Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHANAN KEPERAWATAN PASIEN CEDERA SPINAL

Oleh :
Irdawati Mury
1490123110

PROGRAM PROFESI NERS XXXI


INSTITUT KESEHATAN
IMMANUEL BANDUNG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian

Cedera medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis
yang diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan
saraf pusat dan saraf perifer, Tingkat kerusakan pada medula spinalis
tergantung dari keadaan komplit atau inkomplit (Tarwoto, 2013). spinal cord
injury (SCI) didefinisikan sebagai lesi traumatik akut elemen saraf dari kanal
tulang belakang, termasuk sum-sum tulang belakang dan Cauda equina, yang
menghasilkan defisit sensorik, motorik, atau disfungsi kandung kemih
sementara atau permanen (Oteir et al, 2014).

2. Anatomi Fisiologi

a. Kolumna Vertebralis
Kolumna vertebralis terdiri dari 7 vertebra servikal, 12 vertebra torakalis dan 5
vertebra lumbal serta sakrum dan koksigeus. Korpus vertebra dipisahkan oleh
didkus intervertebralis, di bagian depan dan belakang dipegang oleh
ligamentum longitudinal anterior dan posterior.
Vertebra servikal lebih mudah terkena cedera. Trauma pada C-3 atau tingkat di
bawahnya mempunyai insiden lebih tinggi untuk mengalami defisit neurologis
b. Anatomi medula Spinalis
Medula spinalis berasal dari bagian kaudal medula oblongata pada foramen
magnum dan berakhir pada tulang L-1 sebagai konus medula spinalis dan
diteruskan sebagai kauda ekuina yang lebih tahan terhadap trauma.
Dari banyak traktus hanya 3 yang dapat diperiksa secara klinis
(1) Tr. Kortikospinalis, (2) Tr. Spinotalamikus, (3) Kolum posterior.
Tr. Kortikospinalis fungsinya mengontrol kekuatan motoris pada sisi yang
sama dapat diuji dengan kontraksi otot volunter atau respon involunter terhadap
stimulus nyeri.
 Tr. Spinotalamikus mentransmisikan sensasi nyeri dan temperatur dari
sisi yang berlawanan dari tubuh.
 Kolum posterior membawa proprioseptif, vibrasi dan sensasi raba halus
pada sisi yang sama
 Bila tidak terdapat fungsi motoris maupun sensoris maka disebut
complit spinal cord injury (cedera medula spinalis komplit)

3. Etiologi
Cedera Spinal Cord Injury disebabkan oleh trauma langsung yang
mengenai tulang belakang dimana tulang tersebut melampaui kemampuan tulang
belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. trauma langsung
tersebut dapat berupa: kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
kecelakaan industri, jatuh dari pohon/bangunan, luka tusuk, luka tembak, dan
kejatuhan benda keras. (Anggraini. dkk. 2018).
Menurut Jones & Fix (2009, dalam Muryati (2015) ada beberapa penyebab
dari spinal cord injury (SCI), antara lain:
a. Trauma tumpul
b. Trauma tusuk
c. Spondilitis ankilosa
d. Artritis reumatoid
e. Abses spinal dan tumor, khususnya limfoma dan mieloma multipel.
f. Kecelakaan lalu lintas/jalan raya.
g. Injuri ataujatuh dariketinggian

