Anda di halaman 1dari 39

TUTOR IMUNOLOGI I

METODE DAN APLIKASI KLINIS APHERESIS

ANAK AGUNG AYU LYDIA PRAWITA

NIM : 1771141002

PEMBIMBING :

DR. Dr. SIANNY HERAWATI, SpPK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


PROGRAM STUDI PATOLOGI KLINIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena saya

dapat menyelesaikan Tutor Imunologi I dengan judul Metode dan Aplikasi

Klinis Apheresis dengan baik. Tidak lupa saya menyampaikan terima kasih

kepada Dr. dr. Sianny Herawati, SpPK sebagai pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan selama proses pembuatan tutor ini. Terima kasih juga

kepada semua pihak yang telah membantu. Saya menyadari bahwa tulisan ini

masih terdapat kekurangan dari segi penyusunan dan bahasa. Oleh karena itu,

saya mengharapkan masukan untuk dapat menyempurnakan tulisan ini. Semoga

tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Denpasar, Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3
2.1 Definisi Apheresis .................................................................. 3
2.2 Fisiologi Apheresis ................................................................ 3
2.2.1 Antikoagulan ................................................................. 3
2.2.2 Keseimbangan cairan dan perubahan komposisi cairan 5
2.3 Metode ................................................................................... 6
2.3.1 Metode sentrifugasi....................................................... 7
2.3.1.1 Intermittent Flow Centrifugation ..................... 7
2.3.1.2 Continuous Flow Centrifugation ...................... 8
2.3.2 Metode Membran Filtrasi ............................................. 11
2.4 Aplikasi Klinis Apheresis ....................................................... 13
2.4.1 Donor apheresis ............................................................ 13
2.4.1.1 Sel darah merah ................................................ 14
2.4.1.2 Plasma .............................................................. 15
2.4.1.3 Trombosit ......................................................... 16
2.4.1.4 Granulosit ......................................................... 18
2.4.2 Terapeutik Apheresis .................................................... 18
2.4.2.1 Plasmapheresis ................................................. 22
2.4.2.2 Plateletpheresis ................................................ 22

ii
2.4.2.3 Leukapheresis ............................................................ 23
2.4.2.4 Erytrhocytapheresis ................................................... 24
2.4.2.5 Penggantian cairan ..................................................... 25
2.5 Efek Samping .......................................................................... 26
2.5.1 Keracunan sitrat ............................................................ 27
2.5.2 Komplikasi akses vaskuler ............................................ 27
2.5.3 Reaksi vasovagal ........................................................... 28
2.5.4 Interaksi plasma protein ................................................ 28
2.5.5 Reaksi lainnya dan kematian ........................................ 29
2.6 Prosedur Khusus Hematopoietic Progenitor Cell................... 29
BAB III RINGKASAN ............................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 33

iii
DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Frekuensi Donasi ................................................................................. 14

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Mangkuk Sentrifugasi ......................................................................... 8

2.2 Proses Pengumpulan Komponen Plasma dan RBC dengan

Mangkuk Sentrifugasi.......................................................................... 10

2.3 Pemisahan oleh Membran Filtrasi ........................................................ 12

2.4 Pori-pori pada Membran Filtrasi .......................................................... 12

2.5 Proses Pemisahan Komponen dengan Sentrifugasi dan Membran Filtrasi 13

v
BAB I

PENDAHULUAN

Apheresis berasal dari bahasa Yunani yang berarti memisahkan atau

membuang. Apheresis pertama kali digunakan pada tahun 1914 oleh Able,

Rowntree, dan Turner. Mereka menjelaskan apheresis sebagai prosedur dimana

darah dikeluarkan dari tubuh lalu dipisahkan menjadi sel dan plasma, kemudian

plasmanya dibuang sedangkan selnya dikembalikan bersama cairan pengganti.

Prosedur apheresis dibagi menjadi dua kategori, yaitu cytapheresis dan

plasmapheresis. Pada cytapheresis elemen yang dibuang adalah sel darah,

sedangkan plasmapheresis elemen yang dibuang adalah plasma darah

(Burgstaller, 2016).

Awal perkembangan apheresis sudah dimulai sejak 60 tahun yang lalu.

Perkembangan apheresis berlangsung baik dari segi teknologi yang digunakan

maupun pengunaannya. Apheresis bisa digunakan pada donor untuk memperoleh

komponen darah yang spesifik (donor apheresis) ataupun bisa digunakan pada

pasien untuk membuang komponen darah tertentu dengan tujuan terapi

(therapeutic apheresis). Proses membuang plasma disebut sebagai

plasmapheresis, begitu pula dengan platelet (plateletpheresis), sel darah merah

(erythrocytapheresis), atau leukosit (leukapheresis) (Hartwell, 2012).

Pemisahan komponen darah dapat dilakukan dengan sentrifugasi, filtrasi

atau kombinasi. Pemisahan komponen darah ini berdasarkan berat jenis atau berat

setiap konstituen darah individu (Hartwell, 2012). Ada beberapa instrumen

1
2

berbeda yang tersedia untuk pengumpulan trombosit, granulosit, limfosit, sel

darah merah, sel punca darah tepi (PBSCs), atau plasma oleh apheresis. Semua

instrumen yang digunakan untuk donor apheresis menggunakan sentrifugasi

untuk memisahkan komponen darah. Selama bertahun-tahun, pemisah sel darah

dirancang untuk mengumpulkan satu komponen (biasanya trombosit) pada suatu

waktu. Beberapa tahun terakhir, terjadi perubahan sehingga instrumen dapat

mengumpulkan beberapa komponen yang berbeda baik satu per satu atau dalam

berbagai kombinasi. Hal ini dapat menciptakan peluang untuk penggunaan donasi

darah yang lebih kreatif dan efisien (McCullough, 2012).

Di negara berkembang, seperti Indonesia, apheresis masih merupakan

prosedur yang relatif baru. Di Indonesia apheresis pertama kali diperkenalkan

pada tahun 2002 untuk donasi plasma dan trombosit oleh donor darah, dan

kemudian diterapkan untuk prosedur terapeutik pada pasien. Implementasi dan

kinerja prosedur apheresis pada donor dan pasien di Indonesia menjadi lebih

berkembang saat ini (Triyono dan Vrielink, 2014). Pada tahun 2013 RSUP

Sanglah Denpasar mendapatkan bantuan mesin apheresis sehingga prosedur

apheresis sudah bisa dilakukan baik sebagai donor maupun terapi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Apheresis

Apheresis merupakan prosedur di mana seluruh darah dikeluarkan dari

tubuh dan melewati aparatus yang memisahkan satu (atau lebih) konstituen darah

tertentu. Kemudian mengembalikan sisa konstituen ke sirkulasi individu. Melalui

penggunaan otomatisasi canggih, prosedur apheresis dapat dilakukan pada donor

darah atau pasien. Selain mengumpulkan satu unit darah utuh dari donor,

apheresis memungkinkan volume yang lebih besar dari komponen spesifik yang

akan dikumpulkan, seperti trombosit atau sel darah merah. Ini meningkatkan

kemampuan untuk menghasilkan komponen yang optimal bagi pasien dan

mencegah pemborosan (Hartwell, 2012).

