Oleh :
P27820823024
1.1. Definisi
Paraplegia adalah kelumpuhan permanen pada tubuh yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit yang mempengaruhi sumsum tulang belakang. Kondisi ini terlihat dimana
bagian tubuh bagian bawah (ekstremitas bawah) lumpuh. Ini dapat terjadi karena lesi trans
versal di sumsum tulang belakang (Andayani dalam Biswan, 2013)
Cedera tulang belakang (SCI) adalah trauma pada sumsum tulang belakang dan/atau
struktur di sekitarnya yang dapat menyebabkan perubahan sementara atau permanen
pada fungsi motorik, sensorik, dan atau otonom. (Surya Atmadja et al., 2021)
1.2. Etiologi
Penyebab lesi total transversal medula spinalis meliputi :
a. Cedera Medula Spinalis Akibat Kecelakaan, cedera parah pada segmen lumbal sumsum
tulang belakang yang ditandai dengan otot-otot tubuh di bagian yang lumpuh,
ketegangan ototnya menurun dan terkulai. Cedera medula spinalis akan mempengaruhi
fungsi sensorik dan motorik, sehingga terjadi kerusakan pada traktus sensorik-motorik
dan percabangan saraf perifer dari medula spinalis. Akibatnya, penderita paraplegia
kehilangan fungsi motorik dan sensorik di bawah area yang rusak, kehilangan kekuatan
dan menjadi lemah. Pasien dengan paraplegia juga kehilangan kemampuan untuk
mengontrol buang air kecil dan buang air besar atau kontrol kandung kemih dan usus.
b. Kista/Tumor: Siringomielia, Meningioma, Schwannoma, Glioma, Sarkoma. Dantumor
metastase.
c. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis atau herpes zoster
d. Kelainan tulang vertebra: Kolaps tulang belakang yang terjadi
karena pengeroposan tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat, Artritisd
egeneratif (osteoartritis) yang menyebabkan terbentuknya penonjolan tulang yang tidak
beraturan (taji tulang) yang menekan akar saraf, Stenosis spinalis (penyempitan rongga di
sekitar korda spinalis), sering terjadi pada usia lanjut.
e. Hematoma Spinalis (Hardianti, 2020)
1.3. Patofisiologi
Patofisiologi paraplegia secara garis besar melibatkan lesi pada medula spinalis. Lesi ini
dapat timbul akibat proses traumatik seperti spinal cord injury, maupun proses non-traumatik
seperti spondilitis tuberkulosis.
a. Paraplegia Traumatik
Pada spinal cord injury (SCI), terjadi tumbukan traumatik mendadak yang
mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra. Terdapat 4 mekanisme jejas pada SCI, yakni
tumbukan dengan kompresi persisten, tumbukan dengan kompresi transien, distraksi, dan
laserasi atau transeksi.
Mekanisme yang paling sering terjadi adalah tumbukan dengan kompresi persisten,
yang umumnya disebabkan burst fracture dengan serpihan-serpihan tulang yang
mengkompresi medula spinalis, atau fraktur dislokasi. Tumbukan dengan kompresi
transien lebih jarang ditemui, tapi biasanya terjadi pada jejas akibat hiperekstensi.
Sementara itu, distraksi terjadi ketika dua vertebra yang bersebelahan tertarik menjauh,
menyebabkan kolumna spinalis meregang dan robek pada bidang aksial. Sedangkan,
laserasi atau transeksi terjadi akibat peluru, dislokasi berat, atau dislokasi akibat fragmen
tulang tajam.
Semua mekanisme jejas tersebut akan melukai jaras ascending dan descending di
medula spinalis.
b. Paraplegia Non-Traumatik
Paraplegia non-traumatik dapat terjadi akibat kelainan medula spinalis,
seperti stroke spinal atau infark medula spinalis, paraplegia spastik familial, tumor, ataupun
infeksi.
