Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR 1

LAPORAN PENDAHULUAN
ELIMINASI PADA PASIEN FRAKTUR (PARAPLEGIA)

Dosen Pembimbing:
Kodri.,SKp.,M.Kes
.
Disusun Oleh:
SANOVAL AJI PANDWI (1914301083)
TINGKAT II REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
PRODI STR KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN Dx. MEDIS PARAPLEGIA

A. KonsepPenyakit
1. Definisi Paraplegia
Paraplegia merupakan kehilangan gerak dan sensasi pada ekstermitas bawah
dansemua atau sebagian badan sebagai akibat cedera pada torakal atau medulla.
Spinalislumbal atau radiks sakral. (Smeilzer, Suzanne C, dkk. 2001:2230).
Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang disebabkan oleh lukaatau
penyakit yang dipengaruhi oleh medulla spinalis. (Sudoyo, dkk.2006: 842).
Paraplegia adalah kondisi di mana bagian bawah tubuh (ekstermitas bawah)
mengalami kelumpuhan atau paralysis yang disebabkan karena lesitransversal
padamedulla spinalis. (Bimaariotejo. 2010. Paraplegia).
2. Etiologi Paraplegia
Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari paraplegia ada lima, yaitu :

1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setelah thrombosis.

1)Atherosklerosis

Atherosklerosisadalah mengerasnya pembuluh darahserta berkurangnya


kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut :

a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah


b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
2) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.

3) Arteritis ( radang pada arteri )


2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang


subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan
otak yang paling lazim terjadi :

a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.

b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.

Penyebab lesi total transversal medula spinalis meliputi :


1. Cedera medula spinalis akibat kecelakaan
2. Kista atau tumor: siringomielia, meningioma, schwannoma, glioma, sarkoma, dan
tumor metastase.
3. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis atau herpes zoster
4. Kelainan tulang vertebra: Kolaps tulang belakang yang terjadi karena pengeroposan
tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat, artritis degeneratif
(osteoartritis) yang menyebabkan terbentuknya penonjolan tulangyang tidak beraturan
(taji tulang) yang menekan akar saraf, stenosis spinalis (penyempitan rongga di sekitar
korda spinalis) sering terjadi pada usia lanjut.
5.Hematoma Spinalis.
3. Patofisiologi Paraplegia
Akibat lesi di medula spnalis dapat terjadi manifestasi:
1. Gangguan fungsi motorik
a. Gangguan motorik di tingkat lesi:. karena lesi total juga merusak kornu anterio
rmedula spinalis dapat terjadi kelumpuhan LMN pada otot-otot yang dipersyarafi oleh
kelompok motoneuron yang terkena lesi dan menyebabkan nyeri punggung yang
terjadi secara tiba-tiba.
b. Gangguan motorik di bawah lesi: dapat terjadi kelumpuhan UMN karena
jaraskortikospinal lateral segmen thorakal terputus.
c. Gerakan refleks tertentu yang tidak dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau
bahkan meningkat. Contohnya, refleks lutut tetap ada dan bahkan meningkat.
Meningkatnya refleks ini menyebabkan kejang tungkai. Refleks yang tetap
dipertahankan menyebabkan otot yang terkena menjadi memendek, sehingga terjadi
kelumpuhan jenis spastik. Otot yang spastik teraba kencang dankeras dan sering
mengalami kedutan.
2. Gangguan fungsi sensorik : karena lesi total juga merusak kornu posterior medula
spinalis maka akan terjadi penurunan atau hilang fungsi sensibilitas dibawah lesi.
Sehingga klien tidak dapat merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri,
rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis.
3. Gangguan fungsi autonom: karena terputusnya jaras ascenden spinothalamicus
maka klien akan terjadi kehilangan perasaan akan kencing dan alvi.

4. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala  Patwhay


Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011) antara lain :

1. Hipertensi
2. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
3. Gangguan sensorik
4. Gangguan visual
5. Gangguan keseimbangan
6. Nyeri kepala (migran, vertigo)
7. Muntah
8. Disatria (kesulitan berbicara)
9. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen,delirium, suppor, koma)
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiodiagnostik:
a) CT Scan: untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi dan infark.
b) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, infark, hemoragik.
c) Rontgen: menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, dan kelainan tulang,
gambaran infeksi TB paru.
2. Laboratorium:
a. Hematology:
1) Hemoglobin dapat menurun karena destruksi sumsum tulang vertebra atau
perdarahan.
2) Peningkatan leukosit menandakan selain adanya infeksi juga stress fisik ataupun
terjadi kematian jaringan.
b. Kimia klinik:
1) PT/PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum pemberian terapi anti
koagulan. Dapat terjadi gangguan elektrolit karena terjadi gangguan dalamfungsi
perkemihan, dan fungsi gastrointerstinal.
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) sebagai berikut :

1. Obat
· Metyl prednisolon 30 mg/kb BB, 45 menit setelah bolus selama 23 jam. Hasil
optimal bila pemberian dilakukan <8 jam onset.
· Tambahkan profilaksi stress ukus: Antacid/antagonis H2. Jika pemulihan sempurna,
pengobatan tidak diperlukan
· Berikan Antibiotik, biasanya untuk menyembuhkan. Jika terjadi infeksi.
b. Operasi
Dengan menggunakan teknik Harrison roda stabilization (instrument Harrison)
yaitu menggunakan batang distraksi baja tahan karat untuk mengoreksi dan
stabilisasi deformitas vertebra.
7. Referensi

1. Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jarkarta:

Departemen IlmuPenyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Smeltzer C, Suzanne, dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan

Medical BedahBrunner & Suddarth.


3. Edisi 8, Alih Bahasa Agung Waluyo. Jakarta: EGC Carpenito L. J. 2006.

Rencana AsuhanKeperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian

Perawatan Pasien

B. KonsepKebutuhan Dasar
a) Aktifitas /Istirahat

Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan
umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresisaraf).

b) Sirkulasi Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.

c) Eliminasi Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.

d) Integritas EgoTakut, cemas, gelisah, menarik diri.

e) Makanan /cairan

Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)

f) Personal Hygiene

Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)

g) Neurosensori Kesadaran:

GCS Fungsi motorik: kelumpuhan, kelemahan fungsi sensorik: kehilangan sensasi /


sensibilitas. Refleks fisiologis: Kehilangan refleks /refleksasimetris termasuk
tendon dalam. Kehilangan tonus otot /vasomotor, Refleks patologis: munculnya
refleks patologis, Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh
yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

h) Nyeri /kenyamanan

Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.

i) Pernapasan

Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.

j) Keamanan
Suhu yang berfluktasi, resiko jatuh.

C. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomorregister, diagnose
medis.

2. Keluhan utama

Biasanya didapatkan laporan kelemahan dan kelumpuhan ekstrimitas, inkontinensia


defekasi dan berkemih.

3. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya terjadi riwayat trauma, pengkajian yang didapat meliputi hilanya sensibilitas,
paralisis, ieus paralitik, retensi urine, hilangnya refleks.

4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat infeksi, tumor, cedera tulang belakang, DM, jantung, anemia,obat
antikoagulan, alkohol.

5. Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji adanya generasi dahulu yang menderita hipertensi atau DM.6. Pola-pola
fungsi kesehatan.

2. Pengkajian Kebutuhan Dasar

a) Aktifitas /Istirahat

Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan
umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresisaraf).

b) Sirkulasi Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.

c) Eliminasi Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.

d) Integritas EgoTakut, cemas, gelisah, menarik diri.


e) Makanan /cairan

Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)

f) Personal Hygiene

Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)

g) Neurosensori Kesadaran:

GCS Fungsi motorik: kelumpuhan, kelemahan fungsi sensorik: kehilangan sensasi /


sensibilitas. Refleks fisiologis: Kehilangan refleks /refleksasimetris termasuk
tendon dalam. Kehilangan tonus otot /vasomotor, Refleks patologis: munculnya
refleks patologis, Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh
yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

h) Nyeri /kenyamanan

Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.

i) Pernapasan

Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.

j) Keamanan

Suhu yang berfluktasi, resiko jatuh.