2.2 Fisiologi Apheresis

Pengumpulan komponen darah dari apheresis, baik untuk tujuan

terapeutik atau nonterapeutik, berbeda dengan pengumpulan rutin dari darah

utuh. Apheresis melibatkan pengambilan darah utuh dari seorang individu,

memanipulasi darah yang dibuang, dan kemudian memasukkan kembali bagian-

bagian darah, sehingga tubuh manusia dapat terkena dampak dengan berbagai cara

(Hartwell, 2012).

2.2.1 Antikoagulan

Darah yang dikeluarkan dari tubuh dapat mengalami koagulasi akibat

aktifnya kaskade koagulasi dan sirkuit pembekuan tanpa adanya antikoagulasi.

Untuk mencegah hal ini, darah ditambahkan antikoagulan sebelum kontak dengan

3
4

selang plastik (Brugstaler, 2016). Sitrat digunakan sebagai antikoagulan utama

dalam prosedur apheresis. Pengikatan ion kalsium oleh sitrat menghambat

kaskade koagulasi yang bergantung pada kalsium. Apabila ion kalsium tidak

tersedia, koagulasi tidak dapat dilanjutkan sampai tahap akhir. Sitrat dicampur

dengan darah segera setelah dikeluarkan dari pembuluh darah donor (atau pasien),

dan secara efektif mencegah pembekuan darah sebelum memasuki mesin

apheresis (Hartwell, 2012). Antikoagulan sitrat aman digunakan karena

mekanisme kompensasi yang meningkatkan kalsium melalui pelepasan dari

albumin, mobilisasi dari penyimpanan tulang, dan resorpsi oleh ginjal. Sitrat juga

cepat dimetabolisme oleh hati, ginjal, dan otot rangka. Antikoagulan sitrat

menghasilkan antikoagulan regional dan antikoagulasi darah dalam perangkat

apheresis tetapi tidak pada pasien-donor (Brugstaler, 2016).

Heparin mencegah pembekuan darah dengan meningkatkan aktivitas

antitrombin. Ini tidak dapat digunakan secara luas seperti sitrat karena merupakan

antikoagulan sistemik dan risiko trombositopenia yang diinduksi heparin. Heparin

dapat digunakan dalam prosedur saat sitrat mengganggu mekanisme kerja alat

apheresis, dan sering digunakan dalam Therapeutic Plasma Exchange (TPE,

istilah lain untuk plasmapheresis) yang dilakukan dengan perangkat berbasis

filtrasi. Penggunaan TPE filtrasi terkait dengan efisiensi penghilangan plasma.

Dalam alat sentrifugal, rasio ekstraksi plasma lebih tinggi (80%), menghasilkan

penghilangan sebagian besar antikoagulan yang diberikan. Rasio ekstraksi plasma

yang lebih rendah (30%) dari peralatan filtrasi berarti sebagian besar antikoagulan
5

dikembalikan ke pasien, menyebabkan risiko toksisitas yang lebih besar

(Brugstaler, 2016).

Heparin dan sitrat bisa digunakan dalam kombinasi untuk meminimalkan

efek samping dari keduanya dengan mengurangi jumlah sitrat yang dibutuhkan

dan gangguan elektrolit serta mengurangi dosis heparin untuk meminimalkan

antikoagulasi sistemik. Antikoagulan ganda ini digunakan dalam prosedur pada

pasien dengan berat badan rendah, seperti anak-anak, di mana total volume

antikoagulan yang diberikan selama prosedur mungkin relatif besar terhadap

volume darah individu (Brugstaler, 2016).

2.2.2 Keseimbangan cairan dan perubahan komposisi cairan

Selama prosedur apheresis, perubahan volume intravaskular terjadi

secara sekunder pada pengangkatan darah ke sirkuit ekstrakorporeal. Selama

prosedur donor apheresis, total volume komponen yang terkumpul mungkin lebih

dari sekadar donor darah utuh. Jika cairan tambahan tidak diinfuskan selama

prosedur apheresis, donor mungkin mengalami hipotensi karena penipisan

volume intravaskular. Sistem saraf simpatis berupaya mengkompensasi

hipovolemia dengan meningkatkan curah jantung. Hal ini menghasilkan

peningkatan denyut jantung. Reaksi hipovolemik jarang terjadi pada donor

apheresis, karena pembatasan volume ekstrakorporeal hingga 10,5 mL / kg

(Hartwell, 2012).

Untuk kedua prosedur apheresis donor dan pasien, tujuannya adalah

untuk menghilangkan komponen seluler tertentu sehingga dapat menurunkan

tingkat sirkulasi sel-sel spesifik, akan tetapi komponen seluler lain juga dapat
6

dipengaruhi. Penurunan hematokrit 7% dan penurunan jumlah trombosit 22%

dapat terjadi setelah donasi granulosit. Penurunan ini disebabkan oleh hilangnya

sel-sel dalam produk dan efek pengenceran volume yang disebabkan oleh bahan

sedimentasi dan hidroksietil pati (HES) yang digunakan selama prosedur

(Hartwell, 2012).

2.3 Metode

Apheresis dilakukan menggunakan teknologi otomatis, dan pemisahan

biasanya dilakukan dengan sentrifugasi. Instrumen apheresis yang digunakan saat

ini memiliki panel kontrol terkomputerisasi, yang memungkinkan operator untuk

memilih komponen yang diinginkan untuk dikumpulkan atau dibuang. Saat ini

mesin yang tersedia menggunakan peralatan sekali pakai, yang mencakup set

tabung steril, tas koleksi, dan ruang pengumpulan yang unik untuk mesin. Donor

atau pasien tetap terhubung pada instrumen apheresis selama prosedur. Jumlah

waktu untuk prosedur tertentu dapat berkisar dari 45 hingga 120 menit.

Tergantung pada tujuan prosedur apheresis seperti mengumpulkan trombosit,

membuang plasma atau sel darah merah sehingga instrumen apheresis yang sesuai

harus dipilih. Setiap instrumen yang tersedia secara komersial memiliki

karakteristik kinerja spesifik. Beberapa instrumen hanya cocok untuk donor

apheresis sedang yang lain dapat digunakan untuk donor atau apheresis

terapeutik. Dengan memanipulasi variabel tertentu pada instrumen apheresis,

operator dapat mengumpulkan plasma, trombosit, leukosit, atau RBCs untuk

tujuan komersial atau terapeutik. Variabel yang dipertimbangkan selama prosedur

apheresis meliputi (Hartwell, 2012) :


7

1. Kecepatan dan diameter sentrifus

2. Durasi waktu tinggal darah dalam sentrifus

3. Jenis larutan yang ditambahkan, seperti antikoagulan atau agen

sedimentasi

4. Konten seluler atau volume plasma pasien atau donor

2.3.1 Metode sentrifugasi

2.3.1.1 Intermittent Flow Centrifugation

Dalam prosedur Intermittent Flow Centrifugation (IFC), darah diproses

secara bertahap atau bersiklus, sehingga istilahnya terputus-putus. Seluruh darah

diambil dari seseorang dengan bantuan pompa. Untuk menjaga agar darah tidak

membeku, antikoagulan dicampur dengan darah saat dipompa ke mangkuk

sentrifus melalui saluran masuk. Mangkuk berputar dengan kecepatan tetap dan

memisahkan komponen sesuai dengan gravitas spesifiknya. Sel darah merah, yang

memiliki massa yang lebih besar, dikemas di tepi luar mangkuk, diikuti oleh

leukosit, trombosit, dan plasma. Setelah dipisahkan, pompa dibalik dan komponen

yang diinginkan dipompa melalui saluran keluar ke dalam kantong koleksi

(Gambar 2.1). Komponen yang tidak diinginkan dipompa ke dalam kantong

reinfusi dan dikembalikan ke individu, yang merupakan satu siklus. Siklus

diulangi sampai kuantitas produk yang diinginkan diperoleh (misalnya, prosedur

plateletpheresis biasanya membutuhkan enam hingga delapan siklus untuk

mengumpulkan dosis terapeutik) (Hartwell, 2012).


8

Gambar 2.1
Mangkuk Sentrifugasi (Hartwell, 2012).

Prosedur IFC dapat dilakukan sebagai prosedur satu jarum dengan hanya

satu venipuncture (darah diambil dan diinfuskan kembali melalui jarum yang

sama). Sistem yang tersedia saat ini adalah komponen serbaguna, portabel,

sepenuhnya otomatis, dan efisien. Contoh mesin yang menggunakan konsep ini

adalah Haemonetics MCS Plus LN9000 (Hartwell, 2012).

2.3.1.2 Continuous Flow Centrifugation

Dalam prosedur Continuous Flow Centrifugation (CFC), penarikan

darah, pemrosesan, dan reinfusi dilakukan secara simultan berkelanjutan. Ini

berbeda dengan prosedur IFC, yang menyelesaikan satu siklus sebelum memulai

yang berikutnya. Karena darah diambil dan dikembalikan secara terus menerus

selama prosedur, dua lokasi venipuncture diperlukan. Sebagai alternatif, terutama

dengan prosedur terapeutik, kateter vena sentral lumen ganda dapat digunakan.

Darah diambil dari tempat flebotomi dengan bantuan pompa, dicampur dengan

antikoagulan, dan dikumpulkan dalam ruang atau sabuk yang dirancang khusus,

tergantung pada instrumen. Pemisahan komponen dilakukan dengan sentrifugasi,

dan komponen spesifik dialihkan dan disimpan dalam tas penampungan. Sisa dari
9

darah diinfuskan kembali ke individu melalui venipuncture kedua. Contoh mesin

yang menggunakan konsep ini adalah Baxter / Fenwal CS-3000 Plus dan Amicus,

Caridian BCT COBE® Spectra dan Spectra Optia® dan Fresenius AS-

104(Hartwell, 2012).

Mesin IFC dan CFC memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Peralatan IFC biasanya lebih kecil dan lebih mobile. Venipuncture tunggal dapat

digunakan dengan prosedur IFC, sedangkan dua venipunctures biasanya

diperlukan dengan prosedur CFC. Namun, protokol baru telah dikembangkan

untuk memungkinkan beberapa mesin CFC untuk beroperasi menggunakan akses

satu jarum (misalnya Amicus dan Spectra). Berdasarkan Standar AABB, volume

darah ekstrakorporeal (jumlah darah yang keluar dari individu dalam mangkuk /

ruang dan tabung) untuk donor darah tidak boleh melebihi 10,5 mL per kg berat

badan setiap saat selama prosedur. Volume ekstrakorporeal biasanya lebih besar

dengan IFC dibandingkan dengan mesin CFC. Ini dapat menjadi pertimbangan

penting pada individu dengan volume darah kecil, seperti anak-anak dan orang

tua, karena volume tambahan yang dibuang dapat menyebabkan pasien

mengalami hipovolemia selama prosedur (Hartwell, 2012).

Dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan teknologi apheresis telah

memungkinkan proses IFC dan CFC untuk dimasukkan ke dalam satu platform

tunggal. Contoh dari platform ini adalah Trima dari Caridian BCT dan Baxter /

Fenwal Alyx. Trima menggunakan teknologi aliran intermiten untuk menarik dan

memasukkan kembali darah ke donor, sementara sentrifus beroperasi dengan

aliran kontinu.
10

1 2

3 4
Gambar 2.2
Proses Pengumpulan Komponen Plasma dan RBC dengan Mangkuk Sentrifugasi
Sumber: Kiprov, D. 2015. Available from URL:
https://cdn.ymaws.com/www.apheresis.org/resource/collection/E759EDA3-9E20-4A23-
A02B-A22C602AEC42/15.05.06-0830-LonestarBC-Kiprov-v2.pdf

Keterangan Gambar:
1. Darah utuh yang sudah ditambah antikoagulan dipompa dialirkan ke

bagian bawah mangkuk

2. Gaya sentrifugasi memutar mangkuk sehingga komponen sel yang padat

akan berada di tepi mangkuk dan plasma akan berada di bagian inner

band

3. Apabila mangkuk sudah terisi penuh, plasma akan mengalir keluar ke tas

penampungan

4. Setelah selesai, mangkuk akan berhenti berputar, sel darah marah akan

dipompa keluar dan dikembalikan ke donor/pasien atau ditampung


11

Perbaikan pada perangkat keras dan perangkat lunak memungkinkan

pengumpulan komponen bersamaan (Trima dapat mengumpulkan beberapa

kombinasi yang berbeda dari sel darah merah, plasma, atau trombosit selama

prosedur apheresis tunggal). Peningkatan penting lainnya memungkinkan produk

seluler untuk leukoreduced pada saat pengumpulan. (Hartwell, 2012).

2.2.2 Metode Membran Filtrasi

Teknologi membran filtrasi juga dapat digunakan untuk memisahkan

komponen darah. Pemisah membran biasanya terdiri dari bundel serat berongga

atau pelat datar membran dengan ukuran pori khusus. Ketika darah mengalir di

seluruh serat atau membran, plasma melewati pori-pori dan dikumpulkan,

sementara sisa komponen seluler dikembalikan ke donor. Teknologi ini cocok

untuk pengumpulan plasma, karena pori-pori dibuat sesuai ukuran maka mampu

mencegah berlalunya elemen seluler kecil. Filtrasi memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan sentrifugasi, termasuk pengumpulan produk cell-free dan

kemampuan untuk secara selektif menghilangkan protein plasma spesifik dengan

memvariasikan ukuran pori. The Fenwal Autopheresis-C instrumen

menggabungkan sentrifugasi dan teknologi membran filtrasi melalui penggunaan

filter silinder berputar kecil (Hartwell, 2012).


12

Gambar 2.3
Pemisahan oleh Membran Filtrasi
Sumber: Kiprov, D. 2015. Available from URL:
https://cdn.ymaws.com/www.apheresis.org/resource/collection/E759EDA3-9E20-4A23-
A02B-A22C602AEC42/15.05.06-0830-LonestarBC-Kiprov-v2.pdf

Gambar 2.4
Pori-pori pada Membran Filtrasi
Sumber: Kiprov, D. 2015. Available from URL:
https://cdn.ymaws.com/www.apheresis.org/resource/collection/E759EDA3-9E20-4A23-
A02B-A22C602AEC42/15.05.06-0830-LonestarBC-Kiprov-v2.pdf
13

Gambar 2.5
Proses Pemisahan Komponen dengan Sentrifugasi dan Membran Filtrasi
Sumber: Levy, J. 2016. Available from URL: https://abdominalkey.com/plasma-
exchange/

2.4 Aplikasi Klinis Apheresis

2.4.1 Donor apheresis

Dalam donor apheresis, donor yang sehat menjalani prosedur otomatis

untuk mendapatkan komponen darah spesifik yang akan ditransfusikan ke pasien.

