Malaria
Macam-macam sediaan darah
Sediaan darah tipis / hapusan darah tipis
Terdiri dari satu lapisan sel darah merah melekat pada gelas obyek. Volume
darah yang diambil sedikit, tetapi bidang sediaan luas sehingga kemungkinan
adanya parasit lebih sedikit dan waktu pemeriksaannya lebih lama.
dapat ditemukan
dalam
keadaan utuh.
Sediaan darah tebal / tetes tebal
Sediaan darah tebal terdiri dari tumpukan sel darah merah yang mengalami
dehemoglobinasi (lisis). Akibat hemolisis, sel darah merah hancur sebagian
atau seluruhnya dan parasit akan mengalami distorsi (rusak). Gambaran
parasit malaria pada sediaan darah tebal umumnya tidak utuh dan tidak
tampak adanya dinding sel yang jelas.
Volume darah yang diambil lebih banyak (kurang lebih 30X dibandingkan
dengan sediaan darah tipis). Bidang sediaan lebih
sempit dibandingkan
sediaan darah tipis dan kemungkinan adanya parasit menjadi lebih besar dan
pemeriksaan lebih cepat.
Penghitungan parasit
Pada penderita P. falciparum yang berat, penting untuk diketahui tingkat parasitemia
sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat. Tehnik penghitungan
dipergunakan
Menghitung jumlah parasit yang menginfeksi sel darah merah pada sediaan
hapusan darah tipis.
Menghitung jumlah parasit terhadap sel darah putih pada sediaan darah tebal,
untuk memperkirakan jumlah parasit dalam darah (parasitemia)..
Penghitungan parasit terhadap sel darah putih pada sediaan darah tebal.
Penghitungan parasit dengan metode ini untuk memperoleh perkiraan jumlah
parasit, yang tingkat akurasinya tergantung kemampuan menghitung sel darah
putih dan mengestimasi parasit terhadap sel darah putih dan juga tergantung pada
pengecatan yang baik pada tetes darah tebal. Secara praktis perhitungan sel darah
putih sebanyak 8000 per mikroliter darah.
Cara penghitungan parasit :
Pilih daerah dari hapusan tebal dimana sel darah putih terdistribusi merata dan
parasit terwarnai dengan baik.
Menggunakan
lensa obyektif
dengan
oil
immersi,
200 WBC jika ditemukan parasit 100 atau lebih, jika < 100 parasit maka
dilanjutkan sampai 500 WBC. Hitung semua stadium parasit (ring, trofozoit, skizon
dan gametosit)
Penghitungan jumlah parasit per l darah.
WBC yang dihitung X parasit yang dihitung pada 200/500 WBC
200/500
WBC count = normal 8000/l darah
Contoh :
8000 x 1000
1000
200
1 l darah mengandung : 5.000.000 RBC
Tingkat parasitemia 5% pada Plasmodium falciparum menunjukan infeksi berat.
Cara praktis \
1 - 10
11 - 100
++
1- 10
+++
> 10
++++
berarti
serius
tidak
ICT MALARIA
1. HRP-2 (Histidine rich protein 2)
trofozoit
skizon
gametosit muda P. falciparum
2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase
parasit aseksual atau seksual plasmodium falciparum, P. vivax dan
P. malariae
Single infeksi P. falciparum
Combo Infeksi P. falciparum dan non falciparum
PERFORMANCE
1. To date, no commercial RDT has been reported to differentiate reliably between P.
vivax, P. ovale and P. malariae
2. RDTs generally achieve a sensitivity of > 90% in the detection of P. falciparum at
densities above 100 parasites per l blood. Below the level of 100 parasites per l
blood, sensitivity decrease markedly
3. HRP-II tests can remain positive for 7-14 days following chemotherapy
HEPATITIS B
Interpretasi Hepatitis B
terhadap
cardiolipin, suatu lipid material dari sel yang rusak, yang merupakan marker non spesifik
sifilis.
1. VDRL
VDRL merupakan tes flokulasi slide kualitatif dan kuantitatif. Sampel yang digunakan
serum atau cairan spinal (modifikasi VDRL slide). Antigen yang digunakan terdiri dari
cardiolipin, cholesterol dan lecithin.
Prinsip :
Penderita yang menderita sifilis memproduksi antibodi yang bereaksi dengan antigen
cardiolipin, kemudian dibaca dengan menggunakan mikroskop. Pada pemeriksaan ini
tidak dapat diketahui antibodi yang bereaksi dengan cardiolipin merupakan antibodi
terhadap komponen lipid T. pallidum atau sebagai hasil dari kerusakan jaringan akibat
infeksi.
VDRL CSF :
Tes VDRL dapat dilakukan pada sampel CSF untuk diagnosis neurosifilis. Pada spesimen
CSF dipilih tes VDRL kuantitatif. Antigen diencerkan dalam volume yang sama dengan
larutan saline 10%, CSF tidak diinaktif dan volume antigen yang dibutuhkan 0,01 ml (1
tetesan jarum ukuran 21). Langkah selanjutnya sama dengan langkah pada spesimen
serum.
