Anda di halaman 1dari 199

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN RESIDENSI KEPERAWATAN PADA


PASIEN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR
DENGAN PENERAPAN MODEL KONSERVASI
MYRA ESTRIN LEVINE

KARYA ILMIAH AKHIR

AHMAD ASYROFI
1106042574

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS (Sp.1)
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JULI 2014

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN RESIDENSI KEPERAWATAN PADA


PASIEN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR
DENGAN PENERAPAN MODEL KONSERVASI
MYRA ESTRIN LEVINE
KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Program Pendidikan Ners Spesialis (Sp1) Keperawatan Medikal Bedah

Supervisor Utama
Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN.

Supervisor
Tuti Herawati, S.Kp.,MN.

AHMAD ASYROFI
1106042574

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS (Sp.1)
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JULI 2014

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
teiah saya nyatakan dengan benar.

Nama Ahmad Asyrofi


NPM 1106042574
Tanda Tangan
Tanggal 8Juli2014

ii

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh :


Nama : Ahmad Asyrofi
NPM : 1106042574
Program Studi: Ners Spesialis (Sp.l) Keperawatan Medikal Bedah
Judul Tesis : Laporan Kegiatan Residensi Keperawatan pada Pasien Gangguan
Sistem Kardiovaskular dengan Penerapan Model Konservasi Myra
Estrine Levine

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Spesialis (Sp.l) Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Ketua : Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.(..<l

Anggota : Tuti Herawati, S.Kp.,MN. (

Anggota : Dr.RitaSekarsari, S.Kp.,MHSM,Sp.KV. (.

Anggota )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 8 Juli 2014

iii

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:

Nama Ahmad Asyrofi


NPM 1106042574
Program Studi Ners Spesialis (Sp.l) Keperawatan Medikal Bedah
Departemen Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis Karya Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, meneyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Laporan Kegiatan Residensi Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem


Kardiovaskular Dengan Penerapan Model Konservasi Myra Estrin Levine

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataa ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat d i : Depok
Pada tanggal: 8 Juli 2014
Yang menyatakan

Ahmad Asyrofi

iv

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR
 

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya ilmiah akhir ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners
Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah pada Program Studi Ners Spesialis
(Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penyusunan karya ilmiah
akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Ibu Prof. Dra. Elly Nurrachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN., selaku


Supervisor Utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka
penyusunan karya ilmiah akhir ini;
(2) Ibu Tuti Herawati, S.Kp.,MN., selaku Supervisor yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya
dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya ilmiah akhir ini;
(3) Ibu Dr. Rita Sekarsari, S.Kp.,MHSM.,Sp.KV., selaku Supervisor Klinik
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan
mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka pelaksanaan
kegiatan residensi ini;
(4) Ibu Junaiti Sahar,S.Kp.,M.App.Sc.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
(5) Ibu Henny Permatasari, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kom., selaku ketua program studi
Magister dan Spesialis Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
(6) Direktur Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
yang telah memberikan kesempatan, ijin, dan dukungan untuk melakukan
kegiatan residensi;

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


(7) Teman-teman sejawat perawat instalasi rawat jalan Rumah Sakit Jantung &
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang telah memberikan semua
dukungan dan bantuan material dan moral selama kegiatan residensi;
(8) Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal yang telah memberikan
dukungan material dan moral untuk mengembangkan keilmuan di Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
(9) Orang tua dan adik-adikku Nurul Ismawati dan Aziz Muktasim yang selalu
memberikan kasih sayang, bantuan, dan dukungan material serta moral
selama menempuh pendidikan ini;
(10) Sahabatku mahasiswa Program Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal
Bedah peminatan Kardiovaskular (Cardiolovers) angkatan 2013 atas segala
dukungan dan kebersamaannya;
(11) Sahabatku semua mahasiswa Program Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan
Medikal Bedah angkatan 2013 atas segala dukungan dan kebersamaannya;
(12) Semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian dan
penyusunan karya ilmiah akhir ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.

Depok, Juli 2014

Penulis

   

vi

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


ABSTRAK
 
 

Nama : Ahmad Asyrofi


Program Studi : Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah
Judul : Laporan Kegiatan Residensi Keperawatan pada Pasien
Gangguan Sistem Kardiovaskular dengan Penerapan Model
Konservasi Myra Estrin Levine

Kegiatan residensi keperawatan medikal bedah peminatan kardiovaskular


dilaksanakan selama dua semester berupa pengelolaan asuhan keperawatan pasien
gangguan kardiovaskular secara holistik dan komprehensif dengan penerapan
model Konservasi Myra Estrin Levine pada satu pasien kelolaan utama dan 30
pasien kelolaan lainnya. Tujuan dan hasil asuhan keperawatan pasien gangguan
kardiovaskular adalah mengupayakan adaptasi untuk mencapai keutuhan
(wholeness) dengan memfasilitasi konservasi energi, konservasi intgritas struktur,
konsevasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial.
Praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (evidence-based nursing practice)
memberikan posisi lateral 30o setelah dua jam pasca bedah di ICU bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan ambulasi dini dan dihasilkan kestabilan hemodinamik.
Peran perawat spesialis sebagai inovator dalam pelayanan keperawatan dengan
mengoptimalkan asuhan keperawatan berbasis spiritual di unit perawatan intensif
jantung dengan memfasilitasi penyediaan format pengkajian, format diagnosa
keperawatan, dan format rencana intervensi spiritual. Inovasi optimalisasi asuhan
spiritual mendapat respon, dukungan, dan apresiasi yang tinggi oleh para perawat
di unit terkait dan ditingkat manajemen pelayanan keperawatan rumah sakit.
Kata Kunci: asuhan keperawatan, kardiovaskular, posisi lateral, spiritual

   

vii Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


ABSTRACT
 

Name : Ahmad Asyrofi


Program : Medical Surgical Nursing Specialistic
Title : Report of Nursing Residency on Cardiovascular Disorders
Patients with an Application of Myra Estrin Levine’s
Conservation Model

Medical surgical nursing residency activities in cardiovascular specialization was


did in two semesters by managing the nursing care of patients with cardiovascular
disorders holistically and comprehensively using the application of Myra Estrin
Levine Conservation Model in one major case and other 30 cases. The purpose and
outcomes of cardiovascular disorders nursing care is adaptation to achieve
integrity (wholeness) to facilitate the conservation of energy, conservation of
structure integrity, conservation of personal integrity, and conservation of social
integrity. The best evidence-based nursing practice giving the lateral position two
hours post-surgery in the ICU aimed to meet the needs of early ambulation and
resulting hemodynamic stability. The role of specialist nurses as an innovator in
nursing services optimizing the spiritual-based nursing care in cardiac intensive
care unit by facilitating the creating of assessment form, nursing diagnosis form,
and spiritual intervention plan form. Innovation in spiritual care optimization got
responses, supports, and good appreciations from the nurses in the related unit and
hospital nursing care management level.
Keywords: nursing care, cardiovascular, lateral position, spiritual
   

viii Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI
 

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 6
1.2.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 6
1.2.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 7
1.3 Manfaat ....................................................................................................... 7
1.3.1 Manfaat untuk pelayanan keperawatan ............................................... 7
1.3.2 Manfaat untuk pengembangan Ilmu Keperawatan ............................. 8

BAB 2 STUDI PUSTAKA ..................................................................................... 9


2.1 Aplikasi The Levine's Conservation Model pada Asuhan Keperawatan .... 9
2.2 Myocardial Infarctioniontion With ST Elevation (STEMI) ..................... 20
2.3 Posisi Lateral Pasca Coronary artery bypass graft .................................... 29
2.4 Asuhan Spiritual dalam Keperawatan ....................................................... 31
2.4.1 Pandangan Perawat Terhadap Klien ................................................. 31
2.4.2 Perkembangan Spiritual .................................................................... 33
2.4.3 Keterkaitan Spiritualitas, Kesehatan dan Sakit ................................. 34
2.4.4 Faktor-Faktor Mempengaruhi Spiritualitas ....................................... 34
2.4.5 Isu Nilai Berkaitan Dengan Spiritual ................................................ 35
2.4.6 Asuhan Keperawatan Spiritual.......................................................... 36

BAB 3 PROSES RESIDENSI .............................................................................. 37


3.1 Laporan dan Analisis Pengelolaan Asuhan Keperawatan......................... 37
3.1.1 Pengelolaan Pasien Utama ................................................................ 37
3.1.2 Pengelolaan 30 Pasien dengan penerapan Model Konservasi Levine ..
48
3.2 Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence Based Nursing Practice .... 58
3.2.1 Metode Pelaksanaan Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence
Based Nursing Practice ..................................................................... 58

ix Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


3.2.2
Hasil Pelaksanaan Evidence-Based Nursing Practice Posisi Lateral
Pasca CABG ..................................................................................... 62
3.3 Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan......... 87

BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 93


4.1 Pengelolaan Asuhan Keperawatan ............................................................ 93
4.1.1 Pengelolaan Pasien Utama ................................................................ 93
4.1.2 Pengelolaan Asuhan pada Ke-30 pasien ......................................... 100
4.2 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Konservasi Levine.......... 112
4.3 Evidence-Based Nursing Practice Posisi Lateral vs Posisi Supine pasca
CABG...................................................................................................... 113
4.4 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Posisi Lateral 30o Pasien Pasca
CABG...................................................................................................... 115
4.5 Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan....... 116
4.6 Refleksi dan Rekomendasi Inovasi Asuhan Spiritual ............................. 118

BAB 5 SIMPULAN SARAN ............................................................................. 119


5.1 Simpulan ................................................................................................. 119
5.2 Saran........................................................................................................ 120

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 121


LAMPIRAN 

x Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Diagnosa Keperawatan berdasarkan Model Konservasi Levine ..... 39 

Tabel 3. 2 Rencana Asuhan Keperawatan ........................................................ 40 

Tabel 3. 3 Deskripsi umur pasien ..................................................................... 48 

Tabel 3. 4 Deskripsi Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Diagnosa Medis Pasien 49 

Tabel 3. 5 Deskripsi Urutan Diagnosa Keperawatan pada 30 Kasus Kelolaan 51 

Tabel 3. 6 Formulasi Komponen PICO ............................................................ 58 

Tabel 3. 7 Deskripsi Pasien kelompok intervensi dan komparasi .................... 64 

Tabel 3. 8 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan ........................... 64 

Tabel 3. 9 Deskripsi Diagnosa Medis dan Tindakan Bedah ............................. 65 

Tabel 3. 10 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan ........................... 66 

Tabel 3. 11 Deskripsi Heart rate Pasien Pasca CABG ....................................... 67 

Tabel 3. 12 Deskripsi Systolic blood pressure (SBP) ......................................... 68 

Tabel 3. 13 Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP) ...................................... 69 

Tabel 3. 14 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) ........................................ 70 

Tabel 3. 15 Deskripsi Saturasi Oksigen (SpO2) ................................................. 71 

Tabel 3. 16 Deskripsi Central venous pressure (CVP)....................................... 72 

Tabel 3. 17 Deskripsi Respiratory rate (RR) ...................................................... 73 

Tabel 3. 18 Deskripsi Temperature (T) .............................................................. 74 

Tabel 3. 19 Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran


......................................................................................................... 75 

Tabel 3. 20 Deskripsi Systolic blood pressure (SBP) Pasien Pasca CABG


Berdasarkan Pengukuran ................................................................. 76 

Tabel 3. 21 Deskripsi Diasolic Blood Pressure Pasien Pasca CABG Berdasarkan


Pengukuran ...................................................................................... 77 

Tabel 3. 22 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG


Berdasarkan Pengukuran ................................................................. 78 

xi Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


Tabel 3. 23 Deskripsi Saturasi Oksigen (Spo2) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan
Pengukuran ...................................................................................... 79 

Tabel 3. 24 Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca Cabg


Berdasarkan Pengukuran ................................................................. 80 

Tabel 3. 25 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan


Pengukuran ...................................................................................... 81 

Tabel 3. 26 Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan


Pengukuran ...................................................................................... 82 

Tabel 3. 27 Perbedaan Heart Rate Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral
dan Posisi Supine ............................................................................. 83 

Tabel 3. 28 Perbedaan Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG kelompok


Posisi Lateral dan Posisi Supine ...................................................... 83 

Tabel 3. 29 Perbedaan Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG kelompok


Posisi Lateral dan Posisi Supine ...................................................... 84 

Tabel 3. 30 Perbedaan MAP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine .................................................................................... 84 

Tabel 3. 31 Perbedaan SpO2 Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine .................................................................................... 85 

Tabel 3. 32 Perbedaan CVP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine .................................................................................... 85 

Tabel 3. 33 Perbedaan RR Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan


Posisi Supine .................................................................................... 86 

Tabel 3. 34 Perbedaan Temperature Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral


dan Posisi Supine ............................................................................. 86 

Tabel 3. 35 Uraian Pelaksanaan Kegiatan Inovasi.............................................. 89 

Tabel 3. 36 Sikap Perawat dalam Asuhan Spiritual ............................................ 91 

Tabel 3. 37 Praktik Perawat dalam Asuhan Spiritual ......................................... 91 

xii Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


DAFTAR DIAGRAM
 

Diagram 3. 1 Deskripsi Heart rate Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral
.................................................................................................. 67 
Diagram 3. 2 Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Kelompok Supine dan
Lateral ....................................................................................... 68 
Diagram 3. 3 Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP) Pasien Kelompok
Intervensi dan Komparasi ......................................................... 69 
Diagram 3. 4 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Kelompok
Intervensi dan Komparasi ......................................................... 70 
Diagram 3. 5 Deskripsi SpO2 Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral .. 71 
Diagram 3. 6 Deskripsi Central venous pressure (CVP) Pasien Kelompok
Intervensi dan Komparasi ......................................................... 72 
Diagram 3. 7 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Kelompok Intervensi dan
Komparasi ................................................................................. 73 
Diagram 3. 8 Deskripsi Temperature Pasien Kelompok Intervensi dan
Komparasi ................................................................................. 74 
Diagram 3. 9 Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG berdasarkan
Pengukuran ............................................................................... 75 
Diagram 3. 10 Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG
.................................................................................................. 76 
Diagram 3. 11 Deskripsi Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG
Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 77 
Diagram 3. 12 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG
Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 78 
Diagram 3. 13 Deskripsi Saturasi Oksigen Pasien Pasca CABG Berdasarkan
Pengukuran ............................................................................... 79 
Diagram 3. 14 Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca CABG
Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 80 
Diagram 3. 15 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca CABG
Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 81 
Diagram 3. 16 Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan
Pengukuran ............................................................................... 82 
 

xiii Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


DAFTAR GAMBAR
 

Gambar 2. 1 The Levine's Conservation Model (Alligood, 2014; Alligood &


Tomey, 2006; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010) ................ 20 

Gambar 2. 2 Aplikasi Model Konservasi Levine pada Gangguan Sistem


Kardiovaskular (Alligood, 2010, 2014; Bonow et al., 2012;
Fawcett, 2005; Moser & Riegel, 2008; Parker & Smith, 2010;
Theroux, 2011) ............................................................................ 29

xiv Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Posisi Lateral Pasca CABG

Lampiran 2 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Lateral Pasca CABG

Lampiran 3 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Supine

Lampiran 4 Format Pengkajian Spiritual dalam Keperawatan

Lampiran 5 Distres Spiritual: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana


Intervensi

Lampiran 6 Hambatan Religiositas: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana


Intervensi

Lampiran 7 Risiko Distres Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana
Intervensi

Lampiran 8 Risiko Hambatan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan


Rencana Intervensi

Lampiran 9 Kesiapan Meningkatkan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil


dan Rencana Intervensi

Lampiran 10 Kesiapan Meningkatkan Kesejahteraan Spiritual: Format Diagnosa


Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi

Lampiran 11 Angket Sikap Perawat Terhadap Asuhan Spiritual

Lampiran 12 Angket Praktik Asuhan Spiritual oleh Perawat

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup

xv Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Insiden penyakit kardiovaskuler di dunia cenderung meningkat dan menjadi
penyebab utama kematian di dunia (AHA, 2013; Smeltzer, Bare, Hinkle, &
Cheever, 2010). Data WHO tahun 2008 menunjukkan angka kematian akibat
penyakit kardiovaskuler menduduki urutan pertama pada kelompok non
communicable disease yaitu sebesar 17.327.000 (30,5%). Angka kematian urutan
pertama pada kelompok penyakit kardiovaskuler adalah ischemic heart disease
sebesar 7.254.000 (12,8%), urutan kedua cerebrovascular disease sebesar
6.152.000 (10,8%), dan urutan ketiga hypertensive heart disease 1.153.000 atau
2% (WHO, 2012).

Prevalensi penyakit kardiovaskuler terjadi penurunan di negara maju, dan


peningkatan di negara berkembang. Kecenderungan penurunan kasus penyakit
kardiovaskuler di negara maju terjadi karena perbaikan gaya hidup dan kesadaran
yang tinggi terhadap kesehatan, sementara di negara berkembang terdapat
kecenderungan peningkatan kasus yang disebabkan gaya hidup, urbanisasi dan
peningkatan usia lanjut (Depkes-RI, 2009). Sebagian besar kasus penyakit
kardiovaskuler sebenarnya dapat dicegah dengan metode intervensi yang efektif
dengan perubahan perilaku kesehatan dan penatalaksanaan yang tepat (Depkes-RI,
2009).

Insiden penyakit kardiovaskular semakin meningkat pula di Indonesia. Profil


Kesehatan Indonesia tahun 2007 dan 2008 menunjukkan penyakit kardiovaskuler
menempati urutan teratas sebagai penyakit penyebab kematian di rumah sakit di
wilayah Indonesia. Urutan pertama distibusi pasien rawat inap menurut penyakit
pada tahun 2008 adalah penyakit kardiovaskuler yaitu sebesar 209.347 orang
(Depkes-RI, 2009). Kasus terbanyak adalah penyakit jantung iskemik atau biasa
disebut penyakit jantung koroner, sedangkan CFR (crude fatality rate) tertinggi
pada infark miokard akut (13,49%), gagal jantung (13,42%), dan penyakit jantung
lainnya sebesar 13,37% (Depkes-RI, 2009). Penyakit kardiovaskular pada tahun

1 Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


2

2007 menyebabkan kematian sebanyak 21.830 orang dengan CFR 11,02%, dan
pada tahun 2008 menyebabkan kematian 23.163 orang dengan CFR 11,06%
(Depkes-RI, 2009).

Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta (RSJPDHK)
sebagai pusat rujukan jantung nasional memiliki angka kunjungan penyakit
kardiovaskular yang besar tiap tahunnya. Kasus-kasus terbesar penyakit
kardiovaskuler di RSJPDHK meliputi: ischemic heart disease, hipertensive disease,
heart failure, valve disorders, dan arrythmias (Rekam Medis, 2013). Urutan jumlah
angka kunjungan penyakit kardiovaskuler di RSJPDHK pada tahun 2012 sebagai
berikut: ischemic heart disease sebesar 20.713 orang, hipertensive disease sebesar
10.217 orang, heart failure 7.275 orang, valve disorders 1.284 orang, dan
arrythmias 1.238 orang (Rekam Medis, 2013). Data tersebut menunjukkan bahwa
penyakit kardiovaskuler membutuhkan perhatian yang serius dalam pelayanan
kesehatan.

Penyakit jantung koroner sebagai penyakit urutan pertama jumlah terbesar di


RSJPDHK cenderung berjumlah besar setiap tahunnya. Hal ini ditunjukkan dari
statistik angka kunjungan penyakit jantung koroner (ischemic heart disease) pada
tahun 2010 sebanyak 22.748 orang, tahun 2011 sebanyak 21.088 orang, dan tahun
2012 sebanyak 20.713 orang. Beberapa diantaranya mengalami hospitalisasi
berulang dalam rentang waktu yang berdekatan dari hospitalisasi sebelumnya.
Pelayanan keperawatan oleh seorang profesional sangat dibutuhkan untuk
mendukung keberhasilan pengelolaan penyakit kardiovaskuler.

Kompetensi perawat level advance dalam pengetahuan, sikap, dan praktik serta
critical thinking sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu asuhan keperawatan.
Perwujudan kompetensi tersebut menuntut dilaksanakannya program pendidikan
Ners Spesialis (Sp.1) atau Ners konsultan (Sp.2) yang berkolaborasi dengan
institusi pelayanan keperawatan (rumah sakit) sebagai sumber pembelajaran klinis
yang memadai. Pembelajaran ners spesialis keperawatan medikal bedah bertujuan
agar peserta didik dapat memiliki profil sebagai berikut: clinical case manager;
reseacher; leadhership; educator; inovator; dan consultant.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


3

Pengelolaan asuhan keperawatan pasien gangguan sistem kardiovaskular dilakukan


dengan menggunakan metodologi keperawatan dan berlandaskan ilmu dan kiat
keperawatan. Metodologi keperawatan sering disebut juga nursing process
merupakan langkah sistematik yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan asuhan,
dan sebagai pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan yang bersifat siklik
dan dinamis yang meliputi lima langkah yaitu: assesment, nursing diagnosis,
planning, implementation, dan evaluation (Ackley & Ladwig, 2011; Black &
Hawks, 2009; Smeltzer et al., 2010; Taylor, Lillis, LeMone, & Lynn, 2011).
Penerapan metodologi keperawatan yang tepat dan sistematis mulai dari tahap awal
sampai dengan akhir akan sangat menentukan keberhasilan asuhan pasien gangguan
kardiovaskular.

Pasien gangguan kardiovaskuler mengalami berbagai masalah pada struktur


organ/jaringan seperti: jantung, vaskuler, dan darah. Gangguan integritas struktur
jantung, vaskuler, dan darah tersebut dapat menjadikan tantangan dalam melakukan
adaptasi untuk mencapai konservasi. Pengelolaan gangguan sistem kardiovaskuler
membutuhkan model asuhan keperawatan yang tepat dan memiliki manfaat yang
besar untuk keberhasilan asuhan. Fenomena pasien gangguan kardiovaskuler
tersebut sesuai untuk diterapkan model Konservasi Levine sebagai kerangka dalam
memberikan asuhan keperawatan. Model konservasi Levine mengupayakan empat
prinsip konservasi untuk menghasilkan keutuhan (Alligood, 2010, 2014; Fawcett,
2005; Parker & Smith, 2010).

Kompetensi berikutnya sebagai calon ners spesialis adalah menerapkan hasil


evidence-based untuk melakukan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti.
Upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan salah satunya dengan
melakukan telaah kritis secara sistematis hasil-hasil evidence-based yang relevan
kemudian menerapkannya dalam tatanan nyata. Kompetensi dan peran aktif calon
ners spesialis dalam eksplorasi hasil-hasil penelitian terkini dalam database online
sangat diperlukan untuk memperluas dan memperdalam keilmuan dan kiat
keperawatan.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


4

Pasien yang menjalani intervensi bedah Coronary artery bypass graft (CABG) di
RSJPDHK cukup besar jumlah tiap tahunnya. Coronary Artey Bypass Graft adalah
salah satu intervensi pembedahan jantung yang dilakukan pada pasien dengan
oklusi koroner untuk membuat pintasan vaskular koroner guna mensuplai darah
secara adekuat ke myocardial. Efek tindakan bedah CABG antara lain: risiko
perdarahan, penurunan hemodinamik, arrythmias, tamponade jantung, syock
cardiogenik, cardiac arrest.

Asuhan keperawatan yang tepat pada pasien pasca Coronary Artey Bypass Graft
sangat menentukan proses penyembuhan. Asuhan keperawatan yang diperlukan
adalah kapabilitas monitoring, ambulasi dini, manajemen chest tube yang tepat, dan
manajemen respirasi jika pasien dalam keadaan terintubasi (Finkelmeier, 2000;
Todd, 2005). Ambulasi dini pasca bedah merupakan salah satu intervensi
keperawatan yang sangat diperlukan untuk mendukung proses pemulihan dan
penyembuhan pasien.

Positioning merupakan salah satu bentuk ambulasi dini yang diperlukan oleh pasien
pasca bedah jantung. Ambulasi dini yang bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik
pasien, mencegah tirah baring lama, menurunkan angka kesakitan dan kematian,
serta meningkatkan kualitas hidup. Positioning pasca bedah CABG memiliki efek
positif terhadap status fisiologis pasien pasca bedah CABG. Peter J. Thomas,
Paratz, Lipman, and Stanton (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa lateral
posisi berefek positif terhadap oksigenasi, respirasi mekanik, hemodinamik, dan
tidak ditemukan adverse events pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik
di unit perawatan intensive.

Fenomena di unit pelayanan keperawatan intensive (ICU) sering ditemukan pasien


pasca bedah jantung dalam posisi supine atau semifowler pada masa awal
perawatan di ICU. Pasien pasca bedah CABG biasanya berada dalam posisi supine
sampai beberapa jam dan baru diposisikan lateral (miring) hanya pada saat
memandikan pasien yaitu pagi dan sore hari. Perawat di ICU mengasumsikan
bahwa ambulasi dengan posisi lateral pada kondisi pasca bedah CABG akan
mengakibatkan perburukan status cardiac output yang merugikan pasien.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


5

Beberapa evidence-based menunjukkan bahwa ambulasi dini dengan posisi lateral


pada kondisi pasca bedah CABG bermanfaat untuk mempercepat pemulihan pasien
dan tidak menyebabkan perburukan hemodinamik (de Laat et al., 2007). Dorongan
untuk melakukan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (evidence-based
nursing practice) semakin meningkat seiring dengan diperolehnya hasil-hasil
penelitian terkini yang relevan dengan fenomena tersebut. Intervensi posisi lateral
30o dua jam pasca CABG yang dikomparasikan dengan posisi supine atau semi
fowler menjadi pilihan untuk diterapkan pada pasien pasca CABG untuk melihat
kestabilan hemodinamik.

Kompetensi calon ners spesialis selanjutnya adalah mampu menjadi innovator


dalam pelayanan keperawatan. Peran menjadi pembaharu dalam keperawatan
sangat diperlukan untuk mengembangkan kiat-kiat keperawatan agar semakin
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Projek inovasi dalam pelayanan
keperawatan perlu diidentifikasi, direncanakan, dan diimplementasikan sesuai
dengan fenomena, kebutuhan, dan tuntutan. Kekayaan hasil-hasil inovasi dalam
pelayanan keperawatan akan meningkatkan jati diri keperawatan yang akan
berdampak terhadap peningkatan pengakuan profesionalisme perawat.

Klien memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu,
makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Hakikat tersebut, keperawatan memandang
manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis,
sosiologis, kultural dan spiritual. Pasien yang mengalami gangguan sistem
kardiovaskular dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau
masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk
dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam
kondisi optimal. Kebutuhan klien yang tidak terpenuhi pada salah satu diantara
dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat.
Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial,
spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper,
2012). Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan
tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


6

Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan


bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau
holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural
tetapi juga kebutuhan spiritual klien. Klien akan dapat merasakan kesejahteraan
yang tidak hanya terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga
kesejateraan dalam aspek spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang
terintegrasi dalam diri seorang individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh
makna dan harapan. Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan
seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari seorang perawat
sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan
kepada klien (Carron & Cumbie, 2011).

Fenomena di unit perawatan intensif jantung, pasien dengan gangguan


kardiovaskular mengasumsikan bahwa dirinya mengalami kondisi kritis yang
mengancam kehidupan dan sangat memberikan dampak terhadap dimensi psiko-
spiritualnya. Pasien di unit perawatan intensif tersebut sangat membutuhkan
sumber dukungan kekuatan tertinggi yang dapat mendukung penyelesaian masalah
kesehatannya. Sementara pelaksanaan asuhan keperawatan pada dimensi spiritual
belum dilaksanakan secara optimal oleh perawat. Fenomena tersebut, mendorong
untuk menyelenggarakan projek inovasi dengan tema optimalisasi asuhan spiritual
dalam keperawatan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya ilmiah akhir ini adalah melaporkan dan menjelaskan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran program pendidikan Ners Spesialis (Sp.1)
keperawatan medikal bedah peminatan sistem kardiovaskuler di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang berlangsung selama dua
semester dengan penerapan teori dan model keperawatan tertentu yang relevan.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


7

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penulisan karya ilmiah akhir ini adalah sebagai berikut:
a) Menjelaskan peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan
medikal bedah pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular khususnya
pada pasien myocardial infarction with ST elevation (STEMI) dan heart failure
dengan penerapan model Konservasi Levine.
b) Menjelaskan peran perawat spesialis dalam penerapan evidence-based nursing
practice (EBNP) pemberian posisi lateral 30o secara dini pada pasien pasca
coronary artery bypass graft (CABG) untuk melihat efek kestabilan
hemodinamik.
c) Menjelaskan peran perawat spesialis dalam melaksanakan proyek inovasi
dengan tema optimalisasi asuhan spiritual dalam keperawatan pada pasien di
unit perawatan intensif non bedah jantung guna meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan.

1.3 Manfaat
Karya Ilmiah akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pelaksanaan
pelayanan keperawatan dan pengembangan ilmu keperawatan.

1.3.1 Manfaat untuk pelayanan keperawatan


Manfaat Karya ilmiah ini dalam pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut:
a) Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi bagi perawat medikal bedah dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem kardiovaskular
dengan pendekatan metodologi keperawatan dan penerapan model konservasi
Levine.
b) Karya Ilmiah ini dapat menjadi referensi dan menginisiasi perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan terbaik berdasarkan bukti (EBNP) guna
meningkatkan kompetensi berpikir kritis perawat dan hasil akhirnya adalah
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
c) Karya ilmiah ini dapat menjadi motivator bagi perawat dan para pengambil
kebijakan keperawatan dalam melakukan inovasi asuhan keperawatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan sehingga akan
berdampak terhadap pengakuan profesionalisme perawat.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


8

1.3.2 Manfaat untuk pengembangan Ilmu Keperawatan


Manfaat karya ilmiah ini dalam pengembangan ilmu keperawatan adalah sebagai
berikut:
a) Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi dalam penerapan teori atau model
konseptual keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan medikal bedah
khususnya area keperawatan kardiovaskular.
b) Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan praktik
keperawatan terbaik berdasarkan bukti (EBNP).
c) Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan inovasi asuhan
keperawatan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


BAB 2
STUDI PUSTAKA

Bab 2 ini akan memaparkan literature review yang melandasi karya ilmiah ini yang
meliputi: aplikasi Conservation Model Mira Estrine Levine; myocardial infarction
with ST-elevation; Posisi lateral 30o dini pasca coronary artery bypass graft; dan
asuhan spiritual dalam keperawatan.

2.1 Aplikasi The Levine's Conservation Model pada Asuhan Keperawatan


Myra Estrin Levine (1921-1996) menikmati karier yang bervariasi. Ia pernah
bertugas menjadi perawat pribadi (1944), Seorang perawat sipil di angkatan darat
Amerika Serikat (1945), Seorang instruktur preklinik dalam ilmu fisika di Cook
County (1947-1950), Seorang direktur keperawatan di Drexel Home Chicago
(1950-1951), dan seorang supervisor klinik bedah di kedua tempat yaitu University
of Chicago (1951-1952) dan di Henry Ford Hospital Detroit (1956-1962). Levine
telah bekerja dan meningkat perjalanan akademiknya di Bryan Memorial Hospital
di Lincoln Nebraska (1951), Cook County School of Nursing (1963-1967), Loyola
University (1967-1973), Rush University (1974-1977), dan di University of Illionis
pada tahun 1962-1963 dan 1977-1978 (Alligood, 2014).

Levine memimpin departemen keperawatan klinik di Cook County School of


Nursing (1963-1967) dan dikoordinasikan program sarjana keperawatan oncology
di Rush University (1974-1977). Levine menjadi direktur di departement of
continuing Education di Evanston Hospital (Maret-Juni 1974) dan menjadi
konsultan departemen (Juli 1974-1976). Dia menjadi asisten ascociate professor
Humanistic Studies di University of Illionis (1981-1987), dan pada tahun 1987 dia
menjadi professor emiritus medical surgical nursing di University of Illionis
Chicago. Levine pergi ke Tel-Aviv University Israel pada tahun 1974 sebagai
visiting associate profesor dan kembali sebagai visiting professor pada tahun 1982.
Dia juga telah menjadi visiting professor sejak Maret-April 1982 di Recanati School
of Nursing, Ben Gurion University of the Negev di Beer Sheva Israel (Alligood,
2014)

9 Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


10

Model konservasi meliputi konsep metaparadigma: manusia, keperawatan, sehat,


dan lingkungan. Manusia dipandang sebagai makhluk individu, individu dalam
kelompok, dan individu dalam komunitas. Manusia adalah makhluk holistik yang
sadar, berpikir, berorientasi masa depan, dan kesadaran terhadap masa lalu.
Manusia dalam berinteraksi konstan dengan lingkungan, merespon perubahan
secara tertib, pola yang berurutan, dengan demikian mereka menerima kekuatan
yang membentuk kembali esensinya (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005).

Lingkungan diperlukan melengkapi keutuhan individu. Setiap individu memiliki


lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal mengkombinasikan aspek
fisiologis dan patofisiologis pasien yang selalu tertantang secara konstan dengan
perubahan lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal meliputi faktor-faktor
tantangan yang akan menimpa individu. Kompleksitas lingkungan meliputi 3 (tiga)
level lingkungan yaitu: 1) perseptual, 2) operasional, dan 3) konseptual (Alligood,
2010).

Lingkungan perseptual meliputi aspek dunia yang mampu untuk ditafsirkan melalui
perasaan individu (Alligood, 2010, 2014). Lingkungan operasional meliputi elemen
secara fisik dapat mempengaruhi individu tetapi tidak secara langsung diterima oleh
mereka, misal: radiasi, dan mikroorganisme. Lingkungan konseptual termasuk pola
kultural yang dicirikan oleh spiritual dan diperantarai oleh simbol bahasa, pikiran,
dan sejarah. Hal ini termasuk faktor yang mempengaruhi perilaku, misal: nilai,
keyakinan (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005).

Sehat dan sakit adalah pola perubahan adaptasi yang bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan. Sehat dalam perspektif sosial didefinisikan dengan kondisi seorang
individu yang hidup dan berfungsi dengan normal. Sehat atau keutuhan tersirat
menjadi persatuan dan kesatuan individu yang merupakan tujuan keperawatan
(Alligood, 2010, 2014). Sakit didefinisikan sebagai adaptasi terhadap kekuatan
lingkungan yang berbahaya. Penyakit menampilkan upaya individu untuk
melindungi integritas diri, seperti respon sistem inflamasi terhadap cedera. Penyakit
adalah perubahan yang tidak teratur yang harus dihentikan untuk mencegah
kematian (Alligood, 2010, 2014).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


11

Keperawatan terlibat dalam interaksi manusia, dan individu mencari asuhan


keperawatan ketika mereka tidak mampu lagi beradaptasi (Alligood, 2010; Fawcett,
2005). Tujuan keperawatan untuk mendukung adaptasi dan memelihara keutuhan,
dan hal ini tercapai melalui konservasi energi dan stuktur, personal, dan integritas
sosial (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Kelangsungan hidup tergantung pada
kemampuan adaptasi individu terhadap tantangan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan kesejahteraannya dengan menggunakan respon-respon yang efisien.
Konservasi adalah menjaga bersama dan merupakan produk adaptasi (Fawcett,
2005)

Keperawatan adalah interaksi individu dan perawat dan berbagi peristiwa yang baik
dan meninggalkan kesan selamanya pada setiap pasien (Alligood, 2010, 2014).
Ilmu Keperawatan merupakan pengetahuan humaniora yang terintegrasi dalam
adjunctive science (kimia, biologi, anatomi dan fisiologi, psikologi, sosiologi,
antropologi, filsafat, kedokteran) untuk mengembangkan praktik keperawatan
(Alligood, 2010, 2014). Tiga konsep utama yang membentuk dasar model dan
asumsinya yaitu: 1) conservation; 2) adaptation; 3) wholeness (Alligood, 2010).

Individu secara kontinyu mempertahankan keutuhannya dan mempertahankan


sistem dalam interaksi konstan dengan lingkungannya dan memilih pilihan yang
paling ekonomis, hemat, dan penghematan energi yang tersedia untuk menjaga
integritas (Alligood, 2010, 2014). Sumber energi tidak dapat diobservasi secara
langsung, tetapi manifestasi klinis dan perubahannya dapat diprediksi, dikelola, dan
dikenali (Alligood, 2010, 2014). Konservasi adalah pencapaian keseimbangan
suplai energi dan kebutuhan yang ada dalam realitas biologis individu yang unik,
menjaga bersama sistem kehidupan, artinya memelihara keseimbangan yang tepat
antara intervensi keperawatan yang aktif ditambah dengan partisipasi pasien pada
batas aman kemampuan pasien untuk berpartisipasi. (Alligood, 2010, 2014;
Fawcett, 2005).

Adaptasi adalah proses perubahan terus-menerus dimana individu mempertahankan


keutuhannya dalam lingkungannya. Pencapaian adaptasi adalah konservasi,
penghematan, dan penggunaan sumber daya lingkungan oleh individu untuk

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


12

kebutuhannya (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Adaptasi adalah proses


kehidupan dan metode perubahan dan setiap individu memiliki rentang respon
adapatasi yang unik untuk individu tersebut yang dapat bervariasi pada rentang usia
seseorang atau disulitkan oleh penyakit.

Adaptasi memiliki karakteristik meliputi: historicity; specificity; dan redundancy.


Adaptasi didasarkan pada riwayat dan menunggu tantangan yang mereka respon.
Keparahan respon individu dan pola adaptasinya akan bervariasi berdasarkan pada
struktur gen spesifik dan pengaruh faktor sosial, kultural, dan pengalaman
(Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Redundancy menggambarkan kegagalan
individu untuk menjamin adaptasi terus-menerus pada pilihan secara anatomik,
fisiologik, dan psikologik yang tersedia. Pencapaian kesehatan diprediksi pada
pemilihan kelebihan yang dikehendaki, dan kelangsungan hidup tergantung pada
pilihan kelebihan ini yang tertantang dan sering dibatasi oleh kesakitan, penyakit,
dan usia (Alligood, 2010).

Wholeness (keutuhan) dapat diwujudkan ketika interaksi atau adaptasi konstan


terhadap integritas lingkungan yang terjamin. Keutuhan adalah sehat, dan sehat
adalah integritas (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Sehat adalah pola
perubahan adaptasi, yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan (Alligood, 2010,
2014; Fawcett, 2005). Perawat mempromosikan keutuhan melalui penggunaan
prinsip-prinsip konservasi.

Konservasi menggambarkan cara sistem yang kompleks dapat terus berfungsi


bahkan ketika sangat tertantang, dan mempertahankan keutuhan sistem kehidupan
dengan memastikan kemampuannya untuk menghadapi perubahan yang tepat dan
mempertahankan identitas mereka yang unik. Hal ini dilakukan dengan cara yang
paling efisien dan yang paling mungkin. Proses konservasi adalah karakteristik cara
fungsi fisiologis yang diatur dalam tubuh (Fawcett, 2005).

Konservasi adalah kegiatan yang mempertahankan dan melindungi (keutuhan, yang


merupakan) target universal individu. Setiap sistem secara mandiri memonitor
perilaku sendiri dengan melestarikan penggunaan sumber daya yang dibutuhkan,

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


13

yang tujuan akhirnya untuk mempertahankan, mendukung, memelihara, dan


menentukan integritas sistem yang berfungsi (Alligood, 2014; Fawcett, 2005;
Parker & Smith, 2010).

Konservasi berhubungan dengan kedua dimensi konsep lingkungan internal yaitu


homeostasis dan homeorrhesis (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005; Parker &
Smith, 2010). Konservasi adalah konsekuensi yang jelas dari beberapa sistem,
berinteraksi, dan disinkronkan dengan umpan balik negatif yang memberikan
kestabilan organisme hidup (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith,
2010). Homeostasis dapat disebut status konservasi. Homeorrhesis adalah
konsekuensi konservasi penggunaan sumber daya lingkungan yang efisien dan
terkendali oleh individu untuk kepentingan terbaiknya (Alligood, 2010, 2014;
Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Kondisi ini adalah hasil pencapaian
adaptasi. Empat dimensi konsep konservasi; konservasi energi, konservasi
integritas struktur, konservasi integritas personal, konservasi integritas sosial
(Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010).

Konservasi energi merujuk keseimbangan output energi dan input energi untuk
menghindari keletihan berlebihan dengan istirahat yang adekuat, nutrisi, dan latihan
(Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Sumber energi yang tersedia untuk manusia
terbatas. Konservasi energi meyakini bahwa energi yang digunakan secara intensif
dengan prioritas penting akan digunakan lebih awal. Penghematan energi oleh
individu untuk kegiatan mempertahankan hidup tetap akan mengeluarkan energi
seperti pada perubahan biokimia (Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Energi
tidak dapat diobservasi secara langsung, namun konsekuensi perubahannya dapat
diobservasi, dikelola, dan dikuantifikasi. Konservasi ini terlihat jelas pada kondisi
sakit parah, fatigue, menarik diri, maka tubuh menghabiskan sumber energi untuk
proses penyembuhan (Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010).

Konservasi energi tergantung pada perubahan energi bebas dengan lingkungan


sehingga sistem kehidupan dapat mengisi kembali secara konstan suplai energinya.
Konservasi energi adalah bagian dari rentang respon adaptif individu. Konservasi
integritas struktur tergantung pada sistem pertahanan utuh yang mendukung

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


14

perbaikan dan penyembuhan dan hal itu responsif terhadap tantangan dari
lingkungan internal dan eksternal (Alligood, 2010; Fawcett, 2005). Konservasi
integritas personal mengakui individu yang membentuk keutuhannya dalam
menanggapi lingkungan, dan individu berusaha untuk pengakuan, penghormatan,
kesadaran diri, kemanusiaan, kesucian, kemerdekaan, kebebasan, kemandirian, dan
penentuan nasib sendiri (Alligood, 2010; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010).

Konservasi integritas sosial menyatakan bahwa fungsi individu di masyarakat yang


membantu menetapkan batas-batas diri. Integritas sosial dibentuk oleh keluarga dan
teman, tempat kerja dan sekolah, agama, pilihan pribadi, budaya, dan warisan etnis,
dengan demikian pengendalian politik dan ekonomi, dan sistem pelayanan
kesehatan adalah bagian sistem sosial yang dimiliki individu. Konservasi integritas
sosial adalah esensial untuk menjamin keutuhan dan memberikan kekuatan yang
dibutuhkan untuk menghadapi sakit dan kecacatan (Alligood, 2010, 2014; Parker
& Smith, 2010).

Pemahaman rencana asuhan medis dan hasil pemeriksaan diagnostik merupakan


hal yang penting untuk keakuratan pemahaman masalah pasien (Alligood, 2010,
2014). Perawat perlu memiliki pengetahuan ilmu keperawatan, kecermatan riwayat
sakit pasien, persepsi pasien tentang riwayat kesehatan sekarang, informasi yang
dibawa oleh keluarga dan teman, dan observasi akut pasien dan interaksinya dengan
orang lain (Alligood, 2010, 2014). Pendekatan terintegrasi asuhan berpusat pasien
memberikan dasar asuhan kolaborasi dan pembentukan kemitraan dalam pemberian
asuhan komprehensif.

Respon-respon organisme termasuk menghindar/perlawanan, inflamasi/sistem


imun, stres, dan respon kesadaran perseptual. Respon menghindar/perlawanan
adalah paling primitif. Respon inflamasi/sistem imun memberikan kontinuitas
struktur dan mendorong penyembuhan. Respon stres direkam dari waktu ke waktu
dan dipengaruhi oleh pengalaman individu yang terakumulasi. Stres yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan sistem. Respon kesadaran
perseptual meliputi pengumpulan informasi dari lingkungan dan merubahnya
menjadi pengalaman yang penuh arti. Empat respon ini bekerja bersama untuk

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


15

melindungi keutuhan individu dan komponen esensial respon keutuhan individu


(Alligood, 2010; Fawcett, 2005). Tujuan asuhan keperawatan adalah meningkatkan
adaptasi dan kesejahteraan, karena adaptasi didasarkan pada pilihan dan
spesifisitas, intervensi terapeutik akan bervariasi, tergantung pada sifat unik dari
respon masing-masing orang (Alligood, 2010; Fawcett, 2005). Mefford (2004),
model memberikan dasar bagi empat teori berikut untuk praktik (Alligood, 2010,
p. 210): 1) Teori Conservation; 2) Teori Therapeutic Intention; 3) Teori
Redundancy; 4) Teori Health promotion for preterm infant.

Teori konservasi berakar dalam prinsip-prinsip umum konservasi, yang


memberikan dasar untuk model. Tujuan konservasi adalah menjaga bersama, yang
berarti memelihara keseimbangan yang tepat antara intervensi keperawatan aktif
ditambah dengan partisipasi pasien pada salah satu sisi dan batas aman kemampuan
pasien untuk berpartisipasi pada yang lain (Alligood, 2010). Pasien berinteraksi
dengan lingkungan secara tunggal tetapi terintegrasi. Seseorang menampilkan
sistem yang lebih dari jumlah bagian-bagiannya dan bereaksi secara keseluruhan.
Perawat mendukung respon-respon pasien sebagai bagian dari lingkungan pasien,
dan semua tindakan keperawatan konservasi yang dilakukan untuk memulihkan
kesimetrisan respon dengan tujuan memelihara keutuhan (Alligood, 2010).

Pengembangan teori therapeutic intention, Levine telah mengorganisasi intervensi


keperawatan keluar dari realitas biologis yang perawat dapat menghadapinya
(Fawcett, 2005). Fawcett (2005), regimen terapeutik sebaiknya mendukung tujuan
berikut:
1) Menfasilitasi penyembuhan terintegrasi dan pemulihan optimal struktur dan
fungsi melalui respon alamiah penyakit;
2) Memberi dukungan terhadap sebagian kegagalan autoregulasi sistem
terintegrasi (terapi pengobatan dan pembedahan);
3) Memulihkan keutuhan individu dan kesejahteraan;
4) Memberikan dukungan langkah-langkah untuk memastikan kenyamanan dan
mendorong perhatian manusia ketika langkah-langkah terapeutik tidak
memungkinkan;
5) Menyeimbangkan risiko toksik terhadap ancaman penyakit;

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


16

6) Memanipulasi diet dan aktifitas untuk mengkoreksi ketidakseimbangan


metabolik dan merangsang proses fisiologis;
7) Memperkuat atau menentang respon yang biasa untuk membuat perubahan
terapeutik.