1) Infark Medula Spinalis
Sepertiga posterior medula spinalis mendapat suplai vaskular dari arteri spinal
posterior, sedangkan dua pertiga anterior mendapat suplai dari arteri spinal anterior.
Arteri spinal anterior tidak memiliki banyak sirkulasi kolateral. Hal ini menyebabkan
beberapa segmen, seperti T2-T4 dan arteri Adamkiewicz, rentan terhadap iskemia yang
kemudian mengakibatkan defisit neurologis.
Jejas pada arteri ekstravertebral yang memperdarahi arteri spinalis atau pada aorta
(misalnya akibat aterosklerosis atau diseksi) lebih sering menyebabkan infark medula
spinalis dibandingkan jejas pada arteri spinalis itu sendiri.
2) Paraplegia Spastik Familial (Hereditary Spastic Paraplegia/HSP)
Paraplegia spastik familial (hereditary spastic paraplegia/HSP) menyebabkan
degenerasi ujung-ujung traktus kortikospinalis dalam medula spinalis. Ujung-ujung
serabut saraf terpanjang, yang mempersarafi ekstremitas bawah, jauh lebih terdampak
dibandingkan serabut yang mempersarafi ekstremitas atas. Secara genetik, protein yang
berperan dalam HSP adalah spastin, atlastin-1, dan paraplegin.
3) Tumor Medula Spinalis
Tumor medula spinalis dapat terletak intramedular atau ekstramedular. Tumor
intramedular tersering adalah glioma, khususnya ependimoma dan astrositoma low-
grade. Tumor intramedular menginfiltrasi medula spinalis, menghancurkan parenkim,
meluas ke segmen lain, dan menyebabkan obstruksi aliran cairan serebrospinalis.
Sementara itu, tumor ekstramedular dapat terletak intradural atau ekstradural. Tumor
intradural umumnya jinak dan berupa meningioma atau neurofibroma. Tumor
ekstradural umumnya merupakan metastasis dari paru-paru, payudara, ginjal, tiroid,
sarkoma, atau limfoma. Baik tumor intradural dan ekstradural mengakibatkan gejala
klinis dengan kompresi medula spinalis dan radiks nervus spinalis.
4) Infeksi Medula Spinalis
Infeksi tertentu pada medula spinalis dapat mengakibatkan paraplegia, baik melalui
mekanisme kompresif maupun non-kompresif. Umumnya kompresi disebabkan
penyakit Pott atau tuberkulosis tulang. Sedangkan, etiologi non-kompresif adalah
myelitis transversa akibat infeksi HIV, tuberkulosis, dan sifilis (Krisandryka, 2023).
1.4. Pathway
(Terlampir)
1.6.Komplikasi
Berbagai masalah kesehatan yang dapat muncul diantaranya yaitu:
a. Infeksi saluran kencing kronis
b. Batu ginjal
c. Kejang otot
d. Rasa sakit ketika duduk
e. terlalu lama dengan posisi yang sama
f. Perubahan suhu tubuh yang ekstrem
Pada tingkat cedera tubuh yang lebih parah, penderita juga dapat mengalami
hiperrefleksia, yang juga dikenal sebagai disrefleksia otonom. Kondisi ini dapat dipicu
oleh beberapa faktor,seperti pembengkakan kandung kemih, usus, atau rasa sakit secara
keseluruhan. Gejala kondisi ini antara lain peningkatan suhu tubuh, keringat berlebih,
peningkatan tekanan darah, sakit kepala, penurunan denyut nadi, dan pingsan.
2.1. Pengkajian
1. Identitas
Mencakup: nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, suku bangsa, tempat lahir, dan lain-lain. Kondisi ini lebih banyak ditemukan
pada pasien berusia di antara 16-30 tahun. Selain itu, orang-orang berusia lanjut di atas 65
tahun juga lebih rentan mengalami kondisi ini karena keseimbangan tubuh yang menurun,
atau kondisi tulang belakang yang mengalami degenerasi. Berdasarkan jenis kelamin
kondisi ini lebih banyak terjadi pada pasien berjenis kelamin laki-laki dibanding dengan
pasien perempuan dan lebih berisiko tinggi pada orang yang memiliki aktivitas, seperti
olahraga ekstrem, balap motor, mobil, menyelam, paralayang, dan sebagainya yang lebih
mudah mengalami kecelakaan seperti terjatuh dan cedera (Upahita, 2022)
2. Riwayat Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas bawah, inkontinensia
defekasi dan berkemih.
3. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya terjadi riwayat trauma, pengkajian yang didapat meliputi hilangnya
sensibilitas, paralisis, ieus paralitik, retensi urin, hilangnya reflex.
2) Riwayat penyakit dahulu.
Adanya riwayat infeksi, tumor, cedera tulang belakang, diabetes melitus,
jantung, anemia, obat antikoagulan, alcohol.
3) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya generasi dahulu yang menderita hipertensi atau diabetes melitus.
4. Pola-Pola Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Biasanya pasien sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
(bervariasi)
2) Pola nutrisi dan metabolism
Biasanaya mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
3) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontiensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi abdomen,
peristaltic usus hilang, melena, emisis berwarna seperti koping tanah/hematemesis.
4) Pola tidur dan istirahat
Biasanya terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal)
pada/dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi
saraf). Karena kerusakan neuromuscular maka klien akan menalami nyeri sehingga
mengalami perubahan pola tidur atau disebabkan kurangnya informasi mengenai
penyakit yang dialami mengakibatkan klien mengalami ansietas dan meningkatkan
resiko terganggunya pola tidur
5) Pola aktivitas
Karena adanya kerusakan neuromuskular yang mengakibatkan penurunan motoric
ekstermitas bawah, maka besar kemungkinan klien mengalami penurunan aktivitas
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya tidak memiliki masalah atau gangguan komunikasi dengan orang lain
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien menyangkal, tidak percaya, sedih, marah, takut, cemas, gelisah,
menarik diri,
8) Pola sensori dan kognitif
Karena adanya kerusakan neuromuskular yang mengakibatkan penurunan motoric
ekstermitas bawah, maka besar kemungkinan klien mengalami gangguan mobilitas
fisik dan penurunan rentang gerak. Pasien biasanya mengalami nyeri/nyeri tekan otot,
hiperestesia tepat diatas daerah trauma, mengalami deformitas, postur, nyeri tekan
vertebral.
9) Pola reproduksi seksual
Biasanya pasien mengalami ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak
teratur
10) Pola penanggulangan stress
Bagaimana penanganan stress yang dialami klien, biasanya pasien mengalami ansietas
atas keadaan yang dialami
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana pola tata nilai kepercayaan yang dianut oleh klien
5. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : keadaan yang sering muncul adalah kelemahan fisik
2) Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran pada penderita biasanya adalah composmentis
3) TTV: biasanya mengalami hipotensi, bradikardi
a. Pernapasan (B1/Breathing)
Napas pendek, dangkal, pasien sulit bernafas., periode apnea, terdapat suara
napas tambahan rongki, pucat, sianosis.
a. Cardiovaskuler (B2/Bleeding)
Pasien biasanya mengalami jantung berdebar-debar, pusing saat melakukan
perubahan posis atau bergerak, hipotensi, hipotensi postural, bradikardi,
ekstremitas dingin dan pucat, suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil
dalam suhu kamar).
b. Persyarafan (B3/Brain)
Biasanya pasien mengalami kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan/kaki.
paralisis flasid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada
area spinal yang sakit, mengalami kelemahan, kelumpuhan (kejang dapat
berkembang saat terjadi perubahan pada saat syok spinal. Kehilangan sensasi
(derajat bervariasi dapat kembali normal setelah syok spinal sembuh). Kehilangan
tonus otot/vasomotor. Kehilangan reflek/reflek asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal.
c. Perkemihan-Eliminasi Urin (B4/Bladder)
Pasien mengalami retensi urine
d. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5/Bowel)
Pasien biasanya mengalami inkontiensia alvi, distensi abdomen , peristaltic usus
hilang, melena, emisis berwarna seperti koping tanah/hematemesis.
e. Tulang-Otot-Integumen (B6/Bone)
Terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada
bawahlesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresisaraf).
2.2.Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan untuk pasien dengan paraplegia inferior
menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
a. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular,
b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
c. Resiko gangguan integritas kulit b.d penurunan imobilitas
d. Retensi urine b.d disfungsi neurologis
e. Konstipasi b.d ketidakadekuatan toileting
2.3.Intervensi Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular d.d. mengeluh sulit menggerakkan
ekstermitas bawah, kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ganguan mobilitas fisik
berkurang dengan kriteria hasil (SLKI, L.05042):
a. Pergerakan ekstermitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Kaku sendi menurun
Dukungan mobilisasi (I.05173)
Observasi
1) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
2) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
3) Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
2) Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2) Anjurkan melakukan ambulasi dini
3) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap
protektif (SDKI, D.0077)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil (SLKI, L.08066):
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun
c. Sikap protektif menurun
d. Gelisah menurun
Manajemen nyeri (SIKI, I.08238)
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
Teraupetik :
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemeberian analgetik, jika perlu
2.4.Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan
kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Perawat melaksanakan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
keperawatan dan respon klien terhadap tindakan tersebut (Anggarini, 2018)
2.5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan dengan menggunakan pendekatan SOAP
(Asmadi, 2019).
a. S (Subyektif) : data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien setelah dilakukan
tindakan.
b. O (Obyektif) : data berdasarkan hasil pengukuran (observasi langsung kepeda pasien dan
yang dirasakan pasien setelah melakukan tindakan).
c. A (Analisis) : masalah keperawatan yang terjadi jika terjadi perubahan status klien dalam
sata subyektif dan obyektif.
d. P (Planning) : perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan atau dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuaan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakartaa Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
A. Pengkajian
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.S No Reg : 7355xx
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SD
Alamat : Tuban
Alamat dirawat : Ruang G2, RSPAL Dr. Ramelan Surabaya
V. Pola-Pola Kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Sebelum sakit, pasien tidak menjalankan diet apapun. Pasien selalu melakukan
pemeriksaan kesehatan ke klinik dokter terdekat. Ketika di rumah pasien tidak pernah
peduli dengan kesehatannya dan selalu melakukan kebiasaan sehari-hari dengan
mengangkat barang-barang berat. Pasien mengatakan, suami pasien perokok aktif.
Saat sakit pasien merasa cemas dengan keadaannya. Pasien berharap dan optimis dapat
kembali normal
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit pasien selalu makan buah dan sayur. Tidak ada diet yang dijalankan.
Saat sakit pasien selalu makan makanan dari rumah sakit, pasien makan hanya setengah
porsi saja. Nafsu makan masih ada. Keluarga pasien mengatakan pasien selalu minum
banyak ± 1,5 liter. Tidak ada mual muntah.
3. Pola eliminasi
Sebelum ke rumah sakit, pasien mengalami kesulitan BAK (setelah melakukan terapi ke-
4) sehingga dipasang kateter urine. BAB pasien tidak terkontrol/tidak terasa, pasien BAB
4-5x sehari, sedikit-sedikit.
Saat di rumah sakit pasien sudah memakai kateter urine dan memakai pampers. Pasien
mengatakan sebelumnya tidak dapat mengeluarkan urine sehingga diapasang kateter urine.
Produksi urin banyak dan berwarna kuning jernih. Sebelum operasi pasien BAB 4-5x
sehari atau BAB tidak terkontrol. Setelah operasi pasien belum BAB sama sekali.
4. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit pasien mengatakan dapat istirahat sekitar 6-7 jam sehari
Saat sakit pasien mengatakan mengalami kesulitan tidur karena nyeri yang dirasakannya
dan tidak dapat mobilisasi dengan nyaman.
5. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit, pasien sangat aktif mengikuti kegiatan sosial.
Saat sakit sebelum operasi pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan sedikit bantuan
dan setelah operasi pasien selalu tirah baring dan belum dianjurkan duduk. Pasien kesulitan
mobilisasi miring kanan dan kiri. Mobilisasi dengan bantuan.
6. Pola hubungan dan peran
Sebelum sakit pasien dapat berinteraksi baik dengan keluarga, tetangga, dan mengikuti
kegiatan sosial
Saat sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarga baik. Pasien dapat berkomunikasi
dengan baik pada keluarga maupun petugas kesehatan. Keluarga pasien selalu menjaga
pasien dan mengajaknya berbicara.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit: pasien dapat bersosialisasi dengan baik dan selaalu merasa dihargai
Saat sakit: pasien dapat menerima sakitnya, pasien selalu merasa percaya diri dan selalu
dihargai. Pasien selalu berpikir positif bahwa sakitnya dapat sembuh dan dapat kembali
normal.
8. Pola sensori dan kognitif
Sebelum sakit: pasien tidak memiliki gangguan dengan pola kognitifnya, pasien dapat
mengambil keputusan dengan baik
Saat sakit: Daya ingat pasien masih bagus, dapat diajak komunikasi dengan baik. Pasien
kooperatif, respon tidak ngelantur. Tidak ada gangguan pada penglihatan, penciuman, dan
pendengaran pasien. Pasien dapat menggerakkan ekstremitas atas, namun pasien tidak
dapat merasakan ataupun menggerakkan anggota gerak bagian bawah. Pasien mengalami
kesulitan untuk menggerakkan punggung miring ke kanan dan kiri. Pasien tampak meringis
menahan sakit dan terlihat memegangi bagian yang terasa sakit. Pasien mengatakan nyeri
menyebar pada daerah perut.
9. Pola reproduksi dan seksual
Sebelum sakit: pasien mengatakan hubungan seksual baik dan tidak ada masalah dengan
kesehatan reproduksinya.
Saat sakit: pasien mengalami kelemahan fisik dan berusia lanjut. Pasien sudah tidak pernah
melakukaan hubungan seksual.
10. Pola penanggulangan stress
Sebelum sakit: Pasien mengatakan jika stress atau terdapat masalah selalu bercerita dengan
suaminya. Selalu berdoa dan berdzikir setiap ada masalah atau keadaan yang
memberatkannya.
Saat sakit: Pasien tampak gelisah karena nyeri dan keterbatasan gerak yang dialaminya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit: pasien beragam islam dan rutin melaksanakan ibadah
Saat sakit: pasien mengalami kelemahan otot pada anggota tubuh bagian bawah. Pasien
sudah tidak pernah menjalankan ibadah
VI. Pengkajian Fisik
1. Keadaan umum : lemah, GCS : 4,5,6, kesadaran : composmentis
2. Tanda-tanda vital :
- Spo2 : 98% (napas spontan)
- N : 88 x/menit
- TD : 114/71 mmHg
- RR : 20 x/menit
- S : 36,2 C
- Tinggi badan : 152 cm
- Berat badan : 50 kg
3. Body system :
a. Pernapasan (B1/Breathing)
Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada retraksi dada, tidak ada dyspnea, tidak
ada syanosis, batuk, maupun sputum. Tidak ada suara napas tambahan, bentuk dada
simetris, pola napas normal.
b. Cardiovaskuler (B2/Bleeding)
Tidak ada nyeri dada, suara jantung normal, tidak ada edema pada ektremitas atas
maupun bawah, CRT < 3 detik, tidak ada perdarahan, turgor kulit normal, akral hangat,
tidak ada sianosis, konjungtiva tidak anemis.
c. Persyarafan (B3/Brain)
Kesadaran pasien composmentis, GCS 4,5,6, sclera putih, tidak ada pembesaran pada
vene jugularis maupun kelenjar tiroid. Sistem pendengaran, penciuman, penglihatan,
pengecapan, dan peraba normal. Pasien mengalami kelemahan otot dan tidak dapat
merasakan sentuhan pada anggota tubuh bagian bawah.
d. Perkemihan-Eliminasi Urin (B4/Bladder)
Pasien terpasang kateter urine ukuran 16, produksi urine sedang, berwarna kuning
jernih, bau khas. Produksi urine 1400cc/hari.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5/Bowel)
Mulut bersih, tidak ada sariawan, terdapat gigi berlubang. Tidak ada sakit tenggorokan.
Tidak ada kembung, suara bising usus 24x/menit. Pasien belum BAB sejak post
operasi.
f. Tulang-Otot-Integumen (B6/Bone)
Mobilisasi pasien dibantu, integritas kulit baik, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak pucat.
terdapat luka operasi Laminectomy pada punggung, luka operasi tertutup kasa, tidak
ada perdarahan. Pasien terpasang drain dengan produksi 60cc darah.Turgor kulit
elastis, akral hangat, tidak terdapat edema, pasien mengeluh nyeri pada punggung dan
menyebar ke daerah perut. Anggota tubuh bagian bawah tidak dapat digerakkan dan
tidak dapat merasakan apa-apa. Pasien kesulitan mobilisasi miring kanan dan kiri
karena nyeri pada punggung. Pasien dapat menggerakkan kedua ekstremitas atas.
Pasien terpasang infus RL ditangan kanan.
Kekuatan otot :
5 5
0 0
2. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi (Tanggal 04 Oktober 2023 pukul 10.25)
Hasil pemeriksaan foto thoracolumbal AP/Lat:
Tampak terpasang pedicle screw setinggi posterior corp vert Th 9- L1
Tampak kompresi corp vert Th 11
Trabekulasi tulang normal
Lipping process pd bbrp corp vert thoracal & lumbal
Pedikal normal
Diskus Th 10-11 menyempit
Kesimpulan :
Terpasang internal fiksasi setinggi posterior corp vert Th 9-L 1
Kompresi corp vert Th 11
Spondylosis Thoracolumbalis
Diskus Th 10-11 menyempit
DO:
1. Pasien tampak meringis menahan
sakit dan terlihat memegangi bagian
yang terasa sakit.Pasien tampak
gelisah
2. Pasien mengalami kesulitan untuk
menggerakkan punggung miring ke
kanan dan kiri
3. TD : 114/71 mmHg, Nadi 88 x/menit
DS: Adanya riwayat ca mamae Gangguan Mobilitas
1. Pasien dapat menggerakkan Fisik (D.0054)
Kerusakan medulla spinalis
ekstremitas atas, namun pasien tidak
dapat merasakan ataupun
Lesi mendesak medulla
menggerakkan anggota gerak bagian spinalis
bawah.
2. Pasien mengalami kesulitan untuk Kerusakan lumbal 2-5
menggerakkan punggung miring ke
kanan dan kiri.
Gangguan neuromuscular
3. Pasien mengatakan nyeri menyebar
pada daerah perut. Pasien mengeluh
Paraplegi inferior
nyeri saat bergerak
DO:
4. Pasien tampak lemah Gangguan mobilitas fisik
5. Pasien terlihat kesulitan mobilisasi
miring kanan dan kiri karena nyeri
pada punggung.
6. Terdapat luka operasi Laminectomy
pada punggung,
7. Pasien mengalami kelemahan otot
dan tidak dapat merasakan sentuhan
pada anggota tubuh bagian bawah
8. Kekuatan otot :
5 5
0 0
C. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Ditemukan masalah Masalah teratasi