Diajukan oleh:
ABSTRAK
Metode: Observasional analitik dengan desain cross sectional pada serum bayi
usia 2 – 7 hari yang diambil secara konsekutif selama Januari – April 2018. Serum
diperiksa kadar TSH secara pararel dengan metode FIA (FREND™ TSH) dan
metode ECLIA (Cobas e411 Roche) lalu dibandingkan hasilnya dan dilakukan uji
korelasi.
Hasil: Dari 95 sampel tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua metode
untuk skrining HK (p = 0,250). Kedua metode mempunyai korelasi kuat (r =
0,971).Kadar TSH tinggi terdapat pada 3 dari 95 bayi menunjukkan insidens
hipotiroid cukup tinggi di RSUD dr. Saiful Anwar. TSH metode FIA bisa
digunakan untuk skrining HK karena berkorelasi kuat terhadap metode ECLIA
dengan hasil tak berbeda bermakna antar kedua metode. Batas maksimal deteksi
metode FIA adalah 25,0 mIU/L sehingga bisa digunakan untuk skrining HK.
ABSTRACT
Result: From ninety five samples, there was no significant difference between
two methods for screening CH. The correlation between two methods was strong
(r = 0.971). There were 3 neonates with high levels of TSH in this study from 95
neonates. It shows high prevalence of CH in dr. Saiful Anwar Hospital.
Measurement of TSH using FIA method can be used for CH screening since it has
strong correlation with ECLIA method and there was no significant difference
between both methods. The maximum detection limit FIA method was 25.0
mIU/L then it can be used to check CH screening.
Conclusion: TSH test using FIA method (FRENTM TSH) can be used for CH
screening since it has good correlation and there’s no significant difference with
the ECLIA method (Cobas e411).
PENDAHULUAN
Hipotiroid kongenital didefinisikan sebagai defisiensi hormon tiroid sejak
saat lahir. Defisiensi hormon tiroid sejak lahir tersering disebabkan oleh gangguan
perkembangan kelenjar tiroid (disgenesis) atau suatu gangguan biosintesis hormon
tiroid (dishormonogenesis). Gangguan – gangguan tersebut menyebabkan
hipotiroidisme primer. Pada kondisi hipotiroidisme primer, didapatkan tingginya
kadar thyroid stimulating hormone (TSH), yaitu lebih dari 30 mU/L, atau
rendahnya kadar hormon tiroid baik tiroksin (T4) maupun triidotironin (T3).1
Sebelum adanya program skrining hipotiroid pada bayi baru lahir, insidens
hipotiroid kongenital, berdasar manifestasi klinis, berada dalam rentang 1:7.000
sampai 1:10.000. Dengan digalakkannya skrining hipotiroid pada populasi bayi
baru lahir, insidens hipotiroid yang dilaporkan meningkat hingga 1:3.000 sampai
1:4.000. Namun, seiring berkembangnya program skrining hipotiroid pada
berbagai daerah, diketahui bahw insidens hipotiroid kongenital bervariasi berdasar
lokasi geografi.1 Di seluruh dunia prevalensi HK diperkirakan mendekati 1:3000
dengan kejadian sangat tinggi di daerah kekurangan iodium, yaitu 1:900. Di
negara-negara Asia, diketahui angka kejadian di Singapura 1:3.000 – 3.500,
Malaysia 1:3.026, Filipina 1:3.460, Hong Kong 1:2.404. Angka kejadian lebih
rendah di Korea dan Vietnam yaitu berturut – turut 1:4.300 dan 1:5.502. Sebuah
studi di India menunjukkan kejadian yang lebih tinggi di India yaitu 1:1.700 dan
di Bangladesh 1:2.000.1, 2 Dari tahun 2000 – 2005 telah di skrining 55.647 bayi di
RSHS dan 25.499 bayi di RSCM, dengan angka kejadian 1:3.528 kelahiran.3
Manifestasi klinis dari hipotiroid kongenital seringkali samar dan banyak
bayi tidak tetap terdiagnosis sejak lahir. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya
perpindahan hormone tiroid transplasental dari ibu yang memberikan efek
1
protektif terutama bagi otak bayi. Selain itu, hipotiroid kongenital yang paling
banyak didapat memiliki jaringan tiroid yang berfungsi sedikit.1 Pada hipotiroid
kongenital, bila bayi tidak segera dideteksi dan ditangani maka akan mengalami
kecacatan yang sangat merugikan kehidupan berikutnya. Akan terjadi gangguan
pertumbuhan fisik menyeluruh dan terutama keterbelakangan mental yang
permanen.3
Bila tidak diterapi segera, gejala akan semakin tampak dengan
