramai dan
adanya wabah-wabah dinegara-negara sekeliling Indonesia atau adanya wabah
disalah satu pulau, perlu karantina ini segera diatur sebaik-baiknya. Sebagai
pedoman tehnis dipergunakan "International Sanitary Regulations" (I.S.R.) dari
Organisasi Kesehatan Sedunia karena undang-undang kita harus pula sesuai
dengan ukuran-ukuran internasional.
- Pasal 5 ayat (1) & pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
- Undang-undang pokok kesehatan (Undang-Undang no 9,1960 – lembaran
negara 1960 no 131, telah diganti Undang-Undang no 23 tahun 1992 tentang
kesehatan.
- Dalam Undang-Undang no 6 tahun 1962 tentang wabah, telah diganti Undang
- Undang no 4, tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
- Pasal 3 Undang-undang no 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular,
menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan
wabah.
- Permenkes NO 560 / Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis-jenis penyakit
tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporan dan
tata cara penanggulangan seperlunya (18 jenis penyakit).
1. Kholera 7. Influenza 13. Polio
2. Demam kuning 8. Tifus perut 14. Pertussis
3. Tifus bercak wabah 9. Encephalitis 15. Malaria
4. Campak 10. Pes 16 Hepatitis
5. Difteri 11. Demam bolak-balik 17. Meningitis
6. Rabies 12. DHF 18. Antrax
19. SARS. Kepmenkes no 424/Menkes/SK/IV/ 2003 tentang penetapan severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS) sebagai penyakit yang dapat
menimbulkan wabah (sebagimana diubah dengan Kepmenkes no 514/
Menkles/SK/IV 2003 à lampiran E tentang Rumahs sakit rujukan.
Pasal 17.
Tiap kapal harus memiliki surat keterangan hapus-tikus/atau surat keterangan
bebas hapus-tikus; bentuk dan isi surat keterangan tersebut ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.
Pasal 18.
Dokumen-dokumen tersebut dalam pasal 15, 16 dan 17 tentang bentuk dan
isinya disesuaikan dengan bentuk-bentuk yang dilampirkan pada "International
Sanitary Regulations 1951".
Pasal 19.
Kapal yang berbendera Indonesia dan kapal yang melakukan pelayaran pantai
di dalam wilayah Indonesia, harus mempunyai suatu buku kesehatan, yang
bentuk dan isinya ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 20.
(1) Tiap kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina.
(2) Tiap kapal yang datang dari suatu pelabuhan dan/atau daerah wilayah
Indonesia yang ditetapkan terjangkit suatu penyakit karantina berada
dalam karantina.
(3) Tiap kapal yang mengambil penumpang dan/atau muatan dari kapal yang
disebut dalam ayat (1) dan (2) berada dalam karantina.
(4) Kapal yang disebut pada ayat (1), (2) dan (3) baru bebas dari karantina,
bila telah mendapat surat izin karantina.
Pasal 21.
Nakhoda kapal yang dalam karantina dilarang menurunkan atau menaikkan
orang barang, tanaman dan hewan, sebelum memperoleh surat izin karantina.
Pasal 22.
Nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh suatu izin atau
memberitahukan suatu keadaan dikapal dengan memakai isyarat sebagai
berikut :
Malam hari.
Lampu merah diatas lampu putih dengan jarak maximum 1,80 meter : saya
belum mendapat izin karantina.
Pasal 23.
(1) Izin lepas karantina diberikan oleh dokter pelabuhan setelah dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan dan terdapat bahwa kapal itu sehat atau kalau
segala tindakan yang dianggap perlu oleh dokter pelabuhan telah selesai
dilakukan.
(2) Jika kepada suatu kapal tidak dapat diberikan izin lepas karantina, tetapi
dokter pelabuhan berpendapat bahwa bahaya kemasukan serangga
suatu penyakit karantina tidak seberapa membahayakan, maka dokter
pelabuhan dapat memberikan izin terbatas karantina kepada kapal yang
bersangkutan untuk jangka waktu yang tertentu.
(3) Jika dalam waktu berlakunya izin lepas dan/atau izin lepas terbatas
karantina timbul suatu kematian atau penyakit karena suatu penyakit
karantina, izin yang dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) tidak berlaku lagi.
Dalam hal itu kapal menuju kesuatu pelabuhan karantina untuk mendapat
tindakan-tindakan karantina yang diperlukan.
Pasal 24.
