Anda di halaman 1dari 208

i

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN TEORI SELF CARE DOROTHEA OREM PADA


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DENGAN MULTIPLE ULKUS, CKD ST V, DAN HIPOGLIKEMIA
BERULANG DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR

Titi Iswanti Afelya


1106122890

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
2014

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


ii

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN TEORI SELF CARE DOROTHEA OREM PADA


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DENGAN MULTIPLE ULKUS, CKD ST V, DAN HIPOGLIKEMIA
BERULANG DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh


Gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

Titi Iswanti Afelya


1106122890

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
2014

Universitas Indonesia
ii
Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014
iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tulisan yang terdapat dalam Karya Ilmiah Akhir ini belum pernah disampaikan atau
diajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Ners Spesialis Keperawatan
Medikal Bedah di institusi pendidikan manapun. Berdasarkan pengetahuan dan keyakinan
penulis, Karya Ilmiah Akhir ini tidak memuat tulisan-tulisan yang pernah dipublikasikan
orang lain secara keseluruhan kecuali tulisan tersebut digunakan sebagai bahan rujukan.

Nama : Titi Iswanti Afelya

NPM : 1106122890

TandaTangan :

Tanggal : Juli 2014

iii
Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


iv

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah ini diajukan oleh:

Nama : Titi Iswanti Afelya


NPM : 1106122890
Program Studi : Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
Judul Karya Ilmiah : Penerapan Teori Self Care Dorothea Orem pada Pasien DM
dengan Multipel Ulkus, CKD Stage V, dan Hipoglikemia
Berulang di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Medikal
Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dr. Ratna Sitorus, S.Kp.,M.App.Sc ( )

Pembimbing II : Yulia, PhD ( )

Penguji : Yunisar Gultom, SKp.,MCIN ( )

Penguji : Ernawati, M.Kep.,Sp.Kep.MB ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : Juli, 2014

iv
Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktik residensi spesialis keperawatan medikal
bedah ini. Selama proses pelaksanaan praktik residensi selama 1 tahun hingga penulisan
laporan Karya Ilmiah Akhir ini penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, motivasi
dan doa dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:

1. Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.APP.Sc., selaku Supervisor Utama yang telah memberikan
bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran pada penulis dalam penyusunan
laporan ini.
2. Yulia, S.Kp.,MN.,Ph.D selaku Supervisor yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dengan penuh kesabaran pada penulis dalam penyusunan laporan ini.
3. Yunisar Gultom, S.Kp.,MCINsg selaku Supervisor Klinik yang telah membimbing
penulis selama menjalani praktik residensi di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
4. Ernawati, M.Kep.,Sp.Kep.MB, selaku Penguji yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dengan penuh kesabaran pada penulis dalam penyusunan laporan ini.
5. Dra. Juaniti Sahar, M.App.Sc., P.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
6. Direktur RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta beserta staf struktural maupun
fungsional yang telah memberikan ijin dan kesempatan pada kami untuk melakukan
kegiatan praktek residensi.
7. Penanggung jawab, Kepala ruangan dan perawat ruangan lantai 7 Gedung A ,
Poliklinik penyakit dalam dan IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah
memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis selama melakukan kegiatan
praktek residensi.
8. Teman sejawat Program Residensi Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu
Keperawatan angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan moril selama
penyusunan laporan ini.
9. Orangtua tercinta Ayahanda Suwarno dan Ibunda Sumini Suti serta seluruh keluarga
yang telah memberikan semangat, motivasi dan doa sehingga menjadi penyemangat
bagi penulis selama menjalani praktek residensi dan menyelesaikan penulisan laporan
ini.

Universitas Indonesia
v
Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014
vi

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menjalani praktek residensi dan
penyelesaian laporan ini.

Tiada kata yang indah dan tulus selain ucapan terima kasih untuk semua bantuan,
dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis, semoga Tuhan yang Maha
Pengasih dan Penyayang yang akan membalas dengan kebaikan.

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran demi
penyempurnaan laporan ini sangat dibutuhkan dan semoga laporan ini bermanfaat bagi
pengembangan dan peningkatan ilmu keperawatan.

Depok, Juli 2014

Penulis

vi Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Titi Iswanti Afelya

NPM : 1106122890

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Kekhususan : Keperawatan Medikal Bedah

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan , menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non – Eksklusif (Non-exclusive Royalty -
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Penerapan Teori Self Care Dorothea
Orem pada Pasien DM dengan Multipel Ulkus, CKD Stage V, dan Hipoglikemia Berulang di
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta” , beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).
Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mangalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat,
mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di: Depok

Pada tanggal: Juli 2014

Yang menyatakan

(Titi Iswanti Afelya)

vii Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


viii

ABSTRAK

Nama : Titi Iswanti Afelya


Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Judul : Penerapan Teori Self Care Dorothea Orem pada Pasien DM dengan
Multipel Ulkus, CKD Stage V, dan Hipoglikemia Berulang di
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta

Salah satu kelompok penyakit metabolik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya adalah Diabetes Melitus (DM) yang ditandai dengan hiperglikemia. Kondisi
hiperglikemia yang berkepanjangan menyebabkan DM menjadi salah satu masalah kesehatan yang
besar di seluruh dunia karena komplikasinya dapat muncul secara akut maupun kronik. Perawat
berperan penting dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas melalui Diabetes Self-
Management Education (DSME) dan Diabetes Self-Management Support (DSMS) untuk
mencegah komplikasi dan membantu meningkatkan perubahan gaya hidup yang penting bagi
individu. Penerapan DSME dan DSMS dapat dilakukan perawat dengan mengaplikasikan teori Self
Care Dorothea Orem pada proses keperawatan. Penerapan teori ini berfokus pada kemampuan
individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri, mengenali dan mengatur kebutuhan
perawatannya. Penerapan evidence based practice sesuai program DSME dan DSMS dalam upaya
meningkatkan self care pasien DM adalah melalui penggunaan buku harian Pemantauan Gula
Darah Mandiri (PGDM). Proyek inovasi latihan kekuatan otot dan keseimbangan dilakukan pada
pasien DM lansia untuk mencegah jatuh, meningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan berjalan.

Kata kunci: Diabetes Melitus, Orem’s Self care, Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM)

viii Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


ix

ABSTRACT

Nama : Titi Iswanti Afelya


Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Judul : Orem's Self Care Theory Application in Type 2 Diabetes Mellitus
Patient Nursing Care with Multiple Ulcers, Kidney failure, and
Recurrent Hypoglycemia in RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta

One of metabolic diseases that occurs due to abnormalities in insulin secretion, insulin action or
both is diabetes mellitus (DM). It is characterized by hyperglycemia. Prolonged of hyperglycemia
causes various complication become major health problem worldwide. Nurses play an important
role in reducing morbidity and mortality through the Diabetes Self-Management Education
(DSME) and Diabetes Self-Management Support (DSMS) to prevent the complications and
improve lifestyle changes. Framework of DSME and DSMS were applied using Dorothea Orem’s
Self Care. The application of this theory focuses on the individual's ability to independently
perform nursing actions, identify and manage the treatment needs. Evidence-based practice related
to DSME and DSMS programs by using Self Monitoring Blood Glucose Diary (SMBG). The
inovation project was muscle strengths and balances exercises in elderly diabetic patients with
neuropathy, in other to prevent falls and improve the muscle strengths and balances.

Keywords: Diabetes Mellitus, Orem’s Self care, Self Monitoring Blood Glucose (SMBG)

Universitas Indonesia
ix
Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014
x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
PERNYATAAN ORISINALITAS ..............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ..iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ..v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................... ..vii
ABSTRAK .............................................................................................................. ..viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ..ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ..x
DAFTAR TABEL.................................................................................................... ..xii
DAFTAR SKEMA................................................................................................... ..xiii
DAFTAR GRAFIK.................................................................................................. ..xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ..xv
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................... ..xvi

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus ................................................................................... 5
2.1.1 Definisi ................................................................................. 5
2.1.2 Patofisiologi ................................................................................. 6
2.1.3 Diagnosis DM ................................................................................. 7
2.1.4 Penatalaksanaan ................................................................................. 8
2.1.5 Komplikasi ................................................................................. 12
2.2 DSME dan DSMS ................................................................................... 25
2.2.1 Struktur Internal ................................................................................. 26
2.2.2 Input Ekstrenal ................................................................................. 26
2.2.3 Akses ................................................................................. 27
2.2.4 Koordinasi Program ..................................................................... 27
2.2.5 Staf Instruksional ...................................................................... 27
2.2.6 Kurikulum ................................................................................. 27
2.2.7 Individu dan Peserta ..................................................................... 27
2.2.8 Dukungan ................................................................................. 28
2.2.9 Perkembangan Pasien ..................................................................... 28
2.2.10 Peningkatan Kualitas ..................................................................... 28
2.3 Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) ............................................. 29
2.4 Konsep Teori Self Care Defisit Dorothea E. Orem ................................. 31
2.4.1 Konsep utama Teori Self Care Orem .............................................. 32
2.4.2 Proses Keperawatan ...................................................................... 36

3. Penerapan Teori Self Care Orem pada Asuhan Keperawatan DM


3.1 Gambaran Kasus Kelolaan ..................................................................... 45
3.2 Penerapan Teori self care Dorothea Orem ............................................. 46

Universitas Indonesia
x
Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014
xi

3.3 Pembahasan ..................................................................... 67


3.4 Analisis Penerapan Teori Self Care Orem ................................................ 84

4. Penerapan EBN
4.1 Telaah Jurnal ................................................................................................ 95
4.2 Penerapan Buku Harian ....................................................................... 98
PGDM
4.3 Pembahasan ................................................................................................. 107

5. Analisis Kegiatan Inovasi Kelompok


5.1 Analisis Situasi ......................................................................................... 114
5.2 Kegiatan Inovasi ......................................................................................... 117
5.3 Evaluasi ......................................................................................... 118
5.4 Pembahasan ......................................................................................... 123

6. Kesimpulan dan Saran


6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 126
6.2 Saran .............................................................................................. 127

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 128

Universitas Indonesia
xi
Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelompok OHO Pada Kejadian Hipoglikemia.............................. 13


Tabel 2.2 Klasifikasi UKD berdasarkan Wagner (modifikasi)....................... 23
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan pada pasien UKD.................................... 24
Tabel 2.4 Rencana Asuhan Keperawatan berdasarkan universal self care
requisites, developmental self care requisites dan health
deviation self care requisites.......................................................... 41
Tabel 3.1 Tabel Data Pengkajian................................................................... 46
Tabel 3.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan............................................... 52
Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................. 55
Tabel 4.1 Distribusi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan, topik
edukasi, Penyakit lain yang diderita, dan Keluhan Hipoglikemia 104
Tabel 4.2 Distribusi Subjek berdasarkan Usia dan Lama Menderita DM...... 105
Tabel 4.3 Distribusi rata-rata kadar gula darah puasa, kadar gula darah
sebelum makan siang dan sebelum makan malam......................... 105
Tabel 5.1 Distribusi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin dan Pendidikan..... 119
Tabel 5.2 Distribusi Subjek berdasarkan Usia dan Lama Menderita DM...... 120
Tabel 5.3 Distribusi Subjek berdasarkan waktu berdiri tandem, berdiri
unipedal, jumlah langkah, waktu berdiri dan berjalan, waktu
berdiri dan duduk, dan waktu tempuh jalan.................................. 120
Tabel 5.4 Evaluasi Buku Panduan Latihan Kekuatan dan Keseimbangan..... 122

Universitas Indonesia
xii
Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014
xiii

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Sistem Keperawatan Self Care Theory pada pasien DM................ 35

Skema 3.1 Konsep Map Ny. Mw dengan Multipel Ulkus Diabetik................. 54

xiii Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014 ix


xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Gambaran kadar gula darah rata-rata pada kelompok kontrol
dan kelompok buku harian PGDM........................................... 106

xiv Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Pengkajian


Lampiran 2 Gambaran 30 Resume Kasus Kelolaan Menggunakan
Pendekatan Teori Self Care Dorothea Orem
Lampiran 3 Informed Consent Penerapan PGDM
Lampiran 4 Data Identitas Pasien post exercise Penerapan PGDM
Lampiran 5 Buku Harian PGDM
Lampiran 6 Buku Panduan Latihan Kekuatan dan Keseimbangan pada
Pasien DM dengan Neuropati
Lampiran 7 Lembar Kuesioner Booklet Interaktif
Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup

xv
Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


xvi

DAFTAR SINGKATAN

ABI : Ankle Brachial Index


ADA : American Diabetes Association
AGD : Analisa Gas Darah
AGEs : Advanced Glycosilated End Products
CDL : Chateter Double Lumen
CNS : Clinical Nurse Specialist
DM : Diabetes Melitus
DSME : Diabetic Self Management Education
DSMS : Diabetic Self Management Support
EBN : Evidence Based Nursing
HGBI : High Blood Glucose Index
LBGI : Low Blood Glucose Index
EASD : European Association for The Study of Diabetes
IDF : International Diabetes Federation
KAD : Ketoasidosis Diabetik
ND : Nefropati Diabetik
OHO : Obat Hipoglikemik Oral
PAD : Peripheral Arterial Disease
PERKENI : Persatuan Endokrinologi Indonesia
PGDM : Pemantauan Gula Darah Mandiri
PNP : Peripheral Neurophaty
PVD : Peripheral Vascular Disease
RNAO : Registered Nurse of Ontario
SMBG : Self Monitoring Blood Glucose
SWME : Semme-Weinstein Monofilament Examination
UKD : Ulkus Kaki Diabetik
WHO : World Health Organization

xvi Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem endokrin adalah salah satu dari dua sistem regulatorik utama dalam tubuh, yang
terdiri dari kelenjar endokrin tanpa duktus yang tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar
endokrin melaksanakan fungsinya dengan mengeluarkan hormon ke dalam darah, dan
terdapat banyak interaksi fungsional di antara berbagai kelenjar endokrin. Pankreas adalah
salah satu organ yang berperan dalam sistem endokrin dan berfungsi dalam mengatur
metabolisme bahan bakar. Sel endokrin pada pankreas dikenal sebagai pulau langerhans,
meliputi sel α yang menghasilkan glukagon dan sel β yang menghasilkan insulin
(Sherwood, 2012).

Salah satu kelompok penyakit metabolik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya adalah Diabetes Melitus (DM) (Purnamasari, 2009). Diabetes
melitus (DM) ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemia)
(Suyono, 2009; ADA, 2013). Kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan menyebabkan
DM menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di seluruh dunia karena
komplikasinya dapat muncul secara akut maupun kronik (Ignativicius & Workman, 2010).

Organisasi Kesehatan dunia World Health Organization (WHO) memprediksi jumlah


pasien DM di seluruh dunia meningkat menjadi 366 juta jiwa pada tahun 2030 (WHO,
2006). Data terbaru menurut Diabetes Atlas bahwa jumlah pasien DM diseluruh dunia
pada tahun 2030 diperkirakan meningkat mencapai 552 juta jiwa dari 371 jiwa di tahun
2012. Sebaran prevalensi DM ke dalam beberapa wilayah menunjukkan bahwa Indonesia
termasuk dalam sebaran pasien DM terbanyak pada tahun 2011 hingga tahun 2030 (IDF,
2012).

Peningkatan jumlah pasien DM di Indonesia turut meningkatkan jumlah pasien yang


mengalami komplikasi akibat DM. Hal ini dibuktikan oleh data yang dicatat oleh Rumah
Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo sebagai Rumah Sakit
rujukan nasional di Indonesia. Data rawat jalan RSUPN Cipto Mangunkusumo pada
periode Januari hingga Desember 2013 mencatat sebanyak 2834 kasus DM tipe 1 dan DM
tipe 2, dengan komplikasi multipel sebanyak 760 kasus, komplikasi ginjal 67 kasus,

Universitas Indonesia
1
Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014
2

komplikasi sirkulasi perifer 136 dan koma ketoasidosis sebanyak 12 kasus. Dan pada
periode Januari hingga Juni 2014 tercatat sebanyak 1070 kasus DM tipe 1 dan DM tipe 2,
dengan komplikasi multipel sebanyak 172 kasus, komplikasi ginjal 8 kasus, komplikasi
sirkulasi perifer 22 kasus dan koma ketoasidosis sebanyak 3 kasus. Sedangkan data rawat
inap RSUPN Cipto Mangunkusumo pada periode Januari hingga Desember 2013 mencatat
sebanyak 2070 kasus DM tipe 1 dan DM tipe 2, dengan komplikasi multipel sebanyak
1179 kasus, komplikasi ginjal 69 kasus, komplikasi sirkulasi perifer 171 dan koma
ketoasidosis sebanyak 58 kasus. Dan pada periode Januari hingga Juni 2014 tercatat
sebanyak 1085 kasus DM tipe 1 dan DM tipe 2, dengan komplikasi multipel sebanyak 376
kasus, komplikasi ginjal 50 kasus, komplikasi sirkulasi perifer 70 kasus dan koma
ketoasidosis sebanyak 42 kasus (RM RSUPN Cipto Mangunkusumo, 2014).

Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien DM disertai dengan
komplikasi multipel dan komplikasi lainnya sangat diperlukan peran dari tenaga kesehatan
profesional khususnya perawat. Perawat berperan sebagai pemberi layanan asuhan
keperawatan, menjadi penghubung antara pasien dan multidsiplin lainnya, pemberi
informasi bagi pasien hingga membuat keputusan klinis yang tepat dan akurat
berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan praktik berbasis bukti dalam memberikan asuhan
keperawatan secara holistik (National Diabetes Nursing Knowledge and Skills Framework,
2009). Perawat juga diharapkan dapat memahami kondisi pasien yang disebut sebagai
spesialis perawat klinik atau Clinical Nurse Specialist (CNS). Clinical Nurse Specialist
(CNS) meningkatkan pelayanan keperawatan melalui pendidikan, konsultasi, penelitian,
dan sebagai agen pembaharu dalam sistem kesehatan (Jansen & Staufacher; 2010).

Oleh karena itu, perawat diharapkan dapat menerapkan asuhan keperawatan berbasis
evidence based practice nursing, dan sebagai inovator dengan menerapkan hal-hal yang
terbaru dalam bidang keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan serta tidak luput menjalani peran lainya seperti pemimpin, kolaborator, agen
pembaharu, role model dan advokasi terhadap pasien. Pengelolaan pasien tersebut
dilakukan di ruang rawat inap lantai 7 gedung A RSCM, di Instalasi Gawat Darurat, dan di
Poliklinik Endokrin. Asuhan keperawatan yang diberikan menggunakan pendekatan teori
Self Care Dorothea Orem. Penerapan teori ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
seseorang dalam merawat dirinya sendiri dan bukan menempatkan pasien dalam posisi
bergantung (Christensen & Kenney, 2009).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


3

Di samping sebagai praktisi, perawat spesialis juga berperan sebagai peneliti, pembaharu
dan role model dengan menerapkan tindakan keperawatan berbasis bukti (evidence based
nursing atau EBN). Evidence Based Nursing (EBN) yang diterapkan adalah penerapan
buku harian pemantauan gula darah mandiri (PGDM). Self-Monitoring Blood Glucose
(SMBG) atau Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) merupakan komponen penting
dalam terapi modern untuk pasien DM. Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) telah
direkomendasikan untuk pasien DM dan profesional perawatan kesehatan dalam rangka
untuk mencapai kendali glikemik dan mencegah hipoglikemia. Peran sebagai peneliti ini
dapat dilihat pada BAB IV.

Peran perawat spesialis selanjutnya yang telah dilakukan residen adalah sebagai inovator
dengan menerapkan latihan untuk meningkatkan kekuaatan otot dan keseimbangan pada
pasien DM dengan neuropati. Inovasi ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan lahan praktik
dan dilakukan secara berkelompok. Inovasi dilakukan dengan membuat dan menyusun
panduan latihan kekuatan otot dan keseimbangan untuk pasien DM dengan neuropati dan
panduan untuk perawat atau pendamping pasien. Peran residen sebagai inovator dibahas
pada BAB V.

Berdasarkan uraian maka dalam penulisan analisa praktik residensi ini, residen akan
memaparkan penerapan pendekatan teori self care Dorothea Orem pada pasien DM dengan
multiple ulkus, CKS stage V, dan hipoglikemia berulang dalam menjalankan peran sebagai
perawat spesialis dengan menerapkan tindakan keperawatan berbasis bukti ilmiah dan
melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan analisis tentang penerapan teori self care Dorothea Orem dalam pemberian
asuhan keperawatan pasien DM dengan multiple ulkus, CKD stage V, dan hipoglikemia
berulang dalam menjalankan peran sebagai perawat spesialis dengan menerapkan tindakan
keperawatan berbasis bukti ilmiah (evidence based nursing) dan melakukan inovasi untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


4

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Menganalisis kegiatan praktik sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan pendekatan
teori self care Dorothea Orem pada pasien DM dengan multiple ulkus, CKD stage V,
dan hipoglikemia berulang.
b. Menganalisis kegiatan praktik sebagai peneliti dalam melakukan penerapan tindakan
keperawatan berbasis bukti ilmiah (evidence based nursing) yaitu penerapan buku
harian pemantauan gula darah mandiri (PGDM).
c. Menganalisis kegiatan praktik sebagai inovator dalam melakukan penerapan latihan
kekuatan otot dan keseimbangan pada pasien DM dengan neuropati.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Pelayanan Keperawatan
Karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan menjadi acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin
menggunakan pendekatan teori self care, meningkatkan pengetahuan dan motivasi perawat
dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan penerapan berbasis pembuktian
ilmiah yaitu penerapan buku harian PGDM serta meningkatkan kemampuan perawat untuk
senantiasa melakukan inovasi-inovasi keperawatan dalam rangka meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan.

1.3.2 Pengembangan Keilmuan Keperawatan


Karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan keperawatan
dalam pemberian asuhan keperawatan dengan pendekatan model atau teori keperawatan,
penerapan EBN dan inovasi serta menjadi salah satu acuan dalam pengelolaan pasien DM
tipe 1 dan 2 dengan komplikasi sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kemandirian
pasien dan keluarga. Melalui KIA ini diharapkan pula adanya pengembangan berbagai
strategi PGDM untuk pencegahan komplikasi akut dan kronis pada pasien DM.

1.3.3 Pendidikan Keperawatan


Hasil praktik keperawatan residensi keperawatan dapat memberikan manfaat kepada
pendidikan keperawatan dengan menjadikan salah satu rujukan bahan ajar tentang asuhan
keperawatan pasien gangguan sistem endokrin dengan pendekatan menggunakan teori self
care yang dapat semakin dikembangkan oleh mahasiswa.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


5

BAB II

TINJAUAN TEORI

Hiperglikemia yang berkepanjangan pada pasien DM akan menimbulkan komplikasi baik


akut maupun kronik. Komplikasi akut yang ditemukan oleh residen sepanjang
melaksanakan praktik residensi di ruang rawat yaitu terjadinya hipoglikemia. Sedangkan
komplikasi kronis yang ditemui yakni komplikasi ginjal meliputi gagal ginjal kronik akibat
nefropati dan ulkus kaki diabetik (UKD) yang terjadi akibat neuropati dan gangguan pada
sirkulasi perifer. Disamping nefropati dan neuropati, kondisi hiperglikemi yang tidak
terkontrol juga mengakibatkan penurunan imunitas yang mengakibatkan gangguan pada
mekanisme pertahanan tubuh. Kondisi ini merupakan faktor risiko terhadap infeksi kuman
penyakit lainnya seperti tuberculosis dan pneumonia.

Penatalaksanaan DM di Indonesia, diuraikan dalam empat pilar utama yaitu edukasi, terapi
nutrisi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. American Diabetes Association
(ADA) (2014) dalam Standard of Medical Care in Diabetes dan National Standard for
Diabetes merekomendasikan Diabetes Self-Management Education (DSME) dan Diabetes
Self-Management Support (DSMS) untuk mencegah komplikasi dan membantu
meningkatkan perubahan gaya hidup yang penting bagi pasien DM. Oleh sebab itu strategi
menggunakan pendekatan teori keperawatan diterapkan dalam pengelolaan pasien DM
sebagai salah satu upaya untuk mencapai perubahan gaya hidup. Salah satu model yang
sesuai bagi pasien DM adalah teori self care Dorothea Orem yang difokuskan untuk
mengidentifikasi kebutuhan perawatan diri pasien DM dan tindakan keperawatan guna
memenuhi kebutuhan tersebut. Orem menekankan pentingnya tindakan intervensi untuk
kebutuhan self care dan upaya terus menerus untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatannya serta mengatasi dampaknya. Oleh karena itu pada BAB ini akan diuraikan
mengenai karakteristik dan patofisiologi DM, penatalaksanaan medis, komplikasi dan
pendekatan teori self care Orem dalam pemberian asuhan keperawatan DM.

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2010),

5 Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


6

yang diakibatkan oleh kerusakan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (ADA,
2013). Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis progresif yang dikarakteristikkan
dengan ketidakmampuan tubuh dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
(Black & Hawks, 2009).

Diabetes melitus (DM) adalah kondisi jangka panjang yang memerlukan pengendalian
gula darah dengan mempertahankan diet, latihan dan pengobatan yang tepat
(Wilkinson, Whitehead, & Ritchie, 2013). Semua pasien DM baik tipe 1 dan tipe 2
memerlukan pemantauan untuk mencegah timbulnya komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular yang dapat memicu terjadinya ulkus kaki diabetik (Edmons, Foster, &
Sanders, 2008).

2.1.2 Patofisiologi
1) DM tipe 1
Penyebab DM tipe 1 adalah kehancuran autoimun sel beta pankreas yang
menyebabkan defisiensi insulin absolut. Infiltrasi pulau pankreas oleh makrofag
yang teraktifasi, limfosit T sitotoksik dan supresor, dan limfosit B menimbulkan
insulitis destruktif yang sangat selektif terhadap populasi sel beta. Sekitar 70-90 %
sel beta hancur sebelum timbul gejala klinis (Greenstein & Woods, 2010; Smeltzer
& Bare, 2010). Diabetes tipe 1 merupakan gangguan poligenik dengan peran faktor
genetik sebesar 30%. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu yakni kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
Kondisi defisiensi insulin absolut menyebabkan pasien DM tipe 1 membutuhkan
insulin untuk kontrol glikemik (Greenstein & Wood, 2010).

Pasien DM tipe 1 lebih berisiko terhadap komplikasi makrovaskular dibandingkan


pasien DM tipe 2 (Black & Hawk, 2009), dan memiliki risiko tertentu terhadap
komplikasi mikrovaskular (Greenstein & Woods, 2010). Salah satu komplikasi
makrovaskular yang memicu terjadinya UKD adalah peripheral vascular disease
(PVD) atau penyakit vaskular perifer yang ditandai dengan adanya iskemi pada
ekstremitas bawah (Ikem, Ikem, Adebayo & Soyoye, 2010).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


7

2) DM tipe 2
Pasien DM tipe II memiliki dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan atau gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel yang mengakibatkan insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Black & Hawk, 2009;
Ignativicius & Workman, 2010).

Faktor risiko terjadinya DM tipe 2 menurut American Diabetes Association (ADA,


2013) terdiri dari: 1) faktor risiko mayor yakni riwayat keluarga DM, obesitas,
kurang aktifitas fisik, ras/etnik, hipertensi, riwayat DM pada kehamilan dan
sindrom polikistik ovarium, dan 2) faktor risko lainnya berupa asupan nutrisi
berlebih, konsumsi alkohol, stres, merokok, paritas dan asupan zat besi.
Berdasarkan faktor risiko ini, maka kontrol glikemik pasien DM tipe 2 dilakukan
dengan pengaturan pola makan, perubahan gaya hidup, dan obat hipoglikemik
untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis.

2.1.3 Diagnosis
International Expert Commitee yang terdiri dari ADA, IDF, dan European
Association for The Study of Diabetes (EASD), merekomendasikan tes hemoglobin
glikosilat (A1C/HbA1C) untuk mendiagnosa DM dengan standar ≥ 6.5% (ADA,
2013). Sementara di Indonesia, PERKENI (2011) menentukan kriteria diagnosa DM
dengan ditemukannya salah satu dari kondisi berikut: 1) terdapat gejala klasik DM
(poliuria, polifagi, polidipsi dan penurunan berat badan) dan glukosa plasma sewaktu
≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L). 2) terdapat gejala klasik DM (poliuria, polifagi, polidipsi
dan penurunan berat badan) dan kadar glukosa plasma puasa ≤ 126 mg/dL (7.0
mmol/L), dan 3) kadar gula plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥
200 mg/dL (11.1 mmol/L). Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria
normal atau DM, maka pasien dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu atau GDPT
(PERKENI, 2011).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


8

2.1.4 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien
DM. Tujuan penatalaksanaan DM dibedakan ke dalam tujuan jangka pendek, tujuan
jangka panjang, dan tujuan akhir: 1) tujuan jangka pendek adalah menghilangkan
keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan mencapai tanrget
pengendalian glukosa darah. 2) tujuan jangka panjang adalah dengan mencegah dan
menghambat progresifitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati,
dan 3) tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM
(PERKENI, 2011).

Penanganan pasien DM dilakukan secara holistik oleh berbagai profesi yang terdiri
dari dokter, perawat, ahli gizi, apoteker,dan tim kesehatan lain. Rencana pengelolaan
harus dirumuskan sebagai terapi kolaboratif antara pasien dan keluarga, perawat,
dokter, dan anggota lain dari tim perawatan kesehatan. Berbagai strategi dan teknik
berbeda digunakan untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan pengembangan
kemampuan memecahkan masalah dalam berbagai aspek manajemen DM tipe 1, DM
tipe 2, dan DM tipe lainnya (ADA, 2013).

Penatalaksanaan DM di Indonesia, diuraikan dalam empat pilar utama yaitu


perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemia, dan penyluhan
atau edukasi (PERKENI, 2011; Waspadji, 2013);

1) Perencanaan Makan
Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing. Pada pasien DM perlu ditekankan pentingnya
keteraturam makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan obat hipoglikemik atau insulin (PERKENI, 2011).
Terapi nutrisi merupakan komponen integral dari pencegahan, pengelolaan dan
edukasi self-management. Selain sebagai manajemen pencegahan dan kontrol DM,
TNM juga merupakan bagian penting dalam keseluruhan perilaku hidup sehat
(Tjokroprawiro, 2006).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


9

Waspadji (2013) dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu menguraikan


standar makanan yang dianjurkan bagi pasien DM, yaitu makanan dengan
kompisisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik; karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, dan lemak 20-25%.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.

2) Latihan Jasmani
Latihan merupakan bagian penting dari rencana pengelolaan DM. Latihan secara
teratur telah terbukti meningkatkan kontrol glukosa darah, mengurangi faktor risiko
kardiovaskular, berkontribusi terhadap penurunan berat badan, dan meningkatkan
kesejahteraan. Selain itu, latihan rutin dapat mencegah diabetes tipe 2 pada
individu yang berisiko tinggi. Latihan yang dilakukan sebagai intervensi minimal 8
minggu telah terbukti menurunkan A1C lebih rendah (rata-rata 0,66%) pada pasien
DM tipe 2 (Waspadji, 2009).

Pada DM tipe 2, latihan jasmani berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa
darah. Produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita
DM tipe 2. Masalah utama pada DM tipe 2 adalah kurangnya respon reseptor
terhadap insulin. Karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu
transfer glukosa dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin.
Permeabilitias membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang sedang
berkontraksi. Pada saat olahraga resistensi insulin berkurang, sebaliknya
sensitivitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada DM
tipe 2 akan berkurang. Respon ini hanya terjadi setiap kali berolahraga, tidak
merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu latihan
jasmani harus dilakukan terus menerus dan teratur (Ilyas, 2013).

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit, yang sifatnya sesuai continous, rhytmical, interval, progressive,
endurance training (CRIPE). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85%
denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


10

selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan
olahraga berat misalnya jogging (Waspadji, 2013).

3) Pengelolaan Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan. Penggunaan farmakologi dalam diabetes dapat berupa obat hipoglikemik
oral yang memicu sekresi insulin seperti sulfonilurea dan glinid, dapat juga obat
penambah sensitivitas terhadap insulin seperti biguanid dan tiazolidion,
penghambat glukosidase alfa dan incretin mimetic yang merupakan penghambat
DPP-4. Untuk kondisi dimana obat oral tidak memungkinkan lagi untuk digunakan
maka penggunaan insulin dapat menjadi pilihan (PERKENI, 2011).

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 akan memerlukan insulin


eksogen untuk mengendalikan kadar gula darahnnya (Waspadji, 2013). Insulin
eksogen adalah insulin yang disuntikkan dan merupakan suatu produk farmasi.
Insulin mempunyai beberapa terhadap jaringan tubuh. Insulin menstimulasi
pemasukan asam amino ke dalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein.
Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak
sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk
digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam
sel otot dan hati (Soegondo, 2013).

Insulin eksogen sebagai terapi diindikasikan bagi semua pasien DM tipe 1, pada
pasien DM tipe 2 yang tidak dapat mencapai target pengendallian kadar glukosa
darah dengan terapi jenis lain, pasien DM tipe 2 dengan kondisi stres berat (infeksi
berat, tindakan pembedahan), ketoasidosis diabetik (KAD), pengobatan sindroma
hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik, gangguan fungsi ginjal atau hati yang
berat, dan pada pasien DM dengan kontrainsikasi atau alergi terhadap OHO
(Soegondo, 2013).

4) Edukasi
Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan pasien DM. Edukasi
diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


11

bagi pasien DM yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk


meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat, optimal dan penyesuaian keadaan psikologik serta
kualitas hidup yang lebih baik (Waspadji, 2013). Pemberdayaan pasien DM
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan aktif perilaku sehat. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah
mandiri (PGDM), tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus
diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah (PGDM) dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2011).

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. PGDM
dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin.
Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang
pada umumnya terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan
adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal
glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara
siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa
gejala),atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells. PDGM terutama
dianjurkan pada pasien DM yang mendapat terapi insulin, pasien dengan A1C yang
tidak mencapai target setelah terapi,wanita hamil dengan hiperglikemia dan
kejadian hipoglikemia berulang (PERKENI, 2011)

Dalam pengelolaan sehari-hari, pengobatan dan perawatan pasien DM tipe 1 harus


dipantau secara terencana. Pemantauan dapat dilakukan dengan melakukan
anamnesa, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah 1) pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui
apakah sasaran terapi telah tercapat disamping untuk penyesuaian dosis obat.
Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan secara mandiri pada pasien yang
telah mendapatkan edukasi. 2) pemeriksaan hemoglobin glikosilat atau HbA1C,
merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu
sebelumnya, namun tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka
pendek. Pemeriksaan HbA1C dinajurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


12

dalam setahun. 3) Pemantauan gula darah mandiri (PGDM), PGDM dianjurkan


bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu
pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada
umumnya terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah
pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal
glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara
siklus tidur(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa
gejala),atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells. 4) pemeriksaan
glukosa urin, pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung.
Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dl, dapat bervariasi pada
beberapa pasien. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak
dapat digunakan untuk menilai keberhasilan terapi. 5) pemantauan benda keton,
Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang diabetes yang sedang
hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton
yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan
pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan
menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah <0,6 mmol/L
dianggap normal, di atas 1,0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L
indikasi adanya KAD. Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara
mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD
(PERKENI, 2011).

2.1.5 Komplikasi
1) Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
(1) Definisi
Menurut Smeltzer & Bare (2008), hipoglikemia merupakan kondisi
dimana kadar gula darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2.7 hingga
3.3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat
pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa dijumpai sebelum makan,
khususnya jika waktu makan tertunda atau bila pasien lupa makan
camilan. Sebagai contoh, hipoglikemia siang hari terjadi bila insulin

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


13

reguler yang disuntikkan pada pagi hari mencapai puncaknya, sementara


hipoglikemia pada sore hari timbul bersamaan dengan puncak kerja NPH
yang diberikan pada pagi hari. Hipoglikemia pada tengah malam dapat
terjadi akibat pencapaian puncak kerja NPH yang disuntikkan pada malam
hari, khususnya bila pasien tidak makan camilan sebelum tidur.

Terapi farmakologi yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia dapat


dibedakan dalam dua kelompok yaitu kelompok obat dengan risiko rendah
hipoglikemia (grup 1) dan kelompok obat dengan risiko tinggi
hipoglikemia (grup 2). Kelompok OHO ini dapat di lihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.1
Kelompok OHO pada kejadian hipoglikemia
Kelompok obat risiko rendah Kelompok Obat risiko tinggi
hipoglikemia hipoglikemia
Metformin Gliclazide, Glimepiride
Acarboce Glyburide
Proglitazone Nateglinide, Repaglinide
Saxagliptin, Sitagliptin Clorpopamide, tolbutamide
Liraglutide, Exanatide

Sumber: Canadian Journal of Diabetes, 2013

(2) Tanda dan Gejala


Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu
gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.

Hipoglikemia ringan
Respon fisiologis kontraregulasi terhadap hipoglikemia melibatkan
pelepasan hormon, terutama glukagon dan adrenalin (Heller, 2011).
Hormon-hormon ini merangsang produksi glukosa hepatik dan
menghambat penyerapan glukosa di perifer, sehingga kadar glukosa
meningkat. Menurut American Diabetes Association (ADA) (2005)
ambang glikemik untuk glukagon dan pelepasan adrenalan jika gula darah
3.6 mmol/L hingga 3.9 mol/L. Akan tetapi dengan perjalanan DM,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


14

produksi glukagon secara bertahap menjadi terganggu, sehingga respon


otonom untuk hipoglikemia tergantung pada pelepasan adrenalin yang
menyebabkan gejala adrenergik seperti tremor, kelaparan, palpitasi,
takikardi, dan berkeringat (Heller 2011).

Hipoglikemia sedang
Fungsi otak yang normal tergantung pada pasokan glukosa terus menerus.
Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak
memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik (Smeltzer &
Bare, 2008; Bilous & Donnelly 2010). Tanda-tanda gangguan fungsi pada
sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit
kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di bibir serta lidah,
bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perubahan
perilaku, penglihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi gejala
ini (disamping gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang
(Smetzer & Bare, 2008).

Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan berta sehingga pasien
memerlukan pertolongan orang lain. Gejala meliputi perilaku yang
disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan
kehilangan kesadaran. Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan
tanpa terduga sebelumnya. Kombinasi semua gejala dapat bervariasi pada
pasien (Smetzer & Bare, 2008).

Faktor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala


hipoglikemia adalah penurunan respon hormonal (adrenergik) terhadap
hipoglikemia. Keadaan ini terjadi pada sebagian pasien yang telah
menderita diabetes selama bertahun-tahun. Penurunan respon adrenergik
tersebut dapat berhubungan dengan salah satu komplikasi kronis DM yaitu
neuropati otonom. Dengan penurunan kadar glukosa darah, pelepasan
adrenalin yang normal tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala
adrenergik yang lazim. Keadaan hipoglikemia ini terdeteksi setelah timbul

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


15

gangguan sistem saraf pusat yang sedang atau berat (Smetzer & Bare,
2008).

(3) Pengelolaan Hipoglikemia


Glukosa oral
Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa
darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam
bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa
seperti jus buah segar. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena
lemak dalam coklat dapat menghambat absorbsi glukosa. Bila belum ada
jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 g
karbohidrat kompleks Bila pasien kesulitan menelan dan keadaan tidak
terlalu gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga
mulut (buccal) dapat dicoba (Soemadji, 2009).

Glukagon intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga nonprofesional
yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja
glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien
sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa
oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam
bentuk tepung untuk pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau
hipoglikemia yang diinduksi alkohol, pemberian glukagon mungkin
tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi (Soemadji, 2009).

Glukosa intravena
Glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian glukosa
dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml
glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman (Heller,
20011).

2) Komplikasi kronis
Pasien DM dalam jangka waktu yang panjang berisiko terhadap komplikasi
kronik yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Komplikasi

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


16

kronik dapat mempengaruhi dan merusak sistem organ dalam tubuh pada pasien
DM tipe 1 dan tipe 2 (Wilkinson, Whitehead, & Ritchie, 2013). Komplikasi ini
diklasifikasikan menjadi komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.
Komplikasi makrovaskular meliputi penyakit arteri koroner, penyakit
serebrovaskular, hipertensi, penyakit vaskular perifer dan infeksi. Sedangkan
komplikasi mikrovaskular terdiri dari retinopati, nefropati dan neuropati (Black
& Hawks, 2009; Ignativicius & Workman, 2010; Greenstein & Wood, 2010).
Komplikasi vaskular pada pasien DM yang memicu terjadinya nefropati dan
neuropati disebabkan oleh hiperglikemi kronis yang mengakibatkan penebalan
pada dinding membran yang bersifat irreversible, sehingga secara langsung dan
tidak langsung toksisitas glukosa ini mempengaruhi integritas sel. Kondisi
iskemi kronis pada pembuluh darah kecil mengakibatkan hipoksia dan
mikroiskemia pada jaringan pengikat (Ignativicius & Workman, 2010).

a) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi
pada pasien diabetes. Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada filter ginjal
atau yang dikenal dengan glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan
glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara
abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin. Pada keadaan
normal albumin diekskresikan dalam jumlah sedikit dalam urine. Peningkatan
kadar albumin dalam urine merupakan tanda awal adanya kerusakan ginjal
oleh karena diabetes. Penyakit ginjal diabetik dapat dibedakan menjadi dua
kategori utama berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu
(Waspadji, 2009):
(1) Mikroalbuminuria
Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari.
Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipien
(O’Callaghan, 2009).

(2) Proteinuri
Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari
300mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau
nefropati overt (O’Callaghan, 2009).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


17

Patogenesis nefropati diabetik pada DM tipe 2 bervariasi. Pasien sering


didiagnosi sudah dengan mikroalbuminuria yang disebabkan karena
keterlambatan diagnosis dan faktor lain yang mempengaruhi ekskresi protein.
Sebagian kecil pasien dengan mikroalbuminuria akan berkembang menjadi
penyakit ginjal tahap lanjut. Tanpa intervensi, sebanyak 30% pasien akan
berkembang menjadi nefropati dengan proteinuria yang nyata, dan setelah 20
tahun mengalami nefropati, sekitar 20% akan berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir. Diabetes yang lama menyebabkan perubahan pada
pembuluh darah kecil yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dimana
kerusakan ginjal tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal yang berat.
Kerusakan ginjal dapat dimulai sejak tahun pertama setelah terdiagnosis
menderita DM tipe I dan dapat ditemukan pada saat terdiagnosis DM tipe II.
Namun diperlukan waktu sekitar 5-10 tahun untuk menjadi masalah
kerusakan ginjal yang bermakna (Greenstein & Wood, 2010).

Pada keadaan normal insulin berperan penting dalam proses biologis di


dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. Hormone ini
berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh,
terutama otot, lemak dan hati. Selain hati, ginjal berperan penting dalam
metabilisme glukosa. Dari total kliren insulin secara keseluruhan, sekitar 60%
terjadi melalui filtrasi di glomerulus dan 40 % di ekstraksi dari pembuluh
darah peritubuler yang kemudian disekresi oleh tubulus. Insulin dari lumen
tubulus memasuki sel tubulus proksimal melalui carier mediated endocytosis
dan kemudian di bawa melalui lisosom dimana kemudian di metabolisme
menjadi asam amino. Pada akhirnya hanya kurang dari 1% insulin yang di
filtrasi keluar melalui urin. Kecepatan kliren insulin oleh ginjal 200 ml/menit,
melebihi kecepatan laju glomerulus karena ada kontribusi sekresi insulin oleh
tubulus. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa setiap hari sekitar 6-8 unit
insulin di degradsi oleh ginjal, setara dengan 25 % produksi insulin oleh
pankreas setiap hari (Krentz; 2002; O’Callaghan, 2009; Prodosudjadi, 2009).

Pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik dan hemodinamik


berpengaruh terhadap terjadinya proteinuria. Gangguan awal pada jaringan
ginjal sebagai dasar terjadinya nefropati adalah terjadinya proses hiperfiltrasi-

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


18

hiperperfusi membran basal glomeruli. Gambaran histologi jaringan pada ND


memperlihatkan adanya penebalan membran basal glomerulus, ekspansi
mesangial glomerulus yang akhirnya menyebabkan glomerulosklerosis,
hyalinosis arteri eferen dan eferen serta fibrosis tubulo interstitial.
Peningkatan glukosa yang menahun (glukotoksisitas) pada pasien yang
mempunyai predisposisi genetik merupakan faktor-faktor utama ditambah
faktor lainnya dapat menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas terhadap basal
membran dapat melalui 2 jalur (Black & Hawks, 2009; Ignativicius &
Workman, 2010; Greenstein & Wood, 2010):

(1) Alur metabolik (metabolic pathway)


Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia, glukosa dapat bereaksi
secara proses non enzimatik dengan asam amino bebas menghasilkan
AGE’s (advance glycosilation end-products). Peningkatan AGE’s akan
menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi
jalur poliol, dan aktivasi protein kinase C. Pada alur poliol (polyol
pathway) terjadi peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat
meningkatnya reduksi glukosa oleh aktivitas enzim aldose reduktase.
Peningkatan sorbitol akan mengakibatkan berkurangnya kadar inositol
yang menyebabkan gangguan osmolaritas membran basal (O’Callaghan,
2009).

(2) Alur Hemodinamik


Gangguan hemodinamik sistemik dan renal pada pasien DM terjadi
akibat glukotoksisitas yang menimbulkan kelainan pada sel endotel
pembuluh darah. Faktor hemodinamik diawali degan peningkatan
hormon vasoaktif seperti angiotensin II. angiotensin II juga berperan
dalam perjalanan ND. Angiotensin II berperan baik secara hemodinamik
maupun non-hemodinamik. Peranan tersebut antara lain merangsang
vasokontriksi sistemik, meningkatkan tahanan kapiler arteriol
glomerulus, pengurangan luas permukaan filtrasi, stimulasi protein
matriks ekstra selular, serta stimulasi chemokines yang bersifat
fibrogenik (Greesnstein & Woods, 2009).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


19

Hipotesis ini didukung dengan meningkatnya kadar prorenin, aktivitas


faktor von Willebrand dan trombomodulin sebagai penanda terjadinya
gangguan endotel kapiler. Hal ini juga yang dapat menjelaskan mengapa
pada pasien dengan mikroalbuminuria persisten, terutama pada DM tipe
2, lebih banyak terjadi kematian akibat kardiovaskular dari pada akibat
gagal ginjal terminal (GGT). Peran hipertensi dalam patogenesis diabetik
kidney disease masih kontroversial, terutama pada pasien DM tipe 2
dimana pada pasien ini hipertensi dapat dijumpai pada awal malahan
sebelum diagnosis diabetes ditegakkan. Hipotesis mengatakan bahwa
hipertensi tidak berhubungan langsung dengan terjadinya nefropati tetapi
mempercepat progesivitas ke arah GGT pada pasien yang sudah
mengalami diabetik kidney disease. Dari kedua faktor diatas maka akan
terjadi peningkatan TGF beta yang akan menyebabkan proteinuria
melalui peningkatan permeabilitas vaskuler. TGF beta juga akan
meningkatkan akumulasi ektraseluler matrik yang berperan dalam
terjadinya ND (O’Callghan, 2009).

b) Neuropati diabetik
Komplikasi mikrovaskular secara patogenetik disebabkan oleh meningkatnya
pembentukan Advance Glycosilated End Products (AGEs) akibat
hiperglikemi kronis, yang kemudian terakumulasi sehingga menyebabkan
penebalan otot membran basalis. Membran basalis mengelilingi sel-sel
endotel kapiler (Effendi & Waspadji, 2012). Komplikasi mikrovaskular
meliputi retionopati, nefropati dan neuropati (Smeltzer & Bare, 2008; Black
& Hawks, 2009; Ignativicius & Workman, 2010). Pada pasien DM,
keberadaan neuropati atau penurunan fungsi sel saraf merupakan faktor risiko
terjadinya UKD selain kerusakan perfusi, abnormalitas biokimia dan trauma
(Frykberg, 2003; Bryant & Nix, 2008; Boulton, 2010).

Neuropati diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang


semua tipe saraf, termasuk saraf perifer, otonom dan spinal. Patogenesis
neuropati dalam diabetes dikaitkan dengan mekanisme vaskuler atau
metabolik atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2008). Neuropati dapat
dibedakan menjadi neuropati fokal dan neuropati difus. Neuropati fokal

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


20

dibagi dalam dua tipe yaitu iskemi dan entrapment. Neuropati fokal
disebabkan oleh kondisi akut pada sel saraf misalnya pada neuropati kranial
dan femoral. Neuropati fokal entrapment terjadi ketika sel saraf tertekan
pada area tubuh tertentu. Hal ini lebih progresif berkembang dan sering pada
lokasi asimetris seperti luka pada telapak tangan dan telapak kaki (Bryant &
Nix, 2008).

Neuropati difus meliputi polineuropati sensorik dan neuropati otonom yang


terjadi akibat kondisi metabolik, vaskular dan struktural yang abnormal.
Kondisi ini sering ditemukan pada pasien DM (Bryant & Nix, 2008;
Ignativicius & Workman, 2010). Polineuropati sensorik disebut juga
neuropati perifer. Neuropati perifer mengenai bagian distal serabut saraf,
khususnya saraf ekstremitas bawah (Smeltzer & Bare, 2008). Neuropati
meningkatkan risiko UKD dengan perurunan fungsi pada saraf sensori
(kontrol sensasi), saraf motorik (kontrol fungsi motorik), dan saraf otonom
(kontrol fungsi kelenjar keringat, aliran darah, dan heart rate) (Bryant & Nix,
2008). Gejala permulaannya adalah parastesi dan rasa terbakar (pada malam
hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati, kaki terasa baal. Penurunan
sensibilitas nyeri dan suhu membuat pasien neuropati berisiko untuk
mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui (Armstrong &
Lavery, 2003).

Ulkus Kaki Diabetik


(1) Definisi
Ulkus kaki diabetik atau UKD didefinisikan sebagai luka terbuka pada
kaki yang dapat menembus kulit, jaringan lunak hingga ke tulang yang
diawali dengan penetrasi penebalan kulit kaki pada pasien DM
(Edmuns, Foster, & Sanders, 2008; Boada, 2012). Ulkus kaki diabetik
(UKD) merupakan komplikasi yang umum terjadi, bersifat kronis dan
memerlukan biaya tinggi, dengan faktor risiko riwayat ulkus
sebelumnya. Ulkus kaki diabetik (UKD) tidak dengan sendirinya
didiagnosis tetapi merupakan manisfestasi spektrum komorbiditas yang
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien DM dan menjadi
penyebab utama amputasi kaki (Jeffcoate & Harding, 2003; Stanley &

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


21

Collier, 2008; Hokkam, 2009; Vatankhah, Khamseh, Noude, Aghili,


Baradaran & Haeri, 2009; Vedhara, Beattie, Metcalfe, Roche, Weinman,
Cullum et al, 2012).

(2) Etiologi dan Faktor Risiko


Ulkus kaki diabetik (UKD) merupakan hasil dari beberapa faktor risiko
yang terjadi bersama-sama pada pasien DM. Beberapa faktor risiko ini
memicu terjadinya ulkus pada kaki pasien DM dengan mengakibatkan
kerusakan kulit atau menghalangi penyembuhan luka. Pada kebanyakan
pasien DM, neuropati perifer menjadi penyebab utama. Neuropati perifer
menyebabkan kekuatan yang abnormal pada kaki dimana iskemi
mengakibatkan kulit menjadi lemah untuk menahan. Komplikasi lain
yang berkontribusi terhadap terjadinya UKD termasuk penglihatan yang
buruk, mobilitas sendi yang terbatas, dan penyakit kardiovaskular
(Jeffcoate & Harding, 2003; Leung, 2007; Boulton, 2010). Akan tetapi
pencetus UKD yang paling umum adalah trauma yang didahului oleh
neuropati perifer terutama akibat penggunakan alas kaki yang kurang
tepat dan penyakit vaskular perifer. Setelah kulit rusak, banyak proses
yang berkontribusi terhadap kegagalan penyembuhan. Beberapa faktor
risiko yang menyebabkan UKD antara lain faktor instrinsik, faktor
ekstrinsik dan perilaku pasien (Frykberg, Zgonis, Armstrong, Driver,
Giurini, Kravits, et al, 2006; Rhim & Harkless, 2012):
(a) Faktor instrinsik. Faktor-faktor ini meliputi plantar hiperkeratosis
(kalus), deformitas progresif (hammer toe, pes cavus, penonjolan
metatarsal/ mata ikan), mobilitas minim, dan deformitas kaki berat
akibat charcot neuroarthropathy (Frykberg, Zgonis, Armstrong,
Driver, Giurini, Kravits, et al, 2006).
(b) Faktor ekstrinsik, meliputi penggunaan alas kaki yang kurang tepat,
trauma mekanik, benda asing, keterbatasan pengetahuan tentang
diabetes dan manifestasi gangguan pada kaki (Rhim & Harkless,
2012).
(c) Faktor perilaku pasien, seperti kebiasaan berjalan tanpa alas kaki,
kurangnya perawatan kaki, kurangnya self-care , higienitas tidak

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


22

baik, dan merokok (Frykberg, Zgonis, Armstrong, Driver, Giurini,


Kravits, et al, 2006).

(3) Klasifikasi
Terdapat beberapa sistem klasifikasi sebagai parameter untuk menilai
UKD berdasarkan infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman dan lokasi
jaringan. Beberapa sistem klasifikasi UKD antara lain klasifikasi luka
diabetik Universitas Texas San Antonio, sistem klasifikasi PEDIS
(perfusion/perfusi, extent/luas, depth/kedalaman, infection/infeksi, dan
sensation/sensasi), klasifikasi SAD (size/luas, area/lokasi, dan
depth/kedalaman), dan sistem klasifikasi Wagner (Bryant & Nix, 2008;
RNAO, 2013).

Sistem klasifikasi luka diabetik Universitas Texas San Antonio,


membedakan luka diabetik ke dalam empat grade (0, I, II dan III), dan
empat stage (A, B,C dan D) berdasarkan kedalaman luka, proses luka,
dan keberadaan infeksi atau iskemi (Armstrong, Lavery & Harkless,
2003; RANO, 2013). Sistem klasifikasi PEDIS diperkenalkan oleh The
International Working Group of The Diabetik Foot (IWGDF) pada tahun
2003. Setiap kategori pada sistem PEDIS dinilai berdasarkan tingkat
keparahannya. Kategori sistem ini meliputi perfusi (tiga grade: 1, 2, dan
3), luas luka, kedalaman luka (tiga grade, 1, 2 dan 3), infeksi (empat
grade: 1, 2, 3, dan 4) dan sensasi (dua grade: 1 dan 2) (RNAO, 2013).
Klasifikasi SAD merupakan sistem klasifikasi UKD yang membedakan
UKD ke dalam empat grade (0, 1, 2 dan 3) berdasarkan area/lokasi,
depth/kedalaman luka, sepsis, arteriopati dan kondisi denervasi (Bryan
& Nix, 2008).

Sistem klasifikasi ulkus diabetik yang secara luas digunakan di seluruh


dunia adalah sistem klasifikasi Wagner (Bryan & Nix, 2008). Parameter
untuk menilai ulkus diabetik di Indonesia, bervariasi menggunakan
beberapa sistem klasifikasi di atas. Bab ini menguraikan sistem
klasifikasi Wagner karena telah digunakan secara luas termasuk di
tempat penelitian yang akan dilakukan. Sistem klasifikasi Wagner

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


23

dimodifikasi oleh WOCN pada tahun 2004 dengan menambahkan infeksi


dan iskemi ke dalam klasifikasi UKD. Pada sistem Wagner, lesi yang
ditemukan pada UKD dibedakan ke dalam enam grade (0-5) berdasarkan
kedalaman lesi, keberadaan osteomilelitis atau gangren, infeksi, dan (A:
iskemi, B: infeksi). Klasifikasi UKD menurut Wagner dengan modifikasi
dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2
Klasifikasi UKD berdasarkan Wagner (modifikasi)
Grade Deskripsi A B
0 Tidak ada lesi, mungkin memiliki Iskemi Infeksi
deformitas atau selulitis
1 Ulkus superfisial Iskemi Infeksi
2 Ulkus dalam hingga tendon atau Iskemi Infeksi
sendi
3 Ulkus dalam dengan abses, Iskemi Infeksi
osteomilitis, dan sepsis persendian
4 Gangren lokal (kaki depan dan tumit) Iskemi Infeksi
5 Penyebaran gangren hingga ke Iskemi Infeksi
seluruh kaki
(Sumber; Chand, Mishra, Kumar, & Agarwal; 2012)

(4) Pengelolaan Ulkus Kaki Diabetik


Pengelolaan kasus pasien DM dengan UKD mengacu pada empat pilar
penatalaksanaan DM sesuai dengan Konsensus PERKENI 2011 yaitu
edukasi, terapi nutrisi medis, latihan fisik dan terapi farmakologi untuk
mencapai dan mempertahkan tujuan umum dan tujuan akhir pengelolaan
DM yakni meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien DM dengan UKD. Intervensi keperawatan yang
dapat dilakukan perawat pada pasien UKD antara lain kontrol mekanik,
kontrol luka, kontrol infeksi, kontrol vaskular,kontrol metabolik dan
edukasi (Edmonds, Faster, & Sanders, 2008). Intervensi keperawatan pada
pasien dengan UKD dijelaskan pada tabel 2.3 di bawah ini

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


24

Tabel 2.3
Intervensi Keperawatan pada pasien UKD
Pengelolaan Tujuan Penatalaksanaan Tim Kesehatan
Off loading Alas kaki terapi dan protektif Primary care
Insoles, orthosis nurse, dan
Total contact casr, walkers spesialis
Kruk,wheelchair, bed rest diabetik nurse
Mechanical
Evaluasi Evaluasi abnormalitas kaki
kontrol
deformitas dan bekerja sama dengan
kaki multidisiplin ilmu lainnya
dalam penatalaksanaan
deformitas
Wound bed Debridement, topical Active foot
preparation treatment disease :
Kontrol eksudat diabetes
Jenis balutan luka multidisiplinary
Moist wound healing foot
Kontrol infeksi
Wound
kontrol
Penatalaksana Insisi, drainase, dan amputasi
an jaringan
mati
Manajemen Terapi analgetik
nyeri Imobilisasi, manajemen
cemas, TNS
Microbiologi Penatalaksana Antibiotik Active foot
cal kontrol an infeksi Insisi, drainase disease :
Reseksi diabetes
multidisiplinary
foot
Meningkatkan Revaskularisasi endovaskular Active foot
perfusi Rekonstruksi bedah vaskular disease :
(bypass) diabetes
Senam kaki Terapi obat vaskular multidisiplinary
Vascular
diabetik Mengurangi edema foot
kontrol
Hyperbaric oxygen
Penatalaksana Terapi kompresi ekstrenal
an edema Kompresi intermitten
Diuretik
Metabolic Kontrol Insulin Primary care
kontrol metabolik Pengaturan nutrisi nurse dan atau
spesialist
diabetik nurse
Semua pasien Terdiri dari : Primary care
Educational
DM harus 1. Kesadaran diri terhadap nurse
kontrol
memperoleh faktor risiko

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


25

Pengelolaan Tujuan Penatalaksanaan Tim Kesehatan


edukasi dasar 2. Pemeriksaan rutin kaki
foot care. 3. Perawatan kulit dan kuku
Terdiri dari kaki yang sesuai
yang bertujuan 4. Pencegahan trauma atau
untuk cedera
meningkatkan 5. Kapan mencari pertolongan
pengetahuan pada spesialis
dan perilaku 6. Promoting self care
self care
Implementasi Edukasi pasien dan staf diabetes
perawatan Support dan follow up multidisiplinary
sistemik Koordinasi multidisiplin, foot
komunikasi, senam kaki
diabetik

Pencegahan Footcare
recurrence Footnail,Footwear
(Sumber: Edmons, Foster, & Sanders, 2008; Sanchez, 2012; RNAO, 2011;
RNAO, 2013)

2.2 Diabetes Self-Management Education (DSME) dan Diabetes Self-Management


Support (DSMS)
Salah satu pilar pengelolaan DM di Indonesia adalah dengan edukasi atau penyuluhan.
Edukasi atau penyuluhan dilakkukan dengan memberikan informasi untuk mencegah,
menunda komplikasi dan perubahan gaya hidup pasien DM. Edukasi merupakan
elemen penting dari perawatan untuk semua pasien DM dan mereka yang berisiko
terhadap kompllikasi DM. Hal ini diperlukan untuk mencegah atau menunda
komplikasi DM dan memiliki unsur-unsur yang terkait perubahan gaya hidup sebagai
bagian dari upaya untuk mencegah penyakit. American Diabetes Association (ADA )
(2013) dalam Standard of Medical Care in Diabetes dan National Standard for
Diabetes merekomendasikan Diabetes Self-Management Education (DSME) dan
Diabetes Self-Management Support (DSMS) untuk mencegah komplikasi dan
membantu meningkatkan perubahan gaya hidup yang penting bagi individu sebagai
salah satu upaya untuk mencegah penyakit.

Diabetes Self-Management Education atau DSME adalah proses yang sedang


berlangsung dengan memfasilitasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


26

diperlukan untuk pradiabetes dan perawatan diri pasien DM. Proses ini
menggabungkan kebutuhan, tujuan, dan pengalaman hidup pasien DM atau
pradiabetes dan dipandu oleh standar berbasis bukti. Tujuan keseluruhan dari DSME
adalah untuk mendukung informasi pengambilan keputusan, perilaku perawatan diri,
pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif dengan tim aktif kesehatan dan untuk
meningkatkan hasil klinis, status kesehatan, dan kualitas hidup (ADA, 2013).

Sedangkan Diabetes Self-Management Support (DSMS) adalah kegiatan yang


membantu orang dengan pradiabetes atau pasien DM dalam melaksanakan dan
mempertahankan perilaku yang diperlukan untuk mengelola kondisinya secara terus-
menerus di luar atau di luar pelatihan manajemen diri formal. Manajemen suport ini
berupa dukungan dalam perilaku, pendidikan, psikososial, atau klinis (Hass,
Maryniuk, Pharmd, Cox, Duker, Edwards et al, 2013).

National Standards for Diabetes Self-Management Education and Support


menguraikan 10 (sepuluh) standar dalam penatalaksanaan DSME dan DSMS,
meliputistruktur internal, input eksternal, akses, koordinasi program, staf
instruksional, kurikulum, individu atau peserta, dukungan, pengembangan pasien, dan
peningkatan kualitas (ADA, 2013):
2.2.1 Struktur Internal
Penyedia atau pelaku DSME akan mendokumentasikan struktur organisasi,
pernyataan misi, dan tujuan. Bagi penyedia kerja dalam organisasi yang lebih
besar, organisasi mengakui dan mendukung kualitas DSME sebagai komponen
integral dari diabetes peduli (Hass, Maryniuk, Pharmd, Cox, Duker, Edwards et
al, 2013).

2.2.2 Input Eksternal


Penyedia DSME secara terus-menerus berusaha mencari informasi dan
keterlibatan dari pemangku kepentingan eksternal dan ahli dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas program tersebut (Hass, Maryniuk, Pharmd, Cox, Duker,
Edwards et al, 2013).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


27

2.2.3 Akses
Penyedia DSME menentukan siapa saja yanng bertugas untuk memberikan
pelayanan atau perawatan, menentukan cara terbaik dalam memberikan
pendidikan diabetes dengan penduduk, dan sumber daya apa dapat memberikan
dukungan yang berkelanjutan bagi pasien DM (ADA, 2013).

2.2.4 Koordinasi Program


Seorang koordinator akan ditunjuk untuk mengawasi program DSME.
Koordinator akan memiliki tanggung jawab pengawasan untuk perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi edukasi (ADA, 2013).

2.2.5 Staf Instruksional


Satu atau lebih instruktur akan memberikan DSME dan bila diperlukan juga
memberikan DSMS. Setidaknya salah satu instruktur bertanggung jawab untuk
merancang dan perencanaan DSME dan DSM S menjadi seorang edukator
(perawat, ahli gizi, dokter, apoteker) dengan pelatihan dan pengalaman
bersertifikasi untuk perawatan dan pendidikan DM. Petugas kesehatan lainnya
dapat memberikan kontribusi untuk DSME dan memberikan DSM dengan
pelatihan yang tepat pada diabetes dan dengan pengawasan dan dukungan
(ADA, 2013).

2.2.6 Kurikulum
Sebuah kurikulum tertulis yang mencerminkan bukti saat dan mempraktekkan
pedoman, kriteria untuk mengevaluasi hasil, akan berfungsi sebagai kerangka
kerja untuk penyediaan DSME. Melalui kurikulum ini akan diketahui sejauh
mana kebutuhan pendidikan yang akan diberikan kepada individu tersebut
(Hass, Maryniuk, Pharmd, Cox, Duker, Edwards et al, 2013).

2.2.7 Individu atau Peserta


Manajemen diri diabetes, pendidikan, dan kebutuhan dukungan dari masing-
masing peserta akan dinilai oleh satu atau lebih instruktur. Peserta dan instruktur
kemudian akan bersama-sama mengembangkan rencana pendidikan individual
dan dukungan yang difokuskan pada perubahan perilaku (Hass, Maryniuk,
Pharmd, Cox, Duker, Edwards et al, 2013).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


28

2.2.8 Dukungan
Peserta dan instruktur akan bersama-sama mengembangkan rencana tindak
lanjut untuk dukungan manajemen diri yang berkesinambungan dan
berkelanjutan. Tujuan peserta dan rencana dukungan manajemen diri yang
sedang berlangsung akan dikomunikasikan kepada anggota lain oleh tim
perawatan kesehatan (ADA, 2013).

2.2.9 Perkembangan pasien


Penyedia DSME dan DSMS akan memantau apakah peserta mencapai tujuan
pengelolaan diri diabetes dan hasil lainnya sebagai cara untuk mengevaluasi
efektivitas intervensi pendidikan edukasi dengan menggunakan pengukuran
yang sesuai (Hass, Maryniuk, Pharmd, Cox, Duker, Edwards et al, 2013).

2.2.10 Peningkatan Kualitas


Penyedia DSME akan mengukur atau mengevaluasi efektivitas pendidikan dan
dukungan serta mencari cara untuk mengatasi kesenjangan dalam edukasi atau
kualitas layanan menggunakan tinjauan sistematis proses dan hasil data (ADA,
2013).

Di Indonesia tepatnya di Jakarta, pelaksanaan DSME dan DSMS dilakukan dengan


memberikan edukasi secara terpadu dan kontinu kepada pasien dan keluarga, yang
bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan,
penyulit, dan penatalaksanaan DM. Dalam konteks ini keberadaan organisasi
perkumpulan penyandang diabetes seperti Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI), (Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA), dan Perhimpunan Edukator
Diabetes Indonesia (PEDI), dan lain- sangat mendukung dan membantu membantu
meningkatkan pengetahuan penyandang diabetes tentang penyakitnya dan
meningkatkan peran aktif mereka dalam memodifikasi pengobatan DM. Namun untuk
mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna, serta untuk
menekan angka kejadian penyulit DM, diperlukan suatu standar pelayanan minimal
bagi pasien DM. Penyempurnaan dan revisi secara berkala standar pelayanan harus
selalu dilakukan dan disesuaikan dengankemajuan-kemajuan ilmu mutakhir, sehingga
dapat diperoleh manfaat yang sebesar- besarnya bagi penyandang diabetes.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


29

2.3 Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM)


Dalam rangka meningkatkan manajemen diri dan mencapai perubahan perilaku pada
pasien DM melalui edukasi yang komprehensif, diperlukan kerja sama antara pasien
DM dan petugas kesehatan dalam pemantauan kadar glukosa darah. Perubahan
perilaku pasien DM dapat diawali dengan memantau gula darah secara mandiri.
American Diabetes Association (2014) dan International Diabetes Federation (2008)
menyarankan self-monitoring blood glucose (SMBG) atau Swa-Monitoring Gula
Darah (SMGD) atau Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) bagi pasien DM yang
menggunakan insulin maupun yang belum menggunakan. Self-Monitoring Blood
Glucose (SMBG) atau Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) merupakan
komponen penting dalam terapi modern untuk pasien DM..

Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) telah direkomendasikan untuk pasien DM


dan profesional perawatan kesehatan dalam rangka untuk mencapai kendali glikemik
dan mencegah hipoglikemia. Tujuan dari PGDM adalah untuk mengumpulkan
informasi tentang kadar glukosa darah di beberapa waktu untuk memungkinkan
mempertahankan kadar glukosa darah normal atau mendekati normal dengan rejimen
yang lebih tepat. Hal ini dapat digunakan untuk membantu dalam penyesuaian terapi
berdasarkan kadar glukosa darah pasien DM dan untuk membantu individu
menyesuaikan asupan makanan mereka, aktivitas fisik, dan dosis insulin untuk
meningkatkan control glikemik sehari-hari (Benjamin, 2002).

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologis terhadap penurunan


glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya perubahan metabolisme
glukosa, tetapi juga menghasilkan berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas
kesehatan terutama perawat, pasien dan keluarganya belajar mengenal keluhan dan
gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera melakukan tindakan-
tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk karbohidrat yang lain.
Kemampuan mengenal gejala awal sangat penting bagi pasien DM yang mendapat
terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah normal
atau mendekati normal (Heller, 2011). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mencegah hipoglikemia dan mengendalikan kadar gula darah pada pasien DM dengan
insulin adalah Self-Monitoring Blood Glucose (SMBG) atau Pemantauan Gula Darah

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


30

Mandiri (PGDM) (Ignativicius & Workman, 2010; Wang, Mattews, Charron-


Prochownik, Sreika, & Siminerio, 2012).

Self-Monitoring Blood Glucose (SMBG) atau Pemantauan Gula Darah Mandiri


(PGDM) adalah salah satu manajamen diabetes yang memungkinkan pasien untuk
memantau respon glikemik untuk diet mereka, aktivitas, obat-obatan oral, dan terapi
insulin. Self-Monitoring Blood Glucose (SMBG) atau Pemantauan Gula Darah
Mandiri (PGDM) telah terbukti berhubungan dengan peningkatan kontrol gula darah
pada pasien DM tipe 1 dan tipe 2 dengan insulin (Bode, 2007). Pemantauan Gula
Darah Mandiri (PGDM) sangat membantu pasien diabetes dalam empat cara yang
berbeda (Klonoff, 2007): (1) memungkinkan pasien, perawat dan dokter untuk
mendeteksi kadar glukosa darah tinggi atau rendah, sehingga memfasilitasi
penyesuaian terapi untuk mencapai tujuan jangka panjang, (2) PGDM membantu
melindungi pasien dengan memungkinkan mereka untuk segera mengkonfirmasi
hipoglikemia akut atau hiperglikemia, (3) PDGM merupakan metode edukasi yang
memfasilitasi pasien dan keluarga untuk lebih bertanggung jawab dan mandiri dalam
perawatan diri, dan (4) PGDM memotivasi orang untuk berperilaku sehat.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa PGDM teratur meningkatkan kontrol glikemik


pada pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2 dengan pengobatan insulin, serta pada pasien
diabete tipe 2 yang tidak menggunakan insulin. Penelitian yang dilakukan Davidson et
al dalam Klonoff (2007) menunjukkan bahwa ada korelasi terbalik antara frekuensi
PGDM dan nilai-nilai A1c pada pasien diabetes. Pasien yang menggunakan PGDM
memiliki A1C lebih rendah daripada mereka yang tidak. Para peneliti menemukan
bahwa semakin sering orang-orang memeriksa kadar glukosa darah mereka setiap
hari, semakin rendah A1C mereka. Hal yang sama juga dikemukakan dari hasil
penelitian retrispektif yang dilakukan Karter et al terhadap 24000 responden, bahwa
peningkatan frekuensi PGDM berkorelasi kuat dengan peningkatan A1C terlepas dari
jenis diabetes atau terapi yang digunakan (Bode, 2007).

Berbagai penelitian menunjukkan manfaat PGDM sebagai alat untuk mencegah


hipoglikemia dan menyesuaikan pengobatan, diet, dan aktivitas untuk mencapai target
glikemik yang diinginkan. Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) telah dilakukan
secara luas oleh sekitar 40% pasien diabetes tipe 1 dan 26% pasien diabetes tipe 2 di

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


31

Amerika. Tujuan SMBG menurut American Diabetes Association antara lain


(Soewondo, 2013); (1) mencapai dan memelihara kendali gula darah: PGDM
memberikan informasi kepada dokter dan perawat mengenai kendali gula darah, (2)
mencegah dan mendeteksi hipoglikemia, (3) mencegah hiperglikemia berat, (4)
menentukan dan menyesuaikan terapi insulin.

Bagi sebagian besar pasien yang memerlukan insulin, pemeriksaan kadar gula darah
sebanyak 2 sampai 3 kali sehari dianjurkan. Bagi pasien yang menggunakan insulin
sebelum makan, diperlukan sedikitnya tiga kali pemeriksaan per hari untuk
menentukan dosis yang aman. Pasien yang tidak memakai insulin diperbolehkan untuk
mengukut kada gula darahnya minimal dua hingga tiga kali per minggu (Smeltzer &
Bare, 2008).

2.4 Konsep Teori Self Care Defisit Dorothea E. Orem


Dorothea Orem pertama kali menerapkan konsepnya tentang keperawatan pada tahun
1959, dan kemudian dikembangkan lebih jauh serta melakukan perbaikan secara terus
menerus (Renpenning & Taylor, 2003). Pada awalnya Orem merancang modelnya
untuk kurikulum keperawatan guna membedakan tindakan keperawatan. Model ini
difokuskan untuk mengidentifikasi prasyarat atau kebutuhan perawatan diri pasien dan
tindakan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Cristensen and Kenney,
2009). Beberapa perawat telah menguraikan penerapan model Orem di lingkungan
praktik yakni Feathers (1989), Gast et al (1989), Riehl-Sisca (1989), Taylor (1990),
Morales-Mann dan Jiang (1993) (Renpenning & Taylor, 2003).

Penerapan teori keperawatan Orem pada kasus DM sejalan dengan program DSME dan
DSMS dan salah satu pilar pengelolaan DM di Indonesia (edukasi) yang bertujuan
untuk mengubah perilaku dan meningkatkan partisipasi pasien DM. Dimana teori Orem
menerapkan 3 (tiga) konstruk utama yaitu keharusan perawatan diri, perawatan diri dan
sistem keperawatan. Di Indonesia teori self care Orem pada kasus DM telah banyak
diterapkan, salah satunya adalah pengelolaan pasien DM yang dilakukan oleh Ernawati
(2013).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


32

2.4.1 Konsep Utama Teori Orem


Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan kepada
kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri serta
mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep praktik keperawatan, Orem
mengembangkan tiga bentuk teori self care, di antaranya (Alligood & Tomay,
2010; Christensen & Kenney, 2009):
(1) Teori Self Care
Menggambarkan kebutuhan pasien yang akan dipenuhi oleh perawat, oleh
pasien itu sendiri atau kedua–duanya. Sistem keperawatan didesain berupa
sistem tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk melatih/ meningkatkan
self agency seseorang yang mengalami keterbatasan dalam pemenuhan self
care. Sistem keperawatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan self
care pasien yakni wholly compensatory system (sistem bantuan
penuh/ketergantungan total), partially compensatory system (sistem bantuan
sebagian/ketergantungan sebagian) dan supportifeEducative system
(Renpenning & Taylor, 2003; Alligood & Tomay, 2010).
(2) Teori Self Care Defisit
Self care defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum
dimana perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan.
Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak mampu atau terbatas
untuk melakukan self care nya secara terus menerus. Orem memiliki metode
untuk proses tersebut diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain,
sebagai pembimbing orang lain, memberi support, meningkatkan
pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan
atau mendidik pada orang lain (Renpenning & Taylor, 2003; Christensen and
Kenney, 2009).

(3) Teori Self Care


Merupakan hubungan antara therapeutic self care demands dengan kekuatan
self care agency yang tidak adekuat. Kemampuan Self care agency lebih
kecil dibandingkan dengan therapeutic self care demands sehingga self care
tidak terpenuhi. Kondisi ini menentukan adanya kebutuhan perawat (nursing
agency) melalui sistem keperawatan (Alligood & Tomay, 2010).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


33

(a) Nursing Agency (Agen keperawatan) yakni karakteristik orang yang


mampu memenuhi status perawat dalam kelompok – kelompok sosial
(Alligood & Tomay, 2010).
(b) Self care agency (Agen perawatan diri) adalah kekuatan individu yang
berhubungan dengan perkiraan dan esensial operasi – operasi produksi
untuk perawatan mandiri (Alligood & Tomay, 2010).
(c) Therapeutik self care demand (Permintaan perawatan diri) yakni totalitas
upaya –upaya perawatan diri sendiri yang ditampilkan untuk beberapa
waktu agar menemukan syarat–syarat perawatan mandiri dengan cara
menggunakan metode–metode yang valid dan berhubungan dengan
perangkat–perangkat operasi atau penanganan (Renpenning & Taylor,
2003).
(d) Self–care (perawatan diri) adalah suatu kontribusi berkelanjutan orang
dewasa bagi eksistensinya, kesehatannya dan kesejahteraannya.
Perawatan diri adalah aktivitas dimana individu – individunya memulai
dan menampilkan kepentingan mereka dalam mempertahankan individu,
kesehatan dan kesejahteraan (Christensen & Kennery, 2009).
(e) Self–care deficit adalah hubungan antara self – care agency dengan self
care demand yang didalamnya self care agency tidak cukup mampu
menggunakan self care demand (Alligood & Tomay, 2010)

(4) Aplikasi Teori Orem


Penerapan teori self care Dorothea Orem didasarkan pada tiga teori yang
berfokus pada peran manusia dalam menyeimbangkan kehidupan, kesehatan
dan kesejahteraannya dengan merawat diri mereka sendiri. Peran perawat
adalah memenuhi kebutuhan perawatan diri klien untuk mencapai
kemandirian dan kesehatan yang optimal (Tomey & Alligood, 2010).

Pengelolaan DM merupakan pengelolaan penyakit yang melibatkan kerja


sama multidisiplin ilmu, pasien dan keluarga dalam mengendalikan gula
darah dengan melakukan latihan fisik, asupan nutrisi yang terencana, kontrol
glikemik (farmakologi), dan edukasi untuk meningkatkan self care
management. Salah satu program yang direkomendasikan oleh ADA (2013)
untuk meningkatkan self care pasien adalah Diabetic Self Management

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


34

Education (DSME). Penerapan self care theory pada pasien DM bertujuan


untuk mencapai perawatan diri atau kebebasan merawat diri dimana pasien
harus memiliki kemampuan untuk mengenal, memvalidasi dan proses dalam
memvalidasi mengenai anatomi dan fisiologi manusia yang berintegrasi
dalam lingkaran kehidupan dengan melakukan hal-hal dibawah ini
(Chrisstensen & Kenney, 2009; Ernawati, 2013);
(a) Pemeliharaan kecukupan pemasukan udara.
(b) Pemeliharaan kecukupan pemasukan makanan.
(c) Pemeliharaan kecukupan pemasukan cairan.
(d) Mempertahankankan hubungan perawatan proses eliminasi dan eksresi
(e) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
(f) Pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi sosial
(g) Pencegahan resiko-resiko untuk hidup, komorbiditas, fungsi usia dan
kesehatan manusia.
(h) Peningkatan promosi fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam
kelompok sosial sesuai dengan potensinya
(Orem, 1980,p.231)
Penerapan self care theory pada pasien DM dapat dilihat melalui skema 2.1
di berikut ini

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


35

Skema 2.1
Sistem Keperawatan Self Care Theory pada pasien DM

Menyelesaikan self-care Tindakan klien


terbatas
terapeutik klien

Tindakan Kompensasi terhadap


Perawat ketidakmampuan klien terlibat
dalam self-care

Dukung dan lindungi klien

Wholly Compensatory system

Melakukan beberapa tindakan


self-care untuk klien
Tindakan Kompensasi terhadap
Perawat keterbatasan self-care klien

Bantu klien sesuai kebutuhan

Melakukan beberapa tindakan


self care

Mengatur self-care agency


Tindakan klien
Menerima asuhan dan bantuan
dari perawat
Partial Compensatory System

Menyelesaikan Self-care

Tindakan klien
Edukasi footcare, footwear,
Tindakan Mengatur latihan dan
Perawat perkembangan Self-care

Sistem Dukungan-Pendidikan

Teori Orem didasarkan pada tiga konstruk utama yaitu keharusan perawatan
diri, perawatan diri dan sistem keperawatan. Sentral dari teori Orem adalah
keyakinan bahwa individu berfungsi untuk mempertahankan hidup,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


36

kesehatan dan kesejahteraan dengan merawat diri mereka sendiri. Jika


individu tidak mampu memenuhi kebutuhannya (keharusan perawatan diri),
maka terjadi defisit perawatan diri dan timbl tuntutan perawatan diri
terapeutik yang mengarah pada bantuan perawatan (bagan 2.1 wholly
compensatory system/ kompensatori utuh, partial compensatory system/
kompensatori sebagian, dan sistem dukungan pendidikan). Ketiga keharusan
diri adalah universal, perkembangan dan penyimpangan kesehatan. Ketika
kebutuhan perawatan diri melebihi kapabiltas perawatan diri individu, maka
terjadi defisit perawatan diri yang membutuhkan intervensi keperawatan
(Ernawati, 2013).

Sistem keperawatan kompensatori utuh digunakan pada pasien DM yang


tidak mampu terlibat dalam segala bentuk tindakan yang disengaja, yang
tidak dapat atau tidak boleh melakukan tindakan, atau yang tidak mampu
memperhatikan diri mereka sendiri. Tidakan keperawatan terdiri atas
melakukan perawatan diri terapeutik pasien, mengompensasi
ketidakmampuan, dan mendukung serta melindungi pasien. Sedangkan pada
kompensatori sebagian ditujukan pada pasien yang tidak mampu melakukan
sebagian aktivitas perawatan diri, seperti keterbatasan aktual dan
ketidakadekuatan pengetahuan atau keterampilan. Perawat melakukan
sebaguan aktivitas perawatan diri untuk mengkompenasasi keterbatasan
pasien atau membantu pasien sesuai kebutuhan. Pada sistem dukungan –
pendidikan, perawat membantu pasien DM yang mampu atau dapat belajar
melakukan perawatan diri terapeutik, namun membutuhkan bantuan dalam
pengambilan keputusan (Renpenning & Taylor, 2003; Christensen &
Kenney, 2009).

2.4.2. Proses Keperawatan Berdasarkan Teori Self Care Dorothea Orem


1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi adanya
ketidakmampuan pemenuhan perawatan diri sehingga perlu mengumpulkan data
tentang adanya tuntutan perawatan diri, kemampuan melakukan perawatan diri,
kebutuhan perawatan diri, kebutuhan perawatan diri secara umum dan
penyimpangan kebutuhan perawatan diri. Pengkajian menurut Orem terdiri dari

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


37

basic conditioning faktor, universal self care requisites, developmental self care
requisites dan health deviation self care requisites (Alligood & Tomay, 2010).
a) Basic conditioning factor
Menurut Orem (2001) Basic conditioning faktor merupakan kondisi atau
situasi yang dapat mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri. Pengkajian basic conditioning factor pada pasien DM
meliputi usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, budaya, ras, status
perkawinan, agama, pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, status kesehatan,
sistem pelayanan kesehatan, dan bagaimana pemanfaatan fasilitas tersebut
saat mengalami masalah kesehatan (Ernawati, 2013).

b) Universal self care requisites


Universal self care requisites menggambarkan delapan tipe kebutuhan self
care, yaitu (Tomay & Alligood, 2006; Christensen, 2009; Ernawati, 2013):
(1) Keseimbangan pemasukan udara atau oksigenasi
Pasien DM memiliki risiko untuk mengalami infeksi saluran pernapasan
akibat penurunan sistem kekebalan tubuh. Pasien DM memiliki risiko 2
kali untuk menderita tuberkulosis paru dibandingkan orang tanpa DM.
Pasien DM mengalami peningkatan kepekaan terhadap kuman TB. Hal
ini disebabkan hiperglikemia pada DM menurunkan aktivitas sel fagosit
“respiratory burst” untuk membunuh mikroorganisme dalam lekosit
(Priyanto, 2007). Pengkajian keseimbangan pemasukan udara udara
pasien DM meliputi frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, bunyi
napas, batuk dengan atau tanpa sputum, batuk berdarah, nyeri dada, dan
pengembangan dada (Alligood & Tomay, 2010; Ernawati, 2013).

(2) Keseimbangan cairan dan elektrolit


Hiperglikemia yang melebihi ambang ginjal menimbulkan gejala
glukosuria sehingga mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). Pengkajian
keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi keadaan cairan tubuh,
kebutuhan mendapatkan cairan, jenis cairan, kemampuan pemasukan
mendapatkan cairan, tanda-tanda dehidrasi, dan hasil laboratorium

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


38

berkaitan dengan pemeriksaan cairan dan elektrolit (hemoglobin,


hematokrit, dan elektrolit) (Ernawati, 2013).

(3) Pemenuhan kebutuhan nutrisi


Katabolisme akibat defisiensi insulin dan pemecahan protein dan lemak
pada pasien DM menyebabkan keseimbangan kalori negatif dan berat
badan menurun sehingga pasien mengalami polifagi. Pasien DM harus
dapat melakukan perubahan pola makan secara konsisten baik dalam
jadwal, jumlah dan jenis makanan sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan
nutrisi yang perlu dikaji meliputi nafsu makan pasien, mual, muntah,
penurunan berat badan, kepatuhan pasien dalam diet, bantuan yang
diperlukan dalam memenuhi diet, pengetahuan pasien tentang diet dan
hasil laboratorium berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi
(glukosa darah, hemoglobin, dan kadar albumin) (Ernawati, 2013).

(4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi


Kebutuhan eliminasi pada pasien DM perlu dikaji berkaitan dengan
poliuri akibat diuresis osmotik dan adanya gangguan saraf otonom akibat
neuropati diabetik. Pengkajian eliminasi meliputi perubahan pola,
retensio urin, dan inkonstinensia urin atau alvi. Hasil pemeriksaan
laboratorium glukosa urin, protein urin, ureum darah dan kreatinin darah
dapat menggambarkan kemampuan filtrasi glomerulus pasien DM akibat
kondisi nefropati diabetik (Greestein & Wood, 2009; Ernawati, 2013).

(5) Kebutuhan aktivitas dan istirahat


Pasien DM yang mengalami luka gangren dan kelemahan otot akibat
hipokalemia menyebabkan pasien tidak mampu mobilisasi dan
melaksanakan aktifitas sehari-hari dengan optimal. Istirahat pasien
terganggu karena nokturia yang dialami pasien DM. Pengkajian meliputi
kemampuan mobilisasi, beraktivitas, gangguan tidur, tingkat nyeri,
penurunan tonus dan kekuatan otot (Ernawati, 2013).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


39

(6) Interaksi dan isolasi sosial


Penyakit DM yang bersifat kronis dapat menyebabkan pasien kehilangan
kontrol atas dirinya sehingga menimbulkan manifestasi gejala depresi.
Pegkajian meliputi tingkat stres pasien, tingkat kecemasan, tingkat
ketergantungan pada orang lain, penerimaan terhadap penyakit, kontak
sosial, support system, dan partisipasi dalam perawatan di rumah sakit
(Renpenning & Taylor, 2003; Ernawati, 2013).

(7) Pencegahan terhadap risiko yang mengancam jiwa


Komplikasi DM dapat menyebabkan risiko yang mengancam kehidupan.
Pengkajian yang harus dilkakukan meliputi risiko terjadinya cedera,
risiko terjadinya ulkus diabetik, risiko hipoglikemia, dan ketoasidosis
(Ernawati, 2013).

(8) Peningkatan fungsi dan perkembangan hidup dalam kelompok sosial


Pengkajian meliputi: sistem pendukung (orang terdekat, perkumpulan
pasien DM, dan pelayanan kesehatan terdekat), dan kemampuan self care
pasien (Ernawati, 2013).

c) Developmental self care requisites


Kebutuhan self care sesuai dengan proses perkembangan dan kematangan
sesorang menuju fungsi yang optimal untuk mencegah terjadinya kondisi
yang dapat menghambat perkembangan tersebut. Terdapat 3 (tiga) jenis
developmental self care requisites yaitu mempertahankan kondisi yang
meningkatkan perkembangan diri, pencegahan atau menanggulangi akibatn
kondisi manusia dan situasi kehidupan yang dapat merugikan perkembangan
manusia. Perubahan fisik pasien DM antara lain menimbulkan peningkatan
dalam berkemih, rasa haus, selera makan, keletihan, kelemahan, luka pada
kulit, infeksi atau pandangan yang kabur (Christensesn & Kenney, 2009;
Ernawati, 2013).

d) Health deviation self care requisites


Terdapat 3 (tiga) tipe dari kebutuhan healt deviation self care requisites yang
penting yaitu berhubungan dengan perubahan struktur fisik, berhubungan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


40

dengan perubahan fungsi fisik, dan dihubungkan dengan perubahan perilaku.


Kebutuhan yang berkaitan dengan adanya penyimpangan kesehatan seperti
adanya sindrom hiperglikemia yang dapat menimbulkan kehilangan cairan
dan elektrolit, hipotensi, perubahan, sensori, kejang-kejang, takikardi, dan
hemiparesis. Pada pasien DM yang terjadi ketidakseimbangan antara
kebutuhan yang harus dipenuhi dengan kemampuan yang dimiliki. Pasien
DM akan mengalami penurunan pola makan dan adanya komplikasi yang
dapat menghalangi aktivitas sehari-hari seperti kesulitan dalam membaca
karena sudah mengalami retinopati (Christensen & Kenney, 2009; Ernawati,
2013).

2) Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan


Dalam teori self care, Orem tidak menjelaskan mengenai diagnosa keperawatan
yang dapat dikembangkan dengan kerangka teori ini. Namun dalam Alligood
dan Tomay (2010), Orem memberikan panduan dalam perumusan dan
penegakan diagnosa keperawatan. Penegakan diagnosa keperawatan dalam teori
ini disesuaikan dengan therapeutic self care demand yang merupakan uraian
dari pengkajian universal self care requisites, developmental self care requisites
dan health deviation self care requisites. Dalam proses penegakan diagnosa
akan dilakukan analisis terkait dengan ketidakadekuatan therapeutic self care
demand. Dari penegakan diagnosa keperawatan ini kemudian dibuatlah
perencanaan keperawatan yang berpedoman pada tingkat ketergantungan pasien
apakah wholly compensatory nursing system, partially compensatory nursing
system atau education nursing system.

3) Intervensi
Intervensi berdasarkan teori Orem berpedoman pada self care demand dan
bertujuan untuk mendorong pasien sebagai self care agent. Pola keperawatan
yang dapat dilakukan adalah bantuan sepenuhnya, bantuan sebagian, atau
dorongan dan edukasi. Secara detail Orem tidak menguraikan intervensi pada
proses keperawatan. Namun berdasarkan pengkajian dan penegakkan diagnosa,
intervensi keperawatan bedasarkan self care demand dari teori self care dapat
menggunakan NIC dan NOC (Wilson, 2008) sesuai standar NANDA. Intervensi
keperawatan berdasarkan universal self care requisites, developmental self care

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


41

requisites dan health deviation self care requisites dapat dilihat pada tabel
berikut;
Tabel 2.4
Rencana Asuhan Keperawatan berdasarkan universal self care requisites, developmental self
care requisites dan health deviation self care requisites
Tujuan dan kriteria hasil
Diagnosa Keperawatan (NANDA) Intervensi (NIC)
(NOC)
Ketidakseimbangan nutrisi: lebih/kurang dari Nutritional status:  Feeding
kebutuhan tubuh berhubungan dengan  Food and fluid intake  Nutrition management
etidakseimbangan asupan makanan; kurang  Nutrient intake  Nutrition therapy
pengetahuan;koping individu tidak efektif;  Weight control  Weigh gain assistance
asupan berlebihan dalam kaitannya dengan
kebutuhan metabolic
Risiko kekurangan volume cairan  Electrolyte & acid/base  Fluid management
berhubungan perubahan cairan; kegagalan balance  Fluid monitoring
mekanisme regulator; dieresis hyperglikemic;  Fluid balance
poliuri; muntah;diare; penurunan asupan oral;  Hydration
dehidrasi
Risiko ketidakstabilan gula darah:  Blood glucose control  Monitor blood glucose
berhubungan dengan resistensi insulin,  Blood glucose level level
ketidakmampuan pankreas mensekresi insulin  Provide simple
carbohydrat
 Hyperglycemia
management
 Hypoglycemia
management
Kerusakan membran mukosa oral  Oral Hygiene Oral health
berhubungan dengan perubahan sirkulasi  Tissue integrity: skin restoration
mikrovaskuler ; kadar glukosa darah yang tak & mucous membrane
terkontrol; dehidrasi; stres; trauma
Gangguan eliminasi urinarius dan retensi  Urinary elimination  Urinary elimination
urinarius berhubungan dengan nefropati  Kidney function management
diabetik  Urinary retention
management
Konstipasi berhubungan dengan neuropati Bowel elimination Constipation/impaction
diabetik (gastropati diabetik) management

Diare berhubungan dengan neuropati diabetik Bowel continence Diarehea management

Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan  Wound healing: primary  Wound care
penurunan sirkulasi; peningkatan kadar intention  Wound irrigation
glukosa darah  Wound Healing:secondary
intention
Risiko infeksi berhubungan dengan  Immune status  Infection control
peningkatan kadar glukosa darah; penurunan  Knowledge: Infection  Infection protection
perfusi jaringan; tidak adekuatnya mekanisme management
pertahanan primer; efek dari penyakit kronik  Risk control
-  Risk detection
Resiko cidera berhubungan dengan profil  Risk control: visual  Risk identification
darah yang abnormal, disfungsi impairment  Vital signs monitoring
imunautoimun, fisik (integritas kulit tidak  Risk detection
utuh, gangguan mobilitas, kerusakan persepsi  Blood glucose level
sensori: visual (retinopati)
Nyeri akut/kronik berhubungan dengan agen  Comfort level  Pain management
cedera (bilogis, kimia, fisik), kerusakan  Pain control  Analgesic administration
jaringan, dan disfungsi saraf perifer (diabetik

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


42

Tujuan dan kriteria hasil


Diagnosa Keperawatan (NANDA) Intervensi (NIC)
(NOC)
neuropati)  Pain level

Ketidakefektifan perfusi jaringan (ginjal)  Circulation status  Circulatory care: arterial


berhubungan dengan kerusakan transport  Fluid balance insufficiency
oksigen melalui membrane kapiler, asidosis  Hydartion  Fluid management
metabolic, hipovolemia, diabetes melitus.  Fluid monitoring
 Hemodinamic regulation
Ketidakefektifan pola seksual berhubungan  Sexual identity  Sexual function
dengan autonomi neuropati, penurunan  Psychososial Adjustment:  Sexual counceling
sirkulasi atau masalah psikologis life change  Teaching sexuality

Harga diri rendah situasional berhubungan  Self esteem  Motivation


dengan ketidakmampuan dalam manajemen  Self esteem enhancement
mandiri pengobatan diabetes

Ansietas berhubungan dengan diagnosa  Anxiety level Anxietas reduction


diabetes; potensial komplikasi diabetes;  Anxiety self control
regimen perawatan mandiri

Ketakutan berhubungan dengan diagnosa Fear level  Truth telling


diabetes; potensial komplikasi; regimen  Journaling
perawatan mandiri

Ketidakefektifan koping dan koping keluarga Coping  Family coping


berhubungan dengan penyakit kronis,  Coping enhancement
perawatan mandiri; penurunan dukungan
sosial

Sumber: Modifikasi Smeltzer & Bare, (2008); Black dan Hawk (2009); Ignatavisius dan Workman (2010);
Ackley dan Ladwig, (2011); NANDA ; NOC ;NIC

4) Implementasi
Orem (2001) memandang implementasi keperawatan sebagai asuhan kolaboratif
dengan saling melengkapi antara pasien dan perawat. Perawat bertindak dalam
berbagai strategi untuk meningkatkan kemampuan pasien. Dalam implementasi
rencana keperawatan, pasien dan perawat secara bersama-sama melakukan aktivitas
dalam membantu kebutuhan perawatan diri pasien. Pelaksanaan tindakan
keperawatan diberikan sesuai dengan tiga tingkat kemampuan pasien. Ada enam
cara yang dapat dilakukan perawat untuk mengimplementasikan rencana
keperawatan yaitu melakukan tindakan langsung, memberikan pedoman atau
petunjuk, memberikan dukungan psikolgi, memberikan dukungan fisik,
memberikan perkembangan lingkungan yang suportif, dan mengajarkan atau
memberikan pendidikan kesehatan (Renpenning & Taylor, 2014).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


43

5) Evaluasi

Evaluasi merupakan penilaian efektivitas terhadap intervensi keperawatan


berhubungan dengan tingkah laku pasien. Orem mengemukakan bahwa pasien
membutuhkan kemandirian dalam hal mengatasi masalah kesehatan, sehingga
salam evaluasi juga akan dinilai kemajuan pasien dalam kemandirian melakukan
perawatan diri. Control operation merupakan bentuk evaluasi dari tindakan yang
telah dilakukan. Hal ini merupakan evaluasi dari tindakan yang dilakukan bersama-
sama dengan pasien. Perawat mengkaji kembali perubahan (internal dan eksternal
pasien) dan tercapainya tujuan dari rencana tindakan yang ditetapkan. Evaluasi
memonitor dan meniai efektifitas dari tindakan keperawatan, pencapaian tujuan,
dan penyelesaian masalah dalam diagnosis keperawatan. Membuat keputusan
berdasarkan pertimbangan dari hasil kajian ulang terhadap masalah keperawatan
(Hidayati, 2013).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


44

BAB III
PENERAPAN TEORI SELF CARE DOROTHEA OREM PADA ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN DIABETES MELITUS

Bab ini akan menguraikan pengalaman penulis sebagai care provider, yaitu pemberi
asuhan keperawatan dengan menggunakan landasan teori keperawatan self care Orem.
Format pengkajian dan asuhan keperawatam diadopsi dan dimodifikasi dari buku Nursing
Concept of Practice (Orem, 2001), Self Care Theory in Nursing: Selected Papers of
Dorothea Orem (Renpenning & Taylor, 2003), dan Nursing Theorists and Their Work
Editon (Alligood & Tomay, 2014). Format pengakjian dapat dilihat pada lampiran 1.
Adapun asuhan keperawatan yang diberikan dengan pendekatan teori keperawatan self
care Orem adalah pasien DM Tipe 2 dengan multipel ulkus, gagal ginjal dan hipoglikemia
berulang sebagai kasus kelolaan utama. Pada BAB ini juga akan diuraikan 30 kasus
lainnya yang dikelola selama praktik residensi dengan menggunakan pendekatan teori self
care Orem. Gambaran resume 30 kasus kelolaan dapat dilihat pada lampiran 2.

Pendekatan teori self care dalam asuhan keperawatan selama proses residensi memberikan
kerangka rujukan yang dapat diterapkan pada setiap komponen dari proses keperawatan
meliputi pengkajian, perumusan diagnosa, penyusunan rencana keperawatan, implementasi
dan evaluasi keperawatan. Pendekatan teori self care Orem selama proses residensi
membantu dalam keterampilan berpikir kritis, terutama dalam mengumpulkan, mengatur
dan mengklasifikasi data, memahami, menganalisis, dan menginterpretasikan situasi
kesehatan pasien, memandu perumusan diagnosa, merencanakan, menerapkan dan
mengevaluasi asuhan keperawatan, menjelaskan tindakan keperawatan dan interaksi
dengan pasien, menguraikan dan menjelaskan respon pasien, serta mendiskusikan hasil
akhir yang ingin dicapai pasien.

Selama melaksanakan praktik residensi di RSUPN Ciptomangunkusumo, selain


mempraktikan kiat dan ilmu keperawatan, penulis juga mengemban tanggung jawab dan
akuntabilitas terhadap pasien, anggota tim, pemberi perawatan kesehatan lainnya. Selain
sebagai perawat, praktikan juga menjadi bagian dari anggota tim dalam sistem layanan
kesehatan dan mengemban berbagai peran dan tanggung jawab meliputi sebagai praktisi,

44 Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


45

pendidik, edukator, penasihat (advocate), peneliti, inovator, kolaborator, manager kasus


dan administrator.

3.1 Gambaran Kasus Kelolaan

Ny. Mw, asal jakarta, berusia 41 tahun, dengan keluhan utama sesak dan lemas. Pasien
masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) tanggal 13 November 2013, dan dipindahkan ke
rg rawat lt 7 pada 22 november 2013. Sesak dan lemas dialami sejak semalam (08-12-13)
disertai dengan kesadaran yang tidak stabil (pasien kadang-kadang mengantuk dan apatis).
Keluhan dirasakan berkurang setelah pasien menjalani hemodialisa cito pada malam yang
sama. Keluhan lemas dan sesak dirasakan pasien sejak pertama kali masuk ke RSCM
(IGD, 13-11-2013) yang diketahui mengalami KAD dengan gula darah > 500 mg/dl,
multiple ulkus pada pedis dextra+sinistra dan ulkus ca mamae pada dada sebelah kanan.
Awalnya pasien mengalami demam sejak 3 minggu sebelum MRS (23-10-2013), terus
menerus, tidak menggigil, dan nafsu makan menurun. Pasien dirawat selama 11 hari di
IGD dengan protocol KAD selama 3 hari, hemodialisa, dan perawatan luka pada multiple
ulkus. Pada pemeriksaan fisik diketahui TD: 130/90 mmHg, N: 100x/mnt, P: 22x/mnt, S:
370C. Bernapas dengan bantuan binasal kanul 4 ltm, pernapasan dalam, suara napas ronkhi
basah kasar pada kedua lapang paru, konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik. Terpasang
chateter double lumen (CDL) pada leher sebelah kanan, pedis sinistra terbalut elastic
perban sepanjang tibia hingga ke dorsum; rembesan darah (-)/pus (+)/bau (+), femur kanan
terbalut elastic perban; rembesan darah (-)/pus(-)/bau(+). Kesadaran tampak mengantuk
dan gelisah, status neurologis GCS 13 E3V4M6, Pasien tidak berorientasi baik terhadap
tempat, orang dan waktu. Turgor kulit tidak elastis, edema ekstremitas (-). pasien
menggunakan foley kateter hari ke-9, dan kateter intravena pada lengan kiri hari ke-4.

