0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
71 tayangan10 halaman
Laporan ini membahas asuhan keperawatan untuk kasus bedah jantung. Terdapat penjelasan mengenai definisi, klasifikasi, tujuan, indikasi, resiko, teknik operasi, dan asuhan keperawatan pasca operasi untuk kasus bedah jantung. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian riwayat kesehatan dan alergi pasien serta tindakan-tindakan perawatan pasca operasi.
Laporan ini membahas asuhan keperawatan untuk kasus bedah jantung. Terdapat penjelasan mengenai definisi, klasifikasi, tujuan, indikasi, resiko, teknik operasi, dan asuhan keperawatan pasca operasi untuk kasus bedah jantung. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian riwayat kesehatan dan alergi pasien serta tindakan-tindakan perawatan pasca operasi.
Laporan ini membahas asuhan keperawatan untuk kasus bedah jantung. Terdapat penjelasan mengenai definisi, klasifikasi, tujuan, indikasi, resiko, teknik operasi, dan asuhan keperawatan pasca operasi untuk kasus bedah jantung. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian riwayat kesehatan dan alergi pasien serta tindakan-tindakan perawatan pasca operasi.
CARDIAC SURGERY (PEDAH JANTUNG) DIRUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA
OLEH : HARDILANI PRITASARI 1930034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA TAHUN 2019/2019 A. PENGERTIAN BEDAH JANTUNG Bedah jantung adalah usaha atau oprasi yang dikerjakaan untuk melakukan koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung. Bedah jantung juga merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara infasif dengan cara membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Misalnya jantung, umumnya pembukaan bagian tubuh ini dengan membuat sayatan. Setelah bagianyang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. B. KLASIFIKASI BEDAH JANTUNG 1. Operasi jantung tebuka, yaitu oprasi yang dilakukan dengan membuka rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extracorporal) 2. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap oprasi yang dijalankan tanpa membuka rongga jantung misalnya lagasi PDA, Shunting aortopulmonal. C. TUJUAN OPERASI BEDAH JANTUNG Oprasi jantung dikerjakan dengan tujuan bermacam-macam antara lain : 1. Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD, pateh VSD, korekso tetralogi fallot. 2. Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan terutama pada anak-anak (pediartrik) yang mempunyai kelainan bawaan 3. Operasi paliatif, yaitu melakukan oprasi sementara untuk tujuan mempersiapkan oprasi yang definitive atau total koreksi karena operasi total belum dapat dikerjakan saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF, pulmonal atresia. 4. Repair yaitu operasi dikerjakan pada katub jantung yang mengalami insufisiensi. 5. Replacement katup yaitu oprasi pengantian kutup yang mengalami kerusakan 6. Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi stenosis / sumbatan arteri koroner. 7. Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak- anak dengan blok total atrioventrikal 8. Tranplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkian diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena sebab lain. 9. Transmyocardial laser revascularization (TLR). Oprasi jantung leser biasanya dilakukan saat penanganan-penanganan sebelumnya telah gagal. Pada operasi jantung jenis ini, dokter akan menggunakan teknologi leser untuk membuat saluran otot jantung. Tujuannya agar saluran tersebut mampu membuatn darah mengalir lebih lancar. 10. Percuteneous Transliminal Coronary Angiplasly (PTCA), atau Angioplasti koroner, adalah prosedur non-bedah dengan sayatan minimal yang digunakan untuk membuka pembuluh darah yang menyempit. Prosedur ini menggunakan kateter yang lentur dengan balon di ujungnya, yang dikembungkan pada tekanan tinggi dalam dinding arteri yang menyempit. Tindakan ini akan merontokan plak dalam pembuluh darah dan memperbaiki aliran darah ke otot jantung. D. INDIKASI BEDAH JANTUNG 1. “Left right shunt” sama atau lebih dari 1,5 (aliran paru dibandingkan aliran ke sistemik ≥ 1,5) 2. “cyanotic heart disease”. 3. Kelainan anatomi pembuluh darah besar dan koroner 4. Stenosis katub yang berat (symtomatik) 5. Regurgitasi ketub yang berat (symtomatik) 6. Angina pectoris kelas III dan IV menurut Canadian cardiology society (CCS) 7. “Unstable Angine Pectoris” 8. Aneurisma dinding ventrikel kiri akibat suatu miokardium akut. 9. Komplikasi akibat infrak miokardium akut seperti VSD dan mitral regurgitasi yang berat karena rupture otot papilaris. 10. Endokarditis atau infeksi katub jantung E. TOLERANSI dan PERKIRAAN RESIKO OPRASI Toleransi terhadap operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum penderita yang biasanya ditentukan dengan klsaifikasi fungsional dari New York Heart Association. 1. Kelas I : keluhan dirasakan bila kerja sangat berat misalnya berlari 2. Kelas II : keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat 3. Kelas III : keluhan dirasakan pada aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari 4. Kelas IV : keluhan sudah dirasakan pada aktifiras premier seperti untuk makan dan lain-lain sehingga harus tetap berbaring di tempat tidur. F. WAKTU TERBAIK UNTUK OPERASI Hal ini ditentuka bedasarkan resiko yang paling kecil. Misalnya umur yang tepat untuk melakukan total koreksi Tetralogi Fallot ada;lah pada umur 3-4 tahun. Operasi pintas koroner misalnya bila dilakukan secara darurat resikonya 2 kali lebih tinggi bila dilakukan elektif. Pembagian waktu dibagi atas : 1. Emergensi yaitu operasi yang sifatnya perlu untuk menyelamatkan jiwa penderita. Untuk bypass coroner hal ini dilakukan kapan saja tergantung persiapan yang diperlukan. 2. Semi elektif yaitu operasi yang bisa ditunda 2-3 hari atau untuk koroner dilakukan 3x24 jam setelah dilakukan kateterisasi jantung. 3. Elektif yaitu operasi yang direnacankan dengan matang atas indikasi tertentu waktunya lebih dari 3 hari. G. PEMILIHAN TEKNIK OPERASI Pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah : 1. Apakah bisa dilakukan koreksi total 2. Kalau tidak bisa dilakukan koreksi total karena keterbatasan umum dan anantomi/kelainan yang didapat maka harus dipilih teknik operasi untuk membantu operasi definitive misalnya “shunt” pada tetralogi fallot. 3. Apabila tidak bisa dilakukan koreksi total atau operasi definitive dengan resiko yang tinggi maka harus dipilih operasi untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita tersebut misalnya “shunut” saja. 4. “Repair” katub lebih diutamakan/dianjurkan dari pada “replacement” atau penggantian kutub yang rusak. 5. Hasil-hasil dari kasus-kasus yang sudah dikerjakan orang lain/ H. SAYATAN OPERASI 1. Mid stemotomi Posisi klien terlarang, kepala ektensi dan daerah vertebra antara scapula kanan dan kiri diganjal secukupnya sehingga insisi cukup bebas. Harus diperhatikan dalam setiap posisi : a. Seluruh daerah yang mengalami tekanan harus dilindungi dengan bantal atau karet busa misalnya kepala, daerah sekrum dan tumit. b. Tidak boleh ada barang-barang logam yang keras, kontak langsung dengan penderita sehingga dapat terjadi dekubitus. c. Pemasangan “lead EKG”, kateter urine, salang infuse tidak boleh “kinking” dan melewati bawah kulit klien sehingga menimbulkan bekas. d. Pemasangan “plate katerisasi” pada otot pinggul dan hati-hati terhadap N. Ischiadius yang berjalan di daerah sacrum dan penderita harus dihubungkan dengan kabel yang ke bumi. e. Posisi penderita harus digiksasi dengan stabil sehingga tidak mudah meluncur kalau meja operasi diputar atau tidak bergerak kalau dilakukan shock listrik 2. Torakotomi posterolateral Sayatan ini biasanya untuk klien koarktasio aorta, PDA, shunt atau aneurisma aorta desenden. Posisi klien miring ke kanan dengan syarat- syarat seperti diatas. Insisi kulit mulai dari garis aksila tengah keposterior kira-kira 2cm di bawah angulus inferior scapula dan prosecus spinosus vertebra. Kulit, subkutis, otot latisimus dorsi dipotong dengan hemostasisi yang baik dengan kautar dan otot seratus anterios hanya dibelah dan di potong pada insertionya. Rongga toraks dibuka pada sela iga ke 4 dengan diseksi di bagian atas iga ke V untuk menghindari pembuluh darah. Setelah selesai rongga toraks ditutup dengan meningkat iga dengan jahitan absorbable dan selanjutnya otot diapreksimasi kembali seperti aslinya dan kulit dijahit subkutikuler. 3. Torakotomi anterior Posisi penderita terlentang dan bagian kiri diganjal sedikit sehingga lebih tinggu atau miring 45o. insisi pada sela iga ke V. pendekatan ini untuk emergensi karena luka tusuk jantung dengan temponade atau hanya perikardiotomi banding pulmonalis. I. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan pasien adalah sumber yang sangat baik. Sumber berharga lainnya adalah rekam medis dari riwayat perawatan sebelumnya. Penyakit yang diderita pasien akan mengalami kemampuan pasien dalam mentoleransi pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyeluruh. Pasien yang akan menjalani bedah seharian (one day care) harus diperikasa secara telitidan menyeluruh untuk menentukan kondisi kesehatan yang mungkin akan meningkatkan resiko komplikasi selama atau setelah pemedehana. Pengalaman bedah sebelumnya dapat memepengaruhui respins fisik dan psikologis pasien terhadap prosedur pembedahan. Jenis pembedahan sebelumnya, tingkat rasa, ketidaknyamanan, besarnya ketidakmampuan yang ditimbulkan, dan seluruh tingkat perawatanyang pernah diberikan adalah factor-faktor yang mungkin akan diingat oleh pasien. Pembedahan sebelumnya juga dapat mempengaruhi tingkat perawatan fisik yang dibutuhkan pasien setelah menjalani prosedur pemedahan misalnya, pasien yang pernah menjalani terakotomi untuk reseksi lobus paru mempunyai resiko komplikasi pari-paru yang lebih besar dari pada pasien dengan pari- paru yang masih utuh dan normal. Pasien dikaji adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, tuberkolusisi paru, dan berbagai penyakit kronis yang akan berdampak pada peningkatan resiko komplikasi intraoperatif. b. Riwayat alergi Perawat harus memwaspadi adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin diberikan selama fase intraopratif. Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu atau lebih, maka pasien perlu mendapat pit indefikasialergi yang dipakai pada pergelangan tangan sebelum menjalani pembedahan atau penulisan symbol alergi yang tertulis pada status memastikan bagian depan kebijakan institusi. c. Pengkajian nyeri Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyengkan akibat kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan yang dinyatakan sebagai pegal, linu, ngilu. Keju, kemeng, dan sebagainya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri. Selain itu yang sama pentingnya adalah waspada terhadap pasien yang mengabaikan nyeri, misalnya mengungkapkan kenyataan bahwa gangguan atau prosedur biasanya menimbulkan nyeri atau bahwa pasien tampak meringis saat bergerak atau menghindari gerakan. d. Pengkijian psikososiospiritual Berbgai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanyan ketidaktahuan akan mengalami pembedahan yang dapat mengakibatkan kecemasan dalam berbagai bentuk seperti marah, menolak, atau apatis terhadap kegiatan perawat. 2. Diagnosa keperawatan a. Nyeri b/d trauma pembedahan b. Gangguan pertuksaran gas b/d trauma akibat pemedahan dada ekstensi c. Menurunya curah jantung b/d kehilangan darah dan fungsi jantung yang terganggu 3. Intervensi dan rasional a. Nyeri b/d trauma operasi Setelah dilakukan tindakan intervensi diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : - Pesien dan keluarga mengetahui penyebab nyeri - Pasien dan kelurga mampu menunjukan bagaimana cara menangani nyeri - Pasien dan keluarga mampu menangani nyeri Intervensi : - Observasi TTV - Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuesi, durasi - Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok pungung ) - Penggunkan menjemen nyeri - Kolaborasi berikan analgesic sesuai indikasi b. Gangguan pertukaran gas b/d trauma akibat pemedahan dada ektensi Setelah dilakukan tindakan intervensi pertukaran gas adekuat dengan ktiteria hasil : - Pasien dan keluarga mengetahui penyebab dan gangguan pertukaran gas - Pasien dan kelurga mampu menjukan bagaiamana cara mengatasi gangguan pertukaran gas - Sura nafas vaskuler - Jalan nafas tidak terganggu Intervensi : - Observasi TTV - Pantau gas dan volume tekanan inspirasi - Observasi warna kulit, membrane mukosa dan kuku - Auskultasi dada terhadap resepsi - Anjurkan untuk menarik nafas efektif. c. Menurunnya curah jantung b/d kehilangan darah dan fungsi jantung yang terganggu Setelah dilakukan tindakan intervensi diharapkan curah jantung normal dengan kriteria hasil : - Pasien dan keluarga bisa menunjukan bagaimana cara untuk menjaga curah jantung tetap stabil - Pasien dan keluarga nisa mempertahankan curah jantung stabil - Tidak ada bunyi tambahan - Tidak ada adema Intervensi : - Observasi TTV - Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama dan adanya denyut jantung ektra dan penurunan nadi - Pantau status kardivaskuler setiap jam sampai stabil - Kolaborasi obat aritmia DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S.2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratek. Yogyakarta: Rineka Cipta. Brunner & Suddarth 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Carpenitio, Christine. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah: Preoperatif Nursing. Tidak dipublikaiskan: Yogyakarta Shidiq, Abror. 2004. Operating Room, Intalasi Bedah RS dr. Sardjito yoygakarta. Tidak dipublikasikan: Yogyakarta