2. Rapid Plasma Reagin (RPR) test
Bila pemeriksaan mikroskopis langsung tidak tersedia, maka hasil tes non-treponemal
reaktif dari individu dengan lesi genital khas yang sebelumnya seronegatif, dapat menjadi
acuan untuk diagnosis sifilis.
Tes non-treponemal untuk sifilis mendeteksi antibodi humoral, baik imunoglobulin M
(IgM) dan IgG, yang biasanya muncul pada 1-4 minggu setelah terbentuk primary chancre .
Dengan demikian, sensitivitas tes pada sifilis primer mungkin berbeda-beda, menurut waktu
darah diambil setelah timbulnya lesi. Namun, dalam waktu 2 bulan, lesi mulai sembuh secara
spontan, dan semua tes non-treponemal 100% reaktif.
Karena manifestasi lesi pada tahap sekunder dapat bermacam-macam, maka tes nontreponemal digunakan untuk membedakan lesi sifilis dari lesi yang disebabkan karena infeksi
atau kondisi lain. Selain itu, tes non-treponemal mungkin merupakan satu-satunya tes untuk
mengidentifikasi individu dengan sifilis laten yang tidak diobati.
Hasil tes yang reaktif harus dikuantitasi untuk memantau pengobatan atau menegakkan
diagnosis reinfeksi. Titer tes non-treponemal akan berkurang dengan pengobatan yang
adekuat. Ketika seseorang diobati pada tahap primer atau sekunder dari infeksi pertama
dengan T.pallidum, maka setelah pengobatan, dalam waktu 6 bulan titer harus menunjukkan
penurunan 2 kali pengenceran. Pasien yang diobati pada fase laten atau tahap akhir sifilis (late
syphilis) atau terinfeksi lebih dari satu kali akan menunjukkan penurunan titer yang lebih
bertahap. Persisten sero-reaktivitas tidak selalu berarti kegagalan pengobatan. Namun,
peningkatan titer empat kali lipat, biasanya menunjukkan kegagalan pengobatan atau suatu
reinfeksi.
Prinsip pemeriksaan :
Serum penderita dicampur dengan partikel halus antigen cardiolipin-cholesterol-lecithin dan
charcoal akan menghasilkan flokulasi yang dapat dilihat secara makroskopis, jika serum
penderita mengandung antibodi terhadap cardiolipin-cholesterol-lecithin.
sedikit kekasaran
Catatan: Laporkan hasil tes sebagai reaktif atau non reaktif tanpa memperhatikan
tingkat reaktivitas. Adanya flokulasi atau sedikit flokulasi, harus selalu dilaporkan
sebagai reaktif.
Hasil tes yang menunjukkan tingkat reaktivitas harus dikuantitasi. Hasil non reaktif yang
kasar, juga harus dikuantitasi untuk mengidentifikasi adanya kemungkinan prozone.
b. Quantitative Test
1. untuk setiap spesimen yang akan dites, letakkan 50 l saline 0,5% ke dalam lingkaran
4,3,2, dan 1.
8. Resuspend suspensi antigen kartu RPR dalam botol dispensing.
9. Pegang botol suspensi antigen dalam posisi vertikal, keluarkan 1 atau 2 tetes, dan
10.
11.
12.
13.
kemudian teteskan 1 tetes (1/60 ml) suspensi antigen ke dalam masing-masing area tes.
Tempatkan kartu pada rotator dengan penutup kelembaban.
Putar selama 8 menit pada 100 rpm
Baca reaksi tes seperti yang dijelaskan pada langkah 6 dari uji kualitatif (atas)
Laporan hasil reaktivitas pada pengenceran tertinggi, sesuai dengan contoh dalam tabel
1.
14. Jika pengenceran tertinggi tes (1:16) adalah reaktif, lanjutkan sebagai berikut:
a. Siapkan pengenceran 1:50 (2,0%) serum nonreactive di salin 0,9%. (Ini akan
digunakan untuk membuat 1:32 dan pengenceran yang lebih tinggi dari
spesimen yang akan dikuantitas)
b. Siapkan pengenceran 1:16 spesimen yang dites dengan menambahkan 100 l
spesimen pada 1,5 ml larutan saline 0,9%. Aduk rata.
c. Masukkan 50 l dari 1:50 serum nonreactive dilingkaran 2,3,4, dan 5 kartu
RPR.
d. Masukkan 50 l spesimen dengan pengenceran 1:16 ke dalam lingkaran 1 dan
2
e. Dengan menggunakan pipet yang sama, buat dua kali lipat pengenceran serial
dan lakukan seperti langkah 2 sampai 13 tes (kartu RPR kuantitatif).
pengenceran yang lebih tinggi mungkin disiapkan, jika perlu, dengan cara yang
sama.
Catatan: Semua pengenceran dapat dilakukan pada kartu tersebut, jika serum
1:50 nonreactive yang digunakan sebagai pengencer pada lingkaran 6 (1:32).
Tabel 1. Contoh pembacaan hasil dengan pengenceran spesimen.
Reaksi tanpa
Interpretasi
pengenceran (1:1)
1:2
1:4
1:8
1:16
Rm
Rm
Jika hasil tes serologis diketahui bahwa non reaktif dalam tahun sebelumnya, maka
pasien dikategorikan sebagai sifilis laten awal. Pasien yang dianggap sebagai sifilis laten
harus dievaluasi, mengingat potensial terjadi neurosifilis asimtomatik. Sekitar 20% dari
penderita dengan sifilis laten menunjukkan hasil tes non-treponemal non reaktif. Hasil reaktif
CSF-VDRL
slide
asimtomatik, namun hasil non reaktif CSF-VDRL tidak menyingkirkan neurosifilis. Hasil
abnormal yang lain, seperti limfosit meningkat per milimeter kubik CSF (5 atau lebih) dan
total protein tinggi (> 45 mg / dL) dalam CSF, mengindikasikan aktivitas penyakit pada sistem
saraf pusat.
Pada kehamilan, hasil reaktif harus dikonfirmasi dengan tes treponemal, dan jika hasil
tes treponemal reaktif, maka pasien harus diobati. Pengobatan juga dilakukan bila sisa titer
non-treponemal pada pengobatan sebelumnya meningkat selama kehamilan. Kenaikan titer
mungkin membingungkan, antara diagnosis reinfeksi atau relaps. Peningkatan titer dapat
dianggap sebagai nonspesifik, jika tersebut di bawah ini:
tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya dan tidak ada lesi positif
9
Pada sifilis kongenital, tes non-treponemal untuk sifilis mengukur IgG ibu yang ditransfer
secara pasif dan IgM bayi. Jika titer tes non-treponemal bayi lebih tinggi daripada ibu, maka
beberapa dokter menginterpretasikan hasil ini sebagai indikasi adanya sifilis kongenital, tetapi
perlu diingat bahwa tidak semua bayi dengan sifilis kongenital akan memiliki titer yang lebih
tinggi dari ibu.
TREPONEMAL TEST
1. TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination)
TPHA merupakan tes treponemal utama yang digunakan dalam serodiagnosis sifilis.
Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi terhadap Treponema Pallidum, sehingga spesifisitasnya
tinggi. Ada dua tipe antibodi yang timbul selama infeksi sifilis. Ig M timbul saat tahap awal
sifilis, sehingga Ig M memiliki sensitivitas yang baik pada sifilis awal, namun menurun pada
penderita dengan infeksi lama. TPHA yang ada di pasaran, biasanya mendeteksi Ig G. Ig G
timbul setelah beberapa minggu dan tetap ada pada semua tahap sifilis.
Deteksi Ig G memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi sifilis.
Namun, karena timbulnya antibodi memerlukan waktu, maka Ig G menjadi kurang sensitif
pada tahap awal penyakit.
Prinsip TPHA :
Pemeriksaan TPHA ini menggunakan metode indirect haemagglutination untuk deteksi dan
titrasi antibodi spesifik terhadap T. pallidum yang diproduksi setelah terjadi infeksi. Sel darah
merah yang telah dilapisi dengan antigen permukaan T. pallidum ditambahkan pada serum.
Pada serum yang mengandung antibodi terhadap T. pallidum, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen yang ada pada sel darah merah, dan menyebabkan aglutinasi.
Pada serum yang tidak mengandung antibodi (non-reaktif), maka tidak ada aglutinasi dan
membentuk compact button pada dasar well.
10
sebagai antigen
Control Cell : sel darah merah ayam yang tidak dilapisi antigen.
Diluent : larutan salin
Kontrol positif : human serum (titer :1280)
Kontrol negatif : human serum (titer : <80)
Prosedur pemeriksaan :
1) Qualitative Assay
a. Pengenceran spesimen (1:20), dilakukan dengan menambahkan 95l diluent
dan 5 l spesimen pada satu sumuran, kemudian dicampur/dihomogenkan.
b. Tes
11
1) Spesimen dengan aglutinasi yang kurang dari gambar +/- diatas dilaporkan negatif
2) Spesimen dengan aglutinasi yang lebih kuat dari gambar +/- , dilaporkan positif
dan prosedur tes diulang dengan duplicate.
3) Jika aglutinasi test cell lebih besar daripada control cell, spesimen positif yang
mengandung anti-treponemal antibody perlu pemeriksaan konfirmasi lanjutan.
4) Jika aglutinasi control cell lebih kuat atau sama dengan test cell, maka
lakukan pemeriksaan absorption non spesific reactions.
12
13
4
25
25 )
1: 40
25
1:80
Prinsip EIA :
Antigen rekombinan T. pallidum dilapiskan pada microwell. Undiluted serum atau
plasma ditambahkan kedalam sumuran dan diinkubasi. Jika sampel mengandung
antibodi spesifik terhadap T. pallidum maka akan berikatan dengan antigen yang ada
dalam sumuran. Ikatan antibodi dengan T. pallidum selanjutnya diinkubasi dengan
reagen konjugat. Selanjutnya ditambahkan subtrat TMB dan intensitas warna yang
terjadi diukur secara spektrofotometri.
Prosedur pemeriksaan EIA :
1) Tambahkan 50 l undiluted sampel atau kontrol
2) Inkubasi selama 30 menit pada 370C
3) Cuci sebanyak 5 kali
4) Tambahkan 50 l diluted conjugate pada tiap sumuran
5) Inkubasi selama 30 menit pada 370C
6) Cuci sebanyak 5 kali
7) Tambahkan 50 l substrat pada tiap sumuran
8) Inkubasi pada suhu ruang selama 30 menit
9) Tambahkan 50 l stop solution pada tiap sumuran
10) Baca hasil OD pada 450 nm
11) OD cut-off = negatif, OD cut-off = positif.
15
Pemeriksaan dengan EIA ini mempunyai sensitivitas yang tinggi pada sifilis primer,
namun sensitivitasnya menurun seiring perkembangan penyakit. Spesifisitas EIA sama
dengan tes treponemal yang lain. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk diagnosis sifilis
kongenital, untuk melihat adanya Ig M. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 99%
dan 98%.
Prosedur umum EIA sifilis :
1. Kontrol dan sampel ditambahkan pada sumuran dan diinkubasi selama 30 menit. Jika
sampel mengandung antibodi terhadap T. pallidum, maka akan berikatan dengan antigen
yang dilapiskan dalam sumuran.
2. Dilakukan pencucian dengan larutan buffer untuk menghilangkan komponen yang tidak
terikat.
3. Kemudian ditambahkan enzim biasanya peroksidase yang dikonjugat dengan anti-human
antibody dan diinkubasi 30 menit. Selanjutnya dilakukan pencucian lagi.
4. Dilakukan penambahan subtrat TMB (3,3,, 5,5, tetramethyl benzidine) dan diinkubasi
selama 10 menit maka akan terjadi warna biru.
5. Penambahan stop solution larutan asam sulfat 1 M yang akan mengubah warna biru
menjadi warna kuning. Intensitas warna diukur secara spektrofotometri dengan microelisa
reader pada panjang gelombang 450 nm.
4. FTA-ABS (Fluorecent Treponema Antibody Absorbed Assay)
Pemeriksaan FTA-ABS merupakan indirect fluorescent antibody test, digunakan sebagai
tes konfirmasi sifilis. FTA-ABS mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi, namun tes
ini memerlukan waktu yang lama. Tes ini biasanya positif sebelum tes reagin positif. Pada
secondary dan latent syphilis, biasanya 100% reaktif. Sekali penderita reaktif, maka
16
seumur hidup tes ini akan positif. Meskipun lebih sedikit menimbulkan positif palsu
dibandingkan dengan tes reagin, hasil reaktif bisa terjadi pada penyakit treponema lain,
seperti yaws dan pinta.
Penggunaan klinis tes serologi sifilis
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, tes serologi sifilis terdiri dari 2 kelompok, yaitu tes nontreponemal (VDRL/RPR) dan tes treponemal (TPHA, TPPA, EIA syphilis, dan FTA-Abs).
Gambar dibawah ini menunjukkan hubungan kadar antibodi yang diperiksa pada berbagai
pemeriksaan serologi sifilis dengan waktu.
Secondary
Latent
Late
VDRL
78
100
95
71 (37-94)
RPR
86
100
98
73
TPHA
76
100
97
94
FTA-ABS
84
100
100
96
Tes
17
18
Gambar 10. Algoritma tes skrining dan konfirmasi untuk diagnosis sifilis
Penggunaan algoritma baru untuk tes sifilis akan meningkatkan diagnosis, dan penanganan
penderita sifilis.
19
CMV
BAKTERIAL
VAGINOSIS
menggunakan kertas pH
pH > 4,5 terjadi pada 97% wanita dengan Bakterial vaginosis (BV)
dan juga trikomoniasis.
terkumpul
di
vagina
juga
dapat
2. Sekret vagina
-
20
CARA NUGENT
PENGECATAN GRAM
Prinsip pengecatan Gram berdasar kemampuan dinding sel bakteri menahan cat
Kristal violet saat proses pelunturan.
22
Perkecualian
Kuman Gram positif kehilangan kemampuan menahan kristal violet
,tampak sebagai Gram negatif pada :
1. Kerusakan dinding sel o.k terapi antibiotika atau peamanasan terlalu lama.
2. Pelunturan yang berlebihan
3. Pemakaian iodine yang terlalu tua.
4. Sediaan dibuat dari kultur yg sudah tua
23
Gram Positif
Staphylococcus
Gram Negatif
Neisseria
Klebsiella
Streptococcus
Haemophilus
Coliforms
Clostridium
Salmonella
Brucella
Shigella
Yersinea
Corynebacterium
Vibrio
24
25
Treponema pallidum
Staphilococcus aureus
26
Corynebacterium diphteri
E. coli
Pemeriksaan Nonne-Pandy
-Merupakan bed side test
-Lakukan pungsi LCS
I. Pemeriksaan Nonne-Pandy
Test Nonne ( Nonne-Apelt atau test Ross-Jones),
Reagen : larutan jenuh ammonium sulfat (ammonium sulfat 80 gr : aquadest 100 ml : saring
sebelum memakainya).
Tujuan : menguji kadar globulin dalam cairan otak.
Cara :
1. Taruhlah 1 ml reagens Nonne (ammonium sulfat ) dalam tabung kecil (diameter 7
mm).
2. masukkan LCS sama banyaknya ke dalam tabung itu,
3. Akan terjadi pemisahan kedua cairan tsb.
3. Inkubasi 3 menit, kemudian selidikilah perbatasan kedua cairan itu.
Catatan :
Normal : negative, artinya : tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan.
27
Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi. Tes ini lebih
bermakna dari test Pandy
II. Test Pandy
Reagen : larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml : aquadest 90 ml).
Bereaksi dengan globulin dan albumin.
Cara :
1. Sediakanlah 1 ml reagen Pandy dalam tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7 mm.
2. Tambahkan 1 tetes LCS tanpa sedimen.
3. Segeralah baca hasil test itu dengan melihat derajat kekeruhan yang terjadi.
Catatan :
Normal : Negatif (tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan ringan berupa kabut halus).
Semakin tinggi kadar protein, semakin keruh hasil reaksi ini.
Catatan: reagen hrs di simpan pd suhu 37oC dan sering dikocok.
Tekanan
50 180 cmH2O
: tumor, edema
warna
Jernih
Mikroorganisme
0 5 WBC/ul
(-)
40 -70 mg/dl atau 2/3 glukosa
darah
(-)
meningitis bakteri
Stomatosit
28
Howell-Jolly bodies :
merupakan sisa DNA, ditemukan pada setelah splenektomi (atau fungsi spleen
terganggu)
29
Granula Toksik
Granula yg kasar, gelap, sering disebabkan infeksi berat.
Vakuola
Sering akibat infeksi bakteri, dan jika dijumpai bersamaan dgn granula toksik
menunjukkan tanda degenerasi netrofil.
30
Dohle bodies
Merupakan inklusi oval, kebiruan dan berasal dr RNA. Sering ditemukan pada infeksi
berat, terapi khemotrapi, sindroma Chediak-Higashi
Monoblast
31
Monobla
Limphoblast
32
33
34
ciri: dinding tipis, didalam telor sering dijumpai larva, ukuran 60x40
mikron
Wuchereria bancrofti
35
Trichomonas Vaginalis
36
Kristal Triple
Phospate
37
Urinary crystals.
(A) Calcium oxalate crystals
(arrows; 100 X);
Cast Cellular
38
A: Hyaline cast; B: Fatty cast; C: Hyaline to finely granular cast; D: Cellular cast; E: Cellular
to coarsely granular cast;
39
Platelet Satelitsm
Trombosit menempel pada sel PMN Leukosit yang dapat dilihat pada darah
dengan antikoagulan EDTA. Platelet satellism tidak menempel pada limfosit,
eosinofil, basofil, monosit. Trombosit diikat oleh suatu penginduksi (obat, dll.)
sebagai antigen sehingga dikenali oleh sel PMN leukosit yang mengandung
antibody sehingga terjadi adhesi trombosit pada PMN leukosit.
Cabot Ring
40
Malaria
Bentuk spt
pisang,
sitoplasma biru,
inti padat wrn
merah, pigmen di
41
LE Cell
42
Plasma Cell
43
Myeloblast
Ukuran sel: 15 - 25 m
Bentuk sel: oval, kadang-kadang bulat, Warna sitoplasma: biru, tanpa halo
perinuklear jelas atau dengan halo dengan halo perinuklear melebar
Nukleolus: tampak, ukuran sedang atau besar 1 sampai 4; lebih terang dari
kromatin
Promyelocyte
Warna sitoplasma: biru muda, dengan halo jelas, Granularitas: pekat, azurofilik
banyak
44
Bentuk inti: oval, Ratio inti/sitoplasma: sedang, rendah atau sangat rendah
Nukleolus: tampak,ukuran sedang atau besar ,lebih terang dari kromatin, 1-2.
Kadang-kadang tak terlihat
Myelocyte
sumsum tulang: 5 - 20 %
Hitung SD =
X=hasil pemeriksaan
n = jumlah pemeriksaan
- CV = SD/X x 100%
45
(X -
(X -
-0,8
3,24
0,2
0,04
13
2,2
4,84
15
-1,8
3,24
19
0,2
0,04
= 19/5 = 3,8
SD =
= 0,84
)2
11,4
Westgard Role:
Setelah kita membuat grafik Levey-Jenning, maka aturan penggunaannya akan mengikuti
Westgard role:
1.
2.
3.
4.
5.
46
BTA per 1 lp
2+
> 10
BTA per 1 lp
3+
Vena campuran
Vena
7,40
7,36
7,36
( 7,37 - 7,44 )
( 7,31 7,41 )
( 7,31 7,41 )
PaO2
80 - 100
35 - 40
30 - 50
pCO2
35 - 45
41 - 51
40 - 52
pH
47
Saturasi O2
> 95
KELAINAN PRIMER
KOMPENSASI
Asidosis metabolik
pCO2
Alkalosis metabolik
pCO2
HCO3
22 - 26
Base exsess
[ HCO3 ]
-2 -+2
[ HCO3 ]
60 - 85
22 - 26
22 - 28
pCO2 = 1,5 x [ HCO3 ] + 8 2
-2 -+2
-2 -+2
[HCO3] 1 mmol/L
Asidosis respiratorik
[HCO3]
pCO2
10
Alkalosis respiratorik
1.
atau
dan
pH
60 - 80
pCO2
[HCO3]
Interpretasi
Tentukan
asidemia
alkalemia
pengukuran
atau [ H + ]
< 7,35
>7,45
pCO2
> 45
< 35
[HCO3] :
< 22
> 26
48
Langkah 1 : tentukan ph
Langkah 4: bila pCO2 dan HCO3 abnormal tetapkan mana yang lebih
dominan penyimpangannya
Tentukan pH :
Ph menyimpang
Periksa pCO2
Normal 40 mmHg(35-45)
Tentukan HCO3
Normal 24 meq/l(22-26)
HCO3 dan pHbergerak pd arah yg sama HCO3 turun ph harus turun; HCO3
naik ph harus naik
49
Bila ggn camp metabolik respiratorik maka ada kompensasi dg HCO3 dan
pCO2 abnormal.
pO2 : 95mmHg(80-100)
Saturasi O2 95-99%
BE (-2 - +2)
pH
PRIMER
RESPON
KOMPENSASI
ASIDOSIS
METABOLIK
HCO3-
pCO2
ALKALOSIS
METABOLIK
HCO3-
pCO2
ASIDOSIS
RESPIRATORI
pCO2
HCO3-
ALKALOSIS
RESPIRATORI
pCO2
HCO3-
BE : - 1,4.
Sat O2 : 84,1 %.
Ph : 7,4 ( 7,35-7,45)
pCO2 : 40 mmHg(35-45)
50
Saturasi: 95-99
BE : -2 - +2
pH
7,8
7,4(7,357,45)
0,4
asidosis
pCO2
41,4
40(35-45)
1,4 naik
respiratori
k
pO2
49,2
95(80-100)
45
kurang
HCO3
23,9
24(22-26)
0,1turun
BE
-1,4
-2 - +2
-0,4
Sa O2
84,1
95-99%
11
menurun
Hasil diskusi .
51
Saturasi O2 adalah :
52
pH
pCO2
HCO3
B.E
Asidosis respiratorik
-
Tidak kompensasi
Kompensasi
sebagian
53
-tidak kompensasi
-kompensasi sebagian
-kompensasi sempurna
Jenis gangguan
pH
pCO2
HCO
3
B.E
-tidak kompensasi
-kompensasi sebagian
-kompensasi sempurna
Kompensasi
sempurna
Alkalosis
respiratorik
-tidak kompensasi
-kompensasi sebagian
-kompensasi sempurna
Asidosis metabolik
Alkalosis metabolik
54
55
Koreksi tidak perlu seluruh total base deficit, cukup ( half correction )
pemberian 1 mEq bikarbonat akan diikuti pembentukan 1 mEq bikarbonat
oleh tubuh
: ungu tua
-. Inti monosit
: ungu terang
-. Granula eosinofil
: orange
-. Granula basofil
: biru gelap
56
-. Sitoplasma monosit
-. Sitoplasma netrofil
-. Sitoplasma limfosit
: kebiruan
KlasifikasiFAB
SBB
MPO
PAS
NASDCA
()NA(7,6)
Acid PO4
M1 Mielogenous
M2 Mielogenous
++
++
M4 Mielomonositik
+/-
+/-
+/-
++
M5 Monositik
+/-
+/-
++
M6 Eritrositik
+++
M7 Megakaryositik
(+)
+++
L1 atau L2 (TALL)
+/-
(++)
57
58
59
A 4+
Negatip
B 3+
C 2+
D 1+
Crossmatching.