Teori redundancy didasarkan pada adaptasi, dan pada kemampuan individual untuk
memantau perilaku kita dengan menghemat sumber yang diperlukan untuk
mendefinisikan identitas uniknya, dan melekat dalam kemampuan untuk memilih
pilihan lingkungan yang tersedia (Alligood, 2010).

Mefford (2004) merekomendasikan teori health promotion bagi infant preterm,


didasarkan Levine’s Conservation Model, dapat memandu asuhan keperawatan
untuk memastikan bahwa kebutuhan asuhan keperawatan holistik infant dan
keluarganya terpenuhi (Alligood, 2010). Kelahiran prematur memaksa infant
preterm untuk beradaptasi tantangan lingkungan eksternal. Imaturitas fisiologis,
struktur, neurologis infant preterm dan gangguan sistem keluarga menimbulkan
ancaman untuk kesejahteraan infan dan keluarga. Aktifitas asuhan keperawatan
mendorong adaptasi seperti diindikasikan dengan pertumbuhan fisiologis, cedera
struktur minimal, perkembangan neurologik, dan sistem keluarga yang stabil.
Mefford (1999) telah melengkapi uji validitas teori middle-range-nya, dan telah
menemukan, bahwa dukungan yang konsisten pemberi asuhan keperawatan
diperantarai pengaruh keutuhan saat lahir dan usia yang kesehatan bayi, sehingga
teori dan model strukturnya diyakini (Alligood, 2010).

Pasien dengan sakit kronis mengelola kehidupan terbaiknya jika dia yang memilih
pengobatan dari pada pasien yang tidak diberikan pilihan (redundancy). Kegagalan
pilihan berlebihan terjadi pada kondisi penuaan. Teori redundancy dapat
menjelaskan proses penuaan karena usia seseorang, menolak fungsi organ, pada
beberapa kasus sebagai bagian proses penuaan. Jika ginjal gagal, teori redundancy
tidak lagi digunakan sebab hanya satu ginjal yang tersisa. Sama halnya, jika kita
dapat mendengar dari satu telinga, pilihan untuk mendengar dari satu atau yang lain
tidak ada lagi. Tentu saja, jika alat bantu dengar membantu memulihkan
pendengaran di telinga yang memiliki penurunan fungsi, teori redundansi didukung

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


17

melalui penggunaan teknologi dan alat bantu yang menyertai semua asuhan
keperawatan (Alligood, 2010).

Panduan yang dibentuk oleh Levine (1978, 1991) dan Schaefer (1991, 2001) untuk
penelitian keperawatan berdasarkan Model Conservation meliputi: 1) tujuan riset;
2) fenomena yang menarik; 3) Masalah yang diteliti; 4) peserta penelitian; 5)
Desain kualitatif dan kuantitatif sesuai; 6) variabel penelitian; 7) analisis data; 8)
kontribusi (Fawcett, 2005, p. 147). Tujuan riset keperawatan berbasis Model
Conservation adalah untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan yang berasal
dari prinsip-prinsip konservasi yang akan menjaga keutuhan dan adaptasi
dukungan, dalam konteks yang unik dari individu, keluarga, atau keduanya.
Fenomena yang menarik adalah prinsip-prinsip konservasi. Penelitian dapat
menangani hanya satu prinsip konservasi, tapi akhirnya semua empat prinsip harus
dipertimbangkan. Penelitian dan kajian keilmuan harus fokus pada isu-isu
berlainan. Meskipun masalah penelitian mungkin dipersempit, pengaruh dari semua
empat prinsip konservasi harus diakui, dan keutuhan orang berkelanjutan.
fenomena relevan lainnya adalah tingkat respon organismic dan unsur-unsur dari
lingkungan persepsi, operasional, dan konseptual (Fawcett, 2005).

Masalah yang tepat untuk dipelajari adalah yang berurusan dengan pemeliharaan
keutuhan individu dan hubungan antara lingkungan internal dan eksternal dari
orang tersebut. Responden penelitian berupa orang sehat atau sakit dari segala usia
ditatanan apapun. Desain penelitian kualitatif fokus pada menemukan bagaimana
pasien mengalami tantangan untuk lingkungan internal dan eksternal. Desain
kuantitatif fokus pada pengujian hubungan antara konsep penelitian dan menguji
efek dari intervensi konservasi energi, integritas struktur, integritas pribadi, dan
integritas sosial. Idealnya, desain penelitian harus menggabungkan metodologi
kualitatif dan kuantitatif. Desain penelitian harus memperhitungkan hubungan
variabel spesifik untuk setiap prinsip konservasi yang telah diidentifikasi (Fawcett,
2005).

Teknik untuk analisis data harus sesuai dengan metodologi kualitatif dan kuantitatif
tertentu yang digunakan. Kontribusi hasil riset keperawatan berbasis Model

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


18

Konservasi dapat meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor dan intervensi


keperawatan yang mempromosikan adaptasi dan pemeliharaan keutuhan (Fawcett,
2005). Variabel-variabel yang dapat dihubungkan dengan konservasi energi adalah
sebagai berikut: 1) ansietas; 2) saturasi oksigen; 3) gula darah; 2) pulse; 4)
temperature; 5) pernapasan; 6) tekanan darah; 7) hemoglobin dan hematocrit; 8)
turgor kulit; 9) cairan dan elektrolit; 10) heat; 11) perubahan energi; 12) diare; 13)
kehilangan darah; 14) berat badan; 15) drainage luka (Fawcett, 2005).

Fawcett (2005, pp. 153-154) laporan riset keperawatan berpedoman pada Levine’s
Conservation Model yang telah dipublikasikan sebagai berikut:
1) Winslow et al. (1984, 1985) tentang konservasi energi: pemenfaatan energi
selama toileting dan bathing, subjek dewasa sehat dan pasien jantung;
2) Lane & Winslow (1967) tentang konservasi energi: pengeluaran energi selama
istirahat, duduk di tempat tidur, dan tidak duduk di tempat tidur, subjek orang
dewasa sehat;
3) Robert et al. (1964) tentang konservasi energi: efek merugikan dan bantal lurus
pada kapasitas pernapasan, subjek dewasa perempuan sehat;
4) Schaefer et al. (1996) tentang konservasi energi: gangguan tidur 1 minggu, 1
bulan, 3 bulan, dan 6 bulan setelah pembedahan, subjek pasien yang telah
menjalani bedah coronary artery bypass;
5) Gagner-Tjellesen et al. 2001) tentang konservasi energi: penggunaan musik
terapi dan terapi intervensi keperawatan mandiri pada perawatan akut, subjek
pasien yang sedang dirawat;
6) MacLaen (1987, 1988) tentang identifikasi petunjuk penggunaan diagnosa
keperawatan intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen dan kebutuhan oleh perawat-perawat, dengan subjek penelitian
registered nurses;
7) Schaefer (1990,1991) dan Schaefer & Potylycki (1993) tentang Gambaran dan
penyebab keletihan terkait dengan congestive heart failure (CHF), subjeknya
adalah pasien CHF.

Model Konservasi memberikan kontribusi yang substansial terhadap disiplin


keperawatan dengan memfokuskan pada keutuhan setiap manusia sebagai makhluk
Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


19

holistik. Keutuhan merupakan menu utama dari model konservasi dimana prinsip-
prinsip konservasi bergabung dalam respon model-fisiologis dan perilaku. Prinsip-
prinsip konservasi juga menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk
keperawatan holistik dan perhatian fokus pada pasien sebagai individu yang unik
(Fawcett, 2005).

Prinsip konservasi telah digunakan sebagai panduan praktik keperawatan dalam


seting perawatan pasien untuk anak dan dewasa dengan kondisi seperti: cardiology,
obstetric, gerontology, acute care, pediatrics, long-term care, emergency care,
primary care, neonatology, critical care dan komunitas tunawisma (Alligood,
2014). Contoh kasus spesisfik yang dapat diterapkan dengan model konservasi
levine antara lain: pneumonia; keterlambatan perkembangan; luka bakar; cancer;
penyakit jantung; kegagalan sistem saraf terintegrasi; kerusakan kognitif;
confusion; gangguan hormonal; dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
(Alligood, 2014; Fawcett, 2005). Stafford (personal communication, June 2, 1982)
berkomentar bahwa dia telah menggunakan Model Konservasi Levine untuk
mengidentifikasi proses dan kriteria hasil dalam asuhan keperawatan pasien dengan
masalah kardiovaskuler (Fawcett, 2005).

Schaefer (1991) diperlukan sebuah alat pengkajian untuk mengukur wholeness,


menggunakan elemen Trophicognosis. Praktisi dan peneliti didorong untuk
mengembangkan pengukuran pengkajian berbasis Model Konservasi Levine dan
untuk menguji database yang handal dan valid untuk semua pasien dengan
kebutuhan perawatan (Fawcett, 2005, p. 160).

Simpulan, Model Konservasi Levine memberikan kongruen logis pada


keperawatan dengan memandang manusia holistik. Teori-teori yang berkaitan
dengan model telah dirumuskan, tetapi memerlukan pengembangan lebih lanjut dan
pengujian empiris. Keterbatasan menunjukkan bahwa Model Konservasi menjadi
panduan yang efektif dan komprehensif untuk tindakan keperawatan dalam seting
beragam (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


20

Wholeness of the Client’s

Conservation

Ex.   Ex.   Ex.  Ex.  


Activity‐rest balance  Proper posturing  Acknowledgement  Good family support 
Proper sleep pattern  Prevention from wounds  Goal attainment  system 
Prevention from injury  Privacy  Human interaction 
Termoregulation active in social

energy  Structural  Personal  Social 


integrity integrity integrity

Ex.  
Break in the skin 
Fracture 
Deformitas 
Hypo/hyperthermia 
Injury 
Ischemic  Ex.  
Infarctioniontion  Failure to meet  Ex.  
Ex.   goals 
Edema  Estrangement 
Overwork 
Atherosclerotic  Defamation   Loss of loved ones 
Lack of sleep 
Trombotic  Decrease in self  Lack of support 
Over Exertion 
Artery oclution  esteem  system 

Failure to conserve 

Imbalance in the client’s wholeness

Gambar 2. 1 The Levine's Conservation Model (Alligood, 2014; Alligood &


Tomey, 2006; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010)

2.2 Myocardial Infarctioniontion With ST Elevation (STEMI)


Penyakit arteri koroner (Coronary artery disease) terdiri dari: 1) unstable angina
pectoris (UAP); 2) ST elevation myocardial infarction (STEMI) dan; 3) non ST
elevation myocardial infarction (NSTEMI). STEMI merupakan infark miokard
akut dengan elevasi segmen ST, sering terjadi jika aliran darah koroner menurun

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


21

secara mendadak setelah terjadinya oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya dan berlangsung lama sebagai akibat ruptur plak
aterosklerosis pada dinding koroner epikardial (Bonow, Mann, Zipes, & Libby,
2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Penyebab STEMI adalah trombus
arteri koroner yang terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular yang dicetuskan
oleh faktor risiko (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

2.2.1 Faktor Risiko STEMI


Faktor risiko terjadinya aterosklerosis terdiri dari: faktor yang tidak dapat diubah
dan faktor yang dapat diubah (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008;
Theroux, 2011).

2.2.1.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah


Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi: usia; jenis kelamin; riwayat
keluarga; dan ras (Bonow et al., 2012; Ignatavicius & Workman, 2012; Theroux,
2011). Usia, bertambahnya usia akan meningkatkan kerentanan aterosklerosis.
Aterosklerosis jarang terjadi pada individu usia dibawah 40 tahun. Keterkaitan usia
dengan kejadian aterosklerosis sering terkait dengan lama paparan dengan
aterogenik (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Jenis
kelamin, tingkat morbiditas laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan wanita, ini
diprediksi karena hormon estrogen androgen bersifat protektif pada wanita sebelum
menopause, namun setelah menopause sebanding dengan laki-laki. Riwayat
keluarga yang memiliki penyakit jantung koroner sebelum usia 50 tahun,
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis, dan riwayat ini juga bisa
menandakan predisposisi genetik. Ras Amerika-Afrika (kulit hitam) menunjukkan
lebih mengalami kerentanan terjadi aterosklerosis dibandingkan ras kulit putih.

2.2.1.2 Faktor risiko yang dapat diubah


Faktor risiko yang dapat meliputi: diet tinggi lemak jenuh; hipertensi; merokok;
hiperglikemia; gaya hidup kurang aktifitas; stres psikologis; tipe kepribadian
(Bonow et al., 2012; Ignatavicius & Workman, 2012; Theroux, 2011).

Diet tinggi lemak jenuh (peningkatan lipid serum), plasma lipid yaitu kolesterol,
trigleserida, dan fosofolipid. Lipid tidak larut dalam plasma, maka lipid terikat
Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


22

pada protein sebagai mekanisme transport dalam serum. Ikatan ini menghasilkan
kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Kadar kolesterol LDL yang
rendah memiliki peran yang baik dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL
dengan insiden aterosklerosis (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008;
Theroux, 2011).

Hipertensi, akan mengakibatkan gradient tekanan yang harus dilawan oleh


ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus akan
menyebabkan jantung hipertrofi ventrikel dan meningkatnya kebutuhan oksigen
jantung. Kondisi ini akan dapat mengakibatkan heart failure bila mencapai puncak
kompensasi akhir yang terlampaui. Kondisi ini mengakibatkan suplai oksigen ke
jantung menurun, sehingga aterosklerosis yang ringan menjadi berat akibat
penurunan suplai (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Merokok, terkait pada jumlah yang dihisap perhari dan bukan lamanya merokok.
Merokok memperburuk kondisi penyakit arteri koronaria dengan meningkatkan
kadar CO darah karena CO lebih mudah berikatan dengan Hb dari pada O2,
sehingga jantung bekerja lebih keras untuk menghasilkan energi (Bonow et al.,
2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Katekolamin akan dilepaskan akibat
rangsangan asam nikotinat sehingga terjadi vasokontriksi. Thrombus karena rokok
akan meningkatkan adhesi trombosit. Perokok pasif memiliki peningkatan risiko
sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar asap rokok.
Perokok mengalami menopause lebih dini dari pada bukan perokok, sehingga
wanita juga mudah terkena penyakit koroner (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel,
2008; Theroux, 2011).

Hiperglikemia, Kondisi diabetes melitus menyebabkan meningkatnya agregasi


trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus, dan dapat
mengakibatkan kelainan metabolisme lemak. CAD secara umum terjadi pada
usia lebih muda pada penderita diabetes dibandingkan penderita non diabetic
(Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


23

Olah raga yang teratur berhubungan dengan penurunan insiden penyakit koroner
sebesar 20-40%. Gaya hidup monoton dapat memicu terjadinya obesitas, dimana
obesitas terjadi peningkatan kolesterol, obesitas akan meningkatkan kerja jantung
dan kebutuhan oksigen.

Stress psikologis menjadi predisposisi percepatan terjadinya penyakit koroner.


Stress menyebabkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan kontriksi pada
pembuluh darah. Kontriksi berlebihan pada koroner dapat mengakibatkan
keparahan koroner (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Tipe kepribadian A rentan terhadap terjadinya penyakit jantung koroner yang


diakibatkan hubungan yang saling berkaitan antara stres dan abnormalitas
metabolisme lipid (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).
Kepribadian ini antara lain: sifat agresif, kompetitif, kasar, ambisius, keinginan
untuk dipandang, merasa diburu waktu, gangguan tidur.

2.2.2 Patofisiologi Myocardial Infarction with ST Elevation


Suplai darah koroner menurun secara drastis setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya dan akan menyebabkan terjadinya
STEMI. Stenosis arteri koroner yang berlangsung lambat tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular yang
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Bonow et
al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Hipoksia jaringan lokal adalah
rangsangan yang terkuat untuk melebarkan arteri koronaria dan meningkatkan
aliran koroner. Arteri koroner normal dapat melebar dan meningkatkan aliran
darah hingga 5 sampai 6 kali di atas tingkat istirahat. Kapasitas oksigen yang
menurun memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik
menjadi metabolisme yang anaerobik (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008;
Theroux, 2011). Arteri yang mengalami stenosis tidak dapat melebar, sehingga
terjadi kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai pembuluh yang
terserang penyakit menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan
jaringan, menekan fungsi miokardium..

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


24

Kasus infark mayoritas terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur,
atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Berbagai agonis pada lokasi ruptur plak (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang
poten). Aktivasi trombosit memicu perubahan reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen
setelah mengalami konversi fungsinya. Keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue
factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan
konversi protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koronaria yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi
oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin (Bonow et al., 2012;
Moser & Riegel, 2008; Price & Wilson, 2006; Theroux, 2011).

Penumpukan plak dapat terjadi ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang
selanjutnya disertai terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan
mikroembolisasi distal yang mengakibatkan obstruksi. Penyumbatan sebagian
mengakibatkan hipoksia, penurunan jumlah energi yang tersedia dan asidosis
menyebabkan gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah
miokardium yang terserang akan menurun. Gerakan dinding segmen yang
mengalami iskemia menjadi abnormal. Daya kontraksi yang menurun dan
gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. Respon perubahan ini sesuai
dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks
kompensasi oleh sistem saraf otonom. Fungsi ventrikel kiri yang menurun
dapat menurunkan cardiac output dan stroke volume. Penurunan pengosongan
sistolik ini akan memperbesar volume ventrikel, sehingga tekanan jantung kiri akan
meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler
paru-paru akan meningkat. Peningkatan tekanan diperbesar oleh perubahan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


25

compliance dinding dan kemampuan pengembangan dinding yang disebabkan oleh


iskemia (Bonow et al., 2012; Price & Wilson, 2006; Theroux, 2011).

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 40 menit akan menyebabkan kerusakan


seluler secara irreversibel dan nekrosis otot. Area miokardium yang mengalami
infark atau nekrosis tidak mampu lagi memenuhi fungsi kontraksi. Struktur
jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah yang iskemik
yang kemungkinan besar dapat hidup. Ukuran infark tergantung dari kondisi
daerah iskemik tersebut, kalau pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka
besar daerah infark akan bertambah luas, sedangkan perbaikan iskemik akan
mengurangi nekrosis (Price & Wilson, 2006). Otot yang mengalami infark
mengalami serangkaian perubahan selama proses penyembuhan berlangsung.
Mulanya otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik, kemudian
timbul edema pada sel-sel dan respon paradangan disertai infiltrasi leukosit dalam
24 jam. Sel-sel tersebut akan mengeluarkan enzim-enzim jantung yang kemudian
masuk dalam sistem sirkulasi (troponin dan CK-MB) dalam beberapa jam. Hal ini
tampak perubahan ECG adanya elevasi segmen ST, keadaan ini disebut STEMI
(Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Infark
miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai
seluruh tebal dinding yang bersangkutan, infark subendokardial terbatas setengah
bagian dalam miokardium. Area infark berkaitan dengan penyakit daerah tertentu
dalam sirkulasi koroner, misalnya infark dinding anterior disebabkan karena lesi
pada ramus desenden anterior arteri koroner kiri (Bonow et al., 2012; Theroux,
2011).

Moser and Riegel (2008), diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan terpenuhinya


minimal 2 dari 3 kriteria yaitu nyeri dada iskemik yang khas, evolusi ECG,
dan peningkatan yang diikuti penurunan kadar enzim-enzim jantung.

Nyeri dada pada STEMI biasanya berlangsung lebih 20 menit, retrosternal,


berlokasi di tengah atau dada kiri, menjalar ke rahang, punggung, atau lengan kiri.
Sensasi nyeri digambarkan sebagai perasaan tertekan benda berat, seperti
diremas-remas, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk. Sensasi nyeri ini

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


26

umumnya dirasakan di epigastrium sehingga sering salah dintrerpretasikan


sebagai dyspepsia, dan nyeri tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.
Sensasi nyeri ini seringkali diikuti keringat dingin, rasa mual, muntah, rasa lemas,
dan pusing, perasaan melayang dan pingsan. Diagnosis STEMI harus dipikirkan
jika gejala-gejala ini muncul dengan tiba-tiba dan dengan intensitas yang tinggi.
Individu yang sudah diketahui menderita CAD, peningkatan kualitas nyeri dada
merupakan indikasi adanya plak ateroma yang tidak stabil yang dapat memburuk
menjadi STEMI (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux,
2011).

Kondisi STEMI akan menunjukkan perubahan ECG yang meliputi hiperakut


gelombang T, ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis,
kembalinya ST segmen pada garis isoelektrik dan inversi gelombang T. Titik
potong elevasi segmen ST adalah 0,1 mm. Kondisi ini harus ditemui minimal pada
2 sandapan yang berdekatan. Terbentuknya Bundle Branch Block baru atau
yang dianggap baru, yang menyertai nyeri dada yang khas merupakan kriteria
diagnostik STEMI (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Hasil rekaman ECG dapat memberikan gambaran yang normal atau perubahan
minor ST segmen atau ST depresi (infark pascaerior atau infark non Q) pada
beberapa kasus. Kondisi infark lama kriteria diagnostiknya meliputi gelombang
QS pada sandapan V1 - V3 yang melebihi 30 msec (0,03 sec) atau gelombang
Q pada sandapan I,II, aVL, aVF, V4 – V6 yang ditemukan pada minimal 2
sandapan yang berdekatan dengan kedalaman minimal 1 mm. Individu dengan
ECG normal namun diduga kuat menderita STEMI, pemeriksaan ECG 12
sandapan perlu diulang dengan jarak waktu yang berdekatan dimana diperkirakan
terjadi perubahan ECG. Kondisi demikian perbandingan dengan ECG sebelumnya
dapat membantu diagnosis. Infark inferior, harus dicurigai kemungkinan infark
posterior dan infark ventrikel kanan, karena itu pemeriksaan ECG pada sandapan
V3R dan V4R dan V7 – V9 perlu dilakukan (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel,
2008; Theroux, 2011).

Perubahan enzim jantung yang paling spesifik adalah troponin dan CK-MB. Enzim

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


27

CK-MB mulai meningkat 2–3 jam setelah terjadinya infark, dan menurun
setelah 24 jam. Troponin akan meningkat pada waktu 3-4 jam setelah terjadi
infark dan akan menetap sampai 2 minggu. Pemeriksaan yang dilakukan terlalu
dini dapat menyebabkan hasil negatif, sehingga dapat berguna untuk pasien yang
datang terlambat. Pemeriksaan enzim ini sebaiknya dilakukan segera setelah
pasien tiba di rumah sakit dan diulang 12 – 24 jam kemudian (Bonow et al., 2012;
Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Diagnosis berdasarkan CK-MB ditunjukkan dengan peningkatan yang diikuti


penurunan sesuai waktunya, karena kadar enzim yang terus menerus meningkat
bukan merupakan diagnosis STEMI. Individu dengan ECG normal dan enzim yang
tidak meningkat pada pemeriksaan pertama, namun diduga kuat mengalami
STEMI, pemeriksaan enzim kedua harus dilakukan 4-9 jam kemudian. Myocardial
infaction with non ST elevation akan menunjukkan peningkatan troponin T atau I
dan enzim CK/CKMB ditemukan dalam rentang normal (Bonow et al., 2012;
Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Moser and Riegel (2008), pasien dengan STEMI perlu segera dilakukan
pengelolaan awal dalam waktu 10 menit pertama meliputi: 1) bedrest total; 2)
Oksigen 4 L/menit dengan saturasi oksigen dipertahankan > 90%; 3) Aspirin 160-
325 mg dikunyah; 4) Berikan tablet nitrat 5 mg sublingual, dapat diulang 3 kali
lalu drip bila nyeri; 5) Clopidogrel 300 mg peroral jika sebelumnya belum pernah
diberi; 6) Morphin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat; 7) Pikirkan
revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi miokard harus
dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi ≤ 12 jam.

Moser and Riegel (2008), pengelolaan jangka panjang meliputi: 1) perbaikan gaya
hidup misal: berhenti merokok, aktifitas fisik teratur, diet, dan penurunan berat
badan pada kondisi obesitas dan overweight; 2) Kontrol tekanan darah dan gula
darah; 3) Intervensi profil lipid dengan pemberian statin dengan tidak bergantung
pada kadar kolesterol dimulai pada 1-4 hari sejak masuk rumah sakit dengan tujuan
mencapai kadar LDL < 100 mg/dl; terapi penurun kadar lipid secara intensif
dengan target LDL <70 mg/dl yang diberikan 10 hari sejak MRS); 4) Pemakaian

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


28

anti platelet dan anti koagulan dilanjutkan; 5) Pemakaian beta-bloker diberikan


pada semua pasien, termasuk pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun,
dengan atau tanpa gejala heart failure; 6) ACE inhibitor diberikan pada pasien
dengan left ventrikel ejection fraction (LVEF) < 40%, diabetes, hipertensi, atau
penyakit ginjal kronis; 7) Penghambat reseptor angiotensin adalah salah satu
pertimbangan untuk pasien yang tidak toleransi terhadap ACE inhibitor dan atau
dengan gagal jantung atau infark miokard dengan LVEF < 40%; 8) Antagonis
reseptor aldosteron dapat dipertimbangkan untuk pasien pasca infark miokardium
yang telah mendapat ACE inhibitor, beta-bloker serta LVEF < 40% dan dengan
diabetes atau gagal jantung, tanpa disfungsi renal atau hiperkalemia; 9)
Rehabilitasi guna mengetahui status kardiovaskuler dan penilaian kapasitas fisik
fungsional, pasien disarankan latihan treadmill pada 4-7 minggu setelah
perawatan.

Keluhan pasien yang sesuai dengan STEMI dan kadar enzim jantung
meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi, maka diagnosisnya adalah infark
non ST elevasi (NSTEMI). Pemberian terapi trombolitik tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan enzim jantung. Penundaan yang tidak seharusnya dapat
mengurangi miokardium yang seharusnya dapat diselamatkan. Terapi heparin,
aspirin dan obat-obatan anti angina menjadi pilihan. Terapi trombolitik tidak dapat
diberikan pada infark non ST elevasi. Obat-obat trombolitik diantaranya
Streptokinase, Tissue Plasminogen Activator (tPA), cteplase (TNK- tPA)
(Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011)

Primary PTCA perlu dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan reperfusi pada


pusat jantung. Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan
mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat dibandingkan trombolitik,
namun tindakan ini masih terbatas pada beberapa rumah sakit besar. Tindakan
ini tidak dianjurkan jika door to needle melebihi 60-90 menit, pada pasien yang
memiliki kontraindikasi absolut untuk tindakan trombolitik, dan pada pasien yang
mengalami syok kardiogenik (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux,
2011).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


29

Cardiovascular disease  

Atherosclerotic  Heart failure  Cardiac surgery ec 


Trombotic  Myocardial ischemic, inury,  CAD, Valve disease, 
Hipertensi  Infarctioniontion  Aortic 
Valve disease  Aneurisma/discection 
Aortic Aneurisma  
Aortic Discection 
Acute Limb Ischemic 

Conservation of Structural integrity  

Decreased cardiac  Anxiety  Isolation 


output   Depression  Imobilisasi 
Activity Intolerance  Negative self image  Financial 
Energy expenditure  expenditure 

Conservation  Conservation of  Conservation of 


of energy  Personal integrity  Social integrity 

Gambar 2. 2 Aplikasi Model Konservasi Levine pada Gangguan Sistem


Kardiovaskular (Alligood, 2010, 2014; Bonow et al., 2012; Fawcett, 2005; Moser
& Riegel, 2008; Parker & Smith, 2010; Theroux, 2011)

2.3 Posisi Lateral Pasca Coronary artery bypass graft


Ambulasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas bertujuan
memenuhi kebutuhan agar hidup sehat untuk kemandirian diri (Perry & Potter,
2010; Perry, Potter, & Elkin, 2012). Ambulasi diri merupakan tahapan kegiatan
yang dilakukan segera pada pasien pasca bedah dimulai dari bangun, duduk sampai
pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai kondisi
pasien (Perry & Potter, 2010; Perry et al., 2012). Mobilisasi dini sangat penting

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


30

pada sistem kardiovaskuler karena dapat mencegah terjadinya hipotensi ortostatik,


peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan trombus.

Positioning pasca bedah Coronary artery bypass graft memiliki efek positif
terhadap status fisiologis pasien pasca bedah CABG. Positioning pasca bedah
jantung adalah salah satu bentuk intervensi keperawatan pertimbangan
menempatkan tubuh pasien atau bagian tubuh pasien untuk meningkatkan status
kesehatan fisiologis dan psikologis (Ackley, Swan, Tucker, & Ladwig, 2008;
Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2008). Intervensi keperawatan tersebut berguna
untuk pemulihan dan pencegahan komplikasi pasca operasi CABG (Todd, 2005).
Peter J. Thomas et al. (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa lateral posisi
berefek positif terhadap oksigenasi, respirasi mekanik, hemodinamik, dan tidak
ditemukan adverse events pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik di unit
perawatan intensive.

Positioning merupakan salah satu bentuk rehabilitasi jantung yang diperlukan oleh
pasien pasca bedah jantung. Rehabilitasi Jantung merupakan suatu program yang
bersifat individual, lengkap dan terstruktur untuk mempertahankan,
mengembalikan dan meningkatkan kondisi fisik, medik, psikologi, sosial,
emosional dan vokasional secara paripurna (Ades et al., 2013). Rehabilitasi Jantung
fase I mempunyai konsep ambulasi dini yang bertujuan untuk memulihkan kondisi
fisik pasien, mencegah tirah baring lama, menurunkan angka kesakitan dan
kematian, serta meningkatkan kualitas hidup (Ades et al., 2013).

Artikel yang telah ditemukan dari penulusuran database online terkait dengan
positioning pasca bedah jantung adalah sebagai berikut: 1) Early pascaoperative
30o lateral positioning after coronary artery surgery: influence on cardiac output;
2) Is there evidence to support the use of lateral positioning in intensive care? A
systematic Review; 3) Lateral positioning of ventilated intensive care patients: A
study of oxygenation, respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events;
4) (Johnson & Meyenburg, 2009) for Therapeutic Positioning of Crtically Ill
Patients; 5) Effect of early ambulation after transfemoral cardiac catheterization

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


31

in Hong Kong: a single-blinded randomized controlled trial (de Laat et al., 2007;
P. J. Thomas & Paratz, 2007a, 2007b)

Hasil Studi menunjukkan Kedua pengukuran lateral posisi setelah 30 menit dan 120
menit lateral posisi tidak ditemukan perubahan yang signifikan (p=0,81-0,99). Nilai
baseline pada ketiga kelompok yaitu Grup A (lateral posisi 2 jam pasca operasi)
Grup B (lateral posisi 4 jam pasca operasi) dan Grup C (supine posisi) yang terdiri
dari karakteristik pasien meliputi: umur; jenis kelamin; indeks massa tubuh; dan
karakteristik operasi yang meliputi: durasi operasi; dan aortis cross clamp,
kesemuanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (homogen). Nilai
baseline hemodinamik dan medikasi pasien pada 5 menit sebelum intervensi lateral
posisi pada ketiga Grup yaitu Grup A, B, dan C kesemuanya tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (homogen).

2.4 Asuhan Spiritual dalam Keperawatan


Aspek spiritual meliputi 3 komponen dasar yaitu: spiritual (keyakinan spiritual),
kepercayaan dan agama (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010).
Spiritual, merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa dan
maha pencipta dan percaya pada Allah atau Tuhan yang maha pencipta (Barnum,
2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010). Kepercayaan, mempercayai atau
mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang, juga dapat dikatakan upaya
seseorang untuk memahami tempat seseorang dalam kehidupan atau dapat
dikatakan bagai mana seseorang melihat dinnya dalam hubungannya dengan
lingkungan pencipta (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010).
Agama merupakan suatu system ibadah yang terorganisir atau teratur, mempunyai
keyakinan sentral, ritual dan praktik yang biasanya berhubungan dengan kemaflan,
perkawinan dan keselamatan dan mempunyai aturan-aturan tertentu yang
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam memberikan keputusan bagi yang
menjalankannya (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010).

2.4.1 Pandangan Perawat Terhadap Klien


Manusia merupakan makhluk yang memiliki aspek bio-psiko-sosio-kultural-
spiritual yang berespon secara holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan atau

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


32

pada keadaan kritis. Aspek spiritual merupakan bagian integral dan interaksi
perawat dengan klien. Perawat berupaya memenuhi kebutuhan spiritual klien
walaupun tidak seagama.

Pemenuhan kebutuhan spiritual di rumah sakit masih dipandang sebelah mata,


karena efek secara langsung tidak bisa dilihat. Kecenderungan perawat lebih
mementingkan pemenuhan kebutuhan secara fisik, hal ini kadang-kadang klien
tidak ingat tentang kebutuhan rohani. Perawat sebagai tenaga yang menjadi pelayan
bagi klien hendaknya mengingatkan atau membimbing terhadap pemenuhan
kebutuhan spiritual.

Aspek spiritual berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau


ketidakpastian dalam kehidupan, menemukan arti dan tujuan hidup, menyadari
kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri serta
mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha esa
(Barnum, 2006). Fungsi spiritual meliputi: Mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan
kekuatan dalam menghadapi stress emosional, penyakit fisik dalam menghadapi
kematian (Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010; Stranahan, 2008). Dimensi
spiritual meliputi: dimensi ekstensial dan agama. Demensi ekstensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan. Maksudnya hubungan manusia dengan manusia lain,
lingkungan baik eksternal maupun eksternal, sedangkan dimensi agama berfokus
pada hubungan seseorang dengan tuhannya. Konsep spiritual mencakup 2 dimensi
yaitu dimensi vertical yaitu hubungan dengan tuhan yang maha esa atau yang maha
tingi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan demensi horizontal yaitu
hubungan seseorang dengan din sendiri, orang lain dan Iingkungan, kedua demensi
tersebut dilaksanakan secara kontinu.

Kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi


kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf (pengampunan),
mencintai, menjalin hubungan penuh nasa percaya path tuhan. Kebutuhan spiritual
juga dapat memenuhi kebutuhan untuk mencarai anti dan tujuan hidup, kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai, rasa keterikatan dan kebutuhan untuk memberikan
dan mendapatkan maaf (O'Brien, 2010).
Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


33

Aspek spiritual tidak terlepas dari hubungan dengan diri sendiri yang meliputi:
pengetahuan diri dan sikap seseorang, sedangkan hubungan dengan alam dapat
berkomunikasi dengan alam sekitarnya yang menjadi acuan kita untuk ingat kepada
Allah. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau sportif), hubungan ini berupa
hubungan timbale balik (saling membutuhkan) Contoh: kamu dikatakan pandai
karena ada yang bodoh. Meyakini kehidupan dan kematian Hubungan dengan orang
lain yang tidak harmonis Contoh: konflik dengan orang lain, resolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.

Hubungan dengan ketuhanan, hal ini menunjukan seseorang apakah masuk agamis
atau tidak agamis: 1) Merumuskan tujuan positif didunia atau kehidupan; 2) 2.
Mengembangkan arti penderitaan; 3) menjalin hubungan positif dan dinamis; 4)
membina integritas personal dan merasa diri berharga; 5) merasa kehidupan terarah
melalui harapan; 6) mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.

2.4.2 Perkembangan Spiritual


Perkembangan spiritual sesuai dengan perkembangan dan tugas tumbuh
kembangnya. Bayi dan Toddler (0-2 tahun), pekembangan spiritual bayi meliputi:
rasa percaya kepada yang mengasuh; belum memiliki rasa salah-benar dan
keyakinan spiritual; mulai meniru kegiatan ritual. Pra Sekolah (3-5 tahun),
perkembangan spiritualnya adalah: dipengaruhi oleh sikap orang tua; meniru apa
yang dia lihat; sering bertanya tentang moralitas dan agama; meyakini orang tua
seperti tuhan. Usia Sekolah (6-21 tahun); mengharapkan tuhan akan menjawab
doa; masa pubertas, anak sering mengalami kekecewaan, karena tidak selalu
doanya terkabulkan; mulai dapat mengambil keputusan; mulai membandingkan
standar orang tuanya dengan orang lain; membandingkan standar ilmiah dengan
standar agama. Dewasa: mulai menyadani arti agama setelah mendapat pertanyaan
dati anak atau generasi yang Iebih muda; mengingatkan kembali pengajaran agama
dan orang tuanya dulu. Usia Pertengahan dan Lansia: lebih banyak waktu untuk
beribadah; perasaan kehilangan karena purna tugas; berperan aktif dalam kehidupan
dan merasa berharga; lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak
dapat ditolak.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


34

2.4.3 Keterkaitan Spiritualitas, Kesehatan dan Sakit


Spiritualitas, kesehatan dan sakit merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan,
meliputi: 1) menentukan kebiasaan hidup sehari-hari, yaitu pandangan seseorang
tentang kegiatan sehari-hari didasarkan pada kepercayaan meliputi makan, berobat,
keluarga berencana, dan lain- lain; 2) sumber dukungan yaitu: keyakinan terhadap
agama merupakan suatu modal seseorang untuk berbakti kepada sang penciptanya,
yang meliputi: sembahyang, berdo’a, membaca alquran, dan lain-lam; 3) Sumber
kekuatan dan penyembuhan, yaitu dukungan spiritual juga dapat menahan atau
meminimalkan distress fisik luar biasa sehingga dapat menyakinkan keberhasilan;
4) sumber konflik, yaitu bila terjadi konflik antara keyakinan dan kesehatan maka
respon manusia berbeda-beda ada yang mempunyai kemampuan ada yang tidak
berkemampuan untuk memecahkan konflik, maka dikembalikan kepada sang
pencipta.

2.4.4 Faktor-Faktor Mempengaruhi Spiritualitas


Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual adalah sebagai berikut:

2.4.4.1 Pertimbangan tahap perkembangan


Hasil penelitian terhadap 4 anak dengan perbedaan agama menghasilkan: persepsi
tentang tuhan dan cara beribadah. Kesamaan mencakup: gambaran tuhan,
kedekatan dengan manusia dan saling keterkaitan dengan kehidupan, Tuhan terlibat
dalam perubahan atau pertumbuhan din dan transpormasi, yakin tuhan punya
kekuatan dan takut menghadapi kekuasaan tuhan dan gambaran cahaya dan sinar.

2.4.4.2 Keluarga
Peran orang tua sangat penting, bukan apa yang diajarkan tetapi apa yang dipelajari
oleh anak dan pandangan utama adalah keluarga yaitu ayah atau ibu.

2.4.4.3 Latar belakang etnik dan budaya


Umumnya orang cenderung mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga.

2.4.4.4 Pengalaman hidup sebeluinnya


Spiritual seseorang dipengaruhi antara lain: pengalaman hidup, bagaimana
mengartikan secara spiritual pengalaman hidup tersebut. Contoh: 2 orang tertimpa

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


35

musibah adayang syukur dan ada juga yang ingkar, begitu juga mendapat
kenikmatan.

2.4.4.5 Krisis dan perubahan


Krisis dapat menguatkan ke dalam spiritual seseorang yang terdiri dari: diharapkan
pada kematian yaitu keinginan untuk beribadah meningkat atau berontak.

2.4.4.6 Terpisah dari ikatan spiritual


Sakit akut atau kronis pada individu merasa terisolasi atau kehilangan kebebasan
pribadi dan system dukungan sosial.

2.4.4.7 Isu moral terkait dengan terapi


Banyak agama berfungsi sebagai penyembuhan merupakan kebesaran tuhan, tetapi
menolak tindakan medis contoh: keluarga berencana.

2.4.4.8 Aspek yang kurang sesuai


Perawat harus peka terhadap kebutuhan spiritual klien, justru kebanyakan perawat
menghindar untuk memberikan kebutuhan spiritual, alasannya: perawat kurang
nyaman dengan kehidupan spiritual; kurang menganggap penting; tidak
mendapatkan pendidikan; bukan menjadi tugasnya.

2.4.5 Isu Nilai Berkaitan Dengan Spiritual


O'Brien (2010), isu nilai-nilai yang berhubungan dengan spiritual antara lain: 1)
pluralisme, perawat dan klien menganut kepercayaan dan iman dengan spectrum
yang luas, sehingga dapat meringankan beban psikologis; 2) fear, berkaitan erat
dengan ketidakmampuan mengatasi situasi, melanggar privacy klien, merasa tidak
pasti dengan system kepercayaan dan nilai diri sendiri; 3) kesadaran tentang
pertanyaan spiritual, apa yang memberikan arti dalam kehidupannya, tujuan,
harapan dan merasa cinta dalam kehidupan pribadi perawat; 4) bingung, terjadi
karena adanya perbedaan antara agama dan konsep spiritual; 5) privacy klien,
kenyaman untuk klien harus diutamakan karena akan membantu terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


36

2.4.6 Asuhan Keperawatan Spiritual


Pengkajian Sipiritual sebagai bagian dari holistik tersebut tidak dapat dipisahkan
atau ditinggalkan dalam pemberian asuhan keperawatan (Timmins & Kelly, 2008).
Manifestasi Perubahan Fungsi Spiritual adalah verbalisasi distress; dan perubahan
perilaku (Barnum, 2006; O'Brien, 2010). Pengkajian spiritual hendaknya sudah
terbina hubungan saling percaya antara perawat dan klien, sehingga terjadi proses
pembelajaran bersama yang dapat menggambarkan kebutuhan spiritual klien.
Perawat harus mampu mengintegrasikan perawatan spiritual ke dalam proses
keperawatan (Carron & Cumbie, 2011; Timmins & Kelly, 2008).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


BAB 3
PROSES RESIDENSI

3.1 Laporan dan Analisis Pengelolaan Asuhan Keperawatan


Bab ini menguraikan tentang aplikasi peran perawat sebagai provider nursing care
dan educator bagi pasien dan keluarga. Laporan pengelolaan asuhan keperawatan
dilakukan pada pasien kelolaan utama dan ke-30 pasien kelolain lainnya dalam area
keperawatan gangguan sistem kardiovaskular dengan penerapan model konservasi
Myra Estrin Levine. Kasus yang dilaporkan dalam bab ini meliputi: acute coronary
syndrome (ACS); coronary artery disease (CAD); heart failure; valve disease;
aneurisma/disectie aorta; coronary artery bypass graft; dan valve surgery.

3.1.1 Pengelolaan Pasien Utama


3.1.1.1 Pengkajian Keperawatan Pasien Utama
Pengkajian dilakukan tanggal 1 April 2014 jam 08.15 WIB. Identitas pasien Tn. DJ.
A.; jenis kelamin laki-laki; tanggal lahir 20-12-1950 (umur 63 tahun 3 bulan 11
hari); suku jawa; agama islam; pendidikan SLTA; status menikah, tanggal masuk
RS 31 Maret 2014 jam 15.21 WIB.

Pasien mengeluh sesak napas memberat sejak 13 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pasien merasakan nyeri sejak 2 (dua) minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
merasakan dyspnea on effort (DOE). Saat datang di IGD klien masih mengeluh
sesak napas. Riwayat kesehatan lalu, klien pernah mengalami stroke saat 2 tahun
yang lalu. Klien memiliki riwayat hipertensi, merokok, dan dislipidemia.

a) Konservasi Energi
Klien merasakan kelemahan, tidak mampu untuk beraktifitas secara mandiri, segala
aktifitas mandi, perawatan diri, makan, minum, dan toileting dibantu ditempat
tidur. Pasien saat ini sudah tidak merasakan nyeri dada. Terjadi peningkatan HR
120/menit saat aktifitas ditempat tidur. Pasien merasakan sesak napas saat
beraktifitas (dyspnea on effort); RR 26/menit saat aktifitas. Pasien dapat
menghabiskan menu makanan yang dihidangkan. Pasien belum buang air besar dan
belum merasakan rangsang ingin buang air besar selama menjalani perawatan dua
hari ini.

37 Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


38

b) Konservasi Integritas Struktur


Hasil pemeriksaan fisik diperoleh data sebagai berikut: kesadaran composmentis;
GCS E4 M6 V5; tekanan darah 122/85 mmHg; HR 110; SaO2 96; RR 22 Suhu 36,6o
C. Reflek pupil +/+; fungsi motorik ekstremitas dalam batas normal. Respirasi
binasal 3 liter/menit. Intake 1000 cc output 650 cc balance cairan +350 cc. Jantung
terdengar bunyi jantung I dan II, tidak terdengar murmur, tidak ada gallop. Paru
tidak terdengar wheezing, ronchi basah halus seluruh lapang paru; abdomen supel;
ekstremitas terdapat edema pada kedua tungkai bawah, dan akral hangat.

Pemeriksaan Echocardiography diperoleh hasil sebagai berikut: EDD 51; ETD 45;
EF 32%; LVOT  2 cm; LVOT VTI 12,5; IVC 25/20; MAP 99; SV 42; CO 4,5;
SVR 1200; TAPSE 1,7 cm. Hasil pemeriksaan X Ray: CTR 56%, congesti (+);
infiltrat (+) di hillus kanan.

Pemeriksaan ECG tanggal 1 April 2014 diperoleh hasil sebagai berikut: Sinus
Tachycardia, QRS rate 110/menit, QRS axis normal, P wave Normal, PR interval
0,16 sec, QRS dur 0,08 sec, Q dengan T inversi di lead III, aVF, Flat T di V5-V6.

Pemeriksaan laboratorium tanggal 1 April 2014 diperoleh hasil sebagai berikut:


GDS 110; Kalium 4,1; Calcium 2,05; Magnesium 2,1. Analisa gas darah (AGD)
tanggal 1 April 2014 sebagai berikut: pH 7,42; PO2 140; PCO2 27; HCO3 17,3;
BE -5,8; SaO2 98%. Diagnosa Medis: Acute STEMI Inferior onset 15 jam TIMI
6/14 Killip II tanpa revaskularisasi; Acute Heart Failure pada Acute Coronary
Syndrome; Riwayat CVD tahun 2012; Acute Kidney Injury dd Chronic Kidney
Disease stage III; Hipertensi stage III.

Terapi yang diberikan meliputi: 1) Terapi Diet: TC 1700 cc/24 jam; DJ II 1900
kkal/24 jam; NaCl 0,9%; 2) Terapi Obat: Aspilet 1 x 80 mg; Plavix 1 x 75 mg;
Simvastatin 1 x20 mg; ISDN 3 x 5 mg; Captopril 3 x 6,25 mg; Laxadie 1 x CT;
Diazepam 1 x 5 mg; Lovenox 2 x 0,6.

c) Konservasi Integritas Personal


Pasien mengalami ansietas, kesedihan karena menderita serangan jantung dan
sekarang sedang menjalani perawatan di unit intensif. Klien menampakkan muka
yang tegang, murung, dan cenderung tidak banyak berkomunikasi. Pasien tidak

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


39

mengalami penurunan citra tubuh. Pasien memiliki harapan yang besar untuk
sembuh dari penyakitnya.

d) Konservasi Integritas Sosial


Pasien sebagai seorang kepala keluarga merasakan peran dan fungsinya menjadi
terganggu karena kondisi penyakitnya saat ini yang membutuhkan perawatan
intensif. Klien juga tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat.
Keluarga pasien kooperatif dalam mendukung upaya pengobatan dan perawatan
klien.

3.1.1.2 Diagnosa Keperawatan Pasien Kelolaan Utama


Data hasil pengkajian keperawatan dengan menerapkan model konservasi Myra
Estrin Levine tersebut diatas, kemudian ditegakkan diagnosa keperawatan sebagai
berikut.

Tabel 3. 1 Diagnosa Keperawatan berdasarkan Model Konservasi Levine

No Model Konservasi Trophicognosis/Diagnosa Keperawatan


1 Konservasi energi - Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ke jaringan
2 Konservasi Integritas - Penurunan curah jantung berhubungan
struktur dengan perubahan kontraktilitas dan
perubahan irama jantung
- Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran kapiler
alveolar, cairan di alveoli, penurunan
suplai darah ke paru
- Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi
3 Konservasi Integritas - Ansietas berhubungan dengan ancaman
Personal status kesehatan.
4 Konservasi integritas
sosial

3.1.1.3 Perencanaan Pasien Kelolaan Utama


Perencanaan keperawatan pasien kelolaan utama meliputi memprioritaskan
diagnosa keperawatan, merumuskan tujuan dan hasil, dan merencanakan intervensi.
Perancanaan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan utama seperti tabel berikut.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


40

Tabel 3. 2 Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa
No Tujuan dan Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Penurunan curah Cardiac pump Cardiac Care (NIC)
jantung bd effectivenes (NOC) - Instruksikan pasien pentingnya segera
Perubahan irama Circulation Status melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan
jantung dan (NOC) dada
perubahan Cardiopulmonary - Evaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi,
kontraktilitas status (NOC) durasi, faktor presipitasi dan penghambat)
Menunjukkan
- Monitor ECG terhadap perubahan ST secara
tepat
keefektifan pompa
jantung dengan - Monitor vital sign secara periodik
kriteria: - Monitor status respirasi terhadap tanda heart
SBP dalam batas failure
normal - Monitor nilai laboratorium yang sesuai
DBP dalam rentang (enzym jantung, dan elektrolit)
normal - Monitor dyspnea, orthopnea, tacypnea
Pulsasi perifer - Lakukan penilaian secara komprehensif
normal status jantung termasuk sirkulasi perifer
Urine output
- Asukultasi bunyi crackles dan bunyi paru
normal
tambahan
Balance cairan = 0
- Monitor kefektifan terapi oksigen jika
diperlukan
- Monitor fungsi ginjal
- Batasi stimulus lingkungan
- Catat pemberian obat untuk pencegah nyeri
dan ischemia
Dysrhythmia management
- Pantau dan koreksi defisit oksigen,
ketidakseimbangan asam basa,
ketidakseimbangan elektrolit, yang dapat
mencetuskan disritmia.
- Atur alarm parameter pada ECG monitor
- Monitor perubahan ECG yang meningkatkan
risiko perkembangan disritmia (arrhythmia,
ST segment, ischemia, dan QT interval)
- Fasilitasi perolehan ECG 12 lead yang sesuai
- Catat aktifitas yang berhubungan dengan
onset arrhythmia
- Monitor respon hemodinamik terhadap
dysrhythmia
- Tentukan apakah pasien terjadi chest pain
dan syncope yang berhubungan dengan
dysrhythmia
- Monitor disritmia jantung
- Catat rekuensi dan durasi arrhytmia
2 Kerusakan Respiratory status Acid-base management (NOC)
pertukaran gas gas exchange - Monitor analisa gas darah arteri, serum, dan
(NOC) kadar electrolit urine
Menunjukkan status - Dapatkan spesimen untuk analisis
pertukaran gas yang laboratorium (GDA, serum, dan urine) yang
sesuai

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


41

Diagnosa
No Tujuan dan Hasil Intervensi
Keperawatan
adekuat dengan - Monitor pola pernapasan
kriteria: - Administrasikan terapi oksigen yang sesuai
Gas darah normal
Pernapasan
- Monitor status neurologi
Oxygen therapy (NOC)
(kecepatan, irama,
kedalaman) normal - Pertahankan kepatenan jalan napas
Tidak ada dispnea - Monitor aliran liter oksigen
- Administrasikan terapi oksigen yang
diprogramkan
- Monitor keefektifan terapi oksigen
Respiratory monitoring (NOC)
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
usaha bernapas
- Monitor pola pernapasan
- Monitor saturasi oksigen secara kontinyu
3 Kelebihan Fluid balance Fluid/electrolit management (NIC)
volume cairan (NOC) - Monitor abnormalitas serum elektrolit
Pasien - Monitor manifestasi ketidakseimbangan
menunjukkan status elektrolit
keseimbangan Hypervolemia management (NIC)
cairan dengan
kriteria:
- Monitor berat badan tiap hari
Tekanan darah - Monitor suara tambahan paru
normal - Monitor distensi vena jugularis
Nadi radial normal - Monitor edema perifer
Mean arterial - Monitor bukti laboratorium yang
pressure normal menyebabkan hipervolemia
Central venous - Administrasikan obat yang menurunkan
pressure normal preload: furosemide, spironolactone,
Berat badan yang nitrogliceryne
stabil Fluid monitoring (NIC)
- Pantau berat badan tiap hari
- Monitor intake output
- Pertahankan keakuratan pencatatan intake
dan output
- Pasang kateter urine yang sesuai
- Pantau status hidrasi yang sesuai
- Monitor nilai laboratorium yang relevan
dengan retensi cairan
- Monitor status hemodinamik CVP, MAP,
PAP, PCWP jika tersedia
- Monitor tanda vital yang sesuai
- Kaji lokasi dan perluasan edema
- Administrasikan terapi intravena
- Administrasikan diuretik sesuai yang
diresepkan
- Konsultasikan ke dokter jila tanda gejala
kelebihan volume cairan menetap dan
memburuk
Hemodynamic regulation (NIC)
- Kenali perubahan tekanan darah

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


42

Diagnosa
No Tujuan dan Hasil Intervensi
Keperawatan
- Auskultasi suara jantung
- Asukultasi suara paru terhadap crackles dan
suara tambahan lain
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor SVR, PVR
- Monitor PC/PCWP, CVP, RAP jika
diperlukan
- Monitor cardiac output dan cardiac index
- Administrasikan inotropik positif
- Evaluasi efek samping inotropik negatif
- Monitor nadi perifer, capilary refill, suhu,
dan warna ekstremitas
- Elevasikan kepala di tempat tidur
- Posisikan trendelenberg jika diperlukan
- Monitor edema perifer, distensi vena
jugularis, bunyi S3 dan S4

4 Intoleran Activity tolerance Energy management (NIC)


aktivitas (NOC) 1. Pantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan
Endurance (NOC) fisik dan emosional yang berlebih
Menunjukkan 2. Pantau respon kardiorespirasi untuk
peningkatan beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
toleransi terhadap dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan
aktifitas dan hemodinamik, RR)
ketahanan dengan 3. Ajarkan teknik mengelola aktifitas dan
kriteria: manajemen waktu untuk mencegah keletihan
Tekanan darah saat 4. Bantu pasien untuk memahami prinsip
aktiftas normal penghematan energi
Saturasi oksigen 5. Bantu pasien dalam menetapkan prioritas
saat aktifitas normal kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan
Nadi saat aktifitas energi
normal 6. Bantu pasien untuk menetapkan tujuan
RR saat aktifitas kegiatan yang realistik
normal 7. Dorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak)
Kemudahan dengan sumber energi pasien
bernapas saat 8. Batasi stimulus lingkungan (cahaya dan
aktifitas kebisingan) untuk membantu relaksasi
9. Batasi jumlah dan interupsi pengunjung
10. Tingkatkan bedrest/pembatasan aktifitas
(meningkatkan jumlah periode istirahat)
dengan pilihan waktu istirahat.
11. Bantu pasien untuk menjadwalkan periode
istirahat
12. Hindari kegiatan asuhan selama periode
jadwal istirahat
13. Rencanakan kegiatan untuk periode ketika
pasien paling berenergi
14. Bantu dengan kegiatan fisik teratur (bergerak,
berpindah, berputar, dan perawatan diri),
sesuai kebutuhan
15. Evaluasi peningkatan level kegiatan yang
diprogramkan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


43

Diagnosa
No Tujuan dan Hasil Intervensi
Keperawatan
5 Ansietas Anxiety level Anxiety reduction (NIC)
(NOC) - Jelaskan semua prosedur pemeriksaan,
Klien menunjukkan pengobatan, dan perawatan
Penurunan ansietas, - Berada disamping pasien untuk
pengendalian meningkatkan keamanan dan kenyamanan
terhadap ansietas
dengan kriteria:
- Dorong keluarga untuk berada disamping
pasien jika memungkinkan
Tidak ada
Calming Technique (NIC)
ketegangan otot
Tidak ada - Bersikap tenang dan yakinkan pasien
ketegangan wajah - Pertahankan kontak mata dengan pasien
Tidak ada - Kurangi dan hilangkan stimulus yang
kegelisahan membuat pasien cemas dan takut
Tidak ada iritabel - Tawarkan backrub jika perlu
Emotional suppot (NIC)
- Diskusikan dengan pasien tentang emosi yang
dialami
- Bantu pasien untuk mengenali perasaanya,
seperti cemas, marah, dan sedih
- Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa
cemas, marah dan sedih
- Berikan dukungan pasien selama fase denial,
anger, bargaining, acceptance
Relaxation therapy (NIC)
- Gunakan suara yang lembut, pelan, dan kata-
kata yang ritmis
- Demostrasikan teknik relaksasi
- Dorong pasien untuk mendemosntrasikan
kembali teknik relaksasi

3.1.1.4 Implementasi Pasien Kelolaan Utama


Intervensi keperawatan yang telah direncanakan telah diimplementasikan untuk
memenuhi kebutuhan pasien dan mencapai hasil asuhan yang diharapkan yaitu
pencapaian konservasi dengan mengupayakan adaptasi untuk menghasilkan
keutuhan (wholeness).

Diagnosa penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan perubahan


kontraktilitas, intervensi keperawatan yang diimplementasikan pada NIC cardiac
care sebagai berikut: 1) menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan
ketidaknyamanan dada; 2) mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi,
durasi, faktor presipitasi dan penghambat); 3) memonitor ECG terhadap perubahan
ST secara tepat; 4) memonitor vital sign secara periodik; 5) mencatat tanda dan
gejala yang menurunkan cardiac output; 6) memonitor status respirasi terhadap

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


44

tanda heart failure; 7) memonitor balance cairan; 8) memonitor nilai laboratorium


yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit); 9) memonitor dyspnea, orthopnea,
tacypnea; 10) melakukan penilaian secara komprehensif status jantung termasuk
sirkulasi perifer; 11) melakukan asukultasi bunyi crackles dan bunyi paru
tambahan; 12) memonitor kefektifan terapi oksigen jika diperlukan; 13) memonitor
faktor penentu pengiriman oksigen; 14) memonitor intake output; 15) memonitor
fungsi ginjal; 16) membatasi stimulus lingkungan; 17) mencatat pemberian obat
untuk pencegah nyeri dan ischemia.

NIC Dysrhythmia management tindakan yang diimplementasikan meliputi: 1)


memantau dan koreksi defisit oksigen, ketidakseimbangan asam basa,
ketidakseimbangan elektrolit, yang dapat mencetuskan disritmia; 2) mengatur
alarm parameter pada ECG monitor; 3) memonitor perubahan ECG yang
meningkatkan risiko perkembangan disritmia (arrhythmia, ST segment, ischemia,
dan QT interval); 4) mencatat aktifitas yang berhubungan dengan onset arrhythmia;
5) mencatat frekuensi dan durasi arrhytmia; 6) memonitor respon hemodinamik
terhadap dysrhythmia; 7) menententukan apakah pasien terjadi chest pain dan
syncope yang berhubungan dengan dysrhythmia; 8) memonitor disritmia jantung;
9) mencatat disritmia jantung.

Diagnosa kerusakan pertukaran gas, intervensi keperawatan yang


diimplementasikan pada NIC acid-base management meliputi: 1) memonitor
analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine; 2) mendapatkan spesimen
untuk analisis laboratorium (GDA, serum, dan urine) yang sesuai; 3) memonitor
pola pernapasan; 4) mengadministrasikan terapi oksigen yang sesuai; 5) memonitor
status neurologi. NIC oxygen therapy intervensi yang diimplementasikan sebagai
berikut: 1) mempertahankan kepatenan jalan napas; 2) memonitor aliran liter
oksigen; 3) mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan; 4) memonitor
keefektifan terapi oksigen. NIC respiratory monitoring intervensi yang
diimplementasikan sebagai berikut: 1) memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
usaha bernapas; 2) memonitor pola pernapasan; 3) memonitor saturasi oksigen
secara kontinyu.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


45

Diagnosa kelebihan volume cairan NIC fluid/electrolit management intervensi yang


diimplementasikan meliputi: 1) memonitor abnormalitas serum elektrolit; 2)
memonitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit. NIC hypervolemia
management yang diimplementasikan meliputi: 1) memonitor berat badan tiap hari;
2) memonitor suara tambahan paru; 3) memonitor distensi vena jugularis; 4)
memonitor edema perifer; 5) memonitor bukti laboratorium yang menyebabkan
hipervolemia; 6) mengadministrasikan obat yang menurunkan preload: furosemide,
nitrogliceryne. NIC fluid monitoring intervensi yang diimplementasikan meliputi:
1) memantau berat badan tiap hari; 2 memonitor intake output; 3) mempertahankan
keakuratan pencatatan intake dan output; 4) memasang kateter urine yang sesuai;
5) memantau status hidrasi yang sesuai; 6) memonitor nilai laboratorium yang
relevan dengan retensi cairan; 7) memonitor status hemodinamik CVP, MAP, PAP,
PCWP jika tersedia; 8) memonitor tanda vital yang sesuai; 9) mengkaji lokasi dan
perluasan edema; 10) mengadministrasikan terapi intravena; 11)
mengadministrasikan diuretik sesuai yang diresepkan. NIC hemodynamic
regulation intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) mengenali perubahan
tekanan darah; 2) melakukan auskultasi suara jantung; 3) melakukan asukultasi
suara paru terhadap crackles dan suara tambahan lain; 4) memonitor kadar
elektrolit; 5) memonitor SVR, PVR; 6) memonitor PC/PCWP, CVP, RAP jika
diperlukan; 7) mengadministrasikan inotropik positif; 8) mengevaluasi efek
samping inotropik negatif; 9) memonitor nadi perifer, capilary refill, suhu, dan
warna ekstremitas; 10) mengelevasikan kepala di tempat tidur; 11) memposisikan
trendelenberg jika diperlukan; 12) memonitor edema perifer, distensi vena
jugularis, bunyi S3 dan S4.

Diagnosa Intoleransi aktivitas intervensi yang dimplementasikan pada NIC energy


management meliputi: 1) memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan
emosional yang berlebih; 2) memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas
(tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik,
RR); 3) mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan; 4) membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan
energi; 5) membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


46

mengakomodasi tingkatan energi; 6) membantu pasien untuk menetapkan tujuan


kegiatan yang realistik; 7) membatasi stimulus lingkungan (cahaya dan kebisingan)
untuk membantu relaksasi; 9) membatasi jumlah dan interupsi pengunjung; 10)
meningkatkan bedrest/pembatasan aktifitas (meningkatkan jumlah periode
istirahat) dengan pilihan waktu istirahat; 11) membantu pasien untuk menjadwalkan
periode istirahat; 12) menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat;
13) merencanakan kegiatan untuk periode ketika pasien paling berenergi; 14)
membantu dengan kegiatan fisik teratur (bergerak, berpindah, berputar, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan; 15) mengevaluasi peningkatan level kegiatan
yang diprogramkan.

Diagnosa ansietas, pada NIC anxiety reduction intervensi yang diimplementasikan


meliputi: 1) menjelaskan semua prosedur pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan;
2) berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan; 3)
mendorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan. NIC
calming technique intervensi yang diimplementasikan meliputi; 1) Bersikap tenang
dan meyakinkan pasien; 2) mempertahankan kontak mata dengan pasien; 3)
mengurangi dan menghilangkan stimulus yang membuat pasien cemas dan takut.
NIC emotional suppot intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1)
mendiskusikan dengan pasien tentang emosi yang dialami; 2) membantu pasien
untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan sedih; 3) mendorong pasien
untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih; 4) memberikan dukungan
pasien selama fase denial, anger, bargaining, acceptance. NIC relaxation therapy
intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) berkomunikasi menggunakan suara
yang lembut, pelan, dan kata-kata yang ritmis; 2) mendemostrasikan teknik
relaksasi; 3) mendorong pasien untuk mendemosntrasikan kembali teknik relaksasi.

3.1.1.5 Evaluasi Kasus Kelolaan Utama


Evaluasi keperawatan diperlukan untuk menilai hasil asuhan yang telah dilakukan.
Hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan penerapan model
konservasi Levine adalah sebagai berikut.

Penurunan curah jantung mengalami peningkatan setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama 5 hari dengan ditandai TD 124/86 mmHg; HR 95;RR 25; SpO2

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


47

100%; bunyi paru vesikuler tidak ada ronkhi dan wheezing; bunyi jantung S1 S2
reguler, murmur (-), gallop (-); echocardiography SV 34,5 ml, CO 3,3 ml, IVC
13/6, eRAP 3 mmHg; SVR 2181 kesan: stroke volume cukup, SV dan CO
perbaikan, SVR perbaikan. Pencapaian hasil pada diagnosa penurunan curah
jantung memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi
integritas struktur.

Kerusakan pertukaran gas mengalami perbaikan setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 5 hari dengan ditandai dengan RR 20 kali/menit, pola napas
reguler, tidak ditemukan bunyi napas tambahan, tidak ditemukan dyspnea, dan
nilai-nilai GDA dalam rentang normal. Pencapaian hasil pada diagnosa kerusakan
pertukaran gas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan
konservasi integritas struktur.

Kelebihan volume cairan dapat diatasi setelah dilakuka tindakan keperawatan


selama 2 hari ditandai: balance cairan normal (0), tidak ditemukan edema
ekstremitas, tidak ditemukan bunyi napas tambahan paru crackles. Pencapaian hasil
pada diagnosa kelebihan volume cairan memberikan kontribusi pada pencapaian
konservasi energi dan konservasi integritas struktur.

Intoleransi aktifitas menunjukkan hasil terjadinya peningkatan toleransi aktifitas


setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama 4 hari ditandai: saturasi oksigen
saat aktifitas 100%; frekuensi nadi saat aktifitas 92/menit; frekuensi pernapasan
saat aktifitas 22/menit; bernapas mudah saat aktifitas; tidak ada temuan perubahan
elektrokardiogram saat aktifitas; warna kulit tidak pucat. Pencapaian hasil pada
diagnosa intoleransi aktifitas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi
energi.

Ansietas mengalami penurunan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2


hari yang ditandai dengan wajah tampak lebih rileks, otot tidak tegang, tidak ada
kegelisahan, nadi dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, dan
frekuensi pernapasan dalam batas normal. Pencapaian diagnosa ansietas
memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi
integritas personal pasien.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


48

3.1.2 Pengelolaan 30 Pasien dengan penerapan Model Konservasi Levine


Kegiatan praktik residensi keperawatan medikal bedah peminatan kardiovaskular
dilaksanakan di RSJPDHK. Kegiatan utama pembelajaran residensi adalah
melakukan pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem
kardiovaskuler diberbagai divisi pelayanan rumah sakit. Sasaran utama
pembelajaran residensi adalah terbentuknya kompetensi provider nursing care dan
clinical case manager oleh seorang calon ners spesialis.

Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan kardiovaskular telah dilakukan pada


pasien dengan berbagai variasi kondisi patologis. Beberapa kondisi patologis pasien
yang telah dikelola sebagai berikut: coronary artery disease, acute coronary
syndrome, dysrhythmia, valve disease, heart failure, acute limb ischemia,
aneurisma aorta, cardiac surgery (coronary artery bypass graft, valve
repair/replacement). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
kardiovaskular dilaksanakan dengan penerapan model Konservasi Myra Estrin
Levine.

3.1.2.1 Karakteristik ke-30 pasien kelolaan


Pengelolaan asuhan keperawatan selama praktik residensi keperawatan medikal
bedah telah dilaksanakan pada sejumlah 30 pasien gangguan sistem kardiovaskular.
Deskripsi rerata usia pasien kelolaan adalah 58,7 ± 10,8 tahun (n=30). Deskripsi
jenis kelamin pasien kelolaan sebagian besar adalah laki-laki sebesar 83,3% (n=30).
Deskripsi pendidikan pasien kelolaan sebagian besar SMA yaitu 50% (n=30).
Deskripsi diagnosa medis pada ke-30 pasien kelolaan yaitu: CAD pasca CABG;
kemudian acute coronary syndrome (ACS); heart failure; acute lung oedema; valve
disease; diseksi dan aneurisma aorta.

Tabel 3. 3 Deskripsi umur pasien

Mean Median SD Min Mak CI95%


Umur 58,7 61 10,8 32 75 54,7 – 62,8

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


49

Tabel 3. 4 Deskripsi Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Diagnosa Medis Pasien


Variabel Kategori Frekuensi Persen
Jenis Kelamin Laki-laki 25 83,3
Perempuan 5 16,7
Total 30 100
Pendidikan SD 3 10
SMP 3 10
SMA 15 50
PT 9 30
Total 30 100
Diagnosa ACS AHF 1 3.3
medis
ACS CHF 1 3.3
AHF 1 3.3
ALO ec ACS 2 6.7
ALO NSTEMI 1 3.3
ALO pd CHF 1 3.3
CHF FC III, mr SEVERE 1 3.3
Diseksi aorta 1 3.3
MR severe CHF FC III IV 1 3.3
NSTEMI 3 10.0
NSTEMI CHF FC III 1 3.3
Pasca CABG 9 30.0
Pasca MVR 1 3.3
Rehabilitasi Pasca CABG 1 3.3
STEMI 1 3.3
Total Archus Replacement 1 3.3
AVR CABG
UAP dd NSTEMI 1 3.3
UAP dd STEMI 2 6.7
Total 30 100.0

3.1.2.2 Pengkajian keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan


Pengkajian keperawatan merupakan langkah awal proses keperawatan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pasien pada 30 pasien kelolaan. Pengkajian
dilakukan dengan penerapan model konservasi Levine yang meliputi dimensi:
konservasi energi, integritas struktur, integritas personal, intgritas sosial. Data hasil
pengkajian dikelompokkan berdasarkan empat model konservasi tersebut untuk
memperoleh gambaran masalah dan kebutuhan pasien terkait dengan model
konservasi yaitu mempertahankan fungsi-fungsi kehidupan melalui adaptasi untuk
mencapai wholeness melalui prinsip-prinsip konservasi tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


50

Data hasil pengkajian pada ke-30 pasien kelolaan sebagian besar ditemukan tanda
dan gejala ketidakmampuan melaksanakan aktifitas, nyeri dada yang khas, sesak
napas, tachycardia, tekanan darah tinggi, RR meningkat, edema ekstremitas,
kelemahan, tekanan darah yang tidak stabil, HR tidak stabil, penggunaan ventilasi
mekanik, kesadaran dalam pengaruh obat, terpasang endotracheal tube (ETT),
terpasang alat pemantauan hemodinamik invasif, terpasang intra aortic ballon
pump (IABP), terpasang chest tube, terpasang dower catheter (DC), gambaran ECG
menunjukkan ischemic/injury/infarct myocardial. Data terkait dengan konservasi
integritas personal dan sosial diperoleh: menunjukkan kegelisahan, wajah tampak
tegang, otot tegang, tampak panik, kesedihan, dukungan keluarga dan orang
terdekat, hambatan dalam menjalankan aktifitas religinya, kesiapan meningkatkan
religiositas, dan, kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri.

3.1.2.3 Diagnosa keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan


Data hasil pengkajian pada ke-30 pasien kelolaan dengan gangguan sistem
kardiovaskular menggunakan penerapan model konservasi Levine selanjutnya
ditegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan penilaian
klinis tentang pengalaman/respon individu, keluarga, kelompok, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan aktual atau proses hidup. Diagnosa keperawatan
terbanyak pada pasien ke-30 pasien kelolaan dengan urutan seperti tabel berikut.
Diagnosa keperawatan yang terkait dengan konservasi energi dan integritas struktur
meliputi: penurunan curah jantung; intoleransi aktifitas; ansietas; gangguan
pertukaran gas; nyeri akut; bersihan jalan napas tidak efektif; konstipasi;
ketidakmampuan ventilasi spontan; hambatan mobilitas fisik; risiko perdarahan;
risiko intoleransi aktifitas; dan kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan terkait dengan integritas personal dan
integritas sosial meliputi: ansietas; distress spiritual; hambatan religiositas; dan
kesiapan meningkatan religiositas.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


51

Tabel 3. 5 Deskripsi Urutan Diagnosa Keperawatan pada 30 Kasus Kelolaan


No Diagnosa Keperawatan Frekuensi Persen
1 Penurunan curah jantung 26 86,7
2 Intoleransi aktifitas 18 60
3 Bersihan jalan napas tidak efektif 10 33,3
4 Nyeri 9 30
5 Ansietas 9 30
6 Risiko perdarahan 9 30
7 Gangguan pertukaran gas 7 23,3
8 Gangguan ventilasi spontan 5 16,7
9 Hambatan religiositas 3 10
10 Kesiapan meningkatkan religiositas 3 10
11 Hambatan mobilitas fisik 1 3,3
12 Konstipasi 1 3,3
13 Risiko intoleransi aktifitas 1 3,3
14 Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan 1 3,3
diri
 

3.1.2.4 Intervensi Keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan


Intervensi keperawatan telah diimplementasikan pada ke-30 pasien kelolaan yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan menerapkan model konservasi
Levine. Pemenuhan kebutuhan pasien atas dasar temuan diagnosa keperawatan
yang telah ditegakkan bertujuan untuk memenuhi keutuhan (wholeness) dengan
mengadaptasikan pasien untuk menghasilkan konservasi energi, konservasi
integritas struktur, konservasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial.

Intervensi keperawatan yang telah dilaksanakan meliputi beberapa aktifitas


keperawatan berdasarkan nursing intervention classification (NIC). Intervensi
keperawatan tersebut meliputi: cardiac care; dysrhythmia management; acid-base
management; acid-base management; fluid/electrolit management; hypervolemia
management; hypervolemia management; hemodynamic regulation; energy
management; anxiety reduction; calming technique; emotional suppot; dan
relaxation therapy.

Intervensi cardiac care sebagai berikut: 1) menginstruksikan pasien pentingnya


segera melaporkan ketidaknyamanan dada; 2) mengevaluasi episode chestpain
(intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat); 3) memonitor ECG
terhadap perubahan ST secara tepat; 4) memonitor vital sign secara periodik; 5)

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


52

mencatat tanda dan gejala yang menurunkan cardiac output; 6) memonitor status
respirasi terhadap tanda heart failure; 7) memonitor balance cairan; 8) memonitor
nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit); 9) memonitor
dyspnea, orthopnea, tacypnea; 10) melakukan penilaian secara komprehensif status
jantung termasuk sirkulasi perifer; 11) melakukan asukultasi bunyi crackles dan
bunyi paru tambahan; 12) memonitor kefektifan terapi oksigen jika diperlukan; 13)
memonitor faktor penentu pengiriman oksigen; 14) memonitor intake output; 15)
memonitor fungsi ginjal; 16) membatasi stimulus lingkungan; 17) mencatat
pemberian obat untuk pencegah nyeri dan ischemia.

Intervensi dysrhythmia management tindakan yang diimplementasikan meliputi: 1)


memantau dan koreksi defisit oksigen, ketidakseimbangan asam basa,
ketidakseimbangan elektrolit, yang dapat mencetuskan disritmia; 2) mengatur
alarm parameter pada ECG monitor; 3) memonitor perubahan ECG yang
meningkatkan risiko perkembangan disritmia (arrhythmia, ST segment, ischemia,
dan QT interval); 4) mencatat aktifitas yang berhubungan dengan onset arrhythmia;
5) mencatat frekuensi dan durasi arrhytmia; 6) memonitor respon hemodinamik
terhadap dysrhythmia; 7) menententukan apakah pasien terjadi chest pain dan
syncope yang berhubungan dengan dysrhythmia; 8) memonitor disritmia jantung;
9) mencatat disritmia jantung.

Intervensi acid-base management meliputi: 1) memonitor analisa gas darah arteri,


serum, dan kadar electrolit urine; 2) mendapatkan spesimen untuk analisis
laboratorium (GDA, serum, dan urine) yang sesuai; 3) memonitor pola pernapasan;
4) mengadministrasikan terapi oksigen yang sesuai; 5) memonitor status neurologi.
NIC Oxygen therapy intervensi yang diimplementasikan sebagai berikut: 1)
mempertahankan kepatenan jalan napas; 2) memonitor aliran liter oksigen; 3)
mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan; 4) memonitor keefektifan
terapi oksigen.

Intervensi respiratory monitoring intervensi yang diimplementasikan sebagai


berikut: 1) memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas; 2)
memonitor pola pernapasan; 3) memonitor saturasi oksigen secara kontinyu.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


53

Intervensi fluid/electrolit management intervensi yang diimplementasikan meliputi:


1) memonitor abnormalitas serum elektrolit; 2) memonitor manifestasi
ketidakseimbangan elektrolit. Intervensi hypervolemia management yang
diimplementasikan meliputi: 1) memonitor berat badan tiap hari; 2) memonitor
suara tambahan paru; 3) memonitor distensi vena jugularis; 4) memonitor edema
perifer; 5) memonitor bukti laboratorium yang menyebabkan hipervolemia; 6)
mengadministrasikan obat yang menurunkan preload: furosemide, nitrogliceryne.

Intervensi fluid monitoring intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1)


memantau berat badan tiap hari; 2 memonitor intake output; 3) mempertahankan
keakuratan pencatatan intake dan output; 4) memasang kateter urine yang sesuai;
5) memantau status hidrasi yang sesuai; 6) memonitor nilai laboratorium yang
relevan dengan retensi cairan; 7) memonitor status hemodinamik CVP, MAP, PAP,
PCWP jika tersedia; 8) memonitor tanda vital yang sesuai; 9) mengkaji lokasi dan
perluasan edema; 10) mengadministrasikan terapi intravena; 11)
mengadministrasikan diuretik sesuai yang diresepkan.

Intervensi hemodynamic regulation meliputi: 1) mengenali perubahan tekanan


darah; 2) melakukan auskultasi suara jantung; 3) melakukan asukultasi suara paru
terhadap crackles dan suara tambahan lain; 4) memonitor kadar elektrolit; 5)
memonitor SVR, PVR; 6) memonitor PC/PCWP, CVP, RAP jika diperlukan; 7)
mengadministrasikan inotropik positif; 8) mengevaluasi efek samping inotropik
negatif; 9) memonitor nadi perifer, capilary refill, suhu, dan warna ekstremitas; 10)
mengelevasikan kepala di tempat tidur; 11) memposisikan trendelenberg jika
diperlukan; 12) memonitor edema perifer, distensi vena jugularis, bunyi S3 dan S4.

Intervensi energy management meliputi: 1) memantau pasien terhadap tanda-tanda


keletihan fisik dan emosional yang berlebih; 2) memantau respon kardiorespirasi
untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan
hemodinamik, RR); 3) mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen
waktu untuk mencegah keletihan; 4) membantu pasien untuk memahami prinsip
penghematan energi; 5) membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan
untuk mengakomodasi tingkatan energi; 6) membantu pasien untuk menetapkan
tujuan kegiatan yang realistik; 7) membatasi stimulus lingkungan (cahaya dan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


54

kebisingan) untuk membantu relaksasi; 9) membatasi jumlah dan interupsi


pengunjung; 10) meningkatkan bedrest/pembatasan aktifitas (meningkatkan jumlah
periode istirahat) dengan pilihan waktu istirahat; 11) membantu pasien untuk
menjadwalkan periode istirahat; 12) menghindari kegiatan asuhan selama periode
jadwal istirahat; 13) merencanakan kegiatan untuk periode ketika pasien paling
berenergi; 14) membantu dengan kegiatan fisik teratur (bergerak, berpindah,
berputar, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan; 15) mengevaluasi peningkatan
level kegiatan yang diprogramkan.

Intevervensi anxiety reduction intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1)


menjelaskan semua prosedur pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan; 2) berada
disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan; 3) mendorong
keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan. Intervensi calming
technique intervensi yang diimplementasikan meliputi; 1) Bersikap tenang dan
meyakinkan pasien; 2) mempertahankan kontak mata dengan pasien; 3)
mengurangi dan menghilangkan stimulus yang membuat pasien cemas dan takut.
Intevensi emotional suppot intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1)
mendiskusikan dengan pasien tentang emosi yang dialami; 2) membantu pasien
untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan sedih; 3) mendorong pasien
untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih; 4) memberikan dukungan
pasien selama fase denial, anger, bargaining, acceptance. Intervensi relaxation
therapy intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) berkomunikasi
menggunakan suara yang lembut, pelan, dan kata-kata yang ritmis; 2)
mendemostrasikan teknik relaksasi; 3) mendorong pasien untuk
mendemosntrasikan kembali teknik relaksasi. Intervensi untuk menurunkan
ansietas dilakukan: memberikan dukungan emosi; Menumbuhkan harapan;
Memfasilitasi pertumbuhan spiritual; Memberikan dukungan spiritual; Peningkatan
ritual keagamaan.

Intervensi yang dilakukan pada diagnosa risiko perdarahan sebagai berikut: 1)


memonitor tanda dan gejala perdarahan; 2) melindungi pasien dari trauma yang
menyebabkan perdarahan; 3) mengkaji area incisi dari tanda perdarahan; 4)

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


55

mencatat karakterisitik drainase; 5) mempertahankan kepatenan selang drainase; 5)


melindungi selang WSD untuk mencegah tekanan; 6) mencatat jumlah, warna
drainase setiap jam.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa gangguan ventilasi spontan


sebagai berikut: 1) melakukan penghisapan sekret secara periodik; 2) memastikan
alarm ventilator dalam keadaan hidup; 3) memantau kepatenan setting ventilator;
4) memantau monitor ventilator secara rutin; 5) memeriksa kesiapan pasien untuk
weaning (hemodinamik stabil); 6) mengatur posisi pasien semifowler untuk
mengoptimalkan diafragma; 7) melakukan percobaan proses weaning; 8)
mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks; 9) melakukan ekstubasi
setelah sebelumnya melakukan suctioning; 10) memberikan oksigen 8 liter/menit;
11) melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan napas tidak
efektif sebagai berikut: 1) memberikan oksigen 8 liter/menit; 2) melatih pasien
melakukan napas dalam dan batuk efektif; 3) melakukan penghisapan sekret secara
periodik; 4) memantau irama jantung; 5) melakukan auskultasi bunyi paru.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa nyeri adalah sebagai berikut:
1) Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi; 2) mengobervasi repson non
verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan; 3) memberikan informasi
tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri
dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis; 4) mengajarkan penggunaan
teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan
sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul; 5) mengadmisitrasikan pemberian obat
analgetik; 6) memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik

Intervensi yang dilakukan pada diagnosa hambatan mobilitas fisik adalah sebagai
berikut: 1) berkolaborasi dengan terapis fisik, okupasi dan atau rekreasi dalam
merencanakan dan memantau program kegiatan yang sesuai; 2) membantu

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


56

pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam level kegiatan; 3)


menginstruksikan pasien/keluarga bagaimana melakukan keinginan atau kegiatan
yang diresepkan; 4) merujuk program kegiatan rehabilitasi pasca bedah jantung; 5)
memberikan reinforcement positif atas partisipasi dalam kegiatan; 6) membantu
pasien untuk mengembangkan motivasi diri penguatan; 7) memantau respon emosi,
fisik, sosial, dan spiritual untuk beraktifitas; 8) membantu pasien/keluarga untuk
memantau kemajuan menuju pencapaian tujuan sendiri; 9) mengevaluasi motivasi
dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas; 10) mengajarkan dan
promosikan latihan fisik kekuatan; ambulasi; keseimbangan; mobilitas sendi;
pengaturan posisi; 11) mengajarkan dan bantu perawatan diri berpindah.

Hasil yang akan dicapai pada diagnosa hambatan religiositas sebagai berikut: 1)
meningkatnya status kenyamanan psikospiritual; 2) mengakhiri kehidupan secara
bermartabat; 3) meningkatnya harapan; 4) meningkatnya penyesuaian psikososial:
perubahan hidup; 5) meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan
yang dilakukan sebagai berikut: 1) Informasikan pasien/keluarga mengenai sumber
keagamaan yang tersedia di institusi; 2) Informasikan pasien mengenai buku dan
artikel keagamaan yang tersedia; 3) Rujuk ke pemuka agama atau penasehat
spiritual; 4) menawarkan dukungan doa secara individu atau bersama bila perlu; 5)
berdoa bersama pasien jika diminta untuk melakukannya; 6) menggunakan
komunikasi terapeutik untuk membina rasa percaya; 7) memfasilitasi pemanfaatan
ritual keagamaan pasien; 8) menyediakan privasi dan ketenangan untuk berdoa dan
ritual keagamaan lainnya; 9) menunjukkan sikap menerima dan tidak menghakimi
mengenai ritual keagamaan pasien.

Hasil yang akan dicapai pada diagnosa kesiapan meningkatkan religiositas sebagai
berikut: meningkatnya harapan; meningkatnya kesejahteraan individu;
meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai
berikut: 1) Fasilitasi perkembangan spiritual (NIC) meliputi: mengoordinasikan
atau berikan pelayanan penyembuhan, perkumpulan, meditasi, atau berdoa di
tempat perawatan atau tempat lain; memberikan video atau audio tape dari
pelayanan religius sesuai ketersediaan; dan merujuk kepada penasehat sipiritual

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


57

sesuai pilihan pasien; 2) Peningkatan ritual keagamaan dan dukungan spiritual


(NIC) meliputi: mengidentifikasi perhatian pasien mengenai ekspresi keagamaan;
mendorong penggunaan dan partisipasi dalam ritual keagamaan atau praktik yang
tidak merugikan kesehatan; mendorong perencanaan ritual dan partisipasi yang
sesuai; mendorong kehadiran pada acara ritual yang sesuai; mendorong diskusi
tentang perhatian religi; mendengarkan dan kembangkan waktu untuk berdoa dan
beribadah; melakukan pengobatan individu dengan rasa hormat bermartabat.

Intervensi yang dilakukan pada diagnosa Kesiapan meningkatkan manajemen


kesehatan diri adalah sebagai berikut: 1) Teaching prescribed exercise (NIC):
Mengajarkan pasien tentang latihan yang diresepkan; 2) Teaching prescribed diet
(NIC): mengajarkan pasien diet yang telah diresepkan; 3) Teaching
procedure/treatment (NIC): mengajarkan pasien prosedur pengobatan yang harus
dilaksanakan.

3.1.2.5 Evaluasi keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan


Evaluasi keperawatan diperlukan untuk menilai hasil asuhan yang telah dilakukan.
Evaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan selama satu sampai
lima hari dengan penerapan model konservasi Levine adalah sebagai berikut.
Diagnosa keperawatan yang terkait dengan konservasi energi dan konservasi
integritas struktur, yaitu penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri,
gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak efektif, hambatan mobilitas
fisik, gangguan ventilasi spontan, risiko perdarahan; risiko intoleransi aktifitas;
kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri sebagian besar teratasi.
Diagnosa keperawatan yang terkait dengan konservasi integritas personal dan
integritas sosial yaitu ansietas, hambatan religiositas dapat teratasi, dan kesiapan
meningkatkan religiositas dapat difasilitasi. Intevensi keperawatan tetap
dilanjutkan untuk mendukung adaptasi dan konservasi pada pasien setelah
menjalani perawatan di rumah sakit atau untuk persiapan pemulangan pasien.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


58

3.2 Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence Based Nursing Practice
3.2.1 Metode Pelaksanaan Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence
Based Nursing Practice
Fenomena di unit pelayanan keperawatan intensive (ICU), pasien pasca bedah
CABG sering ditemukan berbaring dalam posisi supine atau semi fowler pada awal
perawatan pasca bedah di ICU sampai beberapa jam. Pasien pasca bedah CABG
hanya diposisikan lateral saat jadwal memandikan pasien yaitu pagi dan sore hari,
untuk kepentingan memandikan (personal higiene). Diasumsikan bahwa ambulasi
dengan posisi lateral pada kondisi pasca bedah CABG akan mengakibatkan
perburukan status cardiac output yang merugikan pasien (de Laat et al., 2007).

Tujuan umum praktik keperawatan berbasis bukti dengan penerapan posisi lateral
30o dini pada pasien pasca bedah Coronary artery bypass graft (CABG) ini adalah
meningkatkan hasil capaian ambulasi dini pada pasien pasca Coronary artery
bypass graft (CABG) menjalani perawatan di Intensive Care Unit dan mencegah
komplikasi pasca bedah. Tujuan khusus praktik keperawatan berbasis bukti dengan
Penerapan Posisi lateral 30o dini pada pasien pasca bedah Coronary artery bypass
graft (CABG) ini adalah: 1) mengidentifikasi pengaruh posisi lateral 30o secara dini
pada pasien pasca CABG terhadap hemodinamik; 2) menerapkan prinsip perawatan
pasca pembedahan yaitu ambulasi dini untuk meningkatkan penyembuhan dan
mencegah komplikasi pasca bedah. Pertanyaan klinis yang ditegaskan adalah
sebagai berikut: Bagaimanakah kefektifan posisi lateral 30 derajat dua jam pasca
bedah Coronary Artery Bypass Surgery (CABG) terhadap hemodinamik pasien?

Tabel 3. 6 Formulasi Komponen PICO


PICO Component English Indonesian
Patient/Population After coronary artery bypass Pasien pasca bedah Coronary
patients artery bypass graft (CABG)
Interventions o
Early 30 lateral positioning Posisi lateral 30o dini dua jam
pasca bedah
Comparation Usually positioning care Posisi baring yang biasa diterapkan
yaitu supine dan semi fowler
Outcome Hemodynamic Hemodinamik

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


59

Database yang digunakan dalam mendukung literature review yang akan diterapkan
dalam praktik keperawatan berbasis bukti ini adalah sebagai berikut:
1. http://search.ebscohost.com/
2. http://www.scopus.com/
3. http://www.sciencedirect.com/
4. http://search.proquest.com
5. http://www.guideline.gov/

Penggunaan keyword dalam pencarian perlu diperhatikan dengan cermat dan perlu
digunakan alternatif keyword yang berupa sinonim dari keyword tersebut.
Penulusuran dengan keyword tertentu terkadang tidak menemukan hasil yang
diharapkan. Penulisan keyword dalam kegiatan penelusuran database online perlu
diperhatikan mode autofill yang akan muncul dalam menu field database tersebut.
Sebaiknya perlu ditunggu autofill yang akan muncul dalam field tersebut kemudian
baru dilakukan klik search. Kejadian yang ditemukan antara lain sering tidak
menemukan hasil topik yang diinginkan apabila penelusur tidak menunggu autofill
muncul dengan sendirinya. Selain hal itu bandwidth internet service provider (ISP)
menjadi hal penting juga dalam penelusuran, pada kondisi bandwidth internet yang
kurang memadahi mengakibatkan autofill pada kolom field search tidak segera
muncul sehingga keyword yang diketikkan secara manual tidak menghasilkan
temuan yang dicari.

Artikel yang telah ditemukan dari penulusuran database online tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Early pascaoperative 30o lateral positioning after coronary artery surgery:
influence on cardiac output.
2. Is there evidence to support the use of lateral positioning in intensive care? A
systematic Review.
3. Lateral positioning of ventilated intensive care patients: A study of oxygenation,
respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events.
4. Physiological Ratonale and Current Evidence for Therapeutic Positioning of
Crtically Ill Patients.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


60

5. Effect of early ambulation after transfemoral cardiac catheterization in Hong


Kong: a single-blinded randomized controlled trial.

Artikel ini merupakan hasil penelitian eksperimen yang berjudul lateral positioning
yang merupakan area keperawatan bedah kardiovaskuler. Topik ini adalah hasil
kajian riset yang sangat diperlukan sekali sebagai evidence untuk mendukung
intervensi keperawatan ambulasi dini pada pasien pasca bedah jantung yang selama
ini tidak banyak dilakukan oleh perawat di instansi terkait. Artikel ini dipilih oleh
karena topik riset ini dilakukan oleh perawat dan merupakan bagian praktik dari
asuhan keperawatan dan bukan area praktik medis. Artikel utama yang akan
digunakan sebagai referensi evidence dalam praktik keperawatan ini adalah “Early
pascaoperative 30o lateral positioning after coronary artery surgery: influence on
cardiac output” (de Laat et al., 2007; P. J. Thomas & Paratz, 2007a; Peter J.
Thomas et al., 2007).

Kemaknaan penelitian dinilai dengan menggunakan perhitungan Absolute Risk


Reduction (ARR) dan Number Needed to Treat (NNT). ARR dihitung dengan
menghitung nilai kejadian dalam grup eksperimen dikurangi dengan nilai kejadian
dalam grup kontrol. Hasil perbedaan yang bermakna dalam penelitian ini
didapatkan pada pengukuran hemodinamik. Hasil penelitian dari sejumlah 27
pasien kelompok intervensi posisi lateral 2 (dua) jam pasca CABG rerata cardiac
index 3,0, sedangkan pasien kelompok posisi supine pasca CABG yang
menunjukkan rerata cardiac index 2,8. Nilai ARR dari hasil tersebut dihitung
seperti berikut ini:
ARR = 3,0-2,8
ARR = 0,2
Nilai NNT dihitung dengan rumus NNT = 1/ARR.
NNT = 1/0,2
NNT = 5
Hasil perhitungan tersebut hanya dibutuhkan 5 orang untuk membuktikan
keberhasilan intervensi ini.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


61

Peneliti menyampaikan bahwa efek intervensi ini dapat bermanfaat positif terhadap
kebutuhan ambulasi dini pasca bedah dan tidak mengakibatkan perubahan
hemodinamik menjadi buruk. Hasil penelitian ini dapat diintervensikan pada pasien
yang dirawat di ruangan atas dasar pertimbangan tersebut diatas. Prosedur yang
yang akan dilaksanakan telah diuraikan secara jelas dan dapat disesuaikan dengan
keadaan klinik sehingga tidak terlalu beresiko menimbulkan permasalahan.
Intervensi posisi lateral 30 derajat 2 (dua) jam pasca CABG ini tidak memerlukan
banyak sumber daya sehingga dapat dilakukan tanpa memberikan beban
berlebihan. Pengaturan posisi lateral juga merupakan salah satu intervensi yang
dapat dilakukan perawat sesuai dengan fungsi dan peran perawat. Tindakan ini akan
memaksimalkan peran perawat untuk memberikan asuhan keperawatan mandiri.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah perawat perlu meluangkan waktu lebih
banyak bersama pasien. Uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa tidak terdapat
hambatan yang berarti untuk aplikabilitas intervensi posisi lateral ini.

Rencana implementasi praktik keperawatan berbasis bukti yang akan diterapkan


adalah pemberian posisi lateral posisi 30o (early lateral 30o positioning) pada pasien
pasca CABG dimulai setelah 2 (dua) jam pasca bedah yang sedang menjalani
perawatan di unit intensive (ICU). Intervensi ini merupakan salah satu intervensi
keperawatan yang diperlukan untuk mencapai hasil asuhan yaitu melakukan
ambulasi sedini mungkin dengan pengaturan posisi yang terbaik guna mencegah
komplikasi pasca bedah jantung akibat imobilisasi. Intervensi keperawatan ini
sebenarnya tidak banyak menemui hambatan aplikabilitas oleh karena prosedur
tindakan yang aplikabel serta efisien waktu, tenaga dan biaya.

Persiapan untuk menerapkan praktik keperawatan berbasis bukti ini sebagai


berikut:
1) Menyusun proposal proposal EBNP sampai dengan mendapat persetujuan dari
supervisor akademik dan supervisor klinik;
2) Mensosialisasikan rencana kegiatan dan sosialisasi kegiatan EBN ke dokter
penanggung jawab pasien atau unit;

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


62

3) Melakukan presentasi proposal kegiatan EBN kepada pihak-pihak terkait


diantaranya adalah: Kepala Instalasi dan Kepala Unit ICU Dewasa RS JPDHK
Jakarta;
4) Melakukan sosialisasi kegiatan EBN ke Kepala Instalasi dan Kepala Unit
beserta perawat di ICU RS JPDHK Jakarta.

Pasien yang akan dilibatkan dalam praktik keperawatan berbasis bukti dengan
penerapan intervensi lateral posisi 30o secara dini 2 jam pasca bedah, dengan
kriteria inklusi sebagai berikut: pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
yang telah menjalani operasi CABG yang dirawat di ruang ICU semua tingkat usia;
dan menunjukkan hemodinamik stabil. Sedangkan kriteria ekslusi dalam EBNP ini
adalah pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang telah menjalani
operasi CABG yang dirawat di ruang ICU semua golongan usia pada saat intervensi
menunjukkan hemodinamik yang tidak stabil. Tempat pelaksanaan praktik
keperawatan berbasis bukti ini akan dilakukan di Ruang ICU RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Waktu pelaksanaan pada tanggal April s.d
Mei 2014.

Langkah pelaksanaan praktik keperawatan berbasis bukti ini adalah sebagai berikut:
1) memilih pasien sesuai dengan kriteria inklusi; 2) melakukan informed consent
tentang intervensi yang akan dilakukan; 3) melakukan intervensi lateral posisi 30o
derajat 2 jam pasca bedah; 4) melakukan monitoring dan evaluasi serta
dokumentasi; 5) menganalisis hasil praktik keperawatan berbasis bukti; 6)
melakukan sosialisasi hasil praktik keperawatan berbasis bukti. Standar Prosedur
Operasional intervensi keperawatan ini terlampir.

3.2.2 Hasil Pelaksanaan Evidence-Based Nursing Practice Posisi Lateral


Pasca CABG
Praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (Evidence-Based Nursing Practice)
yang diterapkan berupa pengaturan posisi lateral 30o pada pasien dua jam pasca
CAGB di unit perawatan intensif (ICU) telah diimplementasikan mulai April s.d
Mei 2014 di unit perawatan intensif (ICU). Intervensi pemberian posisi lateral 30o
pada pasien dua jam pasca CAGB dilakukan kepada 5 (lima) pasien pasca CABG

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


63

dan dikomparasikan dengan 5 (lima) orang pasca CABG dengan posisi yang biasa
diterapkan di unit perawatan intensif (ICU) yaitu supine dan semi fowler untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap hemodinamik.

Prosedur intervensi posisi lateral yang dipraktikkan berupa mengatur posisi lateral
diawali dengan pengukuran hemodinamik pertama (P1) pada menit ke-115 sejak
masuk ICU, kemudian pada menit ke-120 pasien diposisikan lateral 30o derajat
selama dua jam. Pasien yang telah diposisikan lateral setelah berlangsung selama
30 menit kemudian dilakukan pengukuran hemodinamik yang ke-2 (P2). Posisi
lateral masih dilanjutkan sampai dengan dua jam, dan setelah dua jam dalam posisi
lateral kemudian dilakukan pengukuran hemodinamik yang ke-3 (P3). Pasien pasca
CABG setelah dua jam diposisi lateral, kemudian dilakukan perubahan posisi
supine kembali selama dua jam. Pengukuran hemodinamik ke-4 (P4) dilakukan
setelah 30 menit pasien berada dalam posisi supine, dan dilanjutkan pengukuran ke-
5 (P5) setelah pasien diposisikan supine selama dua jam.

Persipan alat yang diperlukan adalah bantal panjang yang mampu menyangga
badan pasien selama diposisikan lateral dengan mempertahankan sudut 30o.
Intevensi posisi lateral pada pasien pasca CABG dimaksudkan untuk memberikan
ambulasi dini yang bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi, meningkatkan fungsi
respirasi, mencegah komplikasi akibat berbaring statis.

Parameter yang akan dimonitor terhadap intervensi posisi lateral 30o adalah
hemodinamik yang meliputi: heart rate (HR); systolic blood pressure (SBP);
diastolic blood pressure (DBP); mean arterial pressure (MAP); Saturasi oksigen;
central venous pressure (CVP); respiratory rate (RR); dan temperature (T).

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa


pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine
dan semifowler pada sepuluh pasien (4 posisi lateral kiri, 1 posisi lateral kanan, dan
5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU). Keterangan
selengkapnya seperti tabel berikut.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


64

Tabel 3. 7 Deskripsi Pasien kelompok intervensi dan komparasi


Kelompok Frekuensi Persen
Supine semifowler 5 100.0
Left lateral position 4 80.0
Right lateral position 1 20.0
Total 10 100.0

Rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 53 ± 12,45
tahun (n=5), sedangkan rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi
supine semi fowler adalah 54,80 ± 7,69 tahun (n=5). Rerata berat badan pasien
pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 67,40 ± 7,64 kg (n=5), sedangkan
rerata berat badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 62,50 ±
11,74 kg (n=5). Rerata tinggi badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi
lateral adalah 160,20 ± 6,50 cm (n=5), sedangkan rerata tinggi badan pasien pasca
CABG yang diberikan posisi supine semifowler adalah 160,20 ± 8,76 cm (n=5).
Selengkapnya seperti tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 8 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan

Variabel Kelompok Mean Median SD Min Max


Umur Supine semi fowler 53,00 50 12,45 41 68
Posisi lateral 30o 54,80 54 7,69 46 66
Berat badan Supine semi fowler 67,40 67,00 7,64 58 75
Posisi lateral 30o 62,50 59 11,74 50 77
Tinggi badan Supine semi fowler 160,20 160 6,50 152 170
Posisi lateral 30o 162,20 165 8,76 151 170
 
Deskripsi diagnosa medis, tindakan pembedahan, dan terapi medis pada pasien
pasca CABG yang diberikan intervensi posisi lateral 30o dan posisi supine semi
fowler adalah seluruh pasien terdiagnosa coronary artery disease (CAD) dengan
variasi pada berbagai jumlah vessel disease, dan keseluruhan dilakukan tindakan
pembedahan coronary artery bypass graft (CABG) dengan berbagai variasi jumlah
graft. Sebagian besar pasien mendapat terapi yang sama yaitu: morphine;
nitrogliceryn; Inovad; dobutamin; humulin. Keterangan selengkapnya tercantum
pada tabel berikut.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


65

Tabel 3. 9 Deskripsi Diagnosa Medis dan Tindakan Bedah


Variabel kelompok Kategori f %
Diagnosa medis Supine CAD 2VD EF 51% 1 20.0
semifowler
CAD 3VD + LM EF 47% 1 20.0
CAD 3VD EF 38% 1 20.0
CAD 3VD EF 57% 1 20.0
CAD 3VD EF 79% 1 20.0
Total 5 100.0
Lateral 30o CAD 2VD + LM EF 60% 1 20.0
CAD 3VD + LM EF 56% 1 20.0
CAD 3VD EF 60% 1 20.0
CAD 3VD EF 62% 1 20.0
CAD 3VD EF 72% + Aneurisma 1 20.0
Total 5 100.0
Tindakan bedah Supine CABG 2X 2 40.0
semifowler
CABG 3X 1 20.0
CABG 4X 2 40.0
Total 5 100.0
Lateral 30o CABG 2X 2 40.0
CABG 3X 2 40.0
CABG 4X 1 20.0
Total 5 100.0
Jenis Terapi Supine Inovad, Morphine, Dobutamin 1 20.0
semifowler
Inovad, Morphine, Humulin 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, 1 20.0
Coritrope
Nitrogliceryn, Morphine, 1 20.0
Recofol
Nitrogliceryn, Morphine, 1 20.0
Vascon
Total 5 100.0
Lateral 30o Morphine 1 20.0
Morphine, Recofol, Humulin 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, 1 20.0
Humulin
Nitrogliceryn, Morphine, 1 20.0
Recofol
Total 5 100.0

Rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 53 ± 12,45
tahun (n=5), sedangkan rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi
supine semi fowler adalah 54,80 ± 7,69 tahun (n=5). Rerata berat badan pasien
pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 67,40 ± 7,64 kg (n=5), sedangkan
rerata berat badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 62,50 ±
11,74 kg (n=5). Rerata tinggi badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


66

lateral adalah 160,20 ± 6,50 cm (n=5), sedangkan rerata tinggi badan pasien pasca
CABG yang diberikan posisi supine semifowler adalah 160,20 ± 8,76 cm (n=5).
Selengkapnya seperti tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 10 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan


Variabel Kelompok Mean Median SD Min Max
Umur Supine semi fowler 53,00 50 12,45 41 68
Posisi lateral 30o 54,80 54 7,69 46 66
Berat badan Supine semi fowler 67,40 67,00 7,64 58 75
Posisi lateral 30o 62,50 59 11,74 50 77
Tinggi badan Supine semi fowler 160,20 160 6,50 152 170
Posisi lateral 30o 162,20 165 8,76 151 170

3.2.2.1 Deskripsi Nilai Hemodinamik Berdasarkan Pasien


Deskripsi HR (heart rate) pasien pasca CABG yang dilakukan intervensi posisi
lateral 30o dan supine semifowler menunjukkan heart rate yang berada dalam
rentang aman dan tidak menunjukkan kelainan pada heart rate. Rerata HR pasien
kelompok posisi supine 94,8±5,8 permenit, HR minimum 87 permenit dan HR
maksimum 101 permenit, sedangkan rerata HR pasien kelompok posisi lateral
adalah 78 ±5,8 permenit, HR minimum 71 permenit dan HR maksimum 84
permenit. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel dan diagram berikut.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


67

Tabel 3. 11 Deskripsi Heart rate Pasien Pasca CABG

Kelompok Pasien Mean Median SD Min Max


Supine semifowler 1 87.6 90 3.29 84 90
2 120.4 121 2.79 117 123
3 76.8 74 5.26 72 83
4 102.2 103 3.83 97 107
5 86.8 89 13.74 64 101
Rerata 94.76 95.40 5.78 86.80 100.80
Lateral 30 o 1 91 94 5.10 85 96
2 74.6 75 4.56 70 80
3 77.8 80 7.82 64 83
4 75.2 75 7.46 64 82
5 75.4 75 2.97 72 80
Rerata 78.80 79.80 5.58 71.00 84.20

Heart rate
140
PS 1
120 PS 2
PS 3
100
PS 4

80 PS 5
Rerata PS
60 PL 1
PL 2
40 PL 3
PL 4
20
PL 5
Rerata PL
0
1 2 3 4 5

Diagram 3. 1 Deskripsi Heart rate Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


68

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa


pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine
semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG
di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai SBP (Systolic blood
pressure) seperti tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 12 Deskripsi Systolic blood pressure (SBP)

Kelompok Pasien Mean Median SD Min Max


Supine semifowler 1 100.2 94 12.30 90 118
2 147.8 143 10.59 138 162
3 127.2 128 8.32 118 138
4 103.8 106 12.74 88 119
5 139.4 136 24.85 110 179
Rerata 123.68 121.40 13.76 108.80 143.20
Lateral 30o 1 151.2 148 15.93 132 168
2 133.2 139 19.31 102 154
3 129.2 129 12.87 116 147
4 143.6 138 14.74 126 163
5 148.6 155 16.89 121 164
Rerata 141.16 141.80 15.95 119.40 159.20

Systolic blood pressure (SBP)
200
PS 1
180
PS 2
160
PS 3
140 PS 4
120 PS 5

100 Rerata PS
PL 1
80
PL 2
60
PL 3
40
PL 4
20 PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5

Diagram 3. 2 Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Kelompok Supine dan


Lateral

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


69

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa


pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine
semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG
di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai DBP (Diastolic blood
pressure) seperti tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 13 Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP)

Kelompok Pasien Mean Median SD Min Max


Supine semifowler 1 45.2 45 3.70 40 50
2 82 82 5.10 76 88
3 64.8 64 2.59 62 68
4 51.2 52 3.42 46 55
5 68.6 70 8.20 55 77
Rerata 62.36 62.60 4.60 55.80 67.60
Lateral 30o 1 86 87 5.96 78 92
2 69 70 6.52 59 76
3 70 69 4.00 65 75
4 77.2 77 7.40 66 86
5 70 69 6.89 62 80
Rerata 74.44 74.40 6.15 66.00 81.80

Diastolic blood pressure (DBP)
100
PS 1
90
PS 2
80 PS 3
70 PS 4
60 PS 5

50 Rerata  PS
PL 1
40
PL 2
30
PL 3
20
PL 4
10
PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5

Diagram 3. 3 Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP) Pasien Kelompok


Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


70

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa


pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine
semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG
di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai MAP (Mean Aretrial
Pressure) seperti tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 14 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP)

Kelompok Pasien Mean Median SD Min Max


Supine semifowler 1 64.2 61 6.30 59 74
2 106.6 102 7.47 100 117
3 86.2 85 5.07 81 92
4 66.8 68 4.55 59 70
5 89.8 92 11.19 72 102
Rerata 82.72 81.60 6.92 74.20 91.00
Lateral 30o 1 111.2 104 12.91 98 127
2 82.4 83 12.97 62 95
3 86.2 87 3.96 82 92
4 97.6 98 13.39 80 111
5 98.0 101 11.77 80 112
Rerata 95.08 94.60 11.00 80.40 107.40

Mean arterial pressure (MAP)
140
PS 1
120 PS 2
PS 3
100
PS 4
PS 5
80
Rerata PS
60 PL 1
PL 2
40
PL 3
PL 4
20
PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5

Diagram 3. 4 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Kelompok


Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


71

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa


pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine
semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG
di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai Saturasi Oksigen (SaO2)
seperti tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 15 Deskripsi Saturasi Oksigen (SpO2)

Kelompok Pasien Mean Median SD Min Max


Supine semifowler 1 100.0 100 0.00 100 100
2 100.0 100 0.00 100 100
3 100.0 100 0.00 100 100
4 100.0 100 0.00 100 100
5 99.8 100 0.45 99 100
Rerata 99.96 100.00 0.09 99.80 100.00
Lateral 30o 1 100.0 100 0.00 100 100
2 98.0 98 0.00 98 98
3 99.0 99 1.00 98 100
4 99.6 100 0.89 98 100
5 100.0 100 0.00 100 100
Rerata 99.32 99.40 0.38 98.80 99.60

Saturasi Oksigen (SpO2
100,5
PS 1
100 PS 2
PS 3
99,5
PS 4
PS 5
99
Rerata PS
98,5 PL 1
PL 2
98
PL 3
PL 4
97,5
PL 5
97 Rerata PL
1 2 3 4 5

Diagram 3. 5 Deskripsi SpO2 Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


72

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa


pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine
semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG
di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai Central venous pressure
(CVP) seperti tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 16 Deskripsi Central venous pressure (CVP)

Kelompok Pasien Mean Median SD Min Max


Supine semifowler 1 10 0.89 8 10 9.4
2 11 2.68 6 12 9.8
3 8 2.07 7 12 8.4
4 10 2.70 5 12 9.4
5 6 1.58 4 8 6
Rerata 8.60 9.00 1.99 6.00 10.80
Lateral 30o 1 12 3.74 6 14 10
2 7 1.30 5 8 6.8
3 10 1.92 8 13 10.2
4 10 2.55 6 13 10
5 8 2.59 7 12 9.2
Rerata 9.24 9.40 2.42 6.40 12.00

Central venous pressure (CVP)
16
PS 1
14
PS 2

12 PS 3
PS 4
10
PS 5

8 Rerata PS
PL 1
6
PL 2

4 PL 3
PL 4
2
PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5

Diagram 3. 6 Deskripsi Central venous pressure (CVP) Pasien Kelompok


Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


73

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa


pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine
semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG
di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai Respiratory rate (RP)
seperti tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 17 Deskripsi Respiratory rate (RR)

Kelompok Pasien Mean Median SD Min Max


Supine semifowler 1 13.2 13 0.45 13 14
2 14.4 15 2.30 12 17
3 13 12 3.00 10 18
4 15.6 15 1.34 14 17
5 16.6 18 5.81 10 22
Rerata 14.56 14.60 2.58 11.80 17.60
Lateral 30o 1 14.8 15 1.30 13 16
2 14.4 14 1.14 13 16
3 20.8 22 4.44 14 25
4 11.8 11 1.64 10 14
5 17.6 17 3.85 13 22
Rerata 15.88 15.80 2.47 12.60 18.60

Respiratory rate (RR)
PS 1
30
PS 2

25 PS 3
PS 4
20 PS 5
Rerata PS
15
PL 1
PL 2
10
PL 3

5 PL 4
PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5

Diagram 3. 7 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Kelompok Intervensi dan


Komparasi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


74

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa


pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine
semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG
di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai Temperature (T) seperti
tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 18 Deskripsi Temperature (T)

Kelompok Pasien Mean Median SD Min Max


Supine semifowler 1 34.3 33.6 1.94 33.3 37.8
2 36.5 36.4 0.37 36 37
3 35.9 36.3 1.11 34.2 37
4 36.5 36.7 0.49 35.9 37
5 37.6 37.6 0.05 37.6 37.7
Rerata 36.17 36.12 0.79 35.40 37.30
Lateral 30o 1 34.2 34 1.31 33 36.1
2 34.8 34.9 0.38 34.2 35.2
3 36.1 36.3 0.71 35.1 36.9
4 34.7 35 1.20 33.2 36.2
5 34.8 35.3 1.15 32.8 35.6
Rerata 34.93 35.10 0.95 33.66 36.00

Temperature
39,0
PS 1
38,0
PS 2
37,0 PS 3

36,0 PS 4
PS 5
35,0
Rerata PS
34,0 PL 1
33,0 PL 2
PL 3
32,0
PL 4
31,0
PL 5
30,0 Rerata PL
1 2 3 4 5

Diagram 3. 8 Deskripsi Temperature Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


75

3.2.2.2 Deskripsi Nilai Hemodinamik Berdasarkan Pengukuran


Deskripsi nilai hemodinamik pasien kelompok intervensi dan kelompok komparasi
berdasarkan pengukuran diuraikan sebagai berikut. Rerata heart rate pada rerata
pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 94,76 ± 16,96, sedangkan rerata
heart rate pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 78,80 ± 6,93. Data
selengkapnya tentang rerata heart rate berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan
diagram berikut.

Tabel 3. 19 Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran


Pengukuran
Kelompok Mean Median SD Min Max
(P)
Supine Semifowler P1 96,80 97 18,14 73 123
P2 96,80 92 17,88 74 121
P3 95,60 90 13,47 83 117
P4 96,20 89 17,08 82 123
P5 88,40 84 22,38 64 118
P rerata 94,76 87,60 16,96 77 120
Lateral 30o P1 75,20 74 8,90 64 86
P2 74,60 72 8,71 64 85
P3 82,20 80 7,09 75 94
P4 81,20 80 8,64 75 96
P5 80,80 78 8,23 73 94
P rerata 78,80 75,40 6,93 75 91

Heart rate
120

100

80

60 Supine
Lateral
40

20

0
P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Diagram 3. 9 Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


76

Rerata systolic blood pressure (SBP) pada rerata pengukuran pasien kelompok
komparasi adalah 123,68 ± 21,14, sedangkan rerata systolic blood pressure (SBP)
pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 141,16 ± 9,60. Data
selengkapnya tentang rerata systolic blood pressure (SBP) berdasarkan pengukuran
dijelaskan tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 20 Deskripsi Systolic blood pressure (SBP) Pasien Pasca CABG


Berdasarkan Pengukuran
Pengukuran
Kelompok Mean Median SD Min Max
(P)
Supine Semifowler P1 130,40 118 32,22 94 179
P2 122,20 120 15,85 106 140
P3 120,40 132 29,70 88 156
P4 125,60 128 26,89 90 162
P5 119,80 119 18,87 94 138
P rerata 123,68 127,20 21,14 100 148
Lateral 30o P1 134,00 141 23,29 102 155
P2 147,80 147 12,87 132 156
P3 142,00 138 19,01 121 168
P4 137,00 131 19,76 116 167
P5 145,00 140 11,62 136 164
P rerata 141,16 143,60 9,60 129 151

Systolic blood pressure
160
140
120
100
80 Supine

60 Lateral

40
20
0
P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Diagram 3. 10 Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG


berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


77

Rerata diastolic blood pressure (DBP) pada rerata pengukuran pasien kelompok
komparasi adalah 62,36 ± 14,57, sedangkan rerata diastolic blood pressure (DBP)
pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 74,44 ± 7,25. Data
selengkapnya tentang rerata diastolic blood pressure (DBP) berdasarkan
pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 21 Deskripsi Diasolic Blood Pressure Pasien Pasca CABG Berdasarkan


Pengukuran
Pengukuran
Kelompok Mean Median SD Min Max
(P)
Supine Semifowler P1 63,40 64 13,26 50 77
P2 62,20 62 12,03 47 78
P3 62,80 68 17,70 44 86
P4 63,80 67 18,50 40 88
P5 59,60 55 14,06 45 82
P rerata 62,36 64,80 14,57 45 82
Lateral 30o P1 76,00 75 11,40 59 87
P2 77,00 78 3,81 73 81
P3 74,60 76 10,90 62 91
P4 71,20 66 11,65 65 92
P5 73,40 70 5,86 69 82
P rerata 74,44 70 7,25 69 86

Diastolic blood pressure
90
80
70
60
50
Supine
40
Lateral
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6

Diagram 3. 11 Deskripsi Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG


Berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


78

Rerata mean arterial pressure (MAP) pada rerata pengukuran pasien kelompok
komparasi adalah 82,72 ± 17,53, sedangkan rerata MAP pada rerata pengukuran
pasien kelompok intervensi 95,08 ± 11,34. Data selengkapnya tentang rerata MAP
berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 22 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG


Berdasarkan Pengukuran
Pengukuran
Kelompok Mean Median SD Min Max
(P)
Supine Semifowler P1 85,40 82 16,06 67 102
P2 81,60 81 14,19 67 102
P3 83,40 92 23,54 59 112
P4 85,60 91 22,48 60 117
P5 77,60 72 15,18 61 100
P rerata 82,72 86,20 17,53 64 107
Lateral 30o P1 93,20 102 19,51 62 111
P2 101,40 98 9,04 92 112
P3 94,20 89 18,94 80 127
P4 92,60 83 17,98 80 123
P5 94,00 98 10,12 80 104
P rerata 95,08 97,60 11,34 82 111

Mean arterial pressure (MAP)
120

100

80

60 Supine
Lateral
40

20

0
1 2 3 4 5 6

Diagram 3. 12 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG


Berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


79

Rerata saturasi oksigen (SpO2) pada rerata pengukuran pasien kelompok


komparasi adalah 99,96 ± 0,10, sedangkan rerata MAP pada rerata pengukuran
pasien kelompok intervensi 99,32 ± 0,84. Data selengkapnya tentang rerata SpO2
berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 23 Deskripsi Saturasi Oksigen (Spo2) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan


Pengukuran
Pengukuran
Kelompok Mean Median SD Min Max
(P)
Supine Semifowler P1 100 100 0 100 100
P2 99,80 100 0,45 99 100
P3 100 100 0 100 100
P4 100 100 0 100 100
P5 100 100 0 100 100
P rerata 99,96 100 0,10 100 100
Lateral 30o P1 99,20 100 1,10 98 100
P2 99,20 100 1,10 98 100
P3 99,60 100 0,90 98 100
P4 99,20 100 1,10 98 100
P5 99,40 100 0,90 98 100
P rerata 99,32 99,60 0,84 98 100

Saturasi Oksigen (SpO2)
100,2

100

99,8

99,6
Supine
99,4 Lateral

99,2

99

98,8
1 2 3 4 5 6

Diagram 3. 13 Deskripsi Saturasi Oksigen Pasien Pasca CABG Berdasarkan


Pengukuran

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


80

Rerata central venous pressure (CVP) pada rerata pengukuran pasien kelompok
komparasi adalah 8,60 ± 1,54, sedangkan rerata CVP pada rerata pengukuran pasien
kelompok intervensi 9,24 ± 1,41. Data selengkapnya tentang rerata CVP
berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 24 Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca Cabg


Berdasarkan Pengukuran
Pengukuran
Kelompok Mean Median SD Min Max
(P)
Supine Semifowler P1 8,00 8 3,10 5 12
P2 8,60 9 1,82 6 11
P3 9,40 10 1,95 7 12
P4 8,80 8 2,17 7 12
P5 8,20 8 3,35 4 12
P rerata 8,60 9,40 1,54 6 10
Lateral 30o P1 9,20 10 2,59 6 12
P2 9,00 8 3,20 6 13
P3 9,20 10 2,59 6 12
P4 9,20 9 3,28 5 14
P5 9,60 8 2,70 7 13
P rerata 9,24 10 1,41 7 10

Central venous pressure (CVP
10,00

9,50

9,00

8,50 Supine
Lateral
8,00

7,50

7,00
1 2 3 4 5 6

Diagram 3. 14 Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca CABG


Berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


81

Rerata respirstory rate (RR) pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi
adalah 14,56 ± 1,54, sedangkan rerata RR pada rerata pengukuran pasien kelompok
intervensi 15,88 ± 3,43. Data selengkapnya tentang rerata RR berdasarkan
pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 25 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan


Pengukuran
Pengukuran
Kelompok Mean Median SD Min Max
(P)
Supine Semifowler P1 13,00 12 2,65 10 17
P2 13,20 13 2,28 11 17
P3 15,00 15 4,42 10 22
P4 15,00 15 2,55 12 18
P5 16,60 16 3,58 13 22
P rerata 14,56 14,40 1,54 13 17
Lateral 30o P1 16,40 15 3,98 13 22
P2 13,00 13 1,23 11 14
P3 16,60 15 4,72 11 22
P4 18,80 16 5,36 10 25
P5 16,60 15 4,22 14 24
P rerata 15,88 14,80 3,43 12 21

Respiratory rate
20
18
16
14
12
10 Supine

8 Lateral
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6

Diagram 3. 15 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca CABG Berdasarkan


Pengukuran

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


82

Rerata temperature pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah


36,16 ± 1,21, sedangkan rerata temperature pada rerata pengukuran pasien
kelompok intervensi 34,92 ± 0,70. Data selengkapnya tentang rerata temperature
berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.

Tabel 3. 26 Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan


Pengukuran
Pengukuran
Kelompok Mean Median SD Min Max
(P)
Supine Semifowler P1 35,48 35,90 1,62 33,6 37,7
P2 35,82 36,10 1,51 33,6 37,7
P3 36,10 36,40 1,63 33,3 37,6
P4 36,22 36,70 1,63 33,4 37,6
P5 37,28 37,00 0,39 37 37,8
P rerata 36,16 36,50 1,21 34,3 37,6
Lateral 30o P1 33,66 33,20 0,97 32,8 35,1
P2 34,50 34,90 1,10 33,0 35,8
P3 35,16 35,20 0,82 34 36,3
P4 35,42 35,30 0,88 34,7 36,9
P5 35,90 36,10 0,62 35 36,6
P rerata 34,92 34,80 0,70 34,2 36,1

Temperature
38,0

37,0

36,0

35,0
Supine
34,0 Lateral

33,0

32,0

31,0
1 2 3 4 5 6

Diagram 3. 16 Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan


Pengukuran

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


83

3.2.2.3 Perbedaan nilai Hemodinamik antara Posisi Lateral dengan Posisi Supine
Hasil Perbedaan nilai hemodinamik kelompok posisi lateral dengan kelompok
posisi supine adalah sebagai berikut. Nilai heart rate antara kelompok posisi supine
dan posisi lateral sebagian besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya pada
pengukuran HR1 dan HR2 terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum
pada tabel berikut.

Tabel 3. 27 Perbedaan Heart Rate Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral
dan Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
HR1 Komparasi 5 96.80 21,6 0,044
Intervensi 5 75.20
HR2 Komparasi 5 96.80 22,2 0,037
Intervensi 5 74.60
HR3 Komparasi 5 95.60 13,4 0,084
Intervensi 5 82.20
HR4 Komparasi 5 96.20 15 0,118
Intervensi 5 81.20
HR5 Komparasi 5 88.40 7,6 0,496
Intervensi 5 80.80
HR_mean Komparasi 5 94.76 15,9 0,870
Intervensi 5 78.80

Nilai systolic blood pressure (SBP) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral
sebagian besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya pada SBP2 dan SBP5
terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 28 Perbedaan Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG kelompok


Posisi Lateral dan Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
Sys1 Komparasi 5 130.40 -3,6 0,845
Intervensi 5 134.00
Sys2 Komparasi 5 122.20 -25,6 0,023
Intervensi 5 147.80
Sys3 Komparasi 5 120.40 -21,6 0,208
Intervensi 5 142.00
Sys4 Komparasi 5 125.60 -11,4 0,467
Intervensi 5 137.00
Sys5 Komparasi 5 119.80 -25,2 0,035
Intervensi 5 145.00
Sys_mean Komparasi 5 123.68 -1752 0,131
Intervensi 5 141.16

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


84

Nilai diastolic blood pressure (DBP) sebagian besar pengukuran tidak ada
perbedaan, hanya pada DBP2 yang terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya
tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 29 Perbedaan Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG kelompok


Posisi Lateral dan Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
Dias1 Komparasi 5 63.40 -12,6 0,146
Intervensi 5 76.00
Dias2 Komparasi 5 62.20 -14,8 0,031
Intervensi 5 77.00
Dias3 Komparasi 5 62.80 -11,8 0,240
Intervensi 5 74.60
Dias4 Komparasi 5 63.80 -7,4 0,471
Intervensi 5 71.20
Dias5 Komparasi 5 59.60 -13,8 0,077
Intervensi 5 73.40
Dias_mean Komparasi 5 62.36 -12,1 0,136
Intervensi 5 74.44

Nilai mean arterial pressure (MAP) antara kelompok posisi supine dan posisi
lateral pada seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya
tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 30 Perbedaan MAP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
MAP1 Komparasi 5 85.40 -7,8 0,510
Intervensi 5 93.20
MAP2 Komparasi 5 81.60 -19,8 0,030
Intervensi 5 101.40
MAP3 Komparasi 5 83.40 -10,8 0,447
Intervensi 5 94.20
MAP4 Komparasi 5 85.60 -7 0,601
Intervensi 5 92.60
MAP5 Komparasi 5 77.60 -16,4 0,079
Intervensi 5 94.00
MAP_mean Komparasi 5 82.72 -12,36 0,222
Intervensi 5 95.08

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


85

Nilai saturasi oksigen (SpO2) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral pada
seluruh pengukuran tidak menunjukkan adanya perbedaan. Keterangan
selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 31 Perbedaan SpO2 Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
Sat1 Komparasi 5 100.00 0,8 0,141
Intervensi 5 99.20
Sat2 Komparasi 5 99.80 0,6 0,290
Intervensi 5 99.20
Sat3 Komparasi 5 100.00 0,4 0,347
Intervensi 5 99.60
Sat4 Komparasi 5 100.00 0,8 0,141
Intervensi 5 99.20
Sat5 Komparasi 5 100.00 0,6 0,172
Intervensi 5 99.40
Sat_mean Komparasi 5 99.96 0,64 0,13
Intervensi 5 99.32

Nilai central venous pressure (CVP) antara kelompok posisi supine dan posisi
lateral pada seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya
tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 32 Perbedaan CVP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
CVP1 Komparasi 5 8.00 -1,2 0,524
Intervensi 5 9.20
CVP2 Komparasi 5 8.60 -0,4 0,819
Intervensi 5 9.00
CVP3 Komparasi 5 9.40 0,2 0,894
Intervensi 5 9.20
CVP4 Komparasi 5 8.80 -0,4 0,825
Intervensi 5 9.20
CVP5 Komparasi 5 8.20 -1,4 0,487
Intervensi 5 9.60
CVP_mean Komparasi 5 8.60 -0,64 0,514
Intervensi 5 9.24

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


86

Nilai resporatory rate (RR) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral pada
seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada
tabel berikut.

Tabel 3. 33 Perbedaan RR Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan


Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
RR1 Komparasi 5 13.00 -3,4 0,150
Intervensi 5 16.40
RR2 Komparasi 5 13.20 0,2 0,867
Intervensi 5 13.00
RR3 Komparasi 5 15.00 -1,6 0,595
Intervensi 5 16.60
RR4 Komparasi 5 15.00 -1,8 0,517
Intervensi 5 16.80
RR5 Komparasi 5 16.60 0 1
Intervensi 5 16.60
RR_mean Komparasi 5 14.56 -1,3 0,456
Intervensi 5 15.88

Nilai temperature (T) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral sebagian
besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya T5 yang terdapat perbedaan.
Keterangan selengkapnya dijelaskan tabel berikut ini.

Tabel 3. 34 Perbedaan Temperature Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral


dan Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
Temp1 Komparasi 5 35.480 1,8 0,064
Intervensi 5 33.660
Temp2 Komparasi 5 35.820 1,3 0,153
Intervensi 5 34.500
Temp3 Komparasi 5 36.060 0,9 0,301
Intervensi 5 35.160
Temp4 Komparasi 5 36.220 0,8 0,363
Intervensi 5 35.420
Temp5 Komparasi 5 37.280 1,3 0,003
Intervensi 5 35.900
Temp_mean Komparasi 5 36.160 1,2 0,083
Intervensi 5 34.920

Penyajian tabel perbedaan hemodinamik di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai


hemodinamik yang meliputi heart rate; systolic blood pressure; diastolic blood

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


87

pressure; mean arterial pressure; central venous pressure; respiratory rate; dan
temperature sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan antara posisi supine dan
posisi lateral pada pasien pasca CABG di unit perawatan intensive.

3.3 Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan


3.3.1 Metode Pelaksanaan Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual
dalam Keperawatan
Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau masyarakat
yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat
memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam
kondisi optimal (DeLaune & Ladner, 2002; Taylor et al., 2011). Klien sebagai
seorang manusia memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk
individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Hakikat tersebut, maka keperawatan
memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek
fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual.

Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas
akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut
dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper, 2012). Tiap bagian dari
individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian
tersebut sejahtera.

Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan


bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat holistik dan
komprehensif, yang tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan
kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien. Sehingga, pada nantinya klien akan
dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus pada fisik maupun
psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual. Kesejahteraan
spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu secara
keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan (Barnum, 2006). Spiritualitas
memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan
pemahaman yang baik dari seorang perawat sehingga mereka dapat

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


88

mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien (Carron &


Cumbie, 2011).

Pasien dengan masalah kesehatan kardiovaskular mengasumsikan bahwa dirinya


mengalami situasi krisis yang sangat memberikan dampak terhadap dimensi psiko
spiritualnya. Pengkajian keperawatan spiritual merupakan salah satu dimensi
holistik dalam keperawanan yang sangat diperlukan untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan pasien yang selanjutnya akan dilakukan intervensi spiritual.

Tujuan umum proyek inovasi optimalisasi asuhan keperawatan spiritual ini adalah
untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan holistik pada pasien dengan
masalah kesehatan kardiovaskular di rumah sakit jantung dan pembuluh darah.
Tujuan khusus proyek inovasi ini adalah: 1) Tersedianya format pengkajian
spiritual dan rencana asuhan keperawatan spiritual guna melengkapi format
pengkajian dan rencana asuhan keperawatan yang sudah diterapkan; 2)
Meningkatnya pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual pada pasien; 3)
Meningkatnya kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit.

Manfaat Inovasi penerapan format pengkajian spiritual dalam keperawatan ini


adalah sebagai berikut: 1) Terwujudnya asuhan keperawatan secara holistik yang
meliputi biopsikososio kultural spiritual sehingga akan menyelesaikan masalah
kesehatan klien secara paripurna; 2) Terwujudnya kepuasan klien selama
memperoleh asuhan keperawatan oleh perawat; 3) Meningkatnya kualitas
pelayanan keperawatan di rumah sakit sehingga akan berpotensi meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan secara umum di rumah sakit.

Sasaran kegiatan ini adalah seluruh perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Waktu pelaksanaan kegiatan proyek
inovasi ini dijadwalkan bulan April s.d Mei 2014 bertempat di unit perawatan
ICVCU, IW Medikal, IW Bedah, dan Gedung Perawatan. Tahapan kegiatan ini
proyek inovasi ini meliputi: 1) persiapan penyusunan proposal inovasi dan
sosialisasi kegiatan inovasi kepada pihak-pihak terkait; 2) pelaksanaan kegiatan
inovasi terdiri: pelatihan dan pendampingan klinik; 3) evaluasi. Uraian pelaksanaan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


89

proyek inovasi optimalisasi asuhan spiritual dalam keperawatan dijelaskan pada


tabel berikut.

Tabel 3. 35 Uraian Pelaksanaan Kegiatan Inovasi


Waktu Kegiatan Sasaran Media Penanggungjawab
Februari s.d Penyusunan Sumber Pustaka Asyrofi, Safri &
April 2014 proposal Wati
28 April 2014 Sosialisasi rencana - Supervisor Handout Asyrofi, Safri,
inovasi/Presentasi utama LCD Wati (Tim
- Supervisor Laptop Kardiovaskuler)
- Supervisor klinik Instrumen (Form
- Diklat pengkajian,diagnosa,
- Komite NIC NOC)
- Ka. Instalasi Proposal
- Ka. Unit
- Ners Leader
- Ners pelaksana

29 April 2014 Pelatihan Perawat ruangan Handout Asyrofi, Safri &


penerapan form LCD, Wati
pengkajian spiritual Laptop
Instrumen (Form
pengkajian,diagnosa,
NIC NOC)
Proposal
29 April s.d 2 Pendampingan Perawat ruangan Instrumen (Form Asyrofi, Safri &
Mei 2014 implementasi pengkajian,diagnosa, Wati
format pengkajian NIC NOC)
spiritual
7 Mei 2014 Evaluasi penerapan Perawat ruangan Lembar observasi Asyrofi, Safri &
inovasi Kuisioner Wati

Evaluasi keberhasilan proyek inovasi tersebut dilakukan dengan implementasi


penerapan format pengkajian spiritual di unit perawatan terkait dengan
menggunakan instrumen evaluasi: lembar observasi dan kuesioner.
Pengorganisasian proyek inovasi ini adalah sebagai berikut:
Pelindung : Dekan FIK UI
Supervisor Utama : Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN.
Supervisor : Tuti Herawati, S.Kp.,MN.
Supervisor Klinik : Dr. Rita Sekarsari, S.Kp.,MHSM.,Sp.KV.
Anggota : 1. Ahmad Asyrofi, Ns.,M.Kep
2. Safri, Ns.,M.Kep
3. Wati Jumaiyah, Ns.,M.Kep.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


90

3.3.2 Hasil Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam


Keperawatan
Proyek Inovasi asuhan spiritual telah diimplementasikan mulai April sampai
dengan Mei 2014 di unit Intensive Cardiovascular Care Unit (ICVCU).
Pelaksanaan proyek inovasi asuhan spiritual ini diawali dengan persiapan yang
terdiri dari menyusun proposal kemudian pengorganisasian, pengadaan material
inovasi berupa menyusun format pengkajian spiritual, diagnosa keperawatan
spiritual, dan format hasil dan intervensi keperawatan spiritual.

Kegiatan berikutnya adalah melakukan sosialisasi proyek inovasi ini kepada pihak
terkait yang melibatkan: kepala bidang keperawatan, komite keperawatan, kepala
instalasi, kepala unit, leader, dan perawat di unit terkait. Sosialisai dilaksanakan
dengan metode presentasi proposal dan diskusi tentang kegiatan inovasi. Presentasi
ini dilaksanakan di tingkat rumah sakit dan di tingkat unit terkait. Kegiatan
selanjutnya adalah simulasi penerapan format pengkajian spiritual dan format
diagnosa, hasil dan rencana intervensi bersama dengan perawat yang ada di unit
terkait serta mendiskusikan tentang kelemahan dan kekuatan format tersebut.
Setelah format tersebut disepakati bersama, kemudian dilanjutkan dengan
implementasi asuhan spiritual dengan penerapan format yang telah disusun
tersebut.

Pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan format spiritual tersebut


diterapkan pada pasien dengan kriteria memiliki kesadaran composmentis dan
mampu berkomunikasi verbal. Sejumlah sembilan pasien dengan kriteria tersebut
diatas dilakukan asuhan spiritual dengan pendekatan motodologi keperawatan yang
diawali pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi secara sistematis, siklik, dan dinamis dengan tujuan pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


91

Kegiatan lain guna mendukung proyek inovasi ini dilakukan pengukuran sikap dan
praktik perawat dalam pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan
instrumen kuesioner. Hasil pengukuran sikap dan praktik perawat terkait asuhan
spiritual adalah sebagai berikut.

Sikap perawat dalam asuhan spiritual oleh di unit ICVCU menunjukkan sebagian
besar adalah baik yaitu 64,3% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang). Sebagian
kecil yaitu 35,7% perawat memiliki sikap yang cukup dalam asuhan spiritual di unit
perawatan intensif. Tidak satupun perawat yang memiliki sikap kurang baik dalam
asuhan spiritual. Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. 36 Sikap Perawat dalam Asuhan Spiritual

Sikap dalam asuhan Spiritual Frekuensi Persentase


Cukup 15 35.7
Baik 27 64.3
Total 42 100.0

Praktik asuhan spiritual oleh perawat di unit ICVCU menunjukkan sebagian besar
adalah cukup yaitu 66,7% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang). Sebagian kecil
praktik asuhan spiritual perawat adalah baik yaitu 33,3%. Tidak satupun perawat di
unit perawatan intensif melakukan praktik yang kurang baik dalam asuhan spiritual.
Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. 37 Praktik Perawat dalam Asuhan Spiritual

Praktik asuhan Spiritual Frekuensi Persentase


Cukup 16 66.7
Baik 8 33.3
Total 24 100.0

Asuhan spiritual adalah bagian dari asuhan keperawatan secara komprehensif yang
memandang manusia sebagai mahluk holistik (bio psiko sosio kultural spiritual)
yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Asuhan spiritual dalam keperawatan
dilaksanakan dengan mengkaji segala kebutuhan spiritual pasien yang meliputi:
dimensi ketuhanan; sumber harapan dan kekuatan; praktik ritual keagamaan;
hubungan keyakinan spiritual dan kesehatan; makna dan tujuan; cinta hubungan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


92

dan harga diri, takut dan kecemasan; dan kemarahan. Asuhan spiritual dalam
keperawatan pada pasien dengan kondisi kritis di unit perawatan intensif sangat
mendukung stabilitas psikospiritual pasien.

Deskripsi hasil asuhan spiritual pada 10 pasien telah ditegakkan dianosa


keperawatan meliputi: distres spiritual; hambatan religiositas; risiko distres
spiritual; risiko hambatan religiositas; kesiapan meningkatkan religiositas.
Deskripsi intervensi keperawatan yang telah diimplementasikan pada 10 pasien
meliputi: dukungan emosi; dukungan spiritual; fasilitasi perkembangan spiritual;
peningkatan ritual keagamaan dan dukungan spiritual.

Pelaksaan asuhan spiritual kepada pasien yang membutuhkan perawatan intensive


kardiovaskular diperoleh saran dan masukan dari pasien sebagai berikut: ada adzan
atau peringatan lain untuk mengingatkan waktu sholat; disediakannnya Al-qur’an
atau yang lebih prakatis: radio RS yang mengumandangkan murotal/tausyiah;
MP3 murotal; ada petugas pemmbina rohani yang datang rutin; ada
perawat/petugas rohani yang menyiapkan secara spiritual ketika pasien akan
operasi; perawat mengingatkan/membantu ketika waktunya sholat.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Pengelolaan Asuhan Keperawatan


Bab ini membahas hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan
utama dan ke-30 pasien kelolaan lainnya dengan menerapkan model konservasi
Levine dan pendekatan metodologi keperawatan.

4.1.1 Pengelolaan Pasien Utama


Pengelolaan kasus utama pada Tn Dj.A. diruang ICVCU selama lima hari dengan
menerapkan model konservasi Levine dan menggunakan pendekatan metodologi
keperawatan (nursing process) yang meliputi tahapan assesment, nursing
diagnoses, planning, implementation, dan evaluation (Ackley & Ladwig, 2011;
Ackley et al., 2008; Alligood & Tomey, 2010; Taylor et al., 2011).

4.1.1.1 Pengkajian Pasien Kelolaan Utama


Pengkajian keperawatan dilakukan dengan menerapkan kerangka model konservasi
Myra Estrin Levine yang meliputi 4 (empat) prinsip konservasi yaitu konservasi
energi, konservasi intgritas struktur, konservasi interitas personal, dan konsevasi
integritas sosial (Alligood, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Pengkajian
konservasi energi pada Tn DJ.A. diperoleh data ketidakmampuan
mempertahankan/melestarikan energi yang dimanifestasikan dengan kelamahan,
sesak napas, tanda vital yang tidak stabil, hemodinamik tidak stabil, menampakkan
performa yang lemah karena telah mengalami nyeri dada akibat ischemia
miocardial dan sesak napas akibat acute heart failure.

Pasien dengan masalah myocardial infarction terjadi kerusakan myocardial yang


tentunya akan berdampak terhadap kemampuan kontraktilitas myocardial yang
memburuk. Hal ini dapat menimbulkan penurunan cardiac output yang akan
menimbulkan dampak tidak adekuatnya suplai oksigen ke seluruh tubuh, sehingga
akan menghasilkan metabolisme yang minim energi. Kondisi terdapatnya
myocardial infaction dan heart failure ini akan menimbulkan kegagalan konservasi
energi yang akan dimanifestasikan dengan kelemahan dan tidak toleran terhadap
aktifitas (Alligood, 2014; Alligood & Tomey, 2010; Moser & Riegel, 2008; Price

93 Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


94

& Wilson, 2006). Kondisi ini selaras hasil penelitian Wilson and McMillan (2013),
bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Hasil penelitian
Asyrofi (2013) menunjukkan temuan yang serupa bahwa pasien heart failure 38,6%
manajemen energinya kurang baik.

Pengkajian konservasi integritas struktur diperoleh data kelainan ECG akibat


myocardial infarction with ST elevation, nyeri dada, terjadinya acute heart failure,
acute kidney injury, dan riwayat cerebrovascular disease pada tahun 2012
menunjukkan terjadinya kerusakan pada integritas strukur organ tubuh pasien yang
tidak dapat dipertahankan. Integritas struktur jaringan/organ tubuh yang tidak dapat
dipertahankan akan menimbulkan tidak tercapainya wholeness. Integritas struktur
jantung, paru, vaskular, ginjal, darah, dan cairan, yang terganggu tentu dapat
menimbulkan terganggunya konservasi energi yang merupakan sumber biologis
vital untuk mempertahankan kehidupan (Bonow et al., 2012; Jeremias & Brown,
2010; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Integritas personal dan integritas sosial yang merupakan konservasi lanjut pada
model konservasi Levine juga akan terancam untuk tidak terjadi unwholeness
(ketidakutuhan). Pasien mengalami tanda dan gejala ansietas yang merupakan
dampak dari ancaman status kesehatan karena penyakit jantung. Pasien dengan
penyakit jantung sering mengalami ansietas dan depresi pada awal ditegakkan
diagnosisnya (Cully, Johnson, Moffett, Khan, & Deswal, 2009). Kondisi ansietas
yang tidak terkelola dengan baik akan semakin memperburuk kapasitas fungsional
tubuh (Stacy Ann Eisenberg, 2010; Stacy A. Eisenberg, Shen, Schwarz, & Mallon,
2012). Energi dan struktur yang terganggu atau mengalami kerusakan akan
mempengaruhi pertahanan keutuhan aspek yang lain yaitu integritas personal dan
sosial (Alligood, 2010, 2014; Parker & Smith, 2010).

Integritas personal klien menunjukkan emosi yang stressfull (cemas, sedih, takut)
merupakan situasi yang lazim terjadi pada pasien yang mengalami status kesehatan
anfaal atau memburuk (Stacy A. Eisenberg et al., 2012). Dimensi psikologis pasien
adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan status biofisiologis, dengan
demikian kondisi biologis yang terancam akan berpotensi menimbulkan stress
psikologis (Taylor et al., 2011). Selaras dengan hasil penelitian Asyrofi (2013),
Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


95

bahwa pasien heart failure sebanyak 20,5% mengalami ansietas dan sebanyak
11,4% mengalami depresi.

Integritas sosial pasien menunjukkan hambatan dalam menjalankan peran sebagai


kepala keluarga dan anggota masyarakat. Peran sebagai kepala keluarga tentu
mengalami gangguan akibat kondisi energi yang menurun, integritas struktur yang
terganggu, dan integritas personal yang bermasalah. Situasi demikian
memunculkan ketidakseimbangan dalam peran sosial pasien.

Penerapaan model konservasi levine pada pasien dengan gangguan sistem


kardiovaskuler dapat mengidentifikasi fenomena kebutuhan pasien yang holistik.
Aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual dapat teridentifikasi pada keempat aspek
konservasi. Hasil pengkajian dengan penerapan model konservasi ini dapat
dilanjutkan dengan menarik trophicognosis atau bisa disebut juga diagnosa
keperawatan yang merupakan pernyataan status kesehatan dan kebutuhan pasien
yang holistik (Parker & Smith, 2010).

4.1.1.2 Diagnosa Keperawatan Kasus Kelolaan Utama


Tropicognosis atau dapat disebut diagnosa keperawatan merupakan fase kedua
proses keperawatan menurut Levine yang perlu dirumuskan (Fawcett, 2005; Parker
& Smith, 2010). Diagnosa Keperawatan yang telah dirumuskan dari sumber data
hasil pengkajian terdapat lima diagnosa keperawatan meliputi: penurunan curah
jantung; gangguan pertukaran gas; kelebihan volume cairan; intoleransi aktifitas;
dan ansietas. Diagnosa keperawatan tersebut perlu diidentifikasi sebagai landasan
dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil asuhan yang
diharapkan yaitu terpenuhi empat konservasi (Parker & Smith, 2010; Taylor et al.,
2011).

Penurunan curah jantung sebagai akibat penurunan kontraktilitas merupakan


dampak dari kerusakan miocardial akibat obstruksi aliran koroner. Penurunan curah
jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (Herdman, 2012). Kondisi ini dapat
mengancam integritas struktur jantung yang dampak akhirnya akan menurunkan
cardiac output yang akan menurunkan suplai oksigen ke jaringan sehingga akan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


96

menghasilkan metabolisme anaerob (Moser & Riegel, 2008; Price & Wilson, 2006;
Theroux, 2011). Metabolisme anaerob akan menghasilkan sumber energi yang
minimal sehingga akan menghambat segala fungsi dan aktifitas kehidupan pasien
(Price & Wilson, 2006).

Gangguan pertukaran gas terjadi oleh karena perubahan membran kapiler alveolar
akibat akumulasi cairan pada vaskular paru sekunder karena heart failure.
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau
eliminasi karbon dioksida pada membran kapiler alveolar (Herdman, 2012).
Pertukaran gas membutuhkan syarat keseimbangan antara ventilasi dan perfusi
serta normalitas membran kapiler alveolar. Kondisi heart failure menimbulkan
perfusi paru yang tidak adekuat ditambah kondisi membran kapiler alveolar yang
tidak mendukung difusi pertukaran gas. Kondisi ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, maka akan terjadi gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas akan
semakin memperburuk status oksigenasi sel dan jaringan yang akhirnya akan
mencetuskan metabolisme anaerab sehingga menimbulkan kelemahan dan
intoleransi aktifitas.

Kelebihan volume cairan merupakan kondisi yang semakin tidak menguntungkan


pasien. Kelebihan cairan adalah peningkatan retensi cairan isotonic (Herdman,
2012). Kondisi acute kidney injury (AKI) dan heart failure akan memperburuk
status hidrasi pasien dan mengakibatkan retensi cairan dalam tubuh yang akan
semakin memperberat preload. Diagnosa ini ditegakkan dan membutuhkan
penatalaksanaan untuk dapat saling berkontribusi mempertahankan integritas
struktur jantung sehingga akan meningkatkan kontraktilitas myocardial.

Intoleransi aktifitas dimanifestasikan dengan kelemahan pasien akibat


ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Intoleransi aktifitas adalah
ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjukan dan
menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang perlu dilakukan (Herdman,
2012). Integritas struktur jantung yang terganggu karena myocardial infarction dan
heart failure menjadikan penurunan cardiac output yang berdampak pada
kurangnya suplai oksigen jaringan dan seluler sehingga mengakibatkan
metabolisme tidak optimal yang akan menghasilkan kekurangan energi. Temuan
Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


97

diagnosa keperawatan ini sesuai dengan hasil penelitian Wilson and McMillan
(2013), bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Pasien
heart failure sebanyak 38,6% menunjukkan manajemen energi yang kurang baik
(Asyrofi, 2013).

Ansietas merupakan wujud dari ketidakampuan mempertahankan integritas


personal akibat terganggunya integritas struktur yaitu penyakit jantung. Ancaman
status biofisiologis akan menimbulkan distress yang berat bagi pasien. Ansietas
merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon
autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu);
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan
isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Ackley & Ladwig,
2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Pasien gangguan kardiovaskular
mengalami ansietas berhubungan dengan: perubahan status kesehatan; stres;
ancaman kematian; ancaman status kesehatan; ancaman konsep diri; ancaman
status peran; dan kebutuhan yang tidak dipenuhi (Ackley & Ladwig, 2011;
Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Manifestasi ansietas ditunjukkan
dengan: gelisah; mengekspresikan kekhawatiran; agitasi; tampak waspada;
ketakutan; perasaan tidak adekuat; gugup; wajah tegang; tremor tangan; ragu;
bingung; dan berdebar-debar (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig &
Ackley, 2008). Pasien dengan penyakit jantung akan cenderung mengalami
ansietas. Selaras hasil penelitian Asyrofi (2013), bahwa pasien heart failure 20,5%
mengalami ansietas.

4.1.1.3 Perencanaan dan Implementasi Kasus Kelolaan Utama


Perencanan keperawatan dimulai dari memprioritaskan diagnosa keperawatan,
merencanakan tujuan dan hasil kemudian merencanakan intervensi yang tepat
dengan penerapan model konservasi untuk mencapai keutuhan (wholeness).

Hasil berdasarkan nursing outcomes classification (NOC) yang direncanakan pada


diagnosa penurunan curah jantung adalah: Cardiac pump effectivenes; circulation
status; cardiopulmonary status, dan menunjukkan curah jantung yang adekuat

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


98

dibuktikan: efektifitas pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan dan status
tanda vital yang adekuat. Intervensi yang dirancanakan merujuk nursing
intervention classification (NIC) adalah cardiac care dan dysrhytmia management
dengan segala aktifitas keperawatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood,
Froelicher, Motzer, & Bridges, 2010).

Cardiac care adalah pembatasan komplikasi yang dihasilkan dari


ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan pada dengan gejala
gangguan fungsi jantung (Bulechek et al., 2013). Dysrhytmia management adalah
mencegah mengenali kembali dan memfasilitasi pengobatan aritmia yang abnormal
(Bulechek et al., 2013). Tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi
konservasi integritas struktur dan energi pada pasien sehingga dapat
mempertahankan fungsi-fungsi kehidupan.

Diagnosa kerusakan pertukaran gas direncanakan hasil respiratory status gas


exchange (NOC) dengan intervensi acid-base management (NIC); oxygen therapy
(NIC); dan respiratory monitoring (NIC). Acid-base management adalah
mempromosikan keseimbangan asam basa pencegahan komplikasi yang dihasilkan
dari ketidakseimbangan asam-basa. (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008;
Wood et al., 2010). Oxygen therapy adalah pengelolaan dan memantau keefektifan
terapi oksigen (Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang
diimplementasikan bertujuan untuk memenuhi konservasi integritas struktur dan
energi.

Diagnosa kelebihan volume cairan hasil yang direncanakan adalah: fluid balance
(NOC) dengan mengimplementasikan fluid/electrolit management (NIC);
hypervolemia management (NIC); fluid monitoring (NIC); hemodynamic
regulation (NIC) (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010).
Fluid/electrolit management adalah pengaturan dan pencegahan komplikasi dari
perubahan kadar cairan dan elektrolit (Bulechek et al., 2013). Hypervolemia
management adalah penurunan volume cairan di intraseluler dan ekstraseluler dan
pencegahan komplikasi pada pasien yang terjadi overload cairan (Bulechek et al.,
2013). Hemodynamic regulation adalah pengoptimalan heart rate, preload,
Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


99

afterload, dan kontraktilitas (Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang


diimplementasikan bertujuan untuk memenuhi konservasi integritas struktur dan
energi.

Diagnosa keperawatan intoleran aktifitas direncanakan hasil untuk menunjukkan


peningkatan toleransi terhadap aktifitas dan ketahanan (NOC: activity tolerance;
endurance). Intervensi yang dilakukan yaitu energy management (Bulechek et al.,
2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Intervensi energy management
adalah pengaturan penggunaan energi untuk mengobati dan mencegah keletihan
dan mengoptimalkan fungsi (Bulechek et al., 2013). Tindakan keperawatan
dilakukan untuk memenuhi konservasi energi pasien sehingga dapat
mempertahankan aktifitas hidup sehari-hari.

Diagnosa keperawatan ansietas merencanakan hasil klien menunjukkan penurunan


ansietas, pengendalian terhadap ansietas (NOC: anxiety level) dengan
mengimplementasikan intervensi anxiety reduction (NIC); calming technique
(NIC); emotional suppot (NIC); relaxation therapy (NIC) (Bulechek et al., 2013;
Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Anxiety reduction adalah meminimalkan
yang berhubungan dengan ketakutan, firasat, atau kegelisahan dari sumber bahaya
yang tidak teridentifikasi (Bulechek et al., 2013). Calming technique adalah
penurunan ansietas pada pasien yang mengalami distres akut (Bulechek et al.,
2013). Emotional suppot adalah penyediaan jaminan penerimaan dan dorongan
selama masa stres (Bulechek et al., 2013). Relaxation therapy adalah menggunakan
teknik untuk mendorong dan menimbulkan relaksasi untuk tujuan menurunkan
tanda-gejala seperti nyeri, ketegangan otot, dan kecemasan yang tidak diinginkan
(Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan bertujuan
untuk memenuhi konservasi integritas personal.

4.1.1.4 Evaluasi Kasus Kelolaan Utama


Evaluasi keperawatan diperlukan untuk menilai hasil asuhan yang telah dilakukan.
Hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan selama lima hari dengan
penerapan model konservasi Levine adalah sebagai berikut. Diagnosa penurunan
curah jantung mengalami peningkatan setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 5 hari dengan ditandai systolic blood pressure, diastolic blood pressure,
Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


100

mean arterial pressure dalam rentang normal. Pencapaian hasil pada diagnosa
penurunan curah jantung memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi
energi dan konservasi integritas struktur.

Diagnosa kerusakan pertukaran gas mengalami perbaikan setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama 5 hari dengan ditandai dengan RR 20 kali/menit, pola
napas reguler, tidak ditemukan bunyi napas tambahan, dan nilai-nilai GDA dalam
rentang normal. Pencapaian hasil pada diagnosa kerusakan pertukaran gas
memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi
integritas struktur.

Diagnosa kelebihan volume cairan dapat diatasi dengan ditandai balance cairan
normal (0), tidak ditemukan edema ekstremitas, tidak ditemukan bunyi napas
tambahan paru crackles. Pencapaian hasil pada diagnosa kelebihan volume cairan
memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi
integritas struktur. Diagnosa intoleransi aktifitas menunjukkan hasil peningkatan
toleransi aktifitas ditandai: saturasi oksigen saat aktifitas 100%; frekuensi nadi saat
aktifitas 92/menit; frekuensi pernapasan saat aktifitas 22/menit; bernapas mudah
saat aktifitas; temuan elektrokardiogram saat aktifitas; warna kulit tidak pucat.
Pencapaian hasil pada diagnosa intoleransi aktifitas memberikan kontribusi pada
pencapaian konservasi energi. Diagnosa ansietas mengalami penurunan ansietas
yang ditandai dengan tampak lebih rileks, tidak tegang, HR stabil. Pencapaian
diagnosa ansietas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi.

4.1.2 Pengelolaan Asuhan pada Ke-30 pasien


4.1.2.1 Pengkajian pada ke-30 Pasien Kelolaan
Pengelolaan 30 kasus lainnya selain kasus utama dengan menerapkan model
konservasi Levine dan menggunakan pendekatan metodologi keperawatan (nursing
process) yang meliputi tahapan assesment, nursing diagnoses, planning,
implementation, dan evaluation.

Pengkajian keperawatan dilakukan dengan menerapkan kerangka model konservasi


Myra Estrin Levine yang meliputi 4 (empat) konservasi yaitu konservasi energi,
konservasi intgritas struktur, konservasi interitas personal, dan konsevasi integritas

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


101

sosial. Pengkajian konservasi energi pada 30 kasus kelolaan diperoleh data


ketidakmampuan mempertahankan energi yang dimanifestasikan dengan
kelamahan, nyeri, sesak napas, tanda vital yang tidak stabil, hemodinamik tidak
stabil, menampakkan performa yang lemah karena telah mengalami nyeri dada
akibat ischemia miocardial.

Pengkajian konservasi integritas struktur diperoleh data myocardial infarction,


heart failure, penyakit katup, penyakit vaskular, coronary artery disease (CAD),
pasca CABG, pasca bedah katup, aneurisma aorta, diseksi aorta, dan acute limb
ischemic. Integritas struktur jaringan/organ tubuh yang terganggu akan
menimbulkan terganggunya wholeness (keutuhan). Integritas struktur jantung,
paru, vaskular, ginjal, darah, dan cairan, yang terganggu tentu dapat menimbulkan
terganggunya konservasi energi yang merupakan sumber biologis vital untuk
mempertahankan kehidupan. Integritas personal dan integritas sosial yang
merupakan konservasi lanjut pada model konservasi Levine juga akan terancam
untuk tidak terjadi ketidakutuhan (unwholeness). Energi dan struktur yang
terganggu atau mengalami kerusakan akan mempengaruhi pertahanan keutuhan
aspek yang lain yaitu integritas personal dan sosial.

Intgritas personal klien menunjukkan emosi yang stressfull (cemas, sedih, takut)
merupakan situasi yang lazim terjadi pada pasien yang mengalami status kesehatan
anfaal atau memburuk. Dimensi psikologis pasien adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dengan status biofisiologis, dengan demikian kondisi biologis yang
terancam akan berpotensi menimbulkan stress psikologis.

Integritas sosial pasien menunjukkan hambatan dalam menjalankan peran sebagai


kepala keluarga dan anggota masyarakat. Peran sebagai kepala keluarga tentu
mengalami gangguan akibat kondisi energi yang menurun, integritas struktur yang
terganggu, dan integritas personal yang bermasalah.

Penerapaan model konservasi levine pada pasien dengan gangguan sistem


kardiovaskuler dapat mengidentifikasi fenomena kebutuhan pasien yang holistik.
Aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual dapat teridentifikasi pada keempat aspek
konservasi. Hasil pengkajian dengan penerapan model konservasi ini dapat

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


102

dilanjutkan dengan menarik hipokarya ilmiah akhir atau trophicognosis atau bisa
disebut juga diagnosa keperawatan yang merupakan pernyataan status kesehatan
dan kebutuhan pasien yang holistik.

4.1.2.2 Diagnosa Keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan


Diagnosa keperawatan merupakan fase kedua proses keperawatan yang perlu
ditagakkan. Diagnosa Keperawatan yang telah dirumuskan dari sumber data hasil
pengkajian sesuai dengan frekuensi terbanyak adalah sebagai berikut: 1) penurunan
curah jantung; 2) intoleransi aktifitas; 3) bersihan jalan napas tidak efektif; 4) nyeri;
5) ansietas; 6) risiko perdarahan; 7) gangguan pertukaran gas; 8) ketidakefektifan
ventilasi spontan; 9) hambatan religiositas; 10) kesiapan meningkatkan religiositas;
11) hambatan mobilitas fisik; 12) konstipasi; 13) risiko intoleransi aktifitas; 14)
kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri. Diagnosa keperawatan tersebut
perlu diidentifikasi sebagai landasan dalam merencanakan asuhan keperawatan
untuk mencapai hasil asuhan yang diharapkan yaitu terpenuhi empat konservasi
(Ackley & Ladwig, 2011; Black & Hawks, 2009).

Penurunan curah jantung disebabkan penurunan kontraktilitas merupakan akibat


dari kerusakan miocardial akibat obstruksi aliran koroner. Penurunan curah jantung
adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh (Herdman, 2012). Kondisi ini dapat mengancam
integritas struktur jantung yang dampak akhirnya akan menurunkan cardiac output
yang akan menurunkan suplai oksigen ke jaringan sehingga akan menghasilkan
metabolisme anaerob (Moser & Riegel, 2008; Price & Wilson, 2006; Theroux,
2011). Metabolisme anaerob akan menghasilkan sumber energi yang minimal
sehingga akan menghambat segala fungsi dan aktifitas kehidupan pasien (Price &
Wilson, 2006).

Intoleransi aktifitas dimanifestasikan dengan kelemahan pasien akibat


ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Intoleransi aktifitas adalah
ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjukan dan
menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang perlu dilakukan (Herdman,
2012). Integritas struktur jantung yang terganggu karena myocardial infarction dan
heart failure menjadikan penurunan cardiac output yang berdampak pada
Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


103

kurangnya suplai oksigen jaringan dan seluler sehingga mengakibatkan


metabolisme tidak optimal yang akan menghasilkan kekurangan energi. Temuan
diagnosa keperawatan ini sesuai dengan hasil penelitian Wilson and McMillan
(2013), bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Pasien
heart failure sebanyak 38,6% menunjukkan manajemen energi yang kurang baik
(Asyrofi, 2013).

Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan


sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan napas yang
bersih (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan: 1) infeksi; 2) disfungsi
neuromuscular; 3) hyperplasia dinding bronkus; 4) alergi jalan nafas; 5) asma; 6)
trauma; 7) Obstruksi jalan nafas; 8) spasme jalan nafas; 9) sekresi tertahan; 10)
penumpukan sekret; 11) adanya benda asing di jalan nafas; 12) adanya jalan nafas
buatan; 13) sekresi bronkus; 14) adanya eksudat di alveolus (Ackley & Ladwig,
2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012;
Ladwig & Ackley, 2008). Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, fisik,
psikologis, dan zat kimia. Agen cedera biologis dapat berupa: ischemia; injury;
infark; inflamasi; infeksi; luka; trauma jaringan; dan pembedahan. Agen cedera
fisik dapat berbentuk: paparan panas; listrik; dingin; dan trauma atau benturan.
Nyeri yang terjadi pada pasien gangguan kardiovaskular ini terkait dengan agen
cedera biologis termasuk: ischemia, injury, infark miokardium, trauma
pembedahan CABG, dan pembedahan katup. Batasan karakteristik nyeri adalah
sebagai berikut: perubahan tekanan darah; perubahan frekuensi jantung; perubahan
frekuensi pernapasan; diaforesis; gelisah; merengek; merintih; menangis; waspada;
sikap melindungi area nyeri; fokus menyempit; dilatasi pupil; melaporkan nyeri

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


104

secara verbal; gangguan tidur; dan perubahan selera makan (Ackley & Ladwig,
2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).

Ansietas merupakan wujud dari ketidakampuan mempertahankan integritas


personal akibat terganggunya integritas struktur yaitu penyakit jantung. Ancaman
status biofisiologis akan menimbulkan distress yang berat bagi pasien. Ansietas
merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon
autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu);
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan
isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Ackley & Ladwig,
2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Pasien gangguan kardiovaskular
mengalami ansietas berhubungan dengan: perubahan status kesehatan; stres;
ancaman kematian; ancaman status kesehatan; ancaman konsep diri; ancaman
status peran; dan kebutuhan yang tidak dipenuhi (Ackley & Ladwig, 2011;
Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Manifestasi ansietas ditunjukkan
dengan: gelisah; mengekspresikan kekhawatiran; agitasi; tampak waspada;
ketakutan; perasaan tidak adekuat; gugup; wajah tegang; tremor tangan; ragu;
bingung; dan berdebar-debar (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig &
Ackley, 2008).

Risiko perdarahan adalah kondisi yang berisiko mengalami penurunan volume


darah yang dapat mengganggu kesehatan (Herdman, 2012). Faktor risiko
perdarahan pada pasien kelolaan adalah sebagai berikut: aneurisma; koagulopati
intravaskular diseminata; trauma; efek samping pembedahan; efek samping
pemberian obat (Herdman, 2012). Risiko perdarahan adalah masalah esensial pada
pasien pasca bedah jantung dan pasien dengan terapi trombolitik dan antikoagulan.

Gangguan pertukaran gas terjadi oleh karena perubahan membran kapiler alveolar
akibat akumulasi cairan pada vaskular paru sekunder karena heart failure.
Pertukaran gas membutuhkan syarat keseimbangan antara ventilasi dan perfusi
serta normalitas membran kapiler alveolar. Kondisi heart failure menimbulkan
perfusi paru yang tidak adekuat ditambah kondisi membran kapiler alveolar yang

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


105

tidak mendukung difusi pertukaran gas. Kondisi ketidakseimbangan ventilasi


perfusi, maka akan terjadi gangguan pertukaran gas.

Gangguan ventilasi spontan adalah penurunan cadangan energi yang


mengakibatkan ketidakmampuan individu untuk mempertahankan pernapasan yang
adekuat untuk menyokong kehidupan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012;
Ladwig & Ackley, 2008). Faktor yang berhubungan dengan gangguan ventilasi
spontan adalah metabolik dan keletihan otot pernapasan (Ackley & Ladwig, 2011;
Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Pasien kelolaan mengalami diagnosa ini
oleh karena kondisi pasca pembedahan jantung yang telah menjalani anestesi
general yang menimbulkan kelemahan otot pernapasan dan membutuhkan
dukungan ventilator.

Hambatan religositas adalah gangguan kemampuan untuk melatih kebergantungan


pada keyakinan dan/atau berpartisipasi dalam ritual tradisi kepercayaan tertentu.
Pasien gangguan kardiovaskular ini mengalami hambatan religiositas berhubungan
dengan penuaan; krisis kehidupan; nyeri; ansietas; kendala kultural untuk
mempraktikkan agama; kendala lingkungan untuk mempraktikkan budaya; dan
krisis personal (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).

Kesiapan meningkatkkan religiositas adalah kemampuan untuk meningkatkan


kebergantungan pada keyakinan agama dan/atau berpartisipasi dalam ritual tradisi
kepercayaan tertentu (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley,
2008). Pasien kelolaan ini mengalami peningkatan spiritual oleh karena pasien
adalah orang yang memiliki nilai dan praktik spiritual yang tinggi, dan pada kondisi
sakit pasien meyakini membutuhkan sumber kekuatan tertinggi sebagai penolong
semua kesulitan di alam ini. Karakteristik pasien yang mengalami kesiapan
meningkatkan religiositas adalah: mengungkapkan keinginan untuk memperkuat
pola keyakinan agama yang dahulu memberikan ketenangan; meminta pertemuan
dengan fasilitator keagamaan; meminta materi keagamaan; dan meminta
pengampunan (Herdman, 2012).

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan gerakan fisik tubuh pada satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri atau terarah (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman,

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


106

2012; Ladwig & Ackley, 2008). Faktor yang berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik pada pasien kelolaan adalah: intoleransi aktifitas; fisik tidak bugar;
penurunan ketahanan tubuh; penurunan kekuatan otot; perubahan metabolisme
seluler; keterbatasan ketahanan kardiovaskular; nyeri; keengganan mulai
pergerakan; dan kurang pengetahuan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012;
Ladwig & Ackley, 2008). Hambatan mobilitas fisik merupakan masalah penting
pada pasien gangguan kardiovaskular pasca pembedahan yang perlu mendapatkan
intervensi keperawatan yang tepat.

Konstipasi adalah penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran feses tidak lengkap atau pengeluaran feses yang keras,
dan kering (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).
Faktor yang berhubungan dengan konstipasi pada pasien dengan gangguan
kardiovaskular adalah: kurang aktifitas fisik; perubahan lingkungan saat dirawat;
perubahan pola makan; kebiasaan defekasi tidak teratur; dan ketidakadekuatan
toileting (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).

Risiko intoleransi aktifitas adalah kondisi pasien yang berisiko mengalami


ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan. Pasien kelolaan mengalami risiko intoleransi aktifitas berhubungan
dengan: masalah sirkulasi; status fisik kurang bugar; riwayat intoleransi aktifitas
sebelumnya; tidak berpengalaman dengan suatu aktifitas; dan masalah pernapasan
(Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).

Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri adalah suatu pola pengaturan


dan pengintegrasian ke dalam kehidupan sehari-hari suatu regimen terapeutik untuk
pengobatan penyakit dan sekuelnya yang cukup untuk memenuhi tujuan terkait
kesehatan dan dapat ditingkatkan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012;
Ladwig & Ackley, 2008). Beberapa pasien kelolaan memiliki diagnosa
kesejahteraan ini ditunjukkan dengan karakteristik sebagai berikut:
mengekspresikan keinginan untuk mengelola penyakitnya secara baik;
mengekspresikan sedikit kesulitan dengan regimen yang diterapkan; dan pilihan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


107

hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi kebutuhan pengobatan (Ackley & Ladwig,
2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).

4.1.2.3 Perencanaan dan Implementasi pada ke-30 Pasien Kelolaan


Perencanan keperawatan dimulai dari memprioritaskan diagnosa keperawatan,
merencanakan tujuan dan hasil kemudian merencanakan intervensi yang tepat
dengan penerapan model konservasi untuk mencapai keutuhan (wholeness).

Hasil yang akan dicapai pada diagnosa penurunan curah jantung adalah: Cardiac
pump effectivenes (NOC); circulation status (NOC); cardiopulmonary status
(NOC), dan menunjukkan curah jantung yang adekuat dibuktikan: efektifitas
pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan dan status tanda vital yang adekuat.
Intervensi yang dilakukan adalah cardiac care (NIC) dan dysrhytmia management
(NIC) dengan segala aktifitas keperawatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Cardiac care
adalah pembatasan komplikasi yang dihasilkan dari ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan pada dengan gejala gangguan fungsi jantung
(Bulechek et al., 2013). Dysrhytmia management adalah mencegah mengenali
kembali dan memfasilitasi pengobatan aritmia yang abnormal (Bulechek et al.,
2013). Tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi konservasi integritas
struktur dan energi pada pasien sehingga dapat mempertahankan fungsi-fungsi
kehidupan.

Hasil yang akan dicapai pada diagnosa intoleran aktivitas adalah menunjukkan
peningkatan toleransi terhadap aktifitas dan ketahanan (NOC) activity tolerance
dengan intervensi endurance (NOC). Intervensi yang dilakukan yaitu energy
management (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010).
Intervensi energy management adalah pengaturan penggunaan energi untuk
mengobati dan mencegah keletihan dan mengoptimalkan fungsi (Bulechek et al.,
2013). Tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi konservasi energi pasien
sehingga dapat mempertahankan aktifitas hidup sehari-hari.

Hasil yang akan dicapai dan intervensi yang dilakukan pada diagnosa kerusakan
pertukaran gas sebagai berikut: respiratory status gas exchange (NOC) dengan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


108

intervensi acid-base management (NIC); oxygen therapy (NIC); dan respiratory


monitoring (NIC). Acid-base management adalah emmpromosikan keseimbangan
asam basa pencegahan komplikasi yang dihasilkan dari ketidakseimbangan asam-
basa. (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Oxygen
therapy adalah pengelolaan dan memantau keefktifan terapi oksigen (Bulechek et
al., 2013). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan bertujuan untuk
memenuhi konservasi integritas struktur dan energi.

Hasil yang akan dicapai pada diagnosa ansietas adalah klien menunjukkan
penurunan ansietas, pengendalian terhadap ansietas (NOC: anxiety level) dengan
mengimplementasikan intervensi anxiety reduction (NIC); calming technique
(NIC); emotional suppot (NIC); relaxation therapy (NIC) (Bulechek et al., 2013;
Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Anxiety reduction adalah meminimalkan
yang berhubungan dengan ketakutan, firasat, atau kegelisahan dari sumber bahaya
yang tidak teridentifikasi (Bulechek et al., 2013). Calming technique adalah
penurunan ansietas pada pasien yang mengalami distres akut (Bulechek et al.,
2013). Emotional suppot adalah penyediaan jaminan penerimaan dan dorongan
selama masa stres (Bulechek et al., 2013). Relaxation therapy adalah menggunakan
teknik untuk mendorong dan menimbulkan relaksasi untuk tujuan menurunkan
tanda-gejala seperti nyeri, ketegangan otot, dan kecemasan yang tidak diinginkan
(Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan bertujuan
untuk memenuhi konservasi integritas personal.

Diagnosa risiko perdarahan dilakukan intervensi sebagai berikut: memonitor tanda


dan gejala perdarahan; melindungi pasien dari trauma yang menyebabkan
perdarahan; mengkaji area incisi dari tanda perdarahan; mencatat karakterisitik
drainase; mempertahankan kepatenan selang drainase; melindungi selang WSD
untuk mencegah tekanan; mencatat jumlah, warna drainase setiap jam. Intervensi
keperawatan tersebut dilakukan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko
perdarahan. Pemantauan tanda dan gejala perdarahan secara kontinyu sangat
penting untuk dilakukan oleh perawat (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, &
Harding, 2014; Smeltzer et al., 2010).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


109

Diagnosa gangguan ventilasi spontan dilakukan intervensi keperawatan sebagai


berikut: 1) melakukan penghisapan sekret secara periodik; 2) memastikan alarm
ventilator dalam keadaan hidup; 3) memantau kepatenan setting ventilator; 4)
memantau monitor ventilator secara rutin; 5) memeriksa kesiapan pasien untuk
weaning (hemodinamik stabil); 6) mengatur posisi pasien semifowler untuk
mengoptimalkan diafragma; 7) melakukan percobaan proses weaning; 8)
mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks; 9) melakukan ekstubasi
setelah sebelumnya melakukan suctioning; 10) memberikan oksigen 8 liter/menit;
11) melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif. Intervensi
keperawatan tersebut perlu dilakukan secara terstruktur, cermat dan tepat untuk
menghasilkan tujuan yang diharapkan yaitu ventilasi spontan (Lewis et al., 2014;
Smeltzer et al., 2010)

Diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif dilakukan intervensi keperawatan


sebagai berikut: 1) memberikan oksigen 8 liter/menit; 2) melatih pasien melakukan
napas dalam dan batuk efektif; 3) melakukan penghisapan sekret secara periodik;
4) memantau irama jantung; 5) melakukan auskultasi bunyi paru. Intervensi
keperawatan ini bertujuan mempertahankan kepatenan jalan napas. Jalan napas
menjadi prioritas dalam dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pasien (Lewis
et al., 2014; Smeltzer et al., 2010; Taylor et al., 2011).

Diagnosa nyeri dilakukan intervensi keperawatan sebagai berikut: 1) Mengkaji


nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi,
kualitas, intensitas dan faktor presipitasi; 2) mengobervasi repson non verbal pasien
yang menunjukkan ketidaknyamanan; 3) memberikan informasi tentang penyebab
nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri dengan teknik
manajemen nyeri non farmakologis; 4) mengajarkan penggunaan teknik
menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan
sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul; 5) mengadmisitrasikan pemberian obat
analgetik; 6) memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik. Intervensi
keperawatan terhadap nyeri merupakan tindakan yang sangat penting untuk segera
dilaksanakan. Nyeri merupakan masalah yang harus segera diatasi. Pasien tidak

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


110

boleh dibiarkan mengalami nyeri yang berkepanjangan karena nyeri merupakan


respon yang sangat menyiksa dan pasien.

Diagnosa hambatan mobilitas fisik dilakukan intervensi sebagai berikut: 1)


berkolaborasi dengan terapis fisik, okupasi dan atau rekreasi dalam merencanakan
dan memantau program kegiatan yang sesuai; 2) membantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam level kegiatan; 3) menginstruksikan
pasien/keluarga bagaimana melakukan keinginan atau kegiatan yang diresepkan; 4)
merujuk program kegiatan rehabilitasi pasca bedah jantung; 5) memberikan
reinforcement positif atas partisipasi dalam kegiatan; 6) membantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri penguatan; 7) memantau respon emosi, fisik, sosial,
dan spiritual untuk beraktifitas; 8) membantu pasien/keluarga untuk memantau
kemajuan menuju pencapaian tujuan sendiri; 9) mengevaluasi motivasi dan
keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas; 10) mengajarkan dan promosikan
latihan fisik kekuatan; ambulasi; keseimbangan; mobilitas sendi; pengaturan posisi;
11) mengajarkan dan bantu perawatan diri berpindah. Intervensi untuk
meningkatkan mobilitas fisik sangat penting untuk dilakukan terutama pada pasien
pasca pembedahan jantung. Mobilisasi dini akan sangat menguntungkan status
kesehatan pasien dengan mekanisme meningkatkan sirkulasi darah; meningkatkan
fungsi pernapasan, fungsi pencernaan, mencegah komplikasi akibat bedrest (Lewis
et al., 2014; Smeltzer et al., 2010).

Diagnosa hambatan religiositas dilakukan sebagai berikut: 1) meningkatnya status


kenyamanan psikospiritual; 2) mengakhiri kehidupan secara bermartabat; 3)
meningkatnya harapan; 4) meningkatnya penyesuaian psikososial: perubahan
hidup; 5) meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan yang dilakukan
sebagai berikut: 1) Informasikan pasien/keluarga mengenai sumber keagamaan
yang tersedia di institusi; 2) Informasikan pasien mengenai buku dan artikel
keagamaan yang tersedia; 3) Rujuk ke pemuka agama atau penasehat spiritual; 4)
menawarkan dukungan doa secara individu atau bersama bila perlu; 5) berdoa
bersama pasien jika diminta untuk melakukannya; 6) menggunakan komunikasi
terapeutik untuk membina rasa percaya; 7) memfasilitasi pemanfaatan ritual

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


111

keagamaan pasien; 8) menyediakan privasi dan ketenangan untuk berdoa dan ritual
keagamaan lainnya; 9) menunjukkan sikap menerima dan tidak menghakimi
mengenai ritual keagamaan pasien. Intervensi untuk mengelola hambatan
religiositas pada pasien gangguan kardiovaskuler merupakan bentuk pelayanan
keperawatan yang komprehensif dan holistik. Religiositas merupakan bagian dari
asuhan spiritual yang sangat diperlukan oleh pasien. Spiritualitas merupakan
keyakinan adanya sumber kekuatan tertinggi yang dapat membantu menyelesaikan
semua persoalan pasien (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010).
Perawat perlu memfasilitasi pelayanan spiritual tersebut.

Diagnosa kesiapan meningkatkan religiositas dilakukan intervensi sebagai berikut:


meningkatnya harapan; meningkatnya kesejahteraan individu; meningkatnya
kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai berikut: 1)
Fasilitasi perkembangan spiritual (NIC) meliputi: mengoordinasikan atau berikan
pelayanan penyembuhan, perkumpulan, meditasi, atau berdoa di tempat perawatan
atau tempat lain; memberikan video atau audio tape dari pelayanan religius sesuai
ketersediaan; dan merujuk kepada penasehat sipiritual sesuai pilihan pasien; 2)
Peningkatan ritual keagamaan dan dukungan spiritual (NIC) meliputi:
mengidentifikasi perhatian pasien mengenai ekspresi keagamaan; mendorong
penggunaan dan partisipasi dalam ritual keagamaan atau praktik yang tidak
merugikan kesehatan; mendorong perencanaan ritual dan partisipasi yang sesuai;
mendorong kehadiran pada acara ritual yang sesuai; mendorong diskusi tentang
perhatian religi; mendengarkan dan kembangkan waktu untuk berdoa dan
beribadah; melakukan pengobatan individu dengan rasa hormat bermartabat. Pasien
yang sudah menunjukkan kesiapan meningkatkan religiositas merupakan status
sejahtera yang perlu difasilitasi oleh perawat agar mampu mempertahankan status
religiositasnya hingga akan mencapai kesejahteraan spiritual (Barnum, 2006;
Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010). Kesejahteraan spiritual adalah capaian
asuhan spiritual yang dicita-citakan oleh perawat untuk mewujudkan wholeness.

Diagnosa Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri dilakukan intervensi


sebagai berikut: 1) Teaching prescribed exercise (NIC): Mengajarkan pasien
tentang latihan yang diresepkan; 2) Teaching prescribed diet (NIC): mengajarkan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


112

pasien diet yang telah diresepkan; 3) Teaching procedure/treatment (NIC):


mengajarkan pasien prosedur pengobatan yang harus dilaksanakan. Intervensi
untuk meningkatkan manajemen kesehatan diri diperlukan untuk semakin
meningkatkan status kesehatan pasien terkait dengan upaya-upaya perawatan
mandiri di rumah sakit dan rumah. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan
diri adalah kondisi sejahtera yang perlu difasilitasi oleh perawat agar semakin
mencapai pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik untuk mencapai keutuhan.

4.1.2.4 Evaluasi pada ke-30 Pasien Kelolaan


Evaluasi keperawatan diperlukan untuk menilai hasil asuhan yang telah dilakukan.
Evaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan selama satu sampai
lima hari dengan penerapan model konservasi Levine. Diagnosa keperawatan yang
termasuk domain konservasi energi dan konservasi integritas struktur, yaitu
penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri, gangguan pertukaran gas,
bersihan jalan napas tidak efektif, hambatan mobilitas fisik, gangguan ventilasi
spontan, risiko perdarahan; risiko intoleransi aktifitas; kesiapan meningkatkan
manajemen kesehatan diri sebagian besar dapat dikelola dengan optimal dan
menunjukkan terpenuhinya kebutuhan pasien. Diagnosa keperawatan yang
termasuk domain konservasi integritas personal dan integritas sosial yaitu ansietas,
hambatan religiositas dapat dikelola dengan baik, dan kesiapan meningkatkan
religiositas dapat difasilitasi dengan baik. Intevensi keperawatan pada setiap
diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan tersebut tetap dilanjutkan dan
difasilitasi untuk mendukung adaptasi dan konservasi pada pasien setelah menjalani
perawatan di rumah sakit atau untuk persiapan pemulangan pasien.

4.2 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Konservasi Levine


Asuhan keperawatan pasien gangguan sistem kardiovaskular dengan penerapan
model konservasi Levine mampu mengidentifikasi kebutuhan pasien yang meliputi
4 (empat) model konservasi yaitu: konservasi energi; konservasi integritas struktur;
konservasi integritas personal; dan konservasi integritas sosial. Pasien ganguan
sistem kardiovaskular cenderung mengalami gangguan dan hambatan dalam
pencapaian konservasi tersebut. Penerapan model konservasi Levine pada asuhan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


113

keperawatan dengan kondisi tersebut sangat tepat karena sinkron dengan fenomena
dan kebutuhan pasien dengan gangguan kardiovaskular yang mengalami gangguan
integritas struktur, misalnya: myocardial infarction, atherosclerosis, trombotic,
heart failure, vascular disease, dan pembedahan jantung. Gangguan integritas
struktur tersebut akan berdampak terhadap energi, integritas personal, dan integritas
sosial yang perlu untuk dipertahankan.

4.3 Evidence-Based Nursing Practice Posisi Lateral vs Posisi Supine pasca


CABG
Pelaksanaan EBNP posisi lateral vs posisi supine untuk melihat efek hemodinamik
yang meliputi: HR, SBP, DBP, MAP, SpO2, CVP, RR, temperature. Penerapan
posisi lateral vs posisi supine pasca CABG di ruang ICU menunjukkan hasil bahwa
posisi lateral mulai 2 jam pasca CABG tidak menimbulkan perburukan
hemodinamik pasien Pemberian posisi supine yang merupakan posisi yang
biasanya dilakukan pada pasien pasca CABG sebagai komparasi juga menghasilkan
parameter hemodinamik yang stabil pula. Pemberian posisi lateral mulai 2 jam
pasca CABG dan posisi supine disimpulkan tidak terjadi perbedaan hemodinamik
yang signifikan.

Posisi lateral yang tepat pada pasien pasca pembedahan sangat diperlukan.
Pengaturan posisi merupakan salah bentuk intervensi keperawatan yang bertujuan
untuk mendukung perfusi, kerja pernapasan, mencegah cedera jaringan,
mendukung kerja pencernaan, mendukung fungsi muskulo skeletal (Black &
Hawks, 2009; Ignatavicius & Workman, 2012). Pengaturan posisi pasca bedah
CABG merupakan salah satu bentuk ambulasi dini yang dapat mendukung proses
penyembuhan dan tidak berdampak terhadap perburukan hemodinamik (de Laat et
al., 2007).

Parameter hemodinamik heart rate (HR) pada pasien kelompok posisi supine dan
posisi lateral menunjukkan rerata HR dalam rentang normal (supine 95/menit; dan
lateral 79/menit). Perubahan posisi baring pasca bedah CABG sebagian besar
pengukuran tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara posisi supine dan
lateral. Pengukuran HR ke-1 dan ke-2 yang menunjukkan perbedaan signifikan.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


114

Pengukuran HR ke-1 dilakukan pada menit ke-115sejak masuk ICU dan kondisi
pasien belum dilakukan manipulasi apapun. Pengukuran HR ke-2 dilakukan pada
menit ke-150 (posisi lateral berlangsung selama 30 menit), meskipun berbeda
signifikan namun HR keduanya masih berada dalam rentang normal (supine
97/menit dan lateral 75/menit).

Perubahan posisi pada pasien pasca CABG dapat menjadi faktor pencetus nyeri.
Gerakan jaringan dan organ tubuh dapat menimbulkan tegangan/tarikan pada area
sternotomi dan luka pada area tungkai yang dapat menstimulasi nyeri. Nyeri pada
pasien pasca CABG merupakan stressor biologis yang tentu akan mempengaruhi
fluktuasi parameter hemodinamik, diantaranya adalah HR (Darovic, 2002; Hardin
& Kaplow, 2009). Pemantauan HR pada pasien pasca CABG merupakan intervensi
keperawatan yang vital.

Systolic blood pressure (SBP) pada kelima pengukuran sebagian besar tidak
menunjukkan perbedaan signifikan pada kedua kelompok. Perbedaan ditemukan
pada pengukuran SBP ke-2 dan pengukuran SBP ke-5, namun nilai SBP kedua
kelompok tersebut masih berada dalam rentang normal (P1 S=122, L=147; P2
S=120, L=145). Peningkatan SBP pasca bedah merupakan respon stres biologis
akibat kerusakan jaringan akibat manipulasi pembedahan (Darovic, 2002; Hardin
& Kaplow, 2009).

Nilai diastolic blood pressure (DBP) pada lima pengukuran kedua kelompok
sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan. Hanya pada pengukuran DBP ke-2
terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok (S=62; L=77), namun nilai
parameter DBP tersebut masih berada dalam rentang normal. Tekanan darah
diastolik juga dapat berfluktuasi akibat stres biologis yang dialami pasien pasca
bedah CABG (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009).

Nilai mean arterial pressure (MAP) pada lima pengukuran kedua kelompok
sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan. Hanya pada pengukuran MAP ke-2
terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok (S=82; L=101), namun nilai
MAP tersebut masih berada dalam rentang normal. MAP juga dapat berfluktuasi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


115

seiring dengan fluktuasi SBP dan DBP yang diakibatkan stres biologis yang dialami
pasien pasca bedah CABG (Hardin & Kaplow, 2009).

Nilai saturasi oksigen (SpO2) pada lima pengukuran kedua kelompok tidak
menunjukkan perbedaan dan berada dalam kisaran normal (S=100, L=99,3). Nilai
SpO2 juga dapat berfluktuasi seiring dengan fluktuasi kerja pernapasan dan tekanan
darah yang diakibatkan stres biologis yang dialami pasien pasca bedah CABG.

Nilai central venous pressure (CVP) pada kedua kelompok tidak menunjukkan
perbedaan dan keduanya berada dalam kisaran normal (S=8,6; L=9,2). Tekanan
vena sentral merupakan indikator status preload (volume) yang akan mempengaruhi
cardiac output (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009). Nilai CVP yang berada
dalam kisaran normal menunjukkan status preload yang stabil dapat dipertahankan.
Nilai RR pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dan
keduanya berada dalam kisaran normal (S=15; L=16). Resporatory rate merupakan
indikator fungsi pernapasan yang menunjukkan ada dan tidaknya gangguan
pernapasan. Pasien pasca bedah jantung terpasag ventilasi mekanik untuk
mendukung fungsi pernapasannya.

Nilai temperature pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang


signifikan, dan keduanya berada dalam rentang normal (S36,1; L=35). Temperature
merupakan indikator panas hasil metabolisme tubuh yang didukung oleh fungsi
kardiorespirasi yang adekuat. Temperature yang normal menunjukkan fungsi
kardiorespirasi yang adekuat (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009).

4.4 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Posisi Lateral 30o Pasien Pasca
CABG
Penerapan posisi lateral pada pasien pasca CABG bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan ambulasi dini pasca bedah. Pelaksanaan posisi lateral pada pasien pasca
CABG tidak terlalu menyulitkan dan tidak membutuhkan peralatan yang sulit.
Pemberian posisi lateral pasca CABG terbukti menunjukkan nilai hemodinamik
yang berada dalam rentang normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


116

cardiac output. Ambulasi dini dengan posisi lateral 30o dapat direkomendasikan
pada pasien pasca bedah CABG untuk mendukung proses penyembuhan.

4.5 Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan


Pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan format spiritual tersebut
diterapkan pada pasien dengan kriteria memiliki kesadaran composmentis dan
mampu berkomunikasi verbal. Sejumlah sembilan pasien dengan kriteria tersebut
diatas dilakukan asuhan spiritual dengan pendekatan motodologi keperawatan yang
diawali pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi secara sistematis, siklik, dan dinamis dengan tujuan pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien.

Kegiatan lain guna mendukung proyek inovasi ini dilakukan pengukuran sikap dan
praktik perawat dalam pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan
instrumen kuesioner. Hasil pengukuran sikap dan praktik perawat terkait asuhan
spiritual adalah sebagai berikut.

Sikap perawat dalam asuhan spiritual oleh di unit ICVCU menunjukkan sebagian
besar adalah baik yaitu 64,3% dari tiga kategori. Sebagian kecil yaitu 35,7%
perawat memiliki sikap yang cukup dalam asuhan spiritual di unit perawatan
intensif. Tidak satupun perawat yang memiliki sikap kurang baik dalam asuhan
spiritual. Praktik asuhan spiritual oleh perawat di unit ICVCU menunjukkan
sebagian besar adalah Cukup yaitu 66,7% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang).
Sebagian kecil praktik asuhan spiritual perawat adalah Baik yaitu 33,3%. Tidak
satupun perawat di unit perawatan intensif melakukan praktik yang kurang baik
dalam asuhan spiritual. Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut.

Asuhan spiritual adalah bagian dari asuhan keperawatan secara komprehensif yang
memandang manusia sebagai mahluk holistik (bio psiko sosio kultural spiritual)
yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Asuhan spiritual dalam keperawatan
dilaksanakan dengan mengkaji segala kebutuhan spiritual pasien yang meliputi:
dimensi ketuhanan; sumber harapan dan kekuatan; praktik ritual keagamaan;
hubungan keyakinan spiritual dan kesehatan; makna dan tujuan; cinta hubungan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


117

dan harga diri, takut dan kecemasan; dan kemarahan. Asuhan spiritual dalam
keperawatan pada pasien dengan kondisi kritis di unit perawatan intensif sangat
mendukung stabilitas psikospiritual pasien.

Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau masyarakat


yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat
memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam
kondisi optimal. Sebagai seorang manusia, klien memiliki beberapa peran dan
fungsi seperti sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan.
Berdasarkan hakikat tersebut, maka keperawatan memandang manusia sebagai
mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis,
kultural dan spiritual.

Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas
akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut
dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper, 2012). Tiap bagian dari
individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian
tersebut sejahtera.

Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan


bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau
holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural
tetapi juga kebutuhan spiritual klien. Sehingga, pada nantinya klien akan dapat
merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus pada fisik maupun psikologis
saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah
suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu secara keseluruhan, yang
ditandai oleh makna dan harapan. Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam
kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari seorang
perawat sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada klien (Carron & Cumbie, 2011).

Pasien dengan masalah kesehatan kardiovaskular mengasumsikan bahwa dirinya


mengalami situasi krisis yang sangat memberikan dampak terhadap dimensi psiko

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


118

spiritualnya. Pengkajian keperawatan spiritual merupakan salah satu dimensi


holistik dalam keperawanan yang sangat diperlukan untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien yang selanjutnya akan dilakukan intervensi spiritual untuk
memenuhi kebutuhan dasar pasien.

4.6 Refleksi dan Rekomendasi Inovasi Asuhan Spiritual


Asuhan spiritual pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular sangat
diperlukan untuk memenuhi keutuhan pasien sebagai manusia makhluk yang lemah
yang membutuhkan sumber pertolongan dari kekuatan tertinggi. Asuhan spiritual
tidak menyita waktu yang besar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pasien.
Asuhan spiritual tidaklah menyulitkan untuk dilaksanakan dipelayanan
keperawatan. Perawat perlu ditumbuhkan perilaku caring nya secara terus-menerus
agar membentuk karakter yang utuh sebagai perawat. Perilaku caring yang sudah
terbentuk secara adekuat akan mampu untuk mendukung pelaksanaan asuhan
spiritual dalam keperawatan.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


BAB 5
SIMPULAN SARAN

5.1 Simpulan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler dengan
penerapan model konservasi Levine dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan telah dilakukan pada 1 kasus utama dan 30 kasus lainnya. Penerapan
model konservasi levine dalam asuhan keperawatan pasien kardiovaskular adalah
bertujuan mencapai keutuhan dan adaptasi dengan mengupayakan empat
konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi
integritas personal, dan konservasi integritas sosial.

Penerapan model konservasi levine dalam asuhan keperawatan kardiovaskuler


menemukan keselarasan dengan fenomena dan kebutuhan kesehatan pasien. Pasien
dengan gangguan kardiovaskuler perlu dilakukan intervensi untuk mendukung
konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan
konservasi integritas sosial sehingga diharapkan dapat mempertahankan dan
meningkatkan status kesehatannya.

Pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (EBNP) posisi lateral 2 jam
vs posisi supine pada pasien pasca CABG diruang ICU menunjukkan tidak adanya
perbedaan status hemodinamik yang merugikan pasien. Posisi lateral 2 jam pasca
CABG yang selama ini diasumsikan akan memperburuk hemodinamik ternyata
tidak terbukti, sehingga posisi ini dapat diterapkan untuk pasien pasca CABG untuk
memenuhi ambulasi dini.

Asuhan spiritual adalah elemen dari asuhan keperawatan yang tidak dapat
ditinggalkan. Pasien gangguan kardioavaskular menunjukkan kondisi kritis yang
mengancam kehidupan yang tentunya sangat membutuhkan kekuatan tertinggi
(dimensi spiritual). Optimalisasi asuhan spiritual pada pasien gangguan
ardiovaskular dapat diwujudkan dengan telah terfasilitasi instrumen asuhan

119 Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


120

spiritual yang berupa format pengkajian spiritual dan format rencana asuhan
spiritual beserta panduannya.

5.2 Saran
Peningkatan kompetensi penerapan model konservasi levine pada asuhan
keperawatan gangguan kardiovaskular sangat diperlukan untuk mendukung
keberhasilan asuhan keperawatan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan
evaluasi.

Posisi lateral 30 derajat pasca CABG terbukti tidak mempuruk hemodinamik


pasien, sehingga intervensi dapat diterapkan pada pasien pasca CABG untuk
memenuhi kebutuhan ambulasi dini dengan tujuan meningkatkan proses
penyembuhan dan pemulihan.

Pasien gangguan kardioavaskular menunjukkan kondisi kritis yang mengancam


kehidupan yang tentunya sangat membutuhkan sumber kekuatan tertinggi (dimensi
spiritual) untuk menolong dirinya. Optimalisasi asuhan spiritual pada pasien
gangguan kardiovaskular perlu diwujudkan seoptimal mungkin untuk memenuhi
kebutuhan pasien yang holistik dan komprehensif.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J., & Ladwig, G. B. (2011). Nursing Diagnosis handbook: An Evidence-


Based Guide To Planning Care (ninth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc
& Elsevier Inc.

Ackley, B. J., Swan, B. A., Tucker, S. J., & Ladwig, G. B. (2008). Evidence-Based
Nursing Care Guidelines Medical Surgical Interventions. St. Louis,
Missouri: Mosby, Inc., an afiliate of Elsevier Inc.

Ades, P. A., Keteyian, S. J., Balady, G. J., Houston-Miller, N., Kitzman, D. W.,
Mancini, D. M., & Rich, M. W. (2013). Cardiac Rehabilitation Exercise and
Self-Care for Chronic Heart Failure. JACC: Heart Failure, 1(6), 540-547.
doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jchf.2013.09.002

AHA. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics—2012 Update.

Alligood, M. R. (2010). Nursing Theory: Utilization & Application (Fourth ed.). St.
Louis, Missouri: Mosby, Inc.

Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists and Their Work (7th ed.). Maryland
Heights, Missouri: Mosby, Inc.; Elsevier, Inc.

Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing Theory: Utilization &


Application (Third ed.). St. Louis, Missouri: Mosby inc.

Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2010). Nursing Theorists and Their Work (7th
ed.). Maryland Heights, Missouri: Mosby, Inc.; Elsevier, Inc.

Asyrofi, A. (2013). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Manajemen Energi


Pasien Heart Failure di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta. (Magister), Universitas Indonesia, Depok.

Barnum, B. S. (2006). Spirituality in Nursing From Traditional to New Age (2nd


Edition ed.). New York: Springer Publishing Company, Inc.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing Clinical


Mangement for Positive Outcomes (R. G. Carroll & S. A. Quallich Eds.
Eighth ed. Vol. 1-2). St. Louis, Missouri: Saunders, Elsevier Inc.

Bonow, R. O., Mann, D. L., Zipes, D. P., & Libby, P. (2012). Braunwald's Heart
Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine (Ninth ed.). Philadelphia:
Saunders Elsevier.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2008). Nursing Intervention


Classification (NIC) (fifth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier
Inc.

121 Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


122

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2013). Nursing Intervention


Classification (NIC) (sixth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier
Inc.

Carron, R., & Cumbie, S. A. (2011). Development of a conceptual nursing model


for the implementation of spiritual care in adult primary healthcare settings
by nurse practitioners. Journal Of The American Academy Of Nurse
Practitioners, 23(10), 552-560. doi: 10.1111/j.1745-7599.2011.00633.x

Carson, V. B., & Koenig, H. G. (2008). Spiritual Dimensions of Nursing Practice


(Revised ed.). Pennsylvania: Templeton Foundation Press.

Cully, J. A. P. H. D., Johnson, M., Moffett, M. L. P. H. D., Khan, M., & Deswal,
A. (2009). Depression and Anxiety in Ambulatory Patients With Heart
Failure. Psychosomatics, 50(6), 592-598.

Darovic, G. O. (2002). Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive


Clinical Application (Third ed.). Philadelphia: W.B. Saunders Company.

de Laat, E., Schoonhoven, L., Grypdonck, M., Verbeek, A., de Graaf, R., Pickkers,
P., & van Achterberg, T. (2007). Early postoperative 30° lateral positioning
after coronary artery surgery: influence on cardiac output. Journal Of
Clinical Nursing, 16(4), 654-661. doi: 10.1111/j.1365-2702.2006.01715.x

DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of Nursing Standards &


Practice (Second ed.). New York: Delmar.

Depkes-RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008 (Hasnawati, Sugito, H.


Purwanto & R. Ibrahim Eds.). Jakarta.

Draper, P. (2012). An integrative review of spiritual assessment: implications for


nursing management. J Nurs Manag, 20(8), 970-980. doi:
10.1111/jonm.12005

Eisenberg, S. A. (2010). The influences of anxiety, coping, and social support on


physical functioning among heart failure patients. (1479889 M.A.),
University of Southern California, Ann Arbor. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/748227144?accountid=17242
ProQuest Dissertations & Theses Full Text; ProQuest Dissertations &
Theses Full Text: The Sciences and Engineering Collection database.

Eisenberg, S. A., Shen, B.-j., Schwarz, E. R., & Mallon, S. (2012). Avoidant coping
moderates the association between anxiety and patient-rated physical
functioning in heart failure patients. Journal of Behavioral Medicine, 35(3),
253-261. doi: http://dx.doi.org/10.1007/s10865-011-9358-0

Fawcett, J. (2005). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and Evaluation of


Nursing Models and Theories (Second ed.). Philadelphia: F.A. Davis
Company.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


123

Finkelmeier, B. A. (2000). Cardiothoracic Surgical Nursing (second ed.).


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Hardin, S. R., & Kaplow, R. (2009). Cardiac Surgery Essentials for Critical Care
Nursing. Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett.

Herdman, T. H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &


Classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.

Ignatavicius, D. D., & Workman, L. (2012). Medical-Surgical Nursing: Patient-


Centered Collaborative Care, Single Volume. St. Louis, Missouri:
Saunders, Elsevier.

Jeremias, A., & Brown, D. L. (2010). Cardiac Intensive Care (2nd ed.).
Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc.

Johnson, K. L., & Meyenburg, T. (2009). Physiological rationale and current


evidence for therapeutic positioning of critically ill patients. AACN Adv Crit
Care, 20(3), 228-240; quiz 241-222. doi: 10.1097/NCI.0b013e3181add8db

Ladwig, G. B., & Ackley, B. J. (2008). Mosby's Guide To Nursing Diagnosis


(second ed.). St. Louis, Missouri.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Harding, M. M.
(2014). Medical-Surgical Nursing Assesment and Management of Clinical
Problems (ninth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby, an imprint of Elsevier
Inc.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (fifth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier
Inc.

Moser, D. K., & Riegel, B. (2008). Cardiac Nursing: A Companion To Braunwald's


Heart Disease. St. Louis, Missouri: Saunders, Elsevier Inc.

O'Brien, M. E. (2010). Spirituality in Nursing: Standing on Holy Ground (Fourth


Edition ed.). Sudbury: World Headquarters, Jones & Bartlett Learning.

Parker, M. E., & Smith, M. C. (2010). Nursing Theories and Nursing Practice (third
ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.

Perry, A. G., & Potter, P. A. (2010). Clinical Nursing Skill & Techniques (W.
Ostendorf Ed. 7th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier Inc.

Perry, A. G., Potter, P. A., & Elkin, M. K. (2012). Nursing Interventions & Clinical
Skills (W. Ostendorf Ed. 5th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier
Inc.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


124

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Pathophysiology: Clinical Concepts of


Disease Processes (7 ed. Vol. 1-2). St. Louis, Missouri: Mosby inc.;
Elsevier Inc.

Rekam Medis, R. S. J. d. P. D. H. K. (2013). Profil Kunjungan Pasien Rumah Sakit


Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita. Jakarta.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's Texbook of Medical Surgical Nursing (12 ed. Vol. 1-2).
Philadelphia: Wolters Kluwer Health; Lippincott Williams & Wilkins.

Stranahan, S. (2008). A Spiritual Screening Tool for Older Adults. Journal of


Religion and Health, 47(4), 491-503. doi: 10.1007/s10943-007-9156-8

Taylor, C. R., Lillis, C., LeMone, P., & Lynn, P. (2011). Fundamentals of Nursing:
The Art and Science of Nursing Care (7 th ed.). Philadelphia: Wolters
Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins.

Theroux, P. (2011). Acute Coronary Syndromes: A Companion to Braunwald's


Heart Disease (second ed.). Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier
Inc.

Thomas, P. J., & Paratz, J. D. (2007a). Is there evidence to support the use of lateral
positioning in intensive care? A systematic review. Anaesthesia and
Intensive Care, 35(2), 239-255.

Thomas, P. J., & Paratz, J. D. (2007b). Is there evidence to support the use of lateral
positioning in intensive care? A systematic review. Anaesth Intensive Care,
35(2), 239-255.

Thomas, P. J., Paratz, J. D., Lipman, J., & Stanton, W. R. (2007). Lateral
positioning of ventilated intensive care patients: A study of oxygenation,
respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events. Heart & Lung:
The Journal of Acute and Critical Care, 36(4), 277-286. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.hrtlng.2006.10.008

Timmins, F., & Kelly, J. (2008). Spiritual assessment in intensive and cardiac care
nursing. Nurs Crit Care, 13(3), 124-131. doi: 10.1111/j.1478-
5153.2008.00276.x

Todd, B. A. (2005). Cardiothoracic Surgical Nursing Secrets. St. Louis, Missouri:


Mosby Inc.; Elsevier Inc.

WHO. (2012). World Health Statistics 2012. Geneva, Switzerland: WHO Press.

Wilson, J., & McMillan, S. (2013). Symptoms Experienced by Heart Failure


Patients in Hospice Care. Journal of Hospice & Palliative Nursing, 15(1),
13-21. doi: 10.1097/NJH.0b013e31827ba343

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


125

Wood, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. A., & Bridges, E. J. (2010). Cardiac
Nursing (Sixth ed.). Baltimore; Philadelphia: Wolters Kluwer Health;
Lippincott Williams & Wilkins.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014


Lampiran 1 Prosedur Posisi Lateral Pasca CABG

PANDUAN PEMBERIAN POSISI LATERAL 30o DUA JAM


PASCA BEDAH CABG

DEFINISI
Pemberian posisi lateral kiri atau kanan 30o mulai 2 jam pasca CABG untuk
memfasilitasi ambulasi dini pasca pembedahan.

TUJUAN
 Memfasilitasi ambulasi dini pasca pembedahan
 Meningkatkan penyembuhan pasca pembedahan

INDIKASI
 Pasien pasca bedah CABG
 Hemodinamik stabil

KONTRA INDIKASI
 Pasien pasca bedah CABG dengan hemodinamik tidak stabil

ALAT DAN BAHAN


 Tempat tidur
 Bantal panjang

PROSEDUR TINDAKAN
1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan bila pasien sadar.
2. Melakukan pengukuran parameter hemodinamik saat 5 (lima) menit sebelum
tindakan dilakukan, meliputi: Blood Pressure, Heart rate, MAP, dan PAP
(pengukuran ke-1).
3. Setelah diperoleh nilai hemodinamik dalam rentang aman, pasien mulai dilakukan
posisi lateral 30o dengan kepala ditinggikan 20o.
4. Dilakukan pengukuran parameter hemodinamik setelah 30 menit posisi lateral
(pengukuran ke-2)
5. Posisi dipertahankan dalam posisi lateral selama 120 menit.
6. Setelah posisi 30o selama 120 menit dilakukan pengukuran ke-3, kemudian pasien
dikembalikan ke posisi supine.
7. Setelah posisi supine berlangsung selama 30 menit dilakukan pengukuran ke-4
8. Setelah dilakukan posisi supine berlangsung selama 120 menit kemudian
dilakukan pengukuran ke-5.
9. Melakukan pendokumentasian hasil pengukuran hemodinamik.
P= Pengukuran
 
Supine
P1  P2  P3 P4 P5 
   
Posisi lateral 30o
 
Menit    0  115  120 150    240 270 360 

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 2 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Lateral Pasca CABG

LEMBAR OBSERVASI HEMODINAMIK PASIEN


KELOMPOK INTERVENSI POSISI LATERAL 30o
DUA JAM PASCA BEDAH CABG

Nama Pasien :
Nomor RM :
Tanggal Lahir :
Umur :
BB :
TB :
Parameter PI (5 menit PII (30 menit PIII (120 PIV (30 PV (120
hemodinamik sebelum pasca lateral menit pasca menit pasca menit pasca
intervensi 2 posisi) lateral supine) supine)
jam) posisi)
Heart rate
Systolic
Diastolic
MAP
SaO2
PAP
PCWP
CVP -
RR
Temperature
Cardiac Index

Diagnosa

Tindakan

Terapi

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 3 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Supine
LEMBAR OBSERVASI HEMODINAMIK PASIEN
KELOMPOK INTERVENSI POSISI SUPINE PASCA BEDAH CABG

Nama Pasien :
Nomor RM :
Tanggal Lahir :
Umur :
BB :
TB :
PI
Parameter PII PIII PIV PV
Menit ke
hemodinamik Menit ke 150 Menit ke 240 Menit ke 270 Menit ke 360
155
Heart rate
Systolic
Diastolic
MAP
SaO2
PAP
PCWP
CVP -
RR
Temperature
Cardiac Index

Diagnosa

Tindakan

Terapi

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 4 Format Pengkajian Spiritual dalam Keperawatan
FORMAT PENGKAJIAN SPIRITUAL DALAM KEPERAWATAN

Nama Pasien : Agama :


Tanggal Lahir : Status :
Umur : Suku :
No. RM : Pendidikan :
Jenis Kelamin : L/P Unit kerja :
Mohon diisi atau tempelkan stiker identitas jika ada

1. Konsep ketuhanan 3.3 Apakah anda terganggu untuk


1.1 Apakah agama atau tuhan berarti bagi melaksanakan ritual keagamaan selama
anda? dirawat?
Ya Ya
Tidak Tidak
1.2 Apakah berdoa sangat bermanfaat bagi 3.4 Apa yang anda perlukan untuk
anda? melaksanakan ritual keagamaan selama
Ya dirawat?
Tidak Bersuci/Pakaian yang bersih
1.3 Apakah yang diharapkan ketika anda Arah kiblat
berdoa? Al-Qur`an/Kitab suci
Kesehatan/kesembuhan Jadwal beribadah
Panjangkan umur Panduan ibadah saat sakit
Ampunan dosa Lain-lain ………………..……….
Keluarga selalu sehat dan seahtera 3.5 Bagaimana keyakinan
spiritual/keagamaan yang biasanya
2. Sumber harapan dan kekuatan dilakukan dalam keluarga anda?
2.1 Siapa orang yang sangat berarti bagi
Shalat berjamaah
anda?
Berdoa bersama
Orangtua
Membaca Al-Quran bersama
Suami/istri
Puasa sunah
Anak
Lain-lain,……………………….
Orang lain,………………….
3.6 Bagaimana pentingnya
2.2 Kepada siapa anda meminta ketika
spiritual/keagamaan bagi keluarga
anda membutuhkan pertolongan?
anda?
Tuhan
Sangat penting untuk kesejahteraan
Keluarga manusia di dunia/akhirat
Teman Kurang penting, manusia harus
Seorang profesional bekerja keras dalam merubah
3. Praktik ritual keagamaan hidupnya
3.1 Adakah beberapa praktik keagamaan Tidak penting, manusialah yang
yang penting bagi anda? paling menentukan masa depannya
Ada, apa …………………. Lain-lain, ………………………
Tidak
3.2 Apakah anda membutuhkan bimbingan
spiritual dari seorang ahli/pemuka
agama?
Ya, Berapa kali/minggu …..
Tidak

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 4 Format Pengkajian Spiritual dalam Keperawatan

3.7 Seperti apa pengalaman/praktik pribadi Tidak harmonis


yang menonjol dari anda selama waktu 6.2 Apakah pasien/klien tampak
di rumah? damai/nyaman?
Shalat/doa Ya
Baca Al-Qur`an Tidak
Sedekah 6.3 Apakah pasien/klien memberikan
Kegiatan keagamaan kedamaian?
Puasa Ya
Lain-lain ………………………….. Tidak
3.8 Bagaimana anda mengekspresikan 6.4 Bagimana pasien/klien merasakan
keyakinan spiritual anda sekarang? tentang dirinya?
Tenang menghadapi sakit Percaya diri
Kurang motivasi dalam beraktivitas Kurang percaya diri
Tidak dapat memaafkan diri sendiri Tidak percaya diri
Lain-lain ……………………….
7. Takut dan ansietas
4. Hubungan antara keyakinan 7.1 Apakah pasien/klien takut/cemas
spiritual dan kesehatan terhadap sesuatu?
4.1 Apkah yang paling mengganggu diri Ya, apa ……………………….
anda ketika sedang sakit? Tidak
Kondisi fisik tubuh yang lemah 7.2 Adakah sesuatu yang meredakan rasa
Lingkungan rumah sakit yang tidak takut dan cemas?
nyaman Ya, apa ……………………….
Tidak dapat melaksanakan praktik Tidak
ibadah dengan tenang
8. Marah
4.2 Apakah yang anda pikirkan akan
8.1 Apakah pasien/klien marah terhadap
terjadi pada anda?
sesuatu?
Cepat diberikan kesembuhan
Ya
Berfikir tentang kematian
Kadang-kadang
Lain-lain,……………………….
Tidak
5. Makna dan Tujuan 8.2 Bagaimana pasien/klien mengatasi
5.1 Apakah yang membuat pasien merasa marahnya?
sakit dan menderita? Melakukan nafas dalam
Penyakitnya Menyebut nama tuhan/berdzikir
Tidak dapat melaksanakan perannya Lain-lain ……………………….
Beban biaya perawatan
Tidak ada dukungan keluarga
Dimodifikasi dari:
6. Cinta, hubungan, dan harga diri Stoll’s Guideline for spiritual assesment
6.1 Bagaimana hubungan pasien dengan (Stoll, 1979); Qualitative questions for
keluarga, teman, dan orang lain spiritual assesment (Hodge, 2001); and
disekitar? Spiritual Assesment Guide (Narayanasamy,
Harmonis 2004)
Kurang harmonis

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 5 Distres Spiritual: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana Intervensi

FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA


INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Hasil Intervensi


Distress spiritual, b.d Peningkatan status Dukungan emosi dan penumbuhan
Ansietas kenyamanan: harapan
Sakit kronis psikospiritual Ungkapkan empati terhadap perasaan
Kematian Meningkatnya pasien
Perubahan hidup koping positif Beri jaminan pada klien bahwa perawat
Kesepian Meningkatnya selalu ada untuk mendukung pasien saat
Nyeri harapan merasakan penderitaan
Keterasingan diri Meningkatnya Fasilitasi pertumbuhan spiritual dan
Keterasingan sosial kesehatan spiritual berikan dukungan spiritual
Gangguan sosikultural Meningkatnya Rujuk ke penasehat spiritual
Menjelang ajal penyesuaian spiritual Jaga privasi dan beri waktu pasien untuk
melakukan praktik keagamaan
Anjurkan kunjungan pelayanan
keagamaan jika diperlukan
Dengarkan dengan cermat komunikasi
pasien dan kembangkan waktu berdoa dan
ritual klien
Perawatan menjelang ajal
Komunikasikan kerelaan menjelang ajal
Dorong pasien dan keluarga untuk
berbagi perasaannya tentang kematian
Berada disamping pasien yang sedang
ketakutan
Penuhi permintaan khusus pasien dan
keluarga
Dukung pasien dan keluarga selama
tahap kesedihan
Minimalkan ketidaknyamanan jika
memungkinkan
Dukung upaya keluarga untuk
menunggui disamping tempat tidur
Fasilitasi kebutuhan spiritual untuk
pasien dan keluarga
Modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan
dan keinginan pasien
Monitor nyeri
Monitor penurunan kapasitas fisik dan
mental
Libatkan keluarga dalam keputusan
asuhan dan kegiatan sesuai keinginan
Monitor perubahan emosi

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 6 Hambatan Religiositas: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana Intervensi

FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA


INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Hasil Intervensi


Hambatan religiositas, Meningkatnya Fasilitasi perkembangan spiritual dan
b.d. status kenyamanan berikan dukungan spiritual
Penuaan psikospiritual Informasikan pasien/keluarga mengenai
Penyakit/sakit Mengakhiri sumber keagamaan yang tersedia di
Nyeri kehidupan secara institusi
Ansietas bermartabat Informasikan pasien mengenai buku dan
Takut mati meningkatnya artikel keagamaan yang tersedia
Koping tidak efektif harapan Rujuk ke pemuka agama atau penasehat
Dukungan tidak efektif meningkatnya spiritual
Kurang percaya diri penyesuaian Tawarkan dukungan doa secara individu
Krisis personal psikososial: atau bersama bila perlu
Kendala kultural untuk perubahan hidup Berdoa bersama pasien jika diminta
mempraktikkan agama meningkatnya untuk melakukannya
Kendala lingkungan kesehatan spiritual Gunakan komunikasi terapeutik untuk
untuk mempraktikkan membina rasa percaya
agama Memfasilitasi pemanfaatan ritual
Kurangnya interaksi keagamaan pasien
sosiokultural Menyediakan privasi dan ketenangan
Penderitaan untuk berdoa dan ritual keagamaan lainnya
Tunjukkan sikap menerima dan tidak
menghakimi mengenai ritual keagamaan
pasien.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 7 Risiko Distres Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi

FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA


INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Hasil Intervensi


Risiko distres spiritual, Meningkatnya Penumbuhan harapan
b.d. harapan Bantu pasien dalam mengidentifikasi
Perubahan lingkungan Menurunnya tingkat kekuatan diri
Sakit kronis penderitaan Dukung pasien untuk mengungkapkan
Penyakit fisik Meningkatnya keluhan
Ansietas ketahanan personal Dukung pasien dan keluarga melepas
Perubahan dalam Meningkatnya perasaan dan berduka
praktik spiritual kesejahteraan Berikan perawatan dengan cara yang
Konflik kultural individu tidak menghakimi, mempertahankan
Depresi Eningkatnya privasi dan martabat pasien
Ketidakmampuan kesehatan spiritual Fasilitasi pertumbuhan spiritual
untuk memafkan berikan dukungan spiritual
Kehilangan Rujuk ke penasehat spiritual
Harga diri rendah Jaga privasi dan beri waktu pasien untuk
Hubungan buruk melakukan praktik keagamaan
Konflik rasial Anjurkan kunjungan pelayanan
Berpisah dengan keagamaan jika diperlukan
sistem pendukung Dengarkan dengan cermat komunikasi
Stres pasien dan beri waktu untuk berdoa atau
beribadah

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 8 Risiko Hambatan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana
Intervensi
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA
INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Hasil Intervensi


Risiko hambatan Menurunya tingkat Dukungan emosi
religiositas, b.d. ansietas Dorong pasien untuk berbicara atau
Rawat inap Meningkatnya menangis guna mengurangi ketegangan
Sakit/nyeri kepuasan klien: Tunjukkan empati dan penerimaan
Depresi pemenuhan Dorong pasien untuk mengungkapkan
Pemberian asuhan kebutuhan budaya perasaan seperti kemarahan atau
yang tidak efektif Meningkatnya kesedihan.
Koping yang tidak penyesuaian sosial Dukungan spiritual
efektif Meningkatnya Informasikan pasien/keluarga
Dukungan yang tidak dukungan sosial dan Mengenai sumber keagamaan yang
efektif kesehatan spiritual tersedia
Kurang pecaya diri Rujuk ke pemuka agama atau penasehat
Kendala kultural untuk spiritual lainnya
mempraktikkan agama Berdoa bersama pasien jika diminta
Kurangnya interaksi Fasilitasi pemanfaatan ritual keagamaan
sosial pasien
Penderitaan Beri privasi dan ketenangan untuk
berdoa atau menjalankan praktik
keagamaan lainnya
Tunjukkan sikap menerima dan tidak
menghakimi mengenai praktik keagamaan
klien

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 9 Kesiapan Meningkatkan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana
Intervensi
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA
INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Hasil Intervensi


Kesiapan meningkatkan Menngkatnya Fasilitasi perkembangan spiritual
religiositas harapan Koordinasikan atau berikan pelayanan
Meningkatnya penyembuhan, perkumpulan, meditasi,
kesejahteraan atau berdoa di tempat perawatan atau
individu tempat lain
Meningkatnya Berikan video atau audio tape dari
kesehatan spiritual pelayanan religius sesuai ketersediaan
Rujuk kepada penasehat sipiritual
sesuai pilihan pasien

Peningkatan ritual keagamaan dan


dukungan spiritual
Identifikasi perhatian pasien mengenai
ekspresi keagamaan
Dorong penggunaan dan partisipasi
dalam ritual keagamaan atau praktik yang
tidak merugikan kesehatan.
Dorong perencanaan ritual dan
partisipasi yang sesuai
Dorong kehadiran pada acara ritual yang
sesuai
Dorong diskusi tentang perhatian religi
Dengarkan dan kembangkan waktu
untuk berdoa dan beribadah
Lakukan pengobatan individu dengan
rasa hormat bermartabat

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 10 Kesiapan Meningkatkan Kesejahteraan Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil
dan Rencana Intervensi
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Hasil Intervensi
Kesiapan meningkatkan Meningkatnya Peningkatan kesadaran diri dan harga
kesejahteraan spiritual koping diri
Meningkatnya Ungkapkan empati terhadap perasaan
harapan pasien.
Meningkatnya Beri jaminan pada klien bahwa perawat
kesejahteraan selalu ada untuk mendukung pasien saat
individu merasakan penderitaan.
Meningkatnya Dukungan spiritual
kualitas hidup Jaga privasi dan beri waktu pasien untuk
Meningkatnya melakukan praktik keagamaan
kesehatan spiritual Dengarkan dengan cermat komunikasi
pasien dan kembangkan waktu berdoa dan
ritual klien
Anjurkan kunjungan pelayanan
keagamaan jika diperlukan
Rujuk ke penasehat spiritual

 
Dimodifikasi dari:
(Barnum, 2006; Bulechek et al., 2013; Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2013)

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 11 Angket Sikap Perawat Terhadap Asuhan Spiritual

ANGKET SIKAP PERAWAT TERHADAP ASUHAN SPIRITUAL


Nomer Responden : ....................
Petunjuk Pengisian
a. Bacalah butir-butir pernyataan dibawah ini dengan teliti dan tidak perlu terburu-buru
b. Lingkarilah jawaban yang anda pilih yang sudah tersedia pada kolom sebelah kanan
pernyataan
Sangat
Sangat Kurang Tidak
No Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju Setuju
Setuju
1 Dimensi spiritual merupakan bagian dari SS S KS TS STS
asuhan keperawatan holistik yang tidak
dapat dipisahkan.
2 Aspek spiritual adalah salah satu SS S KS TS STS 
kebutuhan dasar manusia yang perlu
untuk dipenuhi
3 Asuhan keperawatan spiritual pada pasien SS S KS TS STS 
akan meningkatkan beban kerja perawat
4 Asuhan keperawatan spiritual pada pasien SS S KS TS STS 
merupakan suatu hal yang tidak penting
dalam pengelolaan pasien kardiovaskuler
5 Asuhan keperawatan spiritual akan SS S KS TS STS 
menyita waktu untuk memberikan asuhan
keperawatan fisiologis
6 Asuhan spiritual dilakukan secara terpisah SS S KS TS STS 
dengan asuhan keperawatan fisiologis
7 Perawatan pasien yang utama adalah SS S KS TS STS 
asuhan keperawatan fisiologis
8 Kebutuhan spiritual yang terpenuhi akan SS S KS TS STS 
mendukung kondisi fisiologis pasien
9 Kebutuhan spiritual tidak akan SS S KS TS STS 
mempengaruhi kondisi fisiologis pasien
10 Kebutuhan spiritual adalah prioritas SS S KS TS STS 
terakhir dalam memberikan asuhan
keperawatan
Total  

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 12 Angket Praktik Asuhan Spiritual oleh Perawat

KUESIONER PRAKTIK ASUHAN SPIRITUAL OLEH PERAWAT


Nomer Responden : ....................
Petunjuk Pengisian
a. Bacalah butir-butir pernyataan dibawah ini dengan teliti dan pilihlah jawaban dengan jujur
sesuai yang anda lakukan.
b. Lingkarilah jawaban yang anda pilih yang sudah tersedia pada kolom sebelah kanan
pernyataan.
Tidak
No Pernyataan Selalu Sering Jarang
Pernah
1 Saya mengkaji kebutuhan pasien secara holistik
(bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
2 Saya mengkaji kebutuhan pasien tentang keyakinan
dan spiritualnya
3 Saya mengutamakan pengkajian kebutuhan
fisiologis pasien
4 Saya hanya menegakkan diagnosa keperawatan
fisiologis
4 Saya kesulitan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan spiritual
5 Saya melakukan intervensi dukungan spiritual untuk
pasien
6 Saya memfasilitasi perkembangan spiritual pasien
7 Saya memfasilitasi praktik ritual keagamaan pasien
8 Saya memberikan dukungan emosi pada pasien
yang mengalami ansietas dan kesedihan
9 Saya memenuhi kebutuhan pasien saat menjelang
ajal
10 Saya memfasilitasi peningkatan harga diri pasien
11 Saya kesulitan menerapkan intervensi spiritual
untuk pasien
12 Saya hanya melakukan intervensi keperawatan
biofisiologis pasien
13 Saya mendengarkan ungkapan emosi pasien dan
keyakinannya
14 Saya bersedia berada disamping ketika pasien
mengalami ansietas, kesedihan dan ketakutan
15 Saya membutuhkan sebagian besar waktu dinas
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis pasien
16 Saya kekurangan waktu untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien
17 Saya hanya melakukan evaluasi kebutuhan
fisiologis pasien
18 Saya mendokumentasikan asuhan spiritual pasien
Total

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

RESUME KASUS-KASUS KELOLAAN


Resume Kasus ke-1
1 Pasca Mitral Valve Replacement (MVR) ec Mitral Stenosis Severe & Tricuspidalis
Regurgitasi EF 79%
Pengkajian Fokus (tanggal 16 september 2013)
Tn. M, laki-laki, 59 tahun, tanggal masuk RS 16 September 2013, agama islam,
pekerjaan swasta, menikah, pendidikan SMP, masuk RS tanggal 9 September 2013.
Riwayat Kesehatan
Klien merasakan nyeri yang sudah berkurang. Klien sedang menjalani perawatan
pasca Mitral Valve Replacement dengan chordae plasty A1 dan A3 dengan CV4,
reseksi restricted chordae PML dan Ring Annuloplasty Physio II no 3 (13 jahitan).
Konservasi Energi
Klien bernapas spontan, tidak ada sesak napas. Klien merasakan nyeri daerah luka
di sternum skala 5 (0-10). Klien tampak menahan nyeri saat bergerak. Klien
mendapat diet jantung II 2000 kkal/24 jam. Klien mampu menghabiskan makannya.
Klien mersakan sulit tidur malam, namun saat siang hari klien dapat tertidur. Klien
tidak menampakkan tanda kelelahan.
Konservasi Integritas Struktur
Klien banyak istirahat ditempat tidur. Klien sdh mampu melakukan mobilisasi
duduk. Klien banyak istirahat di tempat tidur. Klien diajarkan mobilisasi duduk dan
berdiri serta berjalan di samping tempat tidur. Klien mampu melakukan mobilisasi
duduk, berdiri dan berjalan di samping tempat tidur. BB 57 Kg TB 161 cm; TD
119/67 mmHg; RR 16/menit; HR 78/menit; suhu 36,7o C. Xray: cardiomegali.
Diagnosa medis: Pasca Mitral Valve Replacement (MVR) ec Mitral Stenosis Severe
& Tricuspidalis Regurgitasi EF 79%.
Konservasi Integritas Personal
Klien sedih dengan penyakitnya, merasa membebani keluarga cukup lama. Klien
tidak mengalami perubahan citra tubuhnya.
Konservasi Integritas Sosial
Klien mendapat dukungan yang baik dari keluarga dan orang terdekatnya. Klien
selalu ditunggui keluarganya di ruang tunggu. Klien tidak mampu melakukan
aktifitasnya untuk bekerja atau bermasyarakat karena kondisi penyakitnya.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik akibat tindakan pembedahan sternotomi
2. Konstipasi b.d. penurunan aktifitas
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplei dan
kebutuhan oksigen
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, penurunan
massa otot
5. Ansietas b.d. ancaman kematian, status cedera yang dialami
Intervensi/Implementasi Keperawatan
1. Melakukan manajemen nyeri non farmakologis dengan relaksasi dan imajinasi
terarah
2. Mengelola pemberian analgesik
3. Memberikan edukasi tentang pola defekasi yang normal dan kiatnya.
4. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.
5. Memberikan edukasi tentang nutrisi bagi tubuh
6. Mendorong klien untuk meningkatkan asupan nutrisi porsi sedikit sering
7. Melakukan pemantauan status nutrisi

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

8. Memberikan bantuan perawatan diri makan


9. Mengevaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
10. Memantau respon kardiorespirasi sebelum dan sesudah aktivitas
11. Mengajarkan dan promosikan latihan fisik kekuatan; ambulasi; keseimbangan;
mobilitas sendi; pengaturan posisi
12. Mengajarkan dan bantu perawatan diri berpindah
13. Melakukan penurunan ansietas dengan edukasi dan rasionalisasi
14. Memberikan dukungan emosi
15. Melakukan penurunan ansietas dengan edukasi dan rasionalisasi
16. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi:
Nyeri mengalami penurunan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari
ditandai pasien tampak rileks, ekspresi muka tidak tegang, skala nyeri 2.
Konstipasi telah teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
ditandai: klien sudah BAB; tidak merasakan ingin BAB kembali.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari ditandai: TD saat aktifitas 115/72 mmHg; HR aktifitas
87/menit; RR aktifitas 20/menit; tidak merasakan kelelahan dan sesak napas saat
aktifitas.
Mobilitas fisik mengalami perbaikan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 hari ditandai: mampu duduk, berdiri, dan berjalan disekitar tempat tidur,
kooperatif dengan program latihan.
Ansietas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari ditandai:
klien kooperatif dengan perawatan dan pengobatan; tampak rileks dan tidak
terlihat tegang; tanda vital stabil.
2 Resume Kasus ke-2
Pasca CABG 4x on pump
Pengkajian (25 September 2013)
Ny. H.M., perempuan, umur 66 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam,
masuk RS tanggal 22 September 2013.
Riwayat Singkat
Pasien mengeluh nyeri dada sejak 4 bulan yang lalu yang dicetuskan oleh aktiftas
berlebihan. Pasien mengatasi nyeri dengan minum obat dan istirahat. Pasien berobat
ke RSJPDHK dilakukan coronary angiography dengan hasil CAD3VD dan
diprogramkan CABG.
Konservasi Energi
Pasien mengeluh nyeri daerah luka pembedahan, skala 5 (0-10), tampak muka
tegang menahan nyeri, takut bergerak. Pasien tidak merasakan sesak napas.
Konservasi Integritas Struktur
Kesadaran composmentis; BB 80 kg TB 162 cm; TD 102/59 mmHg; ECG sinus
rhythme; SpO2 98%; fiO2 binasal 5 liter/menit. Drain substernal dan intrapleural
kiri. Terpasang douwer catheter. Diagnosa medis: CAD3VD; hipertensi stage II;
DM type II; riwayat SNH tahun 2007. Tanggal 23 September 2013 pasien dilakukan
tindakan CABG 4x on pump: LIMA – LAD; SVG – PDA; SVG – OM; SVG – LCx.
Terapi: PRC; Dopamin 200/50; NaCl 0,9%; Humulin 50/50; Heparin 5000/50; Lasix
drip 200/20; Cefophar 3x1 gr; Ranitidine 2x1 amp; Cernevit 2x1 vial; Lasix 2x1
amp; Aptor 1x100 mg; Simvastatin 1x20 mg; Paracetamol 3x1 gr; Ventolin
nebulizer 3x/hari; Valsartan 2x20 mg; Fluimucyl 2x1 cap; ultracef tab 4x1; Xanax
1x0,5 mg; Profenid sup k/p.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Konservasi Integritas Personal


Pasien mengatakan takut bergerak, takut saat batuk luka operasinya dapat terbuka
kembali. Tampak pasien tegang dan menahan batuknya. Pasien mererasa ngeri
melihat luka operasinya. Pasien mengatakan selalu memikirkan kesembuhan
penyakitnya. Pasien tidak menunjukkan penurunan citra tubuh. Pasien berharap
penyakitnya dapat disembuhkan. Pasien memperoleh perhatian dari keluarga dan
saudaranya.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh
pengobatan dan perawatan. Pasien sebagai ibu rumah tangga merasa memiliki peran
dan fungsi sebagai ibu rumah tangga, dan saat ini tidak dapat menjalankan perannya
sebagai ibu.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik prosedur pembedahan CABG
2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi.
2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan.
3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi
atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis
4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi,
relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul.
5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik
6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik
7. Memantau irama jantung
8. Melakukan auskultasi bunyi paru
9. Memantau ECG 12 leads
10. Mamantau hemodinamik
11. Memantau keluaran urine
12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
13. Memantau perubahan ECG
14. Mantau intake output
15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
18. Meamntau tanda dan gejala perdarahan
19. Melindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
20. Mengkaji area incisi dari tanda perdarahan
21. Mencatat karakterisitik drainase
22. Mempertahankan kepatenan selang drainase
23. Melindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
24. Mencatat jumlah, warna drainase setiap jam

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama
2x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR
76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagianm setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit;
CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah
terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+.
Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi
sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik dan pada luka
ditungkai.
3 Resume Kasus ke-3
CHF FC III; MR severe (EF 63%); CAP; Hipertensi stage I
Pengkajian Fokus (30 September 2013)
Tn. M.H., laki-laki, umur 74 tahun, pendidikan SD, menikah, agama islam, masuk
RS tanggal 25 September 2013.
Riwayat Singkat
Klien masuk RS dengan keluhan sesak napas, mudah mengalami kelelahan, berjalan
beberapa meter sudah merasakan lelah sesak napas dan gemetaran. Pasien pernah
menjalani perawatan di RSJPDHK bulan Maret 2013 dengan keluhan edema paru.
Tahun 2009 pernah dirawat dengan diagnosa hipertensi.
Konservasi Energi
Pasien merasakan badannya lemah, pada saat beraktifitas sedikit mudah lelah dan
sesak napas. Pasien merasakan lelah, sesak napas dan gemetaran hanya untuk
berjalan beberapa meter ke kamar mandi. Pasien mengatakan kesulitan untuk tidur
malam, namun di siang hari banyak tidurnya. Klien tidak mengalami batuk. Klien
memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan menikmati menu hidangan RS 3 kali
perhari.
Konservasi Integritas Struktur
Kesadaran composmentis, GCS E4 M6 V5; TD 142/87 mmHg; HR 78/menit; RR
20/menit; suhu 37o C. Paru tidak ada ronkhi dan wheezing. Ekstremitas bawah
terdapat edema. Diagnosa medis: CHF FC III; MR severe (EF 63%); CAP;
Hipertensi stage I. Terapi medis: Vblock 2x3,125 mg; Alopurinol 1x100 mg;
Aldactone 1x25 mg; Paracetamol 3x1 gr; Vectrine 2x1 caps; Candesartan 1x16 mg;
Lasix 2x1 tab; Cefixime 2x200 mg; Lasix 2x2 amp; Ceftriaxone 1x2 gr; Lantus 1x12
unit; Vitamin C 3x200 mg; Amikasin 1x750 mg; Ranitidine 2x1 amp.
Konservasi Integritas Personal
Pasien mengatakan khawair dengan penyakitnya. Tampak tegang dan gelisah.
Pasien sangat berharap penyakitnya dapat sembuh dan kesehatannya pulih kembali.
Pasien tidak mengalami penurunan harga diri. Pasien sangat didukung dan
diperhatikan keluarganya. Keluarga selalu mendampingi pasien saat jam
berkunjung.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien sebagai ibu rumah tangga merasa peran dan fungsi sebagai ibu rumahtangga
terganggu karena sedang menderita sakit. Pasien mendapat dukungan dan perhatian
dari suami dan keluarganya secara penuh.
Diagnosa Keperawatan

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.


2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar
3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
4. Memantau vital sign secara periodik
5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine
9. Memantau aliran liter oksigen
10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan
11. Memantau keefektifan terapi oksigen
12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas
13. Memantau pola pernapasan
14. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
15. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
16. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
17. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
18. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
19. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Klien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: TD 112/72 mmHg HR 87/menit MAP 67 mmHg
Klien menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: RR 16/menit pernapasan teratur, klien tidak sesak, bunyi
crackles (-)
Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas
di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat
aktifitas, TD 112/72 mmHg MAP 67 mmHg HR 87/menit.
4 Resume Kasus ke-4
UAP dd STEMI TIMI 3/7 Grace 88 Crussade 25, Total AV Block simptimatik
Pengkajian Fokus (2 Desember 2013)
Tn. M.A., laki-laki, 42 tahun, tanggal masuk RS 28 Nopember 2013, agama islam,
pekerjaan swasta, menikah, pendidikan SMA, tanggal masuk RS 28 Nopember
2013.
Riwayat Kesehatan
Klien mengeluh lemah. Sekitar 2 minggu sebelum masuk RS pasien sempat jatuh di
kamar mandi dan kejang tampak kebiruan. Sekitar 14 jam sebelum masuk RS pasien
sedang shalat, tiba-tiba pasien lemas dan terjatuh, seperti hampir pingsan. Setelah
diistirahatkan pasien mulai pulih. Klien tidak mengeluh nyeri dada, tidak sesak
napas. Sekitar 12 jam sebelum masuk RS pasien kembali lemas, kemudian oleh
keluarganya pasien dibawa ke RS Marinir dan di diagnosa aritmia akibat Acute

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

coronary syndrome (ACS) dan perlu dipasang Pacemaker. Saat di RS Marinir pasien
muntah. Saat di IGD RS JPD Harapan Kita klien tidak mengeluh nyeri dada, tidak
sesak napas, dan tidak mual muntah. Klien tidak menderita asma, tidak pernah
menderita stroke, dan tidak memiliki riwayat gastritis.
Konservasi Energi
Klien tidak mengalami sesak napas, tidak ada nyeri, nutrisi DJ II 2000 kkal/24 jam.
Klien meghabiskan menu makan yang disediakan. Tidak ada muntah dan diare.
Klien dapat berisitirahat 8 jam perhari. Klien hanya berbaring di tempat tidur karena
terpasang Temporary Pacemaker (TPM) hari ke-5. Tidak gangguan pergerakan
ekstremitas atas dan bawah.
Konservasi Integritas Struktur
Kesadaran komposmentis, BB 70 kg TB 77 cm, vital sign TD 104/75 mmHg, RR
16 x/mnt, HR 80 x/mnt, suhu 36,5 derajat C.
Jantung bunyi jantung 1 dan 2 tidak ada murmur dan gallop. Paru tidak ada bunyi
napas tambahan ronki atau wheezing. Tidak ada gangguan pergerakan ekstremitas,
tidak ada kelemahan ekstremitas, tidak ada atropi otot ekstremitas. Tidak ada edema
ekstremitas bawah. ECG 28-11-2013 total AV Block HR 32/menit, axis normal, P
wave normal, QRS 0,12 sec. Coronarography 28-11-2013 normal arteri koroner
diameter seluruh pembuluh darah besar. CKMB 34 Na 143 K 4,8 Cl 104 Mg 2,5.
Diagnosa UAP dd STEMI TMI 3/7 Grace 88 Crussade 25, Total AV Block
simptimatik. Terapi Aspilet 1x80 mg, Simvastatin 1x20 mg, Diazepam 1x50 mg,
Laxadine syr 2 ct, TPM on HR 80/menit, output 4 mA sense 3 mV.
Konservasi Integritas Personal
Klien merasakan cemas dan takut karena akan diprogramkan untuk pemasangan
Permanent pacemaker (PPM). Klien mengatakan belum siap untuk menggunakan
PPM. Menurut pemahaman klien seseorang yang terpasang PPM hidupnya akan
terganggu dan tidak akan mampu untuk beraktifitas berat. Klien juga memiliki
pengalaman yang traumatik, yaitu ada saudaranya yang terpasang PPM dan akhirnya
meninggal. Klien tidak mengetahui tentang terapi permanent pacemaker (PPM).
Klien juga tidak mengerti bagaimana aktifitas hidup nantinya setelah terpasang
PPM.
Konservasi Integritas Sosial
Klien sebagai seorang ayah yang memiliki 3 orang anak dan seorang istri. Klien
sangat menyayangi keluarganya dan sulit untuk berpisah dengan keluarga. Klien
bekerja sebagai seorang security pada sebuah security agency di wilayah Jakarta.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung
2. Ansietas bd ancaman status kesehatan dan fungsi peran.
Intervensi dan Implementasi Keperawatan
1. Memonitor tanda vital secara rutin
2. Memonitor disritmia jantung, termasuk kedua gangguan irama dan konduksi
3. Memonitor fungsi pacemaker
4. Melakukan pengecekan elektrode dengan baik (pastikan fiksasinya baik).
5. Melakukan seting parameter pacemaker sesuai rekomendasi.
6. Memberikan edukasi tentang aktifitas yang boleh dilakukan berhubungan
dengan kepatenan fiksasi eketrode.
7. Memonitor tingkat toleransi aktifitas pasien
8. Memberikan informasi yang faktual mengenai diagnosa terapi jika diperlukan
9. Mendorong keluarga untuk mendampingi pasien
10. Mendengarkan ekspresi perasaan dan pikiran pasien

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

11. Mendampingi pasien dan berikan jaminan keamanan dan keselamatan selama
periode cemas
12. Merangkul dan sentuh pasien dengan penuh dukungan
Evaluasi
Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: HR 82/menit, TD 110/67 mmHg, RR 16/menit,
RR 16/menit ECG paced rhytme.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: klien lebih tenang, tampak rileks, klien setuju untuk dipasang
PPM.
5 Resume Kasus ke-5
CHF FC II ec CAD; HHD stage II; Pasca CABG 2004; Pasca PTA 2007; Pasca PPM
2006; CKD stage III; riwayat CVD SNH 2009; AVNVR
Pengkajian Fokus (16 Desember 2013)
Tn S., umur 71 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, islam, menikah, tanggal masuk
RS 14 Desember 2014.
Riwayat Kesehatan
Pasien merasakan badannya lemah. Nyeri dada sejak 3 jam sebelum masuk RS,
durasi ± 5 menit, nyeri dapat dilokalisasi, muncul saat istirahat, mengeluh sesak
napas. Seminggu yang lalu pasien masuk ke RS Sentra Medika dengan keluhan tidak
dapat berbicara & menelan makanan, dirawat ± 6 hari dan dipulangkan dengan
terpasang NGT. Pasien merupakan pasien lama PJNHK dengan Diagnosis CHF FC
II ec CAD, HHD, HT stage II, Pasca CABG tahun 2004, Pasca PTA tahun 2007,
pasca PPM tahun 2006, CKD stage III, riwayat CVD SNH tahun 2009, AFNVR.
Klien menderita hipertensi, DM, Dislipidemia, merokok, tidak ada riwayat
keturunan.
Konservasi Energi
Klien menggunakan inhalasi pernapasan binasal 3 liter/menit, tidak mengeluh nyeri.
Klien mendapat diet jantung I rendah protein 48 gr/24 jam, menghabiskan menu
makanan yang dihidangkan. Klien tidak muntah, tidak ada diare, diprogramkan
terapi cairan 1800 ml/24 jam, tidak ada edema. Intake 2060 ml, output 1250 ml.
Terdapat perdarahan gastro intestinal dan terpasang NGT. Klien terpasang douwer
catheter. Klien dapat berisitirahat tidur dengan cukup sekitar 8 jam perhari. Tidak
menampakkan tanda-tanda kekurangan tidur.
Klien hanya berbaring di tempat tidur karena kondisinya yang lemah.
Konservasi Integritas Struktur
Klien berbaring tampak lemah, kesadaran komposmentis. TD : 128/74 mmHg, RR
20 x/mnt, Nadi : 90 x/mnt, suhu : 36,5 derajat C. Tidak ada gangguan pergerakan
ekstremitas, tidak ada kelemahan ekstremitas, tidak ada atropi otot ekstremitas.
Tidak ada edema ekstremitas bawah.
ECG AFNVR, X Ray CTR 45% aorta dilatasi. Hasil laboratorium: CKMB 17 Hs
toponin 43. Diagnosa medis: CHF FC II ec CAD; HHD stage II; Pasca CABG 2004;
Pasca PTA 2007; Pasca PPM 2006; CKD stage III; riwayat CVD SNH 2009;
AVNVR. Terapi medis: Hyperil 1x10 mg, Herbesser 1x200 mg, Simvastatin 1x20
mg, Pansoprazole 2x1 amp, inpepsa syr 4x1 ct, Latus 1x8 UI (malam), Carvedilol
1x3,125 mg (pagi), Brainact 2x500 mg, Plavix 1x75 mg, Ascardia 1x80 mg.
Dobutamin 250/50 5 mg/kgBB/jam. DJ I rendah protein 48 gr. Terapi cairan 1800
cc/24 jam.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Konservasi Integrtas Personal


Klien sedih dengan penyakit yang dialaminya, merasa membebani keluarganya
karena sudah cukup lama menderita penyakit tersebut dan sering menjalani
pengobatan di RS.
Konservasi Integritas Sosial
Klien mendapat dukungan yang baik dari keluarga dan orang terdekatnya, selalu
ditunggui keluarganya di ruang tunggu. Klien tidak mampu melakukan aktifitasnya
untuk bekerja atau bermasyarakat karena kondisi penyakitnya.
Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi keperawatan
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung, termasuk kedua gangguan irama dan
konduksi
3. Melakukan pemantauan fungsi pacemaker
4. Lakukan pengecekan elektrode dengan baik (pastikan fiksasinya baik).
5. Memberikan edukasi tentang aktifitas yang boleh dilakukan berhubungan
dengan kepatenan fiksasi eketrode.
6. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
7. Mengadministrasikan pemberian obat
8. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
9. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
10. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
11. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
12. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan curah jantung belum teratasi setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien masih sesak napas, ECG paced
rhythme.
Pasien menunjukkan intoleransi aktifitas belum teratasi setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien merasakan lemah dan letih; HR meningkat
saat aktifitas; TD meningkat setelah aktifitas.
6 Resume Kasus ke-6
STEMI aterior onset 9 jam Killip II Timi 3/14, AHF dan ACS, AKS dd CKD
Pengkajian Fokus (19 Nopember 2013 pukul 09.50 WIB)
Tn D, laki-laki, 53 tahun, pendidikan SMP, agma islam, tanggal masuk RS 18
Nopember 2013.
Riwayat Kesehatan
Klien mengeluh nyeri dada, nyeri dada dirasakan sejak 9 jam SMRS. Karakterisitik
nyeri seperti dihimpit benda berat menjalar ke lengan kiri, durasi lebih dari 20 menit
disertai keringat dingin membasahi baju. Klien tidak memiliki riwayat asma, dan
stroke. Riwayat merokok 1 bungkus perhari.
Konservasi energi

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Klien merasakan nyeri dada hebat skala 8 90-10), muka merintih, menangis, tampak
tegang, nyeri saat bergerak, dan sesak napas.
Konservasi Integritas Struktur
Komposmentis, GCS 15, Suara napas vesikuler terdapat ronki 1/3 basal. ECG sinus
rhythme, ST elevasi V1, V2, V3, V4. ST Depresi II, III, aVL, aVF. CK 212, CKMB
626, Hs Troponin T 11570. Diagnosa medis STEMI aterior onset 9 jam Killip II
Timi 3/14, AHF dan ACS, AKS dd CKD. Terapi: Ekstra lasix 2 ampul, ISDN 3 x 5
mg, Aspilet 1x80 mg, Plavix 1x25 mg, Simvastatin 1x20 mg, Bisoprolol 1x5 mg,
Captopril 3x6,25 mg, Laxadine 1 ct, Cairan 1500 cc/24 jam.
Konservasi Integritas Personal
Klien sangat cemas dan gelisah dengan kondisinya saat ini.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh dukungan yang baik dari keluarga dan orang terdekatnya, selalu
ditunggui keluarganya di ruang tunggu. Klien tidak mampu melakukan aktifitasnya
untuk bekerja atau bermasyarakat karena kondisi penyakitnya.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd cedera agen biologis ischemic myocardial
2. Gangguan pertukaran gas bd hambatan difusi alveolar sekunder terhadap gagal
jantung
3. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi
1. Manajemen nyeri non farmakologis relaksasi
2. Memberikan analgesik aspirin, nitrat, morphin
3. Memberikan oksigen 5 liter/menit
4. Memberikan posisi semi fowler atau high fowler
5. Mengajarkan dan mendorong klien untuk latihan napas dalam
6. memberikan diuretik
7. Memantau bunyi napas
8. Mendorong pasien untuk bed rest
9. Memantau respon kardiorespirasi terhadap aktifitas
10. Penurunan ansietas
11. Melakukan teknik menenangkan diri
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
7 jam ditandai: skala 4 tampak lebih nyaman dan rileks TD 108/67 mmHg HR 72
kali/menit.
Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai: sesak menurun, lebih
nyaman, RR 16 kali/menit.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas mengalami peningkatan
ditandai: klien toleran saat bergerak, RR 16/menit, HR 72/menit TD 110/70 mmHg.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan
tidak gelisah.
7 Resume Kasus ke-7
UAP dd STEMI TIMI
Pengkajian Fokus (3 Maret 2014)
Tn P.M., laki-laki, 57 tahun, islam, pendidikan SLTA, tidak bekerja, tanggal masuk
RS 3 Maret 2014.
Riwayat Kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Klien mengeluh nyeri pada uluhati terasa sejak 9 jam SMRS. Nyeri muncul tiba-
tiba. Mual (+), sendawa (+), muntah (-), keringat dingin (-), berdebar-debar (-).
Nyeri terasa perih dan tidak menjalar ketempat lain. Klien sudah minum ISDN tetapi
tidak membaik. DOE (-), PND (-), OP (-). Klien adalah pasien baru PJNHK. Riwayat
menggunakan obat rutin metformin 2 x 500 mg. Glurenorm 2 x 30 mg. Faktor risko
DM (+), Hipertensi (+).
Konservasi Energi
Klien menggunakan O2 binasal 3 liter/menit, mengeluh nyeri dada.
Konservasi Integritas Struktur
Komposmentis, TD 140/80 mmHg, HR 84/menit, RR 20/menit. Paru vesikuler +/+
ronki +/+; ekstremitas edema +/+. ECG QRS rate 83, QRS axis normal, P wave
normal, PR interval 0,16, QRS durasi 01,0, ST-T change (-), Poor R Progresive. X
ray CTR 55%. Hb 10,8, leukosit 103600 Ht 31. Diagnosa medis: UAP dd NSTEMI.
Konservasi Integritas Personal
Klien mengatakan cemas, tampak gelisah,
Konservasi Integritas Sosial
Klien didampingi didukung oleh keluarganya alam menjalani pengobatan dan
perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd iskemia miokardial
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi
1. Manajemen nyeri non farmakologis relaksasi
2. Memberikan analgesik aspirin, nitrat, morphin
3. Memberikan oksigen 5 liter/menit
4. Memberikan posisi semi fowler atau high fowler
5. Mengajarkan dan mendorong klien untuk latihan napas dalam
6. memberikan diuretik
7. Memantau bunyi napas
8. Mendorong pasien untuk bed rest
9. Memantau respon kardiorespirasi terhadap aktifitas
10. Penurunan ansietas
11. Melakukan teknik menenangkan diri
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
1. Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 7 jam ditandai: skala 4 tampak lebih nyaman dan rileks TD 108/67
mmHg HR 72 kali/menit.
2. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 7 jam ditandai: klien toleran saat bergerak, RR 16/menit,
HR 72/menit TD 110/70 mmHg.
3. Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 7 jam ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah.
8 Resume Kasus ke-8
AHF
Pengkajian Fokus (4 Maret 2014 pukul 09.00 WIB)
Ny. G.C.K, 61 tahun, perempuan, pendidikan PT, islam, tanggal masuk 4 Maret
2014.
Riwayat Kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Sesak napas memberat sejak 3-4 hari SMRS, disertai cepat lelah bila beraktifitas.
DOE (+), OP (+), PND (+). Keluhan bertambah berat hingga menyebabkan pasien
tidak bisa tidur, disertai perut begah, kaki bengkak. BAK berkurang 3 hari terakhir.
Pasien lama PJNHK dengan riwayat operasi DVR 2005. Klien melakukan kontrol
rutin, minum obat rutin. Klien pernah dirawat 5 kali sejak 2008-2014. Obat yang
sudah diminum Blopress ax16 mg, Concor 1 x 35 mg, Lasix 1x40 mg, Digoxin 1 x
0,5 tablet, Allopurinol 1 x 100 mg.
Konservasi Energi
Klien mengeluh sesak napas, lemah saat beraktifitas
Konservasi Integritas Struktur
Composmentis, TD 84/65 mmHg, HR 99, SaO2 99, JVP 5+5 cmH2O, cor mekanikal
sound (+), Ekstremitas piting edema (+). Diagnosa medis: AHF
Konservasi Integritas Personal
Klien tidak merasa rendah diri dan minder dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal
diri, klien akan selalu berupaya untuk menjalani pengobatan dan perawatan agar
kesehatannya pulih kembali. Klien mengalami gangguan peran sebagai ibu rumah
tangga pada saat sakit seperti ini. Klien mengatakan sedih dengan penyakitnya,
karena berulangkali menjalani perawatan di RS. Klien merasa khawatir dengan
kondisi tubuhnya yang berulangkali masuk RS.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi keperawatan
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung, termasuk kedua gangguan irama dan
konduksi
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
10. Penurunan ansietas
11. Melakukan teknik menenangkan diri
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
klien menunjukkan
Pasien menunjukkan penurunan curah jantung belum teratasi setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 7 jam ditandai klien masih sesak napas, ECG paced
rhythme.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas ditandai: klien toleran saat


bergerak, RR 16/menit, HR 72/menit TD 110/70 mmHg.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan
tidak gelisah.

9 Resume Kasus ke-9


ALO pada CHF; AFRVR; AKI dd CKD stage III; anemia pd CKD stage III; CAP;
DM tipe II
Pengkajian Fokus (9 Desember 2013)
Ny. H., perempuan, 56 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS
6 Desember 2013.
Riwayat Kesehatan
Pasien merasakan sesak napas sejak 9 jam SMRS, sesak semakin memberat sejak
12 jam SMRS. Terdapat batuk, demam sejak 7 hari SMRS. Terdapat DOE (+), PND
(+), orthopne (+). Kaki bengkak sejak 2 minggu SMRS. Riwayat pasca MVR Bio
1991, MVR mechanic 1999, mechanic 2003.
Konservasi Energi
Pasien merasakan lemah saat beraktifitas, klien bedrest saat dirawat. Pasien
mengalami sesak napas, RR 25/menit.
Konservasi Integritas Struktur
Composmentis, Paru ronkhi +/+ seluruh lapang paru, wheezing -/-, ekstremitas
edema +/+. TD 97/59 mmHg HR 113, ECG AFRVR, SpO2 99%. Intake 1982 ml
output 1105 ml balance +877. Laboratorium: pH 7,43; PaO2 124; PaCo2 29; BE -
3,7; HCO3 21,4 SpO2 98,8; K4,2; Ca 1,67; Mg 2,2; Na 134; Cl 110. Diagnosa
medis: ALO pada CHF; AFRVR; AKI dd CKD stage III; anemia pd CKD stage III;
CAP; DM tipe II. Terapi: Dormer 2x20 mg; Aldactoe 1x100 mg; Simarc 2-2-1;
Cordace 1x2,5 mg; Metformin 1x250 mg; Lesichol 1x1 caps; Ceftriaxone 1x2 gr;
Nebulizer combiven; Lasix 2x1 ampul.
Konservasi Integritas Personal
Pasien mengatakan khawair dengan penyakitnya. Tampak tegang dan gelisah.
Pasien sangat berharap penyakitnya dapat sembuh dan kesehatannya pulih kembali.
Pasien tidak mengalami penurunan harga diri. Pasien sangat didukung dan
diperhatikan keluarganya. Keluarga selalu mendampingi pasien saat jam
berkunjung.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien sebagai ibu rumah tangga merasa peran dan fungsi sebagai ibu rumahtangga
terganggu karena sedang menderita sakit. Pasien mendapat dukungan dan perhatian
dari suami dan keluarganya secara penuh.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar
3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
4. Memantau vital sign secara periodik
5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)


7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine
9. Memantau aliran liter oksigen
10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan
11. Memantau keefektifan terapi oksigen
12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas
13. Memantau pola pernapasan
14. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
15. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
16. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
17. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
18. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
19. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Klien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: TD 112/72 mmHg HR 87/menit MAP 67 mmHg
Klien menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: RR 16/menit pernapasan teratur, klien tidak sesak, bunyi
crackles (-)
Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas
di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat
aktifitas, TD 112/72 mmHg MAP 67 mmHg HR 87/menit.
10 Resume Kasus ke-10
UAP dd NSTEMI TIMI 3/7 Grace 352 Crussade 3/7; AHF pada ACS; DM tipe II
GD tak terkontrol; AKI dd CKD stage II
Pengkajian Fokus (17 Maret 2014)
Tn S laki-laki usia 62 tahun, pendidikan SLTA, islam, menikah, tanggal masuk RS
15 Maret 2014.
Riwayat Kesehatan
Klien mengeluh sesak napas sejak seminggu SMRS. Sesak terasa memberat sejak 2
hari yang lalu. Kaki bengkak (-), DOE (-) OP (+) PND (+). BAK berkurang, perut
begah (-), mual (+), muntah (+), nyeri dada (-), berdebar-debar (-), demam (-), batuk
(-). Pasien berobat ke UGD RS Bekasi hanya di UGD kemudian dirujuk ke RS
JPDHK. Riwayat sakit jantung sejak Januari 2014. Riwayat penyakit dahulu DM
(+), Dislipidemia (+), merokok (+), hipertensi (-), faktor herediter (-).
Konservasi Energi
Klien mengeluh sesak napas, tubuhnya terasa lemah, RR 24/menit, HR 92/menit,
SpO2 98%.
Konservasi Integritas Struktur
X ray CTR 65%, segmen aorta normal, apeks downward, infiltrat (+). Diagnosa
medis UAP dd NSTEMI TIMI 3/7 Grace 352 Crussade 3/7; AHF pada ACS; DM
tipe II GD tak terkontrol; AKI dd CKD stage II. Terapi Apsilet 1x80 mg, Plavix
1x75 mg, Captopril 3x12,5 mg, ISDN 3x5 mg, Simvastatin 1x20 mg, Laxadine 1x1
ct, Diazepam 1x5 mg, Lovenox 2x0,6 cc, Lasix 2x1 ampul.
Konservasi Integritas Personal

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Klien merasa tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan
selalu berupaya untuk menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya pulih
kembali. Klien mengalami gangguan peran sebagai ibu rumah tangga pada saat sakit
seperti ini. Klien mengatakan sedih dengan penyakitnya, karena berulangkali
menjalani perawatan di RS. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang
berulangkali masuk RS.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan perubahan
kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi keperawatan
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
10. Penurunan ansietas
11. Melakukan teknik menenangkan diri
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien tidak terjadi sesak napas, ECG sinus
rhythme.
Pasien menunjukkan toleransi aktifitas mengalami peningkatan setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien belum toleran saat bergerak, RR
16/menit, HR 114/menit TD 99/76 mmHg.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah.
11 Resume Kasus ke-11
NSTEMI high risk pada CAD 3VD; AHF pada ACS
Pengkajian Fokus (18 Maret 2014 di ICVCU)
Tn F.E.S., laki-laki 65 tahun, pendidikan PT, suku Batak, menikah, agama kristen.
Riwayat Kesehatan
Klien mengeluh nyeri dada sejak 4 jam SMRS durasi 30 menit, nyeri tidak menjalar,
keringat dingin. Pernah dirawat di ICU RS Surabaya selama 3 hari. Pernah dirawat
di RS Adam Malik 2011 dengan diagnosa CAD 3VD dan menolak operasi. Klien

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

memiliki riwayat hipertensi dan dislipidemia. Klien dulu seorang perokok 3 tahun
yang lalu.

Konservasi Energi
Klien mengeluh tubuhnya lemah. Klien tampak tampak kelemahan. Klien
mengatakan tidak mampu beraktifitas sehari-hari. Makan, minum, perawatan diri,
dan toileting dibantu oleh perawat atau keluarga.
Konservasi Integritas Struktur
Kesadaran komposmentis, tampak lemah, BB 67 TB 162 cm. Paru vesikuler tidak
ronki dan wheezing. Jantung bunyi S1S2 reguler tidak murmur dan gallop. Tidak
ada edema ekstremitas. Tidak ada sianosis. X Ray CTR 58% aorta elongasi, apeks
downward, kongesti (-), infiltrat (-). ECG Sinus Rhythme, rate 104, Axis LAD, P
wave normal, RR interval 0,12, QRS 0,08, Q di III, aVF, LVH (+). CKMB 27 Hs
Troponin T 257 ureum 30 creatinin 1,05 BUN 14 GDS 118 Na 134 Cl 105 K 4,3
Mg 2,5 Cal 2,32. Diagnosa medis: NSTEMI high risk pada CAD 3VD; AHF pada
ACS. Terapi medis: Aspilet 1x80 mg; Plavix 1x75 mg; Simvastatin 1x20 mg;
Laxadine 1x ct; Diazepam 1x5 mg; ISDN 3x5 mg; Captopril 3x6,25 mg; Bisoprolol
1x1,25 mg; Lasix 2x1 ampul; Lovenox 2x0,6. Terapi cairan 1500 cc/24 jam; DJ II
1800 kkal/24 jam.
Konservasi Integritas Personal
Klien merasa sedih dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan berupaya
menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya bisa pulih. Klien
mengalami gangguan peran sebagai ayah saat sakit seperti ini. Klien merasa
khawatir dengan kondisi tubuhnya yang dianggap kritis.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas miocardial
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
Evaluasi
Pasien menunjukkan perbaikan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 128/87 mmHg, HR 78/menit, tidak sesak
napas, RR 15/menit.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama 3 hari ditandai: klien mengatakan lebih bertenaga, tidak lelah,
tidak sesak saat aktifitas, TD 128/87 mmHg, HR 78/menit, RR 15/menit.

12 Resume Kasus ke-12


Respiratory failure pada MR severe; CHF NYHA FC III IV ec prolaps AML-PML;
ventrikel fibrilasi; efusi pericardium tanpa tamponade; efusi pleura bilateral; susp
infeksi endocarditis; hiponatremia; pasca partus Februari 2014
Pengkajian Fokus (24 Maret 2014)
Ny. W., perempuan, 32 tahun, pendidikan PT, agama islam, menikah, masuk RS 19
Maret 2014 pukul 22.35 WIB.
Riwayat Kesehatan
Pasien masuk RS dengan sesak napas sejak 2 hari SMRS, DOE (-), PND (-),
orthopnea (-). Sesak dimulai sejak 2 minggu pasca partum anak ke-2 lahir secara
normal. Pasien mengalami edema ekstremitas bawah.
Konservasi Energi
Klien terpengaruh sedasi sehingga data objektif tidak terkaji.
Konservasi Integritas Struktur
TD 106/62 mmHg, HR 101/menit, suhu 36,60 C, Ecg junctional tachycardia, SpO2
100. Kesadaran pengaruh sedasi, GCS E1 M1 VETT. Pupil size 2/, gerak ekstremitas
RA (+), LA (+), RL (+), LL (+). fiO2 70%, RR 14/22, TV 400, CPAP 395-417 PEEP
5. Intake 2259 ml output 3600 ml Balance -1350 ml. Laboratorium pH 7,56 PaO2
96 PaCO2 41 BE 12,5 HCO3 36,5 SaO2 98,1 K 4,2 Na 135 Cl 97 albumin 3,0.
Diagnosa medis: Respiratory failure pada MR severe; HF NYHA FC III IV ec
prolaps AML-PML; ventrikel fibrilasi; efusi pericardium tanpa tamponade; efusi
pleura bilateral; susp infeksi endocarditis; hiponatremia; pasca partus Februari 2014
Konservasi Integritas Personal
Klien dalam pengaruh sedasi sehingga data subjektif tidak terkaji. Klien mendapat
dukungan dan perhatian yang besar dari keluarganya.
Konservasi Integritas Sosial
Klien seorang istri dan ibu yang memiliki suami dan dua anak. Suami dan keluarga
klien sangat mendukung dan memperhatikan kesehatan klien. Suami dan keluarga
banyak mendampingi pasien saat jam berkunjung.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan tidak efektif bd terdapat jalan napas buatan endotracheal tube.
2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar
3. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan penghisapan sekret jalan napas dengan memperhatikan respon nyeri
pasien saat penghisapan
2. Memantau status oksigenasi pasien (kadar SpO2)
3. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine
4. Monitor pola pernapasan
5. mengadministrasikan terapi oksigen
6. mempertahankan kepatenan jalan napas
7. mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan
8. memantau keefektifan terapi oksigen
9. memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas
10. memantau pola pernapasan

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

11. memantau status respirasi terhadap tanda heart failure


12. memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
13. memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
14. memantau bunyi crackles dan bunyi paru tambahan
Evaluasi
Bersihan jalan napas dapat dipertahankan setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: bunyi napas ronki masih ada secara periodik, sekresi dapat
dikeluarkan dengan penghisapan.
Pertukaran gas menunjukkan perbaikan setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: pola napas teratur, RR 17/menit, bunyi crackles
Pasien menunjukkan perbaikan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: TD 118/76 mmHg, HR 72/menit, tidak sesak napas, RR
17/menit.
13 Resume Kasus ke-13
ACS, CHF
Pengkajian Fokus 19 Maret 2014
Tn R.W., laki-laki, 71 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam.
Riwayat kesehatan
Klien mengalami nyeri dada durasi 20 menit sejak 6 jam SMRS. Sebelumnya nyeri
dada sudah dirasakan sejak 2 hari SMRS. Karakteristik nyeri dada hilang timbul.
Pasien terdapat sesak napas, orthopnea, PND (+), kaki bengkak. Pernah dirawat di
RS Ananda 2 minggu yang lalu. Diagnosa heart attack dan CHF. Pasien disuntik di
perut. Dirawat selama 7 hari di ICU. Obat yang masih diminum
Konservasi Energi
Pasien tampak lemah, merasakan sesak napas, orthopnea, PND (+). RR 24/menit,
tampak sesak dan berat untuk bernapas.
Konservasi Integritas Struktur
TD 103/46 mmHg HR 67/menit; composmentis; edema ekstremitas bawah.
Diagnosa ACS, CHF. Terapi: Cholespan 1x20 mg; Spirolc 1x25mg; ISDN 3x5 mg;
Simarc 1x2mg; Digoxin 1x0,25 mg; cordarone 2x200 mg; Bisoprolol 1x2,5 mg.
Konservasi Integritas Personal
Klien khawatir dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan terus
berusaha menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya bisa pulih. Klien
mengalami gangguan peran sebagai ayah saat sakit seperti ini. Klien merasa
khawatir dengan kondisi tubuhnya yang dianggap kritis.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk


mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
10. Berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan
11. Mendorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan
12. Bersikap tenang dan yakinkan pasien
13. Mempertahankan kontak mata dengan pasien
14. Membantu pasien untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan
sedih
15. Mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih
16. Memberikan dukungan pasien selama fase denial, anger, bargaining,
acceptance
Evaluasi
Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 122/77 mmHg, HR 76/menit, tidak sesak
napas, RR 15/menit.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien mengatakan lebih bertenaga, tidak lelah,
tidak sesak saat aktifitas, TD 128/87 mmHg, HR 78/menit, RR 15/menit.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: pasien tenang, tidak gelisah, tampak lebih rileks.
14 Resume Kasus ke-14
ALO; NSTEMI Timi 2/7 Grace 254; AFRVR; AKI dd CKD; CAP
Pengkajian Fokus (21 Maret 2014)
Tn I.B. 62 tahun, laki-laki, pendidikan PT, menikah, agama islam.
Riwayat Kesehatan
Pasien merasakan sesak napas sejak 9 jam SMRS, sesak semakin memberat sejak
12 jam SMRS. Terdapat batuk, demam sejak 7 hari SMRS. Terdapat DOE (+), PND
(+), orthopne (+). Kaki bengkak sejak 2 minggu SMRS. Pasien biasa minum
furosemide bila kakinya bengkak.
Konservasi Energi
Pasien merasakan lemah saat beraktifitas, klien bedrest saat dirawat. Pasien
mengalami sesak napas, RR 25/menit.
Konservasi Integritas Struktur
Composmentis, Paru ronkhi +/+ seluruh lapang paru, wheezing -/-, ekstremitas
edema +/+. TD 97/59 mmHg HR 113, ECG AFRVR, SpO2 99%. Intake 1982 ml
output 1105 ml balance +877. Laboratorium: pH 7,43; PaO2 124; PaCo2 29; BE -
3,7; HCO3 21,4 SpO2 98,8; K4,2; Ca 1,67; Mg 2,2; Na 134; Cl 110. Diagnosa
medis: ALO; NSTEMI Timi 2/7 Grace 254; AFRVR; AKI dd CKD; CAP. Terapi:
Panzoprazole 1x1 ampul; Amikasin 1x30 mg; Meropenem 2x1gr; Lantus 1x8 UI;
Plavix 1x25 mg; Laxadine 1xct; Digoxine 1x0,125 mg; Atorvastatine 1x20 mg;
Metoclopramide 2x1 ampul; Paracetamol 3x500 mg.
Konservasi Integritas Personal
Pasien mengatakan khawair dengan penyakitnya. Tampak tegang dan gelisah.
Pasien sangat berharap penyakitnya dapat sembuh dan kesehatannya pulih kembali.
Pasien tidak mengalami penurunan harga diri. Pasien sangat didukung dan

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

diperhatikan keluarganya. Keluarga selalu mendampingi pasien saat jam


berkunjung.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien sebagai kepala keluarg merasa memiliki peran dan fungsi sebagai pemimpin
dan penanggungjawab keluarga. Pasien merasa tidak dapat menjalankan perannya
sebagai kepala keluarga ketika sakit.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar
3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
4. Memantau vital sign secara periodik
5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine
9. Memantau aliran liter oksigen
10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan
11. Memantau keefektifan terapi oksigen
12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas
13. Memantau pola pernapasan
14. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
15. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
16. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
17. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
18. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
19. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 112/72 mmHg HR 87/menit MAP 67
mmHg
Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai: RR 16/menit pernapasan
teratur, klien tidak sesak, bunyi crackles (-)
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas ditandai: klien lebih adapatif
dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada
perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 112/72 mmHg MAP 67 mmHg HR
87/menit.
15 Resume Kasus ke-15
ALO ec ACS pada CAD 3VD; NSTEMI TIMI 4/7 Grace 178 Crussade 46; Riwayat
cardiogenic syok; Pasca PCI; CAD 3VD
Pengkajian Fokus (26 Maret 2014)
Tn S. 55 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, tanggal masuk
RS 20 Maret 2014 pukul 12.14 WIB.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Riwayat Kesehatan
Pasien mengeluh nyeri dada sejak 2 minggu SMRS, nyeri makin memberat, berobat
ke RS Mintoharjo didiagnosa serangan jantung, kemudian dilakukan kateterisasi
hasilnya stent yang dipasang 2011 tersumbat total, dan ada sumbatan pembuluh
darah lain yang makin memberat. Klien disarankan CABG ke RSJPDHK. Setelah
diperiksa di RSJPDHK klien didiagnosa CVD 3VD. Pasien memiliki riwayat
penyakit asma dan gastritis.
Konservasi Energi
Pasien merasakan tubuhnya lemah, untuk beraktifitas ditempat tidur terasa tidak
bertenaga. Klien masih sesak napas, RR 21/menit, fiO2 binasal 6 liter/menit. Intake
cairan 2427 ml output 4400 balance -1973. Laboratorium: pH 7,50 paO2 82 PaCo2
37 HCO3 28,6 SaO2 96,3 K 3,3 Na 130 Cl 92. Terpasang IABP hari I HR 101 SBP
70 DBP 43 Mean 65 Aug 82. Echocardiography: status volume cukup, SV dan CO
cukup SVR tinggi.
Konservasi Integritas Struktur
Pasien composmentis GCS E4 M6 V5; bunyi paru ronkhi basah halus hampir
seluruh lapang paru; ekstremitas tidak edema. Diagnosa medis: ALO ec ACS pada
CAD 3VD; NSTEMI TIMI 4/7 Grace 178 Crussade 46; Riwayat cardiogenic syok;
Pasca PCI; CAD 3VD. Terapi: Plavix 1x75 mg; Simvastatin 1x20 mg; Laxadie 1xct;
Diazepam 1x5 mg; Antasida 3xct; Ranitidine 2x1 ampul; Lovenox 2x0,6 cc;
Panzoprazole 1x1 ampul; Cardioaspirin 1x100 mg. Dobutamin 250/50; lasix 20/20;
NTG 10/50.
Konservasi Integritas Personal
Klien cemas dan takut dengan penyakitnya. Klien mengatakan selalu memikirkan
kesembuhan penyakitnya. Klien tidak menunjukkan penurunan citra tubuh. Klien
berharap penyakitnya dapat disembuhkan. Klien memperoleh perhatian dari
keluarga dan saudaranya.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien sebagai kepala keluarg merasa memiliki peran dan fungsi sebagai pemimpin
dan penanggungjawab keluarga. Pasien merasa tidak dapat menjalankan perannya
sebagai kepala keluarga ketika sakit.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar
3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
4. Memantau vital sign secara periodik
5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine
9. Memantau aliran liter oksigen
10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan
11. Memantau keefektifan terapi oksigen
12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

13. Memantau pola pernapasan


14. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
15. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
16. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
17. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
18. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
19. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari
Klien menunjukan peningkatan curah jantung ditandai TD 116/75 mmHg HR
83/menit MAP 64 mmHg
Klien menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai RR 16/menit pernapasan
teratur, klien tidak sesak, bunyi crackles (-)
Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas ditandai: klien lebih adapatif
dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada
perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 116/75 mmHg HR 83/menit MAP 64
mmHg.
16 Resume Kasus ke-16
NSTEMI TIMI 5/7 Grace 134 Crussade 63; CHF FC II-III ec anterior MCI EF 40%;
AKI dd CKD stage IV; DM tipe 2 GD belum terkontrol; Hiponatremia; Azotemia.
Pengkajian Fokus (27 Maret 2014)
Tn K.K., laki-laki, 70 tahun, pendidikan PT, menikah, agama islam, tanggal masuk
RS 25 Maret 2014.
Riwayat Kesehatan
Klien mengeluh nyeri dada sejak 5 jam SMRS. Nyeri dada sebelah kanan seperti
ditusuk-tusuk. Pasien RSJPDHK, riwayat perawatan dengan ADHF w/w ec old
anterior Myocardial Infarctionion, DM tipe II, AKI dd CKD stage III, CAP.
Konservasi Energi
Klien mengeluh lemah dan sesak napas. Klien mengatakan tidak mampu melakukan
aktifitas ditempat tidur. Semua aktifitas makan minum, toileting, perawatan diri
dibantu.
Konservasi Integritas Struktur
Composmentis, GCS E4 M6 V5. TD 100/44 HR 88/menit ECG sinus rhythme.
fiO2 binasal 3 liter/menit; RR 17/menit. Intake 1821 output 2350 balance -529. JVP
5+2 cmH2O. Cor S1 S2 normal, murmur (-), gallop (-). Pulmo vesikuler +/+, ronkhi
-/-, wheezing -/-. Ekstremitas akral hangat, edema (-). Echocardiography bedside:
TD 115/51 (68); HR 93; VTI 19; IVC 19/17; SV 59; CO 54; SVR 888. ECG SR;
GRS Rate 99; Axis normal; P wave normal; PR interval 0,2; QRS duration 0,12; ST
depresi I, II; aVF; V5-V6; ST elevasi aVR; LBBB. X Ray CTR 50%. Laboratorium
glucose 136. Diagnosa medis: NSTEMI TIMI 5/7 Grace 134 Crussade 63. CHF FC
II-III ec anterior MCI EF 40%; AKI dd CKD stage IV; DM tipe 2 GD belum
terkontrol; Hiponatremia; Azotemia.Terapi medis: Plavis 1x75 mg; Aspilet 1x80
mg; VBlock 1x3,125 mg; Valsartan 1x80 mg; Nitrokaf 1x2,5 mg; ISDN 5 mg SL;
Lasix 2x2 ampul; Ranitidine 2x1 ampul; Heparin 25000/500  APTT; Dobutamin
500/50  GDS; NaCl 0,9% 1 kolf/24 jam. Terapi Cairan 1800 cc/24 jam; DJ II Lunak
DM 2100 kcal/24 jam.
Konservasi Integritas Personal

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Klien cemas dan takut dengan penyakitnya. Klien mengatakan selalu memikirkan
kesembuhan penyakitnya. Klien tidak menunjukkan penurunan citra tubuh. Klien
berharap penyakitnya dapat disembuhkan. Klien memperoleh perhatian dari
keluarga dan saudaranya.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien sebagai kepala keluarg merasa memiliki peran dan fungsi sebagai pemimpin
dan penanggungjawab keluarga. Pasien merasa tidak dapat menjalankan perannya
sebagai kepala keluarga ketika sakit.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera biologis: myocardial infarctionion
2. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan pengkajian komprehensif nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, faktor pencetus)
2. Melakukan observasi isyarat nonverbal terhadap ketidaknyamanan
3. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengakui pengalaman
nyeri pasien dan menyatakan respon penerimaan pasien terhadap nyeri
4. Mengendalikan faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan
pasien
5. Mengurangi dan hilangkan faktor yang mencetuskan dan meningkatan
pengalaman nyeri
6. Mengajarkan teknik manajemen nyeri nonfarmakologis (hipnosis, relaksasi,
guided imagery, music therapy, distraction, play therapy, activity therapy,
acupressure, hot/cold application, massage).
7. Mendorong pasien untuk menggunakan obat nyeri yang adekuat
8. Menigkatkan adekuasi istirahat dan tidur untuk mengurangi nyeri
9. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
10. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
11. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
12. Memantau vital sign secara periodik
13. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
14. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
15. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
16. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
17. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
18. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
19. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
20. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
21. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
3 hari ditandai: klien tidak merasakan nyeri, ekspresi muka rileks, HR 79/menit.
Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai TD 117/72 mmHg HR 79/menit.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas
di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat
aktifitas, TD 117/72 mmHg HR 79/menit.
17 Resume Kasus ke-17
Diseksi aorta Debekey I standford A; Hipertensi stage I; ALI std II; AKI dd CKD
stage III
Pengkajian Fokus (4 April 2014)
Tn. A.S., laki-laki, 61 tahun, pendidikan PT, menikah, agama kristen protestan,
masuk RS tanggal 1 April 2014 pukul 00.43 WIB.
Riwayat Kesehatan
Klien masuk RS dengan keluhan nyeri dada, terasa memberat sejak 7 jam SMRS.
Nyeri dada terasa seperti diinjak/ditimpa benda berat. Nyeri muncul saat istirahat.
Durasi > 30 menit. Nyeri berkurang dengan pemberian ISDN SL namun tidak hilang
nyerinya. Skala nyeri 10/10. Klien terdapat riwayat DOE (+), PND (+), hipertensi,
eks smoker 5 tahun yang lalu.
Konservasi Energi
Klien merasakan nyeri pada ekstremitas kanan bawah, terdapat betis kaki kanan
bengkak, kemerahan, nyeri sentuh/tekan. Klien merasakan badannya lemah.
Aktifitas ditempat tidur tidak optimal. Klien tidak merasakan sesak napas.
Konservasi Integritas Struktur
Composmentis GCS E4M6V5; TD 114/74 mmHg; HR 78; RR 16; SaO2 100%;
ECG Sinus Rhythme. fiO2 binasal 3 liter/menit. Intake 2034 ml output 975 ml
Balance +1059. Diagnosa medis: Diseksi aorta Debekey I standford A; Hipertensi
stage I; ALI std II; AKI dd CKD stage III. Terapi medis: Pentoxyfilline 1200 mg +
2A/24 jam; Morphine 1 mg/jam; Metoprolol 2x100 mg; Ramipril 2x2,5 mg;
Simvastatin 1x20 mg; Amlodipin 1x10 mg; Hct 1x12,5 mg; Aldactone 1x52 mg;
Bicnat 3x500 mg; Doxycicline 2x200 mg; Asetosal 1x80 mg; Clopidogrel 1x75 mg;
Celostazol 2x50 mg; Laxadine 1xct; Diazepam 1x5 mg; Bactesyn 2x1,5 mg;
Allopurinol 2x100 mg; TC 2100 cc/24 jam; DJ II 2100 kkal/24 jam.
Konservasi Integritas Personal
Klien merasakan cemas dan sedih dengan kondisinya sekarang. Nyeri dan bengkak
di betis kaki kanan membuat pasien sangat terganggu. Klien sangat berharap
penyakitnya sembuh kembali.
Konservasi Integritas Sosial
Klien seorang kepala keluarga yang sangat didukung oleh istri dan anak-anaknya.
Keluarga pasien sangat memperhatikan kesehatan pasien dibuktikan dengan usaha
dan dukungannya untuk mengupayakan pengobatan dan perawatan klien
semaksimal mungkin.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera biologis: ischemia dan inflamasi ekstremitas bawah
2. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan pengkajian komprehensif nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, faktor pencetus)
2. Melakukan observasi isyarat nonverbal terhadap ketidaknyamanan
3. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengakui pengalaman
nyeri pasien dan menyatakan respon penerimaan pasien terhadap nyeri

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

4. Mengendalikan faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan


pasien
5. Mengurangi dan hilangkan faktor yang mencetuskan dan meningkatan
pengalaman nyeri
6. Mengajarkan teknik manajemen nyeri nonfarmakologis (hipnosis, relaksasi,
guided imagery, music therapy, distraction, play therapy, activity therapy,
acupressure, hot/cold application, massage).
7. Mendorong pasien untuk menggunakan obat nyeri yang adekuat
8. Menigkatkan adekuasi istirahat dan tidur untuk mengurangi nyeri
9. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
10. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
11. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
12. Memantau vital sign secara periodik
13. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
14. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
15. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
16. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
17. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
18. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
19. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
20. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
21. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
4 hari ditandai: klien masih merasakan nyeri, ekspresi muka rileks, HR 88/menit.
Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 4 hari ditandai: TD 122/78 mmHg HR 88/menit.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 4 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas
di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat
aktifitas, TD 122/78 mmHg HR 88/menit.
18 Resume Kasus ke-18
Pasca Alo pada STEMI TIMI 2/7 Grace 135 Crussade 74; Hipertensi stg I; DM tipe
II; GD terkontrol; Anemia dd CKD; AKI dd CKD stage V
Pengkajian Fokus (14 Mei 2014)
Ny M., 59 tahun, perempuan, pendidikan SLTP, menikah, agama islam, masuk RS
tanggal 10 Mei 2014.
Riwayat Singkat
Pasien merasakan sesak napas, memberat sejak 2 hari SMRS. Sebelumnya pasien
mulai merasa cepat lelah saat aktivitas ringan – sedang. Terdapat DOE (+),
Orthopnea (+), PND (+). Tidak ada nyeri dada, keringat dingin (-), edema (-). Klien
memiliki faktor risiko hipertensi (+), DM (+), Dislipidemia (-), faktor herediter (-),
menopause (+).
Konservasi Energi
Klien merasakan sesak napas; badannya lemah; RR 22/menit; Saturasi 100%;
Glukosa 149 mg/dl; Hb 8,9; fiO2 binasal 5 liter/menit.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Konservasi Integritas Struktur


Composmentis; GCS E4 M6 V5; TD 157/79 mmHg; ECG synus Rhythme;
creatinin 2,09; BUN 24; urea 52; Glucose 149; Hb 8,9;HT 27; Procalcitonin 0,28.
Diagnosa medis: Pasca Alo pada STEMI TIMI 2/7 Grace 135 Crussade 74;
Hipertensi stg I; DM tipe II; GD terkontrol; Anemia dd CKD; AKI dd CKD stg V.
Terapi medis: Heparin  APTT; Ciprofloxacin 2x200 mg IV; Aspilet 1x80 3x10 mg;
Palvix 1x75 mg; ISDN 3x10 mg; Captopril 3x37,5 mg; Atorvastatin 1x20 mg;
Laxadine 1xct; Diazepam 1x5 mg; Lasix 2x1 ampul; Fluimucy 2x600 mg; Lantus
1x8 unit.
Konservasi Integritas Personal
Klien merasakan cemas dan sedih dengan kondisinya sekarang. Nyeri dan bengkak
di betis kaki kanan membuat pasien sangat terganggu. Klien sangat berharap
penyakitnya sembuh kembali.
Konservasi Integritas Sosial
Klien seorang kepala keluarga yang sangat didukung oleh istri dan anak-anaknya.
Keluarga pasien sangat memperhatikan kesehatan pasien dibuktikan dengan usaha
dan dukungannya untuk mengupayakan pengobatan dan perawatan klien
semaksimal mungkin.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
2. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
4. Memantau vital sign secara periodik
5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
8. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
9. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
10. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
11. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
12. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
13. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai TD 145/71 mmHg HR 82/menit.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas
di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat
aktifitas, TD 145/71 mmHg HR 82/menit.

19 Resume Kasus ke-19


NSTEMI TIMI 4/7; AHF pada ACS; Hipertensi stage II; AKI dd CKD; DM tipe II
GD terkontrol; CAP

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Pengkajian Fokus (15 Mei 2014)


Tn. K.; laki-laki; 47 tahun; pendidikan SD; menikah; agama islam; tanggal masuk
14 Mei 2014 pukul 10.00 WIB.
Riwayat Singkat
Klien tiba-tiba mengeluh sesak napas sejak 2 jam SMRS, dirsakan saat mengendarai
mobil. Riwayat DIE (+) PND (+) Orthopnea (+); tidak ada kaki bengkak; nyeri dada
(-); sesak napas dirasakan seperti sulit menahan napas. Batuk-batuk sejak 2 minggu
SMRS. Riwayat penyakit dahulu asma (-), stroke (-), gastritis (-). Faktor risiko
hipertensi (-), DM (-), faktor herediter (-), smoker (-).
Konservasi Energi
Klien merasakan sesak napas, badannya terasa lemah untuk beraktifitas ditempat
tidur. Makan-minum, toileting, perawatan diri dibantu perawat dan keluarga. RR
22/menit; HR 111/menit
Konservasi Integritas Struktur
Composmentis GCS E4 M6 V5; TD 146/90 mmHg HR 111; ECG Sinus
Tachicardia; saturasi oksigen 100%. fiO2 binasal 6 liter/menit; intake 682 ml output
800 ml balance -118 ml. K 3,6 Ca 2,02, Mg 1,7; Glucose 95; uric acid 9,6. Diagnosa
medis: NSTEMI TIMI 4/7; AHF pada ACS; Hipertensi stage II; AKI dd CKD; DM
tipe II GD terkontrol; CAP. Terapi Nitrogliceryn 50/50 => 150 mg/menit;
Meropenem 3x1 gr; Pantoprazole 1x1 ampul; Aspilet 1x80 mg; Plavix 1x75 mg;
Simvastatin 1x20 mg; ISDN 3x5 mg; Laxadine 1x ct; Ranipril 1x5 mg; Aldactone
1x25 mg; Diazepam 1x5 mg; Lovenox 2x0,6 cc; Lasix 2x1 ampul.
Konservasi Integritas Personal
Klien cemas dengan kondisinya sekarang. Klien sangat berharap penyakitnya bisa
sembuh kembali seperti semula. Klien tidak mengalami penurunan citra diri. Klien
merasa membebani keluarga ketika menderita sakit dan membutuhkan perawatan
intensif seperti ini.
Konservasi Integritas Sosial
Klien tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai kepala keluarga selama
sakit. Klien memperoleh dukungan dan perhatian dari istri dan keluarganya. Klien
juga tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat khususnya di
instansi kerjanya. Klien prihatin dengan kondisinya sekarang yang menghambat
aktifitasnya sebagai kepala keluarga dan di masyarakat serta instansi kerja.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
2. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
4. Memantau vital sign secara periodik
5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
8. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
9. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
10. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

11. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi


tingkatan energi
12. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
13. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai TD 136/74 mmHg HR 87/menit.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas
di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat
aktifitas, TD 136/74 mmHg HR 87/menit.
20 Resume Kasus ke-20
NSTEMI TIMI 3/7 Grace 352 Crussade 3/7; AHF; DM tipe II GD tak terkontrol;
AKI dd CKD stage II
Pengkajian Fokus (13 Maret 2014)
Tn. O.S., laki-laki, 50 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, tanggal
masuk RS 13 Maret 2014 pukul 09.30 WIB.
Riwayat Singkat
Klien mengeluh sesak napas sejak 3 minggu SMRS. Sesak terasa memberat sejak 5
hari yang lalu. Kaki bengkak (-), DOE (-) OP (+) PND (+). BAK sedikit, perut begah
(-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-), demam (-), batuk (-). Pasien berobat ke UGD
RS Bekasi hanya di UGD kemudian dirujuk ke RS JPDHK. Riwayat sakit jantung
sejak 2012. Riwayat penyakit dahulu DM (+), Dislipidemia (+), merokok (+),
hipertensi (-), faktor herediter (-).
Konservasi Energi
Klien merasakan sesak napas, tubuhnya terasa lemah, RR 22/menit, HR 97/menit,
SpO2 98%. Klien tidak toleran untuk aktifitas di tempat tidur
Konservasi Integritas Struktur
X ray CTR 65%, segmen aorta normal, apeks downward, infiltrat (+). Diagnosa
medis NSTEMI TIMI 3/7 Grace 352 Crussade 3/7; AHF; DM tipe II GD tak
terkontrol; AKI dd CKD stage II. Terapi Apsilet 1x80 mg, Plavix 1x75 mg,
Captopril 3x12,5 mg, ISDN 3x5 mg, Simvastatin 1x20 mg, Laxadine 1x1 ct,
Diazepam 1x5 mg, Lovenox 2x0,6 cc, Lasix 2x1 ampul.
Konservasi Integritas Personal
Klien merasa tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan
selalu berupaya untuk menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya pulih
kembali. Klien mengalami gangguan peran sebagai ibu rumah tangga pada saat sakit
seperti ini. Klien mengatakan sedih dengan penyakitnya, karena berulangkali
menjalani perawatan di RS. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang
berulangkali masuk RS.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan perubahan
kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi keperawatan

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin


2. Melakukan pemantauan disritmia jantung
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
10. Berada disamping pasien untuk mendampingi pasien dan menurunkan ansietas.
11. Melakukan teknik menenangkan diri, berkomunikasi dengan bahasa yang halus
dan intonasi suara yang lembut, sambil memberikan usapan dan sentuhan.
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien tidak terjadi sesak napas, ECG sinus
rhythme
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien belum toleran saat bergerak, RR 16/menit,
HR 114/menit TD 99/76 mmHg.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah
21 Resume Kasus ke-21
ACS, CHF
Pengkajian Fokus 13 Mei 2014
Tn. S.S., laki-laki, 68 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama katolik, masuk RS
tanggal 12 Mei 2014 pukul 15.38 WIB.
Riwayat kesehatan
Klien mengalami nyeri dada durasi 30 menit sejak 12 jam SMRS. Sebelumnya nyeri
dada sudah dirasakan sejak 4 hari SMRS. Karakteristik nyeri dada hilang timbul.
Pasien terdapat sesak napas, orthopnea, PND (+), kaki bengkak.
Konservasi Energi
Pasien sudah tidak mengeluh nyeri dada, tubuh tampak lemah, merasakan sesak
napas, orthopnea, PND (+). RR 22/menit, tampak sesak dan berat untuk bernapas.
Konservasi Integritas Struktur
TD 113/66 mmHg HR 71/menit; composmentis; edema ekstremitas bawah.
Diagnosa ACS, CHF. Terapi: Cholespan 1x20 mg; Spirolc 1x25mg; ISDN 3x5 mg;
Simarc 1x2mg; Digoxin 1x0,25 mg; cordarone 2x200 mg; Bisoprolol 1x2,5 mg.
Konservasi Integritas Personal
Klien khawatir dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan terus
berusaha menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya bisa pulih. Klien
mengalami gangguan peran sebagai ayah saat sakit seperti ini. Klien merasa
khawatir dengan kondisi tubuhnya yang dianggap kritis.
Konservasi Integritas Sosial

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
10. Berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan
11. Mendorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan
12. Bersikap tenang dan yakinkan pasien
13. Mempertahankan kontak mata dengan pasien
14. Membantu pasien untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan
sedih
15. Mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih
16. Memberikan dukungan pasien selama fase denial, anger, bargaining,
acceptance
Evaluasi
Pasien menunjukkan perbaikan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: TD 112/76 mmHg, HR 76/menit, tidak sesak napas, RR
15/menit.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien mengatakan lebih bertenaga, tidak lelah,
tidak sesak saat aktifitas, TD 112/76 mmHg, HR 76/menit, RR 15/menit.
Ansietas menurun ditandai pasien tenang, tidak gelisah, tampak lebih rileks, HR
76/menit TD 112/76 mmHg
22 Resume Kasus ke-22
Total Archus Replacement; Aortic Valve Replacement; dan CABG 2x ec Diseksi
Aorta ascendent; Atrial regurgitasi moderate-severe; CAD2VD.
Pengkajian Fokus (5 Mei 2014)
Tn. M.T., 41 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS
tanggal 24 April 2014 pukul 15.50 WIB.
Riwayat Singkat
Pasien sesak napas memberat bila beraktifitas lebih. Terasa sejak 3 bulan SMRS.
Pasien didiagnosa penyakit jantung koroner oleh dokter SpJP yang biasa dikunjungi.
Pasien datang di RSJPDHK dan ditegakkan diagnosa: Susp Diseksi Aorta
ascendent; Atrial regurgitasi moderate-severe; CAD2VD. Tanggal 5 Mei 2014

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

dilakukan pembedahan: Total Archus Replacement; Atrial Valve Replacement; dan


CABG 2x. Riwayat operasi/masalah selama operasi: rewarm, cross clamp off, VF;
DC shock 2x20; Sinus bradicardia =>Pacing =>Sinus bradicardia.
Konservasi Energi
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat.
Konservasi Integritas Struktur
Terintubasi; ventilasi mekanik ASV 100%, PEEP 5, fiO2 50%; TD 104/48, HR
90/menit; kesadaran dalam pengaruh obat; akral dingin; bising usus (+); AGD pH
7,37; PaO2 92; PaCO2 32; BE 15,5; SaO2 97,2%. TD 103/53 mmHg MAP 72
mmHg; HR 83/menit; ECG pacing Rhythme; suhu 36,1 CVP 14.
Arteriline arteri femoralis sinistra; Right atrium line vena subclavia sinistra; vena
perifer vena subclavia sinistra; drainase substernal, 1 pleura kiri, 1 pericardium.
Folley catheter uretra; Swan Ganz catheter side port vena jugularis internal dextra;
wire pacemaker ventrikel (+).
Konservasi Integritas Personal
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
2. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang
jalan napas buatan
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Memantau irama jantung
2. Melakukan auskultasi bunyi paru
3. Memantau ECG 12 leads
4. Mamntau hemodinamik
5. Memantau keluaran urine
6. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
7. Memantau perubahan ECG
8. Mantau intake output
9. Memastikan alrm ventilator dalam keadaan hidup
10. Memantau kepatenan setting ventilator
11. Menatau monitor ventilator secara rutin
12. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil)
13. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma
14. Melakukan percobaan proses weaning
15. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks
16. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning
17. Berikan oksigen 8 liter/menit
18. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
19. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
20. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
21. Monitor tanda dan gejala perdarahan
22. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

23. Kaji area incisi dari tanda perdaraha


24. Catat karakterisitik drainase
25. Pertahankan kepatenan selang drainase
26. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
27. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setalah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 165/66 mmHg HR 76/menit; CVP 12;
akral hangat suhu 36 C dihangat dengan warm air
Pasien menunjukkan ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 8 jam ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 24/menit,
tidak ada sesak, selanjutnya diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam.
Selanjutnya pasien diberikan oksigen nasal 5 liter/menit.
Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 8 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih,
setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler,
ronki +/+.
Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan selama dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi
sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz,
pada luka ditungkai.

23 Resume Kasus ke-23


Pasca CABG ec CAD3VD
Pengkajian Fokus (5 Mei 2014)
Tn. T.S., 50 tahun, laki-laki, pendidikan SD, menikah, agama islam, masuk RS
tanggal 4 Mei 2014 pukul 09.55 WIB.
Riwayat Singkat
Pasien mengeluh nyeri dada sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Klien masuk
ke RSJPHK didiagnosa CAD3VD dan diprogram CABG.
Konservasi Energi
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat.
Konservasi Integritas Struktur
Terintubasi; ventilasi mekanik ASV 100%, PEEP 5, fiO2 50%; TD 170/80, HR
78/menit; RR 13; suhu 32; ECG Sinus Rhythme; kesadaran dalam pengaruh obat;
akral hangat; bising usus (-); balance -300 cc. Echocardiography 25-12-2014 fungsi
sistolik global LV normal EF 56%. Laboratorium: Hb 10,5; pH 7,43; PCO2 30; PO2
2,6; HCO3 20,3; actual BE -4,3; Saturasi O2 99,9%; Ca 1,33; Mg 0,50; Kalsium 3,7;
Na 142; CL 104. Coronary Angiography 4 Maret 2014 LM 30%, LAD 90%, RCA
stenosis 70% di proximal dan PDA intermediete 80% osteal proximal LCx 70%
osteal, stenosis 80% OM1, kesimpulan CAD3VD.
Arteriline arteri femoralis sinistra; Right atrium line vena subclavia sinistra; vena
perifer vena subclavia sinistra; drainase substernal, 1 pleura kiri, 1 pericardium.
Folley catheter uretra; Swan Ganz catheter side port vena jugularis internal dextra;
wire pacemaker ventrikel (+).
Konservasi Integritas Personal
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
2. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang
jalan napas buatan
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Memantau irama jantung
2. Melakukan auskultasi bunyi paru
3. Memantau ECG 12 leads
4. Mamntau hemodinamik
5. Memantau keluaran urine
6. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
7. Memantau perubahan ECG
8. Mantau intake output
9. Memastikan alrm ventilator dalam keadaan hidup
10. Memantau kepatenan setting ventilator
11. Menatau monitor ventilator secara rutin
12. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil)
13. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma
14. Melakukan percobaan proses weaning
15. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks
16. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning
17. Berikan oksigen 8 liter/menit
18. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
19. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
20. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
21. Monitor tanda dan gejala perdarahan
22. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
23. Kaji area incisi dari tanda perdaraha
24. Catat karakterisitik drainase
25. Pertahankan kepatenan selang drainase
26. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
27. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam penurunan curah jantung
teratasi sebagian ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 11; akral hangat
suhu 36 C dihangat dengan warm air
Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam
ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 24/menit, tidak ada sesak, selanjutnya
diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam. Selanjutnya pasien diberikan
oksigen nasal 5 liter/menit.
Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 8 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah disuction
suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam masalah perdarahan tidak
terjadi ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka


ditungkai.

24 Resume Kasus ke-24


PCIF dan CABG (hybrid procedure)
Pengkajian Fokus (5 Mei 2014)
Tn. A.F., 40 tahun, laki-laki, pendidikan perguruan tinggi, menikah, agama islam,
masuk RS tanggal 23 April 2014 pukul 08.45 WIB.
Riwayat Singkat
Keluhan utama, klien merasakan nyeri saat bernapas pada daerah luka didada.
Pasien baru masuk tanggal 23 April 2014 ditegakkan diagnosa coronary artery
disease (CAD2VD) pro CABG. Pasien dilakukan tindakan PCIF dan CABG (hybrid
procedure).
Konservasi Energi
Pasien merasakan nyeri dada pada area pembedahan, skala 8/10, lokasi nyeri pada
area pembedahan dada, kaki, dan punggung. Nyeri terasa terus-menerus. Pasien
menampakkan muka yang tegang dan lemah. Klien sudah mulai berkomunikasi
verbal dengan perawat meskipun minimal. Klien mampu menggerakkan ekstremitas
atas dan bawah. Aktifitas dan pergerakan pasien dibatasi.
Konservasi Integritas Struktur
Klien sudah terekstubasi erintubasi; fiO2 binasal 6 liter/menit; TD 124/78, HR
87/menit; kesadaran dalam pengaruh obat; akral dingin; bising usus (+); AGD pH
7,37; PaO2 92; PaCO2 32; BE 15,5; SaO2 97,2%. TD 103/53 mmHg MAP 72
mmHg; HR 83/menit; ECG pacing Rhythme; suhu 36,1 CVP 14.
Arteriline arteri femoralis sinistra; Right atrium line vena subclavia sinistra; vena
perifer vena subclavia sinistra; drainase substernal, 1 pleura kiri, 1 pericardium.
Folley catheter uretra; Swan Ganz catheter side port vena jugularis internal dextra;
wire pacemaker ventrikel (+).
Konservasi Integritas Personal
Klien perlu banyak istirahat ditempat tidur, belum banyak data yang bisa dihasilkan
terkait integritas personal. Tampak muka klien tegang dalam posisi berbaring semi
fowler. Klien merasa lega karena operasi telah dilaksanakan dan dia sudah bisa
melihat keluarganya kembali meskipun sekarang sedang menjalani perawatan di
ICU.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh
pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik prosedur pembedahan CABG
2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi.
2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan.
3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi
atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi,


relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul.
5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik
6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik
7. Memantau irama jantung
8. Melakukan auskultasi bunyi paru
9. Memantau ECG 12 leads
10. Mamntau hemodinamik
11. Memantau keluaran urine
12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
13. Memantau perubahan ECG
14. Mantau intake output
15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
18. Monitor tanda dan gejala perdarahan
19. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
20. Kaji area incisi dari tanda perdaraha
21. Catat karakterisitik drainase
22. Pertahankan kepatenan selang drainase
23. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
24. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Pasien akan menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg
HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air.
Pasien akan menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagian setalah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR
76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah
terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+.
Pasien menunjukkan perdarahan tidak terjadi selama dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi,
tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka
ditungkai.
25 Resume Kasus ke-25
Pasca CABG 3x LIMA-LAD, SVG-OKI, SVG-PDA ec CAD 3VD EF 70%
Pengkajian Fokus (23 April 2014)
Tn. J.H., 64 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, kristen protestan, masuk
RS tanggal 21 April 2014 pukul 10.30 WIB.
Riwayat Singkat
Keluhan utama, pasien merasakan nyeri daerah sternum.
Pasien mengeluh nyeri dada sejak 6 bulan yang lalu yang dicetuskan oleh aktiftas
berlebihan. Pasien mengatasi nyeri dengan minum obat dan istirahat. Pasien berobat
ke RSJPDHK sejak Maret 2014, diberikan terapi dan ditegakkan diagnosa CAD.
Pasien dilakukan coronary angiography dengan hasil CAD3VD dan diprogramkan
CABG.
Konservasi Energi

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Pasien merasakan nyeri dada pada area pembedahan (dada dan tungaki bawah),
skala 8/10, lokasi nyeri pada area pembedahan dada, kaki, dan punggung. Nyeri
terasa terus-menerus. Pasien menampakkan muka yang tegang dan lemah. Klien
sudah mulai berkomunikasi verbal dengan perawat meskipun minimal. Klien
mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah. Aktifitas dan pergerakan pasien
dibatasi.
Konservasi Integritas Struktur
Respirasi: ventilasi spontan, ETT terekstubasi, fiO2 binasal 5 liter/menit. TD 130/70
mmHg; HR 84/menit; RR 20/menit; SaO2 100%; Suhu 36,4o C; CVP 11; ECG sinus
rhythme; posisi semifowler; sekret kental; jumlah sekresi sedang; warna putih
kekuningan; GCS E4 M6 V5.
Klien sudah terekstubasi; fiO2 binasal 6 liter/menit; TD 124/78, HR 87/menit;
kesadaran dalam pengaruh obat; akral dingin; bising usus (+); AGD pH 7,37; PaO2
92; PaCO2 32; BE 15,5; SaO2 97,2%. TD 103/53 mmHg MAP 72 mmHg; HR
83/menit; ECG pacing Rhythme; suhu 36,1 CVP 14.
Drainase substernal panjang, cairan drainase keluar darah; urine output 110 ml.
GDA pH 7,32; PO2 43; PCO2 47; HCO3 24,5; BE -1,1; SatO2 72,4; as laktat 3,0;
K 4,5; Na 141; Cl 105; Ca 1,26 Mg 0,52; GDS 203; Hb 10,6; Ht 30; Leukosit 19.950;
Trombosit 182; CKMB 635/28; ureum 30; creatinin 1,24; BUN 14. Hasil coronary
angiography: LM normal; LAD total oklusi di proximal; LCx stenosis 90% di
proximal, stenosis 80% setelah OM1,OM 1 subtotal oklusi di proximal, OM 2
stenosis 80% di proximal; RCA stenosis 70-80% di distal. Diagnosa medis: CAD
3VD EF 70%. Tindakan CABG 3x LIMA-LAD, SVG-OKI, SVG-PDA.
Terapi: cefazol 3x1 gr; Lasix 2x1 ampul; Ranitidine 2x1 gr; Phenytoin 3x1 ampul;
Bisoprolol 1x1,25 mg; Aptor 1x100 mg; Captopril 3x3,125 mg; paracetamol 3x1 gr.
Diet jantung 2000 kal/24 jam; TC 1800 cc/24 jam; cairan parenteral 1 cc/kgBB/jam.
Konservasi Integritas Personal
Pasien perlu banyak istirahat ditempat tidur, belum banyak data yang bisa dihasilkan
terkait integritas personal. Tampak muka klien tegang dalam posisi berbaring semi
fowler. Pasien merasa lega karena operasi telah dilaksanakan dan dia sudah bisa
melihat keluarganya kembali meskipun sekarang sedang menjalani perawatan di
ICU.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh
pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik prosedur pembedahan CABG
2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan
4. Risiko perdarahan bd efek samping dari prosedur pembedahan CABG
Intervensi/Implementasi
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi.
2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan.
3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi
atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis
4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi,
relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul.
5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik


7. Memantau irama jantung
8. Melakukan auskultasi bunyi paru
9. Memantau ECG 12 leads
10. Mamantau hemodinamik
11. Memantau keluaran urine
12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
13. Memantau perubahan ECG
14. Mantau intake output
15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
18. Monitor tanda dan gejala perdarahan
19. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
20. Kaji area incisi dari tanda perdarahan
21. Catat karakterisitik drainase
22. Pertahankan kepatenan selang drainase
23. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
24. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR
76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagianm setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit;
CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah
terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+.
Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi
sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz,
pada luka ditungkaiTn. J.H., 40 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama
kristen protestan, masuk RS tanggal 21 April 2014 pukul 10.30 WIB.

26 Resume Kasus ke-26


Pasca CABG x3 LIMA-LAD; SVG-OM2; SVG-PDA; IABP ec CAD 3VD + LM
EF 43%
Pengkajian Fokus (23 April 2014)
Tn. M.S., 63 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS
tanggal 17 April 2014 pukul 15.50 WIB.
Riwayat Singkat
Pasien dari kamar operasi Pasca CABG x3 + IABP pada CAD 3VD +LM.
Konservasi Energi
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat.
Konservasi Integritas Struktur
A: Pasien terpasang ETT; B: mechanical ventilation, fiO2 50%, PEEP 5, Tv 500; C:
TD 121/50, HR78, CVP 10, ECG SR on Dobutamin 2,5 mcg/kg/jam, NTG 0,25
mcg/kg/BB/jam, Milrinone 0,375 mcg/kg/jam; D: kesadaran dalam pengaruh obat

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

on Morphine 20 mcg/kg/jam; E: akral hangat; balance cairan +893 cc; bising usus
(+); hemoglobin 7,1 on tranfusi PRC kolf II; weaning CPB tekanan darah turun
kemudian dipasang IABP 1:1. Drain substernal dan intrapleural kiri. Diagnosa
medis CAD 3VD + LM EF 43%. Tindakan: CABG x3 LIMA-LAD; SVG-OM2;
SVG-PDA; dipasang IABP. Terapi: Dobutamine 2,5 mcg/kg/BB/menit;
Nitroglycerin 0,25 mcg/kgBB/menit; Milrinone 0,373mcg/kgBB/menit; Morphine
20 mcg/kgBB/jam; Cefazolin 3x1 gr; Ranitidine 2x1 ampul; RL.
Konservasi Integritas Personal
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang
jalan napas buatan.
3. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Memastikan alrm ventilator dalam keadaan hidup
2. Memantau kepatenan setting ventilator
3. Menatau monitor ventilator secara rutin
4. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil)
5. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma
6. Melakukan percobaan proses weaning
7. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks
8. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning
9. Berikan oksigen 8 liter/menit
10. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
11. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
12. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
13. Memantau irama jantung
14. Melakukan auskultasi bunyi paru
15. Memantau ECG 12 leads
16. Mamntau hemodinamik
17. Memantau keluaran urine
18. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
19. Memantau perubahan ECG
20. Mantau intake output
21. Monitor tanda dan gejala perdarahan
22. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
23. Kaji area incisi dari tanda perdaraha
24. Catat karakterisitik drainase
25. Pertahankan kepatenan selang drainase
26. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
27. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam


ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 20/menit, tidak ada sesak, selanjutnya
diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam, dan selanjutnya pasien
diberikan oksigen nasal 5 liter/menit.
Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah
disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesikuler, ronki
berkurang.
Penurunan curah jantung teratasi setalah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x24 jam sebagian ditandai: TD 122/66 mmHg HR 78/menit; CVP 11; akral hangat
suhu 36,4 C dihangat dengan warm air.
Perdarahan tidak terjadi setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam,
ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan pada insisi sternotomi, tempat penusukan
alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai.

27 Resume Kasus ke-27


Pasca CABG 3X dan Pasca Re-open ec susp tamponade
Pengkajian Fokus (7 April 2014)
Tn B.I., laki-laki, 54 tahun, pendidikan PT, menikah, agama islam, masuk RS
tanggal 31 Maret 2014.
Riwayat Singkat
Pasien ditegakkan diagnosa CAD 3VD dilakukan CABG 1 April 2014, kemudian
tanggal 7 April 2014 dilakukan tindakan Re-open ec susp tamponade.
Konservasi Energi
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat.
Konservasi Integritas Struktur
Modus ventilasi ASV 100%, fiO2 50%, tidal volume 398/430; TD 136/76 mmHg;
MAP 92 mmHg; SpO2 100%; CVP 12; ECG paced rhythme HR 100 output 14 mA
Sens 2 mv. Drainase substernal panjang dan intrapleural kiri, cairan drainase 80 cc
CVVHDF. AGD: pH 7,35; PO2 113; PCO2 39; HCO3 21,7; BE -2,4; K 4,3; Na 136;
Cl 107; Ca 1,24; Mg 0,45; GDS 175. Diagnosa Medis: CAD 3VD EF 32%.
Tindakan: tgl 1 April 2014 CABG 3X + DM LIMA-LAD, SVG-RCA distal, SVG-
OM2. Tanggal 7 April 2014 dilakukan Re-open ec susp tamponade: evaluasi clot
didaerah RA dan RV substernal kiri; pemesangan IABP; cutdown dengan jahitan;
drainase substernal, intrapleural, pacing 2 di ventrikel kanan. IVFD: Epineprine 8/50
0,32/jam; dobutamine 250/50 5mcg/jam; Cordaron F 600 mg/2 jam; Inovad 10/50
20mcg/jam; Heparin 5000/25 200 iu/jam; Omeprazole 8 mg/jam; Miloz 1 mg/jam.
Oral: Tripenem 3x1 gr; Amikasin 1x750 mg; CaCl2 4x1 gr; Cernevit 2x1 ampul;
Ventolin nebulizer 3 kali/hari; Paracetamol 3x1 gr; Aptor 1x100 mg; Simvastatin
1x20 mg; Bisoprolol 1x2,5 mg; Captopril 3x3,125 mg; kalitake 3x2 sachet; Albumin
100 cc.
Konservasi Integritas Personal
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG
2. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang
jalan napas buatan

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

3. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan


kontraktilitas
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Memastikan alarm ventilator dalam keadaan hidup
2. Memantau kepatenan setting ventilator
3. Menatau monitor ventilator secara rutin
4. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil)
5. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma
6. Melakukan percobaan proses weaning
7. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks
8. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning
9. Berikan oksigen 8 liter/menit
10. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
11. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
12. Memantau irama jantung
13. Melakukan auskultasi bunyi paru
14. Memantau ECG 12 leads
15. Mamntau hemodinamik
16. Memantau keluaran urine
17. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
18. Memantau perubahan ECG
19. Mantau intake output
20. Monitor tanda dan gejala perdarahan
21. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
22. Kaji area incisi dari tanda perdaraha
23. Catat karakterisitik drainase
24. Pertahankan kepatenan selang drainase
25. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
26. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam
ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 20/menit, tidak ada sesak, selanjutnya
diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam, dan selanjutnya pasien
diberikan oksigen nasal 5 liter/menit.
Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah
disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesikuler, ronki
berkurang.
Penurunan curah jantung teratasi setalah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x24 jam sebagian ditandai: TD 122/66 mmHg HR 78/menit; CVP 11; akral hangat
suhu 36,4 C dihangat dengan warm air.
Perdarahan tidak terjadi setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam,
ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan pada insisi sternotomi, tempat penusukan
alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai.
28 Resume Kasus ke-28
Pasca CABG on Pump 3x DC Syok 1x100 J
Pengkajian Fokus (21 April 2014)
Tn. S., Laki-laki, 65 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS
tanggal 20 April 2014.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Riwayat Singkat
Pasien merasakan nyeri dada sejak 11 tahun yang lalu. Riwayat menggunakan stent.
Cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi nyeri dada dengan minum obat ISDN
sublingual.
Konservasi Energi
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat.
Konservasi Integritas Struktur
Terpasang ETT;Ventilator mekanik PSIMV fiO2 40% Tidal Volume 550 PEEP
10/5. TD 162/82 mmHg; HR 94/menit; RR 10; S 35,9o C; SaO2 100; CVP 10. AGD:
pH 7,40; PO2 32; Pco2 41; HCO3 24,7; BE 0,5;SatO2 61,2; asam laktat 1,7; K 4,5
NaCl 141/105; Ca 1,20; Mg 0,71; GDS 319. Coronary Angiography: CAD3VD
dengan total oklusi LAD. Diagnosa medis: CAD3Vd EF 65%; VT/VF; NIDDM.
Tindakan: CABG on pump 3x; DC Syok 1x100. Terapi: Nitroglycerin 50/50;
Morphine 10/50; Regular Insulin.
Konservasi Integritas Personal
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang
jalan napas buatan.
2. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG.
3. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
2. Memastikan alarm ventilator dalam keadaan hidup
3. Memantau kepatenan setting ventilator
4. Menatau monitor ventilator secara rutin
5. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil)
6. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma
7. Melakukan percobaan proses weaning
8. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks
9. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning
10. Berikan oksigen 8 liter/menit
11. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
12. Memantau irama jantung
13. Melakukan auskultasi bunyi paru
14. Memantau ECG 12 leads
15. Mamntau hemodinamik
16. Memantau keluaran urine
17. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
18. Memantau perubahan ECG
19. Mantau intake output
20. Monitor tanda dan gejala perdarahan
21. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
22. Kaji area incisi dari tanda perdaraha
23. Catat karakterisitik drainase

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

24. Pertahankan kepatenan selang drainase


25. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
26. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 8 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah disuction
suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+.
Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam
ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 24/menit, tidak ada sesak, selanjutnya
diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam. Selanjutnya pasien diberikan
oksigen nasal 5 liter/menit.
Penurunan curah jantung teratasi sebagian setalah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam ditandai: TD 165/66 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat
suhu 36 C dihangat dengan warm air
Perdarahan tidak terjadi selama dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat penusukan
alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai.

29 Resume Kasus ke-29


Pasca CABG; Evaluasi tamponade Redo; Delayed sternal pasca Redo Tamponade
and Sternal Clossure
Pengkajian Fokus (14 April 2014)
Tn. M.Y., laki-laki, 69 tahun, pendidikan PT, menikah, agama islam, masuk RS
tanggal 31 Maret 2014.
Riwayat Singkat
Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri dada, memberat sampai tembus punggung
menjalar lengan. Selama 1 bulan SMRS nyeri dada sering muncul biasanya durasi
5-10 menit, muncul saat aktifitas dan selalu menghilang dengan pemberian ISDN 5
mg sublingual. Faktor risiko dislipidemia dan hipertensi. Diagnosa medis tgl 2 April
2014: NSTEMI TIMI 2/7 Grace 145 Crussade 45; CAD3VD Pro CABG; Hipertensi
terkontrol; AKI dd CKD stage III; Hipokalemia. Pasien diprogramkan CABG
tanggal 11 April 2014. Evaluasi tamponade Redo 11 April 2014. Delayed sternal
pasca Redo Tamponade and Sternal Clossure.
Konservasi Energi
Pasien merasakan nyeri dada pada area pembedahan (dada dan tungaki bawah),
skala 8/10, lokasi nyeri pada area pembedahan dada, kaki, dan punggung. Nyeri
terasa terus-menerus. Pasien menampakkan muka yang tegang dan lemah. Klien
sudah mulai berkomunikasi verbal dengan perawat meskipun minimal. Klien
mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah. Aktifitas dan pergerakan pasien
dibatasi
Konservasi Integritas Struktur
Respirasi terekstubasi fiO2 binasal 5 liter/menit; TD 136/76 mmHg; MAP 92
mmHg; SpO2 100%; CVP 12; Drainase substernal panjang dan intrapleural kiri,
cairan drainase 80 cc. AGD: pH 7,35; PO2 113; PCO2 39; HCO3 21,7; BE -2,4; K
4,3; Na 136; Cl 107; Ca 1,24; Mg 0,45; GDS 175. Diagnosa Medis: CAD 3VD EF
32%. Tindakan: tgl 11 April 2014 CABG 3x. Tanggal 11 April 2014 dilakukan
evaluasi tamponade Redo. Status sekarang adalah delayed sternal pasca redo
tamponade sternal closure. IVFD: Epineprine 8/50 0,32/jam; dobutamine 250/50
5mcg/jam; Cordaron F 600 mg/2 jam; Inovad 10/50 20mcg/jam.
Konservasi Integritas Personal

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Pasien perlu banyak istirahat ditempat tidur, belum banyak data yang bisa dihasilkan
terkait integritas personal. Tampak muka klien tegang dalam posisi berbaring semi
fowler. Pasien merasa lega karena operasi telah dilaksanakan dan dia sudah bisa
melihat keluarganya kembali meskipun sekarang sedang menjalani perawatan di
ICU.
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik pembedahan CABG
2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi Keperawatan
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi.
2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan.
3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi
atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis
4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi,
relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul.
5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik
6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik
7. Memantau irama jantung
8. Melakukan auskultasi bunyi paru
9. Memantau ECG 12 leads
10. Mamantau hemodinamik
11. Memantau keluaran urine
12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
13. Memantau perubahan ECG
14. Mantau intake output
15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
18. Monitor tanda dan gejala perdarahan
19. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
20. Kaji area incisi dari tanda perdarahan
21. Catat karakterisitik drainase
22. Pertahankan kepatenan selang drainase
23. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
24. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR
76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagianm setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit;
CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah
terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+.
Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi
sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz,
pada luka ditungkai.
30 Resume Kasus ke-30
Rehabilitasi Pasca CABG
Pengkajian Fokus (8 Mei 2014)
Tn. H.T., laki-laki, usia 75 tahun, pendidikan PT, agama islam
Riwayat Kesehatan
Pasien menderita CAD3VD dilakukan CABG 3x LIMA-LAD, SVG-PDA, SVG-
OM tanggal 14 April 2014. Rehabilitasi fase II mulai tanggal 22 April s.d 8 Mei
2014.
Konservasi Energi
Pasien sudah tidak merasakan nyeri, pasien tidak sesak napas, pasien tidak
merasakan kelelahan. Pasien mampu melakukan program rehabilitasi yang
diresepkan.
Program latihan awal fase II: pemanasan 10 menit; sepeda statis 25W/10 menit, jalan
400 meter, Target HR=resting ± 20 kali/menit. Program latihan selanjutnya fase II:
pemanasan 10 menit; sepeda statis 25W/10 menit; jalan 1,6 km/30 menit; target
HR=86-93 kali/menit.
Respon selama mengikuti latihan dalam batas normal. HR resting 83 kali/menit; HR
max 113 kali/menit; TD resting 129/78 mmHg; TD max 139/62; six min walk test
awal program 340 meter; six min walk test akhir program 383 meter; perkiraan
METS 6,2. Evaluasi treadmill terakhir 8 Mei 2014 lama tes 3 menit 44 detik, respon
iskemik negatif, kapasitas aerobik 5,13 Mets.
Konservasi Integritas Struktur
Berat badan 72 Kg TB 172 cm BMI 24,3375 (N=20-25) BB ideal 62-77 kg. Pasien
memiliki faktor risiko hipertensi dan hiperkolesterol.
Konservasi Integritas Personal
Pasien merasakan gembira karena tahapan operasinya sudah dilalui dan sekarang
merasakan kondisinya semakin pulih kembali. Klien tidak merasakan minder dan
rendah diri. Pasien sangat berharap kondisinya bisa pulih seperti sediakala. Pasien
sangat memperoleh dukungan emosional dan material dari istri dan keluarganya
untuk memperoleh kesembuhan dan kesehatan yang optimal.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien adalah seorang akademisi (guru besar) di salah satu perguruan tinggi negeri.
Peran dan fungsinya selama sakit tidak dapat dilaksanakan. Pasien menyadari
kondisinya saat ini harus meninggalkan aktifitasnya sebagai seorang akademisi.
Pasien mampu menerima peran sakit yang dialaminya sekarang. Pasien akan bercita-
cita akan melakukan aktifitasnya kembali setelah kondisinya pulih kembali.
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko intoleransi aktifitas
2. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri
Intervensi/Implementasi
Energy management (NIC)
1. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

2. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia


lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
3. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
4. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
5. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
6. Membantu pasien untuk menetapkan tujuan kegiatan yang realistik
7. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak) dengan sumber energi pasien
8. Membatasi stimulus lingkungan (cahaya dan kebisingan) untuk membantu
relaksasi
9. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
10. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
11. Merencanakan kegiatan untuk periode ketika pasien paling berenergi
12. Membantu dengan kegiatan fisik teratur (bergerak, berpindah, berputar, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
13. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
Exercise Promotion (NIC):
1. Berkolaborasi dengan terapis fisik, okupasi dan atau rekreasi dalam
merencanakan dan memantau program kegiatan yang sesuai
2. Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam level
kegiatan
3. Menginstruksikan pasien/keluarga bagaimana melakukan keinginan atau
kegiatan yang diresepkan
4. Merujuk program kegiatan rehabilitasi pasca bedah jantung
5. Memberikan reinforcement positif atas partisipasi dalam kegiatan
6. membantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri penguatan
7. Memantau respon emosi, fisik, sosial, dan spiritual untuk beraktifitas
8. Membantu pasien/keluarga untuk memantau kemajuan menuju pencapaian
tujuan sendiri
Teaching prescribed exercise (NIC): Mengajarkan pasien tentang latihan yang
diresepkan.
Teaching prescribed diet (NIC): mengajarkan pasien diet yang telah diresepkan.
Teaching procedure/treatment (NIC): mengajarkan pasien prosedur pengobatan
yang harus dilaksanakan.
Evaluasi
Pasien menunjukkan tidak adanya intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 4 jam ditandai: pasien mampu melaksanakan latihan tanpa
adanya tanda penurunan curah jantung dan gangguan sirkulasi; HR resting 83
kali/menit; HR max 113 kali/menit; TD resting 129/78 mmHg; TD max 139/62; six
min walk test awal program 340 meter; six min walk test akhir program 383 meter;
perkiraan METS 6,2. Evaluasi treadmill terakhir 8 Mei 2014 lama tes 3 menit 44
detik, respon iskemik negatif, kapasitas aerobik 5,13 Mets.
Pasien menunjukkan kesiapan meningkatkan kesehatan diri setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 4 jam ditandai: pasien mengalami peningkatan
pengetahuan tentang diet, latihan, dan prosedur pengobatan pasca bedah jantung.

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ahmad Asyrofi

Tempat/Tanggal lahir : Demak, 1 Desember 1979

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Dosen

Institusi : Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Alamat Rumah : Sari 08/02 Gajah Demak Jawa Tengah 59581

Alamat Institusi : Jl. Laut No. 31 Kendal Jawa Tengah 51311

Riwayat Pendidikan : - S1 Keperawatan


Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro,
lulus tahun 2005

- Program Pendidikan Profesi Ners


Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro,
lulus tahun 2006

- Progam Magister Keperawatan


Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
lulus tahun 2013

- Progam Pendidikan Ners Spesialis (Sp.1)


Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia,
lulus tahun 2014

Riwayat Pekerjaan : - Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal,
tahun 2006 s.d sekarang

Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai