Anda di halaman 1dari 54

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA By.

G DENGAN
BRONKOPNEUMONIA DI RUANG RAWAT INAP ANAK
AKUT RSUP DR. M. DJAMIL PADANG DAN EVIDEN
BASED NURSING AROMATERAPI PEPPERMINT
TERHADAP BERSIHAN JALAN NAFAS
TIDAK EFEKTIF

KARYA ILMIAH NERS


KEPERAWATAN ANAK

YENLY FITRI, S.Kep


19131005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA By.G DENGAN
BRONKOPNEUMONIA DI RUANG RAWAT INAP ANAK
AKUT RSUP DR. M. DJAMIL PADANG DAN EVIDEN
BASED NURSING AROMATERAPI PEPPERMINT
TERHADAP BERSIHAN JALAN NAFAS
TIDAK EFEKTIF

KARYA ILMIAH NERS


KEPERAWATAN ANAK
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners (Ns)

OLEH:
YENLY FITRI, S.Kep
19131005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020
PROGRAM STUDI NERS
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
Karya Ilmiah Ners, Juni 2020

Nama : Yenly Fitri, S.Kep


Judul : “Analisis Asuhan Keperawatan Pada By.G Dengan
Bronkopneumonia Di Ruang Anak Akut RSUP Dr. M.
Djamil Padang dan Eviden Based Nursing Aromaterapi
Peppermint “

ABSTRAK
World Health Organization (WHO) menyebutkan pneumonia merupakan
penyebab kematian terbesar pada anak – anak di seluruh dunia. pada tahun 2015
prevalensi kematian pneumonia pada balita sebesar 16% sebanyak 920.136 jiwa
anak. Di Indonesia Data pada tahun 2018 didapatkan sebanyak 447.431 jiwa anak
yang mengalami pneumonia. Di Sumatera Barat Pada tahun 2017 didapatkan data
balita sebanyak 81.736 jiwa, perkiraan balita yang mengalami pneumoni 3,1%
dari jumlah balita, sedangan yang ditemukan dan ditangani sebanyak 2.719 jiwa.
Bronkopneumonia adalah inflamasi paru pada area bronkiolus dan memicu
produksi eksudat mukopurulen sehingga mengakibatkan obstruksi saluran
respiratori dan konsolidasi yang merata ke lobulus yang berdekatan. Hal ini
disebabkan masuknya jamur, virus dan bakteri ataupun benda asing ditandai
dengan panas tinggi, nafas cepat dan dangkal, batuk kering dan produktif. Asuhan
keperawatan pada pasien bronkopneumonia ini untuk mengatasi masalah yang
dirasakan salah satunya yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif. Masalah ini
muncul pada pasien karena dampak dari pengeluaran dahak yang tidak lancar
dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan bernafas dan merasakan sesak.
Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dengan memberikan aromaterapi
peppermint. Aromaterapi pappermint adalah suatu penyembuhan yang berasal
dari alam menggunakan daun mint sebagai tambahan baku. Aromaterapi menthol
yang terdapat pada pappermint memiliki inflamasi, karena pappermint memiliki
antibakteri sehingga membuka saluran pernafasan. Pappermint akan
melonggarkan bronkus, melancarkan pernafasan dan melegakan pernafasan
dengan menghirup pappermint secara langsung. Tujuan Mahasiswa mampu
melakukan Asuhan Keperawatan pada dimulai dengan pengkajian, menganalisa
data, menegakkan diagnosa, dan membuat intervensi. Asuhan keperawatan
diharapkan menunjukkan hasil, dengan pemberian aromaterapi peppermint
terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif pasien dengan bronkopneumonia.

Kata Kunci:
Aromaterapi peppermint, Bersihan Jalan Nafas, Bronkopneumonia
5

NERS STUDY PROGRAM


STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
Ners Scientific Paper, June 2020

Name : Yenly Fitri, S.Kep


Title : "Analysis of Nursing Care At By.G With Bronchopneumoni
in the Acute Children's Room Dr. M.Djamil Padang and
Evident Based Nursing Aromatherapy Peppermint "

ABSTRACT
The World Health Organization (WHO) states that pneumonia is the leading cause
of death in children around the world. in 2015, the prevalence of pneumonia
mortality in children under five was 16% as many as 920,136 children. In
Indonesia, data in 2018 showed that 447,431 children had pneumonia. In West
Sumatra, in 2017, there were 81,736 children under five, the estimate of
underfives who experienced pneumonia was 3.1% of the number of children
under five, while 2,719 people were found and treated. Bronchopneumonia is an
inflammation of the lungs in the bronchiolar area and triggers the production of
mucopurulent exudate resulting in respiratory tract obstruction and even
consolidation into adjacent lobules. This is due to the entry of fungi, viruses and
bacteria or foreign objects characterized by high heat, rapid and shallow
breathing, dry and productive cough. Nursing care for bronchopneumonia patients
is to overcome the problems one of them is ineffective airway cleaning. This
problem arises in patients because the impact of the non-smooth expelling of
phlegm can cause the sufferer to have difficulty breathing and feel short of breath.
To overcome this problem, you can give peppermint aromatherapy. Pappermint
aromatherapy is a natural healing remedy using mint leaves as a raw addition.
Menthol aromatherapy found in pappermint has inflammation, because
pappermint has antibacterial properties that open up the respiratory tract.
Pappermint will loosen the bronchi, improve breathing and relieve breathing by
inhaling pappermint directly. Objectives Students are able to perform nursing care
starting with assessment, analyzing data, establishing diagnoses, and making
interventions. Nursing care is expected to show results, with peppermint
aromatherapy for ineffective airway clearance of patients with
bronchopneumonia.

Keywords:
Peppermint Aromatherapy, Airway Cleansing, Bronchopneumonia
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pernafasan merupakan salah satu organ penting dari bagian tubuh
manusia setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem
pernafasan akan mempengaruhi semua organ lain yang akan mengganggu
aktivitas manusia. Gangguan pada sistem pernafasan ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor penyebab diantaranya karena polusi udara, gaya hidup yang
tidak sehat, kebiasaan merokok, virus, dan bakteri (Engram,2012). Bayi dan
Anak – anak lebih rentan terhadap penyakit karena respon imunitas mereka
masih belum berkembang dengan baik. Penyakit infeksi saluran pernafasan
dilaporkan menjadi 10 penyakit utama di negara berkembang. Salah satu
penyakit saluran pernafasan adalah pneumonia (Sinaga,2019).
World Health Organization (WHO) menyebutkan pneumonia merupakan
penyebab kematian terbesar pada anak – anak di seluruh dunia. Tahun 2014
ditemukan sebanyak 930.000 jiwa anak. pada tahun 2015 prevalensi kematian
pneumonia pada balita sebesar 16% sebanyak 920.136 jiwa anak
(WHO,2017), sedangkan Pada tahun 2016 didapatkan data kematian balita
akibat pneumonia dengan jumlah 880.000 jiwa, dengan Indonesia menempati
urutan ke 2 (UNICEF,2018).
Prevalensi pneumonia di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 63,45%
dibandingkan tahun 2016 sebanyak 65,27% sedangkan pada tahun 2017
didapatkan sebanyak 51,19% yang mengalami pneumonia. Data pada tahun
2018 didapatkan sebanyak 447.431 jiwa anak yang mengalami pneumonia
dengan angka tertinggi di Papua terdapat sebanyak 35% dan yang terendahnya
di Bali sebanyak 10%. Sedangkan Sumatera Barat menempati urutan yang ke
9 dengan kasus pneumonia terbanyak (Kemenkes RI,2018).
Di Sumatera Barat jumlah balita didapatkan 81.736 juta jiwa,
diperkirakan jumlah penderita yaitu 3,91% dari jumlah balita. Kota Padang
merupakan salah satu wilayah di Sumatera Barat dengan angka kejadian
pneumonia terbanyak. Pada tahun 2017 didapatkan data balita sebanyak

1
7

81.736 jiwa, perkiraan balita yang mengalami pneumoni 3,1% dari jumlah
balita, sedangan yang ditemukan dan ditangani sebanyak 2.719 jiwa (Dinas
Kesehatan Kota Padang,2018).
Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkim paru. Umumnya
pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai bronkopneumonia.
Bronkopneumonia bentuk suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia
lobular atau adanya infiltrat pada bagian area pada kedua lapang atau bidang
paru dan sekitar bronkhi (Sinaga,2019). Bronkopneumonia adalah suatu
peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau
peradangan yang terdiri pada jaringan paru dengan cara penyebaran langsung
melalui saluran pernafasan atau hematogen sampai ke bronkus (Nari,2019).
Bronkopneumonia ditandai dengan panas yang tinggi, gelisah, dispnea,
nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif
(Hidayat,2011). Penyebab dari bronkopneumonia yang biasa yaitu masuknya
bacteri Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia sedangkan untuk virus
yaitu adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus
(RSV) dan para influenza virus yang masuk melalui saluran pernafasan. Pada
umumnya dikategorikan sebagai penyakit menular yang di tularkan melalui
udara dengan sumber penularan adalah penderita yang menyebarkan kuman
dalam bentuk doplet ke udara pada saat batuk, bersin dan terhirup oleh orang
di sekitar (Pramono dkk,2019).
Selain dari penyebab bakteri dan virus adapun faktor lain yang dapat
mempengaruhi peningkatan keparahan bronkopneumonia yaitu status gizi
yang kurang atau buruk, pemberian air susu ibu (ASI) tidak sampai enam
bulan, tidak mengkonsumsi suplemen zink, bayi berat badan lahir rendah,
tidak vaksinasi dasar lengkap, polusi udara, asap rokok, asap bakaran, serta
rendahnya status sosial ekonomi dan pendidikan ibu (Patria,2016).
Dampak yang muncul pada anak yang mengalami bronkopneumonia
dapat berupa fisik maupun psikologisnya. dampak fisik yang dialami anak
seperti akan terjadinya atelektasis pada paru, episema, abses paru, infeksi
sitemik, endokarditis, meningitis, dan akibat yang lebih parah lagi dapat
mengalami kematian. Proses penerapan asuhan keperawatan yang tepat
8

memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan


pencegahan sehingga dapat meminimalkan dampak yang akan terjadi
(Ngastiyah,2012).
Peran perawat adalah menerapkan asuhan keperawatan yang
komprehensif yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Peran
perawat sebagai promotif yaitu dengan cara memberikan pendidikan kepada
pasien dan keluarga tentang penyakit. Peran perawat sebagai preventif adalah
mencegah terjadinya penyakit yang dialami ke dampak yang lebih serius.
Peran perawat sebagai rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan
bagi penderita yang dirawat dirumah sakit. Peran perawat sebagai kuratif
bertujuan untuk memberikan pengobatan dan asuhan keperawatan berupa
pemberian intervensi terapi non farmakologis ataupun farmakologis (Kozier,
2011).
Dalam menjalankan perannya perawat menyiapkan serta memposisikan
pasien untuk tindakan dan memberikan dukungan sepanjang proses asuhan
keperawatan yang dilakukan. Asuhan keperawatan yang diberikan dengan
memperhatikan kebutuhan dasar pasien Bronkopneumonia melalui pemberian
pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses keperawatan serta
memberikan berbagai informasi untuk menambah tingkat pengetahuan
keluarga pasien terhadap Bronkopneumonia. Sehingga diharapkan terjadi
perubahan perilaku pasien setelah mendapatkan pendidikan. Asuhan
keperawatan yang di berikan pada pasien bronkopneumonia ini untuk
mengatasi masalah yang dirasakan (Engram,2012).
Masalah keperawatan yang dapat muncul pada anak mengalami
bronkopneumonia adalah gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif,
bersihan jalan nafas tidak efektif, defisit nutrisi, nyeri akut, serta hipertermia.
Salah satuh masalah yang sering terjadinya dan sering muncul pada anak
dengan bronkopneumonia yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif
(SDKI,2017).
Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan keadaan dimana individu
tidak mampu mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk mempertahankan
kepatenan jalan nafas. Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah masalah
9

keperawatan yang muncul pada pasien bronkopneumonia, terjadi karena


dampak dari pengeluaran dahak yang tidak lancar dapat menyebabkan
penderita mengalami kesulitan bernafas dan merasakan sesak. Apabila
masalah ini tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah
yang lebih berat seperti pasien akan mengalami sesak yang hebat bahkan bisa
menimbulkan kematian (Potter dan Perry, 2011).
Penatalaksaan yang dapat diberikan pada pasien dengan
bronkopneumonia ini bisa berupa secara farmakologi maupun
nonfarmakologi. Secara farmakologi penatalaksanaan yang dapat diberikan
yaitu pengobatan melalui obat-obatan ataupun nebulizer untuk mengencerkan
dan mengurangi dahak yang ada di jalan nafas, sedangkan secara
nonfarmakologi penatalaksanaan yang dapat diberikan bisa latihan nafas
dalam, fisioterapi dada, pemberian komplementer berupa tanaman herbal
seperti madu dan pappermint (Amita, 2012).
Aromaterapi pappermint adalah suatu penyembuhan yang berasal dari
alam dengan menggunakan daun mint sebagai tambahan baku. Daun mint
mengandung menthol yang sering digunakan sebagai bahan baku obat flu.
Aromaterapi dengan penggunaan minyak essensial bermanfaat untuk
meningkatkan keadan fisik dan psikologi. Melalui penghirupan, sebagian
molekul aromatik akan diserap oleh lapisan mukosa pada saluran pernafasan,
baik pada bronkus maupun pada cabang halusnya bronkiolus (Amelia,2018).
Aromaterapi menthol yang terdapat pada pappermint memiliki inflamasi,
karena pappermint memiliki sifat antibakteri sehingga membuka saluran
pernafasan. Pappermint akan melonggarkan bronkus sehingga akan
melancarkan pernafasan dan melegakan pernafasan hal ini dapat dilakukan
dengan menghirup pappermint secara langsung. Bahan aktif dalam
pappermint (Siswantoro,2015).
Bedasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh amelia,
(2018) tentang aromaterapi peppermint terhadap masalah keperawatan
ketidakefektifpan bersihan jalan nafas anak dengan bronkopneumoni terdapat
perbedaan signifikan terhadap bersihan jalan nafas pada pasien anak dengan
10

bronkopneumonia antara sebelum dan sesudah di berikan produk aromaterapi


essensial peppermint, dimana terlihat hasil signifikan sebesar p=0,002.
Selain dari Amelia adapun peneliti lain yang melakukan penelitian
tentang mint yaitu Anwari, (2019) tentang efektifitas kombinasi mint
(pepermint oil) dan cairan nebulizer pada penanganan batuk asma bronchiale
setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil dengan kesimpulan terdapat
perbedaan yang signifikan pada status batuk pasien yang setelah penambahan
ekstrak mint melalui nebulizer dengan p=0,006.
Peneliti lain yang juga melakukan pemberian aromaterapi peppermint
yaitu Aprilliawati, (2017) tentang upaya peningkatan ketidakefektifpan
bersihan jalan nafas melalui inhalasi aromaterapi peppermint pada penderita
tuberculosis dari hasil dapat disimpulkan bahwa pemberian inhalasi
aromaterapi peppermint dapat bermanfaan untuk meningkatkan
ketidakefektifpan bersihan jalan nafas pada penderita tuberkulosis.
Berdasarkan survey data yang diperoleh diruang anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2018 didapatkan sebanyak 876 orang yang mengalami
bronkopneumonia. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 4 November 2019
didapatkan jumlah kasus yang mengalami bronkopneumonia sebanyak 1
orang. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menulis Karya
Ilmiah Ners “Analisis Asuhan Keperawatan pada By. G dengan
Bronkopneumonia yang diberikan aromaterapi peppermint terhadap bersihan
jalan nafas tidak efektif di Ruang Akut RSUP Dr. M. Djamil Padang”.

B. Rumusan masalah
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau peradangan yang terdiri pada jaringan paru
dengan cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau hematogen
sampai ke bronkus. Data diruang anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
pengkajian pada tanggal 4 November 2019 didapatkan jumlah kasus yang
mengalami bronkopneumonia sebanyak 1 kasus. Proses asuhan keperawatan
memegang peranan yang sangat penting dalam penyembuhan dan pencegahan
pada anak yang mengalami bronkopneumonia. Salah satu masalah
11

keperawatan yang terjadi yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan
non farmakologis.
Terapi non farmakologis untuk mengatasi masalah keperawatan bersihan
jalan nafas tidak efektif yang dapat digunakan yaitu aromaterapi peppermint.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalahi penelitian adalah
bagaimana cara menerapkan intervensi untuk mengatasi bersihan jalan nafas
tidak efektif pada bronkopneumonia. Penulis dapat merumuskan masalah
sejauh mana penanganan bersihan jalan nafas tidak efektif pada
bronkopneumonia dengan pemberian aromaterapi peppermint pada anak
dengan bronkopneumonia diruang Anak Akut RSUP Dr. M. Djamil Padang.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan Analisis Asuhan Keperawatan pada
An. G dengan Bronkopneumonia di Ruang Rawat Inap Anak Akut RSUP
Dr. M. Djamil Padang dan Eviden Based Nursing aromaterapi peppermint
terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian dan membuat analisa data pada An. G
dengan Bronkopneumonia di Ruang Anak Akut RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. G dengan
Bronkopneumonia di Ruang Anak Akut RSUP Dr. M. Djamil Padang.
c. Mampu membuat intervensi keperawatan pada An. G dengan
Bronkopneumonia di Ruang Anak Akut RSUP Dr. M. Djamil Padang.
d. Mampu menganalisis pemberian Aromaterapi Pappermint terhadap
bersihan jalan nafas tidak effektif di Ruang Anak Akut RSUP Dr. M.
Djamil Padang.
12

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Untuk memperdalam pengetahuan penulis terkait Asuhan keperawatan
pada Anak yang mengalami Bronkopneumonia dan mengaplikasikan ilmu
yang telah di peroleh diperkuliahan dalam praktek klinik keperawatan
pada anak dengan bronkopneumonia yang di berikan aromaterapi
peppermint terhadap bersihan jalan nafas tidak effectif di Ruang Anak
Akut RSUP Dr. M. Djamil Padang.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan diperpustakaan untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan Anak khususnya pada Anak
yang mengalami Bronkopneumonia bagi semua mahasiswa STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang.
3. Bagi Instansi Kesehatan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama
terhadap Anak yang mengalami Bronkopneumonia sesuai dengan Asuhan
Keperawatan serta dapat mengaplikasikan penggunaan aromaterapi
peppermint pada Anak yang mengalami Bronkopneumonia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di
sebabkan oleh bacteri, virus dan jamur, ataupun benda asing yang ditandai
dengan gejala panas tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal,
muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Hidayat,2011).
Bronkopneumonia adalah radang paru yang berasal dari cabang –
cabang tenggorokan yang mengalami infeksi dan tersumbat oleh getah
radang, menimbulkan pemadatan – pemadatan bergerombol dalam lubulus
paru yang berdekatan, biasa terjadi akibat batuk rejan, campak, influenza,
tifus dan sebagainya (Andra dan Yessie, 2013).
2. Etiologi Bronkopneumonia
Bronkopneurmonia dapat disebabkan oleh bakteri (pneumococus,
Streptococus), virus pneumony hypostatik, syndroma loffller, jamur dan
benda asing. Bronkopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan,
cairan muntah, atau inhalasi kimia, merokok dan gas (Alsagaf,2012).
3. Patofisiologi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat,
2011). Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya
kuman pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Umumnya bakteri penyebab
terhisap melalui udara dan makanan ke jaringan paru- paru melalui saluran
pernafasan atas untuk mencapai bronkiolus dan alveolus sekitarnya.
Kuman tersebut berkembang biak di saluran nafas atau sampai di paru-
paru. Bila mekanisme pertahanan seperti sistem transport mukosilia tidak
adekuat maka kuman berkembang biak secara cepat sehingga terjadi
peradangan di saluran nafas atas. Bronkopneumonia biasanya didahului
oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari.
Kuman masuk ke alveolus melalui poros kohn sehingga terjadi peradangan

8
14

pada dinding bronkus atau bronkiolus dan alveolus (McPhee &


Ganong,2012).
Bakteri yang masuk menimbulkan reaksi peradangan hebat dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
interstitial. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang
berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler
alveoli menjadi melebar. Apabila proses konsolidasi tidak dapat
berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat
pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan.
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel
polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan udema dan ditemukannya kuman
di alveoli. Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura,
terdapatnya fibrin dan leukosit polimorfonuklear di alveoli dan terjadinya
proses fagositosis yang cepat. Akhirnya jumlah sel makrofag di alveoli
meningkat, sel akan berdegenerasi dan fibrin menipis (McPhee &
Ganong,2012).
Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan
kavitasi, koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan
bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terjadi
eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan
virulensi kuman stafilokokus yang tidak menghasilkan koagulase. Akibat
terbentuknya H2O2 pada metabolismenya maka yang terjadi adalah
deskuamasi dan ulserasi lapisan mukosa, terjadi peningkatan asam laktat
sehingga merangsang nosiseptor untuk mempersepsikan nyeri dan
terjadinya pelepasan mediator nyeri (McPhee & Ganong,2012).
Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang
disebut endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga
sampai hipotalamus, maka suhu tubuh akan meningkat dan meningkatkan
kecepatan metabolisme. Dari terbentuknya H2O2 pada metabolisme an
aerob maka yang terjadi adalah deskuamasi dan ulserasi lapisan mukosa
sehingga merangsang hipotalamus dan menyebabkan terjadinya
peningkatan set point di hipotalamus. Pengaruh dari meningkatnya
15

metabolisme adalah penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan darah


menurun sebagai akibat dari vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi
volume darah karena dehidrasi, panas dan takhipnea meningkatkan
kehilangan cairan melalui kulit (keringat) dan saluran pernafasan sehingga
menyebabkan dehidrasi yang berakibat pada suhu tubuh meningkat,
demam dan menggingil (McPhee & Ganong,2012).
Mikrobakterium Pneumoniae menimbulkan peradangan dengan
gambaran baragam pada paru yang menyebabkan daya tahan tubuh atau
imun menurun. Respon hormonal juga berperan penting sehingga antigen
berikatan dengan antibodi dalam reaksi peradangan. Bakteri yang masuk
menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema
yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman
pneumokokus dapat meluas melalui porus khon dari alveoli ke seluruh
segmen atau lobus. Eritrosit mengalami pembesaran dan beberapa leukosit
dari kapiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan
edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga
kapiler alveoli menjadi melebar. Paru-paru menjadi sedikit udara, kenyal
dan berwarna merah. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli
penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus
difagositasi oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag
masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman
penumokokus di dalamnya. Terjadi resolusi sempurna dan paru-paru
menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas
(McPhee & Ganong,2012) .
Jaringan paru mengalami konsolidasi atau daerah paru menjadi padat,
maka kapasitas vital dan compliance paru menurun dimana kelainan pada
compliance paru seseorang dapat mengganggu kemampuan seseorang
untuk mempertahankan pertukaran gas terutama O2 dan CO2, serta aliran
darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau atau shunt kanan
ke kiri dengan ventilasi perfusi yang mismatch atau tidak sesuai, sehingga
berakibat pada hipoksia dan kerja jantung meningkat akibat saturasi
oksigen yang menurun dan hiperkapnia. Hiperkapnia adalah berlebihnya
16

karbondioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari


terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk
jumlah CO2 yang diproduksi atau dengan kata lain timbulnya retensi CO2
didalam jaringan. Selain dapat berakibat penurunan kemampuan
pengambilan oksigen dan berkurangnya kapasitas paru, penderita akan
berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot bantu
pernapasan yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi dada, sesak dan
peningkatan pernafasan (McPhee & Ganong,2012).
4. Komplikasi Bronkopneumonia
Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia menurut Ngastiyah,
2012 :
a. Atelectasis, adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru akibat kurangnya mobilisasi refleks batuk hilang apabila
penumpukan sekret akibat berkurangnya daya kembang paru secara
terus menerus terjadi dan penumpukan sekret menyebabkan obstruksi
bronkus instrinsik.
b. Episema, adalah keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura
c. Abses paru, adalah penumpukan pus atau nanah dalam paru dan
meradang
d. Infeksi sitemik
e. Endokarditis, adalah peradangan pada katup endocardial
f. Meningitis, adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Biasanya meliputi nama, No MR, umur (biasanya paling banyak
terjadi pada anak -anak), pekerjaan, jenis kelamin (biasanya terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan), agama, status perkawinan,
alamat, penangung jawab, alamat, tanggal masuk rumah akit, yang
17

mengiris, cara masuk RS, alasan masuk RS, riwayat alergi (obat,
makanan, dll) dan alat bantu yang dipakai.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami Menggigil mendadak, demam yang
tinggi dengan cepat dan berkeringat banyak, Nyeri dada seperti
ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan dan batuk, Sakit
parah dengan takipnea jelas (25 – 45/menit) dan dispnea, Nadi
cepat dan bersambung, Bradikardia relatif, Sputum purulen,
kemerahan, bersemu darah, kental atau hijau relatif terhadap
preparat etiologis, Tanda-tanda lain: demam, krakles, dan tanda-
tanda konsolidasi lebar.
2) Riwayat kesehatan dahulu
biasanya pernah mengalami penyakit saluran pernafasan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada / tidak anggota keluarga yang mempunyai riwayat
penyakit TBC, asma dan penyakit infeksi paru lainnya (Muttaqin,
2010).
c. Pola Nutrisi/Metabolisme
1) Pola Makan dan Minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan dikarenakan batuk dan
sesak nafas. Biasanya pasien minum banyak karena pasien
mengalami batuk, atau untuk mengurangi sesak nafanya.
2) Pola aktivitas/latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri
terganggu dan biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan
orang lain. Biasanya pasien kesulitan menentukan kondisi,
contohnya tidak mampu bekerja dan mempertahankan fungsi
peran dalam keluarga.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
a) Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat
18

b) Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat


uremia dimana dapat mempengaruhi sistem saraf pusat.
c) TTV : RR meningkat, tekanan darah normal, nadi normal
dan suhu meningkat
2) Kepala
a) Rambut : Biasanya tidak ada masalah.
b) Wajah : Biasanya pasien berwajah pucat,
c) Mata : Biasanya mata pasien memerah, penglihatan
kabur, konjungtiva anemis, dan sclera tidak ikterik.
d) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan
pasien menggunakan pernafasan cuping hidung
e) Bibir : Biasanya mukosa bibir kering
f) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
g) Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan
h) Leher : Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar
tyroid atau kelenjar getah bening
3) Dada / Thorak
a) Inspeksi : biasanya terlihat ekspansi dada asimetris,
tampak sesak nafas, tampak penggunaan otot bantu nafas,
pergerakan dada saat bernafas cepat, dan
ketidakseimbangan antara inspirasi dan ekspirasi.
b) Palpasi : biasanya hantaran fremitus kiri dan kanan
menurun, tidak sama dan biasanya ekspansi paru meningkat
c) Perkusi   : bunyi pekak diatas area yang terisi cairan
(hematorak)
d) Auskultasi : biasanya terdapatnya suara nafas
tambahan berupa wheezing atau rhonki
4) Jantung
a) Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : Biasanya ictus cordis teraba di ruang
inter costal 2 linea deksta sinistra
c) Perkusi : Biasanya ada nyeri
19

d) Auskultasi : Biasanya menentukan suara jantung I dan


II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala jantung
5) Perut / Abdomen
a) Inspeksi :Biasanya terjadi distensi abdomen, tidak
ada asites
b) Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar
antara 5-35 kali/menit
c) Palpasi : Biasanya tidak ada nyeri tekan pada
bagian pinggang, dan tidak adanya pembesaran hepar dan
lien
d) Perkusi : Biasanya terdengar thympani.
6) Ekstremitas
Biasanya kekuatan otot mengalami penurunan, pada inspeksi
perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Palpasi pada kedua
ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
7) Integumen
Biasanya pucat, sianosis, turgor kulit jelek.
8) Neurologi
Biasanya pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji.
Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah
composmentis atau somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks
patologis dan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan (Muttaqin, 2010).
e. Penatalaksanaan
1) Farmakologis
a) Pemberian terapi oksigen 1-5 L/menit
b) Pemberian terapi cairan infus 500 ml/24 jam. Jumlah cairan
disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan status
hidrasi
20

c) Pemberian ventolin yaitu bronkodilator untuk melebarkan


bronkus
d) Pemberian antibiotik untuk mengurang komplikasi
e) Pemberian antipiretik untuk mengatasi demam
2) Non farmakologis
a) Pasien diposisikan untuk mendapatkan inspirasi maksimal
yaitu semi fowler 45 derajat
b) Melakukan teknik nafas dalam dan fisioterapi dada
c) Penggunaan herbal seperti : daun mint (aromaterapi
peppermint), madu,dll
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada Bronkopneumonia adalah sebagai
berikut menurut Padila, (2013):
1) Foto thoraks, pada foto thorax bronkopneumonia terdapat
bercak –bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus
2) Laboratorium, biasanya leukosit dapat mencapai 15.000-40.000
mm3 dengan pergeseran kekiri
3) GDA, tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada
4) Analisa gas darah arteri, bisa menunjukkan asidosis metabolik
dengan atau tanpa retensi CO2
5) LED meningkat
6) Elektrolit natrium dan klorida dapat rendah

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi,
perubahan membran alveolus - kapiler
b. Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan, hambatan
upaya napas, deformitas dinding dada, deformitas tulang, gangguan
neuromuskular, gangguan neurologis, imaturitas neurologis,
penurunan energi, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi
21

paru, Sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi diafragma, cedera


pada medula spinalis, efek agen farmakologis, kecemasan
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan napas,
hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskular, benda asing
dalam jalan napas, adanya jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan,
hiperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek
agenfarmakologis.
d. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor
ekonomi, faktor psikologi
e. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis, agen pencedera kimiawi,
agen pencedera fisik
f. Hipertermi b.d Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit, ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan,
Peningkatan laju metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan,
penggunaan inkubator
(SDKI, 2017).

3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1
SDKI SLKI SIKI
Pola napas tidak Pola nafas Manajemen jalan nafas
efektif 1. Dispnea menurun Observasi
2. Penggunaan otot 1. Monitor pola nafas
bantu napas 2. Monitor bunyi nafas
menurun tambahan
3. Pernafasan 3. Monitor sputum
cuping hidung Terapeutik
menurun 1. Berikan minum hangat
4. Frekuensi nafas 2. Berikan fisioterapi
membaik dada jika perlu
3. Berikan oksigen jika
22

perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupn cairan
1000 ml
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Koalborasi dalam
pemberian terapi jika
perlu
Gangguan Pertukaran gas Pemantauan Respirasi
pertukaran gas 1. Keseimbangan Observasi
asam basa 1. Monitor frekuensi,
2. Respon ventilasi irama, kedalaman, dan
mekanik upaya napas
3. Tingkat delirium 2. Monitor pola napas
4. Konservasi energi 3. Monitor adanya
5. Perfusi paru produksi sputum
4. Auskultasi bunyi napas
5. Monitor saturasi
oksigen
6. Monitor nilai AGD
7. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
Teraupetik
1. Atur interval
pemantauan
respiratorik sesuai
kondisi pasien
Edukasi
1. Jelaskan kepada klien
dan keluarga tujuan
pemantauan
23

Bersihan jalan Bersihan jalan Manajemen jalan napas


napas tidak napas Observasi
efektif  Batuk efektif  Monitor pola napas
 Produksi  Monitor bunyi napas
sputum  Monitor sputum
 Dispnea Teraupetik

 Ortopnea  Pertahankan kepatenan

 Sianosis jalan napas dengan


head-tilt chin-lift
 Gelisah
 Posisikan semi fowler
 Frekuensi
 Lakukan penghisapan
napas
lendir kurang dari 15
 Polanapas
detik
 Beri oksigen
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu
hipertermia Termoregulasi Manajemen hipertermia
 Tidak menggigil Observasi
 Kulit tidak merah 1. Identifikasi

 Tidak pucat penyebab

 Suhu tubuh normal hipertermia


2. Monitor suhu

tubuh
3. Monitor kadar
elektrolit
4. Monitor
komplikasi
akibat
hipertermia
Terapeutik
1. Longgarkan
atau lepaskan
24

pakaian
2. Berikan cairan
oral
3. Ganti linen
setiap hari atau
lebih sering
mengalami
hiperhidrosis
4. Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Nyeri akut Tingkat nyeri menurun Manajemen nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
instensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
4. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah di berikan
5. Monitor efek samping
penggunaan analgesik
25

Terapeutik
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
2. Control lingkungan
yang memperberat nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Defisit nutrisi Status nutrisi membaik Manajemem Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan
yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
6. Monitor asupan
makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygine
26

sebelum makan, jika


perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
kontipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang di
butuhkan.

C. Eviden Based Nursing Aromaterapi Peppermint


Aromaterapi peppermint adalah suatu penyembuhan yang berasal dari
alam dengan menggunakan aromaterapi peppermint sebagai tambahan baku.
Aromaterapi ini mengandung menthol sehingga sering digunakan juga
27

sebagai bahan baku obat flu. Aroma mentol yang terdapat pada aromaterapi
peppermint memiliki anti inflamasi, sehingga nantinya akan menbuka saluran
pernafasan. Selain itu aroma terapi peppermint akan melonggarkan bronkus
sehingga akan melancarkan pernafasan untuk melegakan pernafasan dapat
menghirup aromaterapi peppermint secara langsung (Rasmin dkk, 2012).
Salah satu tumbuhan herbal yang memiliki aroma yang menyegarkan
adalah daun mint (menta piperita). Minyak mint merupakan minyak mudah
menguap yang berasal dari daun mint, dan diperoleh melalui proses distilasi.
Minyak mint banyak digunakan sebagai bahan baku makanan industri
makanan, minuman, dan farmasi yaitu sebagai obat antiseptik, minyak angin,
bahan pasta gigi, dan untuk membantu pernafasan. Minyak mint dalam
bentuk ekstrak memiliki berbagai macam ester terutama menthyl asetat dan
monoterpen yang menghasilkan aroma dan flavor (minty) yang bermanfaat
untuk pernafasan (Anwari,2019).
Aroma menthol yang terdapat pada daun mint memiliki anti inflamasi,
sehingga nantinya akan membuka saluran pernafasan. Selain itu, daun mint
juga akan membantu mengobati infeksi akibat serangan bakteri. Karena daun
mint akan melonggarkan bronkus sehingga akan melancarkan pernafasan.
Untuk melegakan pernafasan bisa menghirup daun mint secara langsung.
Sedangkan inhalasi sederhana adalah menghirup uap hangat dari air yang
mendidih telah dicampurkan dengan aromaterapi sebagai penghangat, misal
daun mint. Terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme,
mengencerkan sputum, menurunkan hiperaktivitas bronkus serta mengatasi
infeksi. Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma,
penyakit paru obstruksi kronik, bronkopneumonia, tuberkulosis, dll (Rasmin
dkk,2012).
Tabel 2.2
Standar operasional prosedur (SOP) obat herbal dari daun mint menurut Goldman
(2014):
Pengertian Aromaterapi peppermint adalah suatu penyembuhan
yang berasal dari alam dengan menggunakan
aromaterapi peppermint sebagai tambahan baku.
Aroma mentol yang terdapat pada aromaterapi
28