Riwayat Kesehatan Sebelumnya

a. Pasien menderita DM sejak 1 tahun yang lalu. Berobat tidak teratur.


b. Riwayat hipertensi, kanker, sakit jantung dan gagal ginjal disangkal.
c. Riwayat dirawat di IGD dengan KAD 3 minggu lalu dengan gula darah > 500 mg/dl.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


46

3.2 Penerapan Teori self care Dorothea Orem


3.2.1 Pengkajian
Tabel 3.1
Tabel Data Pengkajian

No Pengkajian Data Masalah Keperawatan


Pengkajian universal self care requires
1. Oksigenasi S: sesak Gangguan pertukaran gas
O:
- P: 22 x/mnt, pernapasan cepat dan dalam, suara napas ronkhi basah kasar kedua lapang paru.
- Bentuk dada normal, rasio AP:lateral=1:2, simetris, clubbing finger (-), sianosis (-), pada dada
kanan tampak luka seperti bisul yang terbalut kasa.
- Deviasi trakea (-), krepitasi (-), taktil fremitus menurun pada paru kanan dan kiri
- Foto Thoraks (13-11-2013)
Kesan : tampak infiltrate kedua lapang paru. Jantung kesan tidak membesar, aorta dan
mediatinum tidak menebal, trakea di tengah.
Foto Thoraks (28-11-2013)
Kesan : 46etabolism di kedua paru bertambah dd/ TB paru dibandingkan foto thorak 13-11-
2013/ aorta kalsifikasi, mediastinum sup tidak melebar.
- Analisa Gas darah (08-12-13)
Ph ↓7,208/Pco2 ↑48.5/Po2 ↓40.8/HCO3 ↓19.5/BE ↓-8.1/Sat O2 63,7/Standar HCO3 ↓17.2. 
kesan asidosis metabolic
2. Sirkulasi S: lemas Fatique
O:
- TD: 132/90, N=100x/mnt, S: 370C
- iktus cordis tidak terlihat, bunyi jantung S1 reguler di atas daerah mitral dan S2 reguler di atas
daerah aorta, mur-mur (-), gallop (-)
- JVP 5-2 cmH2O
- konjungtiva pucat, udema tungkai (-), akral hangat, hipotermi tungkai (-).
- Arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis teraba normal pada pedis dextra. Arteri tibialis
posterior dan arteri dorsalis pada pedis sinistra sulit dinilai (terbalut elastic perban)
- Pemeriksaan darah perifer lengkap (07-12-13)
Hb ↓7.1 g/Dl/Ht ↓21.7%/Eritrosit ↓2.73.10^6/Ul/ MCV ↓79.5 Fl/MCH ↓26 Pg/MCHC 32.7
g/Dl  anemia

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


47

No Pengkajian Data Masalah Keperawatan


3 Makanan/Cairan S: tidak nafsu makan, mual (-), muntah (-), penurunan BB lupa Ketidakseimbangan nutrsi
O: kurang dari kebutuhan
- Antropometri: BB=45 kg, TB= 155 cm, BBI=49 kg, IMT=18.75 (normal)
- LILA: 20 cm  kurang gizi kronis (< 23.5 cm) Risiko kurang volume cairan
- Status gizi= (BB actual: BB ideal)x 100% = 91.8% (BB normal) dan elektrolit
- Kebutuhan kalori basal= BBIx 25 kal= 1225 kalori
- Kebutuhan total energy = kebutuhan kalori basal+ faktor koreksi (aktivitias ringan:+10%, usia
>40 th: -5%,status gizi normal dg aktivitas ringan: +30, stress metabolic (infeksi dan luka post
debridement:+30%)
= 1225 + (BBIx10%)-(BBIx5%)+30+(BBIx30%)
= 1225+4.9+(-2.45)+30+14.7
=1272.15  dibulatkan menjadi 1300 kkal (dibagi dalam 3 porsi makan besar dan 2 porsi
makan kecil/selingan)
- Kebutuhan energy total dengan riwayat ulkus diabetik post debridement dan diberikan protein
65 gr (0.8 gr/kg BB/hari), sehingga kebutuhan kalori dibulatkan menjadi 1500 kkal.
- Sarapan pagi hanya dihabiskan 4 sendok makan
- Bising usus aktif 4 kuadran.
- Kondisi gigi: beberapa tanggal, yang tampak gigi seri atas dan bawah dan kurang bersih. alergi
makanan (-), mukosa mulut dan bibir kering, turgor kulit tidak 47etabol.
- Kebutuhan cairan/24 jam (35-50 cc/kgBB)= 1575 – 2250 cc/24 jam  input cairan dibatasi
600cc/24 jam dengan balance -500 cc/24 jam
- Urin output 24 jam (08-12-13, 06.00-09-12-13, 06.00)= 600 cc, IWL 24 jam=±450 cc. input;
oral: ± 450 cc, parenteral: ± 200 cc, makanan: ± 100 cc= 650 cc  Balance= -400 cc/24 jam
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah perifer lengkap (07-12-13)
Hb ↓7.1 g/Dl/Ht ↓21.7%/Eritrosit ↓2.73.10^6/Ul/ MCV ↓79.5 Fl/MCH ↓26 Pg/MCHC 32.7
g/Dl  anemia

Elektrolit (07-12-13)

Na 135mEq/L/K 3.49 mEq/L/Cl 100.8 mEq/L.

Albumin (8-12-13): ↓2.11 g/Dl  hipoalbumin


4. Aktivitas/Istirahat S: lemas, sulit istirahat Fatigue
O: Deficit perawatan diri
- Ps beraktivitas di tempat tidur Hambatan mobilitas fisik
- Durasi istirahat sejak sakit 4-6 jam/hari.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


48

No Pengkajian Data Masalah Keperawatan


- aktivitas membersihkan diri, BAK/BAB, makan, memakai baju, dan mandi membutuhkan
bantuan. Berubah posisi dapat dilakukan, berpindah membutuhkan bantuan. skor BARTHEL
INDEX=11 (ketergantungan sedang)
- kekuatan otot
4444 4444
3333 2222
- Pemeriksaan darah perifer lengkap (07-12-13)
Hb ↓7.1 g/Dl/Ht ↓21.7%/Eritrosit ↓2.73.10^6/Ul/ MCV ↓79.5 Fl/MCH ↓26 Pg/MCHC 32.7
g/Dl  anemia

Elektrolit (07-12-13)
Na 135mEq/L/K 3.49 mEq/L/Cl 100.8 mEq/L.
5. Eliminasi S: BAB lancar 2 hari sekali. BAK menggunakan foley kateter Risiko kurang volume cairan
O: dan elektrolit
- Pola BAB 2 hari sekali, lunak, berwarna coklat.
- Hemoroid (-).
- Kebutuhan cairan/24 jam (35-50 cc/kgBB)= 1575 – 2250 cc/24 jam  input cairan dibatasi
600cc/24 jam dengan balance -500 cc/24 jam
- BAK melalui folley kateter. urin output 24 jam (08-12-13, 06.00-09-12-13, 06.00)= 600 cc, IWL
24 jam=±450 cc. input; oral: ± 450 cc, parenteral: ± 200 cc, makanan: ± 100 cc= 650 cc 
Balance= -400 cc/24 jam
- Pemeriksaan penunjang
Fungsi ginjal (07-12-13)
Kreatinin ↑2.6 mg/Dl/Ureum 32/ Egfr ↓ 22.1 ml/min/1.73^2
6. Keselamatan S: - Kerusakan integritas kulit dan
O: jaringan
- Terdapat 7 ulkus DM pada pedis bilateral Hambatan mobilitas fisik
Risiko penyebaran infeksi
sekunder
4 Risiko cedera
5 3
6

7 2

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


49

No Pengkajian Data Masalah Keperawatan


- Ulkus 1: ukuran 3x2x2 cm, warna dasar luka kuning kehijauan, Slough 100%, epitelisasi tepi
luka (-), granulasi (-), darah (-), bau (-), infeksi (+)
- Ulkus 2: ukuran 8x4x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda, darah (+), epitelisasi
tepi luka maksimal, granulasi (+), pus (-)
- Ulkus 3: ukuran 2x2x0.2 cm slough (-), warna dasar luka merah muda, darah (+), epitelisasi tepi
luka maksimal, granulasi (+), pus minimal
- Ulkus 4: ukuran 3x2x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda pucat, darah (+),
epitelisasi tepi luka (+), granulasi (+), pus minimal
- Ulkus 5: ukuran 2x1x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda, darah (+), epitelisasi
tepi (+), granulasi (+), pus minimal
- Ulkus 6: ukuran 3x2x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda, darah (+), epitelisasi
tepi luka maksimal, granulasi (+), pus minimal
- Ulkus 7: ukuran 2x2x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda, darah (+), epitelisasi
tepi luka (+), granulasi (+), pus minimal
- kulit kedua tungkai kering, kuku menebal, deformitas kuku dan kaki belum tampak, baal (+),
neuropati perifer pedis bilateral (+).
- a.dorsalis pedis dan a. tibialis posterior dextra dan sinistra teraba, normal, teratur.
- Radiologi (29-11-2013)
Kesan: soft tissue swelling region cruris dextra

Foto Thoraks (28-11-13)


Kesan : 49etabolism di kedua paru bertambah dd/ TB paru dibandingkan foto thorak 13-11-
2013/ aorta kalsifikasi, mediatinum sup tidak melebar.
- Penurunan imunitas  KGDH fluktuatif, status nutrisi kurang gizi kronik (LILA=20 cm),
Pemeriksaan darah perifer lengkap dan hitung jenis (07-12-13)
Leu ↑15070/Ul, Bas 0.6%/Eos 3.6%/Neut ↑81.5%/Limf ↓10.3 /Mon 4.0%/LED ↑131 mm
- Penilaian risiko jatuh; diagnosis medis sekunder >1, alat bantu jalan tergantung orang lain,
menggunakan infuse, lemas dan mampu berpindah. Skor >/= 51 (Risiko tinggi)
Pengkajian Health Deviation Self Care

7. Endokrin S: DM sejak 1 th lalu, lemas, belum menstruasi sejak masuk RS. - Ketidakstabilan gula darah
O: - Risiko tidak efektifnya
- Kadar gula darah fluktuatif penatalaksanaan program
08-12-13: 06.00= 60 mg/Dl, 11.00= 291 mg/Dl, 16.00= 153 mg/Dl terapeutik
09-12-13 : 06.00= 67 mg/Dl, 11.00= 113 mg/Dl - Risiko cedera
GDP  cenderung hipoglikemia
- Pembesaran tiroid (-)

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


50

No Pengkajian Data Masalah Keperawatan


- Komplikasi DM (+) ;
Neuropati diabetik (+) neuropati perifer bilateral (+), neuropati autonomic: kulit kering dan
anhidrosis pada kedua kaki
Nefropati diabetik (+)
- Pemeriksaan penunjang
USG abdomen (15-11-2013)
Kesan: sesuai dengan gambaran penyakit ginjal kronik bilateral
8. Neurosensori S:- - Risiko perubahan perfusi
O: jaringan cerebra
- Kesadaran tampak mengantuk, Status neurologis GCS 13 E3V4M6  Ps tidak berorientasi - Risiko cedera l
baik terhadap waktu, tempat dan orang
- GDP cenderung hipoglikemia (08-12-13, 06.00= 60 mg/Dl, 09-12-13, 06.00=67 mg/Dl)
- Fungsi saraf Kranial:
N I: sulit mengikuti perintah
N II: sulit mengikuti perintah, strabismus (+)
N III: Ps sulit mengikuti perintah
N IV: Ps sulit mengikuti perintah
N V: Ps dapat melakukan gerakan mengunyah
N VI: Ps sulit mengikuti perintah
N VII: Fs pengecapan baik, ekspresi wajah sesuai perintah
N VIII: Fs pendengaran baik, keseimbangan tidak dilakukan
N IX: tidak ada gangguan menelan dan pengecapan
N X: Fs berbicara baik. Refleks muntah tidak dikaji
N XI: Ps sulit mengikuti perintah
N XII: Ps sulit mengikuti perintah
- Baal pada kedua telapak kaki, neuropati perifer bilateral (+).
9. Nyeri/Ketidaknyamana S: nyeri luka di dada dan perih pada ulkus pedis sinistra Nyeri akut
n O:
- nyeri hilang timbul pada luka di dada terutama saat bergerak, skala 3, VAS 3, nyeri dirasakan
berdenyut ± 30 detik.
- Terdapat 7 ulkus diabetik pada pedis bilateral.:
nyeri ulkus (perih) pada fibula pedis sinistra, skala 4, VAS 3, durasi ± 1 menit terutaa saat
rawat luka
nyeri ulkus maleolus lateral pedis sinistra, skala 3, VAS 3, durasi ± 1 menit terutama saat rawat
luka

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


51

No Pengkajian Data Masalah Keperawatan


10. Higiene S: kebersihan diri dibantu Defisit perawatan diri
O: Hambatan mobilitas fisik
- aktivitas membersihkan diri, BAK/BAB, makan, memakai baju, dan mandi membutuhkan
bantuan. Berubah posisi, berpindah tidak dapat dilakukan. skor BARTHEL INDEX=11
(ketergantungan sedang)
- kondiri rambut lepek, mudah tercabut
- Kondisi badan cukup bersih
- Kuku tangan dan kaki panjang.

Pengkajian Developmental self-care Requisites


12. Interaksi Sosial S: - -
O:
- Selama dirawat pasien ditemani oleh kakak laki-lakinya dan 1 orang keponakan
- Kerabat dan tetangga belum ada yang mengunjungi
11. Integritas Ego S: Bosan, ingin segera pulang
O:
- status emosional/psikologis: sedih
- status mental: kesadaran tidak penuh, sering moody
- masalah financial: pasien tidak bekerja, pekerjaan sehari-hari sebagai tukang cuci dan tukang
masak, gaya hidup kelas menengah
13. Penyuluhan/Pembelajar S: Ps tidak paham tentang penyakitnya Kurang pengetahuan
an O:
- Pendidikan terakhir: SD, Keterbatasan kognitif (+)
- Harapan Ps saat ini: ingin pulang dan berobat jalan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


52

3.2.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan


Tabel 3.2
Perumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
Petunjuk pelaksanaan
Terapeutik self-care Keadekuatan self-care
Diagnosa Keperawatan (metode)
demand agency
Kebutuhan inadekuat Gangguan pertukaran gas Menyediakan kebutuhan
Oksigenasi/udara berhubungan infiltrate fisik dan psikologi
paru, perubahan
membrane alveolar-
kapiler
Kecukupan pemasukan In adekuat Ketidakseimbangan Menyediakan kebutuhan
makanan nutrisi kurang dari fisik dan edukasi
kebutuhan berhubungan
dengan ketidakadekuatan
asupan nutrisi
Kecukupan pemasukan In adekuat Risiko kurang volume Menyediakan kebutuhan
cairan cairan dan elektrolit fisik dan edukasi
Kemampuan Adekuat - Mempertahankan
mempertahankan ketersediaan kebutuhan
eliminasi fisik dan edukasi
Keseimbangan aktivitas In adekuat Hambatan mobilitas fisik Menyediakan kebutuhan
berhubungan dengan fisik dan edukasi
perubahan metabolism
seluler, penurunan
kekuatan otot dan
malnutrisi
Keseimbangan antara Adekuat Mempertahankan
interaksi sosial dan ketersediaan kebutuhan
kesendirian fisik dan edukasi
Risiko yang mengancam Adekuat Mempertahankan
kehidupan dan ketersediaan kebutuhan
kesejahteraan fisik, psikolgis dan
edukasi
Peningkatan fungsi dan Adekuat Mempertahankan
perkembangan selama ketersediaan kebutuhan
hidup psikologis dan edukasi
Kemampuan Inadekuat Ketidakstabilan glukosa Menyediakan kebutuhan
mepertahankan stastus darah berhubungan fisik dan edukasi
kesehatan/ manajemen dengan kurang
penyakit pengetahuan tentang
manajemen diabetes dan
kurang kepatuhan pada
rencana manajemen
metabolik
In adekuat Risiko penyebaran infeksi Menyediakan kebutuhan
sekunder berhubungan fisik dan edukasi
dengan penyakit kronis
dan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder
In adekuat Nyeri akut berhubungan Menyediakan kebutuhan
dengan agen cedera fisik dan edukasi
(trauma jaringan)

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


53

Catatan:
Pada pengkajian kasus Ny. Mw ditemukan 14 masalah keperawatan yakni gangguan
pertukaran gas, fatigue, risiko perubahan perfusi jaringan cerebral, ketidakstabilan gula darah,
risiko tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik, risiko cedera, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan, risiko kurang volume cairan dan elektrolit, defisit perawatan
diri, hambatan mobilitas fisik, nyeri akut, kerusakan integritas kulit dan jaringan, risiko
penyebaran infeksi, dan kurang pengetahuan. Dari 14 masalah keperawatan ini terdapat 8
masalah keperawatan prioritas dimana intervensi keperawatannya telah mencakup 6 masalah
keperawatan lainnya.
Terapi Medikasi dan Nutrisi
1 Ampicilin sulbactam 1.5 gr/12 jam/intravena hari ke-4
2 Vancomicyn 500mg/12 jam/ intravena hari ke-4
3 Bicnat 500 mg/8 jam/oral
4 CaCo3 500 mg/8 jam/oral
5 B 12 50 meq/8 jam/oral
6 Captopril 25 mg/8 jam/oral
7 Inahalasi ventolin 100 mcg/6 jam/inhalasi
8 Novorapid 10 unit/8 jam/subkutan
9 Lasix 20 mg/12 jam/drips
10 Diet DM 1500 kkal (protein 0.8-1 gr/kgBB/hr)
11 Hemodialisa 2 kali/minggu (rabu dan sabtu)

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


54

Skema 3.1 Konsep Map Ny. Mw Konsep Map Ny. Mw dengan Multipel Ulkus Diabetik

Genetik, diet tinggi KH, kurang aktivitas,

NOC ; intake nutrition,


NOC ; glucose control, NIC ;
Kelainan sel B pankreas glucose level Monitoring nutrisi
Management nutrisi
NIC ;
Resistensi insulin/defisiensi insulin Monitoring glucose level
Provide simple carbohydrate
Management hyperglicemia
↑ glukosa darah (hiperglkemi tidak Ketidakseimbangan
Management hypoglicemia
↑ advanced glicosilated end products (AGEs) nutrisi kurang dari
terkontrol) kebutuhan tubuh

mikrovaskular ↑ enzim aldolase reduktase dan Ketidakstabilan gula darah malnutrisi


sorbitol dehidrogenase

Debridemen (pembedahan)
penebalan membrane basalis ubah matriks ekstraseluler Konversi glukosa intraseluler Starvasi sel
glomerulus
defek makrofag alveolar

nefropati diabetik ↓ sintesis sel saraf Terputusnya kont jar dan Kelemahan (keterbatasan
risiko infeksi kulit aktivitas)

gagal ginjal NOC ; wound healing Neuropati diabetik


NIC ; Nyeri akut Hambatan mobilitas fisik
Wound care
Infection control ↓ sensasi perifer
Nutrition management NOC ; pain control, pain NOC ; activity tolerance,
level fatigue level
Neuropati sensorik, motorik, otonomik NIC ; NIC ;
pain management Exercise promotion
Kerusakan integritas kulit Ulkus DM Energy management
dan jaringan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


55

3.2.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 3.3
Intervensi Keperawatan

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 09/12/13 Gangguan pertukaran gas berhubungan infiltrate paru, perubahan membrane NOC: NIC:
alveolar-kapiler - Pertukaran gas dan ventilasi Manajemen jalan napas
DS: sesak adekuat, dengan 55etabolis: dan asam basa
1. Monitoring frekuensi,
DO:  Nilai AGD kembali
irama, kedalaman dan
- P: 22 x/mnt, pernapasan cepat dan dalam (kusmaul), suara napas ronkhi basah normal:
kasar kedua lapang paru. usaha dalam bernafas.
Ph arteri 7,35 – 7,45
- Deviasi trakea (-), krepitasi (-), taktil fremitus menurun pada paru kanan dan kiri Catat pergerakan dada
PCO2 35-45 mmHg
- sianosis (-) terhadap kesimetrisan
PoO 75-100 mmHg
- Foto Thoraks (13-11-2013) 2. Auskultasi suara nafas,
Kesan : tampak infiltrate kedua lapang paru. Jantung kesan tidak membesar, HCO3 21-25 mmol/L
catat area yang menurun
aorta dan mediatinum tidak menebal, trakea di tengah. BE -2.5-+2.5 mmol/L
dan suara tambahan dan
Foto Thoraks (28-11-2013) Sat O2 95-98 %
Kesan : 55etabolism di kedua paru bertambah dd/ TB paru dibandingkan foto auskulatasi suara paru
 suara nafas vesikuler
thorak 13-11-2013/ aorta kalsifikasi, mediastinum sup tidak melebar. setelah pemberian terapi
 RR 12-20 x/menit
- Analisa Gas darah (08-12-13) untuk mengetahui
Ph ↓7,208/Pco2 ↑48.5/Po2 ↓40.8/HCO3 ↓19.5/BE ↓-8.1/Sat O2 63,7/Standar  Pola napas normal
perkembangan
HCO3 ↓17.2.  kesan asidosis metabolic  Sianosis (-) 3. Kolaborasi pemeriksaan
AGD. Bila Ph < 7 saat
masuk diperiksa setiap
6 jam s/d Ph > 7.1.
Selanjutnya setiap hari
hingga stabil
4. Kaji penggunaan otot otot
aksesori dan
supraclaviculer serta
retraksi otot-otot
intercosta.
5. Monitor pola nafas;
bradipnue, tacipneu,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


56

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


pernafasan kussmaul
6. Palpasi ekspansi dada
pada ke dua lapang paru
7. Catat serangan dan
karakteristik dan lamanya
batuk
8. Monitor hasil X-Ray
dada
9. Observasi status saturasi
O2
10. Kolaborasi pemberian
nebulizer V:B:Ns
11. Kolaborasi pemberian
bicarbonate tablet jika
mengalami asidosis berat.
Jika Ph</= 7, diskusikan
untuk pemberian
bicarbonate/iv dalam
beberapa jam secara
perlahan.
2 09/12/13 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan NOC: NIC :
ketidakadekuatan asupan nutrisi - Intake nutrisi adekuat (tidak
DS: tidak nafsu makan, mual (-), muntah (-), penurunan BB lupa ada mual, muntah, anoreksia Monitoring Nutrisi :
DO: dan diit yang disediakan 1. Monitor berat badan dan
- Antropometri: BB=45 kg, TB= 155 cm, BBI=49 kg, IMT=18.75 (normal) mampu dihabiskan) kecenderungan
- LILA: 20 cm  kurang gizi kronis (< 23.5 cm) - Pemeriksaan kimia darah kehilangan dan
- Status gizi= (BB actual: BB ideal)x 100% = 91.8% (BB normal) dalam batas normal: peningkatan berat badan
- Kebutuhan kalori basal= BBIx 25 kal= 1225 kalori Hb 12-15 g/Dl klien
- Kebutuhan total energy = kebutuhan kalori basal+ faktor koreksi (aktivitias Ht 36-46 % 2. Monitor adanya keluhan
ringan:+10%, usia >40 th: -5%,status gizi normal dg aktivitas ringan: +30, Erit 3.8 – 4.8x 10^6/Ul anoreksia, mual dan
stress metabolic (infeksi dan luka post debridement:+30%) MCV 80-95 Fl muntah.
= 1225 + (BBIx10%)-(BBIx5%)+30+(BBIx30%) MCH 27-31 Pg 3. Monitor kadar albumin,
= 1225+4.9+(-2.45)+30+14.7 MCHC 32-36 g/Dl total protein,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


57

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


=1272.15  dibulatkan menjadi 1300 kkal (dibagi dalam 3 porsi makan besar Albumin 3.4-4.8 g/Dl hemoglobin dan
dan 2 porsi makan kecil/selingan) - BB meningkat (45 kg  BBI hemotokrit.
- Kebutuhan energy total dengan riwayat ulkus diabetik post debridement dan 49 kg) 4. Monitor level energy,
diberikan protein 65 gr (0.8 gr/kg BB/hari), sehingga kebutuhan kalori - Bebas dari tanda dan gejala malaise, fatique dan
dibulatkan menjadi 1500 kkal. malnutrisi: turgor kulit elastic, kelemahan.
- Sarapan pagi hanya dihabiskan 4 sendok makan mukosa bibir lembab, rambut 5. Monitor intake kalori
- Bising usus aktif 4 kuadran. tidak mudah tercabut dan nutrisi klien.
- Kondisi gigi: beberapa tanggal, yang tampak gigi seri atas dan bawah dan - Ps mengenali faktor-faktor Identifikasi makanan
kurang bersih. alergi makanan (-), mukosa mulut dan bibir kering, turgor kulit penyebab malnutrisi yang dsukai klien.
tidak elastic, rambut rauh dan mudah tercabut 6. Catat perubahan penting
- Pemeriksaan penunjang dalam status nutrisi.
Pemeriksaan darah perifer lengkap (07-12-13) 7. Monitor terhadap tanda
Hb ↓7.1 g/Dl/Ht ↓21.7%/Eritrosit ↓2.73.10^6/Ul/ MCV ↓79.5 Fl/MCH ↓26 dan gejala malnutrsi
Pg/MCHC 32.7 g/Dl  anemia (penurunan turgor kulit,
Albumin (8-12-13): ↓2.11 g/Dl  hipoalbumin kulit kering, konjungtiva
pucat, disorientasi,
rambut rapuh dan
mudah tercabut)

Managemen Nutrisi :
1. Tentukan apakah klien
memiliki alergi terhadap
makanan
2. Kolaborasi kebutuhan
nutrisi klien (diit DM
dengan CKD dan
multiple ulkus 1500
kkal dan protein 0.8
g/kgBB)
3. Motivasi klien terhadap
program diit yang
diberikan
4. Berikan snack bila
diperlukan
5. Pastikan bahwa
makanan mengandung

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


58

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
6. Monitor intake dan
output klien
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi klien.
8. Klien dengan anemia,
kolaborasi pemberian
vitamin B12, C Fe, dan
asam folat.
9. Kolaborasi pemberian
albumin jika diperlukan
sesuai indikasi.

3 9/12/13 Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin, kurang NOC : NIC:
pengetahuan tentang DM dan ketidakpatuhan pada rencana manajemen DM Blood Glucose control Monitor Blood Glucose
DS: DM sejak 1 th lalu, lemas(+) Blood Glucose Level Level
DO: Indikator : 1. Monitor kadar glukosa
- Kadar gula darah fluktuatif darah sebelum dan sesudah
08-12-13: 06.00= 60 mg/Dl, 11.00= 291 mg/Dl, 16.00= 153 mg/Dl Selama dilakukan perawatan, makan.
09-12-13 : 06.00= 67 mg/Dl, 11.00= 113 mg/Dl diharapkan kadar glukosa darah 2. Monitoring tanda dan
GDP  cenderung hipoglikemia pada pagi hari terkontrol, dengan kriteria ; gejala hipoglikemi
- Komplikasi DM (+) ; - GDP < 140 mg/Dl 3. Monitoring tanda dan
Neuropati diabetik (+) neuropati perifer bilateral (+), neuropati autonomic: - GDS < 200 mg/Dl gejala hiperglikemi
kulit kering dan anhidrosis pada kedua kaki - GDP 70 -130 mg/Dl 4. Evaluasi regimen medikasi
Nefropati diabetik (+) - HbA1C < 7% yang dapat mengubah
- Glukosa urin (-) kadar glukosa darah.
- Keton urin (-) 5. Monitor tanda tanda vital
sebelum dan setelah
beraktifitas.
6. Kolaborasi pemberian
terapi insulin sesuai
program.

Provide simple

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


59

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


carbohydrate
1. Diskusi dan konsultasi
pada ahli gizi untuk
perhitungan kembali
jumlah diet
karbohidrat/kalori klien
dengan multiple ulkus,
CKD dan CAP
2. Anjurkan klien untuk
menghabiskan diit yang
sudah diberikan dan
menghindari makan
makanan yag berasal dari
luar.

Manajemen hyperglikemia
:
1. monitor tanda dan gejala
hiperglikemia
2. monitor adanya keton
dalam urin
3. monitor AGD dan
elektrolit
4. monitor TTV
5. berikan insulin sesuai
program
6. dukung intake cairan
peroral
7. identifikasi kemungkinan
penyebab hiperglikemia
8. fasilitasi regimen terapi
diit dan latihan.

Manajemen Hypoglikemia :
1. identifikasi faktor resiko
hipogikemia

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


60

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


2. monitor level gula darah
3. monitor tanda dan gejala
hipoglikemia serta tanda-
tanda vital
4. sediakan penambahan
asupan karbohidrat
5. kolaborasi pemberian
dextrose (iv atau drips)
jika kllien hipoglikemia

4 9/12/13 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (trauma jaringan) NIC :
NOC Pain Management
S: nyeri luka di dada dan perih pada ulkus pedis sinistra - Pain Level Aktifitas :
O: - Pain Control 1. Pertahankan imobilisasi
- nyeri hilang timbul pada luka di dada terutama saat bergerak, skala 3, VAS 3, Indikator :
nyeri dirasakan berdenyut ± 30 detik. pada area yang sakit
1 = severe
- Terdapat 7 ulkus diabetik pada pedis bilateral.: dengan tirah baring dan
2 = substansial
nyeri ulkus (perih) pada fibula pedis sinistra, skala 4, VAS 3, durasi ± 1 menit 3 = moderately pembebat dll.
terutama saat rawat luka 4 = mildly 2. Elevasikan ekstremitas
nyeri ulkus maleolus lateral pedis sinistra, skala 3, VAS 3, durasi ± 1 menit 5 = not dengan ulkus
terutama saat rawat luka 3. Evaluasi keluhan nyeri
Setelah dilakukan tindakan /ketidaknyamanan,
keperawatan selama 3 x 24 jam perhatikan lokasi dan
masalah nyeri akut pasien
karakteristik termasuk
terkontrol, pasien teradaptasi
dengan kriteria hasil: skala nyeri. Perhatikan
- Menyatakan nyeri terkontrol respon non verbal
- Perbaikan nyeri ulkus VAS 3 terhadap nyeri.
VAS 1 4. Jelaskan prosedur
- Menunjukkan penggunaan sebelum memulai
keterampilan relaksasi tindakan.
5. Berikan alternative
tindakan kenyamanan
misalnya perubahan
posisi

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


61

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


6. Dorong untuk
menggunakan tehnik
relaksasi untuk
menurunkan nyeri seperti
relaksasi napas dalam,
distraksi progresif muscle
relaxation.
7. Kolaborasi / berikan
analgestik sesuai indikasi
4 9/12/13 Kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan gangguan metabolic NOC: Monitoring :
dan malnutrisi - Perbaikan integritas kulit dan - Monitor tanda tanda
S: - jaringan dengan indicator: perluasan infeksi
O: Perfusi jaringan baik - Monitor suhu tubuh
- Terdapat 7 ulkus DM pada pedis bilateral temperature hangat, CRT < 3 - Monitor pertumbuhan
detik, ABI normal) granulasi
Kulit kaki tidak kering - Monitor dan catat
4 Tidak ada lesi/luka baru perubahan kondisi luka
5 3 Tidak ada jaringan nekrotik : warna, adanya
6 - Penyembuhan luka tepat waktu granulasi, pus dan lain
Tidak terjadi infeksi pada ulkus lain0
7 2
- Observasi sensasi kulit
terhadap sentuhan ,
1 nyeri dan suhu
- Kaji hidrasi termasuk
kekeringan kulit,
- Ulkus 1: ukuran 3x2x2 cm, warna dasar luka kuning kehijauan, Slough 100%, kondisi kuku dan yang
epitelisasi tepi luka (-), granulasi (-), darah (-), bau (-), infeksi (+) lainnya.
- Ulkus 2: ukuran 8x4x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda, darah
(+), epitelisasi tepi luka maksimal, granulasi (+), pus (-) Sirculatory care : arterial
- Ulkus 3: ukuran 2x2x0.2 cm slough (-), warna dasar luka merah muda, darah (+), insufficiency
epitelisasi tepi luka maksimal, granulasi (+), pus minimal - Cek pulsasi di radialis,
- Ulkus 4: ukuran 3x2x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda pucat, brakhialis, femoral,
darah (+), epitelisasi tepi luka (+), granulasi (+), pus minimal popliteal, dorsalis pedis
- Ulkus 5: ukuran 2x1x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda, darah secara bilateral
(+), epitelisasi tepi (+), granulasi (+), pus minimal - Observasi warna kulit di

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


62

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


- Ulkus 6: ukuran 3x2x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda, darah daerah tungkai dan suhu
(+), epitelisasi tepi luka maksimal, granulasi (+), pus minimal pada perabaan
- Ulkus 7: ukuran 2x2x0.2 cm, slough (-), warna dasar luka merah muda, darah - Cek capilary refill time
(+), epitelisasi tepi luka (+), granulasi (+), pus minimal - Kaji adanya nyeri pada
- kulit kedua tungkai kering, kuku menebal, deformitas kuku dan kaki belum ekstremitas bawah dan
tampak, baal (+), neuropati perifer pedis bilateral (+). karakteristiknya
- a.dorsalis pedis dan a. tibialis posterior dextra dan sinistra teraba, normal, teratur. - Ajarkan pada pasien
- Radiologi (29-11-2013) dan keluarga melakukan
Kesan: soft tissue swelling region cruris dextra aktifitas latihan di
tempat tidur untuk
kakinya (senam kaki /
ROM kaki)
- Pantau nilai dari ABI
- Kolaborasi pemberian
antiplatelet dan
antikoagulasi
- Monitoring nilai PT dan
APTT setiap hari
Wound care :
- Catat karakteristik luka
dan drainase
- Rawat luka setiap hari
dengan prinsip steril
- Cegah penekanan pada
area luka
- Berikan kelembaban
pada area luka
- Bersihkan dengan agen
antibakteri atau dengan
normal saline
- Balut luka sesuai
kebutuhan
- Inspeksi luka setiap kali
mengganti balutan,
bandingkan dan catat
secara teratur setiap

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


63

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


perubahan luka
- Lakukan debridement
pada jaringan nekrotik
- Anjurkan pada keluarga
untuk memberikan
lotion pada area yang
kering
- Anjurkan keluarga
untuk menjaga
kebersihan kulit pasien
dan daerah sekitar
pasien
- Ajarkan pada keluarga
cara perawatan kaki
yang benar.

Pendidikan kesehatan :
- Ajarkan pentingnya
hygiene kaki dan
perawatan kaki

Kolaborasi :
- Kultur pus
- Berikan antibiotic
sesuai program.

6 9/12/13 Risiko Kurang volume cairan elektrolit NOC: NIC:


- Keseimbangan Electrolyte Managemen cairan dan
Faktor Risiko: - Keseimbangan cairan manajemen hipovolemi:
- Kulit kering, turgor kulit tidak 63etabol - Hydration - Pantau haluaran urine, catat
- Kebutuhan cairan/24 jam (35-50 cc/kgBB)= 1575 – 2250 cc/24 jam  input jumlah dan warna saat hari
cairan dibatasi 600cc/24 jam dengan balance -500 cc/24 jam dengan kriteria hasil; dimana diuresis terjadi.
BAK melalui folley kateter. urin output 24 jam (08-12-13, 06.00-09-12-13, - Volume cairan stabil dengan - Pantau/hitung keseimbangan
06.00)= 600 cc, IWL 24 jam=±450 cc. input; oral: ± 450 cc, parenteral: ± 200 cc, keseimbangan masukan dan pemasukan dan
makanan: ± 100 cc= 650 cc  Balance= -400 cc/24 jam pengeluaran (Balance -500 cc) pengeluaran selama 24
- Pemeriksaan penunjang - Tanda vital dalam batas normal jam.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


64

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


Fungsi ginjal (07-12-13) - kulit tidak kering, turgor kulit - Timbang berat badan tiap
Kreatinin ↑2.6 mg/Dl/Ureum 32/ Egfr ↓ 22.1 ml/min/1.73^2 elastis hari terutama sebelum dan
- Pemeriksaan penunjang - Menyatakan pemahaman tentang setelah hemodialisa
Pemeriksaan darah perifer lengkap (07-12-13) pembatasan cairan individual. - Pantau TD dan CVP (bila
Hb ↓7.1 g/Dl/Ht ↓21.7%/Eritrosit ↓2.73.10^6/Ul/ MCV ↓79.5 Fl/MCH ↓26 ada)
Pg/MCHC 32.7 g/Dl  anemia - Catat peningkatan letargi,
hipotensi, kram otot,
kelembaban kulit, dan
turgor kulit
- Pemberian obat sesuai
indikasi, cth: Diuretik :
Lasix
- Mempertahankan
cairan/pembatasan natrium
sesuai indikasi
- Monitor serum dan
osmolaritas urin,
BUN/ceratinin ratio,
hematokrit.
7 9/12/13 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan NOC: NIC:
malnutrisi - Ambulasi Exercise therapy dan Self-
S: lemas, aktivitas kebersihan diri dibantu - Self-care: ADL care: ADL
O: 1. Observasi kemampuan
- aktivitas membersihkan diri, BAK/BAB, makan, memakai baju, dan mandi klien dalam beraktifitas
membutuhkan bantuan. Berubah posisi dapat dilakukan, berpindah Dengan criteria hasil: 2. Kaji faktor faktor yang
membutuhkan bantuan. skor BARTHEL INDEX=11 (ketergantungan sedang) - Peningkatan status fungsional berkontribusi tehadap
- kekuatan otot (BARTHEL INDEX) kemampuan aktiftas
ketergantung sedang pasien seperti gangguan
4444 4444 ketergantung ringan/mandiri elektrolit dan penurunan
dengan skor 12-20 Hb
3333 2222 - Peningkatan kekuatan otot 3. Monitor nutrisi dan
sumber energy yang
- Pemeriksaan darah perifer lengkap (07-12-13) adekuat
Hb ↓7.1 g/Dl/Ht ↓21.7%/Eritrosit ↓2.73.10^6/Ul/ MCV ↓79.5 Fl/MCH ↓26 4. Monitor respon
Pg/MCHC 32.7 g/Dl  anemia kardiovaskuler terhadap
aktifitas
Elektrolit (07-12-13)

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


65

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


Na 135mEq/L/K 3.49 mEq/L/Cl 100.8 mEq/L. 5. Monitor pola tidur dan
istirahat pasien
6. Bantu pasien dalam
mobilitas yang sesuai
7. Atur penggunaan energy
untuk mengatasi atau
mencegah keletihan dan
memaksimalkan fungsi
8. Kolaborasi dengan
fisioterapi untuk latihan
(ROM bertahap) yang
sesuai
8 9/12/13 Risiko penyebaran infeksi sekunder berhubungan dengan penyakit kronis dan NOC: NIC:
ketidakadekuatan pertahanan sekunder - Status imun Pengandalian dan 65etabol
Faktor Risiko: - peningkatan pengetahuan: infeksi
- Ps dengan penyakit kronis dan kurang pengetahuan manajemen infeksi, 1. observasi dan catat tanda
- Terdapat 7 ulkus diabetik pada pedis dextra dan sinistra pengendalian dan proteksi serta gelaja infeksi
- Foto Thoraks (28-11-13) infeksi (kemerahan, peningkatan
Kesan : 65etabolism di kedua paru bertambah dd/ TB paru dibandingkan foto dengan criteria hasil: suhu tubuh, perubahan nilai
thorak 13-11-2013/ aorta kalsifikasi, mediatinum sup tidak melebar. - bebas dari gejala infeksi: laboratorium seperti leukosit
- Penurunan imunitas  KGDH fluktuatif, status nutrisi kurang gizi kronik suhu tubuh dalam batas normal, dan hitung jenis darah)
(LILA=20 cm), lekopenia tidak terjadi (Leukosit 2. Ps dengan CAP: kaji suara
- Pemeriksaan hitung jenis (07-12-13) 5000-10000/Ul) paru, dan warna serta
Leu ↑15070/Ul, Bas 0.6%/Eos 3.6%/Neut ↑81.5%/Limf ↓10.3 /Mon 4.0%/LED - pemeriksaan darah (hitung jenis karakteristik sputum.
↑131 mm ) dalam batas normal: gunakan air steril untuk
Bas 0.5-1.0 % melakukan oral hygiene.
Eosinofil 1-4 % 3. evaluasi dan tingkatkan cuci
Neutrofil 55-70% tangan pada Ps dan keluarga
Limfosit 20-40 % untuk mengurangi
Monosit 2-8 % komtaminasi silang
LED 0-20mm mikroorganisme
4. Patuhi SOP dam gunakan
sarung tangan selama
melakukan kontak dengan
darah, membrane mukis,
kulit/jaringan yang terbuka,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


66

No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


dan substansi tubuh lainnya
kecuali keringat.
5. cek lokasi insersi kateter iv
terhadap tanda dan gejala
infeksi (phlebitis). ganti per
3 hari secara berkala
6. cek area perineal dan katater
urin. lakukan perawatan
kateter urin setiap hari.
observasi tanda dan gejala
infeksi pada urin
7. berikan informasi tentang
tanda dan gejala infeksi serta
pencegahannya pada pasien
dan keluarga.
8. kolaborasi pemberian
antibiotic yang sesuai.
monitor resistensi dan
sensitifitas antibiotic (hasil
kultur) setelah pemberian
hari ke 10.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


67

3.3 Pembahasan
3.3.1 Universal Self Care Requisites
Penatalaksanaan therapeutic nursing dengan pendekatan teori self care Orem
berdasarkan pada universal self care requisites, developmental self care requisites dan
health self care requisites. Implementasi therapeutic nursing pada fase perkenalan
tidak mengalami hambatan, pasien dapat bekerja sama dalam setiap tindakan terapeutik
dan pemberian terapi medikasi. Namun Pasien belum cukup percaya dan mandiri untuk
mengenali kemampuan dirinya dalam mengatasi masalah kesehatan selama dirawat.
Sehingga komunikasi terapeutik dalam kasus ini sangat bermanfaat terutama dalam
mengeksplorasi dan memotivasi pasien dan keluarga.

Pada universal self care requisites dan health self care requisites, tindakan terapeutik
yang diberikan dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan udara,
air, makanan, keseimbangan antara menyendiri dan interaksi sosial, pemberian
perawatan dalam proses eliminasi dan eksresi, pencegahan bahaya, dan peningkatan
perkembangan pasien.

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan infiltrat paru dan perubahan


membran alveolar-kapiler
Pada masalah keperawatan gangguan pertukaran gas, pemberian perawatan pada
pasien dilakukan untuk memenuhi kebutuhan udara dan oksigenasi. Pasien
didiagnosa Community Acquired Pneumonia (CAP) dd tuberculosis. Pasien
mengalami gangguan oksigenasi dengan pernapasan yang dalam dan cepat
(kusmaul) serta ditemukan suara napas ronkhi basah kasar pada kedua lapang paru,
konjungtiva pucat, hasil AGD (07-12-13 s.d 24-12-13) kesan asidosis metabolic,
dan pada foto thoraks (09-12-13) ditemukan infiltrat yang bertambah pada kedua
lapang paru. Ketidakadekuatan oksigenasi ini mengakibatkan kegelisahan pada
pasien. Sesuai dengan kondisi ini, berdasarkan teori self care Orem pasien berada
pada kebutuhan kompensatori utuh dimana pasien berada dalam ketidakmampuan
untuk terlibat dalam tindakan perawatan diri. Tindakan keperawatan yang
dilakukan sesuai kondisi ini adalah memberikan perawatan diri terapeutik,
mengkompensasi ketidakmampuan pasien, dan memberi dukungan serta
perlindungan kepada pasien. Tindakan keperawatan yang dilakukan meliputi

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


68

pemberian oksigen, fisioterapi dada, kolaboratif, pemantauan hasil laboratorium


dan edukasi.

Gangguan pertukaran gas pada pasien ini diakibatkan oleh CAP yang dibuktikan
dengan adanya infiltrat pada paru. Infeksi ini disebabkan oleh adanya abnormalitas
dalam imunitas yang diperantarai oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan dengan
hiperglikemia, termasuk berkurangnya vaskularisasi. Neutrofil merupakan
granulosit dalam sirkulasi dengan fungsi utama adalah fasositosis dan berperan
dalam inflamasi terhadap infeksi. Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden
infeksi paru pada diabetes dapat berupa defek pada fungsi sel-sel imun dan
mekanisme pertahanan pejamu. Selain itu, ditemukan juga aktivitas bakterisidal
leukosit yang berkurang pada pasien DM, terutama pada mereka yang memiliki
kontrol gula darah yang buruk. Meningkatnya risiko infeksi pada pasien DM
diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit. Hal ini
mengakibatkan gangguan pertukaran gas pada membaran alveolar-kapiler yang
dibuktikan dengan hasil analisa gas darah yang abnormal yaitu asidosis metabolic
(Greenstein & Wood, 2009; O’Callaghan, 2009).

Pada pasien dengan asidosis metabolik, konsentrasi plasma dan filtrat rendah. Pada
pasien dengan fungsi ginjal yang normal, asidodis secara langsung menstimulasi
metabolisme glutamine pada tubulus proksimal, menghasilkan NH+4 untuk ekskresi
dan membentuk bikarbonat baru. Asidosis juga meningkatkan sekresi H+ sehingga
meningkatkan rearbsobsi bikarbonat pada tubulus proksimal dan distal. Respon
ginjal ini bertujuan untuk mengembalikan penurunan pH dan HCO3 kembali dalam
batas normal. Selain ginjal paru juga berperan dalam mempertahankan
keseimbangan asam basa pasien. Penurunan pH memicu kemeresptor arteri
terutama di badan karotis dan meningkatkan laju ventilasi sebagai mekanisme
kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Hal ini terlihat pada frekuensi
(22x/menit) dan pola napas pasien dalam dan cepat (kusmaul). Pada kasus ini,
pasien telah mengalami infeksi pada paru (CAP) dan CKD stage V, sehingga
peningkatan frekuensi dan perubahan pola napas (kusmaul) tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen. Sementara itu gagal ginjal yang dialami pasien mengakibatkan
gangguan sekresi H+ dan kehilangan bikarbonat tidak dapat direabsorbsi kembali.
Namun pada pasien dengan kesan asidosis metabolic (saturasi oksigen 63%) ini

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


69

seharusnya dilakukan pemeriksaan AGD kembali karena tidak sesuai dengan


kondisi klinis pasien. Oleh karena dengan saturasi oksigen yang sangat rendah,
kemungkinan darah arteri bercampur dengan darah vena. Oleh sebab itu kevalidan
hasil AGD (terutama saturasi oksigen) pada tanggal tersebut perlu dievaluasi
kembali.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk meningkatkan oksigenasi adalah


kolaborasi pemberian O2, memposisikan pasien semifowler/fowler, pemantauan
AGD dan elektrolit setiap hari, pemantauan TTV/4 jam, kolaborasi pemberian
ventolin 100 mcg/6 jam/inhalasi, kolaborasi bicnat tablet 500 mg/8 jam/oral,
pemberian ampicilyn sulbactam 1.5 gr/12 jam/iv, pemberian elozepam 12.5 mg/12
jam/iv (09-12-13), dan fisioterapi dada (dilakukan sejak 11-12-13).

Pemberian O2 dimaksudkan untuk memaksimalkan pemenuhan oksigen,


sedangkan posisi semifowler/fowler bertujuan agar ekskpansi dada/paru maksimal.
Disamping tindakan mandiri, dilakukan kolaborasi pemberian natrium bikarbonat
table 500 mg/oral sebagai pengganti HCO3 (bikarbonat yang hilang melalui
pancreas dan ginjal). Pemberian antibiotic ampicilin sulbactam sebagai terapi
pilihan untuk mengatasi CAP, dan inhalasi ventolin 100 mcg/6 jam/inhalasi untuk
penyumbatan saluran pernafasan yang bersifat reversibel.

Dalam memberikan asuhan keperawatan, dilakukan pemantauan terhadap risiko


hiperkalemi dan alkalosis, karena kondisi asidosis menyebabkan ion H+ masuk ke
dalam sel dan ion kalium keluar untuk mempertahankan elektronetralitas. Sehingga
asidosis dapat menyebabkan hiperkalemi dan alkalosis. Selain itu pemberian
bikarbonat juga dievaluasi, karena pemberian bicarbonate hanya diberikan pada
asidosis berat (pH darah < 7, pH darah pasien pada tanggal 08-12-13 adalah 7.28).

Pemberian intravena akut secara intravena akut dapat memperburuk asidosis


intraseluler dengan menghasilkan CO2 yang berdifusi ke dalam sel dan
menurunkan pH intraseluler dan mengakibatkan hipokalemi. Oleh karena itu
kolaborasi bikarbonat diberikan secara perlahan dengan bikarbonat tablet,
pemantauan AGD dan elektrolit.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


70

Pada saat praktikan melakukan evaluasi pada 25-12-13, pasien masih dalam
perawatan dan pemantauan AGD dan elektrolit. Gangguan pertukaran gas
mengalami perbaikan (teratsi sebagian) yang dibuktikan dari hasil AGD (20-12-13)
dengan peningkatan nilai pH (7.28 7.41), HCO3 17.4 mmol/L, pernapasan
16x/menit, sianosis (-), dan suara napas ronkhi basarh kasar. Meskipun demikian,
berdasarkan sistem keperawatan teori self care Orem, pasien telah mengalami
perkembangan tingkat kebutuhan secara bertahap dari kompensatori utuh menjadi
supportif-edukatif. Pasien secara perlahan-lahan belajar akan kebutuhan
oksigenasinya dan telah mampu mengenali serta mengatasi kebutuhan ini, dengan
duduk posisi fowler/semifowler, dan kepatuhan terhadap terapi inhalasi.

2) Ketidakseimbangan nutriri kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakadekuatan asupan nutrisi
Pada masalah keperawatan nutrisi ini, pemberian perawatan pada pasien dilakukan
untuk mempertahankan kecukupan nutrisi. Pada kecukupan nutrisi ditemukan dua
masalah utama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan
ketidakstabilan gula darah. Pasien dengan BB=45 kg, TB=155 cm. BBI=49.5 –
60.5 kg, IMT= 18.75 kg/m2(normal) dan penurunan nafsu makan. Sesuai dengan
kondisi ini, berdasarkan teori self care Orem pasien berada pada kebutuhan
kompensatori sebagian dimana pasien berada dalam ketidakmampuan untuk
melakukan sebagian aktivitas perawatan diri. Hal ini diakibatkan karena
keterbatasan aktual, ketidakadekuatan pengetahuan dan keterampilan serta
ketidaksiapan belajar pada pasien. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
kondisi ini adalah membantu sebagian aktivitas perawatan diri seperti
berkolaborasi dengan tim ahli gizi untuk memaksimalkan asupan nutrisi.
Ketidakseimbangan nutrisi yang dialami pasien terjadi akibat anemia oleh karena
penurunan fungsi ginjal disamping penurunan nafsu makan dan resistensi insulin.

Pasien didiagnosa anemia. Kebutuhan energi pasien dengan BB=45 kg, TB=155
cm. BBI=49.5 – 60.5 kg, IMT= 18.75 kg/m2(normal) disertai faktor koreksi usia >
40th, aktivitas ringan, dan stress metabolic adalah 1500 kkal. Saat ini mengalami
penurunan nafsu makan, dan kadang disertai mual dan muntah. Pasien sering tidak
menghabiskan porsi makannya. Hasil laboratorium (lampiran) pada tanggal 07-12-
13 menunjukkan pasien mengalami anemia (Hb= 7g/dl).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


71

Anemia pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik, mulai terjadi bila LFG
(laju filtrasi glomerulus) turun sampai 35ml/menit. Walaupun penyebab anemia
pada CKD terjadi karena defisiensi eritropoietin tetapi masih ada faktor lain yang
dapat mempermudah terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel
darah merah, inhibisi sumsum tulang, kehilangan darah intestinal, dan paling sering
defisiensi besi dan folat. Anemia pada CKD mempengaruhi kualitas hidup pasien
dan menyebabkan terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penatalaksanaan
anemia meliputi beberapa hal, yaitu terapi Eritroproetin (EPO), pemberian transfusi
darah, serta mengidentifikasi dan mencari etiologinya (Hoffbrand, Petit & Moss,
2005).

Pada pasien DM dengan gagal ginjal stage V, secara laboratorik anemia dijabarkan
sebagai penurunan kadar hemoglobin, eritrosit dan hematokrit di bawah normal.
Derajat anemia pada pasien ini adalah anemia berat sesuai dengan klasifikasi WHO
Hb= 6-5-7.7 g/dL. Klasifikasi anemia pada pasien ini didasarkan atas morfologik
dan etiopatogenesis yaitu anemia mikrositik, anemia defisiensi besi dengan
penurunan nilai MCV, MCH, dan nilai MCHC yang normal (lihat lampiran,
pemeriksaan laboratorium) serta penyebab anemia pada pasien ini oleh karena
penurunan fungsi ginjal. Penyebab utama terjadinya anemia pada gagal ginjal
adalah penurunan produksi eritropoietin oleh ginjal. Akan tetapi banyak faktor non
renal yang ikut berkontribusi antara lain infeksi, inflamasi, masa hidup eritrosit
yang memendek, dan faktor-faktor yang berpotensi menurunkan fungsi sumsum
tulang seperti defisiensi besi, dan asam folat (Hoffbrand, Petit & Moss, 2005).

Pada pasien dengan CKD dan Hb 7 g/dL ini tidak dilakukan lakukan transfusi
darah. Target pencapaian Hb dengan transfusi pada pasien CKD adalah 7-9 g/dL.
Transfusi diberikan pada pasien CKD jika Hb < 7 g/dL disertai perdarahan akut
dengan gejala gangguan hemodinamik, dan adanya gejala hipoksia (peningkatan
frekuensi napas, sianosis, dan gejala-gejala yang karena terjadi gangguan pada
otak). Transfusi diberikan dalam bentuk Packed Red Cell (PRC), untuk
menghindari kelebihan cairan diberikan secara bertahap bersamaan dengan waktu
hemodialisis. Bukti klinis menunjukkan bahwa pemberian transfusi sampai Hb 10-
12 g/dL tidak terbukti bermanfaat dan menimbulkan peningkatan mortalitas (Holk,
Cockram, Flyvbjerg, & Goldstein, 2010). Meskipun pada pasien ditemukan sesak

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


72

dan anemia, namun pasien tidak mengalami perdarahan akut dan hipoksia berat.
Sehingga transfusi darah belum diberikan (jika Hb 7 g/dL) oleh karena defisiensi
besi dipenuhi dengan pemberian asam folat dan memaksimalkan asupan nutrisi.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk meningkatkan asupan nutrisi


pasien adalah monitoring nutrisi dan managemen nutrisi meliputi memotivasi
pasien untuk memakan makanan kesukaan (Pasien cenderung hipoglikemia),
memantau Hb, albumin, dan pemberian asam folat 15 mg/24 jam/oral, vitamin B12
50 mEq/8 jam/oral, dan CaCO3 500 mg/8 jam/oral, dan transfuse PRC, serta
edukasi nutrisi. Selama 14 hari proses asuhan keperawatan, terjadi perubahan
tingkat ketergantungan pasien dari kompensatori sedang menjadi suportif edukatif.
Pasien menjalani proses belajar mengenali kebutuhan dirinya dengan cukup baik.
Pada saat praktikan melakukan evaluasi pada 25-12-13, pasien sudah mengalami
peningkatan BB (45 kg  46.4 kg), peningkatan nafsu makan, dan perbaikan
anemia serta telah mampu menjelaskan tentang diet DM dan CKD, dan
mendiskusikan tentang rencana diet saat pulang ke rumah.

3) Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin, kurang


pengetahuan tentang DM dan ketidakpatuhan pada rencana manajemen DM
Pada masalah keperawatan ini, proses keperawatan berfokus untuk
mempertahankan kecukupan nutrisi, mencegah terhadap risiko yang mengancam
kehidupan, serta meningkatkan fungsi dan perkembangan hidup. Berdasarkan teori
self care Orem pasien berada pada kebutuhan suportif-edukatif, dimana pasien
membutuhkan bantuan dalam belajar, mengambil keputusan, dan pengendalian
perilaku. Dalam hal ini, perawat berusaha meningkatkan self care agency pada
pasien dengan mengajarkan melakukan monitoring gula darah secara mandiri, dan
edukasi untuk mengenali dan menangani gejala hipoglikemia.

Pada penerapan asuhan keperawatan diketahui pasien terdiagnosa DM selama satu


tahun terakhir, namun dari berbagai komplikasi yang dialami (CKD dan
Penumonia) kemungkinan pasien telah menderita DM 10-15 tahun sebelum
komplikasi muncul. Sebelum dipindahkan ke ruang rawat, pasien dirawat di IGD
dengan KAD selama 3 hari. Saat ini pasien mengeluhkan sering lemas. Hasil kuve

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


73

Gula Darah Harian (KGDH) menunjukkan bahwa pasien cenderung mengalami


hipoglikemia pada pagi hari.

Pengelolaan masalah ketidakstabilan gula darah yang telah dilakukan adalah


dengan monitor glucose level, provide simple carbohydrat, management
hipoglikemia, serta edukasi. Selama dirawat KGDH pasien berfluaktif. Hal ini
dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat dan stres. Faktor stres dipicu
oleh kondisi penyakit kronis yang dialami. Pada kondisi stres terjadi aktivasi
sistem saraf simpatis dan corticotropin releasing hormon (CRH) yang
menyebabkan pelepasan katekolamin yang dapat mempengaruhi glikogenolisis dan
glukoneogenesis dalam hati yang meningkatkan pelepasan glukosa ke dalam
sirkulasi, menghambat pemakaian glukosa di jaringan perifer, dan menghambat
sekresi insulin. Stimulus CRH mengaktivasi aksis hipofisis adrenal yang
menghasilkan ACTH sehingga merangsang korteks adrenal untuk melepaskan
kortisol. Akibatnya terjadi glukoneogenesis 6-10 kali lipat yang berdampak pada
peningkatan kadar gula dalam darah (Greenstein & Wood, 2009; Hol, Cocram,
Flyvbjerg, & Goldstein, 2010).

Manajemen hipoglikemi dilakukan dengan pemberian karbohidrat sederhana


seperti air gula dan perhitungan kembali dosis insulin, edukasi tentang gejala dan
penanganan hipoglikemia dengan menyediakan sumber karbohidrat sederhana di
tempat yang terjangkau oleh pasien. Pada orang normal, jumlah insulin yang
disekresi oleh sel beta (insulin endogen) terutama dipengaruhi oleh keadaan puasa
dan makan. Pada keadaan puasa atau sebelum makan, sel beta mensekresi insulin
pada kadar tertentu yang hampir sama sepanjang waktu puasa dan sebelum makan
(insulin basal). Insulin basal bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
puasa atau sebelum makan dalam batas normal (<100 mg/dL). Pada setiap kali
makan, ketika glukosa darah meningkat dibutuhkan sejumlah insulin yang
disekresikan oleh sel beta secara cepat dalam kadar yang lebih tinggi untuk
menekan kadar glukosa darah setelah makan dalam batas normal (<140 mg/dL)
(insulin prandial) yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
setelah makan dalam batas normal.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


74

Pengelolaan ketidakstabilan gula darah pada kasus ini juga dengan


mempertimbangkan kondisi ginjal akibat CKD yang dialami oleh pasien sehingga
kebutuhan insulin eksogen perlu dievaluasi setiap hari. Pada pasien sensitifitas
insulin pada jaringan perifer (resistensi insulin) diperberat denngan kondisi uremia
yang mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme glukosa. Selain itu
resistensi insulin juga dijumpai pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
yangringan sampai sedang, bahkan pada laju filtrasi glomerulus yang masih
normal. Secara umum ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan
terjadinya resistensi insulin, yaitu peningkatan glukoneogenesis hepatik yang tidak
dapat disupresi secara kuat oleh insulin,penurunan ambilan glukosa pada hati dan
otot, penurunan metabolisme glukosa di dalam sel. Prodosudjadi dalam
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2009) mengungkapkan studi eksperimental dan
studi klinik yang menunjukkan bahwa mekanisme yang paling utama pada PGK
terjadi melalui defek post reseptor pada otot skeletal. Gangguan tersebut terutama
terjadi pada tahap pengambilan glukosa dan metabolisme glukosa di jaringan.

Disamping itu sejalan dengan penurunan fungsi ginjal pada pasien yang diikuti
oleh penurunan kliren insulin oleh ginjal, akumulasi toksik uremik, asidosis
metabolik secara bersama turut berperan memicu resitensi melalui berbagai
mekanisme yang kemudian memperberat keadaan resistensi insulin. Respon yang
diharapkan terjadi pada keadaan gangguan sensitifitas insulin adalah peningkatan
sekresi insulin sebagai upaya memperbaiki metabolisme glukosa. Akan tetapi pada
banyak kasus ternyata hal ini tidak terjadi. Penekanan sekresi insulin ini terjadi
pada gangguan fungsi ginjal tahap lanjut, akibatnya pasien cenderung mengalami
gangguan toleransi glukosa. Salah satu faktor yang menyebabkan penekanan
sekresi insulin pada CKD adalah keadaan asidosis metabolik.

Pada awal CKD hanya terjadi sedikit perubahan kliren insulin oleh ginjal. Pada
pasien, sebagai mekanisme kompensasi terhadap penurunan filtrasi glomerulus
terjadi peningkatan pengambilan insulin peritubuler, mekanisme ini mampu
dipertahankan sampai laju filtrasi glomerulus menurun sampai 15-20 ml/menit.
Pada tahap ini terjadi penurunan kliren insulin yang diperantarai oleh penurunan
metabolisme insulin di hati yang terjadi secara bersamaan. Gangguan metabolisme
insulin dihati diinduksi oleh toksin uremik, keadaan ini membaik setelah dialisis.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


75

Oleh karenanya disamping mendapatkan terapi insulin eksogen, pasien juga


menjalani hemodialisa dua kali/minggu yakni setiap rabu dan sabtu.

Selama perawatan pasien mendapatkan terapi insulin prandial (Novorapid) 3x10


unit sebelum makan yang diberikan 10 menit sebelum makan. Pemberian terapi ini
dievaluasi setiap hari dengan pertimbangan gula darah yang fluktuatif dan kondisi
penurunan fungsi ginjal. Pasien tidak lagi mendapatkan terapi insulin basal oleh
karena kecenderungan hipoglikemia dan ketidakadekuatan nutrisi, disamping
penurunan sensitivitas hormon kontraregulator (glukagon). Selama pemberian
asuhan keperawatan sejak 09-12-13 s.d 25-12-13, gambaran gula darah pasien
(terutama GDP) fluktuatif dan cenderung hipoglikemia. Kondisi hipoglikemia
(GD< 80 mg/dL) ini mengakibatkan pasien mengalami kelemahan karena
ketidakcukupan energi dan kegelisahan (risiko gangguan perfusi jaringan serebral).

Risiko perubahan kesadaran dapat terjadi karena gangguan metabolisme di otak


akibat hipoglikemia. Sehingga kadar glukosa darah harus dipertahankan di atas
batas kritis. Hipoglikemia yang dialami pasien kemungkinan disebabkan karena
asupan nutrisi yang tidak adekuat, efek samping kelebihan dosis insulin, dan
sekresi insulin basal yang masih berfungsi baik. Tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi hipoglikemia adalah dengan berkolaborasi untuk
mengurangi dosis insulin (prandial 10 unit  4 unit), menghentikan pemberian
insulin basal dan meningkatkan asupan nutrisi (karbohidrat sederhana) serta
pemantauan KGDH dilakukan setiap hari. Pemantauan gula darah dilakukan untuk
memantau terjadinya penurunan gula darah yang terlalu rendah yang dapat
menimbulkan gejala syok hipoglikemia yang ditandai dengan iritabilitas progresif
yang menyebabkan pingsan, kejang dan koma.

Pada kondisi normal glukagon dan epinefrin disekresi pada kejadian hipoglikemia
akut. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan
glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan lipolisis di jaringan
lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol (hasil lipolisis serta asam
amino alanin dan aspartat) merupakan bahan baku (precursor) glukoneogenesis
hati (Black, 2009). Pada pasien Ny. MW, hipoglikemia berulang yang terjadi

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


76

terkait dengan hilangnya glucose counter regulation dan gangguan simpatoadrenal.


Hal ini dapat terjadi pada pasien DM yang sudah berlangsung lama, sehingga
respon simpatoadrenal yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang
bervariasi. Respon epinefrin terhadap respon yang lain, seperti latihan jasmani
tampaknya normal. Seperti pada gangguan respon glukagon, kelainan tersebut
merupakan kegagalan menganal hipoglikemia yang selektif (Black, 2009;
Ignativicius & Workman, 2010).

Saat dilakukan evaluasi 25-12-13, pasien sudah tidak mengalami hipoglikemia


dalam beberapa hari terakhir. Pemberian insulin prandial (novorapid)
dipertahankan 4 unit/SC. Pasien dan keluarga juga sudah dapat menjelaskan
tentang DM, dapat menjelaskan dan melakukan penyuntikan insulin, serta mampu
menjelaskan penatalaksanaan hipoglikemia.

4) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (trauma jaringan)


Pada masalah keperawatan ini, pemberian intervensi keperawatan dilakukan untuk
mempertahankan kebutuhan aktivitas dan istirahat, serta meningkatkan fungsi dan
perkembangan hidup. Pasien mengeluhkan nyeri pada 3 regio yaitu pedis sinisra
dan dextra, dada, dan perut (table pangkajian). Nyeri dirasakan sedang pada ketiga
regio. Nyeri akut pada pasien membutuhkan penanganan karena nyeri yang tidak
terkontrol meningkatkan stres pada pasien yang berdampak pada status glikemik
(hiperglikemia) dengan meningkatnya kortisol, sehingga memperlambat proses
penyembuhan luka. Berdasarkan teori self care Orem pasien berada pada
kebutuhan suportif-edukatif, dimana pasien membutuhkan bantuan dalam belajar,
mengambil keputusan, pengendalian perilaku. Dalam hal ini, perawat berusaha
meningkatkan self care agency pada pasien dengan mengajarkan melakukan terapi
komplementer. Pada skala ini terapi komplementer diberikan untuk meningkatkan
adapatasi Pasien terhadap nyeri. Disamping itu pada pengelolaan nyeri, perawat
juga melakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian analgetik.

Terapi komplementer (distraksi) dilakukan pasien dengan berdzikir. Distraksi


mencakup memfokuskan perhatian Pasien pada sesuatu selain nyeri. Terapi ini
dirasakan pasien lebih efektif dalam mengontrol nyeri dibandingkan relaksasi
napas dalam. Dalam peranannya sebagai terapi, O'Sullivan (dikutip dalam

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


77

American Music Theraphy, 2006) mengemukakan bahwa distraksi mempengaruhi


imaginasi, intelegensi dan memori, di samping juga mempengaruhi hipofisis di
otak untuk melepaskan endorfin. Endorfin ketahui dapat mengurangi rasa nyeri,
sehingga dapat mengurangi penggunaan obat analgetik, juga menurunkan kadar
katekolamin dalam darah, sehingga denyut jantung menurun. Berdasarkan teori self
care Orem selama 14 hari proses keperawatan, pasien telah mampu mengatasi
nyeri yang dirasakan dengan distraksi.

5) Kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan gangguan metabolik


dan malnutrisi
Pada masalah keperawatan ini, pemberian intervensi keperawatan dilakukan untuk
mempertahankan kebutuhan keamanan dan proteksi, serta meningkatkan fungsi
dan perkembangan hidup. Pasien didiagnosa multiple ulkus. Pada kedua tungkai
pasien ditemukan 7 ulkus (tabel pengkajian) dengan ukuran dan karakteristik yang
berbeda disertai dengan kulit kering pada kedua tungkai, arteri pedis dorasalis
sinistra sulit teraba, arteri dorsalis dextra teraba normal. Dari ketujuh ulkus terdapat
1 ulkus dengan penyembuhan luka yang tidak maksimal (dibandingkan dengan
keenam ulkus lainnya) yaitu ulkus pada maleolus lateral pedis sinistra ukuran
3x2x2 cm, warna dasar luka kuning kehijauan, slough 100%, epitelisasi tepi luka (-
), granulasi (-), darah (-), bau (-), infeksi (+). Sesuai dengan kondisi ini,
berdasarkan teori self care Orem pasien berada pada kebutuhan kompensatori
sebagian dimana pasien berada dalam ketidakmampuan untuk melakukan sebagian
aktivitas perawatan diri. Hal ini diakibatkan karena keterbatasan aktual,
ketidakadekuatan pengetahuan dan keterampilan serta ketidaksiapan belajar pada
pasien. Pada kondisi ini perawat dan pasien memiliki andil yang sama dalam
melaksanakan self care. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai kondisi ini
adalah membantu sebagian aktivitas perawatan diri seperti rawat luka, monitoring
gula darah, dan motivasi pasien untuk meningkatkan asupan makan guna
memaksimalkan proses penyembuhan luka.

Proses penyembuhan yang tidak maksimal pada ulkus ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu malnutrisi, infeksi, gangguan sirkulasi. Pengelolaan ulkus
kaki diabetik dilakukan dengan berkolaborasi dengan tim bedah vaskuler, dan ahli
gizi setiap hari. Pengelolaan luka pada kasus ini bertujuan untuk mencapai

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


78

hemostasis, mendukung pengendalian infeksi, membersihkan (debride) material


infeksi, membuang benda asing, mempersiapkan dasar luka untuk graft atau
konstruksi flap, mempertahankan keseimbangan kelembaban, melindungi kulit
sekitar luka, mendorong kesembuhan luka dengan penyembuhan primer dan
penyembuhan sekunder. Untuk mencapai tujuan ini dilakukan wound care dengan
mengaplikasikan TIME management;

Untuk memaksimalkan proses penyembuhan luka, maka pengangkatan jaringan


nekrotik dan slough dilakukan. Pembuangan jaringan nekrotik dan slough
dilakukan pada ulkus DM hingga bagian nekrotik/slough luka. Pembuangan
jaringan nekrotik juga dilakukan dengan menerapkan debridement autolitik
didasarkan pada kemampuan macrofag untuk memfagositosis debris dan jarngan
nekrotik menggunakan hydrocoloids dan hydrogels untuk mendukung lingkungan
yang lembab yang akan meningkatkan aktifitas makrofag.

Kontrol inflamasi dan infeksi merupakan bagian dari intervensi kerusakan


integritas kulit dan jaringan. Pada penatalaksanaan rawat luka, kontrol infeksi dan
inflamasi dilakukan dengan menerapkan pencucian luka dengan acetic acid yang
dicampur NaCl. Luka diusap/digosok dari area minim kontaminasi ke area
maksimal kontaminasi (dari tepi luka ke dalam). Pengendalian infeksi juga
dilakukan dengan kolaborasi pemberian terapi medikasi antibiotik Ampicilin
Sulbactam 1.5 gr/12 jam/iv dan Vancomicyn 1 g/12 jam/iv sesuai hasil kultur
pasien.

Luka dapat memproduksi eksudat mulai dari jumlah sedikit, sedang, hingga
banyak. Luka dengan eksudat yang banyak dapat menyebabkan maserasi pada kulit
sekitar luka dilain pihak luka dengan eksudat sedikit atau tidak ada dapat menjadi
kering. Oleh karena itu perlu ada keseimbangan kelembaban pada luka. Untuk
menjaga keseimbangan kelembaban pada luka maka dilakukan penutupan luka
dengan kasa lembab dan kering

Penyembuhan luka berfokus pada perawatan kulit sekitar luka. Tepi luka yang
berwarna pink merupakan gambaran luka yang sehat sebaliknya tepi luka yang
menebal atau tidak jelas batasnya merupakan gambaran luka yang kurang baik.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


79

Perawatan tepi luka pada Pasien dilakukan dengan mengontrol eksudat agar tidak
mengenai tepi luka, memberi kelembaban pada kulit sekitar luka menggunakan
skin lotion. Gambaran luka dengan granulasi yang baik serta kontrol infeksi dan
inflamasi yang adekuat.

Disamping wound care, pengelolaan kerusakan integritas kulit dan jaringan juga di
lakukan dengan keadekuatan asupan nutrisi, edukasi dan latihan (ROM) ankle,
serta mengevaluasi status vaskular (sirculation care) serta pematauan pemeriksaan
laboratorium (PT/APTT, albumin, Hb, dan trombosit) untuk mengetahui kondisi
perfusi perifer. Perfusi perifer berperan dalam penyembuhan luka dan harus dikaji
pada pasien dengan ulkus. Sirkulasi yang terganggu meningkatkan risiko
kegagalan penyembuhan, PAD dan amputasi. Saat dilakukan evaluasi pada 25-12-
13, masalah kerusakan kulit dan jaringan belum teratasi. Pada 20-12-13 dilakukan
redebridement pada ulkus maleolus lateral pedis sinistra dan direncanakan untuk
skin graft pada 26-12-13. Selama 14 proses keperawatan, pasien sangat bekerja
sama dalam pengelolaan ulkus diabetik. Berdasarkan teori self care Orem, pasien
tidak mengalami perubahan dalam tingkat ketergantungan (kompensatori
sebagian), namun pasien telah mau belajar dan mengatasi nyeri secara mandiri
terutama saat rawat luka.

6) Risiko kurang volume cairan dan elektrolit


Pada masalah keperawatan volume cairan dan elektrolit, pemberian intervensi
keperawatan dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
pemenuhan kebutuhan eliminasi serta meningkatkan fungsi dan perkembangan
hidup. Saat dirawat pasien menggunakan foley kateter untuk BAK dan popok untuk
BAB. Pasien mendapatkan pembatasan asupan cairan dengan balance -500 cc.
Dengan pembatasan cairan tersebut, pasien berisiko untuk mengalami kekurangan
cairan dan elektrolit. Hal ini dibuktikan dengan pembatasan cairan, bibir dan
mukosa kering, konjungtiva pucat, dan turgor kulit yang tidak elastis serta
pemberian diuretik yakni furosemid dan lasix.

Sesuai dengan kondisi ini, berdasarkan teori self care Orem pasien berada pada
kebutuhan kompensatori sebagian dimana pasien berada dalam ketidakmampuan
untuk melakukan sebagian aktivitas perawatan diri. Hal ini diakibatkan karena

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


80

keterbatasan aktual, ketidakadekuatan pengetahuan dan keterampilan serta


ketidaksiapan belajar pada pasien. Pada kondisi ini perawat dan pasien memiliki
andil yang sama dalam melaksanakan self care. Pada kondisi ini pasien melakukan
monitoring terhadap produksi urin dan mampu melakukan BAB di toilet dengan
bantuan orang lain (untuk mobilisasi). Tindakan keperawatan yang dilakukan
sesuai kondisi ini adalah membantu sebagian aktivitas perawatan diri untuk
mempertahakan kemampuan eliminasi dengan mempertahankan hidrasi cairan
sesuai terapi yang bertujuan untuk mencegah konstipasi dan mobilisasi
mikroorganisme, memonitor input dan output urin serta hasil pemeriksaan
laboratorium yang berhubungan dengan keseimbangan cairan.

Prinsip pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien DM dengan CKD
adalah menjaga keseimbangan fisiologis tubuh (cairan, elektrolit, asam basa darah,
dan nutrisi) serta mencegah dan mengobati komplikasi. Sehingga aspek terapi
cairan bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis tubuh yang
terkait pula dengan nutrisi. Pada pasien ini, perawat melakukan kolaborasi untuk
menjaga keseimbangan cairan yang bertujuan untuk memelihara sirkulasi internal
dan volum ekstraselular secara konstan dengan mengatur asupan cairan pasien.
Terapi cairan pada CKD dapat berbeda pada satu pasien dengan pasien lainnya,
dan berbeda pula pada seorang pasien dari hari kehari. Sebelum memberikan terapi
cairan harus ditentukan terlebih dahulu status hidrasi pasien, apakah hipovolemia,
normovolemia, atau kelebihan cairan (overload). Pada pasien ini, perawat
melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap status hidrasi dengan pemeriksaan
turgor kulit, auskultasi paru untuk menilai edema paru, pemeriksaan edema
tungkai, catatan keluar dan masuk cairan setiap hari, dan pengukuran berat badan.

Pasien cukup bekerja sama dalam proses keperawatan yang dilakukan selama 14
hari. Tidak terjadi perubahan tingkat ketergantungan (kompensatori sebagian) pada
pasien, namun pasien mau belajar untuk memenuhi kebutuhan cairan (minum)
sebanyak 600 cc/24 jam, dan mau mencatat setiap masukan dan produksi urin
dalam 24 jam.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


81

7) Hambatan Mobilitas Fisik

Pada masalah keperawatan ini, pemberian intervensi keperawatan dilakukan untuk


meningkatkan aktivitas dan istirahat serta meningkatkan fungsi dan perkembangan
hidup. Saat dirawat pasien mengeluhkan lemas dan membutuhkan bantuan untuk
memenuhi aktivitas sehari-hari seperti barganti pakaian, berpindah tempat, mandi,
makan, BAK dan BAB. Kelemahan yang menyebabkan hambatan mobilitas fisik
dapat diakibatkan karena defisiensi/resistensi insulin, anemia, dan asupan nutrisi
yang tidak adekuat. Sesuai dengan kondisi ini, berdasarkan teori self care Orem
pasien berada pada kebutuhan kompensatori sebagian dimana pasien berada dalam
ketidakmampuan untuk melakukan sebagian aktifitas perawatan diri. Hal ini
diakibatkan karena keterbatasan aktual, ketidakadekuatan pengetahuan dan
keterampilan serta ketidaksiapan belajar pada pasien. Tindakan keperawatan yang
dilakukan sesuai kondisi ini adalah membantu sebagian aktivitas perawatan diri
untuk mempertahankan dengan memotivasi pasien untuk melakukan ROM aktif.

Pada pasien dengan DM tipe II terjadi kerusakan dalam produksi maupun sistem
kerja insulin, sedangkan insulin sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi
metabolisme karbohidrat. Akibatnya, pasien diabetes mellitus akan mengalami
gangguan pada metabolisme karbohidrat. Insulin tidak dapat menjalankan fungsi
penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Kondisi ini menghambat
transport glukosa ke dalam sebagian besar sel sehingga pasien mengalami
kelemahan yang diperberat oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk meningkatkan mobilitas fisik


pasien secara bertahap adalah ambulasi, latihan fisik dan self-care dalam
pemenuhan ADL disamping manajemen nutrisi. Dalam memberikan asuhan
keperawatan dilakukan kolaborasi bersama tim rehabilitasi medik dalam pemberian
latihan (ROM) sesuai tingkat toleransi pasien. ROM dilakukan selain untuk
mencegah kekakuan otot dan meningkatkan sirkulasi juga bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot pasien. Disamping itu pemantauan terhadap
pemeriksaan darah (anemia) dan asupan nutrisi juga dilakukan. Pada saat penulis
melakukan evaluasi pada 25-12-13, pasien telah mengalami peningkatan kekuatan
otot, peningkatan skor barthel indeks (11/ketergantungan sedang 
16/ketergantungan ringan), dan telah dapat berpindah tempat dengan pengawasan.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


82

8) Risiko penyebaran infeksi sekunder berhubungan dengan penyakit kronis dan


ketidakadekuatan pertahanan sekunder
Pada masalah keperawatan ini, pemberian intervensi keperawatan dilakukan
sebagai pencegahan terhadap risiko yang mengancam kehidupan. Diabetes melitus
dengan komplikasi merupakan faktor risiko infeksi pada pasien karena penurunan
imunitas akibat defek makrofag. Pasien dirawat dengan CAP dan gagal ginjal. Saat
ini pasien mengalami penurunan nafsu makan (malnutrisi), infeksi (CAP),
kelemahan, dan ulkus diabetik. Perburukan kondisi pada pasien ini dapat terjadi,
oleh karena itu pencegahan infeksi merupakan hal yang penting terutama pada
pasien dengan riwayat KAD.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah dengan berkolaborasi dengan


multidisiplin dan bekerja sama dengan pasien dan keluarga. Selain dengan
pemberian antibiotik (ampicilyn sulbactam 1.5 gr, vancomicyn 500mg, dan
imepenem), pencegahan terhadap infeksi juga dilakukan dengan menerapkam
teknik steril dalam perawatan luka, memonitor tanda dan gejala infeksi,
meningkatkan personal hygiene pasien dan keluarga, meningkatkan upaya
pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang benar pada pasien dan semua
orang yang berhubungan (keluarga, kerabat, dll), edukasi dan memonitor leukosit
(terutama granulosit dan imunosit). Granulosit (mencakup tiga jesi sel yakni
netrofil, eosinofil dan basofil) bersama dengan monosit membentuk kelompok
fagosit. Neutrofil dalam granulosit dalam sirkulasi yang berperan dalam inflamasi
terhadap infeksi. Jumlah leukosit dalam sirkulasi, 70% merupakan neutrofil dengan
fungsi utama adalah fagositosis. Neutrofil dari sirkulasi darah menuju jaringan
sasaran untk menghancurkan mikroba. Neutrofil dengan proses kemotaksis
berfungsi sebagai fagosit dan bakterisid, dan dengan melepaskan kolagenese yang
dapat memperbaiki kerusakan sel merubah matriks ekstraselule dan membersihkan
luka dari sel yang rusak (Hoffbrand, Pettit, & Moss, 2005).

Pada 07-12-13 ditemukan perubahan jumlah granulosit yakni Leu ↑15070/uL, Bas
0.6%/Eos 3.6%/Neut ↑81.5%/Limf ↓10.3 /Mon 4.0%/LED ↑131 mm. Terjadinya
lekositosis neutrofil pada pasien dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, inflamasi
dan nekrosis jaringan (ulkus diabetik), asidosis metabolic, dan uremia (akibat gagal
ginjal). Peningkatan jumlah neurtofil ini biasanya disertai dengan demam akibat

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


83

dilepaskannya pirogen leukosit. Namun pada pengelolaan hari pertama, tidak


ditemukan gejala klinis infeksi pada pasien. Hipertermi baru dirasakan pasien pada
17-12-13 disertai dengan lekositosis neutrofil dan peningkatan prokalsitonin
(terlampir).

Dalam pencegahan dan pengelolaan infeksi, terjadi perubahan tingkat


ketergantungan dari kompensatori utuh menjadi suportif-edukatif. Pasien belajar
untuk merawat dirinya sendiri, mencuci tangan, dan mengajarkan teknik cuci
tangan pada keluarga dan kerabat yang mengunjunginya. Saat dilakukan evaluasi
pada 25-12-13, risiko infeksi pada luka pasien telah mengalami perbaikan dan
pasien tidak mengalami sepsis. Jumlah leukosit dan granulosit mengalami
penurunan (dalam batas normal), meskipun neutrofil dan LED masih meningkat
yang disebabkan pasien masih mengalami ulkus diabetik dan CAP.

3.3.2 Developmental Self Care Requisites (Mempertahankan keseimbangan antara


interaksi sosial dan kesendirian dan risiko yang mengancam kehidupan dan
kesejahteraan)
Sebelum masuk RS, pasien tidak pernah membayangkan akan menderita komplikasi
DM yakni gagal ginjal diserta infeksi paru. Pasien masih mengeluhkan lemas, nyeri
pada ulkus, dan ketidakmampuan berpindah/berjalan/beraktivitas. Tindakan terapeutik
yang dilakukan agar ancaman kehidupan dan kesejahteraan tidak terjadi adalah
dengan memberikan edukasi tentang tanda dan gejala hiperglikemia/hipoglikemia,
pencegahan jatuh dengan memasang handrail, dan mendekatkan semua kebutuhan
pasien di sekitar tempat tidur.

Pasien mengalami masalah dalam mempertahankan keseimbangan antara interaksi


sosial dan kesendirian. Pasien merasa tidak berguna akibat sakit kronisnya, sehingga
pasien memilih untuk membatasi interaksi dengan orang lain. Ketidakhadiran
keluarga atau pendamping selama sakit menjadi salah satu penghambat bagi pasien
untuk merasakan kehangatan dan kedekatan hubungan sosial.

Selama proses keperawatan, pasien hanya sesekali melakukan kontak sosial dengan
pasien lain, petugas kesehatan dan orang lain setiap hari. Pasien belum berkeluarga
sehingga support system dalam keluarga adalah kakak pasien dan keponakan. Pasien

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


84

mengalami kesepian dan sangat mengharapkan kehadiran keluarga selama perawatan


sehingga pasien mengalami kesulitan untuk mengekspresikan masalahnya.
Berdasarkan teosi self care pasien berada dalam tingkat ketergantungan utuh untuk
beriteraksi dengan sekitar dan mengatasi kesendirian. Praktikan membutuhkan waktu
yang cukup lama (4 hari) untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien.
Pengkajian dan evaluasi untuk mengekslporasi perasaan yang dirasakan pasien dan
kebutuhan edukasi menjadi perhatian khusus pada Ny.Mw.

Tindakan terapeutik yang dilakukan untuk mempertahakan keseimbangan interaksi


sosial dan kesendirian adalah dengan menjadi penghubung yang memberikan
informasi tentang kondisi dan kebutuhan psikologis pasien antara petugas kesehatan,
pasien dan keluarga. Penulis memotivasi keluarga untuk tetap mendampingi dan
mendukung pasien.

Proses keperawatan yang dilakukan selama 14 hari pada Ny.Mw, cukup membawa
perubahan pada tingkat ketergantungan akan kehadiran keluarga (kompensatori utuh
menjadi kompensatori sebagian). Evaluasi yang dilakukan pada selasa, 24-12-2013,
Pasien mau belajar untuk berinteraksi dan berbagi cerita dengan pasien lain. Pasien
sudah mampu untuk memulai menyapa pasien lain terlebih dahulu dan memulai
obrolan.

3.4 Penerapan Teori Self Care Orem


Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai 31 kasus kelolaan dengan menggunakan teori
self care Orem. Selama melakukan praktek residensi, kasus terbanyak yang dikelola
adalah DM tipe 2. Kasus tiroid hanya ditemukan di poliklinik penyakit dalam, namun
sifatnya hanya observasi terhadap tindakan ablasi dan CT scan tiroid. Sementara
pengelolaan kasus DM dengan komplikasi akut seperti ketoasidosis diabetik (KAD) dan
hipoglikemia ditemukan terbanyak di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pada kasus kelolaan
ditemukan bahwa sebagian besar pasien dengan DM tipe 2 telah mengalami komplikasi
kronik yaitu chronic heart failure (CHF), chronic kidney disease (CKD) dan ulkus kaki
diabetik (UKD).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


85

3.4.1 Analisis Penerapan Teori Self Care Orem


Selama proses residensi, pengelolaan pasien DM dilakukan secara holistik dimana
penulis bekerja sama dengan multidisiplin ilmu lain seperti dokter, ahli gizi, apoteker,
dan profesional kesehatan mental dan rehabilitasi medik. Berbagai strategi dan teknik
serta penggunaan media digunakan untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan
pengembangan kemampuan memecahkan masalah dalam berbagai aspek manajemen
DM tipe 1, DM tipe 2, dan DM tipe lainnya. Rencana pengelolaan dirumuskan
sebagai terapi kolaboratif antara pasien dan keluarga, perawat, dokter, dan anggota
lain dari tim perawatan kesehatan. Keterlibatan pasien dan keluarga dalam
pengelolaan DM merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai keberhasilan
pencapaian gula darah yang terkontrol. Perawat bertanggung jawab untuk membantu
pasien dan keluarga agar dapat mengenali masalah dan kebutuhan perawatannya
secara mandiri.

Pendekatan teori self care Orem dalam proses keperawatan pada 31 kasus kelolaan
dijadikan sebagai salah satu acuan dalam pemberian asuhan keperawatan secara
holistik yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan kesehatannya. Teori keperawatan self care Orem pada kegiatan
praktiknya berfokus pada pemenuhan kebutuhan (universal self care requisites,
developmental self care requisites, dan health deviation self care). Kebutuhan ini
dikaji, dievaluasi dan dipenuhi dengan 5 (lima) metode bantuan keperawatan yakni
bertindak, mengarahkan dan menunjukkan, memberikan dorongan fisik dan
psikologik, memberikan dan mempertahankan lingkungan yang mendukung
perkembangan pribadi (Renpenning & Taylor, 2003; Ernawati, 2013). Melalui teori
self care perawat dapat mengeksplorasi lebih dalam hal-hal yang mempengaruhi
perubahan fisiologis maupun psikologis melalui universal self care requisites,
developmental self care requisites, dan health deviation self care (Alligood & Tomay,
2014).

Penerapan teori self care Orem dalam penetapan masalah keperawatan, cukup relevan
dan dapat diintegrasikan dengan NANDA. Hal ini mempermudah perawat dalam
menentukan etiologi dari masalah keperawatan yang muncul pada pasien sehingga
dapat diberikan intervensi yang tepat untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


86

meningkatkan kemampuan dalam merawat diri sendiri, mempertahankan kehidupan


dan kesehatannya, pulih dari penyakit dan mengatasi dampaknya.

Pendekatan teori self care Orem memudahkan peran perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan secara holistik. Hal ini meningkatkan peran perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan yang tidak hanya berorientasi pada kebutuhan fisik saja,
namun juga memperhatikan aspek lain yang membutuhkan pendekatan intensif antara
perawat dan pasien sehingga terbina hubungan yang terapeutik yang menjadi landasan
kebutuhan nursing system dalam teori self care Orem (kompensatori utuh,
kompensatori sebagian, dan suportif-edukatif). Pada proses residensi ini, teori self
care Orem juga diterapkan pada kondisi kegawatdaruratan dan rawat jalan, namun
tentunya dengan stategi dan modifikasi dalam format asuhan keperawatan yang
disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Dalam mengelola 31 kasus kelolaan terdapat beberapa fenomena masalah


keperawatan yang paling sering ditemukan di ruang rawat inap dan instalasi gawat
darurat (IGD). Masalah keperawatan meliputi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, risiko ketidakstabilan gula darah, kerusakan integritas kulit,
ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan dan ketidakpatuhan terhadap manajemen
regimen terapeutik. Berikut diuraikan analisa masalah keperawatan prioritas dengan
pendekatan teori self care Orem selama proses residensi.

Selama praktik residensi, masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi ditemukan


pada sebagian besar pasien dengan DM tipe 2. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar pasien telah mengalami komplikasi baik akut maupun kronik. Komplikasi akut
yang mengakibatkan masalah keperawatan ini adalah ketoasidosis diabetik (KAD)
yang menimbulkan gejala, mual, muntah dan tidak ada nafsu makan. Hipoglikemia
juga menjadi salah satu penyebab pasien mengalami masalah keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi. Beberapa pasien yang dikelola mengalami hipoglikemia
berulang yang diakibatkan karena keterbatasan kognitif.

Penyebab lain yang ditemukan adalah komplikasi neuropati autonomik pada sistem
gastrointestinal (gastroparesis diabetik) seperti mual, muntah, tidak nafsu makan,
merasa penuh pada perut, cepat kenyang, dan kembung. Keluhan ini dialami oleh 6

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


87

pasien (dewasa tua dan lansia) dari 16 pasien kelolaan yang menderita DM lebih dari
5 (lima) tahun selama proses residensi 1. Oleh karena gejala gastroparesis diabetik
tidak khas dan membutuhkan pemeriksaan diagnostik (scintigraphy, radiologi, uji
nafas radioisotop dan USG) mengakibatkan keterlambatan penetapan diagnosa
gastroparesis diabetik (Revicki, Rentz, Dubois, Kahrilas, Stanghellini, Talet et al,
2004; Aljarallah, 2011; Camilleri, Parkman, Shafi, Abell, & Gerson, 2013).

Gastroparesis diabetik adalah kondisi klinik yang mengenai 40% pasien DM tipe 1
dan 10-20% pasien DM tipe 2 (Camilleri, Parkman, Shafi, Abell, & Gerson, 2013).
Kondisi ini ditandai oleh perlambatan pengosongan lambung dan dihubungkan
dengan gejala gastrointestinal bagian atas tanpa adanya obstruksi mekanik.
Perlambatan pengosongan lambung pada pasien-pasien diabetes diakibatkan oleh
hiperglikemia yang tidak terkontrol, gizi buruk, dan dehidrasi, yang dapat
menyebabkan kualitas hidup yang buruk, perawatan lama di rumah sakit, dan
menurunnya tingkat produktivitas. Komplikasi ini dapat mempengaruhi prognosis dan
pengelolaan diabetes, dimana pengelolaan harus disesuaikan sesuai dengan tingkat
keparahan gastroparesis sehingga dibutuhkan pemeriksaan dan evaluasi terhadap
kondisi klinis pasien (Khoo, Rayner, Jones, & Horowitz, 2009).

Disamping KAD, hipoglikemia dan gastroparesis, penyebab lain masalah nutrisi


adalah komplikasi nefropati diabetik yang menyebabkan gagal ginjal kronik pada
sejumlah pasien kelolaan. Komplikasi menimbulkan rasa mual dan muntah karena
efek uremia. Selain itu pasien gagal ginjal kronik juga sering mengalami rasa pahit,
logam, atau asin, atau semacam amoniak. Stomatitis, parotitis, dan gingivitis
merupakan masalah yang umum dikarenakan kurangnya higiene dan pembentukan
amoniak dari saliva yang mengandung urea (Smeltzer & Bare, 2008; Ignativicius &
Workman, 2010; Lewis, Heitkemper, & Butcher, 2014 ).

Masalah keperawatan lain yang ditemukan adalah risiko ketidakstabilan gula darah.
Masalah keperawatan ini ditemukan pada semua pasien yang dikelola selama proses
residensi. Penyebab ketidakstabilan gula darah pada pengelolaan kasus ini disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya keterbatasan kognitif, ketidakpatuhan terhadap
regimen perawatan dan pengobatan, kurangnya dukungan sosial terhadap penderita,
stres, dan penyulit lainnya. Beberapa kondisi yang menyebabkan sulitnya pencapaian

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


88

gula darah yang terkontrol selama proses residensi adalah komplikasi DM yang
menimbulkan keluhan mual, muntah, dan tidak nafsu makan. Kondisi penyulit lainnya
seperti pada pasien DM dengan gangguan hati juga menyebabkan sulitnya pencapaian
gula darah yang terkontrol akibat semakin buruknya metabolisme pada hati.

Pada pasien DM dengan KAD, hipoglikemia, gastroparesis diabetik dan gagal ginjal,
membutuhkan monitoring gula darah untuk mengevaluasi tindakan keperawatan,
penyesuaian dosis insulin dan terapi nutrisi. Pengelolaan masalah ketidakstabilan gula
darah yang telah dilakukan adalah dengan monitor glucose level, provide simple
carbohydrat, management hipoglikemia, serta edukasi. Pada pasien dengan kebutuhan
pada tingkat ketergantungan sedang dan supportif-edukatif, penulis menerapkan buku
harian PGDM untuk memandirikan pasien dan keluarga dalam memonitoring gula
darah secara mandiri. Sedangkan pada pasien dengan tingkat ketergantungan total,
penulis dan perawat melibatkan peran serta keluarga untuk memantau gula darah
harian menggunakan buku harian PGDM. Hasil penerapan buku harian PGDM pada
beberapa pasien dapat dilihat di BAB IV.

Masalah kerusakan integritas kulit hampir terjadi pada sebagian besar pasien DM tipe
2 yang dirawat di lt 7 gedung A demikian pula pasien yang masuk ke instalasi gawat
darurat disebabkan oleh adanya infeksi akibat ulkus diabetik. Selain itu ada beberapa
pasien mengalami ulkus berulang dan pernah mengalami amputasi. Fenomena ini
terjadi akibat pasien mengabaikan keluhan kesemutan dan timbulnya luka kecil pada
kaki yang pada akhirnya berkembang menjadi luka yang besar dan mengalami infeksi.
Rata-rata pasien tidak segera mendatangi pelayanan kesehatan untuk memperoleh
perawatan luka dan baru berobat ketika ulkus mengalami perburukan. Rendahnya
pengetahuan pasien tentang komplikasi kaki diabetes tidak terlepas dari minimnya
sumber informasi yang dapat mereka akses dan keterbatasan kognitif. Hal ini
dibuktikan dengan minimnya pengetahuan tentang perawatan kaki, senam kaki,
pencegahan luka, dan nutrisi DM. Sehingga sebagian besar pasien dengan UKD yang
dirawat merupakan pasien berulang dan sebagian lagi harus menjalani amputasi jari,
below knee, dan amputasi above knee akibat peripheral neurophaty (PNP), peripheral
vascular disease (PVD) dan infeksi.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


89

Gambaran kasus kelolaan dengan UKD sesuai dengan beberapa hasil penelitian. Salah
satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Merza dan Tesfaye (2003) yang
mengemukakan bahwa risiko UKD meningkat dengan adanya kondisi peripheral
neurophaty (PNP), peripheral vascular disease (PVD), faktor biomekanikal (trauma),
riwayat ulkus sebelumnya, kegagalan kontrol glikemik, durasi menderita DM, ras,
kebiasaan merokok, usia dan jenis kelamin. Disamping itu faktor lain yang
berkontribusi terhadap kejadian UKD menurut Kurniasari (2007) pada 136 responden
adalah aktivitas/senam kaki (p<0.001), perawatan kaki (p<0.024), pencegahan luka
(p<0.002), kontrol glikemik (p<0.018), diet (p<0.05), dan pengetahuan dengan
p<0.002 (Kurniasari, 2007).

Pengelolaan UKD bertujuan untuk mengurangi angka morbiditas (akibat infeksi dan
amputasi), mencegah UKD berulang atau kekambuhan (recurrence) dan mortalitas.
Pada pasien DM dengan UKD tujuan penatalaksanaanya tidak lagi mengacu pada
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang, tetapi pada tujuan umum dan tujuan
akhir yaitu meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan morbiditas dan mortalitas
(PERKENI, 2011). Frykberg (2006) mengemukakan tujuan utama penatalaksanaan
UKD adalah mencapai penutupan luka sesuai proses penyembuhan semaksimal
mungkin, perbaikan UKD dan menurunkan laju kekambuhan sedapat mungkin untuk
mencegah amputasi pada penderita DM dengan UKD.

Pengelolaan UKD menggunakan pendekatan teori self care Orem bersifat


mulitfaktorial, oleh karena itu penulis berkolaborasi (kontrol mekanik, kontrol
metabolik, kontrol luka, kontrol infeksi, kontrol vaskular dan edukasi) dengan
multidisiplin lain untuk meningkatkan perfusi, mencegah infeksi, mengatasi nyeri,
mengelola edema, mengurangi tekanan, dan meningkatkan kondisi umum (Frykberg,
Zgonis, Armstrong, Driver, Giurini, Kravits, Landsman, et al., 2006 ; Driver,
Landowski, & Madsen, 2006; Edmons, Foster, & Sanders, 2008). Deteksi dini faktor-
faktor risiko serta pencegahan UKD berulang merupakan komponen kunci dalam
pengelolaan keseluruhan UKD untuk mencegah amputasi. Oleh karena itu edukasi
dan reedukasi tentang perawatan kaki, senam, latihan keseimbangan dan kekuatan otot
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dalam mengenali
masalah dan kebutuhan perawatan di rumah sakit dan saat pulang.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


90

Masalah keperawatan lain yang ditemukan adalah ketidakefektifan pemeliharaan


kesehatan. Masalah keperawatan ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan
mengidentifikasi, mengelola dan atau mencari bantuan untuk mempertahankan
kesehatan. Pada pengelolaan 30 kasus ini, sebagian pasien DM yang dirawat berasal
dari luar jakarta. Ketika terdiagnosa DM, pasien dan keluarga tidak segera
mendapatkan edukasi tentang manajemen DM. Minimnya saran untuk mencari
sumber informasi menimbulkan berbagai opini yang kurang tepat di masyarakat.
Seperti adanya pemahaman tentang DM basah (ditandai dengan timbulnya luka yang
sulit sembuh) dan DM kering (tanpa luka). Opini lain yang berkembang adalah
olahraga tanpa alas kaki pada penampang yang hangat untuk meningkatkan aliran
darah pada pasien DM. Hal ini tentunya berbahaya karena dapat menimbulkan trauma
pada kaki. Disamping itu berkembangnya praktik-praktik pengobatan alternatif
dengan berbagai macam pilihan memperburuk ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan. Rata-rata masalah ini muncul pada pasien yang telah mengalami DM lebih
dari 5 tahun dan rata-rata mereka tidak mengetahui manajemen DM secara baik.
Kontrol gula darah yang buruk dalam jangka waktu yang lama menyebabkan
sejumlah komplikasi datang lebih cepat.

Gambaran kurang pengetahuan pasien selama proses residensi sesuai beberapa


penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Gulabani, John dan Isaac (2008) terhadap
pengetahuan pasien DM di India menunjukkan bahwa 50,5% pasien berpikir bahwa
diabetes dapat disembuhkan dan 63,4% pasien mengatakan bahwa pengobatan DM
sepanjang hidup, dan ini mencerminkan mentalitas pasien bahwa setelah gula darah
dikendalikan, mereka bisa berhenti minum obat, 46,5% pasien dengan benar
mengatakan bahwa diabetes dapat dicegah dan hanya 28,7% yang menyadari
penyebab diabetes. Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang pencegahan
primer dan primordial diabetes pada populasi. Selain itu penelitian yang dilakukan
Parera, De Silva, dan Parera (2013) tentang pengetahuan pasien DM di Srilanka
mengemukakan bahwa rata-rata pasien memiliki pengetahuan yang baik tentang DM
(70%) namun demikian hampir separuh pasien (44%) meyakini bahwa DM
merupakan penyakit yang bisa diobati selain itu hampir 90% memilki pengetahuan
yang buruk tentang gejala hipoglikemi dan hiperglikemi, 40% responden memilki
pengetahuan yang tidak baik tentang kisaran gula darah puasa normal, gula darah
harus dikontrol secara berkala, olahraga teratur dapat mengontrol gula darah, diet

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


91

penting dilakukan selain minum obat dalam mengelola diabetes. Hanya 68%
partisipan yang mengetahui bahwa luka pada kaki harus dikontrol secara berkala dan
hanya 50% yang mengetahui penting memeriksakan mata setiap tahunnya.

Masalah keperawatan lain yang cukup banyak ditemukan adalah ketidakpatuhan


terhadap regimen terapeutik. Masalah ini ditemukan pada sebagian besar pasien yang
mulanya mendapatkan terapi OHO. Lamanya pengobatan dan rutinitas berobat ke
poliklinik menimbulkan perasaan bosan, jenuh dan lelah pada pasien. Hal ini
mengakibatkan pasien memilih untuk tidak berobat atau mencari pengobatan
alternatif. Besarnya dukungan orang terdekat atau keluarga juga tururt mempengaruhi
kepatuhan pasien dalam pengelolaan DM. Suatu penelitian tentang faktor yang
berkontribusi pada kepatuhan pasien DM yang dilakukan oleh Bangun (2009) di
RSHS Bandung mengemukakan bahwa pasien DM yang mendapat dukungan sosial
berpeluang 9,067 kali untuk mematuhi terapi penatalaksanaan DM, faktor psikologis
(pasien yang memiliki faktor psikologis yang baik berpeluang 0,24 kali untuk patuh),
durasi menderita DM (pasien DM yang menyandang DM < 12 tahun berpeluang
0,093 kali untuk patuh) dan komplikasi akibat penyakit (pasien DM yang mengalami
komplikasi < 3 berpeluang 0,143 kali untuk patuh). Dari beberapa faktor diatas faktor
yang paling dominan terhadap ketidakpatuhan pasien DM terhadap terapi
penatalaksanaan DM adalah faktor sosial dan durasi menderita DM.

Penelitian lain oleh Osterberg dan Blaschke (2005) mengungkapkan penyebab


hambatan kepatuhan terletak pada kontrol pasien sehingga perhatian pada pasien
merupakan langkah penting untuk meningkatkan kepatuhan. Beberapa penelitian
tentang kepatuhan terhadap konsumsi obat mengungkapkan bahwa 30% pasien tidak
mengkonsumsi obat karena lupa, 11% memutuskan untuk mengabaikan dosis, 9%
karena kurang informasi, 7 % karena faktor emosi, 16 % karena faktor lain dan 27%
tidak memberikan alasan terhadap ketidakpatuhan terhadap regimen. Selain itu
petugas kesehatan juga berkontribusi terhadap ketidakpatuhan pasien dengan adanya
regimen pengobatan yang kompleks, tidak memberikan penjelasan yang memadai
tentang manfaat obat dan efek sampingnya, tidak mempertimbangan gaya hidup
pasien dan biaya pengobatan dan buruknya hubungan antara pemberi pelayanan
kesehatan dengan pasien.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


92

Selain mengelola kasus di ruang rawat inap, penulis juga melakukan pengelolaan
kasus di IGD dan Poliklnik penyakit dalam RSUPN Ciptomangunkusumo. Masalah
keperawatan yang sering muncul di IGD adalah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, penurunan perfusi jaringan, gangguan
pertukaran gas, dan kekurangan volume cairan. Masaalah keperawatan ini muncul
dikarenakan rata-rata pasien kelolaan yang masuk ke IGD mengalami komplikasi akut
DM yaitu ketoasidosis diabetik (KAD). KAD merupakan kondisi kegawat daruratan
yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya
kematian. Pendekatan dalam manajemen KAD adalah pemulihan terhadap defisit
volume cairan akibat diuresis osmotik, perbaikan terhadap hiperglikemia dan
ketosis/asidosis, koreksi terhadap nilai elektrolit yang abnormal (kadar potassium
harus mencapai >3,3 mmol/liter sebelum pemberian insulin karena pemberian insulin
pada pasien dapat menyebabkan kondisi hipokalemia yang dapat berakibat fatal bagi
pasien karena dapat mengakibatkan paralisis sistem pernafasan, aritmia dan
kematian). Pengelolaan pada 9 (sembilan) pasien KAD di IGD meliputi monitoring
rehidrasi cairan, monitoring elektrolit dan nilai asam basa dengan memantau setiap
perubahan kondisi yang terjadi. Pemantauan yang ketat terhadap kondisi pasien dapat
mengurangi kematian karena keterlambatan dalam melakukan tindakan maupun
kesalahan dalam menginterpretasikan hasil laboratorium akan berakibat fatal bagi
pasien.

Sedangkan masalah keperawatan pada pasien rawat jalan di poliklinik kaki adalah
kerusakan integritas kulit, ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (ketidaksiapan
meningkatkan manajemen kesehatan diri). Dari 10 pasien kelolaan di poliklinik
penyakit dalam, 80% berada pada tingkat ketergantungan kompensatori sedang dan
suportif edukatif terhadap manajemen DM dimana mereka patuh terhadap regimen
pengobatan walaupun belum sepenuhnya menjalani 4 pilar penatalaksanaan DM
dengan baik dan benar. Sedangkan dua (2) orang pasien berada pada tingkat
ketergantungan kompensatori utuh akibat berbagai komplikasi yang dialami. Namun
tidak bersedia untuk menjalani rawat inap.

Masalah-masalah keperawatan ini menjadi tanggung jawab perawat sebagai pemberi


asuhan keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan pasien maupun kepatuhan
pasien dalam menjalani manajemen DM. Menurut Peimani, Tabatabaei-Malazi dan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


93

Pajouhi (2010) perawat spesialis sebagai administrator, pemimpin, manajer dan


kolaborator diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien DM dan keluarga
dengan memberikan dukungan psikologi dan sosial yang diperlukan untuk membantu
klien mengelola penyakitnya. Peran penting perawat spesialis diharapkan dapat
meningkatkan pemberdayaan pasien untuk lebih baik mengelola penyakit mereka
secara mandiri dan meningkatkan kualitas hidup mereka melalui penyediaan
informasi dan konsultasi. Sehingga diharapkan pasien dan keluarga mampu
memenuhi kebutuhan perawatan diri mereka terhadap pengobatan, perubahan pola
dan gaya hidup agar diperoleh kontrol gula darah yang adequat dan pada akhirnya
dapat mengurangi terjadinya komplikasi dan kecacatan.

3.4.2 Kelebihan dan Keterbatasan Pelaksanaan Teori Self Care Orem


Teori self care Orem dapat dilakukan dalam berbagai kasus termasuk dalam kasus
sistem endokrin. Penerapan teori self care cukup sesuai untuk pasien dengan
gangguan metabolik seperti pada pasien DM yang harus mampu mengenali masalah
kesehatan merekan dan mampu melakukan perawatan diri secara mandiri. Pasien
dengan DM harus mampu mengendalikan gula darah mereka dengan pengaturan
makan yang sesuai, olah raga, penggunaan OHO atau insulin, dan kebutuhan edukasi.
Melalui penerapan teori self care Orem, perawat dan pasien serta keluarganya belajar
untuk meningkatkan kemampuan dan kekuatan individu dalam perawatan diri.
Perawat tidak hanya memberikan informasi saja, akan tetapi pembelajaran terhadap
pasien dengan keterlibatan keluarga harus diberikan pada situasi dan waktu yang tepat
untuk mencapai hasil yang efektif. Perawat menentukan dan menyiapkan dengan tepat
informasi yang dibutuhkan dan waktu yang sesuai untuk kebutuhan belajar bagi
pasien dan keluarga. Tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan tingkat
kemandirian berupa guidance, teach, support, dan providing development
environment memberikan rasa percaya diri pada kesiapan beberapa pasien dan
keluarga untuk mengenali masalah dan mencari solusi masalah kesehatan ketika tidak
lagi dirawat.

Keterbatasan dalam penerapan teori self care Orem selain dari faktor format yang
cukup rumit, juga berada pada pasien dengan motivasi yang kurang untuk dapat
melakukan perawatan mandiri. Kurangnya motivasi diakibatkan oleh beberapa faktor
diantaranya keterbatasan kognitif dan dukungan orang terdekat. Keterbatasan kognitif

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


94

disamping karena faktor pendidikan juga berkaitan dengan minimnya kemampuan


pasien dan keluarga untuk mencari sumber informasi. Sedangkan dukungan orang
terdekat berkaitan dengan kewenangan pengambilan keputusan terhadap kondisi
pasien. Hal ini mempengaruhi motivasi dan percaya diri pasien untuk melakukan
perawatan mandiri. Perawat harus mampu berkomuniksi secara efektif dan
menumbuhkan rasa percaya diri kepada pasien dan keluarga. Perawat harus
menyiapkan strategi untuk melakukan pendekatan kembali saat pasien dan keluarga
tidak percaya dan tidak koperatif.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


BAB IV

ANALISIS PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING


BUKU HARIAN PEMANTAUAN GULA DARAH MANDIRI (PGDM)
PADA DIABETES MELITUS

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein sehingga menyebabkan
hiperglikemia (Black & Hawks, 2009). Salah satu pengelolaan hiperglikemia pada
pasien DM adalah dengan pemberian terapi farmakologis yaitu obat hipoglikemi oral
(OHO) dan terapi insulin. Pemberian terapi farmakologis ini membutuhkan
pemantauan kadar gula darah untuk mencapai kontrol glikemik. Hasil pemantauan ini
digunakan untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai pedoman penyesuaian diet,
latihan jasmani dan obat-obatan untuk mencapai kadar glukosa darah senormal
mungkin, terhindar dari keadaan hiperglikemia ataupun hipoglikemia (Soewondo,
2013)

Tujuan keseluruhan manajemen DM adalah untuk mencapai dan mempertahankan


kontrol glukosa darah dan mengurangi risiko komplikasi jangka panjang. Banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa manajemen modern dengan kontrol glikemik
intensif dapat membatasi, menunda atau mencegah terjadinya komplikasi kronis DM.
Namun pengobatan DM intensif ini dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko
hipoglikemia, terutama pada pasien DM tipe 1 dan DM tipe 2 dengan terapi insulin
(Shafiee, Mohajeri-Tehrani, Pojouhi and Larijani, 2012).

Pasien DM dengan pengobatan insulin secara intensif sering disertai dengan


meningkatnya risiko hipoglikemia (Cabezudo, Madec-Hilly, & Aslam, 2013;
PERKENI, 2011; Stefanova, 2013). Hipoglikemia adalah keadaan darurat medis
perlu diwaspadai dan dikelola untuk mencegah organ dan kerusakan otak. Spektrum
gejala tergantung pada durasi dan keparahan hipoglikemia yang bervariasi dari
aktivasi otonom dengan perubahan perilaku untuk fungsi kognitif hingga terjadinya

95 Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


96

kejang atau koma. Komplikasi jangka pendek dan jangka panjang termasuk
kerusakan neurologis, trauma, kejadian kardiovaskular dan kematian (Shafiee,
Mohajeri-Tehrani, Pojouhi and Larijani, 2012).

Dalam sebuah studi yang sama yang dilakukan oleh Cryer, Exelrod, & Grossman
(2009) diketahui bahwa frekuensi hipoglikemia ditemukan lebih rendah pada orang
dengan diabetes tipe 2 dibandingkan tipe 1. Dalam penelitian lain yang dilakukan
oleh The UK Hypoglycemia Study (2007) menunjukkan bahwa pada pasien DM tipe
2, risiko hipoglikemia berat rendah dalam beberapa tahun pertama (7%) dan risiko
meningkat menjadi 25% dalam perjalanan diabetes. Namun dengan prevalensi DM
tipe 2 yang 20 (dua puluh) kali lebih tinggi dari DM tipe 1, menyebabkan pasien DM
tipe 2 akhirnya memerlukan pengobatan dengan insulin. Oleh karena itu sebagian
besar episode hipoglikemia juga dapat terjadi pada pasien DM tipe 2 (Shafiee,
Mohajeri-Tehrani, Pojouhi and Larijani, 2012).

Di Indonesia data terjadinya hipoglikemia pada pasien DM belum dilaporkan secara


lengkap. Namun hasil penelitian di RSCM yang dilakukan Karsono, dkk pada tahun
1990-1991 memperlihatkan episode hipoglikemia sebanyak 15.5% kasus per tahun,
dengan proporsi wanita lebih besar pada wanita daripada pria dan sebesar 65%
berlatar belakang DM. Saat ini peningkatan risiko hipoglikemia juga ditemukan pada
pasien DM yang dirawat di ruang rawat panyakit dalam wanita (Boedisantoso, 2013).

Berdasarkan hasil pengamatan sepanjang periode September - Desember 2013, dari


18 pasien DM ditemukan 4 pasien risiko hipoglikemia dengan gejala lapar, lemah,
keringat dingin, gelisah, pucat, pusing, dan jantung berdebar-debar, disertai dengan
penurunan kadar gula darah <80 mg/dL. Sedangkan pada periode Februari - Mei
2014 ditemukan 5 pasien dengan kekerapan hipoglikemia dari 17 pasien. Dari hasil
pengkajian dan evaluasi, diketahui bahwa penyebab tersering hipoglikemia pada
pasien DM dapat diakibatkan karena pasien makan kurang dari aturan yang
ditentukan, pemberian suntikan insulin yang tidak tepat, dan ketidaktepatan dosis

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


97

insulin yang diberikan. Menurut Soewondo (2013) saat ini penggunaan insulin drip
tanpa indikasi yang jelas merupakan bagian yang tak terelakkan dari pengobatan
hiperglikemia sehingga meningkatkan risiko episode hipoglikemia.

Untuk mencegah hipoglikemia dan penyesuaian dosis, diperlukan kerja sama antara
pasien DM dan petugas kesehatan dalam pemantauan kadar glukosa darah. American
Diabetes Association (2014) dan International Diabetes Federation (2008)
menyarankan self-monitoring blood glucose (SMBG) atau Swa-Monitoring Gula
Darah (SMGD) atau Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) bagi pasien DM yang
menggunakan insulin maupun yang belum menggunakan. Self-Monitoring Blood
Glucose (SMBG) atau Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) merupakan
komponen penting dalam terapi modern untuk pasien DM. Pemantauan Gula Darah
Mandiri (PGDM) telah direkomendasikan untuk pasien DM dan profesional
perawatan kesehatan dalam rangka untuk mencapai kendali glikemik dan mencegah
hipoglikemia. Tujuan dari PGDM adalah untuk mengumpulkan informasi tentang
kadar glukosa darah di beberapa waktu untuk memungkinkan mempertahankan kadar
glukosa darah normal atau mendekati normal dengan rejimen yang lebih tepat. Hal ini
dapat digunakan untuk membantu dalam penyesuaian terapi berdasarkan kadar
glukosa darah pasien DM dan untuk membantu individu menyesuaikan asupan
makanan mereka, aktivitas fisik, dan dosis insulin untuk meningkatkan control
glikemik sehari-hari (Benjamin, 2002).

Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh PDGM dalam control
glikemik dan identifikasi hipoglikemia termasuk penelitian secara acak (randomisez
control trials atau RCT). Beberapa studi metaanalisis menunjukkan bahwa pada
pasien DM tipe 1 dan pasien DM tipe 2 dengan terapi insulin, PGDM dengan
frekuensi yang lebih tinggi memperlihatkan control glikemik yang lebih baik dan
identifikasi hipoglikemia (Bode, 2007; Klonoff, 2007; ADEA, 2011; TDE, 2012;
CDJ, 2013). Kontrol glikemik yang terpantau dengan penggunaan PDGM
diperlihatkan dengan nilai glukosa darah arteri. Berbeda dengan pemeriksaan A1C

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


98

yang mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama 5-12 minggu sebelumnya,
PGDM memberikan feedback cepat kepada pasien terhadap kadar glukosa darah
sepanjang hari (PERKENI, 2011).

Berdasarkan hasil pengamatan sepanjang periode September-Desember 2013 dan


periode Februari-Juni 2014 di ruang rawat interna Lt 7 Gedung A RSUPN Cipto
Mangunkusumo, pemantauan glukosa darah pada pasien DM dengan terapi insulin
dilakukan sebanyak 3 sampai 4 kali/hari. Pemantauan ini meliputi pemeriksaan gula
darah puasa (GDP) pukul 06.00, pemeriksaan gula darah pre meal (GDS) pukul 11.00
dan pukul 18.00, dan pemeriksaan gula darah menjelang istirahat pukul 22.00.
Disamping pemantauan gula darah, pada pasien DM dan keluarga diberikan edukasi
meliputi DM, komplikasi DM, Nutrisi pada DM, Aktivitas fisik pada DM, Terapi
insulin dan komplikasi (hipoglikemia), dan perawatan serta pencegahan Kaki diabetik
pada DM. Pasien DM dan keluarga pun diberikan informasi untuk mencatat
pemantauan gula darah secara mandiri dalam mencapai target gula darah yang
diinginkan. Pencatatan pemantauan gula darah juga dilakukan oleh petugas kesehatan
pada format yang telah disediakan. Namun dari hasil evaluasi dan pengkajian
kembali, edukasi dan pencatatan pemantauan ini tidak serta merta meningkatkan
kemandirian pasien DM dan keluarga dalam mengenali risiko hipoglikemia. Hasil
evaluasi yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa pasien DM yang
mendapat pengobatan insulin atau dengan target glikemik yang diperketat,
memahami adanya peningkatan risiko hipoglikemia, namun belum mampu dalam
melakukan monitoring dan mengenali hipoglikemia.

4.1 Hasil Telaah Jurnal


Penelusuran literatur menggunakan Proquest, Pubmed, Ebscohost, COCHRAN,
MedLine, Diabetic Science and Technology, dengan menggunakan kata kunci
“Glucose monitoring and hypoglycemia” ditemukan 96 artikel mengenai monitoring
gula darah dan hipoglikemia. Salah satu diantaranya adalah Use of the Continuous
Glucose Monitoring System to Guide Therapy in Patients With Insulin-Treated
Diabetes: A Randomized Controlled Trial oleh Tanenberg, Bode, Lane, Lane,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


99

Levetan, Tobian et al (2004). Penulusuran lalu dilanjutkan kembali dengan kata kunci
“Self Monitoring Glucose and Insulin”, dan ditemukan 67 artikel. Salah satu
diantaranya adalah “A Randomized, Controlled trial of Self Monitoring of Blood
Glucose in Patients with Type 2 Diabetes Receiving Conventional Insulin Treatment”
oleh Nauck, Hastert, Trautner, Muller, & Heineman (2013). Kemudian penelusuran
literature kembali dilanjutkan menggunakan kata kunci “SMBG and Insulin and
Hypoglycemia” dan ditemukan 15 artikel mengenai Monitoring gula darah pada
pasien dengan insulin. Salah satu diantaranya adalah “Blood Glucose Self-Monitorng
in Type 2 Diabetes: A Rabnomized Controlled Trial” oleh Farmer, Wade, Simon,
Yudkin, dan Halman (2009) dan :Intensive Structures Self-Monitoring of Blood
Glucose and Glycemia Control in Type 2 Diabetes” oleh Bosi, Scavini, Ceriello,
Cucinotta, Marino, Bonizoni, et al (2013). Berbagai penelitian menunjukkan manfaat
PGDM sebagai alat untuk mencegah hipoglikemia dan menyesuaikan pengobatan,
diet, dan aktivitas untuk mencapai target glikemik yang diinginkan. Untuk mencapai
hal ini maka penulis mencoba menerapkan “Buku Harian Pemantauan Gula Darah
Mandiri (PGDM) pada pasien DM dengan terapi insulin”.

4.1.1 Bosi, Scavini, Ceriello, Cucinotta, Tiengo, Marino, Bonizzoni, et al. (2013) .
Intensive Structured Self-Monitoring of Blood Glucose and Glycemic Control
in Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 36:2887-2894.

Penelitian ini merupakan penelitian RCT yang bertujuan untuk mengevaluasi


penerapan Self-Monitoring of Blood Glucose (SMBG) terstruktur dalam waktu dan
frekuensi. Dua tujuan utama yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah perubahan
nilai HbA1C dalam 12 bulan (dari data awal), dan persentase pasien yang dapat
mencapai/ mempertahankan target risiko (hypoglikemia). Perubahan nilai Low Blood
Glucose Index (LGBI) dan High Blood Glucose Index (HGBI); frekuensi dan
keparahan hipoglikemia.

Subjek penelitian yang diambil merupakan pasien DM type 2 yang berasal dari 39
klinik Diabetes di Italia pada Mei 2008 sampai 2010. Populasi berjumlah 1072

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


100

pasien dan yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian berjumlah 1024 pasien.
Kriteria inklusi meliputi durasi menderita DM 1-10 tahun, usia 35-75 tahun, HbA1C
7.0-7.0%. Kriteria eksklusi meliputi pernah menggunakan SMBG terstruktur
sebelumnya, hamil dan menyusui.

Sebanyak 1024 responden berpartisipasi pada penelitian ini. Dalam proses studi lebih
dari 50% responden pada kelompok intervensi dan 38.6% responden pada kelompok
control dieksklusikan. Pada Kelompok intervensi dari 501 responden, 269 (53.7%)
dieksklusikan, sehingga hanya 232 (46.3%) responden yang mengikuti studi hingga
selesai. Pada Kelompok kontrol, dari 523 reponden, 202 (38.7%) dieksklusikan,
sehingga hanya 321 (61.4%) responden yang menyelesaikan studi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan nilai HbA1C lebih signifikasn
pada kelompok intervensi (intensif SMBG) dengan -0.39% dan p 0.013, dibandingan
dengan kelompok kontrol yaitu 0.27%. Hasil penelitian ini juga melaporkan bahwa
hipoglikemia lebih dapat dipantau pada kelompok SMBG intensif dengan angka
kejadian 1.32/pasien/tahun, dengan RR 3.32 yang berarti bahwa penerapan SMBG
terstruktur dapat mendeteksi hipoglikemia 3.32 kali dibandingkan tanpa SMBG
terstruktur. Dari penelitian ini juga dilaporkan bahwa dari 553 responden pada kedua
kelompok, sebanyak 3 responden (2 kelompok intervensi, dan 1 kelompok kontrol)
melaporkan terjadinya hipoglikemia berat. Disamping itu, penggunaan SMBG
terstruktur dan intensif (intervensi) mendeteksi terjadinya hipoglikemia lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini juga dilaporkan bahwa
penggunaan SMBG terstruktur dan intensif dapat menurunkan angka mortalitas
sebanyak 38.39 akibat hipoglikemia asimtomatik. Namun, dalam penelitian tidak
dijelaskan secara eksplisit kejadian hipoglikemia pada episode ringan dan sedang.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


101

4.1.2 Farmer, Wade, French, Simon, Yudkin, Gray, Crave, et al. (2009). Blood
Glucose self-Monitoring in type 2 diabetes: a Randomized Control Trial.
Health Technology Assessment, 13(15). DOI:10.3310/htal3150

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah SMBG tanpa atau dengan instruksi
self-care lebih efektif dalam meningkatkan kontrol glikemik dibandingkan dengan
perawatan standar. Penelitian ini merupakan penelitian RCT yang melibatkan
364.527 populasi pasien DM, dimana hanya sekitar 453 yang memenuhi kriteria
inklusi dan berpartisipasi pada penelitian ini. Target populasi penelitian yang diambil
merupakan pasien DM yang direkrut dari 24 tempat praktik di Oxforshire dan 24
praktik klinik di Yorhshire Selatan dari Janurai 2003 hingga Desember 2005. Kriteria
inklusi meliputi durasi menderita DM Type 2, usia ≥25 tahun saat terdiagnosa DM,
HbA1C ≥6.2%. Kriteria eksklusi meliputi menggunakan monitor gula darah 2 kali
atau lebih dalam seminggu selama 3 bulan terakhir, dan ketidakmampuan menjalani
prosedur.

Dalam penelitian ini, penentuan kelompok intervensi maupun kontrol dilakukan


secara random dengan komputerisasi untuk menentukan probabilitas ke tiga
kelompok yakni (1) kelompok control (HbA1C/3 bln) berjumlah 151 responden, (2)
Kelompok intervensi I (SMBG dengan pengawasan minim) berjumlah 150 responden
dan (3) kelompok intervensi II (intensif SMBG) berjumlah 152 responden.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan penurunan
nilai HbA1C pada kelompok kontrol dan kedua kelompok intevensi (intervensi I dan
intervensi II) dengan nilai p 0.12. Akan tetapi terdapat hasil yang berbeda pada
laporan terjadinya hipoglikemia, dimana pada kelompok kontrol dari 152 responden
yang berpartisipasi, sebanyak 17 responden mengalami hipoglikemia. Pada kelompok
SMBG standar (intervensi I), dari 150 responden sebanyak 33 responden mengalami
hipoglikemia, dan pada pada kelompok SMBG intensif (intervensi II) diketahui
bahwa 43 pasien mengalami hipoglikemia. Hal ini memperlihatkan bahwa pada

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


102

penelitian ini, SMBG kurang efektif untuk meningkatkan kontrol glikemik namun
cukup efektif dalam mendeteksi terjadinya hipoglikemia pada pasien DM.

4.1.3 Tanenberg, Bode, Lane, Levetan, Mestman, Harmel, et al .(2004). Use


Continous Monitoring System to Guide Therapy in Patients with Insulin-
Treated Diabetes: A Randomized Controlled Trial. Mayo Clinic Proceeding:
79(12): 1521-1526

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kontrol glikemik pada pasien diabetes
dengan terapi insulin yang menggunakan continous glucose monitoring system
(CGMS) dibandingkan dengan pasien diabetes yang mengguanakan self monitoring
blood glucose (SMBG). Penelitian merupakan penelitian RCT yang melibatkan 128
responden sepanjang januari hingga september tahun 2000 di Atlanta. Penelitian ini
melibatkan responden berusia 19-76 tahun dengan terapi insulin. Responden dibagi
dalam kelompok intervensi (CGMS) sebanyak 51 responden dan kelompok kontrol
(SMBG) sebanyak 58 responden.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam


penurunan nilai HbA1C pada kedua kelompok (CGMS dan SMBG) dengan p<
0.001. Namun tidak terdapat perbedaan signifikan dalam mengenali hipoglikemia
pada kedua kelompok. Akan tetapi penggunaan CGMS bersamaan dengan SMBG
sebagai panduan pasien diabetes dengan insulin dapat mengurangi durasi
hipoglikemia dibandingkan dengan penggunaan CGMS tunggal atau SMBG tunggal.

4.2 Penerapan Buku Harian Pemantauan Gula Darah Mandiri pada Praktek
Keperawatan berdasarkan Pembuktian

Pelaksanaan evidence based practice (EBP) mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Bosi, Scavini, Ceriello, Cucinotta, Tiengo, Marino, Bonizzoni, et al. (2013) yang
berjudul Intensive Structured Self-Monitoring of Blood Glucose and Glycemic
Control in Type 2. Pelaksanaan EBP diawali dengan prosedur perizinan pada pihak
yang terkait yaitu penanggung jawab Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo dan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


103

penanggung jawab ruangan lantai 7 zona A dan zona B dengan mengajukan proposal
EBP. Selanjutnya dilakukan sosialisasi dihadapan perawat dan perawat edukator,
kepala ruangan dan perawat primer serta perawat pelaksana di lantai 7 Gedung A.

Penerapan EBP ini mulai dilakukan pada 30 Juni sampai dengan 05 Juli 2014 dengan
melibatkan perawat dan sesama mahasiswa residensi. EBP diawali dengan
mengidentifikasi pasien yang memenuhi kriteria inklusi dengan melihat status rekam
medik pasien dan observasi langsung ke pasien. Adapun kriteria inklusi adalah pasien
DM tipe 1 dan atau tipe 2, sedang mendapatkan terapi insulin, sedang menjalani
pemantauan kadar gula darah 3-4 kali/hari, mampu berbahasa Indonesia dan mampu
baca tulis. Selanjutnya menjelaskan pada pasien tentang tujuan, manfaat, dan
prosedur pelaksanaan EBP dengan memberikan format informed consent.

Pada saat penerapan EBP sebanyak 30 pasien DM sedang dirawat di ruang perawatan
lantai 7. Sesuai dengan kebutuhan subjek untuk penerapan EBP maka sebanyak 7
pasien dilibatkan sebagai kelompok dengan penerapan buku harian PGDM, dan 8
pasien sebagai kelompok tanpa buku harian PGDM. Penerapan EBP dilakukan
selama kurang lebih 6 hari dengan memberikan edukasi terkait insulin dan efek
sampingnya pada kedua kelompok. Pada kelompok buku harian PGDM, pasien
diberikan edukasi dan penjelasan penggunaan buku harian. Sedangkan pada
kelompok tanpa buku harian PGDM, pasien diberikan edukasi dan diminta untuk
mencatat hasil pemeriksaan kadar gula darah sendiri. Pada kedua kelompok
kemudian dilakukan evaluasi pemnatauan kadar gula darah pada hari ke-2, ke-4 dan
ke 6. Pada hari ke-3 (02 Juli 2014) dan hari ke-4 (03 Juli 2014), masing-masing 1
pasien pada kelompok tanpa buku harian PGDM dieksklusikan dari penerapan EBN
karena pulang. Sehingga pasien yang berpartisipasi pada penerapan EBN ini adalah 7
pasien pada kelompok buku harian PGDM dan 6 pasien pada kelompok tanpa buku
harian PGDM.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


104

Tabel 4.1
Distribusi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan, topik edukasi, Penyakit lain yang
diderita, dan Keluhan Hipoglikemia 30 Juni – 05 Juli 2014
Kelompok Subjek
Variabel Kontrol Buku harian PGDM
Frekuensi % Frekuensi %
Jenis Kelamin
Laki-laki 1 8 3 23
Perempuan 5 38.5 4 30
Tipe DM
DM Tipe 1 0 0 1 8
DM Tipe 2 6 46 6 46
Pendidikan
SD 0 0 0
SMP 2 15.4 1 8
SMU 4 30 5 38.5
S1 0 0 0 0
S2 0 0 1 8
Topik Edukasi yang pernah
diberikan
DM 2 15.4 0 0
Insulin 1 8 2 15.4
Belum pernah 3 23 5 38.5
Penyakit lain yang diderita
Hipertensi 3 23 1 8
Gagal Ginjal 1 8 0 0
Ulkus Kaki Diabetik 2 15.4 0 0
Lainnya 0 0 6 46
Keluhan Hipoglikemia
Tidak ada keluhan 5 38.5 3 23
Lapar, lemas, pusing 1 8 4 30

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa lebih dari setengah subjek pada kedua kelompok
berjenis kelamin perempuan (68.5%), dengan proporsi terbanyak menderita DM tipe
2 sebesar 92%, pendidikan rata-rata adalah SMU (68.5%). Dari data di atas juga
diketahui bahwa lebih dari setengah subjek yang dirawat mengaku belum pernah
mendapatkan edukasi DM di tempat rawat sebelumnya sebanyak 61.5 %. Keluhan
lapar, lemas dan pusing ditemukan terbanyak pada kelompok dengan buku harian
PGDM sebnyak 4 subjek atau 30%.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


105

Tabel 4.2
Distribusi Subjek berdasarkan Usia dan Lama Menderita DM (dalam tahun)
30 Juni – 05 Juli 2014
Variabel Mean SD Min-Max 95% CI
Usia 54.5 11.7 29-70 47.46-61.6
Lama menderita DM 7.62 6.29 1-20 3.81-11.42

Dari tabel 4.2 diketahui bahwa rata-rata usia subjek 54.5 tahun, dengan standar
deviasi 11.7 tahun. Umur termuda yang ditemukan pada subjek yang menderita DM
adalah 29 tahun dan umur tertua 70 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata usia subjek dalam penerapan EBP adalah
47.46 sampai dengan 61.6 tahun. Dari tabel tersebut juga diketahui bahwa rata-rata
lama menderita DM pada subjek adalah 7.62 tahun, dengan durasi tersingkat 1 tahun
dan paling lama 20 tahun. Hasil estimasi interval menunjukkan bahwa rata-rata
subjek menderita DM adalah 3.81 sampai 11.42 tahun.
Tabel 4.3
Distribusi rata-rata kadar gula darah puasa, kadar gula darah sebelum makan siang dan
sebelum makan malam 30 Juni – 05 Juli 2014

Kelompok Mean SD SE P value N


GDP Kontrol 183.80 32.95 13.45 0.65 6
PGDM 170.89 61.518 23.25 7
GDS (jam Kontrol 199.43 40.154 16.39 0.94 6
11) PGDM 197.23 64.514 24.38 7
GDS (jam Kontrol 192.97 45.70 18.66 0.90 6
18) PGDM 196.40 49.74 18.8 7

Tabel 4.3 di atas menujukkan nilai rata-rata kadar gula darah pada subjek penerapan
EBP. Dari tabel tersebut diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-
rata nilai kadar gula darah puasa, dan kadar gula darah sewaktu sebelum makan siang
dan sebelum makan malam pada kedua kelompok kontrol dan buku harian PGDM
dengan nilai p value masing 0.65, 0.94, dan 0.90. Akan tetapi dari tabel tersebut juga
diketahui bahwa rata-rata nilai kadar gula darah puasa dan gula darah sewaktu

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


106

sebelum makan siang pada kelompok buku harian PGDM lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok kontrol.

Perubahan kadar gula darah pada kedua kelompok kontrol dan kelompok dengan
buku harian PGDM selama 5 hari penerapan EBP dapat dilihat pada grafik 4.1
berikut:
Grafik 4.1
Gambaran kadar gula darah rata-rata pada kelompok kontrol dan kelompok buku harian
PGDM

(a) (b)

Berdasarkan grafik 4.1 di atas tampak bahwa terjadi perubahan nilai kadar gula darah
puasa, dan kadar gula darah sebelum makan siang dan sebelum makan malam selama
lima hari penerapan buku harian PGDM. Pada grafik kadar gula darah puasa (a)
terlihat bahwa pada kelompok buku harian PGDM terjadi penurunan nilai rata-rata
kadar gula darah puasa dari 250 mg/dl pada hari pertama menjadi dibawah 150 mg/dl
pada hari ke enam. Sedangkan pada kelompok kontrol tanpa buku harian PGDM juga
terjadi penurunan nilai rata-rata kadar gula darah dari sekitar 200 mg/dl pada hari
pertama menjadi berada pada rentang 150 – 200 mg/dl pada hari ke enam.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


107

Hal yang hampir sama juga terlihat pada grafik gula darah sewaktu sebelum makan
siang (b), dimana terjadi penurunan nilai rata-rata kadar gula darah sewaktu (pukul
11.00) dari 300 mg/dl pada hari pertama menjadi dibawah 150 mg/dl pada hari ke
enam pada kelompok buku harian PGDM. Sedangkan pada kelompok kontrol tanpa
buku harian PGDM juga terjadi penurunan nilai rata-rata kadar gula darah dari sekitar
200 mg/dl pada hari pertama menjadi dibawah 200 mg/dl pada hari ke enam.

Hal serupa juga tampak pada grafik gula darah sewaktu sebelum makan malam,
dimana terjadi penurunan nilai rata-rata kadar gula darah sewaktu (pukul 18.00) dari
240 mg/dl pada hari pertama menjadi berkisar pada rentang 140-160 mg/dl pada hari
ke enam pada kelompok buku harian PGDM. Sedangkan pada kelompok kontrol
tanpa buku harian PGDM juga terjadi penurunan nilai rata-rata kadar gula darah dari
rentang 220-240 mg/dl pada hari pertama menjadi berada di rentang 160-180 mg/dl
pada hari ke enam.

4.3 Pembahasan

Hipoglikemia merupakan faktor penghambat utama pada pengelolaan diabetes. Hal


ini menyebabkan morbiditas berulang pada sebagian besar orang dengan DM tipe 1,
dan banyak kasus pada orang dengan DM tipe 2 yang telah berlangsung lama. Hal ini
merupakan pertahanan fisiologis yang berbahaya ketika konsentrasi glukosa plasma
menurun, dan dengan demikian menyebabkan hipoglikemia yang berulang. Hal ini
tentunya menjadi penghambat dalam mencapai dan mempertahankan kadar gula
darah normal di sepanjang hidup orang dengan diabetes (Cryer, 2010).

Komplikasi hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada
perjalanan penyakit DM. Glukosa merupakan bahan bakar utama untuk melakukan
metabolisme di otak. Sehingga kadar glukosa darah harus selalu dipertahankan di atas
kadar kritis, yang merupakan salah satu fungsi penting sistem pengatur glukosa
darah. Pada individu normal yang sehat, tubuh mampu menjaga kadar gula darah
dalam batas normal karena mampu melakukan mekanisme yang sangat peka dan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


108

terelaborasi serta mekanisme homeostatis glukosa endogen berfungsi dengan efektif


(Ernawati, 2013).

Menurut Cyrer et al (2003) dan Briscoe & Davis (2006) hipoglikemia jarang terjadi
pada pasien DM tipe 2 dibandingkan pasien DM tipe 1. Pasien DM tipe 2 memiliki
insiden rendah peristiwa hipoglikemik pada fase awal (Cyrer, Exelrod, & Grossman,
2009). Namun, ketahanan ini berkurang dari waktu ke waktu, yang mengarah ke
peningkatan peristiwa hipoglikemik (Heller & Kerr 2007). Dalam studi berbasis
populasi, Leese et al (2003) menemukan bahwa kejadian hipoglikemia adalah sama
untuk pasien DM tipe 1 dan tipe 2 dengan terapi insulin (11,5 dan 11,8 kejadian
hipoglikemik, masing-masing per 100 pasien-tahun). Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa prevalensi hipoglikemia berat ditemukan pada pasien DM tipe 2
dengan insulin dengan masalah klinis yang signifikan (Leese et al, 2003).

Sekitar 90% dari semua pasien DM yang menerima insulin mengalami episode
hipoglikemik. Insiden episode hipoglikemia yang dilaporkan bervariasi pada setiap
studi. Namun pada umumnya pasien DM tipe 1 rata-rata mengalami 2 (dua ) episode
hipoglikemia simtomatik per minggu dan 1 (satu) episode hipoglikemia berat sekali
setahun (Cryer, Exelrod, & Grossman, 2009). Hal ini sesuai dengan yang ditemukan
pada penerapan EBP ini. Selama lima hari menerapkan buku harian PDGM, dari 7
subjek pada kelompok intervensi diketahui satu subjek dengan DM tipe 1 mengalami
hipoglikemia sebanyak 3 (tiga) kali dalam 5 (lima hari) dengan GDP 49 mg/dl, 74
mg/dl dan 64 mg/dl disertai gejala adrenergik. Disamping itu, 2 subjek lainnya
dengan DM tipe 2 melaporkan adanya gejala lapar, lemas dan pusing terutama malam
dan dini hari tanpa disertai dengan penurunan gula darah < 80 mg/dl. Sedangkan 1
subjek lainnya dengan kadar gula darah 80 mg/dl tidak melaporkan adanya keluhan
lapar, lemas, dan pusing. Sementara itu pada kelompok kontrol (tanpa buku harian
PGDM), ditemukan 1 (satu) subjek yang melaporkan adanya lapar, lemas dan pusing
dengan GDS 82-85 mg/dl. Sedangkan subjek lainnya pada kelompok ini tidak
mendokumentasikan adanya keluhan lapar, lemas, dan pusing.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


109

Perlu diketahui bahwa kejadian hipoglikemia yang dilaporkan tidak dapat


diperkirakan sebelumnya. Deteksi hipoglikemia membutuhkan pengukuran glukosa
darah terus menerus. Dalam hal ini episode hipoglikemia asimtomatik dapat dicegah
dengan pemantauan glukosa darah. Di sisi lain, kejadian episode hipoglikemia yang
disadari sulit ditentukan karena tidak dilaporkan. Sementara episode hipoglikemia
berat adalah sebagian kecil dari total hipoglikemik dengan dokumentasi yang lebih
baik ( Gabrielly & Shammon, 2004)

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologis terhadap penurunan


glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya perubahan metabolisme
glukosa, tetapi juga menghasilkan berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas
kesehatan terutama perawat, pasien dan keluarganya belajar mengenal keluhan dan
gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera melakukan tindakan-
tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk karbohidrat yang lain.
Kemampuan mengenal gejala awal sangat penting bagi pasien DM yang mendapat
terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah normal
atau mendekati normal (Heller, 2011). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mencegah hipoglikemia dan mengendalikan kadar gula darah pada pasien DM
dengan insulin adalah Self-Monitoring Blood Glucose (SMBG) atau Pemantauan
Gula Darah Mandiri (PGDM) (Ignativicius & Workman, 2010; Wang, Mattews,
Charron-Prochownik, Sreika, & Siminerio, 2012).

Self-Monitoring Blood Glucose (SMBG) atau Pemantauan Gula Darah Mandiri


(PGDM) adalah salah satu manajamen diabetes yang memungkinkan pasien untuk
memantau respon glikemik untuk diet mereka, aktivitas, obat-obatan oral, dan terapi
insulin. Self-Monitoring Blood Glucose (SMBG) atau Pemantauan Gula Darah
Mandiri (PGDM) telah terbukti berhubungan dengan peningkatan kontrol gula darah
pada pasien DM tipe 1 dan tipe 2 dengan insulin (Bode, 2007).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


110

Pada penerapan EBP ini, pada kedua kelompok tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan terhadap nilai rata-rata kadar gula darah puasa dan kadar gula darah
sewaktu. Namun hasil analisa berdasarkan gambaran grafik pada masing-masing
subjek, terlihat bahwa pada kelompok buku harian PGDM terjadi penurunan nilai
GDP dan GDS dalam 5 (lima) hari intervensi dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan buku harian PGDM dapat membantu
pasien dalam upaya peningkatan kontrol gula darah harian secara mandiri. Hal ini
sesuai dengan uraian Klonof (2007) bahwa Pemantauan Gula Darah Mandiri
(PGDM) sangat membantu pasien diabetes dalam empat cara yang berbeda yaitu:

1) Memungkinkan pasien, perawat dan dokter untuk mendeteksi kadar glukosa


darah tinggi atau rendah, sehingga memfasilitasi penyesuaian terapi untuk
mencapai tujuan jangka panjang.
2) PGDM membantu melindungi pasien dengan memungkinkan mereka untuk
segera mengkonfirmasi hipoglikemia akut atau hiperglikemia.
3) PDGM merupakan metode edukasi yang memfasilitasi pasien dan keluarga untuk
lebih bertanggung jawab dan mandiri dalam perawatan diri.
4) PGDM memotivasi orang untuk berperilaku sehat.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa PGDM teratur meningkatkan kontrol


glikemik pada pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2 dengan pengobatan insulin, serta pada
pasien diabete tipe 2 yang tidak menggunakan insulin. Penelitian yang dilakukan
Davidson et al dalam Klonoff (2007) menunjukkan bahwa ada korelasi terbalik antara
frekuensi PGDM dan nilai-nilai A1c pada pasien diabetes. Pasien yang
menggunakan PGDM memiliki A1C lebih rendah daripada mereka yang tidak. Para
peneliti menemukan bahwa semakin sering orang-orang memeriksa kadar glukosa
darah mereka setiap hari, semakin rendah A1C mereka. Hal yang sama juga
dikemukakan dari hasil penelitian retrispektif yang dilakukan Karter et al terhadap
24000 responden, bahwa peningkatan frekuensi PGDM berkorelasi kuat dengan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


111

peningkatan A1C terlepas dari jenis diabetes atau terapi yang digunakan (Bode,
2007).

Berbagai penelitian menunjukkan manfaat PGDM sebagai alat untuk mencegah


hipoglikemia dan menyesuaikan pengobatan, diet, dan aktivitas untuk mencapai
target glikemik yang diinginkan. Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) telah
dilakukan secara luas oleh sekitar 40% pasien diabetes tipe 1 dan 26% pasien
diabetes tipe 2 di Amerika. Tujuan SMBG menurut American Diabetes Association
antara lain; (1) mencapai dan memelihara kendali gula darah: PGDM memberikan
informasi kepada dokter dan perawat mengenai kendali gula darah, (2) mencegah
dan mendeteksi hipoglikemia, (3) mencegah hiperglikemia berat, (4) menentukan dan
menyesuaikan terapi insulin.

Bagi sebagian besar pasien yang memerlukan insulin, pemeriksaan kadar gula darah
sebanyak 2 sampai 3 kali sehari dianjurkan. Bagi pasien yang menggunakan insulin
sebelum makan, diperlukan sedikitnya tiga kali pemeriksaan per hari untuk
menentukan dosis yang aman. Pasien yang tidak memakai insulin diperbolehkan
untuk mengukur kadar gula darahnya minimal dua hingga tiga kali per minggu
(Smeltzer & Bare, 2008).

Berdasarkan dari hasil penerapan buku harian PGDM pada pasien DM selama 5
(lima) hari di ruang perawatan interna lantai & Gedung A RSCM, maka dapat
dikemukakan bahwa buku harian PGDM cukup baik untuk meningkatkan
kemandirian pasien dalam pengendalian gula darah harian dan dapat membantu
petugas kesehatan dan pasien sendiri dalam mengidentifikasi hipoglikemia dan
hiperglikemia. Disamping penerapan buku harian PGDM pada kelompok intervensi,
dapat mengurangi risiko hipoglikemia pada pasien DM dengan terapi insulin
dibandingkan dengan pasien DM tanpa buku harian PGDM yang dibuktikan dengan
grafik gula darah harian pada BAB ini.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


112

Akan tetapi terdapat hambatan dan banyak keterbatasan dalam penerapan buku harian
EBN ini. Metode penggunaan PGDM ini memiliki keterbatasan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi subjek dalam penerapan buku harian PGDM mencakup ketajaman
penglihatan, koordinasi motorik dalam menggunakan teknologi dan kemauan. Bahaya
potensial yang mengancam semua metode pemantauan mandiri gula darah terletak
pada kemungkinan bahwa pasien mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan gula
darah yang tidak tepat (Davidson, 2007). Oleh karena itu Perawat berperan penting
dalam mengajarkan tentang teknik pemeriksaan mandiri gula darah. Hal penting
lainnya adalah mengevaluasi teknik dan pencatatan dalam pemantauan mandiri.
Disamping faktor-faktor tersebut, tampilan buku harian PGDM juga dirasakan masih
jauh dari sempurna untuk dapat digunakan oleh pasien DM pada semua kalangan
usia. Ruang tabel dan huruf yang kecil merupakan hambatan utama bagi pasien untuk
melakukan pencatatan pada buku harian PGDM.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


113

BAB V
ANALISIS KEGIATAN INOVASI
LATIHAN KEKUATAN DAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN DIABETES
DENGAN NEUROPATI PERIFER

Komplikasi mikrovaskular secara patogenetik disebabkan oleh meningkatnya


pembentukan Advance Glycosilated End Products (AGEs) akibat hiperglikemi
kronis, yang kemudian terakumulasi sehingga menyebabkan penebalan pada
membran basalis. Membran basalis mengelilingi sel-sel endotel kapiler (Effendi &
Waspadji, 2012). Komplikasi mikrovaskular salah satunya meliputi neuropati
(Smeltzer & Bare, 2008; Black & Hawks, 2009; Ignativicius & Workman, 2010).

Neuropati diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer, otonom dan spinal. Patogenesis neuropati dalam
diabetes dikaitkan dengan mekanisme vaskuler atau metabolik atau keduanya
(Smeltzer & Bare, 2008). Neuropati dapat dibedakan menjadi neuropati fokal dan
neuropati difus. Neuropati fokal dibagi dalam dua tipe yaitu iskemi dan entrapment.
Neuropati fokal disebabkan oleh kondisi akut pada sel saraf misalnya pada neuropati
kranial dan femoral. Neuropati fokal entrapment terjadi ketika sel saraf tertekan
pada area tubuh tertentu (Bryant & Nix, 2008).

Neuropati difus meliputi polineuropati sensorik dan neuropati otonom yang terjadi
akibat kondisi metabolik, vaskular dan struktural yang abnormal. Kondisi ini sering
ditemukan pada pasien DM (Bryant & Nix, 2008; Ignativicius & Workman, 2010).
Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer. Neuropati perifer mengenai
bagian distal serabut saraf, khususnya saraf ekstremitas bawah (Smeltzer & Bare,
2008). Gejala yang muncul dapat berupa mati rasa/baal, kesemutan,
menurun/hilangnya sensasi,kelemahan, dan nyeri pada tangan dan kaki. (Frykberg,
2003; Bryant & Nix, 2008; Boulton, 2010). Kondisi ini menurut Schwartz, et all
(2002) dalam penelitian prospective berjudul “ Older women With Diabetes Have a

113 Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


114

Higher Risk of Falls” bahwa pasien DM wanita lansia memiliki peningkatan risiko
jatuh 1-2 kali setahun dibandingkan lansia wanita tanpa DM.

5.1 Analisa Situasi


Pada pasien DM, keberadaan neuropati atau penurunan fungsi sel saraf merupakan
faktor risiko terjadinya gangguan kemampuan tubuh untuk berkomunikasi dengan
otot-ototnya, organ, dan jaringan. Kehilangan sensori ini berdampak kritis bagi fungsi
tubuh seperti respon refleks dan keseimbangan. Pasien neuropati diabetes sering
melaporkan keluhan kaki mati rasa dan mengalami peningkatan risiko jatuh. Jatuh
dianggap sebagai penyebab utama masalah morbiditas dan mortalitas pada pasien
dewasa tua juga pada pasien neuropati diabetes dan memerlukan biaya perawatan
yang sangat tinggi setiap tahunnya. Hampir sepertiga dari pasien neuropati diabetes
diatas usia 65 tahun baik yang dirawat maupun yang di rumah mengalami jatuh setiap
tahunnya. Banyak studi yang mengidentifikasi faktor resiko yang berkontribusi
tehadap kejadian jatuh. Terdapat beberapa instrumen untuk menilai resiko jatuh pada
lansia (Jernigan, Pohl, Mahnken, Kluding. 2012).

Berdasarkan pengamatan dan pengkajian pada pasien selama menjalani praktik


residensi di RSCM di Poliklinik Endokrin, IGD maupun di ruang perawatan Gedung
A, 8-10 pasien DM berusia > 50 tahun melaporkan pernah mengalami jatuh
setidaknya 1-2 kali dalam setahun. Jatuh yang dialami umumnya dikeluhkan karena
kaki merasa lemas, otot-otot kaki mengecil seiring penurunan berat badan akibat sakit
DM dan hilangnya sensasi pada kaki. Oleh karenanya perawat berperan dalam
tindakan pencegahan jatuh. Powel et al (2006) dalam penelitiannya Reversal of
diabetik neuropathy peripheral with phototherapy (MIRE) decreases fall and the fear
of falling and improves activities of daily living in seniors menemukan sekitar 29%
lansia yang terdiagnosa dengan DPN mengalami jatuh dalam tahun sebelummya,
dengan 73% diantaranya mengalami kejadian jatuh 2 kali bahkan lebih dalam
setahun. Pencegahan jatuh dapat dilakukan dengan merencanakan aktifitas
fisik/latihan pada kaki diabetes dengan masalah DPN. Dengan aktifitas latihan yang

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


115

terencana dan terstruktur diharapkan kekuatan otot dan keseimbangan gaya berjalan,
kekuatan menopang berat tubuh dapat meningkat dan dipertahankan secara maksimal.

Berdasarkan hal tersebut, kelompok mencoba menerapkan latihan kekuatan dan


keseimbangan otot pada lansia dengan diabetes yang mengalami neuropati perifer
untuk mengurangi risiko jatuh dan meningkatkan kekuatan otot. Penerapan inovasi
ini dilakukan dengan menggunakan media buku panduan atau booklet yang berisi
gerakan keseimbangan dan kekuatan otot. Booklet sebagai panduan ini dapat
digunakan oleh pasien maupun oleh perawat. Berdasarkan uraian di atas, analisis
situasi (SWOT) pelaksanaan inovasi adalah sebagai berikut:

5.1.1 Strength (Kekuatan)


Sesuai dengan visi RSUPN Cipto Mangunkusumo yakni memberikan
pelayanan keperawatan paripurna yang bermutu dan profesional dalam rangka
menuju pelayanan keperawatan terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014, turut
mendukung rencana dan pelaksanaan latihan kekuatan otot dan keseimbangan
pada pasien DM dengan neuropati sebagai bagian dari pelayanan keperawatan
yang paripurna. RSUPN Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit pusat
rujukan nasional dan rumah sakit pendidikan, sangat memberikan respon positif
dalam perencanaan dan pelaksanaan inovasi ini sebagai bagian upaya
peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan ilmu keperawatan berbasis
Evidence Based Practise (EBP).

Poliklinik kaki RSUPN Cipto Mangunkusumo sebagai bagian dari pelayanan


poliklinik penyakit dalam merupakan pelayanan diabetes terpadu, sehingga
memudahkan kelompok dalam penerapan inovasi latihan kekuatan otot dan
keseimbangan pada pasien DM dengan neuropati. Disamping itu ketersediaan
SDM di RSUPN Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit pusat rujukan
nasional dan rumah sakit pendidikan yakni perawat diabetes dan perawat

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


116

edukator DM, memudahkan kelompok dalam sosialisasi, pelaksanaan, serta


evaluasi inovasi ini.

5.1.2 Weakness (Kelemahan)


RSUPN Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit pusat rujukan nasional,
merupakan rumah sakit tujuan seluruh pasien dari seluruh wilayah Indonesia,
sehingga sarana dan prasarana yang tersedia (ruangan) belum cukup
memfasilitasi pelaksanaan inovasi ini, disamping beban kerja perawat diabetes
dan edukator di Poliklinik Endokrin RSUPN Cipto Mangunkusumo yang
cukup tinggi akibat besarnya jumlah kunjungan pasien setiap hari. Selain itu
keterbatasan waktu perawat edukator diabetes di Poliklinik Endokrin RSUPN
Cipto Mangunkusumo, sehingga inovasi ini sulit untuk diterapkan pada setiap
pasien DM dengan neuropati yang berkunjung. Padatnya kunjungan pasien di
Poliklinik Endokrin RSUPN Cipto Mangunkusumo, mengakibatkan subjek
tidak leluasa dan tidak berfokus pada latihan kekuatan otot dan keseimbangan
akibat waktu tunggu untuk berobat.

5.1.3 Opportunity (Kesempatan)


Adanya keselerasan program inovasi dan visi misi RSUPN Cipto
Mangunkusumo untuk memberikan pelayanan keperawatan paripurna yang
bermutu dan profesional dalam rangka menuju pelayanan keperawatan
terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014, memudahkan kelompok dalam
menerapkan latihan keseimbangan dan kekuatan otot ini pada pasien DM
lansia.

Adanya dukungan dan keterlibatan para perawat edukator untuk memfasilitasi


program latihan kekuatan otot dan keseimbangan, berupa ketersediaan ruangan,
dan media elektronik untuk aktivitas sosialisasi, juga sangat mendukung
terlaksananya penerapan inovasi ini. Sebagai RS pendidikan RSUPN Dr Cipto
Mangunkusumo memberikan atmosfir yang sangat mendukung dalam

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


117

penerapan EBN terbaru dengan adanya komitmen dan konsistensi RSUPN Dr


Cipto Mangunkusumo untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan
dan perawatan melalui akreditasi Joint Commission International (JCI), sangat
mendukung dan memfasilitasi pengembangan ilmu keperawatan.

5.1.4 Threat (Ancaman)


1) Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya peningkatan
kualitas pelayanan keperawatan.
2) Adanya program speak up yang dicanangkan RSUPN Dr Cipto
Mangunkusumo memberi kesempatan masyarakat untuk lebih kritis
terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat.

5.2 Kegiatan Inovasi


5.2.1 Tahap Persiapan
Pada tahap ini, kelompok mengadakan observasi, pengumpulan data melalui
pengkajian, dan melakukan diskusi dengan sejawat perawat, dokter, dan
perawat edukator diabetes untuk memperoleh gambaran/masalah/fenomena
yang muncul terutama pada pasien DM dengan neuropati. Kelompok juga
mengadakan pendekatan untuk membicarakan rencana inovasi yang mampu
laksana untuk pasien diabetes dengan neuropati dengan memperhatikan risiko
terjadinya hipoglikemia, baik kepada perawat, supervisor, dan dokter konsulen.
Persiapan selanjutnya adalah penelusuran literatur, penyusunan proposal dan
pembuatan buku panduan yang dikonsultasikan kepada supervisor akademik
maupun klinik untuk persiapan sosialisasi.

Tahap Pelaksanaan
1) Sosialisasi Awal Program Inovasi
Sosialisasi awal dilakukan dengan mempresentasikan proposal inovasi pada
Rabu 18 Juni 2014. Kegiatan ini dihadiri oleh Head Nurse ruang perawatan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


118

penyakit dalam gedung A lantai 7, perawat edukator diabetes, dan perawat kaki
diabetes. Jumlah keseluruhan sejawat perawat yang hadir berjumlah 11 orang.

2) Prosedur Teknis
a) Sebelum melakukan latihan kekuatan otot dan keseimbangan pada subjek,
terlebih dahulu dilakukan skrining pada kaki diabetes dengan monofilament
dan sesuai dengan kriteria inklusi lainnya meliputi usia >50 tahun, dan
mampu berjalan/ambulasi mandiri. Subjek dengan keluhan ulkus di kaki,
menderita penyakit akut, menggunakan alat bantu, fraktur, riwayat penyakit
jantung, amputasi dan charcot foot diekslusikan dalam penerapan latihan ini.
Pemeriksaan ini berlangsung kira-kira 5 menit.
b) Subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi diberikan penjelasan mengenai
tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan inovasi. Subjek yang bersedia
berpartisipasi menandatangani informed consent sebelum latihan
dilaksanakan.
c) Dilakukan sebuah pemeriksaan untuk menilai resiko jatuh pada pasien dengan
tehnik The Timed Up and Go Test. Pasien diminta bangkit dari kursi, berjalan
sejauh 3 meter lalu berputar balik dan kembali berjalan menuju kursi hingga
pasien duduk kembali.
d) Dilakukan latihan kekuatan otot dan keseimbangan (sesuai panduan pada
lampiran). Perawat (praktikan) memberikan contoh bagi pendamping atau
keluarga untuk mendampingi subjek selama latihan berlangsung. Hal ini
dimaksudkan untuk berjaga-jaga jika pasien jatuh.

5.3 Evaluasi
Evaluasi kegiatan dilakukan segera setelah latihan kekuatan otot dan keseimbangan
dilakukan. Evaluasi yang dilakukan meliputi:

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


119

5.3.1 Evaluasi Proses


Proses persiapan dan pelaksanaan kegiatan berlangsung dengan baik dan
memperoleh dukungan penuh dari rumah sakit dan poliklinik sebagai tempat
pelaksanaan kegiatan. Beberapa kendala dalam proses inovasi ini yaitu tertundanya
pelaksanaan sosialisasi oleh karena keterbatasan waktu.
5.3.2 Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil dilakukan pada 10 subjek sesuai kriteria inklusi. Latihan kekuatan
otot dan keseimbangan dilakukan dengan panduan booklet yang diberikan pada
subjek. Evaluasi dilakukan dengan menilai kemampuan subjek berdiri tandem,
berdiri unipedal, berjalan dalam 1 (satu) menit, waktu berdiri dan duduk, dan waktu
berdiri dan berjalan. Disamping itu evaluasi dilakukan dengan meminta subjek
untuk menilai booklet yang diberikan sebagai panduan.
Berikut hasil penerapan program latihan kekuatan otot dan keseimbangan pada
pasien DM dengan neuropati.
Tabel 5.1
Distribusi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin dan Pendidikan
19-26 Juni 2014
Variabel Frekuensi %
Jenis Kelamin
Laki-laki 7 70
Perempuan 3 30
Pendidikan
SD 0 0
SMP 3 30
SMU 4 40
S1 3 30

Berdasarkan tabel 5.1 di atas diketahui bahwa hampir sebagian besar subjek yanng
berpartisipasi pada program inovasi ini berjenis kelamin laki-laki, dengan tingkat
pendidikan terbanyak adalah SMU sebanyak 4 orang (40%).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


120

Tabel 5.2
Distribusi Subjek berdasarkan Usia dan Lama Menderita DM (dalam tahun)
19-26 Juni 2014
Variabel Mean SD Min-Max 95% CI
Usia 62.2 6.05 50-70 57.87-66.52
Lama menderita DM 8.59 670 0.25-18 3.79-13.39

Dari tabel 5.2 diketahui bahwa rata-rata usia subjek 62.2 tahun, dengan standar
deviasi 6.05 tahun. Umur termuda yang pada subjek yang menderita DM dengan
nuropati adalah 50 tahun dan umur tertua 70 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata usia subjek dalam penerapan inovasi ini
adalah 57.87 hingga 66.52 tahun. Dari tabel tersebut juga diketahui bahwa rata-rata
lama menderita DM pada subjek adalah 8.59 tahun, dengan durasi tersingkat 4 bulan
dan paling lama 18 tahun. Hasil estimasi interval menunjukkan bahwa rata-rata
subjek menderita DM adalah 3.79 sampai 13.39 tahun.
Tabel 5.3
Distribusi Subjek berdasarkan waktu berdiri tandem, berdiri unipedal, jumlah langkah, waktu
berdiri dan berjalan, waktu berdiri dan duduk, dan waktu tempuh jalan
19 – 26 Juni 2014
Variabel Mean SD Min-Max 95% CI

Waktu berdiri Kanan 125 55.67 35-180 85.17-164.82


tandem kaki (detik) Kiri 105.2 56. 48 15-180 64.78-145.61
Waktu berdiri Kanan 95.80 64.71 20-180 49.5-142.0
unipedal (detik)
Kiri 42.5 44.28 2-120 10.8-74.1
Jumlah langkah 34.3 8.11 17 – 45 28.49-40.10
dalam 1 menit

Waktu berdiri dan 10.8 2.39 7-15 9.08-12.5


berjalan dalam 3
meter
Waktu berdiri dan 14.7 4.29 10-22 11.6-17.77
duduk di kursi
(detik)
Waktu tempuh jalan 15.4 2.54 12-18 13.5-17.22
10 meter (detik)

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


121

Dari tabel 5.3 diketahui bahwa rata-rata subjek mampu berdiri tandem dengan kaki
kanan selama 125 detik, dengan standar deviasi 55.67 detik, dengan durasi tercepat
adalah 35 detik dan durasi terlama adalah 180 detik, serta hasil estimasi interval 95%
rata-rata waktu berdiri kaki kanan dalam penerapan inovasi ini adalah 85.17 hingga
164.82 detik. Sedangkan kaki kiri rata-rata mampu berdiri tandem selama 105.2
detik, dengan standar deviasi 56.48 detik, dengan durasi tercepat adalah 15 detik dan
durasi terlama adalah 180 detik, serta hasil estimasi interval 95% rata-rata waktu
berdiri kaki kiri dalam penerapan inovasi ini adalah 64.78 hingga 145.61 detik.
Dari tabel 5.3 juga diketahui bahwa rata-rata subjek mampu berdiri unipedal dengan
kaki kanan selama 95.8 detik, dengan standar deviasi 64.71 detik, dengan durasi
tercepat adalah 20 detik dan durasi terlama adalah 180 detik, serta hasil estimasi
interval 95% rata-rata waktu berdiri kaki kanan dalam penerapan inovasi ini adalah
49.5 hingga 142.0 detik. Sedangkan kaki kiri rata-rata mampu berdiri tandem selama
42.5 detik, dengan standar deviasi 44.28 detik, dengan durasi tercepat adalah 2 detik
dan durasi terlama adalah 120 detik, serta hasil estimasi interval 95% rata-rata waktu
berdiri kaki kiri dalam penerapan inovasi ini adalah 10.8 hingga 74.1 detik.

Dari tabel di atas juga diketahui bahwa rata-rata subjek mampu berjalan sebanyak
34.3 langkah dalam satu menit dengan standar deviasi 8,11, dengan jumlah langkah
adalah 17-45 langkah, serta hasil estimasi interval 95% rata-rata mampu berjalan
sebanyak 28-40 langkah dalam satu menit. Disamping itu dapat diketahui pula rata-
rata waktu berdiri dan berjalan subjek dalam 3 meter adalah 10.8 detik dengan
standar deviasi 2,39 detik, dan waktu tercepat adalah 7 sampai 15 detik, dengan
estimasi interval rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk berjalan dalam 3 meter
adalah 9.08 hingga 12.5 detik.

Disamping itu diketahui juga rata-rata waktu berdiri dan duduk kembali adalah 14.7
detik, dengan standar deviasi 4.29 detik, dan waktu tercepat adalah 10 detik dengan
waktu terlama adalah 22 detik, serta estimasi rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk
berdiri dan kembali dudu adalah 11.6-17.77 detik. Kemudian dari tabel 5.3 juga

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


122

diketahui bahwa rata-rata waktu tempuh jalan10 meter adalah 15.4 detik, dengan
standar deviasi 2.54 detik, dan waktu tercepat 12 detik dan waktu terlama 18 detik,
dengan estimasi rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak 10 meter
adalah 13.5-17.22 detik.
Pada tabel 5.4 berikut akan dijelaskan tentang hasil evaluasi penggunaan buku
panduan latihan kekuatan dan keseimbangan otot oleh subjek.
Tabel 5.4
Evaluasi Buku Panduan Latihan Kekuatan dan Keseimbangan
19 – 26 Juni 2014
Variabel Frekuensi %
Info Jelas
Sangat baik 8 80
Baik 2 20
Tulisan jelas
Sangat baik 7 70
Baik 3 30
Warna Gambar
Sangat baik 10 100

Booklet Praktis
Sangat baik 8 80
Baik 2 20
Manfaat Booklet
Sangat baik 9 90
Baik 1 10
Kegunaan buku
untuk di rumah 10 100

Dari tabel 5.4 di atas diketahui bahwa informasi yang disampaikan dalam buku
panduan latihan kekuatan dan keseimbangan otot sangat jelas dan dapat dimengerti
oleh 80% subjek. Dari tabel tersebut juga diketahui bahwa hampir sebagian besar
subjek (70%) menilai tulisan jelas jelas dan dapat dibaca, dengan 100% subjek
menilai bahwa warna gambar dalam buku panduan sudah sangat baik dan sesuai.
Selain itu sebagian besar subjek (80%) berpendapat bahwa buku panduan ini praktis
untuk digunakan dan hampir 100% mengatakan bahwa buku ini sangat bermanfaat,
dan akan dilanjutkan untuk digunakan dalam latihan sehari-hari di rumah sebanyak
10 subjek (100%).

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


123

5.4 Pembahasan
Pada pasien DM latihan berperan utama dalam pengaturan kadar gula darah
disamping untuk menurunkan berat badan dan lemak tubuh. Prinsip latihan pada
pasien DM umumnya sama dengan orang normal dengan memenuhi beberapa hal
beriku yaitu frekuensi, intensitas, durasi dan waktu. Pada pasien DM latihan yang
dipilih sebaiknya latihan yang disenangi dan yang mungkin dapat dilakukan oleh
pasien disamping dapat meningkatkan kebugaran. Latihan sebaiknya dilakukan
secara teratur dan dilakukan pada saat dirasa menyenangkan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan setiap kali melakukan latihan adalah pemanasan, latihan inti,
pendinginan, dan peregangan (Ilyas, 2013).

Pada penerapan inovasi ini, pemberian latihan pada pasien DM dewasa tua dan lansia
dengan neuropati perifer, dilakukan dengan mempertimbangkan dan memperhatikan
beberapa hal meliputi kondisi kesehatan, kondisi kebugaran, penyakit penyerta dan
penyakit-penyakit yang menjadi kontraindikasi pemberian latihan (misalnya ulkus
kaki diabetik, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, retinopati). Hal-hal ini menjadi
penting untuk diperhatikan oleh edukator ataupun perawat dalam membuat suatu
prorgam latihan bagi pasien DM lansia dengan neuropati. Mengacu pada prinsip
olahraga atau latihan, penerapan latihan ini mengacu pada hasil pemeriksaan pada
lansia sebelum latihan (berupa kemampuan kardiovaskular dan riwayat latihan
sebelumnya). Oleh karena sasaran pada latihan ini adalah pasien DM lansia, maka
intensitas latihan disesuaikan dengan kemampuan subjek (intensitas rendah).
Disamping menyesuaikan intensitas, kelompok juga mempertimbangkan kondisi
muskuloskeletal dan mengawasi setiap subjek ketika melakukan latihan agar tidak
menimbulkan cedera yang dapat menghambat motivasi diabetisi dan kelanjutan
latihan.

Disamping hal di atas, penerapan latihan ini juga memperhatikan dan


mempertimbangan risiko atau bahaya yang mungkin terjadi pada pasien DM terutama
yang mendapat terapi insulin. Pengawasan ini penting dilakukan terutama pada
pasien yang mendapat terapi insulin. Keadaan hipoglikemia merupakan keadaan yang

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


124

perlu diwaspadai. Oleh karenanya sebelum diberikan latihan, kelompok memastikan


bahwa pasien telah memenuhi kebutuhan nutrisinya dan meminta pasien untuk
menghentikan latihan jika merasakan keluhan hipoglikemia.

Ilyas (2013) dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus terpadu mengemukakan bahwa


petugas kesehatan (perawat, dokter, edukator) perlu mengetahui parameter atau
indikator yang perlu dimonitor sebelum, selama dan setelah seorang diabetisi
berolahraga. Keluhan yang merupakan tanda subjektif seperti rasa lemas, lelah, sesak,
dan pusing perlu dipantau dan dicatat. Hal ini juga dijelaskan kepada diabetisi untuk
dilakukan saat latihan di rumah. Pada saat penerapan, selain tanda-tanda subjektif,
kelompok juga memperhatikan tanda objektif seperti denyut nadi, tekanan darah,
irama pernapasan dan keluhan nyeri pada bagian tertentu.

Agar diabetisi merasakan manfaat dari latihan keseimbangan dan kekuatan otot ini,
maka perlu dilakukan evaluasi secara berkala. Latihan ini dapat dilakukan setiap hari.
Evaluasi dilakukan setiap bulan dengan bantuan petugas kesehatan atau pendamping.
Evaluasi dilakukan dengan mencatat waktu kecepatan saat berjalan (time up and
go/TUG), dan lamanya waktu saat latihan keseimbangan.

Bahaya atau risiko akibat latihan pada penerapan latihan ini perlu diwaspadai
terutama pada diabetisi yang menggunakan insulin. Kemungkinan terjadinya
hipoglikemia lebih besar bila insulin disuntikkan pada lengan atau kaki sebelum
latihan. Oleh karena itu dianjurkan agar insulin sebelum latihan dilakukan di daerah
abdomen. Juga dianjurkan agar olahraga dilakukan setelah makan ketika kadar
glukosa darah pada puncaknya.

Keterbatasan pada penerapan latihan ini adalah bahwa sebaiknya perencanaan


program latihan ini bekerja sama dengan petugas kesehatan lain seperti dokter dan
ahli gizi untuk pengaturan dosis insulin dan pengaturan diet. Hal ini berkaitan dengan
kondisi metabolik, dimana pada latihan yang lama dengan defisiensi insulin akan
menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa oleh hepar, disertai peningkatan benda-
benda keton, sehingga membutuhkan pengawasan.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


125

Inovasi latihan kekuatan dan keseimbangan dengan media booklet ini sangat
bermanfaat bagi pasien DM lansia dengan neuropati untuk meningkatkan kekuatan
otot dan mencegah risiko jatuh. Pada proses pelaksanaan, dari 10 subjek yang terlibat
dalam inovasi ini sebagian besar merasakan lebih segar setelah melakukan latihan.
Berdasarkan hasil yang ditemukan bahwa sebagian besar memberikan respon positif
dan kepuasan terhadap diterapkannya latihan ini serta berkomitmen untuk
melanjutkan latihan ini secara mandiri di rumah.

Beberapa hal yang perlu dievaluasi dan diperbaiki oleh kelompok dalam
meningkatkan prgram latihan ini adalah merivisi booklet agar lebih menarik,lebih
mudah dipahami dan praktis dengan gaya bahasa yang lebih sederhana. Disamping
itu perlu dipertimbangkan kembali risiko jatuh pada subjek yang diketahui
berdasarkan hasil yang diperoleh dari penerapan inovasi ini. Dimana rata-rata subjek
membutuhkan waktu lebih dari 12 -13.5 detik untuk berdiri dan kembali duduk di
kursi semula. Hal ini menunjukkan bahwa pasien DM mengalami gangguan
keseimbangan dan kekuatan otot yang memicu terjadinya peningkatan risiko jatuh.
Sehingga perlu dilakukan perencanaan kembali program latihan bagi lansia dengan
neuropati perifer dengan mengetahui kontraindikasi dan keterbatasan pasien DM,
risiko terjadinya hipoglikemia, risiko jatuh, dan peningkatan intensitas latihan dan
durasi dilakukan secara bertahap.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


126

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
6.1.1 Pendekatan self care theory pada pasien DM sangat memungkinkan untuk
diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan, dimana pasien DM akan
distimulasi untuk berpartisipasi aktif dalam mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya, mengenali kebutuhannya dalam mencapai perawatan diri yang
optimal. Dengan self care theory Orem pasien DM diadaptasikan untuk
mengenali dan mengatasi kondisi kegawatdaruratan dan kondisi yang
mengancam saat terjadi di rumah seperti hipoglikemia.
6.1.2 Penerapan buku harian PGDM dalam praktik berbasis bukti cukup bermanfaat
bagi pasien sebagai alat untuk mencapai dan memelihara kendali gula darah,
mencegah dan mendeteksi hipoglikemia, mencegah hiperglikemia berat,
menyesuaikan kebutuhan nutrisi serta menentukan dan menyesuaikan dosis
terapi insulin.
6.1.3 Inovasi latihan kekuatan otot dan keseimbangan pada pasien lansia dengan
neuropati dengan media booklet dapat meningkatkan kekuatan otot dan
mencegah risiko jatuh, namun harus dilakukan dengan pengawasan tenaga
kesehatan atau pendamping pasien. Pelaksanaan latihan ini membutuhkan
kolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti dokter dan ahli gizi untuk
pengaturan atau penyesuaian dosis insulin dan pengaturan diet.

6.2 Saran
6.2.1 Pelayanan Keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan dengan pendekatan teori self care pada pasien
gangguan endokrin sangat bermanfaat dan memudahkan perawat dalam
memberikan intervensi keperawatan secara mandiri. Akan tetapi dibutuhkan
kemmapuan komunikasi terapeutik yang lebih baik untuk menstimulasi
partisipasi aktif pasien dan keluarga. Disamping itu perlu ekslporasi kebutuhan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


127

developmental self care requisites dan health deviation self care requisites
dalam proses pengkajian maupun intervensi.

6.2.2 Pengembangan Ilmu Keperawatan


Perlu dikaji lebih mendalam tentang aplikasi teori self care sebagai salah satu
126
upaya untuk meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga dengan
mengembangkan strategi edukasi dan format proses keperawatan menggunakan
teori ini melalui penerapan intervensi keperawatan berbasis bukti.

6.2.3 Pendidikan Keperawatan


Perlu dilakukan latihan penerapan dengan pendekatan teori self care pada
proses keperawatan pada jenjang pendidikan ners spesialis yang berdasarkan
kepada tindakan-tindakan keperawatan terkini berbasis pembuktian ilmiah
untuk lebih mempersiapkan peran sebagai clinical care manager.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


128

DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B J ang Ladwig G B. (2011). Nursing Diagnosis Handbook An Evidence-


Based Guide to Planning Care 9th ed. Elsevier Inc ; St.Louis, Missouri. USA

Alam.U, Asghar. O, & Malik.R.A. (2010). Diabetic Gastroparesis: Therapeutic


Options. Diabetes Therapy, 1(1), 32-43.doi: dx.doi: 10.1007/s13300-010-
0010-8

Aligood, M. R & Tomey, M. A,. (2010). Nursing Theorists and Their Work Editon
(7th ed). St.Louis,USA: Mosby Inc.

Aligood, M. R & Tomey, M. A,. (2014). Nursing Theorists and Their Work Editon
(7th ed). St.Louis,USA: Mosby Inc.

Alice, W, Ray, M.A &, Turkel, M.C. (2011). Nursing, Caring and Complexity
Science:for human- environment wellbeing. New York: Springer Publishing
Company.

Aljarallah, Badr M. (2011). Management of Diabetic Gastroparesis. The Saudi


Journal of Gastroentrology, 17(2), 97-104

American Diabetes Association (ADA). (2014). Standard of Medical Care in


Diabetes. Diabetes Care. 36:S11-S65.

American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia. (2005). Defining and


Reporting Hypoglycemia in Diabetes. Diabetes Care. 28(5): 1245-1249.

Austin.M, Haas. L, Jonhson. T, Parkin. C, Parkin.C, Spollet. G, & Volpone. T.


(2006). Self-Monitoring of Bloof Glucose: Benefits and Utilizations. The
Diabetes Educator. 32:835-846. DOI: 10.1177/0145721706295873

Bangun, A.V., Sitorus, R., Harto, B. (2009). Faktor-faktor yang berkontribusi


terhadap kepatuhan pasien DM tipe 2 dalam konteks asuhan keperawatan di
Poliklinik Endokrin RSHS Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan. Tesis tidak
diplubikasikan

Benjamin, Evan. (2002). Self Monitoring of Blood Glucose: The Basic. Clinical
Diabetes. 20(1): 45-47

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


129

Bilous R, & Donally, R. (2010). Hypoglycemia. Handbook of Diabetes, Fourth


edition. Wiley-Backwell

Black,J.M & Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing volume 1, ed 8. Sauders:
Elsivier.

Boedisantoso,A. (2013). Komplikasi Akut Diabetes Melitus. Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu edisi ke-2. Balai Penerbit FIK-UI: Indonesia

Bosi, Scavini, Ceriello, Cucinotta, Tiengo, Marino, Bonizzoni, et al. (2013) .


Intensive Structured Self-Monitoring of Blood Glucose and Glycemic Control
in Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 36:2887-2894.

Bulecheck, GM., et all, (2008). Nursing intervensions classifications (NIC). Fifth


Edition. Mosby: Elsevier.

Cabezudo, Madec-Hilly, & Aslam. (2013). Medical Resouce Use, Disturbance of


Daily Life and Burden of Hypoglycemia in Insulin-Treated Patients With
Diabetes. Expert Review. 13(1):123-130

Cameron, et all. (2007). The Australian Diabetes, Obesity and Lifestyle Study –
Profiling Diabetes and Cardiovascular Disease Risk in the Nation.
International Diabetes Institute, Melbourne
Camilleri.M, Parkman.H.P, Shafi.M.A, Abell.T.I, & Gerson.L. (2013) Clinical
Guideline: Management of Gastroparesis. The American Journal of
Gastroentrology, 108, 18-37.

Carrol, R.G. (2009) Anatomy and Physiology Review: the metabolic system dalam
Black, J.M., Hawks, J.H. Medical surgical nursing: clinical management for
positive outcomes, St.Louis, Missouri. Elsevier Saunders.

Christensen, P.J & Kenney J.W. (2009). Proses Keperawatan Aplikasi Model
Konseptual. Alih bahasa Yuningsih,Y & Asih,Y. Jakarta: EGC.

Cryer, PE & Davis SN. (2003). Hypoglycemia in Diabetes. Diabetes Care. 26(6):
1902-1912.

Cryer. PE, Axelrod.L, & Grossman AB. (2009). Evaluation and Management ofAdult
Hypoglycemia Disorders: an Endocrine Society Clinical Practical Guideline.
Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism. 94(3): 709-728

Davidson, M. (2007). The Dilemma od Self Monitoring of Bloof Glucose.


Diabetologia. 50:497-499. DOI 10.1007/s00125-006-0582-z

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


130

Doengoes, M.E, Moorhause, M.F, Murr, A.C. (2012). Nursing Care Plan Guidelines
for Individualizing Client Care Across The Life Span (8th ed). Philadelphia :
F.A Davis Company

Deglin judith, D and Vallerand, April H. (2005) .Pedoman Obat untuk Perawat Edisi
4, editor Kurnianingsih Sari. EGC; Jakarta, Indonesia
Drury, P & Gatling W. (2005). Hypoglycemia. Diabetes: Your Queston Answered.
Curchill Livingstone: Oxford.

Edmons, M., Foster, A., & Sanders, L. (2008). A Practical Manual of Diabetik Foot
Care (2nd Edition). USA: Blackwell Publishing.

Ernawati. (2013). Diabetes Melitus dan Penangannya; Penerapan Model Self Care
Orem pada Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus.

Fawcett. J & Garity J. (2009). Evaluating Research for Evidence-Based Nursing


Practice. Philadelphia: Davis Company.

Frykberg, R.G., Zgonis, T., Armstrong., Driver, V.R., Giurini,J.M., & Kravits, S.R.,
et al. (2006). Diabetic Foot Disorder A Clinical Practice Guideline Revision.
The Journal of Foot anf Ankle Surgery, 45(5), S1- S66.

Farmer, Wade, French, Simon, Yudkin, Gray, Crave, et al. (2009). Blood Glucose
self-Monitoring in type 2 diabetes: a Randomized Control Trial. Health
Technology Assessment, 13(15). DOI:10.3310/htal3150

Gabbay, R. A & Adelman, A.M. (2010). Future Models of Diabetes Care. Textbook
of Diabetes (4th edition). USA: Blackwell Publishing

Gough,S & Narendran, P. (2010). Insulin and Insuin Treatment. In Holt, R.G,
Cokram.C, Flybjerg.A, Goldstein,B.J. Textbook of Diabetes (4th ed). Willey-
Blackwell.

Greenstein & Wood. (2010). At a glance sistem endokrin edisi ke-3. Alih bahasa
Elizabeth Yasmin. Penerbit Erlangga: Indonesia.

Gulabani, M., John, M., Isaac, R. (2008). Knowledge of Diabetes, its Treatmentand
Complications Amongst Diabetic Patients in a Tertiary Care Hospital. Indian
J Community Med. 33(3): 204-206

Hart.J. (2009). Stress Management and Chronic Disease. Alternative and


Complementary Therapies. Mary Ann Liebert, Inc.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


131

Heller, S.R. (2011). Hypoglycemia: its Patophysiology in Insulin Treated Diabetes


and Hypoglycemia Unawareness. British Journal of Diabetes and Vascular
Disease. 11(1): S6-S9

Herdman, T H. (2012). NANDA INTERNATIONAL Nursing Diagnosis : Definition


and Classification (2009-2011). Wiley-Blackwell : Lowa, USA.

Hidayatai, W. (2013). Metode Perawatan Pasien Gangguan Sistem Perkemihan


Aplikasi Konsep Orem “Self Care Deficit” dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.

Hoffbrand, A.V, Pettit, J.E,& Moss, P.A. (2005). Kapita Selekta Hematologi edisi 4.
Jakarta; EGC

Holk. Richard, Cockram. C.S, Flyvbjerg. A, & Goldstein.B.J. (2010). Textbook of


Diabetes, 4th edition. Wiley-Balcwell

Ignativicius, D.D. & Workman, M.L. (2010). Medical Surgical Nursing 6th edition.
St Louis: Saunders Elvisier.

Ilyas, Ernita.I. (2013). Olahraga bagi Diabetisi. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu edisi ke-2. Balai Penerbit FIK-UI: Indonesia

Kapustin, J.F. (2011). The Complexity od Diabetes and the Caring Role of The Nurse
Practitioner. Nursing, Caring and Complexity Science:for human- environment
wellbeing. New York: Springer Publishing Company.

Keast, D., & Arsted, H. (2008) The basic principles of wound healing. Jounal of
podiatry 56(5): 67-70
Kemp, et all. (2005). Glucose, Lipid, and Blood Pressure Control in Australian
Adults With Type 2 Diabetes. Diabetes Care, Volume 28:6
Klonoff, David. (2007). Benefits and Limitation of Self Monitoring of Blood
Glucose. Journal of Diabetes Science and Technology. 1(1): 130-132.

Khoo,Joan, Rayner.C.K, Jones.K.L, & Horowitz.M. (2009). Pathophysiology and


Management of Gastroparesis. Expert Reviews Gastroenterol, Hepatol, 3(2),
167-181.

Krentz A.J. (2002) Insulin Resistance A Clinical Handbook.

Krogh, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, A.J. (2009) Constipation in the ederly:
investigation and management, Future magazine 5(5): 671

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


132

Kurniasari, D. (2007). Faktor-faktor yang Berkontribusi dengan Kejadian Ulkus Kaki


Diabetik di Jambi (published graduate thesis). Universitas Indonesia, Depok.

Lavery, LA., Higgins, Kr.,Lanctot, D.R., Constantinides, G.P., Zamorano, R.G.,


Athanasious, K.A.,et al. (2007). Preventing Diabetic Foot Ulcer Recurrence in
High-Risk Patients. Diabetes Care, 30,14-20. doi: dx.doi:10.2337/dc06-1600

Leese.GP, Wang J, Broomhall J, et al. (2003). Frequency of Severe Hypoglycemia


Reqiring Emergency Treatment in Type 1 and Type 2 Diabetes: A Population
Based Study of Health Service Resourche Use. Diabetes Care. 26(4): 1176-
1180

Levitt, N.S, Mash, B, Unwin.N, Mbanya.J.C, Cho. J-H, and Yoon K-H. (2010).
Models of Diabetes Care Across Different Resource Settings. Future Models of
Diabetes Care. Teextbook of Diabetes (4th edition). USA: Blackwell Publishing

Lewis.L.S, Dirksen..S.P, Heitkemper.M.M,& Bucher.L. (2014). Medical-Surgical


Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems (9th ed). St. Louis
Missouri: Elsivier

McDonald. J.W, Burroughs.A, Fagan, B.C, & Fennety,M.B. (2011). Evidence-Based


Gastroentrology and Hepatology (3rd ed). Wiley-Blackwell.

McEwen.M & Wills. E.M. (2011). Theoretical Basic for Nursing (3rd edition).
Newyork : Lippincot and Wilkins.
Melnyk, B & Ellen, F-O. (2011). Evidence-Based Practice in Nursing & Healthcare.
A Guide to Best Practice (2 nd ed). Wiley-Blackwell

Miller.D, Berard.L, Cheng.A,Hanna.A, Hagerty.D, & Knip.A, et al. (2013). Self-


Monitoring of Blood Glucose in People with Type 2 Diabetes.: Canadian
Diabetes Association Briefing Document for Healthcare Providers. Canadian
Journal of Diabetes. 317-318.

O’Callaghan, C.A.(2009). At a glance sistem ginjal edisi ke-2. Alih bahasa Elizabeth
Yasmin. Penerbit Erlangga: Indonesia.

Osterberg,L, Blaschke, T (2005). Drug Therapy Adherence To Medication. The new


England Journal of medicine. 353(5): 487-497

Overland.J, McGill.M, & Yue, D.N. (2010) The Role of Community and Specialist
Services. Textbook of Diabetes (4th edition). USA: Blackwell Publishing.

Parker, M.E & Smith, M.C. (2010). Nursing Theories & Nursing Practice (3 rd ed).
Philadelphia: Davis Company

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


133

Parkman, H.P. (2010). The Pathophysiology of Diabetic Gastroparesis.


Gastroentrology and Hepatology 6 (6), 3-5.

Pearson,.A, Field.J, & Jordan.Z. (2007). Evidence-Based Clinical Practice ijn Nursing
and Health Care, Asimilating research, Experience and Expertise. Wiley-
Blackwell

Peimani, M., Tabatabaei – Malazy, O.,Pajouhi, M. (2010). Nurses’ Role in Diabetes


Care; A review. Iranian Journal of Diabetes and Lipid Disorders (9): 1-9.

Perera,D.P., De Silva, R.E.E., Perera W.L.S.P. (2013). Knowledge of diabetes among


type 2 diabetes patients attending a primary health care clinic in Sri Lanka.
Eastern Mediterranean Health Journal. 19(7): 644-648

PERKENI. (2011). Revisi Konsensus PERKENI.


www.perkeni.org/download/Konsensus%20DM%202011.zip

Prodosudjadi W. (2009). Penyakit Ginjal Kronik Tak terdeteksi, Perhimpunan Nefrologi


Indonesia hal 1-8.

Purnamasari, D. (2009). Sindrom Metabolik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
(Edisi 5). Editor Sudoyo, A., Setiohadi, B., Simadibrata, M., Alwi,I., &
Setiati, S. Jakarta: Interna Publishing.

Renpenning.K.G & Taylor,S.G. (2003). Self Care Theory in Nursing: Selected


Papers of Dorothea Orem. Springer Publishing Inc.

Revicki,D.A, Rentz,A.M, Dubois.D, Kahrilas.P, Stanghellini.V, Talley.N.J, & Tack.J


.(2004). Gastroparesis Cardinal Symtomp Index: Development and
Vallidation of a Patient Reported Assessment of Severity of Gastroparesis
Symptoms. Quality of Life Research 13 (2004), 833-844.

Shafiee.G, Mohajeri-Tehrani.M, Pajouhi.M, & Larijani.B. (2012). The Importance of


Hypoglycemia in Diabetik Patients. Journal of Diabetes & Metabolic
Disorders. 11(17): 1-7.

Schramm, W. (2012). Self-Monitoring of Blood Glucose: One Step Forward. Jounal


of Diabetes Science and Technology, 6(4): 978-984

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


134

Schnell.O, Erbach. M, & Wintergerts.E. (2013). Hinger Accuracy of Self-Monitoring


of Blood Glucose in Insulin Treated Patients in Germany. Journal of Diabetes
Science and Technology. 7: 904-912. DOI 10.1177/193229681300700413

Smeltzer, S & Bare, B. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Editor
Pakaryaningsih, E & Ester,M. Jakarta: EGC

Soegondo,S. (2013). Prinsip Penanganan Diabetes, Insulin dan Obat Hipogllikemik


Oral. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu edisi ke-2. Balai Penerbit
FIK-UI: Indonesia

Soegondo, S., & Subekti,I. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)

Soemadji, D.W. (2009). Hipoglikemia Iatrogenik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 3, Edisi 5. Interna Publishing: FIK-UI. Indonesia

Soewondo, P. (2013). Pemantauan Kendali Diabetes Melitus. Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu edisi ke-2. Balai Penerbit FIK-UI: Indonesia

So, W-Y & Chan, J.C.N. (2010). The Role of the Multidisciplinary Team. Textbook
of Diabetes (4th edition). USA: Blackwell Publishing

Tambunan.M & Gultom.Y. (2013). Perawatan Kaki Diabetes, dalam S.Soegondo, P,


Soewondo & Subekti. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:
FKUI

Tanenberg, Bode, Lane, Levetan, Mestman, Harmel, et al .(2004). Use Continous


Monitoring System to Guide Therapy in Patients with Insulin-Treated
Diabetes: A Randomized Controlled Trial. Mayo Clinic Proceeding: 79(12):
1521-1526

Tatersal,R.B. (2010). The History of Diabetes Mellitus, in Holt, R.G, Cokram,C,


Flybjerg, A, Goldstein, B.J. (2010). Textbook of Diabetes Mellitus (4th ed).
Willey-Blackwell.

Wang. J, Zgibor.J, Matthews.J, Charron-Prochownik.D, Sereika.S, & Simineriao.L.


(2012). Self-Monitoring of Blood Glucose is Associated with Problem-
Solving Skills in Hyperglycemia and Hypoglycemia. The Diabetes Educator.
38:207-214. DOI: 10.1177/0145721712440331

Waspadji , S. (2013). Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelollan yang


Rasional. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu edisi ke-2. Balai Penerbit
FIK-UI: Indonesia

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


135

World Health Organization (WHO). (2006). Definition and Diagnosis of Diabetes


Melitus and Intermediate hyperglycemia. Report of a WHO/IDF consultation.
http://www.who.int/diabetes/publications/Definition%20and%20diagnosis%20of
%20diabetesnew.pdf

Wilkinson, A., Whitehead, L., & Ritchie,L. (2013). Faktors Influencing The Ability
to Self-Management for Adults Living with Type 1 or 2 Diabetes.
International Jounal of Nursing Studies.
oi: dx.doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2013.01.006

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


Lampiran 1

FORMAT PENGKAJIAN

Basic Conditioning Factor Keluhan Utama:

a. Nama :
b. No Rekam Medik :
c. Usia :
d. Jenis Kelamin :
e. Pendidikan : Riwayat KU:

f. Status Pernikahan :
g. Suku Bangsa
h. Pekerjaan :
i. Agama :
j. Alamat :
k. Tgl Masuk RS :
l. Tgl Pengkajian :
m. Diagnosa Medis :
n. Informasi didapat dari :

Riwayat Kesehatan: Riwayat Kesehatan Keluarga:

Pola Kehidupan (sehari-hari)


Pola aktivitas dan istirahat Pola makan dan minum

Olah Raga: senam/jalan kaki/jogging/sepeda/berkebun Minum : ________cc/hari

Frekuensi:_______/minggu Durasi:_______/menit Jenis : air


putih/mineral/teh/kopi/sirup/suplemen
Pola tidur : malam_____/siang_____/kebiasaan tidur_____
Konsumsi alkohol: ya/tidak
Hobi : _____________ Makan teratur: ya/tidak
Komposisi makanan:
KH/protein/lemak/buah/sayur/susu

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


3

Pola kebersihan diri dan hidup Pola Eliminasi :

Mandi: frekuensi______keramas:_______gosok gigi:______ BAB: frekuensi___warna:_____konsistensi:____

Merokok : tidak/ ya , banyak:____batang/hari, eks perokok BAK: frekuensi___warna:_____konsistensi:____

NAPZA: tidak/ya, jenis______eks pengguna, kapan

Tanggapan Pasien tentang kondisi kesehatannya: menyadari/tidak menyadari

........................................................................................................................................................................................

Tanggapan anggota keluarga tentang status kesehatan klien: peduli/tidak peduli

........................................................................................................................................................................................

THERAPEUTIC SELF CARE DEMAND


Pengkajian Universal Self Care
Oksigenasi Keseimbangan cairan dan elektrolit
S: S:

O: O:

Masalah Keperawatan: Masalah Keperawatan:

Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi


S: S:

O: O:
BAB: frekuensi___warna:_____konsistensi:____BAK:
BB=______ TB=_______ BBI= (TB-100)-10%=
frekuensi___warna:_____konsistensi:____
Status Gizi= = (BB aktual:BBI)x100% = Kondisi kebersihan genitauirnaria:________________
(< 90%: kurus, 90-110%: normal, 110-120%: lebih, Vesikaurinaria: penuh/kosong/massa
>120%: gemuk) Penis: sirkumsisi: ya/tidak
Kebutuhan kalori basal (perempuan)= BBI x 25 kal Tumor: tidak/ya, lokasi:________ukuran:______cm
Kebutuhan kalori basal (laki-laki)= BBI x 30 kal
Kebutuhan energi total = kebutuhan kalori basal + faktor Kelainan lain:___________________________
koreksi (aktivitas, usia, status gizi) + stres metabolik
Skrotum: konsistensi: kenyal/padat/hidrocel
Ukuran:_____cm
Makan teratur: ya/tidak
Kelenjar:
Komposisi makanan: Inguinal kanan: ukuran_______cm
KH/protein/lemak/buah/sayur/susu Inguinal kiri: ______cm

Masalah Keperawatan: Masalah Keperawatan:

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


4

Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat Kesendirian dan Interaksi sosial


S: Psikososial:

Status Psikologis:
O:
Tenang, Cemas, Takut, Marah. Sedih,
Olah Raga: senam/jalan kaki/jogging/sepeda/berkebun
Lain-lain:
Frekuensi:_______/minggu Durasi:_______/menit
Status Mental:
Pola tidur : malam_____/siang_____/kebiasaan
tidur_____ Sadar dan orientasi baik

Hobi : _____________ Masalah


Perilaku:______________________________
Masalah Keperawatan:
Perilaku kekerasan yg dialami sebelumnya__________

____________________________________________

Status Sosial:

Hubungan pasien dg anggota Klg:

Kerabat
terdekat:____________Hubungan:__________

Pekerjaan
Pasien:_______________________________

Masalah Keperawatan:

Pencegahan terhadap Risiko yang Mengancam Peningkatan Fungsi dan Perkembangan Hidup

Tanda dan Gejala Infeksi Sistem Pendukung (orang terdekat) =


Kemampuan Self care
Suhu:______ dolor:__________rubor:_________ Penilaian Status Fungsional (BARTHEL INDEX)
a. Mengendalikan rangsang BAB (tak terkendali/perlu pencahar=0,
Tumor:___________functiolesia:_____________ kadang2 tidak terkendali=1, Mandiri=2)
b. Mengendalikan rangsang BAK (tak terkendali/pakai kateter=0,
Hasil Laboratorium (Penanda infeksi): kadang2 tidak terkendali=1, Mandiri=2)
c. Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi) (butuh
pertolongan orang lain=0, Mandiri=1)
___________________________________________ d. Penggunaan jamban masuk dan keluar (melepaskan, memakai
celana, membersihkan, menyiram) (Tergantung pertolongan orang
lain=0, butuh pertolongan pada beberapa kegiatan=1, Mandiri=0)
___________________________________________ e. Makan (Tidak mampu=0, Perlu ditolong memotong makanan=1,
Mandiri=2)
Penilaian risiko jatuh f. Berubah sikap dari berbaring ke duduk (Tidak mampu=0, Perlu
banyak bantuan untuk bisa duduk/2 orang =1, Bantuan/2 orang-2,
Mandiri=3.
a.Riwayat jatuh 3 bulan terakhir (Tidak=0, Ya=25) g. Berpindah/berjalan (Tidak mampu=0, Bisa dengan kursi roda=1,
b.Diagnosis Medis Sekunder > 1 (Tidak=0, Ya=15) Berjalan dengan bantuan 1 orang=2, Mandiri=3)

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


5

c. Alat bantu jalan (Bed rest/dibantu perawat=0, h. Memakai baju (Bergantung orang lain=0, Sebagian dibantu=1,
Penopang/walker/togkat=15, Furnitur=30) Mandiri=2)
d.Menggunakan infuse ((Tidak=0, Ya=25) i. Naik turun tangga (Tidak mampu=0, Butuh pertolongan=1,
Mandiri=2)
e.Cara berjalan/berpindah (Normal/bed rest/imobilisasi=0, Lemah=15,
j. Mandi (Tergantung orang lain=0, Mandiri=2)
Terganggu=30)
f.Status mental (orientasi sesuai kemampuan diri=0, Lupa Total Skor:
keterbatasan diri=15)
Total Skor: Ket;
Ket; 20: Mandiri, 12-19: Ketergantungan ringan, 9-11: Ketergantungan
0-24: tidak berisiko, 25-50: risiko rendah, >/=51: Risiko tinggi. sedang, 5-8: Ketergantungan berat, 0-4 : Ketergantungan Total.

Lain-lain:
__________________________________________________ Kebutuhan perawatan diri:
_________________________________________________ Ketergantuang total (pasien ketergantungan total atau
berat : penurunan kesadaran/ kelumpuhan/bed
Masalah Keperawatan: rest/fraktur/gangguan kognitif)
Ketergantungan sebagian (pasien ketergantung ringan
atau sedang: perawat dan pasien bersama-sama
melakukan pemenuhan aktifitas, perawatan diri dan atau
ambulasi)
Supportif-edukatif system (pasien mandiri atau
ketergantungan ringan: pasien mampu dan dapat
belajar)

Masalah Keperawatan:

Developmental Self Care Requisites (Kebutuhan Perawatan Diri sesuai Perkembangannya)


a. Memberikan dan mempertahankan keadekuatan material seperti air, makanan dan kondisi yang penting untuk
perkembangan tubuh manusia :
..................................................................................................................................................................................
b. Memberikan dan mempertahankan kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang menjamin perasaan nyaman dan
aman: ......................................................................................................................................................................
c. Memberikan dan mempertahankan kondisi yang meningkatkan dan mempertahankan perkembangan kognitif:
..................................................................................................................................................................................
d. Memberikan kondisi dan pengalaman untuk mengatasi kecemasan:
..................................................................................................................................................................................
Health Deviation Self Care Requisites (Penyimpangan Kesehatan dalam Self Care)

SELF CARE AGENCY (PEMBERI PERAWAT DIRI)


Pengetahuan Pengambilan Keputusan

Kurang pengetahuan tentang tindakan yang perlu Pengambil keputusan : pasien/istri/suami/orang


dilakukan : ya/tidak tua/lainnya sebutkan_________________________
Keterbatasan kognitif : ya/tidak

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


6

Kemampuan mencari sumber informasi terkait penyakit: Hambatan dalam pengambilan keputusan:
.......................................................................................... .........................................................................................
Hambatan .........................................................................................
belajar/edukasi:.................................................................
........................................................................................

Format Pengkajian Kaki Diabetes (Khusus Pasien DM)

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


Lampiran 2

Gambaran 30 Resume Kasus Kelolaan menggunakan Pendekatan Teori self care Orem

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
1 Ny. Ir, berumur 58 tahun, Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 10
menikah, memiliki 3 orang adanya luka pada kaki kanan Pasien mengalami masalah hari, pasien dan keluarga belum mampu
anak, pendidikan SMP, yang memberat sejak 3 bulan mempertahankan kebutuhan oksigenasi mengenali kebutuhan kesehatan dan
pekerjaan Ibu rumah sebelum masuk RS. Riwayat (sesak dan batuk), mempertahankan keperawatannya secara mandiri untuk
tangga, agama islam, suku penyakit sekarang dialami sejak kecukupan pemasukan makanan persiapan pulang
betawi, alamat rumah jalan 1 tahun terakhir yang (anoreksia), mempertahankan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dukuh RT 008/005 kramat dirasakana kaki sering keseimbangan antara aktifitas dan istirahat selama 10 hari, terlihat perbaikan asupan
jati, TB= 148 cm, BB= 50 kesemutan. Pasien dan (fatigue, tonus otot menurun, sulit nutrisi, nilai Hb 10,1 gr/dl, peningkatan
kg, IMT= 22.8 kg/m2. Keluarga kemudian istirahat, dan tidak dapat berjalan), risiko kadar albumin, penurunan nilai leukosit
Pasien dirawat dengan menggunakan penghangat kaki yang mengancam kehidupan dan darah, peningkatan nafsu makan,
diagnosa medis Ulkus DM untuk mengatasi kesemutan. kesejahteraan (infeksi) dan masalah fungsi kualitas tidur meningkat, luka
cruris et pedis dextra Namun akibatnya kaki peran sebagai istri dan Ibu yang terganggu memperlihatkan tanda-tanda perbaikan
dengan ascending infection mengalami luka yang diawali selama perawatan dengan warna dasar luka merah, terdapat
post debridement H+3, pada plantar dan tungkai granulasi dan epitelisasi serta
DM tipe 2, CAP dd TB membengkak. Luka kemudian Developmental self care requisites pengurangan ukuran luka. Gambaran
Paru dirawat oleh dokter keluarga, Masalah pada tugas pasien sebagai istri kurve gula darah pasien berangsur-
namun luka meluas dan dan Ibu. angsur terkontrol. Dari hasil evaluasi
semakin memberat 3 bulan Perubahan fisik pada pasien dan terlihat peningkatan kemampuan pasien
terakhir sehingga dibawa ke kemampuan adaptasi berjalan dengan satu dan keluarga dalam pencegahan dan
RSCM. Pada saat pengkajian kaki untuk persiapan. penanganan hipoglikemia secara
Pasien mengeluhkan sesak mandiri. Namun reedukasi dilakukan
napas (RR 28x/menit), lemas, Health Deviation Self care requisites secara berulang 2-3 kali untuk
tidak nafsu makan, dan nyeri  Terdapat empat ulkus pada pedis dextra mengealuasi pemahanan dan
pada kaki post amputasi. (plantar pedis dextra, fibula, dorsum meningkatkan kemandirian pasien dan
Riwayat DM tipe 2 sejak 2 hingga cruris, dan tumit). Ulkus telah keluarga.
tahun, dan mendapat metformin mengalami ascending infection

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


8

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
2-3 kali/hari (2x500 mg), rutin  ABI Kanan = 1.04, ABI kiri= 1.16.
minum obat dan jarang kontrol. neuropati pada kaki kiri, kaki kanan tidak
HbA1C: 10,1%, hasil dapat dinilai, foto rontgen pedis dextra:
laboratorium Hb; 10,5 gram/dl, osteomilelitis dissertai emphisema
leukosit 21.700 /UL, Albumin subkutis.
2,5 gram/dL, kreatinin darah  Gambaran kadar gula darah pasien
0.7 mg/dL, ureum 97,9 mg/dL. fluktuatif, hiperglikemia dan cenderung
hipoglikemia. Insulin diberikan dengan
mempertimbangkan asupan nutrisi pasien.
Intervensi:
Manajemen oksigenasi, manajemen nyeri,
Manajemen nutrisi, peningkatan kualitas
tidur, perawatan luka dan kaki, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah edukasi hipoglikemia, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri.
2 Ny. O, berumur 55 tahun, Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Setelah dilakukan tindakan keperawatan
menikah, memiliki 2 orang adanya luka pada Ibu jari kaki Pasien mengalami masalah selama 8 hari, terlihat perbaikan nafsu
anak, pendidikan SD, kanan yang memberat sejak 1 mempertahankan kemampuan memenuhi makan, peningkatan kemampuan
pekerjaan Ibu rumah bulan sebelum masuk RS. Pada kebutuhan eliminasi (nyeri berkemih), mengontrol nyeri, kemandirian
tangga, agama islam, suku saat pengkajian pasien mempertahankan kecukupan pemasukan melakukan latihan aktif, mampu duduk
betawi, alamat rumah mengeluhkan nyeri pada ujung makanan (penurunan nafsu makan), di tepi tempat tidur secara mandiri.
jalanPuri RT G/5 Pasar jari pedis sinistra, nyeri mempertahankan keseimbangan antara Namun pasien dan keluarga belum dapat
Manggis, Setiabudi, Jak- pinggang, dan nyeri saat aktifitas dan istirahat (tidak dapat mengenali kebutuhan kesehatan dan
Sel, TB= 163 cm, BB= 58 berkemih Riwayat penyakit berjalan), risiko yang mengancam perawatannya untuk persiapan pulang.
kg, IMT= 21.8 kg/m2. sekarang dialami sejak 1 tahun kehidupan dan kesejahteraan (pandangan Hasil pemeriksaan laboratorium
Pasien dirawat dengan terakhir. Satu bulan SMRS luka kabur), dan masalah fungsi peran sebagai menunjukkan peningkatan nilai Hb
diagnosa medis Ulkus DM meluas hingga ke punggung istri dan Ibu yang terganggu selama 12,05 gr/dl, peningkatan kadar albumin,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


9

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
Post amputasi dig I+ Post kaki kiri disertai darah, nanah, perawatan penurunan nilai leukosit. Monitoring
STSG Pedis Sinistra, LBP nyeri, kehitaman dan demam. Developmental self care requisites gula darah memperlihatkan gambaran
ec HNP. Nyeri pinggang dialami Pasien Masalah pada tugas pasien sebagai istri kurve gula darah pasien yang cukup
sejak setengah tahun yang lalu dan Ibu. terkontrol.
dan memberat dalam satu bulan Perubahan fisik pada pasien dan
terakhir sehingga pasien hanya kemampuan adaptasi berjalan dengan satu
bisa berbaring, tidak dapat kaki untuk persiapan dengan.
duduk dan berjalan. Riwayat
jatuh dari escalator 11 tahun Health Deviation Self care requisites
yang lalu.  Terdapat luka post amputasi digiti I pada
Pasien menderita DM sejak 13 pedis dextra
tahun yang lalu, mendapat obat  Nyeri dig II, III dan IV pedis dextra VAS
Metformin 2x1, dan 3, nyeri pinggang VAS 5, menyebar ke
Glibenklamid 2x500 mg. abdomen semua kuadran dan tidak mampu
Diminum teratur, kontrol tiap duduk., Nyeri berkemih dirasakan perih,
bulan. Namun sejak 1 bulan tidak menyebar, VAS 5
terakhir tidak berobat teratur  Gambaran kadar gula darah pasien
karena tidak dapat berjalan. fluktuatif (hiperglikemia). Terapi insulin
Riwayat hipertensi sejak 6 diberikan dan diet DM untuk mengontrol
tahun yang lalu. mendapat obat kadar gula darah.
captopril 2 x 25 mg, diminum
teratur. Intervensi:
HbA1C: 11,8%, hasil Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi,
laboratorium Hb; 10,5 gram/dl, peningkatan kualitas tidur, perawatan luka
leukosit 12.800 103/UL, dan kaki, edukasi penatalaksanaan DM,
Albumin 2,52 gram/dL ,ureum monitoring kadar gula darah, latihan pasif
97 mg/dL; pemeriksaan dan aktif, managemen energi dan
spesimen urin ditemukan peningkatan kemampuan perawatan
leukosit 7-8/lbp. mandiri

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


10

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
3 Ny. SB, berumur 58 Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 11
tahun, menikah, memiliki adanya luka pada telapak kaki Pasien mengalami masalah dalam hari, pasien dan keluarga dapat
6 orang anak, pendidikan kiri yang memberat sejak 14 mempertahankan kecukupan pemasukan mengenali kebutuhan kesehatan dan
SD, pekerjaan Ibu rumah hari sebelum masuk RS. makanan (obesitas I), mempertahankan keperawatannya secara mandiri untuk
tangga, agama islam, suku Keluhan yang dirasakan saat keseimbangan antara aktifitas dan istirahat persiapan pulang
jawa, alamat rumah jalan pengkajian adalah nyeri pada (tonus otot menurun, dan tidak dapat Selama proses keperawatan, terlihat
Kramat Sawah RT 004/02, area amputasi dan kemerahan berjalan), dan masalah fungsi peran perbaikan pada luka post amputasi dan
Paseban, Senen, Jak-Pus, pada kemaluan. Amputasi sebagai istri dan Ibu yang terganggu gangguan kulit di kemaluan. Hasil
TB= 145 cm, BB= 60 kg, disebabkan karena adanya selama perawatan pemeriksaan laboratorium menunjukkan
IMT= 28.5 kg/m2. gangrene pada telapak kaki peningkatan nilai Hb 10,9 gr/dl,
Pasien dirawat dengan kanan. Gangrene diawali akibat Developmental self care requisites peningkatan kadar albumin, penurunan
diagnosa medis post luka dan bengkak pada telapak Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. nilai leukosit darah. Monitoring kadar
Amputasi below knee kaki kiri yang tidak kunjung Perubahan fisik pada pasien dan gula darah menunjukkan perbaikan
Sinistra H+2, DM tipe II, sembuh sejak 14 hari sebelum kemampuan adaptasi berjalan dengan satu gambaran kurve gula selama 10 hari.
CAP dd TB masuk RS. Pasien sempat kaki untuk persiapan dengan.
berobat ke Puskesmas dan
dokter umum, namun tidak ada Health Deviation Self care requisites
perbaikan.  Post amputasi kaki kiri terbalut elastis
Riwayat DM tipe 2 sejak 3.5 perban.
tahun, dan mendapat metformin  ABI Kanan = 1.18, neuropati pada kaki
2x500 mg, tidak rutin minum kanan.
obat dan jarang kontrol.  Gambaran kadar gula darah pasien
HbA1C: 12,7%, hasil fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet
laboratorium Hb; 9,5 gram/dl, DM diberikan untuk menunjang proses
leukosit 19.500 /UL, Albumin penyembuhan luka pasien dan untuk
2.0 gram/dL, kreatinin darah mengontrol kadar gula darah.
2.4 mg/dL,ureum 75,8 mg/dL.
Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


11

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
peningkatan kualitas tidur, perawatan luka
dan kaki, edukasi penatalaksanaan DM,
monitoring kadar gula darah, latihan pasif
dan aktif, managemen energi, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri
4 Ny. SK, berumur 53 Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 7
tahun, seorang janda adanya luka pada kedua kaki Pasien mengalami masalah dalam hari, pasien dan keluarga mampu
dengan 4 orang anak, yang tidak kunjung sembuh dan mempertahankan kecukupan pemasukan mengenali kebutuhan kesehatan dan
pendidikan SMP, agama memberat sejak 3 minggu air (pembatasan cairan 600 ml/24 jam), keperawatannya secara mandiri untuk
islam, suku jawa, alamat sebelum masuk RS akibat mempertahankan keseimbangan nutrisi persiapan pulang
rumah jalan Bendungan tertusuk paku. Keluhan yang (mual dan muntah), mempertahankan Selama proses keperawatan, kelemahan
RT 001/06, Kemayoran, dirasakan saat pengkajian keseimbangan antara aktifitas dan istirahat akibat anemia dan pemenuhan nutrisi
Jak-Pus, TB= 155 cm, adalah nyeri kedua kaki dan (tidak dapat berjalan dan sulit istirahat), mulai teratasi yang dibuktikan dengan
BB= 60 kg, IMT= 24.9 kelemahan. dan masalah fungsi peran sebagai Ibu peningkatan kadar Hb 9.7 gr/dl. Keluhan
kg/m2. Riwayat DM tipe 2 sejak 8 yang terganggu selama perawatan mual dan muntah berkurang disertai
Pasien dirawat dengan tahun, dan mendapat metformin Developmental self care requisites dengan peningkatan nafsu makan. Selain
diagnosa medis ulkus DM 1x850 mg, tidak rutin minum Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. itu terlihat perbaikan pada luka post
pedis bilateral post obat dan jarang kontrol. Perubahan fisik pada pasien dan debridement. Luka memperlihatkan
debridement hari 1, DM Riwayat amputasi digiti III-V kemampuan adaptasi untuk persiapan tanda-tanda perbaikan seperti warna
tipe 2, Acute on CKD dd pedis dextra. pulang karena pasien belum dapat berjalan dasar luka merah, terdapat granulasi dan
CKD stage III, anemia dan Riwayat KAD dengan kadar dengan kedua kaki epitelisasi serta pengurangan ukuran
hipoalbumin gula darah 846, keton 4.6, 1 luka. Hasil pemeriksaan laboratorium
minggu sebelum dipindahkan Health Deviation Self care requisites lainnya menunjukkan peningkatan kadar
ke ruang rawat  Post debridement pedis bilateral. albumin, penurunan nilai leukosit darah.
HbA1C: 13,5%, hasil  ABI Kanan = 0.9, ABI kiri: 0.8 Hasil monitoring gula darah selama 6
laboratorium Hb; 6,7 gram/dl,  Gambaran kadar gula darah pasien hari memperlihatkan gambaran kurve
leukosit 17.700 /UL, Albumin fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet gula darah yang mulai terkontrol.
1.6 gram/dL, kreatinin darah DM dan diet ginjal diberikan untuk
1.4 mg/dL, ureum 43 mg/dL

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


12

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
menunjang proses penyembuhan luka
pasien dan untuk mengontrol kadar gula
darah.

Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi,
peningkatan kualitas tidur, perawatan luka
dan kaki, edukasi penatalaksanaan DM,
monitoring kadar gula darah, latihan pasif
dan aktif, managemen energi, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri
5 Ny. S, berusia 70 tahun, Alasan masuk RS adalah lemas, Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 3
menikah, memiliki 8 orang anoreksia dan gelisah yang Pasien mengalami masalah dalam hari, pasien dan keluarga belum mampu
anak, pendidikan SMP, dirasakan sejak 3 hari sebelum mempertahankan kebutuhan udara dan mengenali kebutuhan kesehatan dan
agama islam, suku padang, masuk RS. Pada saat oksigenasi (gelisah, sianosis, asidosis keperawatannya secara mandiri untuk
alamat rumah jalan pengkajian pasien tampak respiratorik), mempertahankan persiapan pulang
Paseban RT 009/03, TB= gelisah, bicara pelo, tidak dapat keseimbangan nutrisi (anoreksia), Selama tindakan keperawatan,
153 cm, BB= 64 kg, IMT= berkonsentrasi terhadap tempat, mempertahankan kecukupan pemasukan kelemahan akibat hipokalemia dan
25.6 kg/m2. ruang dan waktu, kemerahan air dan elektrolit, mempertahankan anoreksia dan gelisah akibat asidosis
Pasien dirawat dengan 3x2 cm derajat 3 pada gluteus, keseimbangan antara aktifitas dan istirahat respiratorik mulai teratasi. Pemenuhan
diagnosa DM tipe 2, halitosis, bibir kering. (tidak dapat berjalan dan sulit istirahat), nutrisi dilakukan dengan menggunakan
Hipertensi, CKD stage III. Riwayat DM tipe 2 sejak 10 dan mempertahankan keseimbangan nasogastrik tube. Selain itu terlihat
tahun, dan mendapat metformin antara interaksi sosial dan kesendirian perbaikan pada luka dekubitus, dengan
2x850 mg, tidak rutin minum (gangguan komunikasi verbal) tanda-tanda perbaikan dasar luka merah.
obat dan jarang kontrol. 4 tahun Developmental self care requisites Monitoring gula darah juga
terakhir mendapat novorapid 1x Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. memperlihatkan gambaran yang cukup
10 unit. Perubahan fisik pada pasien dan terkontrol.
Riwayat hipertensi sejak 2 kemampuan adaptasi pasien dan keluarga
tahun sebelum masuk RS. untuk berkomunikasi secara nonverbal.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


13

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
Riwayat jatuh dari kursi roda 3
bulan sebelum masuk RS. Health Deviation Self care requisites
HbA1C: 9,8%, hasil AGD pH  Ulkus dekubitus pada gluteus 3x2 cm,
7.61, HCO3 32.7 mmHg, pCO2 derajat 3.
47 mmHg (kesan alkalosis  Gambaran kadar gula darah pasien
metabolik), hasil laboratorium fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet
Hb; 14 gram/dl, leukosit 15.300 DM dan diet rendah protein diberikan
/UL, Hipokalemi K 2.44 mEq/L untuk menunjang proses penyembuhan
ulkus dekubitus dan untuk mengontrol
kadar gula darah.
 Gangguan komuikasi verbal
 Kelemahan akibat hipokalemia

Intervensi:
Manajemen oksigenasi, manajemen asam
basa, Manajemen nyeri, Manajemen
nutrisi, positioning , perawatan luka
dekubitus, edukasi penatalaksanaan DM,
monitoring kadar gula darah, latihan pasif
dan aktif, managemen energi, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri
6 Ny. IS, berusia 46 tahun, Alasan masuk RS adalah sesak, Universal self care requisites Setelah dilakukan tindakan keperawatan
menikah, memiliki 1 orang lemas, an mudah lelah yang Pasien mengalami masalah dalam selama 2 hari, belum terjadi perbaikan
anak, pendidikan SMA, dirasakan sejak 2 minggu mempertahankan kebutuhan udara dan yang signifikan. Sesak teratasi dengan
agama islam, suku betawi, sebelum masuk RS. Pada saat oksigenasi (sesak, asidosis respiratorik), manajemen oksigenasi dan pemilihan
alamat Manggarai, TB= pengkajian pasien sesak (RR mempertahankan keseimbangan nutrisi posisi yang tepat, namun Pasien masih
163 cm, BB= 40 kg, IMT= 32x/menit), bernapas dengan (anoreksia), mempertahankan kecukupan sangat tergantung dengan ketersediaan
15.05 kg/m2. bantuan rebreathing mask, Sat pemasukan air dan elektrolit, oksigen. Kelemahan akibat hipoalbumin,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


14

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
Pasien dirawat dengan O2 92%, lemas dan tidak nafsu mempertahankan keseimbangan antara hipokalemi, hiponatremia, anemia dan
diagnosa CAP dd efusi makan.. aktifitas dan istirahat (fatigue. anoreksia belum teratasi, namun
pleura, DM tipe 2, Riwayat DM tipe 2 sejak 1 Developmental self care requisites manajemen cairan dan elektrolit serta
underweight dan anemia. tahun, dan mendapat Masalah pada tugas pasien sebagai istri transfusi PRC tetap dilakukan.
Pasien merupakan glibenklamid 1 bulan terakhir dan Ibu. Pemenuhan nutrisi dilakukan
pindahan dari ruang rawat dengan dosis 2x 500 mg Health Deviation Self care requisites menggunakan nasogastrik tube. Selain
721 sejak 1 hari sebelum Riwayat TB sejak 2 tahun  Gambaran kadar gula darah pasien itu gambaran kurve gula darah pasien
dikaji sebelum masuk RS (berobat 6 fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet belum terkontrol.
bulan dan dinyatakan sembuh) DM dan diet rendah protein diberikan
HbA1C: 10,8%, albumin 2.02 untuk mengontrol kadar gula darah.
mg/dL, hasil AGD pH 7.21,  Kelemahan akibat hipoalbumin,
HCO3 35.8 mmHg, pCO2 87.3 hipokalemi, hiponatremia, anemia dan
mmHg (kesan asidosis anoreksi.
respiratorik), hasil laboratorium
Hb; 8.8 gram/dl, leukosit Intervensi:
19.800 /UL, Hipokalemi K 3.27 Manajemen oksigenasi, manajemen asam
mEq/L, hiponatrmia 151 basa, Manajemen nutrisi, positioning,
mEq/L, dan klorida 91.2 edukasi penatalaksanaan DM, monitoring
mEq/L. kadar gula darah, managemen energi, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri

7 Ny. NA berusia 47 tahun, Keluhan pasien saat pengkajian Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 8
menikah, memiliki 4 orang adalah sesak, pusing, lemas, Pasien mengalami masalah dalam hari, pasien dan keluarga mampu
anak, pendidikan SMA, dan mual yang dirasakan mempertahankan kebutuhan udara dan mengenali kebutuhan kesehatan dan
agama islam, suku jawa, memberat sejak 2 hari sebelum oksigenasi (sesak), mempertahankan keperawatannya secara mandiri untuk
alamat rumah jalan masuk RS. Pada saat keseimbangan nutrisi (mual, anoreksia), persiapan pulang
Rasamala 1 No.5 RT pemeriksan fisik sesak (RR mempertahankan kecukupan pemasukan Pasien dan Keluarga dapat diajak
004/009, TB= 152 cm, 28x/menit), bernapas dengan air dan elektrolit, mempertahankan bekerja sama dalam proses keperawatan.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


15

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
BB= 56 kg, IMT= 22.2 bantuan binasal kanul, Sat O2 keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Sesak teratasi dengan manajemen
kg/m2. 97%, lemas, pusing saat (mudah lelah, sulit istirahat) oksigenasi dan pemilihan posisi yang
Pasien dirawat dengan berubah posisi, mual, batuk dan tepat. Kelemahan akibat hipokalemia,
diagnosa DM tipe 2, CAP, tidak nafsu makan.. Developmental self care requisites anemia dan anoreksia mulai teratasi
CHF stage III. Riwayat DM tipe 2 sejak 2 Masalah pada tugas pasien sebagai istri dengan pemberian elektrolit dan
tahun, dan mendapat metformin dan Ibu. manajemen energi. Pemenuhan nutrisi
1x850 mg dan glibenklamid 2x Health Deviation Self care requisites dengan diet DM. Hasil monitoring gula
500 mg, namun tidak rutin  Gambaran kadar gula darah pasien darah selama 7 hari memperlihatkan
minum obat dan jarang kontrol. fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet gambaran kurve gula darah yang cukup
Riwayat hipertensi sejak 2 DM untuk mengontrol kadar gula darah. terkontrol.
tahun sebelum masuk RS.  Kelemahan akibat hipokalemi, anemia
HbA1C: 11,2%, hasil AGD dan anoreksi.
pH 7.26, HCO3 19.3 mmHg,
pCO2 47 mmHg, hasil Intervensi:
laboratorium Hb; 7.4 gram/dl, Manajemen oksigenasi, manajemen asam
leukosit 21.830 /UL, basa, Manajemen nyeri, Manajemen
Hipokalemi K 3.0 mEq/L nutrisi, positioning, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah, latihan aktif, manajemen
energi, dan peningkatan kemampuan
perawatan mandiri

8 Ny. L berusia 71 tahun, Alasan masuk RS adalah rasa Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 12
menikah, memiliki 6 orang sakit dan gatal pada jari kaki 3, Pasien mengalami masalah hari, pasien dan keluarga mampu
anak, pendidikan SD, 4 dan 5 kaki kanan setelah mempertahankan kecukupan pemasukan mengenali kebutuhan kesehatan dan
agama islam, suku betawi, berjalan jauh tanpa alas kaki makanan (mual dan tidak nafsu makan), keperawatannya secara mandiri untuk
alamat rumah jalan sekitar 1 minggu sebelum mempertahankan keseimbangan antara persiapan pulang. Selama tindakan
Gandaria III RT 0011/09, masuk RS. Pasien kemudian aktifitas dan istirahat (lemas, sulit keperawatan, kelemahan akibat anemia
jakarta timur , TB= 145 menggaruk hingga timbul luka, istirahat, dan tidak dapat berjalan), risiko dan anoreksia mulai teratasi dengan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


16

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
cm, BB= 57 kg, IMT= membengkak dan semakin lama yang mengancam kehidupan dan pemberian elektrolit, manajemen energi,
27.1 kg/m2. ukuran luka semakin besar, kesejahteraan (penurunan fungsi dan peningkatan asupan nutrisi. Hasil
Pasien dirawat dengan bernanah dan berbau. Keluhan penglihatan), dan masalah fungsi peran pemeriksaan laboratorium menunjukkan
diagnosa Post amputasi yang dirasakan pada saat sebagai istri dan Ibu yang terganggu peningkatan nilai Hb 10,3 gr/dl,
digiti V hari 1 dan post pengkajian adalah nyeri pada selama perawatan. peningkatan kadar albumin, dan
debridement hari 1 pedis post amputasi digiti V dan post penurunan nilai leukosit darah. Di
dextra, DM tipe 2, CAP dd debridement dorsum pedis Developmental self care requisites samping itu luka memperlihatkan tanda-
TB. dextra, lemas, mual dan tidak Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. tanda perbaikan; warna dasar luka
nafsu makan. Perubahan fisik pada pasien dan merah, terdapat granulasi dan epitelisasi
Riwayat DM tipe 2 sejak 2 kemampuan adaptasi berjalan dengan satu serta pengurangan ukuran luka. Hasil
tahun, dan mendapat kaki untuk persiapan. monitoring gula darah memperlihatkan
glibenklamid 2x 500 mg, gambaran kurve gula yang mulai
namun tidak rutin minum obat Health Deviation Self care requisites terkendali.
dan jarang kontrol.  Terdapat luka post amputasi digiti V dan
Riwayat hipertensi sejak 2 ppost debridement pada dorsum pedis
tahun sebelum masuk RS. dextra.
HbA1C: 12,1%, hasil  ABI Kanan = 0.96, ABI kiri= 1. neuropati
laboratorium Hb; 6.8 gram/dl, pada kaki kiri, kaki kanan tidak dapat
leukosit 18.630 /UL, dinilai.
hipoalbumin 2.36 mEq/L  Gambaran kadar gula darah pasien
fluktuatif. Insulin diberikan dengan
mempertimbangkan asupan nutrisi pasien.

Intervensi:
Manajemen oksigenasi, manajemen nyeri,
Manajemen nutrisi, peningkatan kualitas
tidur, perawatan luka dan kaki, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah edukasi

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


17

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
hipoglikemia,manajemen energi dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri

9 Ny. SM berusia 55 tahun, Alasan masuk RS adalah luka Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 14
menikah, memiliki 2 orang dan bengkak pada kedua kaki Pasien mengalami masalah hari, pasien dan keluarga mampu
anak, pendidikan SMA, yang tidak kunjung sembuh mempertahankan kecukupan pemasukan mengenali kebutuhan kesehatan dan
agama kristen, TB= 150 sejak 1 minggu sebelum masuk makanan (anoreksia), mempertahankan keperawatannya secara mandiri untuk
cm, BB= 62 kg, IMT= RS. Luka dan bengkak diawali keseimbangan antara aktifitas dan istirahat persiapan pulang.
27.5 kg/m2. pada kaki kanan. Pasien (lemas, dan tidak dapat berjalan), risiko Selama tindakan keperawatan, pasien
Pasien dirawat dengan menggunakan koyo cabe dan yang mengancam kehidupan dan dapat beradaptasi dalam mengatasi nyeri
diagnosa Ulkus DM obat tradisional untuk kesejahteraan (penurunan fungsi terutama saat ganti balutan, lemas
bilateral post debridement mengatasi nyeri dan bengkak. penglihatan dan infeksi), dan masalah berkurang dengan manajemen energi,
hr 2, DM tipe 2. Namun luka semakin meluas fungsi peran sebagai istri dan Ibu yang dan peningkatan asupan nutrisi.
dan berair. Keluhan yang terganggu selama perawatan. Perawatan luka yang telah dilakukan
dirasakan pada saat pengkajian memperlihatkan tanda-tanda perbaikan;
adalah nyeri pada ulkus post Developmental self care requisites warna dasar luka merah, terdapat
debridement pedis bilateral, Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. granulasi dan epitelisasi serta
lemas dan anoreksia. Perubahan fisik pada pasien dan pengurangan ukuran luka. Melalui
Riwayat DM tipe 2 sejak 6 kemampuan adaptasi berjalan. edukasi dan monitoring gula darah
tahun, dan mendapat memperlihatkan gambaran kurve gula
glibenklamid 2x 500 mg dan Health Deviation Self care requisites darah pasien yang mulai terkontrol.
metformin, diminum teratur dan  Terdapat luka post debridement hari 2
rutin mengontrol gula darah. pada dorsum pedis dextra 6x8x0.52 cm
Riwayat hipertensi sejak 6 dan luka pada pedis dextra 6x3x2 cm, luka
tahun sebelum masuk RS. dorsum medial pedis sisnistra 8x5x2 cm,
HbA1C: 12,9%, hasil dan luka pada plantar sinistra 2x2x1.5 cm.
laboratorium Hb; 10.9 gram/dl,  ABI Kanan = 1.16, ABI kiri= 1.18.
albumin 2.9 gram/dL, leukosit

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


18

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
19.500/UL, pada pemeriksaan  Gambaran kadar gula darah pasien
urinalisa ditemukan bakter dan fluktuatif. Insulin dan diet DM diberikan
ekstrase leukosit (+) untuk mengontrol gula darah pasien.

Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi dan
edukasi, perawatan luka, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah edukasi hipoglikemia,
manajemen energi dan peningkatan
kemampuan perawatan mandiri

10 Ny. Rc berusia 58 tahun, Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Setelah dilakukan tindakan keperawatan
seorang janda, memiliki 7 adanya bisul di telapak kaki kiri Pasien mengalami masalah selama 10 hari, pasien dapat beradaptasi
orang anak, pendidikan sejak 3 minggu sebelum masuk mempertahankan keseimbangan antara dan mengatasi nyeri, lemas berkurang
SMP, agama islam, suku RS. Bisul kemudian menjadi aktifitas dan istirahat (lemas, dan tidak dengan manajemen energi, dan
betawi, Alamat rumah luka dan menjalar ke jari dapat berjalan), risiko yang mengancam peningkatan asupan nutrisi. Pasien dan
jalan Gandaria 3 No.97 RT telunjuk, Ibu jari dan jari kehidupan dan kesejahteraan (penurunan Keluarga juga menunjukkan kemampuan
011/002, TB= 153 cm, kelingking. Sekita 1 minggu fungsi penglihatan dan infeksi), dan dalam megenali kebutuhan akan
BB= 59 kg, IMT= 25.2 sebelum dirawat, Pasien dibawa masalah fungsi peran sebagai istri dan Ibu kesehatan dan perawatan untuk
kg/m2. ke RSUD Pasar Rebo dan pada yang terganggu selama perawatan. persiapan di rumah. Perawatan luka
Pasien dirawat dengan luka dilakukan nekrotomi. pada kaki post amputasi tidak
diagnosa Gangren Pedis Keluhan yang dirasakan pada Developmental self care requisites memperlihatkan adanya tanda-tanda
Sinistra post amputasi saat pengkajian adalah nyeri Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. infeksi. Melalui edukasi dan monitoring
below knee hr 1, DM tipe pada kaki post amputasi. Perubahan fisik pada pasien dan gula darah memperlihatkan gambaran
2, Acute on CKD. Riwayat DM tipe 2 sejak 9 kemampuan adaptasi berjalan dengan satu kurve gula darah pasien yang cukup
tahun, dan mendapat kaki. terkontrol.
glibenklamid 3x 500 mg
sebelum makan.berobat teratur

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


19

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
ke Puskesmas. Health Deviation Self care requisites
Riwayat hipertensi sejak 20  Terdapat luka post amputasi below knee
tahun sebelum masuk RS. terbalut elastis perban yang disertai nyeri
HbA1C: 13,3%, hasil VAS 5.
laboratorium Hb; 10.2 gram/dl,  ABI Kanan = 1, neuropati pada kaki kanan
albumin 2.04 gram/dL, leukosit  Gambaran kadar gula darah pasien
19.710/UL, gambaran hasil fluktuatif. Insulin dan diet DM diberikan
sinar x-ray pedis sinistra untuk mengontrol gula darah pasien.
ditemukan ostemomielitis pada
digiti I-V. Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi dan
edukasi, perawatan luka, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah edukasi hipoglikemia,
manajemen energi, latihan aktif (senam
kaki) dan pasif pada kaki sehat, mobilisasi
dini, dan peningkatan kemampuan
perawatan mandiri

11 Ny. RAS, berusia 29 Alasan masuk RS adalah luka Universal self care requisites Pasien dan keluarga sangat bekerjasama
tahun, menikah, memiliki pada bokong pasien dan Pasien mengalami masalah selama proses perawatan. Setelah
2 orang anak, pendidikan kelumpuhan serta mati rasa mempertahankan pemasukan makanan dilakukan tindakan keperawatan selama
S1, agama islam, suku pada area umbilikus dan (anoreksia), mempertahankan kemampuan 44 hari, pasien dapat beradaptasi dan
jawa, Alamat rumah ektremitas bawah yang dialami memenuhi kebutuhan eliminasi (BAK dan telah menerima kondisinya. Pasien dan
Rancamaya Bogor, TB= sejak 2 minggu sebelum masuk BAB dibantu), mempertahankan Keluarga juga menunjukkan kemampuan
159 cm, BB= 109 kg, RS. Pada saat pengkajian keseimbangan antara aktifitas dan istirahat dalam mengenali kebutuhan kesehatan
IMT= 43.1 kg/m2 (obesitas keluhan yang dialami pasien (kelemahan, dan tidak dapat berjalan, dan perawatan secara mandiri selama di
II). lemas, tidak nafsu makan, paraplegia UMN), risiko yang mengancam rawat dan untuk persiapan pulang.
Pasien dirawat dengan ketidakmampuan bergerak, kehidupan dan kesejahteraan (infeksi, Pasien telah mampu beradaptasi dan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


20

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
diagnosa DM tipe lain, ulkus dekubitus derajat 4 pada risiko syok hipovolemik akibat perdarahan dapat mengatasi lemas dengan
ulkuc dekubitus grade IV gluteus 18x16x2 cm, pasien pada ulkus dekubitus), dan masalah fungsi manajemen energi, menggunakan kedua
ec imobilisasi paraplegi tidak dapat merasakan sensasi peran sebagai istri dan Ibu yang terganggu tangan untuk miring kiri dan kanan, dan
UMN ec mielitis TB, BAK dan BAB, kulit kaki selama perawatan. peningkatan asupan nutrisi. Hasil
obesitas, anemia kering dan berjamur. pemeriksaan laboratorium seperti darah
normositik, hipoalbumin. Riwayat DM belum diketahui. Developmental self care requisites rutin, faktor pembekuan darah, elektrolit,
Masalah pada tugas pasien sebagai istri AGD, kultur darah belum menunjukkan
HbA1C: 8.3 %, hasil dan Ibu. perbaikan yang signifikan. Namun
laboratorium Hb; 6.1 gram/dl, Perubahan fisik pada pasien dan perawatan luka dekubitus
albumin 1.65 gram/dL, leukosit ketidakmampuan pasien bergerak (pasien memperlihatkan perbaiakn kondisi luka
13.560/UL, hiponatremia Na dengan total care). dengan granulasi pada jaringan dan
125 mEq/L, Hipokalemia 2.62 Hambatan berhubungan seksual selama epitelisasi pada tepi luka. Melalui
mEq/L, Hipomagnesium 1.22 pasien sakit. edukasi dan monitoring gula darah,
mg/dL, hasil AGD pH 7.54, memperlihatkan gambaran kurve gula
PCO2 17.8 mmHg, HCO3 15.4 darah yang cukup terkontrol.
mmHg (alkalosis respiratorik), Health Deviation Self care requisites
d-dimer 400 Ug/L, hasil  Ulkus dekubitus derajat 4 pada gluteus
urinalisa ditemukan leukosit 5- 18x16x2 cm (dengan risiko perdarahan)
6/lbp dan eritrosit 20-22/lbp Gambaran kadar gula darah pasien
fluktuatif. Insulin dan diet DM diberikan
untuk mengontrol gula darah pasien.
 Kerusakan mobilitas fisik dan gangguan
elimiasi yang membutuhkan bantuan
orang lain

Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi dan
edukasi, pencegahan dan perawatan luka
dekubitus, edukasi penatalaksanaan DM,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


21

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
monitoring kadar gula darah edukasi
hipoglikemia, manajemen energi, latihan
aktif dan pasif, mobilisasi dini, positioning
per 2 jam, monitoring cairan, manajemen
hipovolemia, personal higiene, monitoring
asam basa, dan peningkatan kemampuan
perawatan mandiri

12 Ny. SA, berusia 47 tahun, Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Setelah dilakukan tindakan keperawatan
janda, memiliki 2 orang kuning seluruh tubuh yang Pasien mengalami masalah selama 22 hari, pasien meninggal akibat
anak, pendidikan SMA, dialami sejak 2 bulan dan mempertahankan kebutuhan oksigenasi, gagal napas, sepsis dan keterlambatan
agama kristen protestan, memberat sejak 2 minggu mempertahankan pemasukan makanan penanganan trombositopenia (pasien
suku maluku, TB= 154 cm, sebelum masuk RS. Pada saat (anoreksia), mempertahankan mengalami trombositosis dan
BB= 40 kg, IMT= 16.86 pengkajian keluhan yang keseimbangan antara aktifitas dan istirahat trombositopenia).
kg/m2 (kurus). dialami pasien adalah sesak (kelemahan, anemia), risiko yang
Pasien dirawat dengan (RR 26x/menit), lemas, tidak mengancam kehidupan dan kesejahteraan
diagnosa DM tipe 2 dan nafsu makan, ikterus seluruh (infeksi sistemik), dan masalah fungsi
ikterus obstruktif. tubuh. Pada kedua lapang paru peran sebagai Ibu yang terganggu selama
terdengar rohkhi terutama pada perawatan.
paru kiri. Pasien dirawat selama
22 hari. Pada hari ke 8, pasien Developmental self care requisites
menalani prosedur Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu
percutaneous transhepatic dan kepala RT.
billiary drainage (PTBD).
Riwayat DM sejak 8 tahun Health Deviation Self care requisites
sebelum masuk RS.  Gambaran kadar gula darah pasien
Pada tahun 2011 pasien pernah fluktuatif. Insulin, diet DM dan hati
menjalani operasi kista diberikan untuk mengontrol gula darah
prankreas pasien.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


22

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
 Kelemahan akibat anemia, hiponatremia,
HbA1C: 10.1 %, hasil hipokalemia, dan hipomagnesia.
laboratorium Hb; 8.7 gram/dl,  Risiko sepsis akibat infeksi sistemik.
albumin 1.65 gram/dL, leukosit
20.400/UL, trombositosis Intervensi:
711.00/UL, hiponatremia Na Manajemen oksigenasi, Manajemen
129 mEq/L, Hipokalemia 3.0 nutrisi dan edukasi, edukasi
mEq/L, Hipomagnesium 1.56 penatalaksanaan DM, monitoring kadar
mg/dL, trigliserida 521 mg/dL, gula darah edukasi hipoglikemia,
biliribn total 19.58 mg/dL, manajemen energi, mobilisasi dini,
bilirubin direk 17.06 mg/dL, manajemen dan monitoring cairan,
SGOT 96 U/L Ca 19-9 33.2 manajemen hipovolemia, personal
U/mL CRP kuantitatif 72.4 higiene, monitoring asam basa, dan
mg/L. peningkatan kemampuan perawatan
mandiri
13 Ny. PY, berusia 30 tahun, Alasan masuk RS adalah BAB Universal self care requisites Setelah dilakukan tindakan keperawatan
menikah, memiliki 1 orang darah dan nyeri pada anus yang Pasien mengalami masalah selama 11 hari, pasien meninggal akibat
anak, pendidikan SMA, dialami sejak 1 bulan sebelum mempertahankan kebutuhan oksigenasi, gagal napas, sepsis dan syok
agama islam, suku jawa, MRS. Pada saat pengkajian mempertahankan pemasukan makanan hipovolemik akibat melena hematokezia.
TB= 160 cm, BB= 47 kg, keluhan yang dialami pasien (anoreksia), mempertahankan
IMT= 18.3 kg/m2. adalah lemas, diare, nyeri ada kemampuan memenuhi kebutuhan
Pasien dirawat dengan anus, dan tidak nafsu makan. eliminasi (diare, hematokezia),
Hiagnosa hipertiroid dan Pasien dirawat selama 11 hari. mempertahankan keseimbangan antara
melena hematokezia. Riwayat hipertiroid dan aktifitas dan istirahat (kelemahan,
konsumsi thyrax sejak 22 tahun. anemia), risiko yang mengancam
Riwayat operasi hipertiroid dan kehidupan dan kesejahteraan (infeksi), dan
radioablasi pada tahun 2002. masalah fungsi peran sebagai istri dan Ibu
Riwayat kehamilan ektopik dan yang terganggu selama perawatan.
operasi kista ovarium pada

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


23

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
tahun 2013. Developmental self care requisites
Masalah pada tugas pasien sebagai istri
Hasil laboratorium Hb; 7.8 dan Ibu.
gram/dl, albumin 1.79 gram/dL,
leukosit 14.400/UL, Health Deviation Self care requisites
Hipokalemia 2.76 mEq/L, as.  Kelemahan akibat anemia, hipoalbumin,
Laktat (plasma) 5.9 mmol/L, dan hipokalemia.
SGOT 176 U/L.  Risiko sepsis akibat infeksi sistemik.
 Nyeri VAS 6 pada anus terutama saat
BAB.

Intervensi:
Manajemen nutrisi dan edukasi,
monitoring dan manajemen cairan
(elektrolit), manajemen energi, monitoring
cairan, manajemen hipovolemia, personal
higiene, dan peningkatan kemampuan
perawatan mandiri
14 Ny. RY berusia 56 tahun, Keluhan pasien saat pengkajian Universal self care requisites Pasien sangat bekerja sama dalam proses
janda, memiliki 3 orang adalah sesak dan lemas Pasien mengalami masalah dalam keperawatan selama 4 hari. Disamping
anak, pendidikan SMP, dirasakan memberat sejak 4 mempertahankan kebutuhan udara dan itu pasien juga mampu mengenali
agama islam, suku jawa, hari sebelum masuk RS. Pada oksigenasi (sesak), mempertahankan kebutuuhan perawatan kesehatan untuk
TB= 148 cm, BB= 54 kg, saat pemeriksan fisik sesak (RR keseimbangan nutrisi (mual, anoreksia), persiapan pulang. Sesak teratasi dengan
IMT= 24.6 kg/m2. 27x/menit), bernapas dengan mempertahankan kecukupan pemasukan manajemen oksigenasi dan pemilihan
Pasien dirawat dengan bantuan binasal kanul, Sat O2 air dan elektrolit (pembatasan cairan 600 posisi yang tepat. Kebutuhan oksigen
diagnosa DM tipe 2, CAP 97%, lemas, dan nafsu makan cc/24 jam), mempertahankan berkurang pada hari rawat ke-2 dan
dd TB paru, CHF stage III menurun. keseimbangan antara aktifitas dan istirahat berangsur-angsur dapat memenuhi
ec CAD, Acute on CKD. Riwayat DM tipe 2 sejak 10 (mudah lelah, sulit istirahat) kebutuhan udara tanpa bantuan oksigen
tahun, rutin berobat dan pada hari rawat ke-4. Kelemahan mulai

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


24

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
mendapatkan glibenklamid Developmental self care requisites teratasi dengan pemberian elektrolit
2x500 mg. Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. (terapi cairan) dan manajemen energi.
Riwayat hipertensi sejak 10 Health Deviation Self care requisites Melalui edukasi dan pemenuhan nutrisi
tahun sebelum masuk RS.  Gambaran kadar gula darah pasien dengan diet DM pada hari ke-2,
HbA1C: 7,6%, Hb; 11.7 fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet memperlihatkan gambaran kurve gula
gram/dl, leukosit 13.550 /UL. DM untuk mengontrol kadar gula darah. darah pasien yang mulai terkontrol.
 Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
penurunan cardiac output

Intervensi:
Manajemen oksigenasi, Manajemen
nutrisi, monitoring dan manajemen cairan
(dan elektrolit), edukasi penatalaksanaan
DM, monitoring kadar gula darah, latihan
aktif (senam kaki), manajemen energi,
dan peningkatan kemampuan perawatan
mandiri

15 Ny. DJ berusia 54 tahun, Keluhan pasien saat pengkajian Universal self care requisites Pasien sangat bekerja sama dalam proses
menikah, memiliki 5 orang adalah sesak, mudah lelah dan Pasien mengalami masalah dalam keperawatan selama 10 hari, namun
anak, pendidikan SMA, lemas dirasakan memberat mempertahankan kebutuhan udara dan pasien dan keluarga belum menunjukkan
agama islam, suku sunda, sejak 4 hari sebelum masuk RS. oksigenasi (sesak), mempertahankan kemampuan untuk mengenali kebtuhan
TB= 156 cm, BB= 60 kg, Sesak dan kelelahan dirasakan keseimbangan nutrisi (mual, anoreksia), perawatan kesehatan untuk persiapan
IMT= 24.6 kg/m2. meskipun tidak beraktivitas. mempertahankan kecukupan pemasukan pulang. Sesak teratasi dengan
Pasien dirawat dengan Pada saat pemeriksan fisik air dan elektrolit (pembatasan cairan 600 manajemen oksigenasi dan pemilihan
diagnosa DM tipe 2 dan sesak (RR 28x/menit), bernapas cc/24 jam), mempertahankan posisi yang tepat. Kebutuhan oksigen
CHF ec CAD dengan bantuan binasal kanul, keseimbangan antara aktifitas dan istirahat berkurang pada hari rawat ke-6 dan
Sat O2 98%, (mudah lelah, sulit istirahat) berangsur-angsur dapat memenuhi

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


25

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
Riwayat DM tipe 2 sejak 13 Developmental self care requisites kebutuhan udara tanpa bantuan oksigen
tahun, tidak rutin berobat. Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. pada hari rawat ke-10. Kelemahan mulai
Riwayat hipertensi sejak 10 Health Deviation Self care requisites teratasi dengan pemberian elektrolit
tahun sebelum masuk RS.  Gambaran kadar gula darah pasien (terapi cairan) dan manajemen energi.
HbA1C: 12,4%, Hasil fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet Hasil monitoring gula darah mulai
pemeriksaan laboratorium Hb; DM untuk mengontrol kadar gula darah. memperlihatkan kurve yang cukup
9.8 gram/dl, leukosit 14.050  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat terkendali pada hari rawat ke-4.
/UL. albumin 2.4 gram/dL, penurunan cardiac output
trombositosis 610.00/UL,
hiponatremia Na 129 mEq/L,
SGOT 102 U/L, Kadar Intervensi:
fibrinogen 367.6 ug/L, lipase Manajemen oksigenasi, Manajemen
darah 33 U/L, prokalsitonin nutrisi, monitoring dan manajemen cairan
0.48 U/L. (elektrolit), edukasi penatalaksanaan DM,
monitoring kadar gula darah, latihan aktif
(senam kaki), manajemen energi, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri

16. Ny. DR berusia 48 tahun, Alasan pasien masuk RS adalah Universal self care requisites Pasien sangat bekerja sama dalam proses
menikah, memiliki 2 orang mual dan muntah lebih dari 10 Pasien mengalami masalah dalam keperawatan selama 7 hari., dan telah
anak, pendidikan SMA, kali/hr. Isi muntah berupa mempertahankan keseimbangan nutrisi mampu mengenali masalah dan
agama Kristen Protestan, makanan dan cairan. (mual, muntah, anoreksia), kebutuhan perawatan untuk persiapan
suku Batak, TB= 153 cm, Keluhan pasien saat pengkajian mempertahankan keseimbangan antara pulang. Keluhan mual dan muntah
BB= 55 kg, IMT= 23.49 adalah mual dan muntah, tidak aktifitas dan istirahat (lemas) berkurang pada hari rawat ke-4. Pasien
kg/m2. nafsu makan, merasa cepat merasakan dapat mengendalikan dan
Pasien dirawat dengan kenyang dan penuh saat makan, Developmental self care requisites mengatasi mual dengan menerapkan
diagnosa DM tipe 2, perut terasa kembung. Masalah pada tugas pasien sebagai istri penekanan pada 6 titik neiguan
Dispepsia dd gastropati Riwayat DM tipe 2 sejak 9 dan Ibu. disamping pemberian antiemetik.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


26

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
diabetik tahun, mendapat glibenklamid Health Deviation Self care requisites Kelemahan mulai teratasi sejak hari
2x500 mg, namun tidak rutin  Gambaran kadar gula darah pasien rawat ke-3 dengan pemberian elektrolit
berobat. fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet (terapi cairan) dan manajemen energi.
Riwayat hipertensi sejak 10 DM untuk mengontrol kadar gula darah. Hasil monitoring gula darah mulai
tahun, HbA1C: 12,4%, Hasil  Kelemahan akibat hipokalemia, dan memperlihatkan kurve yang cukup
pemeriksaan laboratorium Hb; hipoalbumin. terkendali pada hari rawat ke-4.
10.8 gram/dl, leukosit 11.700
/UL. albumin 2.89 gram/dL,
Hipokalemia 3.01 mEq/L. Intervensi:
Manajemen nutrisi dan edukasi, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah, manajemen energi, latihan
aktif, senam kaki, terapi komplementer
(titik neiguan untuk mengurangi mual)
dan peningkatan kemampuan perawatan
mandiri

17 Ny. Dr berusia 62 tahun, Alasan pasien masuk RS adalah Universal self care requisites Pasien sangat bekerja sama dalam proses
janda, memiliki 4 orang bisul pada bokong kanan yang Pasien mempertahankan kecukupan keperawatan selama 5 hari. Namun
anak, pendidikan SD, dialami sejak 3 tahun lalu dan pemasukan air dan elektrolit (pembatasan pasien dan keluarga belum dapat
agama islam, suku jawa, memberat sejak 1 bulan cairan 600 cc/24 jam), dan mengenali masalah dan kebutuhan
alamat Griya Salsabila sebelum masuk RS. mempertahankan keseimbangan antara perawatan untuk persiapan pulang.
Blok C ¾, RT 001/004, Keluhan pasien saat pengkajian aktifitas dan istirahat (mudah lelah, sulit Selama dirawat pasien dapat beradaptasi
Jatilihur, TB= 150 cm, adalah nyeri pada luka bokong istirahat). dan mengatasi nyeri, lemas berkurang
BB= 50 kg, IMT= 22.2 kanan, dan nafsu makan dengan manajemen energi, dan
kg/m2. menurun. Developmental self care requisites peningkatan asupan nutrisi. Hasil
Pasien dirawat dengan Riwayat DM tipe 2 sejak 3 Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. pemeriksaan darah rutin menunjukkan
diagnosa DM tipe 2, Ulkus tahun, rutin berobat dan Health Deviation Self care requisites penurunan nilai leukosit darah.
gluteus dd selulitis suspek mendapatkan glibenklamid  Gambaran kadar gula darah pasien Sedangkan pada ulkus gluteus tidak

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


27

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
fistula anocutan, CAP dd 2x500 mg. fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
TB paru, dan Acute on Riwayat hipertensi sejak 10 DM untuk mengontrol kadar gula darah. Hasil monitoring gula darah juga
CKD. tahun sebelum masuk RS.  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat memberikan gambaran kurve yang mulai
HbA1C: 9,1%, Hb; 10.8 penurunan cardiac output dan hipokalemia terkendali.
gram/dl, leukosit 11.045 /UL,
hipokalemia 2.89 mEq/L Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi dan
edukasi, monitoring dan manajemen
cairan (dan elektrolit), perawatan gluteus,
edukasi penatalaksanaan DM, monitoring
kadar gula darah, edukasi hipoglikemia,
manajemen energi, latihan aktif (ROM
dan senam kaki), manajemen dan
monitoring cairan dan elektrolit, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri
18 Ny. R, berumur 54 tahun, Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Pasien cukup bekerja sama dalam proses
menikah, memiliki 1 orang adanya luka pada kaki kanan Pasien mengalami masalah keperawatan selama 37 hari. Pasien dan
anak, pendidikan SD, yang memberat sejak 1 bulan mempertahankan kecukupan pemasukan Keluarga juga telah mampu mengenali
pekerjaan Ibu rumah sebelum masuk RS. Luka makanan (anoreksia), mempertahankan masalah dan kebutuhan perawatan di
tangga, agama islam, suku diawali karena lecet pada sela kecukupan pemasukan air dan elektrolit, rumah. Pasien dapat mengendalikan dan
betawi TB= 150 cm, BB= digiti I dan digiti II kaki kanan, mempertahankan keseimbangan antara mengatasi nyeri terutama saat rawat luka
60 kg, IMT= 26.67 kg/m2. kemudian menyebar hingga ke aktifitas dan istirahat (tidak dapat berjalan sejak hari rawat ke-2. Kelemahan mulai
Pasien dirawat dengan punggung kaki. Luka pada betis dan sulit istirahat), dan mempertahankan teratasi sejak hari rawat ke-5 dengan
diagnosa medis Ulkus DM kiri disebabkan karena gatal. keseimbangan antara interaksi sosial dan pemberian elektrolit (terapi cairan) dan
dorsum pedis dextra et Pasien menggaruk dan kesendirian (gangguan komunikasi manajemen energi. Hasil monitoring
cruris sinistra post menggunakan obat tradisional. verbal), risiko yang mengancam gula darah mulai memperlihatkan kurve
debridement hari 1, DM Luka kemudian menyebar, kehidupan dan kesejahteraan (infeksi), yang cukup terkendali pada hari rawat
tipe 2, Acute on CKD, berair dan membengkak dan dan masalah fungsi peran sebagai istri dan ke-11.
CAP dd TB Paru, semakin memberat. Pada saat Ibu yang terganggu selama perawatan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


28

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
hipertensi grade II pengkajian, keluhan yang
dialami pasien adalah nyeri Developmental self care requisites
pada dorsum kanan post Masalah pada tugas pasien sebagai istri
debridement, lemas, tidak nafsu dan Ibu.
makan. Pasien tidak dapat Perubahan fisik pada pasien dan
berbicara dengan jelas (pelo). kemampuan adaptasi berjalan dengan satu
Riwayat DM tipe 2 sejak 12 kaki untuk persiapan pulang.
tahun, mendapat metformin
2x500mg, ridak rutin minum Health Deviation Self care requisites
obat dan jarang kontrol. Terdapat dua ulkus pada pedis bilateral
HbA1C: 13,5%, hasil (dorsum pedis dextra dan cruris sinistra).
laboratorium Hb; 8,45 gram/dl, Pasien menjalani STSG pada hari rawat ke
leukosit 16.700 /UL, Albumin 8.
2,1 gram/dL, kreatinin darah  ABI Kanan = 0.9, ABI kiri=0.9. neuropati
1.9 mg/dL, ureum 108,4 mg/dL. bilateral.
 Gambaran kadar gula darah pasien
fluktuatif, hiperglikemia dan cenderung
hipoglikemia. Insulin diberikan dengan
mempertimbangkan asupan nutrisi pasien.
Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi,
monitoring dan manajemen cairan (dan
elektrolit), peningkatan kualitas tidur,
perawatan luka dan kaki, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah edukasi hipoglikemia, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


29

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
19 Ny. E berusia 63 tahun, Keluhan pasien saat pengkajian Universal self care requisites Pasien sangat bekerja sama dalam proses
menikah, memiliki 7 orang adalah sesak, mudah lelah dan Pasien mengalami masalah dalam keperawatan selama 36 hari. Disamping
anak, pendidikan SD, lemas dirasakan sejak 2 bulan mempertahankan kebutuhan udara dan itu pasien dan keluarga menunjukkan
agama islam, suku sunda, sebelum masuk RS, dan oksigenasi (sesak), mempertahankan kemampuan dalam mengenali masalah
alamat bogor, TB= 145 memberat sejak 1 minggu keseimbangan nutrisi, mempertahankan dan kebutuhan perawatan kesehatan
cm, BB= 59 kg, IMT= sebelum masuk RS. Sesak dan kecukupan pemasukan air dan elektrolit untuk persiapan pulang. Dalam proses
28.06 kg/m2. kelelahan dirasakan meskipun (pembatasan cairan 600 cc/24 jam), keperawatan sesak teratasi dengan
Pasien dirawat dengan tidak beraktivitas. Pada saat mempertahankan keseimbangan antara manajemen oksigenasi dan pemilihan
diagnosa DM tipe 2 dan pemeriksan fisik sesak (RR aktifitas dan istirahat (mudah lelah, sulit posisi yang tepat. Kebutuhan oksigen
CHF ec CAD 32x/menit), bernapas dengan istirahat), mempertahankan kemampuan berkurang pada hari rawat ke-14 dan
simple mask, Sat O2 98%, memenuhi kebutuhan eliminasi (diare, berangsur-angsur dapat memenuhi
Pasien juga mengeluhkan BAB hematokezia), risiko yang mengancam kebutuhan udara tanpa bantuan oksigen
nyeri dan berdarah, lemas, kehidupan dan kesejahteraan (infeksi), dan pada hari rawat ke-26. Kelemahan mulai
konjungtiva pucat. masalah fungsi peran sebagai Ibu yang teratasi dengan pemberian elektrolit
terganggu selama perawatan. (terapi cairan) dan manajemen energi.
Riwayat DM tipe 2 sejak 15 Hasil monitoring gula darah mulai
tahun, tidak rutin berobat. Developmental self care requisites memperlihatkan kurve yang cukup
Riwayat hipertensi sejak 12 Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. terkendali pada hari rawat ke-15.
tahun sebelum masuk RS. Health Deviation Self care requisites
HbA1C: 10,3%, Hasil  Gambaran kadar gula darah pasien
pemeriksaan laboratorium Hb; fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet
9.3 gram/dl, leukosit 18.093 DM untuk mengontrol kadar gula darah.
/UL. albumin 3.17 gram/dL,  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
Na 134 mEq/L, K 5.75 mEq/L, penurunan cardiac output
Ureum darah 122 mg/dL.

Intervensi:
Manajemen oksigenasi, Manajemen
nutrisi, monitoring dan manajemen cairan
(dan elektrolit) edukasi penatalaksanaan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


30

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
DM, monitoring kadar gula darah, latihan
aktif (senam kaki), manajemen energi,
dan peningkatan kemampuan perawatan
mandiri

20 Ny. J berusia 59 tahun, Alasan pasien masuk RS adalah Universal self care requisites Pasien sangat bekerja sama dalam proses
menikah, memiliki 5 orang mual dan muntah lebih dari 5 Pasien mengalami masalah dalam keperawatan selama 19 hari. Pasien dan
anak, pendidikan SMP, kali/hr. Isi muntah berupa mempertahankan keseimbangan nutrisi Keluarga juga telah memperlihatkan
agama Islam, suku jawa, makanan dan cairan. (mual, muntah, anoreksia), kemampuan dalam mengenali masalah
TB= 156 cm, BB= 60 kg, Keluhan pasien saat pengkajian mempertahankan keseimbangan antara dan kebutuhan perawatan kesehatan
IMT= 24.6 kg/m2. adalah lemas, mual dan muntah, aktifitas dan istirahat (lemas) untuk persiapan pulang. Keluhan mual
Pasien dirawat dengan tidak nafsu makan, merasa dan muntah berkurang pada hari rawat
diagnosa DM tipe 2, cepat kenyang dan penuh saat Developmental self care requisites ke-6. Pasien dapat mengendalikan dan
Dispepsia dd gastropati makan, perut terasa kembung. Masalah pada tugas pasien sebagai istri mengatasi mual selain dengan terapi
diabetik, Acute on CKD, dan Ibu. antiemetik juga dengan menerapkan
hipertensi grade II. Riwayat DM tipe 2 sejak 20 Health Deviation Self care requisites penekanan pada 6 titik neiguan .
tahun, menggunakan insulin  Gambaran kadar gula darah pasien Kelemahan mulai teratasi sejak hari
sejak 3 tahun terakhir, berobat fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet rawat ke-7 dengan pemberian elektrolit
tidak teratur. DM untuk mengontrol kadar gula darah. (terapi cairan) dan manajemen energi.
Riwayat hipertensi sejak 20  Kelemahan akibat hipokalemia, dan Hasil monitoring gula darah mulai
tahun, hipoalbumin. memperlihatkan kurve yang cukup
HbA1C: 11,9%, Hasil Intervensi: terkendali pada hari rawat ke-7.
pemeriksaan laboratorium Hb; Manajemen nutrisi dan edukasi,
11.7 gram/dl, leukosit 11.700 monitoring dan manajemen cairan
/UL. albumin 3.01 gram/dL, (elektrolit), edukasi penatalaksanaan DM,
hiponatremia Na 111 mEq/L, monitoring kadar gula darah, manajemen
hipokalemia 2.76 mEq/L, as. energi, latihan aktif, senam kaki, terapi
Laktat (plasma) 6.2 mmol/L, komplementer (titik neiguan untuk
SGOT 199 U/L mengurangi mual) dan peningkatan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


31

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
kemampuan perawatan mandiri

21 Ny. Hy, berusia 48 tahun, Keluhan pasien saat pengkajian Universal self care requisites Pasien dan Keluarga menunjukkan
seorang Ibu rumah tangga, adalah sesak dan lemas sejak 2 Pasien mengalami masalah dalam kemampuan dalam mengenali masalah
memiliki 4 orang anak, bulan dan dirasakan memberat mempertahankan kebutuhan udara dan dan kebutuhan perawatan kesehatan
pendidikan SMA, agama sejak 3 hari sebelum masuk RS. oksigenasi (sesak), mempertahankan selama 14 hari proses keperawatan.
islam, suku jawa, alamat Pada saat pemeriksan fisik keseimbangan nutrisi (mual, anoreksia), Pasien sangat bekerja sama. Sesak
bekasi, TB= 158 cm, BB= pasien mengeluhkan sesak (RR mempertahankan kecukupan pemasukan teratasi dengan manajemen oksigenasi
63 kg, IMT= 25.2 kg/m2. 28x/menit), bernapas dengan air dan elektrolit (pembatasan cairan 500 dan pemilihan posisi yang tepat.
Pasien dirawat dengan bantuan binasal kanul, Sat O2 cc/24 jam), mempertahankan Kebutuhan oksigen berkurang pada hari
diagnosa DM tipe 2, Acute 97%, lemas, bengkak pada keseimbangan antara aktifitas dan istirahat rawat ke-8 dan berangsur-angsur dapat
on CKD, CHF stage III ec kedua tungkai, dan tidak nafsu (mudah lelah, sulit istirahat), risiko yang memenuhi kebutuhan udara tanpa
CAD. makan. Pasien juga mengancam kehidupan dan kesejahteraan bantuan oksigen pada hari rawat ke-9.
mengeluhkan mudah lelah (infeksi), dan masalah fungsi peran Kelemahan mulai teratasi dengan
dengan aktifitas ringan. sebagai Ibu yang terganggu selama pemberian elektrolit (terapi cairan) dan
Riwayat DM tipe 2 sejak 5 perawatan. manajemen energi. Melalui edukasi dan
tahun, rutin berobat dan pemenuhan nutrisi dengan diet DM pada
mendapatkan metformin 2x500 Developmental self care requisites hari ke-7, memperlihatkan gambaran
mg. Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. kurve gula darah pasien yang mulai
Riwayat hipertensi sejak 10 Health Deviation Self care requisites terkontrol.
tahun sebelum masuk RS.  Gambaran kadar gula darah pasien
HbA1C: 8,1%, Hb; 10.1 fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet
gram/dl, leukosit 12.000 /UL, DM untuk mengontrol kadar gula darah.
albumin 2.2 gram/dL,  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
hiponatremia Na 111 mEq/L, penurunan cardiac output dan
hipokalemia 2.76 mEq/L, ketidakseimbangan elektrolit.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


32

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
Intervensi:
Manajemen oksigenasi, Manajemen
nutrisi, monitoring dan manajemen cairan
(dan elektrolit), edukasi penatalaksanaan
DM, monitoring kadar gula darah, latihan
aktif (senam kaki), manajemen energi,
dan peningkatan kemampuan perawatan
mandiri.
22 Ny. U, berusia 67 tahun, Keluhan pasien saat pengkajian Universal self care requisites Pasien dan keluarga cukup bekerja sama
seorang janda, memiliki 3 adalah sesak, lemas, mual dan Pasien mengalami masalah dalam dalam proses keperawatan selama 45
orang anak, pendidikan muntah sejak 3 minggu dan mempertahankan kebutuhan udara dan hari. Pasien dan keluarga juga telah
SMA, agama islam, suku dirasakan memberat sejak 5 oksigenasi (sesak), mempertahankan mam;u mengenali masalah dan
sunda, alamat jalan neli hari sebelum masuk RS. Pasien keseimbangan nutrisi (mual, muntah kebutuhan perawatan kesehatan untuk
anggrek, TB= 145 cm, juga merasakan cepat kenyang anoreksia), mempertahankan kecukupan persiapan pulang.
BB= 61 kg, IMT= 29.01 dan penuh saat makan dan perut pemasukan air dan elektrolit (pembatasan Keluhan sesak teratasi dengan
kg/m2. terasa kembung. Pada saat cairan 500 cc/24 jam, muntah), manajemen oksigenasi dan pemilihan
Pasien dirawat dengan pemeriksan fisik pasien mempertahankan keseimbangan antara posisi yang tepat. Pasien masih
diagnosa DM tipe 2, mengeluhkan sesak (RR aktifitas dan istirahat (mudah lelah, sulit membutuhkan bantuan oksigen via
dyspepsia dd gastoparesis, 28x/menit), bernapas dengan istirahat), risiko yang mengancam simple mask hingga hari rawat ke-23
Acute on CKD, CHF ec bantuan binasal kanul, Sat O2 kehidupan dan kesejahteraan (infeksi), dan dan berangsur-angsur berkurang pada
CAD. 97%, lemas, mual dan muntah masalah fungsi peran sebagai Ibu yang hari rawat ke-27. Kelemahan mulai
lebih dari 5 kali berupa cairan, terganggu selama perawatan. teratasi dengan pemberian elektrolit
setiap kali makan, bengkak (terapi cairan) dan manajemen energi.
pada kedua lengan dan tungkai. Developmental self care requisites Melalui edukasi dan pemenuhan nutrisi
Pasien juga mengeluhkan tidak Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. dengan diet DM pada hari ke-17,
dapat beraktivitas karena lelah. Health Deviation Self care requisites memperlihatkan gambaran kurve gula
Riwayat DM tipe 2 sejak 22  Gambaran kadar gula darah pasien darah pasien yang mulai terkontrol.
tahun, rutin berobat, fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet
mendapatkan terapi insulin DM untuk mengontrol kadar gula darah.
prandial dan basal 6 tahun

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


33

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
terakhir.  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
Riwayat hipertensi sejak 19 penurunan cardiac output dan
tahun sebelum masuk RS. ketidakseimbangan elektrolit.
HbA1C: 9,9%, Hb; 9.1
gram/dl, leukosit 15.600 /UL, Intervensi:
albumin 2.2 gram/dL, Manajemen oksigenasi, Manajemen
hiponatremia Na 95 mEq/L, nutrisi, monitoring dan manajemen cairan
hipokalemia 2.45 mEq/L. (dan elektrolit), edukasi penatalaksanaan
DM, monitoring kadar gula darah, latihan
aktif (senam kaki), manajemen energi,
dan peningkatan kemampuan perawatan
mandiri

23 Ny. LN, berusia 40 tahun, Alasan pasien masuk RS adalah Universal self care requisites Selama proses keperawatana selama 9
seorang janda, memiliki 1 penurunan kesadaran yang Pasien mengalami masalah dalam hari, pasien dan keluarga belum dapat
orang anak, pendidikan dialami 2 jam sebelum pasien mempertahankan keseimbangan nutrisi mengenali masalah dan kebutuhan
SMA, agama kristen masuk RS. Pasien mengatakan (mual), mempertahankan kecukupan perawatan kesehatan untuk persiapan
protestan, alamat kebun sebelum pingsan pasien pemasukan air dan elektrolit (pembatasan pulang. Selama porses keperawatan di
jeruk, TB= 160 cm, BB= merasakan lemas, keringat cairan 600 cc/24 jam, muntah), RS, pada hari rawat ke-3, kelemahan
61 kg, IMT= 23.5 kg/m2. dingn dan pusing. Keluhan mempertahankan keseimbangan antara mulai teratasi dengan pemberian
Pasien dirawat dengan diakibatkan karena pasien takut aktifitas dan istirahat (pusiang saat elektrolit (terapi cairan) dan manajemen
diagnosa hipoglikemia, dengan penyakit gula yang baru beraktifitas), risiko yang mengancam energi. Hipogllikemia berulang tidak
DM tipe 2, hipertensi diketahui sehingga, sehingga kehidupan dan kesejahteraan (infeksi), dan terjadi. Pasien telah mengenali tanda,
grade II, dan Acute on mengkonsumsi metformin masalah fungsi peran sebagai Ibu yang gelaja dan dapat mengatasi hipoglikemia
CKD tanpa asupan nutrisi dan terganggu selama perawatan. melalui reedukasi yang dilakukan.
mengalami hipoglikemia. Melalui edukasi dan pemenuhan nutrisi
Keluhan pasien saat pengkajian Developmental self care requisites dengan diet DM pada hari ke-3,
adalah lemas, pusing dan mual, Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. memperlihatkan gambaran kurve gula
GDS: 143 g/dL. darah pasien yang mulai terkontrol.
Riwayat DM tipe 2 sejak 2

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


34

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
minggu, baru diketahui saat Health Deviation Self care requisites
berobat di puskesmas dengan  Gambaran kadar gula darah pasien
GDS 321 g/dL, dan diberikan fluktuatif (hipoglikemia dan
metformin 2x 250 mg. hiperglikemia). Insulin dan diet DM
Riwayat hipertensi sejak 5 untuk mengontrol kadar gula darah.
tahun sebelum masuk RS.  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
HbA1C: 9,3 %, Hb; 12.3 penurunan cardiac output dan
gram/dl, leukosit 13.500 /UL, ketidakseimbangan elektrolit.
albumin 3.5 gram/dL, Na 144
mEq/L, hipokalemia 2.98 Intervensi:
mEq/L. Manajemen Manajemen nutrisi,
monitoring dan manajemen cairan (dan
elektrolit), edukasi penatalaksanaan DM
dan hipoglikemia, monitoring kadar gula
darah, latihan aktif (senam kaki),
manajemen energi, dan peningkatan
kemampuan perawatan mandiri
24 Ny. MR, berusia 57 tahun, Alasan pasien masuk RS adalah Universal self care requisites Selama proses keperawatan selama 37
seorang Ibu, memiliki 5 sesak napas yang semakin Pasien mengalami masalah dalam hari, Pasien dan keluarga mampu
orang anak, pendidikan memberat terutama dengan mempertahankan kebutuhan udara dan mengenali masalah dan kebutuhan
SMA, agama islam, suku aktifitas yang dirasakan sejak 2 oksigenasi (sesak), mempertahankan perawatan untuk persiapan pulang.
sunda, TB= 152 cm, BB= bulan sebelum masuk RS. keseimbangan nutrisi (mual, muntah Dalam proses keperawatan pasien dan
64 kg, IMT= 27.7 kg/m2. Pasien tidak dapat tidur kecuali anoreksia), mempertahankan kecukupan keluarga cukup bekerja sama. Sesak
Pasien dirawat dengan dengan posisi duduk. Pasien pemasukan air dan elektrolit (pembatasan teratasi dengan manajemen oksigenasi
diagnosa Ulkus dorsum juga mengeluhkan luka di kaki cairan 600 cc/24 jam, muntah), dan pemilihan posisi yang tepat. Pasien
pedis dextra post kanan yang diawali dengan mempertahankan keseimbangan antara masih membutuhkan bantuan oksigen
debridement hari ke-2, DM kesemutan dan baal. Keluhan aktifitas dan istirahat (mudah lelah, sulit via simple mask hingga hari rawat ke-14
tipe 2, Acute on CKD, luka diawali ketika pasien istirahat), risiko yang mengancam dan berangsur-angsur berkurang pada
CHF grade II ec CAD, terjatuh dan terkilir, dan kehidupan dan kesejahteraan (infeksi), dan hari rawat ke-21. Kelemahan mulai

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


35

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
sepsis ac fasciting menggunakan koyo. Kaki masalah fungsi peran sebagai Ibu yang teratasi dengan pemberian elektrolit
necroting. kemudian melepuh dan timbul terganggu selama perawatan. (terapi cairan) dan manajemen energi.
luka. Melalui manajemen luka yang dilakukan
Keluhan pasien saat pengkajian Developmental self care requisites selama perawatan, memperlihatkan
adalah sesak (RR 28 kali/menit, Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. tanda-tanda perbaikan dengan warna
Sat O2 98%), lemas, mudah Perubahan fisik pada pasien dan dasar luka merah, terdapat granulasi dan
lelah, nyeri pada kaki kanan kemampuan adaptasi berjalan dengan satu epitelisasi serta pengurangan ukuran
(post debridement hr 2). kaki untuk persiapan pulang. luka. Melalui edukasi dan pemenuhan
Riwayat DM tipe 2 sejak 5 nutrisi dengan diet DM pada hari ke-17,
tahun, rutin berobat, Health Deviation Self care requisites memperlihatkan gambaran kurve gula
mendapatkan metformin 1x850  Terdapat ulkus pada dorsum pedis dextra. darah pasien yang mulai terkontrol.
mg. Gambaran osteomiletis berdasarkan hasil
Riwayat amputasi digiti I-III x-ray pedis dextra
pedis dextra 5 tahun yang lalu.  Gambaran kadar gula darah pasien
Riwayat melahirkan bayi fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet
dengan BB lebih dari 4 kg DM untuk mengontrol kadar gula darah.
Riwayat hipertensi sejak 8  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
tahun penurunan cardiac output dan
HbA1C: 13.9 %, hasil ketidakseimbangan elektrolit.
laboratorium Hb; 11.1 gram/dl,
albumin 1.8 gram/dL, leukosit Intervensi:
12.320/UL, hiponatremia Na Manajemen oksigenasi, manajemen asam
119 mEq/L, Hipokalemia 3.2 basa, Manajemen nutrisi, monitoring dan
mEq/L, Hipomagnesium 1.34 manajemen cairan (dan elektrolit), edukasi
mg/dL, hasil AGD pH 7.27, penatalaksanaan DM, monitoring kadar
PCO2 20.3 mmHg, HCO3 9.5 gula darah, latihan aktif (senam kaki),
mmHg (kesan asidosis perawatan luka, manajemen energi, dan
metabolik), d-dimer 1100 Ug/L, peningkatan kemampuan perawatan
kreatinin darah 3.1 mg/dL, hasil mandiri
urinalisa ditemukan leukosit

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


36

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
esterase +1.
25 Ny. ST, berusia 56 tahun, Alasan pasien masuk RS adalah Universal self care requisites Selama proses keperawatan 24 hari,
seorang janda, memiliki 1 luka di kaki sejak 1 minggu Pasien mengalami masalah dalam pasien dan keluarga cukup bekerja sama.
orang anak, pendidikan sebelum masuk RS. Keluhan mempertahankan kecukupan pemasukan Pasien dan keluarga juga dapat
SMA, agama islam, suku diawali dengan kesemutan dan air dan elektrolit (pembatasan cairan 600 mengenali masalah dan kebutuhan
jawa, alamat rumah jalan baal. Untuk mengatasi cc/24 jam), mempertahankan perawatan kesehatan untuk persiapan
penyengat IV No. 57 RT esemutan dan baal pasien rutin keseimbangan antara aktifitas dan istirahat pulang. Pasien dapat beradaptasi dan
003/03, Kelapa Gading, berjalan-jalan di aspal panas (mudah lelah, sulit istirahat), risiko yang mengatasi nyeri pada hari-2 dengan
TB= 157 cm, BB= 59 kg, tanpa alas kaki, sehingga kaki mengancam kehidupan dan kesejahteraan relaksasi dan distraksi terutama saat
IMT= 23.94 kg/m2. kemudian melepuh dan timbul (infeksi), dan masalah fungsi peran rawat luka. Kelemahan mulai teratasi
Pasien dirawat dengan luka. sebagai Ibu yang terganggu selama dengan pemberian elektrolit (terapi
diagnosa Ulkus DM pedis Keluhan pasien saat pengkajian perawatan. cairan) dan manajemen energi. Melalui
bilateral post debridement adalah nyeri pada kedua kaki manajemen luka yang dilakukan selama
hari ke-3, DM tipe 2, (post debridement hr 3). Developmental self care requisites perawatan, memperlihatkan tanda-tanda
hipertensi grade 1, Acute Riwayat DM tipe 2 sejak 2 Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. perbaikan dengan warna dasar luka
on CKD, tahun, rutin berobat, Perubahan fisik pada pasien dan merah, terdapat granulasi dan epitelisasi
mendapatkan metformin 3x500 kemampuan adaptasi berjalan dengan satu serta pengurangan ukuran luka. Melalui
mg. kaki untuk persiapan pulang. edukasi dan pemenuhan nutrisi dengan
Riwayat operasi kanker cervix diet DM pada hari ke-8, memperlihatkan
2 tahun lalu. Health Deviation Self care requisites gambaran kurve gula darah pasien yang
Riwayat TB relaps (tahun 1998,  Terdapat ulkus pada dorsum pedis dextra mulai terkontrol.
2010, dan 2013). disertai nyeri VAS 4. Gambaran kadar
Riwayat hipertensi sejak 1 gula darah pasien fluktuatif
tahun (hiperglikemia). Insulin dan diet DM
HbA1C: 9.9 %, hasil untuk mengontrol kadar gula darah.
laboratorium Hb; 8.0 gram/dl,  ABI kanan : 0.9, ABI kiri: 1.06, neuropati
albumin 3.67 gram/dL, leukosit bilateral.
9.970/UL, hiponatremia Na 130  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
mEq/L, Hipokalemia 3.2 anemia, penurunan cardiac output dan
mEq/L

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


37

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
ketidakseimbangan elektrolit.

Intervensi:
Manajemen nutrisi, monitoring dan
manajemen cairan (dan elektrolit), edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah, latihan aktif (senam kaki),
perawatan luka, manajemen energi, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri
26 Ny. Y, berumur 71 tahun, Alasan masuk RS adalah sesak Universal self care requisites Selama proses keperawatan 29 hari,
seorang janda, memiliki 5 napas dan adanya luka pada Pasien mengalami masalah dalam pasien dan keluarga cukup sulit
orang anak, pendidikan kaki kanan yang memberat mempertahankan kebutuhan udara dan bekerjasama. Pasien juga sulit
SMA, pekerjaan pensiunan sejak 1.5 bulan sebelum masuk oksigenasi (sesak), mempertahankan berkomunikasi, sehingga komunikasi
guru, agama islam, suku RS. Luka diawali karena keseimbangan nutrisi (anoreksia), lebih banyak dilakukan menggunakan
jawa, TB= 150 cm, BB= terkena pecahan kaca. Luka mempertahankan kecukupan pemasukan pertanyaan tertutup. Hal ini menjadi
63 kg, IMT= 28 kg/m2. hanya dibersihkan, luka air dan elektrolit (pembatasan cairan 600 salah satu faktor penyulit untuk
Pasien dirawat dengan kemudian membengkak dan cc/24 jam, muntah), mempertahankan memnadirikan pasien dan keluarga
diagnosa medis Ulkus DM semakin meluas. Pada saat keseimbangan antara aktifitas dan istirahat dalam mengenali masalah dan
plantar pedis dextra post pengkajian, keluhan yang (mudah lelah, sulit istirahat), risiko yang kebutuhan perawatan kesehatan.
debridement hari 1, DM dialami pasien adalah nyeri mengancam kehidupan dan kesejahteraan
tipe 2, CKD stage V, efusi pada plantra kanan post (infeksi), dan masalah fungsi peran Pada hari rawat ke-10 pasien menjalani
pleura bilateral. debridement, lemas, tidak nafsu sebagai Ibu yang terganggu selama STSG, dan pada hari rawat ke-15 pasien
makan, bengkak pada kedua perawatan. menjalani hemodialiasa. Kelemahan
tungkai. Disamping itu pasien mulai teratasi sejak hari rawat ke-16
tidak dapat berbicara dengan Developmental self care requisites dengan pemberian elektrolit (terapi
jelas (pelo). Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. cairan) dan manajemen energi. Melalui
Riwayat DM tipe 2 sejak 25 Perubahan fisik pada pasien dan manajemen luka yang dilakukan selama
tahun, mendapat metformin kemampuan adaptasi berjalan dengan satu perawatan, memperlihatkan tanda-tanda
3x500 mg, ridak rutin minum kaki untuk persiapan pulang. perbaikan dengan warna dasar luka

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


38

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
obat dan jarang kontrol. merah, terdapat granulasi dan epitelisasi.
HbA1C: 11,4%, hasil Health Deviation Self care requisites Melalui reedukasi, terapi insulin dan diet
laboratorium Hb; 9,3 gram/dl,  Terdapat ulkus DM pada plantar pedis DM memperlihatkan hasil monitoring
leukosit 15.400 /UL, Albumin dextra. Gambaran osteomiletis gula darah yang cukup terkendali pada
2,8 gram/dL, kreatinin darah berdasarkan hasil x-ray pedis dextra hari rawat ke-18.
4.2 mg/dL, ureum 129 mg/dL.  Gambaran kadar gula darah pasien
fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet
DM untuk mengontrol kadar gula darah.
 Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
penurunan cardiac output dan
ketidakseimbangan elektrolit.

Intervensi:
Manajemen oksigenasi, manajemen asam
basa, Manajemen nutrisi, monitoring dan
manajemen cairan (dan elektrolit), edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah, latihan aktif (senam kaki),
perawatan luka, manajemen energi, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri
27 Ny. Hs, berusia 57 tahun, Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 32
menikah, memiliki 6 orang adanya luka pada tungkai kanan Pasien mengalami masalah hari, pasien dan keluarga mampu
anak, pendidikan SMA, yang memberat sejak 2 bulan mempertahankan mempertahankan mengenali kebutuhan kesehatan dan
agama islam, suku betawi, sebelum masuk RS. Luka kecukupan pemasukan air dan elektrolit, keperawatannya secara mandiri untuk
TB= 161 cm, BB= 72 kg, diawali karena lecet dan luka mempertahankan keseimbangan antara persiapan pulang. Pasien dan keluarga
IMT= 27.76 kg/m2. bakar akibat alat penghangat aktifitas dan istirahat (tidak dapat berjalan sangat bekerja sama dalam penerapan
Pasien dirawat dengan untuk mengatasi nyeri, dan sulit istirahat), dan mempertahankan self care theory Orem. Pasien dapat
diagnosa Ulkus DM Cruris kesemutan dan baal. Luka lecet keseimbangan antara interaksi sosial dan mengendalikan dan mengatasi nyeri

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


39

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
Pedis dextra Post kemudian menyebar, berair dan kesendirian (gangguan komunikasi terutama saat rawat luka sejak hari rawat
debridement hari ke-2, DM membengkak dan semakin verbal), risiko yang mengancam ke-5. Melalui manajemen luka yang
tipe 2, CKD stage IV ec memberat. Pada saat kehidupan dan kesejahteraan (infeksi), dilakukan selama perawatan,
nefropati DM, Ulkus pengkajian, keluhan yang dan masalah fungsi peran sebagai istri dan memperlihatkan tanda-tanda perbaikan
Dekubitus grade IV. dialami pasien adalah nyeri Ibu yang terganggu selama perawatan dengan warna dasar luka merah, terdapat
pada tungkai kanan post granulasi dan epitelisasi. Melalui
debridement, nyeri pada ulkus Developmental self care requisites reedukasi, terapi insulin dan diet DM,
dekubitus di gluteus, lemas, Masalah pada tugas pasien sebagai istri memperlihatkan hasil monitoring gula
tidak nafsu makan. dan Ibu. darah dengan kurve yang cukup
Riwayat DM tipe 2 sejak 15 Perubahan fisik pada pasien dan terkendali pada hari rawat ke-10.
tahun, mendapat metformin kemampuan adaptasi berjalan dengan satu
2x500 mg, rutin minum obat kaki untuk persiapan pulang.
dan kontrol.
HbA1C: 7.8 %, hasil Health Deviation Self care requisites
laboratorium Hb; 9,3 gram/dl,  Terdapat dua ulkus yaitu ulkus DM et
leukosit 14.500 /UL, Albumin cruris dextra dan ulkus decubitur pada
2,3 gram/dL, kreatinin darah gluteus 4x4x01 cm. Pasien menjalani
2.7 mg/dL, ureum 99,8 mg/dL. STSG pada hari rawat ke 8.
ABI Kanan = 0.9, ABI kiri=1.2. neuropati
bilateral.
 Gambaran kadar gula darah pasien
fluktuatif (hiperglikemia). Insulin, diet
DM dan diet ginjal diberikan dengan
mempertimbangkan asupan nutrisi pasien.

Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi,
monitoring dan manajemen cairan (dan
elektrolit), peningkatan kualitas tidur,

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


40

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
manajemen luka, perawatan kaki, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah edukasi hipoglikemia, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri.
28 Ny. TY, berusia 56 tahun, Alasan masuk RS adalah Universal self care requisites Setelah proses keperawatan selama 40
menikah, memiliki 3 orang adanya luka pada kaki kiri sejak Pasien mengalami masalah hari, pasien dan keluarga mampu
anak, pendidikan SMA, 6 hari sebelum masuk RS. Luka mempertahankan mempertahankan mengenali masalah dan kebutuhan
agama islam, suku jawa, diawali timbulnya bintik kecil keseimbangan antara aktifitas dan istirahat perawatannya secara mandiri untuk
TB= 150 cm, BB= 59 kg, yang tidak diketahui (tidak dapat berjalan dan sulit istirahat), persiapan pulang. Pasien dan keluarga
IMT= 26.2 kg/m2. penyebabnya. Pasien risiko yang mengancam kehidupan dan sangat bekerja sama dalam penerapan
Pasien dirawat dengan melakukan rawat luka sendiri di kesejahteraan (infeksi), dan masalah self care theory Orem. Pasien dapat
diagnosa Sepsis ec rumah. Sejak saat itu pasien fungsi peran sebagai istri dan Ibu yang mengendalikan dan mengatasi nyeri
Gangren DM Pedis mengalami demam terus terganggu selama perawatan terutama saat rawat luka sejak hari rawat
sinistra, DM tipe 2 riw menerus, dan luka semakin ke-5. Melalui manajemen luka yang
KAD, Acute on CKD ec merah, bengkak disertai nyeri. Developmental self care requisites dilakukan selama perawatan,
nefropati DM. Pada saat pengkajian, keluhan Masalah pada tugas pasien sebagai istri memperlihatkan tanda-tanda perbaikan
yang dialami pasien adalah dan Ibu. dengan warna dasar luka merah, terdapat
nyeri pada tungkai kiri post Perubahan fisik pada pasien dan granulasi dan epitelisasi. Melalui
debridement, lemas, tidak nafsu kemampuan adaptasi berjalan dengan satu reedukasi, terapi insulin dan diet DM,
makan, Suhu 37.80 C. kaki untuk persiapan pulang. memperlihatkan hasil monitoring gula
Riwayat DM tipe 2 sejak 10 darah dengan kurve yang cukup
tahun, mendapat metformin Health Deviation Self care requisites terkendali pada hari rawat ke-16.
2x500 mg, rutin minum obat  Terdapat Gangren DM pada pedis sinistra
dan kontrol. Pasien menjalani debridement pada hari
HbA1C: 13 %, hasil rawat ke-2 dan STSG pada hari ke-17.
laboratorium Hb; 8,8 gram/dl,  ABI Kanan = 1.1, ABI kiri=0.8. neuropati
leukosit 14.500 /UL, Albumin bilateral.
2,39 g/dL  Gambaran radiografi pedis sinistra:

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


41

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
osteomielitis head metatarsal II-IV dan
basis phalang proximal digiti V.
 Gambaran kadar gula darah pasien
fluktuatif (hiperglikemia). Insulin, diet
DM dan diet ginjal diberikan dengan
mempertimbangkan asupan nutrisi pasien.

Intervensi:
Manajemen nyeri, Manajemen nutrisi,
monitoring dan manajemen cairan (dan
elektrolit), peningkatan kualitas tidur,
manajemen luka, perawatan kaki, edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah edukasi hipoglikemia, dan
peningkatan kemampuan perawatan
mandiri.
29 Ny. SS, berusia 63 tahun, Alasan pasien masuk RS adalah Universal self care requisites Selama proses keperawatan selama 33
seorang Ibu, memiliki 3 adanya luka digiti III kaki kiri Pasien mengalami masalah dalam hari, pasien dan keluarga telah mampu
orang anak, pendidikan yang muncul sejak 3 tahun lalu mempertahankan keseimbangan nutrisi mengenali masalah dan kebutuhan
SMA, agama islam, suku yang diawali dengan keluhan (mual dan anoreksia), mempertahankan perawatan untuk persiapan pulang.
jawa, TB= 158 cm, BB= kesemutan dan baal. Luka kecukupan pemasukan air dan elektrolit Dalam proses keperawatan pasien dan
62 kg, IMT= 27.7 kg/m2. semakin luas dan menghitam. (pembatasan cairan 600 cc/24 jam), keluarga cukup bekerja sama.
Pasien dirawat dengan Sejak saat itu pasien sering mempertahankan keseimbangan antara Kelemahan mulai teratasi dengan
diagnosa Gangren pedis mengalami demam. Pada saat aktifitas dan istirahat (mudah lelah, sulit pemberian elektrolit (terapi cairan) dan
sinistra post amputasi pengkajian, keluhan yang istirahat), risiko yang mengancam manajemen energi. Melalui manajemen
below knee hari-2, DM dialami pasien adalah nyeri kehidupan dan kesejahteraan (infeksi), dan luka yang dilakukan selama perawatan,
tipe 2, Acute on CKD dd pada tungkai kiri post amputasi masalah fungsi peran sebagai Ibu yang memperlihatkan tanda-tanda perbaikan
CKD stage II, CHF grade below knee, lemas, tidak nafsu terganggu selama perawatan. luka post amputasi dan tidak
II ec CAD makan, Suhu 37.80 C. memperlihatnkan tanda-tanda infeksi.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


42

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
Riwayat DM tipe 2 sejak 8 Developmental self care requisites Melalui edukasi dan pemenuhan nutrisi
tahun, rutin berobat. Dua Masalah pada tugas pasien sebagai Ibu. dengan diet DM pada hari ke-20,
beulan terakhir mendapatkan Perubahan fisik pada pasien dan memperlihatkan gambaran kurve gula
terapi insulin basal 1x10 unit, kemampuan adaptasi berjalan dengan satu darah pasien yang mulai terkontrol.
dan insullin prandial 3x10 unit. kaki untuk persiapan pulang.
Riwayat amputasi digiti III 1
tahun pedis sinistra 1 tahun Health Deviation Self care requisites
yang lalu.  Terdapat gangren pedis sinistra post
Riwayat di RS akibat stroke 2 amputasi.
tahun yang lalu.  Radiografi doplee bilateral : PAD bilateral
Riwayat hipertensi sejak 10  ABI kanan: 0.8, ABI kiri: 0.7, neuropati
tahun sensorik plantar pedis dextra.
HbA1C: 12.3 %, hasil  Gambaran kadar gula darah pasien
laboratorium Hb; 8.6 gram/dl, fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet
albumin 2.5 gram/dL, leukosit DM untuk mengontrol kadar gula darah.
19.860/UL, Na 149 mEq/L,  Kelemahan dan intoleran aktivitas akibat
Hipokalemia 2.9 mEq/L, d- penurunan cardiac output dan
dimer 5500 Ug/L, kreatinin ketidakseimbangan elektrolit.
darah 2.1 mg/dL.
Intervensi:
Manajemen oksigenasi, manajemen asam
basa, Manajemen nutrisi, monitoring dan
manajemen cairan (dan elektrolit), edukasi
penatalaksanaan DM, monitoring kadar
gula darah, latihan aktif (senam kaki),
manajemen luka dan perawatan kaki,
manajemen energi, dan peningkatan
kemampuan perawatan mandiri.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


43

No Basic conditioning factor Deskripsi Kondisi Pasien Pengkajian dan Intervensi Evaluasi
30 Ny. MD, berusia 52 tahun, Alasan pasien masuk RS adalah Universal self care requisites Pasien sangat bekerja sama dalam proses
menikah, memiliki 1 orang luka pada payudara kanan yang Pasien mengalami masalah dalam keperawatan selama 29 hari., dan telah
anak, pendidikan SMA, dialami sejak 2 bulan sebelum mempertahankan keseimbangan nutrisi mampu mengenali masalah dan
agama Kristen Protestan, masuk RS. Mual dan muntah (mual, muntah, anoreksia), kebutuhan perawatan untuk persiapan
suku Manado, TB= 154 (setiap kali makan) lebih dari 8 mempertahankan keseimbangan antara pulang. Pada hari rawat ke-6 pasien
cm, BB= 47 kg, IMT= kali/hr, tidak nafsu makan, dan aktifitas dan istirahat (lemas) mulai dapat beradaptasi dan mampu
19.8 kg/m2. begah dirasakan memberat menerapkan distraksi terutama saat
Pasien dirawat dengan sejak 1 bulan sebelum masuk Developmental self care requisites rawat luka. Keluhan mual dan muntah
diagnosa DM tipe 2, RS. Masalah pada tugas pasien sebagai istri berkurang pada hari rawat ke-9. Pasien
Dispepsia dd gastropati Keluhan pasien saat pengkajian dan Ibu. merasakan dapat mengendalikan dan
diabetik dan Ca Mamae. adalah nyeri pada lukaHealth Deviation Self care requisites mengatasi mual dengan menerapkan
payudara kanan VAS 5  Ulkus pada payudara kanan 15x9x8 cm, penekanan pada 6 titik neiguan
terutama saat rawat luka, mual luka sangat rapuh dan berisiko mengalami disamping pemberian antiemetik.
dan muntah, tidak nafsu makan, perdarahan. Kelemahan mulai teratasi sejak hari
merasa cepat kenyang dan  Gambaran kadar gula darah pasien rawat ke-7 dengan pemberian elektrolit
penuh saat makan, dan tidak fluktuatif (hiperglikemia). Insulin dan diet (terapi cairan) dan manajemen energi.
bisa tidur. DM untuk mengontrol kadar gula darah. Perawatan luka kanker yag dilakukan
 Kelemahan akibat hipokalemia, dan bertujuan untuk mencegah infeksi dan
Riwayat DM tipe 2 sejak 10 hipoalbumin. penyebarannya. Melalui reedukasi dan
tahun, mendapat glibenklamid terapi insulin, mulai dapat
2x500 mg dan metformin Intervensi: memperllihatkan gambaran kurve
1x850 mg, namun tidak rutin Manajemen nutrisi dan edukasi, edukasi normal pada hari rawat ke-10.
berobat. penatalaksanaan DM, monitoring kadar
Riwayat Ca Mamae disangkal. gula darah, manajemen luka, manajemen
HbA1C: 11,7%, Hasil energi, latihan aktif, senam kaki, terapi
pemeriksaan laboratorium Hb; komplementer (titik neiguan untuk
7.1 gram/dl, leukosit 17.500 mengurangi mual) dan peningkatan
/UL. albumin 2.5 gram/dL, kemampuan perawatan mandiri
Hipokalemia 3.01 mEq/L.

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


Lampiran 3

INFORMED CONSENT/ PENJELASAN

Penerapan Buku Harian Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM)

Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk berpartisipasi dalam penggunaan Buku harian


PGDM. Buku harian PGDM merupakan komponen penting dalam terapi modern
untuk pasien DM. Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM) telah direkomendasikan
untuk pasien DM dan profesional perawatan kesehatan dalam rangka untuk mencapai
kendali glikemik dan mencegah hipoglikemia. Tujuan dari PGDM adalah untuk
mengumpulkan informasi tentang kadar glukosa darah di beberapa waktu untuk
memungkinkan mempertahankan kadar glukosa darah normal atau mendekati normal
dengan rejimen yang lebih tepat. Hal ini dapat digunakan untuk membantu dalam
penyesuaian terapi berdasarkan kadar glukosa darah pasien DM dan untuk membantu
individu menyesuaikan asupan makanan mereka, aktivitas fisik, dan dosis insulin
untuk meningkatkan kontrol glikemik sehari-hari. Penulia (saya) akan memberikan
lembar persetujuan ini dan menjelaskan bahwa keterlibatan Bapak/Ibu/Saudara di
dalam kegiatan ini atas dasar sukarela.

Nama saya adalah Titi Iswanti Afelya. Saya seorang perawat dari Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, yang beralamat di Fakultas Keperawatan
Universitas Indonesia Kampus Depok, 1642. Saya dapat dihubungi di no
085343903954.

Kegiatan ini melibatkan pasien DM yang sedang dirawat di perawatan penyakit


dalam RSCM dengan terapi insulin, sedang menjalani pemantauan kadar gula darah
3-4 kali/hari, mampu berbahasa Indonesi, dan mampu baca tulis. Apabila
Bapak/Ibu/Saudara memutuskan berpartisipasi, Bapak/Ibu/Saudara bebas untuk
mengundurkan diri dari kegiatan ini kapan pun.

Sekitar 7 pasien DM dengan terapi insulin akan terlibat dalam kegiatan ini yang
merupakan pasien sedang dirawat di perawatan interna lantai 7 Gedung A RSCM.
Dalam kegiatan ini Bapak/Ibu/Saudara akan diberikan edukasi dan buku harian
PGDM. Edukasi yang saya berikan adalah Insulin dan hipoglikemia. Diharapkan
Bapak/Ibu/Saudara dapat melakukan pengisian meliputi kadar gula darah (pagi,
sebelum makan, dan sebelum tidur), dosis insulin yang diberikan sebelum waktu
makan dan tidur, banyaknya makanan yang dihabiskan, dan keluhan yang dialami

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


45

pada Buku Harian Pemantauan Kadar Gula Darah Mandiri (PGDM) selama empat (4)
hari.

Saya akan menjaga kerahasiaan dan keterlibatan Bapak/Ibu/Saudara dalam kegiatan


ini. Nama Bapak/Ibu/Saudara tidak akan dicatat dimanapun. Buku harian PGDM
yang telah diisi hanya akan diberi kode yang tidak bisa digunakan untuk
mengidentifikasi identitas Bapak/Ibu/Saudara. Apabila hasil kegiatan ini
dipublikasikan, tidak ada satu identifikasi berkaitan dengan Bapak/Ibu/Saudara akan
ditampilkan dalam publikasi tersebut.

Penulis menjamin bahwa kegiatan ini tidak akan berdampak negatif pada
Bapak/Ibu/Saudara. Apabila setelah terlibat kegiatan ini Bapak/Ibu/Saudara masih
memiliki pertanyaan, anda dapat menghubungi saya di nomor telepon 0411-864270
atau sms ke nomor 085343903954.

Setelah membaca informasi di atas dan memahami tentang tujuan kegiatan dan peran
yang diharapkan dari saya, saya setuju untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini.

________________________
Tanggal

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


46

Lampiran 4

Kode :

DATA IDENTITAS PASIEN

PENERAPAN BUKU HARIAN PEMANTAUAN GULA DARAH MANDIRI PADA


PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN TERAPI INSULIN

A. Identitas Responden

1. Nama :……………………..... 2. Jenis Kelamin : Laki-laki/perempuan*

*coret yang tidak perlu

3. Usia:…………..tahun 4. Pendidikan: SD SLTP SMU S1 S2

5. Pekerjaan:
Pensiunan PNS Pensiunan ABRI Wiraswasta

Buruh Pedagang Lainnya (sebutkan)……..

6. Lama menderita DM:…………….tahun 7. HbA1C =

8. Tipe DM: DM tipe 1 DM tipe 2 9. Dosis Insulin:.......................................................

10. Penyakit yang diderita selain DM:


Hipertensi Gagal Ginjal Stroke Retinopati

Lainnya (sebutkan)……………………………………………………………………………

11. Topik pendidikan kesehatan yang pernah didapatkan:

Diabetes Melitus Senam kaki diabetik Perawatan kaki Insulin

Nutrisi Lainnya (sebutkan)……………………………………………………...

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


Lampiran 5

Buku Harian Pemantauan Gula Darah Mandiri (PGDM)

Referensi

Asosiasi Diabetes Amerika (ADA). (2014). Standar Pengelolaan


Diabetes. Diabetes Care. 36:S11-S65.

Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) Kelompok Kerja Hipoglikemia.


(2005). Definisi dan Laporan Hipoglikemia pada Diabetes.
Diabetes Care. 28(5): 1245-1249.

Austin.M, Haas. L, Jonhson. T, Parkin. C, Parkin.C, Spollet. G, &


Volpone. T. (2006). Pemantauan Gula Darah Mandiri:
Manfaat dan Penggunaan . The Diabetes Educator. 32:835-
846. DOI: 10.1177/0145721706295873

Bayer Healt Care. (2009). Pengelolaan Diabetes. Bayer Inc. Breeze


PERKENI. (2011). Revisi Konsensus PERKENI.
www.perkeni.org/download/Konsensus%20DM%202011.zip

Roche. (2007). Gambaran Sistem Analisa Gula Darah: ACCU-


CHECK.

Soewonde, P.(2013). Pemantauan Kendali Diabetes Melitus.


Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu edisi ke-2. Balai
Penerbit FIK-UI: Indonesia

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


48

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


49

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


50

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


RENTANG KADAR GULA DARAH

GD
Waktu
rendah Tinggi

Keterangan
mg/dL
mg/dL
81-110

<50
110-140
>300

51-80

mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL

141-180
181-220
221-260
261-300
Sebelum sarapan
Hari:

Insulin (unit)

Sebelum
Makan siang

Insulin (unit)

2 jam setelah
makan siang

Sebelum
Makan malam
Tanggal:

Insulin (unit)

Sebelum tidur

Insulin (unit)

Sebelum sarapan
Hari:

Insulin(u nit)

Sebelum
Makan siang

Insulin (unit)

2 jam setelah
makan siang

Sebelum
Makan malam
Tanggal:

Insulin (unit)

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


Sebelum tidur
Buku Harian Pemantauan Gula Darah Mandiri

Insulin (unit)

Sebelum sarapan
Hari:

Insulin(u nit)

Sebelum
Makan siang
Insulin (unit)

2 jam setelah
makan siang
Sebelum
Makan malam
Insulin (unit)
Tanggal:

Sebelum tidur

Insulin (unit)
Sumber: ACCU-CHECK, Roche; 2007
51

Universitas Indonesia
52

Lampiran 6
Buku Panduan Latihan Kekuatan dan Keseimbangan pada Pasien DM dengan Neuropati

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


53

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


54

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


55

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


Lampiran 7

LEMBAR KUISIONER BOOKLET INTERAKTIF

A. Data Demografi Pasien


Nama Pasien :
Umur :
Lama HD :
Status Pendidikan :
Jadwal HD :

B. Petunjuk Pengisian Kuisioner Booklet Interaktif


Isilah lembar pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada
pilihan jawaban yang sesuai dengan pendapat anda terkait isi booklet.

Sangat
Sangat Baik Tidak Baik Tidak
No Pertanyaan
Baik
1 2 3 4
Informasi yang diberikan jelas
1
dan mudah dimengerti
2 Tulisan dapat dibaca
3 Tampilan Gambar jelas
Booklet ini media yang praktis
4
untuk digunakan.
5 Manfaat booklet
Buku ini akan saya gunakan Ya Tidak
untuk media informasi dan
6
komunikasi dengan perawat
HD secara berkelanjutan

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014


57

Lampiran 8

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas
Nama : Titi Iswanti Afelya
Tempat/Tgl. Lahir : Wonomulyo, 10 Oktober 1986
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat Sekarang : Jl. Syekh Yusuf, Minasa Upa Blok K 17 No.20, Makassar
No. HP : 081 355 336 235
Email : tiasuwarno@yahoo.co.id

B. Pendidikan Formal
No Tahun Institusi Jurusan/ Program
1. 1991-1992 TK ABBA Muhammadiyah Ujung
Pandang
2. 1992-1994 SD Negeri Tanggul Patompo Ujung
Pandang
3. 1994-199 SD Inpres III Sorong
4. 1998-2001 SLTP Negeri 1 Sorong
5. 2001-2004 SMU Negeri 1 Sorong Ilmu Pengetahuan
Alam
6. 2004-2008 Program Studi Ilmu Keperawatan Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
7. 2008-2009 Program Studi Ilmu Keperawatan Praktek Profesi
Fakultas Kedokteran Universitas Ners
Hasanuddin
8. 2011-2013 Fakultas Ilmu Keperawatan, Magister
Universitas Indonesia Keperawatan,
Kekhususan
Medikal Bedah
9. 2013-2014 Fakultas Ilmu Keperawatan, NersSpesialis
Universitas Indonesia Keperawatan,
Kekhususan
Medikal Bedah
C. Riwayat Pekerjaan
No. Tahun Pekerjaan
1. 2009 Perawat Hemodialisa RSUI Faisal Makassar
2. 2009 - 2010 Staf Pengajar Akper Kharisma Gowa Raya
2. 2010 - 2011 Perawat RS Pendidikan Universitas Hasanuddin
3. 2010 – Sekarang Dosen PSIK FK UNHAS

Universitas Indonesia

Penerapan teori ..., Titi Iswanti Afelya, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai