Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

OLEH KELOMPOK II :

ANDIVERA SEMON (TIDAK AKTIF)

AMBROSIUS JEHARUN (TIDAK AKTIF)

ROBERTUS WANGGUR (TIDAK AKTIF)

ALPHIUS HERMAWAN NGGENGGOK (TIDAK AKTIF)

MATILDA IVONI SIONG

V.C.AGNES BATTA

TRIVONIA JENITA

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

St. PAULUS RUTENG

2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan bimbingan-Nya, kami dapat mengerjakan tugas kami secara tepat waktu.

Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan tugas kami ini.

Kami sadar tugas yang kami kerjakan masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca bagi kami agar kedepannya
kami dapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini.
Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh
dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan
kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut
(Junaidi, 2011). Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain
itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah
dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit
vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar
kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolism
glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008). Berdasarkan
hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring
bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah
usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar
0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)
dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke
di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi
kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill
dan 12,1 per mill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke
tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua
(2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki
dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013). Menurut Dinkes Provinsi Jawa
Tengah (2012), stroke dibedakan menjadi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari
tahun 2011 (0,03%) Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar
1,84%. Prevalensi stroke non hemoragik pada tahun 2012 sebesar 0,07% lebih rendah
dibanding tahun 2011 (0,09%). Pada tahun 2012, kasus stroke di Kota Surakarta cukup
tinggi. Kasus stroke hemoragik sebanyak 1.044 kasus dan 135 kasus untuk stroke non
hemoragik. Berdasarkan data yang didapat dari bagian rekam medis RSUD Dr.
Moewardi, jumlah kasus stroke pada semua kelompok usia meningkat dari tahun 2011-
2012 dan menurun pada tahun 2013. Walaupun terjadi penurunan kasus pada tahun 2013,
namun jumlah kasus stroke di RSUD Dr. Moewardi masih tergolong tinggi dibandingkan
dengan rumah sakit yang lainnya. Pada tahun 2011 terdapat 240 kasus, tahun 2012
terdapat 391 kasus, dan tahun 2013 terdapat 350 kasus untuk stroke hemoragik.
Sedangkan untuk stroke non hemoragik, pada tahun 2011 terdapat 113 kasus, tahun 2012
sebanyak 636 kasus, dan tahun 2013 sebanyak 270 kasus (RSUD Dr. Moewardi, 2014).
Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat meningkatkan
faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan tinggi
lemak dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan
risiko terkena penyakit stroke (Aulia dkk, 2008). Gaya hidup sering menjadi penyebab
berbagai penyakit yang menyerang usia produktif, karena generasi muda sering
menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan
tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi kolesterol,
mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan
yang berakibat terjadinya penumpukan energy dalam tubuh (Dourman, 2013). Penyakit
stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu, stroke hanya terjadi
pada usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang mulai usia 40 tahun seseorang sudah
memiliki risiko stroke, meningkatnya penderita stroke usia muda lebih disebabkan pola
hidup, terutama pola makan tinggi kolesterol. Berdasarkan pengamatan di berbagai
rumah sakit, justru stroke di usia produktif sering terjadi akibat kesibukan kerja yang
menyebabkan seseorang jarang olahraga, kurang tidur, dan stres berat yang juga jadi
faktor penyebab (Dourman, 2013). Menurut hasil penelitian Bhat, et.al (2008), merokok
merupakan faktor risiko stroke pada wanita muda. Merokok berisiko 2,6 kali terhadap
kejadian stroke pada wanita muda. Merokok dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel
darah menggumpal pada dinding arteri, menurunkan jumlah HDL (High Density
Lipoprotein), menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL (Low
Density Lipoprotein) yang berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang berperan
dalam perkembangan arterosklerosis. Hasil penelitian Rico dkk (2008) menyebutkan
bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke pada usia muda adalah
riwayat hipertensi, riwayat keluarga dan tekanan darah sistolik. Sedangkan factor yang
tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stroke usia muda adalah jenis
kelamin, kelainan jantung, kadar gula darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kadar gula
darah PP, total kadar kolesterol darah dan total trigliserida. Mutmainna dkk (2013) dalam
penelitiannya di Kota Makassar menyebutkan bahwa faktor risiko kejadian stroke pada
usia muda adalah perilaku merokok, penyalahgunaan obat, riwayat diabetes mellitus,
riwayat hipertensi, riwayat hiperkolesterolemia. Variabel jenis kelamin bukan merupakan
faktor risiko kejadian stroke pada dewasa awal. Sedangkan hasil penelitian Handayani
(2013) menyebutkan bahwa insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Melihat banyaknya faktor risiko yang berperan dalam
terjadinya penyakit stroke, maka masih diperlukan penelitian terkait gaya hidup terhadap
kejadian stroke. Maka dari itu, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian tentang
hubungan gaya hidup dengan kejadian stroke usia dewasa muda di RSUD Dr. Moewardi.
Variabel yang diteliti antara lain konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol,
konsumsi alkohol, penyalahgunaan obat, perilaku merokok, aktifitas fisik, dan aktifitas
olahraga.

