Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri leher dan nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang sangat sering
yang membuat penderita datang berobat. Pada sebuah survei dijumpai bahwa
masalah pinggang dan leher menempati proporsi yang besar dalam pengeluaran
biaya kesehatan. Sejak tahun 1997-2005 total estimasi pengeluaran pada masalah
spinal meningkat secara substansial sebanyak 65% daripada biaya kesehatan
secara keseluruhan. Namun peningkatan biaya kesehatan ini tidak disertai bukti
perbaikan pada status kesehatan (Martin et al., 2008). Penyebab yang mendasari
keluhan low back pain ataupun neck pain bermacam-macam, salah satu di
antaranya adalah Hernia Nukleus Pulposus (HNP).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus intervertabralis
dengan protrusi dari nukleus ke dalam kanalis spinalis mengakibatkan penekanan
pada radiks. HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat
dari herniasi dan nucleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral
(Long, 1996).
HNP mempunyai karakteristik berupa protrusi dari annulus fibrosus beserta
nucleus pulposus yang ada di dalamnya ke dalam canalis vertebralis (Gilroy,
2000). Hernia Nukleus Pulposus dapat terjadi di semua discus intervertebralis,
namun yang paling sering terjadi di segmen lombosakral pada discus
intervertebralis L4-5 dan L5-S1 sekitar 10% sisanya terjadi di discus
intervertebralis segmen L3-4. Hal ini terjadi karena vertebrae lumbal menopang
beban tubuh paling besar. Usia antara 30 50 tahun paling rentan menderita HNP
oleh karena elastisitas dan kandungan air di nukleus menurun seiring peningkatan
usia (Owens et al., 2010).
Lokasi yang terkena itu sangat bergantung pada level vertebra di mana HNP
terjadi. Misalkan, jika HNP terjadi di servikal, akan terjadi keluhan nyeri di leher,
bahu, dan lengan. Thoracic HNP mengakibatkan nyeri menjalar ke dada.
Sementara Lumbar HNP menimbulkan gejala nyeri yang menyebar ke pantat,
paha, dan tungkai (Owens et al., 2010).

1
Nyeri leher (neck pain) sering terjadi, sekitar 4,6% pada dewasa, paling
sering timbul akibat penyakit di vertebrae servikal dan soft tissue di leher. Neck
pain yang timbul akibat vertebrae servikalnya secara tipikal dipicu oleh
pergerakan, dan dapat diikuti oleh nyeri tekan fokal dan keterbatasan pergerakan.
Nyeri yang timbul dari plexus brakhialis, bahu, atau nervus perifer dapat
dibingungkan dengan penyakit dari vertebra servikal, namun riwayat dan
pemeriksaan biasanya mengidentifikasikan sumber yang lebih distal dari nyeri.
Trauma vertebra servikal, penyakit diskus, atau spondylosis dapat asimtomatik
atau nyeri dan menimbulkan suatu myelopathy, radiculopathy, atau keduanya.
Radiks saraf yang paling sering terserang adalah C7 dan C6 (Engstrom, 2000).
Penyebab umum nyeri di leher, bahu dan lengan adalah ruptur atau herniasi
pada servikal diskus (Engstrom, 2000; Madonia, 2011). Herniasi diskus servikal
terjadi akibat robekan di lapisan luar dari diskus (anulus) yang memungkinkan
nucleus pulposus keluar (Madonia, 2011).
Nyeri leher (memburuk dengan pergerakan), kekakuan, dan terbatasnya
range of motion adalah manifestasi yang lazim. Dengan kompresi radiks saraf,
nyeri bisa menjalar ke bahu atau lengan (Engstrom, 2000). Sebuah studi
menunjukkan penurunan range of motion cervical pada pasien dengan HNP
servikalis dibandingkan dengan orang normal (Hyolyun et al., 2010).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus intervertabralis
dengan protrusi dari nukleus ke dalam kanalis spinalis mengakibatkan penekanan
pada radiks saraf. HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal
akibat dari herniasi dan nucleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau
lateral (Long, 1996). Herniasi Nukleus Pulposus terjadi ketika nukleus pulposus
(substansi seperti gel) keluar melalui annulus fibrosus (struktur seperti bantalan)
dari diskus intervertebralis (absorber shock spinal) (Owens et al., 2010).