4. Patofisiologi
Terdapat dua patofisiologi terjadinya cedera tulang belakang,
mekanisme primer dan mekanisme sekunder. Pada mekanisme primer
terjadinya cedera tulang belakang akibat dari proses hiperekstensi, yaitu
adanya akselerasi yang tiba-tiba sehingga menimbulkan daya yang sangat besar
yang diserap oleh tulang belakang sehingga menyebabkan bentuk dari tulang
belakang terlalu menekuk ke depan. Keduaya itu kompresi yaitu saat posisi
terduduk atau berdiri maka akan ada tekanan atau kompresi yang sangat besar
pada kolum vertebrae tertentu karena menahan berat.
Ketiga rotasi yaitu saat sendi berputar dengan derajat putaran
melebihi kemampuannya. Yang terakhir adalah injury penetrasi yaitu jika ada
benda tajam yang menusuk area tulang belakang dan merusak struktur yang ada
di dalam tulang belakang. Mekanisme sekunder terjadinya cedera tulang
belakang adalah perdarahan atau masalah vaskularisasi, tingginya oksigen
pada sel-sel jaringan yang membentuk struktur tulang belakang,
pengeluaran neurotransmitter yang berlebihan menyebabkan jaringan nervus
yang berlebihan menghantarkan impuls, syok neurologic akibat iskemia dan
hipoksia, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, rusaknya akson yang
menghambat penghantaran impuls sensori. Cedera spinal cord terjadi akibat patah
tulang belakang, dan kasus terbanyak cedera spinal cord mengenai daerah
servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompresi atau rotasi pada tulang belakang.
Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana,
kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal
cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau
tanpa gangguan peredaran darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok
syaraf parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot
pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi.
Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung
kemih.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis pada penderita Spinal Cord
Injury yaitu:
a. Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan
Tanda dan gejala Spinal Cord Injury tergantung dari tingkat
kerusakan dan lokasi kerusakan. di bawah garis kerusakan terjadi
misalnya hilangnya gerakan volunter, hilangnya sensasi nyeri,
temperatur, tekanan dan propriosepsi, hilangnya fungsi bowel dan
bladder dan hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
b. Perubahan refleks
Setelah Spinal Cord Injury terjadi edema medula spinalis sehingga stimulus
reflek juga terganggu misalnya refleks pada bladder, aktivitas viseral,
refleks ejakulasi.
c. Spasme otot
Gangguan spasme otot terutama terjadi pada trauma komplit
transversal, dimana Pasien terjadi ketidak mampuan melakukan
pergerakan.
d. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis dibawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks-refleks spinal, hilangnya
tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak
adanya keringat dibawah garis kerusakan dan inkontinensia urine
dan retensi feses.
e. Autonomic dysreflexia
Autonomic dysreflexia terjadi pada cedera thorakal 6 keatas,
dimana Pasien mengalami gangguan refleks autonom seperti
terjadinya bradikardia, hipertensi paroksimal, distensi bladder.
f. Gangguan fungsi seksual
Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki adanya impotensi,
menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi
tidak dapat ejakulasi.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis Bahrudin (2017) menyatakan bahwa penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada Pasien dengan Spinal Cord Injury yaitu:
1) Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera
pasang collar fiksasi leher, jangan gerakan kepala atau leher.
2) Jika ada fraktur kolumna vertebra torakalis, angkut Pasien dalam
keadaan telungkup, lakukan fiksasitorakal (pakaikorset)
3) Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal.
4) Kerusakan medulla spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh
darah menurun karena paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik,
akibatnya tekanan darah turun beri infus bila mungkin plasma
atau darah, dextran-40 atau ekspafusin. Sebaiknya jangan
diberikan cairan isotonik seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%.
Bila perluberikan adrenalin 0,2 mg boleh diulang 1 jam kemudian.
Bila denyut nadi < 44 kali/menit, beri sulfas atropin 0,25 mg IV
(intravena).
5) Gangguan pernafasan kalau perlu beri bantuan dengan respirator
atau cara lain dan jaga jalan nafa stetap lapang.
6) Jika lesi diatas C-8; termoregulasi tidak ada, mungkin terjadi
hiperhidrosis usahakan suhu badan tetep normal.
7) Jika ada gangguan miksi; pasang kondom kateter atau dauer kateter
dan jika ada gangguan defekasi berikan laksan atau klisma
8) Tindakan operasi dilakukan bila:
a) Ada fraktur,pecahan tulang menekan medulla spinalis
b) Gambaran neurologis progresif memburuk
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tarwoto (2013) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan diantaranya yaitu:
a. X-Ray Kepala :
X-Ray kepala dapat melihat keadaan tulang tengkorak, misal sinus dan
beberapa kelainan serebral karena pengapuran. Informasi yang dapat
diperoleh dari pemeriksaan ini adalah mengidentifikasi fraktur tengkorak,
kelainan vaskuler, perubahan degeneratif. Prosedur pemeriksaan X-
Ray kepala, Pasien ditempatkan pada papan/ meja dengan posisi
kepala tidak hiperekstensi atau termanipulasi. Lama pemeriksaan
inihanyabeberapa menit.
b. X-Ray spinal :
X-Ray spinal dapat melihat daerah cervical, thorakal, lumbal, dan sakral
dari spinalis. X-Ray spinal memberi informasi data tentang dislokasi,
fraktur vertebra, erosi tulang, pengapuran, kollap vertebra, spondilosis.
c. Computed Tomografi (CT)
Computed Tomography Scanning merupakan kombinasi teknologi dari
radiologi Imaging dan komputer analisis. Pemeriksaan ini dapat
memberikan gambaran secara mendetail bagian-bagian dari otak.
Misalnya dapat menentukan bentuk, ukuran dan posisi ventrikel,
mendeteksi adanya perdarahan, tumor, kista, edema.
d. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Magnetik Resonance Imaging disebut juga Nuclear Magnetic
Resonance (NMR) imaging, merupakan teknologi tomografi yang
berbasis pada interaksi inti/nukleus hidrogen (proton).
e. Angiografi Cerebral
pemeriksaan ini sangat penting dalam memberikan informasi tentang
kepatenan, ukuran, obstruksi obstruksi padapembuluh darah cerebral.
f. Elektroencephalography (EEG)
Catatan grafik dari gelombang aktivitas listrik otak.
Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui normal atau tidaknya
aktivitas listrik dalam otak. Sedikitnya ada 17-21 elektroda yang
dipasang di kepala Klien, misalnya pada prefrontal, frontal, temporal,
oksipital.
g. Elektromyografi (EMG)
Electromyography merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan mencatat
elektrik otot skletal dan konduksi saraf. Saat pemeriksaan Pasien
dimasukkan jarum besar kedalam otot.
h. Lumbal Pungsi (LP)
Lumbal pungsi adalah prosedur memasukan alat/jarum ke dalam rongga
arachnoid melalui lumbal. Lumbal pungsi bertujuan untuk mengambil
sampel cairan serebrospinal dan mengukur tekanan likuor. Dari hasil
pemeriksaan Lumbal Pungsi dapat diketahui apakah ada darah, jernih,
keruh pada cairan serebrospinalis.
Trauma Trauma Spondilitis Arthitis Abses Kecelakaan Tumor
Tumpul Tusuk Ankilosa Reumatoid Spinal Spinal