1.2 TUJUAN
Agar Mahasiswa mengetahui Anatomi Fisiologi dari Ginjal, dan Pengertian dari OTAK
Agar Mahasiswa mengetahui Etiologi, Komplikasi, Patofisiologi, dari STROKE
Agar Mahasiswa mengetahui Penatalaksaan dari STROKE
Agar Mahasiswa mengetahui Tinjauan Keperawatan dari STROKE
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI FISIOLOGI


A. ANATOMI
1. Otak

 Anatomi otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara,
1998).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan
area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan
kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi.

2. Nervus Cranialis
a. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma
(bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan
otot iris.
d. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya
terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagia depan
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.

2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas palatum,
batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.

3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot


pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah
temporal dan dagu.
f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang
sisi mata.
g. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi
otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-
serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya
sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.
i. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf
ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik
dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor,
kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,
fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat
di dalam sumsum penyambung.

3. Sirkulasi darah otak


 Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen


total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willisi (Satyanegara, 1998). Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari
arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk
ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna,
korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis
serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media
mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-
venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
2.2 PENGERTIAN

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang adalah setiap gangguan neurologik


mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melaui sistem suplai
arteri diotak. Stroke juga merupkan penyakit serebrovaskular yang menunjukkan beberapa
kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh beberapa keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh embuluh darah otak, yang disebabkan
robekan pembuluh darah atau oluksi parsial atau total yang bersifat sementara atau permanen.

a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri
besar pada sirkulas serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan ( trombus). Yang
terbentuk didalam pembuuh darah otak atau pembuluh darah ogan distal. Terdapat
beragam penyebab stroke trombotik dan emboli primer termasuk ateroslerosis, atreritis,
keadaan hiperkoagulasi dan penyakit jantung dn struktural. Penyebab lain stroke iskemik
adalah vasospasme yang sering merupakan respons vaskuler reaktif terhadap perdarahan
kedalam ruang antara araknoid dan piamater menigen ( Price & Wilson, 2006).
Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkkan nyeri, karena jaringan otak tidak
peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh darah besar dileher dan batang otak memiliki
banyak reseptor nyeri sehingga cedera pada pembuluh darah ini serangan iskemik dapat
menimbulkkan nyeri kepala.
Tanda utama storke adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih devisit
neurologik focal. Devisit tersebut mungkin engalami perbaikan dengan cepat, mengalami
perburukan yang progresif atau menetap. Gejala umum berupa lemas diwajah, lengan
atau tungkai, terutama disalah satu sisi tubuh.
Hubungan yang erat antara gejala yang berkaitan dengan pembuluh darah tertentu dan
manifestasi klinis yang sebenarnya pada seorang karena beberapa faktor, antara lain
(Price & Wilson, 2006) ;
1) Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam kaitannya dengan
sirkulasi willisi
2) Cukup banyak terdapat anastomosis leptomeningen antara arteri serebri anterior,
media dan posterior dikorteks serebrum
3) Setiap arteri srerbri memiliki sebuah daerah sentral yang mendapat darah darinya
dan suatu daerah suplai perifer, atau daerah perbatsan yang mungkin mendapat
darah dari arteri lain
4) Berbagai sistemik dan metabolik berpern dalam menentukkan gejala yang
ditimbulkan oleh proses patologik tertentu.

Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri keotak disebut sindroma
neurovaskuler. Hal ini terutama berlaku bagi iskemik dan infark akibat trombosis dan embolus.
Walauun perdarahan didaerah vaskuler ytang sama mungkin emnimbulkkan efek yang berbeda
karena dalam perluasannya kearah dalam, perdarahan dpat mengenai teritoriallebih dari satu
pembuluh. Selain itu, perdarahan menyebabkan pergeseran jaringan dan meningkatkan tekanan
intrakranial. Gejala yang terjadi pada stroke hemoragik antara lain : nyeri kepala berat, mual
muntah, kehilangan kesadaran semantara atau persistem, tekanan darah sangat tinggi (Giraldo.
2007).

b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus stroke (Geraldo, 2007).
Pada strooke ini lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan di subaranoid atau langsung kejaringan otak. Perdarahan dapat secra cepat
menimbulkan gejala neurogenik karena tekanan pada struktur saraf didalam tengkorak.
Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan yang spontan maupun traaumatik.
Mekanisme terjadinya iskemia tersebut karena adanya tekanan pada pembuluh darah
akibat ekstravasasi darah kedalam tengkorak yang volumenya tetap dan vasospasme
reaktif pembuluh darah yang terpajan didalam ruang antara lapisan araknoid dan
piameter menigen. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan
fungsi otak dan kehilangan kesadaran (Price & Wilson, 2006).

2.2 ETIOLOGI

Gangguan pasokan aliraan darah keotak dapat terjadi dimana saja didalam arteri yang
mmbentuk sirkulasi willisi yaitu arteri karotis interna dan sistem vetebrobasilar dan semua
cabangnya. Secara umum, apabila aliran drah kejaringan otak terputus selama 15-20 menit akan
terjadi infark atau kematian jaringan (Price & Wilson, 2006). Price & Wilson, 2006
menambahkan bahwa patologi yang mendasari gangguan peredaraan darah otak yaitu :

 Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada arteriosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan.
 Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya pada syok dan
hiperviskositas darah
 Gangguan alian darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau
pembuluh darah ekstrakranium
 Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid

2.3 PATOFISIOLOGI

Stroke iskemik

Iskemik pada otak akan me gakibatkan perubahan pada sel neuron itak secara bertahap.
Tahap pertama diawali dengan penurunan aliran darah sehingga me nyebabkan sel – sel neuron
akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Hal ini akan menyebabkan kegagalan metabolisme dan
penurunan energi yang dihasilkan oleh sel neuron tersebut. sedangkan pada tahap II,
ketidakseimbangan suplei dan kebutuhan oksigen tersebut memicu respon inflamsi dan diakhiri
dengan kematian sel serta opoptosis terhadapnya.

Proses cedera pada susunan saraf pusat ini menyebabkan berbagai hal, anatara lain
gangguan permeabilitas pada sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homestasi ion sel,
asidosis, peningkatan kalsium ekstrasel, dan toksisitas yang dipicu oleh keberadaan radikal
bebas.

Stroke hemaragik

Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisme akibat


hipertensi maligna. Kejadian ini paling sering pada daerah subkortikal, sereblum, dan batang
otak. Sedangkan hipertensi kronis dapat menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah.
Kondisi patologis ini berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoi, serta timbulnya anerorisme.
Peningkatan tekanan darah secara tiba – tiba bisa menyebabkan rupturnya penetraping arteri
kecil. Perdarah pada pembuluh darah kecil ini meninbulkan efek pebekanan pada areteriola dan
pembuluh kapiler sehingga akhirnya membuat pembuluh darah ini pecah.

Elemen – elemen vasoaktif yang keluar akibat kondisi iskemik dan penurunan tekanan
perfusi menyebabkan daerah yang terkena darah dan sekitarnya mengalamai kenaikan tekanan.
Gejala neurologis timbul merupakan dampak dari ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
memicu terjadinya nekrosis.

Perdarahan subarakhnoid terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak yang
pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke subarakhnoid. Perdarahan subarakhnoid ini
umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisme sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation.

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema 21 dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial menyebabkan herniasi otak. Jika sirkulasi serebral terhambat,
dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008).
PATHWAY
MEROKOK,
STRES,OBESITAS, DM,
ALKOHOL

KEPEKATAN DARAH PEMBENTUKAN


ATEROSKLEROSIS
TROMBUS

DARAH KEOTAK

Nafas Pendek, Hipoksia cerebry


sesak nafas.

Infark jar. GGG. Perfusi


Pola napas
serebral jaringan serebral
tdk efektif

Kerusakan pusat Kelemahan pd Kerusakan


motorik dilobu frontalis N. V,VII,IX,X komunikasi verbal
hemiplegia.

Kekuatan
otot, menelan
Hambtan
mobilitas
fisik Perubahan nutrisi
kurang dari keb. tubuh

Mobilitas

Defisit perawatan
diri.
FAKTOR RESIKO

Faktor resiko stroke meliputi :

1. Hipertensi ; efek jangaka panjang dari peningkatan tekanan darah adalah kerusakan
dinding arteri yang akan memudahkan terjadinya penebalan atau penyempitan dinding
arteri atau pecahnya pembuluh darh.
2. Diabetes Melitus; DM dapat menimbuakan perubahan pada sistem pembuluh darah dan
jantung. DM juga mempercepat arteroskleosis lebih berat, lebih tersebar, sehingga resiko
penderita stroke meninggal lebih besar.
3. Merokok : kebiasaan merokok juga terkait langsung dengan kadar kolesterol dalam
darah. Merokok bisa mengurangi kadar HDL dan meningkatkan kadar LDL, sehingga
pengeruh merokok terhadap stroke tidak terjadi secara langsung melainkan melalui
peningkatan kadar kolesterol darah.
4. Obesitas ; hubungan obesitas dengan stroke terlihat jelas dengan pengukuran lingkar
perut dibandingkan dengan IMT. IMT bisa menurun sejalan dengan usia, sehingga pada
saat penelitian bisa saja IMT yang diukur sudah jauh berdeda.
5. Konsumsi Alkohol : konsumsi alkohol bisa meningkatkan resiko stroke, tetapi tidak
secara langsung, melainkan melalui faktor lain. Alkohol di anggap sebagai pengencer
darah ringan yang dapat mencegah bekuan yang terbentuk di pembuluh darah.
6. Riwayat penyakit keluarga : resiko terhadap stroke terkait dengan garis keturunan. Para
ahli mengatakan adanya gen resesif yang memengaruhinya. Gen tersebut terkait dengan
penyakit yang merupakan faktor pemicu stroke (hipertensi, DM, penyakit jantung
koroner, dan kelainan pada pembulih daruh yang bersifat menurun).

2.4 MANIFESTASI KLINIS

a. Kehilangan Motorik : strroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan kontrol motorik volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
b. Kehilangan Komunikasi : Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalh bahasa
dan komunikasi. Disfungsi bahsa dan komunikasi disebabkan oleh hal berikut, yaotu
 Disartria ( kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan biacara yag sulit dimengerti
disebabkan oleh paralisis (kelemahan sebagian pada tubuh) otot yang bertangung
jawab untuk menghasilkan bicara.
 Disfasia atau afasia (kehilangan bicara).
 Apraksia ( ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti pasien mengambil sisir dan berusaha menyisir rambutnya.
c. Gangguan Persepsi Visual, disfungsi gangguan persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual.
d. Kerusakan Fungsi Kognitif dan Efek Psikologik : bila kerusakan terjadi pada lobus
frontal, memori, atau funsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman , lipa dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini ,menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
e. Disfungsi Kandung Kemih : setelah stroke klien mengalami ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Setelah stroke kandung kemih juga akan
mengalami kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisisan kandung kemih. Kontrol
sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
2.5 KOMPLIKASI

Komplikasi stroke meliputi :

a. Hipoksia serebral : diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat keotak.


Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Aliran darah serebral : bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integrias
pembuluh darah serebral. Hidrasi akut harus menjamin penurunana viskositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrim perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral : dapat terjadi setelah infrak miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katub jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah keotakdan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat menyebabkan curah
jantung tidak konsisten dan penghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

2.6 PENATALAKSANAAN

Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema
serbral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan
dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antikoagulan dapat diresepkan karena
trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukkan trombus dan embolisasi.

Penatalaksanaan Medis terdiri dari :

 Rekombinan aktivator palsiminogen jaringan (t-PA), kecuali dikontraindikasikan, pantau


perdarahan.
 Terapi antikoagulasi
 Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial: diuretik osmotik, pertahankan PaCO2
pada 30-35 mmHg, posisi untuk mencegah hipoksia (tinggikan kepala tempat tidur untuk
meningkatkan drainase vena dan menurunkan TIK yang meningkat).
 Kemungkinan hemikraniektomi untuk mengatasi peningkatan TIK akibat edema otak
pada stroke yang sangat khas.
 Intubasi dengan selang endotrakeal untuk emnetapkan kepatenan jalan napas, jika perlu.
 Pantau hemodinamika secara kontinu (target tekanan darah tetap kontroversial bagi
pasien yang tidak mendapatkan terapi trombolitik, antihipertensif dapat ditunda kecuali
tekanan darah sistolik melebihi 220 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 120
mmHg).
 Pengkajian neurologis untuk menentukkan apakah stroke berkembang dan apakah
terdapat komplikasi aktif lain yang sedang ytyerjadi.

Penatalaksanaan Komplikasi

 Penurunan aliran darah serebral : perawatan pulmonal, pemeliharaan kepatenan jalan


napas, dan berikan suplemen oksigen sesuai kebutuhan.
 Pantau adanya infeksi saluran kemih, disritmia jantung, dan komplikasi berupa
imobilitas.

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Menurut Doengoes (2000) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penyakit stroke
adalah :
1. Angeografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi.
2. CT-Scan : memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infrak.
3. Pungsi lumbal : menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menunjukan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intracranial.
4. MRI (magnetic resonance imaging) : menunjukan daerah yang mengalami infark ,
hemoragik, dan malformasi artriovena.
5. Ultrasonografi doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar-X : menggambarkan perubahan elenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebal.
TINJAUAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Pola Persepsi dan manajemen Kesehatan
Kaji sensori dan motorik dari klien apaakah menururn atau hilang, mudah terjadi
injury, perubahan persepsi dan orientasi.
 Pola Nutrisi Metabolik
Kaji apaah adanya mual, muntah, daya sensori hilang dilidah, dipipi, diteinga dan
disfagia.
 Pola Eliminasi
Kajji apakah adanya perubahan kebiasaan BAB dan BAK misalnya inkontinentia
urine, anuria, distensi Kndung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang,
 Pola Aktivitas dan Latihan
Kaji apakah klien mengalamai kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, dan mudah lelah.
 Pola Kognitif dan Persepsi
Kaji apakah adanya gangguan penglihatan ( penglihatan kabur), dispalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama dimuka.
 Pola Persepsi Konsep Diri
Kaji adanya emosi labil, fespon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikkan diri.
 Pola Tidur dan Istirahat
Kaji apakah klien mudah lelah dan susah tidur.
 Pola Peran dan Hubungan
Kaji apakah adanya gangguan dalam berinteraksi. Ketidakmampuan
berkomunukasi.
 Pola Toleransi Stress Koping
Kaji apakah klien mampuy mengambil keputusan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d penyumbatan aliran darah arteri
dan vena d.d aanya penurunan kesadaran dengan mengukur GCS secara
kuantitatif
b. Gangguan Mobilisasi
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d menumpuknya secret akibat kurang
mobilisasi dan kurangnya batuk efektif.
d. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan fisiologis d/d
e. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik d/d
f. Ketidakefektifan pola napas b.d faktor fisiologis d/d
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
makan d/d
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d penyumbatan aliran darah arteri dan
vena.
 NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x 24 jam diharapkan perfusi
jaringan klien efektif dengan KH :
 Fungsi neurology meningkat
 Kelemahan berkurang
 Fungsi motorik mwningkat
 Fungsi sensorik meningkat
 TTV stabil
 NIC :
 Observasi keadaan umum dan tingkat kesadaran pasien
 Monitor TTV klien
 Dorong keluarga untuk biacara kepada klien
 Kolaborasi dengan pemberian obat diuretik osmotik.
b. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan fisiologis
 NOC: setelah dilakakukan tindakan keperwatan selama ... x24 jam maka
diharapkan kemampuan komunikasi klien meningkat dengan KH :
 Penggunaan isyarat
 Peningkatan bahasa lisan
 Kemampuan interpretasi meningkat.
 NIC :
 Monitor kecepatan bicara, tekanan, kuantitas, volume dan diksi
 Monitor proses kognitif dan fisiologi terkait dengan kemampuan
bicara
 Instrusikan kepada klien untuk biacar pelan.
 Kolaborasi bersama keluarga dan ahli terapis tentang mengembangkan
rencana agar kita berkomunukasi secra efektif.
 Ijinkan klien uuntuk sering mendengar suara biacar dengan cara tepat.
c. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik
 NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..24 jam maka
diharapkan defisit perawatan diri klien optimal dengan KH :
 Mandi teratur
 Kebersihan badan terjaga
 Kebutuhan sehati-hari terpenuhi
 NIC :
 Beri pujian pada klien untuk alasan berubah
 Banyu klien mengidentifikasi tujuan spesifik berubah
 Bantu klien dalam mengindentifikasi perilaku sasaran yang perlu
diubah utnuk mencapai tujuan yang diinginkan.
 Jelaskna pada pasien mengenai fungsi dari tanda dan pemicu yang
menyebabkan terjadinya perilaku.
 Dorong pasien untuk memasangkan perilaku yang diinginkan dengan
penanda yang ada.
d. Ketidakefektifan pola napas b.d faktor fisiologis
 NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... 24 jam maka
diharapkan pola nafas klien efektif dengan KH : menunjukkan jalan nafas
paten, irama nafas normal, frekuensi nafas normal dan tidak ada suara nafas
tambahan.
 NIC :
 Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas.
 Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan oto bantu
pernapasan, dan fretraksi oto supraclavicular.
 Monitor suara napas tambahan
 Monitior pola napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluihan pasien tentang sesak napas, termasuk kegiatan yang
meningkatkan keluhan.
e. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan otot
 NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam maka
diharapkan terjadi peningkatan mobilisasi dengan KH :
 Peningkatan fungsi dan kekuatan otot
 ROM aktif dan pasif meningkat
 Perubahan posisi yang adekuat
 Fungsi motorik adekuat.
 NIC :
 Berikan posisi terapeutik
 Jangan berikan teknan pada bagian tubuh yang terganggu
 Topang leher dengan tepat
 Pertahankan possisi yang tepat ;pada saat mengatur posisi pasien
 Berikan tempat tidur yang tidak terlalu keras dan juga tidk terlalau
empuk
 Monitor kemampuan pasien saat terpasang penopang
 Monitor keutuhan kulit dibawah korset
 Lakukan latihan ROM pada ektremitas yang terganggu
 Ajrakan anggota keluarga untuk mengatur posisi pasien dan
melakukan ROM dengan tepat.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan makan.
 NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .. x 24 jam maka
diharapkan terjadi peningkatan status nutrisi dengan KH :
 Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat
 Identifikasi kebutuhan nutrisi
 Bebas dari tanda malnutrisi
 NIC :
 Tentukan status gizi pasien dan kemampuan utnuk memnuhi
kebutuhan nutrisi
 Identifikasi alergi atau intoleransi yang dimiliki pasien
 Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien.
 Instrusilkan pasien untuk mengenai kebutuhan nutrisi.

D. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Mencapai peningkatan Mobilisasi
a) Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop
b) Berpartisipasi dalam program latihan
c) Mencapai keseimbangan saat duduk.
d) Penggunaan sisi tubh yang tidak sakit untuk kompensasi hilangnya fungsi
pada sisi yang hemiplegia.
2. Tidak mengeluh adanya nyeri bahu
a) Adanya mobilisasi baku : latihan bahu
b) Lengan dan tangan dinauikan sesuai interfal
3. Dapat merawat diri ; dalam bentuk perawatan kebersihan dan menggunaklan
adaptasi terhadap alat-alat.
4. Pembuangan kandung kemih dapat diatur.
5. Berpartisipasi dalam program meningkatkan kognitif.
6. Adanya peningkatan komunikasi
a) Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya krusakan ; memperlihatkan
turgor kulit tetap normal dan berpartisipasi dalam aktivitas
mengembalikan tubuuh dan posisi.
7. Anggota keluarga memperlihatkan tingkh laku yang positif dan menggubakan
mekanisme koping
a) Mendukung program latihan
b) Turut aktiv ambil bagian dalam proses rehabilitasi
8. Tidak terjadi komplikasi
a) Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas normal untuk pasien,
b) Gas darah arteri dalam batas normal

E. DISCHARGE PLANING.
a. Latihan kebugaran jasmani dengan mengencangkan otot lengan, berdiri lemah lama
dan olaraga secara teratur paling sedikit tiga kali seminggu
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth/editor, Suzzane C. Smeltzer,
Brenda G. Bare ; alih bahasa, Agung Waluyo ... [et al.] ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester ... [et al.,]. –Ed. 8.-Jakarta : EGC, 2001.

Rencana Asuhan Keperawatab Medikal Bedah : Diagnosis NANDA-I 2015-2017 intervensi


NIC hasil NOC/ editor, Deni Yasmara, Nursiswati, Rosyidah Arafat ; editor penyelaras Bhetsy
Angelina, Monica Ester, Pamilih Eko Karyuni. –Jakarta : EGC, 2016.

Anda mungkin juga menyukai