Partial D
60
Mayor II
Minor I
Minor II
Sus sel 50 ul Sus sel 50 ul Sus sel 50 ul Sus Sel 50 ul Sus sel 50 ul Sus sel Pool
donor I
Donor II
Pasien
Pasien
pasien
50 ul Donor
Plasma 25 ul Plasma 25 ul Plasma 25 ul Plasma 25 ul Plasma 25 ul Plasma Pool
Pasien
Pasien
Donor
Donor
Pasien
25 ul Donor
Inkubasi 37 C- 15 menit
Putar 910 rpm 10 menit
Baca hasil
61
MIKROBIOLOGI
Metoda difusi ( modified Kirby Bauer method )
Merupakan tehnik yang rutin digunakan dalam laboratorium. media yangdigunakan adalah
media MHA ( Mueller-Hinton Agar ), setiap plate mempunyai ketebalan media 4mm . Media
yang belum dipakai dimasukkan dalam plastic bag , kemudian disimpan dalam refrigerator.
Dapat disimpan selama 2 minggu.
Disk / cakram antimikroba yang digunakan tersedia secara komersial dengan diameter dan
potensi yang tepat. Stock disk harus di simpan pada 200 C . Working disk dapat disimpan
dalam refrigerator selama kurang lebih satu bulan. Standar kekeruhan bakteri yang di
gunakan adalah sesuai dengan 0,5 Mc
Cara kerja
Lakukan steaking dari bakteri yang akan di tes pada seluruh permukaan agar secara merata,
setelah kering letakkan disk antibiotik pada permukaan agar, maksimal tujuh disk untuk plate yang
mempunyai diameter 9 10 cm. Enam disk membentuk lingkaran dengan jarak masing masing
15 mm dari tepi disk, dan satu disk diletakkan di tengah tengah. Selanjutnya plate diinkubasi 35 0 C
overnight . diameter zona diukur dalam mm.
Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas dengan menggunakan kuman kontrol sangat penting dilakukan pada tes kepekaan
antibiotik , karena hasil dipengaruhi oleh banyak hal (pH dari media, ketebalan media, kualitas
disk, kekeruhan inokulum, temperatur inkubasi dll ).
Interpretasi hasil
Susceptible ( S) menyatakan bahwa isolat yang di tes dapat dihambat dengan antimikrobial
tersebut dengan menggunakan dosis yang direkomendasi.
Intermediate ( I ) katagori ini menyatakan secara tidak langsung antimikrobial tersebut dapat
digunakan kalau obat pada tubuh secara physiologi terkonsentrasi , atau obat tersebut digunakan
dengan dosis yang lebih tinggi dari dosis normal.
Resistant ( R ) mempunyai pengertian isolat tidak dapat dihambat oleh antimikroba tersebut.
62
P.mirabilis
Cefpodoxime zone : 22 mm
Ceftazidime zone : 22 mm
Cefotaxime zone : 27 mm
Zone tersebut mengindikasikan adanya produksi ESBL
Metoda lain untuk mendeteksi ESBL
Double-disk diffusion test
Adanya sinergi antara cefotaxime , ceftazidime , aztreonam , ceftriaxone dan clavulanate yang
dapat dideteksi dengan cara menempatkan disk amoxicillin / clavulanate ( 20 /10 g ) ditengah
tengah antimikroba tersebut dengan jarak 20 mm dari bagian tengah masing masing disk ( 20
mm center to center ). Adanya pelebaran zone hambatan kearah disk yang mengandung
clavulanate dinyatakan sebagai adanya sinergi dari antimikroba tersebut mengindikasikan adanya
ESBL.
1. amoxicillin / clavulanate
2. aztreonam
3. ceftazidime
4. ceftriaxone
64
5. cefotaxime
65
Catatan ;
Add 5l serum
Wait 10 minutes
66
Read result
67
Pemeriksaan Sperma
Cara kerja:
3.1.
Tes Makroskopik:
68
4. Aglutinasi
Lihat aglutinasi di bawah mikroskop pembesaran 400x. Catat persentasi ratarata spermatozoa yang berlekatan, ditaksir mendekati 5%.
Nilai rujukan:
Warna
Volume
: 2-4 ml
pH
: 7,2-7,8
Motilitas
Jumlah
: 20 juta/ml
Morfologi
4. Pasca Analitik
Interpretasi:
Warna
Volume
ejakulasi
mengeluarkan
: busuk infeksi
69
pH
azoospermia
Istilah
< 7 pada
Jumlah spermatozoa
Motilitas
Morfologi
(Juta/ml)
(%)
(%)
Normospermia
20
25
50
Oligospermia
< 20
50
50
Ekstrim oligospermia
<5
50
50
Stenospermia
20
< 50
50
Teratospermia
20
50
< 50
< 20
< 50
50
< 20
< 50
< 50
< 20
50
< 50
120
< 50
< 50
250
50
50
Oligostenospermia
Oligosteno
teratozoospermia
Oligoterto zoospermia
Astenozoosperma
Polizoospermia
Analisis Batu
- batu dapat keluar bersama urin atau diperoleh dengan jalan operasi, ditempatkan dalam
wadah yang kering dan bersih.
- untuk tes kimia, batu harus digerus lebih dahulu, jika batu berukuran besar, sebaiknya
dibelah sehingga tampak lapisan-lapisan konsentris.sebgai tanda bahwa susunannya
terdiri dari berbagai macam zat.
2.3. Prinsip tes: Memperhatikan struktur (jumlah, besar, warna, kerasnya dan bentuk permukaan)
sampel secara visual (makroskopik) dan menentukan berbagai macam komponen batu
secara semikuantitatif. Metode titrimetrik untuk kalsium, metode kolorimetrik untuk
oksalat, fosfat, magnesium, amonium, asam urat dan sistin.
2.4. Alat dan Bahan:
- Wadah penampung bersih dan kering
- Lumpang
- Kit analisis kalkuli urin: spatula, regensia (R1-R16), botol kecil transparan bergaris
merah, gelas transparan vol 50 ml, sendok merah besar, sendok merah dan hitam kecil
(Merckognost )
Reagen:
R1 : Sulfuric acid 95-97%
R2 : Sodium hydroxide solution 27%
R3 : Calconcarboxylic acid trituration
70
R4 : Titriplex
III solution
Colour
reagen
(1-azo-2-hydroxy-3-(2,4-di-methyl-carboxanilido)naphtalene-1-(2 hydroxybenzene-5-sodium sulfonate) solution
3. Analitik
Cara kerja:
71
d. PHOSPHAT
Botol 4. Sambil dikocok tambahkan 5 tetes R9 dan 5 tetes R10. Setelah 5 menit sesuaikan
warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai warna.
e. MAGNESIUM
Botol 5. Sambil dikocok tambahkan 10 tetes R11 dan 10 tetes R12. Setelah 1 menit
sesuaikan warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai warna.
f. URIC ACID
Botol 6. Tambahkan 3 tetes R13, kocok kemudian diamkan selama 2 menit. Selanjutnya
tambahkan 2 tetes R5, kemudian kocok. Dalam 10 detik sesuaikan warna yang terjadi
dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai warna.
g. SISTIN
Botol 7. Sambil dikocok tambahkan 10 tetes R14 dan 1 sendok merah penuh R15. Setelah
1 menit tambahkan 1 sendok hitam penuh R16 dan kocok. Setelah 30 detik sesuaikan
warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai warna
Lakukan perhitungan
Senyawa yang mungkin ada dengan jumlah relatif ditentukan dengan bantuan alat bantu
(mistar penghitung), yaitu:
1. Kalsium oxalat (whewellite)
1.1 Set (setel) prosentase oksalat yang diperoleh pada skala oksalat. Garis merah akan
berhubungan dengan nilai kalsium oksalat, stop pada skala kalsium oksalat.
1.2. Periksa banyaknya kalsium pada skala kalsium. Jika kalsium yang didapat dalam
analisis lebih banyak, nilai ditentukan oleh selisih perbedaan prosentase kalsium
2. Magnesium amonium phosphat ( Struvite )
2.1. Set (setel) prosentase magnesium yang diperoleh pada skala magnesium. Baca nilai
magnesium amonium phosphat (struvite), stop pada skala struvite.
2.2. Periksa jumlah amonium dan phosphat masing-masing pada skala amonium dan
skala phosphat. Jika amonium atau phosphat yang didapat dalam analisis lebih
banyak, nilai ditentukan oleh selisih perbedaan prosentase amonium atau prosentase
phosphat
3. Amonium Urat
3.1.Set (setel) prosentase amonium yang diperoleh atau selisih perbedaan
prosentase
amonium dari 2.2 pada skala amonium. Baca nilai amonium urat, stop pada skala
amonium urat.
3.2. Periksa jumlah uric acid pada skala uric acid. Jika uric acid yang didapat dalam
analisis lebih banyak, nilai ditentukan oleh selisih perbedaan prosentase uric acid
4. Kalsium phosphat
4.1 . Set (setel) kalsium yang diperoleh atau perbedaan selisih prosentase yang
diperoleh pada 1.2 pada skala kalsium. Pada waktu yang sama baca skala
phosphat.
4.2 Baca brushite atau apatite
5. Pasca Analitik
Perhatikan kesesuaian antara tes makroskopis dan tes kimia.
-
Batu kalsium posphat dan kalsium oksalat: biasanya keras, berwarna gelap, permukaan kasar,
ukuran kecil smapai sedang, senantiasa multiple
Batu asam urat: kuning, gampang pecah (rapuh), ukuran dapat besar berbentuk tanduk
(staghorn)
Batu struvite: ukuran dapat menjadi besar. Terutama pada wanita akibat infeksi saluran kemih
dengan bakteri yang menghasilkan urease.
72
Batu sistin: kuning jeruk dan berkilauan, ukuran dapat menjadi besar, permukaan agak kotor
(berlemak)
Batu struvite, sisten dan asam urat: secara bertahap mengisi pelvis renalis dan dapat keluar
sampai ke klaiks menimbulkan gambaran seperti tanduk.
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
Hematologi
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98