Anda di halaman 1dari 192

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERSARAFAN DI RSUPN dr. CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Oleh :

FERA LIZA
NPM. 0906594343

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JANUARI 2013

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERSARAFAN DI RSUPN dr. CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar


Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

FERA LIZA
NPM. 0906594343

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JANUARI 2013

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Fera Liza

NPM : 0906594343

Tanda tangan :

Tanggal : 03 Januari 2013

ii

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Fera Liza


NPM : 0906594343
Program Studi : Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Judul Karya Ilmiah Akhir : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah
Pada Pasien Gangguan Sistem Persarafan di RSUPN dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan
Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

iii
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir tentang “Analisis
Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Persarafan di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Karya Ilmiah
Akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah di Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.

Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, penulis mendapat bimbingan dan
masukan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada :
1. Prof. Dra. Elly Nurachmah M.App. Sc., DNSc, selaku supervisor utama, yang
telah memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis.
2. I Made Kariasa,S.Kp., MM., M.Kep. Sp.KMB selaku supervisor, yang telah
memberikan bimbingan, saran dan arahan pada penulis
3. Ns. Enny Mulyatsih, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB, selaku supervisor klinik
sekaligus Manajer Keperawatan Gedung A RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan
kepada penulis.
4. Dewi Irawati, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
5. Astuti Yuni Nursani, S.Kp, MN, selaku Ketua Program Pasca Sarjana,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Lestari Sukamarini, MNS, selaku koordinator praktik residensi, yang telah
memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis.
7. Direktur Utama RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah
memberikan izin pelaksanaan praktik residensi.

iv

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


8. Manajemen Gedung A, kepala Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan
dan Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
beserta staf atas bantuan, dukungan, kerja sama dan kebersamaannya selama
kami berpraktek.
9. Seluruh staf dosen dan civitas akademi di lingkungan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
10. Teristimewa buat suamitercinta (Aiptu Syafri, SH)dan anak-anak tersayang
(Ijlalul Fajri dan Agil Digo Hawari), orang tua ( Yurnizal Alm. dan Hj.
Lismawarti, S.Pd), mertua serta seluruh keluarga yang telah memberikan
dukungan dan pengorbanan selama penulis mengikuti pendidikan.
11. Seluruh teman-teman residensi KMB Fakultas Ilmu Keperawatan angkatan
genap 2012 (Aria, Amila, Siska, Eva, Nurlia, Sukarmin dan Yowel)atas
kebersamaannya selama ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu penulis mengaharapkan masukan yang membangun demi kesempurnaan
Karya Ilmiah Akhir ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu.

Depok, 03 Januari 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Fera Liza
NPM : 0906594343
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan
Departemen : Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas Karya Ilmiah Akhir saya yang berjudul:

“Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien


dengan Gangguan Sistem Persarafan di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo di
Jakarta “

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database),merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan namasaya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 3 Januari 2013

Yang menyatakan

(Fera Liza)

vi

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Fera Liza


Program Studi : Program Pendidikan Spesialis Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Judul : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah
padaPasien dengan Gangguan Sistem Persarafan di RSUPN
dr.CiptoMangunkusumo Jakarta

Sistem persarafan manusia adalah sistem khusus yang mengontrol dan


mengintegrasi bermacam aktivitas sel tubuh. Gangguan sistem saraf merupakan
Global Burden of Disease (GBD) karena dapat menyebabkan kecacatan dan
kematian. Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah merupakan wadah
untuk menerapkan peran sebagai Advanced Practice Nurse (APN) dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan neurologi. Pada
asuhan keperawatan pada Stroke iskemik dan gangguan sistem saraf dengan
pendekatan Model Adaptasi Roy ditemukan masalah keperawatan akibat perilaku
tidak adaptif pada mode fisiologis adalah risiko ketidakefektifan jaringan perfusi
serebral, kerusakan mobilitas fisik dan padamode adaptasi psikologis adalah
ansietas. Hasil penerapan Evidence Based Nursing (EBN) menunjukkan bahwa
minyak lada hitam meningkatkan kemampuan menelan pasien stroke. Hasil
penerapan inovasi bladder trainingdapat meningkatkan fungsi berkemih pasien
dengan gangguan neurologi.

Kata Kunci: gangguan sistem saraf Model Adaptasi Roy, Stroke Iskemik, asuhan
keperawatan, stimulasi olfaktorius, bladder training.

vii

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


ABSTRACT

Name : Fera Liza


Program : Program of Nursing Spesialist Medical Surgical Nursing
Faculty of Nursing of Indonesia University
Title : Analysis of Medical Surgical Nursing Clinical Practice of
Residency on Patient to Neurological System Disorder
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta

Human nervous system is a special system that controls and integrates a variety of
body function activity through electrical impulses. Neurological disorder is the
Global Burden of Disease (GBD) as it can cause disability and mortality. Medical
Surgical Nursing Practice Residency is a chance to apply the role of Advanced
Practice Nurse (APN) to provide nursing care to patients with neurological
disorders. In nursing care to Ischemic stroke and number of neurological disorder
to approach Roy Adaptation Model nursing due to behavioral problems are found
to be ineffective at physiological mode is the risk of cerebral perfusion ineffective
tissue, impaired pyhsical mobility and the psychological adaptation mode is
anxiety. The results of the application of Evidence Based Nursing (EBN) show
that black pepper oil improve swallowing ability of stroke patients. The results of
the application of innovation bladder training can improve voiding function of
patients with neurological disorders.

Keywords : Neurological disorder, Roy’s Adaptation Model, Ischemic stroke,


Nursing care, Olfactory stimulation.

viii

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

Hal
Halaman Judul ..................................................................................... i
Halaman Pernyataan Orisinalitas .......................................................... ii
Halaman Pengesahan ........................................................................... iii
Kata Pengantar..................................................................................... iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ........................................... vi
Abstrak ............................................................................................... vii
Abstract .............................................................................................. viii
Daftar Isi ............................................................................................. ix
Daftar Tabel ........................................................................................ x
Daftar Lampiran .................................................................................. xi
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................. 6
1.3 Manfaat Penelitian ............................................................... 7

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjaun Pustaka .................................................................. 8
2.2 Mode Adaptasi Roy (MAR) ................................................ 22
2.2.1 Gambaran Mode Adaptasi Roy (MAR) ............................. 21
2.2.2 Proses Keperawatan pada Stroke Iskemik dengan
Model Adaptasi Roy (MAR) ................................................ 23

BAB 3 : ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN


SISTEM PERSARAFANDENGAN MODE ADAPTASI
ROY (MAR)
3.1 Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Stroke Iskemik ......... 42
3.2 Pembahasan Kasus Stroke iskemik pada Ny.S ........................ 69
3.3 Analisis Penerapan Teori Adaptasi Roy pada 32
Kasus Kelolaan ...................................................................... 85

BAB 4 : PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA


PASIEN STROKE DENGAN GANGGUAN MENELAN
4.1 Hasil Reading Journal .......................................................... 91
4.2 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian ................... 94
4.3 Pembahasan .......................................................................... 96

BAB 5 : KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM


PERSARAFAN
5.1 Analisis Situasi ....................................................................... 98
5.2 Kegiatan Inovasi ..................................................................... 103
5.3 Pembahasan ............................................................................ 106
BAB 6 : PENUTUP................................................................................... 108
DAFTAR REFERENSI
LAMPIRAN

ix

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Iskemik........... 38

Tabel 3.1 Rencana Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik pada Ny. S 55


dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy.......................

Tabel 3.2 Distribusi Kasus Kelolaan Praktik Residensi KMB 85


NeurologiDi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Tahun 2012.................................................................

Tabel 3.3 Tabel Distribusi Masalah Keperawatan Pada Kasus 89


Kelolaan Praktik Residensi KMB Neurologi Di RSUPN dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2012...................

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Format Pengkajian Keperawatan Dengan Pendekatan Model


Adaptasi Roy
Lampiran 2 : Penilaian Status Fungsional (Berdasarkan Penilaian Barthel
Indeks)
Lampiran 3 : Pengkajian Risiko Dekubitus (Berdasarkan Skala Norton)
Lampiran 4 : Instrumen Penilaian Stroke (National Institute Health Stroke
Scale/NIHSS)
Lampiran 5 : Instrumen Skrining Disfagia Pada Stroke Akut
Lampiran 6 : Kuisioner (Karakteristik Pasien pada Strimulasi Olfaktori
dengan Minyak Lada Hitam
Lampiran 7 : Instrumen Status Menelan (The Royal Adelaide Prognostic
Index for Dyasphagic Stroke/RAPIDS)
Lampiran 8 ; Format Observasi Stimulasi Olfaktori
Lampiran 9 : Satuan Acara Penyuluhan (SAP) dan Leaflet
Lampiran 10 : Skema pelaksanaan Bladder Training
Lampiran 11 : Format Catatan Berkemih (Bladder Diary)
Lampiran 12 : Resume Kasus Kelolaan
Lampiran 13 : Daftar Riwayat Hidup

xi

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem saraf manusia adalah sistem khusus yang mengontrol dan mengintegrasi
bermacam aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Sistem saraf
berperan penting dalam adaptasi individu. Sistem saraf adalah sistem yang
penting dan rumit. Secara spesifik sistem saraf adalah sistem protektif yang
mengenali diri sendiri (self) dan dari luar diri (non-self), merupakan pabrik
berbagai molekul yang menghantarkan sinyal, dan merupakan sistem komunikasi
yang mengirim dan menerima pesan tubuh. Mekanisme ini menyebabkan sistem
saraf dapat mengendalikan fungsi vegetatif tubuh yang paling sederhana sampai
fungsi integratif yang kompleks (Price & wilson, 2006).

Fungsi sistem saraf akan terganggu bila ada kelainan struktural, biokimia
ataulistrik diotak, saraf tulang belakangatau saraf lainnya yang
dapatmengakibatkan berbagaigejala. Gejala-gejala gangguan sistem saraf yang
sering munculmeliputikelumpuhan, kelemahan otot, koordinasi yang buruk,
hilangnya sensasi, kejang, kebingungan, rasa sakit danperubahan
tingkatkesadaran. (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher & Camera, 2011).

Gangguansaraf merupakan bagian Global Burden of Disease (GBD). Gangguan


saraf mengakibatkan Years of Life Lost (YLL) dan Years of Life disability (YLD)
dan kedua komponen ini menyebabkan Disability-adjusted Life Years (DALYs).
Pada tahun 2005 gangguan saraf berkontribusi terhadap 4,3% GBD dan 92 juta
DALYs, dan diperkirakan akanmeningkat menjadi 103 juta pada tahun 2030 (naik
12%). Gangguan saraf ini terdiri dari penyakit serebrovaskuler 55%, Alzheimer
dan demensia lainnya 12%, Migrain 8,3%, Epilepsi 7,9%, Tetanus 7%, Meningitis
5,8%. Gangguan saraf juga berkontribusi terhadap 12% total kematian secara
umum. Kematian ini disebabkan oleh penyakit Serebrovaskuler 85%, Alzheimer
dan Demensia lainnya 6,28%, Tetanus 2,83%, Meningitis 2,24%, Epilepsi 1,86%,
penyakit Parkinson 1,55%, Multipel sklerosis 0,24%, Ensepalitis Jepang 0,17%
(GBD, 2009).

1 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
2

Berdasarkan data-data di atas, penyakit serebrovaskuler (stroke) merupakan kasus


neurologi terbanyak yang menyebabkan DALYs dan kematian. Stroke merupakan
sindrom neurologi yang dapat menimbulkan kecacatan. Stroke adalah brain attack
yang merupakankegawatdaruratan neurologi yang mendadak (akut) karenaoklusi
atau hipoperfusi pada pembuluh darah otak. Sehingga jika tidak segera diatasi
maka akan terjadi kematian sel dalam beberapa menit, kemudian menimbulkan
defisit neurologis dan menyebabkan kecacatan atau kematian (Misbach, 2011).

Di Amerika kira-kira 795.000 orang menderita strokesetiap tahun, 600.000


diantaranya adalah kasus stroke baru, sisanya adalah stroke rekuren. Ini berarti
rata-rata satu serangan stroke terjadi setiap 40 detik. Stroke merupakan penyebab
kematian ke-4 dan kecacatan pertama di Amerika. Stroke telah membunuh
273.000 orang setiap tahun, berarti stroke penyebab pertama dari 18 kematian.
Rata-rata setiap 4 menit, seorang meninggal karena stroke. Dari semua kasus
stroke 87% diantaranya adala Stroke iskemik, 10% adalah stroke perdarahan
intrakranial (ICH) dan 3% perdarahan sub araknoid (SAH). Kira-kira 40% stroke
terjadi pada laki-laki dan 60% pada wanita.Pada tahun 2012 Amerika
menghabiskan biaya 73,7 juta dolar untuk pengobatan dan kecacatan akibat
stroke. (American Stroke Association, 2012).Di Indonesia data nasional
menunujukkan stroke penyebab kematian tertinggi yaitu 15,4% dan penyebab
utama kecacatan pada kelompok usia dewasa (Kemenkes RI, 2007).

Stroke menyebabkan berbagai masalah fisik, masalah komunikasi serta perubahan


emosi dan perilaku individu. Masalah yang muncul tergantung pada lokasi
obstruksi dan luasnya jaringan otak yang dikenai.Stroke juga mempengaruhi
anggota keluarga. Serangan stroke yang tiba-tiba membuat keluarga cemas dan
tidak siap menghadapi perubahan yang dialami orang yang mereka sayangi.
Keluarga juga tidak siap menerima peran baru sebagai caregiver.Padahal peran
keluarga ini sangat penting dalam tahap pemulihan dan rehabilitasi jangka
panjang.

Stroke juga menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem, diantaranya adalah


komplikasi pada sistem saraf. Komplikasi yang terjadi seperti edema otak, kejang,
tekanan tinggi intra kranial, infark berdarah, stroke berulang (sekunder), delirium

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


3

akut dan depresi (Misbach, 2007). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bila
seseorang sudah pernah menderita stroke maka kemungkinan 20% lebih besar
untuk menderita stroke ulang (stroke sekunder) dalam dua tahun dibandingkan
yang lain (Strokeengine, 2010). Menurut National Stroke Association (2010)
persentase kejadian stroke sekunder adalah 3-10% dalam 30 hari, 4-14% dalam 1
tahun dan 25-40% dalam 5 tahun pertama setelah serangan stroke sebelumnya.

Tingginya angka kecacatan, kematian, komplikasi sistem saraf serta dampak


terhadap ekonomi dan sosial keluarga akibat stroke, makadiperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif yang mencakup aspek fisik, psikis, sosial,
dan spiritual baik pasien maupun keluarga, yang dimulai dari fase hiperakut, akut,
sub akut dan rehabilitasi. Sesuai dengan motto penatalaksanaan stroke adalah
“time is brain”, sehingga makin cepat dan tepat penatalaksanaan stroke sangat
menentukan kualitas hidup pasien (Rasyid, 2007).

Di Indonesia prinsip penatalaksanaan ini sulit diterapkan karena faktor sarana dan
prasaranaserta kebiasaan masyarakat. Hal ini didukung data dari 28 RS, dimana
waktu tiba di RS sejak saat terjadinya serangan antara 1 jam sampai 968 jam.
Selama waktu tersebut yang datang kurang dari 3 jam sebanyak 21,1% ,
sedangkan 32,7% kurang dari 6 jam, 44,8% kurang dari 12 jam dan 50,2%
kurang dari 24 jam. Alasan keterlambatan datang ke RS adalah 56,3% tidak
menyadari terkena stroke, 21,5% alasan transportasi, 11,8% melakukan
pengobatan tradisional, 4,2% berobat ke dukun dan 6,2% tidak tahu mencari
pertolongan ke rumah sakit mana. Oleh karena itu banyak ditemukan pasien
datang ke RS dalam kondisi yang sudah berat.

Menurut WHO penatalaksanaan stroke terdiri dari preventif primer, preventif


sekunder dan preventif tersier yang melibatkan multidisipliner. Perawat
merupakan salah satu tim stroke yang mempunyai peran utama atau core dalam
tim stroke.Tanggung jawab perawat di sini adalah memberikan perawatan,
menggali sumber pendidikan dan pendukung yang ada dalam komunitas, dengan
sasaran meningkatkan fungsi atau kemampuan diri serta kualitas hidup pasien
stroke dan keluarga.Sedangkan peran perawat dalam perawatan komprehensif

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


4

pasien stroke adalah promotif, preventif, perawatan akut, post perawatan akut dan
perawatan paliatif dan rumah (Haroen, 2012).

Upaya untuk meningkatkan peran perawat tersebut adalah dengan mencetak


keperawatan yang profesional melalui pendidikan keperawatan yang
berkelanjutan sampai ke jenjang master, spesialisasi maupun doktoral.
Keperawatan neurologi spesialisasi adalah bagian dari Keperawatan Medikal
Bedah yang menuntut pemahaman tentangneuroanatomi, neurofisiologi, tes
neurodiagnostik, keperawatan kritis, dan keperawatan rehabilitasi. Selain
melakukan pengkajian neurologi yang berkesinambungan, peran perawat adalah
menolong pasien dalam mengidentifikasi masalah, membuat tujuan bersama,
memberikan intervensi keperawatan yang meliputi konseling, penyuluhan dan
koordinator kegiatan dan evaluasi intervensi.

Perawat Spesialisasi Neurologi Keperawatan Medikal Bedah adalah Clinical


Nurse Spesialist (CNS) yang merupakan bagian dari Advanced Practice Nurse
(APN), dimana secara umum ada lima peran APN yaitu sebagai ahli (expert),
edukator (educator), kolabolator (collabolator), peneliti (researcher) dan
pemimpin (leader)Robinson & Kish (2001 dalam Liza, 2012).

Dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan Spesialisasi Keperawatan


Medikal Bedah Spesialisasi Neurologi, penulis berusaha menerapkan peran-peran
APN tersebut selama mengikuti program residensi di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusomo Jakarta.

Sebagai ahli(spesialis) APN mampu mendiagnosis dan memberikan perawatan


terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial dalam sebuah area
spesialisasi keperawatan. Dalam hal ini penulis telah menerapkan kemampuan
memberi asuhan keperawatan terhadap 32 kasus resume pada berbagai gangguan
saraf. Kasus resume itu diantaranya asuhan keperawatan pada Stroke, Cidera
kepala, SOL, infeksi sistem saraf, Myastenia Gravis, Guilanne Barre Syndroma
(GBS), Multiple Sklerosis, Vertigo dan sebagainya. Kasus-kasus resume ini
dipaparkan pada BAB 3. Gangguan saraf yang menjadi kasus kelolaan utama

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


5

adalah asuhan keperawatan pada Stroke Iskemik yang dibahas dalam BAB 2 dan
BAB 3 laporan residensi ini.

Sebagai edukator APN mengedukasi klien sebagai individu dan atau keluarganya,
dimana tujuan edukasi adalah untuk mencegah penyakit dan komplikasi, promosi
kesehatan, mem-follow up serta untuk mencegah kekambuhan. Dalam peran ini
penulistelahmemberikanedukasikepadapasienkelolaandankeluarganya
(sebagaibagiandaridischarge planning RS). Implementasi utama discharge
planning adalah pemberian pendidikan kesehatan (health education) pada pasien
dan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta dukungan
terhadap kondisi kesehatan pasien serta tindak lanjut yang harus dilakukan setelah
pulang ke rumah (Slevin, 2008 dalam Pemila 2009).

Sebagaikolabolator APN mampu berkolaborasi dan bekerjasama dengan dokter


dan tim interdisiplin untuk menemukan kebutuhan klien yang kompleks.Dalam
peran ini penulis mendiskusikan penambahan atau pengurangan terapi sebagai
hasil penilain penulis terhadap pasien, ataupun mengusulkan penatalaksanaan
pasien lainnya kepada dokter, ahligizi, fisioterapis, terapiswicaradanmenelan.

Sebagai peneliti APN mempunyai posisi yang ideal untuk melakukan riset dan
menggunakan hasil riset dalam perawatan pasien.Sebagai peneliti, penulis telah
menerapkan sebuah Evidence Based Nursing (EBN) tentang aroma terapi dengan
minyak lada hitam untuk menstimulasi refleks menelan pasien stroke. Menurut
review literature yang penulis lakukan bahwa aroma terapi memakai minyak lada
hitam selama satu menit sebelum makan dapat meningkatkan Cerebral Blood
Flow (CBF) di korteks insular, sehingga meningkatkan fungsi menelan pasien
stroke (Ebihara, 2006). Penerapan EBN dibahas dalam BAB 4 laporan ini.

Sedangkan sebagai pemimpin APN adalah leader dalam layanan praktik dan
profesi keperawatan. APN mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk
membawa perubahan dan pengaruh bagi orang lain (Robinson & Kish, 2001).
Sedangkan peran sebagai pemimpin, salah satunya tertuang dalam proyek inovasi
kelompok tentang bladder training.Tujuan dari inovasi ini adalah untuk

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


6

mengetahui kemampuan berkemih pasien, untuk menilai dan menetapkan perlu


tidaknya pasien dipasang kateter ulang serta untuk membantu mengurangi risiko
infeksi pada pasien akibat pemasangan kateter ulang. Inovasi ini diuraikan pada
BAB 5 laporan residensi ini.

Sedangkan menurut Summers et al (2009) peran APN dalam perawatan Stroke


iskemik akut adalah merencanakan dan memimpin tim untuk mengembangkan
alat klinik, mengorganisasikan anggota tim untuk mempercepat perawatan pasien
Stroke iskemik akut, memonitor keluaran dan memprakarsai peningkatan kualitas
perawatan. APN mengintegrasikan pendidikan, penelitian, manajemen,
kepemimpinan, dan konsultasi dalam peran klinik dalam memutuskan tentang
manajemen klinik, alasan diagnostik dan mengembangkan intervensi terapeutik.
APN memiliki peran kepemimpinan dalam mengembangkan program seperti
sebagai tim disfagia, tim inkontinensia, dan klinik antikoagulan serta terlibat aktif
dalam pemulangan, perawatan paliatif dan pencegahan sekunder.

Pada laporan ini penulis menggunakan pendekatan teori Model Adaptasi


Roy.Teori Roy Adaptation Model (RAM) adalah teori yang mendeskripsikan
individu sebagai sebuah sistem adaptasi. Sebagai gabungan dari berbagai sistem,
individu mempunyai proses internal yang mempertahankan integritas individu.
Teori ini penulis anggap cukup komprehensif membahas individu dari aspek
fisiologi, konsep, peran dan interdependensi.Penulis juga menggunakan standar
Nourth American Nursing Diagnosis Association (NANDA) dalam merumuskan
diagnosa, Nursing OutcomeClassification (NOC) dalam menetapkan tujuan dan
Nursing Intervension Classification (NIC) dalam menetapka intervensi
keperawatan.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran hasil penulis residensi Program Spesialisasi Keperawatan
Medikal Bedah kekhususan Keperawatan Neurologi Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


7

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus meliputi :
a. Memberikan gambaran hasil analisiskasus selama mengikuti praktek
residensi keperawatan neurologi Program Spesialisasi Keperawatan Medikal
Bedah di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
b. Memberikan gambaran hasil analisis penerapan Evidence Based Nursing
(EBN) pada pasien stroke dengan gangguan menelan di ruang neurologi
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
c. Memberikan gambaran hasil analisis penerapan inovasi tentang bladder
trainingpada pasien gangguan sarafyang terpasang foley kateter di ruang
neurologi dan bedah saraf RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
a. Dapat menjadi masukan bagi perawat bagaimana menerapkan asuhan
keperawatan neurologi khususnya, dengan menggunakan pendekatan Teori
Model Adaptasi Roy, Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing
Outcome Classification (NOC) dan standar diagnosa dari NANDA.
b. Sebagai masukan bagi lahan praktek yang diharapkan dapat mengadopsi EBN
(Evidence Based Nursing) dan inovasi yang telah diterapkan untuk dijadikan
salah intervensi keperawatan pada pasien neurologi.

1.3.2 Bagi Kelimuan Keperawatan


Dapat dijadikan rujukan dalam mengembangkan penerapan teori keperawatan
khususnya teori Model Adaptasi Roy,memperkaya ilmu pengetahuankeperawatan,
menambah wawasan dan pengetahuan bagi perawat klinikbedah serta mahasiswa
keperawatan dalam memberikanasuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem
persarafan.

1.3.3 Bagi Institusi Pendidikan


Dapat dijadikan bahan evaluasi bagi institusi pendidikan tentang proses belajar
mengajar mahasiswa residensi neurologi Keperawatan Medikal Bedah, agar lebih
baik di masa yang akan datang.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Stroke
2.1.1 Definisi
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan disebabkan semata-mata oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke adalah serangan otak (brain
attack/cerebrovascular accident) merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan
kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat dan tepat. (FKUI,
2004).

2.1.2 Klasifikasi Stroke


2.1.2.1 Klasifikasi modifikasi Marshall, yaitu :
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1) Stroke iskemik
a) Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)
b) Trombosis serebri
c) Emboli serebri
2) Stroke Hemoragik
a) Perdarahan Intra Serebral (PIS)
b) Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
b. Berdasarkan stadium atau waktu proses stroke
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Stroke in Evolution atau Progressing Stroke
3) Completed Stroke atau stroke komplit
4) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
c. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1) Sistem karotis
2) Sistem vertebro-basilar

8 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
9

2.1.2.2 Klasifikasi berdasarkan Bamford (1992), mengajukan klasifikasi


berdasarkan klasifikasi klinis saja, yaitu:
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
c. Lacunar Circulation Infarct (LACI)
d. Posterior Circulation Infarct (POCI)
( Misbach, 2011)

2.1.3 Faktor Risiko


Faktor Risiko Stroke dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
faktor risiko tidak dapat dimodifikasi.
a. Yang tidak dapat dimofikasi
1) Usia
Menurut Iskandar (2003), risiko Stroke meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Risiko strokemeningkat dua kali lipat pada usia di atas
55 tahun tiap 10 tahun. Pertambahan usia menyebabkan penurunan fungsi
sistem pembuluh darah. Menurut Feigin (2004), setelah mencapai usia 50
tahun, setiap penambahan usia tiga tahun risiko stroke meningkat sebesar
11-20%. Risiko stroke tertinggi adalah pada usia lebih dari 65 tahun, tetapi
hampir 25% dari semua stroke terjadi pada usia kurang dari 65 tahun, dan
4% terjadi pada usia antara 15 dan 40 tahun.
2) Jenis kelamin
Stroke lebih sering terjadi pada pria dari wanita, tetapi kematian akibat
stroke lebih banyak mengenai wanita. (Lewis, 2011). Laki-laki lebih
beresiko dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada
usia lanjut, resiko stroke pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut
Iskandar (2003), laki-laki beresiko terkena Stroke iskemik, sedangkan
wanita cenderung terkena stroke perdarahan subarakhnoid. Stroke pada
wanita diduga akibat pemakaian obat kontrasepsi oral.
3) Ras
Bangsa Afrika Amerika lebih banyak menderita stroke dan meninggal
dibanding bangsa Amerika yang berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


10

tingginya kejadian Hipertensi, Obesitas dan Diabetes melitus pada bangsa


ini (Lewis, 2011).
4) Riwayat keluarga (herediter)
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke seperti Hipertensi,
penyakit jantung, Diabetes Melitus dan kelainan pembuluh darah. Faktor
genetis berperan besar dalam perdarahan subarakhnoid. Genetis menjadi
penyebab pada 7% total kasus dan sampai 20% pada orang berusia muda.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 60 tahun, akan
meningkatkan risiko stroke (Feigin, 2004).

b. Yang dapat dimodifikasi


1) Hipertensi :
Orang yang menderita hipertensi 4 sampai 6 kali berisiko terkena stroke.
Hipertensi mempertebal dinding pembuluh darah, menyebabkan kolesterol
atau lemak lainnya (plak) terbentuk dan menghambat aliran darah ke otak
(National Stroke Association, 2009).
2) Hiperlipidemia
Kolesterol berlebih atau terbentuknya plak di arteri bisa menyumbat aliran
darah ke otak, berisiko terbentuk aterosklerosis sehingga menyebabkan
Stroke (National Stroke Association, 2009).
3) Diabetes melitus
Diabetes menyebabkan perubahan pada sistem vaskuler dan menyebabkan
terjadinya aterosklerosis (Feigin, 2004).
4) Merokok
Rokok meningkatkan stroke empat kali lipat. Rokok menurunkan jumlah
oksigen dalam darah yang menyebabkan jantung bekerja lebih kuat dan
memudahkan terbentuknya gumpalan darah (National Stroke Association,
2009). Perokok pasif juga meningkatkan risiko stroke sebesar 80%.
5) Konsumsi alkohol berlebihan
Meminum alkohol lebih dari 1 gelas alkohol sehari dapat meningkatkan
50% risiko Stroke. Menurut National Stroke Association (2009), alkohol

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


11

juga dapat mencegah stroke, dengan meningkatkan kadar High Density


Lipoproteins (HDL). HDL membawa kolesterol ke hati yang akan difilter
dan dikeluarkan.
6) Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko hipertensi, penyakit jantung, diabetes tipe 2
dan aterosklerosis. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas juga dapat menyebabkan stroke melalui efek snoring atau
mendengkur dan sleep apnea, karena berhentinya suplai oksigen secara
mendadak ke otak.
7) Penyakit jantung
Myocardial Infarct, Kardiomiopati, Fibrilasi atrium (FA) dan kelainan katup
jantung berisiko menyebabkan Stroke. Fibrilasi Atrium menggambarkan
irama jantung yang tidak teratur dan cepat yang bisa menyebabkan darah
terkumpul di jantung. Kondisi ini berpotensi terbentuknya gumpalan
yangkemudian terbawa ke otak dan menyumbat aliran darah ke otak. AF
meningkatkan risiko stroke 500% dan menyebabkan kematian lebih dari
70% pasien stroke (National Stroke Association, 2009). Kelainan katup
jantung menyebabkan terbentuknya embolus. Embolus ini akan terlepas dan
masuk ke otak dan menyumbat arteri dan menimbulkan Stroke iskemik.
8) Kontrasepsi oral
Sebagian besar kontrasepsi oral mengandung progesteron dan estrogen.
Hormon ini menyebabkan darah menjadi kental dan memudahkan
terbentuknya bekuan dan dapat meningkatkan tekanan darah (Feigin, 2004).
9) Migrain
Migrain adalah faktor risiko Stroke iskemik terutama pada wanita usia
kurang dari 50 tahun yang juga merokok dan menggunakan kontrasepsi oral.
10) Hiperkolesterolemia
Kadar lemak yang tinggi dapat meningkatkan risiko aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner. Kedaan ini meningkatkan 20% risiko Stroke
iskemik dan TIA.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


12

11) Penggunaan obat-obatan


Menurut Feigin (2004), heroin, amfetamin, kokain, fensiklidin, mariyuna
dan obat-obat adiktif lainnya dapat menyebabkan stroke akibat peradangan
arteri dan vena, spasme (kejang) arteri otak, disfungsi jantung, pembekuan
darah dan peningkatan tekanan darah.
12) Kurang aktifitas fisik
Aktifitas fisik terkait dengan risiko stroke, karena mempengaruhi faktor
terbentuknya aterosklerotik seperti hipertensi, resistensi insulin, intoleransi
glukosa, rendah konsentrasi kolesterol lipoprotein dan obesitas. Menurut
Lawrence (2009) individu yang melakukan aktifitas fisik memiliki risiko
27% lebih rendah dibandingkan yang tidak melakukan aktifitas fisik.
13) Faktor makanan
Jika seseorang mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang digunakan
sehari-hari, maka kalori tersebut akan dirubah menjadi lemak dalam tubuh.
Makanan yang banyak mengandung lemak, kolesterol, garam, kurang
sayuran dan buah, akan mempercepat terbentuknya aterosklerosis.
14) Sindroma apnea saat tidur
Kebisaan ngorok saat tidur dapat menimbulkan stroke. Hal ini terjadi karena
terganggunya jalan nafas pada saat tidur, sehingga mengganggu aliran darah
ke paru-paru, jantung dan otak. Gangguan ini bisa menyebabkan terjadinya
stroke, serangan jantung, maupun mati mendadak pada waktu tidur
(Sutrisno, 2007).

2.1.4 Patofisiologi

Stroke iskemik terjadi karena tidak adekuatnya aliran darah ke bagian otak.
Gangguan pasokan aliran darah otak ini dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk siklus Willis seperti pada arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya.Dalam keadaan normal dan sehat
rata-rata aliran darah otak (CBF) adalah 50,9/100 gram otak/menit. Bila CBF < 15
cc/100 gram/menit maka akan menyebabkan kematian sel saraf dan bila terjadi
selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan (Misbach,
2011).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


13

Proses patologik yang mendasari Stroke iskemik adalah 1) keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri seperti pada aterosklerosis dan trombosis. Selain itu
proses pada arteriole karena vaskulitis atau lipohialinosis, 2) berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah, 3)
gangguan aliran darah akibat, trombosis arteri bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium (Price & Wilson, 2006).

Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Pada iskemik global, aliran otak
secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi, misalnya karena syok
irreversible akibat henti jantung, perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial
berat dan lain-lain. Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan
perfusi otak regional, keadaan ini disebabkan oleh sumbatan satu pembuluh darah
otak yang bisa mengenai sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah otak.

Sebagai akibat penutupan aliran darah ke bagian otak tertentu, maka terjadi
serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai pada
tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel kemudian diikuti
kerusakan fungsi utama serta integritas fisik susunan sel, selanjutnya akan
berakhir dengan kematian neuron. Di samping itu terjadi pula perubahan millu
ekstra seluler, karena peningkatan pH jaringan serta kadar gas darah, keluarnya
zat neurostransmiter (glutamat) serta metabolisme sel-sel yang iskemik, disertai
kerusakan sawar darah otak (blood brain barier) (Misbach, 2011).

Apabila aliran darah pada daerah yang iskemik membaik sebelum terjadi
kerusakan yang irreversible, maka gejala timbul dalam beberapa saat. Tetapi
apabila aliran darah ke daerah tersebut tidak membaik akan menyebabkan iskemia
jaringan otak irreversible, maka defisit neurologis yang terjadi akan menetap.
Gambaran klinis Stroke iskemik tergantung pada area otak yang mengalami
iskemia atau lokasi oklusi (Machfoed, 2011).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


14

2.1.5 Gambaran Klinis

Stroke iskemik menyebabkan bermacam-macam defisit neurologis, tergantung


pada lokasi lesi atau pembuluh darah yang tersumbat, luas area yang mengalami
hipoperfusi dan jumlah kolateral aliran darah. Berikut defisit neurologis yang
paling sering muncul akibat Stroke iskemikmenurut Smeltzer, Bare, Hinkle dan
Cheever (2010) adalah :
a. Kehilangan motorik
Stroke adalah lesi pada Upper Motor Neuron (UMN) dan hasil dari
kehilangan kontrol volunter melebihi pergerakan motorik. Disfungsi motorik
yang paling sering adalah hemiparese atau kelemahan pada satu sisi tubuh
atau tanda lain. Pada stadium awal ditemukan paralisis flaksid dan penurunan
refleks tendon dalam.
b. Kehilangan komunikasi
Stroke paling banyak menyebabkan afasia. Berikut disfungsi berbahasa dan
berkomunikasimeliputi disartria, disfasia dan apraksia. Disartria (kesulitan
berbicara), disebabkan oleh paralisis otot-otot yang bertanggung jawab
terhadap produksi bicara atau kesulitan membentuk kata. Disfasia (kerusakan
berbicara) atau afasia (kehilangan bicara) yang berupa afasia ekspresif, afasia
reseptif atau afasia global. Apraksia (ketidakmampuan membentuk tindakan
belajar yang terus menerus).
c. Gangguan persepsi
Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke bisa
menyebabkan disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-spasial
dan kehilangan sensori, seperti hemianopsia homonimous (kehilangan
sebagian lapang pandang).
d. Kehilangan sensori
Kehilangan sensori akibat stroke seperti melalaikan gangguan sentuh,
kehilangan proprioseptif (kemampuan menerima posisi dan pergerakan
bagian tubuh), kesulitan interpretasi penglihatan, taktil dan pendengaran.
Agnosia adalah penurunan kemampuan mengenal benda yang sudah dikenal
dengan satu atau lebih sensasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


15

e. Kerusakan kognitif dan efek psikologik


Jika kerusakan di lobus frontal, akan mengganggu kemampuan belajar, fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi seperti : rentang perhatian terbatas,
kesulitan komprehensi, kurang motivasi. Perubahan-perubahan ini
menyebabkan pasien mudah frustasi. Depresi sering terjadi begitu juga emosi
labil, frustasi, permusuhan, kurang kooperatif dan masalah psikologis lainnya.

Manifestasi klinis sesuai arteri yang dikenai menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper,
Bucher dan Camera (2011) adalah :
a. Anterior Cerebral Artery
Defisit motor dan atau sensori (kontralateral), menelan dan menghisap,
kekakuan, masalah gait (gaya berjalan), kehilangan propriosepti, sentuh.
b. Middle Cerebral Artery
Sisi dominan : apasia, defisit motor dan sensori, hemianopsia.Sisi
nondominan : neglect, defisit motor dan sensori, hemianopsia
c. Posterior Cerebral Artery
Hemianopsia, halusinasi visual, nyeri spontan, defisit motori.
d. Vertebral Artery
Gangguan nervus otak, diplopia, pusing, mual, muntah, disartria, disfagia dan
atau koma.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari penyebab, mencegah rekurensi
serta untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memperburuk fungsi
Susunan Saraf Pusat (SSP)(Ginsberg, 2008).
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan ini dilakukan pada saat pasien strokemasuk RS dan diulangi
sesuai kondisi pasien. Pemeriksaan tersebut meliputi :
1) Pemeriksaan hematologi lengkap yang meliputi kadar hemoglobin, nilai
hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit serta morfologi sel
darah. Pemeriksaan ini untuk mengetahui kelainan darah yang dapat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


16

menyebabkan stroke seperti polisitemia vera, anemia sel sabit dan


trombositemia esensial (Setiabudy, 2007).
2) Pemeriksaan kimia darah lengkap
a) Gula darah sewaktu : untuk mendeteksi adanya hipoglikemi atau
hiperglikemia, karena keduanya dapat menunjukkan gejala neurologis
(Setiabudy, 2007).
b) Analisa Gas Darah (AGD) : berguna untuk mendeteksi asidosis
metabolik pada Diabetic Keto Acidosis (DKA), hipoksia dan hiperkapnia
yang dapat menyebabkan gangguan neurologis.
c) Elektrolit : untuk mengetahui kelainan elektrolit seperti natrium, kalium,
kalsium, fosfat maupun magnesium, karena dapat menyebabkan depresi
susunan saraf pusat (Setiabudy, 2007).
d) Fungsi ginjal seperti ureum, kreatinin dan asam urat : berhubungan
dengan diabetes dan hipertensi (Machfoed, 2011).
e) Fungsi hati seperti SGOT dan SGPT : untuk mengeksklusi
encephalopathy hepatic (Machfoed, 2011).
f) Enzim jantung : untuk mengeksklusi gangguan jantung
g) Profil lipid meliputi kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein
(LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL) untuk mengetahui risiko
aterosklerosis yang menyebabkan iskemik.
3) Pemeriksaan hemostasis
a) Waktu protombin (Prothombin Time/PT), Activated Partial Partial
Thromboplastin Time (APTT)dan International Normalized Ratio (INR):
perlu dikerjakan karena mungkin stroke perdarahan terjadi pada pasien
yang sedang mendapat antikoagulan oral atau heparin. Pemeriksaan ini
berguna dalam pertimbangan pemberian terapi trombolitik. INR >1,5
adalah kontra indikasi absolut terapi IV rt-PA. INR bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian warfarin.
b) Kadar fibrinogen, D-dimer, Viskositas plasma
4) Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi seperti : Protein C,
Protein S, ACA dan homosistein.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


17

b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Computed Tomography (CT Scan)
CT Scan merupakan gold standard pada Stroke iskemik Akut. CT Scan ini
berguna untuk membedakan Stroke iskemik dan perdarahan. Pemeriksaan
ini juga untuk menyingkirkan diagnosis banding lain seperti tumor intra
kranial, hematoma subdural (Ginsberg, 2008). Pemeriksaan CT Scan perlu
diulang dalam 24 jam setelah onset pada pasien yang diberi terapi
trombolisis dan atau terjadi perburukan untuk mengetahui transformasi
perdarahan dan perkembangan infark (Summers et al.,2009).
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI sangat baik untuk melihat jaringan lunak, struktur pembuluh darah.
MRI dapat menunjukkan kejadian injuri iskemik pada otak lebih awal
(dalam 72 jam) dibanding CT Scan bagi semua jenis stroke. MRI dapat
mendeteksi area iskemik dalam beberapa menit setelah onset stroke.
Magnetic Resonance Angiography (MSA) prosedur noninvasif berguna
untuk evaluasi pembuluh darah di ekstrakranial dan intrakranial (Summers
et al., 2009).
3) Ultrasonography
Pemeriksaan non invasive lain yang diperlukan untuk mengetahui stenosis
arteri internal servikal (Summers et al., 2009).
4) Cerebral Angiography
Merupakan alat terbaik untuk menilai secara akurat karakteristik arteri
stenosis dan merupakan gold standard untuk mengukur tingkat stenosis
arteri servikal atau sepalik. (Summers et al., 2009). Dengan Cerebral
Angiography juga dapat diketahui aneurisma maupun AVM, penyempitan
dan derajat penyempitan pembuluh darah otak. Biasanya dilakukan setelah
hasil CT Scan menunjukkan kelainan pembuluh darah (Sutrisno, 2007).
5) Transesophageal dan Transthoracic Ecocardiography (TEE/TTE)
Diperlukan pada pasien stroke emboli yang dicurigai berasal dari jantung
dan mendeteksi adanya trombus intra kardiak. TTE baik untuk
mengidentifikasi kelainan ventrikel seperti diskinetik segment dinding
ventrikel, sedangkan TEE bagus untuk mengidentifikasi kelainan atrium dan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


18

aorta seperti patent foramen ovale atau aterosklerosis lengkungan aorta, dan
sensitif untuk mendeteksi apical thrombi dan kelainan katup atrium atau
patent foramen ovale (Summers et al., 2009).
6) Transcranial Doppler (TCD)
Bertujuan untuk mengukur velocity (kecepatan) aliran darah pembuluh
darah otak. TCD berguna untuk mendeteksi stenosis intrakranial berat,
mengevaluasi pembuluh darah karotid dan vertebrobasiler, mengkaji pola
dan luas sirkulasi kolateral pada pasien yang mengalami stenosis atau oklusi
arteri dan mendeteksi mikroemboli (Hickey, 2003).
7) Chest Radiography
Dilakukan untuk mendeteksi gangguan paru dan jantung.
8) Electrocardiography (ECG)
Berguna untuk mendeteksi dugaan stroke emboli kardiak atau dan penyakit
arteri koroner, serta untuk mendeteksi kelainan irama jantung seperti Atrial
Fibrilasi (AF) (Hickey, 2003).
9) Electroencephalography (EEG)
Dilakukan sesuai inidikasi seperti pada pasien stroke yang dicurigai
mengalami kejang.

2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan medik spesifik dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan sirkulasi
otak di daerah yang mengalami iskemik. Tindakan pemulihan sirkulasi dan
perfusi jaringan otak ini disebut terapi reperfusi.Terapi yang digunakan adalah :
a. Terapi trombolisis
Terapi ini bertujuan untuk melisis trombus dengan menggunakan trombolitik
tissue Plasminogen Activator (t-PA) intravena. t-PA merupakan katalisator
konversi palsminogen menjadi plasmin, sehingga meningkatkan kecepatan
melisis fibrin yang menyumbat pembuluh darah otak pada saat terjadi Stroke
iskemik. Salah satu indikasi pemberian t-PA adalah onset stroke < 3 jam.
Terapi trombolitik intra arteri dengan menggunakan urokinase, prourokinase,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


19

merupakan tromblosis pada stroke dengan onset 3-6 jam. Biasanya untuk
Stroke iskemik pada arteri cerebri media (Machfoed, 2011).
b. Terapi antikoagulan dan antiplatelet
Terapi ini bertujuan untuk mencegah terjadiya trombus pada arteri kolateral.
Antikoagulan berfungsi untuk mencegah terjadinya stroke emboli pada arteri
kolateral dan tidak melisis trombus pada arteri yang telah mengalami
penyumbatan akibat emboli sebelumnya. Antikoagulan yang bisa dipakai
adalah heparin, warfarin atau golongan Low-Weight Mollecular Heparin
(LMWH). Pada kasus Stroke iskemik trombotik, untuk mencegah terjadinya
trombus digunakan antiplatelet (asetosal, clopidorel, cilostastol, dipiridamol)
(Machfoed, 2011).
c. Terapi neuroprotektan
Terapi ini bertujuan untuk menghambat proses sitotoksik yang merusak sel
saraf dan sel glia pada area penumbra. Tetapi efektifitas terapi ini masih
menjadi pro dan kontra pada berbagai penelitian (Machfoed, 2011).
d. Terapi pembedahan
Terapi ini untuk mengatasi peningkatan tekanan intrakranial akibat proses
edema sitotoksik. Kondisi ini bisa mengakibatkan kematian akibat herniasi
batang otak (Machfoed, 2011). Stroke emboli pada arteri serebri media yang
menyebabkan defisit neurologis akut, dapat dilakukan prosedur microsurgery
embolektomy emergensi. Tindakan karniektomi dekompresi juga memberikan
hasil keluaran fungsional yang baik pada edema serebral malignan akibat
Stroke iskemik (Sadewo dkk, 2011).
e. Terapi hipertensi, hiperglikemi dan leukositosis.
Kondisi ini merupakan reaksi hipotalamus-hipofisis menghadapi stres,
walaupun sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes dan
infeksi (Machfoed, 2011).

2.1.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Summers et al (2009) selama fase perawatan akut, perawat harus fokus
pada kelanjutan stabilisasi pasien stroke melalui evalusi secara teratur meliputi :
status neurologi, manajemen tekanan darah dan pencegahan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


20

komplikasi.Komplikasi stroke seperti : pneumonia, hipertensi, hiperglikemia,


dehidrasi, gangguan nutrisi, demam, penyakit arteri koroner, edem serebral,
infeksi dan tromboemboli (Deep Vein Thrombosis/DVT, embolisme paru).
Komplikasi tersebut memperburuk keluaran pasien.

Summers et al (2009) juga mengatakan bahwa dalam memberikan perawatan


yang berkualitas tinggi, perawat harus berkoordinasi dengan tim multidisipliner.
Peran perawat dalam fase akut Stroke iskemik meliputi manajemen intensif,
pengkajian neurologi, menggunakan NIHSS, manajemen tekanan darah
berkelanjutan, manajemen suhu, pemantauan kondisi jantung berkelanjutan,
pengkajian oksigenasi, angioedema, memonitor glukosa darah (hiperglikemia dan
hipoglikemia), edema serebral setelah stroke, pencegahan kejang.

Menurut Summers et al (2009) perawatan supportif pada Stroke iskemik meliputi


manajemen medis maupun perawatberfokus pada pencegahan sub akut komplikasi
stroke yang meliputi infeksi (pneumonia dan infeksi saluran kencing), perawatan
eliminasi fekal dan berkemih, mobilitas dan sistem muskuloskeletal, emboli paru
dan DVT, jatuh, perawatan kulit, deteksi kemampuan menelan dan pencegahan
aspirasi, dan pengawasan status nutrisi.

Peran perawat dalam pencegahan sekunder stroke yaitu berperan penting dalam
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, baik saat pasien dirawat
maupun rawat jalan. Edukasi stroke terdiri dari penjelasan tentang stroke, faktor
risiko yang bisa dimodifikasi, pengobatan dokter. Perawat memainkan peran
penting dalam edukasi (discharge planning), meliputi strategi modifikasi gaya
hidup seperti memberikan saran menurunkan tekanan darah dengan mengatur diet,
melakukan aktivitas fisik, membatasi konsumsi alkohol, berhenti merokok.
Konsumsi Warfarin bagi pasien stroke dengan Atrial Fibrilasi, minum antiplatelet
dalam jangka panjang, pencegahan sekunder stroke dengan obat-obatan dan
modifikasi gaya hidup berisiko stroke.(Summers et al., 2009)

Discharge planning membutuhkan perencanaan yang komprehensif, meliputi


perawatan, rehabilitasi dan pencegahan stroke sekunder. National Institute of

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


21

Neurological Disorders and stroke (NINDS) mengatakan bahwa 30% penderita


stroke akan mengalami kecacatan atau gangguan minimal atau komplet. 40%
akan membutuhkan perawatan subakut, 10% membutuhkan perawatan pada
fasilitas perawat spesialis. 15% pasien meninggal segera setelah onset stroke, 14%
mengalami stroke rekuren dalam 1 tahun. 68% sampai 74% pasien stroke
membutuhkan anggota keluarga di rumah. Perencanaan detail perawatan stroke
akut akan mengoptimalkan keluaran dan menurunkan risiko dan ketegangan
kontrol keuangan.

Tujuan discharge planning adalah memastikan transisi yang aman antara fasilitas
perawatan akut, rehabilitasi, rawat jalan, praktik dokter, komunitas untuk
mempertahankan kontinuitas perawatan yang akan mengoptimalkan rehabilitasi
dan memastikan prevensi sekunder. Sebelum memulai discharge planning
perawat mengkaji terlebih dahulu kebutuhan belajar pasien dan keluarga serta
menentukansiapa yang akan merawat pasien (caregiver) setelah pulang ke rumah.

2.2 Model Adaptasi Roy (MAR)


2.2.1 Gambaran Model Adaptasi Roy (MAR)

Sister Callista Roy mulai bekerja pada model keperawatan sambil menyelesaikan
pendidikan dari tahun 1963 sampai 1966. Artikel pertamanya diterbitkan tahun
1970 dan pada tahun yang sama menerapkan teori adaptasinya pada sebuah
sekolah di Mount St. Mary di Los Angeles.

Roy mendeskripsikan individu sebagai sebuah sistem adaptasi. Sebagai gabungan


dari berbagai sistem, individu mempunyai proses internal yang mempertahankan
integritas individu. Proses ini dikategorikan sebagai regulator subsystem dan
cognator subsystem. Regulator subsystem terdiri dari proses fisiologi seperti
proses kimia, neurologi dan respon endokrin yang membantu tubuh
mempertahankan diri akibat perubahan lingkungan.

Cognator subsystem terdiri dari proses kognitif dan emosional yang berinteraksi
dengan lingkungan. Aktifitas regulator dan kognator dimanifestasikan dalam

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


22

empat cara pada masing-masing individu dan individu dalam kelompok dalam
bentuk perilaku physiologic-physical function, self concept dangroup identity,role
function dan interdependence. Empat kategori ini berdampak terhadap aktivitas
kognator dan regulator sehingga disebut mode adaptasi. Mode adaptasi dan proses
koping pada individu dan individu dalam kelompok digambarkan dalam model
Roy.

Model Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi, keadaan yang


mempengaruhi dan berdampak terhadap perkembangan dan perilaku individu dan
kelompok. Interaksi lingkungan adalah masukan bagi individu dan kelompok
sebagai sistem adapatif. Input ini terdiri dari input internal dan eksternal. Roy
menggunakan sebuah fisiologi psikologi untuk mengkategorikan faktor-faktor ini
sebagai stimulus fokal, kontekstual dan residual.

Model Adaptasi Roy menjelaskan tiga kelompok stimulasi yang berasal dari
lingkungan. Nama dan diskripsi stimulus bersadarkan pada kerja fisiologi
psikologis. Stimulus fokal adalah stimulus internal atau eksternal yang paling
cepat dalam kesadaran individu atau kelompok. Stimulus kontekstual adalah
semua stimulus yang ada dalam situasi yang berkontribusi dan mempengaruhi
stimulus fokal. Jadi stimulus kontekstual adalah semua faktor lingkungan yang
ada pada sistem adaptif manusia dari dalam atau luar tetapi bukan merupakan
pusat perhatian atau energi. Stimulus residual adalah faktor lingkungan dalam
atau luar sistem manusia, efek yang tidak jelas dalam situasi saat ini (Roy, 2009).

Konsep sehat Roy dihubungkan dengan konsep adaptasi. Individu adalah


gambaran sebuah sistem yang berinteraksi dengan lingkungan dan tumbuh,
berkembang baik. Sehat adalah refleksi interaksi individu dengan lingkungan
yang adapatif. Respon adaptif meningkatkan integritas. Menurut model Roy, sehat
didefinisikan sebagai sebuah proses dan kondisi dan menjadi bagian keseluruhan
dan terintegrasi dalam sebuah cara yang merefleksikan mutu individu dan
lingkungannya.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


23

Pandangan Roy terhadap tujuan keperawatan adalah untuk meningkatkan adaptasi


individu dan kelompok dalam 4 model adaptasi, hal ini berkontribusi terhadap
kesehatan, kualitas hidup dan kematian yang tenang dengan mengkaji perilaku
dan faktor yang mempengaruhi adaptasi dan intervensi untuk meningkatkan
kemampuan adaptasi dan meningkatkan interaksi lingkungan.

Tingkat adaptasi dikenal dengan tiga kemungkinan kondisi proses kehidupan


sistem adaptasi manusia yaitu integrasi, kompensatori dan kompromi. Tingkat
integrasi yaitu menggambarkan struktur dan fungsi dari proses kehidupan bekerja
sebagai keseluruhan untuk menemukan kebutuhan manusia. Tingkat kompensasi
pada kognator dan regulator sudah diaktifkan oleh sebuah tantangan terhadap
proses integrasi. Tingkat kompromi, bila proses integrasi dan kompensasi tidak
adekuat, sebuah masalah adaptasi akan muncul.

