Anda di halaman 1dari 35

MODUL KETERAMPILAN KLINIK

BLOK SISTEM DERMATOLOGI & MUSKULOSKELETAL

EDITOR

Adi Muradi Muhar


Bambang Prayugo
Cut Putri Hazlianda
Deny Rifsal Siregar
Dina Arwina Dalimunthe
Dwi Rita Anggraini
Erjan Fikri
M. Pahala Harahap
Oke Rina Rahmayani
Ramona Dumasari Lubis
Ronald Sitohang
Sri Amelia
Yudha Sudewo

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

0
MODUL KETERAMPILAN KLINIK BLOK SISTEM DERMATOLOGI &
MUSKULOSKELETAL

I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan pemetaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi FK USU, kegiatan
Clinical Sklills Lab untuk mahasiswa semester IV dilaksanakan pada blok Sistem
Dermatologi & Muskuloskeletal, Sistem Kardiovaskuler dan Sistem Respiratori.
Salah satu keterampilan klinik yang menjadi kompetensi seorang dokter sesuai
dengan KIPDI III adalah keterampilan klinik yang akan diajarkan pada blok Sistem
Dermatologi & Muskuloskeletal ini. Kepada mahasiswa semester IV akan diajarkan 4
jenis ketrampilan klinis pada blok Sistem Dermatologi & Muskuloskeletal.
Keterampilan klinik yang akan diajarkan pada mahasiswa adalah keterampilan untuk
melakukan :
1. Komunikasi Dokter-Pasien (History Taking) Kelainan Kulit
2. Tindakan Aseptik/Antiseptik & Prosedur Penyuntikan Intra Muscular (IM)
3. Bandaging dan Splinting
4. Pengenalan Alat Bedah Minor, Penatalaksanaan Awal Luka Robek dan Teknik
Penjahitan Luka 

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM


Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Sistem Dermatologi &
Muskuloskeletal ini, mahasiswa dapat terampil melakukan Komunikasi Dokter-
Pasien Komunikasi Dokter-Pasien (History Taking) Kelainan Kulit, Tindakan
Aseptik/Antiseptik & Prosedur Penyuntikan Intra Muskular (IM), Bandaging dan
Splinting, Pengenalan Alat Bedah Minor, Penatalaksanaan Awal Luka Robek dan
Teknik Penjahitan Luka. 

II.2. TUJUAN KHUSUS


2.2.1. Komunikasi Dokter-Pasien (History Taking) Kelainan Kulit
2.2.2. Tindakan Aseptik/Antiseptik & Prosedur Penyuntikan Intra Muscular (IM)
2.2.3. Bandaging dan Splinting
2.2.4. Pengenalan Alat Bedah Minor, Penatalaksanaan Awal Luka Robek dan
Teknik Penjahitan Luka 

1
SL. IV. DMS. 1
KETERAMPILAN KLINIK KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN
(HISTORY TAKING) KELAINAN KULIT

I. PENDAHULUAN

Pada minggu pertama ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan


komunikasi dokter-pasien (history taking) untuk penyakit-penyakit kulit.

Aturan-aturan dalam history taking dan penyusunan riwayat perjalanan penyakit:


- Bahasa yang digunakan adalah memakai bahasa yang sederhana (bahasa pasien),
singkat, jelas, tepat, padat (jangan ada data yang tidak dicantumkan namun selektif
mendengar keluhan-keluhan pasien).
- Keluhan utama adalah keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat (hanya
satu keluhan saja) sedangkan keluhan yang lain merupakan keluhan tambahan.
- Keluhan objektif adalah keluhan yang saat ini terlihat nyata pada tubuh pasien
dengan bahasa yang digunakan oleh pasien.
- Persamaannya dengan lesi / ruam kulit sesuai dengan kriteria Domonkos dan dilihat
juga mana yang lebih dominan. Misalnya pada pasien varicella (cacar air) yang
terlihat vesikel dalam bahasa pasien pada kriteria Domonkos tertulis gelembung
berisi cairan.
- bintik (makula milier, purpura, eritem)
- bercak (makula. Purpura, eritem)
- bintil (papel, vegetasi, komedo)
- bentol (urtika)
- benjolan/tumor (nodul, tumor, kista)
- gelembung berisi cairan (vesikel, bula)
- gelembung berisi nanah /bisul (pustula)
- bisul (abses)
- sisik (skuama)
- keropeng (krusta)
- lecet (erosi, ekskoriasi)
- borok (ulkus)
- koreng (krusta, ulkus)
- kudis (papel, krusta, ulkus tergantung kasus: prurigo, skabies, insect bite)
- parut (sikatriks)
- penebalan kulit (plak, likenifikasi, keratosis)
- Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien. Terdapat dalam
kriteria Domonkos, misalnya rasa gatal, rasa panas, rasa dingin, rasa sakit dan lain-
lain.
- gatal (paling sering)
- panas (rasa terbakar)
- dingin (rasa geli)
- mencucuk
- menyengat
- menjalar
- sakit/nyeri/mendenyut
- kebas/semut-semutan
- kurang berasa
- kepekaan kulit berlebihan
- tidak berasa
- Garis-garis petunjuk pada riwayat perjalanan penyakit menunjukkan kronologis
waktu.

2
- Satu alinea diselesaikan secara rinci dengan manipulasinya dan akibatnya
disusun dalam kalimat yang singkat tetapi tidak terpisah-pisah.
Misalnya tiga bulan yang lalu timbul; bintil-bintil kemerahan disertai rasa gatal di
kedua tungkai bawah oleh pasien diberi Kalpanax, penyakit tidak sembuh, malah
timbul pembengkakan.
- Apabila satu lesi/ruam mengalami perluasan atau timbul di bagian lain dibuat di
alinea ke 2, rincian pertama tidak perlu diulang.
- Jarak waktu (urutan kejadian) tidak boleh terlalu lama (kelang beberapa bulan/
minggu/hari)
- Anamnesis harus terarah pada diagnosis banding.

II. TUJUAN KEGIATAN


II.1. TUJUAN UMUM
Setelah selesai melakukan latihan komunikasi dokter-pasien (history taking)
ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan teknik komunikasi yang benar
pada penderita kelainan kulit.

II.2. TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu :
1. Menerapkan teknik komunikasi dokter-pasien (history taking) dan
berperilaku yang sesuai dengan sosio-budaya.
2. Menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan.
3. Mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, iklim,
makanan dan obat-obatan.
4. Mendapatkan riwayat penyakit keluarga berupa penyakit keturunan atau
anggota keluarga sebagai sumber penularan.
5. Mendapatkan riwayat penyakit kulit terdahulu, kekambuhan atau penyakit
lain yang ada hubungannya dengan penyakit kulit sekarang.

III. RUJUKAN
1. Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structure of skin lesions and fundamentals of
clinical diagnosis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchesrt BA, Paller AS, Leffell
DJ, Wolff Klaus, editor. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8 th Ed.
New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2012.p.26-42.

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Pensil/pulpen.
2. Formulir history taking.
3. Pasien simulasi (SP).

V. KASUS SIMULASI KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN (HISTORY TAKING)


PADA SKABIES
Anak laki-laki, umur 15 tahun dibawa oleh ibunya ke Puskesmas dengan keluhan
gatal-gatal dan sangat gatal terutama pada malam hari.Bintil-bintil merah serta bekas
garukan ditemukan pada kedua tangan dan sejak 2 minggu ini hal yang sama
ditemukan di daerah bokong. Anak tersebut tinggal di asrama sekolah dan di antara
temannya ada yang menderita penyakit yang sama.

3
VI. TEKNIK PELAKSANAAN
I. PERKENALAN
1. Menyapa pasien dengan ramah dan sopan dan memperkenalkan diri.
2. Mempersilahkan pasien duduk
3. Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat status perkawinan

II. MENANYAKAN KELUHAN


1. Lakukan observasi : ketika pasien masuk ruang periksa, perhatikan cara
berjalan, penampilan wajah, kelainan-kelainan yang mungkin terlihat pada
daerah kulit yang tidak tertutup.
2. Tanyakan keluhan utama :
- Rasa gatal, nyeri, rasa panas ?
- Kapan rasa tersebut dialami ?
- Apakah ada lesi/ruam yang timbul ?
- Di bagian mana dari tubuh ?
- Menyebar ke bagian tubuh mana saja ?
- Sudah diobati atau belum (bagaimana hasilnya berkurang atau bertambah)?
3. Tanyakan hal-hal yang berhubungan dengan :
- Pekerjaan
- Hobby/Kebiasaan
- Iklim/Cuaca
- Makanan
- Obat-obatan
4. Tanyakan :
- Riwayat penyakit keluarga / keturunan
- Keluarga sebagai sumber penularan
- Teman sebagai sumber penularan
5. Tanyakan :
- Riwayat penyakit kulit terdahulu yang mungkin berulang
- Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit kulit yang sekarang.