Kerusakan medula spinalis

Hemoragi

Serabut-serabut membengkak/hancur

Trauma Medula Spinalis

Spasme otot paravertebralis

Iritasi Serabut Saraf Kerusakan T1-T12 Kerusakan Lumbal 2-5 Gangguan fungsi
Fecika urinaria
Perasaan Nyeri, Kehilangan Paraplegia
Ketidaknyamanan inervasi otot intercostals Paralisis MK : Inkontinensia
Urin Fungsional
kehilangan
Batuk Fungsi Pergerakan sendi
MK : Nyeri Akut

MK : Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif

Penekanan setempat
MK : Defisit MK : Gangguan
MK : Resiko Kerusakan Perawatan Diri Mobilitas Fisik
Integritas kulit
8. Asuhanan Keperawatan
A. Pengkajian
a) Biodata

1) Identitas Klien.
Meliputi Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi Nama, umur,status, jenis kelamin, alamat, suku atau
bangsa, agama, pendidikan, dan pekerjaan.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Ketidakmampuan melakukan pergerakan di lokasi trauma
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang dengan menggunakan
PQRST dan berdasarkan keluhan utama dapat lebih mudah perawat
dalam melengkapi pengkajian.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Sebelumnya pasien pernah menderita Penyakit stroke, Infeksi otak,
Trauma kepala, Tumor otak
c) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum dapat dilakukan dengan menilai keadaan fisik
bagian tubuh dan juga dilakukan penilaian kesadaran pasien yaitu
compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
2) Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan
otot-otot pernafasan tambahan
3) Sistem kardiovaskuler
Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi.
4) Status neurologi
Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera
kepala.
1) Fungsi motoric
Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis
kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia.
2) Refleks Tendon
Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis
kerusakan, post spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada
gangguan upper motor neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan
lower motor neuron/ LMN).
3) Fungsi sensorik
Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis
kerusakan.
4) Fungsi otonom
Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler.
5) Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas)
Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia,
hidung tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan
gangguan penglihatan.
6) Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising
usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia.
7) Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia
8) Sistem Muskuloskletal
Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)
9) Kulit
Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal decubitus
10) Fungsi seksual.
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
11) Psikososial
Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan
dengan masyarakat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Bersihan Jalan nafas tidak efektif
3. Gangguan mobilitas fisik
4. Inkontinensia Urin Fungsional
5. Defisit perawatan diri
6. Resiko Kerusakan Integritas Kulit
C. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1 DS : Kecelakaan/Trauma Nyeri Akut
- Ketika Klien Sadar Klien
mengeluh nyeri pada
punggung Kerusakan medula
- Klien mengatakan sakit
spinalis
seperti tertusuk jarum
- Klien mengatakan nyeri
ketika ingin duduk
Hemoragi
DO :
- Klien tampak meringis
Serabut-serabut
- Klien tampak gelisa
membengkak/hancur
P : Kecelakaan
Q : nyeri seperti tertusuk
jarum Trauma Medula
R : dirasakan pada
Spinalis
punggung
S : Skala nyeri 5 (nyeri
sedang)
Spasme otot
T : Nyeri dirasakan sejak 1
hari yang lalu paravertebralis
- S : 36°c
- N : 110x/m
- R : 29x/m Iritasi Serabut Saraf
- TD : 90/70 mmhg