(1) Untuk kapal yang datang dari luar negeri dan akan singgah di suatu
pelabuhan bukan pelabuhan karantina dan untuk kapal yang mempunyai
pelayaran tertentu antar luar negeri dan pelabuhan-pelabuhan Indonesia
bukan pelabuhan karantina oleh Menteri Kesehatan dapat diberikan surat
izin sementara karantina tanpa dibebaskan dari tindakan karantina.
(2) Surat izin yang dimaksudkan pada ayat (1) dapat diberikan atas
permintaan perusahaan pelayaran kapal tersebut yang bertempat
kedudukan di Indonesia atau mempunyai hubungan lalu-lintas pelayaran
tetap dengan tempat-tempat tertentu.
Pasal 25.
(1) Kepada kapal yang tidak mau tunduk pada peraturan karantina tidak
diberikan "izin karantina"; kepadanya diperintahkan supaya berangkat lagi
atas tanggungan sendiri dan tidak diizinkan memasuki pelabuhan lain di
Indonesia.
(2) Kapal tersebut pada ayat (1) diizinkan mengambil bahan bakar, air dan
bahan makanan di bawah pengawasan dokter pelabuhan.
(3) Kapal yang tersebut pada ayat (1) yang terjangkit demam kuning
terhadapnya dilakukan tindakan karantina.
Pasal 27.
(1) Pada waktu tiba dipelabuhan nakhoda kapal menyediakan dokumen-
dokumen sebagai berikut :
a. keterangan kesehatan maritim;
b. keterangan hapus-tikus, atau bebas hapus-tikus yang berlaku;
c. sertipikat-sertipikat vaksinasi;
d. buku kesehatan sekedar mengenai kapal-kapal yang dimaksud dalam
pasal 19.
(2) Dokter pelabuhan dapat memeriksa daftar penumpang, awak kapal dan
muatan.
c. Tindakan-tindakan lain.
Pasal 29.
(1) Tindakan karantina mencakup pemeriksaan kesehatan dan segala usaha
penyehatan terhadap kapal, bagasi, muatan barang, muatan hewan dan
muatan tanaman.
(2) Tindakan penyehatan terhadap bagasi dan muatan barang dilakukan, bila
hama penyakit karantina dan barang-barang tersebut akan diturunkan
dipelabuhan.
(3) Terhadap hewan, diturunkan atau tidak, atau dipindahkan kekapal lain
dilakukan usaha-usaha penyehatan, kalau dokter pelabuhan menganggap
perlu.
(4) Pelaksanaan tindakan penyehatan harus dilakukan secepat mungkin
dengan sedapat-dapatnya tidak menyebabkan kerusakan pada alat
pengangkutan dan muatan.
(5) Surat pos, buku-buku dan barang-barang cetakan lainnya dibebaskan dari
segala usaha penyehatan dimaksudkan pada ayat (1)dan ayat (2),
terkecuali paket yang dicurigakan.
I. Data Umum
Nama kapal : Nahkoda :
Bendera : GRT :
IMO : Agent :
Pelabuhan asal : Tujuan :
Tg. Labuh : Jam/lokasi :
Tg. Tambat : Jam/Lokasi :
Tg. Diperiksa :
Jmlh ABK WNA: person Penumpang WNA: person
WNI: person WNI: person
II. Data Khusus
A. Pelanggaran karantina
1. Isyarat karantina 2. Aktifitas diatas kapal
Pasang set diluar dam Ada bongkat muat sebelum penerbitan free pr
Pasang saat sandar Menaikkan/menurunkan orang sebelum free p
Tidak terpasang Tidak ada / N.A
No Jenis Dokumen Kondisi Keterangan
1 MDH Ada Tidak If no, specify
2 SSCEC/SSCC Ada Tidak Bila tidak
Terbit di : ada ada,alasannya…..
Tg terbit : If no,specify
Berlaku s.d :
3 Daftar ABK Ada Tidak If no, specify
4 Vaccination Ada Tidak If no, specify
5 Buku kuning (ICV) Ada Tidak Bila tidak
ada,alasannya….
Berlaku Tidak If no, specify
6 P3K/Medical Test Ada Tidak Bila tidak ada,
Terbit di : alasannya……
Tg terbit : Lengkap Tidak If no, specify
Berlaku s.d : lengkap
Mengatahui, Pekanbaru,
…………………………... …………………………….
42
SKILL LAB 3. EDUKASI KEPADA CALON PENUMPANG
44
Keterampilan komunikasi merupakan yang sangat penting dimiiki
oleh dokter yang dalam tugasnya akan melakukan kegiatan mengumpul-
kan informasi dari seseorang atau sekelompok orang. Dengan komu-
nikasi, yang dapat dilakukan dengan cepat, sederhana, murah,efektif,
akan diperoleh informasi yang akurat.