III. DOKUMENTASI :
1. Catat hasil komunikasi dalam formulir history taking
2. Jelaskan anjuran selanjutnya.

VII. LEMBAR PENGAMATAN KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN (HISTORY


TAKING) PADA PENYAKIT KULIT

NO LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
YA TIDAK
I. OBSERVASI
Melakukan observasi: ketika pasien masuk ruang periksa perhatikan
cara berjalan, penampilan wajah, kelainan-kelainan yang mungkin
terlihat pada daerah kulit yang tidak tertutup
II. PERKENALAN
Menyapa pasien dengan ramah, sopan dan mempersilahkan pasien
duduk serta memperkenalkan diri.
Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat, status perkawinan
III. MENANYAKAN KELUHAN
Menanyakan keluhan utama :

4
- Apakah ada lesi/ruam yang timbul?
- Apakah ada rasa gatal, nyeri, rasa panas?
- Di bagian mana dari tubuh?
- Kapan rasa tersebut dialami?
- Menyebar ke bagian tubuh mana saja?
- Sudah diobati atau belum (bagaimana hasilnya berkurang
atau bertambah atau tidak ada perubahan)?
2. Menanyakan apakah keluhan tesebut berhubungan dengan hal-hal:
- Pekerjaan
- Hobi/Kebiasaan
- Iklim/Cuaca
- Makanan
- Obat-obatan
3. Menanyakan apakah keluhan tesebut berhubungan dengan:
- Riwayat penyakit keluarga/keturunan
- Keluarga sebagai sumber penularan
- Teman sebagai sumber penularan
4. Menanyakan apakah keluhan tesebut berhubungan dengan:
- Riwayat penyakit kulit terdahulu yang mungkin berulang
- Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit kulit
yang sekarang.
IV. DOKUMENTASI
1. Mencatat hasil komunikasi dalam lembar pengamatan komunikasi
dokter-pasien (history taking)
2. Menjelaskan anjuran selanjutnya

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

Lampiran 1

5
STATUS HISTORY TAKING PENDERITA PENYAKIT KULIT
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU – RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
Tanggal:..........................
No. MR:..........................

I. IDENTIFIKASI
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Bangsa / Suku :
Agama :
Pekerjaan :
Kegemaran :
Alamat :

II. ANAMNESIS (Auto Anamnesis, Allo Anamnesis)

Keluhan Utama :

Keluhan Tambahan :

Riwayat Perjalanan Penyakit :


-
-
-
-

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat Penyakit Terdahulu:

SL. IV. DMS. 2

6
KETERAMPILAN KLINIK TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS
DAN PROSEDUR PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR (IM)
Ronald Sitohang

I. PENDAHULUAN
TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS
Secara harfiah istilah asepsis berarti suatu keadaan bebas hama sedangkan antisepsis
adalah tindakan untuk membebashamakan suatu bahan, alat ataupun ruangan untuk
mencegah sepsis. Tindakan asepsis dan antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya penularan kuman penyakit (mikroorganisma
patogen) diantara penderita, tenaga medis dan lingkungan sekitar. Kuman penyakit yang
berasal dari lingkungan rumah sakit, melalui berbagai cara seperti: suntikan/
pemasangan infus, pemasangan kateter urine, luka operasi dan lain-lain dapat
menginfeksi penderita sehingga menimbulkan sepsis yang sering berakibat fatal (infeksi
nosokomial). Infeksi nosokomial lebih sulit diatasi karena kuman penyebabnya telah
resisten terhadap berbagai macam sediaan antibiotika.
Melakukan tindakan asepsis dan antisepsis adalah merupakan keterampilan dasar
yang harus dikuasai oleh setiap tenaga medis karena tindakan ini tidak hanya dapat
mencegah penularan penyakit dari pasien ke tenaga medis namun juga sebaliknya.
Keterampilan dasar ini berupa : pencucian tangan rutin (routine hand washing) dan
pemakaian sarung tangan steril secara terbuka (open donning). Pencucian tangan untuk
mencegah penularan kuman pertama kali dikemukakan oleh Ignaz Philipp Semmelweis,
obstetrikus dari Vienna pada tahun 1861 berdasarkan pengamatannya pada ibu-ibu
melahirkan yang sering mengalami sepsis puerperalis. Pada tahun 1885 William S.
Halsted dari Amerika Serikat memperkenalkan pemakaian sarung tangan steril untuk
mengurangi kemungkinan kontak kuman patogen dengan luka operasi.
Khusus dalam pembedahan, penerapan teknik asepsis dan antisepsis ditujukan pada
3 komponen yaitu : (1) Ruang bedah / kamar operasi, (2) Tenaga medis yang
melaksanakan pembedahan dan (3) Penderita sendiri. Komponen ruang bedah meliputi
ruang tempat pembedahan dilaksanakan beserta seluruh alat-alat bedah (instrumen) yang
dipakai dalam pembedahan. Terhadap ruangan dilakukan pembersihan secara periodik
misalnya mengepel lantai dengan desinfektan setiap kali selesai operasi dan
menyinarinya dengan sinar ultraviolet jika ruangan tidak digunakan. Sedangkan
terhadap alat-alat bedah dan berbagai macam linen penutup (drape) serta jas / jubah
operasi dilakukan sterilisasi dengan pemanasan.
Tenaga medis yang melaksanakan pembedahan harus: (1) Mengganti pakaian
luarnya dengan pakaian kamar bedah, (2) Memakai topi, masker dan alas kaki, (3)
Melakukan pencucian tangan khusus (special hand washing), (4) Memakai jas / jubah
operasi yang steril dan (5) Memakai sarung tangan steril secara tertutup. Kepada
penderita yang akan dioperasi dilakukan desinfeksi lapangan operasi serta menutup
seluruh permukaan tubuh dengan linen penutup steril kecuali lapangan operasi.

PROSEDUR PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR (IM)

Dalam menjalankan praktek kedokteran kita akan selalu berhubungan dengan


pekerjaan suntik menyuntik oleh karena penyuntikan (injeksi) merupakan salah satu cara
pemberian obat-obatan ke dalam tubuh penderita yang membutuhkan obat-obatan
tertentu sesuai indikasinya. Pemberian obat melalui suntikan disebut pemberian
parenteral, khusus bagi sediaan berbentuk cair. Di samping itu obat-obatan dapat pula
diberi dengan cara menelan melalui mulut (peroral) bagi sediaan berbentuk padat dan
cair, menghirup melalui pernafasan (inhalasi) bagi sediaan berbentuk gas dan mengoles
pada permukaan tubuh (topikal) bagi sediaan berbentuk pasta / salep atau cair.
Pemberian obat secara suntikan dapat dilakukan melalui vena (Intravena/IV), ke
dalam otot (Intramuskular/IM), ke bawah kulit (Subkutan/SK), ke dalam kulit

7
(Intrakutan/IK) dan ke dalam ruang subaraknoid spinal (Intratekal). Keuntungan
pemberian obat secara suntikan ini antara lain adalah : efeknya timbul lebih cepat, dapat
diberikan pada penderita tidak sadar atau muntah-muntah dan sangat berguna dalam
keadaan darurat. Suntikan IV dilakukan bila diperlukan efek (onset of action) yang cepat
seperti pada keadaan life-threatening yang mengancam nyawa. Obat-obatan yang sangat
mengiritasi jaringan sebaiknya diberikan melalui IV. Obat-obatan yang diberikan lewat
suntikan IM mempunyai onset of action lebih lama dibanding IV dan lebih cepat
dibanding SK. Suntikan IM dapat menampung sampai 3 ml cairan obat pada orang
dewasa dan menjadi cara pilihan untuk obat-obatan yang mengiritasi jaringan subkutis.
Onset of action obat-obatan lewat suntikan SK kurang lebih 30 menit dan hampir
seluruhnya diserap dari jaringan. Suntikan IK hanya untuk pemberian obat-obatan dalam
volume kecil misalnya 0,1 ml lazimnya untuk tes alergi, tuberkulin dan vaksinasi.
Suntikan intramuskular dapat dilakukan di beberapa tempat pada tubuh seperti
muskulus deltoideus di daerah lateral atas lengan atas, muskulus rektus femoris /
muskulus vastus lateralis di daerah depan / lateral paha dan muskulus gluteus di daerah
bokong. Khusus di daerah bokong, suntikan intramuskular dapat diberikan dorsogluteal
dan ventrogluteal. Tempat penyuntikan dorsogluteal ditentukan dengan cara menarik
garis maya dari trokanter mayoros femur di lateral bawah ke spina iliaka posterior
superior (SIPS) di medial atas. Daerah lateral dan superior garis ini merupakan lokasi
penyuntikan (Gambar 1). Tempat penyuntikan ventrogluteal ditentukan sebagai berikut:
ujung jari telunjuk tangan kiri di taruh di atas spina iliaka anterior superior (SIAS)
kananpenderita atau sebaliknya memakai tangan kanan ke SIAS kiri penderita. Lalu jari
tengah di gerakkan secara maksimal ke dorsal sampai teraba krista iliaka. Daerah
segitiga yang dibentuk oleh jari telunjuk, jari tengah dan krista iliaka merupakan lokasi
penyuntikan (Gambar 2). Pada skills lab ini dipilih penyuntikan intramuskular
dorsogluteal.

