PENDAHULUAN
dan homeostasis garam dalam tubuh. Oleh karena itu, gangguan pada ginjal sering
disertai gagal jantung dan gangguan pada jantung sering disertai gagal ginjal.
ini telah digunakan sejak tahun 2004, telah menghasilkan sejumlah berbagai
macam teori mengenai ini dan terus diteliti dan dikembangkan dalam berbagai
pada konferensi konsensus acute dialysis quality iniatitve (ADQI) pada tahun
2009. Definisi ini dibuat dalam usaha untuk mengelompokkan berbagai hubungan
antara kondisi akut dan kronis pada penyakit jantung dan ginjal.1 Diperkirakan
bahwa tumpang tindih antara penyakit kardio vaskuler dan disfungsi ginjal
terjadi pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Dalam kurun waktu 2 dekade
banyak dilaporkan penelitian tentang interaksi antara kedua organ ini. Pada tahun
2008, Sarnak dkk melaporkan bahwa bila dibandingkan dengan populasi umum
maka kematian akibat PKV pada penderita PGK tahap 5 ( sudah menjalani
dialisis), 10-30 kali lebih tinggi. Tingginya angka kejadian PGK tidak saja terjadi
pada pasien dialisis, ternyata juga pada PGK tahap awal dan berkorelasi dengan
pada populasi, melaporkan bahwa kematian akibat PKV pada populasi dengan
kadar kreatinin serum < 1.10 mg/dl adalah 11.3/1000/tahun meningkat menjadi
34.5/1000/tahun pada populasi dengan kadar kreatinin serum 1.5 - 1.69 mg/dl
kreatinin serum > 1.70 mg/dl. Fried dkk menentukan kadar kreatinin serum <1.5
sifat alami dari keterkaitan jantung dan ginjal. Contohnya, CRS tipe 1 terjadi
(CHF). Baik keadaan akut maupun disfungsi renal yang progresif pada pasien
dengan gagal jantung, telah dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk dibandingkan
dengan disfungsi ginjal saja.3 Mengingat prosesnya yang kompleks, terapi pada
sindrom kardiorenal menjadi sulit. Sampai saat ini tidak ada konsensus
tatalaksana yang telah disepakati.4 Penderita dengan sindrom ini biasanya resisten
memperbaiki kondisi klinik penderita.4 Oleh karena itu, pemahaman yang tepat
2
tentang patofisiologi sindrom ini diperlukan untuk memberikan alasan yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
2004, CRS adalah penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh penurunan
fungsi jantung.
syndrome ". Terminologi ini lazim digunakan dalam dekade terakhir namun
belum ada definisi yang dapat diterima secara umum terutama bagi kalangan ahli
jantung dan ahli ginjal sehingga Scrier (2007) membedakan istilah antara
"cardiorenal syndrome" yaitu penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada gagal
jantung sedangkan penurunan fungsi jantung akibat gagal ginjal disebut sebagai
"renocardiac syndrome".