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiodiagnostik:
a) CT Scan: untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi dan infark.
b) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, infark, hemoragik.
c) Rontgen: menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, dan kelainan tulang,
gambaran infeksi TB paru.
2. Laboratorium:
a. Hematology:
1) Hemoglobin dapat menurun karena destruksi sumsum tulang vertebra atau
perdarahan.
2) Peningkatan leukosit menandakan selain adanya infeksi juga stress fisik ataupun
terjadi kematian jaringan.
b. Kimia klinik:
1) PT/PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum pemberian terapi anti
koagulan. Dapat terjadi gangguan elektrolit karena terjadi gangguan dalamfungsi
perkemihan, dan fungsi gastrointerstinal.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuron fungsi
motorik dan sesorik.
2. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan
immobilitas, penurunan sensorik.
3. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara
spontan, terputusnya jaras spinothalamikus.
4. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan
autonomik, terputusnya jaras spinothalamikus.
5. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan, immobilitas lama, cedera psikis.
3. Perencanaan
1.Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuron, fungsi
motorik dan sesorik.
Tujuan: - Memperbaiki mobilitas
Kriteria Hasil: Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur,
footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi,
mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan kembali
aktifitas.
1. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.
2. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan
kenyamanan pasien.
3. Beri papan penahan pada kaki
4. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits
5. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
6. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.
7. Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot seperti splints
Rasional
1. Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.
2. Mencegah terjadinya dekubitus.
3. Mencegah terjadinya foodrop
4. Mencegah terjadinya kontraktur.
5. Meningkatkan stimulasi dan mencegah kontraktur
6. Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.
7. Memberikan pancingan yang sesuai.

2.Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan


immobilitas, penurunan sensorik.
Tujuan : - Mempertahankan Intergritas kulit
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari infeksi
pada lokasi yang tertekan.
1. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit
2. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam
3. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)
4. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis
5. Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.
6. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol setiap 2
jam dengan gerakan memutar.
7. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
8. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
Rasional
1. Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder
/bowel.
2. Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
3. Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas
4. Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi darah.
5. Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan kulit
6. R/ Meningkatkan sirkulasi darah
7. Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
8. Mempercepat proses penyembuhan

3.Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara


spontan, terputusnya jaras spinothalamikus.
Tujuan : - Peningkatan eliminasi urine
Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu dan
distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan output cairan
seimbang
1. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih
2. Kaji intake dan output cairan
3. Lakukan pemasangan kateter sesuai program.
4. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari
5. Cek bladder pasien setiap 2 jam
6. Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas
7. Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam
Rasional
1. Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
2. Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
3. Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih sehingga
perlu bantuan dalam pengeluaran urine
4. Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya infeksi
5. Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
6. Mengetahui adanya infeksi
7. Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.

4.Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan


autonomik, terputusnya jaras spinothalamikus.
Tujuan : - Memperbaiki fungsi usus
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek, berbentuk.
1. kaji pola eliminasi bowel
2. Berikan minum 1800 – 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
3. Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen
4. Hindari penggunaan laktasif oral
5. Lakukan mobilisasi jika memungkinkan
6. Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi
7. Berikan suppositoria sesuai program
8. Berikan diet tinggi serat
Rasional
1. Menentukan adanya perubahan eliminasi
2. Mencegah konstipasi
3. Bising usus menentukan pergerakan perstaltik
4. Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan
5. Meningkatkan pergerakan peritaltik
6. Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria
7. Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi
8. Serat meningkatkan konsistensi feses

5.Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan, immobilitas lama, cedera psikis.


Tujuan : - Memberikan rasa nyaman: nyeri
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman,
mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan individu.
1. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri,
misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 – 1.
2. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase, kompres
hangat / dingin sesuai indikasi.
3. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi visualisasi,
latihan nafas dalam.
4. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren
(dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
Rasional
1. Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada / punggung
atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
2. Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosionlan, selain
menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan.
3. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
4. Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk menghilangkan-
ansietas dan meningkatkan istrirahat.

Anda mungkin juga menyukai