Gambar 1. Lokasi penyuntikan IM Gambar 2. Lokasi penyuntikanIM


dorsoglutealventrogluteal

Sebenarnya alat suntik terdiri dari 2 bagian yaitu (1) Syringe (Semprit, Spuit) yang
berfungsi sebagai penampung obat cairan sebelum disuntikkan ke dalam tubuh dan
(2) Needle (Jarum suntik) yakni bagian yang akan dimasukkan ke dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi dalam pengertian sehari-hari bila disebut syringe sudah termasuk dengan
jarumnya. Dikenal 3 jenis syringe yaitu (1) Standard Hypodermic Syringe (Semprit
biasa) : paling banyak digunakan, volume 2-3 ml dengan ukuran skala sampai 0,1 ml,
(2) Insulin Syringe (Semprit insulin): untuk pemberian insulin dan mempunyai 100 skala
kalibrasi untuk 100 Unit insulin dan (3) Tuberkulin Syringe(Semprit tuberkulin) : untuk
pemberian tuberkulin dan mempunyai volume 1 ml dengan skala 0,01 sampai 0,1 ml.
Jenis syringe ini dapat juga dipakai untuk pemberian obat-obatan selain tuberkulin.
Syringe (semprit) masih terdiri dari beberapa bagian yaitu (a) Tip : untuk tempat
menyambungkan jarum, (b) Silinder (Barrel): bagian untuk tempat menampung obat-
obatan cair serta mempunyai skala dan (c) Piston (Plunger) : merupakan bagian yang
dapat digerakkan maju mundur (Gambar 3). Needle (jarum suntik) terdiri dari (a) Hub :

8
bagian pangkal yang akan disambungkan dengan tip dari syringe, (b) Shaft : badan
jarum berbentuk lurus terbuat dari metal dan (c) Bevel : bagian runcing yang merupakan
ujung jarum (Gambar 4). Shaft bervariasi dalam panjang dan diameter dimana panjang
diukur dalam satuan inch (0,25 - 5inch) sedangkan diameter dalam satuan Gauge
(14-27G)

Gambar 3. Bagian-bagian Syringe Gambar 4. Bagian-bagian Needle

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1 TUJUAN UMUM


Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan tindakan
asepsis dan antisepsis sederhana serta memahami berbagai aspek tentang
penyuntikan dan melakukan penyuntikan intramuskular.

II.2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Melakukan teknik cuci tangan yang benar.
2. Melakukan pemakaian sarung tangan steril.
3. Melakukan penyuntikan intramuskular pada penderita secara
baik dan benar.

III. RUJUKAN
1. A. Summar Y. WHO Guidelines On Hand Hygiene In Health Care (Advanced
Draft).Geneva: World Health Organization, 2005.
2. Beilman, Greg J. Surgical Infection in Schwartz’s Principles of Surgery. Ed. 9.
New York : McGraw Hill Medical, 2010.
3. Nealon, Thomas F Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W.
B. Saunders Company, 1996.
4. Ganiswara, S. G. Farmakologi dan Terapi. Ed.4.
Jakarta : Bagian Farmakologi FK-UI, 1995.
5. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan
Kedokteran. Jakarta : Penerbit Pribadi, 1985.
6. Kozier, B., Erb, G. Fundamental of Nursing. Ed.2.
Massachusetts : Addison-Wesley Publishing Company, 1983.
7. Smith, S., Duell, D. Clinical Nursing Skills. Ed.1. Los
Altos : National Nursing Review Inc., 1985.

IV. PERALATAN DAN BAHAN


Tindakan asepsis dan antisepsis

9
1. Air yang mengalir (wastafel)
2. Sabun (cair, bubuk atau batangan)
3. Kain lap bersih
4. Sarung tangan steril sesuai ukuran (dibawa oleh
mahasiswa)
5. Pemotong kuku (nail cutter)

Penyuntikan intramuskular
1. Tempat tidur pasien 1 Buah
2. Obat yang akan disuntikkan 1 Vial
3. Syringe 3ml/5ml 1 buah
4. Kapas alkohol 70 % Secukupnya
5. Manikin 1 Buah

V. TEKNIK PELAKSANAAN
1. TEKNIK CUCI TANGAN
1. Pendekkan kuku dan lepaskan perhiasan (cincin, gelang serta jam tangan)
2. Basahkan kedua tangan dengan air mengalir.
3. Tuangkan sabun secukupnya pada telapak tangan.
4. Gosokkan secara merata pada kedua telapak tangan.
5. Gosokkan telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri dan sela jari secara
berulang, lalu lakukan hal yang sama pada punggung tangan kanan.
6. Gosokkan kedua telapak tangan dansela jari secara berulang.
7. Gosokkan kuku jari 2-5 ke telapak tangan berlawanan berulang-ulang seperti
gerakan mengunci.
8. Gosok ibu jari tangan kanan dengan menggenggamnya dengan tangan kiri
berulang-ulang dan sebaliknya.
9. Gosokkan seluruh ujung jari tangan kanan ke telapak tangan kiri berulang-ulang
dan hal yang sama dilakukan untuk ujung jari tangan kiri.
10. Bilas kedua tangan pada air yang mengalir.
11. Keringkan tangan menggunakan kain lap bersih.
12. Matikan kran air dengan tangan dilapisi kain lap.
13. Letakkan kain lap pada tempatnya.

2. TEKNIK PEMAKAIAN SARUNG TANGAN STERIL

10
(Open Donning/ Sarung tangan terbuka)
1. Buka sampul pembungkus dalam yang steril setelah asisten membuka
sampul pembungkus luar sarung tangan dan paparkan di atas meja serta
perhatikan tanda sarung tangan kanan (R) dan kiri (L).

2. Ambil sarung tangan kanan (R) menggunakan tangan kiri dengan


memegangnya pada pangkallipatan tanpa membuka lipatannya.
3. Masukkan tangan kanan hingga seluruh jari tepat masuk kedalam sarung
yang sesuai (Tangan kiri yang telanjang hanya boleh menyentuh sisi dalam
lipatan sarung tangan !).

4. Selipkan ujung jari tangan kanan diantara lipatan sarung tangan kiri lalu
masukkan tangan kiri kedalam sarung tangan kiri hingga seluruh jari tepat
masuk ke dalam sarung yang sesuai.

5. Buka lipatan sarung tangan hingga menutupi pergelangan tangan kanan dan
kiri( Pastikan sarung tangan tidak menyentuh lengan atau pergelangan
tangan yang telanjang ! ).

11
3. PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR DI BOKONG
1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan penyuntikan.
2. Perkenalkan diri dan jelaskan tindakan yang akan dilakukan serta meminta
persetujuan kepada pasien (informed consent).
3. Posisikan penderita dalam keadaan telungkup.
4. Isikan obat yang akan disuntikkan ke dalam syringe.
5. Tentukan lokasi penyuntikan di daerah bokong dengan cara menarik garis maya
dari trokanter mayor (lateral bawah) ke spina iliaka posterior superior (medial
atas). Daerah lateral dan superior garis maya merupakan lokasi penyuntikan.
6. Bersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol 70% dengan cara
menggerakkannya secara sirkuler dari dalam ke luar.
7. Tusukkan jarum syringe dengan sudut 90 sampai ke dalam otot (setelah melalui
fasia) lalu tarik piston untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap.
8. Tekan piston secara perlahan sampai silinder kosong.
9. Tarik jarum dengan cepat lalu usap lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol
70%.
10. Lakukan pencatatan meliputi: tanggal/jam pemberian, nama dan dosis obat, nama
dokter/paraf.

VI. LEMBAR PENGAMATAN TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS &


PROSEDUR PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR (IM)
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS
I. MEMPERSIAPKAN ALAT DAN BAHAN
1. Air yang mengalir (wastafel)
4. Sabun (cair, bubuk atau batangan)
5. Kain lap bersih
6. Pemotong kuku (nail cutter)
7. Sarung tangan steril sesuai ukuran
8. Alat bedah minor
II. TEKNIK PENCUCIAN TANGAN
1. Memendekkan kuku dan membuka perhiasan (cincin, gelang
dan jam tangan)
2. Membasahi kedua tangan dengan air mengalir
3. Menuangkan sabun secukupnya pada telapak tangan
4. Menggosok secara merata pada kedua telapak tangan
5. Menggosok telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri
dan sela jari secara berulang, lalu lakukan hal yang sama
pada punggung tangan kanan
6. Menggosok kedua telapak tangan dansela jari secara

12
berulang
7. Menggosok kuku jari 2-5 ke telapak tangan berlawanan
berulang-ulang seperti gerakan mengunci.
8. Menggosok ibu jari tangan kanan dengan menggenggamnya
dengan tangan kiri berulang-ulang dan sebaliknya
9. Menggosok seluruh ujung jari tangan kanan ke telapak
tangan kiri berulang-ulang dan hal yang sama dilakukan
untuk ujung jari tangan kiri
10. Membilas kedua tangan pada air yang mengalir
11. Mengeringkan tangan menggunakan kain lap bersih
12. Mematikan kran air dengan tangan dilapisi kain lap.
13. Meletakkan kain lap pada tempatnya.

