LIVER ABSES
Pimpinan Sidang:
dr. Taufik Sungkar, M. Ked (PD), Sp. PD
Oleh :
Genio Oscar Mustamin 130100252
Lily 130100142
Hanna Christin 130100127
Almira Dalimunthe 130100093
Teguh Pangestu 130100136
Pimpinan Sidang
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“Liver Abses”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan sidang, dr.
Taufik Sungkar, M. Ked (PD), Sp. PD dan kepada Chief of Ward dr. Hartono dan dr.
Triyono yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus
selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 2
BAB 6 KESIMPULAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39
DAFTAR TABEL
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis serta masyarakat secara umum
agar dapat lebih mengetahui dan memhami lebih dalam mengenai liver abses.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abses hati adalah infeksi pada hati yang disebabkan oleh bakteri, parasit, jamur,
atau nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri atas jaringan hati
nekrotik, sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati.8
2.2. Epidemiologi
Abses hati secara umum terbagi dua, yaitu abses hati amoeba (AHA) dan abses
hati piogenik (AHP). Insidens abses hati jarang, berkisar antara 15-20 kasus per 100.000
populasi9. Di Negara-negera berkembang, AHA didapatkan secara endemic dan jauh
lebih sering dibandingkan AHP. India merupakan salah satu negara endemik AHA
dengan insidensi 3-9% kasus pada seluruh penderita amoebiasis10. AHA lebih sering
terjadi pada pria dengan rentang usia 20-40 tahun. Pada AHP secara epidemiologi,
didapatkan 8-15 kasus per 100.000 populasi. AHP di Negara maju seperti Kanada
didapatkan angka insidensi sebesar 2,3 per 100.000 populasi, sedangkan di Asia seperti
Taiwan didapatkan insidensi AHP sebanyak 10-15 per populasi pada tahun 2000-2010.
Escherichia coli merupakan penyebaba paling umum AHP dan lebih sering terjadi pada
pria dengan rentang usia lebih dari 40 tahun14-16.
Dengan menggunakan teknik isolasi kuman anaerobik yang ketat, saat ini
ditemukan 45-75% abses hati piogenik disebabkan oleh bakteri anaerobik ataupun
infeki campuran aerobik dan anaerobik. Bacteroides dan Fusobacterium merupakan
bakteri anaerobik penyebab abses hati piogenik terbanyak. Infeksi polimikrobial
umumnya disebabkan oleh bakteri anaerobik.
Eschericia coli dan Klebsiella pneumonia (Tabel 2.2) merupakan kuman yang
paling banyak diisolasi pada kelompok bakteri aerobic gram negatif. Klebsiella
terutama ditemukan pada pasien abses hati piogenik dengan diabetes melitus dan
intoleransi glukosa. Pada kelompok bakteri gram positif, Staphylococci paling sering
ditemukan pada infeksi monomikrobial, Streptococcidan Enterococci merupakan
bakterei yang paling serinng ditemukan pada infeksi polimikrobial. Pada suatu studi
besar, ditemukan S. aureus dan Streptococcus β-hemolyticus merupakan bakteri
penyebab abses hati piogenik pada trauma, Streptococcus grup D, K. pneumonia, dan
Clostridium sp. Berhubungan dengan infeksi sistem bilier, serta Bacteroides dan
Clostridium sp. Berhubungan dengan penyakit kolon.1
2.7. Diagnosis
2.7.1. Diagnosis Abses Hepar Amuba
a. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri abdomen, demam, anoreksia.
Nyeri abdomen dapat menjalar ke epigastrium, dada dan bahu kanan. Nyeri epigastrium
sering ditemukan pada abses lobus kiri. Demam umumnya bersifat remitten, terkadang
demam tinggi dan bisa disertai menggigil, dan perlu dicurigai adanya infeksi bakteri
sekunder.
Gejala lainnya yaitu dapat ditemukannya ikterik pada sepertiga kasus, dimana
patofisiologi terjadi ikterus ini masih kontroversial. Diduga ikterus muncul karena
adanya peningkatan tekanan rongga abses pada duktus hepatikus yang menyebabkan
kolestasis, atau disebabkan adanya fistula bilio-vaskular. Ikterik berat biasanya terjadi
pada abses yang berukuran besar, multiple atau terletak di porta hepatis. Hepatomegali
dapat ditemukan pada 80% pasien dengan konsistensi lunak dan permukaan yang rata.
Batuk berdahak maupun tidak juga dapat dijumpai. Diare walaupun jarang juga dapat
dijumpai pada penderita.1,8,20
b. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya tidak terlalu tinggi, kurva suhu bias intermitten atau remitten.
Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang apabila ditekan terasa nyeri. Pada
perkusi di atas daerah hepar kan terasa nyeri. Konsistensi hepar biasanya kistik. Ikterus
jarang terjadi, jikapun ada biasanya ringan. Bila icterus hebat biasanya disebabkan abses
yang besar atau multiple, atau dekat vena porta hepatika.9
c. Pemeriksaan Laboratorium
Tes serologi yang bisa digunakan meliputi ELISA, indirect hemagglutination,
cellulose acetate precipitin, counterimmunoelectrophoresis, immufluorescens antibody,
dan tes rapid latex agglutination. Hasil tes serologi harus diinterpretasikan dengan
klinis pasien karena kadar serum antibodi mungkin masih tinggi selama beberapa tahun
setelah perbaikan atau penyembuhan. Sensitivitas tes ± 95% dan spesifikasinya lebih
dari 95%. Hasil negatif palsu mungkin terjadi dalam 10 hari pertama infeksi. Tes
berbasis PCR untuk deteksi DNA amuba dan pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi
antigen amuba pada serum sudah sering dilakukan pada penelitian.
d. Pemeriksaan Pencitraan
USG abdomen merupakan pilihan utama untuk tes awal, karena non invasi dan
sensitivitasnya tinggi (80-90%) untuk mendapatkan lesi hipoekoik dengan internal
echoes. CT scan kontras digunkan terutama untuk mendiagnosis abses yang lebih kecil,
dapat melihat seluruh kavitas peritoneal yang mungkin dapat memberikan informasi
tentang lesi primer. MRI tidak memiliki sensitivitas lebih tinggi dibandingkan CT scan,
tetapi berguna jika hasil masih meragukan, diagnosis membutuhkan potongan koronal
atau sagital dan untuk pasien yang intoleran terhadap kontras. Pencintraan hepar tidak
bisa membedakan abses hati amuba dan piogenik. Abses amuba umumnya menyerang
lobus kanan hepar dekat dengan diafragma dan biasanya tunggal.
e. Kriteria Sherlock
Sherlock (2002) membuat kriteria diagnosis abses hati amuba:
1. Adanya riwayat berasal dari daerah endemik
2. Pembesaran hati pada laki-laki muda
3. Respons baik terhadap metronidazole
4. Leukositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yang tidak lama dan leukositosis
dengan riwayat sakit yang lama.
5. Ada dugaan amubiasis pada pemeriksaan foto thoraks PA dan lateral.
6. Pada pemeriksaan scan didapatkan filling defect
7. Tes fluorescen antibodi amuba positif
Bila ke-7 kriteria ini dipenuhi maka diagnosis abses hati amuba sudah hampir dapat
ditegakkan.
2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Penatalaksanaan Abses Hepar Amuba
a. Medikamentosa
- Terapi dimulai dengan Metronidazole 3x750 mg per oral selama 7-10 hari
(Guardino, 2008) atau nitomidazole kerja panjang (Tinidazole 2 gr PO dan
ornidazole 2 gram PO) dilaporkan efektif sebagai terapi dosis tunggal. Terapi
kemudian dilanjutkan dengan preparat lumenal amubisi untuk eradikasi kista dan
mencegah transmisi lebih lanjut, yaitu : Iodoquinol 3x650 mg selama 20 hari,
Diloxanide furoate 3x500 mg selama 10 hari, Aminosidine (Paromomcin 25-35
mg/kg perhari TID selama 7-10 hari (Kim, 2011). Lebih dari 90% pasien
mengalami respons yang dramatis dengan terapi metronidazole, baik berupa
penurunan nyeri maupun demam dalam 72 jam (Reed, 2010).
- Paromomycin 25-35 mg/kg/hari per oral terbagi dalam 3 dosis selama 7 hari atau
lini kedua Diloksanide furoate 3x500 mg per oral selama 10 hari.
