Anda di halaman 1dari 16

Leukemia Granulositik Kronik

Gabriel Enrico Pangarian


102010208
D2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510,
No telp: (021) 56942061, Fax: (021) 5631731, email: gabriel.enrico24@gmail.com

PENDAHULUAN
Leukimia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan
dari sel darah putih. Atau dapat didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses
neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk
hematopoietik.
Leukimia granulositik kronik (LGK) (chronic granulocytic leukemia) dikenal juga
dengan nama leukemia myeloid kronik (chronic myeloid leukemia) merupakan suatu jenis
kanker dari leukosit. LGK adalah bentuk leukemia yang ditandai dengan peningkatan dan
pertumbuhan yang tak terkendali dari sel myeloid pada sum-sum tulang, dan akumulasi dari
sel-sel ini di sirkulasi darah. LGK merupakan gangguan stem sel sum-sum tulang klonal,
dimana ditemukan proliferasi dari granulosit matang (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan
prekursornya. Keadaan ini merupakan jenis penyakit myeloproliferatif dengan translokasi
kromosom yang disebut dengan kromosom Philadelphia.1

Anamnesis
Anamnesis yang teliti dapat membantu dalam menentukan penyebab gagal ginjal. Muntah,
diare dan demam menandakan adanya dehidrasi. Adanya infeksi kulit atau tenggorokan yang
mendahuluinya menandakan glomerulonefritis pasca streptokokus.2
A Identitas
merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti data diri pasien seperti
nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan pendidikan.
1

B Keluhan Utama
yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita sehingga
mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan
tentang lamanya keluhan tersebut.
C Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak kapan muncul gejala tersebut?

Bagaimana perjalanan penyakit tersebut? Apakah semakin membaik


atau semakin memburuk?

Apakah ada gejala penyerta?

Adakah faktor pemicunya?

D Riwayat Penyakit Dahulu


merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien pada masa lampau yang
mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami sekarang
E Riwayat Keluarga
F Riwayat Pengobatan
G Riwayat Sosial dan Ekonomi
mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkahwinan, lingkungan tempat
tinggal, dan lain-lain
Beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan LGK:
-

Gejala anemia : pucat, lemah saat aktivitas atau tidak,berdebar, sesak


nafas,biru)

Lemah

Cepat kenyang

Penurunan berat badan

Berkeringat pada malam hari

Riwayat transfusi

Riwayat makanan, rokok, alkohol

Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Splenomegali adalah penemuan fisik yang paling umum pada pasien dengan leukemia
myelogenous kronis (CML). Dalam lebih dari 50% pasien dengan CML, limpa
berukuran lebih dari 5 cm di bawah batas kosta kiri pada saat penemuan. Ukuran
limpa berkorelasi dengan hitungan granulocyte darah perifer, dengan limpa terbesar
yang diamati pada pasien dengan jumlah leukosit yang tinggi. Sebuah limpa sangat
2

besar biasanya pertanda transformasi menjadi bentuk krisis blast akut dari penyakit.
Hepatomegali juga terjadi, meskipun kurang umum daripada splenomegali.
Hepatomegali biasanya bagian dari hematopoiesis extramedullary terjadi di limpa.
Temuan fisik leukostasis dan hiperviskositas dapat terjadi pada beberapa pasien,
dengan ketinggian luar biasa leukosit mereka penting, lebih dari 300,000-600,000
sel/uL. Setelah funduscopy, retina dapat menunjukkan papilledema, obstruksi vena,
dan perdarahan. Krisis blast ditandai oleh peningkatan dalam sumsum tulang atau
ledakan jumlah darah perifer atau oleh perkembangan leukemia infiltrat jaringan
lunak atau kulit. Gejala khas adalah karena trombositopenia, anemia, basophilia,
limpa cepat memperbesar, dan kegagalan obat yang biasa untuk mengontrol
leukositosis dan splenomegali.
Pemeriksaan Penunjang
o Hematologi Rutin
Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 2060.000/mmk. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah
trombosit biasanya meningkat 500-600.000/mmk, tetapi dalam beberapa kasus
dapat normal atau menurun. (Fadjari, 2006).
o Hapus Darah Tepi
Biasanya ditemukan eritrosit normositik normokrom, sering ditemukan adanya
polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Seluruh tingkatan
diferensiasi dan maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan
metamielosit meningkat, demikian juga presentasi eosinofil dan basofil.
o Hapus Sumsum Tulang
Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel leukemia,
sehingga rasio mieloid : eritroid meningkat. Megakariosit juga meningkat.
Dengan pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang
mengalami fibrosis.