III. TEKNIK PEMAKAIANSARUNG TANGAN STERIL


1. Membuka sampul pembungkus dalam yang steril setelah
asisten membuka sampul pembungkus luar sarung tangan dan
memaparkan di atas meja
2. Mengambil sarung tangan kanan (R) menggunakan tangan kiri
dengan memegangnya pada pangkallipatan tanpa membuka
lipatannya
3. Memasukkan tangan kanan hingga seluruh jari tepat masuk
kedalam sarung yang sesuai
4. Menyelipkan ujung jari tangan kanan diantara lipatan sarung
tangan kiri lalu masukkan tangan kiri kedalam sarung tangan
kiri hingga seluruh jari tepat masuk ke dalam sarung yang
sesuai.
5. Membuka lipatan sarung tangan hingga menutupi pergelangan
tangan kanan dan kiri
TEKNIK PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR
1. Mencuci tangan sebelum melakukan penyuntikan.
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tindakan serta
meminta persetujuan dari pasien.
3. Memosisikan penderita dalam keadaan telungkup.
4. Mengisi obat ke dalam syringe.
5. Menentukan lokasi penyuntikan di daerah bokong.
6. Membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol
7. Menusukkan jarum pada lokasi penyuntikan dengan sudut
90dan melakukan aspirasi dengan menarik piston.
8. Menekan piston sampai silinder kosong.
9. Menarik jarum dengan cepat dan mengusap bekas suntikan
dengan kapas alkohol.
10. Melakukan pencatatan meliputi : tanggal/jam pemberian,
nama dan dosis obat, nama dokter/paraf.

Catatan : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan
SL. IV. DMS. 3A
KETERAMPILAN KLINIK

13
BANDAGING
Ronald Sitohang

I. PENDAHULUAN

Bandaging atau balut-membalut merupakan salah satu tindakan dalam


perawatan luka pada permukaan tubuh dengan menerapkan berbagai macam teknik
pembalutan dan memakai berbagai jenis pembalut (bandage). Untuk ini lebih dahulu
harus diketahui guna pembalut, macam pembalut dan bentuk bagian tubuh yang akan
dibalut.
Luka yang terjadi pada permukaan tubuh harus ditutup dengan kasa steril untuk
melindunginya dari kontaminasi debu, kotoran atau cahaya yang dapat mempengaruhi
penyembuhannya.Kasa penutup luka ini dapat dipertahankan pada tempatnya dengan
memakai plester perekat (adhesive tape), semprotan perekat (collodion) atau dengan
membalutnya (bandaging) dengan pembalut.Di samping untuk melindungi, pembalut
dapat pula berperan sebagai penekan, penarik, penahan atau penunjang serta
immobilisasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.
Pada umumnya dikenal 3 macam pembalut yaitu : (1) Pembalut Kain Segitiga
(Mitella), (2) Plester (Tape) dan (3) Pembalut Pita Biasa (Zwachtel / Verband). Pembalut
Kain Segitiga (Mitella) berbentuk segitiga sama kaki dengan panjang sisi kaki masing-
masing 90 cm dan sudut puncak 90 0, terbuat dari kain putih yang mudah dilipat-lipat
sehingga dapat dipergunakan untuk membalut seluruh bagian tubuh seperti kepala,
anggota gerak, persendian dan payudara. Mitella dapat dimodifikasi menjadi Plantenga
dengan membelah sudut puncaknya hingga setengah tingginya. Plantenga dipergunakan
untuk membalut dan menopang payudara. Pemakaian pembalut segitiga di klinik
belakangan ini tidak lagi populer karena makin banyaknya modifikasi pembalut pita
biasa yang diperkenalkan untuk berbagai kebutuhan.
Plester (Tape) dapat berbentuk strip, rol atau lembar dan terbuat dari berbagai
macam bahan seperti sutera, plastik, ZnO, kertas dan lain-lain. Plester yang dikenakan
pada penderita terbagi atas 3 golongan yaitu (1).Plester Perekat (Adhesive Tape), (2).
Plester Obat (Medicinal Tape) dan (3).Plester Bedah (Surgical Tape). Plester Perekat
lazim dipakai untuk menempelkan kasa penutup luka pada permukaan tubuh. Contohnya
adalah Leukoplast, Hypafix, Handyplast dan lain-lain. Plester Obat adalah plester yang
diberi obat-obat topikal misalnya Salonpas, Tokuhon dan sebagainya.
Plester Bedah adalah plester yang digunakan untuk membalut luka bedah. Plester ini
tidak meninggalkan residu bila dilepas, tidak menimbulkan rasa sakit saat dilepas dan
tidak menimbulkan alergi (hipoalergenik). Contohnya adalah Micropore, Durapore,
Blenderm dan lain-lain.
Sekarang ini banyak sekali macam Pembalut Pita Biasa yang terbuat dari
berbagai macam bahan disesuaikan dengan kebutuhannya antara lain adalah :
1. Pembalut Kain Kasa (Bandage Gauze / Kasa Hidrofil): terbuat dari kain kasa
yang tipis dan jarang berupa gulungan dengan berbagai ukuran diameter.
Jenis ini yang sehari-hari dikenal sebagai perban (verband).
2. Pembalut Cambrics: hampir sama dengan pembalut kain kasa tetapi
benangnya lebih kasar sehingga tampak lebih tebal.
3. Pembalut Elastis (Elastic Bandage): terbuat dari bahan yang bersifat elastis
dengan berbagai ukuran diameter yaitu 3, 4 dan 6 inchi. Di pasar dikenal
dengan namaTensocrepe, Dynaflex, dll.
4. Pembalut Gips (Plester of Paris): terbuat dari pembalut kain kasa atau
semacamnya yang dibubuhi dengan tepung gips lalu digulung dan
mempunyai berbagai ukuran diameter (3, 4 dan 6 inchi). Pemakaian
pembalut gips terutama untuk immobilisasi patah tulang (fraktur). Di pasaran
dikenal dengan namaGypsona, Leukodur, dll.

14
Bentuk bagian tubuh yang akan dibalut dapat dikelompokkan atas : (1) Bentuk
bundar misalnya kepala, (2) Bentuk bulat panjang misalnya lengan dan (3) Bentuk
persendian.

II. TUJUAN KEGIATAN


II.1 TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami perihal
balut-membalut serta mampu melaksanakan berbagai jenis pembalutan yang lazim
dilakukan pada bagian tubuh.

II. 2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu melakukan :
II.2.1. Teknik pembalutan luka di kepala.
II.2.2. Teknik pembalutan luka di sendi.
II.2.3. Teknik pembalutan luka di lengan atas.

III. RUJUKAN
1. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta :
Penerbit Pribadi, 1985.
2. Muchtarudin, St. Ilmu Balut. Jakarta : Balai Pustaka, 1993.
3. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W.
B. Saunders Company, 1996.

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Meja 1 buah.
2. Kursi 2 buah.
3. Kain kasa 1 bungkus.
4. Tensocrepe (perban elastis) 3 inchi 3 rol.
5. Tensocrepe (perban elastis) 4 inchi 3 rol.
6. Pembalut kain kasa 3 inchi 3 rol.

V.TEKNIK PELAKSANAAN
1. CARAPEMBALUTAN LUKA DI KEPALA (FASCIA CAPITALIS)
1. Penderita duduk di kursi dengan kepala tegak didampingi seorang asisten.
2. Aplikasikan kain kasa penutup luka.
3. Tentukan 2 titik fiksasi yaitu titik di atas hidung (anterior) dan oksiput
(posterior).
4. Buat 2 lilitan melingkari kepala setinggi dahi dengan pangkal balutan pada
titik di atas hidung.
5. Lipatkan dan tarik pembalut dari titik di atas hidung (anterior) melalui garis
tengah kepala ke oksiput (posterior).
6. Tahan pembalut di titik fiksasi di oksiput oleh asisten.
7. Lipatkan dan tarik pembalut dari posterior ke anterior dengan jalan agak
miring sedikit ke kiri balutan tengah.
8. Lipatkan dan tarik pembalut dari anterior ke posterior dengan jalan agak
miring sedikit ke kanan balutan tengah.
9. Lakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh kepala tertutup.
10. Lipatkan dan tarik pembalut sebagai pengunci melingkari kepala dan
ujungnya dikancingkan.
11. Tanyakan kenyamanan pada penderita setelah pembalutan.

15
2. CARA PEMBALUTAN LUKA DI SENDI SIKU (8-FIGURE BANDAGE)
1. Posisikan penderita duduk atau berbaring.
2. Aplikasikan kain kasa di atas luka.
3. Buat 2 lilitan pada distal sendi siku untuk memfiksasi pangkal pembalut.
4. Tarik pembalut ke proksimal menyilang sendi dan difiksasi dengan satu
putaran penuh di atas sendi siku.
5. Tarik kembali pembalut ke distal menyilang sendi berlawanan arah dengan
balutan silang pertama dan difiksasi dengan satu putaran penuh di bawah
sendi siku.
6. Lakukan hal ini berulang-ulang sampai seluruh bagian sendi tertutup dengan
baik.
7. Kunci ujung pembalut dengan kancing.
8. Pantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan
perubahan warna kulit.

3. CARA PEMBALUTAN LUKA DI LENGAN ATAS (DOLABRA


CURRENS / CIRCULAR BANDAGE )
1. Posisikan penderita duduk atau berbaring.
2. Aplikasikan kain kasa di atas luka.
3. Buat dua lilitan pada distal lengan atas untuk memfiksasi pangkal pembalut.
4. Lilitkan pembalut ke arah atas dengan saling menindih lebih kurang 1 inchi
mengelilingi lengan atas sampai ke pangkalnya.
5. Kunci ujung pembalut dengan kancing.
6. Pantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan
perubahan warna kulit.