Gambar 1. Herniasi Diskus


Sumber: Owens et al., 2010

Perkembangan HNP bervariasi dari onset gejala yang perlahan hingga yang
tiba-tiba. Terdapat empat stage yaitu (Gambar 1):
1. Protrusio diskus
2. Prolapsus diskus
3. Ekstrusio diskus
4. Sequestrasi diskus

3
Stage 1 dan 2 disebut sebagai inkomplit, sedangkan 3 dan 4 adalah herniasi
komplit. Nyeri dari herniasi dapat berkombinasi dengan radikulopati, yang berarti
terdapat defisit neurologis. Defisit ini termasuk perubahan sensoris (seperti
kesemutan, kebas) dan/atau perubahan motorik (seperti kelemahan, dan refleks
yang menghilang). Perubahan ini disebabkan oleh kompresi saraf yang dihasilkan
oleh tekanan dari material diskus inferior (Owens et al., 2010).

Gambar 1. Perkembangan Herniasi Diskus


Sumber: Owens et al., 2010

2.2 Anatomi Fisiologi


Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang
terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital
magnum, masuk ke kanalis sampai setinggi segmen LII. Medulla spinalis terdiri
dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra
yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kostovertebralis, dan sendi
sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan

4
korpus vertebra yang berdekatan. Di antara korpus vertebra mulai dari cervikalis
kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini
membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus
intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok: nucleus pulposus di tengah dan
annulus fibrosus di sekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang di atas dan
di bawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigelatin.
Nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan
sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus
dan pembuluh-pembuluh kapiler.

Gambar 3. Diskus Servikal Normal


Sumber: Owens et al., 2010

Herniasi diskus servikalis terjadi ketika annulus fibrosus robek, sehingga


memungkinkan nukleus pulposus keluar. Hal ini disebut sebagai Herniasi Nukleus
pulposus (HNP) atau herniasi diskus.

2.3 Epidemiologi
Herniasi Nukleus Pulposus yang diobservasi dengan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) terjadi pada 10% individual yang asimtomatis berusia kurang dari
40 tahun dan 5% pada penderita yang lebih dari 40 tahun (Radhakrishnan et al.,
1994). Perbandingan Insidensi herniasi diskus servikal pada pria dan wanita
adalah 1:1 (Kelley, 2000).

5
2.4 Faktor Risiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya herniasi diskus:
1. Lifestyle, seperti merokok, kurangnya olahraga yang rutin, dan nutrisi yang
tidak adekuat yang berkontribusi terhadap kesehatan diskus yang tidak baik.
2. Seiring penambahan usia, perubahan biokimia natural menyebabkan diskus
menjadi berkurang kandungan airnya, yang berpengaruh terhadap kekuatan
dan kelenturan diskus.
3. Postur tubuh yang buruk dikombinasi dengan kebiasaan penggunaan mekanis
tubuh yang salah dapat membuat stres tambahan pada vertebrae servikal.

Kombinasi faktor-faktor ini dengan efek aktivitas berat sehari-hari, cedera,


mengangkat beban yang tidak benar, atau posisi memutar, menjelaskan mengapa
suatu diskus dapat mengalami herniasi. Suatu herniasi dapat berkembang secara
tiba-tiba atau perlahan-lahan dalam hitungan minggu atau bulan.

2.5 Gejala klinis


Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh kompresi saraf yang disebabkan oleh
HNP cervical di antaranya adalah (Louis, 2010):
Nyeri yang tajam atau konstan di leher, bahu, atau punggung atas
Nyeri atau sensasi seperti terbakar yang menjalar sepanjang saraf yang
terkena, turun ke lengan, hingga ke tangan dan jari
Nyeri yang berhubungan dengan gerakan memutar kepala
Rasa berat dan kaku di leher, bahu atau punggung atas
Nyeri tekan ketika area tersebut disentuh
Nyeri Kepala

Pasien dengan HNP cervical akan menunjukkan gejala-gejala


radiculopathy, mielopathy atau bahkan menunjukkan gejala keduanya. Gejala
radiculopathy terjadi apabila nucleus pulposus keluar dan menekan radiks
medulla spinalis, sedangkan gejala mielopathy terjadi bila nucleus pulposus
langsung menekan medulla spinalis. HNP cervical lebih sering terjadi pada usia
30-40 tahun, dan lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita (Louis, 2010).