bertambahnya usia. Gejala yang muncul antara lain: lidah menjadi tebal
(makroglosi), suara serak, hipotoni, hernia umbilikalis, konstipasi, perut buncit,
tangan dan kaki teraba dingin, disertai miksedema. Jika sudah muncul gejala
klinis, berarti telah terjadi retardasi mental.4
Perkembangan lambat manifestasi klinis, ditambah dengan pentingnya
deteksi dini untuk terapi mengarah pada pentingnya penerapan skrining hipotiroid
kongenital.1, 3
Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining bayi baru lahir merupakan
upaya mendapatkan generasi lebih baik. Di Indonesia, diantara penyakit –
penyakit yang bisa dideteksi dengan skrining pada bayi baru lahir, salah satu
penyakit yang cukup banyak ditemui adalah hipotiroid kongenital. Berhasilnya
pengobatan hipotiroid kongenital bergantung pada deteksi dini dan terapi sebelum
bayi berusia 1 – 3 bulan. Pada Konvensi Health Technology Assessment tahun
2006, Depkes menyetujui skrining hipotiroid kongenital bagi semua bayi baru
lahir.3
Beberapa studi menyatakan bahwa waktu pengambilan darah yang baik
untuk skrining hipotiroid kongenital pada usia 48 – 72 jam atau sebelum pasien
pulang bila pasien pulang sebelum usia 48 jam.5, 6 Sedangkan beberapa studi lain
menyatakan pengambilan darah dapat dilakukan pada usia 2 – 5 hari atau sebelum
pasien pulang bila pasien pulang sebelum usia 2 hari.1, 7 Sebuah studi menyatakan
bahwa sebenarnya pengambilan darah yang diharapkan untuk skrining hipotiroid
kongenital adalah ketika bayi berusia antara 2 – 4 hari, namun terdapat beberapa
situasi yang tidak memungkinkan hal tersebut. Pada bayi yang keluar dari rumah
sakit sebelum usia 48 jam, darah diambil sebelum pasien pulang. Pada kasus –
kasus seperti kelahiran di rumah, darah harus diambil paling lambat usia 7 hari.6
2
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) no 78 tahun 2014 tentang
Skrining Hipotiroid Kongenital, teknik pengambilan darah yang dianjurkan adalah
dengan menggunakan darah yang diambil dari tumit bayi (heel prick). Tes
konfirmasi yang dianjurkan adalah dengan memeriksa kadar TSH atau fT4 serum
dengan metode ELISA atau FEIA kuantitatif.8
Namun, metode pengambilan sampel dari tumit bayi memiliki kesulitan
dengan berkembangnya teknologi saat ini. Sampel pada kertas saring harus
diperlakukan secara khusus, disimpan, ditransportasikan, dan diperiksa secepat
mungkin.8 Sebuah penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna antara pemeriksaan TSH dari sampel darah dari tumit atau dari serum2
sehingga jika terdapat alat pemeriksaan TSH dengan serum yang praktis dan dapat
dipakai di daerah terpencil, pemeriksaan skrining hipotiroid kongenital akan lebih
mudah dan mampu mencakup area yang lebih luas di Indonesia.
Metode pemeriksaan yang dianjurkan untuk TSH adalah metode generasi
ketiga immunometric.9 Salah satu pemeriksaan yang banyak digunakan adalah
dengan metode electrochemiluminescence (ECLIA) dengan variasi koefisien (CV)
intra-assay 1,0 – 3,2% dan CV inter-assay 1,3 – 4,0%.10. Salah satu autoanalyzer
yang sering digunakan adalah dari Cobas Roche, yang tersedia di RSSA.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan alat pemeriksaan TSH
dengan ukuran kecil dan harga terjangkau (rapid test) sehingga dapat digunakan
untuk skrining hipotiroid kongenital di daerah terpencil dengan autoanalyzer yang
telah digunakan secara luas sebagai standar.
Pemeriksaan TSH yang menjadi standar baku sampai saat ini adalah
menggunakan metode immunoassay dengan autoanalyzer sedangkan metode
rapid test hanya digunakan sebagai skrining.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi kadar TSH
menggunakan autoanalyzer metode ECLIA dengan rapid test metode Sandwich
FIA pada skrining hipotiroid kongenital.
Manfaat dari penelitian adalah membantu klinisi untuk skrining HK,
melaksanakan Permenkes RI no.78 tahun 2014 tentang skrining HK, serta
memberikan rekomendasi pemeriksaan TSH di daerah dengan sensitifitas dan
spesifisitas yang baik, mudah , murah dan efektif terutama di era JKN.
3
METODE
Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain
penelitian potong lintang. Populasi penelitian adalah pasien bayi baru lahir yang
dirawat di RSUD dr. Saiful Anwar. Dengan besar sampel minimal sebar 47
dihitung menggunakan rumus besar sampel pada penelitian korelasi. Teknik
sampling yang digunakan concecutive sampling, yaitu setiap bayi baru lahir yang
memenuhi kriteria inklusi – eksklusi dan orang tuanya bersedia dalam penelitian
ini serta menandatangani informed consent dimasukkan dalam penelitian sampai
kurun waktu April 2018 sampai jumlah sampel minimal terpenuhi.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah bayi usia 2 – 7 hari yang
melakukan pemeriksaan darah berupa pemeriksaan kimia dan/atau imunoserologi.
Kriteria eksklusi pada penelitian adalah bayi dengan sisa serum kurang dari 500
µL dan bayi dengan serum lisis, ikterik, atau lipemik. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah kondisi hipotiroid kongenital sedangkan variable tergantung
adalah kadar TSH. Definisi operasional yang digunakan yaitu hipotiroid
kongenital adalah keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang
didapat sejak bayi baru lahir. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kelainan
anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi
iodium. TSH adalah Tyroid stimulating hormon, merupakan salah satu hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari anterior untuk menstimulasi kelenjar tiroid.
Pengambilan data pasien dari ruang perinatologi dan komputer
Laboratory Information System (LIS) sedangkan sampel di ambil dari sisa serum
pemeriksaan bayi di laboratorium sentral RSUD dr. Saiful Anwar. Penelitian
dimulai setelah mendapat persetujuan TPP dan komite etik RSUD dr. Saiful
Anwar, dalam kurun waktu Januari – April 2018.
Bahan yang digunakan yaitu sisa serum pasien bayi baru lahir yang
diperiksa di laboratorium. Sedangkan alat yang diperlukan untuk pemeriksaan
kadar TSH: pipet, yellow tip, dan sample cup.
Subyek penelitian diambil sisa serum sebanyak 100- 200 ml, setelah itu
dilakukan dibagi 2 untuk pemeriksaan TSH dengan 2 ECLIA dan Sandwich FIA.
Prosedur pemeriksaan kadar TSH metode ECLIA yaitu dengan prinsip Sandwich,
durasi pemeriksaan total 18 menit. Prosedur pemeriksaan kadar TSH metode
4
Sandwich FIA yaitu menggunakan FRENDTM TSH yaitu suatu cara pengukuran
TSH secara kuantitatif yang cepat berdasarkan prinsip sandwich fluorescent
imuunoassay (FIA) menggunakan partikel nano pada sampel serum atau plasma
heparin. Antibodi antimouse yang berikatan dengan partikel nano fluorescens
akan mengikat TSH pada sampel yang akan membentuk kompleks imun dengan
TSH pada sampel. Pergerakan aktif kapilari akan membawa sampel mencapai
regio deteksi dimana kompleks imun tersebut akan ditangkap oleh antibodi
antigoat. Kemudian kadar TSH pada sampel akan diukur oleh sistem FREND
dengan membadingkan kadar fluorescens sampel dengan standar. Hasil berupa
angka kemudian akan muncul di layar. Pengukuran TSH dengan FREND TM TSH
memiliki batas pengukuran 0,06 – 25,0 mIU/L (atau µIU/mL).
Alur penelitian dapat dijelaskan melalui bagan berikut:
Populasi penelitian
Informed Consent
Pengumpulan Data
Analisa data
5
deviasi (SD) dan nilai maksimal minimal; 2) Analisa uji komperatif kategorik
dengan uji McNemar; 3) Analisa korelasi dilakukan menggunakan uji korelasi
Spearman dan Passing Bablok; 4) Dilakukan pengukuran CV dengan perhitungan
(rumus). Keseluruhan data dianalisa dengan menggunakan alat bantu program
komputer SPSS For Windows Release 25.0, dan Medcalc For Windows Version
14.8.1.0 dimana p < 0,05 dikatakan signifikan.
HASIL
Didapatkan 95 sampel yang diperiksa kadar TSH nya dengan metode
ECLIA dan FIA. Pada metode ECLIA didapatkan 92 sampel memiliki kadar TSH
normal dan 3 sampel memiliki kadar TSH tinggi. Pada metode FIA didapatkan 89
sampel memiliki kadar TSH normal dan 6 sampel memiliki kadar TSH tinggi.
Ketiga sampel dengan nilai TSH tinggi pada metode ECLIA juga memiliki kadar
TSH yang tinggi pada metode FIA. Dua dari tiga sampel yang memiliki kadar
TSH tinggi pada metode FIA namun normal pada metode ECLIA ternyata
memiliki kadar TSH borderline pada metode ECLIA. Tabel 1 menunjukkan
karakteristik seluruh sampel sedangkan Tabel 2 menunjukkan hasil pemeriksaan
TSH kedua metode pada keenam sampel yang memiliki kadar TSH tinggi pada
metode FIA.
6
μIU/mL)
TSH normal (0,7-15,2 90 bayi 89 bayi
μIU/mL)
Terendah 0,106 < 0,06
Tertinggi 22,49 > 25
Mean ± SD 4,2910 ± 6,7118 5,41 ± 5,65
Tabel 2. Kadar TSH pada Metode ECLIA Dibandingkan Metode FIA pada
Sampel yang Memiliki Kadar TSH Tinggi pada Metode FIA
No Kadar TSH ECLIA Kadar TSH FIA
1 22,49 > 25
2 17,75 24,96
3 15,4 > 25
4 11,78 19,29
5 12,89 19,73
6 8,96 17,62
7
25 r = 0,971
20
FREND
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25
Cobas
Gambar 1. Grafik Uji Korelasi Spearman pada Metode ECLIA dengan Cobas
Dibandingkan Metode FIA dengan FRENDTM
25
20
FREND
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25
Cobas
Gambar 2. Grafik Regresi Passing and Bablok Pemeriksaan TSH Metode ECLIA
dengan Cobas Dibandingkan FIA dengan FRENDTM
Pada perhitungan CV dengan menggunakan sampel kadar TSH normal
didapatkan CV pemeriksaan TSH dengan FRENDTM adalah 10,6%. Berikut
adalah tabel perbandingan antara pemeriksaan TSH metode ECLIA Cobas dengan
FIA FRENDTM.
8
Tabel 4. Perbandingan Pengukuran TSH – ECLIA (Cobas) dan TSH ICT (Q-
Rapid Tes)
PEMBAHASAN
Sembilan puluh lima neonatus berusia 2 – 7 hari diperiksa pada kedua alat
(autoanalyzer Cobas e411 Roche dan FRENDTM TSH). Dilakukan uji distribusi
sampel dengan tes Kolmogorov – Smirnov dan didapatkan distribusi sampel tidak
normal sehingga analisis statistik yang digunakan adalah analisis non parametrik
yaitu tes McNemar. Analisis dilakukan dengan mengkategorikan hasil berupa
angka ke dalam kategori hipotiroid atau tidak.
Pada pemeriksaan dengan autoanalyzer didapatkan 3 bayi memiliki kadar
TSH yang lebih tinggi dari kadar normal (hipotiroid kongenital) sedangkan pada
pemeriksaan menggunakan Sandwich FIA didapatkan 6 bayi memiliki kadar TSH
tinggi (hipotiroid kongenital). Uji banding dengan tes McNemar menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna hasil antara kedua metode.
Terdapat perbedaan diagnosis pada 3 sampel, namun 2 dari 3 sampel yang
memiliki nilai TSH tinggi pada rapid test memiliki nilai borderline kearah tinggi
pada autoanalyzer sehingga sebenarnya perbedaannya tidak terlalu besar bila
dilihat secara kuantitatif.
Selain dilakukan uji beda dengan McNemar, pada sampel dilakukan uji
korelasi dengan tes korelasi Spearman yang menguji korelasi hasil pemeriksaa
TSH pada kedua alat secara kuantitaif. Pada uji korelasi Spearman didapatkan
korelasi yang kuat yaitu 0,971.
9
Pada perhitungan CV, didapatkan CV pemeriksaan TSH dengan FRENDTM
adalah 10,6%. CV yang diizinkan berdsarkan CLSI untuk TSH adalah < 20%
sehingga CV alat tersebut masih cukup baik.10
Pemeriksaan TSH dengan FRENDTM TSH memiliki nilai batas deteksi
bawah kadar TSH 0,06 µIU/mL, metode tersebut dapat digunakan untuk
pemeriksaan hipertiroid. Lebih lagi, pemeriksaan tersebut memiliki nilai batas
deteksi atas 25 µIU/mL sehingga dapat digunakan untuk skrining hipotiroid walau
kurang bisa untuk memantau terapi bila kadar TSH jauh diatas batas deteksi atas.
Terdapat beberapa perbedaan hasil dari pemeriksaan dengan metode Sandwich
FIA dibanding autoanalyzer sehingga hasil pemeriksaan dengan Sandwich FIA
perlu dikonfirmasi dengan autoanalyzer metode ECLIA. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa pemeriksaan TSH dengan Sandwich FIA dapat digunakan
untuk skrining awal hipotiroid kongenital khususnya pada pusat – pusat kesehatan
yang tidak memiliki autoanalyzer.
10
DAFTAR PUSTAKA
11