Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN PARAPLEGI INFERIOR


DI RUANG G2 RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Oleh :

Khafidul Nilla Adkhaini

P27820823024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PARAPLEGI INFERIOR
DI RUANG G2 RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA

1.1. Definisi
Paraplegia adalah kelumpuhan permanen pada tubuh yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit yang mempengaruhi sumsum tulang belakang. Kondisi ini terlihat dimana
bagian tubuh bagian bawah (ekstremitas bawah) lumpuh. Ini dapat terjadi karena lesi trans
versal di sumsum tulang belakang (Andayani dalam Biswan, 2013)
Cedera tulang belakang (SCI) adalah trauma pada sumsum tulang belakang dan/atau
struktur di sekitarnya yang dapat menyebabkan perubahan sementara atau permanen
pada fungsi motorik, sensorik, dan atau otonom. (Surya Atmadja et al., 2021)

1.2. Etiologi
Penyebab lesi total transversal medula spinalis meliputi :
a. Cedera Medula Spinalis Akibat Kecelakaan, cedera parah pada segmen lumbal sumsum
tulang belakang yang ditandai dengan otot-otot tubuh di bagian yang lumpuh,
ketegangan ototnya menurun dan terkulai. Cedera medula spinalis akan mempengaruhi
fungsi sensorik dan motorik, sehingga terjadi kerusakan pada traktus sensorik-motorik
dan percabangan saraf perifer dari medula spinalis. Akibatnya, penderita paraplegia
kehilangan fungsi motorik dan sensorik di bawah area yang rusak, kehilangan kekuatan
dan menjadi lemah. Pasien dengan paraplegia juga kehilangan kemampuan untuk
mengontrol buang air kecil dan buang air besar atau kontrol kandung kemih dan usus.
b. Kista/Tumor: Siringomielia, Meningioma, Schwannoma, Glioma, Sarkoma. Dantumor
metastase.
c. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis atau herpes zoster
d. Kelainan tulang vertebra: Kolaps tulang belakang yang terjadi
karena pengeroposan tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat, Artritisd
egeneratif (osteoartritis) yang menyebabkan terbentuknya penonjolan tulang yang tidak
beraturan (taji tulang) yang menekan akar saraf, Stenosis spinalis (penyempitan rongga di
sekitar korda spinalis), sering terjadi pada usia lanjut.
e. Hematoma Spinalis (Hardianti, 2020)

1.3. Patofisiologi
Patofisiologi paraplegia secara garis besar melibatkan lesi pada medula spinalis. Lesi ini
dapat timbul akibat proses traumatik seperti spinal cord injury, maupun proses non-traumatik
seperti spondilitis tuberkulosis.
a. Paraplegia Traumatik
Pada spinal cord injury (SCI), terjadi tumbukan traumatik mendadak yang
mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra. Terdapat 4 mekanisme jejas pada SCI, yakni
tumbukan dengan kompresi persisten, tumbukan dengan kompresi transien, distraksi, dan
laserasi atau transeksi.
Mekanisme yang paling sering terjadi adalah tumbukan dengan kompresi persisten,
yang umumnya disebabkan burst fracture dengan serpihan-serpihan tulang yang
mengkompresi medula spinalis, atau fraktur dislokasi. Tumbukan dengan kompresi
transien lebih jarang ditemui, tapi biasanya terjadi pada jejas akibat hiperekstensi.
Sementara itu, distraksi terjadi ketika dua vertebra yang bersebelahan tertarik menjauh,
menyebabkan kolumna spinalis meregang dan robek pada bidang aksial. Sedangkan,
laserasi atau transeksi terjadi akibat peluru, dislokasi berat, atau dislokasi akibat fragmen
tulang tajam.
Semua mekanisme jejas tersebut akan melukai jaras ascending dan descending di
medula spinalis.
b. Paraplegia Non-Traumatik
Paraplegia non-traumatik dapat terjadi akibat kelainan medula spinalis,
seperti stroke spinal atau infark medula spinalis, paraplegia spastik familial, tumor, ataupun
infeksi.
1) Infark Medula Spinalis
Sepertiga posterior medula spinalis mendapat suplai vaskular dari arteri spinal
posterior, sedangkan dua pertiga anterior mendapat suplai dari arteri spinal anterior.
Arteri spinal anterior tidak memiliki banyak sirkulasi kolateral. Hal ini menyebabkan
beberapa segmen, seperti T2-T4 dan arteri Adamkiewicz, rentan terhadap iskemia yang
kemudian mengakibatkan defisit neurologis.
Jejas pada arteri ekstravertebral yang memperdarahi arteri spinalis atau pada aorta
(misalnya akibat aterosklerosis atau diseksi) lebih sering menyebabkan infark medula
spinalis dibandingkan jejas pada arteri spinalis itu sendiri.
2) Paraplegia Spastik Familial (Hereditary Spastic Paraplegia/HSP)
Paraplegia spastik familial (hereditary spastic paraplegia/HSP) menyebabkan
degenerasi ujung-ujung traktus kortikospinalis dalam medula spinalis. Ujung-ujung
serabut saraf terpanjang, yang mempersarafi ekstremitas bawah, jauh lebih terdampak
dibandingkan serabut yang mempersarafi ekstremitas atas. Secara genetik, protein yang
berperan dalam HSP adalah spastin, atlastin-1, dan paraplegin.
3) Tumor Medula Spinalis
Tumor medula spinalis dapat terletak intramedular atau ekstramedular. Tumor
intramedular tersering adalah glioma, khususnya ependimoma dan astrositoma low-
grade. Tumor intramedular menginfiltrasi medula spinalis, menghancurkan parenkim,
meluas ke segmen lain, dan menyebabkan obstruksi aliran cairan serebrospinalis.
Sementara itu, tumor ekstramedular dapat terletak intradural atau ekstradural. Tumor
intradural umumnya jinak dan berupa meningioma atau neurofibroma. Tumor
ekstradural umumnya merupakan metastasis dari paru-paru, payudara, ginjal, tiroid,
sarkoma, atau limfoma. Baik tumor intradural dan ekstradural mengakibatkan gejala
klinis dengan kompresi medula spinalis dan radiks nervus spinalis.
4) Infeksi Medula Spinalis
Infeksi tertentu pada medula spinalis dapat mengakibatkan paraplegia, baik melalui
mekanisme kompresif maupun non-kompresif. Umumnya kompresi disebabkan
penyakit Pott atau tuberkulosis tulang. Sedangkan, etiologi non-kompresif adalah
myelitis transversa akibat infeksi HIV, tuberkulosis, dan sifilis (Krisandryka, 2023).

1.4. Pathway
(Terlampir)

1.5. Manifestasi Klinis


Gejala-gejala umum dari paraplegia adalah:
a. Kehilangan kemampuan untuk bergerak
b. Kehilangan sensasi, termasuk kemampuan untuk merasakan panas, dingin, dan sentuhan
c. Kehilangan kendali untuk buang air kecil
d. Kehilangan kendali untuk buang air besar
e. Kehilangan fungsi motor
f. Aktivitas refleks yang berlebihan atau kejang
g. Perubahan fungsi seksual, sensitivitas seksual dan kesuburan
h. Rasa sakit atau sensasi menyengat yang disebabkan kerusakan pada serabut saraf di
tulang belakang
i. Kesulitan bernapas, batuk, atau membersihkan sekresi dari paru-paru
j. Masalah kulit

1.6.Komplikasi
Berbagai masalah kesehatan yang dapat muncul diantaranya yaitu:
a. Infeksi saluran kencing kronis
b. Batu ginjal
c. Kejang otot
d. Rasa sakit ketika duduk
e. terlalu lama dengan posisi yang sama
f. Perubahan suhu tubuh yang ekstrem
Pada tingkat cedera tubuh yang lebih parah, penderita juga dapat mengalami
hiperrefleksia, yang juga dikenal sebagai disrefleksia otonom. Kondisi ini dapat dipicu
oleh beberapa faktor,seperti pembengkakan kandung kemih, usus, atau rasa sakit secara
keseluruhan. Gejala kondisi ini antara lain peningkatan suhu tubuh, keringat berlebih,
peningkatan tekanan darah, sakit kepala, penurunan denyut nadi, dan pingsan.

1.7. Pemeriksaan diagnostic


Menurut (Ramli Yetty, 2015)pemeriksaan penunjang pada cedera medulla spinalis yaitu :
a. CT Scan
CT scan vertebra diketahui lebih sensitif dalam mendeteksi fraktur vertebra
dibandingkan radiografi vertebra biasa.
b. MRI
MRI terapi diagnostik untuk mendeteksi ada tidaknya cedera medula spinalis tetapi
kurang sensitif dalam mendeteksi ada tidaknya fraktur vertebra jika dengan CT scan.
1.8. Penatalaksanaan
Menurut Susilo (2019) prinsip penatalaksanaan adalah:
a. Segera dilakukan immobilisasi
b. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan
collar servical, atau dengan bantalan pasir
c. Mencegah progresivitas gangguan medulla spinalis, misalnya dengan pemberian
oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT
d. Terapi pengobatan: kortikosteroid (mengontrol edema), antihipertensi (mengontrol
tekanan darah akibat autonomic hyperrefleksia akut), kolinergik (menurunkan
aktivitas bladder), antidepresan (meningkatkan tonus leher bladder), antihistamin
(menstimulus beta-reseptor dari bladder dan uretra), agen antiulcer seperti
ranitidine, pelunak feses seperti docusate sodium.
e. Tindakan operasi
f. Rehabilisasi untuk mencegah komplikasi
Pathway

Trauma, factor infeksi, tumor, atau neoplasma

Kerusakan medulla spinalis

Lesi mendesak medulla spinalis

Kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian


tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi

Spasme otot paravertebralis,


iritasi serabut saraf Kerusakan T1-T12 Kerusakan lumbal 2-5 Kerusakan S3-S5

Perasaan nyeri, Kehilangan intervensi Paraplegi Gangguan fungsi rectum


ketidaknyamanan otot intercostal paralisis dan vecika urinaria

Batuk Penurunan fungsi


Nyeri akut Kontipasi
pergerakan sendi
Bersihan jalan napas
tidak efektif Retensi urine
Gangguan
mobilitas fisik

Sumber : (Zildahani, 2022)


ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA KLIEN DENGAN PARAPLEGI INFERIOR
DI RUANG G2 RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA

2.1. Pengkajian
1. Identitas
Mencakup: nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, suku bangsa, tempat lahir, dan lain-lain. Kondisi ini lebih banyak ditemukan
pada pasien berusia di antara 16-30 tahun. Selain itu, orang-orang berusia lanjut di atas 65
tahun juga lebih rentan mengalami kondisi ini karena keseimbangan tubuh yang menurun,
atau kondisi tulang belakang yang mengalami degenerasi. Berdasarkan jenis kelamin
kondisi ini lebih banyak terjadi pada pasien berjenis kelamin laki-laki dibanding dengan
pasien perempuan dan lebih berisiko tinggi pada orang yang memiliki aktivitas, seperti
olahraga ekstrem, balap motor, mobil, menyelam, paralayang, dan sebagainya yang lebih
mudah mengalami kecelakaan seperti terjatuh dan cedera (Upahita, 2022)
2. Riwayat Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas bawah, inkontinensia
defekasi dan berkemih.
3. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya terjadi riwayat trauma, pengkajian yang didapat meliputi hilangnya
sensibilitas, paralisis, ieus paralitik, retensi urin, hilangnya reflex.
2) Riwayat penyakit dahulu.
Adanya riwayat infeksi, tumor, cedera tulang belakang, diabetes melitus,
jantung, anemia, obat antikoagulan, alcohol.
3) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya generasi dahulu yang menderita hipertensi atau diabetes melitus.
4. Pola-Pola Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Biasanya pasien sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
(bervariasi)
2) Pola nutrisi dan metabolism
Biasanaya mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
3) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontiensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi abdomen,
peristaltic usus hilang, melena, emisis berwarna seperti koping tanah/hematemesis.
4) Pola tidur dan istirahat
Biasanya terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal)
pada/dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi
saraf). Karena kerusakan neuromuscular maka klien akan menalami nyeri sehingga
mengalami perubahan pola tidur atau disebabkan kurangnya informasi mengenai
penyakit yang dialami mengakibatkan klien mengalami ansietas dan meningkatkan
resiko terganggunya pola tidur
5) Pola aktivitas
Karena adanya kerusakan neuromuskular yang mengakibatkan penurunan motoric
ekstermitas bawah, maka besar kemungkinan klien mengalami penurunan aktivitas
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya tidak memiliki masalah atau gangguan komunikasi dengan orang lain
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien menyangkal, tidak percaya, sedih, marah, takut, cemas, gelisah,
menarik diri,
8) Pola sensori dan kognitif
Karena adanya kerusakan neuromuskular yang mengakibatkan penurunan motoric
ekstermitas bawah, maka besar kemungkinan klien mengalami gangguan mobilitas
fisik dan penurunan rentang gerak. Pasien biasanya mengalami nyeri/nyeri tekan otot,
hiperestesia tepat diatas daerah trauma, mengalami deformitas, postur, nyeri tekan
vertebral.
9) Pola reproduksi seksual
Biasanya pasien mengalami ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak
teratur
10) Pola penanggulangan stress
Bagaimana penanganan stress yang dialami klien, biasanya pasien mengalami ansietas
atas keadaan yang dialami
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana pola tata nilai kepercayaan yang dianut oleh klien
5. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : keadaan yang sering muncul adalah kelemahan fisik
2) Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran pada penderita biasanya adalah composmentis
3) TTV: biasanya mengalami hipotensi, bradikardi
a. Pernapasan (B1/Breathing)
Napas pendek, dangkal, pasien sulit bernafas., periode apnea, terdapat suara
napas tambahan rongki, pucat, sianosis.
a. Cardiovaskuler (B2/Bleeding)
Pasien biasanya mengalami jantung berdebar-debar, pusing saat melakukan
perubahan posis atau bergerak, hipotensi, hipotensi postural, bradikardi,
ekstremitas dingin dan pucat, suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil
dalam suhu kamar).
b. Persyarafan (B3/Brain)
Biasanya pasien mengalami kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan/kaki.
paralisis flasid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada
area spinal yang sakit, mengalami kelemahan, kelumpuhan (kejang dapat
berkembang saat terjadi perubahan pada saat syok spinal. Kehilangan sensasi
(derajat bervariasi dapat kembali normal setelah syok spinal sembuh). Kehilangan
tonus otot/vasomotor. Kehilangan reflek/reflek asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal.
c. Perkemihan-Eliminasi Urin (B4/Bladder)
Pasien mengalami retensi urine
d. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5/Bowel)
Pasien biasanya mengalami inkontiensia alvi, distensi abdomen , peristaltic usus
hilang, melena, emisis berwarna seperti koping tanah/hematemesis.
e. Tulang-Otot-Integumen (B6/Bone)
Terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada
bawahlesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresisaraf).

2.2.Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan untuk pasien dengan paraplegia inferior
menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
a. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular,
b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
c. Resiko gangguan integritas kulit b.d penurunan imobilitas
d. Retensi urine b.d disfungsi neurologis
e. Konstipasi b.d ketidakadekuatan toileting

2.3.Intervensi Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular d.d. mengeluh sulit menggerakkan
ekstermitas bawah, kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ganguan mobilitas fisik
berkurang dengan kriteria hasil (SLKI, L.05042):
a. Pergerakan ekstermitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Kaku sendi menurun
Dukungan mobilisasi (I.05173)
Observasi
1) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
2) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
3) Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
2) Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2) Anjurkan melakukan ambulasi dini
3) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap
protektif (SDKI, D.0077)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil (SLKI, L.08066):
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun
c. Sikap protektif menurun
d. Gelisah menurun
Manajemen nyeri (SIKI, I.08238)
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
Teraupetik :
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemeberian analgetik, jika perlu

2.4.Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan
kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Perawat melaksanakan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
keperawatan dan respon klien terhadap tindakan tersebut (Anggarini, 2018)

2.5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan dengan menggunakan pendekatan SOAP
(Asmadi, 2019).
a. S (Subyektif) : data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien setelah dilakukan
tindakan.
b. O (Obyektif) : data berdasarkan hasil pengukuran (observasi langsung kepeda pasien dan
yang dirasakan pasien setelah melakukan tindakan).
c. A (Analisis) : masalah keperawatan yang terjadi jika terjadi perubahan status klien dalam
sata subyektif dan obyektif.
d. P (Planning) : perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan atau dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

Hardianti, D. (2020). Paraplegia. Retrieved from https://www.academia.edu/34710783/


LP_PARAPLEGIA

Krisandryka. (2023). Paraplegia . Retrieved from Alomedika : https://www.alomedika.com


/penyakit/neurologi/paraplegia/penatalaksanaan

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuaan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakartaa Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Upahita, D. (2022). Paraplegia . Retrieved from HalloSehat : https://hellosehat.com/saraf/saraf-


lainnya/paraplegia/#diagnosis-pengobatan

Zildahani, E. F. (2022). Asuhan Keperawatan Ny.S Yang Mengalami Paraplegia Inferior di


Gedung Gardenia Lantai 5 RSUD Tarakan Jakarta Pusat. Retrieved from Repositoty
Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta I:
https://library.poltekkesjakarta1.ac.id/repository/index.php?p=show_detail&id=2463&ke
ywords=
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny.S DENGAN PARAPLEGI INFERIOR

Nama Mahasiswa : Khafidul Nilla Adkhaini


Ruangan : Ruang G2
Tanggal Pengkajian : 05 Oktober 2023 (Jam: 05.00)
Tanggal MRS : 27 September 2023 (Jam: 18.30)
Diagnosa Medis : Osseous Stenosis of neural canal, thoracic region

A. Pengkajian
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.S No Reg : 7355xx
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SD
Alamat : Tuban
Alamat dirawat : Ruang G2, RSPAL Dr. Ramelan Surabaya

II. Keluhan Utama


Pasien mengeluh nyeri pada punggung (luka post operasi laminectomi)
Keluhan nyeri:
P : nyeri timbul karena adanya luka operasi, pasien post operasi Laminectomy H-2
Q : nyeri cekot-cekot
R : nyeri terasa pada punggung (luka operasi) dan menyebar ke perut
S : skala nyeri 4
T : nyeri terasa terus menerus

III. Riwayat Keluhan Utama


1. Upaya yang telah dilakukan: keluarga pasien mengatakan pasien sudah dibawa ke dokter
praktik dan dilakukan terapi sebanyak 4x terapi, karena keadaan semakin memburuk pasien
dibawa ke rumah sakit Medika Mulya. Pasien diarahkan untuk melakukan pemeriksaan
MRI di RSPAL dr. Ramelan Surabaya.
2. Terapi / operasi yang pernah dilakukan: pasien pernah menjalani operasi kanker payudara
pada tahun 2016, dan pernah operasi ambeien bulan juni kemarin. Pasien pernah jatuh dari
sepeda pada tahun 2013. Selama mengalami kanker payudara, pasien menjalani kemoterapi
rutin selama 3 tahun dari tahun 2016-2019 dan berhenti kemo karena pandemi hingga
sekarang. Pasien menjalani terapi yang dianjurkan oleh dokter praktik selama 2 minggu
terakhir karena adanya hasil pemeriksaan saraf terjepit.
IV. Riwayat Keperawatan (Nursing History) :
1. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengeluh nyeri pada punggung dan dilakukan pemeriksaan ke dokter praktik dan
didapatkan hasil foto rongsen saraf terjepit. Dari dokter praktik disarankan untuk
melakukan terapi seminggu 2x. Pada terapi pertama, pasien masih dapat berjalan. Pada
terapi kedua kekuatan otot kedua kaki mulai melemah. Pada terapi ketiga, kedua kaki mulai
tidak dapat digerakkan dan tiba-tiba tidak dapat merasakan namun pasien masih dapat
berdiri. Pasien jatuh dikamar mandi sebanyak 2x. Pada terapi yang keempat, tubuh semakin
melemah. Pasien seharusnya mendapatkan 6x terapi, namun berhenti di terapi keempat
karena kondisi yang semakin melemah. Hari ketiga setelah terapi keempat, pasien
mengeluh tidak dapat BAK. Pasien dibawa kerumah sakit Medika Mulya di Tuban dan
dilakukan pemasangan kateter urine sehingga dapat BAK kembali, pasien diarahkan untuk
melakukan pemeriksaan MRI. Karena tidak tersedianya pemeriksaan MRI di Tuban, pada
tanggal 27 September 2023 pukul 08.00 pasien datang ke RSPAL dr. Ramelan untuk
melakukan pemeriksaan MRI. Sambil menunggu hasil pemeriksaan, kondisi pasien
semakin melemah, pasien mengeluh kesakitan dan lemas. Keluarga tidak berani membawa
pulang sehingga dibawa ke IGD RSPAL Dr. Ramelan Surabaya sekitar pukul 18.30.
Selama di IGD pasien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, ekg, pengambilan darah,
dan dipasang infus, pasien sudah terpasang selang kateter dari rumah. Pasien tiba di rungan
G2 pada pukul 22.00.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat kolesterol, asam urat, ambeien, dan kanker payudara.
3. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat sakit yang sama
dengan pasien.
4. Riwayat kesehatan lingkungan
Pasien mengatakan lingkungan rumah bersih, terdapat ventilasi, dan jauh dari tempat
industri. Pasien memiliki toko sembako di rumah dan terbiasa mengangkat barang-barang
berat. di rumah
5. Alat bantu yang dipakai
Pasien mengatakan tidak menggunakan alat bantu jalan apapun, saat mengalami
kelemahan otot kaki pasien meminta bantuan keluarga untuk beraktivitas. Pasien tidak
memakai gigi palsu dan alat bantu dengar. Pasien memakai kacamata ketika membaca saja.

V. Pola-Pola Kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Sebelum sakit, pasien tidak menjalankan diet apapun. Pasien selalu melakukan
pemeriksaan kesehatan ke klinik dokter terdekat. Ketika di rumah pasien tidak pernah
peduli dengan kesehatannya dan selalu melakukan kebiasaan sehari-hari dengan
mengangkat barang-barang berat. Pasien mengatakan, suami pasien perokok aktif.
Saat sakit pasien merasa cemas dengan keadaannya. Pasien berharap dan optimis dapat
kembali normal
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit pasien selalu makan buah dan sayur. Tidak ada diet yang dijalankan.
Saat sakit pasien selalu makan makanan dari rumah sakit, pasien makan hanya setengah
porsi saja. Nafsu makan masih ada. Keluarga pasien mengatakan pasien selalu minum
banyak ± 1,5 liter. Tidak ada mual muntah.
3. Pola eliminasi
Sebelum ke rumah sakit, pasien mengalami kesulitan BAK (setelah melakukan terapi ke-
4) sehingga dipasang kateter urine. BAB pasien tidak terkontrol/tidak terasa, pasien BAB
4-5x sehari, sedikit-sedikit.
Saat di rumah sakit pasien sudah memakai kateter urine dan memakai pampers. Pasien
mengatakan sebelumnya tidak dapat mengeluarkan urine sehingga diapasang kateter urine.
Produksi urin banyak dan berwarna kuning jernih. Sebelum operasi pasien BAB 4-5x
sehari atau BAB tidak terkontrol. Setelah operasi pasien belum BAB sama sekali.
4. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit pasien mengatakan dapat istirahat sekitar 6-7 jam sehari
Saat sakit pasien mengatakan mengalami kesulitan tidur karena nyeri yang dirasakannya
dan tidak dapat mobilisasi dengan nyaman.
5. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit, pasien sangat aktif mengikuti kegiatan sosial.
Saat sakit sebelum operasi pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan sedikit bantuan
dan setelah operasi pasien selalu tirah baring dan belum dianjurkan duduk. Pasien kesulitan
mobilisasi miring kanan dan kiri. Mobilisasi dengan bantuan.
6. Pola hubungan dan peran
Sebelum sakit pasien dapat berinteraksi baik dengan keluarga, tetangga, dan mengikuti
kegiatan sosial
Saat sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarga baik. Pasien dapat berkomunikasi
dengan baik pada keluarga maupun petugas kesehatan. Keluarga pasien selalu menjaga
pasien dan mengajaknya berbicara.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit: pasien dapat bersosialisasi dengan baik dan selaalu merasa dihargai
Saat sakit: pasien dapat menerima sakitnya, pasien selalu merasa percaya diri dan selalu
dihargai. Pasien selalu berpikir positif bahwa sakitnya dapat sembuh dan dapat kembali
normal.
8. Pola sensori dan kognitif
Sebelum sakit: pasien tidak memiliki gangguan dengan pola kognitifnya, pasien dapat
mengambil keputusan dengan baik
Saat sakit: Daya ingat pasien masih bagus, dapat diajak komunikasi dengan baik. Pasien
kooperatif, respon tidak ngelantur. Tidak ada gangguan pada penglihatan, penciuman, dan
pendengaran pasien. Pasien dapat menggerakkan ekstremitas atas, namun pasien tidak
dapat merasakan ataupun menggerakkan anggota gerak bagian bawah. Pasien mengalami
kesulitan untuk menggerakkan punggung miring ke kanan dan kiri. Pasien tampak meringis
menahan sakit dan terlihat memegangi bagian yang terasa sakit. Pasien mengatakan nyeri
menyebar pada daerah perut.
9. Pola reproduksi dan seksual
Sebelum sakit: pasien mengatakan hubungan seksual baik dan tidak ada masalah dengan
kesehatan reproduksinya.
Saat sakit: pasien mengalami kelemahan fisik dan berusia lanjut. Pasien sudah tidak pernah
melakukaan hubungan seksual.
10. Pola penanggulangan stress
Sebelum sakit: Pasien mengatakan jika stress atau terdapat masalah selalu bercerita dengan
suaminya. Selalu berdoa dan berdzikir setiap ada masalah atau keadaan yang
memberatkannya.
Saat sakit: Pasien tampak gelisah karena nyeri dan keterbatasan gerak yang dialaminya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit: pasien beragam islam dan rutin melaksanakan ibadah
Saat sakit: pasien mengalami kelemahan otot pada anggota tubuh bagian bawah. Pasien
sudah tidak pernah menjalankan ibadah
VI. Pengkajian Fisik
1. Keadaan umum : lemah, GCS : 4,5,6, kesadaran : composmentis
2. Tanda-tanda vital :
- Spo2 : 98% (napas spontan)
- N : 88 x/menit
- TD : 114/71 mmHg
- RR : 20 x/menit
- S : 36,2 C
- Tinggi badan : 152 cm
- Berat badan : 50 kg
3. Body system :
a. Pernapasan (B1/Breathing)
Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada retraksi dada, tidak ada dyspnea, tidak
ada syanosis, batuk, maupun sputum. Tidak ada suara napas tambahan, bentuk dada
simetris, pola napas normal.
b. Cardiovaskuler (B2/Bleeding)
Tidak ada nyeri dada, suara jantung normal, tidak ada edema pada ektremitas atas
maupun bawah, CRT < 3 detik, tidak ada perdarahan, turgor kulit normal, akral hangat,
tidak ada sianosis, konjungtiva tidak anemis.
c. Persyarafan (B3/Brain)
Kesadaran pasien composmentis, GCS 4,5,6, sclera putih, tidak ada pembesaran pada
vene jugularis maupun kelenjar tiroid. Sistem pendengaran, penciuman, penglihatan,
pengecapan, dan peraba normal. Pasien mengalami kelemahan otot dan tidak dapat
merasakan sentuhan pada anggota tubuh bagian bawah.
d. Perkemihan-Eliminasi Urin (B4/Bladder)
Pasien terpasang kateter urine ukuran 16, produksi urine sedang, berwarna kuning
jernih, bau khas. Produksi urine 1400cc/hari.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5/Bowel)
Mulut bersih, tidak ada sariawan, terdapat gigi berlubang. Tidak ada sakit tenggorokan.
Tidak ada kembung, suara bising usus 24x/menit. Pasien belum BAB sejak post
operasi.
f. Tulang-Otot-Integumen (B6/Bone)
Mobilisasi pasien dibantu, integritas kulit baik, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak pucat.
terdapat luka operasi Laminectomy pada punggung, luka operasi tertutup kasa, tidak
ada perdarahan. Pasien terpasang drain dengan produksi 60cc darah.Turgor kulit
elastis, akral hangat, tidak terdapat edema, pasien mengeluh nyeri pada punggung dan
menyebar ke daerah perut. Anggota tubuh bagian bawah tidak dapat digerakkan dan
tidak dapat merasakan apa-apa. Pasien kesulitan mobilisasi miring kanan dan kiri
karena nyeri pada punggung. Pasien dapat menggerakkan kedua ekstremitas atas.
Pasien terpasang infus RL ditangan kanan.
Kekuatan otot :

5 5

0 0

VII. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hasil pemeriksaan Laboratorium (tanggal 03 Oktober 2023 pukul : 16.50)
Pemeriksaan Hasil Satuan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Leukosit 9,58 103/µL 4,00-10,00
Hitung jenis leukosit :
 Eosinofil # 0,04 103/µL 0,02-0,50
 Eosinofil % L 0,40 % 0,5-5,0
 Basofil # 0,01 103/µL 0,00-0,10
 Basofil % 0,1 % 0,0-1,0
 Neutrofil # H 8,35 103/µL 2,00-7,00
 Neutrofil % H 87,30 % 50,0-70,0
 Limfosit # 0,96 103/µL 0,80-4,00
 Limfosit % L 10,00 % 20,0-40,0
 Monosit # 0,22 103/µL 0,12-1,20
 Monosit % L 2,20 % 3,0-12,0
IMG# H 0,100 103/µL 0,01-0,04
IMG% H 1,000 % 0,16-0,62
Hemoglobin L 7,30 g/dL 13-17
Hematokrit L 22,70 % 40,0-54,0
Eritrosit L 2,71 106/µL 4,00-5,50
 MCV 83,7 Fmol/cell 80-100
 MCH 27,1 P9 26-34
 MCHC 32,3 g/dL 32-36
RDW_CV 15,0 % 11,0-16,0
RDW_SD 45,1 fL 35,0-56,0
Trombosit 208,00 103/µL 150-450
 MPV 10,5 fL 6,5-12,0
 PDW 16,2 % 15-17
 PCT H 2,190 103/µL 0,108-0,282
P-LCC 59,0 103/µL 30-90
P-LCR 28,3 % 11,0-45,0

b. Hasil pemeriksaan Laboratorium (tanggal 04 Oktober 2023 pukul : 11.33)


Pemeriksaan Hasil Satuan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Leukosit H 11,70 103/µL 4,00-10,00
Hitung jenis leukosit :
 Eosinofil # 0,08 103/µL 0,02-0,50
 Eosinofil % 0,70 % 0,5-5,0
 Basofil # 0,02 103/µL 0,00-0,10
 Basofil % 0,2 % 0,0-1,0
 Neutrofil # H 9,23 103/µL 2,00-7,00
 Neutrofil % H 78,90 % 50,0-70,0
 Limfosit # 1,69 103/µL 0,80-4,00
 Limfosit % L 14,40 % 20,0-40,0
 Monosit # 0,68 103/µL 0,12-1,20
 Monosit % 5,80 % 3,0-12,0
IMG# 0,040 103/µL 0,01-0,04
IMG% 0,300 % 0,16-0,62
Hemoglobin L 9,90 g/dL 13-17
Hematokrit L 29,10 % 40,0-54,0
Eritrosit L 3,40 106/µL 4,00-5,50
 MCV 85,7 Fmol/cell 80-100
 MCH 29,1 P9 26-34
 MCHC 33,9 g/dL 32-36
RDW_CV 15,4 % 11,0-16,0
RDW_SD 49,3 fL 35,0-56,0
Trombosit 167,00 103/µL 150-450
 MPV 11,6 fL 6,5-12,0
 PDW 16,8 % 15-17
 PCT 0,194 103/µL 0,108-0,282
P-LCC 61,0 103/µL 30-90
P-LCR 36,4 % 11,0-45,0

2. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi (Tanggal 04 Oktober 2023 pukul 10.25)
Hasil pemeriksaan foto thoracolumbal AP/Lat:
 Tampak terpasang pedicle screw setinggi posterior corp vert Th 9- L1
 Tampak kompresi corp vert Th 11
 Trabekulasi tulang normal
 Lipping process pd bbrp corp vert thoracal & lumbal
 Pedikal normal
 Diskus Th 10-11 menyempit
Kesimpulan :
 Terpasang internal fiksasi setinggi posterior corp vert Th 9-L 1
 Kompresi corp vert Th 11
 Spondylosis Thoracolumbalis
 Diskus Th 10-11 menyempit

3.Hasil Tindakan Operasi


Temuan operasi : Secondary malignant of V Th 11
Tindakan : Incisi diperdalam lapis demi lapis, buat flap ke lateral hingga facet
exposed. Dilakukan Posterior Lumbal Fusi dengan 8 buah pedicle screw+Rod+crosslink.
Dilanjutkan dekompresi laminectomi Th11 hingga dura exposed. Debulking massa tumor.
Ambil specimen kirim ke PA. Durante op didapatkan spinalcord yang oedema dan concussi
diputuskan release dan preservasi spinal cord. Cuci luka operasi dengan Nacl 0,9 hingga
bersih, rawat perdarahan, pasang drain. Luka operasi dijahit lapis demi lapis. Kulit dijahit
continous subcuticuler. Pendarahan selama operasi 500cc.

VIII. Therapi yang sedang berjalan


1. Interuksi dr.Rady Dwipayana Sp.OT
a. Infus RL 21 tetes/menit
b. Inj Ampicilin Sulbactam 4x1,5 gram (iv)
c. Drip Peinloss 4x800 mg (iv)
d. Drip Lansoprazole 1x1 vial
e. Inj Methycobal 2x500 mcg (iv)
B. Analisa Data
Pengelompokan Data Kemungkinan Penyebab Masalah

DS: Efek pencedera fisik


1. Pasien mengeluh nyeri pada Nyeri Akut
punggung (luka post operasi Pasien post operasi (D.0077)
laminectomi) (Dekompresi Laminectomy)
Keluhan nyeri:
P : nyeri timbul karena adanya luka Pasien merasakan nyeri
operasi, pasien post operasi
Laminectomy H-2
Q : nyeri cekot-cekot
R : nyeri terasa pada punggung
(luka operasi) dan menyebar ke perut
S : skala nyeri 4
T : nyeri terasa terus menerus

DO:
1. Pasien tampak meringis menahan
sakit dan terlihat memegangi bagian
yang terasa sakit.Pasien tampak
gelisah
2. Pasien mengalami kesulitan untuk
menggerakkan punggung miring ke
kanan dan kiri
3. TD : 114/71 mmHg, Nadi 88 x/menit
DS: Adanya riwayat ca mamae Gangguan Mobilitas
1. Pasien dapat menggerakkan Fisik (D.0054)
Kerusakan medulla spinalis
ekstremitas atas, namun pasien tidak
dapat merasakan ataupun
Lesi mendesak medulla
menggerakkan anggota gerak bagian spinalis
bawah.
2. Pasien mengalami kesulitan untuk Kerusakan lumbal 2-5
menggerakkan punggung miring ke
kanan dan kiri.
Gangguan neuromuscular
3. Pasien mengatakan nyeri menyebar
pada daerah perut. Pasien mengeluh
Paraplegi inferior
nyeri saat bergerak
DO:
4. Pasien tampak lemah Gangguan mobilitas fisik
5. Pasien terlihat kesulitan mobilisasi
miring kanan dan kiri karena nyeri
pada punggung.
6. Terdapat luka operasi Laminectomy
pada punggung,
7. Pasien mengalami kelemahan otot
dan tidak dapat merasakan sentuhan
pada anggota tubuh bagian bawah
8. Kekuatan otot :

5 5

0 0

C. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Ditemukan masalah Masalah teratasi

Tanggal Paraf Tanggal Paraf

1. Nyeri akut b.d agen 05/10/2023 08/10/2023


pencedera fisik (post op
Laminectomy) d.d pasien
mengeluh nyeri, tampak
meringis, dan tampak
gelisah (D.0077)

2. Gangguan Mobilitas Fisik 05/10/2023 08/10/2023


b.d gangguan neuromuscular
d.d ketidakmampuan
menggerakkan anggota
tubuh bagian bawah dan
mengeluh kesulitan
mobilisasi miring kanan dan
kiri (D.0054)
D. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan Rasionalisasi
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen Tujuan : Manajemen Nyeri (1.08238) 1. Untuk mengetahui kualitas nyeri yang
pencedera fisik (post Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dialami pasien
op spinal stenosis) d.d selama 4x 24 jam diharapkan tingkat kualitas, intensitas, dan skala nyeri 2. Mengetahui tingkat nyeri yang
pasien mengeluh nyeri, nyeri menurun (L.08066) 2. Identifikasi respons non verbal nyeri dirasakan pasien melalui respon non
tampak meringis, dan Kriteria hasil: 3. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi verbal
tampak gelisah 1. Keluhan nyeri menurun nyeri 3. Untuk membantu mengurangi rasa nyeri
(D.0077) 2. Meringis menurun 4. Kolaborasi pemberian analgetik tanpa bantuan farmakologi
3. Kesulitan tidur menurun 4. Membantu mengurangi nyeri dengan
4. Gelisah menurun bantuan obat
5. Tekanan darah membaik (120-
140/70-80 mmHg)
2. Gangguan Mobilitas Tujuan : Dukungan mobilisasi (1.5173) 1. Untuk mengetahui hambatan saat
Fisik b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya nyeri/keluhan fisik lainnya pelaksanaan mobilisasi
neuromuscular d.d selama 4x24 jam diharapkan mobilitas 2. Monitor kondisi umum selama melakukan 2. Untuk mengobservasi kondisi umum
mengeluh kesulitan fisik meningkat (L.05042) mobilisasi selama dilakukan mobilisasi
mobilisasi miring Kriteria hasil: 3. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 3. Meningkatkan pengetahuan pasien
kanan dan kiri karena 1) Nyeri menurun 4. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan pentingnya mobilisasi
nyeri pada punggung 2) Gerakan terbatas menurun 4. Membantu pasien meningkatkan
(D.0054) 3) Kelemahan fisik menurun pergerakan dan menegurangi risiko
4) Kekuatan otot meningkat akibat kurangnya pergerakan
E. Pelaksanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tanggal/ Tindakan Keperawatan Tanda
Jam Tangan
I. Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen 05/10/2023 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera fisik (post (05.00) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan
op Laminectomy) skala nyeri
d.d pasien mengeluh Respon pasien : Pasien mengeluh nyeri
nyeri, tampak pada punggung (luka post operasi
meringis, dan laminectomi)
tampak gelisah Keluhan nyeri:
(D.0077) P : nyeri timbul karena adanya luka
operasi, pasien post operasi Laminectomy
H-2
Q : nyeri cekot-cekot
R : nyeri terasa pada punggung (luka
operasi) dan menyebar ke perut
S : skala nyeri 4
T : nyeri terasa terus menerus
2. Mengidentifikasi respons non verbal
(05.10) nyeri
Respon pasien : pasien terlihat meringis
dan memegangi daerah yang terasa
nyeri. Pasien terlihat gelisah dengan
kondisinya
3. Memberikan teknik nonfarmakologis
(05.20) untuk mengurangi nyeri dengan
melakukan relaksasi napas dalam
Respon pasien : pasien kooperatif dan
dapat melakukannya dengan baik
4. Melakukan kolaborasi pemberian
analgetik
(05.30)
Respon pasien : pasien mendapatkan Inj
Ampicilin Sulbactam 4x1,5 gram (iv),
injeksi Drip Peinloss 4x 800 mg (iv), dan
Drip Lansoprazole 1x1 (iv), Inj
Methychobal 2x500 mcg (iv)

Gangguan Mobilitas 05/10/2023 1. Mengidentifikasi adanya nyeri/keluhan


Fisik b.d gangguan (05.00) fisik lainnya
neuromuscular d.d Respon pasien : Pasien kesulitan
ketidakmampuan mobilisasi miring kanan dan kiri karena
menggerakkan nyeri pada punggung (luka operasi) dan
anggota tubuh kelemahan pada anggota tubuh bawah
bagian bawah dan 2. Memonitor kondisi umum selama
mengeluh kesulitan (05.15) melakukan mobilisasi
mobilisasi miring Respon pasien : pasien terlihat lemah
kanan dan kiri dan mengeluh nyeri ketika bergerak.
(D.0054) Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 93
x/menit, RR: 20x/menit,
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur
(05.18) mobilisasi untuk melatih pergerakan dan
mencegah terjadinya luka
tekan/decubitus
Respon pasien : pasien kooperatif dan
memahami dengan baik
4. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang
(05.40) harus dilakukan
Respon pasien : pasien kooperatif dan
berusaha melakukan mobilisasi seperti
melakukan pergerakan miring ke kanan
dan kiri. Melatih pergerakan ektremitas
atas dan bawah. Pasien mobilisasi
dengan TLSO
F. Evaluasi Keperawatan
Hari Ke-1
Tanggal Diagnosa Evaluasi Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf
Keperawatan
05/10/2023 Nyeri akut b.d agen S: Pasien mengeluh nyeri pada punggung/ luka bekas
pencedera fisik operasi, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 93 x/menit,
(post op RR: 20x/menit,
Laminectomy) d.d Keluhan nyeri:
pasien mengeluh P : nyeri timbul karena adanya luka operasi, pasien
nyeri, tampak post operasi Laminectomy H-2
meringis, dan Q : nyeri cekot-cekot
tampak gelisah R : nyeri terasa pada punggung (luka operasi) dan
(D.0077) menyebar ke perut
S : skala nyeri 4
T : nyeri terasa terus menerus

O : pasien terlihat meringis dan memegangi daerah


yang terasa nyeri

A: tingkat nyeri belum menurun, masalah belum


teratasi

P: Intervesi dilanjutkan 1,2,3,4

Pasien terpasaang drain dan kateter dengan produksi


drain 60cc darah dan urine 1400 cc/24 jam

05/10/2023 Gangguan S: pasien mengatakan kesulitan mobilisasi miring kanan


Mobilitas Fisik b.d dan kiri karena nyeri pada punggung (luka operasi) dan
gangguan kelemahan pada anggota tubuh bawah
neuromuscular d.d
O: pasien terlihat lemah dan mengeluh nyeri ketika
ketidakmampuan
melakukan mobilisasi seperti melakukan pergerakan
menggerakkan
miring ke kanan dan kiri. Kekuatan otot :
anggota tubuh
bagian bawah dan 5 5
mengeluh kesulitan
mobilisasi miring 0 0

kanan dan kiri


(D.0054) A: mobilitas fisik belum meningkat, masalah belum
teratasi

P: Intervesi dilanjutkan, 1,2,3,4


Pasien imobilisi dengan TLSO dan disarankan memakai
kasur angina

Anda mungkin juga menyukai