6
a. Cervical Radiculopathy
Gejala yang terjadi bila terdapat ruptur discus cervical yaitu rasa nyeri yang
menjalar mulai dari leher, bahu, lalu ke lengan. Nyeri dapat terasa tajam, namun
lebih sering dirasakan nyeri tumpul yang menetap. Gejala lain yang dapat timbul
yaitu parestesia atau rasa seperti kesemutan, kaku, atau juga dapat terasa gatal
pada daerah yang dipersarafi oleh radiks yang tertekan. Nyeri di sekitar tulang
belikat juga sering dikeluhkan, hal ini timbul oleh karena adanya nyeri alih.
Pasien juga dapat menunjukkan gejala berupa sakit kepala, kelemahan ekstremitas
atas atau frank atrofi dengan adanya pengurangan massa otot. Nyeri biasanya
dipicu oleh gerakan pada leher, terutama saat leher ekstensi dan pergerakan leher
ke sisi yang sakit disebut dengan tanda Spurling. Rasa nyeri diperparah dengan
adanya batuk, mengedan atau tertawa. Rasa nyeri berkurang dengan pergerakan
leher menjauhi sisi yang sakit dan dengan mengangkat lengan di sisi yang sakit
sampai ke atas kepala (Carette dan Fehlings, 2005).

Tabel 1. Cervical Radiculopathy dan Faktor Diferensiasi

7
Gambar 4. Dermatom Servikal

b. Cervical Myelopathy
Bila nucleus pulposus langsung menekan medulla spinalis gejala yang
timbul berupa nyeri di leher, sekitar tulang belikat dan bahu. Tedapat sensasi nyeri
mendadak di kaki saat pergerakan cepat dari leher. Rasa kesemutan menjalar ke
atas saat leher didongakkan ke belakang (ekstensi). Pada anggota badan atas
terdapat rasa kaku pada tangan dan lengan, kehilangan ketangkasan juga
kelemahan ekstremitas atas yang menyeluruh. Kelainan pada anggota badan
bawah berupa ketidakstabilan dalam berjalan serta adanya gangguan miksi dan
buang air besar.

Tabel 2. Perbedaan Gejala Klinis Lateral dan Central HNP


Lateral HNP Central HNP
Kelemahan motorik Hiperrefleks
Perubahan refleks (menurun) Kehilangan ketangkasan
Perubahan rasa sensorik Ketidakstabilan berjalan
Gangguan BAB dan BAK

8
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Selain gejala dan tanda yang tampak pada seorang penderita HNP servikalis,
kita juga wajib menggunakan beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu
dalam penegakan diagnosis yang tepat dan akurat. Semua itu penting untuk
disadari karena akhir-akhir ini banyak kelalaian yang terjadi dalam bidang medis.
Seiring dengan bertambah pesatnya teknologi kedokteran pada zaman globalisasi
ini, maka meningkat pula alat-alat dan teknik-teknik yang dapat kita gunakan
dalam mendukung diagnosis yang tepat. Macam-macam pemeriksaan penunjang
tersebut adalah:

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada awalnya ditujukan untuk menyingkirkan


kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat muncul pada tulang vertebra
servikalis. Dengan menggunakan cairan seperti darah atau urin, ataupun
jaringan yang ada pada individu penderita kelainan tersebut yang dinilai
secara laboratorium dengan nilai yang telah distandarisasi. Contohnya adalah:

a) Faktor rheumatoid, suatu faktor immunologis bilamana terdapat


peningkatan memungkinkan adanya penyakit rheumatoid arthritis.

b) HLA-B27 bila (+) meunjukkan suatu tanda dari spondilitis ankylosis.

c) Peningkatan LED menunjukan kelainan polymyalgia rheumatoid ataupun


juga bisa terdapat pada infeksi bakteri nonspesifik.

d) Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi pada tulang servikal.

e) Kultur darah yang positif juga menunjukan adanya infeksi dari suatu
organisme.