Perasaan Nyeri,
Ketidaknyamanan
Kehilangan

Nyeri Akut
2 DS : Kecelakaan/Trauma Bersihan Jalan
DO :
Nafas Tidak Efektif
- Terdapat sumbatan pada
jalan napas berupa darah Kerusakan medula
atau lender
spinalis
- Klien tampak tidak sadarkan
diri
- Terdapat suara napas
Hemoragi
tambahan ronci. Napas
cepat dan dangkal
- Terdapat pendarahan di
Serabut-serabut
telinga hidung dan mulut
membengkak/hancur

Trauma Medula
Spinalis

Kerusakan T1-T12

Kehilangan Inervasi
otot intercostals

Batuk

Bersihan Jalan Nafas


Tidak Efektif
3 DS : Kecelakaan/Trauma Gangguan Mobilitas
- Klien mengatakan tidak bisa
Fisik
mengangkat kaki kanananya
- Sakit pada punggung Kerusakan medula
spinalis
DO :
- Terdapat bekas luka pada
Hemoragi
femur dextra
- Kekuatan otot 2
Serabut-serabut
membengkak/hancur

Trauma Medula
Spinalis

Kerusakan lumbal 2-5

Paraplegia Paralisis

Fungsi Pergerakan
Sendi menurun

Gangguan Mobilitas
Fisik
4 DS : Kecelakaan/Trauma Inkontinensia urin
- Klien mengatakan tidak bisa
Fungsional
menahan kencing
Kerusakan medula
DO :
spinalis
- Pasien mengompol

Hemoragi

Serabut-serabut
membengkak/hancur

Trauma Medula
Spinalis

Gangguan fungsi fecika


urinaria

Inkontinensia urin
Fungsional
5 DS : Kecelakaan/Trauma Defisit Perawatan
- Klien mengatakan belum
diri
mandi dari kemaren karena
sakit seluruh badan Kerusakan medula
spinalis
DO :
- Tubuh pasien tampak lemah
Hemoragi

Serabut-serabut
membengkak/hancur

Trauma Medula
Spinalis

Kerusakan lumbal 2-5

Paraplegia Paralisis

Fungsi Pergerakan
Sendi menurun

Defisit Perawatan diri


6 DS : Kecelakaan/Trauma Resiko Kerusakan
- Klien mengatakan Jatuh
Integritas Kulit
terseret dijalan
- Nyeri pada beberapa Kerusakan medula
permukaan kulitnya
spinalis
DO :
- Terdapat luka lecet pada
Hemoragi
kaki, tangan, punggung
- Tampak kemerahan pada
luka lecet
Serabut-serabut
membengkak/hancur
Trauma Medula
Spinalis

Kerusakan lumbal 2-5

Paraplegia Paralisis

Fungsi Pergerakan
Sendi menurun

Penekanan setempat

Gangguan Mobilitas
Fisik
D. Perencanaan dan Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI Rasional

1 Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen nyeri Observasi


Setelah dilakukan asuhan Observasi
1. Untuk mengetahui lokasi,
keperawatan selama 3 x 24
1. Identifikasi lokasi,
jam diharapkan nyeri pada karakteristik, durasi, frekuensi
Pasien menurun dengan karakteristik, durasi,
kualitas dan intensitas, nyeri.
kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas
a. Keluhan nyeri dari 2. Agar kita mengetahui tingkat
skala 3 menjadi 4 nyeri
cedera yang dirasakan oleh
b. Meringis dari 2. Identifikasi skala nyeri
skala 3 menjadi 4 pasien
c. Gelisah dari skala 3 3. Identifikasi respon nyeri
3. Agar kita mengetahui tingkat
menjadi 4 nonverbal
nyeri yang sebenarnya dirasakan
Ket :
4. Identifikasi factor yang
1. : Meningkat pasien
2. : Cukup Meningkat memperingan dan
4. Agar kita dapat mengurangi
3. : Sedang memperberat nyeri
4. : Cukup Menurun faktor-faktor yang dapat
5. : Menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
memperparah nyeri yang
keyakinan tentang nyeri
dirasakan oleh pasien
5. Agar kita mengetahui sejauh
6. Identifikasi budaya terhadap
mana pemahaman dan
respon nyeri
pengetahuan pasien terhadap
7. Identifikasi pengaruh nyeri
nyeri yang dirasakan
terhadap kualitas hidup Klien 6. Karena budaya pasien dapat
mempengaruhi bagaimana
8. Monitor efek samping
pasien mengartikan nyeri itu
penggunaan analgetik
sendiri
7. Untuk mencegah terjadinya
9. Monitor keberhasilan terapi
penurunan kualitas hidup dari
komplementer yang sudah
pasien itu sendiri
diberikan
8. Agar kita mengetahui sejauh
Terapeutik mana kemajuan yang dialami
1. Fasilitasi istirahat tidur pasien setelah dilakukan terapi
2. Kontrol lingkungan yang komplementer
memperberat nyeri (missal: 9. Agar ketikka timbul cici
Suhu ruangan pencahayaan abnormalpada tubuh pasien kita
dan kebisingan) dapat menghentikan pemberian
obat analgetik itu sendiri
3. Beri teknik non farmakologis
Terapeutik
untuk meredakan nyeri
1. Agar nyeri yang dirasakan oleh
(aroma terapi, terapi musik,
pasien tidak menjadi lebih buruk
hypnosis, biofeedback, teknik
2. Agar dapat mengurangi rasa
imajinasi terbimbimbing,
nyeri yang dirasakan oleh pasien
teknik tarik napas dalam dan
dengan menggunakan cara
nonfarmakologis
kompres hangat/ dingin) 3. Agar tindakan yang akan kita
berikan sesuai dengan jenis
nyeri dan umber dari nyeri itu
sendiri serta dapat mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan klien
Edukasi
1. Agar pasien dapat menghindari
penyebab dari nyeri yang
dirasakan
2. Agar pasien dapat meredakan
nyeri secara mandiri ketika
sudah pulang dari rumah sakit
3. Agar ketia nyeri yang diraskan
klien mulai parah dia dapat
memberitahu keluarga atau
bahkan tenaga medis agar
mendapat penanganan segera
4. Agar pasien dapat
menghilangkan rasa nyeri itu
dengan menggunakan obat
analgesic yang sesuai dengan
nyeri yang dirasakan pasien
Edukasi Kolaborasi
1. Jelaskan penyebab, periode1. Agar rasa nyeri yang dirasakam
dan pemicu nyeri
pasien dapat dihilangkan atau
2. Jelaskan strategimeredakan
nyeri dikurangi
3. Anjurkan menggunakan
analgetik secaratepat
4. Anjurkan monitor nyeri
secaramandiri
5. Anjurkan menggunakan
analgetik secaratepat
6. Ajarkanteknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Bersihan jalanSetelah dilakukan intervensiLatihan batuk efektif (I.01006) Latihan batuk efektif (I.01006)
nafas tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam,Observasi Observasi
maka bersihan jalan napas1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Untuk mengetahui sputum
meningkat dengan kriteria2. Monitor adanya retensi sputum 2. Mengetahui produksi sputum
hasil : 3. Monitor tanda dan gejala yang berlebihan
1. Batuk efektif meningkat infeksi saluran napas 3. Mengetahui perkembangan
2. Produksi sputum menurun penyakit pasien
3. Dispnea menurun Terapeutik
4. Frekuensi napas membaik
5. Pola napas membaik 1. Atur posisi semi-Fowler atau Terapeutik
Fowler 1. Untuk memperlancar proses
2. Buang sekret pada tempat bernafasnya pasien
sputum 2. Untuk menjaga kebersihan
pasien dan menunda
Edukasi penyebaran penyakit
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif Edukasi
2. Anjurkan tarik napas dalam 1. Agar memahami tujuan batuk
melalui hidung selama 4 detik, efektif
ditahan selama 2 detik, 2. Untuk mempermudah dalam
kemudian keluarkan dari mulut bernafas dan pengeluaran
dengan bibir mencucu sputum
(dibulatkan) selama 8 detik 3. Agar proses pengeluaran
3. Anjurkan mengulangi tarik sputum lebih maksimal
napas dalam hingga 3 kali 4. Agar proses pengeluaran
4. Anjurkan batuk dengan kuat sputum lebih maksimal
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3 Kolaborasi
1. Mengurangi pembentukan
Kolaborasi sumbatan mucus yang kental di
1. Kolaborasi pemberian bronkiolus
mukolitik atau ekspektoran,
3 Gangguan mobilitasMobilitas Fisik jika perlu
fisik Setelah dilakukan asuhanDukungan Mobilisasi Observasi
keperawatan selama 3 x 24 Observasi 1. Untuk mengetahui berapa
jam diharapkan mobilitas fisik
pada Pasien meningkat dengan 1. Identifikasi adanya nyeri skala nyeri dan eluhan pasien
kriteria hasil : atau keluhan fisik lainnya 2. Untuk mengetahui toleransi
a. Pergerakan ekstremitas
2. Identifikasi toleransi fisik fisik saat bergerak
dari skala 3 menjadi 4
b. Kekuatan otot dari skala melakukan pergerakan 3. Untuk mengetahui frekuensi
3 menjadi 4 jantung dan tekanan darah saat
3. Monitor frekuensi jantung
c. Rentang gerak (ROM) dari
skala 3 menjadi 4 dan tekanan darah sebelum akan melakukan mobilitas
Ket : fisik
1. : Menurun memulai mobilisasi
2. : Cukup Menurun 4. Monitor kondisi umum 4. Untuk mengetahui kondisi
3. : Sedang umum saat melakukan
4. : Cukup Meningkat selama melakukan mobilisasi
5. : Meningkat mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas Terapeutik
1. Diskusikan pada keluarga
mobilisasi dengan alat
pasien untuk menggunakan alat
bantu (tongkat)
bantu (tongkat) bertujuan
2. Fasilitasi melakukan
untuk membantu aktivitas
pergerakan, jika perlu
pergerakan pasien
3. Libatkan keluarga untuk
2. Diskusikan pada keluarga
membantu Pasien dalam
untuk melakukan mobilitas
meningkatkan pergerakan
fisik bertujuan untuk
mereleksasikan tubuh pasien
3. Beritahu keluarga untuk

Edukasi membantu pasien dalam

1. Jelaskan tujuan dan prosedur meningkatkan ambulasi

mobilisasi
Edukasi
2. Anjurkan melakukan
1. Agar pasien mengetahui tujuan
mobilisasi dini
dari mobilisasi

3. Ajarkan mobilisasi sederhana 2. Agar pasien dapat melakukan


yang harus dilakukan (mis. mobilisasi segera mungkin

Duduk di tempat tidur, duduk 3. Agar pasien mampu


di sisi tempat tidur, pindah melakukan moobilisasi

dari tempat tidur ke kursi) sederhana secara mandiri


4 Inkontinensia Urin Obsevasi
Setelah dilakukan intervensiObservasi
Fungsional
keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Untuk mengetahui penyebab
maka kontinensia urin 1. Periksa kembali penyebab
gangguan berkemih (mis: gangguan berkemih
membaik, dengan kriteria hasil:
kognitif, kehilangan2. Untu mengetahui kemampuan
1.Kemampuan mengontrol ekstremitas/fungsi
urin meningkat ekstremitas, kehilangan berkemih pasien
2.Kemampuan menunda penglihatan) Terapeutik
pengeluaran urin membaik 2. Monitor pola dan
kemampuan berkemih 1. Untuk mengetahui kemampuan

Terapeutik pasien dalam merawat kateter


2. Untuk memberikan rasa
1.Hindari penggunaan kateter
indwelling nyaman pada pasien
2.Siapkan area toilet yang3. Membantu klien dalam
aman
3.Sediakan peralatan yang pemenuhan alat yang
dibutuhkan dekat dan mudah dibutuhkan
dijangkau (mis: kursi
komode, pispot, urinal) Edukasi
Edukasi 1. Untuk pemenuhan kebutuhan
cairan pasien
1.Anjurkan intake cairan
adekuat untuk mendukung
output urin
Observasi
5 Defisit perawatanPerawatan Diri Dukungan Perawatan Diri 1. Mengetahui keterbatasan dan
diri Setelah dilakukan asuhan Observasi
kebiasaan pasien dalam
keperawatan selama 3 x 24 1. Identifikasi kebiasaan
jam diharapkan perawatan aktivitas perawatan diri perawatan diri
diripada Pasien meningkat sesuai usia 2. Mengetahui tingkat
dengan kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kemandirian
a. Kemampuan mandi kemandirian pasien dalam
3. Identifikasi kebutuhan alat
dari skala 3 menjadi 4 melakukan perawatan diri
bantu kebersihan diri,
b. Kemampuan
berpakaian, berhias, dan 3. Untuk mengetahui
mengenakan pakaian
dari skala 3 menjadi 4 makan
kebutuhan pasien
c. Kemampuan makan Terapeutik
dari skala 3 menjadi 4 1. Sediakan lingkungan yang Terapeutik
d. Kemampuan ke toilet terapeutik (mis. Suasana 1. Agar pasien merasa nyaman
(BAB/BAK) dari skala 3 hangat, rileks, privasi) 2. Sebagai sarana dalam
Menjadi 4
2. Siapkan keperluan pribadi
Ket : (mis. Parfum, sikat gigi, dan pemberian bantuan peraatan
1. : Menurun
sabun mandi) diri
2. : Cukup Menurun
3. : Sedang 3. Dampingi dalam melakukan 3. Untuk membantu pasien
4. : Cukup Meningkat perawatan diri sampai
dalam melakukan perawatan
5. : Meningkat mandiri
4. Fasilitasi untuk menerima diri
keadaan ketergantungan 4. Untuk mempermudah pasien
5. Fasilitasi kemandirian, bantu
dalam melakukan perawatan
jika tidak mampu
melakukan perawatan diri diri
6. Jadwalkan rutinitas 5. Untuk mengawasi pasien
perawatan diri
dalam melakukan peraatan
diri
Edukasi 6. Agar pasien mau melakukan
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri sendiri
perawatan diri secara
konsisten sesuai Edukasi
kemampuan. 1. Membiasakan pasien
melakukan perawatan diri
secara mandiri
Observasi
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 3 x 24 1. Untuk mengetahui penyebab
6 Resiko kerusakan jam, maka integritas1. Identifikasi penyebab
integritas Kulit kulitmeningkat, dengan gangguan integritas kulit gangguan integritas kulit
kriteria hasil: (mis: perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi,
1.Kerusakan lapisan kulit penurunan kelembaban, suhu Terapeutik
menurun lingkungan ekstrim,
penurunan mobilitas)
1. Untuk Mencegah terjadinya
Terapeutik
dikubitus
1. Ubah posisi setiap 2 jam jika2. Untuk mengatasi nyeri akibat
tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada tirah baring
area penonjolan tulang, jika 3. Mencegah Infeksi
perlu
3. Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
periode diare Edukasi

Edukasi 1. Untuk melembabkan ulit


1. Anjurkan menggunakan 2. Untuk Pemenuhan cairan
pelembab (mis: lotion,
3. Untuk memperbaiki kerusakan
serum)
2. Anjurkan minum air yang jaringan
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Aresti, N. A., Grewal, I. S., & Montgomery, A. S. (2014) The initial management of spinal
injuries. Orthopaediscs and Trauma 28 (2), 63-69.
https://doi.org/10.1016/j.mporth.2014.02.004
Debete, F., woldetsadik, A., Laytin, A. D., Azazh, A., & Maskalyk, J. (2016).
The Clinical Profile and Acute Care of Trauma Spinal Cord Injury at a tertiary care emergency
centre in Addis Ababa, Ethiopia.. African Journal of Emergency Medicine, 6 (4), 180-
184. https://doi.org/10.1016/j.afjem.2016.06.001
(PPNI), P. N. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.
(PPNI), P. N. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.
(PPNI), P. N. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai