Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA TULANG BELAKANG

KELOMPOK 1

MAWADDAH JUMRIANA

AI AFRA MARATILA JESICA ENTJAURAU

USPA SILYA INDRI SAFITRI

AHMAD TAUFIK
Konsep Trauma Tulang Belakang
A. DEFINISI
Trauma tulang belakang adalah trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari tempat tinggi serta pada aktivitas olahraga yang berbahaya yang dapat
mengakibatkan cedera/fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang pada daerah
cervicalis, lumbalis, vetebralis sehingga mengakibatkan deficit neurologi
(Sjamsuhidayat,1997).

B. ETIOLOGI
Menurut Harsono (2000) trauma tulang belakang dapat disebabkan oleh :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian.
3. Kecelakaan sebab olahraga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll
4. Luka jejas, tajam, tembak, pada daerah vertebra
5. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang
C. Klasifikasi
Menurut Yefta D. Bastian, dapat dibedakan menjadi :
1. Whiplash Injury : akibat strain atau sprain pada segmen servikal.
Disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
2. Fraktur Kompresi (Wedge) : karena gaya vertical di depan garis
tengah vertebra yang menekan tepi anterior vertebra. Sering terjadi
pada torakolumbal. Pada lansia dikarenakan akibat jatuh terduduk
sedangkan pada usia mudah akibat jatuh mendarat pada kaki
3. Burst Fracture : karena kompresi aksial dari bagian anterior
vertebra. Bagian-bagian tepi vertebra terdoromg keluar, materi
diskus dapar terdorong ke korpus vertebra atau ke kanal spinal
sehingga sering disertai kerusakan neurologis karena pergeseran
korpus vertebra atau fragmennya ke belakang.
Selanjutnya..
4. Fraktur Distraksi : deselerasi cepat pada kecelakaan lalu lintas
akan melembar korban ke depan sehingga tubuh akan tertekan
pada sabuk pengamanan yang mengakibatkan fraktur korpus
vertebra dan dapat terjadi displacement berat.
5. Fraktur Dislokasi : kombinasi gaya fleksi, kompresi dan rotasi
yang mengakibatkan fraktur korpus vertebra, fraktur pledikel dan
dislokasi sendi faset yang menyebabkan paraplegia atau
tetraplegia.
D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala umum dari trauma pada tulang belakang adalah (National Institutes of
Health US):
1. Kepala berada pada posisi yang tidak semestinya
2. Mati rasa atau sensasi geli di sepanjang kaki maupun lengan
3. Kelemahan
4. Ketidakmampuan berjalan
5. Paralisis (kehilangan control pergelangan ekstremitas, yakni lengan dan kaki)
6. Tidak ada control pada GIT dan system perkemihan, pasien cenderung tidak bisa
mengontrol BAB maupun BAK
7. Syok (pucat, kulit basah dan hangat, jari dan tangan kebiru-biruan, pusing, sakit kepala,
dan setengah tidak sadar)
8. Kurang perhatian terhadap stimuli/lingkungan sekitar
9. Leher kaku, sakit kepala, atau nyeri pada leher
E. Patofisiologi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

o Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang


o CT scan : Untuk menentukan tempat luka/jejas
o MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

o Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru


o AGD : menunjukkan keefektofan pertukaran gas dan upaya
ventilasi.
o (Tucker, Susan Martin.1998)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pertolongan pertama untuk cedera tulang belakang


dalam kecelakaan terdiri dari:
1. Jangan asal mengajak korban bergerak karena dapat
menyebabkan kerusakan tulang permanen.
2. Tempatkan handuk yang sudah digulung di bagian nyeri agar
menghindari kerusakan leher dan kepala.
3. Jangan lupa untuk meminta perhatian medis segera.
Pembagian trauma atau fraktur tulang belakang secara umum:

1. Fraktur Stabil
a) Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
b) Burst fraktur
c) Extension
2. Fraktur tak stabil

a) Dislokasi
b) Fraktur dislokasi
c) Shearing fraktur
H. komplikasi
Menurut Mansjoer, Arif, et al. 2000 trauma tulang belakang bisa
mengakibatkan berbagai macam komplikasi, diantaranya :
1. Syok hipovolemik
akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.