peppermint memiliki anti inflamasi, sehingga


nantinya akan menbuka saluran pernafasan (Rasmin
dkk,2012)
Tujuan Terapi inhalasi ini bertujuan untuk mengatasi
bronkospasme, mengencerkan sputum, menurunkan
hiperaktivitas bronkus serta mengatasi infeksi
Prosedur / langkah a. Persiapan alat dan bahan
kerja 1. Daun mint 5. Kompor
2. Mangkok kecil 6. Sarung tangan
3. Handuk kecil 7. Stetoskop
4. Air putih
b. Prosedur pembuatan
1. Rebus air tunggu sampai sedikit mendidih
2. Masukkan daun mint kedalam air rebusan
dan tunggu sampai mendidih dan terdapat
uap panasnya
3. Salin dan masukan kedalam mangkok yang
telah di sediakan
c. Pre interaksi
1. Memastikan pasien yang akan diberikan
terapi
2. Mempersiapkan alat yang di butuhkan
3. Mempersiapkan lingkungan
d. Orientasi
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri
2. Validasi dan evaluasi perasaan pasien
3. Menjelaskan pada orang tua tujuan,
prosedur dan manfaat yang akan dilakukan
e. Fase kerja
1. Cuci tangan sesuai SOP
2. Siapkan alat – alat secara lengkap. Bawa
alat – alat kesamping tempat tidur
29

3. tutup pintu atau pasang screm / korden pada


samping tempat tidur pasien
4. atur posisi pasien senyaman mungkin
5. masukkan air hangat yang telah dicampur
daun mint kedalam kom
6. dekatkan air hangat yang telah dicampurkan
dengan daun mint kepada
7. anjurkan untuk menghirup selama 10 menit
dan lakukan 2x dalam sehari
8. Bereskan alat – alat
f. Fase Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Salam terapeutik untuk mengakhiri
intervensi
3. Dokumentasi kegiatan yang dilakukan.
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Ringkasan Kasus Kelolaan


By. G laki – laki usia 5 bulan masuk ke ruang anak akut RSUP Dr. M.
Djamil Padang masuk melalui IGD dengan cara transfer pada tanggal 2
November 2019. Pasien masuk dengan keluhan utama batuk sejak 2 minggu
yang lalu, sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu semakin bertambah sejak
malam ini dan pasien demam sejak 1 hari yang lalu. Saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 4 November 2019 didapatkan data ibu By. G
mengatakan anaknya masih batuk, ibu By. G mengatakan anaknya masih
sesak, ibu By. G juga mengatakan anaknya batuk disertai pilek, ibu
mengatakan By. G demam, ibu mengatakan By. G panasnya tidak turun. Data
objektif yang didapatkan : pasien tampak gelisah, TTV suhu 38 0C, Nadi 126
x/i, RR 43 x/i, tampak penggunaan nafas cuping hidung, tampak pucat, kulit
teraba hangat tampak retraksi dinding dada, auskultasi terdengar
ronchi,inspirasi lebih pendek dari ekspirasi, IUFD Kaen IB 15 tts/i, O2 1 liter,
ampicilin 4x100 mg IV, betamidi 2x10 mg IV, dexametosa 3x 0,6 mg IV,
cathyrok 3x 25 mg, paracetamol 4x40 mg.
Dari pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan
yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan, pola nafas
tidak efektif b.d deformitas dinding dada, dan hipertermia b.d proses penyakit
(infeksi). Untuk mengatasi masalah keperawatan dilakukan intervensi
keperawatan. Maslah bersihan jalan nafas tidak efektif pasien dilakukan
nebulizer dan fisioterapi dada, selain itu dapat menggunakan tanaman herbal
peppermint untuk mengencerkan dahak di jalan nafas, masalah pola nafas
tidak efektif pasien diberikan pemberian O2 sebanyak 2 liter, sedangkan
untuk masalah keperawatan hipertermi pasien diberikan obat paracetamol
untuk meredakan suhu tubuh.

25
31

B. Laporan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama anak : By. G
Tempat /tgl lahir : Padang / 26 Mei 2019
Umur : 5 bulan
Jenis kelamin : laki - laki
Pendidikan : belum menikah
Anak ke :4
BB/TB : 8700 gr/ 64 cm
b. Identitas penanggung jawab
Nama Ibu : Ny. Y Nama Ayah : Tn. Y
Umur : 33 tahun Umur : 36 Tahun
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : tamat SLTP Pendidikan : tamat SLTP
Alamat : pitameh tanjung saba, Lubeg.
Dx. Medis : Bronkopneumonia
No. RM : 01.05.98.09
Tgl Masuk RS : 02 November 2019

c. Keluhan Utama (Alasan Masuk RS, cara masuk)


Pasien By. G umur 5 bulan masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang
melalui IGD dengan cara transfer. Pasien dirawat diruang anak akut.
Pasien masuk dengan keluhan utama batuk sejak 2 minggu yang lalu,
sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu semakin bertambah sejak malam ini
dan pasien demam sejak 1 hari yang lalu. Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 4 November 2019 didapatkan data ibu By. G mengatakan anaknya
masih batuk, ibu By. G mengatakan anaknya masih sesak, ibu By. G juga
mengatakan anaknya batuk disertai pilek, ibu mengatakan By. G demam,
ibu mengatakan By. G panasnya tidak turun.
32

d. Riwayat kehamilan dan prenatal


1) Prenatal
Ibu By. G mengatakan ketika hamil tidak ada mengalami riwayat sakit
yang mengharuskan di rawat di RS. Ibu By. G juga mengatakan bahwa
melakukan pemeriksaan rutin.
2) Intranatal
Ibu By. G mengatakan anak nya lahir spontan dengan pertolongan
bidan yang dekat rumah dengan bb 2800 gr keadaan bayi tunggal.
3) Post natal
Ibu By. G mengatakan setelah melahirkan tidak ada komplikasi

e. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Ibu By. G mengatakan dulunya anaknya belum pernah mengalami
penyakit yang mengharuskan sampai di rawat. Ibu By. G juga
mengatakan bahwa anaknya hanya mengalami demam, batuk, dan
pilek biasa saja yang hanya di bawa kepuskesmas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 4 November 2019 didapatkan
data ibu By. G mengatakan anaknya masih batuk, ibu By. G
mengatakan anaknya masih sesak, ibu By. G juga mengatakan anaknya
batuk disertai pilek, ibu mengatakan By. G demam, ibu mengatakan
By. G panasnya tidak turun.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Ibu By. G mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama dengan by. G ataupun penyakit keturunan. Ibu By.
G mengatakan ayah By. G seorang perokok aktif
33

f. Genogram

Keterangan
: Laki – Laki : pasien
: Perempuan X : meninggal
------- : tinggal serumah
Penjelasan
By. G adalah anak dari Ny. Y dan Tn. Y merupan anak ke 4 dari 4
bersaudara. By. G tinggal bersama ayah, ibu, kakak, kakek, nenek,
tante,dan sepupunya yg lain.

g. Riwayat kesehatan lingkungan


Ibu By. G mengatakan bahwa rumahnya dipinggir jalan sehingga beresiko
untuk terpapar polusi udara.

h. Riwayat psikososial
Ibu By. G mengatakan cemas akan kondisi anaknya saat ini karena
anaknya gelisah dan rewel.

i. Imunisasi
Tabel 3.1
No Jenis Usia Usia Usia Usia
Imunisasi Pemberian I Pemberian Pemberian Pemberian
II III IV
1 BCG 1 bulan - - -
2 Hepatitis 0 hari - - -
3 DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
34

4 POLIO 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan


5 Campak - - - -

j. Pola kebiasaan sehari – hari


1) Pola makan dan minum
Ibu By. G mengatakan bahwa bayi G masih mendapatkan Asi Eklusif
dari ibunya.
2) Pola tidur
Ibu By. G mengatakan bahwa anaknya sulit tidur dan rewel serta
gelisah karena sering batuk
3) Pola aktivitas/latihan/bermain
Ibu By. G mengatakan selama di RS by. G hanya bermain bersama ibu
dan ayahnya yang menjaga

k. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : composmentis (E4V5M6)
2. Tanda- tanda vital
RR : 43 x/menit
Nadi : 126 x/menit
Suhu : 300C
Berat badan : 8700 gram
Tinggi badan : 64 cm

3. Kepala

a. Rambut : kulit kepela bersih, rambut tampak hitam, tidak ada


ketombe, rambut tampak lebat
b. Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik.
c. Hidung : septum nasi tampak di tengah, terdapat pernafasan cuping
hidung
d. Mulut : tampak simetris, mukosa bibir lembab
e. Dada/Thorak
35

I : simetris kiri dan kanan, ada penggunaan otot bantu nafas, adanya
retraksi dinding dada
P : fremitus kiri dan kanan sama
P : sonor
A : adanya suara tambahan ronkhi
f. Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba di RIC V
P : ictus cordis terletak di RIC V midclavikula sinistra
A : Reguler
g. Abdomen
I : supel, tidak ada pembengkakan abdomen
A : Bising usus 7x/menit
P : teraba lembek
P : tympani
h. Genetalia : Tidak ada edema, tidak ada pendarahan.
i. Integumen
Pucat, turgor kulit kulit kering, tidak ada kemerahan dan lesi.
j. Muskuloskoletal : By. G tidaka ada mengalami kelainan tulang dan
gerakan By. G aktif
k. Resiko cidera / jatuh : YA. By. G memiliki resiko cidera / jatuh
maka dipasang gelang kuning dan segitiga kuning disisi tempat tidur
serta selalu pasang pagar tepi tempat tidur ketika By. G tidur.
l. Pemeriksaan tumbuh kembang
1) Skrining nutrsi
Skrining Gizi Anak Usia 1 bulan - 18 tahun ( modifikasi strong –
kids )
Tabel 3.2
No Pernyataan Jawaban
1. Apakah pasien memiliki ststus Tidak (1) Ya(0)
nutrisi kurang tau buruk secara
klinis? ( anak kurus/sangat kurus
mata cekung wajah tampak
36

tua,edema, rambut tipis, dan jarang,


otot lengan tipis dan iga gambang,
perut kempes, bokong tipis, dan
kisut)
2 Apakah terdapat penurunan berat Tidak (0) Ya (1)
badan selama bulan terahir ? atau
untuk bayi <1 tahun berat badan
tidak naik selama 3 bulan terahir.
33Apakah terdapat SALAH SATU Tidak (0) Ya (1)
dari kondisi berikut?
Diare profese(>5x/hari)
Asupan makan berkurang selama
satu minggu terahir
a.
4. Apakah terdapat penyakit dasar Tidak(0) Ya(1)
atau keadan yang mengakibatkan
pasien beresiko mengalami
malnutrisi
Total skor : 0

Daftar penyakit atau keadaan yang beresiko mengakibatkan malnutrisi

 Diare persisten  Infeksi HIV  Wajah dismorfik


(>2 minggu)  Kanker  Penyakit
 Permaturitas  Penyakit kronik metabolik
 Penyakit jantung hati  Retardasi
bawaan  Penyakit ginjal  Keterlambatan
 Kelainan bawaan kronik penyakit perkembangan
1 atau lebuh paru kronik  Luka bakar
(celah bibir dan  Terdapat stoma  Rencana operasi
langi-langit, usus halus mayor
37

atresia ani)  Trauma  Obesitas


 Penyakit akut  Konstipasi
berat seperti paru  Gagal tumbuh
pneumonia, asma ukuran pendek
dll dan mungil
Skor 0 ( resiko malnutrisi kecil ) lapor ke DPJP
Skor 1-3 ( beresiko malnutrisi sedang)laporkan ke dpjp dan
sarakankan jika skor 4-5 (automatic policy) lapor ke dokter pemeriksa dan
disarankan untuk dirujuk ke poloklinik gizi.

m. Pemeriksaan penunjang
HB 10,7 gr/dl (lk 14-18, pr 12-16)
Leukosit 9840 / mm3 (5.000-10.000)
Hematokrit 33% (lk 40-48, pr 37-43)
Trombosit 456.000/mm3 (150.000-400.000)

n. Terapi
IUFD kaen IB 15 tts/i
O2 1 liter nasal kanul
Ampicilin 4x100 mg iv
Betamidi 2x10 mg iv
Dexametosa 3 x 0,6 mg iv
Cathyrox 3x25 mg
Paracetamol 4x 40 mg

2. Analisa Data
No Data Penunjang Masalah Etiologi WOC
38

Keperawatan
1 DS : Bersihan jalan Sekresi yang Virus
 Ibu By. G nafas tidak tertahan
mengatakan efektif Infeksi saluran
anaknya batuk nafas bawah
 Ibu By. G
mengatakan Bronkopneumonia
anaknya batuk dan
pilek Respon hormonal
DO :
 By. G tampak Antigen patogen
gelisah berikatan dengan

 RR 43x/i antibodi

 Bunyi nafas
tambahan ronchi Pengumpulan

 Inspirasi lebih fibrin, eksudat

pendek dari
ekspirasi Sekret menumpuk
pada bronkus

Batuk

MK. Bersihan jalan


nafas tidak efektif
2 DS : Pola nafas tidak Deformitas Virus
 Ibu By. G efektif dinding dada
mengatakan Infeksi saluran
anaknya sesak nafas bawah

DO : Bronkopneumonia
 By. G tampak
gelisah Kolaps alveoli
 By. G tampak
39

menggunakan Penurunan ratio


Nafas cuping ventilasi
hidung
 By. G tampak Suplai oksigen
pucat menurun
 By. G tampak
menggunakan Kerja nafas
Retraksi dinding meningkat
dada
Sesak

MK. Pola nafas


tidak efektif
3 DS : Hipertermia Proses Virus
 Ibu By. G penyakit
mengatakan anaknya (infeksi) Infeksi saluran
demam nafas bawah
 Ibu By. G
mengatakan Bronkopneumonia
panasnya tidak turun
DO : Proses peradangan
 Suhu 380c dinding bronkus

 Kulit By. G teraba


hangat Stimulasi reseptor

 Bayi G tampak ke hipotalamus

gelisah
Reaksi peningkatan
suhu tubuh

Demam

MK. Hipertermia
40

3. Daftar Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Tgl Tanda Tgl Tanda


No
keperawatan ditegakkan tangan teratasi tangan
bersihan jalan nafas 4
tidak efektif b.d November
1
sekresi yang 2019
tertahan
pola nafas tidak 4
efektif b.d November
2
deformitas dinding 2019
dada
hipertermia b.d 4
3 proses penyakit November
(infeksi) 2019

4. Intervensi keperawatan
N
SDKI SLKI SIKI
O
1. bersihan jalan nafas Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas
tidak efektif b.d  Batuk efektif Observasi
sekresi yang tertahan  Produksi sputum  Monitor pola napas
berkurang  Monitor bunyi napas
 Frekuensi napas normal  Monitor sputum
Teraupetik
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt chin-lift
2. Posisikan semi fowler
3. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
4. Beri oksigen
Kolaborasi
41

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu

2. pola nafas tidak Pola Nafas Manajemen jalan nafas


efektif b.d  Penggunaan otot bantu Observasi
deformitas dinding napas menurun 4. Monitor pola nafas
dada  Pernafasan cuping hidung 5. Monitor bunyi nafas
menurun tambahan
 Tidak ada retraksi dinding 6. Monitor sputum
dada Terapeutik
4. Berikan minum hangat
5. Berikan fisioterapi dada
jika perlu
6. Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi
3. Anjurkan asupn cairan
1000ml
4. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
2. Kolaborasi dalam
pemberian terapi jika
perlu
3. hipertermia b.d Termoregulasi Manajemen hipertermia
proses penyakit  Tidak menggigil Observasi
(infeksi)  Kulit tidak merah 5. Identifikasi

 Tidak pucat penyebab

 Suhu tubuh normal hipertermia


6. Monitor suhu

tubuh
7. Monitor kadar
elektrolit
42

8. Monitor
komplikasi
akibat
hipertermia
Terapeutik
5. Longgarkan
atau lepaskan
pakaian
6. Berikan cairan
oral
7. Ganti linen
setiap hari atau
lebih sering
mengalami
hiperhidrosis
8. Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
2. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

A. Profil Lahan Praktek


Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang RSUP Dr. M. Djamil
Padang) merupakan rumah sakit yang saat ini sudah menerima akreditasi
paripurna dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan hanya
membutuhkan pengesahan dari Kementerian Kesehatan terkait status tipe A
yang berlokasi di Jl. Perintis Kemerdekaan Kota Padang, Provinsi Sumatera
Barat, Indonesia.
RSUP Dr. M. Djami Padang didirikan pada tahun 1953, Rumah Sakit ini
merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera Bagian Tengah,
Nama rumah sakit ini diambil dari nama dr. Mohammad Djamil Art, MPH,
DPH DT Rangkayo Tuo (1898-1961), salah satu dokter, dosen, dan gubernar
yang pernah bertugas di provinsi Sumatera Tengah, yang meninggal dalam
masa perjuangan kemerdekaan yang mengabdikan dirinya di bidang pelayanan
kesehatan dan kemanusiaan. RSUP Dr. M. Djamil Padang mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis yang berjumlah
219 dokter, rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah
sakit kabupaten. Jumlah tempat tidur yang ada di rumah sakit ini tersedia 652
tempat tidur inap, lebih banyak di bandingkan setiap rumah sakit di Sumatera
Barat yang tersedia rata – rata 65 tempat tidur inap.
Ruang anak akut berada dilantai tiga sebelah kanan. Ruang anak akut
RSUP Dr. M. Djamil Padang mempunyai beberapa ruangan yaitu kelas I,
ruangan 3, ruangan 4, akut 1,2,3,4,5,6,7,8, ruang perasat, ruang karu, konter
perawat. Ruang akut dipimpin oleh 1 Kepala ruangan (KARU) dalam
menjalankan tugasnya KARU dibantu dengan 3 Kepala tim (KATIM) serta
terdapat 10 perawat pelaksana , sehingga seluruh terdapat 15 perawat. Fasilitas
– fasilitas yang disediakan diruangan anak diantaranya tempat tidur, lemari
emergency, lemari obat, dan lain – lain. Pelayanan medis diberikan oleh
dokter spesiali, dokter umum, tenaga kesehatan terlatih.

38
39

B. Analisis Proses Keperawatan


1. Tahap pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2012). berdasarkan hasil pengkajian yang
dilakukan, diperoleh data bahwa By. G merupakan pasien rawatan anak
Akut RSUP Dr. M. Djamil Padang, By. G berusia 5 bulan. Menurut
Nursalam (2012) pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak, kasus
terbanyak terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun. Sedangkan menurut
pernyataan Sudarti (2010), etiologi bronkopneumonia pada anak – anak
(usia lebih dari 1 bulan) yang gizinya baik biasa timbul karena komplikasi
infeksi saluran nafas akut.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan terhadap By. G di peroleh
data sebagai berikut : By. G, Laki - laki, berusia 5 bulan. masuk ke ruang
anak akut RSUP Dr. M. Djamil Padang masuk melalui IGD dengan cara
transfer pada tanggal 2 November 2019, Pasien masuk dengan keluhan
utama batuk sejak 2 minggu yang lalu, sesak nafas sejak 1 minggu yang
lalu semakin bertambah sejak malam ini dan pasien demam sejak 1 hari
yang lalu. Menurut Nursalam (2012) keluhan utama pasien masuk saat
dikaji biasanya penderita dengan bronkopneumonia akan mengalami sesak
nafas.
Pada saat dilakukan pengkajia pada tanggal 4 November 2019 di
dapatkan data : ibu By. G mengatakan anaknya masih batuk, ibu By. G
mengatakan anaknya masih sesak, ibu By. G juga mengatakan anaknya
batuk disertai pilek, ibu mengatakan By. G demam, ibu mengatakan By. G
panasnya tidak turun. Data objektif yang didapatkan : pasien tampak
gelisah, TTV suhu 380C, Nadi 126 x/i, RR 43 x/i, tampak penggunaan
nafas cuping hidung, tampak pucat, kulit teraba hangat tampak retraksi
dinding dada, auskultasi terdengar ronchi,inspirasi lebih pendek dari
ekspirasi, IUFD Kaen IB 15 tts/i, O2 1 liter, ampicilin 4x100 mg IV,
40

betamidi 2x10 mg IV, dexametosa 3x 0,6 mg IV, cathyrok 3x 25 mg,


paracetamol 4x40 mg.
Hal ini hampir sesuai dengan teori pernyataan Hidayat (2011),
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkan
oleh bacteri, virus dan jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan
gejala panas tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal, muntah,
diare, serta batuk kering dan produktif. Sedangkan menurut Nursalam
(2012) pada riwaya penyakit sekarang penderita bronkopneumonia
biasanya merasakan sulit untuk bernafas, disertai dengan batuk berdahak,
terlihat otot bantu pernafasan, adanya suara tambahan, penderita biasa juga
lemah dan tidak nafsu makan, kadang disertai dengan diare.
Menurut teori Nursalam (2012) untuk pemeriksaan fisiknya
didapatkan data adanya sianosis, dispnea, pernafasan cuping hidung,
distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, nyeri
dada saat menarik nafas, takipnea, perlu diperhatikan adanya tarikan
dinding dada kedalam pada fase inspirasi, auskultasi di dapatkan ronkhi
dan wheezing.
Menurut analisa peneliti dari data di atas terdapat kesesuaian antara
kasus dengan teori yang ada di mana menurut teori pasien dengan
bronkopneumonia banyak terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun
sedangkan pada kasus usia anak baru 5 bulan. Sedangkan untuk data yang
lain mengarah pada tanda dan gelaja yang ditunjukan dimana anak dengan
bronkopneumonia akan mengalami yaitu sesak nafas, gelisah, batuk,
demam, adanya produksi sputum yang berlebih dll.

2. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul pada An.G yaitu diantaranya
bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan, pola nafas tidak
efektif b.d Deformitas dinding dada, hipertermia b.d proses penyakit
(infeksi) (SDKI, 2017).
Besihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditegakan karena data yang mendukung orang tua anak
41

mengatakan anak batuk dan pilek, anak tampak gelisah, pernafasan 43x/i,
bunyi nafas tambahan ronchi, inspirasi lebih pendek dari ekspirasi.
Pola nafas tidak berhubungan dengan Deformitas dinding dada
ditegakan karena data yang mendukung orang tua mengatakan nafas
anaknya sesak, anak tampak gelisah, pernafasan cuping hidung, tampak
pucat,tampak retraksi dinding dada.
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
ditegakkan karena data yang mendukung orang tua mengatakan kondisi
anaknya demam, dan panasnya tidak turun, kulit teraba hangat, pasien
tampak gelisah, suhu 380c.
Menurut teori terdapat 6 diagnosa yang dapat ditegakkan untuk
pasien dengan bronkopneumonia antara lain gangguan pertukaran gas,
bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, hipertermia,
defisit nutrisi dan nyeri akut (SDKI, 2017). Sedangkan menurut Amin
(2015) terdapat 7 diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifpan bersihan
jalan nafas, defisiensi pengetahuan, pola nafas tidak efektif, gangguan
pertukaran gas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
intoleransi aktivitas dan resiko ketidakseimbangan elektrolit.
Menurut analisa peneliti, dari data diatas terdapat kesesuaian antara
kasus dan teori yang ada dimana diagnosa yang mendukung untuk data
yang telah didapatkan saat pengkajian kepada By. G yaitu 3 diagnosa yaitu
bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, dan hipertermia.
Untuk diagnosa yang lain tidak dapat diangkat oleh peneliti karena data
pendukung menegagakan diagnosa keperawatannya yang kurang. Saat
menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan SDKI (2017) kita
memerlukan 3 data mayor yang sesuai dengan kejadian yang ada.
Misalkan untuk menegakan diagnosa gangguan pertukaran gas
berdasarkan SDKI (2017) kita memerlukan data mayor yang sangat
penting berupa hasil laboratorium AGD seperti PCO2, SAO2,HCO3 dll.
Begitu juga untuk menegakkan diagnosa yang lainnya.
42

3. Intervensi keperawatan
Untuk mengatasi masalah klien perlu ditegakkan diagnosa dengan
tujuan yang akan dicapai serta kriteria hasil. Umumnya perencanaan yang
ada pada tinjauan teoritis dapat di aplikasikan dan di terapkan dalam
tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang ada atau sesuai dengan
prioritas masalah yang muncul pada saat dilakukan pengkajian (Nursalam,
2012)
Intervensi atau perencanaan yang dilakukan kepada By. G sesuai
dengan masalah yang di alami klien, dimana perawat menetapkan tujuan
untuk melakukan rencana tindakan keperawatan. Dalam menetapkan
tujuan perawat diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah yang perlu
diatasi melalui intervensi keperawatan (Asmadi, 2012)
Pada diagnosa pertama bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang tertahan, asuhan keperawatan yang telah
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu penggunaan aromaterapi
peppermint, daun mint direbus dengan air hangat, lalu dimasukkan
kedalam baskom yang di tutupi dengan handuk tipis setelah itu anak
menghirup uap dari rebusan daun mint tersebut. Daun mint telah lama
digunakan sebagai obat pelega tenggorokan. Aroma mentol yang terdapat
pada aromaterapi peppermint memiliki anti inflamasi, sehingga nantinya
akan menbuka saluran pernafasan. Selain itu aroma terapi peppermint akan
melonggarkan bronkus sehingga akan melancarkan pernafasan untuk
melegakan pernafasan dapat menghirup aromaterapi peppermint secara
langsung (Rasmin dkk, 2012).
Pada diagnosa kedua pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
deformitas dinding dada, asuhan keperawatan yang telah diberikan
melakukan pengaturan posisi supaya anak tidak mengalami sesak dan
memberikan oksigen sebanyak 1 liter .
Pada diangnosa ketiga hipertermi berhubungan proses penyakit
(infeksi), asuhan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut yaitu dengan melakukan pemberian cairan melalui
intravena dan pemberian obat pereda panas.
43

C. Analisis Evidence Based Practice aromaterapi peppermint


Salah satu tumbuhan herbal yang menyegarkan adalah daun mint
(mentha piperita), minyak mint merupakan minyak mudah menguap yang
berasal dari daun mint dan diperoleh melalui proses distilasi. Minyak mint
banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan, minuman, dan
farmasi yaitu sebagai obat antiseptik, minyak angin, bahan pasta gigi dan
untuk membantu pernafasan (anwari,2019).
Gejala infeksi pernafasan bawah biasanya lebih parah dibandingkan
dengan penyakit pernafasan atas dan dapat mencakup gejala respiratorik yaitu
batuk disertai produksi sekret berlebih, sesak napas, takipnea, sura nafas
tambahan (ronchi) dll. Infeksi yang tidak ditanggulangi dengan cepat dapat
menyebar keseluruhan tubuh dan menyebabkan peradangan dan gangguan
fungsi dari organ – organ lainnya (Amelia, 2019).
Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan
minyak essensial yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan
psikologi sehingga menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial memiliki efek
farmakologi yang unik anti bakteri, anti virus, diuretic, vasodilator, penenang
dan merangsang adrenal. Ketika minyak essensial dihirup, molekul masuk ke
rongga hidung dan merangsang sistem limbik di otak. Sistem limbik adalah
daerah yang mempengaruhi emosi dan memori serta secara langsung terkait
dengan adrenal, kelenjar hifopisis, hipotalamus, bagian – bagian tubuh yang
mengatur denyut jantung, tekanan darah, stress, memori, keseimbangan
hormone dan pernafasan (Runiari,2010).
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian penulis di BAB sebelumnya dapat disimpulkan beberapa
kesimpulan :
1. Data pada pengkajian keperawatan yang penulis butuhkan umumnya
dikumpulkan dari pendekatan komunikasi yang baik kepada pasien
maupun keluarga pasien yang dilakukan oleh penulis. Berdasarkan data
subjektif dan observasi yang telah dilakukan pada By. G sudah sesuai
dengan teori yang ada.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada By. G berdasarkan kondisi yang
dialami telah hampir sesuai dengan tinjauan teoritis yang ada namun pada
kasus peneliti hanya mengangkat beberapa diagnosa dengan data yang
mendukung meliputi yang pertama bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
sekresi yang tertahan, yang kedua pola nafas tidak efektif b.d deformitas
dinding dada, yang ketiga hipertermia b.d proses penyakit (infeksi).
3. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada By. G sesuai dengan teoritis
yang telah ada dan diharapkan dapat mengatasi masalah keperawatan yang
muncul.
4. Berdasarkan Rasmin dkk, (2012) Aromaterapi peppermint adalah suatu
penyembuhan yang berasal dari alam dengan menggunakan aromaterapi
peppermint sebagai tambahan baku. Aroma mentol yang terdapat pada
aromaterapi peppermint memiliki anti inflamasi, sehingga nantinya akan
menbuka saluran pernafasan. Selain itu aroma terapi peppermint akan
melonggarkan bronkus sehingga akan melancarkan pernafasan untuk
melegakan pernafasan dapat menghirup aromaterapi peppermint secara
langsung

44
45

B. Saran
1. Bagi Penulis Selanjutnya
Dengan adanya manajemen asuhan keperawatan diharapkan penulis
selanjutnya dapat menerapkan asuhan keperawatan yang sesuai dengan
standar profesi keperawatan den memperoleh pengalaman nyata serta
menambah wawasan dalam perawatan anak yang mengalami
bronkopneumonia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk dapat menampah
sumber buku informasi dan referensi di perpustakaan institusi pendidikan
STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang dalam mempermudah mahasiswa
dalam meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam perawatan anak
dengan bronkopneumonia.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat
terutama pada ibu dan ayah untuk dapat memperhatikan tanda – tanda
bersihan jalan nafas tidak efektif pada anak yang dapat menyebabkan
dampak yang lebih serius untuk selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf. (2012). Etiologi Dan Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press

Amelia, Sherly dkk. (2018). Aromaterapi Peppermint Terhadap Masalah


Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Anak Dengan
Bronkopneumonia. Vol 1 No.2. STIKes Fort de Kock Bukittinggi

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC – NOC. Penerbit Medication
Jogja.

Amita, M. (2012). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Mitra


Cendikia.

Andra dan Yessie. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Nuha Medika :


Yogyakarta

Anwari, Farida dkk. (2019). Efektifitas Kombinasi Mint (Peppermint Oil) Dan
Cairan Nebulizer Pada Penanganan Batuk Asma Bronchiale. Jurnal saint
health vol 3 No.1. STIKes RS. Anwar Medika Sidoarjo

Aprilliawati, Dewi,dkk. (2017). Upaya peningkatan ketidakefektifan bersihan


jalan nafas melalui inhalasi aromaterapi peppermint pada penderita
tuberculosis. ITS PKU Muhammadiyah Surakarta

Asmadi. (2012). Teknik prosedural Keperawatan : Konsep Anak dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

Dinas Kesehatan Kota Padang. (2018). Profil kesehatan provinsi Sumatera Barat
tahun 2018

Engram, B. (2012). Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernapasan


Akibat Infeksi. Jakarta : Trans Info Medika.

Hidayat. (2011). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : salemba medika

Kemenkes RI. (2018 - 2019). Profil data kesehatan indonesia. Jakarta : Depkes RI

Kozier,. Erb, Berman. Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :


Konsep, Proses & Praktik. Volume : 1. Edisi : 7. Jakarta : EGC.

McPhee, Stephen J & Ganong, William F. (2012). Patofisiologi penyakit :


pengantar menuju kedokteran klinis ed.5. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. (2010). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Nari, Jois. (2019). Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumnonia


dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di rumah sakit umum daerah Dr.
P. P. Margretti Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Global health
science vol 4. ISSN 2503-8088

Ngastiyah. (2012). Perawatan anak sakit ed.II. Jakarta : EGC

Nursalam. (2012). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan


Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jilid I.
Jakarta : salemba medika

Padila. (2013). Asuhan keperawatan penyakit dalam. Yogyakarta:Nuha Medika

Patria,Muhammad Arafat. 2016. Faktor resiko pneumonia pada balita di Indonesia


Narative review penelitian akademik bidang kesehatan masyarakat. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol 10 No.2. hal 57-62.

Potter, Perry. (2011). Fundamental of nursing : consep, practice and proses ed 7.


Vol 3. Jakarta. EGC

Rasmin, M dkk. (2012). Prosedur tindakan bidang paru dan pernafasan diagnostik
dan terapi. Jakarta : bagian pulmonologi FK UI. Balai penerbitan FK UI

Runiari, N. (2010). Asuhan keperawatan pada klien dengan hiperemesis


gravidarum : penerapan konsep dan teori keperawatan. Jakarta : penerbit
salemba medika

Sinaga, fransisca T Y. 2019. Faktor risiko bronkopneumonia pada usia dibawah


lima tahun yang di rawat inapdi RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek provinsi
lampung tahun 2015. JK Unila vol 3 No 1. Maret 2019 hal 92-98

Siswantoro. (2015). Pengaruh aromaterapi daun mint dengan inhalasi sederhana


terhadap penurunan sesak nafas pada pasien tuberculosis paru. Jurnal
keperawatan dan kebidanan. STIKes Dian Husada Mojokerto

Sudarti. (2010). Kelainan dan penyakit pada bayi dan anak. Yogyakarta: Nuha
Medika

Tim Poja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia (1st
ed). Jakarta : dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia

Tim Poja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan indonesia (1st ed).
Jakarta : dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia
Tim Poja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia (1st
ed). Jakarta : dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia

UNICEF. (2018). Access the data : under-fite and infant mortality rates and
number of deaths, UNICEF. Available at :
https://data.uniceff.org/topic/child-survival/under-five-mortality/

WHO. (2017). Epidemiologi Bronkopneumonia. Diakses dari


www.who.int/gho/data/organisasi kesehatan_dunia
Lampiran WOC Bronkopneumonia
Bacteri (pneumokokus, Virus Jamur
streptococus)

Masuk kesaluran pernafasan atas melalui udara


dan makanan
Infeksi saluran nafas bawah pada bronkus dan
bronkiolus
Parenkim paru
Koloni bacteri patogen

BRONKOPNEUMONIA
Penurunan daya imun
Respon hormonal
Antigen berikatan dengan antibodi
Reaksi peradangan

Aktivasi proses Produksi toksik


patogenesis
Merangsang Metabolisme an
Pelepasan Akumulasi sekret hipotalamus aerob
histamin berlebih Peningkatan set peningkatan asam
Perubahan point
Sekret laktat
struktur alveoli
menumpuk di Demam,
Atelektasis Penurunan bronkus Pelepasan
Menggigil mediator nyeri
ekspansi paru
Penurunan difusi Obstruksi jalan
Peningkatan MK. Hipertermia
O2 nafas Merangsang
kadar CO2 nosiseptor
Saturasi Oksigen Batuk Anoreksia
Perubahan mempersepsikan
menurun MK. Bersihan Intake berkurang
pernafasan nyeri
jalan nafas MK. Defisit
MK. Gangguan nyeri
pertukaran gas Pernafasan Nutrisi
cepat,sesak, MK. Nyeri Akut
peningkatan RR

MK. Pola nafas


tidak efektif

Anda mungkin juga menyukai