AHMAD ASYROFI
1106042574
Supervisor Utama
Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN.
Supervisor
Tuti Herawati, S.Kp.,MN.
AHMAD ASYROFI
1106042574
ii
DEWAN PENGUJI
Anggota )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 8 Juli 2014
iii
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak Cipta.
Dibuat d i : Depok
Pada tanggal: 8 Juli 2014
Yang menyatakan
Ahmad Asyrofi
iv
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya ilmiah akhir ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners
Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah pada Program Studi Ners Spesialis
(Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penyusunan karya ilmiah
akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
vi
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
Tabel 3. 4 Deskripsi Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Diagnosa Medis Pasien 49
Tabel 3. 8 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan ........................... 64
Tabel 3. 10 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan ........................... 66
xi Universitas Indonesia
Tabel 3. 27 Perbedaan Heart Rate Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral
dan Posisi Supine ............................................................................. 83
Tabel 3. 30 Perbedaan MAP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine .................................................................................... 84
Tabel 3. 31 Perbedaan SpO2 Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine .................................................................................... 85
Tabel 3. 32 Perbedaan CVP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine .................................................................................... 85
Diagram 3. 1 Deskripsi Heart rate Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral
.................................................................................................. 67
Diagram 3. 2 Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Kelompok Supine dan
Lateral ....................................................................................... 68
Diagram 3. 3 Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP) Pasien Kelompok
Intervensi dan Komparasi ......................................................... 69
Diagram 3. 4 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Kelompok
Intervensi dan Komparasi ......................................................... 70
Diagram 3. 5 Deskripsi SpO2 Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral .. 71
Diagram 3. 6 Deskripsi Central venous pressure (CVP) Pasien Kelompok
Intervensi dan Komparasi ......................................................... 72
Diagram 3. 7 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Kelompok Intervensi dan
Komparasi ................................................................................. 73
Diagram 3. 8 Deskripsi Temperature Pasien Kelompok Intervensi dan
Komparasi ................................................................................. 74
Diagram 3. 9 Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG berdasarkan
Pengukuran ............................................................................... 75
Diagram 3. 10 Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG
.................................................................................................. 76
Diagram 3. 11 Deskripsi Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG
Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 77
Diagram 3. 12 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG
Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 78
Diagram 3. 13 Deskripsi Saturasi Oksigen Pasien Pasca CABG Berdasarkan
Pengukuran ............................................................................... 79
Diagram 3. 14 Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca CABG
Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 80
Diagram 3. 15 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca CABG
Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 81
Diagram 3. 16 Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan
Pengukuran ............................................................................... 82
Lampiran 7 Risiko Distres Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana
Intervensi
xv Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
2007 menyebabkan kematian sebanyak 21.830 orang dengan CFR 11,02%, dan
pada tahun 2008 menyebabkan kematian 23.163 orang dengan CFR 11,06%
(Depkes-RI, 2009).
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta (RSJPDHK)
sebagai pusat rujukan jantung nasional memiliki angka kunjungan penyakit
kardiovaskular yang besar tiap tahunnya. Kasus-kasus terbesar penyakit
kardiovaskuler di RSJPDHK meliputi: ischemic heart disease, hipertensive disease,
heart failure, valve disorders, dan arrythmias (Rekam Medis, 2013). Urutan jumlah
angka kunjungan penyakit kardiovaskuler di RSJPDHK pada tahun 2012 sebagai
berikut: ischemic heart disease sebesar 20.713 orang, hipertensive disease sebesar
10.217 orang, heart failure 7.275 orang, valve disorders 1.284 orang, dan
arrythmias 1.238 orang (Rekam Medis, 2013). Data tersebut menunjukkan bahwa
penyakit kardiovaskuler membutuhkan perhatian yang serius dalam pelayanan
kesehatan.
Kompetensi perawat level advance dalam pengetahuan, sikap, dan praktik serta
critical thinking sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu asuhan keperawatan.
Perwujudan kompetensi tersebut menuntut dilaksanakannya program pendidikan
Ners Spesialis (Sp.1) atau Ners konsultan (Sp.2) yang berkolaborasi dengan
institusi pelayanan keperawatan (rumah sakit) sebagai sumber pembelajaran klinis
yang memadai. Pembelajaran ners spesialis keperawatan medikal bedah bertujuan
agar peserta didik dapat memiliki profil sebagai berikut: clinical case manager;
reseacher; leadhership; educator; inovator; dan consultant.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pasien yang menjalani intervensi bedah Coronary artery bypass graft (CABG) di
RSJPDHK cukup besar jumlah tiap tahunnya. Coronary Artey Bypass Graft adalah
salah satu intervensi pembedahan jantung yang dilakukan pada pasien dengan
oklusi koroner untuk membuat pintasan vaskular koroner guna mensuplai darah
secara adekuat ke myocardial. Efek tindakan bedah CABG antara lain: risiko
perdarahan, penurunan hemodinamik, arrythmias, tamponade jantung, syock
cardiogenik, cardiac arrest.
Asuhan keperawatan yang tepat pada pasien pasca Coronary Artey Bypass Graft
sangat menentukan proses penyembuhan. Asuhan keperawatan yang diperlukan
adalah kapabilitas monitoring, ambulasi dini, manajemen chest tube yang tepat, dan
manajemen respirasi jika pasien dalam keadaan terintubasi (Finkelmeier, 2000;
Todd, 2005). Ambulasi dini pasca bedah merupakan salah satu intervensi
keperawatan yang sangat diperlukan untuk mendukung proses pemulihan dan
penyembuhan pasien.
Positioning merupakan salah satu bentuk ambulasi dini yang diperlukan oleh pasien
pasca bedah jantung. Ambulasi dini yang bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik
pasien, mencegah tirah baring lama, menurunkan angka kesakitan dan kematian,
serta meningkatkan kualitas hidup. Positioning pasca bedah CABG memiliki efek
positif terhadap status fisiologis pasien pasca bedah CABG. Peter J. Thomas,
Paratz, Lipman, and Stanton (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa lateral
posisi berefek positif terhadap oksigenasi, respirasi mekanik, hemodinamik, dan
tidak ditemukan adverse events pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik
di unit perawatan intensive.
Universitas Indonesia
Klien memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu,
makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Hakikat tersebut, keperawatan memandang
manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis,
sosiologis, kultural dan spiritual. Pasien yang mengalami gangguan sistem
kardiovaskular dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau
masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk
dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam
kondisi optimal. Kebutuhan klien yang tidak terpenuhi pada salah satu diantara
dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat.
Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial,
spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper,
2012). Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan
tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya ilmiah akhir ini adalah melaporkan dan menjelaskan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran program pendidikan Ners Spesialis (Sp.1)
keperawatan medikal bedah peminatan sistem kardiovaskuler di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang berlangsung selama dua
semester dengan penerapan teori dan model keperawatan tertentu yang relevan.
Universitas Indonesia
1.3 Manfaat
Karya Ilmiah akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pelaksanaan
pelayanan keperawatan dan pengembangan ilmu keperawatan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab 2 ini akan memaparkan literature review yang melandasi karya ilmiah ini yang
meliputi: aplikasi Conservation Model Mira Estrine Levine; myocardial infarction
with ST-elevation; Posisi lateral 30o dini pasca coronary artery bypass graft; dan
asuhan spiritual dalam keperawatan.
9 Universitas Indonesia
Lingkungan perseptual meliputi aspek dunia yang mampu untuk ditafsirkan melalui
perasaan individu (Alligood, 2010, 2014). Lingkungan operasional meliputi elemen
secara fisik dapat mempengaruhi individu tetapi tidak secara langsung diterima oleh
mereka, misal: radiasi, dan mikroorganisme. Lingkungan konseptual termasuk pola
kultural yang dicirikan oleh spiritual dan diperantarai oleh simbol bahasa, pikiran,
dan sejarah. Hal ini termasuk faktor yang mempengaruhi perilaku, misal: nilai,
keyakinan (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005).
Sehat dan sakit adalah pola perubahan adaptasi yang bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan. Sehat dalam perspektif sosial didefinisikan dengan kondisi seorang
individu yang hidup dan berfungsi dengan normal. Sehat atau keutuhan tersirat
menjadi persatuan dan kesatuan individu yang merupakan tujuan keperawatan
(Alligood, 2010, 2014). Sakit didefinisikan sebagai adaptasi terhadap kekuatan
lingkungan yang berbahaya. Penyakit menampilkan upaya individu untuk
melindungi integritas diri, seperti respon sistem inflamasi terhadap cedera. Penyakit
adalah perubahan yang tidak teratur yang harus dihentikan untuk mencegah
kematian (Alligood, 2010, 2014).
Universitas Indonesia
Keperawatan adalah interaksi individu dan perawat dan berbagi peristiwa yang baik
dan meninggalkan kesan selamanya pada setiap pasien (Alligood, 2010, 2014).
Ilmu Keperawatan merupakan pengetahuan humaniora yang terintegrasi dalam
adjunctive science (kimia, biologi, anatomi dan fisiologi, psikologi, sosiologi,
antropologi, filsafat, kedokteran) untuk mengembangkan praktik keperawatan
(Alligood, 2010, 2014). Tiga konsep utama yang membentuk dasar model dan
asumsinya yaitu: 1) conservation; 2) adaptation; 3) wholeness (Alligood, 2010).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Konservasi energi merujuk keseimbangan output energi dan input energi untuk
menghindari keletihan berlebihan dengan istirahat yang adekuat, nutrisi, dan latihan
(Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Sumber energi yang tersedia untuk manusia
terbatas. Konservasi energi meyakini bahwa energi yang digunakan secara intensif
dengan prioritas penting akan digunakan lebih awal. Penghematan energi oleh
individu untuk kegiatan mempertahankan hidup tetap akan mengeluarkan energi
seperti pada perubahan biokimia (Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Energi
tidak dapat diobservasi secara langsung, namun konsekuensi perubahannya dapat
diobservasi, dikelola, dan dikuantifikasi. Konservasi ini terlihat jelas pada kondisi
sakit parah, fatigue, menarik diri, maka tubuh menghabiskan sumber energi untuk
proses penyembuhan (Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010).
Universitas Indonesia
perbaikan dan penyembuhan dan hal itu responsif terhadap tantangan dari
lingkungan internal dan eksternal (Alligood, 2010; Fawcett, 2005). Konservasi
integritas personal mengakui individu yang membentuk keutuhannya dalam
menanggapi lingkungan, dan individu berusaha untuk pengakuan, penghormatan,
kesadaran diri, kemanusiaan, kesucian, kemerdekaan, kebebasan, kemandirian, dan
penentuan nasib sendiri (Alligood, 2010; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Teori redundancy didasarkan pada adaptasi, dan pada kemampuan individual untuk
memantau perilaku kita dengan menghemat sumber yang diperlukan untuk
mendefinisikan identitas uniknya, dan melekat dalam kemampuan untuk memilih
pilihan lingkungan yang tersedia (Alligood, 2010).
Pasien dengan sakit kronis mengelola kehidupan terbaiknya jika dia yang memilih
pengobatan dari pada pasien yang tidak diberikan pilihan (redundancy). Kegagalan
pilihan berlebihan terjadi pada kondisi penuaan. Teori redundancy dapat
menjelaskan proses penuaan karena usia seseorang, menolak fungsi organ, pada
beberapa kasus sebagai bagian proses penuaan. Jika ginjal gagal, teori redundancy
tidak lagi digunakan sebab hanya satu ginjal yang tersisa. Sama halnya, jika kita
dapat mendengar dari satu telinga, pilihan untuk mendengar dari satu atau yang lain
tidak ada lagi. Tentu saja, jika alat bantu dengar membantu memulihkan
pendengaran di telinga yang memiliki penurunan fungsi, teori redundansi didukung
Universitas Indonesia
melalui penggunaan teknologi dan alat bantu yang menyertai semua asuhan
keperawatan (Alligood, 2010).
Panduan yang dibentuk oleh Levine (1978, 1991) dan Schaefer (1991, 2001) untuk
penelitian keperawatan berdasarkan Model Conservation meliputi: 1) tujuan riset;
2) fenomena yang menarik; 3) Masalah yang diteliti; 4) peserta penelitian; 5)
Desain kualitatif dan kuantitatif sesuai; 6) variabel penelitian; 7) analisis data; 8)
kontribusi (Fawcett, 2005, p. 147). Tujuan riset keperawatan berbasis Model
Conservation adalah untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan yang berasal
dari prinsip-prinsip konservasi yang akan menjaga keutuhan dan adaptasi
dukungan, dalam konteks yang unik dari individu, keluarga, atau keduanya.
Fenomena yang menarik adalah prinsip-prinsip konservasi. Penelitian dapat
menangani hanya satu prinsip konservasi, tapi akhirnya semua empat prinsip harus
dipertimbangkan. Penelitian dan kajian keilmuan harus fokus pada isu-isu
berlainan. Meskipun masalah penelitian mungkin dipersempit, pengaruh dari semua
empat prinsip konservasi harus diakui, dan keutuhan orang berkelanjutan.
fenomena relevan lainnya adalah tingkat respon organismic dan unsur-unsur dari
lingkungan persepsi, operasional, dan konseptual (Fawcett, 2005).
Masalah yang tepat untuk dipelajari adalah yang berurusan dengan pemeliharaan
keutuhan individu dan hubungan antara lingkungan internal dan eksternal dari
orang tersebut. Responden penelitian berupa orang sehat atau sakit dari segala usia
ditatanan apapun. Desain penelitian kualitatif fokus pada menemukan bagaimana
pasien mengalami tantangan untuk lingkungan internal dan eksternal. Desain
kuantitatif fokus pada pengujian hubungan antara konsep penelitian dan menguji
efek dari intervensi konservasi energi, integritas struktur, integritas pribadi, dan
integritas sosial. Idealnya, desain penelitian harus menggabungkan metodologi
kualitatif dan kuantitatif. Desain penelitian harus memperhitungkan hubungan
variabel spesifik untuk setiap prinsip konservasi yang telah diidentifikasi (Fawcett,
2005).
Teknik untuk analisis data harus sesuai dengan metodologi kualitatif dan kuantitatif
tertentu yang digunakan. Kontribusi hasil riset keperawatan berbasis Model
Universitas Indonesia
Fawcett (2005, pp. 153-154) laporan riset keperawatan berpedoman pada Levine’s
Conservation Model yang telah dipublikasikan sebagai berikut:
1) Winslow et al. (1984, 1985) tentang konservasi energi: pemenfaatan energi
selama toileting dan bathing, subjek dewasa sehat dan pasien jantung;
2) Lane & Winslow (1967) tentang konservasi energi: pengeluaran energi selama
istirahat, duduk di tempat tidur, dan tidak duduk di tempat tidur, subjek orang
dewasa sehat;
3) Robert et al. (1964) tentang konservasi energi: efek merugikan dan bantal lurus
pada kapasitas pernapasan, subjek dewasa perempuan sehat;
4) Schaefer et al. (1996) tentang konservasi energi: gangguan tidur 1 minggu, 1
bulan, 3 bulan, dan 6 bulan setelah pembedahan, subjek pasien yang telah
menjalani bedah coronary artery bypass;
5) Gagner-Tjellesen et al. 2001) tentang konservasi energi: penggunaan musik
terapi dan terapi intervensi keperawatan mandiri pada perawatan akut, subjek
pasien yang sedang dirawat;
6) MacLaen (1987, 1988) tentang identifikasi petunjuk penggunaan diagnosa
keperawatan intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen dan kebutuhan oleh perawat-perawat, dengan subjek penelitian
registered nurses;
7) Schaefer (1990,1991) dan Schaefer & Potylycki (1993) tentang Gambaran dan
penyebab keletihan terkait dengan congestive heart failure (CHF), subjeknya
adalah pasien CHF.
holistik. Keutuhan merupakan menu utama dari model konservasi dimana prinsip-
prinsip konservasi bergabung dalam respon model-fisiologis dan perilaku. Prinsip-
prinsip konservasi juga menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk
keperawatan holistik dan perhatian fokus pada pasien sebagai individu yang unik
(Fawcett, 2005).
Universitas Indonesia
Wholeness of the Client’s
Conservation
Ex.
Break in the skin
Fracture
Deformitas
Hypo/hyperthermia
Injury
Ischemic Ex.