Jika pada pemeriksaan hasilnya tidak pada seperti demikian maka kita
langsung dapat menyingkirkan semua kelainan tersebut, dan kita dapat
memikirkan kemungkinan nyeri yang ada pada daerah tulang servikal suatu

9
kompresi yang menyebabkan hernia dari nucleus pulposus pada bagian
servikal.

2. Pencitraan

Pencitraan yang biasa dilakukan adalah suatu penggambaran yang hanya


menunjukkan suatu kelainan secara anatomi saja atau bentuknya, dan tidak
menunjukkan suatu kelainan fungsi pada tulang vertebra servikalis. Awalnya
suatu Bodens servikal MR dapat menunjukkan sekitar 20% kelainan yang
ada pada penderita yang tidak menunjukkan gejala adanya penyakit tersebut.
Sebagai konsekuensi dengan teknik pencitraan ini, pemeriksa harus dapat
menginterpretasikan dari hasil pencitraan tersebut secara tepat dan jelas
sesuai dengan keadaan sebenarnya dari organ yang ada dalam tubuh
penderita. Banyak sekali alat pencitraan yang ada, seperti:

a) Foto polos atau X-Ray (Rontgen)

Foto polos dapat menggambarkan suatu perubahan degeneratif


yang kronik, penyakit metastase, infeksi, kelainan dari tulang servikal,
dan juga stabilitasnya. Dengan penggunaan alat pencitraan ini dapat
dilakukan dengan 5 macam teknik pengambilan gambarnya agar dapat
menghasilkan suatu gambar yang baik pada kelainan yang ada, yaitu:

i. Posisi AP, dapat dengan jelas menunjukkan adanya tumor, osteofit,


dan juga adanya fraktur pada tulang vertebra servikal.

ii. Posisi fleksi-ekstensi, dapat menunjukkan adanya suatu pergeseran


ataupun ketidakstabilan dari tulang vertebra servikal.

iii. Posisi mulut terbuka, dapat menunjukkan adanya penaikkan dari


processus odontoid juga stabilitas dari C1-C2.

iv. Posisi lateral, menunjukkan stabilitas dan adanya spondylosis.

10
v. Posisi oblique, dapat menunjukkan kelainan DDD (degenerative disc
disease) sama baiknya dengan kelainan HNP (Hernia Nukleus
Pulposus) pada daerah servikal.

b) CT-Scan

CT scan baik dalam menggambarkan adanya fraktur pada daerah


tulang servikal dan sering dipakai pada kasus-kasus trauma. Model yang
terbaru yaitu Helical atau spiral CT-Scan dapat memberikan gambaran
lebih baik lagi.

c) CT-Myelography

Penambahan alat myelogram pada CT-Scan diharapkan


memberikan gambaran yang lebih baik lagi. Terutama pada adanya suatu
kompresi dari korda spinalis dan juga badan-badan saraf. Alat ini juga
dapat digunakan untuk mempelajari mengenai kanalis spinalis yang
berhubungan dengan korda spinalis, radix spinalis yang bergerak terbatas
pada diskus intervertebralis. Alat ini tetap merupakan kriteria standar
melihat dari atas pelebaran suatu foramen ketika menggunakan MRI.
Konsekuensinya, alat ini bukan merupakan untuk menilai kelainan awal
dari tulang belakang servikal tapi disediakan untuk kasus yang rumit.

d) MRI

MRI merupakan pilihan utama untuk melihat sekaligus menilai tiap


derajat pada HNP, dari yang masih ringan atau awal hingga yang lebih
berat. Keuntungan lainnya pada gambaran MRI dapat memperlihatkan
juga jaringan lunak yang ada di sekitarnya, contohnya seperti diskus
intervertebralis itu sendiri, korda spinalis, dan cairan cerebrospinal. Alat
ini juga tidak bersifat invasif, dan sedikit sekali pasien terekspos radiasi
dari alat ini. Getaran pada MRI yang terbaru bergerak cepat dan

11
memberikan ruang magnetic yang luas dan meberi gambaran yang lebih
mendetail. Sayangnya, beberapa signal contohnya echo spinal terlihat
lebih besar dari aslinya dan meniadakan kelainannya.

Kerugian lainnya termasuk dari penekanan tidak dapat dilakukan


pada pasien yang mempunyai ketakutan pada prosedur penggunaanya,
tergantung pada kerjasama pasien untuk meminimalkan kecacatan
gambar, tingginya false positive, dan kurang sensitif dibandingkan
dengan CT-Scan dalam menilai struktur tulang. Lebih lagi MRI dapat
menghilangkan bagian bawah dalam membedakan prolapsus diskus
cervical dari kompresi osteofit spondylisis. Kontraindikasi MRI pada
pasien yang menggunakan barang terbuat dari bahan metal, seperti alat
pacu jantung, stimulator korda spinalis, ataupun valvula jantung buatan
yang dapat terpengaruh dalam sifat magnetic dari MRI.

Gambar 5. Sagittal magnetic resonance imaging (MRI) scan


Tampak adanya protrusio diskus intervertebral cervical pada C3-C4 dan C7-T1
Sumber: Furman dan Lorenzo, 2011

e) Provocative cervical discography


Alat ini telah menjadi kontroversial sejak dikenalkan pada tahun
1957 oleh Smith. Prosedur dalam penggunaan alat ini menggunakan
teknik sterilitas dalam menempatkan jarum spinal ke dalam diskus
intervertebralis servikal. Pada akhirnya terdapat dua teknik yang berbeda
masih sesuai untuk mengenalkan pada prosedur penggunaanya. Yaitu,

12
i. Teknik paravertebral, yang menggunakan perabaan digital untuk
meretraksikan struktur vital dari jaringan lunak (contohnya trakea,
arteri karotis, dan esophagus).

ii. Teknik pendekatan oblique, lebih membutuhkan alat peraba digital


yang nyata. Setelah jarum spinal ditempatkan di tengah dari nucleus
pulposus, kontras diinjeksikan untuk menunjukkan arsitektur dalam
dari diskus intervertebralis dan sedikit respon nyeri yang
diprovokasi.

Alat ini merupakan satu-satunya prosedur yang dapat menunjukkan


penggunaan sebagai pembangkit nyeri. Ketidaknyamanan pada prosedur
ini lebih sedikit daripada MRI servikal, yang memberi banyak informasi
anatomis dari yang alat ini lakukan. Kontraindikasi penggunaan alat ini
yaitu terlalu luasnya herniasi dari diskus dan diameter mid sagital dari
canalis spinalis kurang dari 12mm. Komplikasinya dapat menyebabkan
discitis, absess epidural, kelumpuhan seluruh ekstremitas, stroke,
pneumothorax, cedera saraf, dan cedera korda spinalis. Dalam laporan
terdapat rata-rata 0,37% pada discitis.

3. Electrodiagnostic

Electrodiagnostic merupakan alat paling baru yang sekarang ini untuk


menilai dari fungsi neurologis pada saraf servikalis. Keuntungan dari alat ini
dapat membatasi suatu ekspansi dan juga mengurangi kesakitan yang timbul
pada pemeriksaan dengan alat lain. NCSs dan EMG melindungi dari akar
saraf servikal dan fungsi dari saraf perifer. Pada jarum dari EMG dapat
mendeteksi akut, subakut, dan kronik dari penggambaran radix saraf jika
terdapat serabut saraf yang patologis. Diagnosis mengenai radiculopathy
terlihat ketika jarum EMG menunjukkan potensial abnormal yang spontan
dapat maupun tidak disertai perubahan potensial aksi pada unit motorik. Alat
ini juga dapat membedakan radikulopati servikal dari suatu keadaan yang
neurogenik. Sayangnya, redikulopati servikal termasuk axon sensorial yang

13
jarang dapat dideteksi dengan elektrodiagnostik, di mana sedikitnya dari
kemampuan diagnostik. Tidak seperti jarum EMG, permukaan dari EMG
umumnya tidak dianggap memiliki peranan yang diterima dari diagnosis dari
radikulopati.

4. Somatosensory evoked potentials (SEP)

Alat ini dapat digunakan untuk mengevaluasi konduksi sensoris perifer


dan sentral. Limbus bawah dari SEPs terdiri dari saraf tibialis dan saraf
fibularis, yang berhubungan dengan konduksi dari korda spinalis, merupakan
lebih sensitive dalam mendiagnosa myelopathy daripada limbus atas medial
dan SEPs dari ulnar.

2.7 Penatalaksanaan

1. Non-farmakologis

Program Rehabilitasi

i. Terapi fisik

Pada banyak kelainan diskus servikalis , terdapat beberapa


pengetahuan yang mendukung pengobatan secara konservatif. Seperti
pendekatan McKenzie dan program penstabilisasian dari tulang belakang
servikothorakal yang dikombinasikan dengan senam aerobic.

Sistem McKenzie membagi 3 macam sindroma mekanik yang


menyebabkan timbulnya nyeri dan penurunan fungsi pada tulang
belakang, yaitu:

i.1. Sindroma posisi tubuh, merangsang timbulnya nyeri ketika


jaringan lunak yang normal diberi beban yang statis pada rata-rata

14
maksimum kemampuan dalam menahan pada tulang belakang servikal
tetapi belum tampak kelainan pada jaringan tersebut.

i.2. Sindroma disfungsional, menyebabkan nyeri ketika penderita


melakukan gerakan yang maksimal.

i.3. Sindroma derangement, menyebabkan nyeri yang hilang timbul


ketika disertai pergerakan dengan postur kepala yang salah.

Teori McKenzie ini menunjukkan bahwa meskipun penderita


menunjukkan tanda dan gejala yang sama tapi terdapat kemungkinan
penyebab yang berbeda sehingga pada pengobatan yang tidak sesuai
maka tidak membantu penderita menghilangkan gejalanya. Pada
prinsipnya pengobatan dilakukan secara individual dan keaktifan
penderita merupakan kunci dari menghilangkan gejala bahkan penyakit
ini.
Pada program stabilisasi tulang belakang servikothorakal dapat
membantu dalam membatasi rasa nyeri, memaksimalkan fungsi tulang
belakang, dan mencegah cedera yang lebih lanjut. Yang termasuk dalam
program ini yaitu:

1. Mengembalikan flexibilitas dari tulang belakang, sehingga


mencegah cedera lebih lanjut pada trauma mikro yang berulang.
Prinsipnya dengan menempatkan tulang belakang servikal pada
posisi yang tidak menimbulkan nyeri dan gejala yang lain.

2. Mengawali latihan posisi yang baik dengan penderita, diarahkan oleh


seorang fisioterapis. Prinsipnya mengikuti variasi gerakan manuver-
manuver yang dilakukan fisioterapi seperti kita berhadapan dengan
cermin. Latihan ini dilakukan dari gerakan yang sederhana sampai
gerakan yang lebih kompleks.

3. Teknik Butlers, mengobati dari gejala yang timbul akibat kelainan


saraf bagian radicular. Prinsipnya dengan memobilisasi saraf yang
bersangkutan hingga menimbulkan keluhan pada penderita. Teknik

15
pertama dengan mengidentifikasi persarafannya dengan
memprovokasi beberapa tempat yang menimbulkan nyeri terhebat
lalu terakhir dengan memobilisasi radicular saraf yang telah kita
tentukan. Dengan mengoptimalisasikan jaringan sehat dan sistem
kardiovaskuler yang normal dapat memiminalisasikan hal-hal negatif
dari faktor lingkungan sehingga dapat lebih menguntungkan.

ii. Traksi servikal

Dengan teknik ini dapat menghilangkan nyeri radicular akibat


kompresi dari saraf radiks. Teknik ini tidak memperbaiki cedera dari
jaringan lunak yang mengakibatkan nyeri. Dengan tambahan keadaan
seperti panas, pijatan, dan juga stimulasi elektrik harus dilakukan
terutama dalam menghilangkan nyeri dan merelaksasikan otot.

iii. Collar servikal yang lembut

Hanya direkomendasikan pada cedera akut pada jaringan lunak dari


leher dan digunakan dalam waktu yang relatif singkat. Sebab dapat
menyebabkan kekuatan dari otot leher melemah bahkan sampai
menghilang.

iv. Mobilisasi dan manipulasi dari tulang belakang.

Dapat mengembalikan jarak rata-rata pergerakan yang normal dari


tulang servikal dan mengurangi nyeri.

2. Farmakologis

Selama ini sudah banyak obat-obatan yang diberikan pada penderita


penyakit tersebut, tapi semuanya itu hanya digunakan dalam mengurangi dan
menghilangkan gejalanya saja. Seperti obat AINS yang digunakan paling
awal dalam melawan rasa nyeri pada dosis yang rendah dan mengobati proses

16
inflamasi dengan menggunakan dosis tinggi. Tapi penggunaan obat ini
semakin lama akan ditingkatkan dosisnya, karena akan timbul seperti gejala
ketergantungan. Aspirin jarang digunakan karena menyebabkan efek samping
yang irreversible.

Lalu kemudian digunakan obat pelumpuh otot, gunanya meningkatkan


daya kerja dari obat AINS terutama anti analgesiknya dan dalam mengontrol
spasme otot yang berlebihan. Kemudian dikenal obat kortikosteroid oral
untuk menghilangkan proses inflamasi dari kelemahan radix saraf servikal.
Tidak terbukti adanya efek nekrosis avaskular pada penggunaan prednisolon
pada dosis di bawah 550 mg.

Juga digunakan antidepressant seperti ATCs yang mengurangi rasa nyeri


dan mengurangi fungsi tidur yang kurang baik. Efek samping dari obat ini
adalah mulut kering, konstipasi, dan menambah berat badan. Gabapentin
yang menunjukkan lebih efektif dalam mengobati nyeri perifer pada keadaan
neuropatik.

Terakhir digunakan anti analgesic opioid untuk menghilangkan nyeri


yang sangat dan tidak berkurang dengan obat analgesic lainnya. Hanya pada
penggunaan obat ini memerlukan penghitungan yang matang oleh dokter
ataupun seorang ahli farmasi sebelum diberikan ke si penderita agar tidak
terjadi ketergantungan.

3. Operasi
a. Indikasi operasi:
1. Herniasi discus sentral dengan kompresi medula spinalis dan diikuti
dengan myelopathy
2. Herniasi discus posterolateral
3. Radiculopathy yang gagal dengan terapi konservatif
4. Pasien dengan defisit neurologis progresif

17
b. Jenis jenis operasi:
1. Posterior Approach for Excision of a Soft Lateral Cervical Disc
Insisi pada garis tengah posterior dilakukan di tengah tempat yang
diinginkan. Sebelumnya, foto rontgent posisi lateral dilakukan dengan
penanda metalik untuk menandai ruang antara patologis.
Lakukan Foraminolaminotomy, yang meliputi batas bawah dari
lamina di atasnya dan batas atas dari lamina di bawahnya dan
setengah medial dari facet joint.
Eksisi ligamentum flavum
Cervical root diretraksi ke atas dan discus yang mengalami ekstrusi
dipindahkan.

2. Anterior Approach for Excision of Cervical Disc and Removal of


Osteophyte
Insisi horizontal dilakukan di anterior leher, di tengah dari ruang
antara yang diinginkan.
Diseksi jaringan lunak sebelah medial dari arteri carotis, setelah itu
ruang intervertebral dapat dimasuki
Discus dipindahkan dari ruang antara dan osteofit dibor keluar.
Kemudian lakukan pencangkokan tulang yang diambil dari crista
iliaca pasien berupa 3 potong bread-loaf kortikal tulang.
Penyatuan/fusi biasanya berlangsung selama 3 bulan.

3. Multilevel Discectomy, Osteophytectomy, Fusion, and Internal


Stabilization
Prosedur ini diindikasikan pada pasien yang terdapat osteifit multiple
yang menyebabkan myelopathy atau myeloradiculopathy tetapi tidak ada
hubungannya dengan stenosis spinal congenital.

18
Teknik ini mirip dengan teknik discectomy dan osteophytectomy
tetapi pada bagian akhir prosedur teknik ini menggunakan stabilisasi
internal dengan plate and screw

Stabilisasi ini dilakukan untuk memperkuat proses penyatuan dan


meminimalkan kemungkinan terjadinya delayed kyphotic deformity yang
disebabkan karena tulang cangkokan yanag kolaps.

2.8 Pencegahan
Penuaan tidak bisa dihindari, tetapi perubahan gaya hidup dapat membantu
mencegah penyakit diskus servikal, seperti HNP. Pencegahan dapat dilakukan
dengan memodifikasi faktor risiko meliputi sikap tubuh yang buruk dan gerak
mekanis tubuh, otot leher yang lemah, merokok dan obesitas.

BAB III

PENUTUP

1. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus intervertabralis


dengan protrusi dari nukleus ke dalam kanalis spinalis mengakibatkan

19
penekanan pada radiks saraf. Herniasi diskus servikalis terjadi ketika annulus
fibrosus robek, sehingga memungkinkan nukleus pulposus keluar. Terdapat
empat stage yaitu, protrusio diskus, prolapsus diskus, ekstrusio diskus, dan
sequestrasi diskus. Stage 1 dan 2 disebut sebagai inkomplit, sedangkan 3 dan
4 adalah herniasi komplit.
2. Gejala HNP cervical yaitu, radiculopathy, myelopathy, atau keduanya. HNP
cervical lebih sering terjadi pada usia 30-40 tahun, dan lebih banyak terjadi
pada pria daripada wanita.
3. Beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu dalam penegakan
diagnosis yang tepat dan akurat seperti laboratorium, pencitraan,
elektrodiagnostik, serta somatosensory evoked potentials (SEP).
4. Penatalaksanaan HNP servikal terdiri dari tata laksana non-farmakologis
(rehabilitasi), farmakologis seperti NSAID, anti depresan, dan anti analgesik
opioid, serta operasi.
5. Pencegahan penyakit ini dengan modifikasi faktor risiko meliputi sikap tubuh
yang buruk dan gerak mekanis tubuh, otot leher yang lemah, merokok serta
obesitas.

DAFTAR PUSTAKA

Baptiste DC, Fehlings MG. 2006. Pathophysiology of cervical myelopathy. Spine


J. 6(6 Suppl):190S-197S.

20
Carette S, Fehlings MG. 2005. Clinical practice. Cervical radiculopathy. N Engl
J Med. 353(4):392-9.

Engstrom JW. 2000. Back and Neck Pain. In Harrisons Principle of Internal
Medicine. 16th edition. McGraw-Hill.

Furman MB, Lorenzo CT. 2011. Cervical Disc Disease.


http://emedicine.medscape.com/article/305720-overview [Diakses pada: 18
Mei 2012]

Gilroy J. 2000. Basic Neurology. 3rd Ed. The Mcgraw-Hill Companies, Inc.
United States of America. 574-75.

Hyolyun R, Wontae G, Sangyeol M. 2010. Correlations Between and Absolute


Rotation Angle, Anterior Weight Bearing, Range of Flexion and Extension
Motion in Cervical Herniated Nucleus Pulposus. J. Phys. Ther. Sci. 22:
447-450.

Louis J. 2010. Cervical Herniated Nucleus Pulposus.


http://www.laserspineinstitute.com/back_problems/hnp/cervical [Diakses
pada 18 Mei 2012].

Kelley LA. 2000. In neck to neck competition are women more fragile? Clin
Orthop. (372):123-30.

Madonia JR. 2011. Cervical Disc Herniation/Cervical Radiculopathy. Connecticut


Neck & Back Specialists. Germantown Road Danbury.

Martin BI, Deyo RA, Mirza SK, Turner JA, Camstock BA, Hollingworth W,
Sullivan SD. 2008. Expenditures and health status among adults with back
and neck problems. JAMA. 299(6):656-64.

Owens JM, Lee JF, Archer JM, Kwak S, Bevilacqua NJ, Rispoli FM, Dutkowsky
CJ, Penn DJ. 2010. Herniated Disc. North Jersey Orthopedic Specialists.

Radhakrishnan K, Litchy WJ, O'Fallon WM, Kurland LT. 1994. Epidemiology of


cervical radiculopathy. A population-based study from Rochester,
Minnesota, 1976 through 1990. Brain. 117 ( Pt 2):325-35.

21

Anda mungkin juga menyukai