Mengingat fungsi ginjal antara lain mengatur garam dan cairan maka
jantung. Definisi ini tidak dapat menjelaskan semua bentuk korelasi antar organ
3
koeksistensi gangguan jantung dan ginjal dan untuk mengidentifikasi perjalanan
sebagai suatu kondisi baik akut ataupun kronik dimana jantung ataupun ginjal
fungsi organ lainnya ataupun akibat sekunder dari penyakit sistemik yang
tekanan vena ginjal. Tekanan perfusi ginjal sebanding dengan tekanan arteri rata-
rata dikurangi tekanan atrium kiri sebagai indeks tekanan vena ginjal. Peningkatan
yang selanjutnya menyebabkan retensi air dan sodium dan terjadi juga stimulasi
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan kanan tidak hanya
meningkatnya tekanan vena ginjal (Gambar 2.2). Selain itu peningktan adenosin
juga dapat menyebabkan penurunan GFR dengan cara vasodilatasi arteriol efferen
digunakan untuk mengidentifikasi penyakit jantung dan ginjal baik itu akut
4
maupun kronis, disfungsi salah satu organ dapat meyebabkan disfungsi akut atau
kronik organ lainnya. Tujuan dari definisi ini akan memfasilitasi penelitian
ini dipilih untuk mengenali disfungsi organ utama (jantung vs ginjal) dan akut vs
kronis dan mempertimbangkan struktur dan / atau kelainan fungsional dari kedua
organ yang diperlukan.7 Namun, sampai saat ini definisi sindrom kardiorenal
Suatu sindrom yang ditandai dengan kegagalan ginjal atau jantung dalam
disregulasi kardiorenal tahap lanjut yang ditandai oleh setidaknya salah satu dari
tiga kondisi yaitu (1) gagal jantung yang disertai gangguan ginjal yang bermakna,
(2) perburukan fungsi ginjal yang terjadi selama pengobatan pada acute
decompensated heart failure (ADHF), dan (3) resistensi terhadap terapi diuretik
akibat penurunan fungsi ginjal. Dalam konteks gagal jantung kronik, sindrom
5
kardiorenal seringkali merupakan masa transisi menuju gagal jantung tahap lanjut
B. Klasifikasi
tersebut menitik beratkan pada dua aspek yaitu durasi (onset akut atau kronik),
dan urutan kejadian (didahului gagal ginjal atau didahului gagal jantung, atau
(aritmia,iskemia,infark)
6
V Secondary Cardiorenal Kondisi sitemik (diabetes mellitus, sepsis) menyebabkan
Perburukan akut fungsi jantung (seperti pada syok kardiogenik akut atau
gagal jantung dekompensasi akut) yang menyebabkan acute kidney injury (AKI).8
dari pasien yang dirawat inap karena penyakit gagal jantung dekompensata
(ADHF) dapat terkena acute kidney injury (AKI). Kebanyakan pasien dengan
kondisi ini mengalami mortalitas dan morbiditas yang tinggi dan meningkatkan
Perburukan akut fungsi ginjal (seperti pada iskemik ginjal akut atau
7
jantung, aritmia, iskemia). Subtipe ini mengacu pada kelainan pada fungsi jantung
kardiovaskular. Subtipe ini mengacu pada penyakit atau disfungsi jantung yang
terjadi sekunder akibat penyakit ginjal kronis. Dalam studi terakhir, sebuah
secara simultan menyebabkan disfungsi jantung dan ginjal. Meskipun subtipe ini
tidak memiliki disfungsi organ primer dan/atau sekunder, mengacu pada situasi
dimana kedua organ secara bersamaan terkena penyakit sistemik, baik akut atau
Menurut mereka apakah penyebab awalnya organ ginjal atau jantung, gambaran
kliniknya dapat berupa gagal jantung yang disertai dengan penurunan fungsi
8
ginjal, memburuknya fungsi ginjal saat dilakukan pengobatan pada acute
Tabel 2 Defenisi dan klasifikasi sindroma kardio renal (CRS menurut Liang dkk)
tahun 2008.6
(ADHF) 1.73 m2
1.73 m2
m2
Perburukan fungsi ginjal Kenaikan kadar kreatinin serum > 0,3 mg/dl atau>
ADHF
diberikan :
9
C. Epidemiologi
pemahaman keseluruhan penyakit untuk setiap subtipe CRS dan penting dalam
sangat mudah ditemukan pada populasi tersebut. Pada saat memulai dialisis,
gangguan fungsi dan struktur ventrikel kiri ditemukan pada 85%. Lebih dari 50%
besar penderita penyakit ginjal kronik derajat 3 atau 4 meninggal karena penyakit
kardiovaskular bahkan sudah terlihat pada disfungsi ginjal yang lebih ringan.
Sebuah penelitian epidemiologi berskala besar melibatkan lebih dari 1 juta orang
10
dibawah 60 ml/menit berhubungan dengan peningkatan risiko kematian, kejadian
fungsi ginjal pada pasien yang dirawat oleh karena gagal jantung. Yang menjadi
kriteria perburukan fungsi ginjal adalah kenaikan kadar kreatinin serum 0.3
mg/dl bila dibandingkan dengan kadar awal. Perburukan fungsi ginjal terjadi pada
27% dari pasien yang dirawat dan berhubungan dengan prognosis yang lebih
buruk pula. Smith dkk (2006) mengadakan meta-analisis dan review kepustakaan,
mereka melaporkan bahwa dari 80.098 pasien dirawat karena gagal jantung
setiap kenaikan kadar kreatinin serum sebesar 0,5 mg/dl terjadi peningkatan angka
kematian sebesar 15%. Interaksi antar organ tidak hanya terjadi pada kasus-kasus
dilakukan oleh Mittalhenkle dkk (2008) melaporkan terjadinya gagal ginjal akut
Chittineni dkk (2007) melaporkan angka kejadian yang lebih tinggi yaitu
21% kasus gagal ginjal akut pada penderita yang dirawat disebabkan gagal
melaporkan bahwa sepanjang tahun 2001 dan 2003 terjadi kematian mendadak
akibat henti jantung (cardiac arrest) sebesar 32 % pada pasien hemodialisis baik
11
1. Sindroma kardiorenal akut (tipe I)
sekunder, dan / atau post hoc analisys (desain penelitian yang me-review dari
berbagai data), atau uji klinis terapi obat. Istilah 'WRF' (worsening renal function)
fungsi ginjal pada pasien ADHF atau ACS. Insidensi kasus ini diperkirakan
kisaran antara 19-45%, rentang ini disebabkan oleh variasi dari definisi WRF, dari
menemukan bahwa WRF / AKI di ADHF / ACS telah terjadi di awal atau
Pada ADHF dan ACS, proses terjadinya WRF / AKI telah dikaitkan
biaya kesehatan yang tinggi. Dua penelitian juga telah menunjukkan hasil buruk
yang terus berlanjut terlepas dari apakah WRF / AKI adalah sementara atau
menetap dan perubahan akut bahkan kecil SCr (0,3 mg/dL), bisa meningkatkan
penting pendorong pada pasien dengan ADHF. Pada pasien yang dirawat di ICU
dengan ADHF, WRF dikaitkan dengan tekanan vena sentral yang besar. Temuan
ini tampak jelas di seluruh spektrum tekanan darah sistemik, tekanan kapiler paru,
12
2. Sindroma kardiorenal kronik (tipe II)
Penyakit jantung kronis dan CKD sering terjadi bersamaan, dan sering
susah untuk membedakan penyakit yang mana terjadi lebih dulu. Studi yang
menggunakan data yang besar masih susah membedakan antara tipe 2 dan tipe 4
dari CRS. Namun demikian, antara 45-63,6% pasien dengan CHF disertai CKD.
perfusi ginjal dan aktivasi neurohormonal. Dalam sebuah penelitian terhadap 1102
pasien dewasa dengan penyakit jantung koroner, lebih dari 50% memiliki bukti
disfungsi ginjal, dan 9% memiliki eGFR < 60 mL/min/1.73 m2. Disfungsi ginjal
yang diamati di antara pasien PJK ada juga ditemukan cacat jantung secara
2 CRS adalah bahwa pasien mungkin termasuk transisi antara tipe 1 dan tipe 2
menantang karena beberapa alasan: (1) heterogenitas yang cukup besar dalam
kondisi predisposisi, (2) metode yang berbeda untuk mendefinisikan AKI, (3)
kardiovaskular), dan (4) kegagalan banyaknya studi klinis tentang AKI untuk
13
Kriteria RIFLE (Risk, Injury, Failure, Loss of kidney function, and End-
stage kidney Disease), harus digunakan untuk menentukan AKI pada suatu
penelitian epidemiologi. Contoh tipe 3 CRS bisa menjadi ACS, aritmia, atau
AHF setelah timbulnya AKI atau setelah glomerulonefritis akut atau akut kortikal
Kasus lain, bedah jantung yang terkait AKI (CSA-AKI), dimana AKI
berbagai macam kejadian yang dikaitkan dengan definisi yang berbeda. Namun,
tantangan dalam memahami epidemiologi tipe 3 CRS adalah insidensi dan terkait
kardiovaskular dan hasil pada populasi CKD yang dipilih. Penyakit jantung pada
pasien CKD adalah umum dan jantung-spesifik angka kematian 1020 kali lipat
lebih tinggi dibandingkan dengan usia dan populasi non-CKD. Beberapa studi
jantung (HF), bersama dengan risiko tinggi kejadian jantung berikutnya terkait
14
5. Sindroma kardio renal sekunder (tipe V)
Ada data terbatas pada epidemiologi CRS sekunder (tipe 5) karena jumlah
besar potensi berkontribusi kondisi sistemik akut dan kronis. Dengan demikian,
perkiraan kejadian, identifikasi risiko, dan hasil terkait untuk tipe 5 CRS dapat
CRS tipe 5.
adalah sepsis. Sepsis sering terjadi dan insidensinya meningkat, dengan mortalitas
terjadinya AKI yang dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas yang lebih
tinggi. Kelainan pada fungsi jantung juga umum terjadi akibat sepsis.
berkurangnya fungsi ventrikel kiri, AKI dan cedera/disfungsi miokard yang pada
sepsis berat/syok septik sangat sering terjadi, namun masih kurangnya studi
D. Patofisologi
tekanan darah yang tinggi oleh mekanisme autoregulasi yang terutama berada
dalam pembuluh darah afferent dan efferent glumerulus. Bila terjadi penurunan
15
cardiac output, tekanan darah dapat turun dibawah rentang yang dapat
dikompensasi oleh mekanisme autoregulasi tersebut. Kondisi ini akan diikuti oleh
sistem RAA, tetapi juga meyebabkan efek spiral negatif berupa aktivasi sistem
membentuk lingkaran setan yang akan mempercepat penurunan fungsi ginjal dan
dan sangat mungkin beberapa faktor bekerja pada penderita yang sama. Mengenal
kardiorenal. 12
kardiorenal tipe I sering terjadi. Sebagian besar penderita gagal jantung yang
16
dirawat di rumah sakit akibat gagal jantung akut de novo atau dekompensasi akut
edema paru akut), dan berbeda pula untuk masing-masing keadaan (misalnya pada
gagal jantung akut akibat regurgitasi mitral akut dan dekompensasi akut akibat
AKI yang terjadi pada gagal jantung akut tampak lebih berat pada
penderita dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang terganggu, dan penurunan fungsi
penurunan akut fungsi ginjal pada gagal jantung akut bukan semata-mata karena
inflamasi. 12
penurunan perfusi ginjal. Disamping itu terjadi pula penurunan respons terhadap
menghilangnya efek diuretik yang terjadi sekunder akibat retensi natrium pasca
Diagnosis dini AKI pada sindrom kardiorenal tipe I maupun tipe III
sangatlah penting. Pada kedua kondisi tersebut penanda klasik seperti peningkatan
17
kadar kreatinin sudah menunjukkan kondisi yang terlambat, dan hanya sedikit
yang bisa dilakukan untuk mencegah dan melindungi ginjal dari kerusakan lebih
jantung (misalnya pada gagal jantung kronik) yang menyebabkan penyakit ginjal
kronik progresif. Perburukan fungsi ginjal pada penderita gagal jantung kronik
rumah sakit.12
kronik berbeda dibandingkan pada gagal jantung akut. Pada gagal jantung kronik
telah terjadi penurunan perfusi ginjal dalam jangka panjang, dan seringkali
sebagian besar penderita dengan GFR yang rendah juga berada pada kelas
menghubungkan fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan GFR. Estimasi GFR pada
penderita gagal jantung kronik dengan fungsi ventrikel kiri yang baik dapat tidak
berbeda dibanding penderita dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang terganggu.12
18
tidak menemukan hubungan antara berbagai variabel hemodinamik pada
ginjal. 8,12
terjadinya anemia pada penderita gagal jantung tahap lanjut mungkin bukan
semata-mata disebabkan oleh gagal ginjal. Terdapat bukti bahwa aktivasi reseptor
inflamasi.12
(gagal jantung, aritmia, iskemia). Sindrom kardiorenal tipe III lebih jarang
sistematik. 8,12
19
AKI dapat mempengaruhi jantung melalui beberapa cara. Kelebihan cairan
risiko aritmia. Iskemia ginjal sendiri dapat mempresipitasi aktivasi inflamasi dan
stenosis arteri renalis bilateral. Penderita dengan kondisi ini rentan mengalami
gagal jantung akut atau dekompensasi akut disebabkan oleh disfungsi diastolik
yang berhubungan dengan kenaikan tekanan darah akibat aktivasi berlebih aksis
RAA, disfungsi ginjal dengan retensi garam dan air, dan iskemia miokard akut
20
Pada penderita CKD terdapat peningkatan kadar plasma biomarker
oxygen species, sistem saraf simpatik, dan sistem RAA, yang bersama-sama
kejadian pada kondisi sindrom kardiorenal kronik (tipe II dan tipe IV) menjadi
Disamping terapi spesifik untuk gagal jantung kronik dan gagal ginjal
kronik, tatalaksana sindrom kardiorenal tipe II dan tipe IV pada prinsipnya tidak
bagaimana kombinasi gagal jantung dan gagal ginjal dapat memberi pengaruh
21
yang berbeda dibanding kombinasi kegagalan pada organ lain juga masih terbatas.
Walaupun demikian telah diketahui bahwa beberapa penyakit kronik dan akut
dapat mempengaruhi organ jantung dan ginjal secara simultan, dan penyakit yang
mengenai salah satu organ dapat berdampak pada organ lainnya, demikian pula
sebaliknya. Beberapa kondisi seperti diabetes dan hipertensi dapat berperan pula
Pada kondisi akut seperti pada sepsis berat dapat terjadi jejas ginjal akut
dan juga depresi miokard. Mekanisme yang bertanggung jawab atas perubahan-
dengan pengaruh faktor nekrosis tumor (TNF) dan mediator-mediator lain pada
kedua organ. Depresi fungsi miokard dan keadaan curah jantung yang inadekuat
dapat menurunkan fungsi ginjal seperti yang terjadi pada sindrom kardiorenal tipe
I, dan terjadinya AKI dapat mempengaruhi fungsi jantung seperti yang terjadi
pada sindrom kardiorenal tipe III. Iskemia ginjal yang terjadi kemudian dapat
menginduksi jejas miokardial lebih lanjut membentuk lingkaran setan yang akan
22
Gambar 1. Interaksi antara jantung dan ginjal: Dalam CRS, ada dua aspek
penting: yang pertama adalah urutan keterlibatan organ dan yang kedua
gangguannya kronis atau akut. Dalam semua kasus, ada saat-saat di mana
serangkaian kondisi yang menunjukkan bahwa pasien bisa bergerak dari satu
jenis CRS ke CRS jenis yang lain. (dikutip dari Ronco dkk tahun 2010)7
23
Gambar 2. Patofisiologi dan defenisi dari kelima tipe sindroma kardio renal
24
25
26
27
28
29
30
E. Diagnosis
dalam diagnosis berbagai tipe CRS, terutama yang berhubungan dengan AKI
daripada penyakit jantung akut. Berikut biomarker jantung dan ginjal serta
kritis, ACS, dan HF stabil. Peptida natriuretik (NP) meningkat pada pasien
dengan CRS (tipe I) di mana AKI terjadi sebagai konsekuensi dari ADHF.
Selain itu, mereka telah menunjukkan utilitas prognostik pada pasien dengan
CRS tipe II dan IV. Meskipun banyak studi sebelumnya mendukung kegunaan
dari BNP dalam diagnosis dan manajemen pasien HF, hubungan antara BNP,
salah satu penanda awal cedera ginjal iskemik atau nefrotoksik pada
31
percobaan hewan dan juga telah terdeteksi dalam darah dan urin manusia
pada AKI. Dalam penelitian terbaru, pengukuran tunggal dari NGAL dari
urin bisa mendeteksi AKI, dengan sensitivitas dan spesifisitas 90 dan 99.
ADHF.7
b. Cystatin C
glomerulus dari pada kreatinin serum pada pasien dengan CKD. Dalam
proksimal. KIM-1 dari urin tampaknya sangat spesifik untuk AKI iskemik
d. N-asetil-b-(D) glucosaminidase
kerusakan tubular. Hal ini tidak hanya ditemukan dalam konsentrasi kemih
yang meningkat pada AKI dan CKD, tetapi juga pada pasien diabetes,
e. Interleukin-18
32
Interleukin-18 (IL-18) merupakan sitokin pro-inflamasi yang terdeteksi
dan spesifisitas yang baik untuk AKI iskemik dengan AUC > 90% dengan
yang disajikan di atas, NGAL (urin dan plasma) dan C Cystatin yang
dekat. Uji klinis akan diperlukan untuk melihat apakah identifikasi awal
berkontribusi untuk menjelaskan definisi yang lebih baik dari status hidrasi
strategi pemberian cairan. Dengan cara ini, pasien dapat dijaga dengan
ketat hidrasi yang adekuat dalam pencegahan perburukan fungsi ginjal dan
jantung 7
3. Pencitraan
ginjal dan menilai fungsinya. Pada pasien yang dicurigai CRS, sebaiknya
diperlukan.
33
Kedepannya, diharapkan penelitian harus diarahkan studi eksperimental
emission tomography, dll) untuk mencari penanda spesifik untuk diagnosis dan
evaluasi tingkat keparahan berbagai jenis CRS. Juga di masa depan, teknik
ginjal dan yang paling penting untuk merencanakan terapi berkelanjutan yang
fungsi ginjal.
Adapun tipe 1 CRS, kongesti vena dan CVP (central vein pressure) yang
terkait dengan semua penyebab kematian dalam spektrum yang luas dari pasien
F. Terapi
menjadi sulit disebabkan fungsi kedua organ tersebut sangat bergantung pada
volume sirkulasi. Secara garis besar sasaran pengobatan adalah mencapai status
34
seoptimal mungkin terapi yang secara evidence-based bermanfaat pada gagal
jantung maupun disfungsi ginjal. Sampai saat ini tidak ada strategi yang secara
pengelolaan penderita.12
5. Terapi lain
Gangguan fungsi ginjal yang ditandai oleh penurunan GFR kurang dari 60
mL/menit merupakan prediktor yang kuat untuk terjadinya dampak yang buruk
pada penderita gagal jantung, bahkan nilai prognosis tersebut relatif lebih kuat
dibanding penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Penurunan GFR tidak selalu
fungsi ginjal pada penderita gagal jantung tidak terdeteksi secara klinis.
35
dilakukan sebagai bagian dalam evaluasi dan tatalaksana penderita gagal
jantung. 12
terjadinya perburukan fungsi ginjal pada penderita gagal jantung yang dirawat
di rumah sakit ditandai oleh peningkatan kadar kreatinin serum lebih dari 0,3
mg/dl atau lebih dari 25% kadar awal. Walaupun setiap peningkatan kadar
perbedaan tersebut baru bermakna pada peningkatan lebih dari 0,3 mg/dl.
perburukan fungsi ginjal pada penderita gagal jantung adalah usia lanjut,
faktor lain yang potensial adalah penggunaan dosis besar diuretik loop, dan
36
potensial reversibel seperti hipotensi, dehidrasi, penggunaan inhibitor ACE
hipovolemia harus diatasi sebelum terjadi kerusakan ginjal lebih lanjut. Perfusi
ginjal harus dijaga dengan mempertahankan tekanan darah sistolik > 80 mmHg
dan tekanan arterial rata-rata > 50 mmHg. Fungsi ginjal akan membaik sejalan
dengan perbaikan cardiac output dan perfusi ginjal. Bila disfungsi ginjal
37
Bendungan vena yang ditandai oleh peningkatan tekanan vena sentral
ginjal. Sebaliknya cardiac index saat masuk maupun perbaikan cardiac index
terhadap fungsi ginjal. Sampai saat ini masih terlalu dini untuk menyimpulkan
bahwa terapi yang spesifik bertujuan menurunkan tekanan vena sentral akan
jantung. 12
fungsi ginjal sangat terbatas. Penggunaan inhibitor ACE atau ARB biasanya
inhibitor ACE atau ARB pada penderita disfungsi ginjal. Akan tetapi sebuah
38
meta-analisis tentang penggunaan inhibitor ACE dalam hubungannya dengan
penderita yang justru mendapat manfaat paling besar dari penggunaan obat
tersebut. 12
ACE sebaiknya dimulai dengan dosis rendah. Bila terjadi perburukan fungsi
kardiovaskular. Oleh karena itu obat ini sebaiknya tetap diberikan walaupun
terjadi peningkatan kadar kreatinin, asalkan fungsi ginjal tidak terus memburuk
30% yang stabil dalam 2 bulan berhubungan dengan efek renoprotektif jangka
panjang. Perburukan fungsi ginjal pada penderita gagal jantung yang terjadi
selama perawatan di rumah sakit sebagian besar tidak disebabkan oleh inhibitor
39
mengingat efek jangka panjang yang menguntungkan baik pada gagal jantung
maupun disfungsi ginjal, penggunaan inhibitor ACE atau ARB sebaiknya tidak
penggunaan inhibitor ACE atau ARB, tetapi pada kadar kreatinin diatas 2,5
memadai jauh lebih rendah dibanding populasi umum. Kurang dari 50%
ACE, dan statin setelah suatu serangan infark miokard. Sebuah penelitian
dengan disfungsi ginjal harus dilakukan dengan hati-hati. Bila indikasinya telah
terpenuhi, yaitu pada penderita gagal jantung simptomatik berat dengan fraksi
mengancam jiwa, obat ini sebaiknya tidak diberikan bila kadar kreatinin > 2,5
mg/dl atau kadar kalium > 5,0 mmol/l. Walaupun sampai saat ini tidak ada
40
panduan dengan evidence-based yang kuat untuk terapi gagal jantung pada
lebih ketat. 12
ukuran ginjal, adanya obstruksi atau penyakit ginjal struktural. Pemeriksaan ini
penelitian acak klinik berskala besar. Pada kondisi gagal jantung dan disfungsi
41
akan terjadi penurunan respons maksimum yang dapat dicapai, menciptakan
penderita gagal jantung. Hal ini diantaranya disebabkan efek diuretik dalam
ini terapi yang efektif sangat terbatas. Definisi resistensi diuretik telah
resistensi diuretik diantaranya adalah dosis yang tidak adekuat, asupan garam
42
urine, peningkatan reabsorbsi natrium pada nefron yang tidak sensitif terhadap
sehingga natriuresis tidak akan terjadi sampai ambang ekskresi obat tercapai.
respons diuresis lebih baik. Kombinasi ini perlu pemantauan ketat karena dapat
efektif bila klirens kreatinin < 30 ml/menit. Pada penderita gagal jantung yang
dan edema mukosa yang akan menyebabkan absorbsi obat terganggu. Absorbsi
furosemid oral pada keadaan edema hanya sekitar 50%. Untuk menghasilkan
menggantinya dengan obat yang diabsorbsi lebih baik yaitu bumetanide atau
43
adekuat dengan efek samping yang lebih rendah dibanding pemberian bolus
5. Terapi lain
produksi urine pada penderita gagal jantung yang refrakter terhadap diuretik
dopamin pada ginjal tidak terbukti, bahkan dapat menginduksi AKI pada
44
anterior termasuk menginduksi hipotiroid, dan dapat menumpulkan
ventilatory drive.
rendah untuk proteksi ginjal pada berbagai keadaan termasuk pada gagal
bebas selama reperfusi ginjal. Sebuah penelitian terhadap 100 penderita AKI
terjadinya diuresis pada AKI fase oligurik atau anurik pasca operasi. Bila
diberikan dini yaitu dalam 6 jam setelah onset AKI, kombinasi ini dapat
perburukan fungsi ginjal. Sampai saat ini tidak ada bukti kuat tentang
45
manfaat manitol dalam tatalaksana AKI sehingga penggunaannya harus
dibatasi.
aliran darah ginjal. Pemberian secara simultan furosemide dosis tinggi akan
mendapatkan bahwa pemberian dua kali per hari infus furosemide 5001000
46
diberikan dalam 30 menit selama 4 6 hari, disertai diet normosodium (2,8
peptide (BNP) lebih cepat, perawatan di rumah sakit yang lebih singkat, dan
penderita yang mendapat HSS juga lebih rendah. Efek langsung intratubuler
lebih tinggi pada tubulus distal akan menghambat sistem RAA. Walaupun
garam yang lebih bebas pada penderita gagal jantung masih memerlukan
e. Nesiritide12
yang kuat. Obat ini dengan cepat dan konsisten menurunkan tekanan
47
obat ini mempunyai efek natriuresis dan diuresis, serta menghambat
lebih lanjut untuk menentukan efek jangka panjang dan dosis yang memadai
f. Ultrafiltrasi12
Ultrafiltrasi (UF) telah menjadi salah satu modalitas terapi pada gagal
jantung tahap lanjut untuk mengendalikan kelebihan cairan yang tidak dapat
diatasai dengan terapi medik. UF merupakan metode yang efektif, cepat dan
48
UF lebih dini (sebelum pemberian diuretik) untuk mengatasi resistensi
dan angka perawatan kembali di rumah sakit yang lebih rendah. Dampak
pada penderita gagal jantung tahap lanjut yang disertai resistensi diuretik.
g. Antagonis vasopressin12
mempunyai sedikitnya 3 subtipe reseptor yaitu V1a, V2, dan V3. Reseptor
arterial efektif akibat cardiac output yang rendah. Hal ini akan
49
sehingga terjadi peningkatan kadar vasopressin. Penghambatan reseptor
h. Antagonis adenosine12
ginjal dan mengatasi resistensi diuretik pada penderita gagal jantung melalui
50
reseptor adenosin A1 dapat mempertahankan fungsi ginjal, dan secara
BAB III
KESIMPULAN
konferensi konsensus acute dialysis quality iniatitve (ADQI) pada tahun 2009,
akut dan kronis pada penyakit jantung dan ginjal. Istilah CRS digunakan untuk
mengidentifikasi penyakit jantung dan ginjal baik itu akut maupun kronis,
disfungsi salah satu organ dapat meyebabkan disfungsi akut atau kronik organ
lainnya.
51
inflamasi, stres oksidatif, disfungsi endotel, dan kemungkinan faktor-faktor lain,
diduga turut berperan dalam terjadinya perburukan fungsi ginjal dan jantung.
dalam diagnosis berbagai tipe CRS, terutama yang berhubungan dengan AKI
daripada penyakit jantung akut. Diagnosis CRS dibuat oleh konsesus IQDI yang
membahas peran biomarker dalam penegakan berbagai tipe CRS, terutama lebih
vector analysis (BIVA) dapat berkontribusi untuk menjelaskan definisi yang lebih
baik dari status hidrasi pasien. Teknik pencitraan memiliki peran tambahan
Sampai saat ini belum ada panduan tatalaksana gagal jantung pada penderita
penderita yaitu identifikasi dan antisipasi gangguan dan perburukan fungsi ginjal,
memperoleh manfaat yang sama bila dikelola dengan panduan tatalaksana gagal
52
jantung untuk populasi umum, asalkan dengan pemantauan lebih ketat.
terapi yang tersedia. Sampai saat ini tidak ada terapi efektif yang telah disepakati.
53
DAFTAR PUSTAKA
Circulation 2004;110:1514-7.
Dalam.
703-7011.
9. Liang KV, Williams AW, Greene EL, Redfield MM. Acute decompensated
heart failure and the cardiorenal syndrome. Crit Care Med 2008;36(Suppl
1):S75-88.
54
10. Schiffrin EL, Lipman ML, Mann JFE. Chronic kidney disease: effects on the
11. Go AS, Chertow GM, Fan D, McCullock CE, Hsu CY. Chronic kidney
13. Bongartz LG, Cramer MJ, Doevendans PA, Joles JA, Braam B. The severe
55