o Kariotipik
Menggunakan metode FISH (Flourescen Insitu Hybridization), beberapa
aberasi kromosom yang sering ditemukan pada leukemia mieloid kronik
antara lain : +8, +9, +19, +21, i(17).
o Laboratorium lain.
Sering ditemukan hiperurikemia. 2,3,4,5,8

Working Diagnosis
Leukimia granulositik kronik (LGK) (chronic granulocytic leukemia) dikenal juga dengan
nama leukemia myeloid kronik (chronic myeloid leukemia) merupakan suatu jenis kanker
dari leukosit. LGK adalah bentuk leukemia yang ditandai dengan peningkatan dan
pertumbuhan yang tak terkendali dari sel myeloid pada sum-sum tulang, dan akumulasi dari
sel-sel ini di sirkulasi darah. LGK merupakan gangguan stem sel sum-sum tulang klonal,
dimana ditemukan proliferasi dari granulosit matang (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan
prekursornya. Keadaan ini merupakan jenis penyakit myeloproliferatif dengan translokasi
kromosom yang disebut dengan kromosom Philadelphia.3
Diagnosis LGK seringkali ditetapkan berdasarkan pemeriksaan darah lengkap, yang
memperlihatkan kenaikan seluruh tipe granulosit, dan termasuk sel-sel myeloid dewasa.
Basofil dan eosinofil hampir selalu mengalami kenaikan yang signifikan; halini membantu
membedakan LGK dari reaksi leukemoid. Biopsi sum-sum tulang biasanya dilakukan sebagai
pemeriksaan penunjang dignosis LGK, tetapi morfologi sum-sum tulang saja tidak cukup
untuk menetapkan diagnosis LGK. Lebih jauh lagi, LGK didiagnosis dengan mendeteksi
kromosom Philadelphia. Karakteristik abnormalitas kromosomal ini dapat dideteksi dengan
pemeriksaan sitogenetik rutin, mengguanakan hibridisasi fluorescent in situ, atau dengan
PCR untuk gen bcr-abl. 2

Differential Diagnosis
Leukemia limfositik kronis (LLK) 2,3,4
Leukemia Granulositik Kronik (LGK)

Leukemia Limfositik Kronis (LLK)

gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan adalah suatu keganasan klonal limfosit B
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit)

(jarang pada limfosit T)

yang relatif matang

Gambar 1. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

Gambar 2. Leukemia Limfositik Kronik

GK: LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase GK: Sekitar 25% penderita LLK tidak
akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik

menunjukkan gejala. Penderita LLK

ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat

yang mengalami gejala biasanya

kenyang akibat desakan limpa dan lambung.

ditemukan limfadenopati generalisata,

Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit

penurunan berat badan dan kelelahan.

berlangsung lama. Pada fase akselerasi

Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan

ditemukan keluhan anemia yang bertambah

dan penurunan kemampuan latihan atau

berat, petekie, ekimosis dan demam yang

olahraga. Demam, keringat malam dan

disertai infeksi

infeksi semakin parah sejalan dengan


perjalanan penyakitnya

20% leukemia dan paling sering dijumpai pada

menyerang individu yang berusia 50 -70

orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun)

tahun, perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

1.1 perbandingan LGK/LMK dengan LLK


Epidemiologi
LGK/LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia yaitu 25-20%
dari leukemia. IR LGK/LMK di negara barat adalah 1-1,4 per 100.000 per tahun. 20% leukemia
dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).