Secara umum, sebagian besar persyaratan untuk donor darah utuh harus dipenuhi;

namun, pendonor apheresis harus memenuhi persyaratan tambahan yang

ditetapkan oleh Standar AABB untuk Bank Darah dan Layanan (Hartwell, 2012).

Untuk donasi trombosit apheresis, jumlah trombosit donor harus di atas 150 x 10

9 / L. Untuk donasi plasma apheresis, tingkat protein total donor harus lebih dari

60 g / L. Untuk apheresis sel darah merah ganda, donor dari kedua jenis kelamin

membutuhkan tingkat hemoglobin minimal 14,0 g / dl. Pengumpulan masing-

masing komponen darah apheresis disertai dengan periode penangguhan yang


14

berbeda; sinopsis singkat diberikan pada tabel 2.1. Sebagai contoh, jika RBCs

bukan salah satu komponen yang dikumpulkan, koleksi apheresis dapat dilakukan

lebih sering daripada yang mungkin untuk donor darah secara keseluruhan.

Namun, kehilangan sel darah merah untuk setiap prosedur apheresis harus

dipantau dan dilacak secara ketat untuk memastikan bahwa pengurangan sel darah

merah kumulatif tahunan tidak melebihi maksimum yang diizinkan oleh peraturan

(Hartwell, 2012).

Tabel 2.1
Frekuensi Donasi (Hartwell, 2012).
Komponen Apheresis yang Frekuensi Donasi
Dikumpulkan
2RBC 16 minggu

Plasma (frequent) Setiap 2 hari (Tidak lebih dari 2 kali


dalam seminggu)

Plasma (infrequent) Setiap 4 minggu (Tidak lebih dari 13


kali per tahun)

Trombosit (Single Apheresis Unit) Setiap 2 hari (Tidak lebih dari 2 kali
dalam seminggu; tidak lebih dari 24
kali per tahun)

Trombosit (Double or Triple Apheresis Setiap 7 hari


Unit)

Granulosit Setiap 2 hari

2.4.1.1 Sel Darah Merah

Sel darah merah yang dikumpulkan oleh apheresis biasanya

dikumpulkan sebagai unit ganda (disebut prosedur 2RBC atau RBC ganda).

Tergantung pada instrumen yang digunakan, plasma dan trombosit dikembalikan

ke donor, atau satu atau kedua komponen ini dapat dikumpulkan sebagai produk
15

apheresis serentak. Keuntungan klinis untuk pengumpulan sel darah merah

apheresis mengurangi paparan donor untuk penerima karena pasien dapat

berpotensi menerima dua unit dari individu yang sama (Hartwell, 2012).

Donor harus memenuhi kriteria pengumpulan yang tepat untuk

sumbangan darah secara keseluruhan. Karena volume sel darah merah yang

dikumpulkan selama prosedur 2RBC lebih besar daripada untuk donor darah

secara keseluruhan, persyaratan untuk hematokrit donor lebih ketat. Hematokrit

harus setidaknya 40% tanpa memandang jenis kelamin, dan tingkat (hemoglobin

atau hematokrit) harus ditentukan dengan metode kuantitatif (Hartwell, 2012).

Jika dua unit RBC dikumpulkan oleh apheresis, donor harus menunggu

16 minggu sebelum memberikan donasi lain. Jika satu RBC, satu plasma dan /

atau unit trombosit dikumpulkan, donor harus menunggu 56 hari sebelum

menyumbangkan produk sel darah merah lainnya. Prosedur ini dapat dilakukan

pada donor allogenik dan otologus. Prosedur apheresis RBC ditoleransi dengan

baik oleh donor, dan beberapa fasilitas pengumpulan telah mencatat penurunan

kejadian reaksi donor dibandingkan dengan pengumpulan darah utuh. Beberapa

hal ini dapat dikaitkan dengan infus saline selama prosedur untuk menggantikan

volume yang hilang (Hartwell, 2012).

2.4.1.2 Plasma

Kumpulan plasma oleh apheresis disebut plasmapheresis. Dalam

prosedur plasmapheresis, seluruh darah dari donor disentrifugasi, plasma

dialihkan ke dalam kantong koleksi, dan komponen seluler (sel darah merah,

trombosit, leukosit) dikembalikan ke donor. Pada plasmapheresis yang jarang


16

dilakukan, donasi tidak lebih dari sekali setiap 4 minggu, dan kebutuhan donor

sama dengan seluruh darah. Pada plasmapheresis yang sering atau serial, donasi

dilakukan lebih sering dari sekali setiap 4 minggu. Harus ada setidaknya 2 hari

antara prosedur dan tidak lebih dari dua prosedur dalam periode 7 hari. Selain itu,

donor ini harus dievaluasi secara berkala oleh dokter dan harus menjalani tes

laboratorium khusus (protein total dan elektroforesis protein serum atau

pengukuran tingkat imunoglobulin) (Hartwell, 2012).

2.4.1.3 Trombosit

Trombosit yang diperoleh dengan prosedur apheresis setara dengan enam

hingga delapan trombosit yang diperoleh dari darah utuh (trombosit donor acak).

Ini secara signifikan mengurangi paparan donor untuk seorang pasien. Dalam

prosedur plateletpheresis, trombosit bersama dengan sebagian plasma

dikeluarkan, dan sel darah merah yang tersisa, leukosit, dan sebagian besar plasma

dikembalikan ke donor. Trombosit dibiarkan di plasma donor dalam tas koleksi

yang khusus dirancang untuk penyimpanan trombosit. Prosedur plateletpheresis

rutin biasanya membutuhkan waktu 45 hingga 90 menit (Hartwell, 2012).

Seperti prosedur donor apheresis lainnya, komponen darah tambahan

dapat dikumpulkan secara bersamaan, termasuk produk RBC dan / atau plasma

tunggal. Selanjutnya, tergantung pada jumlah trombosit donor dan instrumen

apheresis yang digunakan, produk dengan hasil tinggi dapat diperoleh yang

kemudian dibagi menjadi dua atau tiga produk trombosit, masing-masing

mengandung jumlah trombosit yang dapat diterima (Hartwell, 2012). Kriteria

pemilihan donor untuk plateletpheresis donor sama dengan donor darah secara
17

keseluruhan, dengan dua persyaratan tambahan. Sebelum setiap prosedur

plateletpheresis, sampel darah donor harus dikumpulkan untuk menentukan

jumlah trombosit donor. Jumlah trombosit harus setidaknya 150.000 / μL untuk

menyediakan koleksi trombosit yang memadai dan pada donor agar menjalani

prosedur pengumpulan secara aman. Jika jumlah trombosit donor kurang dari

150.000 / μL, maka ditunda dari donasi trombosit sampai hitungan berikutnya

setidaknya 150.000 / μL (WHO, 2012). Di beberapa pusat pengumpulan, jumlah

trombosit dapat diukur dengan segera dan digunakan untuk mengkualifikasi

donor. Namun, jika jumlah trombosit tidak segera tersedia, maka jumlah

trombosit terbaru dapat digunakan untuk kualifikasi. Jika ini adalah koleksi

plateletpheresis awal untuk donor, atau jika 4 minggu telah berlalu sejak

pemberian trombosit sebelumnya, itu tidak diperlukan bahwa jumlah trombosit

ditentukan sebelum memulai prosedur selama dievaluasi setelah pengumpulan

trombosit (Hartwell, 2012).

Koleksi plateletpheresis tidak boleh dilakukan pada donor potensial yang

menggunakan obat yang mengganggu fungsi trombosit, karena ini akan

menghasilkan produksi produk pasien yang kurang optimal dan tidak efektif

secara terapi. Namun, untuk melindungi donor, jika trombosit apheresis ganda

atau tiga dikumpulkan, 7 (bukan 2) hari harus berlalu sebelum donor dapat lagi

memenuhi syarat untuk memberikan trombosit apheresis. Seorang donor mungkin

menjalani tidak lebih dari 24 prosedur plateletpheresis dalam periode 12 bulan.

Total volume plasma yang dikumpulkan selama satu prosedur tidak boleh
18

melebihi 500 mL (atau 600 mL jika donor memiliki berat 80 kg atau lebih)

(Hartwell, 2012).

2.4.1.4 Granulosit

Populasi pasien yang dapat memperoleh manfaat dari transfusi granulosit

sangat terbatas. Pasien yang menjalani kemoterapi agresif dapat mengalami

neutropenia yang berat selama perawatan mereka. Penurunan neutrofil

menempatkan pasien-pasien ini pada risiko untuk memperoleh infeksi bakteri dan

jamur, yang dapat menjadi mengancam jiwa (Hartwell, 2012).

Meskipun granulosit dapat dibuat dari donor darah secara keseluruhan,

hasilnya tidak cukup untuk mengobati pasien anak atau orang dewasa.

Pengumpulan granulosit oleh apheresis memberikan hasil yang lebih tinggi.

Karena granulosit harus ditransfusi sesegera mungkin setelah pengumpulan untuk

efektivitas terapeutik yang optimal, biasanya tidak ada cukup waktu untuk

melakukan semua pengujian penyakit menular pada donor. Oleh karena itu,

perencanaan awal dapat dilakukan satu atau lebih donor untuk disaring sebelum

prosedur pengumpulan yang sebenarnya. Selama sentrifugasi darah utuh,

granulosit ditemukan pada buffy coat antara RBC dan lapisan plasma.

Menambahkan agen sedimen sel darah merah, hidroksietil pati (HES),

memungkinkan pemisahan lapisan yang lebih baik, menghasilkan komponen yang

lebih baik dengan pengurangan kontaminasi RBC (Hartwell, 2012).

2.4.2 Terapeutik Apheresis

Apheresis adalah proses di mana seluruh darah ditarik dari sirkulasi

seseorang, komponen seperti plasma dipisahkan dan dipertahankan, dan sisanya


19

dikembalikan ke pasien biasanya dengan beberapa cairan pengganti. Dalam terapi

apheresis tujuannya adalah untuk menghilangkan elemen patologis dari darah

(Smith, 2011). Apheresis terapeutik telah menempatkan bank darah dan layanan

transfusi dalam posisi menyediakan perawatan medis langsung untuk pasien.

American Society for Apheresis (ASFA) telah mengembangkan pedoman untuk

terapi apheresis berdasarkan tinjauan sistematis informasi dari uji klinis, studi

kasus, dan laporan anekdotal dan telah merancang serangkaian kategori yang

menunjukkan kemungkinan efektivitas apheresis dalam pengobatan berbagai

gangguan klinis (Hartwell, 2012).

Dasar pemikiran dari terapi apheresis (TA) didasarkan pada hal-hal

berikut (Hartwell, 2012) :

1. Substansi patologik ada di dalam darah yang berkontribusi pada

proses penyakit atau gejalanya.

2. Zat ini dapat lebih efektif dihilangkan dengan apheresis daripada

oleh mekanisme homeostatik tubuh sendiri.

Oleh karena itu, apheresis terapeutik, seperti donor apheresis, melibatkan

penghilangan komponen darah tertentu, dengan kembalinya sisa darah ke pasien.

Namun, dengan TA, karena komponen yang dikeluarkan dianggap patologis (atau

berkontribusi terhadap keadaan penyakit yang mendasari pasien), volume darah

yang jauh lebih besar harus diproses untuk menghilangkan sebanyak mungkin

agen yang menyinggung. Prosedur TA diklasifikasikan menurut komponen darah

yang dibuang. Prosedur cytapheresis dapat digunakan untuk secara selektif

menghilangkan sel darah merah, leukosit, atau trombosit sedangkan prosedur


20

plasmapheresis digunakan untuk menghilangkan plasma ketika substansi

patologis ditemukan dalam sirkulasi. Terapeutik apheresis telah menjadi terapi

yang diterima dan standar untuk banyak penyakit hematologi, neurologis, ginjal,

metabolik, autoimun, dan rematik (Hartwell, 2012).

Kategori indikasi untuk terapi apheresis adalah sebagai berikut

(Hartwell, 2012):

1. Kategori I. Apheresis adalah standar dan dapat diterima, baik sebagai

terapi primer atau sebagai tambahan lini pertama untuk terapi awal

lainnya. Khasiat didasarkan pada uji klinis terkontrol acak yang

dirancang dengan baik atau dasar yang luas dari pengalaman yang

dipublikasikan. Misalnya pada Thrombotic thrombocytopenia

purupura, Guillain-Barre syndrome, dan Myasthenia Gravis.

2. Kategori II. Apheresis umumnya diterima dalam peran suportif atau

sebagai terapi lini kedua, daripada terapi lini pertama. Misalnya pada

Systemic lupus erythematosus berat.

3. Kategori III. Apheresis tidak secara jelas ditunjukkan berdasarkan

bukti yang tidak cukup, hasil yang bertentangan, atau

ketidakmampuan untuk mendokumentasikan rasio risiko-manfaat

yang menguntungkan. Pengambilan keputusan harus bersifat

individual. Misalnya pada Autoimmune hemolytic anemia, Acute liver

failure, dan Aplastic anemia.

4. Kategori IV. Apheresis telah terbukti kurang efektif atau berbahaya.

Aplikasi klinis harus dilakukan hanya di bawah protokol penelitian


21

yang disetujui. Misalnya pada penyakit hematologi dengan

Coagulation factor inhibitor.

Akses vaskular yang memadai adalah wajib selama TA, karena volume

darah yang lebih besar diproses dan durasi prosedur lebih lama daripada untuk

donor apheresis. Akses vaskular dapat diperoleh melalui vena perifer, vena

sentral, atau kombinasi keduanya. Jika beberapa prosedur TA diperlukan,

sebaiknya menggunakan akses vena sentral dengan kateter double-lumen

(Hartwell, 2012).

Instrumen yang digunakan saat ini untuk TA biasanya menghitung TBV

pasien berdasarkan tinggi dan berat badan. Menghitung volume plasma pasien

(PV) sering diperlukan ketika melakukan pertukaran plasma untuk secara tepat

membuang jumlah plasma yang cukup selama prosedur TA. Ini dapat dihitung

dari TBV pasien dan hematokrit. Semakin rendah hematokrit pasien, semakin

tinggi PV. Perhatian harus diberikan kepada jadwal pengobatan pasien.

Plasmapheresis secara khusus dapat menurunkan kadar obat-obatan dalam tingkat

yang berbahaya karena obat akan dihilangkan selama prosedur (Hartwell, 2012).

Jumlah prosedur TA yang dilakukan bervariasi sesuai penyakit atau

gangguan pada masing-masing pasien. Untuk plateletpheresis dan leukapheresis,

satu atau dua prosedur TA mungkin sudah cukup. Untuk erythrocytapheresis

(pertukaran RBC), hanya satu prosedur TA yang mungkin diperlukan. Hampir

semua penyakit yang diobati dengan plasmapheresis memerlukan beberapa

prosedur TA untuk menghilangkan banyak substansi patologis (Hartwell, 2012).


22

2.4.2.1 Plasmapheresis (Plasma Exchange)

Therapeutic Plasma Exchange (TPE) adalah penghilangan dan retensi

plasma dengan kembalinya semua komponen seluler ke pasien. Ini adalah

prosedur TA yang paling umum dilakukan. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan agen dalam plasma, seperti antibodi, racun, atau protein abnormal,

yang menyebabkan gejala klinis. TPE juga digunakan untuk menggantikan faktor

atau substansi normal yang mungkin hilang atau kurang dalam plasma pasien.

Terlepas dari tujuannya, volume besar plasma harus dikeluarkan selama TPE dan

diganti dengan cairan fisiologis yang cukup untuk mempertahankan kompartemen

intravaskuler (Hartwell, 2012).

Efektivitas TPE terkait dengan volume plasma yang dibuang dan

konsentrasi zat patologis dalam darah. Apheresis paling efisien dalam

menghilangkan substansi pada awal prosedur dan paling tidak efisien di bagian

akhir. Selama prosedur TPE, cairan pengganti diberikan untuk mempertahankan

volume intravaskular pasien yang akan menghasilkan pengenceran protein plasma

(Hartwell, 2012).

2.4.2.2 Plateletpheresis

Plateletpheresis terapeutik dapat digunakan untuk mengobati pasien yang

memiliki peningkatan jumlah trombosit yang abnormal dengan gejala terkait.

Trombositosis (setidaknya 500.000 / μL) dapat terjadi pada gangguan

mieloproliferatif (trombositemia esensial, polisitemia vera, leukemia mielogenous

kronis) atau sebagai proses reaktif sebagai respons terhadap splenektomi, infeksi,

peradangan kronis, atau keganasan. Jika jumlah trombosit mencapai tingkat di


23

atas 1.000.000 / μL, pasien berisiko mengalami komplikasi trombotik atau

hemoragik. Metode yang disukai untuk menurunkan jumlah trombosit adalah

obat. Namun, apheresis terapeutik dapat diindikasikan selama kejadian akut

untuk secara cepat mengurangi jumlah trombosit sampai terapi farmakologis

berpengaruh. Selama prosedur plateletpheresis, jumlah trombosit akan menurun

30% hingga 60%. Lebih dari satu prosedur mungkin diperlukan sampai jumlah

trombosit dinormalkan ke tingkat yang diinginkan (biasanya kurang dari 600.000 /

μL) .34 Tidak ada pedoman khusus mengenai tingkat jumlah trombosit harus

dikurangi menjadi atau prosedur standar untuk mencapai target tertentu jumlah

trombosit (Hartwell, 2012).

2.4.2.3 Leukapheresis

Leukapheresis terapeutik telah digunakan untuk mengobati pasien

dengan hyperleukocytosis, didefinisikan sebagai jumlah leukosit lebih dari

100.000 / μL.34 Peningkatan kadar ini menempatkan pasien pada risiko

komplikasi yang terkait dengan leukostasis, termasuk disfungsi organ karena

pembentukan mikrothrombi di mikrovaskululum paru dan otak. Leukostasis lebih

sering terjadi pada pasien dengan leukemia myelogenous akut (AML)

dibandingkan dengan leukemia limfositik akut (ALL) . Sulit untuk memprediksi

berapa banyak volume darah yang harus diproses untuk memungkinkan

pengurangan yang cukup dalam leukosit atau sel-sel blast untuk mencegah

leukostasis, dan jumlah WBC harus dipantau selama prosedur. Satu prosedur

harus mengurangi jumlah WBC sebesar 30% hingga 60%; namun, lebih dari satu

prosedur mungkin diperlukan karena mobilisasi sel yang cepat dari kompartemen
24

ekstravaskuler. Untuk mencapai pengurangan jumlah WBC yang adekuat, hingga

1 liter cairan dapat dihilangkan, sehingga membutuhkan penggunaan cairan

pengganti (Hartwell, 2012).

2.4.2.4 Erythrocytapheresis

Erythrocytapheresis, atau pertukaran sel darah merah, menghilangkan

sejumlah besar sel darah merah dari pasien dan mengembalikan plasma dan

trombosit pasien bersama dengan sel darah merah donor alogenik yang

kompatibel. Prosedur ini paling umum dilakukan pada pasien dengan penyakit sel

sabit untuk mengurangi jumlah hemoglobin S yang mengandung sel darah merah,

sehingga mengobati atau mencegah komplikasi (sindrom akut dada, stroke yang

akan datang, tak henti-hentinya krisis menyakitkan) terkait dengan penyakit

tersebut. Tujuan terapeutik adalah untuk mengurangi tingkat hemoglobin S

menjadi kurang dari 30%. Ini biasanya dilakukan dengan prosedur pertukaran sel

darah merah, yang membutuhkan enam hingga sepuluh unit RBC, tergantung

pada usia pasien dan volume sel darah merah. Sel darah merah donor yang dipilih

untuk transfusi harus kompatibel dengan ABO dan Rh, relatif segar (kurang dari

10 hari lebih disukai untuk memungkinkan kelangsungan hidup in vivo

maksimum), leukosit berkurang, negatif untuk hemoglobin S (donor tidak

memiliki sifat sel sabit), dan sebagian fenotipe cocok untuk Rh (C, c, E, e) dan K1

antigen untuk menghindari aloimunisasi (Hartwell, 2012).

Indikasi lain untuk pertukaran sel darah merah lebih jarang terjadi.

Prosedur ini dapat dipertimbangkan untuk pengobatan infeksi malaria atau

Babesia yang luar biasa. Kedua protozoa ini menginfeksi sel darah merah, dan
25

parasitemia dapat terjadi. Pertukaran sel merah telah terbukti bermanfaat untuk

mengobati pasien ini ketika beban parasit lebih besar dari 10%. Sebuah pertukaran

sel merah 1,5 sampai 2 volume secara signifikan akan mengurangi beban parasit.

