Anda di halaman 1dari 4

Jenis JENIS Pemeriksaan Laboratorium pada penderita DBD

Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD antara lain :

1. Hematologi
a) Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrophil.
Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% di
darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari ketiga samapai hari ke tujuh.
b) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara :
Semi kuantitatif (tidak langsung)
Langsung (Rees-Ecker)
Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
Jumlah trombosit 100.000/l biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbukti bahwa
jumlah trombosit dalam batas normal atau kedaan klinis penderita sudah
membaik.
c) Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran
pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indicator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit
secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan
hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% (misalnya
nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan pembesaran plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai
hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau pendarahan.
2. Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita
terinfeksi virus Dengue.
a) ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan
menentukan rasio limit antibody dengue IgM terhadap IgG. DENGAN CARA UJI
ANTIBODI DENGUE iGm dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil
cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip
Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.

Tatalaksana DD dan DBD


1. Langkah Langkah Pemeriksaan Deman Berdarah Dengue
Penderita yang menunjukkan gejala/ tanda klinis DBD maka dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
a) Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang keluhan
yang dirasakan, sehubungan dengan gejala DBD.
b) Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda pendaraha. Observasi kulit
meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut dan paha.
c) Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi
dan suhu).
d) Penekanan pada hipokondrium kanan menimbulkan rasa sakit/ nyeri yang disebabkan
karena adanya peregangan kapsul hati.
e) Perabaan hati
f) Uji Tourniquet (Rumple Leede)
g) Pemeriksaan laboratorium trombosit dan hematokrit.
2. Tatalaksana Rujukan Penderita DBD
Demam berdarah dengue termasuk salah satu penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah sesuai dengan undang-undang No. 4 th 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka bila
dijumpai kasus DBD wajib dilaporkan dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.
Dokter atau petugas kesehatan yang menemukan kasus / tersangka DBD
diwajibkan melaporkan ke puskesmas setempat sesuai dengan domisili (tempat tinggal)
pasien dan membuat surat pengantar untuk disampaikan kepada kepala desa/kelurahan
melalui keluarga pasien. Formulir rujukan pasien DBD dari puskesmas dan sarana
pelayanan kesehatan lainnya menggunakan formulir S, atau surat tersendiri yang
memuat data, nama, jenis kelamin, umur, nama kepala keluarga, alamat, tanggal mulai
masuk dan keluar sarana pelayanan kesehatan (puskesmas perawatan, rumah sakit) dan
pengobatan yang telah diberikan, disampaikan kepada RS rujukan.
Persiapan Rujukan
Sebelum merujuk pasien DBD perlu memperhatikan :
a. Tanda vital pasien harus stabil
b. Disertakan formulir dengan hasil parameter klinis dan laboratorium serta terapi
penting yang sudah diberikan.
Penderita dirujuk ke Rumah Sakit bila ditremukan tanda-tanda berikut :

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Anak tampak lemas


Badan dingin, terutama tangan dan kaki
Muntah terus menerus
Kejang
Mimisan
Pendarahan lain (Hematemesis, Melena)

Tatalaksana DBD dan SSD


1) Tatalaksana DBD
Perbedaan patofisiologik utama antara DBD dan penyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan
hemostasis. Maka keberhailan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara
dini fase kritis yaitu pada suhu turun (the time of devervescence) yang merupakan fase
awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma,
yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai
terjadi mulai hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai 100.000/l atau
kurang dari 1-2 trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb) terjadi sebelum
peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
cairan. Larutan garam isotonic atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume
plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit.perhatian khusus pada kasus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit
<50.000/l. secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.
a. Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
b. Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke
3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin
terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium
yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada

umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.
Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu
normal kembal. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia. Pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.
Untuk puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan
menggunakan Hb sahli dengan estimasi nilai Ht +_ 3x kadar Hb.

Penggantian Volume Plasma


Dasar pathogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan
suhu (fase efebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume
plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus dberikan dengan bijaksana
dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus
syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu sesuai dengan
tanda vital, kadar hematokrit dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila :
1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga memperceoat
terjadinya syok.
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Juml;ah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% didalam larutan Nacl 0,45%. Bila terjadi asidosis, diberikan natrium
bikarbonat 7,46%

Anda mungkin juga menyukai