Penyakit ini menyerang 1-2 orang per 100.000 dan membuat 7-20% kasus leukemia
(Dugdale, 2010). Leukemia mielositik kronik terjadi pada kedua jenis kelamin dengan rasio
pria : wanita sebesar 1,4:1 dan paling sering terjadi pada usia antara 40-60 tahun.
(Hoffbrand et al, 2005). Kejadian leukemia mielositik kronik meningkat pada orang yang
terpapar bom atom Hiroshima dan Nagasaki. 5,6

Etiologi
Terdapatnya kromosom Philadelphia (Ph) / kromosom 22q yang terbentuk dari translokasi
resiprokal antara lengan panjang kromosom 9 ke kromosom 22 dan sebaliknya. Pada
kromosom 22 yang rusak tadi terdapat penggabungan gen, yaitu: gen ABL (abelson) dari
kromosom 9 & gen BCR (Break Cluster Region) pada kromosom 22. Gabungan gen ini
dikenal dengan nama BCR-ABL (gen hybrid BCR-ABL) yang akan mensintesis protein
210kD. Pada kromosom 9 terbentuk gen resiprokal ABL-BCR.
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:
1. Radiasi
2. Faktor leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi
leukemia:

Racun lingkungan seperti benzena

Bahan kimia industri seperti insektisida

Obat untuk kemoterapi

3. Epidemiologi
6

Di Afrika, 10-20% penderita Leukemia Mielositik Akut (LMA) memiliki


kloroma di sekitar orbita mata

Di Kenya, Tiongkok, dan India, Leukemia Mielositik Kronik (LMK) mengenai


penderita berumur 20-40 tahun

Pada orang Asia Timur dan India Timur jarang ditemui Leukemia Limfositik Kronik
(LLK).

4. Herediter
Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang
normal.
5. Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus dan virus leukemia feline. 1,4

Patofisiologi
LGK merupakan keganasan pertama yang dihubungkan dengan abnormalitas genetik secara
langsung, yaitu translokasi kromosomal yang dikenal dengan kromosom Philadelphia.
Kelainan kromosomal ini dinamai berdasarkan penemunya pada tahun 1960, dua orang
ilmuwan dari Philadelphia, Pennsylvania: Peter Nowell dan David Hungerford.
Pada translokasi ini, bagian dari 2 kromosom (9 dan 22) bertukar tempat. Akibatnya, bagian
dari gen BCR (breakpoint cluster region) dari kromosom 22 bercampur dengan gen ABL
dari kromosom 9. Dari penggabungan abnormal ini terjadi sintesis protein berat p210 atau
p185 (p merupakan ukuran berat protein selular dalam kDa). Karena ABL membawa domain
yang dapat menambahkan gugus phosphat ke residu tirosin (suatu tirosin kinase), produk
penggabungan gen BCR-ABL juga berupa tirosin kinase.
Protein gabungan BCR-ABL berinteraksi dengan subunit reseptor interleukin 3beta(c).
Transkrip BCR-ABL terus-menerus aktif dan tidak memerlukan pengaktifan oleh protein
selular lain. Hasilnya, BCR-ABL mengaktifkan kaskade protein yang mengontrol siklus sel,
mempercepat pembelahan sel. Lebih lagi, protein BCR-ABL menghambat perbaikan DNA,
mengakibatkan ketidakstabilan pada sistem gen dan membuat sel lebih rawan mengalami
abnormalitas genetik lain. Aktivitas dari protein BCR-ABL merupakan penyebab
patofisologis dari LGK. Dengan berkembangnya pemahaman terhadap sifat-sifat dari protein

BCR-ABL dan aktivitasnya sebagai tirosin kinase, terapi spesifik telah dikembangkan, yaitu
dengan menghambat aktivitas protein BCR-ABL.
Klasifikasi : LGK dapat dibagi atas 3 fase berdasarkan karakteristik klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Dengan tidak adanya intervensi, LGK berawal dari fase kronik,
dan beberapa tahun kemudian berkembang menjadi fase terakselerasi (accelerated) dan
akhirnya terjadi krisis blast (blast crisis). Krisis blast merupakan fase terminal dari LGK dan
secara klinis mirip dengan leukemia akut. Beberapa pasien telah berada pada fase
terakselerasi atau krisis blast saat didiagnosis.
Fase Kronik : Sekitar 85% pasien penderita LGK berada pada fase kronik saat
didiagnosis. Selama fase ini, pasien seringkali asimptomatik atau hanya menderita
gejala-gejala lemah yang ringan, dan rasa tidak nyaman pada abdomen. Durasi dari
fase kronik bervariasi dan bergantung pada seberapa cepat penyakit didiagnosis dan
seberapa efektif terapi yang diberikan.
Fase Terakselerasi : Kriteria diagnosis perkembangan dari fase kronik ke fase
terakselerasi yang paling umum digunakan adalah kriteria dari M.D. Anderson Cancer
Center dan kriteria WHO. Menurut kriteria WHO, fase terakselerasi telah terjadi bila:
-

10-19% myeloblast pada darah atau sum-sum tulang

>20% basofil pada darah atau sum-sum tulang

Jumlah trombosit < 100.000, tidak berhubungan dengan terapi

Jumlah trombosit > 1.000.000, tidak merespon pada terapi

Perubahan sitogenetik dengan abnormalitas baru selain kromosom Philadelphia

Pertambahan splenomegali atau jumlah leukosit, tidak merespon pada terapi

Pasien dikatakan berada dalam fase terakselerasi jika terdapat salah satu keadaan diatas.
Krisis Blast : Krisis blast merupakan fase akhir dari LGK, dan terlihat seperti
leukemia akut dengan perkembangan sangat cepat. Krisis blast didiagnosis jika
terdapat salah satu tanda berikut pada pasien LGK:
8

> 20% myeloblast atau limfoblast pada darah atau sum-sum tulang

Persebaran luas sel-sel blast pada biopsi sum-sum tulang

Terjadi perkembangan kloroma (inti padat dari leukemia diluar sum-sum tulang).
1,3,4,5,6

Ditemukan granulosit dalam barbagai stadium

1.3 bagan patogenesis LGK/LMK

Manifestasi Klinik
Dalam perjalanan penyakitnya, LGK dibagi menjadi 3 fase, yakni fase kronik, fase
akselerasi dan fase krisis blas. Pada umumnya saat pertama diagnosis ditegakkan, pasien
masih dalam fase kronis. Bahkan sering kali diagnose LGK ditemukan secara kebetulan,
9

misalnya persiapan para operasi dimana ditemukan leukositosis yang hebat tanpa gejalagejala infeksi. Pada fase kronik, pasien sering mengeluh pembesaran limfa, atau sering
merasa cepat kenyang akibat desakan limfa terhadap lambung. Kadang sering timbul nyeri
perut kanan atas seperti diremas. Keluhan lain sering tidak spesifik , misalnya rasa cepat
lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, keringat malam. Penurunan berat badan
terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran
hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.
Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau mengalami
akselerasi . bila saat diagnosa ditegakkan pasien berada dalam fase kronik maka
kelangsungan hidup berkisar 1-1,5 tahun. Cirri khas fase akselerasi adalah leukositosis yang
sulit dikontrol dengan obat-obat mielosupresif, mieloblast di perifer mencapai 15-30 %,
promielosit > 30 % dan trombosit < 100.000/mm. secara klinik dapat diduga bila limfa yang
tadinya mengecil dengan terapi kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul
ptekie, ekimosis, bila disertai demam biasanya ada infeksi.
Leukemia mielositik kronik atu leukemia granulositik kronik memilik gejala-gejala klinis
yaitu:
-

Penurunan berat badan, lemah, anoreksia, dan keringat malam.


Splenomegali hampir selalu ada dan sering besar disertai sering kurang enak

badan, nyeri,rasa penuh di perut atau gangguan pencernaan.


Gambaran anemia, termasuk pucat dan lemas.
Kadang-kadang ada memar dan pendarahan dari tempat lain.
Sering didapatkan nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali
Gangguan penglihatan 1,4,7

Table 85.4 Symptoms and Signs of Chronic-Phase CML at Presentation


Percent of Patients
Symptoms
Fatigue
83
Weight loss
61
Abdominal fullness and anorexia
38
Easy bruising or bleeding
35
Abdominal pain
33
Fever
11
Signs
Splenomegaly
95
Sternal tenderness
78
Lymphadenopathy
64
Hepatomegaly
48
10

Purpura
Retinal hemorrhage

27
21

1.4 Gejala dan tanda-tanda LGK/LMK

Penatalaksanaan
Tujuan terapi LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi hematologi,remisi
sitogenetik,maupun remisi biomolekuler.untuk mencapai remisi hematologis digunakan obat-obat
yang bersifat mielosupresif. Begitu mencapai remisi hematologis dilanjutkan dengan terapi interferon
dan atau cangkok sumsum tulang

Hydroxyurea (hydrea) : Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi hematologic


pada LGK.
- Lebih efektif
- Efek mielosupresif masih berlangsung beberapa hari sampai 1 minggu setelah
pengobatan dihentikan.tidak seperti busulfan yang dapat menyebabkan anemia
-

aplastik dan fibrosis paru.


Dosis 30 mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal atau dibagi 2-3 dosis.

Apabila leukosit > 300.000/mm,dosis boleh ditinggikan sampai 2,5 mg/hari


Penggunaan dihentikan bila leukosit < 8.000/mm atau trombosit < 100.000/mm
Interaksi obat terjadi bila diberikan bersamaan dengan 5-FU, menyebabkan

neurotoksisitas.
Selama penmakaian harus dipantau Hb, leukosit, trombosit, fungsi ginjal,fungsi

hati.
Busulfan (Myleran)
- Golongan alkil sangat kuat
- Dosis 4-8mg/hari dapat dinaikan sampai 12mg/hari hentikan njika leukosit 10-

20.000/mm,dimulai kembali setelah leukosit > 50.000/mm


Tidak boleh diberikan pada wanita hamil
Interaksi obat : asetaminofen, siklofosfamid dan itrakonazol akan meningkatkan

efek busulfan,sedangkan fenitoin menurunkan efeknya


Bila leukosit sangat tinggi, sebaiknya disertai dengan allopurinol dan hidrasi yang

baik
Dapat

menyebabkan

fibrosis

paru

dan

supresi

sumsum

berkepanjangan.

Imatinib Mesylate
- diabsorbsi secara baik oleh mko0sa lambungpada pemberian peroral
11

tulang

yang

untuk fase kronik dosis 400mg/hari setelah makan,dapat ditingkatkan sampai


600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologic setelah pemberian selama 3
bulan atau memberikan respon baik tetapi setelah itu terjadi perburukan secara

hematologic
dosis harus diturunkan jika terjadi netropenia berat ( < 500/mm) atau
trombositopenia berat ( < 50.000/mm)atau peningkatan SGOT/SGPT dan

bilirubin
- untuk fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari
- dapat terjadi hipersensitivitas
- tidak boleh pada wanita hamil
- ketokonazol,simvastatin dan fenintoin akan meningkatkan efek imatinib mesilat
- dapat juga menghasilkan remisi sitogenetik.
Interferon Alfa -2a Atau Interferon Alfa-2b
- tidak dapat menghasilkan remisi biologic walaupun dapat mencapai remisi
-

sitogenetik
dosis 5 juta IU/m/hari subkutan sampai mencapai remisi sitogenetik, biasanya

setelah 12 bulan terapi


diperlukan premedikasi dengan analgetik dan anti piretiksebelum pemberian

interferon untuk mencegak efefk samping interferon berupa flu like sindrom
teofilin,simetidin,vinblastin dan zidofudin dapat meningkatkan efek toksik

interferon
hati hati pemberian pada usia lanjut,gangguan faal hati dan ginjal yang berat,
pasien epilepsy

Kemoterapi pada penderita LGK/LMK


a. Fase Kronik : Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan

pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat
yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada
tindakan transplantasi sumsum tulang.

b. Fase Akselerasi: Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah
Radioterapi : Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam
tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau
partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini
12

dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah
bening setempat.
Transplantasi Sumsum Tulang : dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak
dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh
dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga
berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK,
hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam
waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA)
yang sesuai. Indikasi cangkok sumsum tulang :

Usia tidak lebih dari 60 tahun


Ada donor yang cocok
Termasuk golongan resiko rendah menurut perhitungan sokal

Terapi Suportif : berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit


leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita
leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan
antibiotik untuk mengatasi infeksi
LMK dengan Pansitopenia : Pengobatan yang diberikan adalah infus NaCl 0,9 % 20
tetes/menit, Cefotaxim 1 gr tiga kali sehari IV, ranitidin 1 ampul 2 kali sehari dan
parasetamol 500 mg tiga kali sehari bila panas. Pada pasien ini diintruksikan untuk
diberikan transfusi whole blood satu kantung per hari sama dengan 10 gr % dan
selama perawatan pasien hanya ditransfusi sebanyak dua kali. 1,4,5,6

Komplikasi
1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah
merah, maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan
anemia tersebut. Proses terapi LGK juga dapat meyebabkan penurunan jumlah
sel darah merah.
2. Pendarahan (bleeding).

Penurunan

jumlah

trombosit

dalam

darah

(trombositopenia) pada keadaan LGK dapat mengganggu proses hemostasis.


Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari
gusi, ptechiae, dan hematom.

13

3. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau sendi.
Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit
abnormal yang berkembang pesat.
4. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi
saat keadaan LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan
limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
5. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien
dengan kasus LGK memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak
dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis)
dapat menyebabkan clot yang abnormal dan mengakibatkan stroke.
6. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien
menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat
menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak
efektif.
7. Kematian. 7

Prognosis
Dubia ad malam. 1,4
Sekitar 20-30% penderita meninggal dalam waktu 2 tahun setelah penyakitnya
terdiagnosis dan setelah itu sekitar 25% meninggal setiap tahunnya.
Banyak penderita yang bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih setelah penyakitnya
terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase akselerasi atau krisis blast.
Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi
kadang bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan.

Kesimpulan
Leukemia Mielositik Kronik (LMK) atau sering juga disebut Leukemia granulositik Kronik
(LGK) termasuk salah satu jenis kanker darah yang sulit disembuhkan. Dari sisi perjalanan
14

penyakit LGK ini tidak seganas leukemia akut yang angka kelangsungan hidupnya cuma 3
bulan. Pada LGK, penyakit berjalan lambat dan angka survival-nya relatif lebih panjang.
Tetapi penanganan pada LGK tidak mudah hingga seringkali satu-satunya cara adalah dengan
transplantasi sum-sum tulang belakang.

Daftar Pustaka
1. Faderl S, Talpaz M, Estrov Z, Kantarjian HM (1999). Chronic myelogenous
leukemia: biology and therapy. Annals of Internal Medicine.
2. Tefferi A (2006). Classification, diagnosis and management of myeloproliferative
disorders in the JAK2V617F era. Hematology Am Soc Hematol Educ Program.
3. Hehlmann R, Hochhaus A, Baccarani M; European LeukemiaNet (2007). Chronic
myeloid leukaemia
4. Fadjari H. leukemia granulositik kronis. Sudoya A-W,setiyohadi B, alwi I, et al. buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam . jilid II.edisi IV,Jakarta . departemen ilmu penyakit dalam
FKUI ; 2006 ; 698-701.

15

5. Baldy C-M.gangguan sel darah putih dan sel plasma.price S-A,Wilson LM.patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Vol 1.edisi 6.jakarta. EGC ;
2006 ; 277-279.
6. Dinas kesehatan provinsi daerah istimewa Yogyakarta.Leukemia. Available from
www.medicastore.com di unduh 20 Apr. 13
7. Simon, Sumanto, dr. Sp.PK. Neoplasma Sistem Hematopoietik: serba-serbi
Leukemia.available from www.tanyadokteranda.com di unduh 20 Apr. 13
8. Leukemia granulositik kronik.hematologi.ilmu penyakit dalam. Mansjoer A, Triyanti
K, savitri R, et al.kapita selekta kedokteran.jilid 1. Edisi 3. Jakarta; FKUI; 2001 ;560561.

16

Anda mungkin juga menyukai