Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS TADULAKO

TUTORIAL

“PARESE”

Dokter Muda

Fikriah Amining N 111 18 056


Amalia Anisa N 111 18 069
Tirta Kumala Dewi N 111 18 075
Julianto Rizal N 111 18 076

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
LEARNING OBJECTIVE

1. Penyebab tetraparese
2. Saraf apa yang terkena pada kasus
3. Mengapa terjadi bengkak pada kaki pasien
4. Patofisiologi tetraparese
5. Tatalaksana pasien yang datang dengan hemiparese
Jawab

1. Penyebab tetraparese
Kelemahan anggota gerak bisa disebabkan oleh lesi upper motor neuron dan
motor unit. Lesi upper motor neuron dibagi lagi menjadi lesi di cortex, subkorteks,
brainstem, dan spinal cord. Lesi motor unit dibagi dari spinal motor neuron, spinal
root, saraf tepi, neuromuscular junction, dan otot.
Lesi cortex dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan, massa intrinsik baik primer
maupun metastasis pada tumor atau abses cerebri, massa ekstrinsik misalnya pada
SDH, dan penyakit degeneratif.
Lesi subcortex dapat disebabkan oleh iskemia , perdarahan, massa intrinsik
baik primer maupun metastasis pada tumor atau abses cerebri, imunologik pada kasus
multipel sklerosis, dan proses infeksi. Lesi pada brainstem dapat disebabkan oleh
iskemia dan proses imunologik misalnya pada kasus multiple sclerosis.
Lesi spinal cord dapat disebabkan oleh kompresi ekstrinsik misalnya
spondilosis, metastasis kanker, abses epidural; proses imunologi misalnya multipel
sklerosis, myelitis; infeksi, misalnya pada AIDS-associated myelopathy, HTLV-I
associated myelopathy, tabes dorsalis; dan defisiensi nutrisi yang menyebabkan
degenerasi subakut dari spinal cord.
Lesi spinal motor neuron misalnya pada penyakit degeneratif. Lesi spinal root
terjadi pada kasus kompresi (degenertive disc disease), imunologi pada kasus Guillain
Barre Syndrome (GBS), infeksi pada AIDS-associated polyradiculopathy dan Lyme
Disease.
Lesi saraf tepi dapat disebabkan oleh kelainan metabolik pada kasus diabetes
mellitus, uremia, porfiria; toksin dari ethanol, logam berat, beberapa obat, dan difteri;
kekurangan nutrisi yaitu vitamin B12; inflamasi misalnya pada poliartritis nodosa;
herediter misalnya pada kasus Charcot Marie Tooth; imunologi pada kasus
paraneoplastik, paraproteinemia; infeksi pada pasien dengan imunokompromais; dan
kompresi.
Lesi pada neuromuscular junction terjadi pada myasthenia gravis, dan
gangguan toksin botulism dan aminoglikosida. Lesi pada otot terjadi pada
poliomyelitis, inclusion body myositis, muscular dystrophy; toksis glukokortikoid,
ethanol, dan AZT, infeksi trichinosis, hipotoroid, ketidakseimbangan elektrolit, dan
kelainan kongenital misalnya pada central core disease.
Tetraparese diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang
belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra servikalis), kerusakan
sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Penyebab khas pada
kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau
karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida). Berikut ini
adalah penyebab umum dari tetraparase, yaitu :
- Trauma dengan lesi komplit atau inkomplit
- Infeksi seperti Guillain-Barre Syndrome, acute myelitis, polymielitis
- Kompresi spinal cord
- Gangguan metabolisme tubuh.

2. Struktur yang telibat pada kasus tetraparese


Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi
elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak
dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang menghubungkan saraf-
saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas
traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang
raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa informasi
dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).
Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran bagi impuls
motorik yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada
motorneuron, maka serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat
berkontraksi, meskipun impuls motorik masih dapat disampaikan oleh sistem
pyramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya.
Kelainan traktus piramidalis setinggi :
 Hemisfer : Hemiparese tipikal (gangguan ekstremitas sesisi dengan
nervus cranialis dan kontralateral terhadap lesi).
 Batang otak : Hemiparesis alternans (gangguan ekstremitas kontralateral
terhadap lesi dan nervus cranialisnya).
 Medulla spinalis: Tetraparese atau paraparese
3. Mekanisme edema pada kaki pasien
Kaki edema bisa terjadi karena edema perifer, di mana cairan dalam darah keluar dari
kapiler dan menumpuk dalam jaringan. Hal ini bisa disebabkan oleh kelebihan berat
badan, terlalu lama berdiri di satu tempat, terlalu lama duduk di satu tempat (misalnya
saat di mobil atau pesawat), cuaca hangat, atau Anda sedang menstruasi. Edema dapat
pula terjadi akibat efek samping obat-obatan dalam jangka panjang, seperti obat
tekanan darah tinggi, obat antiinflamasi nonsteroid, kortikosteroid, estrogen, dan obat
diabetes.

4. Patofisiologi
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN)
atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan atau kelemahan yang
terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di
medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan
karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi
pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari cornu anterior
medula spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,
thorakal, lumbal, dan sacral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada
keempat anggota gerak. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi
komplit dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari
bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan
otot ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flaccid.

a. Lesi di Upper Motor Neuron


Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral
menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh
yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat
servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada
otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua lengan yang
berasal yang berasal dari C.6 sampai C.8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta
otot kedua tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi
yang tidak masif di seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka
akan menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut
tetraparese spastic.

b. Lesi di Lower Motor Neuron


Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak hanya
memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan
asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang berada
didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi
kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi
bersifat Upper Motor Neuron (UMN).
Motorneuron-motorneuron di kornu anterior dapat mengalami gangguan
secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan disekitarnya,
sehingga dikenal sindrom lesi di kornu anterius, sindrom lesi yang selektif merusak
motoneuron dan jaras kortikospinal, sindrom lesi yang merusak motoneuron dan
funikulus anterolateralis dan sindrom lesi di substantia grisea sentralis. Lesi ini
biasanya disebabkan karena adanya infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya
motoneuron-motoneuron yang rusak didaerah servikal dan lumbalis sehingga
kelumpuhan LMN adalah anggota gerak. Pada umumnya bermula dibagian distal
tungkai kemudian bergerak ke bagian proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke
bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf
tepi dapat disebabkan kelainan pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan
sepanjang saraf tepi sendiri. Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf
perifer adalah polineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau selnya
yang disebabkan infeksi. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot
tidak dapat melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi,
dapat menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal
lebih lemah dibanding distalnya. Ketika kelemahan otot menjadi nyata, terdapat
pembengkakan dan nekrosis-nekrosis serabut otot. Kelemahan otot (atrofi otot) dapat
kita jumpai pada beberapa penyakit.

5. Tatalaksana pasien yang datang dengan hemiparese


1) Melakukan anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis
dapat menentukan lokasi lesi, misalnya lesi di medulla spinalis (nyeri leher yang
menjalar ke kedua anggota ekstremitas superior) yang merupakan keadaan klinis
yang sering ditemukan. Gambaran kelumpuhan akibat lesi paralitik di susunan
pyramidal komponen UMN susunan neuromuscular berbeda sekali dengan lesi
komponen LMN. Adapun tanda-tanda kelumpuhan UMN yaitu : tonus otot
meninggi (hipertoni), hiperefleksia, sering ditemukan klonus kaki, refleks
patologik dan tidak adanya atrofi pada otot yang lumpuh. Kelumpuhan tipe LMN
memiliki tanda-tanda seperti seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang
reflektori tidak dapat dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai dengan
hilangnya refleks tendon, tidak adanya refleks patologik, tonus otot menghilang
dan atrofi otot cepat terjadi.
2) Melakukan pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pada kasus ini, tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi pola kelemahan
yang berhubungan dengan otot. Proses yang lebih difus dapat mengenai banyak
saraf atau otot secara simultan, misalnya penyakit metabolik atau inflamasi yang
dapat menyebabkan kelemahan generalisata. Untuk pemeriksaan otot dapat dipilih
bagian otot yang penting, walaupun dapat juga dilakukan semua pemeriksaan otot
gerak lain. Pemilihan otot yang diperiksa berdasarkan anamnesis atau bagian dari
pemeriksaan fisik dimana kelemahan otot dapat dilihat.
Lesi UMN berhubungan dengan pola kelemahan yang khas, tidak seperti lesi
LMN, Lesi UMN lebih berhubungan dengan gerakan volunter. Tes koordinasi
anggota gerak juga dapat memberikan informasi mengenai lokasi lesi.
Pemeriksaan refleks tendon juga merupakan metode langsung untuk menilai
refleks regang secara klinis. Kerusakan LMN akan menyebabkan penurunan atau
menghilangnya refleks ini sedangkan lesi UMN akan meningkatkan refleks ini.
Kegunaan utama pemeriksaan reflex tendon adalah untuk menentukan lokasi lesi
terutama lesi di medulla spinalis
3) Memilih pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboraturium
Pada pemeriksaan darah rutin dapat dilihat nilai dari jumlah leukosit yang
dapat menunjukan adanya tanda-tanda infeksi yang merupakan petanda
adanya lesi akibat infeksi. Pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui
elektrolit tubuh juga merupakan pemeriksaan yang penting untuk menilai
lesi. Kelumpuhan keempat anggota gerak yang bersifat LMN, mutlak
motorik dianggap kelumpuhan miogenik. Patofisiologi nya masih kurang
jelas, tetapi secara klinis terbukti mempunyai hubungan yang erat dengan
ion kalium. Dikenal 3 macam paralisis periodic. Yang pertama ialah
paralisis periodik hipokalemik familial, kedua yaitu paralisis periodic
hiperkalemik familial dan yang ketiga adalah paralisis periodik
normokalemik. Perbedaan yang ditonjolkan oleh klasifikasi tersebut
berdasarkan kadar kalium dalam serum. Pada jenis hipokalemik familial,
paralisis bangkit pada waktu pagi hari atau setelah beristirahat atau setelah
bekerja, atau setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Paralisis dapat
berlangsung beberapa jam bahkan sampai beberapa hari. Kadar kalium
dibawah 3 mEq/L . pada jenis hiperkalemik, kelumpuhan keempat anggota
gerak bangkit selalu setelah bekerja. Sebagian dengan miotonia atau
sebagian tidak, paralisis biasanya tidak berlangsung lama dan kadar kalium
dalam serum lebih dari 4,2 mEq/L. Jenis normokalemik sering
menimbulkan kesukaran, baik dalam diagnosis maupun terapi. Serangan
paralisis nya sering bersifat total dan berlangsung lama. Pemberian kalium
dapat memperburuk keadaan.
 Pemeriksaan Radiologis
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium yang
mengarahkan ke diagnosis tetraparese tipe lower maupun upper motor
neuron, maka diperlukan pemeriksaan radiologi untuk menyingkirkan
penyebab yang lain. Pemeriksaan rontgen thoraco-lumbal juga dapat
membantu menegakkan diagnosis.
4) Melakukan tatalaksana
 Terapi Farmakologi
Tujuan pengobatan adalah mengobati gejala simptom dan memperbaiki
keadaan umum penderita. Pencegahan sebaiknya disesuaikan dengan
faktor pencetusnya, Bila faktor pencetusnya karena gangguan elektrolit,
maka pemberian cairan elektrolit yang sesuai selama serangan dapat
mengurangi gejala. Pengobatan yang dianjurkan adalah pemberian kalium
per oral, jika keadaan berat mungkin dibutuhkan pemberian kalium intra
vena. Penderita mendapat pengobatan pencegahan dengan menghindari
faktor-faktor pencetus dan pemberian preparat kalium peroral.
 Terapi non farmakologi
Rehabilitasi secara komprehensif dengan melakukan fisioterapi yang
dilakukan setelah onset terbukti meningkatkan fungsi saraf motorik dengan
tetraparese
UNIVERSITAS TADULAKO

TUTORIAL

“PARESE”

KELOMPOK 1

Fikriah Amining
N 111 18 056
Amalia Anisa
N 111 18 069
Tirta Kumala Dewi
N 111 18 075
Julianto Rizal T
N 111 18 076

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO

Anda mungkin juga menyukai