- Emetine dan chloroquine dapat digunakan sebagai terapi alternatif, tetapi sebaiknya
dihindari sebisa mungkin karena efek kardiovaskular dan gastrointestinal, selain
karena tingginya angka relaps. Chloroquine phosphate 1000mg (Chloroquine base
600 mg) diberikan oral selama 2 hari dan dilanjutkan dengan 500 mg (Chloroquine
base 300 mg) diberikan oral selama 2-3 minggu, perbaikan klinis diharapkan
selama 3 hari
b. Aspirasi Jarum Perkutan
Indikasi aspirasi jarum perkutan :
● Risiko tinggi untuk terjadinya rupture abses yang didefinisikan dengan ukuran
kavitas lebih dari 5 cm.
● Abses pada lobus kiri hati yang dihubungkan dengan mortalitas tinggi dan frekuensi
tinggi bocor ke peritoneum atau perikardium.
● Tidak ada respons klinis terhadap terapi dalam 3-5 hari.
● Untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik, khususnya pasien dengan lesi
multipel.
c. Drainase Perkutan
Drainase perkutan abses dilakukan dengan tuntunan USG abdomen atau CT
scan abdomen. Penyulit yang dapat terjadi : perdarahan, perforasi organ intra abdomen,
infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase.
d. Drainase Pembedahan
Tindakan ini sekarang jarang dilakukan kecuali pada kasus tertentu seperti abses
dengan ancaman rupture atau secara teknis susah dicapai atau gagal dengan aspirasi
jarum perkutan atau drainase perkutan.
e. Reseksi Hati
Pada abses hati piogenik multiple kadang diperlukan reseksi hati. Indikasi
spesifik jika didapatkan abses hati dengan karbunkel (liver carbuncle) dan disertai
dengan hepatolitiasis, terutama pada lbus kiri hati.
Berdasarkan kesepakatan PEGI (Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal
Indonesia) dan PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) di Surabaya pada tahun
1996:
● Abses hati dengan diameter 1-5 cm : terapi medikamentosa, bila respon negatif
dilakukan aspirasi.
● Abses hati dengan diameter 5-8 cm: terapi aspirasi berulang.
● Abses hati dengan diameter ≥ 8 cm: drainase perkutan.
2.11. Prognosis
● Abses hati amuba merupakan penyakit yang sangat “treatable”
● Angka kematian < 1% bila tanpa penyulit.
● Penegakkan diagnosis yang terlambat dapat memberikan penyulit abses ruptur
sehingga meningkatkan angka kematian:
- Ruptur ke dalam peritoneum, angka kematian 20%.
- Ruptur ke dalam perikardium, angka kematian 32-100%.
Dengan diagnosis yang cepat disertai penggunaan antibiotika pada tahap dini dan
drainase perkutaneus, angka kematian karena AHP telah jauh menurun. Angka
kematian pada negara maju sekitar 2-12%. Faktor utama penyebab kematian adalah
pembedahan dengan drainase terbuka, keganasan, serta infeksi dari kuman anaerobik.
Prognosis baik dengan harapan hidup lebih dari 90% bila abses tunggal dan
terletak pada lobus kanan. Namun, kematian dapat mencapai 100% pada AHP yang
tidak diterapi. Angka kematian tinggi juga disebabkan oleh infeksi polimikrobial, abses
multiple terutama dengan sumber infeksi pada sistem bilier, adanya disfungsi
multiorgan, keganasan, hiperbilirubinemia, hipoalbuminemia, adanya komplikasi efusi
pleura terutama pada orang tua, serta sepsis.
Jika tidak ditangani, abses hati pyogenik dapat berakibat fatal. Penyebab
kematian terbanyak adalah sepsis, kegagalan organ multipel, dan kegagalan fungsi hati.
Indikator prognosis jelek pada abses amubik adalah kadar bilirubin > 3.5 mg/dL,
enchelopathy, hipoalbuminemia (< 2 g/dL), dan abses multipel. Perhitungan skor An
underlying malignant etiology and an Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
(APACHE II) >9 meningkatkan resiko kematian 6.3 atau 6.8 kali.
BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Sawahluddin Siregar
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Petani
Suku : Mandailing
Agama : Islam
Alamat : Paringgonan Julu Ulu Barumun
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Demam
Telaah :
Demam dialami selama 7 hari SMRS, demam naik turun / hilang timbul, pasien tidak
pernah mengukur suhu tubunya. Demam disertai menggigil. Nyeri perut kanan atas juga
terjadi bersamaan dengan demam. Nyeri terasa seperti terbakar dan menjalar ke daerah
bahu dan kepala pasien. Pasien juga mengeluhkan pusing. Perut dirasakan pasien
mengeras seperti papan. Nyeri terkadang dirasakan menjalar ke daerah perut atas tengah
dan kiri. Nyeri tekan perut kanan atas juga dirasakan pasien. Perut dirasakan penuh dan
kembung. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang berisi makanan dan
minuman yang dikonsumsi. Tidak ada muntah berwarna merah atau hitam dijumpai.
Pasien mengeluhkan nafsu makan yang menurun karena mual dan muntah. Tidak ada
penurunan berat badan. Batuk tidak dijumpai. Nyeri menelan tidak dijumpai. BAK
berwarna teh pekat dengan jumlah sehari lebih kurang setengah botol aqua besar. BAB
setiap hari, lancar dengan warna coklat normal. Tidak ada riwayat BAB berwarna hitam
ataupun berdarah. Tidak ada riwayat sakit gula maupun hipertensi. Riwayat sakit kuning
diakui pasien, tetapi pasien tidak ingat kapan dan obatnya. Tato dijumpai yang telah
dibuat sewaktu umur 18 tahun. Riwayat mengkonsumsi tuak dijumpai selama lebih
kurang 5 tahun, 1 minggu 3x dengan jumlah 3 gelas besar. Riwayat transfusi tidak
dijumpai. Tidak ada orang di sekeliling pasien yang mengalami gejala yang sama.
ANAMNESIS ORGAN
Jantung: Sesak nafas : (-) Edema: (-)
Angina Pektoris: (-) Palpitasi: (-)
Lain-lain: (-)
Saluran Batuk: (-) Asma, bronkitis: (-)
Pernafasan Dahak: (-) Lain-lain: (-)
Saluran pencernaan Nafsu makan: menurun Penurunan BB: (-)
Keluhan menelan: (-) Keluhan defekasi: (-)
Keluhan perut: + Lain-lain: -
Saluran urogenital Sakit Buang Air Kecil: (-) Buang air kecil tersendat: (-)
Mengandung batu: (-) Keadaan urin: warna teh
Lain-lain: (-)
Sendi dan tulang Sakit pinggang: (-) Keterbatasan gerak: (-)
Keluhan persendian: (-) Lain-lain: (-)
Endokrin Haus/polidipsi: + Gugup: (-)
Poliuri: (-) Perubahan suara: (-)
Polifagi: (-) Lain-lain: (-)
Saraf pusat Sakit kepala: (-) Hoyong: (-) Lain-lain: (-)
Darah dan Pucat: (-) Perdarahan: (-)
Pembuluh darah Petechie: (-) Purpura: (-)
Lain-lain (-)
Sirkulasi Perifer Claudicatio intermitten: (-) Lain-lain: (-)
ANAMNESIS FAMILI :
Tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama.
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Keadaan umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah : lemah
Tekanan darah : 110/70 mmHg Sikap paksa : (-)
Nadi : 88 x/i Refleks fisiologis : (+/+)
Pernafasan : 28 x/i Refleks patologis : (-/-)
Temperatur : 37,7 °C
Anemia +, Ikterus +, Dispnu (-)
Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor kulit: Baik / Sedang / Jelek
Keadaan Gizi :
BW = (BB/TB-100) X 100% TB : 165 cm
= 84,6% BB : 55 kg
IMT : 20,2 kg/m2
Kesan : normoweight
PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (+/+), pupil: isokor, ukuran: ±3 mm
refleks cahaya direk (+/+) indirek (+/+), kesan anemis
Telinga : dalam batasan normal
Hidung : deviasi septum (-), penafasan cuping hidung (-)
Mulut : Lidah : atrofi papil lidah (-) , oral ulcer (-)
Gigi geligi : gingiva hyperplasia (-), perdarahan pada gusi (-),normal
Tonsil/Faring : hiperemis (-), kesan normal
LEHER
Struma : membesar / tidak membesar, tingkat : (-) nodular /
multi nodular/diffuse
Pembesaran kelenjar limfe : (-), lokasi: (-), jumlah: (-), konsistensi: (-),
mobilitas: (-), nyeri tekan: (-).
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H20.
Kaku kuduk : (-), lain-lain: (-)
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : tidak ada ketinggalan bernafas
Palpasi
Nyeri tekan : Ludwig sign (+)
Fremitus suara : sf kanan = kiri
Iktus : tidak terlihat, teraba
Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A : Absolut ICS VI; Relatif ICS V
Peranjakan : -+ 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS III LMCS
Batas kiri jantung : ICS V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan jantung : ICS III-IV LPSD
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler
Suara Tambahan :-
Jantung
M1 > M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), tingkat (-),
Desah diastolis (-), lain-lain (-).
HR: 80 x/menit, regular, intensitas : cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : sf kanan=kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan :-
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris, membesar
Gerakan lambung / usus : normal
Vena kolateral : (-)
Caput Medusa : (-)
Palpasi
Dinding abdomen : Soepel
Hati :
Pembesaran : +, 5cm BAC, 4 cm BPX
Permukaan : licin
Pinggir : tumpul
Nyeri tekan :+
Limfa :
Pembesaran : (-), Schuffner: (-), Haecket: (-)
Ginjal :
Ballotement : (-), kiri/kanan, lain-lain: (-)
Uterus / Ovarium : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
Pekak Hati : (-)
Pekak Beralih : (-)
Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kostovertebra (-), kiri dan kanan
RESUME
ANAMNESIS
KU : Febris
Telaah :
Febris dialami 7 hari SMRS, bersifat intermitten. Nyeri hipokondrium
dekstra terjadi bersamaan dengan febris, menjalar sampai bahu dan servikal.
Dizziness +. Nyeri terkadang menjalar ke epigastrium dan hipokondrium sinistra.
Nyeri tekan hipokondrium dekstra +. Abdomen terasa penuh dan kembung, nausea
And vomiting + berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi. Urine berwarna
kuning kecoklatan dengan volume +-750cc/hari. Riwayat ikterus +. Tato +. Alkohol +.
STATUS PRESENS
Keadaan Umum : Baik
Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Normal
PEMERIKSAAN FISIK
Sensorium : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 28 x/i
T : 37,7 °c
KEPALA
Sklera ikterus, konjungtiva palpebra anemi.
THORAKS
Inspeksi : simetris, tidak ada ketinggalan bernafas
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan,
Perkusi : paru : sonor
Auskultasi : SP : vesikuler
ST : -
Jantung : dalam batas normal
ABDOMEN
Inspeksi : normal
Palpasi : soepel, hepatomegali, 5cm BAC, 4cm BPX, Ludwig sign +
Perkusi : timpani
Auskultasi : normoperistaltik
LABORATORIUM RUTIN
Darah : anemia, leukositosis, trombositosis
Urin : urine kuning kecoklatan, bilirubin +, hematuria +
Tinja :-
DIAGNOSIS BANDING
DD/ Liver Abses + DD/ anemia ec. Penyakit kronik
Hepatoma Defisiensi besi
Cholecystitis
DIAGNOSIS SEMENTARA
Liver abses + anemia ec. Penyakit kronik
PENATALAKSANAAN
Aktivitas : Tirah baring
Diet : Diet Makanan Lunak
Tindakan suportif : IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i makro
Medikamentosa :
- Drip metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Cefotaxime 1gr/8j/iv
- Inj. Ranitidine 50mg/8j/iv
- Inj. Ketorolac 30mg/8j/iv
RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / LANJUTAN
1. Darah rutin
2. Urine rutin
3. Feses rutin
4. USG abdomen
5. LFT, albumin, HST, d-dimer
6. Anemia profile
7. AFP
8. Viral marker (HbsAg, Anti HCV)
BAB 4
FOLLOW UP HARIAN
Tanggal S O A P
04 Juni Nyeri perut Sensorium : CM - Liver abses - IVFD D5% 20 gtt
2017 sebelah TD : 110/70 mmHg dd/ Hepatoma makro
kanan atas HR : 88x/menit - Anemia ec. - Inj Cefotaxime 1g/
sejak ± 1 RR : 28x/menit penyakit 8jam IV
bulan. T : 37,7⁰C kronis (Hb:9) - Inj Ranitidine
Kepala : mata
50mg/12jam/IV
konjungtiva anemis
(+/+) dan sklera - Inj Ketorolac
ikterik (+/+) 30mg/8jam IV
Leher : TVJ R-2cm - Sistenol 3x500mg
H2O (k/p)
Thorax :
sp : vesicular
ST (-)
Abdomen :
soepel,timpani,
bising usus (+) N,
nyeri tekan
hypokondria kanan(-)
Extremitas : edema (-
/-)
Hb : 9,0
Leu : 15.700
Trom : 460.000
Na/K/Cl : 129
/4,2/101
HbsAg/Anti
HCV/Anti HIV :
non-reaktif
05 Juni Nyeri perut Sensorium : CM - Liver Abses - Tirah Baring
2017 sebelah TD : 110/60 dd/ Hepatoma - Diet M II
(H2) kanan atas. HR : 80x/menit - Anemia ec - IVFD D5% 20gtt
RR : 22x/menit penyakit makro
T : 36,7⁰C
kronik - Inj Cefotaxime
VAS : 3
Kepala : mata 1gr/8 jam IV
konjungtiva anemis - Drip metronidazole
(+/+) dan sklera 500mg/8jam IV
ikterik (+/+) - Inj Ranitidine
Leher : TVJ R-2cm 50mg/12jam/IV
H2O - Inj Ketorolac
Thorax : 30mg/8jam IV
sp : vesicular - Sistenol 3x500mg
ST (-) (k/p)
Abdomen :
soepel,timpani,
bising usus (+) N,
nyeri tekan
hypokondria kanan(-)
Extremitas : edema (-
/-)
Hb : 9,0
Leu : 15.700
Trom : 460.000
Na/K/Cl : 129
/4,2/101
HbsAg/Anti
HCV/Anti HIV :
non-reaktif
06 Juni Nyeri perut Sensorium : CM - Liver Abses - Tirah baring
2017 kanan atas TD : 110/60 dd/ Hepatoma - Diet M II + ekstra
HR : 60x/menit - Anemia ec putih telur
RR : 20x/menit penyakit - IVFD D5% 10
T : 35,6⁰C
kronik (Hb gtt/makro
VAS : 3
Kepala : mata
9,3) - Inj Cefotaxime
konjungtiva anemis 1gr/8 jam IV
(+/+) dan sklera - Drip metronidazole
ikterik (+/+) 500mg/8jam IV
Leher : TVJ R-2cm - Inj Ranitidine
H2O 50mg/12jam/IV
Thorax : - Inj Ketorolac
sp : vesicular 30mg/8jam IV
ST (-) - Sistenol 3x500mg
Abdomen :
(k/p)
soepel,timpani,
bising usus (+) N,
nyeri tekan
hypokondria kanan(-)
Extremitas : edema (-
/-)
Hb : 9,3
Leu : 12.330
Trom : 465.000
Na/K/Cl : 129
/4,2/101
Fe/TIBC/Ferritin :
27/206/1068,57
Bilirubin
total/Bilirubin direk :
2,5/2,0
OT/PT : 87/57
Protein total : 6,6
Albumin/Globulin :
2,6/4,0
HbsAg/Anti
HCV/Anti HIV :
non-reaktif
Pembacaan Foto
Thoraks : kesan
kardiomegali.
Teori Diskusi
Manifestasi Klinis Pada Pasien Dijumpai
- Demam - Demam
- Nyeri perut kanan atas yang - Nyeri perut kanan atas yang
dapat menjalar sampai bahu menjalar sampai bahu
- Defens muskulus - Defens muskulus
- Anoreksia - Penurunan berat badan
- Penurunan berat badan - Anoreksia
- Menggigil - Mual dan muntah
- Mual dan muntah - Hepatomegali
- Batuk - ikterus
- Hepatomegali
- Ikterus