Anda di halaman 1dari 12

Persiapan intubasi.

Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐ alat dan memposisikan,

pasien.ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT sebaiknya


dites terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika menggunakan stylet
sebaiknya dimasukkan ke ETT.Berhasilnya intubasi sangat tergantung dari posisi
pasien, kepala pasien harus sejajar dengan pinggang anestesiologis atau lebih
tinggi untuk mencegah ketegangan pinggang selama laringoskopi.Persiapan untuk
induksi dan intubasi juga melibatkan preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan
nafas yang dalam dengan oksigen 100 %
Persiapan alat untuk intubasi antara lain :
STATICS
Scope
Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan laringoskop.
Stestoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk
melihat laring secara langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik
dan benar. Secara garis besar, dikenal dua macam laringoskop:
a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa.
b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.
Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah
lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat

Gambar 11.Laringoskop

25
Tube
Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa trakea
mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan
standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran milimeter.
Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk
bayi dan anak kecil di bawah usia lima tahun, bentuk penampang melintang trakea
hampir bulat, sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi
dan anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk
anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan lain adalah
penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea
dan postintubation croup.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui
hidung (nasotracheal tube). Nasotracheaal tube umumnya digunakan bilap
penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan mislanya karena terbatasnya
pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan
nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii.
Tabel 1. Pipa Trakea dan peruntukannya (Endotracheal Tube (Breathing Tube)
Tabel 7 ukuran pipa trakhea
Jarak Sampai
Usia Diameter (mm) Skala French
Bibir (cm)
Prematur 2,0-2,5 10 10
Neonatus 2,5-3,5 12 11
1-6 bulan 3,0-4,0 14 11
½-1 tahun 3,0-3,5 16 12
1-4 tahun 4,0-4,5 18 13
4-6 tahun 4,5-,50 20 14
6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16
8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17
10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18
12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22
Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24
Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24
*Tersedia dengan atau tanpa kaff
Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:

26
1. Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 + ¼ umur (tahun)
2. Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun)
3. Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun)

Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,
mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,
oksigenasi dan pengisapan.

Gambar 12. Endotracheal tube


Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa
endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat
melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea
berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin
sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama
adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang
kasa yang ditempatkan di faring disekelilingpipa tersebut untuk mencegah aspirasi
untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila intubasi
secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil,
intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga disebut
intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan laringoskop
serat optic.
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai pipa
dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi pipa
tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak
dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon
yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang

27
pada balon lunak besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau
dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastic yang
tidak iritasif.
Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk bayi dan
anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼ umur (tahun).
Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya
dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari
ke-4 timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis bahkan stenosis
subglotis.
Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya
perbaikan balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika
ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi
pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin
merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara
jika trakeotomi dilakukan lebih dini
Size PLAIN (mm) Size CUFFED (mm)
2,5 4,5
3,0 5,0
3,5 5,5
4,0 6,0
4,5 6,5
5,0 7,0
5,5 7,5
Tabel 8. Ukuran pipa endotrakheal
Airway
Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas
yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung- faring
(naso tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.

28
Gambar 13. Oropharingeal dan nasopharyngeal airway
Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak
terdorong atau tercabut.
Introducer
Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang
dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa
trakea mudah dimasukkan.

Gambar 14. Stylet


Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve
mask ataupun peralatan anesthesia.
Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan lainnya.

29
Gambar 15. Alat-alat Intubasi endotrakeal
Intubasi Endotrakeal
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop
dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan
lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga
mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring
serta epiglotis.
Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat
sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf
V. Tracheal tube diambil dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan
melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu,
sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior
sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stylet
dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa
balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun
laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,
dilakukan auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri
sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi

intubasi endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat tanda‐ tanda berupa suara

nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang‐ kadang timbul

suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat.

30
Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi
kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah
epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan

stetoskop), kadang‐ kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan

nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan
kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.

Gambar 16. Auskultasi Suara Napas Setelah Dilakukan Intubasil.


Intubasi yang gagal tidak harus dilakukan berulang-ulang dengan cara yang
sama. Perubahan harus dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan
keberhasilan, seperti reposisi pasien, mengurangi ukuran tabung, menambahkan
stylet, memilih pisau yang berbeda, mencoba jalur lewat hidung, atau meminta
bantuan dari ahli anestesi lain. Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan
masker, bentuk alternatif manajemen saluran napas lain (misalnya, LMA
Combitube cricothyrotomy dengan jet ventilasi, trakeostomi) harus segera
dilakukan.
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat
hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang
hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas
lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%) menyebabkan
pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa. Jika pasien sadar,

31
okal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat digunakan.
NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan
dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari
turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal
dari NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-angsur dimasukan
hingga ujungnya terlihat di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat
dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan kesulitan dapat
digunakan forcep Magil. Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui hidung berbahaya pada
pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke
intracranial.
Ekstubasi Perioperatif
Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu
pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas spontan.
Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai
penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan
nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan nafas,
tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer. Teknik ekstubasi pasien
dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya pasien tidak sadar
(tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan adanya
vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera hentikan obat-obat anastesi
hipnotik maka pasien berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi tanda-tanda
kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan, gerak dinding dada,
bahkan sampai kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan pasien sudah
bernafas spontan dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasi maksimal.
Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah
yang cukup banyak, dan setelahnya pasien menggunakan alat untuk
memastikan jalan nafas tetap lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring
dan disertai pula dengan triple airway manuver standar.
Syarat-syarat ekstubasi :
1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.

32
2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.
3. PaO2 diatas 80 mm Hg.
4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.
5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.
6. Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.

Komplikasi
Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik
anestesi dan perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana yang
cepat, sederhana, aman dan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua tujuan
dari tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya menjaga jalan napas tetap
paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat ventilasi yang cukup selama
dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal
dapat dibagi menjadi :
Faktor pasien
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena
memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada
jalan napas.
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan
trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.
Faktor yang berhubungan dengan anestesia
1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi
krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya
komplikasi selama tatalaksana jalan napas.
2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau
persiapan pasien dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan
dalam intubasi.

33
Faktor yang berhubungan dengan peralatan
1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan
yang maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang
terjadi pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi
pemakaian tube tersebut.
2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma.
3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik
berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan
tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan
dibagian yang tidak tepat.
Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan
ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan
melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti adalah
tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada pasien apnoe karena
proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat menyebabkan kematian atau
hipoksia otak.
Krikotirotomi (bukan trakeostomi) merupakan metode yang dipilih ketika
dalam keadaan emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot-intubation
(CVCI).
Tabel 9. Komplikasi pada ETT
Komplikasi pada ETT
Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan
Kegagalan intubasi Tension pneumotoraks
Cedera korda spinalis dan kolumna Aspirasi pulmoner
vertebralis
Oklusi arteri sentral pada retina dan Obstruksi jalan napas
kebutaan
Abrasi kornea Diskoneksi
Trauma pada bibir, gigi, lidah dan hidung Tube trakeal

34
Refleks autonom yang berbahaya Pemakaian yang tidak nyaman
Hipertensi, takikardia, bradikardia dan Peletakan yang lemah
aritmia
Peningkatan tekanan intrakranial dan ETT yang tertelan
intraocular
Laringospasme
Bronkospasme
Trauma laring
Avulsi, fraktur dan dislokasi arytenoids
Perforasi jalan napas
Trauma nasal, retrofaringeal, faringeal,
uvula, laringeal, trakea, esofageal dan
bronkus
Intubasi esophageal
Intubasi bronchial
Selama Ekstubasi Setelah Intubasi
Kesulitan ekstubasi Suara mendengkur
Kesulitan melepas kaf Edema laring
Terjadi sutura ETT ke trakea atau bronkus Suara serak
Edema laring Cedera saraf
Aspirasi oral atau isi gaster Ulkus pada permukaan laring
Granuloma laring Jaringan granulasi pada glotis dan
subglotis
Sinekiae laring
Paralisis dan aspirasi korda vocal
Membran laringotrakeal
Komplikasi pada ETT
Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan
Stenosis trakea
Trakeomalacia
Fistula trakeo-esofageal
Fistula trakeo-innominata

35
36

Anda mungkin juga menyukai