Sistem saraf perifer dibentuk oleh saraf cranial dan saraf spinal. Sedangkan
system saraf pusat dibentuk oleh neuron di medulla spinalis, batang otak, serebellum
dan serebrum.
Medulla spinalis dapat dibagi menjadi 4 regio yang berbeda : C1-C5, C6-T2
(plexus brachialis), T3-L3 dan L4-S2 (plexus lumbosacral). Gejala
medulla spinalis tergantung lokasi dari lesi.
disfungsi dari
Lesi medulla spinal (mielopathy) pada C1-C5 hanya memberikan gejala nyeri pada leher
atau bilateral/unilateral tetraparesis/plegia. Terdapat tanda-tanda UMN (hiperrefleksi,
tonus ekstensor meningkat) pada keempat ekstremitas dan refleks withdrawal pada
keempat ekstremitas tidak ada kelainan.
Lesi pada C6-T2 memberikan gejala unilateral atau bilateral tetraparesis/plegia dan
hilangnya sensasi proprioceptive. Jika lesi berlangsung lama dapat menyebabkan
quadriplegia dan distress pernafasan karena keterlibatan dari LMN pada otot pernafasan.
Lesi pada T3-L3 menunjukkan menrunnya rangsang proprioseptive, ataxia anggota tubuh
bagian bawah dan paresis/paralysis dengan refleks spinal yang normal atau meningkat
(tanda UMN). Sensasi pada anggota tubuh bagian bawah dapat menurun atau tidak ada
sama sekali.
Lesi pada medulla spinalis segmen L4-S2 menyebabkan ataxia pada anggota tubuh
bagian bawah, menurunnya sensasi proprioseptive dan paresis/paralysis dengan menurun
atau tidak adanya refleks spinal dan tonus otot (tanda LMN). Di bawah dari lesi sensasi
menurun atau tidak ada.
Saraf sensoris dari system saraf perifer atau neuron afferent membawa informasi seperti
nosiseptive, proprioseptive, rasa, pendengaran, keseimbnagan, penglihatan dan penciuman
ke medulla spinalis atau batang otak. Sedangkan saraf sensoris dari system saraf pusat
membawa informasi ke cerebellum, batang otak dan cerebrum. Traktus sensoris yang
penting pada medulla spinalis dan batang otak adalah spinocerebellar, spinothalamicus dan
traktus spinoreticular. Tractus spinoreticular mulai pada medulla spinalis dan berakhir di
formatio reticular medulla oblongata. Jalur sensoris yang penting juga terdapat di
fasciculus gracilus dan cuneatus dari medulla spinalis dan lemniscus lateral/medial dari
batang otak.
LMN dari system saraf simpatis keluar melalui saraf spinalis torakolumbal (T1-L4) untuk
mempersarafi otot polos di pupil, kelopak mata, orbita, folikel rambut, pembuluh darah
dan alat dalaman. Sindroma Horners (ptosis, miosis dan enophthalmus) berhubungan
dengan hilangnya persarafan simpatis pada mata.
LMN dari system saraf parasimpatis keluar dari saraf cranial III untuk mempersarafi otot
polos pupil dan kelopak mata, saraf cranial VII untuk glandula lakrimasi dan salivatorius,
saraf cranial IX ke glandula salivatorius dan sraf cranial X ke otot jantung dan kelenjar
dan otot polos pada abdomen dan colon transversa. Juga keluar dari dari segmen sakralis
ke visera dari abdomen bawah, termasuk kandung kemih dan kolon. Lesi pada segmen
3
Mielopati transversa dimana seluruh jaras ascenden dan descenden terkena. Sehingga
terjadi gangguan motorik, sensorik dan vegetatif yang luas. Penyebab yang tersering
adalah trauma, tumor, multiple sclerosis dan penyakit pembuluh darah. Penyakit
lainnya adalah hematoma epidural, abses, hernis discuc intervertebralis, sindroma
parainfeksi dan post vaksinasi.
2.
sensasi sacral terletak ventrolateral, pada lesi intraparenkimal dapat terjadi sensasi
sacral tidak terkena.
3.
Lesi di kolumna posterolateral. Dapat terjadi secara selektif pada penyakit Subacute
combine degeneration pada defisiensi vitamin B12 mielopativaskuolar oleh sebab
AIDS, servikal spondylosis. Terjadi gangguan propioseptif dan sensasi vibrasi pada
tungkai sebagai ataksia sensorik. Gangguan traktus kortikospinal bilateral akan
mengakibatkan spastisitas, hiperefleksi dan refleks ekstensor bilateral. Akan tetapi
reflek dapat negatif atau menurun bila disertai neropati perifer.
4.
Lesi di kolumna posterior, sering terjadi pada penyakit tabes dorsalis (neurosifilis).
Terjadi gangguan sensasi vibrasi dan posisi dan penurunana rasa raba, juga
mengakibatkan ambang sensasi mekanik, taktil, postural, halusinasi, arah gerak dan
posisi, sehingga akan timbul ataksia sensorik dan Romberg yang positif. Cara
berjalan yang ataksik. Pasien mengeluh nyeri lancinating terutama tungkai. Dapat
terjadi inkontinensia urine, refleks patella dan refleks achilles yang negatif. Terdapat
Lhermittes sign yang disebabkan peningkatan sensitifitas mekanik pada kolumna
dorsalis dimana fleksi leher akan mengakibatkan peningkatan secara spontan unitunit sensoris yang aktif dan ikut sertanya serabut saraf yang lain.
5.
Lesi kornu anterior. Penyakit yang menyerang secar diffuse kornu anterior misalnya
adalah spinal muscular atrophy (infantile spinal muscular atrophy in motor neuron
disease). Bila bagian kornu anterior terkena secara difus terjadi kelemahan secara
difus, atrofi, fasikulasi terjadi pada otot batang tubuh dan ekstremitas. Tonus otot
menurun dan ketegangan otot dapat menurun atau hilang. Gangguan sensorik tidak
terjadi karena jaras sensorik tidak terkena.
6.
Kombinasi lesi di kornu anterior dan traktus piramidalis. Hal ini secara karakteristik
terjadi pada Amyotrophic lateral sclerosis. Terjadi gangguan secara difus dari lower
motor neuron (progessive muscular atrophy, parese, fasikulasi) yang berlawanan
dengan gejala lesi UMN (parese, spastisitas, reflek plantar ekstensor). Tidak ada
gangguan sphincter urine dan rectal.
Jika setinggi lesi (efek pada ventral horn dan serta saraf ventral) memberikan gejala
LMN
Jika dibawah lesi (efek pada traktus kortikospinal) memberikan gejala UMN
multiple sclerosis.
sensoris sesuai dengan dermatom lumbosacral) sehingga lebih mudah terkena efek
dari kompresi ekaternal.
Lesi Instrinsik dari medulla spinalis lebih cenderung lebih dahulu menyebabkan
kerusakan pada daerah sentral dari traktus spinothalamicus (sacral sparing).
2.
Syringomieli
Merupakan suatu penyakit dimana terjadi perubahan patologik yang terdiri dari
gliosis, nekrosis dan kavitasi pada bagian sentral medula spinalis dan sering meluas ke
medula (siringobulbi). Sering terjadi dengan kelainan pada batang otak dan cerebellum
(Arnold-Chiari malformation) dimana terdapat elongasi tonsila cereberalis dan
penonjolan ke foramen magnum (cerebellar ectopia).
Degenerasi terjadi pada pelebaran servikal dan dimulai pada regio ireguler. Kanalnya
sendiri tidak selalu ikut dengan proses. Onset dapat terjadi pada usia 25-40 tahun, dapat
terjadi beberapa bulan sampai 20 tahun sesudah terjadinya trauma, 15 tahun setelah
arakhnoiditid TBC. Gejala klinis:
Bila proses sudah mengenai bagian kornu anterior akan terjadi parese fokal, atrofi
dan fasikulasi juga terganggunya kolumna intermedilateral dengan akibat
terganggunya sistem otonom
Selanjutnya dapat terjadi kerusakan pada kedua jaras kortikospinalis dan tanduk
anterior di segmen servikal sehingga mengakibatkan spastic paraparesis tetapi
dengan gejala LMN pada anggota tubuh bagian atas.
Terapi dapat dilakukan dengan dekompresi dan drainage syrinx melalui syringostomy.
3.
Brown-Squard syndrome
Dengan karakteristik berkurangnya rangsang sensorik dan motorik bila lesi
menyebabkan kerusakan hanya pada satu sisi dari medulla spinalis. Dapat
disebabkan karena hemiseksi dari medulla spinalis.
4.
keluarga
(faktor
familial)
sehingga
sering
disebut
penyakit
1.
Cortical spinal degeneration (Jakob) and the Dementia-ParkinsonAmytrophic lateral sclerosis complex
2.
Friedreich ataxia
Strumpell-Lorrain
11
2.
Kelemahan dan atrofi dari otot-otot faring, lidah dan wajah. Pada stadium awal
akan memberikan gejala atau kesukaran untuk mengucapkan t,n,r,l b,m,p,f, dan
k,g, yang akhirnya suara penderita menjadi tidak dipahami. Bicara sulit juga
disebabkan karena spastisitas dari lidah, pharing dan laring yang kemudian
diikuti kelemahan atrofi.
Reflek pharing menghilang dan gerakan palatum serta pita suara tidak sempurna
waktu sedang bicara. Terdapat gangguan mengunyah, menelan, otot-otot paring
tidak bisa mendorong makanan masuk ke oesophagus, sehingga air dan
makanan akan masuk ke trakhea atau kembali lagi ke hidung. Dapat terlihat
fasikulasi lidah dan jaw jerk yang positif.
3.
12
Kelemahan dan spastisitas dari otot-otot badan dan anggota gerak, biasanya
dimulai pada ekstremitas bawah
4.
Tipe campuran
Sering dijumpai dengan gambaran klinis merupakan kombinasi dari bentuk 1,2,3.
Pada pemeriksaan didapatkan adanya atrofi, fasikulasi, kelemahan anggota gerak
bawah, atas, peningkatan reflek tendon dan ekstensor plantar positif bilateral.
Selanjutnya bila inti batang otak terkena akan menyebabkan disfagi disartri dan
kelemahan otot wajah, tidak terdapat gangguan sensorik.
5.
Tanda LMN
2.
Tanda UMN
3.
Definite ALS:
UMN + LMN dengan 3 regio* seperti ALS yang tipikal
2.
Probable ALS:
UMN + LMN dengan 2 regio dengan tanda UMN dan tanda LMN
3.
Possible ALS:
UMN + tanda LMN dengan 1 regio atau tanda UMN dengan 2 atau 3 regio,
seperti monomelic ALS, Progressive bulbar palsy, dan Primary lateral
sclerosis.
4.
Suspected ALS:
LMN dengan 2 atau 3 regio seperti progressive muscular atrophy atau
sindroma motorik lain.
13
EMG: menunjukkan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi dan denervasi, KHST normal,
kadang-kadang dijumpai adanya giant action potential
Biopsi otot: terdapat atrofi dari fasikulus otot bercampur dengan fasikulus yang
normal
Mielografi: normal
Penanganan ALS:
Karena sampai sekarang etiologi masih belum jelas, belum ada pengobatan yang
tepat. Penanganan yang dapat dilakukan adalah terapi konservatif dan fisioterapi.
Prognosa:
Pasien dapat hidup 10-15 tahun dari awitan. Bila terdapat gangguan pada otot-otot
untuk menelan prognosanya lebih jelek.
Penyakit yang oleh De Jong juga dimasukkan dalam penyakit degeneratif yaitu:
1.
Tabes Dorsalis
Penyakit ini merupakan suatu bentuk neurosiphilis yang secara patologis ditandai
dengan terjadinya degenerasi pada radiks posterior dan kolumna dorsalis medula
spinalis. Keadaan ini merupakan 1,3 5% dari penderita neurosiphilis. Gejala klinis
timbul sesudah lebih dari 10 sampai 20 tahun infeksi primer, sehingga umumnya
penderita Tabes dorsalis berumur 40-60 tahun. Gejala klinis:
14
Dapat terjadi gangguan fungsi kandung kemih tipe atonik, inkontinentia alvi,
impotens, gangguan tropik dengan akibat timbulnya lesi ulseratif dan atropati tip
charchot.
2.
Multipel sklerosis
Merupakan penyakit yang dapat menyerang secara luas sistem saraf pusat dan
belum diketahui dengan jelas sebabnya. Penyakit ini ditandai dengan bercak-bercak
demielinisasi yang tersebar terutamapada masa putih. Bercak ini pada tingkat lanjut
berupa bercak sklerotik yang tersebar perivaskuler. Angka kejadian sklerosis
ditemukan sangat tinggi di Eropa Barat, dapat mencapai 80/100.000 penduduk.
Umumnya serangan pertama terjadi pada umur muda 20-40 tahun, kadang-kadang
umur 12-15 tahun. Laki-laki lebih sering dari wanita. Keadaan ini pada 60-90%
penderita diikuti gejala remisi dan relaps. Gejala klinis:
2.
Bentuk dengan lesi spinal unilateral sehingga gejala klinis dapat berupa
gejala brown sequard yang parsial
3.
Gejala motorik umumnya terdapat kelemahan otot tanpa atrofi (spastik parese),
bila ditemukan atrofi umumnya hanya pada otot kecil tangan.
Pada 70% penderita terdapat gejala nistagmus, tremor intension dan bicara
meletup-letup dan disebut sindroma charcot.
Gambaran patologi: terjadi gliosis dan demielinisasi pada fasikulus grasilis dan juga
atrofi dari ganglion. Terjadi perivascular lymphocytic cuffing dan dapat terjadi
15
16