Infarctioniontion Failure to meet Ex.
Ex. goals
Edema Estrangement
Overwork
Atherosclerotic Defamation Loss of loved ones
Lack of sleep
Trombotic Decrease in self Lack of support
Over Exertion
Artery oclution esteem system
Failure to conserve
Imbalance in the client’s wholeness
Universitas Indonesia
secara mendadak setelah terjadinya oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya dan berlangsung lama sebagai akibat ruptur plak
aterosklerosis pada dinding koroner epikardial (Bonow, Mann, Zipes, & Libby,
2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Penyebab STEMI adalah trombus
arteri koroner yang terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular yang dicetuskan
oleh faktor risiko (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).
Diet tinggi lemak jenuh (peningkatan lipid serum), plasma lipid yaitu kolesterol,
trigleserida, dan fosofolipid. Lipid tidak larut dalam plasma, maka lipid terikat
Universitas Indonesia
pada protein sebagai mekanisme transport dalam serum. Ikatan ini menghasilkan
kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Kadar kolesterol LDL yang
rendah memiliki peran yang baik dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL
dengan insiden aterosklerosis (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008;
Theroux, 2011).
Merokok, terkait pada jumlah yang dihisap perhari dan bukan lamanya merokok.
Merokok memperburuk kondisi penyakit arteri koronaria dengan meningkatkan
kadar CO darah karena CO lebih mudah berikatan dengan Hb dari pada O2,
sehingga jantung bekerja lebih keras untuk menghasilkan energi (Bonow et al.,
2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Katekolamin akan dilepaskan akibat
rangsangan asam nikotinat sehingga terjadi vasokontriksi. Thrombus karena rokok
akan meningkatkan adhesi trombosit. Perokok pasif memiliki peningkatan risiko
sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar asap rokok.
Perokok mengalami menopause lebih dini dari pada bukan perokok, sehingga
wanita juga mudah terkena penyakit koroner (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel,
2008; Theroux, 2011).
Universitas Indonesia
Olah raga yang teratur berhubungan dengan penurunan insiden penyakit koroner
sebesar 20-40%. Gaya hidup monoton dapat memicu terjadinya obesitas, dimana
obesitas terjadi peningkatan kolesterol, obesitas akan meningkatkan kerja jantung
dan kebutuhan oksigen.
Universitas Indonesia
Kasus infark mayoritas terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur,
atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Berbagai agonis pada lokasi ruptur plak (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang
poten). Aktivasi trombosit memicu perubahan reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen
setelah mengalami konversi fungsinya. Keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue
factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan
konversi protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koronaria yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi
oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin (Bonow et al., 2012;
Moser & Riegel, 2008; Price & Wilson, 2006; Theroux, 2011).
Penumpukan plak dapat terjadi ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang
selanjutnya disertai terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan
mikroembolisasi distal yang mengakibatkan obstruksi. Penyumbatan sebagian
mengakibatkan hipoksia, penurunan jumlah energi yang tersedia dan asidosis
menyebabkan gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah
miokardium yang terserang akan menurun. Gerakan dinding segmen yang
mengalami iskemia menjadi abnormal. Daya kontraksi yang menurun dan
gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. Respon perubahan ini sesuai
dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks
kompensasi oleh sistem saraf otonom. Fungsi ventrikel kiri yang menurun
dapat menurunkan cardiac output dan stroke volume. Penurunan pengosongan
sistolik ini akan memperbesar volume ventrikel, sehingga tekanan jantung kiri akan
meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler
paru-paru akan meningkat. Peningkatan tekanan diperbesar oleh perubahan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hasil rekaman ECG dapat memberikan gambaran yang normal atau perubahan
minor ST segmen atau ST depresi (infark pascaerior atau infark non Q) pada
beberapa kasus. Kondisi infark lama kriteria diagnostiknya meliputi gelombang
QS pada sandapan V1 - V3 yang melebihi 30 msec (0,03 sec) atau gelombang
Q pada sandapan I,II, aVL, aVF, V4 – V6 yang ditemukan pada minimal 2
sandapan yang berdekatan dengan kedalaman minimal 1 mm. Individu dengan
ECG normal namun diduga kuat menderita STEMI, pemeriksaan ECG 12
sandapan perlu diulang dengan jarak waktu yang berdekatan dimana diperkirakan
terjadi perubahan ECG. Kondisi demikian perbandingan dengan ECG sebelumnya
dapat membantu diagnosis. Infark inferior, harus dicurigai kemungkinan infark
posterior dan infark ventrikel kanan, karena itu pemeriksaan ECG pada sandapan
V3R dan V4R dan V7 – V9 perlu dilakukan (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel,
2008; Theroux, 2011).
Perubahan enzim jantung yang paling spesifik adalah troponin dan CK-MB. Enzim
Universitas Indonesia
CK-MB mulai meningkat 2–3 jam setelah terjadinya infark, dan menurun
setelah 24 jam. Troponin akan meningkat pada waktu 3-4 jam setelah terjadi
infark dan akan menetap sampai 2 minggu. Pemeriksaan yang dilakukan terlalu
dini dapat menyebabkan hasil negatif, sehingga dapat berguna untuk pasien yang
datang terlambat. Pemeriksaan enzim ini sebaiknya dilakukan segera setelah
pasien tiba di rumah sakit dan diulang 12 – 24 jam kemudian (Bonow et al., 2012;
Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).
Moser and Riegel (2008), pasien dengan STEMI perlu segera dilakukan
pengelolaan awal dalam waktu 10 menit pertama meliputi: 1) bedrest total; 2)
Oksigen 4 L/menit dengan saturasi oksigen dipertahankan > 90%; 3) Aspirin 160-
325 mg dikunyah; 4) Berikan tablet nitrat 5 mg sublingual, dapat diulang 3 kali
lalu drip bila nyeri; 5) Clopidogrel 300 mg peroral jika sebelumnya belum pernah
diberi; 6) Morphin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat; 7) Pikirkan
revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi miokard harus
dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi ≤ 12 jam.
Moser and Riegel (2008), pengelolaan jangka panjang meliputi: 1) perbaikan gaya
hidup misal: berhenti merokok, aktifitas fisik teratur, diet, dan penurunan berat
badan pada kondisi obesitas dan overweight; 2) Kontrol tekanan darah dan gula
darah; 3) Intervensi profil lipid dengan pemberian statin dengan tidak bergantung
pada kadar kolesterol dimulai pada 1-4 hari sejak masuk rumah sakit dengan tujuan
mencapai kadar LDL < 100 mg/dl; terapi penurun kadar lipid secara intensif
dengan target LDL <70 mg/dl yang diberikan 10 hari sejak MRS); 4) Pemakaian
Universitas Indonesia
Keluhan pasien yang sesuai dengan STEMI dan kadar enzim jantung
meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi, maka diagnosisnya adalah infark
non ST elevasi (NSTEMI). Pemberian terapi trombolitik tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan enzim jantung. Penundaan yang tidak seharusnya dapat
mengurangi miokardium yang seharusnya dapat diselamatkan. Terapi heparin,
aspirin dan obat-obatan anti angina menjadi pilihan. Terapi trombolitik tidak dapat
diberikan pada infark non ST elevasi. Obat-obat trombolitik diantaranya
Streptokinase, Tissue Plasminogen Activator (tPA), cteplase (TNK- tPA)
(Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011)
Universitas Indonesia
Cardiovascular disease
Conservation of Structural integrity
Universitas Indonesia
Positioning pasca bedah Coronary artery bypass graft memiliki efek positif
terhadap status fisiologis pasien pasca bedah CABG. Positioning pasca bedah
jantung adalah salah satu bentuk intervensi keperawatan pertimbangan
menempatkan tubuh pasien atau bagian tubuh pasien untuk meningkatkan status
kesehatan fisiologis dan psikologis (Ackley, Swan, Tucker, & Ladwig, 2008;
Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2008). Intervensi keperawatan tersebut berguna
untuk pemulihan dan pencegahan komplikasi pasca operasi CABG (Todd, 2005).
Peter J. Thomas et al. (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa lateral posisi
berefek positif terhadap oksigenasi, respirasi mekanik, hemodinamik, dan tidak
ditemukan adverse events pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik di unit
perawatan intensive.
Positioning merupakan salah satu bentuk rehabilitasi jantung yang diperlukan oleh
pasien pasca bedah jantung. Rehabilitasi Jantung merupakan suatu program yang
bersifat individual, lengkap dan terstruktur untuk mempertahankan,
mengembalikan dan meningkatkan kondisi fisik, medik, psikologi, sosial,
emosional dan vokasional secara paripurna (Ades et al., 2013). Rehabilitasi Jantung
fase I mempunyai konsep ambulasi dini yang bertujuan untuk memulihkan kondisi
fisik pasien, mencegah tirah baring lama, menurunkan angka kesakitan dan
kematian, serta meningkatkan kualitas hidup (Ades et al., 2013).
Artikel yang telah ditemukan dari penulusuran database online terkait dengan
positioning pasca bedah jantung adalah sebagai berikut: 1) Early pascaoperative
30o lateral positioning after coronary artery surgery: influence on cardiac output;
2) Is there evidence to support the use of lateral positioning in intensive care? A
systematic Review; 3) Lateral positioning of ventilated intensive care patients: A
study of oxygenation, respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events;
4) (Johnson & Meyenburg, 2009) for Therapeutic Positioning of Crtically Ill
Patients; 5) Effect of early ambulation after transfemoral cardiac catheterization
Universitas Indonesia
in Hong Kong: a single-blinded randomized controlled trial (de Laat et al., 2007;
P. J. Thomas & Paratz, 2007a, 2007b)
Hasil Studi menunjukkan Kedua pengukuran lateral posisi setelah 30 menit dan 120
menit lateral posisi tidak ditemukan perubahan yang signifikan (p=0,81-0,99). Nilai
baseline pada ketiga kelompok yaitu Grup A (lateral posisi 2 jam pasca operasi)
Grup B (lateral posisi 4 jam pasca operasi) dan Grup C (supine posisi) yang terdiri
dari karakteristik pasien meliputi: umur; jenis kelamin; indeks massa tubuh; dan
karakteristik operasi yang meliputi: durasi operasi; dan aortis cross clamp,
kesemuanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (homogen). Nilai
baseline hemodinamik dan medikasi pasien pada 5 menit sebelum intervensi lateral
posisi pada ketiga Grup yaitu Grup A, B, dan C kesemuanya tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (homogen).
Universitas Indonesia
pada keadaan kritis. Aspek spiritual merupakan bagian integral dan interaksi
perawat dengan klien. Perawat berupaya memenuhi kebutuhan spiritual klien
walaupun tidak seagama.
Aspek spiritual tidak terlepas dari hubungan dengan diri sendiri yang meliputi:
pengetahuan diri dan sikap seseorang, sedangkan hubungan dengan alam dapat
berkomunikasi dengan alam sekitarnya yang menjadi acuan kita untuk ingat kepada
Allah. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau sportif), hubungan ini berupa
hubungan timbale balik (saling membutuhkan) Contoh: kamu dikatakan pandai
karena ada yang bodoh. Meyakini kehidupan dan kematian Hubungan dengan orang
lain yang tidak harmonis Contoh: konflik dengan orang lain, resolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
Hubungan dengan ketuhanan, hal ini menunjukan seseorang apakah masuk agamis
atau tidak agamis: 1) Merumuskan tujuan positif didunia atau kehidupan; 2) 2.
Mengembangkan arti penderitaan; 3) menjalin hubungan positif dan dinamis; 4)
membina integritas personal dan merasa diri berharga; 5) merasa kehidupan terarah
melalui harapan; 6) mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.
Universitas Indonesia
2.4.4.2 Keluarga
Peran orang tua sangat penting, bukan apa yang diajarkan tetapi apa yang dipelajari
oleh anak dan pandangan utama adalah keluarga yaitu ayah atau ibu.
Universitas Indonesia
musibah adayang syukur dan ada juga yang ingkar, begitu juga mendapat
kenikmatan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pasien mengeluh sesak napas memberat sejak 13 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pasien merasakan nyeri sejak 2 (dua) minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
merasakan dyspnea on effort (DOE). Saat datang di IGD klien masih mengeluh
sesak napas. Riwayat kesehatan lalu, klien pernah mengalami stroke saat 2 tahun
yang lalu. Klien memiliki riwayat hipertensi, merokok, dan dislipidemia.
a) Konservasi Energi
Klien merasakan kelemahan, tidak mampu untuk beraktifitas secara mandiri, segala
aktifitas mandi, perawatan diri, makan, minum, dan toileting dibantu ditempat
tidur. Pasien saat ini sudah tidak merasakan nyeri dada. Terjadi peningkatan HR
120/menit saat aktifitas ditempat tidur. Pasien merasakan sesak napas saat
beraktifitas (dyspnea on effort); RR 26/menit saat aktifitas. Pasien dapat
menghabiskan menu makanan yang dihidangkan. Pasien belum buang air besar dan
belum merasakan rangsang ingin buang air besar selama menjalani perawatan dua
hari ini.
37 Universitas Indonesia
Pemeriksaan Echocardiography diperoleh hasil sebagai berikut: EDD 51; ETD 45;
EF 32%; LVOT 2 cm; LVOT VTI 12,5; IVC 25/20; MAP 99; SV 42; CO 4,5;
SVR 1200; TAPSE 1,7 cm. Hasil pemeriksaan X Ray: CTR 56%, congesti (+);
infiltrat (+) di hillus kanan.
Pemeriksaan ECG tanggal 1 April 2014 diperoleh hasil sebagai berikut: Sinus
Tachycardia, QRS rate 110/menit, QRS axis normal, P wave Normal, PR interval
0,16 sec, QRS dur 0,08 sec, Q dengan T inversi di lead III, aVF, Flat T di V5-V6.
Terapi yang diberikan meliputi: 1) Terapi Diet: TC 1700 cc/24 jam; DJ II 1900
kkal/24 jam; NaCl 0,9%; 2) Terapi Obat: Aspilet 1 x 80 mg; Plavix 1 x 75 mg;
Simvastatin 1 x20 mg; ISDN 3 x 5 mg; Captopril 3 x 6,25 mg; Laxadie 1 x CT;
Diazepam 1 x 5 mg; Lovenox 2 x 0,6.
Universitas Indonesia
mengalami penurunan citra tubuh. Pasien memiliki harapan yang besar untuk
sembuh dari penyakitnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Diagnosa
No Tujuan dan Hasil Intervensi
Keperawatan
adekuat dengan - Monitor pola pernapasan
kriteria: - Administrasikan terapi oksigen yang sesuai
Gas darah normal
Pernapasan
- Monitor status neurologi
Oxygen therapy (NOC)
(kecepatan, irama,
kedalaman) normal - Pertahankan kepatenan jalan napas
Tidak ada dispnea - Monitor aliran liter oksigen
- Administrasikan terapi oksigen yang
diprogramkan
- Monitor keefektifan terapi oksigen
Respiratory monitoring (NOC)
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
usaha bernapas
- Monitor pola pernapasan
- Monitor saturasi oksigen secara kontinyu
3 Kelebihan Fluid balance Fluid/electrolit management (NIC)
volume cairan (NOC) - Monitor abnormalitas serum elektrolit
Pasien - Monitor manifestasi ketidakseimbangan
menunjukkan status elektrolit
keseimbangan Hypervolemia management (NIC)
cairan dengan
kriteria:
- Monitor berat badan tiap hari
Tekanan darah - Monitor suara tambahan paru
normal - Monitor distensi vena jugularis
Nadi radial normal - Monitor edema perifer
Mean arterial - Monitor bukti laboratorium yang
pressure normal menyebabkan hipervolemia
Central venous - Administrasikan obat yang menurunkan
pressure normal preload: furosemide, spironolactone,
Berat badan yang nitrogliceryne
stabil Fluid monitoring (NIC)
- Pantau berat badan tiap hari
- Monitor intake output
- Pertahankan keakuratan pencatatan intake
dan output
- Pasang kateter urine yang sesuai
- Pantau status hidrasi yang sesuai
- Monitor nilai laboratorium yang relevan
dengan retensi cairan
- Monitor status hemodinamik CVP, MAP,
PAP, PCWP jika tersedia
- Monitor tanda vital yang sesuai
- Kaji lokasi dan perluasan edema
- Administrasikan terapi intravena
- Administrasikan diuretik sesuai yang
diresepkan
- Konsultasikan ke dokter jila tanda gejala
kelebihan volume cairan menetap dan
memburuk
Hemodynamic regulation (NIC)
- Kenali perubahan tekanan darah
Universitas Indonesia
Diagnosa
No Tujuan dan Hasil Intervensi
Keperawatan
- Auskultasi suara jantung
- Asukultasi suara paru terhadap crackles dan
suara tambahan lain
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor SVR, PVR
- Monitor PC/PCWP, CVP, RAP jika
diperlukan
- Monitor cardiac output dan cardiac index
- Administrasikan inotropik positif
- Evaluasi efek samping inotropik negatif
- Monitor nadi perifer, capilary refill, suhu,
dan warna ekstremitas
- Elevasikan kepala di tempat tidur
- Posisikan trendelenberg jika diperlukan
- Monitor edema perifer, distensi vena
jugularis, bunyi S3 dan S4
Universitas Indonesia
Diagnosa
No Tujuan dan Hasil Intervensi
Keperawatan
5 Ansietas Anxiety level Anxiety reduction (NIC)
(NOC) - Jelaskan semua prosedur pemeriksaan,
Klien menunjukkan pengobatan, dan perawatan
Penurunan ansietas, - Berada disamping pasien untuk
pengendalian meningkatkan keamanan dan kenyamanan
terhadap ansietas
dengan kriteria:
- Dorong keluarga untuk berada disamping
pasien jika memungkinkan
Tidak ada
Calming Technique (NIC)
ketegangan otot
Tidak ada - Bersikap tenang dan yakinkan pasien
ketegangan wajah - Pertahankan kontak mata dengan pasien
Tidak ada - Kurangi dan hilangkan stimulus yang
kegelisahan membuat pasien cemas dan takut
Tidak ada iritabel - Tawarkan backrub jika perlu
Emotional suppot (NIC)
- Diskusikan dengan pasien tentang emosi yang
dialami
- Bantu pasien untuk mengenali perasaanya,
seperti cemas, marah, dan sedih
- Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa
cemas, marah dan sedih
- Berikan dukungan pasien selama fase denial,
anger, bargaining, acceptance
Relaxation therapy (NIC)
- Gunakan suara yang lembut, pelan, dan kata-
kata yang ritmis
- Demostrasikan teknik relaksasi
- Dorong pasien untuk mendemosntrasikan
kembali teknik relaksasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
100%; bunyi paru vesikuler tidak ada ronkhi dan wheezing; bunyi jantung S1 S2
reguler, murmur (-), gallop (-); echocardiography SV 34,5 ml, CO 3,3 ml, IVC
13/6, eRAP 3 mmHg; SVR 2181 kesan: stroke volume cukup, SV dan CO
perbaikan, SVR perbaikan. Pencapaian hasil pada diagnosa penurunan curah
jantung memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi
integritas struktur.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Data hasil pengkajian pada ke-30 pasien kelolaan sebagian besar ditemukan tanda
dan gejala ketidakmampuan melaksanakan aktifitas, nyeri dada yang khas, sesak
napas, tachycardia, tekanan darah tinggi, RR meningkat, edema ekstremitas,
kelemahan, tekanan darah yang tidak stabil, HR tidak stabil, penggunaan ventilasi
mekanik, kesadaran dalam pengaruh obat, terpasang endotracheal tube (ETT),
terpasang alat pemantauan hemodinamik invasif, terpasang intra aortic ballon
pump (IABP), terpasang chest tube, terpasang dower catheter (DC), gambaran ECG
menunjukkan ischemic/injury/infarct myocardial. Data terkait dengan konservasi
integritas personal dan sosial diperoleh: menunjukkan kegelisahan, wajah tampak
tegang, otot tegang, tampak panik, kesedihan, dukungan keluarga dan orang
terdekat, hambatan dalam menjalankan aktifitas religinya, kesiapan meningkatkan
religiositas, dan, kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mencatat tanda dan gejala yang menurunkan cardiac output; 6) memonitor status
respirasi terhadap tanda heart failure; 7) memonitor balance cairan; 8) memonitor
nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit); 9) memonitor
dyspnea, orthopnea, tacypnea; 10) melakukan penilaian secara komprehensif status
jantung termasuk sirkulasi perifer; 11) melakukan asukultasi bunyi crackles dan
bunyi paru tambahan; 12) memonitor kefektifan terapi oksigen jika diperlukan; 13)
memonitor faktor penentu pengiriman oksigen; 14) memonitor intake output; 15)
memonitor fungsi ginjal; 16) membatasi stimulus lingkungan; 17) mencatat
pemberian obat untuk pencegah nyeri dan ischemia.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan napas tidak
efektif sebagai berikut: 1) memberikan oksigen 8 liter/menit; 2) melatih pasien
melakukan napas dalam dan batuk efektif; 3) melakukan penghisapan sekret secara
periodik; 4) memantau irama jantung; 5) melakukan auskultasi bunyi paru.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa nyeri adalah sebagai berikut:
1) Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi; 2) mengobervasi repson non
verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan; 3) memberikan informasi
tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri
dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis; 4) mengajarkan penggunaan
teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan
sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul; 5) mengadmisitrasikan pemberian obat
analgetik; 6) memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa hambatan mobilitas fisik adalah sebagai
berikut: 1) berkolaborasi dengan terapis fisik, okupasi dan atau rekreasi dalam
merencanakan dan memantau program kegiatan yang sesuai; 2) membantu
Universitas Indonesia
Hasil yang akan dicapai pada diagnosa hambatan religiositas sebagai berikut: 1)
meningkatnya status kenyamanan psikospiritual; 2) mengakhiri kehidupan secara
bermartabat; 3) meningkatnya harapan; 4) meningkatnya penyesuaian psikososial:
perubahan hidup; 5) meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan
yang dilakukan sebagai berikut: 1) Informasikan pasien/keluarga mengenai sumber
keagamaan yang tersedia di institusi; 2) Informasikan pasien mengenai buku dan
artikel keagamaan yang tersedia; 3) Rujuk ke pemuka agama atau penasehat
spiritual; 4) menawarkan dukungan doa secara individu atau bersama bila perlu; 5)
berdoa bersama pasien jika diminta untuk melakukannya; 6) menggunakan
komunikasi terapeutik untuk membina rasa percaya; 7) memfasilitasi pemanfaatan
ritual keagamaan pasien; 8) menyediakan privasi dan ketenangan untuk berdoa dan
ritual keagamaan lainnya; 9) menunjukkan sikap menerima dan tidak menghakimi
mengenai ritual keagamaan pasien.
Hasil yang akan dicapai pada diagnosa kesiapan meningkatkan religiositas sebagai
berikut: meningkatnya harapan; meningkatnya kesejahteraan individu;
meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai
berikut: 1) Fasilitasi perkembangan spiritual (NIC) meliputi: mengoordinasikan
atau berikan pelayanan penyembuhan, perkumpulan, meditasi, atau berdoa di
tempat perawatan atau tempat lain; memberikan video atau audio tape dari
pelayanan religius sesuai ketersediaan; dan merujuk kepada penasehat sipiritual
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.2 Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence Based Nursing Practice
3.2.1 Metode Pelaksanaan Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence
Based Nursing Practice
Fenomena di unit pelayanan keperawatan intensive (ICU), pasien pasca bedah
CABG sering ditemukan berbaring dalam posisi supine atau semi fowler pada awal
perawatan pasca bedah di ICU sampai beberapa jam. Pasien pasca bedah CABG
hanya diposisikan lateral saat jadwal memandikan pasien yaitu pagi dan sore hari,
untuk kepentingan memandikan (personal higiene). Diasumsikan bahwa ambulasi
dengan posisi lateral pada kondisi pasca bedah CABG akan mengakibatkan
perburukan status cardiac output yang merugikan pasien (de Laat et al., 2007).
Tujuan umum praktik keperawatan berbasis bukti dengan penerapan posisi lateral
30o dini pada pasien pasca bedah Coronary artery bypass graft (CABG) ini adalah
meningkatkan hasil capaian ambulasi dini pada pasien pasca Coronary artery
bypass graft (CABG) menjalani perawatan di Intensive Care Unit dan mencegah
komplikasi pasca bedah. Tujuan khusus praktik keperawatan berbasis bukti dengan
Penerapan Posisi lateral 30o dini pada pasien pasca bedah Coronary artery bypass
graft (CABG) ini adalah: 1) mengidentifikasi pengaruh posisi lateral 30o secara dini
pada pasien pasca CABG terhadap hemodinamik; 2) menerapkan prinsip perawatan
pasca pembedahan yaitu ambulasi dini untuk meningkatkan penyembuhan dan
mencegah komplikasi pasca bedah. Pertanyaan klinis yang ditegaskan adalah
sebagai berikut: Bagaimanakah kefektifan posisi lateral 30 derajat dua jam pasca
bedah Coronary Artery Bypass Surgery (CABG) terhadap hemodinamik pasien?
Universitas Indonesia
Database yang digunakan dalam mendukung literature review yang akan diterapkan
dalam praktik keperawatan berbasis bukti ini adalah sebagai berikut:
1. http://search.ebscohost.com/
2. http://www.scopus.com/
3. http://www.sciencedirect.com/
4. http://search.proquest.com
5. http://www.guideline.gov/
Penggunaan keyword dalam pencarian perlu diperhatikan dengan cermat dan perlu
digunakan alternatif keyword yang berupa sinonim dari keyword tersebut.
Penulusuran dengan keyword tertentu terkadang tidak menemukan hasil yang
diharapkan. Penulisan keyword dalam kegiatan penelusuran database online perlu
diperhatikan mode autofill yang akan muncul dalam menu field database tersebut.
Sebaiknya perlu ditunggu autofill yang akan muncul dalam field tersebut kemudian
baru dilakukan klik search. Kejadian yang ditemukan antara lain sering tidak
menemukan hasil topik yang diinginkan apabila penelusur tidak menunggu autofill
muncul dengan sendirinya. Selain hal itu bandwidth internet service provider (ISP)
menjadi hal penting juga dalam penelusuran, pada kondisi bandwidth internet yang
kurang memadahi mengakibatkan autofill pada kolom field search tidak segera
muncul sehingga keyword yang diketikkan secara manual tidak menghasilkan
temuan yang dicari.
Artikel yang telah ditemukan dari penulusuran database online tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Early pascaoperative 30o lateral positioning after coronary artery surgery:
influence on cardiac output.
2. Is there evidence to support the use of lateral positioning in intensive care? A
systematic Review.
3. Lateral positioning of ventilated intensive care patients: A study of oxygenation,
respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events.
4. Physiological Ratonale and Current Evidence for Therapeutic Positioning of
Crtically Ill Patients.
Universitas Indonesia
Artikel ini merupakan hasil penelitian eksperimen yang berjudul lateral positioning
yang merupakan area keperawatan bedah kardiovaskuler. Topik ini adalah hasil
kajian riset yang sangat diperlukan sekali sebagai evidence untuk mendukung
intervensi keperawatan ambulasi dini pada pasien pasca bedah jantung yang selama
ini tidak banyak dilakukan oleh perawat di instansi terkait. Artikel ini dipilih oleh
karena topik riset ini dilakukan oleh perawat dan merupakan bagian praktik dari
asuhan keperawatan dan bukan area praktik medis. Artikel utama yang akan
digunakan sebagai referensi evidence dalam praktik keperawatan ini adalah “Early
pascaoperative 30o lateral positioning after coronary artery surgery: influence on
cardiac output” (de Laat et al., 2007; P. J. Thomas & Paratz, 2007a; Peter J.
Thomas et al., 2007).
Universitas Indonesia
Peneliti menyampaikan bahwa efek intervensi ini dapat bermanfaat positif terhadap
kebutuhan ambulasi dini pasca bedah dan tidak mengakibatkan perubahan
hemodinamik menjadi buruk. Hasil penelitian ini dapat diintervensikan pada pasien
yang dirawat di ruangan atas dasar pertimbangan tersebut diatas. Prosedur yang
yang akan dilaksanakan telah diuraikan secara jelas dan dapat disesuaikan dengan
keadaan klinik sehingga tidak terlalu beresiko menimbulkan permasalahan.
Intervensi posisi lateral 30 derajat 2 (dua) jam pasca CABG ini tidak memerlukan
banyak sumber daya sehingga dapat dilakukan tanpa memberikan beban
berlebihan. Pengaturan posisi lateral juga merupakan salah satu intervensi yang
dapat dilakukan perawat sesuai dengan fungsi dan peran perawat. Tindakan ini akan
memaksimalkan peran perawat untuk memberikan asuhan keperawatan mandiri.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah perawat perlu meluangkan waktu lebih
banyak bersama pasien. Uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa tidak terdapat
hambatan yang berarti untuk aplikabilitas intervensi posisi lateral ini.
Universitas Indonesia
Pasien yang akan dilibatkan dalam praktik keperawatan berbasis bukti dengan
penerapan intervensi lateral posisi 30o secara dini 2 jam pasca bedah, dengan
kriteria inklusi sebagai berikut: pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
yang telah menjalani operasi CABG yang dirawat di ruang ICU semua tingkat usia;
dan menunjukkan hemodinamik stabil. Sedangkan kriteria ekslusi dalam EBNP ini
adalah pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang telah menjalani
operasi CABG yang dirawat di ruang ICU semua golongan usia pada saat intervensi
menunjukkan hemodinamik yang tidak stabil. Tempat pelaksanaan praktik
keperawatan berbasis bukti ini akan dilakukan di Ruang ICU RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Waktu pelaksanaan pada tanggal April s.d
Mei 2014.
Langkah pelaksanaan praktik keperawatan berbasis bukti ini adalah sebagai berikut:
1) memilih pasien sesuai dengan kriteria inklusi; 2) melakukan informed consent
tentang intervensi yang akan dilakukan; 3) melakukan intervensi lateral posisi 30o
derajat 2 jam pasca bedah; 4) melakukan monitoring dan evaluasi serta
dokumentasi; 5) menganalisis hasil praktik keperawatan berbasis bukti; 6)
melakukan sosialisasi hasil praktik keperawatan berbasis bukti. Standar Prosedur
Operasional intervensi keperawatan ini terlampir.
Universitas Indonesia
dan dikomparasikan dengan 5 (lima) orang pasca CABG dengan posisi yang biasa
diterapkan di unit perawatan intensif (ICU) yaitu supine dan semi fowler untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap hemodinamik.
Prosedur intervensi posisi lateral yang dipraktikkan berupa mengatur posisi lateral
diawali dengan pengukuran hemodinamik pertama (P1) pada menit ke-115 sejak
masuk ICU, kemudian pada menit ke-120 pasien diposisikan lateral 30o derajat
selama dua jam. Pasien yang telah diposisikan lateral setelah berlangsung selama
30 menit kemudian dilakukan pengukuran hemodinamik yang ke-2 (P2). Posisi
lateral masih dilanjutkan sampai dengan dua jam, dan setelah dua jam dalam posisi
lateral kemudian dilakukan pengukuran hemodinamik yang ke-3 (P3). Pasien pasca
CABG setelah dua jam diposisi lateral, kemudian dilakukan perubahan posisi
supine kembali selama dua jam. Pengukuran hemodinamik ke-4 (P4) dilakukan
setelah 30 menit pasien berada dalam posisi supine, dan dilanjutkan pengukuran ke-
5 (P5) setelah pasien diposisikan supine selama dua jam.
Persipan alat yang diperlukan adalah bantal panjang yang mampu menyangga
badan pasien selama diposisikan lateral dengan mempertahankan sudut 30o.
Intevensi posisi lateral pada pasien pasca CABG dimaksudkan untuk memberikan
ambulasi dini yang bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi, meningkatkan fungsi
respirasi, mencegah komplikasi akibat berbaring statis.
Parameter yang akan dimonitor terhadap intervensi posisi lateral 30o adalah
hemodinamik yang meliputi: heart rate (HR); systolic blood pressure (SBP);
diastolic blood pressure (DBP); mean arterial pressure (MAP); Saturasi oksigen;
central venous pressure (CVP); respiratory rate (RR); dan temperature (T).
Universitas Indonesia
Rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 53 ± 12,45
tahun (n=5), sedangkan rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi
supine semi fowler adalah 54,80 ± 7,69 tahun (n=5). Rerata berat badan pasien
pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 67,40 ± 7,64 kg (n=5), sedangkan
rerata berat badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 62,50 ±
11,74 kg (n=5). Rerata tinggi badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi
lateral adalah 160,20 ± 6,50 cm (n=5), sedangkan rerata tinggi badan pasien pasca
CABG yang diberikan posisi supine semifowler adalah 160,20 ± 8,76 cm (n=5).
Selengkapnya seperti tercantum pada tabel berikut ini.
Universitas Indonesia
Rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 53 ± 12,45
tahun (n=5), sedangkan rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi
supine semi fowler adalah 54,80 ± 7,69 tahun (n=5). Rerata berat badan pasien
pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 67,40 ± 7,64 kg (n=5), sedangkan
rerata berat badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 62,50 ±
11,74 kg (n=5). Rerata tinggi badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi
Universitas Indonesia
lateral adalah 160,20 ± 6,50 cm (n=5), sedangkan rerata tinggi badan pasien pasca
CABG yang diberikan posisi supine semifowler adalah 160,20 ± 8,76 cm (n=5).
Selengkapnya seperti tercantum pada tabel berikut ini.
Universitas Indonesia
Heart rate
140
PS 1
120 PS 2
PS 3
100
PS 4
80 PS 5
Rerata PS
60 PL 1
PL 2
40 PL 3
PL 4
20
PL 5
Rerata PL
0
1 2 3 4 5
Diagram 3. 1 Deskripsi Heart rate Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral
Universitas Indonesia
Systolic blood pressure (SBP)
200
PS 1
180
PS 2
160
PS 3
140 PS 4
120 PS 5
100 Rerata PS
PL 1
80
PL 2
60
PL 3
40
PL 4
20 PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5
Universitas Indonesia
Diastolic blood pressure (DBP)
100
PS 1
90
PS 2
80 PS 3
70 PS 4
60 PS 5
50 Rerata PS
PL 1
40
PL 2
30
PL 3
20
PL 4
10
PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5
Universitas Indonesia
Mean arterial pressure (MAP)
140
PS 1
120 PS 2
PS 3
100
PS 4
PS 5
80
Rerata PS
60 PL 1
PL 2
40
PL 3
PL 4
20
PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5
Universitas Indonesia
Saturasi Oksigen (SpO2
100,5
PS 1
100 PS 2
PS 3
99,5
PS 4
PS 5
99
Rerata PS
98,5 PL 1
PL 2
98
PL 3
PL 4
97,5
PL 5
97 Rerata PL
1 2 3 4 5
Universitas Indonesia
Central venous pressure (CVP)
16
PS 1
14
PS 2
12 PS 3
PS 4
10
PS 5
8 Rerata PS
PL 1
6
PL 2
4 PL 3
PL 4
2
PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5
Universitas Indonesia
Respiratory rate (RR)
PS 1
30
PS 2
25 PS 3
PS 4
20 PS 5
Rerata PS
15
PL 1
PL 2
10
PL 3
5 PL 4
PL 5
0 Rerata PL
1 2 3 4 5
Universitas Indonesia
Temperature
39,0
PS 1
38,0
PS 2
37,0 PS 3
36,0 PS 4
PS 5
35,0
Rerata PS
34,0 PL 1
33,0 PL 2
PL 3
32,0
PL 4
31,0
PL 5
30,0 Rerata PL
1 2 3 4 5
Universitas Indonesia
Heart rate
120
100
80
60 Supine
Lateral
40
20
0
P1 P2 P3 P4 P5 P rerata
Universitas Indonesia
Rerata systolic blood pressure (SBP) pada rerata pengukuran pasien kelompok
komparasi adalah 123,68 ± 21,14, sedangkan rerata systolic blood pressure (SBP)
pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 141,16 ± 9,60. Data
selengkapnya tentang rerata systolic blood pressure (SBP) berdasarkan pengukuran
dijelaskan tabel dan diagram berikut.
Systolic blood pressure
160
140
120
100
80 Supine
60 Lateral
40
20
0
P1 P2 P3 P4 P5 P rerata
Universitas Indonesia
Rerata diastolic blood pressure (DBP) pada rerata pengukuran pasien kelompok
komparasi adalah 62,36 ± 14,57, sedangkan rerata diastolic blood pressure (DBP)
pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 74,44 ± 7,25. Data
selengkapnya tentang rerata diastolic blood pressure (DBP) berdasarkan
pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.
Diastolic blood pressure
90
80
70
60
50
Supine
40
Lateral
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6
Universitas Indonesia
Rerata mean arterial pressure (MAP) pada rerata pengukuran pasien kelompok
komparasi adalah 82,72 ± 17,53, sedangkan rerata MAP pada rerata pengukuran
pasien kelompok intervensi 95,08 ± 11,34. Data selengkapnya tentang rerata MAP
berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.
Mean arterial pressure (MAP)
120
100
80
60 Supine
Lateral
40
20
0
1 2 3 4 5 6
Universitas Indonesia
Saturasi Oksigen (SpO2)
100,2
100
99,8
99,6
Supine
99,4 Lateral
99,2
99
98,8
1 2 3 4 5 6
Universitas Indonesia
Rerata central venous pressure (CVP) pada rerata pengukuran pasien kelompok
komparasi adalah 8,60 ± 1,54, sedangkan rerata CVP pada rerata pengukuran pasien
kelompok intervensi 9,24 ± 1,41. Data selengkapnya tentang rerata CVP
berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.
Central venous pressure (CVP
10,00
9,50
9,00
8,50 Supine
Lateral
8,00
7,50
7,00
1 2 3 4 5 6
Universitas Indonesia
Rerata respirstory rate (RR) pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi
adalah 14,56 ± 1,54, sedangkan rerata RR pada rerata pengukuran pasien kelompok
intervensi 15,88 ± 3,43. Data selengkapnya tentang rerata RR berdasarkan
pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut.
Respiratory rate
20
18
16
14
12
10 Supine
8 Lateral
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6
Universitas Indonesia
Temperature
38,0
37,0
36,0
35,0
Supine
34,0 Lateral
33,0
32,0
31,0
1 2 3 4 5 6
Universitas Indonesia
3.2.2.3 Perbedaan nilai Hemodinamik antara Posisi Lateral dengan Posisi Supine
Hasil Perbedaan nilai hemodinamik kelompok posisi lateral dengan kelompok
posisi supine adalah sebagai berikut. Nilai heart rate antara kelompok posisi supine
dan posisi lateral sebagian besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya pada
pengukuran HR1 dan HR2 terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum
pada tabel berikut.
Tabel 3. 27 Perbedaan Heart Rate Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral
dan Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
HR1 Komparasi 5 96.80 21,6 0,044
Intervensi 5 75.20
HR2 Komparasi 5 96.80 22,2 0,037
Intervensi 5 74.60
HR3 Komparasi 5 95.60 13,4 0,084
Intervensi 5 82.20
HR4 Komparasi 5 96.20 15 0,118
Intervensi 5 81.20
HR5 Komparasi 5 88.40 7,6 0,496
Intervensi 5 80.80
HR_mean Komparasi 5 94.76 15,9 0,870
Intervensi 5 78.80
Nilai systolic blood pressure (SBP) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral
sebagian besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya pada SBP2 dan SBP5
terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.
Universitas Indonesia
Nilai diastolic blood pressure (DBP) sebagian besar pengukuran tidak ada
perbedaan, hanya pada DBP2 yang terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya
tercantum pada tabel berikut.
Nilai mean arterial pressure (MAP) antara kelompok posisi supine dan posisi
lateral pada seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya
tercantum pada tabel berikut.
Tabel 3. 30 Perbedaan MAP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
MAP1 Komparasi 5 85.40 -7,8 0,510
Intervensi 5 93.20
MAP2 Komparasi 5 81.60 -19,8 0,030
Intervensi 5 101.40
MAP3 Komparasi 5 83.40 -10,8 0,447
Intervensi 5 94.20
MAP4 Komparasi 5 85.60 -7 0,601
Intervensi 5 92.60
MAP5 Komparasi 5 77.60 -16,4 0,079
Intervensi 5 94.00
MAP_mean Komparasi 5 82.72 -12,36 0,222
Intervensi 5 95.08
Universitas Indonesia
Nilai saturasi oksigen (SpO2) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral pada
seluruh pengukuran tidak menunjukkan adanya perbedaan. Keterangan
selengkapnya tercantum pada tabel berikut.
Tabel 3. 31 Perbedaan SpO2 Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
Sat1 Komparasi 5 100.00 0,8 0,141
Intervensi 5 99.20
Sat2 Komparasi 5 99.80 0,6 0,290
Intervensi 5 99.20
Sat3 Komparasi 5 100.00 0,4 0,347
Intervensi 5 99.60
Sat4 Komparasi 5 100.00 0,8 0,141
Intervensi 5 99.20
Sat5 Komparasi 5 100.00 0,6 0,172
Intervensi 5 99.40
Sat_mean Komparasi 5 99.96 0,64 0,13
Intervensi 5 99.32
Nilai central venous pressure (CVP) antara kelompok posisi supine dan posisi
lateral pada seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya
tercantum pada tabel berikut.
Tabel 3. 32 Perbedaan CVP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan
Posisi Supine
Variabel kelompok N Mean Mean p value
Diff
CVP1 Komparasi 5 8.00 -1,2 0,524
Intervensi 5 9.20
CVP2 Komparasi 5 8.60 -0,4 0,819
Intervensi 5 9.00
CVP3 Komparasi 5 9.40 0,2 0,894
Intervensi 5 9.20
CVP4 Komparasi 5 8.80 -0,4 0,825
Intervensi 5 9.20
CVP5 Komparasi 5 8.20 -1,4 0,487
Intervensi 5 9.60
CVP_mean Komparasi 5 8.60 -0,64 0,514
Intervensi 5 9.24
Universitas Indonesia
Nilai resporatory rate (RR) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral pada
seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada
tabel berikut.
Nilai temperature (T) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral sebagian
besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya T5 yang terdapat perbedaan.
Keterangan selengkapnya dijelaskan tabel berikut ini.
Universitas Indonesia
pressure; mean arterial pressure; central venous pressure; respiratory rate; dan
temperature sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan antara posisi supine dan
posisi lateral pada pasien pasca CABG di unit perawatan intensive.
Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas
akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut
dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper, 2012). Tiap bagian dari
individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian
tersebut sejahtera.
Universitas Indonesia
Tujuan umum proyek inovasi optimalisasi asuhan keperawatan spiritual ini adalah
untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan holistik pada pasien dengan
masalah kesehatan kardiovaskular di rumah sakit jantung dan pembuluh darah.
Tujuan khusus proyek inovasi ini adalah: 1) Tersedianya format pengkajian
spiritual dan rencana asuhan keperawatan spiritual guna melengkapi format
pengkajian dan rencana asuhan keperawatan yang sudah diterapkan; 2)
Meningkatnya pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual pada pasien; 3)
Meningkatnya kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit.
Sasaran kegiatan ini adalah seluruh perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Waktu pelaksanaan kegiatan proyek
inovasi ini dijadwalkan bulan April s.d Mei 2014 bertempat di unit perawatan
ICVCU, IW Medikal, IW Bedah, dan Gedung Perawatan. Tahapan kegiatan ini
proyek inovasi ini meliputi: 1) persiapan penyusunan proposal inovasi dan
sosialisasi kegiatan inovasi kepada pihak-pihak terkait; 2) pelaksanaan kegiatan
inovasi terdiri: pelatihan dan pendampingan klinik; 3) evaluasi. Uraian pelaksanaan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kegiatan berikutnya adalah melakukan sosialisasi proyek inovasi ini kepada pihak
terkait yang melibatkan: kepala bidang keperawatan, komite keperawatan, kepala
instalasi, kepala unit, leader, dan perawat di unit terkait. Sosialisai dilaksanakan
dengan metode presentasi proposal dan diskusi tentang kegiatan inovasi. Presentasi
ini dilaksanakan di tingkat rumah sakit dan di tingkat unit terkait. Kegiatan
selanjutnya adalah simulasi penerapan format pengkajian spiritual dan format
diagnosa, hasil dan rencana intervensi bersama dengan perawat yang ada di unit
terkait serta mendiskusikan tentang kelemahan dan kekuatan format tersebut.
Setelah format tersebut disepakati bersama, kemudian dilanjutkan dengan
implementasi asuhan spiritual dengan penerapan format yang telah disusun
tersebut.
Universitas Indonesia
Kegiatan lain guna mendukung proyek inovasi ini dilakukan pengukuran sikap dan
praktik perawat dalam pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan
instrumen kuesioner. Hasil pengukuran sikap dan praktik perawat terkait asuhan
spiritual adalah sebagai berikut.
Sikap perawat dalam asuhan spiritual oleh di unit ICVCU menunjukkan sebagian
besar adalah baik yaitu 64,3% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang). Sebagian
kecil yaitu 35,7% perawat memiliki sikap yang cukup dalam asuhan spiritual di unit
perawatan intensif. Tidak satupun perawat yang memiliki sikap kurang baik dalam
asuhan spiritual. Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut.
Praktik asuhan spiritual oleh perawat di unit ICVCU menunjukkan sebagian besar
adalah cukup yaitu 66,7% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang). Sebagian kecil
praktik asuhan spiritual perawat adalah baik yaitu 33,3%. Tidak satupun perawat di
unit perawatan intensif melakukan praktik yang kurang baik dalam asuhan spiritual.
Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut.
Asuhan spiritual adalah bagian dari asuhan keperawatan secara komprehensif yang
memandang manusia sebagai mahluk holistik (bio psiko sosio kultural spiritual)
yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Asuhan spiritual dalam keperawatan
dilaksanakan dengan mengkaji segala kebutuhan spiritual pasien yang meliputi:
dimensi ketuhanan; sumber harapan dan kekuatan; praktik ritual keagamaan;
hubungan keyakinan spiritual dan kesehatan; makna dan tujuan; cinta hubungan
Universitas Indonesia
dan harga diri, takut dan kecemasan; dan kemarahan. Asuhan spiritual dalam
keperawatan pada pasien dengan kondisi kritis di unit perawatan intensif sangat
mendukung stabilitas psikospiritual pasien.
Universitas Indonesia
93 Universitas Indonesia
& Wilson, 2006). Kondisi ini selaras hasil penelitian Wilson and McMillan (2013),
bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Hasil penelitian
Asyrofi (2013) menunjukkan temuan yang serupa bahwa pasien heart failure 38,6%
manajemen energinya kurang baik.
Integritas personal dan integritas sosial yang merupakan konservasi lanjut pada
model konservasi Levine juga akan terancam untuk tidak terjadi unwholeness
(ketidakutuhan). Pasien mengalami tanda dan gejala ansietas yang merupakan
dampak dari ancaman status kesehatan karena penyakit jantung. Pasien dengan
penyakit jantung sering mengalami ansietas dan depresi pada awal ditegakkan
diagnosisnya (Cully, Johnson, Moffett, Khan, & Deswal, 2009). Kondisi ansietas
yang tidak terkelola dengan baik akan semakin memperburuk kapasitas fungsional
tubuh (Stacy Ann Eisenberg, 2010; Stacy A. Eisenberg, Shen, Schwarz, & Mallon,
2012). Energi dan struktur yang terganggu atau mengalami kerusakan akan
mempengaruhi pertahanan keutuhan aspek yang lain yaitu integritas personal dan
sosial (Alligood, 2010, 2014; Parker & Smith, 2010).
Integritas personal klien menunjukkan emosi yang stressfull (cemas, sedih, takut)
merupakan situasi yang lazim terjadi pada pasien yang mengalami status kesehatan
anfaal atau memburuk (Stacy A. Eisenberg et al., 2012). Dimensi psikologis pasien
adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan status biofisiologis, dengan
demikian kondisi biologis yang terancam akan berpotensi menimbulkan stress
psikologis (Taylor et al., 2011). Selaras dengan hasil penelitian Asyrofi (2013),
Universitas Indonesia
bahwa pasien heart failure sebanyak 20,5% mengalami ansietas dan sebanyak
11,4% mengalami depresi.
Universitas Indonesia
menghasilkan metabolisme anaerob (Moser & Riegel, 2008; Price & Wilson, 2006;
Theroux, 2011). Metabolisme anaerob akan menghasilkan sumber energi yang
minimal sehingga akan menghambat segala fungsi dan aktifitas kehidupan pasien
(Price & Wilson, 2006).
Gangguan pertukaran gas terjadi oleh karena perubahan membran kapiler alveolar
akibat akumulasi cairan pada vaskular paru sekunder karena heart failure.
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau
eliminasi karbon dioksida pada membran kapiler alveolar (Herdman, 2012).
Pertukaran gas membutuhkan syarat keseimbangan antara ventilasi dan perfusi
serta normalitas membran kapiler alveolar. Kondisi heart failure menimbulkan
perfusi paru yang tidak adekuat ditambah kondisi membran kapiler alveolar yang
tidak mendukung difusi pertukaran gas. Kondisi ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, maka akan terjadi gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas akan
semakin memperburuk status oksigenasi sel dan jaringan yang akhirnya akan
mencetuskan metabolisme anaerab sehingga menimbulkan kelemahan dan
intoleransi aktifitas.
diagnosa keperawatan ini sesuai dengan hasil penelitian Wilson and McMillan
(2013), bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Pasien
heart failure sebanyak 38,6% menunjukkan manajemen energi yang kurang baik
(Asyrofi, 2013).
Universitas Indonesia
dibuktikan: efektifitas pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan dan status
tanda vital yang adekuat. Intervensi yang dirancanakan merujuk nursing
intervention classification (NIC) adalah cardiac care dan dysrhytmia management
dengan segala aktifitas keperawatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood,
Froelicher, Motzer, & Bridges, 2010).
Diagnosa kelebihan volume cairan hasil yang direncanakan adalah: fluid balance
(NOC) dengan mengimplementasikan fluid/electrolit management (NIC);
hypervolemia management (NIC); fluid monitoring (NIC); hemodynamic
regulation (NIC) (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010).
Fluid/electrolit management adalah pengaturan dan pencegahan komplikasi dari
perubahan kadar cairan dan elektrolit (Bulechek et al., 2013). Hypervolemia
management adalah penurunan volume cairan di intraseluler dan ekstraseluler dan
pencegahan komplikasi pada pasien yang terjadi overload cairan (Bulechek et al.,
2013). Hemodynamic regulation adalah pengoptimalan heart rate, preload,
Universitas Indonesia
mean arterial pressure dalam rentang normal. Pencapaian hasil pada diagnosa
penurunan curah jantung memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi
energi dan konservasi integritas struktur.
Diagnosa kelebihan volume cairan dapat diatasi dengan ditandai balance cairan
normal (0), tidak ditemukan edema ekstremitas, tidak ditemukan bunyi napas
tambahan paru crackles. Pencapaian hasil pada diagnosa kelebihan volume cairan
memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi
integritas struktur. Diagnosa intoleransi aktifitas menunjukkan hasil peningkatan
toleransi aktifitas ditandai: saturasi oksigen saat aktifitas 100%; frekuensi nadi saat
aktifitas 92/menit; frekuensi pernapasan saat aktifitas 22/menit; bernapas mudah
saat aktifitas; temuan elektrokardiogram saat aktifitas; warna kulit tidak pucat.
Pencapaian hasil pada diagnosa intoleransi aktifitas memberikan kontribusi pada
pencapaian konservasi energi. Diagnosa ansietas mengalami penurunan ansietas
yang ditandai dengan tampak lebih rileks, tidak tegang, HR stabil. Pencapaian
diagnosa ansietas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi.
Universitas Indonesia
Intgritas personal klien menunjukkan emosi yang stressfull (cemas, sedih, takut)
merupakan situasi yang lazim terjadi pada pasien yang mengalami status kesehatan
anfaal atau memburuk. Dimensi psikologis pasien adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dengan status biofisiologis, dengan demikian kondisi biologis yang
terancam akan berpotensi menimbulkan stress psikologis.
Universitas Indonesia
dilanjutkan dengan menarik hipokarya ilmiah akhir atau trophicognosis atau bisa
disebut juga diagnosa keperawatan yang merupakan pernyataan status kesehatan
dan kebutuhan pasien yang holistik.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012;
Ladwig & Ackley, 2008). Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, fisik,
psikologis, dan zat kimia. Agen cedera biologis dapat berupa: ischemia; injury;
infark; inflamasi; infeksi; luka; trauma jaringan; dan pembedahan. Agen cedera
fisik dapat berbentuk: paparan panas; listrik; dingin; dan trauma atau benturan.
Nyeri yang terjadi pada pasien gangguan kardiovaskular ini terkait dengan agen
cedera biologis termasuk: ischemia, injury, infark miokardium, trauma
pembedahan CABG, dan pembedahan katup. Batasan karakteristik nyeri adalah
sebagai berikut: perubahan tekanan darah; perubahan frekuensi jantung; perubahan
frekuensi pernapasan; diaforesis; gelisah; merengek; merintih; menangis; waspada;
sikap melindungi area nyeri; fokus menyempit; dilatasi pupil; melaporkan nyeri
Universitas Indonesia
secara verbal; gangguan tidur; dan perubahan selera makan (Ackley & Ladwig,
2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).
Gangguan pertukaran gas terjadi oleh karena perubahan membran kapiler alveolar
akibat akumulasi cairan pada vaskular paru sekunder karena heart failure.
Pertukaran gas membutuhkan syarat keseimbangan antara ventilasi dan perfusi
serta normalitas membran kapiler alveolar. Kondisi heart failure menimbulkan
perfusi paru yang tidak adekuat ditambah kondisi membran kapiler alveolar yang
Universitas Indonesia
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan gerakan fisik tubuh pada satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri atau terarah (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman,
Universitas Indonesia
2012; Ladwig & Ackley, 2008). Faktor yang berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik pada pasien kelolaan adalah: intoleransi aktifitas; fisik tidak bugar;
penurunan ketahanan tubuh; penurunan kekuatan otot; perubahan metabolisme
seluler; keterbatasan ketahanan kardiovaskular; nyeri; keengganan mulai
pergerakan; dan kurang pengetahuan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012;
Ladwig & Ackley, 2008). Hambatan mobilitas fisik merupakan masalah penting
pada pasien gangguan kardiovaskular pasca pembedahan yang perlu mendapatkan
intervensi keperawatan yang tepat.
Konstipasi adalah penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran feses tidak lengkap atau pengeluaran feses yang keras,
dan kering (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).
Faktor yang berhubungan dengan konstipasi pada pasien dengan gangguan
kardiovaskular adalah: kurang aktifitas fisik; perubahan lingkungan saat dirawat;
perubahan pola makan; kebiasaan defekasi tidak teratur; dan ketidakadekuatan
toileting (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).
Universitas Indonesia
hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi kebutuhan pengobatan (Ackley & Ladwig,
2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008).
Hasil yang akan dicapai pada diagnosa penurunan curah jantung adalah: Cardiac
pump effectivenes (NOC); circulation status (NOC); cardiopulmonary status
(NOC), dan menunjukkan curah jantung yang adekuat dibuktikan: efektifitas
pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan dan status tanda vital yang adekuat.
Intervensi yang dilakukan adalah cardiac care (NIC) dan dysrhytmia management
(NIC) dengan segala aktifitas keperawatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Cardiac care
adalah pembatasan komplikasi yang dihasilkan dari ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan pada dengan gejala gangguan fungsi jantung
(Bulechek et al., 2013). Dysrhytmia management adalah mencegah mengenali
kembali dan memfasilitasi pengobatan aritmia yang abnormal (Bulechek et al.,
2013). Tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi konservasi integritas
struktur dan energi pada pasien sehingga dapat mempertahankan fungsi-fungsi
kehidupan.
Hasil yang akan dicapai pada diagnosa intoleran aktivitas adalah menunjukkan
peningkatan toleransi terhadap aktifitas dan ketahanan (NOC) activity tolerance
dengan intervensi endurance (NOC). Intervensi yang dilakukan yaitu energy
management (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010).
Intervensi energy management adalah pengaturan penggunaan energi untuk
mengobati dan mencegah keletihan dan mengoptimalkan fungsi (Bulechek et al.,
2013). Tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi konservasi energi pasien
sehingga dapat mempertahankan aktifitas hidup sehari-hari.
Hasil yang akan dicapai dan intervensi yang dilakukan pada diagnosa kerusakan
pertukaran gas sebagai berikut: respiratory status gas exchange (NOC) dengan
Universitas Indonesia
Hasil yang akan dicapai pada diagnosa ansietas adalah klien menunjukkan
penurunan ansietas, pengendalian terhadap ansietas (NOC: anxiety level) dengan
mengimplementasikan intervensi anxiety reduction (NIC); calming technique
(NIC); emotional suppot (NIC); relaxation therapy (NIC) (Bulechek et al., 2013;
Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Anxiety reduction adalah meminimalkan
yang berhubungan dengan ketakutan, firasat, atau kegelisahan dari sumber bahaya
yang tidak teridentifikasi (Bulechek et al., 2013). Calming technique adalah
penurunan ansietas pada pasien yang mengalami distres akut (Bulechek et al.,
2013). Emotional suppot adalah penyediaan jaminan penerimaan dan dorongan
selama masa stres (Bulechek et al., 2013). Relaxation therapy adalah menggunakan
teknik untuk mendorong dan menimbulkan relaksasi untuk tujuan menurunkan
tanda-gejala seperti nyeri, ketegangan otot, dan kecemasan yang tidak diinginkan
(Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan bertujuan
untuk memenuhi konservasi integritas personal.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
keagamaan pasien; 8) menyediakan privasi dan ketenangan untuk berdoa dan ritual
keagamaan lainnya; 9) menunjukkan sikap menerima dan tidak menghakimi
mengenai ritual keagamaan pasien. Intervensi untuk mengelola hambatan
religiositas pada pasien gangguan kardiovaskuler merupakan bentuk pelayanan
keperawatan yang komprehensif dan holistik. Religiositas merupakan bagian dari
asuhan spiritual yang sangat diperlukan oleh pasien. Spiritualitas merupakan
keyakinan adanya sumber kekuatan tertinggi yang dapat membantu menyelesaikan
semua persoalan pasien (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010).
Perawat perlu memfasilitasi pelayanan spiritual tersebut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
keperawatan dengan kondisi tersebut sangat tepat karena sinkron dengan fenomena
dan kebutuhan pasien dengan gangguan kardiovaskular yang mengalami gangguan
integritas struktur, misalnya: myocardial infarction, atherosclerosis, trombotic,
heart failure, vascular disease, dan pembedahan jantung. Gangguan integritas
struktur tersebut akan berdampak terhadap energi, integritas personal, dan integritas
sosial yang perlu untuk dipertahankan.
Posisi lateral yang tepat pada pasien pasca pembedahan sangat diperlukan.
Pengaturan posisi merupakan salah bentuk intervensi keperawatan yang bertujuan
untuk mendukung perfusi, kerja pernapasan, mencegah cedera jaringan,
mendukung kerja pencernaan, mendukung fungsi muskulo skeletal (Black &
Hawks, 2009; Ignatavicius & Workman, 2012). Pengaturan posisi pasca bedah
CABG merupakan salah satu bentuk ambulasi dini yang dapat mendukung proses
penyembuhan dan tidak berdampak terhadap perburukan hemodinamik (de Laat et
al., 2007).
Parameter hemodinamik heart rate (HR) pada pasien kelompok posisi supine dan
posisi lateral menunjukkan rerata HR dalam rentang normal (supine 95/menit; dan
lateral 79/menit). Perubahan posisi baring pasca bedah CABG sebagian besar
pengukuran tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara posisi supine dan
lateral. Pengukuran HR ke-1 dan ke-2 yang menunjukkan perbedaan signifikan.
Universitas Indonesia
Pengukuran HR ke-1 dilakukan pada menit ke-115sejak masuk ICU dan kondisi
pasien belum dilakukan manipulasi apapun. Pengukuran HR ke-2 dilakukan pada
menit ke-150 (posisi lateral berlangsung selama 30 menit), meskipun berbeda
signifikan namun HR keduanya masih berada dalam rentang normal (supine
97/menit dan lateral 75/menit).
Perubahan posisi pada pasien pasca CABG dapat menjadi faktor pencetus nyeri.
Gerakan jaringan dan organ tubuh dapat menimbulkan tegangan/tarikan pada area
sternotomi dan luka pada area tungkai yang dapat menstimulasi nyeri. Nyeri pada
pasien pasca CABG merupakan stressor biologis yang tentu akan mempengaruhi
fluktuasi parameter hemodinamik, diantaranya adalah HR (Darovic, 2002; Hardin
& Kaplow, 2009). Pemantauan HR pada pasien pasca CABG merupakan intervensi
keperawatan yang vital.
Systolic blood pressure (SBP) pada kelima pengukuran sebagian besar tidak
menunjukkan perbedaan signifikan pada kedua kelompok. Perbedaan ditemukan
pada pengukuran SBP ke-2 dan pengukuran SBP ke-5, namun nilai SBP kedua
kelompok tersebut masih berada dalam rentang normal (P1 S=122, L=147; P2
S=120, L=145). Peningkatan SBP pasca bedah merupakan respon stres biologis
akibat kerusakan jaringan akibat manipulasi pembedahan (Darovic, 2002; Hardin
& Kaplow, 2009).
Nilai diastolic blood pressure (DBP) pada lima pengukuran kedua kelompok
sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan. Hanya pada pengukuran DBP ke-2
terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok (S=62; L=77), namun nilai
parameter DBP tersebut masih berada dalam rentang normal. Tekanan darah
diastolik juga dapat berfluktuasi akibat stres biologis yang dialami pasien pasca
bedah CABG (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009).
Nilai mean arterial pressure (MAP) pada lima pengukuran kedua kelompok
sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan. Hanya pada pengukuran MAP ke-2
terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok (S=82; L=101), namun nilai
MAP tersebut masih berada dalam rentang normal. MAP juga dapat berfluktuasi
Universitas Indonesia
seiring dengan fluktuasi SBP dan DBP yang diakibatkan stres biologis yang dialami
pasien pasca bedah CABG (Hardin & Kaplow, 2009).
Nilai saturasi oksigen (SpO2) pada lima pengukuran kedua kelompok tidak
menunjukkan perbedaan dan berada dalam kisaran normal (S=100, L=99,3). Nilai
SpO2 juga dapat berfluktuasi seiring dengan fluktuasi kerja pernapasan dan tekanan
darah yang diakibatkan stres biologis yang dialami pasien pasca bedah CABG.
Nilai central venous pressure (CVP) pada kedua kelompok tidak menunjukkan
perbedaan dan keduanya berada dalam kisaran normal (S=8,6; L=9,2). Tekanan
vena sentral merupakan indikator status preload (volume) yang akan mempengaruhi
cardiac output (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009). Nilai CVP yang berada
dalam kisaran normal menunjukkan status preload yang stabil dapat dipertahankan.
Nilai RR pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dan
keduanya berada dalam kisaran normal (S=15; L=16). Resporatory rate merupakan
indikator fungsi pernapasan yang menunjukkan ada dan tidaknya gangguan
pernapasan. Pasien pasca bedah jantung terpasag ventilasi mekanik untuk
mendukung fungsi pernapasannya.
4.4 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Posisi Lateral 30o Pasien Pasca
CABG
Penerapan posisi lateral pada pasien pasca CABG bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan ambulasi dini pasca bedah. Pelaksanaan posisi lateral pada pasien pasca
CABG tidak terlalu menyulitkan dan tidak membutuhkan peralatan yang sulit.
Pemberian posisi lateral pasca CABG terbukti menunjukkan nilai hemodinamik
yang berada dalam rentang normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan
Universitas Indonesia
cardiac output. Ambulasi dini dengan posisi lateral 30o dapat direkomendasikan
pada pasien pasca bedah CABG untuk mendukung proses penyembuhan.
Kegiatan lain guna mendukung proyek inovasi ini dilakukan pengukuran sikap dan
praktik perawat dalam pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan
instrumen kuesioner. Hasil pengukuran sikap dan praktik perawat terkait asuhan
spiritual adalah sebagai berikut.
Sikap perawat dalam asuhan spiritual oleh di unit ICVCU menunjukkan sebagian
besar adalah baik yaitu 64,3% dari tiga kategori. Sebagian kecil yaitu 35,7%
perawat memiliki sikap yang cukup dalam asuhan spiritual di unit perawatan
intensif. Tidak satupun perawat yang memiliki sikap kurang baik dalam asuhan
spiritual. Praktik asuhan spiritual oleh perawat di unit ICVCU menunjukkan
sebagian besar adalah Cukup yaitu 66,7% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang).
Sebagian kecil praktik asuhan spiritual perawat adalah Baik yaitu 33,3%. Tidak
satupun perawat di unit perawatan intensif melakukan praktik yang kurang baik
dalam asuhan spiritual. Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut.
Asuhan spiritual adalah bagian dari asuhan keperawatan secara komprehensif yang
memandang manusia sebagai mahluk holistik (bio psiko sosio kultural spiritual)
yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Asuhan spiritual dalam keperawatan
dilaksanakan dengan mengkaji segala kebutuhan spiritual pasien yang meliputi:
dimensi ketuhanan; sumber harapan dan kekuatan; praktik ritual keagamaan;
hubungan keyakinan spiritual dan kesehatan; makna dan tujuan; cinta hubungan
Universitas Indonesia
dan harga diri, takut dan kecemasan; dan kemarahan. Asuhan spiritual dalam
keperawatan pada pasien dengan kondisi kritis di unit perawatan intensif sangat
mendukung stabilitas psikospiritual pasien.
Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas
akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut
dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper, 2012). Tiap bagian dari
individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian
tersebut sejahtera.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Simpulan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler dengan
penerapan model konservasi Levine dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan telah dilakukan pada 1 kasus utama dan 30 kasus lainnya. Penerapan
model konservasi levine dalam asuhan keperawatan pasien kardiovaskular adalah
bertujuan mencapai keutuhan dan adaptasi dengan mengupayakan empat
konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi
integritas personal, dan konservasi integritas sosial.
Pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (EBNP) posisi lateral 2 jam
vs posisi supine pada pasien pasca CABG diruang ICU menunjukkan tidak adanya
perbedaan status hemodinamik yang merugikan pasien. Posisi lateral 2 jam pasca
CABG yang selama ini diasumsikan akan memperburuk hemodinamik ternyata
tidak terbukti, sehingga posisi ini dapat diterapkan untuk pasien pasca CABG untuk
memenuhi ambulasi dini.
Asuhan spiritual adalah elemen dari asuhan keperawatan yang tidak dapat
ditinggalkan. Pasien gangguan kardioavaskular menunjukkan kondisi kritis yang
mengancam kehidupan yang tentunya sangat membutuhkan kekuatan tertinggi
(dimensi spiritual). Optimalisasi asuhan spiritual pada pasien gangguan
ardiovaskular dapat diwujudkan dengan telah terfasilitasi instrumen asuhan
spiritual yang berupa format pengkajian spiritual dan format rencana asuhan
spiritual beserta panduannya.
5.2 Saran
Peningkatan kompetensi penerapan model konservasi levine pada asuhan
keperawatan gangguan kardiovaskular sangat diperlukan untuk mendukung
keberhasilan asuhan keperawatan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan
evaluasi.
Universitas Indonesia
Ackley, B. J., Swan, B. A., Tucker, S. J., & Ladwig, G. B. (2008). Evidence-Based
Nursing Care Guidelines Medical Surgical Interventions. St. Louis,
Missouri: Mosby, Inc., an afiliate of Elsevier Inc.
Ades, P. A., Keteyian, S. J., Balady, G. J., Houston-Miller, N., Kitzman, D. W.,
Mancini, D. M., & Rich, M. W. (2013). Cardiac Rehabilitation Exercise and
Self-Care for Chronic Heart Failure. JACC: Heart Failure, 1(6), 540-547.
doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jchf.2013.09.002
Alligood, M. R. (2010). Nursing Theory: Utilization & Application (Fourth ed.). St.
Louis, Missouri: Mosby, Inc.
Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists and Their Work (7th ed.). Maryland
Heights, Missouri: Mosby, Inc.; Elsevier, Inc.
Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2010). Nursing Theorists and Their Work (7th
ed.). Maryland Heights, Missouri: Mosby, Inc.; Elsevier, Inc.
Bonow, R. O., Mann, D. L., Zipes, D. P., & Libby, P. (2012). Braunwald's Heart
Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine (Ninth ed.). Philadelphia:
Saunders Elsevier.
Cully, J. A. P. H. D., Johnson, M., Moffett, M. L. P. H. D., Khan, M., & Deswal,
A. (2009). Depression and Anxiety in Ambulatory Patients With Heart
Failure. Psychosomatics, 50(6), 592-598.
de Laat, E., Schoonhoven, L., Grypdonck, M., Verbeek, A., de Graaf, R., Pickkers,
P., & van Achterberg, T. (2007). Early postoperative 30° lateral positioning
after coronary artery surgery: influence on cardiac output. Journal Of
Clinical Nursing, 16(4), 654-661. doi: 10.1111/j.1365-2702.2006.01715.x
Eisenberg, S. A., Shen, B.-j., Schwarz, E. R., & Mallon, S. (2012). Avoidant coping
moderates the association between anxiety and patient-rated physical
functioning in heart failure patients. Journal of Behavioral Medicine, 35(3),
253-261. doi: http://dx.doi.org/10.1007/s10865-011-9358-0
Universitas Indonesia
Hardin, S. R., & Kaplow, R. (2009). Cardiac Surgery Essentials for Critical Care
Nursing. Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett.
Jeremias, A., & Brown, D. L. (2010). Cardiac Intensive Care (2nd ed.).
Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Harding, M. M.
(2014). Medical-Surgical Nursing Assesment and Management of Clinical
Problems (ninth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby, an imprint of Elsevier
Inc.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (fifth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier
Inc.
Parker, M. E., & Smith, M. C. (2010). Nursing Theories and Nursing Practice (third
ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.
Perry, A. G., & Potter, P. A. (2010). Clinical Nursing Skill & Techniques (W.
Ostendorf Ed. 7th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier Inc.
Perry, A. G., Potter, P. A., & Elkin, M. K. (2012). Nursing Interventions & Clinical
Skills (W. Ostendorf Ed. 5th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier
Inc.
Universitas Indonesia
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's Texbook of Medical Surgical Nursing (12 ed. Vol. 1-2).
Philadelphia: Wolters Kluwer Health; Lippincott Williams & Wilkins.
Taylor, C. R., Lillis, C., LeMone, P., & Lynn, P. (2011). Fundamentals of Nursing:
The Art and Science of Nursing Care (7 th ed.). Philadelphia: Wolters
Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins.
Thomas, P. J., & Paratz, J. D. (2007a). Is there evidence to support the use of lateral
positioning in intensive care? A systematic review. Anaesthesia and
Intensive Care, 35(2), 239-255.
Thomas, P. J., & Paratz, J. D. (2007b). Is there evidence to support the use of lateral
positioning in intensive care? A systematic review. Anaesth Intensive Care,
35(2), 239-255.
Thomas, P. J., Paratz, J. D., Lipman, J., & Stanton, W. R. (2007). Lateral
positioning of ventilated intensive care patients: A study of oxygenation,
respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events. Heart & Lung:
The Journal of Acute and Critical Care, 36(4), 277-286. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.hrtlng.2006.10.008
Timmins, F., & Kelly, J. (2008). Spiritual assessment in intensive and cardiac care
nursing. Nurs Crit Care, 13(3), 124-131. doi: 10.1111/j.1478-
5153.2008.00276.x
WHO. (2012). World Health Statistics 2012. Geneva, Switzerland: WHO Press.
Universitas Indonesia
Wood, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. A., & Bridges, E. J. (2010). Cardiac
Nursing (Sixth ed.). Baltimore; Philadelphia: Wolters Kluwer Health;
Lippincott Williams & Wilkins.
Universitas Indonesia
DEFINISI
Pemberian posisi lateral kiri atau kanan 30o mulai 2 jam pasca CABG untuk
memfasilitasi ambulasi dini pasca pembedahan.
TUJUAN
Memfasilitasi ambulasi dini pasca pembedahan
Meningkatkan penyembuhan pasca pembedahan
INDIKASI
Pasien pasca bedah CABG
Hemodinamik stabil
KONTRA INDIKASI
Pasien pasca bedah CABG dengan hemodinamik tidak stabil
PROSEDUR TINDAKAN
1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan bila pasien sadar.
2. Melakukan pengukuran parameter hemodinamik saat 5 (lima) menit sebelum
tindakan dilakukan, meliputi: Blood Pressure, Heart rate, MAP, dan PAP
(pengukuran ke-1).
3. Setelah diperoleh nilai hemodinamik dalam rentang aman, pasien mulai dilakukan
posisi lateral 30o dengan kepala ditinggikan 20o.
4. Dilakukan pengukuran parameter hemodinamik setelah 30 menit posisi lateral
(pengukuran ke-2)
5. Posisi dipertahankan dalam posisi lateral selama 120 menit.
6. Setelah posisi 30o selama 120 menit dilakukan pengukuran ke-3, kemudian pasien
dikembalikan ke posisi supine.
7. Setelah posisi supine berlangsung selama 30 menit dilakukan pengukuran ke-4
8. Setelah dilakukan posisi supine berlangsung selama 120 menit kemudian
dilakukan pengukuran ke-5.
9. Melakukan pendokumentasian hasil pengukuran hemodinamik.
P= Pengukuran
Supine
P1 P2 P3 P4 P5
Posisi lateral 30o
Menit 0 115 120 150 240 270 360
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 2 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Lateral Pasca CABG
Nama Pasien :
Nomor RM :
Tanggal Lahir :
Umur :
BB :
TB :
Parameter PI (5 menit PII (30 menit PIII (120 PIV (30 PV (120
hemodinamik sebelum pasca lateral menit pasca menit pasca menit pasca
intervensi 2 posisi) lateral supine) supine)
jam) posisi)
Heart rate
Systolic
Diastolic
MAP
SaO2
PAP
PCWP
CVP -
RR
Temperature
Cardiac Index
Diagnosa
Tindakan
Terapi
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 3 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Supine
LEMBAR OBSERVASI HEMODINAMIK PASIEN
KELOMPOK INTERVENSI POSISI SUPINE PASCA BEDAH CABG
Nama Pasien :
Nomor RM :
Tanggal Lahir :
Umur :
BB :
TB :
PI
Parameter PII PIII PIV PV
Menit ke
hemodinamik Menit ke 150 Menit ke 240 Menit ke 270 Menit ke 360
155
Heart rate
Systolic
Diastolic
MAP
SaO2
PAP
PCWP
CVP -
RR
Temperature
Cardiac Index
Diagnosa
Tindakan
Terapi
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 4 Format Pengkajian Spiritual dalam Keperawatan
FORMAT PENGKAJIAN SPIRITUAL DALAM KEPERAWATAN
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 4 Format Pengkajian Spiritual dalam Keperawatan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 5 Distres Spiritual: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana Intervensi
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 6 Hambatan Religiositas: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana Intervensi
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 7 Risiko Distres Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 8 Risiko Hambatan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana
Intervensi
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA
INTERVENSI
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 9 Kesiapan Meningkatkan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana
Intervensi
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA
INTERVENSI
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 10 Kesiapan Meningkatkan Kesejahteraan Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil
dan Rencana Intervensi
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Hasil Intervensi
Kesiapan meningkatkan Meningkatnya Peningkatan kesadaran diri dan harga
kesejahteraan spiritual koping diri
Meningkatnya Ungkapkan empati terhadap perasaan
harapan pasien.
Meningkatnya Beri jaminan pada klien bahwa perawat
kesejahteraan selalu ada untuk mendukung pasien saat
individu merasakan penderitaan.
Meningkatnya Dukungan spiritual
kualitas hidup Jaga privasi dan beri waktu pasien untuk
Meningkatnya melakukan praktik keagamaan
kesehatan spiritual Dengarkan dengan cermat komunikasi
pasien dan kembangkan waktu berdoa dan
ritual klien
Anjurkan kunjungan pelayanan
keagamaan jika diperlukan
Rujuk ke penasehat spiritual
Dimodifikasi dari:
(Barnum, 2006; Bulechek et al., 2013; Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2013)
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 11 Angket Sikap Perawat Terhadap Asuhan Spiritual
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 12 Angket Praktik Asuhan Spiritual oleh Perawat
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama
2x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR
76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagianm setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit;
CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah
terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+.
Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi
sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik dan pada luka
ditungkai.
3 Resume Kasus ke-3
CHF FC III; MR severe (EF 63%); CAP; Hipertensi stage I
Pengkajian Fokus (30 September 2013)
Tn. M.H., laki-laki, umur 74 tahun, pendidikan SD, menikah, agama islam, masuk
RS tanggal 25 September 2013.
Riwayat Singkat
Klien masuk RS dengan keluhan sesak napas, mudah mengalami kelelahan, berjalan
beberapa meter sudah merasakan lelah sesak napas dan gemetaran. Pasien pernah
menjalani perawatan di RSJPDHK bulan Maret 2013 dengan keluhan edema paru.
Tahun 2009 pernah dirawat dengan diagnosa hipertensi.
Konservasi Energi
Pasien merasakan badannya lemah, pada saat beraktifitas sedikit mudah lelah dan
sesak napas. Pasien merasakan lelah, sesak napas dan gemetaran hanya untuk
berjalan beberapa meter ke kamar mandi. Pasien mengatakan kesulitan untuk tidur
malam, namun di siang hari banyak tidurnya. Klien tidak mengalami batuk. Klien
memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan menikmati menu hidangan RS 3 kali
perhari.
Konservasi Integritas Struktur
Kesadaran composmentis, GCS E4 M6 V5; TD 142/87 mmHg; HR 78/menit; RR
20/menit; suhu 37o C. Paru tidak ada ronkhi dan wheezing. Ekstremitas bawah
terdapat edema. Diagnosa medis: CHF FC III; MR severe (EF 63%); CAP;
Hipertensi stage I. Terapi medis: Vblock 2x3,125 mg; Alopurinol 1x100 mg;
Aldactone 1x25 mg; Paracetamol 3x1 gr; Vectrine 2x1 caps; Candesartan 1x16 mg;
Lasix 2x1 tab; Cefixime 2x200 mg; Lasix 2x2 amp; Ceftriaxone 1x2 gr; Lantus 1x12
unit; Vitamin C 3x200 mg; Amikasin 1x750 mg; Ranitidine 2x1 amp.
Konservasi Integritas Personal
Pasien mengatakan khawair dengan penyakitnya. Tampak tegang dan gelisah.
Pasien sangat berharap penyakitnya dapat sembuh dan kesehatannya pulih kembali.
Pasien tidak mengalami penurunan harga diri. Pasien sangat didukung dan
diperhatikan keluarganya. Keluarga selalu mendampingi pasien saat jam
berkunjung.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien sebagai ibu rumah tangga merasa peran dan fungsi sebagai ibu rumahtangga
terganggu karena sedang menderita sakit. Pasien mendapat dukungan dan perhatian
dari suami dan keluarganya secara penuh.
Diagnosa Keperawatan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
coronary syndrome (ACS) dan perlu dipasang Pacemaker. Saat di RS Marinir pasien
muntah. Saat di IGD RS JPD Harapan Kita klien tidak mengeluh nyeri dada, tidak
sesak napas, dan tidak mual muntah. Klien tidak menderita asma, tidak pernah
menderita stroke, dan tidak memiliki riwayat gastritis.
Konservasi Energi
Klien tidak mengalami sesak napas, tidak ada nyeri, nutrisi DJ II 2000 kkal/24 jam.
Klien meghabiskan menu makan yang disediakan. Tidak ada muntah dan diare.
Klien dapat berisitirahat 8 jam perhari. Klien hanya berbaring di tempat tidur karena
terpasang Temporary Pacemaker (TPM) hari ke-5. Tidak gangguan pergerakan
ekstremitas atas dan bawah.
Konservasi Integritas Struktur
Kesadaran komposmentis, BB 70 kg TB 77 cm, vital sign TD 104/75 mmHg, RR
16 x/mnt, HR 80 x/mnt, suhu 36,5 derajat C.
Jantung bunyi jantung 1 dan 2 tidak ada murmur dan gallop. Paru tidak ada bunyi
napas tambahan ronki atau wheezing. Tidak ada gangguan pergerakan ekstremitas,
tidak ada kelemahan ekstremitas, tidak ada atropi otot ekstremitas. Tidak ada edema
ekstremitas bawah. ECG 28-11-2013 total AV Block HR 32/menit, axis normal, P
wave normal, QRS 0,12 sec. Coronarography 28-11-2013 normal arteri koroner
diameter seluruh pembuluh darah besar. CKMB 34 Na 143 K 4,8 Cl 104 Mg 2,5.
Diagnosa UAP dd STEMI TMI 3/7 Grace 88 Crussade 25, Total AV Block
simptimatik. Terapi Aspilet 1x80 mg, Simvastatin 1x20 mg, Diazepam 1x50 mg,
Laxadine syr 2 ct, TPM on HR 80/menit, output 4 mA sense 3 mV.
Konservasi Integritas Personal
Klien merasakan cemas dan takut karena akan diprogramkan untuk pemasangan
Permanent pacemaker (PPM). Klien mengatakan belum siap untuk menggunakan
PPM. Menurut pemahaman klien seseorang yang terpasang PPM hidupnya akan
terganggu dan tidak akan mampu untuk beraktifitas berat. Klien juga memiliki
pengalaman yang traumatik, yaitu ada saudaranya yang terpasang PPM dan akhirnya
meninggal. Klien tidak mengetahui tentang terapi permanent pacemaker (PPM).
Klien juga tidak mengerti bagaimana aktifitas hidup nantinya setelah terpasang
PPM.
Konservasi Integritas Sosial
Klien sebagai seorang ayah yang memiliki 3 orang anak dan seorang istri. Klien
sangat menyayangi keluarganya dan sulit untuk berpisah dengan keluarga. Klien
bekerja sebagai seorang security pada sebuah security agency di wilayah Jakarta.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung
2. Ansietas bd ancaman status kesehatan dan fungsi peran.
Intervensi dan Implementasi Keperawatan
1. Memonitor tanda vital secara rutin
2. Memonitor disritmia jantung, termasuk kedua gangguan irama dan konduksi
3. Memonitor fungsi pacemaker
4. Melakukan pengecekan elektrode dengan baik (pastikan fiksasinya baik).
5. Melakukan seting parameter pacemaker sesuai rekomendasi.
6. Memberikan edukasi tentang aktifitas yang boleh dilakukan berhubungan
dengan kepatenan fiksasi eketrode.
7. Memonitor tingkat toleransi aktifitas pasien
8. Memberikan informasi yang faktual mengenai diagnosa terapi jika diperlukan
9. Mendorong keluarga untuk mendampingi pasien
10. Mendengarkan ekspresi perasaan dan pikiran pasien
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
11. Mendampingi pasien dan berikan jaminan keamanan dan keselamatan selama
periode cemas
12. Merangkul dan sentuh pasien dengan penuh dukungan
Evaluasi
Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: HR 82/menit, TD 110/67 mmHg, RR 16/menit,
RR 16/menit ECG paced rhytme.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: klien lebih tenang, tampak rileks, klien setuju untuk dipasang
PPM.
5 Resume Kasus ke-5
CHF FC II ec CAD; HHD stage II; Pasca CABG 2004; Pasca PTA 2007; Pasca PPM
2006; CKD stage III; riwayat CVD SNH 2009; AVNVR
Pengkajian Fokus (16 Desember 2013)
Tn S., umur 71 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, islam, menikah, tanggal masuk
RS 14 Desember 2014.
Riwayat Kesehatan
Pasien merasakan badannya lemah. Nyeri dada sejak 3 jam sebelum masuk RS,
durasi ± 5 menit, nyeri dapat dilokalisasi, muncul saat istirahat, mengeluh sesak
napas. Seminggu yang lalu pasien masuk ke RS Sentra Medika dengan keluhan tidak
dapat berbicara & menelan makanan, dirawat ± 6 hari dan dipulangkan dengan
terpasang NGT. Pasien merupakan pasien lama PJNHK dengan Diagnosis CHF FC
II ec CAD, HHD, HT stage II, Pasca CABG tahun 2004, Pasca PTA tahun 2007,
pasca PPM tahun 2006, CKD stage III, riwayat CVD SNH tahun 2009, AFNVR.
Klien menderita hipertensi, DM, Dislipidemia, merokok, tidak ada riwayat
keturunan.
Konservasi Energi
Klien menggunakan inhalasi pernapasan binasal 3 liter/menit, tidak mengeluh nyeri.
Klien mendapat diet jantung I rendah protein 48 gr/24 jam, menghabiskan menu
makanan yang dihidangkan. Klien tidak muntah, tidak ada diare, diprogramkan
terapi cairan 1800 ml/24 jam, tidak ada edema. Intake 2060 ml, output 1250 ml.
Terdapat perdarahan gastro intestinal dan terpasang NGT. Klien terpasang douwer
catheter. Klien dapat berisitirahat tidur dengan cukup sekitar 8 jam perhari. Tidak
menampakkan tanda-tanda kekurangan tidur.
Klien hanya berbaring di tempat tidur karena kondisinya yang lemah.
Konservasi Integritas Struktur
Klien berbaring tampak lemah, kesadaran komposmentis. TD : 128/74 mmHg, RR
20 x/mnt, Nadi : 90 x/mnt, suhu : 36,5 derajat C. Tidak ada gangguan pergerakan
ekstremitas, tidak ada kelemahan ekstremitas, tidak ada atropi otot ekstremitas.
Tidak ada edema ekstremitas bawah.
ECG AFNVR, X Ray CTR 45% aorta dilatasi. Hasil laboratorium: CKMB 17 Hs
toponin 43. Diagnosa medis: CHF FC II ec CAD; HHD stage II; Pasca CABG 2004;
Pasca PTA 2007; Pasca PPM 2006; CKD stage III; riwayat CVD SNH 2009;
AVNVR. Terapi medis: Hyperil 1x10 mg, Herbesser 1x200 mg, Simvastatin 1x20
mg, Pansoprazole 2x1 amp, inpepsa syr 4x1 ct, Latus 1x8 UI (malam), Carvedilol
1x3,125 mg (pagi), Brainact 2x500 mg, Plavix 1x75 mg, Ascardia 1x80 mg.
Dobutamin 250/50 5 mg/kgBB/jam. DJ I rendah protein 48 gr. Terapi cairan 1800
cc/24 jam.
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Klien merasakan nyeri dada hebat skala 8 90-10), muka merintih, menangis, tampak
tegang, nyeri saat bergerak, dan sesak napas.
Konservasi Integritas Struktur
Komposmentis, GCS 15, Suara napas vesikuler terdapat ronki 1/3 basal. ECG sinus
rhythme, ST elevasi V1, V2, V3, V4. ST Depresi II, III, aVL, aVF. CK 212, CKMB
626, Hs Troponin T 11570. Diagnosa medis STEMI aterior onset 9 jam Killip II
Timi 3/14, AHF dan ACS, AKS dd CKD. Terapi: Ekstra lasix 2 ampul, ISDN 3 x 5
mg, Aspilet 1x80 mg, Plavix 1x25 mg, Simvastatin 1x20 mg, Bisoprolol 1x5 mg,
Captopril 3x6,25 mg, Laxadine 1 ct, Cairan 1500 cc/24 jam.
Konservasi Integritas Personal
Klien sangat cemas dan gelisah dengan kondisinya saat ini.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh dukungan yang baik dari keluarga dan orang terdekatnya, selalu
ditunggui keluarganya di ruang tunggu. Klien tidak mampu melakukan aktifitasnya
untuk bekerja atau bermasyarakat karena kondisi penyakitnya.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd cedera agen biologis ischemic myocardial
2. Gangguan pertukaran gas bd hambatan difusi alveolar sekunder terhadap gagal
jantung
3. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi
1. Manajemen nyeri non farmakologis relaksasi
2. Memberikan analgesik aspirin, nitrat, morphin
3. Memberikan oksigen 5 liter/menit
4. Memberikan posisi semi fowler atau high fowler
5. Mengajarkan dan mendorong klien untuk latihan napas dalam
6. memberikan diuretik
7. Memantau bunyi napas
8. Mendorong pasien untuk bed rest
9. Memantau respon kardiorespirasi terhadap aktifitas
10. Penurunan ansietas
11. Melakukan teknik menenangkan diri
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
7 jam ditandai: skala 4 tampak lebih nyaman dan rileks TD 108/67 mmHg HR 72
kali/menit.
Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai: sesak menurun, lebih
nyaman, RR 16 kali/menit.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas mengalami peningkatan
ditandai: klien toleran saat bergerak, RR 16/menit, HR 72/menit TD 110/70 mmHg.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan
tidak gelisah.
7 Resume Kasus ke-7
UAP dd STEMI TIMI
Pengkajian Fokus (3 Maret 2014)
Tn P.M., laki-laki, 57 tahun, islam, pendidikan SLTA, tidak bekerja, tanggal masuk
RS 3 Maret 2014.
Riwayat Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Klien mengeluh nyeri pada uluhati terasa sejak 9 jam SMRS. Nyeri muncul tiba-
tiba. Mual (+), sendawa (+), muntah (-), keringat dingin (-), berdebar-debar (-).
Nyeri terasa perih dan tidak menjalar ketempat lain. Klien sudah minum ISDN tetapi
tidak membaik. DOE (-), PND (-), OP (-). Klien adalah pasien baru PJNHK. Riwayat
menggunakan obat rutin metformin 2 x 500 mg. Glurenorm 2 x 30 mg. Faktor risko
DM (+), Hipertensi (+).
Konservasi Energi
Klien menggunakan O2 binasal 3 liter/menit, mengeluh nyeri dada.
Konservasi Integritas Struktur
Komposmentis, TD 140/80 mmHg, HR 84/menit, RR 20/menit. Paru vesikuler +/+
ronki +/+; ekstremitas edema +/+. ECG QRS rate 83, QRS axis normal, P wave
normal, PR interval 0,16, QRS durasi 01,0, ST-T change (-), Poor R Progresive. X
ray CTR 55%. Hb 10,8, leukosit 103600 Ht 31. Diagnosa medis: UAP dd NSTEMI.
Konservasi Integritas Personal
Klien mengatakan cemas, tampak gelisah,
Konservasi Integritas Sosial
Klien didampingi didukung oleh keluarganya alam menjalani pengobatan dan
perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd iskemia miokardial
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi
1. Manajemen nyeri non farmakologis relaksasi
2. Memberikan analgesik aspirin, nitrat, morphin
3. Memberikan oksigen 5 liter/menit
4. Memberikan posisi semi fowler atau high fowler
5. Mengajarkan dan mendorong klien untuk latihan napas dalam
6. memberikan diuretik
7. Memantau bunyi napas
8. Mendorong pasien untuk bed rest
9. Memantau respon kardiorespirasi terhadap aktifitas
10. Penurunan ansietas
11. Melakukan teknik menenangkan diri
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
1. Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 7 jam ditandai: skala 4 tampak lebih nyaman dan rileks TD 108/67
mmHg HR 72 kali/menit.
2. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 7 jam ditandai: klien toleran saat bergerak, RR 16/menit,
HR 72/menit TD 110/70 mmHg.
3. Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 7 jam ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah.
8 Resume Kasus ke-8
AHF
Pengkajian Fokus (4 Maret 2014 pukul 09.00 WIB)
Ny. G.C.K, 61 tahun, perempuan, pendidikan PT, islam, tanggal masuk 4 Maret
2014.
Riwayat Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Sesak napas memberat sejak 3-4 hari SMRS, disertai cepat lelah bila beraktifitas.
DOE (+), OP (+), PND (+). Keluhan bertambah berat hingga menyebabkan pasien
tidak bisa tidur, disertai perut begah, kaki bengkak. BAK berkurang 3 hari terakhir.
Pasien lama PJNHK dengan riwayat operasi DVR 2005. Klien melakukan kontrol
rutin, minum obat rutin. Klien pernah dirawat 5 kali sejak 2008-2014. Obat yang
sudah diminum Blopress ax16 mg, Concor 1 x 35 mg, Lasix 1x40 mg, Digoxin 1 x
0,5 tablet, Allopurinol 1 x 100 mg.
Konservasi Energi
Klien mengeluh sesak napas, lemah saat beraktifitas
Konservasi Integritas Struktur
Composmentis, TD 84/65 mmHg, HR 99, SaO2 99, JVP 5+5 cmH2O, cor mekanikal
sound (+), Ekstremitas piting edema (+). Diagnosa medis: AHF
Konservasi Integritas Personal
Klien tidak merasa rendah diri dan minder dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal
diri, klien akan selalu berupaya untuk menjalani pengobatan dan perawatan agar
kesehatannya pulih kembali. Klien mengalami gangguan peran sebagai ibu rumah
tangga pada saat sakit seperti ini. Klien mengatakan sedih dengan penyakitnya,
karena berulangkali menjalani perawatan di RS. Klien merasa khawatir dengan
kondisi tubuhnya yang berulangkali masuk RS.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi keperawatan
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung, termasuk kedua gangguan irama dan
konduksi
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
10. Penurunan ansietas
11. Melakukan teknik menenangkan diri
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
klien menunjukkan
Pasien menunjukkan penurunan curah jantung belum teratasi setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 7 jam ditandai klien masih sesak napas, ECG paced
rhythme.
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Klien merasa tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan
selalu berupaya untuk menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya pulih
kembali. Klien mengalami gangguan peran sebagai ibu rumah tangga pada saat sakit
seperti ini. Klien mengatakan sedih dengan penyakitnya, karena berulangkali
menjalani perawatan di RS. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang
berulangkali masuk RS.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan perubahan
kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi keperawatan
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
10. Penurunan ansietas
11. Melakukan teknik menenangkan diri
12. Memberikan dukungan emosi
Evaluasi
Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien tidak terjadi sesak napas, ECG sinus
rhythme.
Pasien menunjukkan toleransi aktifitas mengalami peningkatan setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien belum toleran saat bergerak, RR
16/menit, HR 114/menit TD 99/76 mmHg.
Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah.
11 Resume Kasus ke-11
NSTEMI high risk pada CAD 3VD; AHF pada ACS
Pengkajian Fokus (18 Maret 2014 di ICVCU)
Tn F.E.S., laki-laki 65 tahun, pendidikan PT, suku Batak, menikah, agama kristen.
Riwayat Kesehatan
Klien mengeluh nyeri dada sejak 4 jam SMRS durasi 30 menit, nyeri tidak menjalar,
keringat dingin. Pernah dirawat di ICU RS Surabaya selama 3 hari. Pernah dirawat
di RS Adam Malik 2011 dengan diagnosa CAD 3VD dan menolak operasi. Klien
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
memiliki riwayat hipertensi dan dislipidemia. Klien dulu seorang perokok 3 tahun
yang lalu.
Konservasi Energi
Klien mengeluh tubuhnya lemah. Klien tampak tampak kelemahan. Klien
mengatakan tidak mampu beraktifitas sehari-hari. Makan, minum, perawatan diri,
dan toileting dibantu oleh perawat atau keluarga.
Konservasi Integritas Struktur
Kesadaran komposmentis, tampak lemah, BB 67 TB 162 cm. Paru vesikuler tidak
ronki dan wheezing. Jantung bunyi S1S2 reguler tidak murmur dan gallop. Tidak
ada edema ekstremitas. Tidak ada sianosis. X Ray CTR 58% aorta elongasi, apeks
downward, kongesti (-), infiltrat (-). ECG Sinus Rhythme, rate 104, Axis LAD, P
wave normal, RR interval 0,12, QRS 0,08, Q di III, aVF, LVH (+). CKMB 27 Hs
Troponin T 257 ureum 30 creatinin 1,05 BUN 14 GDS 118 Na 134 Cl 105 K 4,3
Mg 2,5 Cal 2,32. Diagnosa medis: NSTEMI high risk pada CAD 3VD; AHF pada
ACS. Terapi medis: Aspilet 1x80 mg; Plavix 1x75 mg; Simvastatin 1x20 mg;
Laxadine 1x ct; Diazepam 1x5 mg; ISDN 3x5 mg; Captopril 3x6,25 mg; Bisoprolol
1x1,25 mg; Lasix 2x1 ampul; Lovenox 2x0,6. Terapi cairan 1500 cc/24 jam; DJ II
1800 kkal/24 jam.
Konservasi Integritas Personal
Klien merasa sedih dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan berupaya
menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya bisa pulih. Klien
mengalami gangguan peran sebagai ayah saat sakit seperti ini. Klien merasa
khawatir dengan kondisi tubuhnya yang dianggap kritis.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas miocardial
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
Evaluasi
Pasien menunjukkan perbaikan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 128/87 mmHg, HR 78/menit, tidak sesak
napas, RR 15/menit.
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Riwayat Kesehatan
Pasien mengeluh nyeri dada sejak 2 minggu SMRS, nyeri makin memberat, berobat
ke RS Mintoharjo didiagnosa serangan jantung, kemudian dilakukan kateterisasi
hasilnya stent yang dipasang 2011 tersumbat total, dan ada sumbatan pembuluh
darah lain yang makin memberat. Klien disarankan CABG ke RSJPDHK. Setelah
diperiksa di RSJPDHK klien didiagnosa CVD 3VD. Pasien memiliki riwayat
penyakit asma dan gastritis.
Konservasi Energi
Pasien merasakan tubuhnya lemah, untuk beraktifitas ditempat tidur terasa tidak
bertenaga. Klien masih sesak napas, RR 21/menit, fiO2 binasal 6 liter/menit. Intake
cairan 2427 ml output 4400 balance -1973. Laboratorium: pH 7,50 paO2 82 PaCo2
37 HCO3 28,6 SaO2 96,3 K 3,3 Na 130 Cl 92. Terpasang IABP hari I HR 101 SBP
70 DBP 43 Mean 65 Aug 82. Echocardiography: status volume cukup, SV dan CO
cukup SVR tinggi.
Konservasi Integritas Struktur
Pasien composmentis GCS E4 M6 V5; bunyi paru ronkhi basah halus hampir
seluruh lapang paru; ekstremitas tidak edema. Diagnosa medis: ALO ec ACS pada
CAD 3VD; NSTEMI TIMI 4/7 Grace 178 Crussade 46; Riwayat cardiogenic syok;
Pasca PCI; CAD 3VD. Terapi: Plavix 1x75 mg; Simvastatin 1x20 mg; Laxadie 1xct;
Diazepam 1x5 mg; Antasida 3xct; Ranitidine 2x1 ampul; Lovenox 2x0,6 cc;
Panzoprazole 1x1 ampul; Cardioaspirin 1x100 mg. Dobutamin 250/50; lasix 20/20;
NTG 10/50.
Konservasi Integritas Personal
Klien cemas dan takut dengan penyakitnya. Klien mengatakan selalu memikirkan
kesembuhan penyakitnya. Klien tidak menunjukkan penurunan citra tubuh. Klien
berharap penyakitnya dapat disembuhkan. Klien memperoleh perhatian dari
keluarga dan saudaranya.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien sebagai kepala keluarg merasa memiliki peran dan fungsi sebagai pemimpin
dan penanggungjawab keluarga. Pasien merasa tidak dapat menjalankan perannya
sebagai kepala keluarga ketika sakit.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar
3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
4. Memantau vital sign secara periodik
5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine
9. Memantau aliran liter oksigen
10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan
11. Memantau keefektifan terapi oksigen
12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Klien cemas dan takut dengan penyakitnya. Klien mengatakan selalu memikirkan
kesembuhan penyakitnya. Klien tidak menunjukkan penurunan citra tubuh. Klien
berharap penyakitnya dapat disembuhkan. Klien memperoleh perhatian dari
keluarga dan saudaranya.
Konservasi Integritas Sosial
Pasien sebagai kepala keluarg merasa memiliki peran dan fungsi sebagai pemimpin
dan penanggungjawab keluarga. Pasien merasa tidak dapat menjalankan perannya
sebagai kepala keluarga ketika sakit.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera biologis: myocardial infarctionion
2. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload.
3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan pengkajian komprehensif nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, faktor pencetus)
2. Melakukan observasi isyarat nonverbal terhadap ketidaknyamanan
3. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengakui pengalaman
nyeri pasien dan menyatakan respon penerimaan pasien terhadap nyeri
4. Mengendalikan faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan
pasien
5. Mengurangi dan hilangkan faktor yang mencetuskan dan meningkatan
pengalaman nyeri
6. Mengajarkan teknik manajemen nyeri nonfarmakologis (hipnosis, relaksasi,
guided imagery, music therapy, distraction, play therapy, activity therapy,
acupressure, hot/cold application, massage).
7. Mendorong pasien untuk menggunakan obat nyeri yang adekuat
8. Menigkatkan adekuasi istirahat dan tidur untuk mengurangi nyeri
9. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi
ketidaknyamanan dada
10. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan
penghambat)
11. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat
12. Memantau vital sign secara periodik
13. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure
14. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit)
15. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea
16. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu
17. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
18. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi
19. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi
tingkatan energi
20. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
21. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
3 hari ditandai: klien tidak merasakan nyeri, ekspresi muka rileks, HR 79/menit.
Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai TD 117/72 mmHg HR 79/menit.
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS.
Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan
keluarganya.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Ansietas bd ancaman status kesehatan
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin
2. Melakukan pemantauan disritmia jantung
3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit
4. Mengadministrasikan pemberian obat
5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang
berlebih
6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk
mencegah keletihan
7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia
lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR)
8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas
kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien
9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan
10. Berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan
11. Mendorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan
12. Bersikap tenang dan yakinkan pasien
13. Mempertahankan kontak mata dengan pasien
14. Membantu pasien untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan
sedih
15. Mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih
16. Memberikan dukungan pasien selama fase denial, anger, bargaining,
acceptance
Evaluasi
Pasien menunjukkan perbaikan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari ditandai: TD 112/76 mmHg, HR 76/menit, tidak sesak napas, RR
15/menit.
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari ditandai: klien mengatakan lebih bertenaga, tidak lelah,
tidak sesak saat aktifitas, TD 112/76 mmHg, HR 76/menit, RR 15/menit.
Ansietas menurun ditandai pasien tenang, tidak gelisah, tampak lebih rileks, HR
76/menit TD 112/76 mmHg
22 Resume Kasus ke-22
Total Archus Replacement; Aortic Valve Replacement; dan CABG 2x ec Diseksi
Aorta ascendent; Atrial regurgitasi moderate-severe; CAD2VD.
Pengkajian Fokus (5 Mei 2014)
Tn. M.T., 41 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS
tanggal 24 April 2014 pukul 15.50 WIB.
Riwayat Singkat
Pasien sesak napas memberat bila beraktifitas lebih. Terasa sejak 3 bulan SMRS.
Pasien didiagnosa penyakit jantung koroner oleh dokter SpJP yang biasa dikunjungi.
Pasien datang di RSJPDHK dan ditegakkan diagnosa: Susp Diseksi Aorta
ascendent; Atrial regurgitasi moderate-severe; CAD2VD. Tanggal 5 Mei 2014
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
2. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang
jalan napas buatan
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Memantau irama jantung
2. Melakukan auskultasi bunyi paru
3. Memantau ECG 12 leads
4. Mamntau hemodinamik
5. Memantau keluaran urine
6. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
7. Memantau perubahan ECG
8. Mantau intake output
9. Memastikan alrm ventilator dalam keadaan hidup
10. Memantau kepatenan setting ventilator
11. Menatau monitor ventilator secara rutin
12. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil)
13. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma
14. Melakukan percobaan proses weaning
15. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks
16. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning
17. Berikan oksigen 8 liter/menit
18. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
19. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
20. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
21. Monitor tanda dan gejala perdarahan
22. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
23. Kaji area incisi dari tanda perdaraha
24. Catat karakterisitik drainase
25. Pertahankan kepatenan selang drainase
26. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
27. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam penurunan curah jantung
teratasi sebagian ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 11; akral hangat
suhu 36 C dihangat dengan warm air
Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam
ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 24/menit, tidak ada sesak, selanjutnya
diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam. Selanjutnya pasien diberikan
oksigen nasal 5 liter/menit.
Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 8 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah disuction
suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam masalah perdarahan tidak
terjadi ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Pasien merasakan nyeri dada pada area pembedahan (dada dan tungaki bawah),
skala 8/10, lokasi nyeri pada area pembedahan dada, kaki, dan punggung. Nyeri
terasa terus-menerus. Pasien menampakkan muka yang tegang dan lemah. Klien
sudah mulai berkomunikasi verbal dengan perawat meskipun minimal. Klien
mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah. Aktifitas dan pergerakan pasien
dibatasi.
Konservasi Integritas Struktur
Respirasi: ventilasi spontan, ETT terekstubasi, fiO2 binasal 5 liter/menit. TD 130/70
mmHg; HR 84/menit; RR 20/menit; SaO2 100%; Suhu 36,4o C; CVP 11; ECG sinus
rhythme; posisi semifowler; sekret kental; jumlah sekresi sedang; warna putih
kekuningan; GCS E4 M6 V5.
Klien sudah terekstubasi; fiO2 binasal 6 liter/menit; TD 124/78, HR 87/menit;
kesadaran dalam pengaruh obat; akral dingin; bising usus (+); AGD pH 7,37; PaO2
92; PaCO2 32; BE 15,5; SaO2 97,2%. TD 103/53 mmHg MAP 72 mmHg; HR
83/menit; ECG pacing Rhythme; suhu 36,1 CVP 14.
Drainase substernal panjang, cairan drainase keluar darah; urine output 110 ml.
GDA pH 7,32; PO2 43; PCO2 47; HCO3 24,5; BE -1,1; SatO2 72,4; as laktat 3,0;
K 4,5; Na 141; Cl 105; Ca 1,26 Mg 0,52; GDS 203; Hb 10,6; Ht 30; Leukosit 19.950;
Trombosit 182; CKMB 635/28; ureum 30; creatinin 1,24; BUN 14. Hasil coronary
angiography: LM normal; LAD total oklusi di proximal; LCx stenosis 90% di
proximal, stenosis 80% setelah OM1,OM 1 subtotal oklusi di proximal, OM 2
stenosis 80% di proximal; RCA stenosis 70-80% di distal. Diagnosa medis: CAD
3VD EF 70%. Tindakan CABG 3x LIMA-LAD, SVG-OKI, SVG-PDA.
Terapi: cefazol 3x1 gr; Lasix 2x1 ampul; Ranitidine 2x1 gr; Phenytoin 3x1 ampul;
Bisoprolol 1x1,25 mg; Aptor 1x100 mg; Captopril 3x3,125 mg; paracetamol 3x1 gr.
Diet jantung 2000 kal/24 jam; TC 1800 cc/24 jam; cairan parenteral 1 cc/kgBB/jam.
Konservasi Integritas Personal
Pasien perlu banyak istirahat ditempat tidur, belum banyak data yang bisa dihasilkan
terkait integritas personal. Tampak muka klien tegang dalam posisi berbaring semi
fowler. Pasien merasa lega karena operasi telah dilaksanakan dan dia sudah bisa
melihat keluarganya kembali meskipun sekarang sedang menjalani perawatan di
ICU.
Konservasi Integritas Sosial
Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh
pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik prosedur pembedahan CABG
2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan
4. Risiko perdarahan bd efek samping dari prosedur pembedahan CABG
Intervensi/Implementasi
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi.
2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan.
3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi
atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis
4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi,
relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul.
5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
on Morphine 20 mcg/kg/jam; E: akral hangat; balance cairan +893 cc; bising usus
(+); hemoglobin 7,1 on tranfusi PRC kolf II; weaning CPB tekanan darah turun
kemudian dipasang IABP 1:1. Drain substernal dan intrapleural kiri. Diagnosa
medis CAD 3VD + LM EF 43%. Tindakan: CABG x3 LIMA-LAD; SVG-OM2;
SVG-PDA; dipasang IABP. Terapi: Dobutamine 2,5 mcg/kg/BB/menit;
Nitroglycerin 0,25 mcg/kgBB/menit; Milrinone 0,373mcg/kgBB/menit; Morphine
20 mcg/kgBB/jam; Cefazolin 3x1 gr; Ranitidine 2x1 ampul; RL.
Konservasi Integritas Personal
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang
jalan napas buatan.
3. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Memastikan alrm ventilator dalam keadaan hidup
2. Memantau kepatenan setting ventilator
3. Menatau monitor ventilator secara rutin
4. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil)
5. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma
6. Melakukan percobaan proses weaning
7. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks
8. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning
9. Berikan oksigen 8 liter/menit
10. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
11. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
12. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
13. Memantau irama jantung
14. Melakukan auskultasi bunyi paru
15. Memantau ECG 12 leads
16. Mamntau hemodinamik
17. Memantau keluaran urine
18. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
19. Memantau perubahan ECG
20. Mantau intake output
21. Monitor tanda dan gejala perdarahan
22. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
23. Kaji area incisi dari tanda perdaraha
24. Catat karakterisitik drainase
25. Pertahankan kepatenan selang drainase
26. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
27. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Riwayat Singkat
Pasien merasakan nyeri dada sejak 11 tahun yang lalu. Riwayat menggunakan stent.
Cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi nyeri dada dengan minum obat ISDN
sublingual.
Konservasi Energi
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat.
Konservasi Integritas Struktur
Terpasang ETT;Ventilator mekanik PSIMV fiO2 40% Tidal Volume 550 PEEP
10/5. TD 162/82 mmHg; HR 94/menit; RR 10; S 35,9o C; SaO2 100; CVP 10. AGD:
pH 7,40; PO2 32; Pco2 41; HCO3 24,7; BE 0,5;SatO2 61,2; asam laktat 1,7; K 4,5
NaCl 141/105; Ca 1,20; Mg 0,71; GDS 319. Coronary Angiography: CAD3VD
dengan total oklusi LAD. Diagnosa medis: CAD3Vd EF 65%; VT/VF; NIDDM.
Tindakan: CABG on pump 3x; DC Syok 1x100. Terapi: Nitroglycerin 50/50;
Morphine 10/50; Regular Insulin.
Konservasi Integritas Personal
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang
jalan napas buatan.
2. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG.
3. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi
1. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
2. Memastikan alarm ventilator dalam keadaan hidup
3. Memantau kepatenan setting ventilator
4. Menatau monitor ventilator secara rutin
5. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil)
6. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma
7. Melakukan percobaan proses weaning
8. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks
9. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning
10. Berikan oksigen 8 liter/menit
11. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
12. Memantau irama jantung
13. Melakukan auskultasi bunyi paru
14. Memantau ECG 12 leads
15. Mamntau hemodinamik
16. Memantau keluaran urine
17. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
18. Memantau perubahan ECG
19. Mantau intake output
20. Monitor tanda dan gejala perdarahan
21. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
22. Kaji area incisi dari tanda perdaraha
23. Catat karakterisitik drainase
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Pasien perlu banyak istirahat ditempat tidur, belum banyak data yang bisa dihasilkan
terkait integritas personal. Tampak muka klien tegang dalam posisi berbaring semi
fowler. Pasien merasa lega karena operasi telah dilaksanakan dan dia sudah bisa
melihat keluarganya kembali meskipun sekarang sedang menjalani perawatan di
ICU.
Konservasi Integritas Sosial
Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari
keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik pembedahan CABG
2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan
4. Risiko perdarahan
Intervensi/Implementasi Keperawatan
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi.
2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan.
3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi
atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis
4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi,
relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul.
5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik
6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik
7. Memantau irama jantung
8. Melakukan auskultasi bunyi paru
9. Memantau ECG 12 leads
10. Mamantau hemodinamik
11. Memantau keluaran urine
12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit
13. Memantau perubahan ECG
14. Mantau intake output
15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif
16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik
17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien
melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir
18. Monitor tanda dan gejala perdarahan
19. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
20. Kaji area incisi dari tanda perdarahan
21. Catat karakterisitik drainase
22. Pertahankan kepatenan selang drainase
23. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan
24. Catat jumlah, warna drainase setiap jam
Evaluasi
Pasien menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR
76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air.
Pasien menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagianm setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit;
CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air.
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014
Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen
Universitas Indonesia
Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014