Anda di halaman 1dari 9

Informasi Laboratorium No.

1/2010: Serum Protein Electrophoresis - 20/05/2010 Serum protein electrophoresis (SPE) adalah pemeriksaan laboratorium terhadap protein spesifik dalam darah yang disebut globulin. Pada metode elektroforesis digunakan agarose gel dan arus listrik untuk memisahkan komponen protein dalam serum menjadi beberapa fraksi yaitu serum albumin, alpha-1 globulin, alpha-2 globulin, beta-1 globulin, beta-2 globulin dan gamma globulin, sesuai sifat fisik seperti berat molekul dan muatan listrik. (1) Serum protein electrophoresis (SPE) diperlukan untuk mengidentifikasi pasien dengan multiple myeloma dan kelainan pada protein serum lainnya. Perubahan konsentrasi protein terjadi sebagai respon terhadap inflamasi akut dan kronik, keganasan, trauma, nekrosis, infarksi, luka bakar, gagal hati atau ginjal dan chemical injury. (1,3) SPE dengan metode kapilari merupakan sistem elektroforesis otomatis multi fungsi yang menggunakan 8 tabung kapiler untuk pemisahan secara elektroforesis secara simultan dan otomatis pada kecepatan tinggi. Pada kapilari, protein dibagi menjadi 6 fraksi yaitu albumin, 1, 2, 1 , 2 , dan gamma. Komponen Serum Protein Electrophoresis (SPE) Pola SPE bergantung pada 2 fraksi utama protein yaitu albumin dan globulin. Albumin diproduksi di hati pada kondisi fisiologi. Globulin terdiri dari fraksi yang lebih kecil dari total protein serum. Albumin dan globulin merupakan fokus utama dalam interpretasi SPE. Albumin, puncak terbesar, berada dekat dengan elektroda positif. 5 komponen lainnya (globulin) yaitu alpha1, alpha2, beta1, beta2, dan gamma mendekati elektroda negatif dengan puncak gamma berada paling dekat dengan elektroda negatif. (1) Albumin Albumin menunjukkan komponen protein terbesar dalam serum manusia. Konsentrasi albumin menurun karena produksi protein dalam hati menurun atau terjadi peningkatan ekskresi atau degradasi protein akibat malnutrisi, penyakit hati, gangguan ginjal (sindrom nefrotik), terapi hormon, luka bakar dan kehamilan. Konsentrasi albumin meningkat pada pasien yang mengalami dehidrasi (penurunan kandungan air dalam serum). Penurunan konsentrasi albumin >30% perlu dideteksi dengan elektroforesis. (1,3) Fraksi Alpha Komponen fraksi alpha terdiri dari 2 macam yaitu alpha1 dan alpha2. Fraksi protein alpha1 terdiri dari AFP, alpha1-antitrypsin, thyroid-binding globulin dan transcortin. Peningkatan konsentrasi fraksi alpha1 dapat disebabkan oleh keganasan dan inflamasi akut (reaksi fasa akut) sedangkan penurunan konsentrasi fraksi alpha1 dapat terjadi karena defisiensi alpha1-

antitrypsin, sindrom nefrotik, dan penurunan produksi globulin akibat penyakit hati. Fraksi protein alpha2 dipengaruhi oleh konsentrasi ceruloplasmin, alpha2-macroglobulin, dan haptoglobulin. Penurunan fraksi alpha2 dapat terjadi pada kondisi anemia hemolitik ketika haptoglobin berikatan dengan hemoglobin bebas dari sel darah merah dan kompleks tersebut dihancurkan dengan cepat oleh fagosit. Peningkatan fraksi alpha2 dapat terjadi akibat reaksi fasa akut. Anak-anak dan individu lanjut usia menunjukkan konsentrasi alpha2-macroglobulin yang lebih tinggi dengan puncak 2 band yang tajam. Pada sindrom nefrotik, konsentrasi 2 dapat meningkat relatif terhadap protein lain karena ketidakmampuannya melewati glomeruli (ukuran). Pada sirosis hati, diabetes mellitus, dan tumor ganas (reaksi fasa akut), fraksi 2 dapat mengalami peningkatan. (1,3) Fraksi Beta Fraksi beta terdiri dari 2 macam yaitu beta1 dan beta2. Fraksi beta1 paling banyak terdiri dari transferrin sedangkan fraksi beta2 mengandung protein komplemen 3 (C3) dan beta-lipoprotein. Pada fraksi beta juga dapat diidentifikasi beberapa komponen seperti IgA, IgM, dan kadangkadang IgG, bersama protein komplemen. Peningkatan fraksi 1 dapat terjadi pada kondisi anemia defisiensi besi karena peningkatan transferin, kehamilan dan terapi estrogen. (1,3) Fraksi Gamma Fraksi gamma seringkali menjadi fokus para peneliti karena imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD, IgE) bermigrasi ke daerah gamma tersebut. Fraksi gamma sebagian besar terdiri dari immunoglobulin tipe IgG. Imunoglobulin seringkali dapat ditemukan di sepanjang spektrum elektroforesis. C-reactive protein berlokasi pada area di antara komponen beta dan gamma. (1) Indikasi SPE pada umumnya dilakukan jika pasien diduga mengalami multiple myeloma. Jika hasil negatif (tidak ditemukan tetapi ada dugaan kuat multiple myeloma, Waldenstr? macroglobulinemia, primary amyloidosis, atau kelainan lain yang berkaitan maka immunofixation harus dilakukan karena teknik ini lebih sensitif dalam mengidentifikasi small monoclonal (M) protein. (1) Tabel 1. Indikasi Serum Protein Electrophoresis (1) Indikasi SPE Dugaan multiple myeloma, Waldenstr? macroglobulinemia, primary amyloidosis atau kelainan lain yang berkaitan Unexplained peripheral neuropathy (tidak berkaitan dengan diabetes mellitus, pajanan toksin, kemoterapi, dll.) New-onset anemia berkaitan dengan gagal

ginjal atau insufisiensi ginjal dan nyeri tulang Nyeri punggung berkaitan dengan dugaan multiple myeloma Hiperkalsemia berkaitan dengan kemungkinan keganasan (berat badan menurun, kelelahan, nyeri tulang, pendarahan tidak abnormal Rouleaux formation teramati pada peripheral blood smear Insufisiensi renal berkaitan dengan peningkatan protein serum Unexplained pathologic fracture atau lytic lesion teridentifikasi pada radiograph Bence Jones proteinuria Interpretasi hasil Perubahan konsentrasi protein terjadi sebagai respon terhadap inflamasi akut dan kronik, keganasan, trauma, nekrosis, infarksi, luka bakar, gagal hati atau ginjal dan chemical injury. Respon ini merupakan acute-reaction protein pattern melibatkan peningkatan fibrinogen, alpha1antitrypsin, haptoglobin, ceruloplasmin, CRP, C3 protein komplemen, dan alpha1-acid glycoprotein. Dan seringkali berkaitan dengan penurunan konsentrasi albumin dan transferin. (1) Tabel 2. Nilai Rujukan Fraksi Protein Serum (DNR Prodia) Fraksi Albumin Alpha1 globulin Alpha2 globulin Beta1 globulin Beta2 globulin Gamma globulin Nilai normal (%) 55.8-66.1 2.9-4.9 7.1-11.8 4.7-7.2 3.2-6.5 11.1-18.8

Tabel 3. Distribusi Protein Serum Elektroforesis (3) T Distribusi (%) Jumlah Absolut (g/L) Albumin 55 40 15 4 Globulin 210 7 Globulin 12 9 Globulin

18 Globulin Total 100

13 73

Meskipun berbagai kondisi dapat menyebabkan peningkatan daerah gamma, beberapa kondisi penyakit dapat menyebabkan puncak gamma tajam. Kondisi ini dinamakan gamopati monoklonal yang dikarakterisasi oleh proliferasi single clone sel plasma yang menghasilkan protein M (monoklonal) homogen atau paraprotein.(1,3) Diferensiasi gamopati monoklonal dan poliklonal sangat penting untuk dilakukan. Gamopati monoklonal berkaitan dengan proses klonal yang berkaitan dengan keganasan atau potensi keganasan, seperti multiple myeloma (penyebab paraprotein IgA dan IgG), Waldenstr? macroglobulinemia (hanya paraprotein IgM yang dapat ditemukan), solitary plasmacytoma, smoldering multiple myeloma. monoclonal gammopathy of underteminded significance, leukemia cell plasma, chronic lymphatic leukemia (biasanya IgM), lymphosarcoma (biasanya IgM), heavy chain disease, dan amyloidosis. Sedangkan gamopati poliklonal dapat disebabkan oleh proses inflamasi , dan seringkali dikaitkan dengan kasus bukan keganasan. (1,3) Jika konsentrasi protein M serum <1.5 g/dL maka SPE perlu dilakukan kembali setahun sekali. Jika konsentrasi protein M serum 1.5 - 2.5 g/dL, perlu dilakukan nefelometri untuk mengukur jumlah immunoglobulin yang ada dan pengumpulan sampel urin 24 jam untuk proses elektroforesis dan imunofiksasi. Jika hasil normal, maka SPE perlu diulang setelah 3-6 bulan dan jika hasilnya tetap normal maka SPE perlu diulang setahun sekali. Jika pengulangan menunjukkan hasil yang abnormal maka perlu pasien perlu dirujuk ke hematologist-oncologist . Jika konsentrasi protein M serum > 2.5 g/dL, perlu dilakukan metastatic bone survey (humeri dan femur), pemeriksaan beta2 microglobulin, CRP, dan pengumpulan sampel urin 24 jam untuk proses elektroforesis dan imunofiksasi. Jika diduga Waldenstr? macroglobulinemia atau terjadi proses lymphoproliferative, maka perlu dilakukan abdominal computed tomographic scan, bone marrow aspiration dan biopsi harus dilakukan. Jika hasil abnormal maka pasien perlu dirujuk ke hematologist-oncologist. Jika hasil pemeriksaan normal, SPE perlu dilakukan kembali setelah 2-3 bulan. Jika hasil normal, SPE dilakukan kembali setelah 3-4 bulan. Jika hasil pemeriksaan tetap normal maka SPE perlu dilakukan setahun sekali. Jika hasil setiap pemeriksaan ulang abnormal maka pasien perlu dirujuk ke hematologist-oncologist . (1) Penutup Serum protein electrophoresis (SPE) adalah pemeriksaan laboratorium terhadap protein spesifik dalam darah yang disebut globulin. Dengan metode elektroforesis, komponen protein dalam serum dapat dipisahkan menjadi beberapa fraksi yaitu serum albumin, alpha-1 globulin, alpha-2 globulin, beta-1 globulin, beta-2 globulin dan gamma globulin, sesuai sifat fisik seperti berat molekul dan muatan listrik. Pemeriksaan SPE dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya dysproteinemia atau protein monoklonal yang berkaitan dengan beberapa penyakit salah satunya yaitu multiple myeloma.

Rujukan 1. 2. Theodore X. OConnell, Timothy J. Horita, Barsam Kasravi. Understanding and Interpreting Serum Protein Electrophoresis. Am Fam Physician 2005;71:105-12 Cecile Gay-Bellile, Djaouida Bengoufa, Pascal Houze, Didier Le Carrer, Mourad Benlakehal, Bernard Bousquet, Bernard Gourmel, Thierry Le Bricon. Automated Multicapillary Electrophoresis for Analysis of Human Serum Proteins. Clinical Chemistry 2003; 49(11): 19091915 Stephan R. Vavricka, Emanuel Burri, Christoph Beglinger, Lukas Degen, Michael Manz. Serum Protein Electrophoresis: An Underused but Very Useful Test.

3.

OBAT ANTIHIPERLIPIDEMIK
Obat antihiperlipidemik adalah obat yang ditujukan untuk menurunkan kadar lipid/lemak di dalam darah/lipid plasma. Lipid plasma yang utama adalah kolesterol, trigliserid, fosfolipid dan asam lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma. Hiperlipidemia adalah tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida maupun keduanya) dalam darah. Diagnosis hiperlipidemia aterogenik (hiperlipidemia yang menyebabkan arteriosklerosis) yang tepat membutuhkan penentuan abnormalitas lipoprotein yang spesifik dan pengobatan diarahkan untuk memperbaiki kelainan lipoprotein, bukan hanya menurunkan kadar total kolesterol dan trigliserid plasma saja. Lipoprotein dibedakan menjadi 5 golongan yaitu : kilomikron, VLDL (very low density lipoprotein), IDL (intermediate density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein) dan HDL (density lipoprotein)

Gambar. Struktur lipoprotein (http://www.uwsp.edu/chemistry/tzamis/ch260/lipoprotein.jpg) Kelebihan lipoprotein disebut hiperlipoproteinemia, yang dapat dibedakan dengan klasifikasi Frederickson yang membagi hiperlipoproteinemia atas dasar fenotip plasma seperti di bawah ini. Pola Lipoprotein Type I Type IIa Type IIb Type III Type IV Type V Peningkatan utama dalam plasma Lipoprotein Kilomikron LDL LDL dan VLDL IDL VLDL VLDL dan Kilomikron

Lipid Trigliserid Kolesterol Kolesterol ddan Trigliserid Trigliserid dan Kolesterol Trigliserid Trigliserid dan Kolesterol

Sedangkan obat antihiperlipidemik yang beredar di Indonesia dapat dibagi sebagai berikut :

1. Asam Fibrat Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan asam fibrat adalah : Gemfibrozil, Fenofibrate dan Ciprofibrate Golongan asam fibrat diindikasikan untuk hiperlipoproteinemia tipe IIa, Iib, III, IV dan V. Gemfibrozil sangat efektif dalam menurunkan trigliserid plasma, sehingga produksi VLDL dan apoprotein B dalam hati menurun . Gemfibrozil meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase sehingga bersihan partikel kaya trigliserid meningkat. Kadar kolesterol HDL juga meningkat pada pemberian Gemfibrozil. Fibrate menurunkan produksi LDl dan meningkatkan kadar HDL. LDL ditumpuk di arteri sehingga meningkatkan resiko penyakit jantung, sedangkan HDL memproteksi arteri atas penumpukkan itu. Penghambatan saluran darah mengurangi jumlah darah sehingga oksigen yang dibawa ke otot jantung juga berkurang. Pada keadaan yang parah dapat menimbulkan serangan jantung.

(http://www.medicastore.com/images/hiperlipid_herediter.jpg) Fibrate juga menurunkan produksi dan meningkatkan pemecahan trigliserid. Obat ini digunakan jika lipid darah tidak bisa turun dengan diet dan olah raga.
2. Resin

Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan resin adalah : Kolestiramin (Chlolestyramine) Obat antihiperlidemik ini bekerja dengan cara mengikat asam empedu di usus dan meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah. Kolestiramin menurunkan kadar kolesterol plasma dengan cara menurunkan LDL. Penurunan kadar LDL biasanya nyata setelah 4-7 hari dan mencapai 90% efek maksimal dalam 2 minggu terapi. Efek obat tergantung besarnya dosis, tetapi banyak pasien tidak tahan karena efek sampingnya pada saluran cerna.
3. Penghambat HMGCoa reduktase Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan ini

adalah : Pravastatin, Simvastatin, Rosavastatin, Fluvastatin, Atorvastatin Golongan ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan kolesterol dengan cara menghambat kerja enzim yang ada di jaringan hati yang memproduksi mevalonate, suatu meolkul kecil yang digunakan untuk mensintesa kolesterol dan derivat mevalonate. Selain itu meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah. Jadi berguna pada hiperlipoproteinemia tipe IIA dan IIb, selain menurunkan total kolesterol dan LDL juga meningkatkan HDL. 4. Asam nikotinat

Asam nikotinat (nicotinic acid) atau Niasin / vitamin B3 yang larut air. Dengan dosis besar asam nikotinat diindikasikan untuk meningkatkan HDL atau koleserol baik dalam darah untuk mencegah serangan jantung.
5. Ezetimibe

Ezetimibe dapat menurunkan total kolesterol dan LDL juga meningkatkan HDL. Ezetimibe bekerja dengan cara mengurangi penyerapan kolesterol di usus. Ezetimibe dapat digunakan sendiri jika antihiperlidemik lain tidak bisa ditoleransi tubuh atau dikombinasi denga golongan statin (penghambat HMGCoa reduktase) jika golongan statin tidak dapat menurunka kadar lipid darah sendirian. Untuk memilih obat antihiperlipidemik yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi dengan dokter. Di apotik online medicastore anda dapat mencari obat antihiperlipidemik secara mudah dengan mengetikkan di search engine medicastore. Sehingga anda dapat memilih dan beli obat antihiperlipidemik sesuai kebutuhan anda. Pada penderita yang mengalami diabetes tipe 2, terdapat risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular yang biasanya disebabkan oleh dislipidemia aterogenik. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan konsentrasi triasilgliserol dalam plasma serta peningkatan kadar small dense LDL dan penurunan kadar HDL. Statin merupakan obat yang sering dipakai untuk menurunkan kejadian penyakit kardiovaskular pada penderita dengan diabetes tipe 2, akan tetapi pada dasarnya statin bekerja dengan cara menurunkan konsentrasi LDL. Pada keadaan tertentu, terdapat proporsi kasus di mana penderita yang telah diobati dengan statin tetap berisiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular. Hal ini dapat disebabkan oleh penanganan yang tidak adekuat terhadap aspek lain pada dislipidemia diabetik. Senyawa lain yang dapat digunakan untuk mengoreksi dislipidemia aterogenik adalah fenofibrate. Fenofibrate adalah senyawa yang termasuk dalam PPAR (peroxisome proliferatoractivated receptor)-alfa agonist, bekerja dengan cara menurunkan triasilgliserol plasma dan memodifikasi morfologi partikel LDL serta HDL. Disfungsi endotel merupakan indikator awal penyakit vaskular diabetik sehingga dapat memprediksi kejadian penyakit kardiovaskular. Dalam penelitian tampak bahwa fenofibrate terbukti efektif dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular pada penderita diabetes tipe 2. Namun demikian, masih belum terbukti apakah penambahan fenofibrate pada penderita diabetes tipe 2 yang mendapat terapi statin dapat menambah laju penurunan risiko penyakit kardiovaskular. Berikut akan dipaparkan penelitian Hamilton dkk., (2010) yang menguji hipotesis bahwa pada penderita diabetes tipe 2 yang mendapakan statin dengan disfungsi endothelial, fenofibrate akan meningkatkan kemampuan fungsi endotel pada arteri brakialis dan pembuluh arteriol lengan bawah. Selain itu, penelitian ini juga mencari tahu apakah efek fenofibrate terhadap fungsi endotel pada sirkulasi perifer dapat memodifikasi dislipidemia residual.

Anda mungkin juga menyukai