2. Pendarahan Mikroskopik
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-
perdarahan kecil.

3. Hilangnya Sesasi, Kontrol Motorik, Dan Refleks.


Pada cidera spinal yang parah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg
dan dibawah cidera korda lenyap
Next..
4. Syok Spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks
dari dua segme diatas dan dibawah tempat cidera.

5. Hiperrefleksia Otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis
secar refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah.

6. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik
volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat permanen.
Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Tulang Belakang

• PENGKAJIAN
a.Identitas klien,
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.
b.Keluhan utama
Yang sering menjadi alasan klien meminta pertolong­an
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan
ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi,
nyeri tekan otot, hiperestesia tepat di atas daerah trauma,
dan deformitas pada daerah trauma.
Lanjutan….

c. Riwayat penyakit sekarang.


Kaji adanya riwayat trauma tulang bela­kang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan,
luka tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance),
dan kejatuhan benda keras.
d. Riwayat kesehatan dahulu.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat trauma
medula spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.
e.Riwayat kesehatan keluarga.
Untuk mengetahui ada penyebab herediter atau tidak
f. Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.
g.Riwayat penyakit dahulu.
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang, seperti osteoporosis dan osteoartritis.
Lanjutan…..
h.Pemeriksaan fisik.
•1. Pernapasan.
•Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot­otot
pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang
sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada
daerah servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.
•Inspeksi.
•Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi
pemapasan, retraksi interkostal, dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi abdomen saat
inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya
blok saraf parasimpatis.
•Palpasi.
•Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
•Perkusi.
•Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
•Auskultasi.
•Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan
kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (koma).
2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular
klien cedera tulang belakang pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun,
bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin
atau pucat.
3.Persyarafan
Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera tulang
belakang biasanya mengalami perubahan status mental.
Pemeriksaan Saraf kranial:
Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang belakang dan tidak ada
kelainan fungsi penciuman.
Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi normal.
Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil
isokor.
Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Ada usaha klien untuk
melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra
pengecapan normal.
4. Pemeriksaan refleks:
a.Pemeriksaan refleks dalam.
Refleks Achilles menghilang dan refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada
otot hamstring.
b.Pemeriksaan refleks patologis.
Pada fase akut refleks fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali yang didahului dengan refleks patologis.
c.Refleks Bullbo Cavemosus positif
d.Pemeriksaan sensorik.
Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara
me-netap pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik superfisial dapat
memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang
5.Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
6. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan adanya ileus paralitik. Data
klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini
merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan
nutrisi.
Lanjutan….
7. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian
terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi
segmental dari saraf yang terkena
PENGKAJIAN PRIMER
Data Subyektif
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Mekanisme Cedera
Kemampuan Neurologi
Status Neurologi
Kestabilan Bergerak
2 . Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keadaan Jantung dan pernapasan
Penyakit Kronis
Lanjutan….
Data Obyektif
• Airway
adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
sehingga mengganggu jalan napas
• Breathing
Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding
dada
• Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit
teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu
tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
• Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak,
kehilangan sensasi, kelemahan otot
PENGKAJIAN SEKUNDER
a) Exposure
Adanya deformitas tulang belakang
b)    Five Intervensi
-   Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi
-   CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
-   MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
-   Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
-   Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera
tulang (Fraktur/Dislokasi)
c)    Give Comfort
-   Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
d)    Head to Toe
-                    Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
Dada  :  Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding
dada,bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
-                                           Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi
urin dan feses, terjadinyagangguan pada ereksi penis (priapism)
-                             Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
e)    Inspeksi Back / Posterior Surface
-   Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang
 
ANALISA DATA
No Data Etiologi Dx Keperawatan

1 DS: Etiologi (jatuh dari Ketidakefektifan


ketinggian, kecelakaan, jatuh
Klien mengatakan sulit saat olahraga, osteoporosis)
pola nafas b.d
bernafas   kelemahan otot
Klien mengatakan otot diafragma
dadanya lemas Fraktur tulang belakang
 
DO:
Tampak pernafasan dangkal Blok saraf parasimpatis
dan cepat  
Tampak pernafasan cuping Kelumpuhan otot
hidung pernafasan
Klien mengalami dispnue,  
takipnue Otot diafragma lemah
RR meningkat  
Hasil laboratorium saturasi
oksigen menurun (kurang Ketidakefektifan pola nafas
 
dari normal)  
 
ANALISA DATA
No Data Etiologi Dx Keperawatan

DS: Etiologi (jatuh dari Nyeri akut b.d agen


Klien mengeluh nyeri di ketinggian, cedera fisik
bagian leher dan punggung. kecelakaan, jatuh saat
Klien mengatakan nyerinya olahraga,
sangat hebat dan terus osteoporosis)
menerus dengan skala 9  
Klien mengatakan tidak bisa
menahan nyeri yang ia Fraktur tulang
rasakan belakang
DO:  
Hasil pemeriksaan TTV:
TD meningkat terjadi gencetan antar
RR meningkat kolumna vertebre
Nadi meningkat sekaligus terlepasnya
Suhu meningkat mediator kimia
Klien mengalami sulit tidur  
Dilatasi pupil Nyeri akut
Klien tampak berkeringat  
 
 
ANALISA DATA

No Data Etiologi Dx Keperawatan


3 DS : Jatuh dari ketinggian, Hambatan mobilitas
Klien mengatakan aktivitasnya kecelakaan lalu lintas, fisik b.d
dibantu perawat dan keluarga kecelakaan olahraga, dll kerusakanmusculos
Klien merasa sulit untuk ↓
menggerakkan angoota Frkatur servicalis
keletal dan
badannya ↓ neuromuskuler
pasien mengatakan sulit Fraktur dapat berupa
melakukan perubahan posisi patah tulang
DO : sederhana,kompresi,
Klien terlihat lemah kominutif, dislokasi
Kebutuhan klien di bantu oleh ↓
keluarga dan perawat Gangguan neurologis
Klien hanya beraktifitas di dan Gangguan
tempat tidur dan itu pun hanya musculoskeletal
berbaring ↓
Kekuatan otot lemah Kemampuan dalam
menggerakan anggota
badan menurun (lemah)

Hambatan mobilitas fisik 
 
 
ANALISA DATA
No Data Etiologi Dx Keperawatan
4. Ds : Jatuh dari ketinggian, Resiko kerusakan
Pasien mengatakan badan kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dll integritas kulit b.d
terasa panas/ gerah dan sumpek imobilisasi fisik

karena selalu berbaring di Fraktur servicalis
tempat tidur ↓
Do : Fraktur dapat berupa patah
Pasien tirah baring tulang sederhana,kompresi,
Kulit pasien lembab kominutif, dislokasi

Gangguan neurologis dan
Gangguan musculoskeletal

Kemampuan dalam
menggerakan anggota
badan menurun (lemah)

Hambatan mobilitas fisik

Berbaring di tempat tidur
lama

Resiko kerusakanintegritas
kulit 
 
 
Intervensi
No Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan pola Tujuan : NIC:
nafas b.d kelemahan Setelah dilakukan Mechanical Ventilation
otot diafragma intervensi selama 1x24 Management:Noninvasive
jam pola nafas klien
1. Monitor kondisi pasien yang
efektif
Kriteria Hasil: mengindikasikan untuk
NOC: Mechanical pemasangan ventilator mekanik
Ventilation Response: noninvasive (pada pasien trauma
Adult tulang belakang yang
• RR klien dalam menyebabkan kelemahan otot
rentang normal (16- pernafasan (otot diafragma)
20x/menit) 2. Monitor kontraindikasi
• Ritme respirasi klien pemasangan ventilator mekanik
teratur
• Tidal volum sesuai noninvasive
kebutuhan (500cc) 3. Observasi kesadaran pasien
• Saturasi oksigen klien terlebih dahulu sebelum
dalam rentang normal meutuskan memasang alat
ventilator mekanik
Lanjutan….
4. Secara rutin cek
kepatenan alat
ventilator
mekanik
5. Secara teratur
evaluasi efek
pemasangan
ventilator
mekanik
(apakah ada
perbaikan
pernafasan jika
iya segera
lakukan
penyapihan alat
ventilator
mekanik)
lanjutan
No Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

2. Nyeri akut b.d Tujuan : NIC: Management nyeri


agen cedera Setelah dilakukan intervensi • Kaji secara komprehensif
fisik keperawatan selama 2x24 jam nyeri tentang nyeri meliputi
yang dirasakan klien berkurang lokasi, karakteristik serta
Kriteria Hasil: onset, durasi, frekuensi,
NOC: Tingkat kenyamanan kualitas, intensitas /
Melaporkan kenyamanan fisik beratnya, nyeri dan faktor-
 NOC: Control nyeri faktor presipitasi.
Mengenali serangan nyeri • Observasi isyarat-isyarat
 NOC:Tingkat nyeri non verbal dan
Melaporkan nyeri berkurang ketidaknyamanan,
Frekuensi nyeri berkurang khususnya dalam
Panjangnya episode nyeri berkurang ketidakmampuan untuk
Perubahan pada jumlah pernafasan komunikasi secara efektif.
Perubahan pada denyut nadi • Anjurkan penggunaan
Perubahan pada tekanan darah tekhnik non farmakologis
(relaksasi, guided imagery,
terapi musik, distraksi,
aplikasi panas-dingin,
massase, TENS, hipnotis,
terapi bermain, terapi
aktivitas, akupresure)
Lanjutan……

Intervensi

• Berikan analgetik sesuai anjuran


• Evaluasi ketidakefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
• Modifikasi tindakan nyeri berdasarkan respon pasien
• Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup
• Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
• Monitor perubahan nyeri dan bantu pasien mengidentifikasi faktor presipitasi nyeri baik aktual dan
potensial
• Lakukan tekhnik variasi untuk mengontrol nyeri (farmakologi, non frmakologi dan interpersonal)
• Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
NIC: Analgetik administration
• Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
• Cek instruksi dokter tentang pemberian 
bat, dosisi dan frekuensi
• Cek riwayat alergi
• Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
• Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
• tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
• Pilih rute pemberian secra IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
• Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
• Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Intervensi
No Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

3. Hambatan Tujuan : NIC : Exercise therapy :


mobilitas fisik Setelah dilakukan ambulation
b.d kerusakan tindakan keperawatan 3 x • kaji kemampuan aktivitas
musculoskeleta 24 jam mobilitas pasien motorik pasien
l dan meningkat • konsultasikan dengan terapi
neuromuskuler Kriteria hasil : fisik tentang rencana ambulasi
NOC : Mobility sesuai dengan kemampuan dan
kekuatan otot meningkat, kebutuhan pasien
pasien mampu • bantu klien mengubah posisinya
menggerakkan anggota setiap 2 jam sekali
badan dan melakukan • ajarkan pasien cara merubah
perpindahan secara posisi dan berikan bantuan dan
bertahap dampingi klien saat melakukan
mobilisasi
• latih pasien ROM aktif untuk
meningkatkan kekuatan otot
• monitoring TTV sebelum dan
sesudah melakukan latihan dan
lihat respon klien saat latihan.
Intervensi

No Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawata Hasil
n
4. Resiko Tujuan : NIC : Pressure management
kerusakan Setelah dilakukan • Anjurkan dan bantu pasien menggunakan
integritas tindakan keperawatan 2 x pakaian yang longgar
kulit b.d 24 jam tidak terjadi • Hindari kerutan pada tempat tidur
imobilisasi gangguan integritas kulit • Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
fisik Kriteria hasil : • Lakukan perubahan posisi pasien setiap 2
NOC : Tissue integrity : jam sekali
skin mucous membranes • Monitor kulit adanya kemerahan
tidak ada luka/ lesi • Oleskan lotion atau baby oil pada daerah
perfusi jaringan baik yang tertekan
integritas kulit yang baik • Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
dapat dipertahankan
(sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi,
pigmentasi)
THANK YOU
THANK YOU FOR WATCHING

Anda mungkin juga menyukai