Perilaku adalah sensasi yang luas sebagai tindakan internal dan eksternal dan
reaksi di bawah keadaan spesifik. Seorang individu yang berespon terhadap suara
yang keras berjalan menuju suara itu berarti dia berespon eksternal. Pada waktu
yang sama, irama jantung meningkat sebagai respon internal. Perilaku bisa
adaptif atau tidak efektif. Perilaku adaptif adalah yang meningkatkan integritas
sistem manusia dalam masa tujuan adaptasi : bertahan hidup, perkembangan,
reproduksi, penguasaan dan manusia dan transformasi lingkungan. Sedangkan
respon tidak efektif dimana tidak ada peningkatan integritas dan tidak ada
kontribusi terhadap tujuan adaptasi.

2.2.2 Proses Keperawatan pada Stroke iskemik dengan pendekatanModel


Adaptasi Roy(MAR)
Menurut Model Adaptasi Roy langkah-langkah proses keperawatan yaitu
pengkajian perilaku dan stimulus, diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan,
intervensi, dan evaluasi.

2.2.2.1Pengkajian Perilaku dan Stimulus

Perilaku adalah tindakan atau reaksi di bawah keadaan yang spesifik. Perilaku
sistem menunjukkan apakah aktifitas koping efektif dalam melakukan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


24

perubahan.Perilaku bisa diobservasi dan tidak bisa diobservasi.Pengkajian


stimulus berdasarkan pada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
perilaku.
a. Mode fisiologi
Mode fisiologi terdiri dari proses fisik dan kimia yang meliputi fungsi dan
aktifitas organisme hidup. Terdiri dari oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas
dan istirahat, proteksi, sensasi, cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa,
fungsi neurologi, fungsi endokrin, mode konsep diri, mode fungsi peran dan
mode interdependensi.
1) Oksigenasi
a) Respon Perilaku
Perilaku ventilasi : pola dan frekuensi nafas, irama, reguler, pergerakan
dada, retraksi, konsentrasi oksigen dan karbondioksida, bunyi nafas, hasil
foto dada, MRI. Pertukaran gas : kadar Hb dan AGD. Transpor gas :
bunyi jantung, tekanan darah , nadi, suhu, warna kulit, membran
mukosa, dasar kuku, CRT, sianosis, pucat, saturasi O2,penurunan
keluaran urin dan pemeriksaan EKG .
b) Respon Stimulus
Pengkajian stimulus meliputi : integritas struktur dan fungsi seperti
kepatenan jalan nafas, reaksi inflamasi, aspirasi, deformitas atau atropi
struktur muskuloskeletal (fraktur, skoliosis), kekurangan sel darah merah,
endokarditis, Miokardial infark, gagal jantung kongestif, kemampuan
pompa jantung, perdarahan, dehidrasi.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik
Pada Stroke iskemik berisiko mengalami hipoksemia dan penurunan
saturasi oksigen. Faktor yang mempengaruhi keadekuatan oksigenasi
seperti penurunan tingkat kesadaran, aspirasi dan atelektasis.Banyak
pasien Stroke iskemik berisiko mengalami MCI pada fase akut
stroke(Summers et al., 2009). Gangguan oksigenasi pada Stroke iskemik
bisa disebabkan oleh komplikasi seperti pneumonia, emboli paru serta
edema serebral. Pada pengkajian ditemukan :

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


25

- Perilaku proses ventilasi berupa gangguan refleks batuk pada


disfagia, ronki, lidah jatuh kebelakang dan apnea. Perilaku pada
pertukaran gas terlihat pada AGD yangmenunjukkan hipoksemia,
hiperkapnea, penurunan saturasi O2.Perilaku pada transpor gas adalah
seperti hipertensi, aritmia, Cappilary Refilling Time (CRT)< 3 detik,
bunyi jantung mur-mur dan gallop, bruit, foto thoraks dan ECG
menunjukkan gangguan jantung, penurunan GCS atau tingkat
kesadaran, hasil CT Scan menunjukkan iskemik.
- Stimulus fokal :embolus, trombus, iskemik atau infark serebral, edema
serebral, hematoma.Stimulus kontekstual : Mitral stenosis, Atrial
fibrilasi, MCI, Hipertensi, Diabetes mellitus,hiperkolesterolemia,
Migrain.Stimulus residual : usia, kontrasepsi oral, gaya hidup tidak
sehat (meliputi diit, merokok, alkohol, kurang aktifitas fisik),
sindroma apnea tidur.
2) Nutrisi
a) Respon Perilaku
Perilaku nutrisi meliputi pola makan, profil nutrisi, sensasi rasa, bau,
kondisi rongga mulut, selera makan, haus, TB dan BB, alergi makanan,
nyeri, proses pencernaan, nilai laboratorium (plasma protein, lemak,
hitung darah lengkap, Hgb A1C).
b) Respon Stimulus
Stimulus nutrisi meliputi gigi, lidah, kelenjer air ludah, hati, pangkreas,
lesi, obstruksi, gangguan menelan. Kondisi saat makan seperti waktu
khusus, tempat, suasana nyaman, pilihan makanan. Faktor lain :
emosional, tekanan sosial, kebiasaan, rasa enek, penurunan nafsu
makanan, nyeri, stres, keinginan mengatur berat badan,kesadaran,
kognitif, budaya dan pengobatan.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik
Sebanyak 76% pasien stroke mengalami gangguan menelan (disfagia).
Hal ini disebabkan oleh edema otak, gangguan tingkat kesadaran atau
diaschisis. Disfagia sebagian besar menetap selama 2 minggu dan
sebagian kecil berlangsung sampai 6 bulan. Disfagia berkontribusi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


26

terhadap kejadian pneumonia dan malnutisi (Rosenvinge et al., 2005).


Sebanyak 50% pasien stroke berat mengalami malnutrisi setelah 2
sampai 3 minggu setelah stroke.Komplikasi nutrisi tidak adekuat
berisiko menurunkan berat badan, gangguan sistem imun, kelemahan,
meningkatkan lama rawat dan kematian (Summers et al., 2009). Pada
pengkajian biasa ditemukan :
- Perilaku nutrisi berupadisfagia ditandai antara lain dengan batuk,
tercekik atau tersedak saat minum atau makan, suara serak, terlambat
menelan, tidak ada koordinasi menelan, penumpukan makanan di
mulut, ngeces (drolling), aspirasi. Status nutrisi meliputi : riwayat
diet, Indeks Masa Tubuh (IMT). Hasil laboratoriummenunjukkan
abnormalitas protein, kadar hemoglobin, fungsi hati, profil lipid,
glukosa darah, ureum dan kreatinin.
- Pengkajian stimulus fokal : kelemahan otot menelan, parese N V, VII,
IX, X, dan XII, penurunan kesadaran, penurunan refleks batuk dan
refleks muntah. Stimulus kontekstual : iskemik atau infark serebral.
Stimulus residual : usia, budaya (pola makan) dan keyakinanindividu,
pengetahuan, jenis diit, alergi makanan, kondisi rongga mulut.

3) Eliminasi
Eliminasi intestinal adalah pengeluaran bahan yang tidak dicerna dari tubuh
melalui anus berupa feses. Eliminasi urin adalah eliminasi sisa cairan dan
kelebihan ion sebagai hasil proses penyaringan .
a) Respon Perilaku
Perilaku eliminasi feses meliputi karakteristik feses seperti jumlah,
warna, konsistensi, frekuensi, bau, usaha. Isi feses seperti darah, lendir,
pus, caicing. Frekuensi bising usus, nyeri saat BAB, hemoroid. Hasil
laboratorium seperti darah, bakteri, parasit, virus. Perilaku eliminasi urin
seperti jumlah selama 24 jam. Karakteristik urin (warna, tranparansi,
bau), usaha berkemih,frekuensi dan urgensi. Indikasi retensi, inkontinen,
kesulitan saat mulai dan berhenti berkemih, nyeri. Hasil laboratorium
urin rutin seperti glukosa, keton, darah, protein, bilirubin, sel darah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


27

merah, kristal, sel darah putih, sel epitel. Tes darah seperti Blood Urea
Nitrogen (BUN), kreatinin, sodium, klorida, potasium, karbondioksi,
kalsium, phosphat, asam urat, pH.
b) Respon Stimulus
Stimulus eliminasi meliputi masukan dan komposisi makanan dan cairan.
(IWL). Lingkungan saat eliminasi, posisi, nyeri seperti ada hemoroid,
anal fissure, kram abdomen, iritasi di sekitar anus, retensi urin, infeksi
saluran kemih. Faktor pencetus inkontinensia urin, kebiasaan eliminasi,
stres, cemas, ketakutan, keluarga dan nilai budaya. Status perkembangan,
penurunan kardiak out put, retensi urin. Penyakit sistem saraf pusat,
kehilangan kontrol volunter, kelenjer prostat, penyakit infeksi seksual,
ulseratif kolitis, obstruksi intestinal, fistula, keganasan dan pengobatan
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik.
Inkontinensia biasa terjadi 30-60% pada awal serangan stroke. Hal ini
disebabkan oleh infark pada lobus frontal, pons atau pusat mikturisi
pontin. Masalah pengosongan sepertiincontinence urge, urgensi.
Penyebab lain, berupa penurunan kesadaran, gangguan proses fikir yang
mempengaruhi pengosongan kandung kemih. Komplikasi inkontinensia
urin adalah dermatitis, kerusakan kulit dan infeksi saluran kemih.
Konstipasi merupakan masalah yang paling sering pada stroke (Summers
et al., 2009). Pada pengkajian ditemukan :
- Perilaku berupa inkontinensia urin seperti neurogenik
bladder,hiperfleksia dengan urgensi, dan frekuensi dan retensi urin
tanpa overflow incontinence fungsional. Konstipasi, bising usus,
distensi abdomen (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010).
Pemeriksaan urin rutin seperti glukosa, keton, darah, protein,
bilirubin, sel darah merah, kristal, sel darah putih, sel epitel.
Pemeriksaan darah seperti Blood Urea Nitrogen (BUN), kreatinin,
sodium, klorida, potasium, karbondioksi, kalsium, phosphat, asam
urat, pH, penggunaan diuretik.
- Pengkajian stimulus fokal : ketidakmampuan mengkomunikasikan
keinginan berkemih, atonik kandung kemih, kerusakan sensasi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


28

kandung kemih, kehilangan sfingter urinarius eksternal, kehilangan


kontrol bowel. Stimulus kontekstual : gangguan kognitif, penurunan
kesadaran, kerusakan kontrol motorik dan postural. Stimulus residual :
immobilisasi, intake cairan tidak adekuat, kurang asupan serat,
lingkungan saat eliminasi, stres.
4) Aktivitas dan istirahat
Meliputi aktifitas fisik, fungsi motorik seperti pengkajian fungsi
(berpakaian, makan berjalan, mandi), tonus dan masa otot, kekuatan otot,
joint mobility, postur, gait, koordinasi motor.
a) Respon Perilaku
Meliputi kuantitas dan kualitas istirahat dan tidur, masalah tidur seperti
kelebihan tidur, terbangun tengah malam. Tanda-tanda kurang tidur
seperti mata merah, lingkaran hitam di sekitar mata, bengkak kelopak
mata, sering menguap.
b) Respon Stimulus
Meliputi kondisi fisik muskuloskeletal, injuri fisik, gangguan sistem saraf
pusat, nyeri, pembatasan secara medis, stres fisik, sakit berat. Kondisi
psikologis seperti motivasi, pengetahuan, stres, tidak nyaman.
Lingkungan seperti lingkungan tidak dikenal, suara bising, penerangan,
bau, suhu, aktifitas fisik. Kebiasaan olah raga, penggunaan obat dan
alkohol, status perkembangan.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik.
Strokemenyebabkan lesi pada saraf motorik dan menyebabkan
kehilangan kontrol gerakan volunter, gangguan kognitif, penurunan
kesadaran sehingga pasien tidak mampu memenuhi aktifitas sehari-hari
secara mandiri (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010).
- Pengkajian perilaku meliputihemiparese atau kelemahan pada salah
satu sisi tubuh, polaistirahat dan tidur, penurunan nilai Barthel
Indeks. Ketidakmampuan istirahat, spasme otot, tonus otot flasid atau
spastik. Gangguan postur, gait, dan koordinasi motorik. (Lewis,
Dirksen, HeitKemper, Bucher & Camera, 2011).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


29

- Pengkajian stimulus fokal ; gangguan neuromuskuler, penurunan


kekuatan otot, nyeri,kehilangan pergerakan volunter, penurunan
kesadaran, lesi pada upper motor neuron (UMN). Stimulus
kontekstual adalah iskemik atau infark. Stimulus residual : usia, status
perkembangan, motivasi, stres, lingkungan tidak nyaman seperti
bising dan kurang cahaya serta penggunaan obat dan alkohol.

5) Proteksi
Proteksi meliputi dua proses kehidupan dasar yaitu proses pertahanan tidak
spesifik dan spesifik (adaptive immunity)
a) Respon Perilaku
Pengkajian perilaku imun tidak spesifik meliputi riwayat penyakit,
riwayat keluarga, psikososial, gaya hidup. Inspeksi kulit, penampilan,
warna seperti eritema, sianosis, jaundis, pucat (wajah, konyuntiva dan
membran mukosa), perubahan pigmen, lesi (warna, distribusi, ketebalan,
durasi penyebab primer atau sekunder), vaskularisasi. Palpasi kulit, nyeri,
bekas insisi, rambut, kuku, keringat, membran mukosa, rongga mulut,
sistem pencernaan, respon inflamasi akut dan kronik. Hasil laboratorium
darah, urin dan sekresi seperti bakteri, protein plasma, sel asing.
Pengkajian imun spesifik meliputi malaise, sakit dan nyeri, mual, muntah
dan diare, penyakit akut dan kronik leukemia, AIDS, pneumonia. Hasil
laboratorium hitung sel darah, kadar immunoglobulin, serum lengkap.
b) Respon Stimulus
Meliputi faktor lingkungan, integritas mode, status malnutrisi, defisiensi
protein, status perkembangan, rokok, alkohol dan obat-obatan seperti
antibiotik, sitotoksik, anti inflamasi non stertoid, kortikosteroid, radiasi,
operasi pengangkatan kelenjer thymus, limfa. Efektifitas kognator seperti
persepsi, pengetahuan.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik
Pasien stroke berisiko mengalami kerusakan kulit karena kehilangan
sensasi, kerusakan sirkulasi, usia tua, penurunan kesadaran dan
ketidakmampuan bergerak karena paralisis. Efek samping terapi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


30

pengobatan seperti antikoagulan dapat menyebabkan transformasi


perdarahan. Stroke yang mengenai hemisper kanan mengalami neglect
(pengabaian), sehingga berisiko tinggi jatuh. Peningkatan suhu tubuh
pada Stroke akut disebabkan oleh injuri iskemik pada saraf yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolik dan hasil radikal bebas.
Komplikasi infeksi pada saluran kemih terjadi pada 15%-60% pada
pasien stroke. Sedangkan pneumonia terjadi sekitar 15%-25% pasien
stroke, serta Deep Vein Thrombosis (DVT) (Summer et al., 2009).
- Pengkajian perilaku meliputi lecet atau luka, fraktur, demam, tanda-
tandainfeksi dan perdarahan. Laboratorium : protein, faktor
pembekuan darah, kadar imunoglobulin, leukosit, laju endap darah
kultur urin, pemeriksaan radiologi.
- Pengkajian stimulus fokal : kelemahan, hipoksia jaringan, defisit
neurologis.Stimulus kontekstual : stroke emboli atau
trombus.Stimulus residual : usia, defisit perawatan diri, immobilisasi,
koagulasi, penurunan imun,status cairan dan nutrisi, efek terapi obat
antikoagulan, rokok, alkohol, kurang pengetahuan.

6) Sensasi
a) Respon Perilaku
Perilaku sensasi meliputi penglihatan, pendengaran, perasaan, dan nyeri.
Diantaranya akomodasi, ketajaman penglihatan, buta warna, rasa sentuh,
rasa nyeri dan rasa suhu.
b) Respon Stimulus
Pengalaman persepsi, paralisis atau kehilangan sensasi, bedah tumor
otak, gangguan pembuluh darah otak, kehilangan pendengaran jangka
pendek dan panjang, parestesia, degenerasi retina. Kehilangan fungsi
penglihatan.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik.
Kehilangan sensasi pada stroke karena melalaikan kerusakan sensasi rasa
dengan kehilangan propriosepsi dan kesulitan meningterpretasikan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


31

sensasi (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). Pada pengkajian


ditemukan :
- Perilaku meliputi gangguan persepsisensasi penglihatan, taktil dan
pendengaran. Gangguan dalam hubungan visual-spasial, kehilangan
sensori,parestesia (terjadi pada sisi berlawanan pada lesi) seperti kebas
dan kesemutan pada sebagian tubuh.Penurunan fungsi penglihatan
seperti hemianopia, hilangnya sensasi pada lidah, pipi dan
tenggorokan.
- Stimulus meliputi stimulus fokal : defisit sensorimotorik,penurunan
kesadaran. Stimulus kontekstual : iskemik atau infark serebral.
Stimulus residual : usia, budaya, agen cidera,kondisi emosional,
kurang informasi dan stres.

7) Cairan, Elektrolit dan Keseimbangan Asam dan Basa


a) Respon Perilaku
Perlaku oksigenasi meliputi aritmia kardiak (kelebihan potasium darah),
volume darah (nadi, tekanan darah), elektrolit, keseimbangan asam basa,
pernafasan, perubahan warna kulit. Perilaku nutrisi meliputi lapar, haus,
gejala mual muntah, kondisi lidah, bertambah haus (peningkatan sodium
dan potasium), kering, masukan dan keluaran urin dan intestinal,
penurunan bising usus (penurunan potasium), fungsi saraf. Pemeriksaan
labor meliputi kadar ion dan elektrolit, normal (nitrogen, sodium,
potasium), abnormal (glukosa, albumin, protein, darah, pus, sel darah
putih, empedu, kadar hemoglobin dan hematokrit).
b) Respon Stimulus
Meliputi sakit akut dan kronis, luka bakar berat, keganasan, sakit ginjal,
diabetes, mual muntah kronis, keringat berlebihan, kehilangan darah,
drainase luka, infeksi, cuaca, pemberian cairan intravena, obat diuretik,
antasid, laxatif dan pengetahuan.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik
Gangguan menelan (disfagia), gangguan kognitif dan penurunan
kesadaran dapat menyebabkan dehidrasi pada stroke. Ketidakseimbangan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


32

elektrolit dan gas darah dapat disebabkan ganggguan mekanisme auto


regulasi otak (Summers et al., 2009).
- Perilaku meliputi : disfagia, dehidrasi, mual, muntah, status nutrisi dan
cairan, penurunan kesadaran (apatis, konfusi, disorientasi), sakit
kepala,peningkatan ureum kreatinin. Perubahan kadar AGD,
hemoglobin,elektrolit, dan hematokrit.
- Pengkajian stimulus fokal : kegagalan mekanisme pengaturan.
Stimulus kontekstual :perubahan status mental, penurunan kesadaran,
intake tidak adekuat. Sedangkan stimulus residual yaitukurang
pengetahuan dan usia.

8) Fungsi Neurologi
a) Respon Perilaku
Meliputi kognitif, memori, berbahasa, proses output meliputi rencana,
respon motor, pengkajian perilaku kesadaran meliputi tingkat kesadaran,
respon motorik, respon nyeri, orientasi dan tingkat kesadaran, tanda-
tanda vital. Tingkat kesadaran dinilai menggunakan Glassgow Coma
Scale (GCS).
b) Respon Stimulus
Meliputi amnesa, onset, penyakit seperti trauma kepala, infeksi, penyakit
neuromuskuler, kerusakan vaskuler, tumor, gangguan mental, penyakit
degeneratif (Parkinson, Hungtinton’s chorea dan Alzeimer). Alkohol,
aseton, zat kimia lain seperti kerosin, karbon tetraklorida atau gasolin.
Obat-obatan, penghisapan lendir dan pungsi vena.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik
Berkurangnya pasokan darah ke bagian otak dapat mengakibatkan
iskemik otak yang bersifat fokal atau global, sehingga menimbulkan
proses patologik pada daerah tersebut. Defisit neurologis yang muncul
tergantung pada area otak yang mengalami iskemia atau lokasi oklusi
(Machfoed, 2011). Pada pengkajian akan ditemukan :
- Perilaku neurologi meliputi gangguan fungsi motorik seperti
hemiparese, hemiplegie, disfagia, disartria, ataksia,afasia motorik dan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


33

sensorik. Gangguan fungsi sensori berupa parestesia dan otonom,


gangguan kognitif dan emosi, penurunan tingkat kesadaran atau
GCS< 15. Perubahan refleks, reaksi dan ukuran pupil, gangguan saraf
kranial yang paling sering N VII dan XII tipe sentral, penurunan
refleks fisiologis, refleks patologis positif. Penilaian tingkat keparahan
stroke menggunakan instrumen National Institute Health Stroke Scale
(NIHSS). Komponen NIHSS ini meliputi : derajat kesadaran,
menjawab pertanyaan, mengikuti perintah, gerakan mata konyugat
horizontal, lapang pandang pada tes konfrontasi, paresis wajah,
motorik, ataksia, sensorik, bahasa terbaik, disartria dan neglect
(Summers et al., 2009).Tanda-tanda vital kemungkinan : hipertensi,
takikardia, demam, sesak nafas.Hasil laboratorium : penurunan
hemoglobin, penurunan waktu protombin ( PTT, APTT dan INR),
kadar fibrinogen, d-dimer dan vikositas plasma, enzim jantung. Hasil
CT Scan dan MRI iskemik atau infark serebral, TCD menunjukkan
penurunan velocity. Pada TTE, TEE dan EKG ditemukan gangguan
jantung seperti Atrial Fibrilasi, MCI, Mitral stenosis.
- Pengkajian stimulus fokal :iskemik atau infark serebral. Stimulus
kontekstual :hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung (mitral
stenosis, atrial fibrilasi, MCI), hiperkolesterol, migrain. Stimulus
residual :usia, riwayat stroke dalam keluarga, pil KB, sindroma apnea
tidurgaya hidup tidak sehat (rokok, alkohol, diit atau obesitas, kurang
aktifitas fisik). Efek obat seperti antikonvulsan, vasodilator serebral,
analgetik narkotik, antikonvulsan, sedatif, antikoagulan, tombrolitik.

9) Fungsi Endokrin
a) Respon Perilaku
Meliputi oksigenasi, aktivitas dan istirahat, nutisi, cairan, elektrolit dan
keseimbangan asam basa, eliminasi, proteksi, sensasi, fungsi neurologi,
perkembangan struktur, mode adaptasi lain, tes laboraorium.
b) Respon Stimulus

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


34

Meliputi status perkembangan, riwayat keluarga, kondisi lingkungan,


intervensi perawatan dan tingkat pengetahuan, integrasi mode lain.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik
Peningkatan glukosa darah terjadi pada 2/3 pasien stroke iskemik akut.
Peningkatan glukosa darah berhubungan dengan Diabetes mellitus yang
tidak terkontrol atau tidak terdeteksi. Kemungkinan lain stres
meningkatkan pelepasan kortisol dan norepineprin. Selanjutkan terjadi
metabolisme anaerobik yang meningkatkan asam laktat. Komplilkasi
hiperglikemia adalah keluaran yang jelek, memperluas infark,
meningkatkan hari rawat dan angka kematian. Sedangkan hipoglikemia
jarang menyebabkan defisit neurologis (Summers et al., 2009).
- Pengkajian perilaku fungsi endokrin pada pasien stroke adalah
hiperglikemia atau hipoglikemia. Pemeriksaan glukosa darah dan Hgb
A1C.
- Pengkajian stimulus meliputi stimulus fokal berupa : cidera neuron,
infark atau iskemia serebral. Stimulus kontekstual : gangguan
toleransi glukosa. Stimulus residual : riwayat Diabetes mellitus,
riwayat keluarga, pola makan, budaya, kurang pengetahuan dan
kepatuhan terhadap manajemen Diabetes mellitus.

b. Konsep diri

Konsep diri berpusat pada pasien. Penemuan kebutuhan ini penting bagi
adaptasi individu, sebaik integritas mode lain. Konsep diri menurut Roy
meliputi fisik diri yaitu bagaimanaseseorang memandang dirinya dan
kepribadian diri yang berkaitan dengankonsistensi diri, ideal diri, moral-etik
dan spiritual.
Pada pasien Stroke iskemik biasa ditemukan :
1) Perilaku berupa kerusakan memori, atau fungsi intelektual seperti lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, kurang motivasi, yang
menyebabkan pasien mudah frustasi dan depresi pada saat fase rehabilitasi
(Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). Kehilangan kontrol diri, emosi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


35

labil, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres, menarik


diri, rasa takut, bermusuhan, marah, menangis.
2) Pengkajian stimulus meliputi stimulus fokal berupa ancaman terhadap
konsep diri, perubahan status kesehatan, fungsi peran, merasa kehilangan
fungsi tubuh, disabilitas. Stimulus kontekstual : kebutuhan yang belum
terpenuhi, perubahan peran dan hubungan sosial. Stimulus residual berupa
stres, perasaan negatif tentang tubuh dan koping tidak efektif, usia, status
perkembangan fisik dan mental, krisis maturasi, interaksi dan transaksi
antara individu dan lingkungan. Sistem dukungan keluarga dan komunitas.

c. Fungsi peran

Pengkajian perilaku peran adalah mengidentifikasi peran yang meliputi peran


primer, sekunder dan tersier individu. Peran primer menentukan sebagian besar
peran seseorang selama hidup yang ditentukan berdasarkan usia, jenis kelamin
dan tingkatan perkembangan. Peran sekunder merupakan peran yang dimiliki
untuk melengkapi tugas yang berhubungan dengan peran primer dan tingkat
perkembangan yang menggambarkan kebiasaan setiap individu untuk
memenuhi kewajiban mereka. Peran tersier merupakan peran sementara dan
bebas dipilih oleh individu termasuk aktivitas (Roy, 2009).

Pada Stroke iskemik ditemukan gangguan peran primer, sekunder maupun


tersier.Pengkajian stimulus peran meliputi stimulus fokal : penurunan status
kesehatan, penurunan kesadaran, gangguan kognitif. Stimulus kontekstual :
iskemik atau infark serebral. Stimulus residual : kebutuhan peran,atribut fisik,
konsep diri dan emosional, pengetahuan dan target perilaku, peran lain, model
peran, norma sosial, seting sosial, proses kognator, sumber kognitif, persepsi
sosial, usia dan status perkembangan fisik dan mental.

d. Interdependensi
Mode interdependensi menunjukkan adanya kebutuhan akan afeksi yang
adekuat dan sistem dukungan dari keluarga, teman-teman dan masyarakat
(Christensen & Kenney, 2009). Pengkajian perilaku interdependensi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


36

difokuskan pada orang terdekat, sistem pendukung dan perilaku memberi dan
menerima dalam hubungan. Pengkajian perilaku meliputi sistem pendukung,
seperti individu, pekerjaan dan organisasi.

Pada Stroke iskemik ditemukan pasien memiliki ketergantungan yang tinggi


terhadap orang lain.Pengkajian stimulus meliputi stimulus fokal : defisit
neurologis dan disabilitas, penurunan status kesehatan. Stimulus kontekstual :
iskemik atau infark serebral. Stimulus residual : kemampuan memelihara,
konsep diri, harapan, tingkat dan kebaikan keterampilan interaksi, kehadiran
orang lain dalam lingkungan fisik, pengetahuan, usia, status perkembangan.

2.2.2.2 Diangosa Keperawatan

Langkah kedua proses keperawatan menurut MAR adalah menginterpretasi data


untuk menegakkan diangosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah sebuah
pernyataan interpretasi tentang sistem adaptasi manusia. Interpretasi ini dibuat
dengan mempertimbangkan perilaku dan stimulus yang sudah dikaji
sebelumnya.Diagnosa keperawatan dalam MAR sebagai pertimbangan proses
menghasilkan dalam pernyataan menyampaikan status adaptasi individu atau
kelompok.Diagnosa MAR merujuk pada standar Nourth AmericanNursing
Diagnosis Association (NANDA) (NANDA International, 2012).

Masalah keperawatan pada Stroke iskemik yang sering muncul adalah risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, gangguan
menelan, kerusakan komunikasi verbal, inkontinesia urin dan alvi, risiko
gangguan integritas kulit, ketidakefektifan koping, ketegangan peran caregiver.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.

2.2.2.3 Menetapkan tujuan

Tujuan ditetapkan satu kali oleh perawat yang sudah mengkaji perilaku dan
stimulus individu atau kelompok yang mempengaruhi perilaku dan sudah
teridentifikasi sebuah diagnosa keperawatan dari informasi pengkajian.
Menetapkan tujuan didefinisikan sebagai membuat pernyataan yang jelas dari

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


37

keluaran perilaku dari asuhan keperawatan. Pernyataan tujuan harus menunjukkan


tiga elemen yaitu perilaku (behavior), perubahan yang diharapkan (expected
change) dan kerangka atau target waktu (time frame).Pada asuhan keperawatan
Stroke iskemik tujuan mengacu pada Nursing Outcome
Classification(NOC)(Bulechek, Butcher & Dochterman, 2008).Tujuan yang ingin
dicapai selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.

2.2.2.5 Intervensi Keperawatan

Setelah tujuan ditetapkan secara relatif terhadap perilaku, maka perawat


menentukan bagaimana cara terbaik membantu individu dan kelompok untuk
mencapai tujuan ini. Intervensi digambarkan sebagai seleksi pendekatan
keperawatan untuk meningkatkan adaptasi oleh perubahan stimulus atau
memperkuat proses adaptasi.

Intervensi keperawatan pada Stroke iskemik ini diseleksi sesuai dengan masalah
keperawatan yang muncul. Intervensi dibuat mengacu pada Nursing Intervention
Classification (NIC)(Moorhead, Johnson, Maas & Swanson, 2008). Kemudian
dari NIC yang telah ditetapkan, dipilih pula aktifitas keperawatan yang sesuai
untuk mencapai. Intervensi selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.

2.2.2.6 Evaluasi

Langkah terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi terdiri dari
penilaian efektifitas intervensi keperawatan dalam hubungan dengan perilaku
individu atau kelompok. Intervensi keperawatan akan dinilai efektif jika perilaku
individu atau kelompok cocok dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi
menurut Roy berdasarkan pada respon perilaku yang ditunjukkan individu apakah
beradaptasi secara integrasi, kompensasi atau kompromi ataupun menunjukkan
perilaku tidak efektif (Roy, 2009).

Tetapi pada makalah ini penulis akan menggunakan terminasi adaptif, adaptif
sebagian dan tidak adaptif pada evaluasi. Hal ini dikarenakan istilah integrasi,
kompensasi atau kompromi menurut MAR belum lumrah digunakan dan masih
adanya perbedaan persepsi tentang perbedaan ketiga tingkat adaptasi tersebut.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


38

Pada tabel 2.1 berikut ini tercantum masalah keperawatan yang sering muncul
pada Stroke Iskemik berdasarkan pendekatan Model Adaptasi Roy. Diagnosa
dirumuskan berdasarkan NANDA, tujuan ditetapkan berdasarkan NOC,
sedangkan intervensi berdasarkan NIC.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


39

Tabel. 2.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Pendekatan
Model Adaptasi Roy, NANDA, NOC dan NIC

Perilaku Stimulus Domain/kelas Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
Oksigenasi F :embolus, trombus, iskemik/infark, Aktivitas/istira Ketidakefekti - Status neurologi - Monitoring neurologi
edema hat fan perfusi - Perfusi jaringan serebral - Meningkatkan perfusi serebral
K :hipertensi, penyakit jantung Kelas 4 : jaringan - Tingkat konfusi akut - Stimulasi kognitif
DM, hiperlipidemia, migrain respon serebral - Tingkat agitasi - Manajemen obat
R : usia, gaya hidup, riwayat kardiovaskuler - Kognisi - Manajemen lingkungan aman
keluarga, sindroma apnea dan pulmoner - Pencegahan jatuh
tidur, kontrasepsi oral. - Posisi neurologi

F : akumulasi sekret, Keamanan dan Ketidakefekti - Status respirasi: jalan - Manajemen airway
K :infeksi paru, disfagia perlindungan fan bersihan - napas paten, pertukaran - Penghisapan jalan napas
R : lingkungan tidak sehat, Kelas 2 : jalan napas gas, ventilasi - Penguatan batuk
Fisiologis

rokok Cedera fisik - pencegahan aspirasi


Nutrisi & F :gangguan neuromuskuler Nutrisi Gangguan - Status menelan : fase - Pencegahan aspirasi
metabolik (parese otot menelan), Kelas 1 : makan menelan oral, esofageal, faringea - Terapi menelan
penurunan refleks batuk
K : iskemik/infark
R :jenis diit, usia, budaya,
Pengetahuan
F :intake tidak adekuat Nutrisi Ketidakseimba - Status nutrisi - Monitoring nutrisi
K : disfagia, penurunan kesadaran Kelas 1 : makan ngan nutrisi - Status nutrisi: kadar - Manajemen nutrisi
R : usia, jenis diit, budaya, nilai, kurang dari biokimia - Terapi nutrisi
alergi, lingkungan saat kebutuhan - Status nutrisi: intake - Memberi makan
makan tubuh - makanan dan cairan - Mengontrol berat
- Masukan zat makanan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


40

Eliminasi F : tidak mampu mengkomuni- kasikan Eliminasi dan Inkontinensia : - Kontinensia urine - Kateter urin : intermiten
keinginan berkemih, kehilangan pertukaran kelas Refleks urin - Eliminasi urine - Manajemen eliminasi urin
sfringter urinarius. Kerusakan neuron 1: - Perawatan inkontinesia urin
bagian atas sakral atau pusat pontine Fungsi urinarius
mikturisi
K ;gangguan kognitif, penurunan
kesadaran
R : usia, stres, intake cairan, obat
F : Lesi pusat defekasi, tidak ada sensasi Eliminasi dan Inkontinensia - Kontinensia usus - Perawatan inkontinensia alvi
buang air besar pertukaran defekasi - Eliminasi usus - Manajemen bowel
K : iskemik/infark, penurunan Kelas 1 : - Bowel training
kesadaran, Fungsi
R : immobilisasi, kurang intake gastrointestinal
serat dan air, jenis diit, obat
Aktifitas & F : gangguan neuromuskuler, Aktivitas Hambatan - Mobilisasi - Posisi
istirahat kerusakan pusat voluenter motorik /istirahat mobilitas fisik - Ambulasi - Terapi latihan : ambulasi
K : emboli, trombus, penurunan Kelas 2 : - Perawatan diri : ADL - Joint mobility
kesadaran Aktivitas dan - Instrumental aktivitas
R :usia, status perkembangan, latihan ADL
motivasi dan stres - Penampilan transfer

F : keterbatasan mobilisasi, Aktivitas / Defisit - Status perawatan diri - Bantuan perawatan diri: mandi
penurunan kesadaran, istirahat perawatan diri - Perawatan diri: ADL - Bantuan perawatan diri:
disabilitas fisik dan kognitif Kelas 5 : (mandi, makan, berpakaian
K : iskemik atau infark Perawatan diri berpakaian, - Bantuan perawatan diri: makan
R : kurang pengetahuan, toileting) - Bantuan perawatan diri:
dukungan keluarga toileting
Fisiologi

Proteksi F : kelemahan otot menelan, Keamanan / Risiko aspirasi - Pencegahan aspirasi - Pencegahan aspirasi
sumbatan jalan nafas, perlindungan - Satus menelan
disfagia, penurunan refleks Kelas 2 :
batuk Cidera fisik
K : iskemik atau trombus,
penurunan kesadaran
R : infeksi paru, usia,
perkembangan fisik

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


41

F : immobilisasi, defisit Keamanan Risiko - Integritas jaringan kulit - Pressure management


perawatan diri /perlindungan kerusakan dan membran mukosa - Pencegahan dekubitus
K : penurunan kesadaran, Kelas 2 : integritas kulit
gangguan kognitif Cidera fisik
R : penurunan imun, status
nutrisi dan cairan, kurang
pengetahuan
F : penurunan derajat kekuatan otot, Keamanan / Risiko jatuh - Perilaku pencegahan jatuh - Pencegahan jatuh
gangguan persepsi sensori perlindungan - Pengetahuan: pencegahan - Pengkajian setelah jatuh
K : iskemik/ infark gangguan Kelas : 2 jatuh - Surveilence : keamanan
kognitif, penurunan Cidera fisik
kesadaran
R : usia, status perkembangan
Sensasi F : gangguan persepsi, defisit Persepsi / Kealpaan - Posisi tubuh - Managemen unilateral neglect
neurologi neurologi, kognisi Tubuh - Mobilitas
gangguan kognisi Kelas 1 : Unilateral - Perawatan diri : ADL
K : iskemik/infark perhatian - Gambaran diri
R:- - Inisiatif diri
Cairan, F ; gangguan neuromuskuler, Nutrisi Risiko - Keseimbangan cairan - Manajemen cairan
elektrolit dan disfagia, penurunan kesadaran Kelas : hidrasi kekurangan - Status nutrisi : makanan - Manajemen hipovolemia
Keseimbangan K : iskemik / infark serebral volume cairan dan cairan - Manajemen syok : volume
Asam dan Basa R : usia, motivasi, pengetahuan
F : ketidakseimbangan cairan, Nutrisi Risiko - Keseimbangan elektrolit - Monitor elektrolit
gangguan mekanisme Kelas : hidrasi ketidakseimban asam basa - Manajemen elektrolit
penagturan gan elektrolit - Keseimbangan cairan - Hiponatremia
K : intake tidak adekuat, - Hidrasi - Manajemen cairan/elektrolit
Fisiologi

penurunan kesadaran - Status nutrisi : intake - Interpretasi hasil labor


R : usia, motivasi, pengetahuan makanan dan cairan
- Pengukuran biokimia

Fungsi F : parese N VII & XII, gangguan Persepsi / kognisi Hambatan - Komunikasi ekspresif - Penguatan komunikasi
Neurologi kognitif, Kelas 5 : komunikasi - Komunikasi reseptif penurunan bicara
penurunan kesadaran Komunikasi verbal - Mendengarkan aktif
K : iskemik atau infark
R : usia, status perkembangan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


42

F : penurunan kesadaran Persepsi dan Kerusakan - Orientasi kognitif - Latihan memori


K : infark / iskemik kognitif memori - Memory - Penilaian memori yang realistik
R : keterbatasan kognisi Kelas 4: - Status neurologi :
Kognisi kesadaran
Endokrin F : cedera neuron, iskemik, Nutrisi Risiko - Kadar glukosa darah - Manajemen hipoglikemia
K : gg toleransi glukosa, monitoring Kelas 4 : ketidakstabilan - Pengetahuan: manajemen - Manajemen hiperglikemia
glukosa yang tidak adekuat, metabolisme glukosa darah - diabetes - Pengajaran: individu
R : asupan diit, stres, kurang
pengetahuan, tidak taat terhadap
rencana pengobatan, riwayat DM
Konsep diri F: Krisis situasi, ketidakpastian Koping / Ketidakefektifa - Koping - Penguatan koping
K : Dukungan sosial tidak adekuat toleransi stres n Koping - Membuat keputusan - Dukungan membuat keputusan
R : Karakteristik personal,dan harapan Kelas 2 : - Impuls self control
tidak realistis Respon koping - Proses informasi
F : Ganggun fungsi tubuh Persepsi /kognisi Gangguan citra - Citra tubuh - Pencapaian citra tubuh
K : Tirah baring lama Kelas 3 : tubuh - Adaptasi terhadap - Peningkatan kesadaran diri
R: Budaya, persepsi yang negatif Citra tubuh - keterbatasan fisik - Peningkatan support sistem
Peran diri F :Ketidakadekuatan sistempendukung Hubungan peran Ketidakefektifa - Penampilan peran - Peningkatan peran
K : penurunan status kesehatan, Kelas 3 : n performa - Penyesuaian psikososial: - Dukungan caregivers
penurunan kognitif, disabilitas fisik Performa peran peran individu - perubahan hidup Pengajaran: individu
R : usia, keuangan, pendidikan
Interdepen F : sistem pendukung tidak efektif, status Hubungan peran Ketegangan - Kesehatan emosional - Dukungan caregiver
densi kesehatan Kelas 1 : peran caregiver penampilan, dukungan,
K : defisit neurologis Peran pemberi stressor, peran caregiver
R : kurang pengetahuan, keuangan, asuhan - Hubungan pasien-
stress, peran baru caregiver
F :sistem dukungan keluarga Hubungan peran Kesiapan - Koping keluarga - Peningkatan koping
K : penurunan status kesehatan Kelas 2 : peningkatkan - Perilaku mencari - Dukungan cargiver
R : edukasi, peran, hubungan, pasien dan Hubungan proses keluarga kesehatan - Dukungan membuat keputusan
keluarga keluarga - Peningkatan integritas keluarga
- Mempertahankan proses
keluarga
(F: fokal, K : kontekstual, R : Residual, NOC :Nursing Outcome Classification, NIC :Nursing Intervention Classification)
( Sumber : Ackley & Ladwing, 2011; Bulechek, Butcher & Dochterman, 2008 ; Moorhead, Johnson, Maas & Swanson, 2008 ;
NANDA International, 2012 ; Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010 ; Roy, 2009 )

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM
PERSARAFAN DENGAN MODEADAPTASI ROY (MAR)

Pada Bab 3 ini akan dibahas kasus utama tentang Stroke iskemik dan kasus
resume pada sistem persarafan.

3.1 Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Stroke Iskemik

Data demografi pasien : Ny. S usia 45 tahun, NMR 376-29-94, pekerjaan ibu
rumah tangga, alamat Tanah Abang Jakarta. Masuk IGD RSCM tanggal 30
Oktober 2012 sekitar jam 04.00. Masuk Ruang neurologi tanggal 31 Oktober
2012 sekaligus pengkajian awal dilakukan.

3.1.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus


3.1.1.1 Model Adaptasi Fisiologis
a. Oksigenasi
1) Pengkajian perilaku
a) Pola ventilasi : frekuensi nafas 20 kali/menit, irama teratur, pergerakan
dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada.Bunyi nafas menurun di
basal paru kanan, ronki basah basal paru kiri. Hasil foto toraks tanggal 30
Oktober 2012 kesan kardiomegali dan pneumonia. Foto toraks tanggal
14 November 2012 : infiltrat kedua paru berkurang (perbaikan).
b) Konsentrasi oksigen
Hasil AGD tanggal 30 Oktober 2012 : pH=7,460 (7,35-7,45),
pCO2=46,20 (35-45), pO2=130,60 (75-100), O2 saturasi=97,6 (95-
100%), BE=4,2 (-2,5- +2,5), BE/stand=9 (6-7), HCO3/stand=32,4 (21-
25), HCO3=32,8 (21-25), Total.CO2=34,20 (21-25).
c) Transportasi gas
Bunyi jantung : BJ I-II reguler, tidak ada mur-mur dan gallop, TD 140/90
mmHg, frekuensi nadi 90kali/menit, tidak ada sianosis,Capilary Refiiling
Time (CRT) < 3 detik, GCS : E3M5Vafasia.Hasil perekaman EKG
tanggal 30 Oktober 2012, HR 90 kali/menit, gelombang normal, PR

43 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
44

interval < 0,2 detik, durasi QRS < 0,08 detik, tidak ada perubahan ST-T,
T inverted, LVH dan BBB.
Hasil Echocardiography tanggal 5 November 2012 diperoleh : LVH
konsentrik, AR mild, hipokinetik segmental sesuai CAD, fungsi sistolik
LV dan RV baik, disfungsi diastolik ringan, efusi perikard minimal.
Sedangkan hasil Transesophageal Echocardiography (TEE) tanggal 29
November 2012 ditemukan mitral stenosis mild-moderate (MVA
1,6cm2) Aorta regurgitasi mild moderate dengan penebalan dan
gangguan koaptasio RCC-NCC-LCC, trombus LAA (+). CT Scan tanpa
kontras (30 Oktober 2012) : tak tampak infark, perdarahan maupun SOL
intrakranial. CT Scan ulang tanpa kontras tanggal ( 23 November 2012),
dibandingkan CT Scan tanggal 30 Oktober 2012 : infark perdarahan
lobus temporal kiri.
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : emboli, infark serebral, akumulasi sekret. Stimulus
kontekstual :gangguan katup jantung (Stenosis mitral),infeksi paru .
Stimulus residual :konsumsi kontrasepsi oral, gaya hidup tidak sehat (pola
makan), lingkungan kurang sehat,sering sakit batuk dan demam sebelum
dirawat.

b. Nutrisi
1) Pengkajian perilaku
Pasien terpasang NGT, diit makanan cair 6 x 250 cc 1500 kalori, sensasi
rasa dan bau tidak bisa dinilai. Kondisi rongga mulut : bersih, mukosa mulut
lembab dan kemerahan, jumlah gigi lengkap, tidak ada karies, lesi mulut,
bau, stomatitis.Tinggi dan Berat Badan : BB=57 kg(BB ideal adalah 45-55
kg), tinggi=150 cm.Body Mass Index (BMI) =25,3.(BB sedikit lebih), tidak
ada alergi makanan.Pasien mengalami gangguan menelan, tidak ada mual
dan muntah. Konyuntiva sub anemis. Hasil laboratorium tanggal 31
Oktobber 2012: Hb=10,3 g/dL (12-14), GD sewaktu = 91mg/dL (70-100).
Protein total 7,0 g/dL (6,4-8,7) Albumin=4,07 g/dL (3,4-4,8), globulin 2,93
g/dL (1,8-3,9) dan albumin-globulin ratio 1,4 (≥ 1).Ureum 21 (<50),

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


45

kreatinin 0,7 (0,6-1,2). Kolesterol HDL 43 mg/dL (≥40), kolesterol total 199
gr/dL (120-200).
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : disfungsi neuromuskuler, parese otot-otot menelan,
penurunan refleks batuk dan muntah. Stimulus kontekstual : infark serebri,
stimulus residual : tidak ada.

c. Eliminasi
1) Pengkajian perilaku
BAB (+) konsistensi dan warna normal, bising usus (+).BAK (+) terpasang
foley kateter, warna urin jernih kekuningan. Jumlah 600 cc, pemeriksaan
labor BAK normal. Intake cairan : minum 1500 cc/hari (makanan cair+air
putih), IVFD NaCL 0,9% 500 cc/8 jam (1500 cc).
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : tidak mampu mengkomunikasikan keinginan berkemih.
Stimulus kontekstual : keterbatasan fisik dan kognitif. Stimulus residual :
stres

d. Aktifitas dan istirahat


1) Pengkajian perilaku
Mobilitas :Semua aktivitas pasien seperti makan, minum, mandi,
berpakaian, eliminasi, mobilisasi dibantu orang lain (keluarga dan perawat).
଴଴଴଴/ହହହହ
Nilai Bartel Index 3/20, derajat kekuatan otot , tonus otot dan
଴଴଴଴/ହହହହ

Joint mobilitynormal.Postur tubuh : kepala, bahu dan panggul dalam satu


garis lurus, gait (gaya berjalan) dan koordinasi motorik: tidakbisa
dinilai,pasienterlihat cenderung tidur dan sulit dibangunkan.Pasien terlihat
sakit berat, kondisi psikologis tidak bisa dinilai. Lingkungan rawatan pakai
AC, pasien tidak mendapat obat tidur dan tidak mengkonsumsi kafein.
Lingkungan rawatan cukup tenang dan nyaman. kebiasaan tidur individu
tidak bisa dinilai. Pasien berada pada tahap perkembangan : usia 45 tahun
dewasa menengah (tidur normal 7-8 jam sehari).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


46

2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : kerusakan neuromuskuler, penurunan kesadaran.Stimulus
kontekstual :iskemik dan infark serebral. Stimulus residual : kurang
motivasi.

e. Proteksi
1) Pengkajian perilaku
Integritas kulit baik, skala Norton = 8 ( risiko tinggi dekubitus). Keluhan
nyeri tidak bisa dinilai, kesan tidak ada nyeri. Tidak ditemukan tanda
inflamasi akut seperti kemerahan, panas, bengkak dan nyeri. Tidak ada lesi
pada kulit dan mukosa. Distribusi rambut merata, warna hitam, tidak mudah
dicabut, kulit kepala bersih dan tidak ada lesi. Suhu tubuh : suhu tubuh
36,5oC, tidak berkeringat. Hasil labor tanggal 31Oktober 2012
3
leukosit=10,71 (5-10 /µL). Hitung jenis : basofil 0,1% (0-1), eosinofil 0,1%
(1-3), neutrofil 84,6% (52-76), limfosit 11% (20-40), monosit 4,2% (2-8),
LED : 45 mm (0-20). Hasil procalsitonin (4/11/2012) : 0,85 (<0,1). Masa
protombin Prothrombin Time(PT) = pasien 11,3 detik : kontrol 11,5 (rasio
0,982). Partial Thromboplastin Time (APTT) pasien 33,6 : 31,7 detik (rasio
1,059). D-dimer kuantitatif 0.5 mg/dL (0,6-1,2).
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : immobilisasi fisik, defisit neurologis, stimulus kontekstual :
emboli, iskemik, infark, stimulus residual : suhu lingkungan, kelembaban
kulit.

f. Sensori
1) Pengkajian perilaku
Penglihatan, pendengaran, perasaan dan nyeri sulit dinilai. Kesan tidak ada
gangguan penglihatan dan pendengaran.
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : defisit sensori motorik, gangguan kognitif, stimulus
kontekstual : iskemik dan infark serebral, stimulus residual : tidak ada.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


47

g. Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa


1) Pengkajian perilaku
Tanda-tanda vital TD : 140/90mmHg, Nadi = 86 kali/menit, nafas 20
kali/menit, suhu 37oC. Intake cairan (IVFD NaCl 0,9% + makan cair + air
putih) ± 3000 ml, output (urin + IWL) = 2900 ml. Kadar elektrolit
31Oktober 2012, Na = 145 (132-147), K = 4 ( 3.30-5.40), Cl = 105 (94-
111), dan Analisa Gas Darah (AGD) tanggal :pH =7,497, pCO2=31,7 pO2 =
144,5HCO3 = 24,5, total CO2 = 25,5, BE = 1,8, saturasi O2 = 99, standar
HCO3 = 27,2, standar BE=3,0.Bising usus (+), tidak ada muntah dan diare,
BAK = 2100 ml.
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : gangguan neuromuskuler, gangguan kognitif, penurunan
kesadaran, stimulus kontekstual : iskemik/infark serebral, kegagalan
mekanisme pengaturan. Stimulus residual : kurang pengetahuan keluarga.

h. Fungsi neurologis
1) Pengkajian perilaku
Pada saat tidur malam tiba-tiba sisi badan sebelah kanan sulit digerakkan,
mulut mencong ke kiri dan sulit diajak bicara.Kesadaran somnolen, GCS =
଴଴଴଴/ହହହହ
E3M5Vafasia, fungsi motorik : derajat kekuatan otot , tanda vital :
଴଴଴଴/ହହହହ

TD 140/90 mmmHg, nadi 86 kali/menit, nafas 20 kali/menit, suhu : 37oC.


Pupil : refleks cahaya (+/+), Ø isokor (3mm/3mm), RCL (+/+), RCTL (+/+),
fungsi otonom, terpasang kateter, tanda ransang meningeal : kaku kuduk (-),
kernig(<135o/<135o), laseque (<70o/<70o), Burdzinki I (-/-), Burdzinki II (-/-
).Saraf kranial I – XII : belum bisa dinilai, kesan parese N VII dekstra
sentral, fungsi sensorik belum bisa dinilai, reflek fisiologis kanan dan kiri
biseps (+2/+2), triseps (+2/+2),patella (+2/+2). Refleks patologis babinski (-
/-), Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-). Fungsi luhur : sulit dinilai. Nilai
NIHSS : 19, skala RAPIDS : 78 (normal 100). CT Scan tanpa kontras (30
Oktober 2012) : tak tampak infark, perdarahan maupun SOL intrakranial,
CT Scan ulang tanpa kontras tanggal ( 23 November 2012), kesan : infark
perdarahan lobus temporal kiri.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


48

2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : defisit neurologis, gangguan neuromuskuler, motorik,
kognitif, stimulus kontekstual: iskemik dan infark serebral, mitral stenosis.
Stimulus residual : gaya hidup tidak sehat,konsumsi kontrasepsi oral selama
13 tahun.

i. Endokrin
1) Pengkajian perilaku
Pasien tidak memiliki riwayat diabetes, tidak ada pembesaran kelenjer
tiroid, hasil labor tanggal 4 November 2012 : GDS=91mg/dL (70-140).
Gliko Hb (HbA1c) 6,6 (4,8-5,9).
2) Pengkajian stimulus :tidak ada, semua perilaku adaptif

3.1.1.2 Mode Adaptasi Konsep Diri


Perilaku dan stimulus mode adaptasi konsep diri saat sakit tidak bisa dikaji,karena
klien mengalami afasia.

3.1.1.3 Mode Fungsi Peran


Perilaku dan stimulus mode fungsi peransaat sakit tidak bisa dikaji, karena klien
mengalami afasia.