Pertukaran sel darah merah dapat digunakan untuk menghilangkan sel darah

merah yang tidak kompatibel dari sirkulasi pasien sebagai contoh, transfusi yang

muncul dari sel darah merah Rh-positif ke wanita hamil negatif Rh-negatif yang

berpotensi melahirkan anak atau transfusi yang tidak sesuai ABO (Hartwell,

2012).

2.4.2.5 Penggantian cairan

Dalam prosedur TA, sirkuit ekstrakorporeal (tubing, ruang koleksi,

penghangat darah) dipasangi normal saline. Selama prosedur sitopheresis

terapeutik, penggantian cairan tambahan sering tidak diperlukan, karena sebagian

besar plasma pasien sedang dikembalikan. Jika hipovolemia menjadi perhatian,

normal saline dapat diinfuskan selama prosedur. Dalam prosedur plasmapheresis

terapeutik, besar volume dari plasma pasien dipertahankan. Cairan ini harus

diganti untuk menjaga volume intravaskular dan tekanan onkotik yang tepat.

Beberapa pilihan tersedia, dan pilihan ditentukan oleh penyakit yang dirawat,

kondisi pasien, dan preferensi institusi. Cairan pengganti yang paling umum untuk

TPE adalah Human Serum Albumin (HSA) sebagai larutan 5 %. Meskipun 5%

HSA dapat digunakan untuk menggantikan seluruh volume yang dihilangkan,

kristaloid seperti normal saline dapat digunakan hingga hari ketiga (Hartwell,

2012).
26

Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua konstituen plasma yang

dibuang dan dengan demikian akan tampak sebagai cairan pengganti optimal

untuk prosedur TPE. Namun, penggunaan FFP bukan tanpa risiko, termasuk

penularan penyakit menular, efek aditif yang berkontribusi terhadap toksisitas

sitrat, dan sensitisasi terhadap protein plasma. Oleh karena itu, penggunaan FFP

biasanya disediakan untuk pengobatan thrombotic thrombocytopenic purpura

(TTP) dan gangguan terkait. Untuk pasien dengan TTP yang tidak merespon

secara tepat waktu untuk penggantian dengan FFP, cryoprecipitate-reduced

plasma adalah sebuah alternatif. FFP juga dapat digunakan sebagai pengganti

selama TPE pada pasien dengan koagulopati yang sudah ada sebelumnya

(penyakit hati berat) atau pada mereka yang dijadwalkan untuk menjalani

prosedur invasif (seperti pengurangan antibodi pretransplan) (Hartwell, 2012).

2.5 Efek Samping

Apheresis diterima sebagai prosedur yang relatif aman, tetapi komplikasi

tetap dapat terjadi, terutama pada donor dengan risiko yang lebih tinggi untuk

reaksi sinkop yang terkait dengan penampungan komponen karena faktor donor

seperti usia yang lebih muda, jenis kelamin perempuan, dan volume darah total

yang kecil. Efek samping dapat juga terjadi dalam prosedur terapeutik. Dalam

kasus ini, kadang-kadang sulit untuk mengevaluasi apakah efek merusak yang

disebabkan oleh prosedur atau oleh penyakit yang mendasarinya (Hartwell, 2012).

2.5.1. Keracunan sitrat

Keracunan sitrat biasanya diamati selama koleksi komponen cytapheresis

ketika plasma antikoagulan dikembalikan pada tingkat yang cepat. Ini juga relatif
27

umum selama prosedur penyembuhan apheresis. Sitrat adalah antikoagulan yang

digunakan dalam apheresis dan biasanya dimetabolisme dengan cepat di hati. Jika

jumlah sitrat yang diinfuskan melebihi kemampuan tubuh untuk memetabolisme,

tingkat kalsium terionisasi akan menurun, dan donor mungkin merasa mati rasa

atau kesemutan di sekitar mulut (parestesia) . Untuk mencegah komplikasi ini,

kalsium diinfuskan secara intravena ketika pasien menjalani plasmaferesis

terapeutik. Kalsium intravena tidak direkomendasikan secara rutin. Jika tidak

dijaga, gejala dapat menyebabkan tetani dan aritmia jantung. Suplemen kalsium

melalui mulut juga dapat diberikan. Jika FFP digunakan sebagai cairan pengganti

selama pertukaran plasma terapeutik, hal ini lebih mungkin terjadi karena efek

gabungan dari antikoagulan di FFP dan sitrat yang digunakan dalam prosedur

apheresis itu sendiri (Hartwell, 2012).

2.5.2 Komplikasi akses vaskular

Meskipun plasmapheresis sangat membantu dalam kondisi medis

tertentu, seperti terapi lainnya, ada potensi risiko dan komplikasi yang harus

didiskusikan dengan pasien sebelum prosedur. Pemasukan kateter intravena yang

agak besar dapat menyebabkan perdarahan, tusukan di paru (tergantung pada

tempat pemasangan kateter), dan jika kateter dibiarkan terlalu lama dapat

menyebabkan infeksi (Hartwell, 2012).

2.5.3 Reaksi vasovagal

Episode vasovagal (juga disebut respons vasovagal, serangan vasovagal,

dan sinkop neurokardiogenik) adalah malaise yang dimediasi oleh saraf vagus.

Ketika mengarah ke sinkop atau "pingsan," itu disebut sinkop vasovagal, yang
28

merupakan jenis pingsan yang paling umum. Mekanisme lain yang menyebabkan

hipotensi selama prosedur apheresis adalah reaksi vasovagal. Dalam reaksi ini,

hipovolemia menghasilkan penurunan tekanan darah. Respon kompensasi untuk

penipisan volume ini adalah untuk meningkatkan output sistem saraf simpatik

dengan kompensasi fisiologis seperti yang dijelaskan sebelumnya. Selama reaksi

vasovagal, bagaimanapun, output parasimpatetik yang biasanya melawan

peningkatan simpatis meningkat, menghasilkan pelambatan denyut jantung dan

penurunan tonus pembuluh darah. Ini menghasilkan hipotensi. Faktor-faktor yang

telah dikaitkan dengan reaksi vasovagal pada donor darah lengkap termasuk usia

yang lebih muda, berat badan rendah, sumbangan pertama kali, dan staf koleksi

yang lalai (Hartwell, 2012).

2.5.4 Interaksi plasma protein

Konsentrasi kebanyakan zat plasma berkurang 50% hingga 60% setelah

satu prosedur plasmapheresis standar, dengan tingkat pengembalian ke

konsentrasi steady state bervariasi antara analit. Plasma lipid, total protein,

imunoglobulin, dan transferin pulih ke konsentrasi steady state pada 8 hari

postplasmapheresis, sedangkan konsentrasi seruloplasmin membutuhkan waktu

lebih lama untuk mencapai tingkat prepheresis (Hartwell, 2012).

2.5.5 Reaksi lainnya dan kematian

Hipovolemia diamati lebih sering dengan instrumen IFC. Pemantauan

terhadap volume yang keluar dan masuk perlu dilakukan untuk mencegah

hipovolemia dan hipervolemia. Reaksi lain yang dapat terjadi yaitu reaksi alergi

terkait dengan cairan pengganti. Jenis reaksi ini umumnya diamati pada pasien
29

yang diberikan FFP (seperti selama prosedur TPE untuk TTP), tetapi juga telah

dilaporkan pada infus albumin. Hemolisis biasanya disebabkan oleh masalah

mekanis dengan peralatan (Hartwell, 2012).

Kematian langka yang terjadi selama prosedur penyembuhan apheresis

telah dilaporkan. Mayoritas ini disebabkan oleh sirkulasi (henti jantung atau

aritmia) atau komplikasi pernapasan (edema paru akut atau sindrom gangguan

pernapasan dewasa). Dari beberapa kasus yang dilaporkan, sekitar setengahnya

menggunakan plasma sebagai bagian atau semua cairan pengganti. Karena plasma

telah dikaitkan dengan kematian, penggunaannya dianjurkan hanya dalam kasus

TTP atau Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) di mana ada indikasi khusus untuk

penggunaannya. Plasma juga mampu menularkan penyakit seperti hepatitis dan

virus human immunodeficiency (Hartwell, 2012).

2.6 Prosedur Khusus Hematopoietic Progenitor Cells (HPC)

Hematopoietic Progenitor Cell (HPC), juga disebut sebagai sel punca

darah tepi, dapat dikumpulkan oleh apheresis dari donor otologus atau alogenik.

Prosedur ini mirip seperti donor leukapheresis, dengan kumpulan sel mononuklear

selektif, karena HPCs ditemukan di bagian atas buffy coat selama sentrifugasi.

Setidaknya satu, dan kadang dua hingga tiga, koleksi apheresis biasanya

diperlukan untuk menghasilkan "dosis" yang dapat diterima. Setiap prosedur

pengumpulan berlangsung selama 4 hingga 6 jam, karena volume darah yang

sangat besar diproses untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Jumlah dan

frekuensi prosedur ditentukan oleh hasil HPC dan kondisi pasien. Faktor

pertumbuhan hematopoietik, khususnya GCSF, biasanya digunakan sebelum


30

prosedur pengumpulan untuk meningkatkan jumlah sel punca yang bersirkulasi

dalam sirkulasi perifer. HPC mengekspresikan permukaan sel glikoprotein CD34,

dan pengukuran sel CD34 + dalam darah perifer sebelum pengumpulan biasanya

dilakukan untuk memastikan mobilisasi yang memadai telah terjadi. Berbeda

dengan penggunaan dalam donor granulosit rutin, empat hingga lima suntikan

harian GCSF biasanya diperlukan untuk memobilisasi HPC yang cukup untuk

pengumpulan. Oleh karena itu, tidak jarang bagi individu untuk mengalami sakit

kepala dan nyeri muskuloskeletal (Hartwell, 2012).

Ada beberapa keuntungan menggunakan HPC yang dikumpulkan oleh

apheresis dari koleksi sumsum tulang tradisional. Anestesi dihindari, dan

prosedur dapat dilakukan dengan aman dalam pengaturan rawat jalan. Untuk

donor HPC otologus, keuntungan lain termasuk periode singkat sitopenia,

penurunan kebutuhan transfusi, komplikasi infeksi yang lebih sedikit, dan

penurunan lama rawat inap. Meskipun akses vena perifer lebih disukai (dua situs

vena diperlukan), sejumlah kecil donor allogenik akan membutuhkan penempatan

saluran vena sentral untuk akses dan pengembalian yang memadai. Donor

otologous HPC sering memiliki jalur vena sentral yang ada (Hartwell, 2012).
BAB III

RINGKASAN

Apheresis adalah prosedur di mana seluruh darah dikeluarkan dari tubuh

dan melewati aparatus yang memisahkan satu (atau lebih) konstituen darah

tertentu. Kemudian mengembalikan sisa konstituen ke sirkulasi individu.

Apheresis dapat digunakan untuk tujuan donor dan terapeutik. Untuk mencegah

terjadinya koagulasi pada proses apheresis diperlukan penambahan antikoagulan

pada darah seperti sitrat atau heparin. Apheresis dilakukan menggunakan

teknologi otomatis. Terdapat 2 metode yang digunakan pada instrumen apheresis

yaitu metode sentrifugasi dan membran filtrasi. Pada metode sentrifugasi terdiri

pula dari 2 metode yaitu Intermittent Flow Centrifugation dan Continuous Flow

Sentrifugation. Masing-masing metode tersebut memiliki kekurangan dan

kelebihan sehingga nantinya dapat membantu pengambilan keputusan untuk

penggunaan instrumen apheresis.

Sebagai donor, apheresis dapat digunakan untuk pengumpulan

komponen darah seperti sel darah merah, plasma, trombosit, dan granulosit.

Sedangkan untuk terapeutik, dapat dilakukan prosedur-prosedur seperti

plasmapheresis, plateletpheresis, leukapheresis, dan erythrocytapheresis.

Apheresis juga dapat digunakan untuk pengumpulan Hematopoieitic Progenitor

Cell (HPC). Sebagaimana semua prosedur medis, apheresis memiliki efek

samping saat digunakan baik sebagai donor maupun terapeutik. Beberapa efek

samping yang dapat ditimbulkan dari prosedur apheresis adalah keracunan sitrat,

31
32

komplikasi akses vaskular, reaksi vasovagal, interaksi plasma protein, dan reaksi

lainnya seperti alergi serta kematian.


33

DAFTAR PUSTAKA

Burgstaler, E.A. dam Winters, J.L. 2016. Apheresis: principles and


technology of hemapheresis. In: Simon, T.L., McCullough, J.,
Snyder, E.L., Solheim, B.G., Strauss, R.G., editors. Rossi’s
Principles of Transfusion Medicine. Fifth Edition. West Sussex:
Wiley-Blackwell. p.373-386.

Hartwell, B.A. dan Eastvold, P.J. 2012. Modern Blood Banking &
Transfusion Practices. Sixth Edition. Chicago: Davis Company. p.
331-348.

Kiprov, D. 2015. Principle of Blood Separation and Apheresis


Instrumentation. [cited 5 October 2018]. Available from URL:
https://cdn.ymaws.com/www.apheresis.org/resource/collection/E75
9EDA3-9E20-4A23-A02B-A22C602AEC42/15.05.06-0830-
LonestarBC-Kiprov-v2.pdf
Klein, H.K. dan Anstee, D.J. 2014. Mollison’s blood Transfusion in
Clinical Medicine. Twelveth Edition. West Sussex: Wiley-
Blackewell. p. 764-771.

Levy, J. 2016. Plasma Exchange. [cited 5 October 2018]. Available from


URL: https://abdominalkey.com/plasma-exchange/
McCullough, J. 2012. Transfusion Medicine. Third Edition. West Sussex:
Wiley-Blackwell. p. 122-141.Triyono, T. Dan Vrielink, H. 2014.
Therapeutic Apheresis in Asia: An Indonesia Single Center
Experience. J. Clin. Apheresis. 00:00-00.

Mehdi, S.R. 2013. Essential of Blood Banking. Second Edition. New


Delhi: Jaypee Brothers. p. 90-94.

Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 91 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan
Transfusi Darah.

Smith, J.W. 2011. Blood Component Collection by Apheresis. Technical


Manual 17th AABB. United State: American Association of Blood
Bank. p. 227-236.
WHO. 2012. Blood Donor Selection : Guidelines on Assessing Donor
Suitability for Blood Donation . p.48.

Anda mungkin juga menyukai