16
4. DOKUMENTASI
1. Catat tanggal dan jam pelaksanaan
2. Catat jenis balutan yang diaplikasikan
3. Catat hasil pemantauan

VI. LEMBAR PENGAMATAN BANDAGING

NO LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
YA TIDAK
I. PERSIAPAN PRA PEMBALUTAN
1. Mempersiapkan peralatan dan bahan.
2. Memperkenalkan diridan menanyakan identitas pasien.
3. Menginformasikan tindakandan meminta persetujuan.
II. LANGKAH-LANGKAH PEMBALUTAN
A. Pembalutan Luka di Kepala (Fascia Capitalis) :
1. Memosisikan penderita duduk di kursi dengan kepala tegak didampingi
seorang asisten.
2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka.
3. Menentukan 2 titik fiksasi yaitu titik di atas hidung (anterior) dan oksiput
(posterior).
4. Membuat 2 lilitan melingkari kepala setinggi dahi dengan pangkal balutan
pada titik di atas hidung.
5. Melipat dan menarik pembalut dari titik di atas hidung (anterior) melalui garis
tengah kepala ke oksiput (posterior).
6. Menahan pembalut di titik fiksasi di oksiput oleh asisten.
7. Melipat dan menarik pembalut dari posterior ke anterior dengan jalan agak
miring sedikit ke kiri balutan tengah.
8. Melipat dan menarik pembalut dari anterior ke posterior dengan jalan agak
miring sedikit ke kanan balutan tengah.
9. Melakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh kepala tertutup.
10. Melipat dan menarik pembalut sebagai pengunci melingkari kepala dan
ujungnya dikancingkan.
11. Menanyakankenyamanan pada penderita setelah pembalutan.
B. Pembalutan Luka di Sendi Siku (8-Figure Bandage) :
1. Memosisikan penderita duduk atau berbaring.
2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka.
3. Membuat 2 lilitan pada distal sendi siku untuk memfiksasi pangkal pembalut.
4. Menarik pembalut ke proksimal menyilang sendi dan memfiksasi dengan
satu putaran penuh di atas sendi siku.
5. Menarik kembali pembalut ke distal menyilang sendi berlawanan arah dengan
balutan silang pertama dan memfiksasi dengan satu putaran penuh di bawah
sendi siku.
6. Melakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh bagian sendi
tertutup dengan baik.
7. Mengunci ujung pembalut dengan kancing.
8. Memantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan
perubahan warna kulit.
C. Pembalutan Luka di Lengan Atas ( Dolabra Currens )

17
1. Memposisikan penderita duduk atau berbaring.
2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka.
3. Membuat dua lilitan pada distal lengan atas untuk memfiksasi pangkal
pembalut.
4. Melilitkan pembalut ke arah atas dengan saling menindih lebih kurang 1 inchi
mengelilingi lengan atas sampai ke pangkalnya.
5. Mengunci ujung pembalut dengan kancing.
6. Memantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan
perubahan warna kulit.

III. DOKUMENTASI

1. Mencatat tanggal dan jam pelaksanaan


2. Mencatat jenis balutan yang diaplikasikan
3. Mencatat hasil pemantauan
Note : Ya = Mahasiswa melakukan
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

SL. IV. DMS. 3B

18
KETERAMPILAN KLINIK
SPLINTING
Ronald Sitohang

I. PENDAHULUAN

Splinting (pembidaian/pembelatan) adalah tindakan awal bersifat noninvasif yang


dilakukan pada penderita patah tulang (fraktur) dan cerai sendi (dislokasi) untuk
menstabilkan bagian tubuh yang mengalami cedera, sehingga dapat mencegah terjadinya
cedera tambahan pada jaringan lunak sekitar seperti otot, saraf dan pembuluh darah yang
disebabkan oleh keping patah (Do no further harm!). Di samping itu splinting yang
dilakukan dengan benar akan membantu mengontrol perdarahan, mengurangi rasa sakit
serta memberi kenyamanan dan keamanan pada transportasi, baik dari tempat kejadian
maupun di lingkungan rumah sakit sendiri. Splinting bersifat sementara, lazimnya
diaplikasikan dalam periode waktu yang singkat (hari-minggu) sampai tindakan
pengobatan definitif dilakukan. Bila tidak dilakukan dengan hati-hati splinting dapat
menambah cedera pada penderita.
Bidai umumnya terbuat dari bahan kayu, logam, plastik, pembalut gips (plaster of
Paris), kartun atau kertas koran yang dilipat. Untuk pembidaian sederhana, bahan-bahan
ini dibuat berbentuk lempengan yang lurus seperti penggaris dengan berbagai ukuran.
Bidai dipasang pada sisi-sisi anggota gerak yang mengalami fraktur atau dislokasi lalu
dipertahankan dengan balutan perban. Untuk mencegah terjadinya destruksi kulit oleh
kontak langsung bidai yang dapat menekan dan menggesek, terlebih dahulu bidai
dibungkus dengan kapas perban (soft padding). Demikian pula dengan bagian-bagian
tubuh yang menonjol harus dibalut dengan kapas perban. Agar diperoleh efek fiksasi
yang adekuat hendaknya bidai dipasang melewati dua persendian yaitu proksimal dan
distal lesi.
Pembalut gips merupakan bahan yang paling serbaguna untuk splinting karena
dapat dimodifikasi dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan. Misalnya, long-arm
posterior untuk pembidaian anggota gerak atas dan long-leg posterior untuk anggota
gerak bawah. Keuntungan lainnya adalah kemampuan bahan ini mengikuti lekuk-lekuk
permukaan tubuh sehingga memberi efek fiksasi yang lebih baik. Apabila pembalut gips
dipasang dalam bentuk balutan sirkuler (dolabra currens) disebut sebagai casting yang
memberi efek fiksasi yang lebih kokoh dan dapat dipertahankan dalam periode waktu
yang lebih lama (minggu-bulan). Pada pengobatan fraktur secara konservatif, casting
dapat menjadi tindakan pengobatan definitif seperti pemasangan Long Leg Cast (LLC)
pada fraktur tibia dan fibula dengan pembalutan mulai dari pertengahan paha sampai
pangkal jari kaki.
Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan teknologi, bidai sederhana ini
mengalami modifikasi dalam berbagai bentuk yang disesuaikan menurut kebutuhan.
Kita mengenal Thomas Splint, Inflated Splint, Vacum Mattress Splint dan lain-lain.
Thomas Splint terbuat dari bahan metal yang dipakai untuk pembidaian dan traksi
(penarikan) anggota gerak bawah yang mengalami fraktur (lihat gambar 1). Inflated
Splint terbuat dari bahan karet berbentuk sarung kaki atau tangan yang mengembang bila
diisi udara lewat pemompaan. Lazimnya dipakai untuk pembidaian anggota gerak atas
atau bawah. Vacum Mattress Splint terbuat dari bahan plastik seperti kain berbentuk
kasur berisi butir-butir kristal khusus yang bila divakumkan dengan pompa pengisap
dapat mengeras seperti batu. Dipakai untuk pembidaian seluruh tubuh dengan cara
membungkuskannya mulai dari kepala hingga kaki sehingga anggota gerak dan tulang
belakang terfiksasi baik.
Pasca pemasangan bidai perlu dilakukan pemantauan bagian distal untuk menilai
sirkulasi dan neurologis yang dapat terganggu akibat penekanan bidai yang berlebihan.
Gangguan sirkulasi ditandai dengan pucat (pale / pallor) pada inspeksi dan penurunan
suhu (poikilothermia) serta penurunan pulsasi arteri distal (pulseless) pada palpasi.
Gangguan neurologis dapat berupa rasa sakit (pain) dan kebas (paresthesia).

19
Pada latihan ini akan dilaksanakan pembidaian pada lengan bawah dalam posisi
netral (seperti bersalaman/semi-pronasio) di mana bidai harus melewati sendi siku
(elbow joint) dan sendi pergelangan tangan (wrist joint) sehingga anggota gerak atas
berbentuk garis lurus. Kadang-kadang cara pembidaian ini dapat dimodifikasi di mana
sendi siku dalam posisi 900 dengan lengan bawah disilangkan di depan dada dengan
bantuan pembalut segitiga (mitella) yang digantungkan ke leher (lihat gambar 2).

Gambar 1. Thomas Splint

Gambar 2. Pembidaian lengan bawah dengan pemasangan pembalut segitiga


(mitella)

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1 TUJUAN UMUM


Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan tindakan
pembidaian yang benar.

II.2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu :

20
II.2.1. Melakukan pembidaian lengan bawah.
II.2.2. Melakukan pemantauan neurovaskular distal (NVD)

III. RUJUKAN
4. Hampton, O. P., Fitts, W.T. Fractures and Dislocation :
General Considerations, In Rhoads, J. E., et al. Surgery Principles and
Practice, Ed. 4. Philadelphia : J. B. Lippincott Company, 1971.
5. Noble, J., Banks, A. J. PengobatanGawat Darurat Fraktur
Ekstremitas Tertutup dan Komplikata dalam Dudley, H. A. F. Hamilton Bailey
Ilmu Bedah Gawat Darurat, Ed. 11. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press, 1992.
6. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4.
Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1996.
7. Srinivasan, R. C., Tolhurst, S., Vanderhave, K. L. Orthopedic
Surgery In Doherty, G. M. Current Diagnosis & Treatment. Surgery. Ed. 13.
New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010.

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Kayu penggaris ukuran 100 cm 3 Keping
2. Soft padding 4 inchi Secukupnya
3. Perban elastis 4 inchi 3 Rol

V. TEKNIK PELAKSANAAN PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH


Tindakan pembidaian ini memerlukan bantuan asisten.
1. Ukur panjang kayupenggaris melewati dua sendi sebanyak 3 buah.
2. Balut kayu penggaris dengan soft padding sampai seluruh permukaannya
tertutup
3. Balut daerah tonjolan tulang pada proksimaldan distal lengan bawah
(olecranon dan kedua styloid processes)
4. Aplikasikan kayu penggaris pada lengan bawah dalam posisi netral (seperti
bersalaman) disisi anterior, posterior dan medial dengan bantuan asisten.
5. Balut kayu penggaris dengan perban elastis mulai dari distal ke proksimal.
6. Pantau suhu kulit dengan meraba (bandingkan dengan yang sehat) dan raba
pulsasi arteri radialis bagian distal.
7. Catat tanggal, jam pemasangan bidai dan NVD.

VI. LEMBAR PENGAMATAN PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH

PENGAMATAN
NO LANGKAH / TUGAS
YA TIDAK
A. MEMPERSIAPKAN PASIEN
1. Menyapa dan memperkenalkan diri
2. Menginformasikan tindakan yang akan dilakukan dan minta
persetujuan.
3. Mempersiapkan asisten
B. MEMPERSIAPKAN BAHAN
1. Kayu penggaris
2. Soft padding
3. Perban elastis
C. TEKNIK PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH
1. Mengukur panjang kayupenggaris melewati dua sendi sebanyak 3
buah.

21
2. Membalut kayu penggaris dengan soft padding sampai seluruh
permukaannya tertutup
3. Membalut daerah tonjolan tulang pada proksimaldan distal lengan
bawah (olekranondan kedua styloid processes)
4. Mengaplikasikan kayu penggaris pada lengan bawah dalam posisi
netral disisi anterior, posterior dan medial dengan bantuan asisten.
5. Membalut kayu penggaris dengan perban elastis mulai dari distal ke
proksimal.
D. PEMANTAUAN
1. Meraba suhu kulit
2. Meraba pulsasi arteri radialis distal
E. DOKUMENTASI
1. Mencatat tanggal dan jam pemasangan bidai
2. Mencatat hasil pemantauan NVD

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

SL. IV. DMS. 4A

22
KETERAMPILAN KLINIK PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR
DAN PENATALAKSANAAN AWAL LUKA ROBEK
Ronald Sitohang

I. PENDAHULUAN

PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR

Ada ribuan jenis dan ragam alat-alat bedah yang diciptakan manusia sampai saat ini
menurut kebutuhannya. Dengan kemajuan teknologi telah diciptakan alat-alat bedah
khusus untuk berbagai jenis operasi sejalan dengan berkembangnya cabang-cabang
keahlian di bidang bedah. Namun demikian fungsi-fungsi mendasar dari seluruh alat-alat
tersebut adalah mencakup : menyayat, memotong, memegang (menjepit dan menahan),
menarik, menjahit, mengikat dan lain-lain. Minor surgery kit yang merupakan perangkat
alat-alat bedah sederhana telah dapat melaksanakan fungsi-fungsi mendasar tersebut
sehingga dapat dipakai untuk melakukan operasi-operasi kecil.
Alat-alat bedah minor terdiri dari :
1. Tangkaidan mata pisau bedah (Scalpel)
Fungsi untuk pisau pembedahan
2. Gunting Bedah (Dissecting Scissor)
Fungsi untuk memotong/diseksi jaringan tubuh yang lunak
3. Gunting Benang (Suture Scissor)
Fungsi untuk memotong benang
4. Gunting Perban (Bandage Scissor)
Fungsi untuk memotong perban
5. Pinset anatomis (Thumb Forcep)
Fungsi untuk menjepit dan menahan jaringan
6. Pinset Jaringan/Chirurgis (Tissue Forceps)
Fungsi untuk menjepit dan menahan jaringan secara lebih kuat.
7. Klem Hemostatik (Hemostatic Forcep)
Fungsi untuk menjepit pembuluh darah kecil
8. Pemegang jarum (Needle Holder)
Fungsi untuk memegang jarum penjahit.
9. Klem Koher (Koher Forcep)
Fungsi untuk menjepit jaringan secara kuat dan permanen.
10. Jarum :Cutting &Round
Fungsi jarum cutting untuk menjahit kulit
Fungsi jarum round untuk menjahit jaringan lunak di bawah kulit.
11. Benang : Silk (Zijde, Sutera) dan Catgut.
Fungsi benang silk (zijde, sutera) untuk menjahit jaringan (umumnya kulit
dan tidak diserap tubuh)
Fungsi benang catgut untuk menjahit jaringan dan dapat diserap tubuh.
12. Linen penutup berlubang (Perforated Surgical Drape)
Fungsi untuk membatasi daerah steril untuk operasi (lapangan operasi

PENATALAKSANAAN AWAL LUKA ROBEK

Pada dasarnya penatalaksanaan luka yang dilakukan pada penderita bertujuan


untuk mencegah terjadinya infeksi, mempersingkat masa penyembuhan dan
meminimalisasi parut yang akan terjadi. Infeksi dapat dicegah dengan melakukan
tindakan pembersihan luka (debridement / wound toilet) yang sebaiknya dilakukan pada
masa golden period, yakni periode waktu sampai 8 jam sejak terjadinya luka. Pada
golden period status luka masih berupa luka kontaminasi di mana mikroorganisma
masih berada pada permukaan luka. Sebelum tindakan debridemen dilakukan, terlebih
dahulu diberikan anestetik lokal secara infiltrasi di sekitar luka untuk menghilangkan

23
rasa sakit. Masa penyembuhan yang lebih singkat serta terjadinya parut yang minim
diperoleh dengan mengupayakan penyembuhan primer (sanatio perprimam
intentionem) yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut dengan bantuan jahitan. Di
samping penyembuhan primer dikenal pula penyembuhan sekunder (sanatio
persecundam intentionem) dimana luka akan menyembuh secara alami dengan
pembentukan jaringan granulasi tanpa pertolongan dari luar. Tentu saja cara
penyembuhan ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan akan meninggalkan parut
yang besar dan kasar.
Luka robek (lacerated wound) adalah luka yang disebabkan oleh benturan
permukaan tubuh dengan benda keras dan tumpul yang mempunyai kecepatan atau
sebaliknya. Semakin tinggi kecepatan semakin parah luka yang terjadi. Umumnya
pinggir luka tidak beraturan / tidak rata atau compang-camping dan mungkin dijumpai
jaringan nekrotik. Luka robek yang bersih atau masih berada dalam masa golden period
dapat ditutup langsung dengan mempertautkan kedua pinggirnya melalui penjahitan
setelah lebih dahulu dilakukan debridemen.
Anestesik lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja mencegah
pembentukan dan konduksi impuls saraf di membran sel dengan menekan permeabilitas
membran terhadap ion Na+. Teknik pemberian anestesik lokal dapat berupa (1)
Anestesia Permukaan : untuk menghilangkan nyeri di selaput lendir, faring dan
esofagus dalam bentuk spray, (2) Anestesia Infiltrasi : untuk penjahitan luka, operasi
kecil dan lain-lain diberikan melalui suntikan subkutan atau lebih dalam dan (3)
Anestesia Regional : untuk daerah-daerah tertentu yang dilayani oleh saraf perasa
bersangkutan yang diberikan melalui suntikan di dekat saraf misalnya : blokade
paravertebral, epidural, spinal dan kaudal.
Sediaan anestesik lokal umumnya merupakan derivat dari (1) Ester : prokain
(Novokain), tetrakain (Pantokain) dan (2) Amida : lidokain (Lokain), bupivakain
(Markain), mepikain dan lain-lain. Belakangan ini derivat ester sudah tidak dipakai lagi
karena sering mengakibatkan reaksi alergi dan efek toksis. Untuk memperpanjang masa
kerjanya (duration of action) anestesik lokal sering dicampurkan dengan
vasokonstriktor misalnya adrenalin. Di samping itu campuran ini dapat mengurangi
perdarahan semasa operasi. Khusus untuk lidokain, adrenalin dicampur dengan
perbandingan 1 : 100.000. Anestesik lokal yang bercampur adrenalin ini tidak boleh
dipakai untuk anestesia di daerah jari-jari, telinga dan penis oleh karena dapat
menimbulkan nekrosis. Dosis maksimal lidokain tanpa adrenalin adalah 200 mg
sedangkan bila dicampur adrenalin adalah 500 mg. Di pasaran lidokain diperoleh dalam
sediaan 0,5%, 1% dan 3% sehingga dosis maksimalnya adalah masing-masing 40 ml, 20
ml dan 10 ml.
Debridemen merupakan tahapan penting dalam penatalaksanaan luka dengan
nilai yang lebih tinggi dari pemberian antibiotika. Dengan pembilasan, benda-benda
asing (foreign bodies) bersama mikroorganisma dikeluarkan dari permukaan luka.
Pembilasan dilakukan dengan larutan NaCl 0,9% atau air yang telah dimasak.

II. TUJUAN KEGIATAN


II.1 TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat mengenal alat-alat
bedah minor dan memahami penatalaksanaan awal luka robek secara baik dan
benar.

II.2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu melakukan :
2.2.1. Mengenal alat-alat bedah minor
2.2.2. Pemberian anestesi lokal secara infiltrasi.
2.2.3. Tindakan pembersihan luka (debridement / wound toilet) secara mandiri.

24
III. RUJUKAN
1. Franz, M. G. Wound Healing In Doherty, G. M. Current Diagnosis &
Treatment. Surgery. Ed. 13. New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010.
2. Ganiswara, S. G. Farmakologi dan Terapi. Ed.4. Jakarta : Bagian
Farmakologi FK-UI, 1995.
3. Katzung, B. G. Basic and Clinical Pharmacology, Ed. 6. Connecticut :
Appleton & Lange, 1994.
4. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia :
W. B. Saunders Company, 1996.
5. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Rev. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Meja 1 buah + alat tulis
2. Tempat tidur pasien 1 buah
3. Minor Surgery Kit 1 set
4. Kain kasa Steril 1 bungkus
5. Plester Perekat 1 inchi 1 rol
6. Syringe 3 ml 2 buah
7. Larutan NaCl 0.9% 3 fls
8. Larutan Antiseptik (pov.iodine) 50 ml
9. Alkohol 70% 100 ml
10. Lidokain 0,5% atau 1% 5 ampul
11. Manekin
12. Perforated surgical drape 1 helai

V. TEKNIK PELAKSANAAN

1. PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR


Alat-alat bedah minor terdiri dari :
1. Tangkaidan mata pisau bedah (Scalpel)
Fungsi untuk pisau pembedahan
2. Gunting Bedah (Dissecting Scissor)
Fungsi untuk memotong/diseksi jaringan tubuh yang lunak
3. Gunting Benang (Suture Scissor)
Fungsi untuk memotong benang
4. Gunting Perban (Bandage Scissor)
Fungsi untuk memotong perban
5. Pinset anatomis (Thumb Forcep)
Fungsi untuk menjepit dan menahan jaringan
6. Pinset Jaringan/Chirurgis (Tissue Forceps)
Fungsi untuk menjepit dan menahan jaringan secara lebih kuat.
7. Klem Hemostatik (Hemostatic Forcep)
Fungsi untuk menjepit pembuluh darah kecil
8. Pemegang jarum (Needle Holder)
Fungsi untuk memegang jarum penjahit.
9. Klem Koher (Koher Forcep)
Fungsi untuk menjepit jaringan secara kuat dan permanen.
10. Jarum :Cutting &Round
Fungsi jarum cutting untuk menjahit kulit
Fungsi jarum round untuk menjahit jaringan lunak di bawah kulit.
11. Benang : Silk (Zijde, Sutera) dan Catgut.
Fungsi benang silk (zijde, sutera) untuk menjahit jaringan (umumnya kulit dan
tidak diserap tubuh)

25
Fungsi benang catgut untuk menjahit jaringan dan dapat diserap tubuh.
12. Linen penutup berlubang (Perforated Surgical Drape)
Fungsi untuk membatasi daerah steril untuk operasi (lapangan operasi

2. TEKNIK PEMBERIAN ANESTETIK LOKAL SECARA INFILTRASI


1. Baringkan penderita di atas tempat tidur.
2. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan minta persetujuan.
3. Cuci tangan dan pakai sarung tangan steril.
4. Oles daerah sekitar luka dengan larutan alkohol 70% / povidon iodine
5. Isikan sediaan anestetik lokal seperlunya ke dalam syringe.
6. Tentukan tempat penyuntikan 5-6 mm di kedua daerah pinggir luka, tepatnya
kira-kira dipertengahan panjang luka
7. Buat suntikan intrakutan tegak lurus sampai terbentuk indurasi, lalu dorong
jarum tegak lurus sampai sedalam dasar luka.
8. Tarik pistonsyringe sambil menahan silindernya untuk memastikan tidak ada
darah tersedot.
9. Tarik syringe secara perlahan ke posisi awal sambil menekan piston untuk
menginfiltrasi jaringan yang dilalui jarum.
10. Arahkan kembali jarum ke proksimal/atas dengan cara yang sama, lalu ke
distal/bawah sampai seluruh jaringan yang dikehendaki terinfiltrasi.
11. Hal yang sama dilakukan pada daerah pinggir luka sisi kontra lateral.

3.TINDAKAN PEMBERSIHAN LUKA (DEBRIDEMENT/WOUND TOILE )


1. Cuci luka dengan larutan NaCl 0.9% secukupnya.
2. Hentikan perdarahan bila ada dengan klem hemostat dan ligasi dengan benang
absorbable.
3. Cuci lukadengan larutan NaCl 0.9%berulang-ulang sampai bersih.
4. Ratakan pinggir luka dan buang jaringan mati dengan memakai gunting insisi
(eksisi Friedrich).
5. Keluarkanbenda-benda asing/kotoran yang tampak dari permukaan luka dengan
memakai pinset anatomis.
6. Luka dibilas kembali dengan larutan NaCl 0,9 % sampai bersih.

VI. LEMBAR PENGAMATAN PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR DAN


PENATALAKSANAAN AWAL LUKA ROBEK
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS

26
I. PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR
1. Tangkaidan mata pisau bedah (Scalpel)
2. Gunting Bedah (Dissecting Scissor)
3. Gunting Benang (Suture Scissor)
4. Gunting Perban (Bandage Scissor)
5. Pinset anatomis (Thumb Forcep)
6. Pinset Jaringan/Chirurgis (TissueForcep)
7. Klem Hemostatik (Hemostatic Forcep)
8. Pemegang jarum (Needle Holder)
9. Klem Koher (Koher Forcep)
10. Jarum :Cutting & round
11. Benang : Silk (Zijde, Sutera) & Catgut.
12. Linen Penutup Berlubang(Perforated Surgical Drape).
II. PERSIAPAN PASIEN DAN BAHAN
1. Memperkenalkan diri
2. Mempersiapkan alat danbahan
3. Menginformasikan tindakandan meminta persetujuan
III.TEKNIK PEMBERIAN ANESTETIK LOKAL SECARA INFILTRASI
1. Membaringkan penderita di atas tempat tidur.
2. Mencuci tangan dan pakai sarung tangan steril
2. Mengoles daerah sekitar luka dengan alkohol 70% / povidon iodine
4. Mengisi sediaan anestetik lokal ke dalam syringe
5. Menentukan tempat penyuntikan
6.Melakukan penyuntikan intrakutan tegak lurus di pinggir luka sampai
terbentuk indurasidanmendorong jarum tegak lurus sampai sedalam
dasar luka
7. Menarik piston untuk memastikan tidak ada darah tersedot.
8. Menarik syringe secara perlahan ke posisi awal sambil menekan piston
untuk menginfiltrasi jaringan.
9. Mengarahkan kembali jarum ke proksimal/atas dengan cara yang sama,
lalu ke distal/bawah sampai seluruh jaringan yang dikehendaki
terinfiltrasi.
10. Melakukan hal yang sama pada sisi kontra lateral.
IV. TINDAKAN PEMBERSIHAN LUKA (DEBRIDEMENT/WOUND TOILET )
1. Mencuciluka dengan larutan NaCl 0.9% steril
2. Menghentikan perdarahan bila ada.
3. Mencuci lukadengan larutan NaCl 0.9% sampai bersih.
4. Meratakan pinggir luka dan membuang jaringan mati

5. Mengeluarkan benda-benda asing.


6. Membilas luka kembali dengan larutan NaCl 0,9 %.

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak =Mahasiswa tidak melakukan

27
SL. IV. DMS. 4B
KETERAMPILAN KLINIK
TEKNIK PENJAHITAN LUKA
Ronald Sitohang

I. PENDAHULUAN
Penjahitan luka (wound suture) merupakan salah satu tahapan dalam
penatalaksanaan luka yang dilakukan setelah pemberian anestetik lokal secara infiltrasi
dan pembersihan luka (wound toilet/debridement). Luka yang bersih atau masih dalam
golden perioddapat ditutup langsung dengan penjahitan setelah lebih dahulu dilakukan
debridemen. Akan tetapi, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka
kotor yang terkontaminasi berat. Luka demikian didebridemen dahulu lalu dibiarkan
selama 4-7 hari untuk kemudian dijahit secara primer. Cara seperti ini disebut

28
penyembuhan primer tertunda (delayed primary closure) yang mengkombinasikan
penyembuhan primer dan sekunder. Hal-hal yang penting diketahui dalam penjahitan
luka antara lain menyangkut (1) benang jahit bedah (suture material), (2) jarum
(needle), (3) jenis jahitan (types of suture) dan (4) pengikatan simpul (tying knot).
Benang jahit bedah terbuat dari berbagai macam bahan yang berbeda dan dapat
dibagi atas :(1) Dapat Diserap (absorbable) seperti (a) Plain catgut: derifat kolagen
dari usus domba / sapi, (b) Chromic catgut : plain catgut yang dibalut dengan garam
kromium agar lebih lama diserap, (c) Polyglactin : kopolimer dari asam glikolat dan
laktat misalnya VICRYL dan (d) Poliglycolic acid : polimer dari asam poliglikolat
misalnya : DEXON dan (2) Tak Dapat Diserap (non absorbable) seperti (a) Silk:
disebut juga sebagai sutera / zijde yang lazim dipakai untuk kulit, (b) Polyester: untuk
pembedahan jantung dan vaskuler seperti MERSILENE dan DACRON, (c) Polyamide :
untuk pembedahan mikro dan plastik misalnya NYLON dan (d) Stainless Steel:
merupakan kawat metal yang tidak dapat berkarat lazimnya untuk bedah orthopaedi dan
sternum. Benang-benang ini tersedia dalam berbagai macam ukuran panjang dan
diameternya.
Pada umumnya bentuk jarum bedah adalah melengkung dengan diameter
kelengkungan dan ketebalan yang berbeda-beda. Ujung jarum harus runcing dengan tepi
yang tajam (cutting) diberi lambang segitiga pada kemasannya atau tumpul (round)
diberi lambang lingkaran. Jarum bertepi tajam dipakai untuk menjahit kulit, periosteum
dan perikondrium sedang yang bertepi tumpul untuk menjahit organ-organ tubuh dan
jaringan lunak.
Belakangan ini diproduksi jarum yang memberi trauma sekecil mungkin di mana
benang dihubungkan langsung (bersambungan) dengan jarumnya. Jarum seperti ini
disebut atraumatic needle yang dapat berupa cutting atau round.
Jenis jahitan bedah dikelompokkan secara umum berupa : (1) jahitan terputus
(interrupted) dan (2) jahitan kontinu (continuous) dengan berbagai variasi dan tempat
pemakaiannya. Untuk penjahitan kulit umumnya dipilih jahitan terputus berupa jahitan
berulang (over and over) dan jahitan matras vertikal (Donati).
Pengikatan simpul dapat dilakukan dengan memakai tangan (hand knot) atau
memakai instrumen (instrument tie). Dokter bedah menguasai kedua cara pengikatan ini
dengan mudah, cepat dan baik. Pada skills lab ini dipilih pengikatan simpul dengan cara
memakai instrumen (instrument tie).

II. TUJUAN KEGIATAN


II.1 TUJUAN UMUM
Setelah latihan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai aspek
penjahitan luka serta dapat melakukannya dengan baik dan benar.

II.2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu melakukan :
1. Teknik penjahitan terputus berulang (simple interrupted)
2. Teknik penjahitan terputus matras vertikal (Donati)

III. RUJUKAN
1. Franz, M.G. Wound Healing In Doherty, G. M. Current Diagnosis &
Treatment. Surgery. Ed. 13. New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010.
2. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta :
Penerbit Pribadi, 1985
3. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia :
W. B. Saunders Company, 1996.
4. Russel, R.G.C., Williams, N.S. Bailey & Love’s Short Practice of Surgery,
Ed. 24. London : Hodder Arnold, 2004.
5. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Rev. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.

29
IV. PERALATAN DAN BAHAN
1. Meja 1 buah + alat tulis
2. Tempat tidur pasien 1 buah
3. Minor Surgery Kit 1 set
4. Kain kasa steril 1 bungkus
5. Plester perekat 1 inchi 1 rol
6. Syringe3 ml 2 buah
7. Larutan NaCl 0.9% 3 fls
8. Larutan antiseptik(pov. iodine)50 ml
9. Alkohol 70% 100 ml
10. Lidokain 0,5% atau 1% 5 ampul
11. Manekin
12. Perforated surgical drape 1 helai

V.TEKNIK PELAKSANAAN

I. PENJAHITAN TERPUTUS BERULANG(SIMPLE INTERRUPTED)


1. Pasangkanperforated surgical drape steril dengan menempatkan lubang pada
sekitar luka.
2. Pasangkan benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah
diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya pada 1/3
bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5 kali panjang pemegang jarum dan
menahan ujung benang dengan jari telunjuk.
3. Tembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka yang
akan dijahit sambilmenahannyadengan pinset jaringan.
4. Tembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral kira-kira 5-6 mm dari pinggir
luka sambilmenahannya dengan pinset jaringan.
5. Tarik benang padapangkal jarum dengan tangan kiri hingga menyisakan 2-3 cm
pada sisi yang pertama.
6. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holderke arah dalam kemudian jepit
ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah belakangsehingga terbentuk simpul
pertama.
7. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holderke arah luar kemudian jepit
ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah depansehingga terbentuk simpul
kedua.
8. Lakukan seperti poin no 6 sehingga terbentuk simpul ke tiga
9. Gunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul.
10. Lakukan penjahitan yang sama dengan letak simpul pada satu sisi hingga seluruh
panjang luka tertutup.
11. Pantauaproksimasi kulit dan hindari tension (ditandai denganwarna kulitsama
dengan sekitarnya).

1 2 3

30
4 5 6

II.TEKNIK PENJAHITAN TERPUTUS MATRAS VERTIKAL (DONATI)


1. Pasangkan benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah
diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya pada 1/3
bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5 kali panjang pemegang jarum dan
menahan ujung benang dengan jari telunjuk.
2. Tembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka
(sisi-I) yang akan dijahit sambil menahannyadengan pinset jaringan.
3. Tembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral (sisi-II) kira-kira 5-6 mm dari
pinggir luka sambilmenahannya dengan pinset jaringan
4. Tarik benang padapangkal jarum dengan tangan kiri hingga menyisakan 2-3 cm
pada sisi yang pertama selanjutnya arah mata jarum diputar 180 derajat dengan
memakai pinset anatomis.
5. Tembuskan jarum pada sisi yang sama (sisi-II) kira-kira 1-2 mm dari pinggir
luka.
6. Tembuskan jarum menuju kulit pada sisi kontralateral (sisi-I) kira-kira 1-2 mm
dari pinggir luka.
7. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah dalam kemudian jepit
ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah belakang sehingga terbentuk simpul
pertama.
8. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holderke arah luar kemudian jepit
ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah depan sehingga terbentuk simpul
kedua.
9. Lakukan seperti no 7 sehingga terbentuk simpul ke tiga
10. Gunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul.
11. Lakukan penjahitan yang sama dengan simpul satu sisi hingga seluruh panjang
luka tertutup.

31
12. Pantau aproksimasi kulit dan hindari tension (ditandai dengan warna kulit sama
dengan sekitarnya).

VI. LEMBAR PENGAMATAN TEKNIK PENJAHITAN LUKA

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


YA TIDAK
I. TEKNIK PENJAHITAN SIMPLE INTERRUPTED
1. Memasang perforated surgical drape steril dengan menempatkan
lubang pada sekitar luka
2. Memasang benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah
diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya
pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5 kali panjang
pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan jari telunjuk.
3. Menembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari
pinggir luka yang akan dijahit sambilmenahannyadengan pinset
jaringan.
4. Menembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral kira-kira 5-6 mm
dari pinggir luka sambilmenahannya dengan pinset jaringan.
5. Menarik benang padapangkal jarum dengan tangan kiri hingga
menyisakan 2-3 cm pada sisi yang pertama.
6. Melilitkan benang satu kali pada ujung needle holderke arah dalam
kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah
belakangsehingga terbentuk simpul pertama.
7. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holderke arah
luarkemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah
depansehingga terbentuk simpul kedua.
8. Lakukan seperti poin no 6 sehingga terbentuk simpul ke tiga

9. Menggunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul.

10. Melakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka tertutup

II. TEKNIK PENJAHITAN MATRAS VERTIKAL (DONATI)

32
1. Memasang benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah
diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya
pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5 kali panjang
pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan jari telunjuk.
2. Menembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari
pinggir luka (sisi-I) yang akan dijahit sambilmenahannyadengan pinset
jaringan.
3. Menembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral (sisi-II) kira-kira
5-6 mm dari pinggir luka sambilmenahannya dengan pinset jaringan
4. Menarik benang padapangkal jarum dengan tangan kiri hingga
menyisakan 2-3 cm pada sisi yang pertama selanjutnya arah mata
jarum diputar 180 derajat dengan memakai pinset anatomis.
5. Menembuskan jarum pada sisi yang sama (sisi-II) kira-kira 1-2 mm
dari pinggir luka.
6. Menembuskan jarum menuju kulit pada sisi kontralateral (sisi-I) kira-
kira 1-2 mm dari pinggir luka.
7. Melilitkan benang satu kali pada ujung needle holderke arah dalam
kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah
belakangsehingga terbentuk simpul pertama.
8. Melilitkan benang satu kali pada ujung needle holderke arah luar
kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah depan
sehingga terbentuk simpul kedua.
9. Ulangi poin no 7 sehingga terbentuk simpul ketiga
10. Menggunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul.
11. Melakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka
tertutup.
III. PEMANTAUAN
1. Aproksimasi pinggir luka
2. Tension (warna kulit sama dengan sekitar)

IV. DOKUMENTASI
1. Tanggal / jam pelaksanaan
2. Jenis jahitan dan benang yang digunakan
3. Menjelaskan anjuran selanjutnya.

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

33
34

Anda mungkin juga menyukai