3.1.1.4 Pengkajian model Interdependen


a. Perilaku model interdependen
Sejak Ny.S sakit, suami Ny. S tidak masuk bekerja.Suami selalu menunggui
pasien di RS, karena 2 orang anaknya sibuk bekerja dan 1 orang masih sekolah.
Suami Ny. S selalu membantu pemenuhan ADL Ny.S seperti makan, minum,
eliminasi, mobilisasi, kebersihan diri, berpakaian dan sebagainya.Bagi suami
Ny.S, kondisi sakitpasien merupakan kesempatan untuk membalas kebaikan
pasien saat sehat. Suami mengatakan apapun kondisi pasien saat ini, dia tidak
merasa terbebani, suami ikhlas melakukan apapun asalkan pasien bisa sembuh
kembali. Suami juga selalu memberi semangat isterinya supaya tidak putus asa
seperti, “ Ayo Bu, gerakkan tangannya, ayo sebut ma ma ma...”.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


49

Walau suami hanya berpendidikan SD, rasa ingin tahu suami pasien sangat
tinggi. Suami Ny.S tidak malu-malu untuk bertanya kepada perawat dan dokter
tentang penyakit dan perawatan pasien. Suami pasien selalu menyimak dengan
penuh perhatian setiap informasi yang disampaikan dan berusaha
menerapkannya. Termasuk mengikuti seminar stroke awam. Selama perawatan
di RS pasien dapat Jamkesda dimana semua biaya perawatan dan obat-obatan
ditanggung RS. Untuk biaya harian seperti untuk makan, dan keperluan pribadi
lainnya suami pasienNy. S mengandalkan gaji dan bantuan dari dua anak
pasien yang sudah bekerja.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : pasien mengalami ketergantungan tinggi dalam pemenuhan
ADL terhadap orang lain, Stimulus kontekstual : defisit neurologis, gangguan
fisik/kognitif. Stimulus residual : motivasi, hubungan dan proses keluarga,
edukasi adekuat, keuangan, dukungan sistem

3.1.2 Rencana Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatanmeliputi diagnosa keperawatan, tujuan, intervensi
keperawatan dan aktivitas keperawatan pada Ny. S dengan Stroke Iskemik
digambarkan pada tabel di 3.1.

3.1.3 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan berupa aktivitas keperawatan yang dipilih dari masing-


masing NIC yang telah ditentukan seperti pada tabel 3.1. Implementasi pada
masing-masing masalah keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah :
1) NIC : Monitoring neurologi, aktifitas keperawatannya adalah :
a)memonitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan reaksi terhadap cahaya,
b) memonitor tingkat kesadaran dan GCS, tanda-tanda vital : TD, nadi, suhu
dan nafas, kekuatan otot dan menggenggam, kesimetrisan wajah, c)
mencatat keluhan sakit kepala, d) memonitor respon babinski, e) memonitor
respon terhadap pengobatan, menggunakan NIHSS untuk evaluasi kondisi
pasien, memonitor perubahan status mental atau perilaku.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


50

2) NIC : Meningkatkan perfusi serebral, aktifitas keperawatannya adalah :


a) memberikan resusitasi cairan isotonik secara hati-hati. Seperti NaCl
0,9%, b) memberikan oksigen 3 liter/menit nasal kanul sesuai terapi, c)
memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, d) memberikan manitol dosis
rendah atau dekstran dengan berat molekul rendah, e) mempertahankan
kadar hematokrit sekitar 33%, f) menghindari fleksi leher, paha dan lutut
berlebihan, g) memberikan obat antikoagulan heparin 10.000 unit/24 jam, h)
memberikan obat antiplatelet ascardia 1 x 80 mg, i) memonitor PTT dan
APTT, j) memonitor MAP, k) mempertahankan kadar pCO2 di level ≥ 25
mmHg, l) memonitor status AGD, m) memonitor intake output, n)
mempertahankan lingkungan perawatan yang tenang.

3) NIC : Stimulasi kognitif, aktifitas keperawatannya adalah :


a) memberikan stimulasi lingkungan melalui kontak dengan orang yang
berbeda, b) berbicara pada pasien, c) menstimulasi dengan menggunakan
radio atau musik, d) meleetakkan objek yang dikenal pasien seperti foto
keluarga, di dekat pasien, e) menggunakan instruksi verbal dan tulisan, f)
menggunakan terapi sentuhan, g) Ajarkan keluarga cara stimulasi kognitif.

4) NIC : Manajemen obat, dengan aktifitas keperawatannya adalah :


a) memperhatikan prinsip 7 benar dalam pemberian obat, b) memberikan
obat-obat sesuai program dokter : Ascardia 1x80mg po, citicholin
2x1000mg IV, ondansentron 3x4mg IV, simvastatin 1x20mg po,
B6B12+asam folat 2x1tab po, manitol loading 4x125cc IV, heparin 10.000
ui/24 jam, c) memonitor pasien terhadap efek terapi obat, d) memonitor efek
samping obat, e) memonitor efek samping terapi antikoagulan seperti
adanya tanda perdarahan, f) Memfasilitasi perubahan obat pada dokter bila
perlu, g) memonitor kadar serum darah (elektrolit, protombin, obatan).

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah :


1) NIC : Jalan nafas, aktifitas keperawatannya adalah :
a) mempertahankan kepatenan jalan nafas, b) memonitor pola dan bunyi
nafas, c) menghitung balance cairan, d) melakukan oral higiene teratur 2

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


51

kali sehari dengan menggunakan minosep, e) memonitor frekuensi nafas,


usaha, kedalaman, pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot asesoris,
retraksi, f) mencatat sekresi pernafasan, dipsnea, g) melakukan fisioterapi
dada, h) memberikan Oksigen lembab 3 liter/menit , i) memberikan terapi
obat cefotaxime 3x1gr IV, azitromycin 1x500 mg po, Fluimucyl 3 x 1, j)
memoitor hasil foto toraks ulang, k)menganjurkan keluarga dan pengunjung
untuk tidak merokok di lingkungan perawatan pasien

2) NIC : Penguatan batuk, aktifitas keperawatannya adalah mengajarkan batuk


efektif bila memungkinkan (mengerti perintah).

c. Gangguan menelan , adalah :


1) NIC : Pencegahan aspirasi, aktifitas keperawatannya adalah,
a) memonitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek menelan dan
kemampuan menelan, b) memonitor status pulmo, c) mempertahankan jalan
nafas, d) memberikan posisi 90 derajat atau setinggi mungkin memberi
makan, e) memberi makan dalam jumlah kecil, f) melakukan pengecekan
penempatan NGT dan residu NGT sebelum makan, g) menghindari
memberi makan bila residual tinggi, h) menghindari cairan, gunakan
makanan kental atau padat, i) menawarkan makanan atau minuman yang
bisa dibentuk jadi bolus sebelum menelan, j) memotong makanan kecil-
kecil, k) menggirus atau menghaluskan obat-obatan, l) memberikan posisi
kepala tempat tidur tinggi selama 30 – 45 menit setelah makan.

2) NIC : Terapi menelan, aktifitas keperawatannya adalah


a)menjaga privasi pasien saat terapi, b) menelaskan rasional menelan pada
keluarga, c) menganjurkan pasien duduk 90o saat makan atau latihan, d)
meinta pasien untuk menekuk kepala dalam persiapan menelan (“chin tuck”)
Berikan pasien posisi duduk selama 30 menit setelah makan, e) meletakkan
makanan di pangkal dan sisi yang sehat, f) memonitor tanda dan gejala
aspirasi, g) memonitor pergerakan lidah ketika makan, h) memonitor tanda
keletihan selama makan, minum dan menelan, i) memberi periode istirahat
di antara latihan, j) memeriksa mulut makanan yang tertinggal, k)

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


52

melakukan modifikasi diit dengan ahli gizi, l) mempertahankan masukan


kalori dan cairan, m) memonitor berat badan, n) memonitor status cairan
tubuh pasien (masukan, keluaran, turgor kulit dan membran mukosa), o)
berkolaborasi dengan terapis wicara.

d. Hambatan mobilitas fisik


1) NIC : Posisi, aktifitas keperawatannya adalah :
a) menempatkan pasien dengan tepat pada kasur, b) merubah posisi pasien
setiap 2-3 jam, c) memonitor status oksigenasi, TD, nadi sebelum dan
sesudah berubah posisi, d) memberikan pasien posisi terapeutik, sokong
ekstremitas yang lemah dengan bantal atau gulungan kain, e) memberikan
posisi semi fowler untuk mencegah dispnea, f) melakukan latihan ROM
pasif aktif 2 sampai 3 kali sehari sesuai kondisi pasien, g) memberikan
footboard pada tempat tidur, h) meletakkan nurse call di posisi yang mudah
dijangkau pasien atau keluarga.

2) NIC : Terapi latihan : ambulasi, aktifitas keperawatannya adalah


a) memonitor tonus otot, pergerakan motorik, gait dan proprioseptif, b)
memberikan pasien posisi duduk dan duduk di pinggir tempat tidur, c)
membantu pasien untuk melakukan ambulasi, d) meningkatkan kemandirian
dalam ADL, kemandirian sehingga pasien mendapat kekuatan, d)
berkolaborasi dengan fisioterapis tentang rencana ambulasi dan evaluasi
lebih lanjut, latihan kekuatan, latihan gait, dan pengembangan rencana
mobilisasi.

2) NIC : Joint Mobility, aktifitas keperawatannya adalah : a) menentukan batas


pergerakan sendi dan efek pada fungsinya, b) melindungi pasien dari trauma
selama latihan, c) melakukan ROM pasif dan aktif, d) memberikan
reinforcement positif, bila pasien mampu latihan, e) mengajarkan keluarga
latihan ROM pasif serta teknik ambulasi yang aman.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


53

e. Hambatan komunikasi verbal


NIC : Penguatan komunikasi : penurunan bicara, aktifitas keperawatannya
a) meminta keluarga untuk memahami pembicaraan pasien, b) memberikan
verbal yang tepat dan berulang kali, c) memberikan satu petunjuk sederhana
dan kalimat pendek, d) menjaga untuk tidak menurunkan suara di akhir
kalimat, e) berhadapan dengan pasien saat berbicara, f) menggunakan papan
gambar, lambang yang menggambarkan kebutuhan sehari-hari pasien g)
menggunakan gerakan tangan, h) meminta pasien untuk mengulangi kata, i)
memberikan reinforcement positif dan pujian bila pasien menunjukkan
kemajuan, j) melakukan percakapan satu arah, k) berkolaborasi dengan terapi
wicara.

f. Risiko kerusakan integritas kulit


1) Pressure management, aktifitas keperawatan yang dilakukan adalah :
a)melakukan pengkajian risiko dekubitus dengan Skala Norton, b) mecatat
berat badan, c) mencatat status kulit pada saat masuk dan setiap hari, d)
mencatat area kulit yang kemerahan, membersihkan kulit dari lembab yang
berlebihan seperti : keringat, feses, urin, d) memberikan kulit pelembab atau
minyak kelapa, e) merubah posisi pasien per 2-3 jam, f) menginspeksi kulit
di sekitar penonjolan tulang dan titik tekan lainnya, g) menghindari masase
pada area tonjolan tulang, h) mempertahankan linen bersih, kering dan tidak
berkerut, j) menghindari air panas dan gunakan sabun mandi lembut, k)
memonitor sumber tekanan dan friksi, l) memberikan pelindung tumit dan
siku, m) memonitor mobilitas dan aktivitas individu, n) memastikan intake
makanan adekuat seperti protein, vitamin B, C, zat besi, kalori dan berikan
suplemen, o) meminta anggota keluarga untuk mengamati gejala kerusakan
kulit seperti lecet, kemerahan, ruam-ruam.

2) NIC : Pencegahan dekubitus, aktivitas keperawatannya adalah,


a)memberikan pasien pakaian yang longgar, b) menggosok punggung dan
leher dengan tepat, c) menghindari tekanan lama pada daerah yang
sakit/kelemahan, d) mengelevasikan ekstremitas yang sakit, memonitor

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


54

status nutrisi pasien, e) mengajarkan keluarga cara merubah posisi pasien,


melakukan masase dan perawatan kulit.

g. Inkontinensia urin refleks


1) NIC : Kateter Urin, aktivitas keperawatan adalah,
a)menjelaskan prosedur dan rasional tindakan, b) memasang kateter urin
dengan tepat, c) mempertahankan teknik aseptik, d) memasukkan kateter ke
vesika urinaria, e) menggunakan kateter ukuran kecil, f) menghubungkan
kateter ke kantong urin, g) mempertahankan posisi kateter dan aman dari
kulit, h) memonitor intake out put, i) mencatat residu urin setelah
pemasangan kateter.

2) NIC : Manajemen eliminasi urin, aktivitas keperawatannya,


a) memonitor karakteristik urin, b) menindentifikasi penyebab inkontinen
(keluaran urin, pola berkemih, gangguan kognitif, residu urin setelah
berkemih dan obatan), c) menganjurkan minum 8 gelas /hari, d)
mengajarkan keluarga cara membuang dan mencatat keluaran urin.

3) NIC : Perawatan inkotinen urin, aktivitas keperawatannya adalah


a) memberikan privasi saat eliminasi, b) memonitor eliminasi urin,
frekuensi, jumlah, warna, bau, c) mengkaji sensasi berkemih, d)
membersihkan area genital secara teratur, e) membatasi cairan 2 sampai 3
jam sebelum tidur, f) menghindari terjadinya konstipasi, g) tidak memberi
minuman yang mengiritasi bladder (kopi, teh, kopi dan cola), h) memonitor
efek obat-obatan.

h. Kesiapan meningkatkan proses keluarga


1) NIC : Peningkatan koping, aktifitas keperawatannya adalah
a)gali pemahaman keluarga terhadap proses penyakit pasien, b) menghargai
dan mendiskusikan alternatif respon terhadap situasi pasien, c) melakukan
pendekatan dengan tenang dan nyaman, d) memantu mengidentifikasi
informasi yang dibutuhkan, e) menghargai sikap harapan realistik dan putus

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


55

asa, f) mengevaluasi kemampuan membuat keputusan keluarga, g)


mendukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat, h) menghargai
ekspresi verbal tentang, persepsi dan ketakutan keluarga, i) membantu
mengidentifikasi sistem dukungan, j) membantu keluarga mengidentifikasi
strategi positif dan mengatur gaya hidup yang dibutuhkan atau perubahan
peran.

2) NIC : Dukugan caregiver, aktifitas keperawatannya adalah,


a) menentukan tingkat pengetahuan keluarga (caregiver), b) menentukan
penerimaan caregiver terhadap peran, c) menerima ekspresi emosi negatif, d)
mengeksplorasi kekuatan dan kelemahan caregiver, e) memberi perawatan, f)
memberikan dukungan terhadap keputusan yang dibuat caregiver g)
memonitor indikator stres, h) mendukung caregiver melalui proses duka cita,
i) menghargai partisipasi caregiver dalam dukungan kelompok, j)
mendukung caregiver untuk merawat diri sendiri, k) menjelaskan pada
caregiver tentang pengertian dan penyebab stroke, faktor risiko dan gejala
stroke dan gaya hidup yang dapat menurunkan risiko stroke serta pencegahan
stroke berulang, l) memberikan edukasi tentang informasi terbaru tentang
kondisi, diagnosa, pengobatan dan prognosa pasien, m) mengajarkan
caregiver cara meningkatkan keamanan pasien, n) mempertahankan
perawatan kesehatan untuk menopang kesehatan fisik dan mentalnya, o)
menginformasikan caregiver perawatan kesehatan dan sumber komunitas, p)
mengakses dan memaksimalkan perawatan kesehatan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


56

Tabel. 3.1 Rencana Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik pada Ny. S dengan
Pendekatan Model Adaptasi Roy, NANDA, NOC dan NIC

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep
1 Oksigenasi : F : infark Aktivitas Risiko Status Monitoring - Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan reaksi terhadap
serebri /istirahat ketidake- neurologi: neurologi cahaya.
- APTT : 1,059 dtk K: Mitral fektifan - Monitor tingkat kesadaran dan GCS
- PT : 0, 982 dtk Stenosis Kelas 4 : perfusi - Tingkat - Monitor tingkat orientasi
-Echocardiography R:pola respon jaringan kesadaran - Monitor tanda-tanda vital : TD, nadi, suhu dan nafas.
tanggal 5/11/ 2012 makan kardivas otak - Ukuran dan - Monitor kekuatan otot dan menggenggam.
diperoleh : LVH tidak sehat, kuler dan reaksi pupil - Monitor kesimetrisan wajah.
konsentrik, AR mild, konsumsi pulmonal ( 31 - pola nafas - Catat keluhan sakit kepala
hipokinetik pil KB 13 Oktober - Tanda vital - Monitor respon babinski
segmental sesuai tahun 2012) - Kemampuan - Monitor respon terhadap pengobatan
CAD, fungsi sistolik kognitif - Gunakan NIHSS untuk evaluasi kondisi pasien.
LV dan RV baik, - Monitor perubahan status mental atau perilaku
disfungsi diastolik
ringan, efusi perikard Perfusi Meningkat - Berikan resusitasi cairan isotonik seperti NaCl 0,9%
minimal. jaringan: kan perfusi - Berikan oksigen sesuai terapi
serebral - Berikan posisi elevasi kepala 30o
- Transesophageal - Kognisi - Berikan manitol dosis rendah atau dekstran dengan berat molekul
Echocardiography - Tingkat rendah.
(TEE) tanggal kesadaran - Pertahankan kadar hematokrit sekitar 33%
29/11/2012 - Koagulasi - Hindari fleksi leher, paha dan lutut berlebihan.
ditemukan mitral darah - Berikan obat antikoagulan
stenosis mild- - Komunikasi - Berikan obat antiplatelet
moderate (MVA - Status - Monitor PT dan PTT
1,6cm2) Aorta menelan - Monitor MAP
regurgitasi mild - Status - Pertahankan kadar pCO2 di level ≥ 25 mmHg
moderate dengan neurologi - Monitor status AGD
penebalan dan - Tekanan - Monitor intake output
gangguan koaptasio darah - Pertahankan lingkungan perawatan yang tenang.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


57

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep
RCC-NCC-LCC. Stimulasi - Berikan stimulasi lingkungan melalui kontak dengan orang yang
Trombus LAA (+)s. kognitif berbeda
- GCS E3M5Vafasia - Berbicara pada pasien
଴଴଴଴/ହହହହ - Stimulasi dengan menggunakan radio atau musik.
- motorik
଴଴଴଴/ହହହହ - Letakkan objek yang dikenal pasien seperti foto keluarga, di
- parese N VII dekat pasien.
dekstra sentral - Gunakan instruksi verbal dan tulisan
- Gunakan terapi sentuhan.
- Mengajarkan keluarga cara menstimulasi kognitif
Manajemen
obat - Perhatikan prinsip 7 benar dalam pemberian obat
- Berikan obat-obat sesuai program dokter : Monitor pasien
terhadap efek terapi obat.
- Monitor efek samping obat
- Monitor efek samping terapi antikoagulan seperti adanya tanda
perdarahan
- Memfasilitasi perubahan obat pada dokter bila perlu
- Monitor kadar serum darah (elektrolit, protombin, obatan)

2. Oksigenasi ; F : akumu Domain Ketidak Status jalan Manajemen - Pertahankan kepatenan jalan nafas
lasi sekret 11 efektifan nafas paten : jalan nafas - Fisioterapi dada
- Somnolen K: Keamana bersihan - Berikan Oksigen lembab 3 liter/menit
- GCS E3M5V afasia disfungsi n dan jalan nafas - Frekuensi, - Balance cairan
Fisi - TD 150 /80mmHg neuromus- perlindun irama, - Lakukan oral higiene teratur.
olo - Nafas 20 x/menit kuler, gan dalam - Monitor frekuensi, kedalaman dan usaha bernafas.
gis - Takikardia HR = disfagia (31Okto pernafsan - Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot asesoris,
96x/menit infeksi, Kelas 2 : ber 2012 - Kemampuan retraksi, bunyi nafas, dispnea
- Gelisah R : sering Cidera mengeluark - Monitor foto toraks
- Tidak ada batuk sakit batuk fisik an sekresi - Anjurkan keluarga dan pengunjung untuk tidak merokok di
- Ronki basah (+) dan - Batuk lingkunga perawatan pasien.
basal paru kiri, demam Penguatan
penuru n bunyi sebelum batuk - Ajurkan batuk efektif bila memungkinkan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


58

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep
paru di basal paru dirawat,
kanan ventilasi
- Foto thorak rumah
(30/10/2012) : tidak
kardiomegali dan adekuat
pneumonia
- leukosit : 14.620/µl
- LED : 45 mm
3. Nutrisi dan K: Nutrisi Gangguan Status Pencegahan - Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek menelan dan
metabolik kerusakan menelan menelan aspirasi kemampuan menelan
neuro Kelas 1 : - Monitor status pulmo.
- Gangguan menelan muskuler, makan Fase phase - Pertahankan jalan nafas
Nilai RAPIDS 78 penurunan Tanggal : esophageal - Posisikan 90 derajat atau sejauh mungkin
Skrining disfagia refleks 31 Oktober - Makanan di - Makan dalam jumlah kecil
(+), E3M5Vafasia batuk dan 2012 mulut - Cek penempatan NGT sebelum makan
- Somnolen muntah - Produksi - Cek residu NGT sebelum makan
F: iskemik saliva - Hindari memberi makan bila residual tinggi
/ infark - Penghantara - Hindari cairan, gunakan makanan padat
R: - n hantar - Tawarkan makanan atau minuman yang bisa dibentuk jadi bolus
- Kemampuan sebelum menelan
membersihk - Potong makanan kecil-kecil
an rongga - Girus atau haluskan obat-obatan.
mulut - Kolaborasi dengan Speech Pathology
- Lama waktu - Anjurkan untuk video fluoroscopy.
makan - Biarkan kepala TT tinggi selama 30 – 45 menit setelah makan
- Penerimaan
makanan Terapi - Tentukan kemampuan untuk memusatkan perhatian saat makan
menelan atau menelan
- Jaga privasi pasien
- Jelaskan rasional menelan pada keluarga
- Kolaborasi dengan terapi wicara
- Anjurkan pasien duduk 90o saat makan atau latihan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


59

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep
- Minta pasien untuk menekuk kepala dalam persiapan menelan
(“chin tuck”)
- Berikan pasien posisi duduk iselama 30 menit setelah makan.
- Instruksikan jangan berbicara ketika makan
- Pandu pasien mengucapkan “ahs” untuk meningkatkan elevasi
palatum
- Minta pasien meletakkan makanan di pangkal dan sisi yang sehat.
- Monitor tanda dan gejala aspirasi
- Monitor pergerakan lidah ketika makan
- Monitor tanda keletihan selama makan, minum dan menelan
- Beri periode istirahat di antara latihan
- Periksa mulut makanan yang tertinggal
- Lakukan modifikasi diit dengan ahli gizi
- Pertahankan masukan kalori dan cairan.
- Monitor BB
- Monitor status cairan tubuh pasien (masukan, keluaran, turgor
kulit dan membran mukosa
- Lakukan perawatan mulut

4. Aktivitas dan F: Aktivitas Hambatan Mobilisasi Posisi - Tempatkan pasien dengan tepat pada kasur.
istirahat penurunan / istirahat Mobilitas - Rubah posisi pasien setiap 2 jam.
kekuatan fisik - Balance - Monitor status oksigenasi, TD, nadi sebelum dan sesudah
- GCS E3M5Vafasia otot sisi Kelas 2 : - Koordinasi berubah posisi.
- Derajat kekuatan tubuh Aktivitas - Gait - Berikan pasien posisi terapeutik, sokong ekstremitas yang lemah
଴଴଴଴/ହହହହ kanan dan (31Oktobe - Penampilan dengan bantal atau gulungan kain.
otot
଴଴଴଴/ହହହହ
K: latihan r 2012) posisi tubuh - Berikan posisi semi fowler untuk mencegah dispnea.
- kesan hemiparese iskemik/ - Peningkatan - Lakukan latihan ROM pasif aktif 2 sampai 3 kali sehari sesuai
dekstra infark kekuatan kondisi pasien
- keterbatasan serebri otot - Berikan footboard pada TT
rentang gerak sendi R : stres, - Peningkatan - Letakkan nurse call di posisi yang mudah dijangkau pasien atau
- terlihat cenderung kurang aktifitas keluarga
tidur motivasi fisik dan - Ajarkan keluarga cara mengatur posisi
- kontak tidak

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


60

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep
adekuat mobilisasi
- Bartel indeks = Terapi - Berikan pasien pakaian yang longgar
3/20 latihan : - Tempat TT di posisi yang mudah di jangkau
Ambulasi - Monitor tonus otot, pergerakan motorik, gait dan proprioseptif.
- Berikan pasien posisi duduk dan duduk di pinggir TT
- Kolaborasi dengan fisioterapis tentang rencana ambulasi dan
evaluasi lebih lanjut, latihan kekuatan, latihan gait, dan
pengembangan rencana mobilisasi.
- Bantu pasien untuk melakukan ambulasi.
- Berikan alat untuk mebantu aktifitas, seperti gait belt, weight
vest, walker, kruk, atau kursi roda sebelum aktifitas dimulai.
- Gunakan gait walking belt bila memindahkan pasien.
- Tingkatkan kemandirian dalam ADL, kemandirian sehingga
pasien mendapat kekuatan.
- Ajarkan keluarga cara melakukan ROM

Joint - Tentukan batas pergerakan sendi dan efek pada fungsinya


mobility - Kolaborasi dengan fisioterapi untuk mengembangkan rencana
pergerakan
- Lindungi pasien dari trauma selama latihan.
- Lakukan ROM pasif dan aktif
- Berikan reinforcement positif, bila pasien mampu latihan.

5. Fungsi neurologi F: defisit Persepsi/ Hambatan Komunikasi Penguatan - Minta keluarga untuk memahami pembicaraan pasien.
neurologis, kognisi komunika ekspresif komunikasi : - Ijinkan untuk mendengar perkataan berulang kali.
- E3M5Vafasia gangguan si verbal penurunan - Berikan verbal yang tepat.
- Cendrung tidur neuromusk - Gunakan bicara - Berikan satu petunjuk sederhana dan kalimat pendek.
- Parese N VII uler, Kelas 5 : bahasa tulisan - Jangan turunkan suara di akhir kalimat
dekstra sentral motorik, komunik (tanggal 31 - bicara dengan - Berdiri di depan pasien bila berbicara.
- Tidak ada kontak kognitif asi Oktober vokal - Gunakan papan gambar
mata K: iskemik 2012) - gunakan suara - Gunakan gerakan tangan
- Tidak dapat bicara / infark esophageal - Ajarkan berbicara dari esophageal

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


61

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep
- Kesulitan mitral - gunakan - Minta pasien untuk mengulangi kata
mengekspresikan stenosis gambar suara - Berikan reinforcement positif dan pujian
pikiran secara R: jelas, tanda, - Lakukan percakapan satu arah
verbal kontrasepsi bahasa non - Kolaborasi dengan terapi wicara.
oral, gaya verbal
hidup

6 Proteksi F : immobili Keamana Risiko Integritas Pressure - Lakukan pengkajian dengan Skala Norton.
tas fisik, n/ kerusakan jaringan : kulit management - Catat BB
- Immobilitas fisik gangguan perlindun integritas dan membran - Catat status kulit pada saat masuk dan setiap hari.
- GCS E3M5V kognitif gan kulit mukosa : - Catat area kulit yang kemerahan
afasia K : emboli, - Bersihkan kulit dari lembab yang berlebihan seperti : keringat,
- Kesadaran iskemik, Kelas 2 : - Temperatur feses, urin.
somnolen infark cidera ( tanggal - Sensasi - Berikan kulit pelembab atau minyak kelapa
- Pasien cendrung R : suhu fisik 31 Oktober - Elastis - Rubah posisi pasien per 2-3 jam
tidur lingkungan, 2012) - Hidrasi - Inspeksi kulit di sekitar penonjolan tulang dan titik tekan lainnya
- Hemiparese dekstra kelembaban - Keringat - Hindari masase pada area tonjolan tulang
kulit. - Tekstur - Pertahankan linen bersih, kering dan tidak berkerut.
- Integritas - Gunakan tempat tidur dengan matras anti dekubitus
kulit - Hindari air panas dan gunakan sabun mandi lembut
- Monitor sumber tekanan dan friksi
- Berikan pelindung tumit dan siku
- Monitor mobilitas dan aktivitas individu
- Pastikan intake makanan adekuat seperti protein, vitamin B, C,
zat besi, kalori dan berikan suplemen.
- Bantu pasien mempertahankan BB ideal
- Ajarkan keluarga untuk mengamati gejala kerusakan kulit.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


62

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep

Pencegahan - Berikan pasien pakaian yang longgar


dekubitus - Gosok punggung dan leher dengan tepat
- Hindari tekanan lama pada daerah yang sakit/kelemahan
- Elevasikan ekstremitas yang sakit
- Monitor status nutrisi pasien.
- Ajarkan keluarga cara masase dan perawatan kulit.

7 Eliminasi F : disfungsi Eliminasi Inkontinen Kontinen urin: Kateter Urin - Jelaskan prosedur dan rasional tindakan
- Kontak tidak neurologis dan sia Urine - pengosonan - Pasang kateter urin dengan tepat
adekuat di atas pertukara refleks bladder - Pertahankan teknik aseptik
- Cenderung tidur pusat n - berkemih - Masukkan kateter ke vesika urinaria, gunakan kateter ukuran
- E3M5Vafasia mikturisi ( Tanggal 150/jam kecil, hubungkan ke kantong urin, pertahankan posisi kateter dan
- Tidak mampu pontine Kelasi 1 : 7 Oktober - Mampu aman dari kulit,
berkemih K: fungsi 2012) mengontrol - Monitor intake out put
secaravolunter keterbatas urinarius beremih - Catat residu urin setelah pemasangan kateter.
- Tidak ada sensasi an fisik
berkemih dan Manajemen - Monitor karakteristik urin
kognitif, Eliminasi urin eliminasi - Kaji penyebab inkontinen
afasia - Pola urin - Anjurkan minum 8 gelas /hari
R : stres. elimanasi - Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda infeksi.
- Bau, warna, - Batasi cairan bila perlu
jumlah, - Ajarkan keluarga cara membuang dan menghitung keluaran urin.
kejernihan
- Intake Perawatan - Identifikasi penyebab multifaktor inkontinen (keluaran urin, pola
cairan inkotinen berkemih, gangguan kognitif, residu urin setelah berkemih dan
- Pengosonga urin obatan)
n bladder - Berikan privasi saat eliminasi.
- Merasakan - Jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan
ingin - Monitor eliminasi urin, frekuensi, jumlah, warna, bau
berkemih - Kaji sensasi berkemih
- Bersihkan area genital secara teratur

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


63

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep
- Batasi cairan 2 sampai 3 jam sebelum tidur
- Hindari terjadinya konstipasi
- Batasi minuman yang mengiritasi bladder (kopi, teh, kopi dan
cola)
- Monitor efek obat-obatan
- Monitor kebiasaan defekasi

8. Interdependensi F: Hubun Kesiapan Koping - Peningka - Hargai pemahaman keluarga terhadap proses penyakit pasien.
ketergantun gan meningkat keluarga : tan koping - Hargai dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi.
- Aktifitas keluarga gan tinggi peran kan proses - Lakukan pendekatan dengan tenang dan nyaman.
dalam membantu dalam keluarga - Mengatur - Bantu mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan.
pemenuhan ADL pemenuhan Kelas 2 ; masalah - Hargai sikap harapan realistik dan putus asa
pasien. ADL Hubu keluarga - Evaluasi kemampuan membuat keputusan keluarga.
- Komunikasi terhadap ngan - Merawat - Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
keluarga (suami) orang lain keluarga anggota - Hargai ekspresi verbal tentang, persepsi dan ketakutan keluarga
adekuat keluarga - Bantu mengidentifikasi sistem dukungan
K : - defisit
- Mengekspresikan - Prioritas - Bantu keluarga mengidentifikasi strategi positif dan mengatur
neurologis,
kesediaan untuk gangguan
keluarga gaya hidup yang dibutuhkan atau perubahan peran.
merawat pasien di fisik/kognit - Menggunakan - Dukungan - Tentukan tingkat pengetahuan keluarga (caregiver).
RS maupun if. sistem caregiver - Tentukan penerimaan caregiver terhadap peran.
dirumah R: dukungan - Terima ekspresi emosi negatif
- Perilaku motivasi, keluarga dan - Eksplorasi kekuatan dan kelemahan caregiver.
menunjukkan hubungan komunitas - Akui/nyatakan kesulitan peran memberi perawatan
dukungan pada dan proses yang tersedia - Berikan dukungan terhadap keputusan yang dibuat caregiver
anggota keluarga keluarga, - Monitor indikator stres.
yang sakit seperti edukasi Perilaku - Dukung caregiver melalui proses duka cita
memberi motivasi adekuat, mencari - Hargai partisipasi caregiver dalam dukungan kelompok
berpartisipasi keuangan, kesehatan : - Dukung caregiver untuk merawat diri sendiri.
dalam perawatan dukungan - Memberikan edukasi pada caregiver tentang : Stroke, etiologi,
pasien sistem - Bertanya faktor risiko, perawatan, informasi terbaru tentang kondisi,
- Mencari informasi - tugas- tugas diagnosa, pengobatan dan prognosa pasien, cara meningkatkan
tentang penyakit kesehatan keamanan pasien, manajemen stres, mempertahankan perawatan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


64

Mo Perilaku Stimulus Domain/ Diagnosa NOC NIC Aktivitas keperawatan


de Kelas Kep
dan perawatan - Mencari kesehatan untuk menopang kesehatan fisik dan mentalnya,
pasien bantuan dari Informasikan caregiver perawatan kesehatan dan sumber
- Menghargai anggota komunitas, mengakses dan memaksimalkan perawatan kesehatan
anggota keluarga keluarga yang
- Menunjukkan sikap lain
kerja sama dengan
petugas kesehatan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


63

3.1.4 Evaluasi keperawatan


Asuhan keperawatan dilakukanpada Ny. S dari tanggal 31 Oktober 2012 sampai
dengan 30 Novemver 2012, maka diperoleh evaluasi sebagai berikut :

3.1.4.1 Fase Akut setelah 7 hari perawatan (7 November 2012) ;


a. Ny. S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral.Ditandai dengan pasien masih terlihat banyak tidur, tetapi
kontak mulai adekuat, GCS E3M6V afasia, motorik kesan hemiparese dextra,
sensorik belum bisa dikaji, pupil isokor 3mm/3mm, refleks (+/+), TD 150/80
mmHg, nafas 18x/menit reguler, suhu 37oC, nadi 76x/menit, pasien bisa
mengikuti satu perintah sederhana, seperti mengangkat tangan kiri, tetapi
respon lambat. Hasil pemeriksaan koagulasi darah tanggal 4 November
2012Prothombin Time (PT) 11,8/11,6( 1,017 detik) dan fibrinogen 449,8. Hasil
AGD tanggal 6 November 2012 : pH 7.365, pCO2 49.5, pO2 46.9, HCO3 28.2,
total CO2 29.8, Bases excess 5.20, Standar HCO3 26.2, BE 2.4 dan O2 saturasi
80,5. Pasien masih terpasang NGT diit MC 6x250 ml.
Intervensi : monitoring status neurologi, peningkatan perfusi serebral, stimulasi
kognitif dan manajemen obat dilanjutkan. Pasien rencana akan dilakukan
pemeriksaan ulang koagulasi darah, untuk indikasi terapi heparin lagi 10.000
ui/24 jam.

b. Ny.S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap ketidakefektifan bersihan


jalan nafas. Ditandai dengan frekuensi nafas 18 kali/menit, reflek batuk lemah,
irama teratur, tidak ada penggunaan otot asesori pernafasan, bunyi nafas
vesikuler di paru kanan, paru kiri ronki halus basah berkurang. Rongga mulut
bersih, pasien makan dengan posisi duduk bersandar 60-80 derajat. Diit MC 6
x 250 ml. Intervensi : posisi duduk tinggi setelah makan, menjaga kebersihan
mulut 2 kali sehari, terapi antibiotik sesuai program, foto dada ulang.

c. Ny.S menunjukkan perilaku tidak adaptif terhadapgangguan menelan. Pasien


masih terpasang NGT dengan diit MC 6x250 ml + air putih 6 x 100 per hari.,
pasien terlihat cendrung tidur. Saat dicoba minum air per oral , pasien masih

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


64

tersedak, reflek batuk dan muntah lemah. Intervensi : pencegahan aspirasi dan
terapi menelan, kaji RAPIDS siapkan pasien untuk dilakukan aroma terapi
dengan minyak lada hitam, kolaborasi dengan terapi wicara untuk stimulasi
dan latihan menelan.

d. Ny. S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap hambatan mobilitas fisik..


Ny.S sudah mampu miring sendiri ke arah kanan dengan perpegangan pada
pembatas tempat tidur kanan, miring ke arah kiri dibantu oleh keluarga. Derajat
kekuatan otot sulit dinilai kesan hemiparese dekstra. Bartel indeks 4/20, semua
pemenuhan ADL dibantu oleh orang lain (suami dan perawat).Intervensi :
rubah posisi setiap 2 jam, ROM pasif, evaluasi kemampuan mobilisasi,
kolaborasi dengan fisioterapi, melibatkan keluarga dalam mobilisasi dan ROM
pasien.

e. Ny.S menunjukkan perilaku tidak adaptif terhadap hambatan komunikasi


verbal. Pasien tidak atensi dengan lingkungan, tetapi kontak mulai adekuat,
bila diajak bicara pasien hanya menatap sebentar dan tidak ada respon, belum
mampu memahami simbol atau gambar yang ditunjukkan.
Intervensi : penguatan komunikasi dilanjutkan, melibatkan keluarga dalam
stimulasi kognitif dan bicara pasien.

f. Ny.S menunjukkan perilaku adaptif terhadap risiko kerusakan integritas kulit.


Tidak ada kemerahan, lecet, lesi pada kulit. Skala Norton : 9 (risiko tinggi
dekubitus). Kebersihan diri baik. Kondisi linen bersih dan rapi.
Intervensi : rubah posisi per 2 jam, perawatan kulit dan masase dengan minyak
kelapa. Intake cairan minimal 2 sampai 2,5 liter per hari.

3.1.4.2 Fase Akut setelah 14 hari perawatan (14 November 2012)


a. Ny. S menunjukkan perilaku adaptif sebagaian terhadap ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral. Ditandai dengan kontak dengan lingkungan mulai
adekuat, GCS E4M6V afasia, motorik kesan hemiparese dextra, sensorik
belum bisa dikaji, pupil isokor 3mm/3mm, refleks (+/+), TD 140/80 mmHg,
nafas 18x/menit reguler, suhu 37oC, nadi 80x/menit, pasien bisa mengikuti

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


65

duaperintah sederhana, seperti mengangkat tangan kiri dan menggerakkan,


membuka mulut tetapi respon lambat.Terapi Heparin tanggal 8 November
dihentikan karena ada perdarahan urin. Sakit kepala (+) terlihat dari perilaku
non vebal meringis dan memegang kepala, sambil menarik-narik rambut.
Hasil laboratorium tanggal 11 November 2012 : DPL dan elekrolit dalam batas
normal, koagulasi PT 11,8/11,9 (0,99 detik), APTT 32,8/31,6 (1,037 detik).
AGD normal. Intervensi : kolaborasi cek koagulasi darah PT/APTT, lanjutkan
monitoring status neurologi, peningkatan perfusi serebral dan stimulasi
kognitif. Siapkan pasien untuk pemeriksaan TEE dan CT Scan ulang.

b. Ny.Smenunjukkan perilaku adaptif sebagian terhadap ketidakefektifan bersihan


jalan nafas. Ditandai dengan frekuensi nafas 18 kali/menit, reflek batuk lemah,
irama teratur, tidak ada penggnaan otot asesori pernafasan, bunyi nafas
vesikuler di kedua lapang paru. Rongga mulut bersih, pasien makan dengan
posisi duduk bersandar 60-80 derajat. Diit MC 6 x 250 ml, dan tetap duduk
sampai 30 menit setelah makan. Hasil foto thoraks ulang tanggal 14 November
2012 : infiltrat di kedua lapang paru berkurang. Intervensi : manajemen jalan
nafas, pemberian terapi sesuai program dokter.

c. Ny. S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap gangguan menelan.


Ditandai dengan masih terpasang NGT dengan diit MC 6x250 ml + air putih 6
x 100 per hari. Pasien sudah minum air per oral beberapa sendok , pasien masih
tersedak, ada reflek batuk dan muntah. Nilai RAPIDS belum bisa dikaji, pasien
belum kooperatif untuk membuka mulut.Intervensi : pencegahan aspirasi dan
terapi menelan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk kombinasi diit ½ bubur sum-
sum dan ½ MC, pasien disiapkan untuk dilakukan aroma terapi dengan minyak
lada hitam, kolaborasi dengan terapi wicara untuk stimulasi dan latihan
menelan.

d. Ny. S menunjukkan perilaku adaptif sebagaian terhadap hambatan mobilitas


fisik, . Ny.S sudah mampu miring sendiri ke arah kanan dengan perpegangan
pada pembatas tempat tidur kanan, miring ke arah kiri dibantu oleh keluarga.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


66

ଵଵଵଵ/ହହହହ
Derajat kekuatan otot : ଵଵଵଵ/ହହହହ, kesan hemiparese dekstra. Bartel indeks 4/20,

semua pemenuhan ADL dibantu oleh orang lain (suami dan perawat).Pasien
sudah mampu duduk bersandar 60-90 derajat selama 30-45 menit,
Intervensi : lanjutkan perubahan posisi anti dekubitus setiap 2 jam dan latihan
duduk tanpa sandaran dan latihan keseimbangan duduk sesuai program
fisioterapi.

e. Ny.S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap hambatan komunikasi


verbal. Ditandai dengan pasien sudah ada atensi dengan lingkungan, kontak
mulai adekuat, bila diajak berkomunikasi pasien mampu berespon mengangguk
dan menggeleng atau, belum mampu memahami simbol atau gambar yang
ditunjukkan. Mulai bisa menyebut huruf “ a a a” tetapi suara tidak begitu jelas.
Intervensi : penguatan komunikasi dilanjutkan, melibatkan keluarga dalam
stimulasi kognitif dan bicara pasien.

f. Ny S menunjukkan perilaku adaptif terhadap risiko gangguan integritas kulit.


Ditandai dengan tidak ditemukannya lesi, kemerahan dan lecet di pada kulit.
Skala Norton : 11 (risiko tinggi dekubitus). Kebersihan kulit baik, Kondisi
linen bersih dan rapi.
Intervensi : rubah posisi per 2 jam, perawatan kulit dan masase dengan minyak
kelapa. Intake cairan minimal 2-2,5 liter per hari.

g. Ny S belum menunjukkan perilaku adaptif terhadap inkontinensia urin reflek.


Pasien masih terpasang foley kateter dan diaper, belum mampu merasakan
dorongan berkemih. Jumlah urin 1550-2000 cc/hari, warna jernih kekuningan,
bau aromatik. Tidak ditemukan gejala infeksi saluran kemih. Area di sekitar
genitalia bersih. Intervensi : pertahankan kepatenan pemasangan kateter urin,
kebersihan area genetalia. Intake cairan 2-2,5 liter.

h. Keluarga Ny. S (suami) menunjukkan perilaku adaptif terhadap kesiapan


meningkatkan proses keluarga. Ditandai keluarga mengatakan “ walau kondisi
ibu seperti ini, saya harus menunggui setiap hari dan ijin tidak masuk kerja

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


67

sampai gaji saya dipotong, tidak masalah bagi saya, karena Saya sangat
menyayangi ibu, sudah 30 tahun kami ber-rumah tangga, ingin jalan-jalan lagi
berdua seperti dulu, benarkan bu... ”.
Intervensi : berikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan pasien
dan rencana tindakan selanjutnya dan apa peran keluarga. Libatkan keluarga
(khusunya suami sebagai caregiver informal) dalam discharge planningpasien.

3.1.4.3 Fase Sub Akut

Setelah 1 bulan perawatan ( tanggal 30 November 2012), hasil evaluasi :

a. Ny. S menunjukkan perilaku adaptif sebagaian terhadap ketidakefektifan


perfusi jaringan serebral. Kontak dengan lingkunganadekuat, GCS E4M6V
ଵଵଵଵ/ହହହହ
afasia, motorik kesan hemiparese dextraଵଵଵଵ/ହହହହ, sensorik belum bisa dikaji,

pupil isokor 3mm/3mm, refleks (+/+), TD 120/80 mmHg, nafas 18x/menit


reguler, suhu 36,5oC, nadi 78x/menit, pasien bisa mengikuti lebih dari dua
perintah sederhana, seperti mengangkat tangan kiri dan menggerakkan tangan
kanan (lemah) dengan tangan kiri (normal). Mulai berespon dengan tersenyum
dan mengangguk bila dipanggil nama. Tidak ada keluhan sakit kepala. NIHSS
saat evaluasi 11 (saat masuk 19).
Intervensi :, lanjutkan monitoring status neurologi, peningkatan perfusi serebral
dan stimulasi kognitif. Siapkan untuk CT Scan ulang.

b. Ny.Ssudah menunjukkan perilaku adaptif terhadap ketidakefektifan bersihan


jalan nafas. Ditandai dengan frekuensi nafas 18 kali/menit, refleks batuk kuat,
irama teratur, tidak ada penggnaan otot asesori pernafasan, bunyi nafas
vesikuler vesikuler di kedua lapang paru. Rongga mulut bersih, pasien makan
dengan posisi duduk bersandar 60-80 derajat. Diit MC 6 x 250 ml, dan tetap
duduk sampai 30 menit setelah makan. Oksigen tambahan sudah dilepas. AGD
dalam batas normal.

c. Ny. S sudah menunjukkan perilaku adaptifterhadap gangguan menelan. NGT


sudah dilepas, 1/2 nasi tim dan ½ makanan cair 3x250 cc, air putih 6 x 100 per
hari. Pasien sudah minum air per oral, terdapat releks batuk dan tidak ada

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


68

muntah. Nilai RAPIDS saat ini 87, sebelum aroma terapi dengan minyak lada
hitam nilai RAPIDS 78.
Intervensi :Stimulasi dengan minyak lada hitam dan latihan menelan sesuai
program terapis dilanjutkan.

d. Ny. S menunjukkan perilaku adaptif sebagian terhadap hambatan mobilitas


fisik. Ditandai denan Ny.S sudah mampu duduk sendiri tanpa sandaran dengan
berpegangan pada pembatas tempat tidur, dan bagian tubuh kanan dibantu oleh
ଵଵଵଵ/ହହହହ
keluarga. Derajat kekuatan otot : , kesan hemiparese dekstra. Bartel
ଵଵଵଵ/ହହହହ

indeks 4/20, semua pemenuhan ADL dibantu oleh orang lain (suami dan
perawat). Intervensi : lanjutkan perubahan posisi anti dekubitus setiap 2 jam
dan latihan duduk tanpa sandaran dan latihan keseimbangan duduk sesuai
program fisiterapi.

e. Ny.S menunjukkan perilaku adaptif sebagian terhadap hambatan komunikasi


verbal. Ditandai dengan pasien sudah ada atensi dengan lingkungan, kontak
mulai adekuat, bila diajak berkomunikasi pasien mampu berespon mengangguk
dan menggeleng atau, sudah mampu memahami simbol atau gambar yang
ditunjukkan. Mulai bisa menyebut suku kata“ ma ma ma ma....pa pa pa pa, bis
mil lah ” suara tedengar cukup jelas. Gerakan mulut masih kurang simetris.
Intervensi : penguatan komunikasi dilanjutkan, melibatkan keluarga dalam
stimulasi kognitif dan bicara pasien.

f. Ny S sudah menunjukkan perilaku adaptif terhadap risiko gangguan integritas


kulit. Tidak ditemukan lesi, kemerahan dan lecet pada kulit. Skala Norton : 11
(risiko tinggi dekubitus). Kebersihan kulit baik, Kondisi linen bersih dan rapi.
Intervensi : rubah posisi per 2 jam, perawatan kulit dan masase dengan minyak
kelapa. Intake cairan minimal 2-2,5 liter per hari.

g. Ny. S menunjukkan perilaku tidak adaptif terhadap inkontinensia urin refleks,


Ny S. masih terpasang Foley kateter dan diaper, pasien belum mampu
merasakan dorongan berkemih. Warna jernih kekuningan, bau aromatik. Tidak

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


69

ditemukan gejala infeksi saluran kemih. Area di sekitar genitalia bersih.


Intervensi : anjurkan keluarga mengganti diaper teratur 2-3 sehari, menjaga
personal higine pasien. Intake cairan 1,5 – 2 liter/hari.

h. Kesiapan meningkatkan proses keluarga. Keluarga Ny. S (suami)sudah


menunjukkan perilaku adaptif terhadap kondisi kesehatan Ny.S. keluarga
mengatakan “ saya siap merawat ibu, bagi saya yang penting ibu sembuh. Saya
akan ikuti semua saran petugas di sini, tolong ingatkan kalau saya ada yang
lupa ya Sus ”.
Intervensi : berikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan pasien
dan rencana tindakan selanjutnya dan apa peran keluarga. Libatkan keluarga
(khususnya suami sebagai caregiver informal) dalam discharge planning.

3.2 Pembahasan Kasus Stroke Iskemik pada Ny. S


3.2.1 Model Adaptasi Fisiologis

Terganggunya suplai oksigen ke otak menimbulkan berbagai masalah


keperawatan pada Ny. S, seperti ; ketidakefektifan perfusi jaringan serebral,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, gangguan menelan, risiko aspirasi,
hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, risiko kerusakan
gangguan integritas kulit, inkontinesia urin refleks, peningkatan proses keluarga.

3.2.1.1 Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


Tidak efektifnya suplai darah ke otak pada Ny.S. disebabkan stimulus fokal :
tersumbatnya arteri karotis atau vertebra oleh emboli yang berasal dari jantung.
Stimulus kontekstual : hasil TTE tanggal 5 November 2012 dan TEE tanggal 29
November 2012 menunjukkan kelainan katup jantung yaitu Mitral stenosis derajat
sedang. Dari hasil wawancara dengan keluarga, pasien tidak pernah menderita
hipertensi, diabetes, sakit jantung, tidak ada riwayat stroke keluarga.

Menurut Misbach (2011) adapun kelainan jantung yang sering menjadi faktor
risiko dan penyebab stroke antara lain Infark Miokard Akut, Atrial Fibrilasi,
penyakit jantung iskemik, kelainan katup mitral, kelainan katup aorta dan
penyakir jantung jantung kongestif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh ASNA

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


70

Stroke Epiodemiological Study 1996, faktor risiko jantung yang menyebabkan


stroke adalah Atrial Fibrilasi 6%, penyakit jantung iskemik 19%, kelainan katup
mitral 3%, kelainan katup aorta 0,6% dan penyakit jantung kongesti 4%.

Mitral stenosis adalah merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang
akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri. Sehingga menyebabkan pembesaran atrium kiri, denyut jantung
menjadi cepat dan tidak teratur (Atrium fibrilasi). Kondisi ini menyebabkan
terbentuknya embolus yang menyumbat arteri di otak. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitral. Biasanya
bekuan yang sangat kecil, fragmen-fregmen embolus dari jantung mencapai otak
melalui arteri karotis atau vertebralis, sehingga gejala yang timbul bergantung
pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa bekuan berjalan di
percabangan arteri tersangkut (Price & Wilson, 2006).

Dari klinis pasien kemungkinan pasien mengalami infark otak luas yaitu tipe
Total Anterior Circulation Infarct (TACI), dengan gambaran klinis hemiparese
dengan gangguan sensorik dan hemianopia (kontralateral sisi lesi), ganggua fungsi
luhur seperti disfasia, gangguan visuospasial, hemineglect, agnosia dan apraxia
(Misbach, 2011). Sesuai dengan Pasien Ny. S yang cenderung tidur, acuh dengan
lingkungannya, hanya mampu mengikuti satu perintah, tersedak bila makan
terutama minum.

Menurut Misbach (2011), stroke infark tipe TACI ini kemungkinan disebabkan
oleh adanya emboli kardiak atau trombus arteri ke arteri, oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui fungsi kardiak untuk
mengeksplorasi faktor risiko pasien seperti EKG dan foto toraks. Jika
pemeriksaan ke arah emboli arteri ke arteri normal (bruit leher negatif dan dupleks
karotis normal), maka dipertimbangkan untuk pemeriksaan ekokardiografi.

Otak membutuhkan aliran darah 50-60cc/100gram/menit. Tersumbatnya arteri ini


menyebabkan jaringan otak tidak mendapat mendapat suplai oksigen yang cukup.
Bila hal ini turun sampai <15cc/100gram/menit maka aktivitas listrik neuron
terhenti tetapi struktur sel masih baik sehingga gejala klinis masih reversibel. Bila

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


71

penurunan aliran darah semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak
yang disebut infark. Jadi infark timbul karena iskemik otak yang lama dan parah
dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang reversibel, sehingga
menimbulkan gangguan neurologis (Gofir, 2009).

Posisi kepala harus dielevasikan 30 derajat bisa memfasilitasi peningkatan aliran


darah ke otak dan memaksimalkan oksigen ke jaringan otak. Posisi ini juga baik
untuk pasien berisiko aspirasi atau penyumbatan jalan nafas akibat disfagia.
Posisi ini dapat mencegah kerusakan aliran vena melalui vena jugularis (Smeltzer
& Barre, 2002).

Menurut Summers (2009), pemberian oksigen tambahan pada pasien stroke


adalah untuk mencegah terjadii hipoksia. Memaksimalkan oksigenasi pada semua
pasien stroke akut sudah dilakukan pada sebuah penelitian quasi-randomized trial
dan tidak ditemukan manfaat penambahan oksigen kecuali bila pasien mengalami
hipoksia. Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk mencegah hipoksia adalah
mempertahankan PaO2 lebih dari 60 mmHg, memantau AGD, mempertahankan
kepatenan jalan nafas.

Menurut Summers (2009), memonitor saturasi oksigen akan menurunkan risiko


defisit neurologik karena hipoksemia. Pemberian oksigen tambahan 2-4
liter/menit direkomendasikan untuk saturasi oksigen <92%. Bila saturasi oksigen
92% tidak bisa dipertahankan maka perlu pemeriksaan AGD dan foto toraks
ulang. Bila tidak ditemukan hipoksemia maka oksigen tambahan tidak diperlukan.
Pada saat serangan stroke pada Ny S, pasien mengalami kelemahan pada sisi
tubuh terutama tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan. Menurut Smeltzer,
Bare, Hinkle dan Kerry (2010) gangguan motorik yang paling banyak pada stroke
adalah hemiplegia yang disebabkan oleh adanya lesi di sisi berlawanan dari otak.
Gejala lain adalah hemiparese dan kelemahan salah satu sisi tubuh. Stroke
menimbulkan lesi di Upper Motor Neuron (UMN) dan menghilangnya kontrol
volunter terhadap gerakan motorik.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


72

Fungsi otak yang terganggu lainnya adalah berbahasa dan berkomunikasi. Stroke
paling banyak menyebabkan afasia. Afasia adalah kehilangan daya berbahasa.
Menurut Markam (2009) afasia broca terjadi bila pusat wicara di girus frontalis
inferior hemisfer kiri mengalami kerusakan, penyebab tersering adalah gangguan
peredaran darah di daerah ini. Hal ini sesuai dengan Ny. S, pada saat dipanggil
pasien juga tidak mampu berbicara dan bibir terlihat mencong ke kanan. Mula-
mula pasien tidak bicara sama sekali, kemudian setelah menjalani perawatan
selama satu bulan pasien mulai berbicara lagi tetapi lebih sedikit dari biasanya,
tidak lancar dan tidak mengikuti aturan tata bahasa.

Misbach (2011) juga mengatakan bahwa saraf otak yang paling sering terkena
pada stroke adalah N VII (Nervus Fasial ) dan N XII (Nervus hipoglosus) tipe
sentral yang ditandai dengan mulut mencong dan bicara pelo.

Ny. S terkena stroke ketika sedang tidur. Menurut Price & Wilson, 2006, sebagian
besar stroke terjadi saat tidur, hal ini disebabkan oleh saat tidur pasien mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Penyebab lain adalah kebiasaan tidur
mengorok dapat mengakibatkan terjadinya serangan stroke. Hal ini karena
terganggunya jalan nafas saat tidur, sehingga mengganggu aliran darah ke paru-
paru, jantung dan otak. Kadar oksigen dalam darah turun (hipoksemia). Gangguan
ini dapat menyebabkan terjadinya stroke, serangan jantung maupun mati
mendadak pada waktu tidur (Sutrisno, 2009).

Pada anamnesa dengan keluarga juga diketahui bahwa pasien mengkonsumsi


kontrasepsi oral selama 13 tahun, tetapi keluarga tidak mengetahui jenis pil KB
yang dipakai. Menurut Sutrisno (2007), bahwa penggunaan kontrasepsi oral
dapat menyebabkan stroke iskemik, hal ini disebabkan oleh hormon yang
terkandung dalam pil ini menjadikan darah menjadi lebih kental, sehingga dapat
menyebabkan gumpalan darah, dan menyumbat arteri ke otak. Risiko ini
meningkat pada wanita perokok usia di atas 30 tahun dan pil yang mengandung
estrogen dan progesteron.

Menurut Hickey (2003) bahwa arteri yang paling sering tersumbat adalah left
middle cerebral artery, karena arteri ini merupakan pembuluh darah yang relatif

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


73

lurus dan menyediakan jalan yang kecil bagi embolus. Arteri ini merupakan arteri
terbesar, terbagi dan bercabang untuk memasok darah sebagian besar daerah
permukaan lateral lobus frontalis, parietalis dan temporalis termasuk korteks
motorik, korteks sensorik, insula dan korteks audiorik (Misbach, 2011).
Perkembangan iskemik sangat cepat dengan defisit maksimal terjadi dalam
beberapa menit. Kondisi ini sesuai dengan manifestasi klinis yang dialami Ny.S
yaitu kelemahan pada sisi tubuh sebelah kanan, gangguan fungsi luhur, disfagia,
parese N VII dan XII dekstra. Hal ini sesuai dengan lesi pada otak berlawanan
dengan sisi tubuh yang mengalami gangguan (Lewis, Dirksen, Heitkemper,
Bucher, Camera, 2011).

Walaupun CT Scan Kepala Ny. S pada saat masuk tanggal 30 Oktober 2012
adalah normal (tidak ada infark, perdarahan maupun SOL intrakranial), tetapi
gejala klinis yang ditemukan menunjukkan kalau Ny. S mengalami infark otak
luas. CT Scan kepala normal ini mungkin saja terjadi, karena pemeriksaan CT
Scan dilakukan 4 jam setelah onset stroke.

Menurut Rasyid (2007) bahwa pada fase hiperakut, CT Scan belum mampu
mendeteksi iskemik selama waktu 6-12 jam setelah kejadian. Dalam Sustrisno (
2007) juga dikatakan, CT Scan tidak bisa mendeteksi stroke sebelum beberapa
hari yang kerusakannya masih terlalu kecil atau kerusakan terletak di otak kecil
atau di serebelum atau di batang otak, maka CT Scan memang tidak bisa
menentukan seketika jenis gangguan. Misbach (2011) juga mengatakan bahwa 8%
kasus Stroke iskemik mempunyai gambaran CT Scan normal.

Hasil pemeriksaan EKG Ny. S tanggal 30 Oktober 2012 menunjukkan Left


Ventricle Hyperthropy (LVH) dan foto toraks tanggal 30 Oktober 2012
menunjukkan kardiomegali dan pneumonia. Pembesaran jantung ini kemungkinan
disebabkan oleh terjadinya penyempitan pada lubang katup mitral yang
menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel.
Dari hasil anamnesa dengan keluarga Ny. S, tidak diperoleh riwayat sakit jantung
reumatik pada Ny. S, tetapi keluarga mengatakan, Ny.S sering mengeluh batuk

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


74

dan demam, sesak nafas dan dada berdebar-debar, tetapi tidak pernah
diperiksakan karena Ny.S merasa keluhan itu tidak mengganggu aktifitasnya.
Pasien hanya membeli obat batuk di warung, lalu merasa sembuh.

Aktivitas keperawatan yang dilakukan pada Ny S untuk memperbaiki perfusi


serebral adalah memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, oksigen 3 liter/menit
per nasal kanul, memonitor NIHSS, memberikan terapi neuro protektan Citicholin
2x1000mg IV, memberikan antikoagulan Heparin 10.000/24 jam, memberikan
antiplatetelet ascardia 1x80 mg, memonitor adanya keluhan sakit kepala,
memonitor pemeriksaan darah PT dan PTT. Memonitor status saturasi oksigen,
memonitor efek samping obat.

Pada minggu pertama perawatan pasien cenderung tidur dan apatis. Dari
pemeriksaan hemoglobin terlihat penurunan yaitu 11,5 gr/dL dan 10,5
gr/dL.Menurut Misbach (2011), hemoglobin rendah menyebabkan kapasitas darah
turun dan hipoksia serebral dengan kemungkinan konfusi. Jika hemoglobin di atas
normal besar kemungkinan terbentuk klot, sumbatan pembuluh darah, lebih jauh
akan terjadi iskemia dan perubahan kesadaran gangguan kognisi.Selain
hemoglobin, gas darah juga berdampak terhadap kognitif dan kesadaran. PaCO2
berdampak pada darah aretri dan PaO2 berdampak pada aliran darah otak.

Melakukan monitor neurologi pada stroke menggunakan skala National Institute


Health Stroke Scale (NIHSS) adalah penting. Monitor dilakukan dua kali yaitu
pada saat pasien masuk (hari pertama perawatan) dan saat pasien akan
meninggalkan ruang perwatan. Perbedaan nilai saat masuk dan keluar, dapat
menjadikan patokan keberhasilan perawatan (Misbach, 2011). NIHSS
memberikan informasi prognostik yang bisa dinilai dan berhubungan dengan
volume infark. Pasien dengan nilai NIHSS <10 lebih baik keluarannya dibanding
nilai NIHSS >20. NIHSS juga berguna untuk menyusun kebutuhan discharge
planning pasien bersama keluarga (Summers, 2009).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


75

Pada hari kedua perawatan (tanggal 1 November 2012). Pasien diberi terapi
antikoagulan Heparin 10.000 ui/24jam. Menurut Machfoed, Hamdan, Machin,
dan Wardah (2011), antikoagulan dan antiplatelet adalah terapi untuk mencegah
terjadinya trombus pada arteri kolateral. Antikoagulan dipergunakan untuk stroke
emboli yang embolinya berasal dari jantung, antikoagulan berfungsi untuk
mencegah terjadinya stroke emboli pada arteri kolateral dan tidak melisis trombus
pada arteri yang telah mengalami penyumbatan akibat emboli sebelumnya. Obat
yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (R/lovenox), warfarin atau
golongan Low-Weight Molleculer Heparin (LMWH). Dalam Misbach (2011)
efek heparin adalah menginhibisi faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil
pembentukan fibrin dan propagasi trombus. Sedangkan antiplatelet diberikan pada
kasus stroke iskemik trombotik, untuk mencegah terjadinya trombus seperti
asetosal, clopidogrel, cilostatol dan dipiridamol.

Terapi heparin hanya diberikan ± 15 jam, lalu terapi ini dihentikan, karena Ny. S
mengalami hematuri. Hal ini kemungkinan disebabkan efek samping heparin.Pada
pasien yang mendapat heparin APTT memanjang karena heparin meningkatkan
aktivitas antitrombin dalam menetralkan faktor pembekuan yang tergolong
protease serin, sehingga memudahkan terjadi perdarahan. Misbach (2011) heparin
berisiko menyebabkan perdarahan intraserebral yang cepat terutama pada orang
tua, hipertensi berat dan infark yang luas. Oleh karena itu pemeriksaan PT dan
APTT rutin penting dilakukan pada pasien yang sedang mendapat antikoagulan
oral atau heparin.

Ny. S juga mendapat terapi Citicholin 2x1000mg intra vena. Memberikan terapi
terapi neuroprotektan bertujuan untuk mencegah dan memblok proses yang
menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat ini berperan
menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat
kaskade iskemik. Kaskade meliputi kegagalan homeostasis kalsium, produkdi
berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmiter, edema serebral, reaksi inflamasi
oleh leukosit dan obstruksi mikrosirkulasi. Citicholin juga bertujuan untuk
memperbaiki aliran darah otak serta metabolisme regional di daerah iskemia otak,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


76

disamping juga itu menghambat proses sitotoksik yang merusak sel saraf dan sel
glia pada area penumbra. Proses delayed neuronal injury ini berkembang penuh
setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10 hari (Misbach, 2011).

3.2.1.2 Ketidakefektifaan Bersihan Jalan Nafas


Merupakan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahakan bersihan jalan nafas. Faktor yang
mempengaruhi berupa lingkungan, obstruksi jalan nafas dan fisiologis seperti
disfungsi neuromuskular dan infeksi paru pneumonia yang dialami Ny. S.

Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh


mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Mikroorganisme ini
masuk ke dalam paru melalui inhalasi udara dan atmosfer, juga dapat melalui
aspirasi nasofaring atau orofaring, perkontinuitatum dari daerah sekitar paru
ataupun melalui penyebaran secara hematogen. Peradangan ini menimbulkan
akumulasi cairan di dalam paru-paru Djojodibroto (2009). Pneumoni yang dialami
Ny. S sudah diketahui sejak masuk RS, hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kebersihan lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

Bila akumulasi lendir bertambah maka akan menghambat jalan nafas. Selain
kondisi disfgia dan lemahnya refleks batuk juga dapat menyebabkan penumpukan
lendir yang dapat menyebabkan jalan nafas tidak lancar. Memberikan posisi
kepala 30 derajatpada Ny. S diharapakan dapat memaksimalkan pengembangan
paru. Melakukan fisioterapi dada bertujuan untuk mengalirkan akumulasi cairan
dan perawatan mulut diharapkan dapat meminimalisasi infeksi yang masuk ke
saluran pernafasan. Menurut Kelly et al (2010), perawatan mulut bagi pasien
stroke, gangguan spasial, kognitif, keseimbangan duduk dan kelemahan
ekstermitas, karena kebersihan mulut yang jelek dapat meningkatkan kejadian
aspirasi pneumonia dan Candida mulut.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


77

3.2.1.3 Gangguan Menelan


Gangguan menelan Ny. S diketahui sejak awal masuk, salah satunya dengan
menggunakan Acute Stroke Dysphagia Screen (ASDS). Ny. S mengalami juga
penurunan kesadaran, kontrol batuk terganggu, afasia dan infeksi paru (hasil foto
thoraks tanggal 30 Oktober 2012). Kondisi ini mendukung munculnya masalah
disfagia pada Ny.S. Menurut Misbach (2011), kemungkinan gangguan menelan
harus diperhitungkan pada keadaan seperti stroke berat ( kesadaran menurun,
kelumpuhan berat dan ataksia trunkal), disfasia hemineglek dan hemianopia, usia
tua, kegelisahan, paresis diafragma, kontrol batuk terganggu, suara serak, bicara
berat, infeksi paru, sensasi faring yang berkurang.

Aktifitas keperawatan pada Ny. S dengan gangguan menelan adalah, melakukan


skrining gangguan menelan dengan instrumen (ASDS), memonitor tingkat
kesadaran, mengkaji status menelan dengan instrumen The Royal Adelaide
Prognostic Index For Dysphagic Stroke(RAPIDS), mengecek penempatan dan
residu NGT sebelum pemberian makanan cair, melakukan teknik kompensatori
saat makan tanpa NGT, memberikan stimulasi refleks menelan dengan
aromaterapi minyak lada hitam, melakukan latihan otot-otot mengunyah dan
menelan.

Acute Stroke Dysphagia Screen (ASDS) merupakan instrumen skrining disfagia


yang digunakan tenaga kesehatan termasuk perawat untuk mendeteksi adanya
kesulitan menelan pada pasien stroke secara cepat dan akurat. ASDS ini juga
reliabel dan sensitif untuk mendeteksi risiko aspirasi pada pasien stroke akut
(Edmiaston, Connor, Loehr dan Nassief, 2009). Dari skrining yang dilakukan hari
kedua onset stroke diketahui bahwa Ny. S mengalami disfagia, sehingga pasien
makan dan minum per NGT dilanjutkan.

Gangguan menelan menyebabkan pasien berisiko aspirasi, penumonia, dehidrasi


dan malnutrisi. Pada kondisi ini pasien diberikan alternatif teknik menelan, seperti
makanan ukuran kecil, pada awal berikan makanan mudah ditelan, mulai makanan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


78

yang lebih kental, berikan pasien posisi duduk tinggi saat makan, dan menekuk
wajah ke arah dada untuk memudahkan menelan.

The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke(RAPIDS) adalah


sebuah alat skrining spesifik bagi disfagia dan risiko aspirasi yang signifikan bagi
pasien dengan gangguan menelan. RAPIDS test bisa memprediksi disfagia yang
memanjang dengan spesificiti (92%) dalam 24-48 jam pertama masuk. Faktor
klinikal digunakannya pengkajian RAPIDS ini adalah desain yang sederhana dan
mudah untuk dilakukan di ruang rawat dan tidak membutuhkan prosedur invasif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa RAPIDS test valid dalam memprediksi
disfagia memanjang pada stroke akut (Broadley, dkk, 2005).

Memberikan stimulasi refleks menelan dengan aromaterapi minyak lada hitam


pada Ny. S, dengan frekuensi 3 kali sehari masing-masing selama 1 menit
sebelum makan. Stimulasi dilakukan selama 15 hari. Pada penilaian fungsi
menelan Ny. S diperoleh nilai RAPIDS mengalami peningkatan dari 78 menjadi
87. Hal ini menunjukkan ada perbaikan fungsi menelan pada pasien setelah
pemberian stimulasi inhalasi dengan minyak lada hitam.

Menurut Ebihara (2006), stimulasi olfaktori dengan menggunankan minyak lada


hitam dapat meningkatkan fungsi menelan pasien pasca stroke. Stimulasi ini
identik dengan aromaterapi. Stimulasi olfaktori ini diberikan sebanyak tiga kali
sehari selama 1 menit sebelum makan. Sebelum intervensi, dilakukan penilaian
RAPIDS dan pada akhir terapi (ketika pasien akan pulang) dilakukan pemeriksaan
RAPIDS ulang.

Menurut Ebihara, disfagia terjadi karena adanya infark di daerah basal ganglia,
dimana korteks insular memainkan peranan penting dalam disfagia. Hipoperfusi
pada korteks insular berhubungan dengan kejadian aspirasi penumonia. Korteks
insular juga berperan penting pada nafsu makan. Rasa lapar diasosiasikan dengan
peningkatan aliran darah serebral atau Cerebral Blood Flow (CBF) dalam korteks
insular. Lebih jauh stimulus rasa lapar, farmakologi dan nonfarmakologi bisa

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


79

meningkatkan aliran darah ke korteks insular. Stimulus dengan minyak lada hitam
ini dapat meningkatkan dan memperbaiki aliran darah di sana. Minyak lada hitam
merupakan salah satu rangsangan yang kuat yang dapat menjadi intervensi untuk
meningkatkan menelan pasien dan mencegah aspirasi pneumonia (Ebihara, et all,
2006).

3.2.1.4 Hambatan Mobilitas Fisik


Aktivitas keperawatan untuk mengatasi masalah hambatan mobiltas fisik pada Ny.
S adalah bedrest pada awal fase akut dan mobilisasi bertahap bila hemodinamik
stabil, memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, melakukan mobilisasi dini,
memberikan posisi yang tepat (seperti memberikan sokongan ekstremitas yang
lemah lebih tinggi dari daerah proksimal dengan menempatkan bantal di bawah
lengan dan kaki, dengan posisi tangan dan kaki netral, posisi jari dan tangan
supinasi). Merubah posisi setiap 2-3 jam (miring ke kanan dan kiri serta
telentang), melakukan Range of Motion (ROM) pasif dan aktif, melibatkan
keluarga dalam ROM dan ambulasi.

Pasien dengan hemiplegie mengalami paralisis pada satu sisi tubuh. Bila kontrol
otot volunter hilang, kekuatan otot fleksor menekan kontrol ekstensor. Lengan
cenderung adduksi (otot adduktor lebih kuat dari abduktor) dan berotasi internal.
Siku dan jari-jari cenderung fleksi. Efek pada kaki, kaki cendrung rotasi ekternal
pada paha dan fleksi pada lutut, dan kaki pada sendi pergelangan kaki supinasi
dan cenderung menjadi plantar fleksi.

Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever (2010), posisi yang benar
diperlukan untuk mencegah kontraktur, menurunkan tekanan, mempertahankan
body alignment yang baik dan mencegah neuropati, mencegah fleksi ekstremitas
dan mempertahankan posisi yang baik selama tidur.

Menurut Summers dkk (2009), pasien stroke pada awalnya dipertahankan istirahat
di tempat tidur selama 48-72 jam pertama, kepala tempat tidur ditinggikan 30
derajat. Bila hemodinamiknya stabil maka mobilisasi ditingkatkan. Mobilisasi dini

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


80

menurunkan risiko atelektasis, pneumonia, DVT dan embolisme paru. Komplikasi


akibat immobilisasi menyebabkan kematian sebanyak >51% dalam 30 hari
pertama stelah stroke iskemik. Immobilisasi juga bisa menyebabkan kontraktur,
komplikasi ortopedi, atropi dan penekanan saraf. Perawat harus mengkaji
deformitas akibat efek samping seperti adduksi bahu dan subluksasi. Hal ini bisa
dicegah dengan menghindari menarik tangan dan bahu saat merubah posisi
pasien. Intervensi keperawatan seperti ROM dan teknik posisi bisa mencegah
kontraktur sendi dan atropi. Latihan dilakukan 4 sampai 5 kali sehari.

Menurut Tseng, Chen, Wu dan Lin (2006) dalam penelitiannya tentang Effect of a
Range of Motion Exercise Programme pada pasien stroke, menyimpulkan bahwa
program latihan ROM yang diberikan perawat membangkitkan efek positif dalam
memperkuat fungsi fisik dan psikologik pasien stroke yang terbaring di tempat
tidur. Dalam penelitian ini juga ditemukan peningkatan signifikan joint angle.
fungsi aktivitas, persepsi nyeri dan menurunkan gejala depresi. Selain hal di atas
ROM juga berfungsi untuk mencegah perburukan sistem neuromuskuler dan
memperkuat sirkulasi, statis vena yang dapat menyebabkan trombosis dan emboli
paru.

Merubah posisi pasien setiap 2 jam bertujuan untuk meningkatkan aliran balik
vena dan mencegah edema. Posisi miring pada sisi yang mengalami gangguan
sensasi dibatasi lamanya dibandingkan sisi yang sehat dan menempatkan bantal
diantara dua kaki sebelum berubah posisi (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever,
2010).

Sesegera mungkin pasien dibantu untuk turun dari tempat tidur dan memulai
rehabilitasi aktif. Pertama pasien latihan keseimbangan duduk dan kemudian
posisi berdiri dan belajar keseimbangan sambil berdiri. Belajar transfer dari
tempat tidur ke kursi roda. Belajar berjalan pada pegangan paralel. Tetapi pada
kondisi Ny. S, hal ini belum bisa dilakukan karena transformasi perdarahan pada
infark yang diketahui pada minggu ketiga perawatan (hasil CT Scan kepala

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


81

tanggal 23 November 2012 : infark perdarahan pada lobus temporal kiri),


sehingga latihan masih dibatasi secara pasif di tempat tidur.

3.2.1.5 Hambatan Komunikasi Verbal


Kondisi ini didefinisikan sebagai penurunan, kelambatan atau ketiadaan
kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim dan atau menggunakan
sistem simbol (NANDA, 2012).
Aktivitas keperawatan meliputi meningkatkan harga diri positif, meningkatkan
kemampuan komunikasi, meningkatkan stimulasi pendengaran dan membantu
koping keluarga. Intervensi yang dilakukan adalah berbicara dengan cara dan nada
yang benar dan tepat, gunakan kata dan kalimat pendek dan berhenti diantara dua
frase dan beri kesempatan pasien memahaminya, berhadapan dengan pasien dan
pertahankan kontak mata saat berbicara, gunakan alat bantu (gambar, gerakan
tangan tulisan dan benda-benda), ajarkan berbicara, meminta pasien untuk
mengulangi kata, melakukan percakapan satu arah.

Afasia mengganggu kemampuan pasien mengekspresikan perasaannya dan


memahami perkataan orang lain. Area kortikal yang bertanggung jawab dalam
komprehensi dan formulasi bahasa yang disebut area Broca. Lokasi ini
diperdarahi oleh arteri serebri media. Area ini bertanggung jawab untuk kontrol
dan kombinasi pergerakan otot yang dibutuhkan untuk berbicara. Area Broca ini
begitu dekat dengan area motorik kiri yang bila akan terganggu akan mengganggu
area bicara (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). Proporsi pasien pada
stroke akut menunjukkan gangguan komunikasi satu atau lebih dan mulai ringan
sampai berat adalah 88%, sedangkan insiden afasia bervariasi mulai 21% sampai
38% (Bortwick, 2012).

Peran perawat dalam gangguan bicara sangat besar, karena pasien dengan afasia
mudah depresi. Ketidakmampuan berbicara, menjawab pertanyaan atau
berpartsipasi dalam percakapan sering menyebabkan pasien marah, frustasi, takut
akan masa depan dan putus asa. Intervensi keperawatan adalah strategis untuk
membuat suasana kondusif untuk berkomunikasi. Intervensi ini meliputi
sensitivitas terhadap reaksi pasien dan merespon mereka dengan cara yang tepat.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


82

Perawat memberikan dukungan emosional yang kuat dan memahaminya untuk


menghilangkan rasa cemas dan frustasi pasien.

Sikap keluarga merupakan faktor penting dalam membantu pasien. Keluarga


diminta mendukung pasien secara alamiah dan menyenangkan pasien dengan cara
yang sama seperti sebelum sakit. Keluarga harus menyadari kemampuan pasien
bervariasi dari hari ke hari dan menjadi lelah setelah bicara, mogok bicara,
menangis dan tertawa yang terjadi tanpa sebab yang jelas. Biasanya disebabkan
oleh perubahan suasana hati (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010).

Menurut Borthwick (2012), adalah penting bagi anggota multidisipliner menilai


potesial kesulitan komunikasi, setiap tim harus mempunyai keterampilan
komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif merupakan landasan perawatan
kesehatan yang baik. Karena afasia bisa mengganggu pasien dan keluarga. Hasil
penelitian Hilari et al, (2003, Borthwick, 2012) afasia mempunyai efek negatif
pada kesehatan dan kualitas hidup pasien.

3.2.1.6 Risiko Kerusakan Integritas Kulit


Risiko kerusakan integritas kulit yaitu kondisi yang berisiko mengalami
perubahan kulit yang buruk (NANDA, 2012). Pasien stroke berisiko mengalami
kerusakan kulit karena kehilangan sensasi dan gangguan sirkulasi, usia tua,
penurunan tingkat kesadaran dan paralisis. Komplikasi yang berhubungan seperti
inkontinensia bisa mempercepat kerusakan kulit. Tekanan paling besar biasanya
pada tumit, sakrum, malleoli samping.
Aktifitas keperawatan yang dilakukan, kerusakan kulit harus dinilai pada saat
berubah posisi atau duduk. Perawatan khusus bila pasien berubah posisia adalah
hindari friksi atau tekanan yang berlebihan. Pasien harus berubah posisi setiap 2
jam, kulit harus selalu bersih, kering dan bila perlu gunakan matras khusus.
Menggunakan skala penilaian dekubitus seperti seperti Skala Norton (Summers,
2009).

Menilai pasien berisiko tinggi mengalami kerusakan integritas kulit memandu


merencanakan pencegahan dan perawatan pasien. Perencanaan individu tegantung

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


83

pada kondisi kulit pasien, kebutuhan dan hal yang disukai pasien. Sebuah alat
ukur yang valid harus digunakan untuk menilai risiko immobilisasi dan risiko
gangguan kulit seperti skala Norton atau Barden. Tujuan perawatan adalah
mempertahankan pasien nyaman, berputar dan berubah posisi. Mempertahankan
kepala pada TT pada tingkat lebih rendah dari elevasi untuk menurunkan friksi
dan menggunakan alat bantul seperti bantal untuk menurunkan tekanan di TT.
Status nutrisi membantu menurunkan risiko kerusakan kulit (Ackley, 2011).

Ny. S, mampu merubah posisi miring ke kanan sendiri, tetapi bila miring ke kiri
ଵଵଵଵ/ହହହହ
pasien membutuhkan bantuan, kekuatan motorik kanan . Pasien tidak
ଵଵଵଵ/ହହହହ

mengalami kerusakan kulit seperti kemerahan dan lecet. Hal ini mungkin juga
disebabkan oleh partisipasi keluarga (suami Ny.S) yang rajin membantu
mobilisasi pasien, memberi perawatan kulit seperti memandikan, masase,
memberi minyak pada punggung dan area kulit lainnya yang berisiko terjadi lecet.

3.2.1.7 Inkontinensia Urin Refleks

Inkontiensia urin refleks adalah kehilangan urine involunter pada interval yang
dapat diprediksi ketika tercapai volume kandung kemih tertentu. Menurut Warlow
(2001, dalam Misbach, 2011), 60-80% pasien stroke mengalami inkontinensia.
Gangguan berkemih yang bisasnya diakibatkan oleh stroke adalah Inhibited
Neurogenic Bladder Dysfunction. Gejalanya adalah gangguan adalam refleks
miksi, gangguan sensasi untuk memprakarsai miksi dan menghambat miksi.
Kandung kemih pasien tidak mampumenerima penuh urin dan tidak mampu
mengontrol spinter, sehingga pada volume kandung kemih kurang 200 ml, otot
destruksor sudah berkontrasi (Misbach, 2011).

Gangguan fungsi berkemih ini menyebabkan stres pada pasien, keluarga dan
berimplikasi terhadap masalah kesehatan pasien. Komplikasi inkontinensia urin
ini diantaranya infeksi saluran berkemih, luka lecet, urosepsis dan mempengaruhi
keberhasilan pemulihan pasien pada tahap rehabilitasi.

Pada Ny. S, implikasi keperawatan yang dilakukan adalah pemberian cairan yang
adekuat 200 ml setiap 2 jam pada siang hari. Pemasangan foley kateter pada 2

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


84

minggu pertama rawatan masih dilakukan, pada minggu ketiga dan keempat
pasien terpasang diaper untuk mencegah risiko infeksi saluran
perkemihan.Bladder training tidak bisa diterapkan pada Ny. S, karena pasien
mengalami gangguan kognitif dan hemiparese dextra serta kontak yang tidak
adekuat.

3.2.1.8 Kesiapan Meningkatkan Proses Keluarga

Masalah keperawatan ini merupakan pola fungsi keluarga yang memadai untuk
mendukung kesejahteraan anggota keluarga dan dapat ditingkatkan (NANDA,
2012). Intervensi pada keluarga Ny. S dalam hal ini suami adalah peningkatan
koping dan memberikan dukungan pada keluarga (family caregiver).

Keluarga Ny. S (suami) selalu menunggui pasien selama dirawat di rumah sakit.
Di samping menunggui, keluarga selalu aktif terlibat dalam perawatan Ny. S
terutama dalam pemenuha ADL pasien, seperti memandikan, mengganti pempers
memberi makan per NGT, berpakaian, merubah posisi, ROM akitif, masase kulit,
termasuk menerima informasi tentang perawatan pasien.

Anggota keluarga memainkan peran penting dalam perbaikan pasien. Anggota


keluarga diberi dukungan untuk berpartisipasi dalam konseling dan menggunakan
support system yang akan membantu perawatan stres dan emosional pasien.
Perawatan pasien dan metoda dan teknik manajemen stres guna mempertahankan
kesehatan individu juga memfasilitasi koping keluarga.

Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, (2010), keluarga mengalami kesulitan


menerima keterbatasan pasien dan memiliki harapan yang tidak realistik. Mereka
diberi informasi tentang harapan yangg dicapai pasien stroke dan konsultasi untuk
menghindari aktifitas yang bisa mereka (pasien) lakukan. Mereka diyakinkan
bahwa cinta dan perhatian mereka (keluarga) adalah bagian dari terapi pasien.

Keluarga membutuhkan informasi tentang rehabilitasi pasien hemiplegi yang


membutuhkan waktu berbulan-bulan dan kemajuan yang lambat. Keuntungan dan
informasi yang telah diperoleh keluarga di rumanh sakit harus dipertahankan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


85

Sebagian besar keluarga pasien stroke membantu perubahan fisik lebih baik
dibanding aspek emosional. Keluarga harus disiapkan untuk menghadapi emosi
pasien yang labil. Pasien mudah tertawa dan mudah menangis serta mudah depresi
dan bingung. Perawat harus menjelaskan pada famili bahwa pasien mengalami
emosi yang labil.

Saat dirawat di RS Ny. S ditunggui dan dibantu oleh suami sebagai


familycaregiver.Family caregiver berperan penting pada pasien, karena sekitar
80% pasien stroke membutuhkan perawatan jangka panjang (Long Term
Care/LCT). Merawat pasien stroke merupakan beban tersendiri bagi keluarga,
baik beban fisik, emosional maupun keuangan. Peran keluarga dalam konteks ini
adalah dalam hal perawatan di rumah sakit dan di rumah, pemulihan dan
pencegahan terjadinya stroke berulang.Oleh karena itu keluarga harus diberi
informasi dan dilibatkan dalam perawatan serta penyusunan discharge planning
(Liza, 2012).
3.3 Analisis Penerapan Model Adapatasi Roy Pada 32 Kasus Kelolaan

Sub BAB ini akan menguraikan kasus yang diperoleh penulis ketika praktik
residensi di Ruang Neurologi dan Bedah Saraf Gedung A, poliklinik saraf,
ehabilitasi medik, Instalasi Gawat Darurat RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Praktik residensi dimulai tanggal 20 Februari 2012 sampai dengan 14
Desember 2012 dengan jumlah kasus 32 kasus neurologi.

3.2 Distribusi Kasus Kelolaan Praktik Residensi KMB Neurologi


Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Tahun 2012
No Diagnsoa Medis Jumlah Persentase (%)

1. Stroke 12 37,5
2. Cidera Kepala 4 12,5
3. Space Occupying Lesion (SOL) 3 9,4
4. Infeksi sistem saraf 3 9,4
5. Myastenia Gravis 2 6,3
6. Pasca Kraniektomi 2 6,3
7. Pasca VP Shunt a.i MEA 1 3,1
8. Pasca Laminektomi a.i HNP 1 3,1
9. Vertigo 1 3,1
10. Sindrom Guillane Barre 1 3,1
11 Status Epileptikus 1 3,1
12. Multiple Sklerosis 1 3,1
Jumlah 32 100

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


86

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus resume adalah 32 kasus dan kasus
terbanyak adalah Stroke 12 kasus (37,5%), cidera kepala 4 kasus (12,5%), SOL 3
kasus (9,4%) dan Infeksi sistem saraf 3 kasus (9,4%), kasus lainnya dapat dilihat
pada tabel di atas.

Berdasarkan jenis stroke dan jensi kelamin, dari 12 kasus stroke 10 kasus (83,3%)
adalah Stroke Iskemik, 2 kasus (16,7%) stroke Hemoragik. Dari 12 kasus stroke 9
pasien (75%) adalah wanita dan semuanya terkena Stroke Iskemik, 3 pasien
(25%) pasien laki-laki yang 2 diantaranya adalah stroke perdarahan, 1 stroke
iskemik.

Hal di atas sesuai dengan Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever (2010) yang
menyebutkan bahwa sebagian besar 85% kasus stroke adalah stroke iskemik, 15%
perdarahan. Sedangkan menurut Iskandar (2003), laki-laki lebih berisiko terkena
stroke 1,3 kali lebih banyak dibanding wanita. Pada laporan praktik ini, kasus
stroke pada wanita lebih banyak mungin disebabkan penulis lebih banyak
berpraktik di ruang rawat wanita.

Dari 12 kasus stroke, 3 orang (25%) adalah stroke berulang, 2 diantaranya adalah
Stroke hemoragik dan terserang stroke kedua setelah 3 tahun stroke pertama.
Dalam penelitian terakhir, orang yang menderita stroke mempunyai risiko 20%
untuk menderita stroke ulang dalam 2 tahun dibandingkan yang lain. Sedangkan
persentase kejadian stroke berulang adalah 3-10% dalam 30 hari, 5-14% dalam 1
tahun dan 25-40% dalam 5 tahun pertama setelah serangan stroke sebelumnya
(Nasional Stroke Association, 2010).

Dari 12 pasien stroke, 7 orang (58,3%) berusia dewasa menengah (41-55 tahun)
dan 5 orang (41,7%) berusia lansia (>55 tahun). Secara umum menyerang usia
rata-rata 56 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian stroke berbanding lurus
dengan pertambahan usia. Menurut Framingham dalam Misbach (2011), terdapat
korelasi yang bermakna antara kejadian stroke dengan bertambahnya usia.
Semakin bertambah tua usia seseorang, semakin tinggi risiko terkena stroke.

Dari 12 pasien stroke, sebagian besar atau 10 orang (83,3%) dengan faktor risiko
hipertensi, 1 orang (8,3%) dengan riwayat stroke. Sebanyak 5 dari 12 pasien

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


87

stroke diantaranya mempunyai lebih dari satu faktor risiko. Menurut Lewis,
Dirksen, Heitkemper, Bucher dan Camera, (2011), hipertensi adalah faktor risiko
tunggal yang paling penting yang bisa dimodifikasi, tetapi sering tidak terdeteksi
dan tidak diterapi secara adekuat. Risiko stroke dapat diturunkan 50% dengan
perawatan hipertensi yang tepat.

Dalam Lewis dkk dipaparkan bahwa penyakit jantung yang berisiko


menyebabkan stroke meliputi Atrial fibrilasi, Miokardiak infark, Kardiomiopati,
kelaiann katup jantung. Insiden terbanyak adalah pada Atrial fibrilasi yaitu 20%
dari semua stroke. Penyakit jantung ini bisanya menyebabkan stroke embolik.
Dimana embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di rongga jantung
dan di katup mitra (Price & Wilson, 2006).

Diabetes mellitus adalah faktor signifikan yang menyebabkan stroke. Diabetes


menimbulkan perubahan pada pembuluh darah dan jantung serta mendorong
terjadinya aterosklerosis. Risiko stroke pada penderita diabetes mellitus 5 kali
lebih tinggi dibandingkan yang tidak menderita diabetes (Feigin, 2004).

Merokok menyebabkan menyebabkan dua kali risiko stroke. Merokok dapat


menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh. Sehingga
mendorong terjadinya aterosklerosis. Sedangkan kontrasepsi oral menyebabkan
darah lebih kental dan memudahkan terbentuk gumpalan (Feigin, 2004). Semakin
banyak seseorang memiliki faktor risiko stroke, maka akan meningkatkan risiko
terserang stroke.

Dari 10 kasus Stroke iskemik 5 kasus (50%) gambaran CT Scan infark, 2 kasus
(20%) gambaran CT Scan iskemik, 3 kasus (30%) CT Scan normal. Menurut
Rasyid (2007) bahwa pada fase hiperakut, CT Scan belum mampu mendeteksi
iskemik selama waktu 6-12 jam setelah kejadian. Dalam Sustrisno ( 2007) juga
dikatakan, CT Scan tidak bisa mendeteksi stroke sebelum beberapa hari yang
kerusakannya masih terlalu kecil atau kerusakan terletak di otak kecil atau di
serebelum atau di batang otak. Misbach (2011) juga mengatakan bahwa 8% kasus
Stroke iskemik mempunyai gambaran CT Scan normal.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


88

Hasil penilaian derajat keparahan stroke menggunakan skala National Institute of


Health Stroke Scale (NIHSS) terhadap 12 kasus stroke, diperoleh NIHSS pada
awal perawatan dengan rata-rata nilai 14,75 (stroke sedang) dan akhir perawatan
dengan rata-rata nilai 12,92. (stroke sedang). Rata-rata perbedaan nilai awal dan
akhir adalah 3,5. Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan uji non
parametric test wilcoxondiperoleh nilai p=0,108 (α = 0,05). Ini menunjukkan
bahwa nilai NIHSS di awal dan akhir perawatan tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna.

Hal ini mungkin disebabkan oleh, dari 12 orang pasien stroke, 9 pasien
mengalami penurunan nilai NIHSS dengan rata-rata penurunan 3,6. Sedangkan 2
pasien mengalami peningkatan nilai NIHSS dengan rata-rata 5, seorang pasien
dengan nilai NIHSS sama di awal dan akhir perawatan. Kemungkinan penyebab
lain adalah, lama hari rawat pasien yang berbeda-beda. Jumlah hari perawatan
tersingkat adalah 2 hari dan paling lama 21 hari. Perbedaan yang menyolok ini
dikarenakan penulis berpindah-pindah ruangan praktek atau pasien yang pindah
rawat ke ruang lain. Seperti hari rawatan tersingkat adalah di IGD yaitu sebanyak
2 orang pasien (selama 2 dan 3 hari).

Menurut Misbach (2011), NIHSS adalah suatu skala penilaian yang dilakukan
pada pasien stroke untuk melihat kemajuan hasil perawatan fase akut (akibat
impairment). Penilaian dilakukan saat masuk (hari pertama perawatan) dan saat
akan keluar dari perawatan. Perbedaan nilai ini dapat dijadikan patokan
keberhasilan perawatan. Nilai NIHSS adalah antara 0 – 42 yang terdiri dari 11
komponen. Klasifikasi penilaiannya adalah, nilai <4 stroke ringan, nilai 4-15
stroke sedang, nilai >15 stroke berat.

Menurut Summers (2009), NIHSS adalah alat ukur yang valid, efisien dan reliabel
untuk mengkaji status pasien setelah terserang stroke dan menilai keluaran setelah
perawatan. NIHSS terdiri parameter guna mengobservasi perubahan dalam status
neurologi dan mengukur keparahan stroke. Dapat dipakai untuk pasien yang
sedang dirawat di RS dan selama periode rawat jalan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


89

Kasus Trauma kepala ditemukan sebanyak 4 orang (12,5%), terdiri dari 3 wanita 1
laki-laki. Semua kasus dengan GCS 15, disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
Hasil CT Scan 3 pasien menunjukkan ada perdarahan otak dan 1 CT Scan suspect
fraktur basis cranii. Menurut Machfoed, Hamdan, Machin dan Wardah (2011),
Trauma kepala terjadi pada semua usia, namun puncaknya pada usia 15-24 tahun.
Laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita.

Kasus SOL ditemukan pada 3 orang (9,4%), terdiri 2 meningioma dan 1 glioma.
Satu kasus diduga tumor sekunder yaitu metastase dari tumor paru. Ketiga kasus
adalah wanita, 2 diantara mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi oral.
Penyebab tumor otak belum diketahui, pada umumnya karena perubahan atau
mutasi struktur genetik. Perubahan tersebut disebabkan beberapa faktor yang
berhubungan dengan keturunan, lingkungan, zat kimia, energi radiasi, mikroba
dan penyebab lainnya (Machfoed, Hamdan, Machin dan Wardah, 2011).

Kasus infeksi sistem saraf ditemukan 3 orang (9,4%), 2 kasus Mengitis


Tuberkulosis dan 1 kasus Meningo ensefalitis. Ketiga pasien ini mendapat terapi
Obat Anti Tuberkulosisi, 2 orang dengan kondisi GCS15, sedangkan 1 lagi
dengan penurunan kesadaran meninggal dalam minggu ketiga perawatan.

Di bawah ini adalah masalah keperawatan yang paling banyak ditemukan pada 32
kasus keloaan, sebagai berikut :

3.3 Tabel Distribusi Masalah Keperawatan Pada Kasus Kelolaan Praktik


Residensi KMB Neurologi Di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta Tahun 2012

No Masalah Keperawatan Jumlah Persentase (%)

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral 21 65,6


2. Hambatan mobilitas fisik 12 37,5
3. Ansietas 8 25,0
4. Nyeri akut 7 21,9
5. Risiko injuri 7 21,9
6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 7 21,9
7. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari 5 15,6
kebutuhan tubuh
8. Risiko kerusakan integritas kulit 4 12.5
9. Gangguan pertukaran gas 3 9,4
10. Risiko infeksi 3 9,4
(10 masalah keperawatan terbanyak dari 26 masalah keperawatan )

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


90

Dari tabel 3.2 di atas terlihat bahwa lebih dari separuh kasus kelolaan (65,6%)
mengalami masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
Hampir separuh (37,5%) mengalami hambatan mobilitas fisik, seperempat kasus
(25 %) mengalami ansietas, selanjutnya dapat dilihat pada tabel diatas.

Dari uraian di atas menunjukkan gangguan mode adaptasi fisiologis menurut


Model Adaptasi Roy (MAR) yang paling banyak ditemukan adalah oksigenasi
yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan pertukaran gas dan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, selanjutnya gangguan konsep diri yaitu
cemas, aktifitas dan istirahat yaitu hambatan mobilitas fisik, proteksi meliputi
nyeri akut dan risiko injuri. Nutrisi yaitu Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


BAB 4

PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA PASIEN


STROKE DENGAN GANGGUAN MENELAN

Pada BAB 4 ini akan dijelaskan tentang penerapan Evidence Based Nursing
(EBN) pada pasien stroke yang mengalami gangguan menelan. EBN ini berupa
stimulasi olfaktori menggunakan minyak lada hitam untuk meningkatkan
kemampuan menelan pasien Stroke. Hampir 76% pasien pasien stroke mengalami
gangguan menelan setelah terserang stroke, dimana pada sebagian besar pasien
gejala ini menetap selama 2 minggu dan sebagian kecil berlangsung sampai 6
bulan. Disfagia ini merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian pneumonia dan malnutrisi. Aspirasi pneumonia dan disfagia
dihubungkan dengan peningkatan lama rawatan di rumah sakit dan membutuhkan
biaya yang mahal (Rosenvinge dkk, 2005).

Mengatasi masalah gangguan menelan ini memerlukan program rehabilitasi.


Rehabilitasi ini dimulai pada saat pasien masuk rumah sakit dan berlanjut sampai
pasien pulang. Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki tingkat
ketergantungan dan pemulihan yang melibatkan tim multidisipliner. Proses ini
tergantung pada komunikasi yang bagus antara semua tenaga kesehatan, pasien,
keluarga dan yang memberi perawatan. (NICE 2008, Hughes, 2011).

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan deteksi dini adanya disfagia sejak pasien
stroke masuk rumah sakit. Selain untuk mencegah aspirasi, deteksi juga untuk
menetapkan sedini mungkin penatalaksanaan pemasukan nutrisi yang tepat dan
akurat bagi pasien (Rasyid, 2007). Diagnosis awal dan manajemen efektif disfagia
menurunkan insiden pneumonia, menurunkan biaya, dan meningkatkan kualitas
rawatan dan keluaran.

Stimulasi olfaktori identik dengan aroma terapi. Aroma terapi merupakan salah
satu aktivitas keperawatan, dimana menurut Bulechek, Butcher dan Dochterman
(2008) aromaterapi adalah memberikan minyak esensial melalui masase, salep
kulit atau lotin, menghirup, mandi, kompres (hangat atau dingin) untuk

91 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
92

menenangkan, menyejukkan, menurunkan nyeri, dan meningkatkan relaksasi dan


kenyamanan. Tetapi aroma terapi yang dimaksud Ebihara (2006) di sini adalah
untuk menstimulasi refleks menelan pasien stroke.

4.1 Hasil Journal Reading


Penelusuran literatur ini melalui online menggunakan Elton B.Stephens Company
(EBSCO) dengan menggunakan kata kunci “Olfactory Stimulation “ dan “Black
Pepper Oil” kemudian “Swallowing Management of Stroke ” ditemukan sejumlah
artikel diantaranya adalah “ A randomized Trial of Olfactory Stimulation Using
Black Pepper Oil in Older People with Swallowing Dysfucntion”, oleh Ebihara,
dkk (2006).

Artikel penelitian lainnya yang juga diteliti oleh Ebihara dkk (2010) “ Sensory
Stimulation to Improve Swallowing Reflex and Prevent Aspiration Pneumonia in
Elderly Dyasphagia People”.

Penelitian Ebihara lainnyatentang“ Intensive Stepwise Methode for Oral Intake


Using A Combination of Transient Receptor Potential Stimulation and Olfactory
Stimulation Inhibits The Incidence of pneumonia in Dysphagic Older Adults “

Penelitian Ebihara tahun 2006, yang meneliti tentang efek stimulasi olfaktori
dengan minyak lada hitam pada pasien stroke gangguan menelan. Pada penelitian
ini Ebihara menggunakan design Randomized Controlled Trial (RCT) terhadap
150 orang pasien post stroke kemudian membagi responden tiga kelompok
intervensi. Kelompok I diberi intervensi inhalasi menggunakan minyak lavender,
kelompok II diberi intervensi inhalasi dengan air suling dan kelompok III diberi
intervensi inhalasi minyak lada hitam. Ketiga kelompok diberikan intervensi
inhalasi selama 1 menit sebelum makan. Kemudian setelah 1 bulan ketiga
kelompok dievaluasi dengan menggunakan Latency of the Swallowing Reflex
(LTSR), Serum Substance P (SP) dan regional Cerebral Blood Flow (rCBF).

Hasil intervensi menunjukkan pada kelompok I dan II terdapat peningkatan LTSR


p<0,03 sedangkan pada keleompok III, p<0,001. Sedangkan peningkatan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


93

pergerakan menelan pada kelompok I dan II p<0,03 dan kelompok III p<0,001.
(peningkatan di rCBF di bagian kanan orbitofrontal dan kortek insular kiri).

Dari penelitian Ebihara ini disimpulkan bahwa inhalasi dengan minyak lada hitam
yang mengaktifkan korteks insular atau orbitofrontal menghasilkan meningkatan
pergerakan refleks menelan tanpa memperhatikan tingkat kesadaran, status fisik
dan mental.

Penelitian Ebihara tahun 2010, menggunakan beberapa intervensi stimulasi


sensori seperti stimulasi suhu, stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam,
perawatan mulut dan refleks batuk dan menelan. Tujuan penelitian untuk
memperbaiki refleks menelan dan kejadian pneumonia.Pada hasil penelitian
disimpulkan bahwa kombinasi stimulasi tersebut bisa memperbaiki kemampuan
menelan dan mencegah aspirasi pneumonia.

Tujuan penelitian ini untuk melihat efek metode Stepwise yang dikombinasikan
dengan stimulasi potensial resesptor transient dan stimulasi olfaktori dengan
minyak lada hitam tehadap kejadian pneumonia.

Intervensi terhadap yang digunakan adalah mengkombinasi ketiga teknik di atas.


Intensive metoda stepwise dilakukan ketika akan mulai intake oral. Responden
terdiri dari 14 orang kelompok kontrol dan 14 kelompok intervensi.

Hasil penelitian menunjukkan intake oral sebelum intevensi lebih besar dan
jumlah total limfosit sebelum intake oral lebih sedikit dibanding fase sesudahnya (
p<0,01 dan <0,05). Insiden pneumonia dan jumlah hari febrile selama 1 bulan dari
mulai intake oral pada kelompok intervensi berkurang signifikan dibanding
kelompok kontrol (p<0,01).

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa metode intensive stepwise selama mulai
intake oral pada orang lanjut usia dengan disfagia efektif menurunkan kejadian
pneumonia. Peningkatan reflek menelan akan meningkatkan kemampuan pasien
untuk menelan air ludah dan makanan dan minuman, sehingga menurunkan risiko

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


94

terjadi pneumonia. Metode ini menurunkan jumlah pasien yang membutuhkan


pemasangan NGT.

Lada hitam atau piper ningrum merupakan kategori tanaman herbal dan suplemen.
Lada hitam telah digunakan sebagai obat rakyat dan bumbu masakan yang telah
digunakan di dunia selama ribuan tahun. Kandungan minyak lada hitam ini
adalalah piperin yang merupakan komponen bioaktif terbanyak lada hitam
maupun lada putih yang dilaporkan berfungsi dan bereaksi seperti obat.

Kasiat lada hitam lainnya seperti ; menurunkan kadar gula darah, tekanan darah,
antioksidan, analgetik, meningkatkan fungsi menelan, meningkatkan rasa
ngantuk. Manfaat lada hitam lainnya terhadap sistem persarafan dikemukanan
dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh Singletary (2010). Ia menemukan
bahwa ekstrak lada hitam dapat menekan aktivitas kejang, menghirup komponen
minyak lada hitam dapat meningkatkan refleks menelan pasien stroke dengan
mengaktifkan bagian otak tertentu , selain itu menghirup ekstrak lada hitam dapat
menstimulasi sensasi saluran pernafasan sebagai efek dari berhenti merokok.

4.2 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian


4.2.1 Penerapan EBN
EBN ini diterapkan di ruang neurologi Lt V Gedung A RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta mulai tanggal 15 November sampai dengan 14 Desember
2012. Jumlah pasien stroke yang berpartisipasi sebanyak 5 orang. EBN ini
melibatkan keluarga dan mahasiswa dalam pemberian intervensi aromaterapi
dengan minyak lada hitam, sedangkan untuk pengumpulan data karakteristik
responden dan penilaian RAPIDS, langsung dilakukan oleh praktikan (penulis).
Sebelum menerapkan EBN, penulis mensosialisasikan dulu kepada supervisor Lt
5, Head Nurse neurologi dan perawat ruangan yang pasiennya akan dijadikan
responden. Selain itu penulis juga minta persetujuan kepada dokter Program
Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)Neurologi, Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP) penyakit Stroke dan ketua Divisi CVD Departemen Neurologi RSCM,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


95

terkait kemungkinan reaksi alergi atau merugikan akibat pemakaian minyak lada
hitam.

Cara melakukan EBN ini adalah pertama tahap persiapan dan kedua tahap
intervensi. Pada tahap persiapan minyak lada hitam di tempatkan dalam wadah
botol kaca yang tertutup rapat. Lalu atur posisi pasien dengan posisi ½ duduk
(elevasi kepala 45-60 derajat) atau duduk (90 derajat), kemudian lakukan
penilaian Royal Adelaide Prognostic Index For Dyspagic Stroke (RAPIDS).
Selanjutnya pada tahap intervensi, minta pasien menghirup aroma minyak lada
hitam selama 1 menit (lebih kurang 20 kali pernafasan normal) setiap sebelum
makan. Hal ini dilakukan 3 kali sehari sampai menjelang pasien pulang. Pada
saat pasien akan pulang, penulis melakukan lagi penilaian RAPIDS.

Jumlah pasien yang berpartisipasi sesuai kriteria inklusi dan ekslusi yang
ditetapkan pada penerapan EBN ini adalah sebanyak 5 (lima) orang. Karakteristik
pasien adalah sebagai berikut 100% pasien dengan diagnosa medis Stroke
Iskemik, 60% berjenis kelamin laki-laki, 60% berusia <55 tahun, saat mulai
intervensi 60% pasien berada pada fase sub akut, 80% pasien dengan serangan
stroke pertama.

Pada semua pasien terjadi peningkatan nilai RAPIDS. Rata-rata hasil RAPIDS
pada penilaian I (sebelum intervensi) adalah 84,4 (dengan nilai minimum 20 dan
maksimum 100), pada penilaian II (sesudah intervensi) adalah 94,6. Rata-rata
selisih peningkatan nilai RAPIDS adalah 10,2. Rata-rata lama hari melakukan
intervensi adalah selama 14 hari.

Setelah dilakukan analisa non parametrik menggunakan Wilcoxon diperoleh


bahwa peningkatan nilai RAPIDS pada pengukuran I dan II adalah signifikan
dengan p value =0,043 (α = 0,05 ).

4.2.2 Hambatan dan Solusi

Selama pelaksanaan EBN ini, penulis kesulitan mendapat pasien yang tidak
mengalami infeksi paru. Rata-rata pasien masuk menunjukkan hasil foto toraks

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


96

pneumonia (Community Aquired Pneumonia/CAP). Upaya yang dilakukan adalah


menunggu perbaikan infeksi paru terlebih dahulu.