Banyak kelemahan hasil wawancara (interview) disebabkan ket-
erampilan komunikasi yang kurang memadai serta sikap sementara
pewawancara (interviewer) yang kurang memperhatikan aspek psikologi
responden (menempatkan responden sebagai subjek tapi sebagai objek
semata). Atas kenyataan tersebut diatas maka keterampilan komunikasi,
jelas akan sangat membantu kita dalam melakukan tugas-tugas sebagai
dokter.
Komunikasi sebagai garis besar adalah proses penyampain sinyal.
Ada beberapa macam komunikasi, tetapi pada kesempatan ini yang di-
maksud dengan komunikasi verbal dengan tujuan untuk:
Membangun sambung rasa antara dua pihak yang melakukan
komunikasi
Memperoleh informasi/ data dari seseorang atau sekelompok orang
(pada kegiatan wawancara)
Memberikan penerangan/penjelasan kepada seseorang (advis)
atau sekelompok orang (penyuluhan)
Etika komunikasi
1. Sebelum melakukan komunikasi, kita harus meminta izin dengan
mengucapkan salam.
2. Usahakan agar kunjungan dapat diatur sedemikian rupa sehingga
responden ada waktu kita melakukan edukasi.
3. Pada waktu melaksanakan edukasi mulailah dengan memperkenal-
kan diri dan menjelaskan maksud kedatangan kita. Bila perlu tun-
jukkan surat tugas/tanda pengenal.
4. Minatalah waktu dan perkirakan waktu yang diperlukan. Jika re-
sponden menolak carilah alternative(responden pengganti)
45
5. Sebelum melakukan edukasi beri penjelasan tentang pentingnya
informasi yang akan disampaikan dan yakinkan bahwa ke-
rahasiaan data yang diperoleh dari mereka.
6. Tegaskan bahwa keterangan-keterangan yang diberikan akan di-
pergunakan untuk keperluan responden.
7. Kerjasama dengan responden perlu diperhatikan sehingga tidak
segan-segan untuk menjawab pertanyan-pertanyaan dengan te-
pat.
8. Tunjukkan sikap ramah, sopan santun, dan sabar.
9. Dalam melaksanakan edukasi kita akan menemui berbagai sikap
responden, ada yang senang dan ragu-ragu.
10. Jika responden membelokkan percapakan kembalikan pembic-
araan awal kearah tujuan dan usahakan untuk menjelaskan
dengan tepat.
11. Jangan memberikan tanggapan dan komentar yang tidak baik ter-
hadap jawaban yang diberikan atau hilang kesabaran.
12. Bersabar atas sikap ingin tahu mereka, dan jawablah pertanyaan
mereka dengan tepat dan jelas.
13. Diakhir edukasi ucapkan terimakasih atas waktunya dan ucapkan
salam.
46
Checklist Penilaian Komunikasi/ Edukasi
NILAI
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Penampilan
Berpenampilan sederhana, rapi, dan bersih
2. Awal edukasi
Mengucapkan salam
Memperkenalkan diri
Menjelaskan maksud edukasi
(Bila perlu tunjukkan surat tugas/tanda pengenal)
Meminta waktu kepada penumpang dan memberi prakiraan
waktu yang diperlukan edukasi
Sebelum melakukan edukasi menjelaskan dulu tentang pent-
ingnya edukasi yang akan diberikan
Meyakinkan penumpang mengenai kerahasiaan data yang
diperoleh
Menjalin kerjasama dengan penumpang
3. Proses edukasi
Memakai Bahasa (verbal/nonverbal) yang sesuai antara
keadaan pemberi edukasi dengan penumpang
Memperlihatkan wajah yang ramah, sikap sopan santun
Menciptakan suasana yang santai dan menyenangkan
Memberikan edukasi yang jelas, singkat dan lugas
Menanyakan pemahaman dengan apa yang sudah disam-
paikan dengan cross check untuk meyakinkan bahwa infor-
masi yang disampaikan sudah jelas
Memperhatikan lamanya edukasi
Membuat catatan hasil edukasi
4. Pada akhir edukasi
Menyatakan terimakasih atas waktunya
Mengucapkan salam perpisahan
47
DAFTAR INSTRUKTUR
No Nama Kelompok
2 Dr.Suyanto,MPH,PhD 2
6 dr.Huriatul Masdar,M.Sc 6
7 dr.Eka Bebasari,M.Sc 7
9 dr.Nurhasanah,Sp.GK 9
11 dr. Zulharman,M.Med Ed 11
13 dr .Inayah M.Sc 13
14 dr.Yulia Wardhani,Sp.M 14
51