Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA GANGGUAN CEDERA MEDULA SPINALIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Cedera medula spinalis (CMS) atau spinal cord injury (SCI ) ditandai dengan adanya
tetralegia atau paraplegia, parsial atau komplit, dan tingkatan atau level tergantung area
terjadinya lesi atau CMS. Tetraplegia atau quadriplegia adalah kehilangan fungsi sensorik
dan motorik di segmen servikal medulla spinalis. Sedangkan paraplegia adalah gangguan
fungsi sensorik dan motorik di segmen thorakal, lumbal dan sakrum (Kirshblum &
Benevento, 2009).
Cedera Medula Spinalis adalah cedera yang mengenai Medula Spinalis baik itu bagian
servikalis, torakalis, lumbal maupun sakral akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. (Arif Muttaqin,2008).

2. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab dari cidera medulla spinalis adalah :
a. Terjatuh, olahraga
Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan olahraga yang berat
contohnya adalah olahraga motor GP , lari, lompat.
b. Luka tusuk, tembak
Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan menjadi faktor
terjadinya cidera karena terjadi suatu perlukaan atau insisi luka tusuk atau luka tembak.
c. Tumor
Tumor merupakan suatu bentuk peradangan. jika terjadi komplikasi pada daerah
tulang belakang spinal. Ini merupakan bentuk cidera tulang belakang.

1
3. Patofisiologi
Menurut Arif Muttaqin 2008, kerusakan medulla spinalis berkisar dari komosis
sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi
substansi medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai transeksi lengkap
medulla (yang membuat pasien paralisis di bawah tingkat cedera). Bila hemoragi terjadi
pada daerah medulla spinalis darah dapat merembes ke ekstradural, subdural atau daerah
subarakhnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi kontusion atau robekan akibat
cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansi
grisea medulla spinalis menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada
cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-
kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada
gilirannya mengakibatkan mielin dan akson. Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi
penyebab prinsip degenerasi medulla spinalis pada tingkat cedera, sekarang dianggap
reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat
diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan
kortikosteroid dan obat-obat antiinflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah
kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total dan menetap.

4. Manifestasi Klinik
Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) tanda dan gejala Medula Spinalis Meliputi :
a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologik
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah

2
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal menurut
Mahadewa dan Maliawan, (2009) adalah :
a. Foto Polos
Pemeriksaan foto yang terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view. Posisi
lateral dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk melihat instabilitas
ligament. Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat kesegarisan pada AP dan lateral,
dengan identifikasi tepi korpus vertebrae, garis spinolamina, artikulasi sendi facet, jarak
interspinosus. Posisi oblique berguna untuk menilai fraktur interartikularis, dan
subluksasi facet.
b. CT Scan
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang mengenai
elemen posterior dari medulla spinalis. Fraktur dengan garis fraktur sesuai bidang
horizontal, seperti Chane fraktur, dan fraktur kompresif kurang baik dilihat dengan CT
scan aksial. Rekonstruksi tridimensi dapat digunakan untuk melihat pendesakan kanal
oleh fragmen tulang, dan melihat fraktur elemen posterior.
c. MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medulla spinalis
dan struktur ligament. Identifikasi ligament yang robek seringkali lebih mudah
dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah terhadap penderita yang
menggunakan fiksasi metal, dimaka akan memberikan artefact yang mengganggu
penilaian fisik. Kombinasi antara foto polos, CT Scan dan MRI, memungkinkan kita
bias melihat kelainan pada tulang dan struktur jaringan lunak (ligament, diskus dan
medulla spinalis).
d. Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf
Kedua prosedur ini biasannya dikerjakan bersama-sama satu sampai dua minggu
setelah terjadinya trauma. Elektromiografi dapat menunjukan adanya denerfasi pada
ekstremitass bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat membedakan lesi pada
medulla spinalis atau cauda equine, dengan lesi pada pleksus lumbal atau sacral.

3
6. Pengobatan/penatalaksanaan
Menurut Francisca B. Batticaca,(2008) penatalaksanaan medula spinalis Meliputi:
a. Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cidera lain, yang menyertai,
mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih lanjut. Reabduksi
atas subluksasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang-ed). Untuk
mendekompresi koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melidungi
koral spiral.
b. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal, atau debrideben
luka terbuka.
c. Fikasi internal elekif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang belakang,
cidera ligaemn tanpa tanpa fraktur, deformitas tulang belakang progresif, cidera yang
tak dapat direbduksi, dan fraktur non-union.
d. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral spiral. Dosis
tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 3mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 23
jam berikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan
neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah cedera
koral spiral.
e. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik,
motorik, dan penting untuk melacak deficit yang progresif atau asenden.
f. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan melacak keadaan
dekompensasi.

7. Komplikasi
a. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi di mana berkurangnya suplai oksigen ke jaringan di
bawah level normal yang tentunya tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh.
b. Hipoventilasi
Hipoventilasi adalah kurangnya ventilasi dibandingkan dengan kebutuhan
metabolik, sehingga terjadi peningkatan PCO2 dan asidosis respiratorik

4
c. Instabilitas spinal
Instabilitas spinal adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal
(ligamen, otot dan diskus) untuk mempertahankan kontrolintersegmental saat terjadinya
beban atau stress fisiologis.
d. Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena
usus tidak dapat bergerak (mengalami dismolititas).
e. Infeksi saluran kemih
Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi bakteri yang mengenai bagian dari saluran
kemih. Ketika mengenai saluran kemih bawah dinamai sistitis (infeksi kandung kemih)
sederhana, dan ketika mengenai saluran kemih atas dinamai pielonefritis (infeksi ginjal).

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, nomor
regitrasi, status pekawinan, agama, tanggal MRS.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul seperti nyeri, rasa bebal, kekakuan pada leher atau
punggun dan kelemahan pada ekstremitas atas maupun bawah.
c. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini sangat penting dalam menentukan derajat kerusakan dan adanya
kehilangan fungsi neurologic. Medulla spinalis dapat mengalami cedera melalui
beberapa mekanisme, cedera primer meliputi satu atau lebih proses verikut dan gaya :
kompresi akut, benturan, destruksi, laserasi dan trauma tembak.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien dengan cedera medulla spinalis bias disebabkan oleh beberapa penyakit
seperti Reumatoid Artritis, pseudohipoparatiroid, Spondilitis, Ankilosis, Osteoporosis
maupun Tumor ganas.

5
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan riwayat penyakit keluarga yang dapat memperberat cedera
medulla spinlis.
f. Riwayat Psiko-Sosio-Spiiritual
Pengkajian meliputi : Bagaimana emosi klien ? Apakah klien memiliki kebiasaan
meminum minuman keras dan suka mabuk? Bagaimana keyakinan klien terhadap sakit
yang dialaminya? Apakah ada penyangkalan tentang penyakitnya ? Bagaimana emosi
klien : sedih, marah, takut, cemas, gelisah, menarik diri maupun tidak percaya diri?
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan pengkajian focus
ditujukan pada gejala-gejala yang muncul akibat cedera medulla spinalis.
B1 (BREATHING) :
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan dan perubahan karena
adanya kerusakan jalur simpatatik desending akibat trauma pada tulang belakang
sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula spinalis, pemeriksaan fisik dari
sistem ini akan didapatkan hasil sebagai berikut inspeksi umum didapatkan klien batuk
peningkatan produksi sputum, sesak napas.dst
B2 (BLOOD)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan rejatan syok hipovolemik yang
sering terjadi pada klien cedera tulang belakang. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
tekanan darah menurun nadi bradikardi dan jantung berdebar-debar. Pada keadaan
lainnya dapat meningkatkan hormon antidiuretik yang berdampak pada kompensasi
tubuh.
B3 (BRAIN)
Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi serebral dan
pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persyarafan. Pengkajian fungsi serebral : status mental observasi penampilan, tingkah
laku nilai gaya bicara dan aktivitas motorik klien Pengkajian sistem motorik : inspeksi
umum didapatkan kelumpuhan pada ekstermitas bawah, baik bersifat paralis,

6
paraplegia, maupun quadriplegia Pengkajian sistem sensori : ganguan sensibilitas pada
klien cedera medula spinalis sesuai dengan segmen yang mengalami gangguan.
B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
B5 (BOWEL)
Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus paralitik,
dimana klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung,dan defekasi, tidak ada.
B6 (BONE)
Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada ketinggian lesi
saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental
dari saraf yang terkena. Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan.pada saluran ekstermitas bawah. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan
turgor kulit dst.

2.

7
3. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neuromuskular
2) Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi dan tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan sputum,
peningkatan sekresi sekret, dan penurunan kemampuan batuk (ketidakmampuan
batuk/batuk efektif).

Anda mungkin juga menyukai