Penulis kesulitan membagi waktu untuk melakukan intervensi karena jarak waktu
tiga kali makan cukup jauh. Walaupun satu kali intervensi hanya membutuhkan
waktu 1 menit, tetapi penulis harus menunggui pasien pada waktu makan
berikutnya. Pemecahan masalah ini adalah dengan cara melibatkan keluarga dan
mahasiswa praktik lainnya (Praktek Ners dari FIK). Pada hari I dan II penulis
selalu melakukan langsung intervensi pada pasien, pada hari selanjutnya penulis
meminta keluarga dan mahasiswa lain yang melakukan. Sebelumnya mereka
diberikan edukasi tentang tujuan intervensi dan cara melakukannya.

Disamping itu instrumen RAPIDS yang digunakan untuk evaluasi kemampuan


menelan menyebabkan sampel menjadi terbatas, karena penulis harus mencari
pasien yang sadar dan mengerti perintah.

Kesulitan lain adalah bahwa minyak lada hitam ini sulit diperoleh, tidak dijual di
apotik-apotik, toko obat atau toko herbal. Karena sulit didapat, harga minyak ini
cukup mahal.

4.2.3 Rekomendasi

Aroma terapi dengan menggunakan minyak lada hitam ini dapat menjadi salah
satu tindakan keperawatan untuk menstimulasi dan meningkatkan kemampuan
menelan pasien pasca stroke. Tindakan ini mudah dilakukan dan tidak
menimbulkan efek samping.

4.3 Pembahasan

Penelitian Ebihara, dkk (2006), menemukan bahwa stimulasi olfaktori


menggunakan minyak lada hitam selama satu menit sebelum pasien makan,
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan sensori dan refleks motor menelan
pada pasien stroke usia lanjut yang mengalami gangguan dan berisiko aspirasi
pneumonia. Hal ini juga didukung oleh penelitian Ebihara (2010) lainnya dimana
peneliti memberikan berbagai stimulasi kepada pasien yang mengalami gangguan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


97

menelan yaitu stimulasi suhu, stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam,
perawatan mulut dan refleks batuk dan menelan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kombinasi stimulasi tersebut dapat memperbaiki kemampuan menelan dan
mencegah aspirasi pneumonia. Penelitian Ebihara lainnya (2006) menerapkan
metode stepwise yang dikombinasikan dengan stimulasi potensial reseptor
transient dan stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam dapat menurunkan
kejadian pneumonia.

Disfagia terjadi karena adanya infark di daerah basal ganglia, tetapi dilaporkan
bahwa korteks insular memainkan peranan penting dalam disfagia. Hipoperfusi
pada korteks insular berhubungan dengan kejadian aspirasi penumonia. Korteks
insular juga berperan penting pada nafsu makan. Rasa lapar diasosiasikan dengan
peningkatan aliran darah serebral atau Cerebral Blood Flow (CBF) dalam korteks
insular. Lebih jauh stimulus rasa lapar, farmakologi dan nonfarmakologi bisa
meningkatkan aliran darah ke korteks insular. Stimulus lapar pada orang usia
lanjut dapat ditingkatkan dengan memperbaiki aliran darah di sana. Minyak lada
hitam merupakan salah satu rangsangan yang kuat yang dapat menjadi intervensi
untuk meningkatkan menelan pasien dan mencegah aspirasi pneumonia (Ebihara,
et all, 2006).

Salah satu sifat khas lada hitam adalah adanya piperin yang dapat menghangatkan
dan melancarkan peredaran darah. Piperin dalam lada hitam juga merangsang
produksi endorfin otak, dimana endorfin adalah zat antidepresan. Kondisi ini
diduga dapat membantu mengurangi gejala depresi yang sering timbul akibat
gangguan menelan dan defisit neurologi lainnya pada pasien stroke. Menurut
Singletary (2010), mengatakan bahwa piperin dapat meningkatkan kadar
antiepilepsi dan antihipertensi dalam darah, sehingga dapat diharapkan
melancarkan aliran darah ke otak yang mengalami iskemik akibat serangan stroke.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


BAB 5
KEGIATAN INOVASI
PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

Bab ini menguraikan tentang pelaksanaan kegiatan inovasi yang dilaksanakan di


ruang Neurologi dan ruang Bedah Saraf Lantai V Gedung Rawat Inap A RSUPN
dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok oleh
: Fera Liza, Amila, Nurlia Ikaningtyas, Eva Dwi Ramayanti, Fransiska Anitas
ERS. Maksud kegiatan ini adalah untuk mengaplikasikan peran sebagai inovator
keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Inovasi yang dilakukan adalah tentang pelaksanaan Bladder Training pada pasien
dengan gangguan sistem persarafan. Kegiatan tersebut dijabarkan sebagai berikut:

5.1 Analisis Situasi

Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan


eliminasi sisa-sisa metabolisme tubuh. Gangguan sistem perkemihan tidak semata
disebabkan masalah urologi tetapi juga bisa disebabkan oleh gangguan neurologi,
baik secara langsung mengenai serabut saraf pengindera maupun serabut saraf
penggerak serta gangguan kesadaran.

Sistem saraf yang mempengaruhi kemampuan berkemih seseorang adalah karena


adanya aktifitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonom dan somatik. Jaras
neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destruksor dan spingter meluas
dari lobus fontralis ke medulla spinalis bagian sakral sehingga lesi pada berbagai
derajat pada jaras ini menyebabkan gangguan berkemih neurogenik (Neurogenic
Bladder) (Jepardi, 2002).

Kemampuan pengosongan berkemih merupakan suatu refleks spinopontinspinal,


refleks ini juga dipengaruhi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak dan
dipengaruhi oleh instingtual motorik yang disadari (volunter) (Misbach, 2007).
Pengosongan kandung kemih dilakukan oleh otot – otot polos detrussor yang
dipersyarafi oleh system syaraf parasimpatis. Selama pengosongan, kandung
kemih berkontraksi spinkter internal dan eksternal serta otot pelvis untuk
mengalirkan urine ke uretra. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna

98 Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


99

dapat berkembang menjadi Neurogenic Bladder yang terjadi karena adanya lesi
atau penyakit pada susunan syaraf pusat atau perifer (Newman &Wein, 2009
dalam Newman & Wilson, 2011).

Orang yang mengalami injuri atau gangguan neurologi mungkin tidak mampu
untuk mempertahakan pola eliminasi urin normal, karena disfungsi di tingkat
batang otak, spinal atau otak besar. Kerusakan jaras sensorik dan motorik pada
sistem perifer atau sentral yang memberikan dampak pada kandung kemih
sehingga akan menyebabkan gangguan pola eliminasi urin (Hickey, 2003).

Menurut Hickey (2003), terdapat beberapa perubahan eliminasi urin akibat


gangguan sistem persarafan seperti lesi LMN (cederasaraf pelvic, Peripheral
Neuropathy, Diabetes Mellitus), Upper Motor Nueron (UMN) atau yang biasa
disebut sebagai lesi susunan syaraf pusat seperti stroke, parkinson dan Multiple
Sklerosis dan Bladder Neurogenic. Neurogenic Bladder merupakan salah satu
masalah yang paling sering terjadi pada orang dengan gangguan neurologik.
Perubahan eliminasi tipe Bladder Neurogenic meliputi Uninhibited Neurogenic,
Refleks Neurogenic, Areflexic Neurogenic, Motor Paralytic Neurogenic dan
Sensory Paralytic Neurogenic.

Jepardi (2002) juga melaporkan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa


lesi pada beberapa bagian lobus frontal dapat menyebabkan gangguan berkemih,
urgensi, inkontinensia dan hilangnya sensibilitas kandung kemih atau retensi urin.
Kondisi ini dapat berdampak pada kualitas hidup seperti gangguan intreraksi
sosial, distres psikologis dan gangguan pemenuhan aktifitas sehari-hari. Kondisi
ini memerlukan penatalaksanaan yang terintegrasi, seperti program
manajemenberkemih.

Beberapa bentuk program manajemen berkemih diperlukan untuk memulai


pengosongan atau memastikan pengosongan telah sempurna pada kandungkemih.
Program manajemen berkemih meliputi intervensi seperti obat – obatan, jadwal
berkemih, kateter indwelling, manual expression, urinary diversion dan
kateterisasi intermitten. Kateterisisasi intermiten merupakan salah satu metode
yang paling efektif pada pasien dengan Neurogenic Bladder, namun dalam jangka

Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


100

panjang dapat menimbulkan komplikasi pada uretra, skrotal dan kandung kemih.
Komplikasi pada uretra dan scrotal, meliputi perdarahan, urethritis, striktur, false
passage, epididimytis, sedangkan pada kandung kemih dapat menyebabkan
perdarahan, pembentukan batu dan infeksi saluran kemiha tau Infeksi saluran
Kemih (ISK) (Newman & Wilson, 2011).

Infeksi saluran kemih merupakan penyebab infeksi dirumah sakit yang dapat
meningkatkan kematian karena infeksi sekunder septikemia. Menurut literatur
lain didapatkan pemasangan Dower kateter mempunyai dampak terhadap 80%
terjadinya infeksi saluran kemih (Heather & Hannie, 2001). Risiko infeksi
saluran kemih juga diperkirakan sekitar 5% perhari dan sekitar 4% dari infeksi
ini mengakibatkan bakterimia, bersifat tidak menimbulkan gejala dan biasanya
tidak memerlukan pengobatan (Steven, 2005; Saint et al, 2009). Selain itu
penggunaan kateterisasi juga meningkatkan biaya dan lama rawat pasien,
menimbulkan injuri uretra dan hematuria (Darlene et al, 2001; Teng etal,
2005).Selain komplikasi fisik, penggunaan kateter dapat menimbulkan dampak
sosial dan psikologis bagi pasien (NICE, 2012). Kateter menimbulkan perasaan
tidak nyaman, malu, stres psikologis pagi pasien.

Masih tingginya sumbangan tindakan invasif pada pemeriksaan urin terhadap


kejadian infeksi nasokomial dan waktu yang lama untuk mencapai tingkat akurasi
yang baik, sehingga dibutuhkan upaya untuk meminimalkan tindakan invasif,
salah satunya adalah tindakan keperawatan mandiri perawat, seperti bladder
training yang didokumentasikan dalam bentuk bladder diary.

Menurut Berman dan Snyder (2012) penatalaksanaan keperawatan mandiri pada


inkontinensia urin meliputi program latihan kontinens yang berorientasi pada
perilaku yang terdiri dari (bladder training, habbit training, prompted voiding,
pelvic muscule exercise dan memberikan dukungan positif), perawatan kulit, dan
penggunaan kondom kateter bagi pria.

Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


101

Bladder training atau disebut bladder retraining membutuhkan keterlibatan


perawat, pasien dan dukungan keluarga. Pasien harus sadar, dan orientasi baik
serta secara fisik dapat berpartisipasi dalam protokol latihan. Selain itu juga
diperlukan pispot/urinal, commode chair, akses ke kamar mandi. Pada saat
bladder training pasien juga membutuhkan edukasi tentang fisiologi, patofisiologi
dan teknik bladder training. Metoda edukasi disesuaikan kemampuan kognitif
pasien (Hickey, 2003). Semua aktifitas bladder training ini serta kemajuan
berkemih pasien setiap hari dicatat dalam format dokumentasi yang disebut
bladder diary.

Bladder diary merupakan suatu alat yang murah dan sangat berguna dalam
mendiagnosis dan mengatasi gangguan berkemih. Bladder diary merupakan suatu
format yang berisi catatan waktu berkemih, frekuensi berkemih, jumlah intake
cairan, volume urin dan beberapa pengukuran inkontinensia urin. Bladder diary
mampu meningkatkan kemampuan berkemih pasien dengan mengontrol jadwal
berkemih pasien. Ada beberapa tujuan yang bisa dicapai dengan memberikan
bladder diary pada pasien yaitu memperbaiki kontrol terhadap bladder dan
mencapai pola berkemih yang normal,memperpanjang jarak berkemih dan
mencapai jarak selama mungkin, meningkatkan kapasitas bladder dan mengurangi
episode ngompol (Mair, 2012).

Lebih lanjut menurut Mair, 2012 , bladder diary dapat dilakukan mandiri oleh
pasien dan keluarga setelah pemberian edukasi terstruktur yang baik, sehingga
dapat memberikan manfaat seperti informasi komprehensif tentang fungsi atau
disfungsi bladder, informasi lebih rinci berdasarkan anamnesis, riwayat gangguan
dan pemeriksaan urodinamik, standar dalam mengevaluasi disfungsi berkemih
dan harus dilakukan sebelum pemeriksaan diagnostik invansif, dapat digunakan
untuk penelusuran diagnostik, kontrol terapi dan informasi perkembangan terapi
pasien; dimana kondisi ini sangat penting untuk menentukan strategi dan
keberhasilan terapi, lebih ekonomis dan murah dibandingkan pengontrolan
urodinamik.

Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


102

Ruang neurologi dan bedah saraf lantai V Gedung A RSUPN Cipto


Mangunkusumo merawat bermacam-macam kasus neurologi diantaranya yang
terbanyak adalah cidera kepala, stroke, meningitis, pre dan post operasi tumor
otak dan lain-lain. Sebagian besar pasien ini berkemih dengan bantuan foley
kateter. Foley kateter ini diganti rata-rata pada hari ke-7 setelah pemasangan.
Setelah pelepasan kateter biasanya perawat akan memasang kembali foley kateter
bagi pasien yang dinilai mengalami inkontienensia urin, dan kondom kateter pada
pasien pria. Berdasarkan pengamatan residen belum dilakukannya bladder
training yang terstruktur seperti Pelvic Floor Muscles Exercise dan pencacatan
yang sistematis tentang fungsi berkemih pasien seperti bladder diary.

Bladder training yang rutin dilakukan di ruang rawat lantai V saat ini adalah
dengan mengklem slang kateter dan klem dilepas ketika pasien merasakan
rangsang berkemih. Hal ini masih menjadi kontroversi karena bahaya refluks urin
bila dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan kognitif. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala ruangan neurologi dan bedah saraf, bahwa di ruang
rawat tersebut belum ada suatu bentuk format tentang penatalaksanaan Bladder
Training.

Analisa SWOT penerapan inovasi bladder training di ruang neurologi dan bedah
saraf Gedung A adalah :
a. Kekuatan ( Strength )
1) Pendidikan perawat di ruang neurologi dan bedah saraf sebagian besar
(80%) DIII keperawatan dengan pengalaman dan pelatihan dibidang
keperawatan neurologi.
2) Visi dan misi dari RSUPN dr Cipto Mangunkusumo yaitu menjadi RS
pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun
2014 yang mendukung pelaksanaan praktek residensi KMB peminatan
Neurologi FIK UI.
3) Penerapan manajemen keperawatan di RSCM sudah menggunakan Model
Praktek Keperawatan Profesional (MPKP).

Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


103

4) Telah memiliki konsultan keperawatan neurologi yang handal dan peduli


terhadap pengembangan pelayanan neurologi.
5) Adanya kesempatan dan izin dari pihak diklat RSCM untuk mengikuti
praktek residensi keperawatan medikal bedah peminatan neurologi di
RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta.
b. Kelemahan (Weakness)
1) Memerlukan persiapan dan waktu yang cukup lama untuk evaluasi
penerapannya.
2) Biaya pengadaan alat penunjang inovasi seperti bladder scan yang cukup
mahal
3) Program bladder training belum dilakukan secara terstruktur di lantai V
ruang Neurologi dan Bedah saraf
4) Belum adanya prosedur blader training terstruktur di ruang neurologi dan
bedah saraf
5) Beban kerja perawat yang cukup tinggi
c. Peluang ( Opportunity)
1) Jumlah pasien dengan gangguan neurologis dengan BOR > 80%
2) Hanya sedikit rumah sakit yang telah mengaplikasikan program bladder
training secara terstruktur.
3) Merupakan tindakan keperawatan baru yang belum banyak diterapkan di
RS .
d. Ancaman ( Threat )
Motivasi untuk melaksanakan inovasi .

5.2 Kegiatan inovasi


Kegiatan inovasi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, pelaksanaan
dan evaluasi. Tahapan-tahap tersebut dijabarkan sebagai berikut:

5.2.1 Persiapan

Persiapan dari bladder training meliputi:


a. Setelah proposal inovasi disetujui supervisor klinik dan akademik, kami
berkoordinasi dengan supervisor lantai V, Head Nurse ruang neurologi dan
Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


104

bedah saraf untuk melakukan kegiatan sosialisasi. Sosialisasi dilaksanakan


pada hari Rabu tanggal 14 November 2012. Diadakan di ruang 501 dan
dihadiri oleh Supervisor dan HN serta perwakilan perawat ruangan neurologi
dan bedah saraf. (absensi berita acara dan terlampir).
b. Identifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan atau penggantian kateter di
ruang neurologi dan bedah saraf.

5.2.2 Pelaksanaan

Pelaksanaan Kegiatan inovasi bladder training dijabarkan dalam tahapan sebagai


berikut:
a. Melakukan pengkajian fungsi perkemihan pada pasien yang terpasang kateter
menetap pada hari ke 5-7 yang direncanakan pelepasan atau penggantian
kateter menetap.
b. Menyiapkan format Bladder diary.
c. Langkah-langkah melakukan bladder training.
1) Pada 2 jam pertama :
Setelah kateter dilepas, pasien diberi cairan 200 cc, setelah 2 jam minta
pasien berkemih dengan menggunakan urinal bagi pasien laki-laki dan
pistpot bagi pasien wanita atau ke kamar mandi bagi pasien. Setelah pasien
berkemih dilakukan pemeriksaan dengan bladder scanuntuk mengetahui
residu urine:
- Jika residu > 300 cc, pasien bisa merasakan berkemih maka pasien
menggunakan kateter menetap.
- Jika residu < 100 cc dan pasien tidak bisa merasakan berkemih maka
pasien diindikasikan pemasangan kateter kondom atau diapers dan
masuk pada tahapan berikutnya kemudian dilanjutkan dengan
program bladder diary dan kegel’s exercise.
- Jika residu < 100 cc, pasien dapat berkemih dan merasakan sewaktu
hendak berkemih, pasien bisa berkemih secara normal tidak
memerlukan pemasangan kateter maupun diapers.
- Dokumentasikan pada format bladder diary.
- Lanjutkan pada algoritma tahapan 2 jam kedua
Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


105

2) Pada 2 jam kedua


Pasien diberikan cairan 200 cc, kemudian setelah 2 jam pasien diminta
berkemih dengan pemberian commode atau memfasilitasi pergi ke kamar
mandi jika memungkinkan. Setelah pasien berkemih lakukan pemeriksaan
dengan bladder scan.
- Jika residu < 100 cc pasien tidak bisa merasakan berkemih lanjut pada
tahap 2 jam ketiga.
- Jika residu < 100cc pasien dapat merasakan maka lanjutkan dengan
tahap 2 jam ketiga.
- Dokumentasikan pada format bladder diary.
- Lanjutkan tahapan 2 jam ketiga.

3) Pada 2 jam ketiga.


Pasien diberikan cairan 200 cc, kemudian diminta berkemih dengan
pemberian commode atau memfasilitasi pergi ke kamar mandi jika
memungkinkan. Lakukan pemeriksaanbladder scan.
- Jika residu < 100 cc pasien tidak bisa merasakan berkemih lakukan
tahap.
- Jika residu < 100cc pasien dapat merasakan maka lanjutkan dengan
tahapan.

Jika hasil pasien ternyata pasien tidak bisa berkemih atau tidak merasakan
berkemih, maka indikasi pemasangan kateter menetap atau kolaborasi dengan
profesi lain untuk penatalaksanaan selanjutnya

5.2.3 Evaluasi

No Evaluasi ( output/outcome) Alat Evaluasi


1 Kemampuan berkemih Format bladder diary

2 Peningkatan pengetahuan dan kepatuhan Format bladder diary


berkemih dengan penjadwalan berkemih

Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


106

5.3 Pembahasan
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik. Bladder training merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan
kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal (Japardi, 2002). Pengendalian kandung dan sfingter dilakukan agar terjadi
pengeluaran urin secara kontinen. Latihan kandung kemih harus dimulai dahulu
untuk mengembangkan tonus kandung kemih saat mempersiapkan pelepasan
kateter yang sudah terpasang dalam waktu lama, dengan tindakan ini bisa
mencegah retensi (Smeltzer & Bare, 2002).

Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih (Potter dan Perry, 2000). Bladder Training dapat dilakukan
pada pasien yang mengalami retensi urin, pada pasien anak yang terpasang kateter
dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung kemih terganggu
(Suharyanto, 2008). Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien yang
menggunakan kateter yang lama, dan pasien yang mengalami inkontinensia urin.
Bladder training terdiri dari beberapa kegiatan seperti:Conditioning, Masukan
cairan, Stimulus, Kegel/ Pelvic Floor Muscle.

Dokumentasi pelaksanaan bladder training dilakukan dengan menggunakan


bladder diary. Blader diary merupakan suatu bentuk chart yang berisi catatan
harian kemampuan berkemih pasien setiap harinya. Bladder diary dilakukan
setelah pasien maupun keluarga diberikan edukasi mengenai sistem berkemih dan
fungsi traktur urinarius bagian bawah. Bladder diary merupakan suatu upaya
pengontrolan berkemih pada pasien yang terdiri dari : Training kebiasaan,
perkemih terjadwal (timed voiding), berkemih atas perintah (prompted voiding).

Blader diary berisi catatan mengenai jenis dan banyaknya cairan yang diintake,
frekuensi berkemih dan kejadian inkotinensia urin. Dengan bladder diary kita
dapat menegathui apakah pasien mengalami kejadian overeaktif bladder. Balder

Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


107

diary bsia membedakan anatar overeaktive blader dengan stress inkotinen


sehingga penangan lebih lanjut dari kondisi pasien.

Bladder training dilakukan pada pasien sebanyak 10 orang. Terbagi dalam 3


tahapan dimana masing-masing tahapan berlangsung setiap 2 jam. Pelaksanaan
bladder training dilakukan sesuai dengan algoritme yang ada dalam lampiran.
Program inovasi dilakukan selama 2 minggu dengan hasil seluruh pasien mampu
berkemih dengan sebagian besar diantara mereka melakukanya secara kontinen.
Semua pasien tidak perlu dipasang kateter ulang.

Keberhasilan bladder training dengan intake cairan, conditioning, urgency


upresion dan kegel mampu membatu klien berkemih secara optimal (Dora, 2011).
Namun, pada observasi lebih lanjut yaitu 24 jam pertama ada 1 pasien yang
dipasang kateter ulang, kondisi ini dikarenakan pasien mengalami perburukan
kondisi akibat perluasan infeksi di medula spinalis ec TB dengan kerusakan jaras
somatosensorik pada C7-T12 (hasil pemeriksaan diagnostik keluar setelah
dilakukan bladder training). Kerusakan saraf ini menyebabkan ketidakmampuan
untuk menahan spinkter berkemih, sehingga muncul inkontinensia. Pada 2 jam
tahap I hingga tahap III berhasil kemungkinan disebabkan keinginan pasien untuk
dapat berkemih mandiri sehingga ketika pasien merasakan berkemih pasien
langsung ke kamar mandi untuk mengeluarkan urin (Mardjono dan Sidharta,
2010).

Berdasarkan hasil pelaksanaan inovasi, saran yang bisa diberikan diantaranya:


Bladder training dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial
akibat dampak pemasangan kateter pada pasien dengan gangguan neurologis.
Perlu melibatkan keluarga dalam penerapan bladder training yaitu memberikan
dukungan kepada pasien seperti menemani pasien selama pelaksanaan berkemih,
membantu mendokumentasikan (masukan cairan, volume berkemih, kering/basah,
nyeri pada saat berkemih, kesulitan berkemih) dalam format bladder diary.
Perlunya pengadaan bladder scan dan format bladder diary dalam
pendokumentasian bladder training di ruang neurologi dan bedah saraf.

Universitas Indoensia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari laporan residensi ini adalah :

a. Hasil analisa kasus menunjukkan bahwa diperlukan pemahaman yang lebih


mendalam tentang penerapan teori Model Adaptasi Roy (MAR) pada
gangguan neurologi. Dimana selama ini perawat lebih fokus pada aspek
fisiologi dan kurang mengeksplorasi masalah psikologis pasien dan
keluarganya.
b. Evidence Based Nursing (EBN) tentang stimulasi olfaktori dengan minyak
lada hitam dapat meningkatkan kemampuan menelan pasien stroke di ruang
neurologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
c. Metoda bladder training yang diterapkandapat menjadi alternatif tindakan
keperawatan dalam membantu memulihkan fungsi kandung kemih pasien
gangguan neurologi setelah pelepasan foley kateter.
d. Praktik residensi ini dapat menjadi wadah untuk menerapkan peran Advanced
Practice Nurse (APN), yaitu sebagai ahli (expert), edukator (educator),
kolabolator (collabolator), peneliti (researcher) dan pemimpin (leader).

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
a. Perlunya pelatihan atau persamaan persepsi pada perawat sebelum
menerapkan Teori Model Adaptasi Roy, Nursing Intervention Classification
(NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC) dan standar diagnosa dari
NANDA sebelum menerapkannya pada pasien gangguan neurologi.
b. Lahan praktek dapat mengadopsi EBN (Evidence Based Nursing) dan inovasi
yang telah diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan neurologi.

6.2.2 Bagi Kelimuan Keperawatan


Menjadikan rujukan dalam mengembangkan penerapan teori keperawatan
khususnya teori Model Adaptasi Roy, dalammemperkaya ilmu pengetahuan

108 Universitas Indonesia


Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
109

keperawatan, menambah wawasan dan pengetahuan bagi perawat klinik bedah


serta mahasiswa keperawatan. Menjadikan laporan residensi ini sebagai
perbandingan dengan penerapan teori keperawatan lainnya pada kasus neurologi.

6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan


Mengevaluasi proses belajar mengajar mahasiswa residensi neurologi
Keperawatan Medikal Bedah, dimana diperlukannya pembekalan bagi
mahasiswa tentang bagaimana merancang dan menerapkan EBN serta
melaksanakan praktik residensi yang lebih baik.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


DAFTAR PUSTAKA

Ackley,B.J., &Ladwig,G.B.(2011). Nursing Diagnosis Handbook. An Evidence-


Based Guide to Planning Care. Ninth Edition. Evolve Elseiver.
Alway, D., & Cole, J.W. (2012). Esensial Stroke untuk Layanan Primer. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Ardi, M.(2012). Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada


Pasien Dengan Gangguan Sistem Persarafan di RSUP Fatmawati Jakarta.
FIK UI. Jakarta.Tidak dipublikasikan.

Arias, M., & Smith, L.N.(2007). Early Mobilization of Acute Stroke Patients.
Journal of Clinical Nursing. 16, 282-288. Ebsco Online Database.

Berman, A., &Snyder,S. (2012). Fundamentals of Nursing. Concepts Process and


Practice. Kozier & Erb’s. Ninth Edition. Pearson Education.

Bortwick. (2012). Communication Impairment in Patient Following Stroke.


Nursing Standard January 11 : vol 26 n0 19. 2012. Ebsco online Database.
Broadley, et al. (2005). Predicting Dysphagia in Acute Stroke : the Royal
Adelaide Prognostic Index for Dysphagic Stroke (RAPIDS).Dysphagia
20:303-310 (2005). Ebsco online database.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.M.(2008). Nursing


Interventions Classification (NIC). Fifth edition. Mosby Elsevier.

Chandra, et al. (2008). Disease Control Priorities in Developing Countries .


http://www.searo.who.int/LinkFiles/Mental_Health_Resources_DCP32.pdf

Djojodibroto, D.(2009). Respirologi (Respiratory Medicine).Jakarta. Penerbit


Buku Kedokteran. EGC.
Ebihara, T., et al. (2006). A Randomized Trial of Olfactory Stimulation Using
Black Pepper Oil in Older People with Swallowing Dysfunction. Journal
Compilation. The American Geriatrics Society. 54 : 1401-1406, 2006.
Ebsco online database.

Ebihara, S., Kohzuki, M., Sumi, Y.,& Ebihara, T. (2011). Sensory Stimulation to
Improve Swallowing Reflex and Prevent Aspiration Pneumonia in Elderly
Dysphagic People. Journal of Pharmacological Sciences. The Japanese
Pharmacological Sciences. January, 18 2011. Ebsco online database.

Edmiaston,J., Connor, L.T,. Loehr,L.,& Nassief,A. (2009). Validation of A


Dysphagia Screening Tool in Acute Stroke Patients. AJCC American Journal
of Critical Care, July 2010, Volume 19, No4. Ebsco Online Database.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Feigin, V.(2004). Stroke. Panduan Bergambar tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. Kelompok Gramedia.

-------------------.(2012). Global Burden of Neurological Disorder. Estimates and


Projections.
FKUI. (2004). Neuro Updates. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Haroen.(2012). Stroke Guideline and Model. National Nursing Seminar For


Cerebrovasculer Disease Care.

Hughes, S.M. (2011). Management of Dysphagia in Stroke Patients. Nursing


Older People. April 2011 volume 23 number 3. Ebsco online database.

Ginsberg, L.(2008). Lecture Notes Neurologi. Edisi Kedepalan. Erlangga Medical


Series. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Gofir, A.(2009). Manajemen Stroke. Evidence Based Medicine. Pustaka Cendekia


Press. Yogyakarta.

Hickey, J.V.(2003). The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical


Nursing. Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

Iskandar, J.(2003). Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta.


PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

Kelly, et al. (2010). Review of the Evidence to Support oral Hygiene in Stroke
Patient.Nursing Standard. May 19: vol 24 no 37 : 2010. Ebsco online
database.

Kemenkes RI.(2007). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).


Lawrence. (2010). A Summary of The Guidance Relating to Four Lifestyle Risk
Factors for Reccurent Stroke. British Journal of Neuroscience Nursing
October 2009 Vol 5 No 10. Ebsco online data base.

Lewis, S.L.(2011). Medical Surgical Nursing. Assessment and Management of


Clinical Problems. Eight Edition. Volume 2. Elsevier Mosby.

Liza, F., Sitorus, R., & Herawati, T.(2012). Efektifitas Stroke Education Program
(SEP) terhadap Peran Family Caregiver dalam Modifikasi Gaya Hidup
Pasien Stroke di RS Stroke Nasional Bukittinggi. FIK UI. Tesis. Jakarta.
Tidak Dipublikasikan.
Machfoed, M.H., Hamdan, M., Machin, A., &Wardah.(2011). Buku Ajar Imu
Penyakit Saraf. Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
(AUP).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Makhfudli & Efendi, F.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Markam, S.(2009). Dasar-dasar Neuropsikologis Klinis. Jakarta. Sagung Seto.


Martino, R., et al.(2005). Dysphagia After Stroke : Incidence, Diagnosis, and
Pulmonary Complication.American Stroke Association 2205 :36: 2756-2763.
http://stroke.ahajournals.org/content/36/12/2756.
Misbach, J.(2011). Stroke. Aspek Diagnostik Patofisiologi Manajemen. Kelompok
Studi Stroke. Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia. Jakarta. Badan Penerbit
FKUI.
Moorhead,S., Johnson,M., Maas,M.L., &Swanson,E.(2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Fourth Edition. Mosby Elseiver.
Mulyatsih,E., & Ahmad, A.(2010). Stroke. Petunjuk Perawatan Pasien Pasca
Stroke di Rumah.Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
NANDA International.(2012). Diagnosis Keperawatan. Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
National Stroke Association.(2010). Stroke Recovery Guide. www.stroke.org.
National Stroke Association. (2010). HOPE A Stroke Recovery Guide. Chapter
three. www.stroke.org

Panitian Lulusan Dokter.(2004). Updates in Neuroemergencies. Jakarta. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Pemila, U.(2009). Laporan Praktek Residensi Spesialis Keperawatan Medikal


Bedah di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Laporan Residensi. FIK
UI. Tidak Dipublikasikan. Jakarta.
Price,S.A., & Wilson, L.M.(2006). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Rasyid, A. (2007). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Reynolds, M. (2012). Benefits of Black Pepper
Oil.http://aromatichealth.ca/2012/04/benefits-of-black-pepper-oil/

----------.(2011). Black pepper (Piper nigrum).


http://www.health24.com/natural/Herbs/17-666-676,65420.asp
Rosenvinge, S.K., & Starke, I.D. (2005). Improving Care for Patients With
Dysphagia. Age and Aging 2005: 34 : 587-593. Ebsco Online database.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Robinson, D., & Kish, C.P.(2001). Core Concepts in Advanced Practice Nursing.
Mosby.
Rodger, H. (1999). Randomized Controlled Trial of a Comprehensive Stroke
Education Program for Patients and Caregivers. Stroke 1999.
http://stroke.ahajournals.org/cgi

Roy, S.C.(2009). The Roy Adaptation Model. Third Edition. Perason Education.
Sadewo, et al.(2011). Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Diperuntukan Bagi Dokter
Umum, Mahasiswa Kedokteran dan Pemerhati Kesehatan. Cetakan Pertama.
Departemen Bedah Saraf FKUI RSCM. Jakarta. Sagung Seto.
Setiabudy, R.D.(2007). Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Singletary, K. (2010). Black Pepper.Overview of Health Benefits.Nutrition Today.
Volume 45.Number 1. January/February, 2010.
http://cfprod.mccormick.com/msi2prod/assets/Singeltary%20Nutr%20Toda
y%2045,43,2010.pdf.

Smeltzer,S.C., Bare,B.G., Hinkle,J.L., & Cheever, K.H.(2010). Brunner &


Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing. Twelfth Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.
StrokeEngine.(2009). Secondary Stroke Prevention. Information for patient and
families.www.strokengine.ca diunduh tanggal 6 Juli 2011

Summer, et al.(2009). Comprehensive Overview of Nursing and Interdisciplinary


Care of The Acute Ischemic Stroke Patient: A Scientific Statement From the
American Heart Association. American Stroke Association. Stroke 2009,
40:2911-2944 : originally published online May 28, 2009.
http://stroke.ahajournals.org/
Sutrisno, A.(2007). Stroke??. You Must Know Before You Get. Jakarta. PT Buana
Printing.
Swann, Julie.(2009). Correct Positioning : Reducing The Risk of Pressure
Damage. Nursing Residential Care, August 2009, vol 11 No.8. Ebsco online
Database.
Tseng,C.N., Chen, C.C.H., Wu, S.C.,& Lin, L.C.(2006). Effects of a Range of
Motion Exercise Programme. Journal of Advaced Nursing (JAN) Original
Reserach. 57(2),181-191. Ebsco Online Database.

Wikipedia.(2012).Neurological
disorder.http://en.wikipedia.org/wiki/Neurological_disorder,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 1

PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Informasi Umum
Nama : : ........................................ Status perkawinan : belum kawin/Kawin/Duda/Janda No. MR : ...........................
Tgl lahir/umur : ............../............. Pendidikan : Tidak Sekolah/SD/SMP/SMA/PT Tgl. MRS ...........................
Jenis Kelamin : ............................. Pekerjaan : .................................................................. Tgl Pengkajian ..................
Agama : ....................................... Suku : .......................................................................... Dx Medis : ........................
Informan :...................................... Alamat .......................................................................

□ Tidak ada alergi :


□ Alergi obat , sebutkan ..................................................... Reaksi : ........................................................................................
□ Alergi makanan ............................................................... Reaksi : .......................................................................................
□ Alergi lain ....................................................................... Reaksi : ........................................................................................

Keluhan utama : ............................................................................................................................................................................


Riwayat Kesehatan Sekarang : ....................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................................................................
Riwayat Kesehatan/Pengobatan Dahulu : ...................................................................................................................................
Riwayat Kesehatan Keluaga :........................................................................................................................................................

MODE ADAPTASI FISIOLOGI


Pengkajian Perilaku
Subjektif :
Kesulitan bernafas : □ Tidak □ Ya
Dipengaruhi aktifitas : □ Tidak □Ya Aktifitas ................................................................................
Batuk : □ Tidak □ Ya Berhahak : □ Tidak □ Ya

Objektif :
1. Oksigenasi

Tekanan darah : ............ mmHg Nadi : ........ x/menit Suhu : ............oC Nafas .......x/menit
Pergerakan dada : simetris /tidak Irama : teratur/tidak Otot bantu : tidak/ya Bunyi nafas;vesikuler/ronki/
wheezing
Bunyi jantung: BJ I/BJII :...........Mur-mur : .....................gallop : .............. HR : .....x/menit , reguler : ya / tidak
Analisa Gas Darah ( tanggl...................) : pH : ................... PaO2..................mmHg PaCo2...................mmHg
HCO3 ; ............ mmol/L Saturasi O2: .................% BE ................. mmol/L total CO2 ............... mmol/L
Radiologi : ..........................................................................................................................................................................
EKG : ...................................................................................................................................................................................
CT Scan : .............................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus :
Stimulus Fokal : ..................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : ........................................................................................................................................................
Stimulus Residual : ..............................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif :
Apakah mengalami : □ Anoreksia □ Mual □ Muntah □ Kesulitan Mengunyah □ Kesulitan menelan
Makan : frekuensi ......... kali/hari Jenis makanan : .................. Diet khusus □ ya ...............□ khusus
Nutrisi dan metabolik

Kebiasaan makan : .................................................... makanan pantangan .....................................................................

Objektif :
Kulit : □ Ruam □ Edema □ Kering □ lembab Kuku : warna............... kerbersihan ...................
Mukosa mulut : □ Lembab □ Kering □ Lesi □ Stomatitis Gigi...................buah, kebersihan : ...................
BB : ...................kg IMT : ...........................kg/m2 TB : ................... cm LLA : ........................ cm
Laboratorium : Hb ..........g/dl Hematokrit : ........ % Trombosit : ....... 103/µl Eritrosit .......juta/µl, Albumin :.......g
SGOT : ...........U/I SGPT : .............U/I Glukosa darah sewaktu :..........gr/dL Gliko Hb (Hb 1Ac) ...........%
Profil lipid : Trigliserida : ............gr/dL Total kolaterol : ...........gr/dL HDL : .......mg/dL LDL : ...............mg/dL
2.

Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : ...................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : ........................................................................................................................................................
Stimulus Residual :...................................... .....................................................................................................................

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Pengkajian Perilaku
Subjektif:
BAK: □ Tidak ada masalah □ Retensi □ Inkontinensia □ Frekuensi □ Disuria □ Perasaan terbakar □ Nokturia □Lain
BAB: Tidak ada masalah Konstipasi Diare Inkontinensia Nyeri Melena Lain-lain ................................. Apakah
3. Eliminasi

membutuhkan obat-obatan untuk BAB/BAK?

Objektif:
Urine: Bau ................... Warna: ................. Jumlah: ..............Feses: Bau: ..................... Warna: ...................Konsistensi: ................
Distensi bladder Ya Tidak Teraba scibala Ya Tidak Bising usus: .........x/menit
Laboratorium:Urine: ...............................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: ..................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: ........................................................................................................................................................
Stimulus Residual : ............................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Jenis aktivitas yang dilakukan: ......................................... Frekuensi .......................... Intensitas ......................Durasi......................
Adakah sesuatu yang membatasi aktivitas bapak/ibu? ........................................................................................................................
Kualitas tidur: ................................. Kuantitas tidur: ..................jam/hari Gangguan tidur: Tidak Ya: ..............................
4. Aktifitas dan istirahat

Kebiasaan tidur : □ selimut, □ lampu, □ kipas angin/AC


Objektif:
Keterbatasan: Tidak ada Kelemahan Kelelahan Lain-lain....................................................................................................
Tonus otot: Normal Menurun Meningkat Massa otot: Normal Atropi Hipertropi
ROM terbatas: Ya Tidak, Hemiplegia: Ya Tidak, Hemiparese: Ya Tidak, Kekuatan otot: ................................
Kemampuan perawatan diri: Skor Bartel Indeks□20: Mandiri □ 12-19 : ketergantungan ringan □ 9-11 ketergantungan sedang
□ 5-8 : ketergantugan berat □ 0-4 ketergantu total
[ ]Makan [ ]Mandi [ ]Merawat diri [ ]Berpakaian [ ]Penggunaan toilet [ ]Berpindah/Ambulasi
Kesimpulan: ...........................................................................................................................................................................................
Perubahan gaya berjalan: □ Pelan □ Sulit melangkah □ Kaki diseret, □ Kordinasi dan keseimbangan: .........................................
Bahasa non verbal: □ Menguap □ Bayangan hitam di bawah mata □ Tidak dapat berkonsentrasi
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: .................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: ......................................................................................................................................
Stimulus Residual: .............................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Riwayat: □ Trauma □ Alergi, Jelaskan......................................................................................................
Objektif:
Kulit: □Intak □ Dekubitus □ Lesi □ Luka □ Lembab □ Lain-lain...........................................................
5. proteksi

Temperatur kulit: Panas Hangat Dingin Turgor: baik Menurun Jelek


Rambut : □ Distribusi:.........□.teksture:...........□ kulit kepala: .......□ Kuku: ...... □Perspirasi: .......□.. Membran mukosa
Skala Norton : □ 16-20 : tidak ada risiko terjadi dekubitus, □ 12-15 rentan terjadi dekubitus □ < 12 risiko tinggi dekubitus
Respon peradangan: panas merah bengkak nyeri
Skala Norton :
Laboratorium: ...................................................................................................................................................................
Therapy: .................................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: .................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: ......................................................................................................................................................
Stimulus Residual:............................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Apakah ada gangguan penglihatan? Tidak Kacamata
Apakah ada gangguan pendengaran? Tidak Tuli [D/S] Alat bantu dengar [D/S]
6. Sensasi

Kesulitan pengecapan dan penghidu: Ya Tidak, jelaskan ..........................................................................................................


Nyeri/ketidaknyamanan:
Jelaskan: .................................................................................................................................................................................................
Objektif:
Gangguan fisik pada: Mata Telinga Hidung Lidah Kulit, Lama mengalami gangguan: ........................ Visus OD/OS:
Sensasi: Nyeri [ ] Suhu [ ] Taktil [ ] Posisi [ ] Vibrasi [ ], Skala nyeri (1-10):............Ekspresi wajah................ Perilaku: ....
Therapy: ..............................................................................................................................................................................................

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: ....................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: ..........................................................................................................................................................
Stimulus Residual: ..............................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
keseimbangan asam basa

Jenis minuman yang dikonsumsi: ............................Jumlah: ..................., Apakah mengkonsumsi suplemen? Ya: ..... Tidak
7. cairan elektrolit &

Objektif:
EKG:........................................................................................................................................................................................................
Laboratorium: Tanggal:.................. Natrium:........... mmol/l Kalium: ........mmol/l Chlorida: ...........mmol/l t
AGD : tanggal pH :............. PO2 : ................... P CO2 : ............... HCO3 : ...................BE : ............Saturasi O2 ..............total CO2,....
Therapy: ..............................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: ...................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: .........................................................................................................................................................
Stimulus Residual ................................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Apakah merasa ada perubahan dalam rentang perhatian? kewaspadaan? ingatan? Jelaskan:...........................................................
Apakah mengalami kesulitan menelan? Makan? Berjalan? Jelaskan: ................................................................................................
Apakah pernah mengalami kejang? Kapan? Berapa kali? Berapa lama? Jelaskan: .............................................................................
Apakah mengalami tremor? Dimana? Berapa lama? Jelaskan: .........................................................................................................
Objektif:
Status Mental
Tingkat kesadaran: □ Compos mentis □ Apatis □ Somnolen □ Sopor □ Soporo-comatous □ Coma □ Skor
GCS: E....M....V.......... Orientasi: Waktu Ya Tidak Tempat Ya Tidak Orang Ya □ Tidak
Pupil : reaksi : ......../......... ukuran Ө ........mm/........ mm, RCL : ........... / ............... RCTL ............../ ..............
Motorik : derajat kekuatan otot : .................. sensorik : kanan........kiri......... Fungsi luhur : □ normal □ Tidak
8. Neurologi

Memori: Segera □ Ya □ Tidak Jangka pendek □Ya □ Tidak Jangka panjang □Ya Tidak
Bahasa: □ Disartria □Afasia □ Disfonia □ Aleksia
Skor NIHSS : < 4 : stroke ringan 4-15 : stroke sedang > 15 : stroke berat
Skor MMSE : 0-16 : definite gangguan kognitif 17-23 : probable gangguan kognitif 24-30 : normal
Nervus cranial: Normal Tidak normal, Gambarkan penyimpangan: ......................................................................................
Refleks Fisiologis: Biseps:..../....... Triseps: ......../....... Patella: ......../......... Achilles: ...../......Refleks Patologis: Babinsky........./......
Iritasi Meningen: Kaku kuduk: ........ Brudzinsky I: ........./........ Brudzinsky II: ..../... Kernig sign:..../.....Laseque sign: ........./.........
CT Scan .............................................................................................................................................................................
MRI ....................................................................................................................................................................................
EEG ....................................................................................................................................................................................
TCD ....................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: ..................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: ........................................................................................................................................................
Stimulus Residual: ..............................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Apakah ada riwayat diabetes melitus?
Objektif:
Pembesaran tiroid: Ya Tidak Eksoftalmus: Ya Tidak Kretinisme: Ya Tidak Gigantisme: Ya Tidak
Nutrisi : Tinggi ; .................... cm. Berat Badan : ...........................kg,
Cairan : Masuk : ........................ cc keluar : ...................... cc
Laboratorium:.......................................................................................................................................................................................
9. Endokrin

Therapy: ....................................................................................................................................................................................................

Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : ...................................................................................................................................................................
Stimulus kontekstual : .........................................................................................................................................................
Stimulus residual : .................................................................................................................................................................

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


2. MODE ADAPTASI KONSEP DIRI
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Sensasi tubuh:
Bagaimana perasaan bapak/ibu dengan penyakit yang dialami? ............................................................................................... ........
Citra tubuh:
Apakah pernah mengalami perubahan fisik pada tubuh bapak/ibu? □ Ya □ Tidak
Perubahan fisik yang dialami:................................................................................................ ................................................................
Apakah bapak/ibu sulit menerima perubahan kondisi yang dialami? ....................................................................................................
Fisik diri/ personal diri

Bagaimana perasaan bapak/ibu terhadap penampilannya? ............................................................. .......................................................


Apakah focus diri bapak/ibu terhadap penampilannnya …………………………………………………………………………………
Konsistensi diri:
Bagaimana bapak/ibu menggambarkan diri sebagai manusia? Karakter pribadi? ..................................................................................
Ideal diri:
Apa harapan bapak/ibu terhadap diri?......................................................................................................................................................
Moral-etik-spiritual diri:
Keyakinan spiritual: ........................................................ Jenis aktivitas keagamaan yang diikuti: .........................................................
Objektif:
Komunikasi non verbal: □ Tidak mau melihat bagian tubuh .......................... □ Tidak mau menyentuh bagian tubuh ......................
Penampilan: ................................................................................................................. ...........................................................................
Ekspresi perasaan: Menyalahkan diri Tidak berdaya Kesendirian Perasaan sedih yang sangat hebat
Nilai dan praktik keagamaan sejak sakit:..................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
3. MODE ADAPTASI FUNGSI PERAN
Pengkajian Perilaku
Peran primer: ............................................................................................................................. ........................................................... .
Peran sekunder: ............................................................................................................................................................. .........................
Peran tertier: .......................................................................................................................................................................................... .
Pengharapan keluarga/orang terdekat: ............................................................................... .................................................................. .
Pendapat bapak/ibu tentang pengharapan orang lain? .......................................................................... ………………………………..
Harapan terhadap diri sendiri: .............................................................................................. .................................................................
Pengetahuan pasien terkait peran sakit …………………………………………………………………………………………………..
Model peran ………………………………………………………………………………………………………………………………
Objektif:
Peran selama sakit: ......................................................................................................... .........................................................................
Interaksi sosial selama di rumah sakit ……………………………………………………………………………………………………
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
4. MODE ADAPTASI INTERDEPENDENSI
Pengkajian Perilaku
Anggota keluarga: ....................................................................................................................................................................................
Orang yang paling dekat: ........................................................... alasan: ....................................................................................... .........
Selain keluarga, sosialisasi dengan ................................................................ .................................................................................
Tahapan perkembangan ………………………………………………………………………………………………………………….
Sumber – sumber pendukung pembiayaan ……………………………………………………………………………………………….
Objektif:
Respon non verbal saat berinteraksi dengan orang lain: ...........................................................................................................................
Observasi perilaku memelihara kasih sayang, perhatian, bantuan: ................................................... .....................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:

(Roy, 2009 : Ardi 2012 “telah dimodifikasi”)

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 2

PENILAIAN STATUS FUNGSIONAL


(BERDASARKAN PENILAIAN BARTHEL INDEKS)

Nilai
N Sblm Saat Pulang
Fungsi Skor Uraian
o sakit masuk
RS
Tak terkendali/tak teratur (perlu
0
pencahar)
Mengendalikan rangsang
1 1 Kadang-kadang tak terkendali
defekasi (BAB)
2 Mandiri

0 Tak terkendali / pakai kateter

Mengendalikan rangsang Kadang-kadang tak terkendali


2 1
berkemih (BAK) (1x24 jam)
Mandiri
2
Membersihkan diri (cuci 0 Butuh pertolongan orang lain
muka, sisir rambut, sikat 1 Mandiri
3
gigi) Tergantung pertolongan orang
2
lain
Tergantug pertolongan orang
0
lain
Penggunaan jamban, masuk
Perlu pertolongan pada berapa
dan keluar (melepaskan,
4 kegiatan tetapi dapat
memakai celana, 1
mengerjakan sendiri kegiatan
membersihkan menyiram)
yang lain
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Perlu ditolong memotong
5 Makan 1
makanan
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk
Berubah sikap dari 1
6 bisa duduk (2 orang)
berbaring ke duduk
2 Bantuan (2 orang)
3 Mandiri
0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda
7 Berpindah/berjalan 2 Berjalan dengan bantuan 1
orang
3 Mandiri
0 Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (misalnya
8 Memakai baju 1
mengancing baju)
2 Mandiri
0 Tidak mampu
9 Naik turun tanggan 1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
0 Tergantung orang lain
10 Mandi
1 Mandiri
Total skor
Nama dan TT Perawat
Keterangan :
20 : Mandiri 5-8 : ketergantungan berat
12-19 : ketergantungan ringan 0-4 : ketergantungan total
9-11 : ketergantungan sedang

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 3

PENGKAJIAN RISIKO DEKUBITUS


(BERDASARKAN SKALA NORTON )

Nama pasien :
Usia :
Jenis kelamin :

Penilaian Nilai
4 3 2 1

Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk

Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor

Aktifitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Di Tempat tidur


bantuan

Mobilitas Bebas Agat terbatas Sangat Tidak mampu


bergerak terbatas bergerak

Inkontinensia kontinen Kadang- Selalu Inkontinensia


kadang inkotinensia urin & alvi
kontinen urin

Skor
Total Skor

Keterangan :

16 - 20 : tidak ada risiko terjadi dekubitus


12 – 15 : rentan terjadi dekubitus
< 12 : risiko tinggi terjadi dekubitus

Yang menilai

( ....................................... )

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 4

INSTRUMEN PENILAIAN STROKE


NATIONAL INSTITUTE HEALTH STROKE SCALE (NIHSS)

Nama pasien :
No MR :
Usia :
Jenis Stroke :
Tanggal masuk :
Tanggal keluar :

No Komponen Skor Keterangan Skor


I II
1. Derajat 0 - Sadar penuh
kesadaran 1 - Somnolen
2 - Stupor
3 - Koma
2. Menjawab 0 - Dapat menjawab pertanyaan dengan benar
pertanyaan 1 - Hanya dapat menjawab satu pertanyaan
dengan benar
2 - Tidak dapat menjawan kedua pertanyaan
dengan benar
3. Mengikuti 0 - Dapat melakukan dua perintah dengan benar
perintah - Hanya dapat melakukan satu perintah dengan
1 benar
- Tidak dapat melakukan kedua perintah
2 dengan benar
4. Gerakan 0 - Normal
mata 1 - Gerakan abnormal hanya pada satu mata
konyugat 2 - Deviasi konyugat yang kuat atau paresis
horizontal konyugat total pada kedua mata
5. Lapang 0 - Tidak ada gangguan
pandang 1 - Kuandranopia
pada test 2 - Hemianopia total
konfrontasi 3 - Hemianopia bilateral / buta kortikal
6. Paresis 0 - Normal
wajah 1 - Paresis ringan
2 - Paresis parsial
3 - Paresis total
7. Motorik 0 - Tidak ada simpangan bila pasien disuruh
lengan kanan mengangkat kedua lengannya selama 10
detik
1 - Lengan menyimpang ke bawah sejauh 10
detik
2 - Lengan terjatuh ke kasur atau badan atau
tidak dapat diluruskan secara penuh
3 - Tidak dapat melawan gravitasi
4 - Tidak ada gerakan

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


No Komponen Skor Keterangan Skor

8. Motorik 0 - Tidak ada simpangan bila pasien disuruh


lengan kiri mengangkat kedua lengannya selama 10
detik
1 - Lengan menyimpang ke bawah sejauh 10
detik
2 - Lengan terjatuh ke kasur atau badan atau
tidak dapat diluruskan secara penuh
3 - Tidak dapat melawan gravitasi
4 - Tidak ada gerakan
9. Motorik kaki 0 - Tidak ada simpangan bila pasien disuruh
kanan mengangkat kedua kakinya selama 10 detik
1 - Kaki menyimpang ke bawah sejauh 10 detik
2 - Kaki terjatuh ke kasur atau tidak dapat
diluruskan secara penuh
3 - Tidak dapat melawan gravitasi
4 - Tidak ada gerakan
10. Motorik kaki 0 - Tidak ada simpangan bila pasien disuruh
kiri mengangkat kedua kakinya selama 10 detik
1 - Kaki menyimpang ke bawah sejauh 10 detik
2 - Kaki terjatuh ke kasur atau tidak dapat
diluruskan secara penuh
3 - Tidak dapat melawan gravitasi
4 - Tidak ada gerakan
11. Ataksia 0 - Tidak ada
anggota 1 - Pada satu ekstremitas
badan 2 - Pada dua atau lebih ekstremitas
12. sensorik 0 - Normal
1 - Defisit parsial yaitu merasa tetapi kurang
2 - Defisit berat yaitu jika pasien tidak merasa
atau terdapat gangguan bilateral
13. Bahasa 0 - Tidak ada afasia
terbaik 1 - Afasia ringan – sedang
2 - Afasia berat
3 - Tidak dapat bicara (bisu) / global afasia /
koma
14. Disartria 0 - Artikulasi normal
1 - Disartria ringan – sedang
2 - Disartria berat
15. Neglect / 0 - Tidak ada
tidak ada 1 - Parsial
atensi 2 - Total
Total skor = =

(Sumber : Summers dkk, 2009)

Catatan : Pemeriksa
Nilai NIHSS berkisar antara 0 – 42
Nilai < 4 = stroke ringan
Nilai antara 4 – 15 = stroke sedang
Nilai > 15 = stroke berat
( ______________________)

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 5

INSTRUMEN
SKRINING DISFAGIA PADA STROKE AKUT

Nama : ......................................
NMR : ......................................
Umur : ......................................

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah GCS kurang dari 13


2. Apakah wajah tidak simetris / ada kelemahan
3. Apakah lidah tidak simetris / ada kelemahan
4. Apakah palatum tidak simetris / ada kelemahan
5. Adakah gejala aspirasi selama tes minum air
Sumber : Edmiaston, Connor, Loehr, Nassief, 2009)

Catatan :

a. Jika semua jawaban 4 pertanyaan pertama adalah TIDAK, lanjutkan tes


minum air sebanyak 3 sendok
b. Berikan 3 sendok air minum, catat pengosongan kerongkongan, batuk atau
perubahan dalam kualitas vokal segera setelah 1 menit menelan. Jika
kosong, batuk dan ada perubahan dalam kualitas fokal, lalu kirim atau
rujuk ke terapis wicara.
c. Jika semua jawaban TIDAK, mulai makan seperti biasa.

Kesimpulan :

Disfagia : Ya Tidak

Perawat

( _____________________)

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 6

KUISIONER

Karakteristik Pasien Stimulasi Olfaktori


Minyak Lada Hitam

Inisial responden :

Jenis kelamin :

Jenis stroke :

Frekuensi serangan ke :

Ruang rawat :

Onset hari ke :

Mulai intervensi tanggal :

Akhir intervensi tanggal :

CT scan kepala :

Nilai RAPPIDS I :

Nilai RAPPIDS II :

Pemeriksa

( ___________________)

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 7

INTRUMEN STATUS FUNGSI MENELAN

THE ROYAL ADELAIDE PROGNOSTIC INDEX FOR


DYSPHAGIC STROKE(RAPIDS)

1. Nama pasien : .....................................................


2. Tanggal pengkajian I : .....................................................
3. Total skor I : .....................................................
4. Tanggal pengkajian II : .....................................................
5. Total skor II : .....................................................

No I II
Pernyataan
1. Kesadar 2 Tidak 5 Sukar 6 Somnolen 8 apatis 10 Sadar
an berespon dibangunk (tidur tp penuh
an mudah
dibangunkan)

2. Suara 2 Slim 4 Ronchi 6 Ronchi 8 Ronchi 10 Bersih


nafas banyak berat sedang ringan

3. Kompre 1 Respon 2 3 Mengikuti 4 Kadang- 5


hensi minimal/ti Mengikuti satu perintah kadang bisa Normal
dak ada pembicara
respon an

4. Bicara/ 1 Tidak 2 3 Membentuk 4 disartria 5


ucapan ada/suara Beberapan kalimat/tidak Normal
minimal kata saja sesuai

5. Gerak 1 Tidak 2 Sangat 3 Tidak 4 Sedikit 5Normal


bibir ada tidak semetris/gerak tidak
gerakan simetris/su an terganggu simetris
kar
digerakkan
6. Gerak 2 Tak ada 4 ROM 6 ROM 8 Gangguan 10 Normal
lidah gerakan sangat terbatas ROM ringan
terbatas

7. Gerak 1 Tak ada 2 3 Asimetris 4 Asimetris 5 Normal


palatum gerakan Asimetris sedang ringan
berat
8. Reflek 1 Tidak 2 Reflek 3 Reflek 4 Reflek gag 5 Normal
gag bisa dikaji satu sisi menurun tidak
hilang simetris

9. Fonasi 1 Tidak 2 Seperti 3 serak 4 Serak 5 Normal


ada suara ringan
suara/suara berkumur
minimal

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


No I II
Pernyataan
10. Batuk 2 Tidak 4 Reflek 6 Reflek batuk 8 Sering 10 Normal
ada batuk agak lemah batuk
sangat
lemah

11. Mengun 1 Tidak 2 minimal 3 Kurang 4 Ada sisi 5 Normal


yah bisa mampu makanan di
membentuk mulut
bolus

12. Oral 2 Tak ada 4 Sangat 6 Sangat 8 Lambat 10 Normal


gerakan tidak lambat memindahka
terorganisa memindahkan n makanan
si makanan (>5 (1-5 detik)
detik)

13. Pharynk 2 Tidak 4 Sangat 6 Lambat 8 Agak 10 Normal


ada lambat (>5 (3-5 dtk) lambat (1-2
gerakan dtk) detik)

14. Tolerans 1 Tidak 2 Toleran 3 Makanan 4 Makanan 5 Semua


i toleran makanan kental dan cair lunak dan jenis
menelan kental cair makanan

Total

Sumber : Broadley,dkk (2005)

Pemeriksa

( _______________________)

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran : 8

FORMAT OBSERVASI
Stimulasi Olfaktori dengan Minyak Lada hitam

Nama Pasien : ............................................


NMR : ............................................
Usia : ...........................................

No Hari/tgl Pagi Siang Sore Respon responden

10

11

12

13

14

15

Perawat/keluarga

(______________________)

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 9
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Peran Keluarga Modifikasi Gaya Hidup Pasien Stroke


Sub Pokok Bahasan : Definisi stroke, Penyebab stroke, Jenis stroke, Gejala stroke,
Faktor risiko stroke, Stroke berulang (sekunder)
Sasaran : Keluarga pasien stroke dan pasien
Hari / tanggal : 30-45 menit
Tempat : Ruang perawatan neurologi (518) RSCM
Sesi : 1 (satu)

A. Tujuan Instruksional Umum ( TIU )


Setelah mendapatkan penyuluhan keluarga dapat memahami tentang konsep
penyakit stroke.
B. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )
Setelah mendapatkan penyuluhan keluarga dan pasien (bila memungkinkan)
mampu :
1. Menjelaskan pengertian stroke
2. Menjelaskan penyebab stroke
3. Menjelaskan faktor risiko stroke
4. Menjelaskan gejala stroke
5. Menjelaskan pengertian stroke sekunder (ulang)
6. Menjelaskan cara pencegahan stroke sekunder
C. Materi edukasi
1. Pengertian stroke
2. Penyebab stroke
3. Faktor risiko stroke
4. Gejala stroke
5. Pengertian stroke sekunder (ulang)
6. Cara pencegahan stroke sekunder
D. Metode dan Media
1. Metode : ceramah dan diskusi
2. Media : lembar balik dan leaflet

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


E. Kegiatan SEP
No Sesi Waktu Kegiatan
Perawat Keluarga

1 Pendahuluan 10 menit  Mengucapkan salam  Menjawab salam

 Mengkaji ulang kebutuhan  Menjawab

 Apersepsi tentang stroke keluarga  Memperhatikan


edukasi keluarga

 Menjelaskan tujuan pendidikan


kesehatan yang akan diberikan
sesuai kebutuhan edukasi
keluarga

2 Penyajian 20-30  Menjelaskan pengertian stroke  Mendengarkan


menit  Menjelaskan penyebab stroke  Memperhatikan
 Menjelaskan faktor risiko stroke  Memperhatikan
 Memberi kesempatan keluarga  Bertanya
bertanya
 Menjelaskan gejala stroke  Memperhatikan
 Meminta pasien mengulang apa  Mengulang dengan
yang telah dijelaskan kalimat sendiri
 Memberi kesempatan pasien  Bertanya
bertanya
 Menjelaskan pengertian stroke  Memperhatikan
sekunder
 Menjelaskan cara mencegah  Memperhatikan
stroke sekunder

3 Penutup 5 menit  Melakukan evaluasi dengan  Menjawab pertanyaan


menanyakan kembali materi yang
telah diberikan

 Membuat kesimpulan materi  Memperhatikan dan


ikut menyimpulkan
 Mengucapkan salam  Menjawa salam
F. Evaluasi
Tujuan pendidikan kesehatan tercapai bila keluarga mampu mengulang
materi kembali dengan menggunakan kalimat sendiri tentang :
1. Pengertian stroke
2. Penyebab stroke
3. Gejala stroke : minimal 3 gejala (FAST)
4. Faktor risiko stroke : minimal 3 faktor risiko
5. Pengertian stroke sekunder
6. Cara pencegahan stroke sekunder

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan Peran Keluarga Modifikasi Gaya Hidup Pasien Stroke


Sub Pokok Bahasan Modifikasi gaya hidup meliputi : diit, obesitas,
alkohol, rokok dan aktifitas fisik.
Sasaran Keluarga pasien Stroke dan pasien
Waktu 30 - 45 menit
Tempat Ruang perawatan neurologi (518) RSCM
Sesi II (dua)

A. Tujuan Instruksional Umum ( TIU )


Setelah mendapatkan penyuluhan keluarga dan pasien ( bila memungkinkan)
dapat memahami tentang peran keluarga dalam modifikasi gaya hidup pasien
stroke
B. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )
Setelah mendapatkan penyuluhan keluarga dan pasien ( bila memungkinkan)
mampu menjelaskan peran keluarga :
1. Pengertian diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa
2. Tips-tips pemilihan diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah
glukosa
3. Cara mengolah makanan yang sehat
4. Efek rokok dan alkohol terhadap terjadinya stroke
5. Tujuan dan cara berhenti merokok dan konsumsi alkohol
6. Tujuan aktifitas fisik bagi pasien stroke
7. Tips-tips aktifitas fisik yang baik seperti : lama, frekuensi, dan jenis
aktifitas yang sesuai.
8. Tanda dan gejala kapan aktifitas fisik harus dihentikan.
C. Materi edukasi
1. Pengertian diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukos
2. Tips-tips pemilihan diit rendah garam, kolesterol dan glukosa
3. Cara mengolah makanan yang sehat
4. Efek rokok dan alkohol
5. Tujuan dan cara berhenti merokok dan konsumsi alkohol
6. Tujuan aktifitas fisik bagi pasien stroke

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


7. Tips-tips aktifitas fisik yang baik seperti : lama, frekuensi, dan jenis
aktifitas yang sesuai.
8. Tanda dan gejala kapan aktifitas fisik harus dihentikan.
9. Metode dan Media
1. Metode : ceramah dan diskusi
2. Media : lembar balik dan leaflet
10. Kegiatan SEP
Kegiatan
No Sesi Waktu Keluarga
Perawat
1 Pendahuluan 5 menit  Mengucapkan salam  Menjawab salam

 Apersepsi tentang peran keluarga  Menjawab


dalam modifikasi diit

 Menjelaskan tujuan pendidikan  Memperhatikan


kesehatan yang akan diberikan

2 Penyajian 15 menit  Menjelaskan tentang pengertian  Mendengarkan


diit rendah gara, rendah
kolesterol dan rendah glukosa.

 Menjelaskan tujuan diet tersebut  Memperhatikan


pada pasien stroke

 Menjelaskan makanan yang  Memperhatikan


dilarang, dibatasi dan dianjurkan
dalam diet rendah garam, rendah
kolesterol dan rendah glukosa.

 Memberi kesempatan keluarga  Bertanya


bertanya

 Menjelaskan efek rokok dan  Memperhatikan


alkohol

 Menjelaskan tips-tips berhenti


merokok dan alkohol  Memperhatikan

 Menjelaskan aktifitas bagi pasien


stroke dan tips aktifitas fisik yang  Memperhatikan
baik.

 Menjelaskan peran keluarga  Memperhatikan


dalam merubaha gaya hidup : diit,
rokok, alkohol dan aktifitas fisik.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Kegiatan
No Sesi Waktu Keluarga
Perawat
3 Penutup 5 menit  Melakukan evaluasi dengan  Menjawab pertanyaan
menanyakan kembali materi yang
telah diberikan

 Membuat kesimpulan materi  Memperhatikan dan


ikut menyimpulkan
 Mengucapkan salam  Menjawa salam

11. Evaluasi
Tujuan pendidikan kesehatan tercapai bila keluarga mampu mengulang
materi kembali dengan menggunakan kalimat sendiri peran keluarga dalam :
1. Tujuan diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa
2. Tips memilih diit rendah garam, glukosa dan glukosa
3. Makanan yang dilarang, dibatasi dan dianjurkan dalam diet rendah
garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa
4. Tips-tips berhenti merokok dan minum alkohol
5. Tujuan aktifitas fisik pada pasien stroke
6. Memilih aktiftas fisik yang baik

Referensi :
Feigin V. (2004). Stroke. Panduan Bergambar tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta. PT BHUANA ILMU POPULER. Kelompok
Gramedia.
Makhfudli & Efendi, F,.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
National Stroke Association. (2010). HOPE A Stroke Recovery Guide. Chapter
three. www.stroke.org
Rodger, H. (1999). Randomized Controlled Trial of a Comprehensive Stroke
Education Program for Patients and Caregivers. Stroke 1999.
http://stroke.ahajournals.org/cgi
Panduan Diit dari RS Stroke Nasional Bukittinggi, RS Fatmawati, Yayasan
Jantung Indonesia.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


APA ITU STROKE ???... dapat bicara)
caranya ; minta pasien mengucapkan
Stroke adalah : suatu kondisi kalimat sederhana
T = Time
Penyebab stroke, ada 2 : Bila menemukan gejala di atas segera
Universitas Indonesia
1) Sumbatan pada pembuluh darah otak bawa pasien ke tempat pelayanan
(stroke iskemik) kesehatan terdekat.
2) Perdarahan (stroke hemoragik)
PERAN KELUARGA
DALAM MERUBAH GAYA HIDUP Faktor risiko stroke ;
PASIEN STROKE 1) Yang tidak bisa diubah
- Usia
Meliputi : - Jenis kelamin
- RAS/suku bangsa
1) Makanan yang sehat
- Riwayat keluarga menderita stroke
2) Berhenti merokok
- Pernah menderita stroke atau TIA
3) Mengurangi konsumsi alkohol
4) Meningkatkan aktifitas fisik
2) Yang bisa diubah
- Hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
alkohol, hiperkolesterol, kurang aktifitas
fisisk, obesitas, diit tidak sehat, penyakit
jantung,

Gejala awal yang diduga stroke : FAST


F = Face
( salah satu sisi muka tertinggal) TUJUAN MERUBAH GAYA HIDUP PASIEN
Caranya : Minta pasien tersenyum atau STROKE ADALAH :
memperlihatkan giginya
Oleh : A = Arm 1. Untuk menurunkan faktor risiko stroke
(salah satu lengan bergerak turun) yang dimiliki pasien.
FERA LIZA Caranya : minta pasien mengangkat 2. Untuk mencegah terjadinya stroke
Mahasiswa Program Magister Keperawatan kedua lengan lurus ke depan sekitar 10 berulang.
Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah detik.
Fakultas Ilmu Keperawatan S = Speech
Universitas Indonesia (menggunakan kata yang salah atau tidak
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
MAKANAN YANG SEHAT - Makanan dan minuman kaleng: 1) Jenis lemak :
sarden, sosis, kornet, sayuran buahan - Lemak jenuh : bila dikonsumsi secara
Tujuan makanan sehat : dan kaleng. berlebihan dapat meningkatkan
Mencegah hipertensi, diabetes mellitus dan - Makanan yang diawetkan : dendeng, kolesterol seperti : minyak kelapa, keju
aterosklerosis (penge. abon, ikan asin, udang kering, telur keras dan lemak hewani.
asin, telur pindang, selai kacang. - Lemak tidak jenuh tunggal :
Tidak terjadi STROKE - Mentega dan keju berpengaruh sedikit terhadap
- Bumbu-bumbu : kecap , terasi, petis, kolesterol seperti : minyak zaitun,
MAKANAN RENDAH NATRIUM garam, saus tomat, saus sambel, tauco minyak biji kapas, minyak wijen dan
dan penyedap lainnya. minyak kepala sawit.
Tujuan diit : untuk membantu menurunkan - Lemak tidak jenuh ganda :
tekanan darah 4) Tips mengatur diit menurunkan kolesterol seperti : minyak
- Untuk mencegah stroke berulang jagung, minyak kedelai, minyak
1) Makanan yang dianjurkan : dianjurkan mengkonsumsi makanan kacang tanah, minyak biji bunga
- Makanan segar : sumber hidrat arang, yang kaya antioksidan, seperti : ikan, matahari dan minyak ikan.
protein nabati dan hewani, sayuran buah-buahan, sayuran, kacan polong,
dan buah-buahan yang banyak asam lemak omega 3. 2) Sumber lemak ;
mengandung serat. - Rasa tawar dapat diganti dengan : - Lemak tidak kelihatan : daging, telur,
- Makanan yang diolah tanpa atau Menambah gula pasir/merah, bawang biji-bijian dan kacang-kacangan.
sedikit mengandung garam natrium, merah/putih, jahe, kencur, salam dan - Lemak kasat mata : minyak goreng,
vetsin, kaldu bubuk. bumbu lain yang tidak mengandung gajih, margarin.
- Sumber protein : telur 2 x seminggu natrium. - Lemak yang ditambahkan : pastry, es
dan daging 3 x seminggu, ayam/ikan ≤ - Ganti garam meja dengan garam krim, pie, cake dan makanan yang
100 gram/hari rendah natrium (misalnya Halsolat, digoreng
2) Makanan yang dibatasi : Nusalt, Lasosa dan lain-lain)
- Garam dapur 1 ¼ sendok teh/hari - Baca label makanan sebelum membeli. 3) Tips memilih makanan rendah lemak :
- Yang mengandung natrium seperti : - Pilih daging merah
soda kue - Buang lemak kasat mata sebelum
RENDAH LEMAK DAN KOLESTEROL dimasak
3) Makanan yang dihindari : - Gunakan susu rendah lemak
- Otak, paru, jantung, usus, hati, daging Tujuan diit : - Hindari masak dengan santan
kambing. - Lebih sering memasak dengan
- Menurunkan kadar kolesterol darah merebus, mengukus, mengungkep,
- Makanan yang diolah pakai natrium : - Menurunkan berat badan bila
biskuit, krupuk dan makanan kering, menumis atau memanggang.
kelebihan berat badan.
asin.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
- Gunakan minyak baru, hindari - Sumber lemak : daging ayam, ikan, 3. MENGAPA PASIEN STROKE HARUS
menggunakan minyak jelantah. susu skim. MENGURANGI KONSUSMSI
- Bila menggoreng, gunakan minyak 4) Makanan yang tidak dibatasi :
ALKOHOL ??....
dengan panas sedang. Jamur kuping segar, ketimun, labu air,
- Hindari makanan berkolesterol tinggi lobak, selada air, tomat.
- Alkohol berkalori tinggi dan rendah gizi
seperti : kuning telur, hati, otak, paru,
- Alkohol menyebabkan kegemukan dan
usus, limpa, ginjal, lidah, buntut,
menghambat pembakaran lemak
kepiting, kerang-kerangan. PERAN KELUARGA DALAM PENYEDIAAN
- Alkohol dapat meningkatkan tekanan
MAKANAN SEHAT
darah
MAKANAN RENDAH GLUKOSA
1) Keluarga mengenal makanan yang sehat
Terjadi STROKE
Tujuan diit : dan tidak sehat bagi pasien
- Menurunkan kadar gula darah menjadi 2) Keluarga menjelaskan pada keluarga efek
Alkohol boleh dikonsumsi dalam jumlah kecil (
normal makanan tidak sehat terhadap terjadinya
< 200 cc / hari)
- Menapai berat badan ideal stroke.
3) Memotivasi pasien untuk mengkonsumsi
Sebaiknya penderita stroke tidak
1) Pengaturan diit makanan yang rendah kolesterol, natrium
mengkonsumsi alkohol.
- Makan secara teratur sesuai jumlah, dan rendah glukosa
jenis dan jadwal makan yang telah 4) Memilih dan memasak sendiri makanan
ditentukan. untuk pasien di rumah.
2) Bahan makanan yang dihindari 5) Melarang anggota keluarga lain makan
Makanan yang mengandung hidrat arang makanan yang tinggi kolesterol, natrium
murni (gula pasir, gula merah) dan makan dan glukosa di depan pasien.
yang diolah dengan gula murni seperti : 6) Berkonsultasi dengan petugas keseahatan
permen, dodol, kecap, coklat, sirup, madu, bila menemui kesulitan dan memilih dan
cake, es krim, makanan/minuman kaleng, mengolah makanan bagi pasien.
tapem, susu kental manis.
Peran keluarga dalam mengurangi
3) Bahan makanan yang dibatasi : konsumsi alkohol :
- Sumber karbohidrat seperti : nasi,
ketan, roti, mie, kentang, singkong, ubi,
1. Menjelaskan efek alkohol terhadap terjadi
talas, macaroni, bihun, tepung-
stroke.
tepungan dan hasil olahannya.
2. Memotivasi pasien untuk mengurangi atau
- Sumber protein : kacang-kacangan,
berhenti mengkonsumsi alkohol.
tahu dan tempe.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
3. Menjauhkan pasien dari - Penyempitan dan pengerasan
lingkungan/aktifitas yang mengkonsumsi pembuluh darah arteri.
alkohol. - Mengurangi aliran darah ke otak
4. Membawa pasien ke pelayanan kesehatan - Darah menggumpal
bila mengkonsumsi alkohol berlebihan /
ketergantungan alkohol terjadi STROKE

PERAN KELUARGA PADA PASIEN


PEROKOK
4. MENGAPA PASIEN STROKE HARUS
BERHENTI MEROKOK ??.... 1. Memberi tahu pasien dan keluarga yang 5. MENGAPA PASIEN STROKE HARUS
lain bahwa rokok dapat menyebabkan MENINGKATKAN AKTIFITAS FISIK
Kandungan rokok : stroke ??....

2. Memotivasi pasien berhenti merokok - Aktifitas fisik menurunkan berat badan


- Aktifitas fisisk menurunkan tekanan darah
- Aktifitas mengurangi risiko arterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah arteri)

mencegah STROKE

Macam- macam aktifitas fisik yang dapat


dilakukan :
3. Melarang keluarga yang lain dan tamu
merokok di dalam rumah/dekat pasien. - Jalan kaki
- Joging
4. Membawa pasien ke RS/puskesmas untuk - Berenang
berkonsultasi cara berhenti merokok - Berkebun
- Bersepeda
5. Membawa pasien ke pelayanan kesehatan - Bermain golf
bila terdapat keluhan akibat merokok - ROM (Range og Motion) =
Akibat bahan-bahan kimia di atas
seperti : batuk lama, sesak nafas dan menggerakkan sendi tangan dan kaki
menyebabkan :
demam - Latihan Treadmill
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
- Stationary cycle Aktifitas jalan kaki Gambar tread mill
- Latihan keseimbangan dan koordinasi
- Dan lain-lain

Tips aktifitas fisik bagi pasien stroke ;

1) Pilihan aktifitas disesuaikan dengan


kemampuan pasien

2) Pilih aktifitas yang menyenangkan pasien

3) Lama aktifitas : 30 menit / aktifitas


(dilakukan secara bertahap)

4) Frekuensi : 3 – 4 kali dalam seminggu


Gambar ROM (Range of Motion)
5) Bila pasien mengalami
kelemahan/keterbatasan fisik, aktifitas
dibantu oleh keluarga dan petugas PENTING !!!..
fisioterapi
Dukungan keluarga sangat penting
Macam-macam aktifitas dalam membantu merubah gaya hidup
yang kurang sehat menjadi gaya hidup
yang sehat.
Karena keluarga adalah orang terdekat
yang akan melanjutkan perawatan
pasien di rumah.
Dengan mematuhi terapi pengobatan
dan gaya hidup sehat maka risiko
pasien untuk terkena stroke berulang
80 % dapat dicegah .

----------- semoga lekas sembuh -------


Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 10

Pelepasan
Kateter

2 jam pertama

• Pemberian cairan 200 cc


• Meminta pasien untuk berkemih dengan
urinal bagi pasien laki-laki dan pistpot
bagi pasien wanita
• Pencatatan cairan yang keluar

Hasil pengkajian Tidak mampu berkemih

Klien mampu berkemih

Hasil bladder scan < 100

2 jam kedua
Bisa mengontrol Tidak bisa mengontrol
− Pemberian cairan 200 cc
− Pemberian kondisioning pada pasien
antara lain pemakaian commode,
memfasilitasi pasien untuk berkemih
Berkemih secara Pemasangan kateter kondom di kamar mandi.
normal bagi pasien laki-laki atau − Pencatatan cairan yang keluar
diapers bagi pasien wanita − Pemantauan dengan bladder scann
− Stimulusi perangsangan berkemih

• Kegel exercise 2 jam ketiga...............


• Urgency supression
• Bladder diary

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


2 jam ketiga

• Pemberian cairan 200 cc


• Pemberian kondisioning pada pasien
antara lain pemakaian commode,
memfasilitasi pasien untuk
berkemih di kamar mandi.
• Pencatatan cairan yang keluar
• Pemantauan lewat bladder scan

Tidak mampu berkemih Hasil pengkajian

Klien mampu berkemih

Pasang kateter menetap

Bisa mengontrol
Tidak bisa mengontrol

− Kegel exercise Berkemih secara


− Urgency Supression normal
− Bladder diary
− Conditioning

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 11

CATATAN HARIAN BERKEMIH


(BLADDER DIARY)
Nama pasien : .................................................
NMR : .................................................
Jenis Kelamin : .................................................
Tanggal Lahir/usia : .................................................
Tanggal Masuk : . ................................................
Diagnosa Medis : .................................................

Intake cairan Output urin paraf


Hari/ Waktu Jenis Jumlah Waktu Volume Kering- Residu
tanggal (ml) berkemih berkemih basah (*) (ml)
(ml)

(Sumber : Modifikasi dari McKertich, 2008).

(*) pilih salah satu, mengompol (basah) atau tidak ngompol (kering).
NB : Sebisa mungkin pencatatan dilakukan setiap 2 jam selama 24 jam pertama setelah
kateter dilepas. Pencatatan dianjurkan dilanjutkan sampai 3x24 jam atau
disesuaikan dengan kondisi pasien. Pencatatan dapat melibatkan keluarga,
sebelumnya keluarga diberikan edukasi terlebih dahulu.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 12

RESUME KASUS NEUROLOGI

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi


1. Resume : asuhan keperawatan pada SOL (massa primer lobus fronto
parietalis kiri dengan herniasi subfalcin ke kanan atau jenis Meningioma)
Informasi Ny. L . usia 37 tahun alamat : Sukabumi, pekerjaan ibu rumah tangga, masuk
umum RSCM tanggal 19 Februari 2012, klien kiriman dari RS Pasar Rebo dengan
keluhan waktu masuk 1,5 tahun SMRS sakit kepala sebelah kiri rasa berdenyut
dan seperti tertusuk-tusuk hilang timbul, sakit bertambah bila mengedan, hilang
tanpa obat, mual (-), muntah (-), pandangan ganda (+), terutama bila melihat ke
depan, pasien berobat ke klinik, keluhan tidak berkurang. 8 bln SMRS
penglihatan semakin berkurang, pendengaran telinga kiri berkurang. Pengkajian
(tanggal 24 Februari 2012) ditemukan : klien mengeluh pusing, kepala sebelah kiri
terasa sakit berdenyut, nyeri berkurang bila istirahat, batuk dan pilek, kedua mata
tidak bisa melihat sama sekali. RKD : pengguna kontrasepsi pil. RKK : tidak ada
keluarga yang menderita penyakit serupa.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 24 Februari 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : perilaku adaptif, 2) Nutrisi ; perilaku
stimulus adaptif. 3) Eliminasi : perilaku adaptif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel
indeks = 10/20 (ketergantungan ringan ). Derajat kekuatan otot ; tidak ada parese,
Stimulus ; penurunan sensori , 5) Proteksi : Skala Norton (risiko luka) = 18
(tidak ada risiko dekubitus), suhu 36,5oC, 6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan,
elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi
:Kesadaran kompos mentis, GCS=15, pupil isokor, Ø 6 mm/6mm, RCL : ↓/↓,
RCTL ↓/↓ , ekstremita tidak ada parese. Parese N II.Optikus : visus : 0/0, lapang
pandang : tidak bisa dinilai, papil edema : (+/+), N.V Trigeminus : sensori ka/ki :
(+/↓). N.VII facialis : parese dextra sentral. VAS (Visual Analogue Scale) : 3.
Refleks fisiologis (+), Refleks patologis (-), rangsang meningeal (-), Stimulus :
CT Scan kepala (26 Desember 2011) ; masa frontal-para ventrikel, lateral sinistra
dd astrocytoma, MRI kepala (15 Februari 2012) : masa primer lobus
frontoparietalis kiri dengan herniasi subfalcin ke kanan, lesi kistik intrasella,
sinusitis ethmoidalis kiri. Hasil NO (Neuro Oftalmologi) (15 Februari 2012) :
gangguan fungsi luhur, gg visus bilateral, papil atrofi sekunder os lateral ec SOL
IK. 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran,
12) mode interdependensi : perilaku adaptif
Dx. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial, Risiko injuri, Defisit perawatan diri
NOC Status neurologi, kesadaran, pencegahan jatuh, lingkungan perilaku diri aman.
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral,monitor peningkatan TIK.
Aktivitas Kaji tanda-tanda peningkatan TIK, monitor status neurologi seperti GCS, respon
keperawatan nyeri, dan orientasi terhadap waktu tempat dan orang, berikan posisi kepala 30
derajat dan posisi kepala netral, dexametasone 4 x 1 mg IV, Paracetamol 2 x 1 tab,
cegah valsava manuver, berikan laxadine 3x1C, Orientasikan pasien pada
peralatan yang ada disekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat melukai,
pasang pembatas dan kunci roda tempat tidur, libatkan keluarga dalam membantu
ADL pasien. Kaji ulang nilai visus klien setiap hari kaji risiko kejang berulang
(gejala aura), berikan terapi Keppra 2 x 500 mg, Kolaborasi klien untuk tindakan
pembedahan (craniotomy removal tumor)
Evaluasi : Evaluasi tanggal 9 Maret 2012.
Keluhan sakit kepala hilang timbul, tetapi tidak mengganggu aktifitas istirahat dan

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


1. Resume : asuhan keperawatan pada SOL (massa primer lobus fronto
parietalis kiri dengan herniasi subfalcin ke kanan atau jenis Meningioma)
tidur, GCS 15, tidak ada penambahan defisit neurologis, visus 0/0, pemenuha
ADL. Pasien sudah direncanakan dilakukan tindakan Kraniotomi removal tumor

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

2. Resume : asuhan keperawatan pada SOL (Glioma)

Informasi Pasien Ny. D.I, 28 th, perawat, menikah. 1 anak, alamat Jokjakarta. Sekitar 2 mgg
umum SMRS Cipto klien mengeluh sakit kepala berputar disertai kelemahan pada
separuh badan, tangan dan kaki kanan terasa kebas, bicara menjadi lambat dan
suara sedikit serak. Sakit kepala disertai mual dan muntah. Kemudian klien
dirawat di RS PKU Jokjakarta selama 3 hari kemudian dirujuk ke RS Sardjito
Jokjakarta. Hasil CT Scan dan MRI kepala menunjukkan ada masa pada batang
otak, lalu klien dirujuk ke RSCM untuk radiasi tanggal 16 Maret 2012.
RKD : klien pengguna kontrasepsi pil selama ± 1 th terakhir. Hasil USG : Saat ini
klien hamil 9 minggu

Pengkajian Saat pengkajian tanggal 19 Maret 2012 :


perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : kesadaran kompos mentis kooperatif,
stimulus GCS = 15, pernafasan 28x/menit. Stimulus : depresi batang otak. Hasil MRI
cerebral tanggal 10 Maret 2012 : SOL (suspek glioma) regio batang otak/MO DD-
awal hematoma ringan : glioma ganglia basalis2) Nutrisi ; makan ML habis 1/3
porsi sejak sakit, mual (+) dan muntah (+), BB saat ini tidak diketahui, saat sehat
BB = 45 kg TB = 156 cm. Penampilan kurus. Stimulus : intake tidak adekuat, . 3)
Eliminasi : BAK (+) kapai pempers, BAB (-) sejak 10 hari yll, stimulus : kurang
intake serta dan cairan, 4) Aktivitas dan istirahat : mengeluh susah tidur dan
sering terbangun karena sakit kepala serta mual muntah. Semua aktifitas di atas
TT dibantu keluarga dan perawat. Pasien hanya mampu merubah posisi miring
kanan, kiri dan telentang. Stimulus : penurunan derajat kekuatan otot. nilai bartel
indeks = 8/20 (ketergantungan berat ). Hemiparese dekstra, 5) Proteksi : Skala
Norton (risiko luka) = 18 (tidak ada risiko dekubitus), suhu 36,5oC, 6) Sensasi :
kebas pada tangan kanan, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa :
minum 2-3 gelas/hari (400 cc), IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Mukosa bibir kering.
Stimulus : intake cairan tidak adekuat, 8) fungsi neurologi : pasien mengeluh
sakit kepala, sakit terasa berputar dan meningkat bila kepala tempat tidur
diturunkan, VAS : 8, derajat kekuatan otot ekstremitas kanan 3333/3333,
ekstremitas kiri 5555/5555, tubuh sebelah kanan terasa berat dan kebas, stimulus :
Hasil MRI cerebral tanggal 10 Maret 2012 : SOL (suspek glioma) regio batang
otak/MO DD-awal hematoma ringan : glioma ganglia basalis, 9) fungsi endokrin
: perilaku adaptif, Mode konsep diri : merasa penyakitnya semakin parah, klien
cemas penyakitnya tidak dapat diobati, 11) Mode fungsi peran : merasa tidak
mungkin mampu lagi merawat anaknya yang di tinggal di Jogja dan yang di dalam
kandungan, 12) mode interdependensi : semua aktifitas dibantu suami dan ibu.
Dx. Tidak efektif perfusi jaringan serebral, penurunan kapasitas adaptif,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, konstipasi, ansietas.
NOC Status neurologi, kesadaran, status nutrisi, intake makanan, eliminasi bowel,
hidrasi. kontrol cemas sendiri.
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral,monitor peningkatan TIK,
manajemen dan terapi nutrisi, manajemen konstipasi, penurunan kecemasan.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


2. Resume : asuhan keperawatan pada SOL (Glioma)

Aktivitas Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan cara :1) monitor status
keperawatan neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV, dan fungsi nervus kranial 2)
meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat, 3) Memberikan oksigen
binasal kanul 2 liter/menit, 4) Mencegah manuver valsava dengan menganjurkan
pasien 6-8 gelas/hari dan konsumsi sayur dan buah tinggi serat seperti pepaya dan
memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm, dan YAL, 5) berkolaborasi untuk
pemberian radiasi.
Penurunan kapasitas adaptif intrakranial : Monitor status neurologis : GCS, TTV,
pupil, kekuatan otot, mengkaji keluhan sakit kepala : intensitas, durasi, frekuensi
dan lokasi, mengkaji keluhan mual dan muntah yang menyertai sakit kepala,
memberikan PCT 3 x 1 tablet untuk mengurangi nyeri kepala, berkolaborasi dalam
pemberian obat steroid,
Mengatasi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menganjurkan pasien
makan sedikit-sedikit tapi sering, , memberikan obat untuk mengurangi muntah :
Primperan 3 x 1 ampul IV, Ranitidin 2 x 1 ampul,
Menurunkan kecemasan dengan : meyakinkan pasien bahwa perawat akan
mendengarkan keluhan pasien, mendengarkan ungkapan verbal dan nonverbal
pasien, membantu pasien mendapatkan informasi yang tepat tentang perawatan
dan pengobatannya.
Evaluasi : Pada tanggal 22 Maret 2012 ditemukan : risiko tidak efektif perfusi serebral
belum teratasi : sakit kepala (+), mual (+) dan muntah (+) kebas (+) menjalar ke
pipi sebelah kiri. Risiko penurunan kapasitas adaptif serebral belum berkurang :
BAB sudah ada, risiko kurang nutrisi belum teratasi : badan bertambah letih, klien
mengatakan akan berusaha menghabiskan diitnya, kecemasan sedikit berkurang :

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

3. Resume : asuhan keperawatan pada HNP Post Laminatomi + Diskektomi

Informasi Ny. K, NMR : 353 92 58, usia 30 th, menikah, pekerjaan dagang, belum punya
umum anak. Alamat Bengkulu. Masuk RSCM tanggal 4 Marey 2012 dengan keluhan
nyeri pinggang, bokong, paha belakang dan betis kanan sejak 2 tahun yang lalu.
Rasa baal dan tidaki daerah kemaluan. Klien merasakan tungkai kanan lebih berat
dan tidak dapat jinjit, nyeri berkurang bila istirahat. Hasil MRI tanggal : HNP L4-
S1. Klien dilakukan operasi tanggal 16 Maret 2012.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 19 Maret 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : perilaku adaptif, 2) Nutrisi ; perilaku
stimulus adaptif, 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : Klien 3 hari
pasca operasi. Klien hanya mampu berbaring di tempat tidur, mampu miring
kanan dan kiri. Aktifitas klien dibantu keluarga dan perawat. Tidur malam hari 7-8
jam, siang bisa istirahat. Motorik kesan hemiparese kiri.
5) Proteksi : Ada bekas luka operasi tertutup verban + drain (out put darah ± 150
cc berwarna merah kental kehitaman), terpasang infus di lengan kanan. Skala
norton (risiko luka) = 14 (rentan terjadi dekubitus), risiko cidera (jatuh) = 70
(risiko rendah), 6) Sensasi : kebas di daerah betis, paha belakang dan dan bokong.
Nyeri di daerah pinggang belakang dan area operasi, VAS 3-4.
7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi
neurologi : Kesadaran kompos mentis, GCS 15, pupil simetris, isokor Ø 3 mm,

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


3. Resume : asuhan keperawatan pada HNP Post Laminatomi + Diskektomi

RCL (+/+) RCTL (+/+). Laseque (+/+). Brudzinki I dan II (+/+).


Motorik : derajat kekuatan otot, ekstremitas kanan 5555/4444 dan ekstremitas kiri
5555/4444, 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : klien
cemas dengan penyakitnya, pasien takut tidak bisa berjalan lagii, 11) Mode fungsi
peran : merasa suami tidak perhatian, karena belum pernah mengunjungi ke
RS,12) mode interdependensi : sebagian aktifitas dibantu adik.
Dx. Nyeri, risiko infeksi, perubahan persepsi sensori, kurang pengetahuaan, ansietas.
NOC Kontrol nyeri, tingkat nyeri dan kenyamanan, fungsi sensori, gambaran diri,
pengetahuan keselamatan diri, prosedur perawatan,
NIC Manajemen nyeri, terapi analgesik, stimulasi, memfasilitasi belajar.
Aktivitas Untuk mengurangi nyeri dilakukakan : Mengkaji tingkat nyeri pasien, pemberian
keperawatan posisi TT datar dengan elevasi kepala 5-10 derajat, memberikan bantak tipis di
bawah kepala pasien, mempertahankan pasien dalam posisi spinal netral,
Menggunakan strategi menurunkan nyeri dengan teknik nafas dalam dan relaksasi
dan memberikan obat ketorolac 2 x 1 amp IV, merubah posisi pasien setiap 2 jam
miring kanan, kiri dan telentang, emonitor respon pasien sebelum dan setelah
terapi menurunkan nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale) 1-10. Memonitor
luka insisi, memonitor persepsi sentuhan dan nyeri yaitu sensasi di daerah
pinggang bawah, bokong dan kaki, melindungi area luka dari injuri, mengajarkan
pasien mengatur posisi ekstremitas yang baik. HNP berulang seperti, membantu
pasien mengembangkan strategi mengurangi stres dan kecemasan, mengajarkan
teknik relaksasi imajinasi untuk mengurangi nyeri,
Evaluasi : Evaluasi tanggal 22 Maret 2012
Nyeri daerah pinggang dan bekas insisi sudah berkurang, VAS = 3. Klien sudah
mampu turun tempat tidur dan jalan ke kamar mandi. Infeksi area operasi bersih
dan kering, drain dan jahitan sudah dibuka. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
Baal pada daerah betis, paha belakang dan bokong mulai berkurang. :
menggunakan mekanika tubuh yang benar, , menggunakan teknik relaksasi untuk
mengurangi rasa nyeri.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

4. Resume : asuhan keperawatan pada Toksoenselofati/meningoensefalopati

Informasi Tn. D, 32 tahun, karyawan swasta, menikah dengan 1 orang isteri dan 1 org anak
umum berusia 2 th. masuk IGD RSCM tanggal 26 Maret 2012 dengan keluhan sakit
kepala sebelah kanan terutama sejak 1 minggu yang lalu. Sakit kepala terasa
menusuk-nusuk, dan hilang timbul, dalam sehari sakit kepala muncul 3-4 kali
selama 10-15 menit. Klien mempunyai riwayat SIDA sejak tahun 2006 dan telah
mendapat ARV, tetapi sejak tahun 2011 klien putus obat. Tahun 2002 klien
didiagnosa TB Paru lalu mendapat OAT sampai tuntas.
Pengkajian Saat pengkajian di IGD tanggal 26 Maret 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD 120/80 mg, nafas 20x/menit, suhu
stimulus 37oC, nadi 78x/menit,motorik kesan hemiparese sinistra, 2) Nutrisi ; penurunan
nafsu makan sejak 1 minggu SMRS, 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas
dan istirahat : Klien gelisah karena sakit kepala VAS 3-4. Kelihatan letih dan
lemas. , 5) Proteksi : barthel indeks 13 (ketergantungan ringan) 6) Sensasi :
perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku
adaptif, 8) fungsi neurologi : Kesadaran kompos mentis, GCS 15, pupil simetris,

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


4. Resume : asuhan keperawatan pada Toksoenselofati/meningoensefalopati

ହହହହ/ସସସସ
isokor Ø 3 mm, RCL (+/+) RCTL (+/+). Motorik , 9) fungsi endokrin :
ହହହହ/ସସସସ
perilaku adaptif, Mode konsep diri : klien cemas dengan penyakitnya, pasien
takut penyakit lamanya kambuh lagi, 11) Mode fungsi peran : cemas karena
sudah hampir 1 minggu bolos kerja12) mode interdependensi : klien diantar
orang tua ke IGD, isteri dan anak di rumah
Dx. Ketidakefektifan perfusijaeingan serebral, nyeri akut, kurang pengetahuaan,
ansietas.
NOC Monitoring neurologi, status neurologi, kontrol dan nyeri dan, prosedur perawatan
NIC Meningkatkan perfusi serebral, manajemen nyeri, , memfasilitasi belajar.
Aktivitas Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan memonitor tanda-tanda
keperawatan vital dan status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot dan fungsi nervus
kranial, meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat untuk
mempertahankan aliran darah vena, memberikan oksigen 3 liter/menit, m encegah
manuver valsava dengan memberikan cairan 2-2,5/hari dan memberikan dulcolax
syrup 3 x 1 sdm.
Untuk mengurangi nyeri dilakukakan : Mengkaji tingkat nyeri pasien, pemberian
posisi TT datar dengan elevasi kepala 5-10 derajat, menggunakan strategi
menurunkan nyeri dengan teknik nafas dalam dan relaksasi dan memberikan obat
ketorolac 2 x 1 amp IV, merubah posisi pasien setiap 2 jam miring kanan, kiri dan
telentang, memonitor respon pasien sebelum dan setelah terapi menurunkan nyeri
dengan VAS (Visual Analogue Scale) 1-10.
Untuk mengurangi kecemasan : jelaskan pada pasien tentang penyakitnya,
pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan, libatkan keluarga untuk memberi
dukungan dan semangat pada pasien.
Evaluasi : Tanggal 26 Maret 2012
Klien masih diobservasi di IGD dan sedang menunggu hasil pemeriksaan labor,
foto thorak dan CT Scan. Klien kelihatan lemah, perilaku distraksi, komunikasi
singkat dan klien cendrung menutup diri. Tetapi klien cukup kooperatif saat
pemeriksaan. Klien 1 hari di IGD dan langsung pindah ke rawat inap.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

5. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Infark

Informasi Pasien Ny. P, 72 th, no MR 207-73-09, alamat Johar Baru Jakarta Pusat masuk
umum RSCM tanggal 2 April 2012 jam 20.30 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak
4,5 jam SMRS. Sebelumnya klien tersedak saat makan, kemudian klien terjatuh saat
akan mengambil air minum, lalu terjadi penurunan kesadaran. Mual (-), muntah (-),
sakit kepala (-), riwayat kesehatan dahulu, menderita hipertensi sejak ± 20 th yll,
pembesaran jantung sejak 1 bln yll ( sudah berobat ke dokter dan nafas sesak
disertai, kedua kaki bengkak).
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 3 April 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS = E2 M5 Vapasia, pernafasan
stimulus 28x/menit. TD : 180 mmHg, nadi 96 x/menit, nafas 24 kali/menit, suhu 36,5oC.
Stimulus : Foto thorak : kardiomegali dengan aorta kalsifikasi infiltrat di paracardial
kanan. AGD : pH = 7,458 (7,35-7,45), pCO2 = 18,7 (35-45), pO2 = 81,1 (75-100),
O2 saturasi = 99,8, Base Excess = -7,6 (-) 2,5 – (+) 2,5, Standar BE -10,7, standar
HCO3 18,3, HCO3 = 13,4 (21-25), total CO2 = 14,0 (21-25). Stimulus : Hasil CT

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


5. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Infark

Scan kepala tanggal 2 April 2012 : infark akut di basal ganglia kiri, infark kronik di
subkorteks lobus frontal kiri, lobus temporalis kiri dan basal ganglia kiri, atrofi
serebri senilis. Foto thoraks ( tgl 2/4/2012) : kardiomegali dengan aorta kalsifikasi
infiltrat di parakardial kanan. EKG ( tgl 2/4/2012 ) : Atrial Fibrilasi, 2) Nutrisi ;
makan MC per NGT 6 x 250 cc. Mual (-) dan muntah (-), BB saat ini tidak
diketahui, saat sehat BB sekitar = 47 kg TB = 156 cm. Penampilan kurus. Stimulus :
-
3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : penurunan kesadaran,
stimulus : infark akut di basal ganglia kiri. 5) Proteksi : skala norton 10 (risiko
terjadi dekubitus), 6) Sensasi : tidak bisa dinilai, 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Makanan cair per NGT 6 x
250 cc. Mukosa bibir kering, urin 1100 cc. Kedua kaki edema, stimulus : penurunan
kesadaran 8) fungsi neurologi : GCS = E2M5Vapasia pasien gelisah, kesadaran
somnolen, derajat kekuatan otot hemiparese dekstra, pupil reflek kornea +/+, RCL
+/+, RCTL +/+, θ 3 mm/3mm. Reflek fisiologis lengan dan tungkai +/+, reflek
patologis -/-, stimulus : infark akut di basal ganglia kiri, 9) fungsi endokrin :
perilaku adaptif, Mode konsep diri :, 11) Mode fungsi peran : 12) mode
interdependensi : tidak bisa dikaji.
Dx. Ketidakefektifitasan perfusi jaringan serebral, tidak efektif bersihan jalan nafas,
risiko kelebihan volume cairan, risiko aspirasi.
NOC Status neurologi, perfusi jaringan, pencegahan aspirasi, jalan nafas paten,
pertukaran gas, status menelan, status pernafasan.
NIC Monitor status neurologi, meningkatkan perfusi serebral, manajemen obat,
manajemen jalan nafas, suksion jalan nafas, pencegahan aspirasi.
Aktivitas Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan cara :1) Memonitor
keperawatan tanda-tanda vital dan status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot dan
fungsi nervus kranial, 2) Meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat untuk
mempertahankan aliran darah vena 3) Memberikan oksigen via masker non
rebreathing 8 liter/menit, 4) Mencegah manuver valsava dengan memberikan cairan
2-2,5/hari dan memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm, 5) memberikan obat
neuroprotektan Citicolin 2 x 500 mg IV, 6) Memberikan manitol hari I 125 cc drip 3
x 1, hari II 2 x 1 dan dan hari III 1 x1. 7) Mempertahankan tekanan darah dalam
rentang yang ditentukan untuk mencukupi tekanan perfusi serebral dengan
memberikan drip Perdifin 1 mg/kgBB/ml (5 cc/jam), dan captopril 2 x 25 mg po, 8)
Menghindari posisi yan dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan intratorakal
seperti fleksi pinggul dan telungkup.
Untuk meningkatkan efektifitas bersihan jalan nafas dilakukan :
Merubah posisi pasien tiap 2 jam miring kiri dan kanan untuk memfasilitasi
pengeluaran sekret dari oroparingeal, mengelevasikan kepala tempat tidur 30
derajat, melakukan chest fisioterapi, memberikan oksigen per masker non
rebreathing 8 liter/menit pasien mendapat oksigen dengan kelembaban yang
adekuat, memberikan inhalasi dengan ventolin : NaCl 0,9% 1 : 1 tiap 6 jam dan
inhalasi dengan Flixotide 1 flash tiap 12 jam.
Mengurangi risiko aspirasi dengan cara ; pertahankan status nothing by mouth,
memasang NGT no 16, melakukan pemeriksaan kemampuan menelan sebelum
mencoba memberikan intake per oral dengan memberikan air dengan sendok,
Cegah aspirasi saat memberikan intake per oral dengan meninggikan kepala tempat
tidur dan menegakkan kepala pasien, Memberikan Makanan Cair 6 x 250 cc,
memberikan susu cair dan air putih sedikit-sedikit. Bila pasien tersedak pemberian
dihentikan.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


5. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Infark

Mengatasi kelebihan cairan dengan cara : menghitung intake out put, membatasi /
retraksi cairan, memberikan diuretik lasix 2 x 1 ampul dan KSR 3 x1 po.

Evaluasi : Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi :
kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu mengikuti
perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan 4444/4444 seperti menggenggam,
membuka mulut dan menelan air sedikit-sedikit, aspirasi tidak terjadi. Bersihan
jalan nafas efektif batuk (-), ronki (-). Pasien mampu miring ke kanan sendiri tanpa
bantuan. Edema pada kedua kaki berkurang, sesak (-).

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

6. Resume : asuhan keperawatan pada SOL Intra kranial

Informasi Pasien Ny. L, 49 tahun, alamat Jakarta, MR. 369-08-01 masuk RSCM tanggal 10
umum April 2012 dengan keluhan 4 mg SMRS klien mengeluh kaki kanan terasa tidak
terasa menapak dan tubuh terasa tidak seimbang saat berjalan. 2 mg SMRS klien
berbicara tidak nyambung dan tidak berespon bila diajak bicara. Kemudian pasien
mengeluh sakit kepala. Sakit terasa berdenyut, selama 10 menit dan muncul 2-3 kali
sehari. 1 mgg SMRS anggota gerak kanan berat digerakkan. 3 hr SMRS sakit kepala
memberat disertai muntah (-), kejang (-).
RKD : hipertensi (-), penggunaan kontrasespi (-), belum pernah dirawat.
RKK : tidak ada keluarga yang menderita tumor. Ayah klien menderita stroke.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 10 April 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : kesadaran apatis, GCS = E4 M5 V4,
stimulus nafas 16x/menit. 110 mmHg, nadi 66 x/menit, suhu 36,5oC. AGD tanggal 10-04-
2012: pH = 7,419 (7,35-7,45), pCO2 = 27,4 (35-45), pO2 = 198,5 (75-100), O2
saturasi = 98,9, Base Excess = -4,8 (-) – (+) , Standar BE -6,8, standar HCO3=
20,4, HCO3 = 17,9 (21-25), total CO2 = 18,7 (21-25). Stimulus : CT Scan kepala
tanggal: edema ventrikel kiri dan desakan midline ke kanan. MRI kepala tanggal 11
April 2012 : masa intrakranial. 2) Nutrisi ; makan MC per NGT 6 x 250 cc,
stimulus : - 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : penurunan
kesadaran, stimulus : masa di intrakranial 5) Proteksi : skala norton 10 (risiko
terjadi dekubitus)stimulus : -, 6) Sensasi : tidak bisa dinilai, 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Makanan cair per NGT 6 x
250 cc. Mukosa bibir kering, urin 1100 cc , 8) fungsi neurologi : GCS =
ଷଷଷଷ/ହହହହ
E2M5Vapasia, gelisah, derajat kekuatan otot kesan hemiparese dekstra ଷଷଷଷ/ହହହହ,
Pupil reflek kornea +/+, RCL +/+, RCTL +/+, ukuran anisokor θ ka/ki= 2 mm/4mm.
Visus dan lapang pandang tidak bisa dinilai. Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -
/-, stimulus : masa di intrakranial. 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode
konsep diri :, 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi : tidak bisa
dikaji.
Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
NOC Status neurologi, perfusi jaringan
NIC Monitor status neurologi, meningkatkan perfusi serebral
Aktivitas Untuk mengurangi perubahan efektifitas jaringan dilakukan :
keperawatan mengkaji defisit neurologis dan tanda-tanda vital, Memberikan posisi semi fowler,

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


6. Resume : asuhan keperawatan pada SOL Intra kranial

memberikan oksigen 2-3 liter/menit per nasal kanul, mencegah valsava manuver
dengan memberikan klien minum 1-1,5 liter/hari, memberikan Laxadine Syrup 3 x
1 sdm, memberikan terapi Dexametason 4 x 5 mg IV, Ranitidin 2x1 ampul.
Evaluasi : Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi :
kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu mengikuti
perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan, terlihat bingung, disorientasi.
Rencana klien akan dilakukan Foto thorak untuk mengetahui kemungkinan
penyebaran masa.

Asuhan keperawatan pada kasus neurologi

7. Resume : asuhan keperawatan pada Vertigo

Informasi Pasien Ny. M, tahun, menikah punya 3 orang anak, pekerjaan guru, No.CM
umum 3546970, Jakarta. Dengan keluhan tahun 2004 ketika sedang beraktifitas, pasien
mengeluh sakit kepala di bagian belakang kepala seperti ditimpa benda berat
disertai kaku pada tengkuk, durasi ± 10 menit, tidak bertambah ketika batuk dan
mengedan, dan berkurang bila istirahat. Mual (-), muntah (-) lalu berobat ke
RSCM keluhan membaik.
2 bulan sebelum periksa ke poli neuro, ketika bangun dari tidur, dari posisi
telentang ke duduk, pasien mengeluh pusing bergoyang, seperti terombang
ambing di atas kapal. Durasi sekitar 2 menit, membaik dengan istirahat, mual (+),
muntah 1 x (+),keringat dingin (-), baal disekita mulut (-). Klien tidur cukup 7
jam. Klien berobat ke RS Budi Asih diberi obat dan keluhan membaik. Lalu klien
disarankan periksa MRI, dan NOT. Gangguan pendengaran (-), telingan
berdenging (-), muntah, menyemprot (-), tersedak saat makan dan minum (-),
mulut mencong (-), bicara pelo (-), suara bindeng.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 25 April 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD 130/80 mmHg, nadi 88x/menit,
stimulus nafas 18 x/menit, stimulus : -, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4)
Aktivitas dan istirahat : Pasien tidur cukup 7 jam, terbangun hanya untuk BAK
1 kali/malam. Aktifitas klien sebagai guru tidak terganggu. Tetapi bila sedang
sibuk saki kepala muncul di bagian belakang kepala dan disertai kaku pada
tengkuk. stimulus ;
, 5) Proteksi : perilaku adaptif, 6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit
& keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS : 15,
saraf kranial : tak ada kelainan,derajat kekuatan otot : tak ada kelainan. Refleks
fisiologis dan patologis tidak ada kelainan. Keseimbangan dan koordinasi : tes
Romberg dipertajam (menutup mata) klien jatuh ke kiri, Stepping tes 50 kali
(Fukuda) deviasi ke kiri > 90o,9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode
konsep diri : klien cemas penyakitnya belum sembuh-sembuh 11) Mode fungsi
peran : 12) mode interdependensi : stimulus : perubahan status kesehatan.
Dx. Risiko cidera, ansietas
NOC Pencegahan jatuh, lingkungan perilaku diri aman, prosedur perawatan
NIC Pencegahan jatuh, memfasilitasi belajar
Aktivitas Risiko tinggi cedera : mengkaji vertigo yang meliputi riwayat , awitan gambaran
keperawatan serangan, durasi, frekuensi dan adanya gejala telinga yang terkait (kehilangan

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


7. Resume : asuhan keperawatan pada Vertigo

pendengaran, tinitus, rasa penuh di telinga), mengkaji ketidakmampuan aktifitas


sehari-hari, melakukan pemeriksaan nistagmus, test Tomberg, menganjurkan
pasien untuk berbaring bila merasa pusing dan memberi batas penghalang di tepi
tempat tidur, menganjurkan pasien tetap membuka matanya dan memandang
lurus ke depan ketika berbaring dan mengalami vertigo, menganjurkan keluarga
membantu ambulasi pasien bila perlu.
Menurunkan ansietas : mengkaji tingkat ansietas, menjelaskan mengenai verigo
dan perawatannya, menganjurkan pasien menghindari aktivitas yang menimbulkan
stres, menganjurkan pasien mengikuti program pengobatan dan perawatan yang
diberikan di rumah.
Evaluasi : Pada tanggal 25 April 2012 ditemukan : pasien mengalami gangguan
keseimbangan ( tes Romberg (+) dan tes Fukuda (+), pasien telah memahami cara
mencegah terjadinya cidera dan cara mengurangi kecemasan. Pasien mengatakan
akan mengikuti edukasi yang diberikan perawat. Pasien pulang.

Asuhan keperawatan pada kasus neurologi

8. Resume : asuhan keperawatan pada Sindroma Guilanne Barre (SGB)

Informasi Pasien Nn. FS usia 17 tahun, pekerjaan pelajar, alamat di Sulawesi Utara, masuk
umum RSCM tanggal 14 Februari 2012 dengan keluhan sejak 2 minggu SMRS klien
demam dan diare > 3 kali lalu dirawat di RS Manado, kemudian klien didiagnosa
Appendiksitis dan dilakukan operasi dan dirawat selama 3 hari. Saat klien hendak
bangun dari BAK klien harus dipapah 2 org (sebelumnya hanya dibantu 1 org).
Setelah itu klien merasa kelemahan dimulai dari ujung kaki, merambat ke bagian
atas, kemudian klien dirawat lagi di RS Manado. Setelah dirawat 7 hari kedua
lengan juga lemah dan tidak ada perbaikan, lalu klien di rujuk ke RSCM. Klien
dirawat di ICU dan HCU lalu pindah ke ruang rawat neurologi Zona A tanggal 4
Maret 2012.
Pengkajian dilakukan tanggal 5 Maret 2012, ditemukan kelemahan pada keempat
ekstremitas terutama kedua kaki, nyeri terutama pada tungkai kanan, terutama bila
disentuh dan digerakkan, nyeri terasa menusuk dan hilang-timbul. Nafsu makan
menurun, mual(-), pusing (+). Pada femor kiri masih terpasang Mahokar (setelah
plasmaforesis 5 x). Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.
RKD : Appendiksitis dan diare.

Pengkajian Saat pengkajian tanggal 5 Maret 2012 :


perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD 130/80 mmHg, nadi 88x/menit,
stimulus nafas 24 x/menit, suhu 38oC, stimulus : , 2) Nutrisi : diit makanan lunak, habis ½
porsi. Stimulus : nyeri kaki 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan
istirahat : susah tidur dan istirahat karena kaki kanan nyeri digerakkan dan
disentuh bartel indeks = 8 (ketergantungan berat) stimulus ; susp DVT pada kaki
kanan. 5) Proteksi : nyeri pada kaki kanan VAS ; 8, kaki bengkak, panas dan
kemerahan, skala norton 13 ( rentan terjadi dekubitus), terpasang mahokar pada
kakai kiri, 6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan
asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS : 15, saraf kranial : tak
ସସସସ/ସସସସ
ada kelainan,derajat kekuatan otot : ଷଷଷଷ/ଷଷଷଷ
. Refleks fisiologis dan patologis
normal, stimulus : hasil lumbal pungsi 24/2/2012: inflamasi, GBS, dan EMG :
GBS tipe AMSAN, 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri :

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


8. Resume : asuhan keperawatan pada Sindroma Guilanne Barre (SGB)

klien sering berteriak dan menangis kesakitan, cemas akan penyakitnya dan ingin
segera pulang 11) Mode fungsi peran : hampir 2 bulan klien tidak masuk
sekolah, 12) mode interdependensi : stimulus : selalu ingin orang tua berada di
sampingnya perubahan status kesehatan.
Dx. Risiko bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik,
ansietas
NOC Clearance airway, kenyamanan, joint mobilisation, prosedur perawatan
NIC Management airway, memfasilitasi belajar
Aktivitas Pantau TTV, kaji bunyi, jumlah, dan pola nafas, monitor hasil AGD, monitor
keperawatan kemampuan batuk, perubahan status mental, elevasikan kepala TT 30o atau sesuai
toleransi pasien, dorong untuk melakukan batuk dan nafas dalam.
catat intake dan outpun cairan, ubah posisi secara teratur, lakukan masase kulit,
pertahankan kebersihan dan kerapihan linen, latihan pasif pada kedua tungkai,
rencanakan pemakaian stoking antiemboli, pantau hasil laboratorium PT/APTT.
Kaji tingkat durasi, tipe, skala nyeri, berikan kompres dingin di kaki kananpi,
lakukan perubahan posisi secara teratur, berikan sokongan dengan bantal atau
gulungan pada ekstremitas bawah, anjurkan melakukan teknik relaksasi, lakukan
ROM pasif, kolaborasi dalam pemberian obat analgetik tramadol 3 x100 mg IV,
Berikan terapi Mecobalamin 3x500 mg, methycobalt 3x500 mg, Gabapentin
3x300mg, Cefpirome 1 x1000mg, metronidazol 3 x 1c.
Kaji kekuatan otot, lakukan ROM pasif, berikan antikoagulan Heparin 1x5000 ui
SC, kolaborasi dengan fisioterapi, okupasi terapi, libatkan keluarga dalam
membantu pemenuhan ADL pasien.
Beri kesempatan klien menyampaikan perasaannya secara verbal, kurangi
stimulus, berikan aktifitas untuk mengalihkan nyeri dan kecemasan klie seperti
mendengarkan musik melalui HP, berikan pujian bila klien berespon/berperilaku
positif, tunjukkan penampilan yang percaya diri dan siap mem bantu klien.
Evaluasi : Tanggal 12 Maret 2012
Tidak ditemukan gangguan pernafasan, nafas 18x/menit, teratur dan spontan, nyeri
pada kaki sudah mulai berkurang, klien sudah mulai menggerakkan kakinya tanpa
nyeri yang berarti, klien bisa miring sendiri dengan bantuan minimal, , kekuatan
ହହହହ/ହହହହ
otot meningkat ସସସସ/ସସସସ
, tanda-tanda DVT berkurang, klien rencana dilakukan
Foto toraks untuk mengetahui effusi pleura dan USG kedua tungkai serta
pemakaian stoking antiembolisme.

Asuhan keperawatan kasus neurologi

9. Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB

Informasi Pasien Tn. E, 40 tahun alamat Jatinegara, pekerjaan pedagang, Nomor MR


umum 3691840 masuk RSCM tanggal 13 Mei 2012 dengan keluhan utama penurunan
kesadaran sejak ± 7 jam SMRS. Lebih kurang 2,5 bulan SMRS pasien mengalami
nyeri kepala hebat terutama pagi dan tengah malam, muntah (+), nyeri dirasakan
semakin lama semakin berat. ± 2 bulan SMRS pasien periksa MRI di RS Premier
dan diketahui terdapat cairan pada otak, lalu dilakukan VP Shunt, dirawat ± 5 hari,
lalu pasien bisa beraktifitas seperti biasa, nyeri kepala (-). ± 3 minggu SMRS
pasien mulai merasa sering ngantuk, keluar air liur, nyeri kepala (-), muntah (-),

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


9. Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB

kelemahan satu sisi (-), jalan sempoyongan (-), pasien dibawa ke RS Premier
dilakukan MRI lagi dan diketahui ada perdarahan di otak, lalu dilakukan tindakan
burr hole. Setelah 2 minggu di rumah, keadaan klien tidak membaik, klien
mengeluh sakit kepala hebat dan demam tinggi serta kesadaran menurun.
Kemudia klien dibawa ke RSCM.
RKD : tidak ada riwayat batuk lama,TB, stroke, dan HT

Pengkajian Saat pengkajian tanggal 22 Mei 2012 :


perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS E3M4Vafasia,TD 110780
stimulus mmHg, nadi 88x/menit, nafas 18 x/menit, ronki (+/+), batuk (+), LED
55,stimulus: CT Scan 21/5/2012 tak tampak hidrosefalus, tak tampak penyangatan
pada meningen, subdural higroma regio parietal kiri. Terpasang VP shunt dengan
ujung di intraventrikel lateral kiri kornu posterior.
, 2) Nutrisi : makanan cair 6 x 250 cc, tidak ada tanda malnutrisi, stimulus : -3)
Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : pasien penurunan
kesadaran, bartel indeks = 3/20 (ketergantungan total), stimulus : -, 5) Proteksi :
suhu 37,8oC, skala norton 6 (risiko tinggi dekubitus), stimulus : penurunan
kesadaran, 6) Sensasi : tidak dapat dikaji, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan
asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS : E3M4Vafasia, saraf
ଷଷଷଷ/ଶଶଶଶ
kranial : tidak dapat dinilai, motorik : Refleks fisiologis dan patologis
ଷଷଷଷ/ଶଶଶଶ
tidak ada kelainan reflek pupil (+/+) Ø =3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+. Tanda
ransang meningeal (-). Stimulus : hasil lumbal pungsi : infeksi di selaput otak.
,9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi
peran : dan12) mode interdependensi tidak bisa dinilai
Dx. Ketidakefektifan perfusi serebral, risiko bersihan jalan nafas tidak
efektif,kerusakan mobilitas fisik, risiko penyebaran.
NOC Perfusi jaringan, status neurologi, patensi jalan nafas, mobilisasi, manajemen
infeksi,
NIC Monitoring neurologi, meningkatkan perfusi serebral, manajemen jalan
nafas,terapi latihan, positioning, kontrol dan proteksi infeksi
Aktivitas Untuk mengatasi meningkatkan perfusi serebral telah dilakukan tindakan:1)
keperawatan mengukur TTV : TD, HR, nadi, suhu, frekuensi, bunyi dan pola nafas, 2) posisi
elevasi kepala 30-45o posisi kepala netral, 2) memberikan resusitasi cairan
isotonik NaCl 0,9 %/12 jam, 3) menghitung intake dan output cairan per 24 jam,
memantau, 4) memonitor karakteristik urin : warna dan bau, 5) menilai turgor
kulit, membran mukosa mulut, 6) meminimalisir stres fisiologis yang dapat
menyebabkan hipoksemia, seperti stres lingkungan dengan membatasi tamu,
memastikan sirkulasi udara di sekitar pasien baik, 7) memberikan terapi oksigen 3
liter/menit, 8) menilai status neurologis : GCS, pupil, ukuran, reaksi terhadap
cahaya, derajat kekuatan otot, 9) memonitor hasil labor seperti : analisa gas
darah/hari, 10) memberikan terapi obat ceftriaxone 2 x 1 gr IV, pirazinamid 1 x 1
gr po, rifampicin 1 x 450 mg po, INH 1 x 300 mg, ethambutol 1 x 1000 mg, 11)
memberikan terapi dexametason 4 x 5 mg IV, manitol 4 x 125 cc. 12) memberikan
masase punggung dengan minyak kepala , 13) memberikan batas waktu istirahat
antara aktivitas perawatan seperti perubahan posisi, ROM pasif, fisioterapi dada,
memberikan inhalasi ventolin : bisolvon : NaCl=1:1:1 /8 jam.
Evaluasi : Tanggal 4 Juni 2012.
Perfusi serebral belum efektif, kesadaran makin menurun GCS E2M4V4, suhu
38,9oC, nadi 115x/menit, nafas 28x/menit, ronki (+/+), hasil MRI 1 Juni 2012 ;

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


9. Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB

menunjukkan hidrosefalus, dekubitus tidak ada. Klien direncakan akan dilakukan


cek labor ulang.

Asuhan keperawatam kasus neurologi

10. Resume : asuhan keperawatan pada Cidera kepala

Informasi Pasien Ny. R, 22 th, alamat Bogor. Sekitar 12 jam SMRS Cipto tanggal 10
umum September 2012, pasien terlempar dari sepeda motor saat berboncengan dengan
temannya, saat itu pasien tidak memakai helm, kepala bagian kiri terbentur ke
aspal, lalu pasien tidak sadar, lama pingsan tidak diketahui. Klien dibawa ke RS
Abdi Waluyo, dilakukan CT Scan kepala, pasien muntah beberapa kali, setelah
sadar pasien tidak ingat kejadian yang dialaminya. Lalu pasien dirujuk ke RSCM.
RKK : tidak pernah menderita Hipertensi, stroke dan trauma.

Pengkajian Saat pengkajian tanggal 12 September 2012 :


perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS = E3M6V5, pernafasan
stimulus 20x/menit, AGD dalam batas normal, stimulus : CT Scan kepala (tanggal 11/9
2012) Kesan : ICH temporal sinistra, SAH frontal dan pneumoensefal, Foto thorak
(tanggal 11/9 2012) : Infiltrat minimal paru kiri kalsifikasi paru kanan, susp TB.
2) Nutrisi : makan ML habis 2 sendok, mual (+) dan muntah (+), BB saat ini tidak
diketahui, saat sehat BB = 50 kg TB = 160 cm, stimulasi : nyeri kepala, 3)
Eliminasi : BAK (+) foley kateter warna kekuningan, BAB (-) sejak dirawat,
perilaku maladaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : terlihat lebih banyak tidur,
terbangun karena sakit kepala serta rasa mual. Semua aktifitas di TT dibantu
keluarga dan perawat. Untuk merubah posisi miring kanan, kiri dan telentang
butuh bantuan, karena kaki kanan lebam dan terdapat luka lecet. Stimulus : nyeri
kepala, 5) Proteksi : skala norton : 13 (rentang terjadi dekubitus), suhu 36oC,
stimulasi : nyeri,6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : minum 2 aqua gelas/hari (250cc), IVFD NaCl 0,9%/8
jam. Mukosa bibir sedikit kering. stimulus : intake tidak adekuat 8) fungsi
neurologi : GCS=14, terlihat lebih banyak tidur, pasien mengeluh sakit kepala,
sakit terasa berdenyut terutama bagian kepala sebelah kiri dan meningkat bila
berubah posisi, VAS : 9-10, derajat kekuatan otot ekstremitas kanan 5555/5555,
ekstremitas kiri 5555/5555. RF +/+, RP -/-. Stimulus : CT Scan kepala (tanggal
11/9 2012) Kesan : ICH temporal sinistra, SAH frontal dan pneumoensefal,9)
fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : cemas karena sakit
kepala belum berkurang 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi :
stimulus : perubahan status kesehatan.
Dx. Tidak efektif perfusi jaringan serebral, nyeri, ketidakseimbangan : nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, ansietas.
NOC Status neurologi, tingkat kesadaran, rasa nyaman, status nutrisi
NIC Monitor status neurologi, manajemen nyeri, terapi analgetik, anti emetik
memfasilitasi belajar
Aktivitas Intervensi dan implementasi (tanggal 12 s.d 17 September 2012)
keperawatan Memonitor status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV, dan fungsi
nervus kranial, meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat, memberikan
oksigen binasal kanul 4 liter/menit, mencegah manuver valsava, laxadyn syrup 3 x
1 sdm, memberikan obat-obatan : citicolin 2x 500 mg, nimotop 2 x 60 mg (bila

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


10. Resume : asuhan keperawatan pada Cidera kepala

TD ≥120 mmHg).
Menurunkan nyeri : monitor status neurologis : GCS, TTV, pupil, kekuatan otot,
mengkaji keluhan sakit kepala : intensitas, durasi, frekuensi dan lokasi serta tipe
muntah yang menyertai, memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, kepala
netral, memberikan terapi oksigen binasal kanul 4 liter/menit, berikan periode
istirahat pada pasien diantara tindakan keperawatan, ciptakan lingkungan yang
tenang, dengan membatasi tamu pasien, memberikan terapi tramadol 3 x 100 mg
dan codein 3 x 10 mg.
Mengatasi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan cara ;
memberikan makanan lunak, menganjurkan pasien makan sedikit-sedikit tapi
sering, menganjurkan pasien makan diit dalam keadaan hangat, memotivasi pasien
dengan menjelaskan fungsi makanan bagi kesehatan pasien, memberikan obat
untuk mengurangi muntah : omeprazole 1 x 40 mg IV, ondansentron 3 x 1 mg po.

Meurunkan kecemasan pasien dengan cara ; meyakinkan pasien bahwa perawat


akan mendengarkan keluhan pasien, mendengarkan ungkapan verbal dan
nonverbal pasien, memberikan dukungan dan semangat pada pasien untuk
sembuh, engalihkan pasien dari pikiran tentang penyakitnya dengan mengajak
pasien bercerita-cerita tentang hal lain yang seperti keluarga dan anaknya.

Evaluasi : Pada tanggal 17 September 2012 ditemukan : risiko tidak efektif perfusi serebral
belum teratasi : sakit kepala ber(-). Nyeri kepala sudah berkurang. VAS 1-2, Klien
dapat menghabiskan diit ½ porsi. Kecemasan berkurang, pasien mau mengikuti
saran keluarga dan perawat. Ekspresi cemas berkurang, pasien rencana akan
dilakukan CT Scan ulang.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

11 Resume : asuhan keperawatan pada Stroke infark


Informasi Tn. AH, usia 62 tahun, MR. 3701993. Masuk RSCM tanggal 12 Maret 2012. Dua
umum hari SMRS pagi hari saat berjalan, tiba-tiba sisi tubuh sebelah kiri lemah
sehingga sempat terhuyung ingin jatuh (kepala tidak terbentur), mulut mencong
(+), pelo (+), tersedak (-), baal sensasi (-), sakit kepala (+), mual (-), muntah (-),
penurunan kesadaran mendadak, kejang (-).

Pengkajian Tanggal 19 Maret 2012 : Mode adaptasi fisiologi :


perilaku dan 1) Oksigenasi : kesadaran kompos mentis, GCS = E2 M5 Vapasia, pernafasan
stimulus 28x/menit. Saturasi O2=98%, foto thorak : kardiomegali dengan aorta kalsifikasi
infiltrat di paracardial kanan. TD : 180 mmHg, nadi 96 x/menit, nafas 24
kali/menit, suhu 36,5oC. AGD : pH = 7,458 (7,35-7,45), pCO2 = 18,7 (35-45),
pO2 = 281,1 (75-100), O2 saturasi = 99,8, Base Excess = -7,6 (-) 2,5 – (+) 2,5,
Standar BE -10,7, standar HCO3 18,3, HCO3 = 13,4 (21-25), total CO2 = 14,0 (21-
25). Stimulus : Hasil CT Scan tanggal 2 Juni 2012 kesan : infark parenkim
cerebri di white matter.2) Nutrisi : makan MC per NGT 6 x 250 cc. Estimasi BB
sekitar = 47 kg TB = 156 cm. Stimulus : kelemahan otot menelan, 3) Eliminasi :
BAK (+) pakai DC, BAB (-) sejak masuk RS, 4) Aktivitas & istirahat : klien
mengalami penurunan kesadaran, semua aktifitas dibantu oleh perawat dan
keluarga. Klien terpasang EKG monitor, IVFD, NGT dan DC. Stimulus :
penurunan derajat otot, 5) Proteksi : bartel indeks 12, suhu 36oC, 6) Sensasi:

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


11 Resume : asuhan keperawatan pada Stroke infark
tidak bisa dikaji, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : IVFD NaCl
0,9%/12 jam. Makanan cair per NGT 6 x 250 cc. Mukosa bibir kering, urin 1100
cc. Kedua kaki edema. 8) fungsi neurologi : GCS = E2M5Vapasia pasien
gelisah, kesadaran somnolen, derajat kekuatan otot tidak bisa dikaji kesan
hemiparese dekstra, reflek kornea +/+, refleks pupil RCL +/+, RCTL +/+, θ 3
mm/3mm. Reflek fisiologis lengan dan tungkai +/+, reflek patologis -/-, stimulus :
sumbatan pada pembuluh darah otak. 9) fungsi endokrin : adaptif, 10) Mode
konsep diri : 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi : tidak bisa
dikaji
Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan bersihan jalan nafas,
risiko kelebihan volume cairan, risiko aspirasi.
NOC Defisit neurologis berkurang, bersihan jalan nafas , mobilisasi, ambulasi, balance
cairan.
NIC Monitoring neurologi, jalan nafas paten, joint mobilisation.
Aktivitas Intervensi 19 s.d 22 Maret 2012
keperawatan Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan cara :1) Memonitor
tanda-tanda vital dan status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot dan
fungsi nervus kranial, 2) Meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat
untuk mempertahankan aliran darah vena 3) Memberikan oksigen via masker non
rebreathing 8 liter/menit, 4) Mencegah manuver valsava dengan memberikan
cairan 2-2,5/hari dan memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm, 5) memberikan obat
neuroprotektan Citicolin 2 x 500 mg IV, 6) Memberikan manitol hari I 125 cc drip
3 x 1, hari II 2 x 1 dan dan hari III 1 x1. 7) Mempertahankan tekanan darah dalam
rentang yang ditentukan untuk mencukupi tekanan perfusi serebral dengan
memberikan drip Perdifin 1 mg/kgBB/ml (5 cc/jam), dan captopril 2 x 25 mg po,
8) Menghindari posisi yan dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan
intratorakal seperti fleksi pinggul dan telungkup.
Untuk meningkatkan bersihan jalan nafas : 1)Merubah posisi pasien tiap 2 jam
miring kiri dan kanan untuk memfasilitasi pengeluaran sekret dari oroparingeal, 2)
Mengelevasikan kepala tempat tidur 30 derajat, 3) Melakukan chest fisioterapi, 4)
Memberikan oksigen per masker non rebreathing 8 liter/menit pasien mendapat
oksigen dengan kelembaban yang adekuat, 5) Memberikan inhalasi dengan
ventolin : NaCl 0,9% 1 : 1 tiap 6 jam dan inhalasi dengan Flixotide 1 flash tiap 12
jam, 6)
Mengurangi risiko aspirasi dengan cara ; 1)Pertahankan status nothing by mouth,
memasang NGT no 16. 2)Melakukan pemeriksaan kemampuan menelan sebelum
mencoba memberikan intake per oral dengan memberikan air dengan sendok.
3) Cegah aspirasi saat memberikan intake per oral dengan meninggikan kepala
tempat tidur dan menegakkan kepala pasien, 4) Memberikan Makanan Cair 6 x
250 cc, 5)Memberikan susu cair dan air putih sedikit-sedikit. Bila pasien tersedak
pemberian dihentikan.
Mengatasi kelebihan cairan dengan cara : 1) Menghitung intake out put, 2)
Membatasi / retraksi cairan, 3) Memberikan diuretik lasix 2 x 1 ampul dan KSR 3
x1 po. ROM pasif.

Evaluasi : Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi :
kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu
mengikuti perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan 4444/4444 seperti
menggenggam, membuka mulut dan menelan air sedikit-sedikit, aspirasi tidak
terjadi. Bersihan jalan nafas efektif batuk (-), ronki (-). Pasien mampu miring ke
kanan sendiri tanpa bantuan. Edema pada kedua kaki berkurang, sesak (-).

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

12 Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik


Informasi Ny. A 54 th, mengalami kelemahan tubuh sebelah sisi sejak 2 hari SMRS Cipto
umum tanggal 6 Juni 2012, saat itu pasien sedang duduk nonton TV, mulut sedikit
mencong, bicara sedikit cadel, sakit kepala (-), muntah (-), penurunan kesadaran (-
), kejang (-) gangguan menelan (-). RKD : klien mempunyai riwayat hipertensi
sejak ± 5 tahun SMRS, belum pernah stroke sebelumnya, RKK : Hipertensi (ibu
dan kakak), Diabetes mellitus (ayah). CT Scan tanggal 5 Juni 2012 : Infark basal
ganglia & thalamus kiri.
Pengkajian Tanggal 6 Juni 2012 : mode adaptasi fisiologi :
perilaku dan 1) Oksigenasi : TD 180/120 mmHg, Nadi 88 kali.menit, nafas : 20 x /menit, suhu
stimulus 36oC, GCS = 15. Stimulus : kurang suplai oksigen ke otak. Infark di basal ganglia
dan talamus kiri. Riwayat HT 2) Nutrisi : kolesterol HDL 177 mg/dLstimulus :
pola makan kurang sehat, klien suka jeroan, kurang sayur dan buah.3) Eliminasi :
adaptaif.4) Aktivitas & istirahat : derajat kekuatan otot ekstremitas 5555/3333
5555/4444
klien mampu merubah posisi sendiri di TT, pemenuhan ADL dibantu keluarga
Bartel Indeks = 12 ( ketergantungan ringan). Tidur sekitar 7-8 jam/hari, tapi sering
terbangun karena perasaan tidak tenang. Stimulus fokal: infark di jaringan otak.
Stimulus kontekstual : cemas akan penyakit yang diderita.
5) Proteksi ,6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa :
adaptasi, 8) fungsi neurologi : GCS 15, TD 180/120 mmHg, Nadi 80 x/menit,
suhu 36oC, nyeri (-), gangguan fungsi luhur (-), rangsang meningeal (-), gangguan
sensori (-), nervus kranial : N VII : paresis sentral, stimulus : infarkbasal ganglia
& thalamus kiri. 9) fungsi endokrin : glukosa puasa 131 mg/dL, stimulus : ayah
klien menderita DM. 10) Mode konsep diri : klien cemas sakit tidak bisa sembuh
dan merasa merepotkan keluarga 11) Mode fungsi peran : klien tidak mampu lagi
melakukan aktifitas sebagai isteri dan ibu RT 12) mode interdependensi ; selama
dirawat ditunggui suami, pemenuhan aktifitas dibantu keluarga. Stimulus : kurang
pengetahuan tentang penyakit dan mekanisme koping tidak efektif.
Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Hambatan mobilitas fisik, ansietas.
NOC Defisit neurologis berkurang, Mobilisasi, ambulasi, self care, peningkatakan
kekuatan otot
NIC Defisit monitoring, ambulasi, positioning, joint mobility.
Aktivitas Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : defisit neurologis berkurang,
keperawatan ambulasi, positioning, joint mobility.
Aktivitas yang dilakukan : berikan posisi tidur HOB 30oC, posisi kepala netral,
beri oksigen binasal kanul 2 liter/menit, berikan obat ascardia 1 x 80 mg,
simvastatin 1 x 80 mg, citicolin 2 x 1000 mg IV, laxadine sy 3 x 1sd, amlodipin 1
x 10 mg, asam folat 1 x 50 mg. IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Monitor dan catat
derajat kekuatan otot setiap hari, kaji penyebab kerusakan motorik, lakukan ROM
pasif dan aktif 3 kali sehari menggunakan kedua ekstremitas, bantu klien klien
mobilisasi duduk bersandar, tidak bersadar, duduk berjuntai, tingkatkan ADL.
Jelaskan tentang penyakit stroke dan perawatannya pada pasien dan keluarga,
jelaskan kecemasan yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 10 Juni 2012 :
Defisit neurologik tidak bertambah, GCS=15, TD 150 mmHg, klien sudah bisa
duduk di TT dan menyuap makanan dengan bantuan minimal, klien sudah bisa
istirahat dan tidur dengan nyenyak, kecemasan berkurang.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

13 Resume : asuhan keperawatan pada Cidera kepala ringan GCS 15


Informasi Tn. DW. 45 th pekerjaan swasta. Masuk RSCM tanggal 20 September 2012..
umum Kira-kira 2,5 jam SMRS klien jatuh darin sepeda motor karena menabrak
pembatas jalan, mekanisme jatuh tidak diketahui, pada saat itu klien tidak
memakai helm, kemudia tidak sadarkan diri selama 25 menit, klien sadar ketika
IGD. Muntah (-), perdarahan hidung (-), telinga (-), jejas di dada (-), sakit kepala
(+), kaku kuduk (+), klien tidak ingat kejadian. CT Scan : hemoragik di lobus
temporal kanan, perdarahan subdural sangat minimal dengan regio parietal kanan,
hematosinus frontalis, ethmoidalis dan fraktur os frontalis kiri dengan hematom,
jaringan lunak fronto temporalis.
Pengkajian Tanggal 24 September 2012 :
perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku
stimulus adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 20, tidur sekitar 7-8
jam/hari, tapi kurang nyenyak karena sakit kepala. Stimulus fokal: perdarahan
minimal di sub dural. Stimulus kontekstual : tidak ada.
5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa :
adaptasi dan 8) fungsi neurologi : GCS 15, TD 130/90 mmHg, Nadi 88 x/menit,
suhu 36oC, nyeri kepala (+) sebelah kiri.Stimulus : perdarahan otak minimal.
Kepala terbentur benda keras (aspal).
9) fungsi endokrin,10) Mode konsep diri : klien takut tidak bisa bekerja lagi
setelah dirawat , 11) Mode fungsi peran : klien duda sejak 4 tahun, saat ini
tinggal sendiri di kontrakan, 12) mode interdependensi : selama dirawat klien
hanya sendirian. Stimulus : kurang dukungan orang terdekat.
Dx.N Nyeri akut, gangguan proses keluarga
NOC Kontrol nyeri, tingkat kenyamanan, dukungan keluarga.
NIC & Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :
aktivitas Aktifitas fisik yang dilakukan :
keperawatan Kaji karakteristik nyeri : skala nyeri, lokasi, durasi, intensitas, pencetus, jelaskan
pada klien penyebab nyeri, ajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam, anjurkan
istirahat di TT, anjurkan mengalihkan perhatian dengan mendengarkan musik.
Berikan terapi analgesik sesuai program dokter tramadol 2 x 10 mg.
Mengkaji kekuatan sistem keluarga, kaji interaksi klien dengan keluarga, beri
kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaannya secara verbal. Anjurkan
keluarga dekat mengunjungi atau menemani klien di rumah sakit.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 28 September 2012 :
Nyeri kepala sudah berkurang VAS 1-3, klien sudah bisa tidur dan istirahat. Klie
hanya sendiri di rumah sakit, siang hari dikunjungi oleh teman dekat. Keluarga
hanya datang untuk bezuk, karena kesibukan kerja. Mantan isteri tidak datang,
tetapi anak klien datang bezuk 1 kali.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

14 Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik


Informasi Ny. SS 62 th. Kira-kira1 hari SMRS, ketika pasien di kamar mandi, tiba-tiba klien
umum terjatuh dan kepala terbentur ke lantai. Pingsan (-), mual(-), muntah (-), nyeri di
daerah benturan, kejang (-), kelemahan sebelah sisi (-), kemudian klien dibawa ke
RS, dilakukan CT Scan hasil : normal. TD 200/100 mmHg, lalu klien
dipulangkan. 8 jam SMRS pasien merasa lengan dan kaki kiri sulit digerakkan,
bicara (-), mulut mencong (-). 2 jam SMRS terjatuh lagi saat akan berjalan,

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


14 Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik
kelemahan sesisi semakin berat disertai mulut mencong dan bicara agak pelo. Lalu
pasien dibawa ke RSCM tanggal 5 September 2012

Pengkajian Saat pengkajian tanggal 10 September 2012 :


perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD : 140/90 mmHg, Nadi 76
stimulus kali/menit, nafas : 20 kali/menit. Stimulus : riwayat hipertensi sejak 5 th yll.
2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai
bartel indeks = 16 (ketergantungan ringan), jalan ke kamar mandi dibantu
keluarga. Stimulus : usia lansia dan penurunan pendengaran.
5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa :
adaptasi dan 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot : 5555/5555
N VIII : gangguan pendengaran sejak 1 th SMRS. 5555/5555
Stimulus : usia lansia ( 62 tahun).
9) fungsi endokrin : menderita diabetes mellitus sejak 11 th yll dan mendapat
terapi insulin, 1 bln SMRS tidak mendapat suntikan insulin 10) Mode konsep diri
: klien merasa senang karena semua keluarga memperhatikan klien, 11) Mode
fungsi peran : klien ibu dari 4 orang anak dan 11 cucu, sehari-hari klien lebih
banyak di rumah bermain dengan cucunya, 12) mode interdependensi : klien
selalu ditunggui keluarga secara bergantian, suami selalu menunggui klien selama
dirawat. Stimulus : -

Dx.N Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri (00162)


NOC Tersedia asistensi pemeliharaan kesehatan di rumah
NIC & Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :
aktivitas Aktifitas fisik yang dilakukan :
keperawatan Tentukan anggota keluarga yang akan berperan sebagai caregiver di rumah,
jelaskan pada caregiver bahwa klien berisiko untuk terkena stroke ulang. jelaskan
pada keluarga bahwa stroke berulangdapat dicegah dengan kontrol teratur dan
modifikasi gaya hidup di rumah. Jelaskan peran keluarga dalam modifikasi gaya
hidup pasien stroke di rumah. Seperti : pengaturang diit, terutama rendah natrium,
rendah glukosa dan rendah kolesterol/lemak, hindari perilaku merokok dalam
lingkungan rumah, perbanyak aktifitas fisik (sesuaikan dengan kemampuan klien),
hindari perilaku konsumsi alkohol di dekat klien.

Evaluasi : Evaluasi tanggal 14 September 2012 :


Keluarga mengatakan bahwa bila klien sudah pulang ke rumah mereka akan
mengawasi klien di rumah, akan menyediakan pembantu untuk memasak makanan
khusus untuk klien. Dan untuk membantu pekerjaan rumah. Anak dan menantu
klien akan datang setiap hari ke rumah untuk memantau kondisi klien dan
membawa klien kontrol ke dokter/RS, terutama kontrol gula darah dan tekanan
darah.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

15 Resume : asuhan keperawatan pada Status Epileptikus tipe bangkitan SGC


susp SOL IK, pe↑transaminase

Informasi Nn. Sri Mutia Solihat, 19 th, Bln Juli 2012 klien mengalami kejang setelah pulang
umum ujian akhir SMA, kejang pada malam hari pada kaki kiri dan tangan kiri, saat itu
kaki kiri seperti bergerak-gerak yang didahului kedutan di alis kiri. Saat itu klien

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


15 Resume : asuhan keperawatan pada Status Epileptikus tipe bangkitan SGC
susp SOL IK, pe↑transaminase

dalam keadaan sadar dan tidak ngompol. 1 mgg SMRS kejang sering berulang.
Pre iktal : sadar, lengan dan tungkai kiri terasa kesemutan yang merambat ke
bawah. iktal : mulut mencong, kepala menengok ke kiri, mata mendelik, mulut
mengatup dan kaki kaku. Post iktal : pasien membuka mata, dapat diajak bicara,
namun tidak nyambung. Kejang berulang 3 kali dengan durasi 5-10 menit. Sakit
kepala yang memberat (-), mual munta (-), kelemahan sisi kiri (+), mulut mencong
(-).
RKD : pada bulan Juli 2012klien dirawat di RCSM, dengan keluhan yang sama,
tetapi klien minta pulang paksa, dan menolak dilakukan CT Scan.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 12 September 2012 :
perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS = 15, TD : 130/90 mmHg, Nadi
stimulus 76 kali/menit, nafas : 20 kali/menit. Stimulus : -
2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai
bartel indeks = 12 (ketergantungan ringan), jalan ke kamar mandi kadang dibantu
keluarga. Stimulus : CT Scan kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak kiri.
5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa :
adaptifdan 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot : 4444/5555
4444/5555 klien
mengeluh ekstremitas kiri terutama tangan kiri sering bergerak-gerak sendiri tanpa
bisa dikontrol. Hilang sendiri. Gerakan muncul tanpa ada ransangan dan tidak ada
waktu tertentu.. Stimulus : CT Scan kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak
kiri. EEG (26 julit 2012) : EEG Abnormal berupa aktifitas epileptiform di frontal
kanan dan perlambatan fokal di centro parietal kanan dan frontal kiri disertai
perlambatan latar belakang.
9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri,11) Mode fungsi peran, 12) mode
interdependensi.
Dx.N Risiko cedera
NOC Pencegaha jatuh, perilaku keamanan personal.
NIC & Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : pendidikan kesehatan, manajemen
aktivitas lingkungan dan pencegahan jatuh.
keperawatan Aktivitas keperawatan :
Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas secara mandiri, pasang pembatas
tempat tidur dan kunci roda tempat tidur bila klien berada di atas TT, libatkan
keluarga dalam membantu aktifitas pasien turun dari TT dan ke kamar mandi.t
Anjurkan pasien memakai alas kaki yang kesat. Pastikan lantai ruang rawat dan
kamar mandi tidak licin. Berikan terapi obat sesuai program dokteri : penitoin : 2x
15 mg, kolaborasi untuk pemeriksaan diagnostik MRI otak untuk mengetahui
penyebab kejang.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 16 September 2012 :
Gerakan involunter pada tangan kiri, sudah berkurang, pagar dan tempat tidur selalu
terkunci ketika pasien di atas TT, kejang berulang (-). Klien sudah ijadwalkan untuk
pemeriksaan MRI kepala.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

16 Resume : asuhan keperawatan pada Multiple Slerosis

Informasi Ny. Debora Situmorang, 59 tahun. Masuk RSCM tanggal ........ dengan keluhan
umum paha kiri sampai kaki terasa nyeri seperti tertusuk-tusuk, keluhan dirasakan setiap
saat dalam keadaan duduk, aktivitas dengan VAS 5-6. Pasien merasakan
kelemahan dari pangkal paha kiri ke bawah. Sehingga pasien tidak bisa berjalan,
kesemutan (-). 13 hari SMRS pasien merasakan tungkai kanannyapun mulai lemas
dari pangkal paha sampai kaki. Dalam 2 hari kedua tungkai tidak dapat digerakkan
sama sekali. Kemudian pasien dilakukan plasmaferesis, keluhan nyeri mulai
berangsur-angsur membaik.
RKD : pasien sdh pernah dirawat bulan Februari 2012 di RS dengan keluhan tidak
berasa dari pangkal paha ke bawah dan ketika memakai dandal sering terlepas,
saat dipulangkan pasien bisa berjalan tetapi jalan tertatih-tatih. April 2012 juga
dirawat dengan keluhan yang sama. Riwayat HT (-), Stroke (-), Diabetes (-).
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 19 September 2012 :
perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku
stimulus adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 8 (ketergantungan
berat), . Stimulus : MRI : multiple sklerosis. 5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan,
elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptifdan 8) fungsi neurologi : GCS
= 15, derajat kekuatan otot ekstremitas atas : 3333/4444, ekstremitas bawah:
4444/444. Kedua kaki terasa berat digerakkan tangan kesulitan untuk langsung
benda. Dan sering terlepas saat memegang benda tersebut. Stimulus : MRI
(24/8/2012) : lesi pada medulla spinalis setinggi L4-6 sesuai plak multiplr
sklerosis. Tidak tampak gambaran HNP. EMG (25/7/2012) : sesuai dengan blok
parsial jaras visual tipe demyelinasasi bilateral. Sensorik : hiperestesi setinggi C5
ke bawah, gangguan propiseptif. Neurobehaviour (fungsi luhur) : keterbatasan
motorik pada klien didapatkan gangguan memori tunda. Hal ini dapat sesuai denga
Age Associated Memory Impairment (AAMI).
9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri : klien merasa dirinya 11) Mode
fungsi peran : ingin segera sembuh dan pulang rumahdan beraktifitas seperti dulu
sebagai ibu RT, 12) mode interdependensi : suami selalu mendampingi pasien
selama berada di rumah sakit.
Stimulus : perawatan jangka panjang
Dx.N Risiko cedera, Gangguan mobilitas fisik
NOC Pencegahan jatuh, perilaku keamanan personal. Joint mobilisation.
NIC & Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : mobilisasi, ROM, sitting balance.
aktivitas Transfer.
keperawatan Aktivitas keperawatan :
Kaji dan evaluasi derajat kekuatan otot pasien, anjurkan merubah posisi seperti
dari tidur ke duduk, duduk berjuntai dengan bantuan minimal. Anjurkan duduk
berjuntai tanpa bantuan untuk latihan kesimbangan duduk. Latih tangan klien
memegang sesuatu seperti aqua gelas, sendok, dsb. Anjurkan klien banyak
bergerak, seperti jalan-jalan ke luar ruang rawat dengan menggunakan kursi roda.
Hindari banyak tiduran di TT. Kolaborasi dengan fisioterapi. Berikan obat-obatn
sesuai dengan program dokter : prednison 0-5-0-5, valsartan 1 x 80 mg, ascardia 1
x 80 mg, pletal 1 x 50 mg, OMZ 1 x 20 mg, gabamapentin, amitripilin 1 x 12,5
mg, fiton 2 x 500 mg dan ketulax 3 x C1.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 26 September 2012 :
Klien sudah bisa bangun dari tidur dengan bantuan minimal, keseimbangan duduk
masih terganggu. Mengeluh nyeri paha dan gluteal dan daerah perut, derajat

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


16 Resume : asuhan keperawatan pada Multiple Slerosis

kekuatan otot ekstremitas atas 3333/4444, bawah 4444/4444. Klien sudah mampu
jalan-jalan pakai kursi roda didorong oleh suami keliling ruang rawat.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

17. Resume : asuhan keperawatan pada Meningo Ensefalokel Anterior (MEA) +


Porensefali post VP shunt.

Informasi Nn. NPL, 25 th. Masuk RS tgl 21 September 2012. Sejak lahir sering keluar air
umum mata di kedua mata klie, kedua mata pandangan buram. 3 minggu SMRS timbul
benjolan di pangkal hidung, sebelah kiri. Lalu klien berobat ke dokter mata
direncanakan akan dilakukan operasi pembuatan saluran air mata. Karena
ditemukan “Saddle Nose “ klien dirujuk ke THT ditemukan “pro septoplasti DCR
eksterna. Sering pusing. Lalu klien disarankan berobat ke dokter bedah saraf dan
ditemukan MEA + porensefali dan 1 minggu sebelum pengkajian telah dilakukan
VP Shunt. Klien mengalami keterbelakangan mental.
RKD ; riwayat kejang seluruh tubuh 1 kali, usia 4 tahun.
Riwayat kehamilan ibu : klien anak I dari 2 bersaudara, lahir spontan, pasca
melahirkan ibu kejang. Riwayat ibu minum jamu selama kehamilan dan minum
obat penggugur kehamilan sampai usia kandungan 5 bulan.
RKK : tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 1 Oktober 2012 :
perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku
stimulus adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12 (ketergantungan
ringan), jalan ke kamar mandi kadang dibantu keluarga. Stimulus : CT Scan
kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak kiri.
5) Proteksi : pusing (+), klien 1 minggu post VP Shunt 1 mgg sebelum
pengkajian, terdapat luka post di kepala sebelah kanan.Nyeri di daerah peritonimu
(insisi VP Shunt) terutama bila berubah posisi, nilai VAS = 4. Stimulus : post VP
Shunt 1 minggu yang lalu 6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan
asam basa : adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot :
ekstremitas atas 5555/5555, ekstremitas bawah : 5555/5555, saraf otak, N I, N V,
VII, VIII, IX, X, XII tiidak ada kelainan, N II : penglihatan buram (nilai visus sulit
ditentukan), pusing (-). CT Scan : kesan hipodens regio hemisfer cerebri dextra et
sinistra. Sistem ventrikel lateral tidak terbentuk. Midline tidak tampak. WD :
infark cerebri hemisfer dextra et sinistra agenusis corpus colosum, multiple
kengenital disorder. 9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri, 11) Mode fungsi
peran, dan 12) mode interdependensi sulit dinilai, klien mengalami
keterbelakangan mental.

Dx.N Risiko cidera


Nyeri
NOC Pencegahan jatuh, keamanan personal. Manajemen nyeri
NIC & Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : pencegahan jatuh.
aktivitas Aktivitas keperawatan :
keperawatan Kaji dan evaluasi defisit neurologis , pasang pembatas TT dan kunci roda TT, saat
klien berada di tas TT. Libatkan keluarga dalam membantu klien jalan ke kamar
mandi, untuk mandi dan eliminasi. Anjurkan klien merubah posisi secara
perlahan-lahan, anjurkan klien untuk melakukan teknik nafas dalam saat terasa

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


17. Resume : asuhan keperawatan pada Meningo Ensefalokel Anterior (MEA) +
Porensefali post VP shunt.

nyeri. Berikan terapi obat sesuai program dokter : paracetamol 3 x 500 mg,
celebrex 2 x 250 mg, ranitidin 2 x 100 mg, cefixime 2 x 100 mg.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 26 September 2012 :
Cidera tidak terjadi, Nyeri pada peritoneum sudah berkurang VAS 2. Pusing (-).
Klien dapat beraktifitas dan beristirahat dengan lebih nyaman.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

18. Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy Evakuasi hematoma a.i
SDH FD dextra + post Trep. Ren. TVM a.i tumor CPA sinistra.

Informasi Ny. S, 52 th. Masuk RS tgl 18 September 2012.


umum Klien post craniotomy tanggal 1 Oktober 2012, dengan keluhan sebelum operasi
penurunan kesadaran sejak 12 SMRS. ± 1, 5 tahun SMRS, klien mengeluh pusing
berputar, hilang timbul, telinga berdenging (-), mual (-), sakit kepala (+) berdenyut
di kepala sebelah kiri yang semakin memberat. Lama kelamaan pasien merasakan
kaki terasa berat digerakkan. Menurut keluarga kedua tangan tetap aktif. Bicara
pelo (-), mulut mencong (-). Pasien berobat ke beberapa dokter dan dikatakan
stroke ringan. Setelah itu kondisi klien makin menurun, kemudian klien berobat ke
RS Budhi Asih dan dilakukan CT Scan dan MRI kesan : tumor CPA di kiri susp
vestibuler Schwanoma, hidrosepalus non komunikan. Pasien dianjurkan operasi,
tetapi pasien menolak dan berobat ke pengobatan alternatif. Setelah itu kondisi
klien makin memburuk dan penurunan kesadaran, akhirnya klien dibawa ke
RSCM.

Pengkajian Saat pengkajian tanggal 8 Oktober 2012 :


perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS E3M4V2 = 9, TD = 114/80
stimulus mmHg, HR = 143, suhu 37,7oC, nafas =22 kali/menit, ronki (+), AGD : pH 7,
484, pCO2 =38,70 mmHg, pO2= 83,7 mmHg, HCO3 = 29 mmol/L, total CO2
30,2 mmol/L, 2) Nutrisi : MC 6 x 250 ml, protein , SGOT=501 U/L, SGPT 184
U/L, bilirubin : total=2,28 mg/dL, direk=1,79 mg/dL, Albumin=2,77 g/dL,
3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks =
0 (ketergantungan total), klien penurunan kesadaran, stimulus : CT Scan ulang
tanggal 9 Oktober 2012 post kraniektomi : dibandingkan CT Scan 27 September
2012, subdural hematoma di temporoparietal kanan dan hemoragi intra parenkial
lobus parietal kiri posterior agak berkurang. Msh terlihat masa residu di hemisfer
cerebri kiri dengan penekanan ventrikel IV dan perubahan ventrikel lateralis kiri.
5) Proteksi : suhu; 37,7oC, skala Norton : 5 (risiko tinggi dekubitus), terdapat luka
tekan pada area sakrum seluas 2 x 3 cm derajat I. Mukosa mulut mudah berdarah,
rongga mulut kotor. Karies gigi (+), insisi luka operasi tertutup verban di area
frontal parietal kiri dan kanan. 6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan
asam basa : adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS = 9, derajat kekuatan otot : sulit
dinilai kesan : hemiparese sinistra. Pupil : reaksi +/+, ukutan Ø 3 mm/3mm, RCL
+/+, RCTL +/+. Fungsi saraf otak : sulit dinilai, RF +/+, RP -/-, sensorik : tidak
bisa dinilai. Stimulus : post craniectomy. 9) fungsi endokrin : adaptif. 10) Mode
konsep diri, 11) Mode fungsi peran, dan 12) mode interdependensi tidak bisa
dinilai.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


18. Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy Evakuasi hematoma a.i
SDH FD dextra + post Trep. Ren. TVM a.i tumor CPA sinistra.

Dx.N Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif, ketidakefektifan perfusi


serebral, gangguan integritas kulit, perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh.
NOC Bersihan jalan nafas, defisit neurologis, integritas kulit, nutrisi adekuat
NIC Monitoring status neurologis, positioning, manajemen obat, peningkatan status
neurologis.
Aktivitas Monitor status neuorologis tiap 2-3 jam (GCS, pupil, TTV, derajat kekuatan otot),
keperawatan berikan posisi semi fowler 30o-45o dan kepala netral, berikan terapi manitol 6 x
150 cc diet hepar, fenitoin 3 x 100 mg, dexametason 3x5 mg, lakukan penghisapan
lendir, berikan inhalasi/8 jam ( NaCl 0,9% : bisolvon : ventolin=1 : 1 ; 1), berikan
oksigen simple mask 6 liter.menit, lakukan chest fisiotherapi, berikan terapi
gentamisin 3 x 80 mg, berikan IVFD NaCl 0,9% tiap 8 jam, Aminoleban 8 %/12
jam, Hp Pro 3 x 2 tab. Lakukan perawatan luka dekubitus dengan normal salin dan
madu murni, berikan perubahan posisi tiap 2-3 jam, lakukan masase dengan
minyak kelapa pada kulit klien terutama dengan penonjolan tulang.

Evaluasi : Evaluasi tanggal 5 Oktober 2012 :


Defisit neurologis berkurang GCS E4M4V3, bisa mengikuti perintah sederhana,
NRM (Non Rebreathing Mask) 8 liter/menit, nutrisi mulai adekuat, residu
lambung <50 cc, luka dekubitus bertambah. Batuk (+), slem (+),

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

19. Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy dekompresi + evakuasi


hematoma a.i SDH TP sinistra + corpus alienum retro orbita basis cranii
anterior.
Informasi Ny. J , 70 th. Masuk RSCM dengan keluhan tgl 23 September 2012. Sebelumnya
umum 2 jam SMRS, ditemukan pasien dianiaya anak kandungnya di dalam kamar. Mata
klien ditusuk dengan pisau. Lalu pasien dibawa ke RS Agung, kemudian dirujuk
ke RSCM. Saat menuju RSCM, pasien tidak sadar, muntah (+), kejang (-), keluar
darah dari telingan (+) dan hidung (+).
Kemudian klien dilakukan craniotomy tanggal 24 September 2012.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 8 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS E2M4Vtrakeostomi = 6, TD =
stimulus 160/90 mmHg, HR = 130 x/menit, suhu 38,5oC, nafas =30 kali/menit, ronki (+),
AGD : pH 7, 427, pCO2 =50,50 mmHg, pO2= 62,10 mmHg, HCO3 = 33,20
mmol/L, total CO2 34,80 mmol/L, base excess=8,70, O2 saturation =92,00,
Hb=8,6 gr/dL, Stimulus : Foto thoraks : TB paru lama aktif. 2) Nutrisi : MC 6 x
250 ml, protein, Albumin=2,77 g/dL, globulin=3,45 g/dL, Hb=8,6 gr/dL, 3)
Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0
(ketergantungan total), klien penurunan kesadaran, dan infark serta corpus
alienum di posteriorsuperior orbita kiri. 5) Proteksi : suhu; 38,5oC, skala Norton :
5 (risiko tinggi dekubitus), stimulus : CT Scan perdarahan 6) Sensasi, 7) Cairan,
elektrolit & keseimbangan asam basa : kalium 3,15, protein total : 5,8 g/dL,
albumin : 1,26 g/dL, edema (+) pada keempat ekstremitas 8) fungsi neurologi :
GCS E2M4Vtrakeostomi, derajat kekuatan otot : sulit dinilai kesan : hemiparese
sinistra. Pupil : reaksi +/+, ukutan Ø 3 mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+. Fungsi
saraf otak : sulit dinilai, RF +/+, RP -/-, sensorik : tidak bisa dinilai. Stimulus :

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


19. Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy dekompresi + evakuasi
hematoma a.i SDH TP sinistra + corpus alienum retro orbita basis cranii
anterior.
post kraniektomi dekompresi. 9) fungsi endokrin : glukosa darah sewaktu ; 139
gr/dL. Stimulus : trauma jaringan. 10) Mode konsep diri, 11) Mode fungsi
peran, dan 12) mode interdependensi tidak bisa dinilai.
Dx.N Ketidakefektifan jalan nafas tidak efektif, ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral, perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh. Infeksi
NOC Bersihan jalan nafas, defisit neurologis, nutrisi adekuat
NIC Monitoring status neurologis, positioning, manajemen obat, peningkatan status
neurologis.
Aktivitas Monitor status neurologis tiap 2-3 jam (GCS, pupil, TTV, saturasi oksigen, derajat
keperawatan kekuatan otot), berikan posisi semi fowler 30o-45o dan kepala netral, berikan
oksigen simple mask lewat ke trakeostomi 8 liter/menit. Lakukan inhalasi dengan
NaCl 0,9% : Bisolvon dan ventolin = 1:1:1 setiap 8 jam, Lakukan penghisapan
lendir, lakukan fisioterapi dada, Berikan terapi obat sesuai program dokter.berikan
transfusi albumin 100 mg/hari, MC+3 putih telur 6x350 tranfusi PRC 3 x 200 cc.
Lakukan pemeriksaan laboratorium : protein, DPL setelah tranfusi.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 5 Oktober 2012 :
Setelah dilakukan perawatan selama 1 minggu perfusi jaringan serebral belum
efektif : defisit neurologis belum membaik GCS E2M4Vtrakeostomi, TD 150/90
mmHg. Bersihan jalan nafas belum efektif, ronki (+), Suhu 37,5oC, slem (+),
nutrisi mulai terpenuhi : Hb 9,8 gr/dL, albumin 2,0 g/dL. Kondisi klien makin
melemah.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

20. Resume : asuhan keperawatan pada Myastenia Gravis

Informasi Ny. J, 31 th. Masuk tanggal 3 Oktober 2012 dengan keluhan sejak 1,5 bulan
umum SMRS pasien mengeluh sesak nafas yang dirasa semakin memberat, sesak
mengganggu aktifitas, berkurang dengan istirahat. Bicara pelo, badan terasa lemas
dan tangan sulit digerakkan, kelopak mata menjadi turun, klien konsumsi
Mestinon 5 x 60 mg tetapi tidak ada perubahan, lalu klien dirujuk ke RSCM. Klien
dirawat di ICU mulai tgl 4 s.d 11/9/2012 dan pindah ke neurolgi tgl 11/9/2012.
Sebelumnya, 2 th SMRS pasien mulai merasa sesak nafas, suara serak, pandangan
menjadi ganda, susah menelan, yang membaik saat bangun tidur pagi dan
menurun siang dan sore hari. Kondisi ini berulang bila pasien sedang stres dan
banyak pikiran.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 15 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD = 110/80 mmHg, HR = 84x/menit,
stimulus suhu 37,5oC, nafas =20 kali/menit, kadang nafas agak sesak. Hb=9,5 gr/dL, AGD :
pH 7, 460, pCO2 =46,20 mmHg, pO2= 130,60 mmHg, HCO3 = 32,80 mmol/L,
total CO2 34,20 mmol/L, base excess=9,00, O2 saturation =98,70, Hb=8,6 gr/dL,
standar HCO3=32,4. Counting test=14. Stimulus : Foto thoraks : cor dan pulmo
dalam batas normal. EKG: VES begemini 2) Nutrisi, 3) Eliminasi : perilaku
adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 16 (ketergantungan
ringan). Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 5555/5555, ekstremitas bawah
4433/3344, stimulus : kelemahan neuromuskuler, 5) Proteksi : terpasang
mahokar di arteri femoralis kanan, skala Norton : 18 (tidak berisiko dekubitus),
suhu 37,5oC,stimulus : kelemahan neuromuskuler. 6) Sensasi, 7) Cairan,

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


20. Resume : asuhan keperawatan pada Myastenia Gravis

elektrolit & keseimbangan asam basa : tersedak bila minum air putih, sampai
keluar hidung, 8) fungsi neurologi : Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas :
5555/5555, ekstremitas bawah 4433/3344. Nervus kranial : N.III, IV, VI :
diplopia, N VII parese sentral, N XII : disatria, cadel. Stimulus : kelemahan
neuromuskuler, 9) fungsi endokrin adaptif,10) Mode konsep diri : klien
mengaku gampang panik kalo ada masalah, klien baru menikah 3 bulan SMRS.
11) Mode fungsi peran : ingin segera pulang, menjadi ibu RT dan segera punya
anak,12) mode interdependensi : klien siang hari tidak ditunggui, malam hari
ditunggui oleh suami setelah pulang kerja. Stimulus : sakit kronis.
Dx. Risiko gangguan pola nafas, risiko cidera, risiko hambatan religiositas.
NOC Pola nafas efektif, patient safety, kepuasan pasien.
NIC Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : kepatenan jalan nafas, self care,
positioning, penguatan ritual agama.
Aktivitas Aktivitas keperawatan :
keperawatan Berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit bila perlu. Monitor AGD setiap hari.
Lanjutkan tindakan plamaferesis sampai 5x. Pasang pembatas TT dan kunci roda
TT. Bantu pasien turun dari TT. Libatkan keluarga dalam membantu ambulasi
klien. Berikan obat-obatan sesuai terapi dokter : Mestinon 5 x 60 mg,
metilprednisolon 1 x 32 mg, dexametason 2 x 1 amp, OMZ 2 x 40 mg, KSR 3 x1
Identifikasi perhatian klien tentang ibadah agamanya.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 19 Oktober 2012 :
Rasa sesak nafas tidak ada, kedua tungkai masih berat digerakkan, tetapi mampu
pindah dari TT ke kursi roda atau sebaliknya. Sudah mampu minum tanpa keselek.
Klien berjanji akan meminta suami membawakan buku zikir dan buku agama,
dan akan mecoba shalat sesuai kemampuan klien.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

21. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik

Informasi Ny. A, 59 tahun. Masuk RSCM tanggal 13 Oktober 2012 dengan keluhan masuk 2
umum hari SMRS ketika klien menonton TV, tiba-tiba klien tidak bisa bicara disertai
kedutan di pipi kanan ± 2 menit, berulang 8-10 kali/menit. Mulut mencong (+),
sakit kepala (-), muntah (-), kesemutan (-), kejang (-), pandangan ganda (-), tidak
ada penurunan kesadaran. Sekitar 8 jam SMRS kedutan di pipi kanan dan sekitar
mulut ± 1 menit, mulut mencong ke kanan, gejala pre iktal (-), post iktal klien
bengong ± 1-2 menit, lalu sadar penuh kembali.
RKK : stroke iskemik tahun 2009, gejala sisa kelemahan sisi tubuh kanan. HT (+)
kontrol tidak teratur, DM (-), jantung (-).

Pengkajian Saat pengkajian tanggal 15 Oktober 2012 :


perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS E4M6V afasia. Derajat kekuatan
stimulus otot : ekstremitas atas 4444/5555, ekstremitas bawah 4444/5555, tersedak bila
minum air, gangguan mood. Stimulus : CT Scan kepala : infark multiple di
thalamo basal ganglia kiri thalamus kanan dan frontotemporal kiri. Atrofi serebri.
, AGD : pH 7, 460, pCO2 =46,20 mmHg, pO2= 130,60 mmHg, HCO3 = 32,80
mmol/L, total CO2 34,20 mmol/L, base excess=9,00, O2 saturation =98,70,

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


21. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik

Hb=8,6 gr/dL, standar HCO3=32,4. Stimulus : Foto thoraks : kardiomegali


dengan aorta elongasi, infiltrat parakardial kanan, 2) Nutrisi : terpasang NGT,
diit MC 6 x 350 ml, droling (+), kadar trigliserida 178 mg/dL, LDL = 147 mg/dL,
Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12
(ketergantungan ringan). Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 4444/5555,
ekstremitas bawah 4444/5555, stimulus : iskemik jaringan otak, 5) Proteksi :
skala Norton : 16 (tidak ada berisiko dekubitus), stimulus : iskemik jaringan otak.
6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa, adaptif, 8) fungsi
neurologi : NIHSS= , MMSE=, Stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, 9)
fungsi endokrin adaptif,10) Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12)
mode interdependensi : sulit dinilai, klien afasia motorik
Dx. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, hambatan
komunikasi verbal,
NOC Status neurologi , mobilitas, self care, ADL, komunikasi ekspresif
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, terapi latihan, ambulasi,
positioning. Penguatan komunikasi, defisit bicara
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, impepsa 3 x 1C,
berikan obat-obatan citicoline 2 x 500 mg, neurodex 2 x 1, asam folat 2 x 1,
depahene syr 3x10 cc.
Monitor dan cata toleransi klien terhadap aktifitas, lakukan ROM aktif dan pasif
paling kurang 2 kali sehari, bantu klien untuk merubah posisi, libatkan keluarga
dalama mobilisasi klien, kolaborasi untuk fisioterapi. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik, berbicara dengan intonasi suara, komunikasi sederhana, pertahankan
kontak mata, dapatkan perhatian klien sebelum bicara dan tunjukkan perhatian
bagi klien, kolaborasi dengan terapi wicara.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 19 Oktober 2012 :
Perfusi oksigen ke otak baik, tidak ada penambahan defisit neurlogis, klien
mampu mobiliasi dengan bantuan mininal, seperti dari berbaring ke duduk, miring
kiri kanan, derajat kekuatan otot belum ada peningkatan.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

22. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik

Informasi Ny. S, 58 tahun, masuk RSCM tanggal 12 Oktober 2012 dengan keluhan 3 hari
umum SMRS, ketika sedang duduk mendadak kaki kanan klien bergerak-gerak sendiri,
saat itu klien sadar. Keluhan berulang 3-4 kali/hari, 2 jam SMRS saat klien sedang
tidur, klien ditemukan kejang kelonjotan seluruh tubuh, klien tidak sadar, mulut
terkunci (+), mulut berbusa (-), ngompol (-). Setelah kejang klien sadar dan
dibawa ke RSCM. Saat di IGD kejang berulang didahului kaki kanan lalu diikuti
oleh seluruh tubuh, lamanya kejang ± 15 menit, setelah itu klien kelihatan
bingung, kelemahan sisi kanan tubuh (+). Hiperglikemi ± 600 mg/dL.
RKK : hipertensi sejak 30 th yll, kateterisasi jantung tahun 2006 dan rutin minum
ascardia 1 x 80 mg. DM tidak diketahui.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 15 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=15, Derajat kekuatan otot :
stimulus ekstremitas atas 5555/5555, ekstremitas bawah 4444/5555, Stimulus : CT Scan

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


22. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik

kepala (13/10/2012) : iskemik pada talamus kiri, kalsifisikasi pada lobus frontal
kanan dan parietal kiri. 2) Nutrisi : disfagia (-), kadar trigliserida 308 mg/dL,
kolesterol total=242 mg/dL, HDL=36 mg/dL, LDL = 155 mg/dL, , Eliminasi :
perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12
(ketergantungan ringan). Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 5555/5555,
ekstremitas bawah 4444/5555, kejang (-). Stimulus : iskemik jaringan otak, 5)
Proteksi : skala Norton : 16 (tidak ada berisiko dekubitus), stimulus : iskemik
jaringan otak. Penglihatan sedikit buram sejak 2 th yang lalu. 6) Sensasi, 7)
Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa, adaptif, 8) fungsi neurologi :
NIHSS= , MMSE=, Stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, 9) fungsi
endokrin : glukosa puasa 123 mg/dL, Gliko Hb (Hb A1c)=11,6% ,10) Mode
konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : perilaku
adaptif.
Dx. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, risiko ketidakstabilan glukosa darah
NOC Status neurologi , kadar glukosa darah.
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, manajemen hiperglikemia
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, omeprazole 1x40 mg,
berikan obat-obatan citicoline 2 x 500 mg, neurodex 2 x 1, asam folat 2 x 1,
repakate ER 1 x 500 mg, valsartan 1x8mg, domperidon 3x10 mg, simvastatin
1x20 mg, KSR 2x60 mg. Monitor glukosa darah tiap 8 jam, berikan insulin drip 8
ui/jam, berikan lantus 1x10 ui malam hari, anjurkan evaluasi Hb A1C tiap 2-3
bulan. Monitor gejala-gejala hipoglikemia, kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan diit diabetes, awasi hipoglikemia pada pasien tanpa diabetes yang
juga menderita gagal jantung. Evaluasi obat-obat yang dapat mempengaruhi
glukosa darah. Jelaskan untuk hanya makan makanan dari RS, jelaskan efek
hiperglikemia terhadap kejadian stroke klien.

Evaluasi : Evaluasi tanggal 19 Oktober 2012 :


Perfusi jaringan otak baik, tidak ada penambahan defisit neurologis, kejang (-),
glukosa klien masih belum stabil, glukosa darah terakhir 210 mg/dL, insulin drip
sudah dihentikan. Cek glukosa darah 3 kali/hari, injeksi insulin 6 ui//8 jam
sebelum makan, lantus 1x10 ui.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

23. Resume : asuhan keperawatan pada Contusio Cerebri susp fraktur basis
kranii susp TON OD.
Informasi Ny. S, 32 tahun. Masuk RSCM tanggal 20 Oktober 2012 dengan keluhan
umum penurunan kesadaran sejak 3 jamSMRS setelah kecelakan lalin. Klien naik taksi
duduk di jok belakang dan tertidur, taksi menabrak truk di depannya, mekanisme
kejadian tidak diketahui pasti. Klien dibawa ke RSCM dalam kondisi pingsan dan
baru sadar di RSCM. Perdarahan telinga (-), hidung (-), kelemahan anggota gerak
(-), riwayat alkohol (-), sakit kepala (+), mata kanan memar, muntah (-).
Klien pindah ke ruang neurologi tanggal 21 Oktober 2012.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 22 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=13 E3M6V4, Derajat kekuatan
stimulus otot : kesan tidak ada parese, TD 120/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 36,5oC,

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


23. Resume : asuhan keperawatan pada Contusio Cerebri susp fraktur basis
kranii susp TON OD.
nafas 20 x/menit. Stimulus : CT Scan kepala (20/10/2012) : fraktur dinding
medial sinus maksilaris kanan, dasar cavum orbita kanan, serta dinding lateral
sinus ethmoidalis kanan disertai hematosinus maksilaris dan ethmoidalis kanan.
Emfisema pada jaringan lunak di retro orbita kanan. Hematoma disertai defek
jaringan lunak di regio infra orbita kana dan hematoma di regio frontal. Foto
schedel proyeksi AP & lateral : sinusitis maksilaris kanan deviasi septum nasi ke
kanan. 2) Nutrisi,: terpasang OGT, diit MC 6 x 250 ml, 1500 kalori. perilaku
adaptaif. 3) Eliminasi : maladaptif,4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks
= 6 (ketergantungan berat). Derajat kekuatan otot ; kesan tidak ada parese, klien
cendrung banyak tidur. Stimulus : penurunan kesadaran, 5) Proteksi : skala
Norton : 12 (rentan terjadi dekubitus), suhu 36,5oC, hematoma pada mata kanan
dan heacting pada palpebra mata kanan,Racon eye dextra (+), stimulus :
penurunan kesadaran. 6) Sensasi : tidak bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa, adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS=13 E3M6V4,
kekuatan otot kesan tidak ada parese, fungsi saraf kranial N II, hemiapnosia
dekstra, sensorik (+), fungsi luhur tidak bisa dinilai, , Rf=+/+, Rp=Babinski -/-,
stimulus : hematoma dan defek jaringan lunak di regio infraorbita dekstra dan
hematoma di regio frontal 9) fungsi endokrin : adaptif, 10) Mode konsep diri
,11) Mode fungsi peran,12)mode interdependensi : adaptif.
Dx. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, risiko infeksi, risiko gangguan
persepsi sensori
NOC Status neurologi , mobilisasi, integritas kulit, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning,
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat :
citicholin 2 x 500 mg, OMZ 1x40 mg, Surbex Z 1x1 tab, Cavit D3 3x1 tab,
laxacite 3xC1. Monitor ketajaman, lapang pandang mata kanan, lakukan
perawatan luka dengan normal salin, berikan obat : ceftriaxone 2x2 gr, tetes mata
cenfresh 1 tts OD, kemicetin OD. observasi tanda-tanda infeksi. Pertahankan
kebersihan di sekitar mata kanan. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan
ADL dan mobilisasi klien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 2 November 2012 :
Perfusi jaringan sudah membaik, defisit neurologis (-), gangguan lapang pandang
mata kanan ber (-). GCS=15, reaksi dan ukuran pupil normal, mobilisasi jalan ke
kamar mandi. 4 hari sebelum evaluasi dilakukan, klien mengalami konstipasi,
masalah teratasi setelah klien banyak mobilisasi dan menambah intake cairan 2-
2,5 liter/hari, makan buah pepaya. Rencana akan dilakukan CT Scan ulang.

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

24. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Iskemik + HAP

Informasi Ny. N, 52 th. Masuk RSCM tanggal 21/10/2012. Dengan keluahan kelemahan sisi
umum tubuh kiri memberat sejak 1 hari SMRS. Sejak 7 hr SMRS, saat pasien bangun
dari tidur sisi sebelah tubuh mendadak berat digerakkan, kesemutan (+), pusing(-),
mual muntah (-), pandangan ganda (-), bicara pelo (+), mulut mencong (+), kejang
(-). Lalu berobat ke RSCM. Sesak nafas ± 12 jam SMRS. RKD : hipertensi (+),
minum amlodipin 10 mg/hari. Merokok (+) tapi sudah berhenti ± 5 tahun SMRS.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


24. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Iskemik + HAP

Masuk ruang neurologi tanggal 22/10/2012.


Pengkajian Saat pengkajian tanggal 23 November 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V4, Derajat kekuatan otot :
stimulus sulit dinilai kesan hemiparese sinistra, TD 140/90 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu,
39oC, nafas 26 x/menit. Ronkhi : ka(+)/ki(+), fremitus kiri : ↓, perkusi kiri :
pekak,. AGD pCO2= 54,2, HCO3=33,9, total CO2=35,6 foto toraks : kesan
kardiomegali, infiltrat (+) ?, Stimulus : CT Scan kepala(15/10/2012) : tidak
tampak iskemik atau perdarahan.
2) Nutrisi, Eliminasi : terpasang NGT, diit MC 3x250 ml, perilaku adaptaif.4)
Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0 (ketergantungan berat). Derajat
kekuatan otot ; kesan hemiparese sinistra, klien terlihat gelisah karena nafas sesak,
batuk dan susah mengeluarkan dahak. Stimulus : infiltrat pada lapang paru, 5)
Proteksi : skala Norton : 11 (risiko tinggi dekubitus), leukosit=19.800 g/dL, suhu
39oC, diaforesis (+) stimulus : suspek iskemik jaringan otak. 6) Sensasi : belum
bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : Na=142, K=2,71,
Cl=97 mEq/L, 8) fungsi neurologi : GCS=E3M5V4, kekuatan otot kesan
hemiparese sinistra, fungsi saraf kranial, sensorik, fungsi luhur tidak bisa dinilai,
stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, NIHSS= >15 (stroke berat), Rf=+/+,
Rp=Babinski -/-, 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode
fungsi peran, 12) mode interdependensi : belum bisa dinilai.
Dx. Perubahan perfusi jaringan serebral, gangguan pertukaran gas, hambatan
mobilitas fisik, risiko kerusakan integritas kulit.
NOC Status neurologi, status pernafasan, mobilisasi, integritas kulit
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, asam basa management
airway management, positioning, skin care,.
Aktivitas Kaji status neurologi, berikan oksigen binasal kanul 4 liter/menit, berikan posisi
keperawatan elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava
manuver, berikan obat : citicholin 2x1000mg IV, ascardia 1x80 mg, forneuro 2x1
tab, amlodipin 1x5mg, sistenole 3x1 tab, simvastatin 1x20 mg. Monitor status
pernafasan (frekuensi, kedalaman, irama, bunyi nafas), monitor perubahan status
mental dan saturasi O2, berikan inhalasi /8 jam (ventolin : NaCl 0,o9%=1:1),
lakukan penghisapan lendir, anjarkan batuk efektif dan nafas dalam, lakukan
fisioterapi dada, cek AGD setiap hari, kolaborasi pemberikan oksigen dengan
NRM, RM atau simple mask atau NK sesuai hasil AGD, berikan obat
meropeneme 3x1gr IV, metronidazole 3x50mg IV dan hepamax 3x1 tab. Ubah
posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak
Evaluasi : Evaluasi tanggal 2 November 2012 :
Perfusi jaringan serebral membaik, defisit neurologis ber(-), GCS:15, klien sudah
mampu makan dan minum per oral sedikit-sedikit,. Masih terpasang NRM, AGD
terakhir pCO2=54,2, total CO2= 35,6 rencana cek AGD ulang. Foto thorak ulang
tanggal 29/10/2012 : suspek tumor paru kiri, anjuran CT Scan thorak, tapi belum
dilakukan. Menunggu hasil konsul dr pulmo.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

25. Resume : asuhan keperawatan pada EDH + susp fraktur basis kranii

Informasi Ny. H, 45 th. Masuk RSCM tanggal 21 Novemver 2012, dengan keluahan
umum penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 1 hari SMRS.
Ketika klien akan menyeberang jalan pasien tertabrak sepeda motor dari arah
depan. Pasien terjatuh dan kepala terbentur trotoar, muntah (+) 1 kali, pingsan (+),
perdarahan hidung (+), perdarahan telingan (+), kelemahan sesisi (-), bicara pelo (-
), mulut mencong (-), kejang (-). RKD : alkoholisme (-), HT (-).
Pindah ruang neurologi 22/10/2011.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 22 November 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5, Derajat kekuatan otot :
stimulus tidak ada parese, TD 110/80 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC, nafas 20
x/menit. Stimulus : CT Scan kepala tanpa kontras (21/10/2012) : epidural
hematom di reg pariaeta oksipital kanan disertai hematosinus etmoidalis kanan
sphenoidalis kanan, maksilaris kanan serta hemato mastoid kanan hematoma
subgaleoal di regio parietal kanan. edema serebral.
2) Nutrisi, Eliminasi : diit habis 3 sendok, Hb= 8,3 gr/dL, , rahang sakit bila
makan, mual (+), konyuntiva sub anemia, konyuntiva tidak ikterik. stimulasi :
intake tidak adekuat 4) Aktivitas dan istirahat : nilai barthel indeks = 11
(ketergantungan sedang). Derajat kekuatan otot ; tidak ada parese, luka memar dan
bengkak pada kaki kanan, klien terlihat gelisah, kepala sakit seperti dihimpit
beban berat terutama sebelah kanan, VAS = 8,; EDH, foto tibia fibula AP &
lateral : fraktur tibia komplit, Stimulus : CT Scan ; perdarahan otak, 5) Proteksi :
skala Norton : 15 (rentan terjadi dekubitus), luka memar dan bengkak pada kai
kanan, stimulasi : foto tibia fibula AP & lateral : fraktur tibia komplit , , 6)
Sensasi : perilaku : adaptif 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa :
perilaku adaptif, 8) Neurologi : GCS=E4M6V5, kekuatan otot : parese (-), sakit
kepala (+), mual (+), VAS=8, stimulus CT Scan kepala ; EDH (perdarahan ±30),
9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri : cemas karena sakit kepala
belum berkurang,11) Mode fungsi peran : peran sebagai ibu dan isteri terganggu,
klien ingin cepat pulang, 12) mode interdependensi : semua ADL saat ini dibantu
anak. Perilaku : adaptif.
Dx. Perubahan perfusi jaringan serebral, nyeri akut , hambatan mobilitas fisik, risiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
NOC Status neurologi, promosi jaringan serebral, mobilisasi, pain control, status
nutrisi.
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, manajemen nyeri,
positioning, manajemen nutrisi
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat :
citicholin 2x500mg IV, ketorolac 2x30 mg IV, extrace 1x400 mg IV, ranitidin
2x50 mg IV, ceftriaxone 2x1 gr IV. Ajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam,
ciptakan lingkungan rawatan yang nyaman, batasi pengunjung, berikan diit ML
1500 kalori. Berikan tranfusi darah PRC 750 cc. Cek DPL, protein. Jelaskan dan
libatkan keluarga dalam merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 2 November 2012 :
Perfusi jaringan serebral membaik, defisit neurologis(-), GCS:15, nyeri kepala (+)
VAS 5-6, sudah terpasang gips pada kaki kanan. Cek DPL post tranfusi, hasil
belum ada. Intake makanan belum adekuat, makan habis 1/3 porsi.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

26. Resume : asuhan keperawatan pada Myastenia gravis +post tymektomi a.i
tumor mediastinum susp tymoma.
Informasi Nn I.D, 30 th. Klien masuk RSCM tanggal 30/9/2012, dilakukan operasi tanggal
umum 17/10/2012, pindah dari ICU ke ruang neurologi tanggal 29/10/2012 dengan
keluhan dada bekas insisi operasi terasa nyeri terutama bila batuk dan nafas terasa
agak sesak.
Sebelum operasi klien mengeluh 3 minggu SMRS, klien sulit menelan dan
tersedak saat makan dan minum, terutama siang hari dan sore hari. Pandangan
terasa berbayang dan suara mulai melemah bila siang dan sore serta membaik pagi
hari. Tidak ada keluhan sakit kepala, kejang, kelemahan sesisi badan, mual,
muntah, bicara pelo, bibir mencong. 1 mg SMRS klien sulit menelan, kedua
kelopak mata sulit diangkat bila siang hari, suara melemah dan terasa lemas. RKD
: asma sekitar 6 bulan SMRS.

Pengkajian Saat pengkajian tanggal 16 November 2012 :


perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5, Derajat kekuatan otot :
stimulus tidak ada parese, TD 110/80 mmHg, Nadi 84x/menit, suhu, 37oC, nafas 20
x/menit. Batuk (+) berdahak (+), dada terasa nyeri dan agak sesak, counting
test=16, Stimulus : post ekstubasi ventilator, foto torak 29/10/2012 : infiltrat
prekardial kanan, 2) Nutrisi&Eliminasi : adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat :
nilai barthel indeks = 13 (ketergantungan ringan). Derajat kekuatan otot ; tidak ada
parese, istirahat dan tidur terganggu karena batuk dan nyeri di daerah operasi.
Stimulus : post tymektomi, 5) Proteksi : skala Norton : 17 (tidak ada risiko
dekubitus), luka post op di daerah sternum tertutup verban, luka nyeri bila batuk
VAS=4. Stimulus : post tymektomi, 6) Sensasi : perilaku : adaptif 7) Cairan,
elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :
GCS=15, counting test : stimulus : Harvey Masland Test = (+), :16, 9) fungsi
endokrin : adaptif, Mode konsep diri : merasa lega karena sudah selesai operasi
,11) Mode fungsi peran : klien belum menikah dan bekerja sebagai PRT di
Jakarta, ingin cepat pulang ke kampung halaman di Jawa, 12) mode
interdependensi : sebagian ADL saat ini dibantu family. Perilaku : adaptif.
Dx. Risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas, risiko infeksi
NOC Status pernafasan : Jalan nafas paten, deteksi risiko
NIC Manajemen jalan nafas, peningkatan batuk, kontrol infeksi.
Aktivitas Monitor status pernafasan (bunyi, pola, frekuensi, saturasi). Cek Analisa Gas
keperawatan Darah, ajarkan klien nafas dalam dan batuk efektif, anjurkan klien mulai
mobiliasasi bertahap, berikan intake cairan 2,5 liter/hari , berikan inhalasi per 8
jamur (NaCl 0,9% : Ventolin=1:1), berikan fisioterapi pelan-pelan, periksa kultur
sputum. Berikan obatan : mestinon 4x60 mg, fluimucyl 3xC1, vitamin C 2x200
mg IV, ketorolac 3x30 mg, IVFD NaVl 0,9% per 12 jam. Observasi dan laporkan
tanda-tanda infeksi (kemerahan, panas, keluaran luka, demam, laporkan hasil
laboratorium : sel darah putih, diferensial, serum protein, albumin),
lakukan perawatan luka operasi dengan normal salin setiap hari, gunakan teksnik
aseptik (sarung tangan dan teknik steril), jaga personal hygine pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 2 November 2012 :
Bersihan jalan nafas efektif : frekuensi batuk ber(-), nyeri dada berkurang,
counting test -16, hasil kultur sputum belum ada, mobilisasi jalan kekamar mandi.
Infeksi pada luka post op tidak terjadi, luka kering dan verban sudah dibuka.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

27. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik

Informasi Pasien Tn. MR usia 56 tahun, pekerjaan eks karyawan swasta, alamat di salemba
umum Jakpus, masuk RSCM tanggal 23 Mei 2012, dengan keluhan kelemahan sisi tubuh
kanan sejak 2 jam SMRS, saat pasien sedang berolahraga pasien tiba-tiba merasa
sisi tubuh kanannya lemas, tangan dan kaki kanan sulit diangkat. Mulut terlihat
mencong, bicara pelo, gangguan menelan (-), sakit kepala (-), munta (-), kejang (-
), lalu klien dibawa klien ke RSCM. Hasil CT Scan di IGD ditemukan ada
perdarahan di thalamus kiri.
RKD : Hipertensi sebelum stroke I tidak diketahui, setelah stroke I hipertensi (+)
jarang kontrol dan makan obat, DM (-), penyakit jantung (-), stroke perdarahan 1
kali, 3 tahun yang lalu, lokasi perdarahan di serebelum kanan dan dilakukan VP
shunt. RKK : Riwayat stroke keluarga disangkal, HT, DM, jantung.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 28 Mei 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5 disartria, Derajat
stimulus ସସସସ/ହହହହ
kekuatan otot : ସସସସ/ହହହହ, TD 150/80 mmHg, Nadi 84x/menit, suhu, 37oC, nafas
18 x/menit, Stimulus : CT Scan kepala (23/05/2012) : perdarahan pada talamus
kiri. 2) Nutrisi ; perilaku adaptif. 3) Eliminasi : perilaku adaptif.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 10/20 (ketergantungan sedang).
Sebagian ADL dibantu isteri, 5) Proteksi : skala Norton : 16 (tidak ada risiko
dekubitus), 6) Sensasi : perilaku adaptif 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan
asam basa : perilaku adaptif 8) fungsi neurologi : GCS=E4M6V5 disartria,
kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, sensasi taktil, suhu dan nyeri menurun
pada sisi tubuh sebelah kanan,fungsi saraf kranial parese N VII dekstra sentral,
NXII parese dekstra, NIHSS= 6 (stroke stroke sedang), stimulus : perdarahan di
talamus kiri, 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri : klien yakin
sembuh dan akan mengikuti pengobatan dan perawatan di RS sampai
diperbolehkan pulang,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi :
perilaku adaptif
Dx. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik,
risiko cidera
NOC Status neurologi, ambulasi, mobilisasi, self care, fungsi sensori, prosedur
perawatan
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, ambulasi
positioning,manajemen lingkungan, memfasilitasi edukasi.
Aktivitas 1) Mengkaji status neurologis, tanda vital dan GCS 4) mengkaji perubahan
keperawatan mental, 5) memonitor data laboratorium seperti AGD, elektrolit, glukosa darah 6),
7) menghindari stres psikologis yang dapat menyebabkan hipoxemia seperti
membatasi jumlah tamu, 8) memasang pembatas TT untuk mencegah jatuh, 10)
memberikan obat-obatan sesuai terapi : citicolin, 2 X 500 mg, amlodipin 2 x 40
mg, vitamin B6 2 x 1, B12 2 x 1, valsartan 1 x 160 mg, 11) minta keluarga
melaporkan bila terjadi serangan stroke baru seperti : gangguan menelan, bicara,
perubahan penglihatan, hemiparese, hemiplegie, dispasia, 12)

3) memonitor dan catat kemampuan klien mentoleransi aktifitas, 4) berkolaborasi


dengan fisioterapi untuk evaluasi dan terapi lebih lanjut, 5) melakukan ROM aktif,
ulangi 3 kali sehari, menggunakan kedua ekstremitas atas dan bawah, 7)
membantu klien mobilisasi dan mulai duduk tidak bersandar, duduk berjuntai dan
berdiri bila tidak ada kontraindikasi. Pada pasien stroke perdarahan, mobilisasi
tidak dianjurkan terlalu cepat, pada hari ke-5-7 dibolehkan duduk bersandar di TT,

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


27. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik

dengan sudut ≥ 45 derajat, pada hari ke-8-10 duduk tidak bersandar di TT, hari ke-
11-12, duduk berjuntai dan hari ke-13-14 dan selanjutnya latihan berjalan. 8)
meningkatkan melakukan ADL sesuai kemampuan klien, mulai duduk sendiri,
menyuap makanan, memegang gelas, berpakaian, dsb, 9)
3) memberikan stimulus terhadap rasa sentuhan, bandingkan sisi tubuh kanan dan
kiri, 4) melindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan, 7) mengkaji area tersebut dari gejala iritasi dan injuri, 8)
memberi kesempatan pasien untuk memegang berbagai objek yang berbeda berat,
tektur dan ukurannya.
Untuk meningkatkan pengetahuan dilakukan :
mendiskusikan dengan keluarga dan pasien tentang kebutuhan belajar, 7)
memastikan keluarga yang terlibat dalam proses pengajaran adalah yang dominan
merawat pasien di RS dan rumah, 8) menjelaskan materi : Stroke (definisi, jenis,
etiologi, faktor risiko, gejala, patofisiologi, pengobatan dan perawatan),
menjelaskan modifikasi gaya hidup untuk mencegah stroke berulang : Pengaturan
diit, Penurunan berat badan, Berhenti merokok, Aktivitas fisik, Berhenti minum
alkohol, menjelaskant tanda-tanda serangan stroke, 9) menjelaskan peran keluarga
dalam modifikasi gaya hidup untuk mencegah stroke berulang, dan gejala
Evaluasi : Tanggal 4 Juni 2012.
Perubahan perfusi serebral tidak terjadi, ditandai dengan tidak ditemukan
peningkatan defisit neurologis. Perubahan persepsi sensori belum banyak
perubahan. Gangguan sensasi belum teratasi. Kurang pengetahuan teratasi dengan
program edukasi setiap hari selama asuhan diberikan sampai pasien pulang.
Program edukasi berfokus pada modifikasi gaya hidup untuk pencegahan stroke
berulang

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

28. Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB

Informasi Nn. V, 19 tahun. Masuk RSCM tanggal 30/10/2012. Dengan keluhan 1 mgg
umum SMRS pasien demam turun naik, sering muntah. 1 hari SMRS saat pasien di
kamar mandi pasien tampak kejang seluruh tubuh didahului dengan menengok ke
satu sisi, kelumpuhan seluruh tubuh (+), tidak sadar (+) kejang selama ± 3 menit,
setelah kejang pasien bingung. Klien Down syndrom
RKD : demam hilang timbul sekitar 2 bulan.
RKK : HT, Tuberkulosis,
Masuk ruang neurologi tanggal 27/10/2012
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 29 November 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6Vafasia, Derajat kekuatan
stimulus otot : tidak ada parese, TD 110/80 mmHg, Nadi 80x/menit, suhu, 36oC, nafas 18
x/menit, Stimulus : Foto thorak (28/10/2012) : infiltrat di kedua lapang atas paru
dan perhiler kanan+ingestif TB Paru.
2) Nutrisi ; perilaku adaptif. 3) Eliminasi : perilaku adaptif.4) Aktivitas dan
istirahat : nilai bartel indeks = 15/20 (ketergantungan ringan ). Derajat kekuatan
otot ; tidak ada parese, Stimulus : dowm syndroma , 5) Proteksi : skala Norton :
13 (rentan terjadi dekubitus), leukosit=10,710 g/dL, LED= 45 dtk, suhu 37oC,
APTT pasien/kontrol=33,6/31,7 (1,059). stimulus : suspek infark hemisper kiri
dan proses koagulasi. Foto toraks : kardiomegali dan pneumonia, 6) Sensasi :

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


28. Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB

belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : N 8)


fungsi neurologi : GCS=E3M6Vafasia motorik, kekuatan otot kesan : tidak
parese, fungsi saraf kranial, sensorik tidak bisa dinilai, afasia , , NIHSS= 21
(stroke berat) nilai MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus fokal : : peradangan di
meningen otak stimulus kontekstual : Lumbal pungsi=102 gr/dL, stimulus
residual, 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi
peran, 12) mode interdependensi : tidak bisa dinilai.
Dx. Risiko ketidakefektifanperubahan perfusi jaringan serebral, risiko gangguan
pertukaran gas
NOC Status neurologi, status pernafasan
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, airway management.
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat :
dexametasone 4x1,25 ml IV, rifamfisin 1x300 mg, INH 1x300 mg, etambutol
1x600mg, pyrazinamid 1x600 mg, PCT 3x500mg, domperidon 3x10 mg,
cefotaxime 3x1gr, azitromisin 1x50mg, ranitidin 2x50mg, ondansentron 3x40mg
IV. Ajarkan batuk efektif dan nafas dalam, lakukan fisioterapi dada, cek AGD
setiap hari.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 2 November 2012 :
Perfusi jaringan serebral efektif, defisit neurologis tidak ada GCS:E4M6Vafasia
motorik. Sebagian ADL dibantu ibu, gangguan kognitif (+).

Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi

29. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik

Informasi Tn. Alogo, 60 tahun. Masuk RSCM tanggal 15/09/2012. Dengan keluhan utama
umum penurunan kesadaran ± 5 jam SMRS. Saat itu klien didapati keluarga dalam
keadaan kejang dan tidak sadarkan diri di tempat tidur. Kemudian klien diberi
obat oleh dokter keluarga, kejang berhenti dan klien bisa bicara tetapipelo, mulut
mencong, kepala sakit. Beberapa saat setelah itu pasien kembali mengalami
penuruna kesadaran dan dibawa ke IGD RSCM.

RKD : HT (+), DM (-), jantung (-), stroke (+) tahun 2008 dirawat di RS Carolus,
tetapi setelah itu jarang kontrol. Gejala sisa hemiparese sinistra.
RKK : ayah klien meninggal karena stroke
Masuk ruang neurologi tanggal 17/09/2012
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 25 September 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan
stimulus otot kesan hemiparese dekstra, TD 180/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 39oC,
nafas 20 x/menit, Stimulus : CT Scan kepala (15/09/2012) : perdarahan
intraventrikel lateralis kanan kiri ventrikel III, IV dan basal ganglia kiri, thalamus
kiri dan parietal kanan dan kiri. Foto thorak (15/09/2012) : kesan TB paru
2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot
menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter,
urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0/20 (ketergantungan total).
Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


29. Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik

Stimulus : perdarahan di otak , 5) Proteksi : skala Norton : 10 (risiko tinggi


dekubitus), suhu 39oC, diaferosis (+), APTT pasien/kontrol=31,0/37,7 (0,823).
Leukosit 17.800/ stimulus /µL. Stimulus : gangguan pusat regulasi suhu di
hipotalamus dan infeksi paru, 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit
& keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :
GCS=E3M5Vafasia, kekuatan otot kesan hemiparese sinistra, fungsi saraf kranial,
sensorik belum bisa dinilai, afasia global, , NIHSS= 21 (stroke berat) nilai
MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, , 9) fungsi
endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode
interdependensi : belum bisa dinilai.
Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, risiko
kekurangan volume cairan, risiko kerusakan integritas kulit. Interupsi proses
keluarga.
NOC Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, koping keluarga
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint
mobilisation, ambulasi,
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : perdipin
2 cc/jam IV, manitol 4x125 mg, amlodipin 1x10mg, captopril 3x50mg, laxadine
3x1C, clonidin 2x0,5 mg, paracetamol 3x500 mg. Berikan resusitasi cairan
isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8 jam., Monitor profil darah (DPL, AGD, PTT/APTT).
monitor TTV, saturasi oksigen, berikan kompres. Ubah posisi miring kiri kanan
dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak kelapa pada punggung,
bokong, dan daerah tonjolan tulang. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam
merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien. Lakukan dan ajarkan kelurga
ROM pasif. Hitung intake dan out put cairan, jelaskan pada keluarga tentang
kondisi klien, pengobatan dan perawatan serta peran keluarga dalam perawatan
pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 25 September 2012 :
Perfusi jaringan serebral belum efektif, defisit neurologis ber(+), GCS:E2M5V2,
demam tidak berkurang, TD 160/90 mmHg, slem (+), terpasang EKG monitor.
Hambatan mobilitas bertambah, klien belum mampu mobilisasi. Terjadi kerusakan
integritas kulit, dekubitus di daerah sakrum dan punggung. Keluarga mau
berpartisipasi dalam membantu pemenuhan ADL klien, tetapi keluarga butuh
waktu agak lama untuk mengambil keputusan perawatan pasien. Pasien pindah
rawat ke RS Thamrin atas permintaan keluarga.

Resume asuhan keperawatan neurologi

30. Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik berulang

Informasi Ny. T, 42 th. Masuk RSCM 14/11/2012 dengan keluhan 10 jam SMRS klien tiba-
umum tiba jatuh ketika jalan pagi hari dan kepala membentur pintu. Setelah itu klien
mengeluh sakit kepala kemudian tidak sadarkan diri. Sebelumnya klien mengeluh
sakit kepala (+), bicara pelo (-), kelemahan sesisi memberat, mulut mencong,
tersedak (-). 6 jam SMRS tangan kiri menjadi kaku dan kejang (?), berlangsung 2

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


30. Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik berulang

menit, muntah (-), demam (-) pasien dibawa ke RSH Depok lalu dirujuk ke
RSCM. Di IGD pasien kejang pre iktal tangan kiri kaku, kaki kiri kaku, mata
mendelik ke kiri, keluar busa dari mulut, kaku seluruh tubuh, durasi ± 2 menit..
post iktal pasien mendengkur, kejang terjadi 2x, antara 2 kejang pasien tidak
sadar.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 14 November 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1)
perilaku dan Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan otot kesan hemiparese
stimulus dupleks, TD 180/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 39oC, nafas 20 x/menit,
Stimulus : CT Scan kepala (15/09/2012) : perdarahan intraventrikel lateralis kanan
kiri ventrikel III, IV dan basal ganglia kiri, thalamus kiri dan parietal kanan dan
kiri. Foto thorak (15/09/2012) : kesan TB paru
2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot
menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter,
urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0/20 (ketergantungan total).
Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.
Stimulus : perdarahan di otak , 5) Proteksi : skala Norton : 10 (risiko tinggi
dekubitus), suhu 39oC, diaferosis (+), APTT pasien/kontrol=31,0/37,7 (0,823).
Leukosit 17.800/ stimulus /µL. Stimulus : gangguan pusat regulasi suhu di
hipotalamus dan infeksi paru, 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit
& keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :
GCS=E3M5Vafasia, kekuatan otot kesan hemiparese sinistra, fungsi saraf kranial,
sensorik belum bisa dinilai, afasia global, , NIHSS= 21 (stroke berat) nilai
MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, , 9) fungsi
endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode
interdependensi : belum bisa dinilai.
Dx. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik,
risiko kekurangan volume cairan, risiko kerusakan integritas kulit. Interupsi proses
keluarga.
NOC Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, koping keluarga
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint
mobilisation, ambulasi,
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : perdipin
2 cc/jam IV, manitol 4x125 mg, amlodipin 1x10mg, captopril 3x50mg, laxadine
3x1C, clonidin 2x0,5 mg, paracetamol 3x500 mg. Berikan resusitasi cairan
isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8 jam., Monitor profil darah (DPL, AGD, PTT/APTT).
monitor TTV, saturasi oksigen, berikan kompres. Ubah posisi miring kiri kanan
dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak kelapa pada punggung,
bokong, dan daerah tonjolan tulang. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam
merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien. Lakukan dan ajarkan kelurga
ROM pasif. Hitung intake dan out put cairan, jelaskan pada keluarga tentang
kondisi klien, pengobatan dan perawatan serta peran keluarga dalam perawatan
pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 25 September 2012 :
Perfusi jaringan serebral belum efektif, defisit neurologis ber(+), GCS:E2M5V2,
demam tidak berkurang, TD 160/90 mmHg, slem (+), terpasang EKG monitor.
Hambatan mobilitas bertambah, klien belum mampu mobilisasi. Terjadi kerusakan
integritas kulit, dekubitus di daerah sakrum dan punggung. Keluarga mau

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


30. Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik berulang

berpartisipasi dalam membantu pemenuhan ADL klien, tetapi keluarga butuh


waktu agak lama untuk mengambil keputusan perawatan pasien. Pasien pindah
rawat ke RS Thamrin atas permintaan keluarga.

Resume asuhan keperawatan neurologi

31. Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik

Informasi Ny. S, 45 tahun, ibu RT. Jakarta, masuk RSCM tanggal 30 Oktober 2012 dengan
umum keluhan 2 jam SMRS klien mengalami penurunan kesadaran. Klien tiba-tiba sulit
dibangunkan dan tidak dapat diajak bicara saat tidur, kelemahan pada sisi tubuh
kanan, bibir mencong ke kiri. Sebelumnya tidak ada keluhan sakit kepala, mual,
muntah, kejang, baal sesisi, pandangan kabur dan pandangan ganda.
RKD : tidak pernah menderita hipertensi, DM, jantung, stroke. Kosumsi
kontrasepsi oral selama ± 13 tahun. RKK : tidak ada keluarga sakit seperti klien.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 31 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan
stimulus otot kesan hemiparese dekstra, TD 150/90 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC,
nafas 20 x/menit, Stimulus : -, CT Scan kepala (30/10/2012) : tidak terdapat
infark, perdarahan ataupun SOL intra kranial. Foto thorak (30/10/2012) :
pneumonia dan kardiomegali.
2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot
menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter,
urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 3/20 (ketergantungan total).
Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.
Stimulus : penurunan derajat kekuatan otot , 5) Proteksi : skala Norton : 10
(risiko tinggi dekubitus), suhu 36oC, APTT pasien/kontrol=35,4/32,6 (1,086).
Leukosit 14.540/ stimulus /µL. Stimulus : Foto toraks : penumonia +
kardiomegali, 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :
GCS=E3M5Vafasia, kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, fungsi saraf kranial,
sensorik belum bisa dinilai, kesan parese N VII sentral, NIHSS= 21 (stroke berat)
nilai MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, , 9)
fungsi endokrin : HBfadaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12)
mode interdependensi : belum bisa dinilai.
Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik,
risiko gangguan pertukaran gas kulit. Interupsi proses keluarga.
NOC Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, koping keluarga
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint
mobilisation, ambulasi,
Aktivitas Kaji status neurologi, berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi
keperawatan elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava
manuver, laxadine 3x1C,. Berikan resusitasi cairan isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8
jam, berikan terapi obat Citicoline 2x1000 mg IV, ascardia 1 x 80 mg, B6,B12
asam folat 2 x 1 tab, heparin 10.000 ui/24 jam, monitor profil darah (DPL, AGD,
PTT/APTT). monitor TTV, saturasi oksigen. Eksplorasi faktor risiko seperti
adanya gangguan jantung. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam,
berikan masase dengan minyak kelapa pada kulit . Lakukan dan ajarkan kelurga

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


31. Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik

ROM pasif. Lakukan chest fisioterapi, periksa AGD, berikan terapi obat
cefotaxime 3x 1 gr IV, Azitromycin 3 x 1 gr IV, Ondansentron 3 x 4 mg IV.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 6 November 2012 :
Perfusi jaringan serebral belum efektif, defisit neurologis (+), GCS:E3M6Vafasia,
TD 150/80 mmHg, belum ada peningkatan derajat motorik : hemiparese dekstra,
klien belum mampu mobilisasi. integritas kulit baik, Keluarga mau berpartisipasi
dalam membantu pemenuhan ADL dan ROM pasif klien.

Resume asuhan keperawatan neurologi


32. Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik

Informasi Ny. Sri,S, 50 th, Ibu RT. Alamat Jakarta. Masuk RSCM tanggal 20 November
umum 2012 dengan keluhan anggota gerak kanan tiba-tiba mengalami kelemahan,
setelah jatuh di kamar mandi, dan saat dipapah kaki kanan tidak bisa menapak dan
kaki diseret ketika berjalan. Tidak ada keluhan muntah, sakit kepala dan
penurunan kesadaran. Klien susah diajak bicara dan hanya menangis bila ditanya.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 23 November 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5, Derajat kekuatan otot
stimulus kesan hemiparese dekstra, TD 170/90 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC, nafas
20 x/menit, AGD dalam batas normal, Stimulus : CT Scan kepala (23/11/2012) :
infark periventrikel bilateral, Foto thorak (23/11/2012) : pneumonia
2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot
menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter,
urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 10/20 (ketergantungan sedang).
Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.
Stimulus : penurunan derajat kekuatan otot , 5) Proteksi : skala Norton : 15
(risiko tinggi dekubitus), suhu 36oC, APTT pasien/kontrol=31,1/33,1 (0,94). Foto
toraks : penumonia, 6) Sensasi : perilaku adaptif 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :
GCS=E4M6V5, kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, fungsi saraf kranial,
kesan parese N VII sentral, NIHSS= 10 (stroke berat), stimulus : kurang suplai
oksigen ke otak, CT Scan kepala (23/11/2012) : infark periventrikel bilateral, 9)
fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : cemas dan tidak
menyangka terkena stroke11) Mode fungsi peran : ingin segera pulang untuk
mengurus anak-anak 12)mode interdependensi : -
Dx. Perubahan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik, , cemas.
NOC Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, prosedur keperawatan
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint
mobilisation, ambulasi, fasilitasi pengetahuan.
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift, berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit,
keperawatan berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya
valsava manuver, laxadine 3x1C,. Berikan resusitasi cairan isotonik Nacl 0,9%
500 ml/8 jam, berikan terapi obat Citicoline 2x1000 mg IV, ascardia 1 x 80 mg,
B6,B12 asam folat 2 x 1 tab, heparin 10.000 ui/24 jam, monitor profil darah (DPL,
AGD, PTT/APTT). monitor TTV, saturasi oksigen. Eksplorasi faktor risiko seperti
adanya gangguan jantung. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam,
berikan masase dengan minyak kelapa pada punggung, bokong, dan daerah

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


32. Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik

tonjolan tulang. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam merubah posisi, membantu
pemenuhan ADL pasien. Lakukan dan ajarkan kelurga ROM pasif. Hitung intake
dan out put cairan, jelaskan pada keluarga tentang kondisi klien, pengobatan dan
perawatan serta peran keluarga dalam perawatan pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 9 November 2012 :
Perfusi jaringan serebral mulai efektif, defisit neurologis (+), GCS:E3M6V5, TD
ସ ସସସ/ହହହହ
140/80 mmHg, belum ada peningkatan derajat motorik : ସସସସ/ହହହହ , klien sudah
mampu miring kiri kanan sendiri, duduk dengan berpegangan ke TT, duduk
berjuntai di TT. Keluarga mau berpartisipasi dalam membantu pemenuhan ADL.
Setelah terapi antikoagulan, rencana pasien akan dilakukan CT Scan ulang.

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013


Lampiran 13

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri
Nama : Fera Liza
Tempat / Tanggal Lahir : Sungai Puar / 2 Februari 1977
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Staf Perawat Rumah Sakit Stroke Nasional
(RSSN) Bukittinggi-Sumatera Barat
Alamat Rumah : Jl. Raya Bukittinggi- Medan KM 3, Lapau Konsi
Nagari Gadut Kecamatan Tilatang Kamang,
Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat
HP : 08126786199
Alamat Kantor : Jl. Jendral Sudirman Kota Bukittinggi
Sumatera Barat (0752) 21013
Alamat e-Mail : feraliza32@yahoo.com

Riwayat Pendidikan
1983 – 1989 : SDN 1 Kapalo Koto Sungai Puar, Kab. Agam
1989 – 1992 : SMP Negeri 1 Sungai Puar Kab. Agam-Sumbar
1992 – 1995 : SMA Negeri 2 Bukittinggi Sumbar
1995 – 1998 : AKPER Depkes RI Padang Sumbar
2000 – 2003 : Program Studi Ilmu Keperawatan-Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas (UNAND)
Padang- Sumbar
2010 – 2012 : Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2012 - 2013 : Program Pendidikan Spesialis Keperawatan
Medikal Bedah- Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia

Riwayat Pekerjaan

1999 - 2000 : Staf Pengajar Akper Depkes RI Padang


2003 - sekarang : Staf Perawat RS Stroke Nasional Bukittinggi
Sumatera Barat

Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai