Oleh :
FERA LIZA
NPM. 0906594343
Oleh :
FERA LIZA
NPM. 0906594343
Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
NPM : 0906594343
Tanda tangan :
ii
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan
Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
iii
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir tentang “Analisis
Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Persarafan di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Karya Ilmiah
Akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah di Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, penulis mendapat bimbingan dan
masukan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada :
1. Prof. Dra. Elly Nurachmah M.App. Sc., DNSc, selaku supervisor utama, yang
telah memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis.
2. I Made Kariasa,S.Kp., MM., M.Kep. Sp.KMB selaku supervisor, yang telah
memberikan bimbingan, saran dan arahan pada penulis
3. Ns. Enny Mulyatsih, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB, selaku supervisor klinik
sekaligus Manajer Keperawatan Gedung A RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan
kepada penulis.
4. Dewi Irawati, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
5. Astuti Yuni Nursani, S.Kp, MN, selaku Ketua Program Pasca Sarjana,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Lestari Sukamarini, MNS, selaku koordinator praktik residensi, yang telah
memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis.
7. Direktur Utama RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah
memberikan izin pelaksanaan praktik residensi.
iv
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu penulis mengaharapkan masukan yang membangun demi kesempurnaan
Karya Ilmiah Akhir ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu.
Penulis
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database),merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan namasaya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 3 Januari 2013
Yang menyatakan
(Fera Liza)
vi
Kata Kunci: gangguan sistem saraf Model Adaptasi Roy, Stroke Iskemik, asuhan
keperawatan, stimulasi olfaktorius, bladder training.
vii
Human nervous system is a special system that controls and integrates a variety of
body function activity through electrical impulses. Neurological disorder is the
Global Burden of Disease (GBD) as it can cause disability and mortality. Medical
Surgical Nursing Practice Residency is a chance to apply the role of Advanced
Practice Nurse (APN) to provide nursing care to patients with neurological
disorders. In nursing care to Ischemic stroke and number of neurological disorder
to approach Roy Adaptation Model nursing due to behavioral problems are found
to be ineffective at physiological mode is the risk of cerebral perfusion ineffective
tissue, impaired pyhsical mobility and the psychological adaptation mode is
anxiety. The results of the application of Evidence Based Nursing (EBN) show
that black pepper oil improve swallowing ability of stroke patients. The results of
the application of innovation bladder training can improve voiding function of
patients with neurological disorders.
viii
Hal
Halaman Judul ..................................................................................... i
Halaman Pernyataan Orisinalitas .......................................................... ii
Halaman Pengesahan ........................................................................... iii
Kata Pengantar..................................................................................... iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ........................................... vi
Abstrak ............................................................................................... vii
Abstract .............................................................................................. viii
Daftar Isi ............................................................................................. ix
Daftar Tabel ........................................................................................ x
Daftar Lampiran .................................................................................. xi
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................. 6
1.3 Manfaat Penelitian ............................................................... 7
ix
Hal
Tabel 2.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Iskemik........... 38
xi
Sistem saraf manusia adalah sistem khusus yang mengontrol dan mengintegrasi
bermacam aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Sistem saraf
berperan penting dalam adaptasi individu. Sistem saraf adalah sistem yang
penting dan rumit. Secara spesifik sistem saraf adalah sistem protektif yang
mengenali diri sendiri (self) dan dari luar diri (non-self), merupakan pabrik
berbagai molekul yang menghantarkan sinyal, dan merupakan sistem komunikasi
yang mengirim dan menerima pesan tubuh. Mekanisme ini menyebabkan sistem
saraf dapat mengendalikan fungsi vegetatif tubuh yang paling sederhana sampai
fungsi integratif yang kompleks (Price & wilson, 2006).
Fungsi sistem saraf akan terganggu bila ada kelainan struktural, biokimia
ataulistrik diotak, saraf tulang belakangatau saraf lainnya yang
dapatmengakibatkan berbagaigejala. Gejala-gejala gangguan sistem saraf yang
sering munculmeliputikelumpuhan, kelemahan otot, koordinasi yang buruk,
hilangnya sensasi, kejang, kebingungan, rasa sakit danperubahan
tingkatkesadaran. (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher & Camera, 2011).
1 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
2
Universitas Indonesia
akut dan depresi (Misbach, 2007). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bila
seseorang sudah pernah menderita stroke maka kemungkinan 20% lebih besar
untuk menderita stroke ulang (stroke sekunder) dalam dua tahun dibandingkan
yang lain (Strokeengine, 2010). Menurut National Stroke Association (2010)
persentase kejadian stroke sekunder adalah 3-10% dalam 30 hari, 4-14% dalam 1
tahun dan 25-40% dalam 5 tahun pertama setelah serangan stroke sebelumnya.
Di Indonesia prinsip penatalaksanaan ini sulit diterapkan karena faktor sarana dan
prasaranaserta kebiasaan masyarakat. Hal ini didukung data dari 28 RS, dimana
waktu tiba di RS sejak saat terjadinya serangan antara 1 jam sampai 968 jam.
Selama waktu tersebut yang datang kurang dari 3 jam sebanyak 21,1% ,
sedangkan 32,7% kurang dari 6 jam, 44,8% kurang dari 12 jam dan 50,2%
kurang dari 24 jam. Alasan keterlambatan datang ke RS adalah 56,3% tidak
menyadari terkena stroke, 21,5% alasan transportasi, 11,8% melakukan
pengobatan tradisional, 4,2% berobat ke dukun dan 6,2% tidak tahu mencari
pertolongan ke rumah sakit mana. Oleh karena itu banyak ditemukan pasien
datang ke RS dalam kondisi yang sudah berat.
Universitas Indonesia
pasien stroke adalah promotif, preventif, perawatan akut, post perawatan akut dan
perawatan paliatif dan rumah (Haroen, 2012).
Universitas Indonesia
adalah asuhan keperawatan pada Stroke Iskemik yang dibahas dalam BAB 2 dan
BAB 3 laporan residensi ini.
Sebagai edukator APN mengedukasi klien sebagai individu dan atau keluarganya,
dimana tujuan edukasi adalah untuk mencegah penyakit dan komplikasi, promosi
kesehatan, mem-follow up serta untuk mencegah kekambuhan. Dalam peran ini
penulistelahmemberikanedukasikepadapasienkelolaandankeluarganya
(sebagaibagiandaridischarge planning RS). Implementasi utama discharge
planning adalah pemberian pendidikan kesehatan (health education) pada pasien
dan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta dukungan
terhadap kondisi kesehatan pasien serta tindak lanjut yang harus dilakukan setelah
pulang ke rumah (Slevin, 2008 dalam Pemila 2009).
Sebagai peneliti APN mempunyai posisi yang ideal untuk melakukan riset dan
menggunakan hasil riset dalam perawatan pasien.Sebagai peneliti, penulis telah
menerapkan sebuah Evidence Based Nursing (EBN) tentang aroma terapi dengan
minyak lada hitam untuk menstimulasi refleks menelan pasien stroke. Menurut
review literature yang penulis lakukan bahwa aroma terapi memakai minyak lada
hitam selama satu menit sebelum makan dapat meningkatkan Cerebral Blood
Flow (CBF) di korteks insular, sehingga meningkatkan fungsi menelan pasien
stroke (Ebihara, 2006). Penerapan EBN dibahas dalam BAB 4 laporan ini.
Sedangkan sebagai pemimpin APN adalah leader dalam layanan praktik dan
profesi keperawatan. APN mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk
membawa perubahan dan pengaruh bagi orang lain (Robinson & Kish, 2001).
Sedangkan peran sebagai pemimpin, salah satunya tertuang dalam proyek inovasi
kelompok tentang bladder training.Tujuan dari inovasi ini adalah untuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1 Stroke
2.1.1 Definisi
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan disebabkan semata-mata oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke adalah serangan otak (brain
attack/cerebrovascular accident) merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan
kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat dan tepat. (FKUI,
2004).
8 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1.4 Patofisiologi
Stroke iskemik terjadi karena tidak adekuatnya aliran darah ke bagian otak.
Gangguan pasokan aliran darah otak ini dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk siklus Willis seperti pada arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya.Dalam keadaan normal dan sehat
rata-rata aliran darah otak (CBF) adalah 50,9/100 gram otak/menit. Bila CBF < 15
cc/100 gram/menit maka akan menyebabkan kematian sel saraf dan bila terjadi
selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan (Misbach,
2011).
Universitas Indonesia
Proses patologik yang mendasari Stroke iskemik adalah 1) keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri seperti pada aterosklerosis dan trombosis. Selain itu
proses pada arteriole karena vaskulitis atau lipohialinosis, 2) berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah, 3)
gangguan aliran darah akibat, trombosis arteri bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium (Price & Wilson, 2006).
Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Pada iskemik global, aliran otak
secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi, misalnya karena syok
irreversible akibat henti jantung, perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial
berat dan lain-lain. Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan
perfusi otak regional, keadaan ini disebabkan oleh sumbatan satu pembuluh darah
otak yang bisa mengenai sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah otak.
Sebagai akibat penutupan aliran darah ke bagian otak tertentu, maka terjadi
serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai pada
tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel kemudian diikuti
kerusakan fungsi utama serta integritas fisik susunan sel, selanjutnya akan
berakhir dengan kematian neuron. Di samping itu terjadi pula perubahan millu
ekstra seluler, karena peningkatan pH jaringan serta kadar gas darah, keluarnya
zat neurostransmiter (glutamat) serta metabolisme sel-sel yang iskemik, disertai
kerusakan sawar darah otak (blood brain barier) (Misbach, 2011).
Apabila aliran darah pada daerah yang iskemik membaik sebelum terjadi
kerusakan yang irreversible, maka gejala timbul dalam beberapa saat. Tetapi
apabila aliran darah ke daerah tersebut tidak membaik akan menyebabkan iskemia
jaringan otak irreversible, maka defisit neurologis yang terjadi akan menetap.
Gambaran klinis Stroke iskemik tergantung pada area otak yang mengalami
iskemia atau lokasi oklusi (Machfoed, 2011).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Manifestasi klinis sesuai arteri yang dikenai menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper,
Bucher dan Camera (2011) adalah :
a. Anterior Cerebral Artery
Defisit motor dan atau sensori (kontralateral), menelan dan menghisap,
kekakuan, masalah gait (gaya berjalan), kehilangan propriosepti, sentuh.
b. Middle Cerebral Artery
Sisi dominan : apasia, defisit motor dan sensori, hemianopsia.Sisi
nondominan : neglect, defisit motor dan sensori, hemianopsia
c. Posterior Cerebral Artery
Hemianopsia, halusinasi visual, nyeri spontan, defisit motori.
d. Vertebral Artery
Gangguan nervus otak, diplopia, pusing, mual, muntah, disartria, disfagia dan
atau koma.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Computed Tomography (CT Scan)
CT Scan merupakan gold standard pada Stroke iskemik Akut. CT Scan ini
berguna untuk membedakan Stroke iskemik dan perdarahan. Pemeriksaan
ini juga untuk menyingkirkan diagnosis banding lain seperti tumor intra
kranial, hematoma subdural (Ginsberg, 2008). Pemeriksaan CT Scan perlu
diulang dalam 24 jam setelah onset pada pasien yang diberi terapi
trombolisis dan atau terjadi perburukan untuk mengetahui transformasi
perdarahan dan perkembangan infark (Summers et al.,2009).
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI sangat baik untuk melihat jaringan lunak, struktur pembuluh darah.
MRI dapat menunjukkan kejadian injuri iskemik pada otak lebih awal
(dalam 72 jam) dibanding CT Scan bagi semua jenis stroke. MRI dapat
mendeteksi area iskemik dalam beberapa menit setelah onset stroke.
Magnetic Resonance Angiography (MSA) prosedur noninvasif berguna
untuk evaluasi pembuluh darah di ekstrakranial dan intrakranial (Summers
et al., 2009).
3) Ultrasonography
Pemeriksaan non invasive lain yang diperlukan untuk mengetahui stenosis
arteri internal servikal (Summers et al., 2009).
4) Cerebral Angiography
Merupakan alat terbaik untuk menilai secara akurat karakteristik arteri
stenosis dan merupakan gold standard untuk mengukur tingkat stenosis
arteri servikal atau sepalik. (Summers et al., 2009). Dengan Cerebral
Angiography juga dapat diketahui aneurisma maupun AVM, penyempitan
dan derajat penyempitan pembuluh darah otak. Biasanya dilakukan setelah
hasil CT Scan menunjukkan kelainan pembuluh darah (Sutrisno, 2007).
5) Transesophageal dan Transthoracic Ecocardiography (TEE/TTE)
Diperlukan pada pasien stroke emboli yang dicurigai berasal dari jantung
dan mendeteksi adanya trombus intra kardiak. TTE baik untuk
mengidentifikasi kelainan ventrikel seperti diskinetik segment dinding
ventrikel, sedangkan TEE bagus untuk mengidentifikasi kelainan atrium dan
Universitas Indonesia
aorta seperti patent foramen ovale atau aterosklerosis lengkungan aorta, dan
sensitif untuk mendeteksi apical thrombi dan kelainan katup atrium atau
patent foramen ovale (Summers et al., 2009).
6) Transcranial Doppler (TCD)
Bertujuan untuk mengukur velocity (kecepatan) aliran darah pembuluh
darah otak. TCD berguna untuk mendeteksi stenosis intrakranial berat,
mengevaluasi pembuluh darah karotid dan vertebrobasiler, mengkaji pola
dan luas sirkulasi kolateral pada pasien yang mengalami stenosis atau oklusi
arteri dan mendeteksi mikroemboli (Hickey, 2003).
7) Chest Radiography
Dilakukan untuk mendeteksi gangguan paru dan jantung.
8) Electrocardiography (ECG)
Berguna untuk mendeteksi dugaan stroke emboli kardiak atau dan penyakit
arteri koroner, serta untuk mendeteksi kelainan irama jantung seperti Atrial
Fibrilasi (AF) (Hickey, 2003).
9) Electroencephalography (EEG)
Dilakukan sesuai inidikasi seperti pada pasien stroke yang dicurigai
mengalami kejang.
2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan medik spesifik dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan sirkulasi
otak di daerah yang mengalami iskemik. Tindakan pemulihan sirkulasi dan
perfusi jaringan otak ini disebut terapi reperfusi.Terapi yang digunakan adalah :
a. Terapi trombolisis
Terapi ini bertujuan untuk melisis trombus dengan menggunakan trombolitik
tissue Plasminogen Activator (t-PA) intravena. t-PA merupakan katalisator
konversi palsminogen menjadi plasmin, sehingga meningkatkan kecepatan
melisis fibrin yang menyumbat pembuluh darah otak pada saat terjadi Stroke
iskemik. Salah satu indikasi pemberian t-PA adalah onset stroke < 3 jam.
Terapi trombolitik intra arteri dengan menggunakan urokinase, prourokinase,
Universitas Indonesia
merupakan tromblosis pada stroke dengan onset 3-6 jam. Biasanya untuk
Stroke iskemik pada arteri cerebri media (Machfoed, 2011).
b. Terapi antikoagulan dan antiplatelet
Terapi ini bertujuan untuk mencegah terjadiya trombus pada arteri kolateral.
Antikoagulan berfungsi untuk mencegah terjadinya stroke emboli pada arteri
kolateral dan tidak melisis trombus pada arteri yang telah mengalami
penyumbatan akibat emboli sebelumnya. Antikoagulan yang bisa dipakai
adalah heparin, warfarin atau golongan Low-Weight Mollecular Heparin
(LMWH). Pada kasus Stroke iskemik trombotik, untuk mencegah terjadinya
trombus digunakan antiplatelet (asetosal, clopidorel, cilostastol, dipiridamol)
(Machfoed, 2011).
c. Terapi neuroprotektan
Terapi ini bertujuan untuk menghambat proses sitotoksik yang merusak sel
saraf dan sel glia pada area penumbra. Tetapi efektifitas terapi ini masih
menjadi pro dan kontra pada berbagai penelitian (Machfoed, 2011).
d. Terapi pembedahan
Terapi ini untuk mengatasi peningkatan tekanan intrakranial akibat proses
edema sitotoksik. Kondisi ini bisa mengakibatkan kematian akibat herniasi
batang otak (Machfoed, 2011). Stroke emboli pada arteri serebri media yang
menyebabkan defisit neurologis akut, dapat dilakukan prosedur microsurgery
embolektomy emergensi. Tindakan karniektomi dekompresi juga memberikan
hasil keluaran fungsional yang baik pada edema serebral malignan akibat
Stroke iskemik (Sadewo dkk, 2011).
e. Terapi hipertensi, hiperglikemi dan leukositosis.
Kondisi ini merupakan reaksi hipotalamus-hipofisis menghadapi stres,
walaupun sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes dan
infeksi (Machfoed, 2011).
Menurut Summers et al (2009) selama fase perawatan akut, perawat harus fokus
pada kelanjutan stabilisasi pasien stroke melalui evalusi secara teratur meliputi :
status neurologi, manajemen tekanan darah dan pencegahan
Universitas Indonesia
Peran perawat dalam pencegahan sekunder stroke yaitu berperan penting dalam
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, baik saat pasien dirawat
maupun rawat jalan. Edukasi stroke terdiri dari penjelasan tentang stroke, faktor
risiko yang bisa dimodifikasi, pengobatan dokter. Perawat memainkan peran
penting dalam edukasi (discharge planning), meliputi strategi modifikasi gaya
hidup seperti memberikan saran menurunkan tekanan darah dengan mengatur diet,
melakukan aktivitas fisik, membatasi konsumsi alkohol, berhenti merokok.
Konsumsi Warfarin bagi pasien stroke dengan Atrial Fibrilasi, minum antiplatelet
dalam jangka panjang, pencegahan sekunder stroke dengan obat-obatan dan
modifikasi gaya hidup berisiko stroke.(Summers et al., 2009)
Universitas Indonesia
Tujuan discharge planning adalah memastikan transisi yang aman antara fasilitas
perawatan akut, rehabilitasi, rawat jalan, praktik dokter, komunitas untuk
mempertahankan kontinuitas perawatan yang akan mengoptimalkan rehabilitasi
dan memastikan prevensi sekunder. Sebelum memulai discharge planning
perawat mengkaji terlebih dahulu kebutuhan belajar pasien dan keluarga serta
menentukansiapa yang akan merawat pasien (caregiver) setelah pulang ke rumah.
Sister Callista Roy mulai bekerja pada model keperawatan sambil menyelesaikan
pendidikan dari tahun 1963 sampai 1966. Artikel pertamanya diterbitkan tahun
1970 dan pada tahun yang sama menerapkan teori adaptasinya pada sebuah
sekolah di Mount St. Mary di Los Angeles.
Cognator subsystem terdiri dari proses kognitif dan emosional yang berinteraksi
dengan lingkungan. Aktifitas regulator dan kognator dimanifestasikan dalam
Universitas Indonesia
empat cara pada masing-masing individu dan individu dalam kelompok dalam
bentuk perilaku physiologic-physical function, self concept dangroup identity,role
function dan interdependence. Empat kategori ini berdampak terhadap aktivitas
kognator dan regulator sehingga disebut mode adaptasi. Mode adaptasi dan proses
koping pada individu dan individu dalam kelompok digambarkan dalam model
Roy.
Model Adaptasi Roy menjelaskan tiga kelompok stimulasi yang berasal dari
lingkungan. Nama dan diskripsi stimulus bersadarkan pada kerja fisiologi
psikologis. Stimulus fokal adalah stimulus internal atau eksternal yang paling
cepat dalam kesadaran individu atau kelompok. Stimulus kontekstual adalah
semua stimulus yang ada dalam situasi yang berkontribusi dan mempengaruhi
stimulus fokal. Jadi stimulus kontekstual adalah semua faktor lingkungan yang
ada pada sistem adaptif manusia dari dalam atau luar tetapi bukan merupakan
pusat perhatian atau energi. Stimulus residual adalah faktor lingkungan dalam
atau luar sistem manusia, efek yang tidak jelas dalam situasi saat ini (Roy, 2009).
Universitas Indonesia
Perilaku adalah sensasi yang luas sebagai tindakan internal dan eksternal dan
reaksi di bawah keadaan spesifik. Seorang individu yang berespon terhadap suara
yang keras berjalan menuju suara itu berarti dia berespon eksternal. Pada waktu
yang sama, irama jantung meningkat sebagai respon internal. Perilaku bisa
adaptif atau tidak efektif. Perilaku adaptif adalah yang meningkatkan integritas
sistem manusia dalam masa tujuan adaptasi : bertahan hidup, perkembangan,
reproduksi, penguasaan dan manusia dan transformasi lingkungan. Sedangkan
respon tidak efektif dimana tidak ada peningkatan integritas dan tidak ada
kontribusi terhadap tujuan adaptasi.
Perilaku adalah tindakan atau reaksi di bawah keadaan yang spesifik. Perilaku
sistem menunjukkan apakah aktifitas koping efektif dalam melakukan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3) Eliminasi
Eliminasi intestinal adalah pengeluaran bahan yang tidak dicerna dari tubuh
melalui anus berupa feses. Eliminasi urin adalah eliminasi sisa cairan dan
kelebihan ion sebagai hasil proses penyaringan .
a) Respon Perilaku
Perilaku eliminasi feses meliputi karakteristik feses seperti jumlah,
warna, konsistensi, frekuensi, bau, usaha. Isi feses seperti darah, lendir,
pus, caicing. Frekuensi bising usus, nyeri saat BAB, hemoroid. Hasil
laboratorium seperti darah, bakteri, parasit, virus. Perilaku eliminasi urin
seperti jumlah selama 24 jam. Karakteristik urin (warna, tranparansi,
bau), usaha berkemih,frekuensi dan urgensi. Indikasi retensi, inkontinen,
kesulitan saat mulai dan berhenti berkemih, nyeri. Hasil laboratorium
urin rutin seperti glukosa, keton, darah, protein, bilirubin, sel darah
Universitas Indonesia
merah, kristal, sel darah putih, sel epitel. Tes darah seperti Blood Urea
Nitrogen (BUN), kreatinin, sodium, klorida, potasium, karbondioksi,
kalsium, phosphat, asam urat, pH.
b) Respon Stimulus
Stimulus eliminasi meliputi masukan dan komposisi makanan dan cairan.
(IWL). Lingkungan saat eliminasi, posisi, nyeri seperti ada hemoroid,
anal fissure, kram abdomen, iritasi di sekitar anus, retensi urin, infeksi
saluran kemih. Faktor pencetus inkontinensia urin, kebiasaan eliminasi,
stres, cemas, ketakutan, keluarga dan nilai budaya. Status perkembangan,
penurunan kardiak out put, retensi urin. Penyakit sistem saraf pusat,
kehilangan kontrol volunter, kelenjer prostat, penyakit infeksi seksual,
ulseratif kolitis, obstruksi intestinal, fistula, keganasan dan pengobatan
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik.
Inkontinensia biasa terjadi 30-60% pada awal serangan stroke. Hal ini
disebabkan oleh infark pada lobus frontal, pons atau pusat mikturisi
pontin. Masalah pengosongan sepertiincontinence urge, urgensi.
Penyebab lain, berupa penurunan kesadaran, gangguan proses fikir yang
mempengaruhi pengosongan kandung kemih. Komplikasi inkontinensia
urin adalah dermatitis, kerusakan kulit dan infeksi saluran kemih.
Konstipasi merupakan masalah yang paling sering pada stroke (Summers
et al., 2009). Pada pengkajian ditemukan :
- Perilaku berupa inkontinensia urin seperti neurogenik
bladder,hiperfleksia dengan urgensi, dan frekuensi dan retensi urin
tanpa overflow incontinence fungsional. Konstipasi, bising usus,
distensi abdomen (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010).
Pemeriksaan urin rutin seperti glukosa, keton, darah, protein,
bilirubin, sel darah merah, kristal, sel darah putih, sel epitel.
Pemeriksaan darah seperti Blood Urea Nitrogen (BUN), kreatinin,
sodium, klorida, potasium, karbondioksi, kalsium, phosphat, asam
urat, pH, penggunaan diuretik.
- Pengkajian stimulus fokal : ketidakmampuan mengkomunikasikan
keinginan berkemih, atonik kandung kemih, kerusakan sensasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5) Proteksi
Proteksi meliputi dua proses kehidupan dasar yaitu proses pertahanan tidak
spesifik dan spesifik (adaptive immunity)
a) Respon Perilaku
Pengkajian perilaku imun tidak spesifik meliputi riwayat penyakit,
riwayat keluarga, psikososial, gaya hidup. Inspeksi kulit, penampilan,
warna seperti eritema, sianosis, jaundis, pucat (wajah, konyuntiva dan
membran mukosa), perubahan pigmen, lesi (warna, distribusi, ketebalan,
durasi penyebab primer atau sekunder), vaskularisasi. Palpasi kulit, nyeri,
bekas insisi, rambut, kuku, keringat, membran mukosa, rongga mulut,
sistem pencernaan, respon inflamasi akut dan kronik. Hasil laboratorium
darah, urin dan sekresi seperti bakteri, protein plasma, sel asing.
Pengkajian imun spesifik meliputi malaise, sakit dan nyeri, mual, muntah
dan diare, penyakit akut dan kronik leukemia, AIDS, pneumonia. Hasil
laboratorium hitung sel darah, kadar immunoglobulin, serum lengkap.
b) Respon Stimulus
Meliputi faktor lingkungan, integritas mode, status malnutrisi, defisiensi
protein, status perkembangan, rokok, alkohol dan obat-obatan seperti
antibiotik, sitotoksik, anti inflamasi non stertoid, kortikosteroid, radiasi,
operasi pengangkatan kelenjer thymus, limfa. Efektifitas kognator seperti
persepsi, pengetahuan.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik
Pasien stroke berisiko mengalami kerusakan kulit karena kehilangan
sensasi, kerusakan sirkulasi, usia tua, penurunan kesadaran dan
ketidakmampuan bergerak karena paralisis. Efek samping terapi
Universitas Indonesia
6) Sensasi
a) Respon Perilaku
Perilaku sensasi meliputi penglihatan, pendengaran, perasaan, dan nyeri.
Diantaranya akomodasi, ketajaman penglihatan, buta warna, rasa sentuh,
rasa nyeri dan rasa suhu.
b) Respon Stimulus
Pengalaman persepsi, paralisis atau kehilangan sensasi, bedah tumor
otak, gangguan pembuluh darah otak, kehilangan pendengaran jangka
pendek dan panjang, parestesia, degenerasi retina. Kehilangan fungsi
penglihatan.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik.
Kehilangan sensasi pada stroke karena melalaikan kerusakan sensasi rasa
dengan kehilangan propriosepsi dan kesulitan meningterpretasikan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
8) Fungsi Neurologi
a) Respon Perilaku
Meliputi kognitif, memori, berbahasa, proses output meliputi rencana,
respon motor, pengkajian perilaku kesadaran meliputi tingkat kesadaran,
respon motorik, respon nyeri, orientasi dan tingkat kesadaran, tanda-
tanda vital. Tingkat kesadaran dinilai menggunakan Glassgow Coma
Scale (GCS).
b) Respon Stimulus
Meliputi amnesa, onset, penyakit seperti trauma kepala, infeksi, penyakit
neuromuskuler, kerusakan vaskuler, tumor, gangguan mental, penyakit
degeneratif (Parkinson, Hungtinton’s chorea dan Alzeimer). Alkohol,
aseton, zat kimia lain seperti kerosin, karbon tetraklorida atau gasolin.
Obat-obatan, penghisapan lendir dan pungsi vena.
c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik
Berkurangnya pasokan darah ke bagian otak dapat mengakibatkan
iskemik otak yang bersifat fokal atau global, sehingga menimbulkan
proses patologik pada daerah tersebut. Defisit neurologis yang muncul
tergantung pada area otak yang mengalami iskemia atau lokasi oklusi
(Machfoed, 2011). Pada pengkajian akan ditemukan :
- Perilaku neurologi meliputi gangguan fungsi motorik seperti
hemiparese, hemiplegie, disfagia, disartria, ataksia,afasia motorik dan
Universitas Indonesia
9) Fungsi Endokrin
a) Respon Perilaku
Meliputi oksigenasi, aktivitas dan istirahat, nutisi, cairan, elektrolit dan
keseimbangan asam basa, eliminasi, proteksi, sensasi, fungsi neurologi,
perkembangan struktur, mode adaptasi lain, tes laboraorium.
b) Respon Stimulus
Universitas Indonesia
b. Konsep diri
Konsep diri berpusat pada pasien. Penemuan kebutuhan ini penting bagi
adaptasi individu, sebaik integritas mode lain. Konsep diri menurut Roy
meliputi fisik diri yaitu bagaimanaseseorang memandang dirinya dan
kepribadian diri yang berkaitan dengankonsistensi diri, ideal diri, moral-etik
dan spiritual.
Pada pasien Stroke iskemik biasa ditemukan :
1) Perilaku berupa kerusakan memori, atau fungsi intelektual seperti lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, kurang motivasi, yang
menyebabkan pasien mudah frustasi dan depresi pada saat fase rehabilitasi
(Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). Kehilangan kontrol diri, emosi
Universitas Indonesia
c. Fungsi peran
d. Interdependensi
Mode interdependensi menunjukkan adanya kebutuhan akan afeksi yang
adekuat dan sistem dukungan dari keluarga, teman-teman dan masyarakat
(Christensen & Kenney, 2009). Pengkajian perilaku interdependensi
Universitas Indonesia
difokuskan pada orang terdekat, sistem pendukung dan perilaku memberi dan
menerima dalam hubungan. Pengkajian perilaku meliputi sistem pendukung,
seperti individu, pekerjaan dan organisasi.
Masalah keperawatan pada Stroke iskemik yang sering muncul adalah risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, gangguan
menelan, kerusakan komunikasi verbal, inkontinesia urin dan alvi, risiko
gangguan integritas kulit, ketidakefektifan koping, ketegangan peran caregiver.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tujuan ditetapkan satu kali oleh perawat yang sudah mengkaji perilaku dan
stimulus individu atau kelompok yang mempengaruhi perilaku dan sudah
teridentifikasi sebuah diagnosa keperawatan dari informasi pengkajian.
Menetapkan tujuan didefinisikan sebagai membuat pernyataan yang jelas dari
Universitas Indonesia
Intervensi keperawatan pada Stroke iskemik ini diseleksi sesuai dengan masalah
keperawatan yang muncul. Intervensi dibuat mengacu pada Nursing Intervention
Classification (NIC)(Moorhead, Johnson, Maas & Swanson, 2008). Kemudian
dari NIC yang telah ditetapkan, dipilih pula aktifitas keperawatan yang sesuai
untuk mencapai. Intervensi selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.
2.2.2.6 Evaluasi
Langkah terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi terdiri dari
penilaian efektifitas intervensi keperawatan dalam hubungan dengan perilaku
individu atau kelompok. Intervensi keperawatan akan dinilai efektif jika perilaku
individu atau kelompok cocok dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi
menurut Roy berdasarkan pada respon perilaku yang ditunjukkan individu apakah
beradaptasi secara integrasi, kompensasi atau kompromi ataupun menunjukkan
perilaku tidak efektif (Roy, 2009).
Tetapi pada makalah ini penulis akan menggunakan terminasi adaptif, adaptif
sebagian dan tidak adaptif pada evaluasi. Hal ini dikarenakan istilah integrasi,
kompensasi atau kompromi menurut MAR belum lumrah digunakan dan masih
adanya perbedaan persepsi tentang perbedaan ketiga tingkat adaptasi tersebut.
Universitas Indonesia
Pada tabel 2.1 berikut ini tercantum masalah keperawatan yang sering muncul
pada Stroke Iskemik berdasarkan pendekatan Model Adaptasi Roy. Diagnosa
dirumuskan berdasarkan NANDA, tujuan ditetapkan berdasarkan NOC,
sedangkan intervensi berdasarkan NIC.
Universitas Indonesia
Tabel. 2.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Pendekatan
Model Adaptasi Roy, NANDA, NOC dan NIC
F : akumulasi sekret, Keamanan dan Ketidakefekti - Status respirasi: jalan - Manajemen airway
K :infeksi paru, disfagia perlindungan fan bersihan - napas paten, pertukaran - Penghisapan jalan napas
R : lingkungan tidak sehat, Kelas 2 : jalan napas gas, ventilasi - Penguatan batuk
Fisiologis
Universitas Indonesia
Eliminasi F : tidak mampu mengkomuni- kasikan Eliminasi dan Inkontinensia : - Kontinensia urine - Kateter urin : intermiten
keinginan berkemih, kehilangan pertukaran kelas Refleks urin - Eliminasi urine - Manajemen eliminasi urin
sfringter urinarius. Kerusakan neuron 1: - Perawatan inkontinesia urin
bagian atas sakral atau pusat pontine Fungsi urinarius
mikturisi
K ;gangguan kognitif, penurunan
kesadaran
R : usia, stres, intake cairan, obat
F : Lesi pusat defekasi, tidak ada sensasi Eliminasi dan Inkontinensia - Kontinensia usus - Perawatan inkontinensia alvi
buang air besar pertukaran defekasi - Eliminasi usus - Manajemen bowel
K : iskemik/infark, penurunan Kelas 1 : - Bowel training
kesadaran, Fungsi
R : immobilisasi, kurang intake gastrointestinal
serat dan air, jenis diit, obat
Aktifitas & F : gangguan neuromuskuler, Aktivitas Hambatan - Mobilisasi - Posisi
istirahat kerusakan pusat voluenter motorik /istirahat mobilitas fisik - Ambulasi - Terapi latihan : ambulasi
K : emboli, trombus, penurunan Kelas 2 : - Perawatan diri : ADL - Joint mobility
kesadaran Aktivitas dan - Instrumental aktivitas
R :usia, status perkembangan, latihan ADL
motivasi dan stres - Penampilan transfer
F : keterbatasan mobilisasi, Aktivitas / Defisit - Status perawatan diri - Bantuan perawatan diri: mandi
penurunan kesadaran, istirahat perawatan diri - Perawatan diri: ADL - Bantuan perawatan diri:
disabilitas fisik dan kognitif Kelas 5 : (mandi, makan, berpakaian
K : iskemik atau infark Perawatan diri berpakaian, - Bantuan perawatan diri: makan
R : kurang pengetahuan, toileting) - Bantuan perawatan diri:
dukungan keluarga toileting
Fisiologi
Proteksi F : kelemahan otot menelan, Keamanan / Risiko aspirasi - Pencegahan aspirasi - Pencegahan aspirasi
sumbatan jalan nafas, perlindungan - Satus menelan
disfagia, penurunan refleks Kelas 2 :
batuk Cidera fisik
K : iskemik atau trombus,
penurunan kesadaran
R : infeksi paru, usia,
perkembangan fisik
Universitas Indonesia
Fungsi F : parese N VII & XII, gangguan Persepsi / kognisi Hambatan - Komunikasi ekspresif - Penguatan komunikasi
Neurologi kognitif, Kelas 5 : komunikasi - Komunikasi reseptif penurunan bicara
penurunan kesadaran Komunikasi verbal - Mendengarkan aktif
K : iskemik atau infark
R : usia, status perkembangan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pada Bab 3 ini akan dibahas kasus utama tentang Stroke iskemik dan kasus
resume pada sistem persarafan.
Data demografi pasien : Ny. S usia 45 tahun, NMR 376-29-94, pekerjaan ibu
rumah tangga, alamat Tanah Abang Jakarta. Masuk IGD RSCM tanggal 30
Oktober 2012 sekitar jam 04.00. Masuk Ruang neurologi tanggal 31 Oktober
2012 sekaligus pengkajian awal dilakukan.
43 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
44
interval < 0,2 detik, durasi QRS < 0,08 detik, tidak ada perubahan ST-T,
T inverted, LVH dan BBB.
Hasil Echocardiography tanggal 5 November 2012 diperoleh : LVH
konsentrik, AR mild, hipokinetik segmental sesuai CAD, fungsi sistolik
LV dan RV baik, disfungsi diastolik ringan, efusi perikard minimal.
Sedangkan hasil Transesophageal Echocardiography (TEE) tanggal 29
November 2012 ditemukan mitral stenosis mild-moderate (MVA
1,6cm2) Aorta regurgitasi mild moderate dengan penebalan dan
gangguan koaptasio RCC-NCC-LCC, trombus LAA (+). CT Scan tanpa
kontras (30 Oktober 2012) : tak tampak infark, perdarahan maupun SOL
intrakranial. CT Scan ulang tanpa kontras tanggal ( 23 November 2012),
dibandingkan CT Scan tanggal 30 Oktober 2012 : infark perdarahan
lobus temporal kiri.
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : emboli, infark serebral, akumulasi sekret. Stimulus
kontekstual :gangguan katup jantung (Stenosis mitral),infeksi paru .
Stimulus residual :konsumsi kontrasepsi oral, gaya hidup tidak sehat (pola
makan), lingkungan kurang sehat,sering sakit batuk dan demam sebelum
dirawat.
b. Nutrisi
1) Pengkajian perilaku
Pasien terpasang NGT, diit makanan cair 6 x 250 cc 1500 kalori, sensasi
rasa dan bau tidak bisa dinilai. Kondisi rongga mulut : bersih, mukosa mulut
lembab dan kemerahan, jumlah gigi lengkap, tidak ada karies, lesi mulut,
bau, stomatitis.Tinggi dan Berat Badan : BB=57 kg(BB ideal adalah 45-55
kg), tinggi=150 cm.Body Mass Index (BMI) =25,3.(BB sedikit lebih), tidak
ada alergi makanan.Pasien mengalami gangguan menelan, tidak ada mual
dan muntah. Konyuntiva sub anemis. Hasil laboratorium tanggal 31
Oktobber 2012: Hb=10,3 g/dL (12-14), GD sewaktu = 91mg/dL (70-100).
Protein total 7,0 g/dL (6,4-8,7) Albumin=4,07 g/dL (3,4-4,8), globulin 2,93
g/dL (1,8-3,9) dan albumin-globulin ratio 1,4 (≥ 1).Ureum 21 (<50),
Universitas Indonesia
kreatinin 0,7 (0,6-1,2). Kolesterol HDL 43 mg/dL (≥40), kolesterol total 199
gr/dL (120-200).
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : disfungsi neuromuskuler, parese otot-otot menelan,
penurunan refleks batuk dan muntah. Stimulus kontekstual : infark serebri,
stimulus residual : tidak ada.
c. Eliminasi
1) Pengkajian perilaku
BAB (+) konsistensi dan warna normal, bising usus (+).BAK (+) terpasang
foley kateter, warna urin jernih kekuningan. Jumlah 600 cc, pemeriksaan
labor BAK normal. Intake cairan : minum 1500 cc/hari (makanan cair+air
putih), IVFD NaCL 0,9% 500 cc/8 jam (1500 cc).
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : tidak mampu mengkomunikasikan keinginan berkemih.
Stimulus kontekstual : keterbatasan fisik dan kognitif. Stimulus residual :
stres
Universitas Indonesia
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : kerusakan neuromuskuler, penurunan kesadaran.Stimulus
kontekstual :iskemik dan infark serebral. Stimulus residual : kurang
motivasi.
e. Proteksi
1) Pengkajian perilaku
Integritas kulit baik, skala Norton = 8 ( risiko tinggi dekubitus). Keluhan
nyeri tidak bisa dinilai, kesan tidak ada nyeri. Tidak ditemukan tanda
inflamasi akut seperti kemerahan, panas, bengkak dan nyeri. Tidak ada lesi
pada kulit dan mukosa. Distribusi rambut merata, warna hitam, tidak mudah
dicabut, kulit kepala bersih dan tidak ada lesi. Suhu tubuh : suhu tubuh
36,5oC, tidak berkeringat. Hasil labor tanggal 31Oktober 2012
3
leukosit=10,71 (5-10 /µL). Hitung jenis : basofil 0,1% (0-1), eosinofil 0,1%
(1-3), neutrofil 84,6% (52-76), limfosit 11% (20-40), monosit 4,2% (2-8),
LED : 45 mm (0-20). Hasil procalsitonin (4/11/2012) : 0,85 (<0,1). Masa
protombin Prothrombin Time(PT) = pasien 11,3 detik : kontrol 11,5 (rasio
0,982). Partial Thromboplastin Time (APTT) pasien 33,6 : 31,7 detik (rasio
1,059). D-dimer kuantitatif 0.5 mg/dL (0,6-1,2).
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : immobilisasi fisik, defisit neurologis, stimulus kontekstual :
emboli, iskemik, infark, stimulus residual : suhu lingkungan, kelembaban
kulit.
f. Sensori
1) Pengkajian perilaku
Penglihatan, pendengaran, perasaan dan nyeri sulit dinilai. Kesan tidak ada
gangguan penglihatan dan pendengaran.
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : defisit sensori motorik, gangguan kognitif, stimulus
kontekstual : iskemik dan infark serebral, stimulus residual : tidak ada.
Universitas Indonesia
h. Fungsi neurologis
1) Pengkajian perilaku
Pada saat tidur malam tiba-tiba sisi badan sebelah kanan sulit digerakkan,
mulut mencong ke kiri dan sulit diajak bicara.Kesadaran somnolen, GCS =
/ହହହହ
E3M5Vafasia, fungsi motorik : derajat kekuatan otot , tanda vital :
/ହହହହ
Universitas Indonesia
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : defisit neurologis, gangguan neuromuskuler, motorik,
kognitif, stimulus kontekstual: iskemik dan infark serebral, mitral stenosis.
Stimulus residual : gaya hidup tidak sehat,konsumsi kontrasepsi oral selama
13 tahun.
i. Endokrin
1) Pengkajian perilaku
Pasien tidak memiliki riwayat diabetes, tidak ada pembesaran kelenjer
tiroid, hasil labor tanggal 4 November 2012 : GDS=91mg/dL (70-140).
Gliko Hb (HbA1c) 6,6 (4,8-5,9).
2) Pengkajian stimulus :tidak ada, semua perilaku adaptif
Universitas Indonesia
Walau suami hanya berpendidikan SD, rasa ingin tahu suami pasien sangat
tinggi. Suami Ny.S tidak malu-malu untuk bertanya kepada perawat dan dokter
tentang penyakit dan perawatan pasien. Suami pasien selalu menyimak dengan
penuh perhatian setiap informasi yang disampaikan dan berusaha
menerapkannya. Termasuk mengikuti seminar stroke awam. Selama perawatan
di RS pasien dapat Jamkesda dimana semua biaya perawatan dan obat-obatan
ditanggung RS. Untuk biaya harian seperti untuk makan, dan keperluan pribadi
lainnya suami pasienNy. S mengandalkan gaji dan bantuan dari dua anak
pasien yang sudah bekerja.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : pasien mengalami ketergantungan tinggi dalam pemenuhan
ADL terhadap orang lain, Stimulus kontekstual : defisit neurologis, gangguan
fisik/kognitif. Stimulus residual : motivasi, hubungan dan proses keluarga,
edukasi adekuat, keuangan, dukungan sistem
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel. 3.1 Rencana Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik pada Ny. S dengan
Pendekatan Model Adaptasi Roy, NANDA, NOC dan NIC
Universitas Indonesia
2. Oksigenasi ; F : akumu Domain Ketidak Status jalan Manajemen - Pertahankan kepatenan jalan nafas
lasi sekret 11 efektifan nafas paten : jalan nafas - Fisioterapi dada
- Somnolen K: Keamana bersihan - Berikan Oksigen lembab 3 liter/menit
- GCS E3M5V afasia disfungsi n dan jalan nafas - Frekuensi, - Balance cairan
Fisi - TD 150 /80mmHg neuromus- perlindun irama, - Lakukan oral higiene teratur.
olo - Nafas 20 x/menit kuler, gan dalam - Monitor frekuensi, kedalaman dan usaha bernafas.
gis - Takikardia HR = disfagia (31Okto pernafsan - Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot asesoris,
96x/menit infeksi, Kelas 2 : ber 2012 - Kemampuan retraksi, bunyi nafas, dispnea
- Gelisah R : sering Cidera mengeluark - Monitor foto toraks
- Tidak ada batuk sakit batuk fisik an sekresi - Anjurkan keluarga dan pengunjung untuk tidak merokok di
- Ronki basah (+) dan - Batuk lingkunga perawatan pasien.
basal paru kiri, demam Penguatan
penuru n bunyi sebelum batuk - Ajurkan batuk efektif bila memungkinkan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4. Aktivitas dan F: Aktivitas Hambatan Mobilisasi Posisi - Tempatkan pasien dengan tepat pada kasur.
istirahat penurunan / istirahat Mobilitas - Rubah posisi pasien setiap 2 jam.
kekuatan fisik - Balance - Monitor status oksigenasi, TD, nadi sebelum dan sesudah
- GCS E3M5Vafasia otot sisi Kelas 2 : - Koordinasi berubah posisi.
- Derajat kekuatan tubuh Aktivitas - Gait - Berikan pasien posisi terapeutik, sokong ekstremitas yang lemah
/ହହହହ kanan dan (31Oktobe - Penampilan dengan bantal atau gulungan kain.
otot
/ହହହହ
K: latihan r 2012) posisi tubuh - Berikan posisi semi fowler untuk mencegah dispnea.
- kesan hemiparese iskemik/ - Peningkatan - Lakukan latihan ROM pasif aktif 2 sampai 3 kali sehari sesuai
dekstra infark kekuatan kondisi pasien
- keterbatasan serebri otot - Berikan footboard pada TT
rentang gerak sendi R : stres, - Peningkatan - Letakkan nurse call di posisi yang mudah dijangkau pasien atau
- terlihat cenderung kurang aktifitas keluarga
tidur motivasi fisik dan - Ajarkan keluarga cara mengatur posisi
- kontak tidak
Universitas Indonesia
5. Fungsi neurologi F: defisit Persepsi/ Hambatan Komunikasi Penguatan - Minta keluarga untuk memahami pembicaraan pasien.
neurologis, kognisi komunika ekspresif komunikasi : - Ijinkan untuk mendengar perkataan berulang kali.
- E3M5Vafasia gangguan si verbal penurunan - Berikan verbal yang tepat.
- Cendrung tidur neuromusk - Gunakan bicara - Berikan satu petunjuk sederhana dan kalimat pendek.
- Parese N VII uler, Kelas 5 : bahasa tulisan - Jangan turunkan suara di akhir kalimat
dekstra sentral motorik, komunik (tanggal 31 - bicara dengan - Berdiri di depan pasien bila berbicara.
- Tidak ada kontak kognitif asi Oktober vokal - Gunakan papan gambar
mata K: iskemik 2012) - gunakan suara - Gunakan gerakan tangan
- Tidak dapat bicara / infark esophageal - Ajarkan berbicara dari esophageal
Universitas Indonesia
6 Proteksi F : immobili Keamana Risiko Integritas Pressure - Lakukan pengkajian dengan Skala Norton.
tas fisik, n/ kerusakan jaringan : kulit management - Catat BB
- Immobilitas fisik gangguan perlindun integritas dan membran - Catat status kulit pada saat masuk dan setiap hari.
- GCS E3M5V kognitif gan kulit mukosa : - Catat area kulit yang kemerahan
afasia K : emboli, - Bersihkan kulit dari lembab yang berlebihan seperti : keringat,
- Kesadaran iskemik, Kelas 2 : - Temperatur feses, urin.
somnolen infark cidera ( tanggal - Sensasi - Berikan kulit pelembab atau minyak kelapa
- Pasien cendrung R : suhu fisik 31 Oktober - Elastis - Rubah posisi pasien per 2-3 jam
tidur lingkungan, 2012) - Hidrasi - Inspeksi kulit di sekitar penonjolan tulang dan titik tekan lainnya
- Hemiparese dekstra kelembaban - Keringat - Hindari masase pada area tonjolan tulang
kulit. - Tekstur - Pertahankan linen bersih, kering dan tidak berkerut.
- Integritas - Gunakan tempat tidur dengan matras anti dekubitus
kulit - Hindari air panas dan gunakan sabun mandi lembut
- Monitor sumber tekanan dan friksi
- Berikan pelindung tumit dan siku
- Monitor mobilitas dan aktivitas individu
- Pastikan intake makanan adekuat seperti protein, vitamin B, C,
zat besi, kalori dan berikan suplemen.
- Bantu pasien mempertahankan BB ideal
- Ajarkan keluarga untuk mengamati gejala kerusakan kulit.
Universitas Indonesia
7 Eliminasi F : disfungsi Eliminasi Inkontinen Kontinen urin: Kateter Urin - Jelaskan prosedur dan rasional tindakan
- Kontak tidak neurologis dan sia Urine - pengosonan - Pasang kateter urin dengan tepat
adekuat di atas pertukara refleks bladder - Pertahankan teknik aseptik
- Cenderung tidur pusat n - berkemih - Masukkan kateter ke vesika urinaria, gunakan kateter ukuran
- E3M5Vafasia mikturisi ( Tanggal 150/jam kecil, hubungkan ke kantong urin, pertahankan posisi kateter dan
- Tidak mampu pontine Kelasi 1 : 7 Oktober - Mampu aman dari kulit,
berkemih K: fungsi 2012) mengontrol - Monitor intake out put
secaravolunter keterbatas urinarius beremih - Catat residu urin setelah pemasangan kateter.
- Tidak ada sensasi an fisik
berkemih dan Manajemen - Monitor karakteristik urin
kognitif, Eliminasi urin eliminasi - Kaji penyebab inkontinen
afasia - Pola urin - Anjurkan minum 8 gelas /hari
R : stres. elimanasi - Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda infeksi.
- Bau, warna, - Batasi cairan bila perlu
jumlah, - Ajarkan keluarga cara membuang dan menghitung keluaran urin.
kejernihan
- Intake Perawatan - Identifikasi penyebab multifaktor inkontinen (keluaran urin, pola
cairan inkotinen berkemih, gangguan kognitif, residu urin setelah berkemih dan
- Pengosonga urin obatan)
n bladder - Berikan privasi saat eliminasi.
- Merasakan - Jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan
ingin - Monitor eliminasi urin, frekuensi, jumlah, warna, bau
berkemih - Kaji sensasi berkemih
- Bersihkan area genital secara teratur
Universitas Indonesia
8. Interdependensi F: Hubun Kesiapan Koping - Peningka - Hargai pemahaman keluarga terhadap proses penyakit pasien.
ketergantun gan meningkat keluarga : tan koping - Hargai dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi.
- Aktifitas keluarga gan tinggi peran kan proses - Lakukan pendekatan dengan tenang dan nyaman.
dalam membantu dalam keluarga - Mengatur - Bantu mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan.
pemenuhan ADL pemenuhan Kelas 2 ; masalah - Hargai sikap harapan realistik dan putus asa
pasien. ADL Hubu keluarga - Evaluasi kemampuan membuat keputusan keluarga.
- Komunikasi terhadap ngan - Merawat - Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
keluarga (suami) orang lain keluarga anggota - Hargai ekspresi verbal tentang, persepsi dan ketakutan keluarga
adekuat keluarga - Bantu mengidentifikasi sistem dukungan
K : - defisit
- Mengekspresikan - Prioritas - Bantu keluarga mengidentifikasi strategi positif dan mengatur
neurologis,
kesediaan untuk gangguan
keluarga gaya hidup yang dibutuhkan atau perubahan peran.
merawat pasien di fisik/kognit - Menggunakan - Dukungan - Tentukan tingkat pengetahuan keluarga (caregiver).
RS maupun if. sistem caregiver - Tentukan penerimaan caregiver terhadap peran.
dirumah R: dukungan - Terima ekspresi emosi negatif
- Perilaku motivasi, keluarga dan - Eksplorasi kekuatan dan kelemahan caregiver.
menunjukkan hubungan komunitas - Akui/nyatakan kesulitan peran memberi perawatan
dukungan pada dan proses yang tersedia - Berikan dukungan terhadap keputusan yang dibuat caregiver
anggota keluarga keluarga, - Monitor indikator stres.
yang sakit seperti edukasi Perilaku - Dukung caregiver melalui proses duka cita
memberi motivasi adekuat, mencari - Hargai partisipasi caregiver dalam dukungan kelompok
berpartisipasi keuangan, kesehatan : - Dukung caregiver untuk merawat diri sendiri.
dalam perawatan dukungan - Memberikan edukasi pada caregiver tentang : Stroke, etiologi,
pasien sistem - Bertanya faktor risiko, perawatan, informasi terbaru tentang kondisi,
- Mencari informasi - tugas- tugas diagnosa, pengobatan dan prognosa pasien, cara meningkatkan
tentang penyakit kesehatan keamanan pasien, manajemen stres, mempertahankan perawatan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tersedak, reflek batuk dan muntah lemah. Intervensi : pencegahan aspirasi dan
terapi menelan, kaji RAPIDS siapkan pasien untuk dilakukan aroma terapi
dengan minyak lada hitam, kolaborasi dengan terapi wicara untuk stimulasi
dan latihan menelan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ଵଵଵଵ/ହହହହ
Derajat kekuatan otot : ଵଵଵଵ/ହହହହ, kesan hemiparese dekstra. Bartel indeks 4/20,
semua pemenuhan ADL dibantu oleh orang lain (suami dan perawat).Pasien
sudah mampu duduk bersandar 60-90 derajat selama 30-45 menit,
Intervensi : lanjutkan perubahan posisi anti dekubitus setiap 2 jam dan latihan
duduk tanpa sandaran dan latihan keseimbangan duduk sesuai program
fisioterapi.
Universitas Indonesia
sampai gaji saya dipotong, tidak masalah bagi saya, karena Saya sangat
menyayangi ibu, sudah 30 tahun kami ber-rumah tangga, ingin jalan-jalan lagi
berdua seperti dulu, benarkan bu... ”.
Intervensi : berikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan pasien
dan rencana tindakan selanjutnya dan apa peran keluarga. Libatkan keluarga
(khusunya suami sebagai caregiver informal) dalam discharge planningpasien.
Universitas Indonesia
muntah. Nilai RAPIDS saat ini 87, sebelum aroma terapi dengan minyak lada
hitam nilai RAPIDS 78.
Intervensi :Stimulasi dengan minyak lada hitam dan latihan menelan sesuai
program terapis dilanjutkan.
indeks 4/20, semua pemenuhan ADL dibantu oleh orang lain (suami dan
perawat). Intervensi : lanjutkan perubahan posisi anti dekubitus setiap 2 jam
dan latihan duduk tanpa sandaran dan latihan keseimbangan duduk sesuai
program fisiterapi.
Universitas Indonesia
Menurut Misbach (2011) adapun kelainan jantung yang sering menjadi faktor
risiko dan penyebab stroke antara lain Infark Miokard Akut, Atrial Fibrilasi,
penyakit jantung iskemik, kelainan katup mitral, kelainan katup aorta dan
penyakir jantung jantung kongestif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh ASNA
Universitas Indonesia
Mitral stenosis adalah merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang
akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri. Sehingga menyebabkan pembesaran atrium kiri, denyut jantung
menjadi cepat dan tidak teratur (Atrium fibrilasi). Kondisi ini menyebabkan
terbentuknya embolus yang menyumbat arteri di otak. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitral. Biasanya
bekuan yang sangat kecil, fragmen-fregmen embolus dari jantung mencapai otak
melalui arteri karotis atau vertebralis, sehingga gejala yang timbul bergantung
pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa bekuan berjalan di
percabangan arteri tersangkut (Price & Wilson, 2006).
Dari klinis pasien kemungkinan pasien mengalami infark otak luas yaitu tipe
Total Anterior Circulation Infarct (TACI), dengan gambaran klinis hemiparese
dengan gangguan sensorik dan hemianopia (kontralateral sisi lesi), ganggua fungsi
luhur seperti disfasia, gangguan visuospasial, hemineglect, agnosia dan apraxia
(Misbach, 2011). Sesuai dengan Pasien Ny. S yang cenderung tidur, acuh dengan
lingkungannya, hanya mampu mengikuti satu perintah, tersedak bila makan
terutama minum.
Menurut Misbach (2011), stroke infark tipe TACI ini kemungkinan disebabkan
oleh adanya emboli kardiak atau trombus arteri ke arteri, oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui fungsi kardiak untuk
mengeksplorasi faktor risiko pasien seperti EKG dan foto toraks. Jika
pemeriksaan ke arah emboli arteri ke arteri normal (bruit leher negatif dan dupleks
karotis normal), maka dipertimbangkan untuk pemeriksaan ekokardiografi.
Universitas Indonesia
penurunan aliran darah semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak
yang disebut infark. Jadi infark timbul karena iskemik otak yang lama dan parah
dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang reversibel, sehingga
menimbulkan gangguan neurologis (Gofir, 2009).
Universitas Indonesia
Fungsi otak yang terganggu lainnya adalah berbahasa dan berkomunikasi. Stroke
paling banyak menyebabkan afasia. Afasia adalah kehilangan daya berbahasa.
Menurut Markam (2009) afasia broca terjadi bila pusat wicara di girus frontalis
inferior hemisfer kiri mengalami kerusakan, penyebab tersering adalah gangguan
peredaran darah di daerah ini. Hal ini sesuai dengan Ny. S, pada saat dipanggil
pasien juga tidak mampu berbicara dan bibir terlihat mencong ke kanan. Mula-
mula pasien tidak bicara sama sekali, kemudian setelah menjalani perawatan
selama satu bulan pasien mulai berbicara lagi tetapi lebih sedikit dari biasanya,
tidak lancar dan tidak mengikuti aturan tata bahasa.
Misbach (2011) juga mengatakan bahwa saraf otak yang paling sering terkena
pada stroke adalah N VII (Nervus Fasial ) dan N XII (Nervus hipoglosus) tipe
sentral yang ditandai dengan mulut mencong dan bicara pelo.
Ny. S terkena stroke ketika sedang tidur. Menurut Price & Wilson, 2006, sebagian
besar stroke terjadi saat tidur, hal ini disebabkan oleh saat tidur pasien mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Penyebab lain adalah kebiasaan tidur
mengorok dapat mengakibatkan terjadinya serangan stroke. Hal ini karena
terganggunya jalan nafas saat tidur, sehingga mengganggu aliran darah ke paru-
paru, jantung dan otak. Kadar oksigen dalam darah turun (hipoksemia). Gangguan
ini dapat menyebabkan terjadinya stroke, serangan jantung maupun mati
mendadak pada waktu tidur (Sutrisno, 2009).
Menurut Hickey (2003) bahwa arteri yang paling sering tersumbat adalah left
middle cerebral artery, karena arteri ini merupakan pembuluh darah yang relatif
Universitas Indonesia
lurus dan menyediakan jalan yang kecil bagi embolus. Arteri ini merupakan arteri
terbesar, terbagi dan bercabang untuk memasok darah sebagian besar daerah
permukaan lateral lobus frontalis, parietalis dan temporalis termasuk korteks
motorik, korteks sensorik, insula dan korteks audiorik (Misbach, 2011).
Perkembangan iskemik sangat cepat dengan defisit maksimal terjadi dalam
beberapa menit. Kondisi ini sesuai dengan manifestasi klinis yang dialami Ny.S
yaitu kelemahan pada sisi tubuh sebelah kanan, gangguan fungsi luhur, disfagia,
parese N VII dan XII dekstra. Hal ini sesuai dengan lesi pada otak berlawanan
dengan sisi tubuh yang mengalami gangguan (Lewis, Dirksen, Heitkemper,
Bucher, Camera, 2011).
Walaupun CT Scan Kepala Ny. S pada saat masuk tanggal 30 Oktober 2012
adalah normal (tidak ada infark, perdarahan maupun SOL intrakranial), tetapi
gejala klinis yang ditemukan menunjukkan kalau Ny. S mengalami infark otak
luas. CT Scan kepala normal ini mungkin saja terjadi, karena pemeriksaan CT
Scan dilakukan 4 jam setelah onset stroke.
Menurut Rasyid (2007) bahwa pada fase hiperakut, CT Scan belum mampu
mendeteksi iskemik selama waktu 6-12 jam setelah kejadian. Dalam Sustrisno (
2007) juga dikatakan, CT Scan tidak bisa mendeteksi stroke sebelum beberapa
hari yang kerusakannya masih terlalu kecil atau kerusakan terletak di otak kecil
atau di serebelum atau di batang otak, maka CT Scan memang tidak bisa
menentukan seketika jenis gangguan. Misbach (2011) juga mengatakan bahwa 8%
kasus Stroke iskemik mempunyai gambaran CT Scan normal.
Universitas Indonesia
dan demam, sesak nafas dan dada berdebar-debar, tetapi tidak pernah
diperiksakan karena Ny.S merasa keluhan itu tidak mengganggu aktifitasnya.
Pasien hanya membeli obat batuk di warung, lalu merasa sembuh.
Pada minggu pertama perawatan pasien cenderung tidur dan apatis. Dari
pemeriksaan hemoglobin terlihat penurunan yaitu 11,5 gr/dL dan 10,5
gr/dL.Menurut Misbach (2011), hemoglobin rendah menyebabkan kapasitas darah
turun dan hipoksia serebral dengan kemungkinan konfusi. Jika hemoglobin di atas
normal besar kemungkinan terbentuk klot, sumbatan pembuluh darah, lebih jauh
akan terjadi iskemia dan perubahan kesadaran gangguan kognisi.Selain
hemoglobin, gas darah juga berdampak terhadap kognitif dan kesadaran. PaCO2
berdampak pada darah aretri dan PaO2 berdampak pada aliran darah otak.
Universitas Indonesia
Pada hari kedua perawatan (tanggal 1 November 2012). Pasien diberi terapi
antikoagulan Heparin 10.000 ui/24jam. Menurut Machfoed, Hamdan, Machin,
dan Wardah (2011), antikoagulan dan antiplatelet adalah terapi untuk mencegah
terjadinya trombus pada arteri kolateral. Antikoagulan dipergunakan untuk stroke
emboli yang embolinya berasal dari jantung, antikoagulan berfungsi untuk
mencegah terjadinya stroke emboli pada arteri kolateral dan tidak melisis trombus
pada arteri yang telah mengalami penyumbatan akibat emboli sebelumnya. Obat
yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (R/lovenox), warfarin atau
golongan Low-Weight Molleculer Heparin (LMWH). Dalam Misbach (2011)
efek heparin adalah menginhibisi faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil
pembentukan fibrin dan propagasi trombus. Sedangkan antiplatelet diberikan pada
kasus stroke iskemik trombotik, untuk mencegah terjadinya trombus seperti
asetosal, clopidogrel, cilostatol dan dipiridamol.
Terapi heparin hanya diberikan ± 15 jam, lalu terapi ini dihentikan, karena Ny. S
mengalami hematuri. Hal ini kemungkinan disebabkan efek samping heparin.Pada
pasien yang mendapat heparin APTT memanjang karena heparin meningkatkan
aktivitas antitrombin dalam menetralkan faktor pembekuan yang tergolong
protease serin, sehingga memudahkan terjadi perdarahan. Misbach (2011) heparin
berisiko menyebabkan perdarahan intraserebral yang cepat terutama pada orang
tua, hipertensi berat dan infark yang luas. Oleh karena itu pemeriksaan PT dan
APTT rutin penting dilakukan pada pasien yang sedang mendapat antikoagulan
oral atau heparin.
Ny. S juga mendapat terapi Citicholin 2x1000mg intra vena. Memberikan terapi
terapi neuroprotektan bertujuan untuk mencegah dan memblok proses yang
menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat ini berperan
menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat
kaskade iskemik. Kaskade meliputi kegagalan homeostasis kalsium, produkdi
berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmiter, edema serebral, reaksi inflamasi
oleh leukosit dan obstruksi mikrosirkulasi. Citicholin juga bertujuan untuk
memperbaiki aliran darah otak serta metabolisme regional di daerah iskemia otak,
Universitas Indonesia
disamping juga itu menghambat proses sitotoksik yang merusak sel saraf dan sel
glia pada area penumbra. Proses delayed neuronal injury ini berkembang penuh
setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10 hari (Misbach, 2011).
Bila akumulasi lendir bertambah maka akan menghambat jalan nafas. Selain
kondisi disfgia dan lemahnya refleks batuk juga dapat menyebabkan penumpukan
lendir yang dapat menyebabkan jalan nafas tidak lancar. Memberikan posisi
kepala 30 derajatpada Ny. S diharapakan dapat memaksimalkan pengembangan
paru. Melakukan fisioterapi dada bertujuan untuk mengalirkan akumulasi cairan
dan perawatan mulut diharapkan dapat meminimalisasi infeksi yang masuk ke
saluran pernafasan. Menurut Kelly et al (2010), perawatan mulut bagi pasien
stroke, gangguan spasial, kognitif, keseimbangan duduk dan kelemahan
ekstermitas, karena kebersihan mulut yang jelek dapat meningkatkan kejadian
aspirasi pneumonia dan Candida mulut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang lebih kental, berikan pasien posisi duduk tinggi saat makan, dan menekuk
wajah ke arah dada untuk memudahkan menelan.
Menurut Ebihara, disfagia terjadi karena adanya infark di daerah basal ganglia,
dimana korteks insular memainkan peranan penting dalam disfagia. Hipoperfusi
pada korteks insular berhubungan dengan kejadian aspirasi penumonia. Korteks
insular juga berperan penting pada nafsu makan. Rasa lapar diasosiasikan dengan
peningkatan aliran darah serebral atau Cerebral Blood Flow (CBF) dalam korteks
insular. Lebih jauh stimulus rasa lapar, farmakologi dan nonfarmakologi bisa
Universitas Indonesia
meningkatkan aliran darah ke korteks insular. Stimulus dengan minyak lada hitam
ini dapat meningkatkan dan memperbaiki aliran darah di sana. Minyak lada hitam
merupakan salah satu rangsangan yang kuat yang dapat menjadi intervensi untuk
meningkatkan menelan pasien dan mencegah aspirasi pneumonia (Ebihara, et all,
2006).
Pasien dengan hemiplegie mengalami paralisis pada satu sisi tubuh. Bila kontrol
otot volunter hilang, kekuatan otot fleksor menekan kontrol ekstensor. Lengan
cenderung adduksi (otot adduktor lebih kuat dari abduktor) dan berotasi internal.
Siku dan jari-jari cenderung fleksi. Efek pada kaki, kaki cendrung rotasi ekternal
pada paha dan fleksi pada lutut, dan kaki pada sendi pergelangan kaki supinasi
dan cenderung menjadi plantar fleksi.
Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever (2010), posisi yang benar
diperlukan untuk mencegah kontraktur, menurunkan tekanan, mempertahankan
body alignment yang baik dan mencegah neuropati, mencegah fleksi ekstremitas
dan mempertahankan posisi yang baik selama tidur.
Menurut Summers dkk (2009), pasien stroke pada awalnya dipertahankan istirahat
di tempat tidur selama 48-72 jam pertama, kepala tempat tidur ditinggikan 30
derajat. Bila hemodinamiknya stabil maka mobilisasi ditingkatkan. Mobilisasi dini
Universitas Indonesia
Menurut Tseng, Chen, Wu dan Lin (2006) dalam penelitiannya tentang Effect of a
Range of Motion Exercise Programme pada pasien stroke, menyimpulkan bahwa
program latihan ROM yang diberikan perawat membangkitkan efek positif dalam
memperkuat fungsi fisik dan psikologik pasien stroke yang terbaring di tempat
tidur. Dalam penelitian ini juga ditemukan peningkatan signifikan joint angle.
fungsi aktivitas, persepsi nyeri dan menurunkan gejala depresi. Selain hal di atas
ROM juga berfungsi untuk mencegah perburukan sistem neuromuskuler dan
memperkuat sirkulasi, statis vena yang dapat menyebabkan trombosis dan emboli
paru.
Merubah posisi pasien setiap 2 jam bertujuan untuk meningkatkan aliran balik
vena dan mencegah edema. Posisi miring pada sisi yang mengalami gangguan
sensasi dibatasi lamanya dibandingkan sisi yang sehat dan menempatkan bantal
diantara dua kaki sebelum berubah posisi (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever,
2010).
Sesegera mungkin pasien dibantu untuk turun dari tempat tidur dan memulai
rehabilitasi aktif. Pertama pasien latihan keseimbangan duduk dan kemudian
posisi berdiri dan belajar keseimbangan sambil berdiri. Belajar transfer dari
tempat tidur ke kursi roda. Belajar berjalan pada pegangan paralel. Tetapi pada
kondisi Ny. S, hal ini belum bisa dilakukan karena transformasi perdarahan pada
infark yang diketahui pada minggu ketiga perawatan (hasil CT Scan kepala
Universitas Indonesia
Peran perawat dalam gangguan bicara sangat besar, karena pasien dengan afasia
mudah depresi. Ketidakmampuan berbicara, menjawab pertanyaan atau
berpartsipasi dalam percakapan sering menyebabkan pasien marah, frustasi, takut
akan masa depan dan putus asa. Intervensi keperawatan adalah strategis untuk
membuat suasana kondusif untuk berkomunikasi. Intervensi ini meliputi
sensitivitas terhadap reaksi pasien dan merespon mereka dengan cara yang tepat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pada kondisi kulit pasien, kebutuhan dan hal yang disukai pasien. Sebuah alat
ukur yang valid harus digunakan untuk menilai risiko immobilisasi dan risiko
gangguan kulit seperti skala Norton atau Barden. Tujuan perawatan adalah
mempertahankan pasien nyaman, berputar dan berubah posisi. Mempertahankan
kepala pada TT pada tingkat lebih rendah dari elevasi untuk menurunkan friksi
dan menggunakan alat bantul seperti bantal untuk menurunkan tekanan di TT.
Status nutrisi membantu menurunkan risiko kerusakan kulit (Ackley, 2011).
Ny. S, mampu merubah posisi miring ke kanan sendiri, tetapi bila miring ke kiri
ଵଵଵଵ/ହହହହ
pasien membutuhkan bantuan, kekuatan motorik kanan . Pasien tidak
ଵଵଵଵ/ହହହହ
mengalami kerusakan kulit seperti kemerahan dan lecet. Hal ini mungkin juga
disebabkan oleh partisipasi keluarga (suami Ny.S) yang rajin membantu
mobilisasi pasien, memberi perawatan kulit seperti memandikan, masase,
memberi minyak pada punggung dan area kulit lainnya yang berisiko terjadi lecet.
Inkontiensia urin refleks adalah kehilangan urine involunter pada interval yang
dapat diprediksi ketika tercapai volume kandung kemih tertentu. Menurut Warlow
(2001, dalam Misbach, 2011), 60-80% pasien stroke mengalami inkontinensia.
Gangguan berkemih yang bisasnya diakibatkan oleh stroke adalah Inhibited
Neurogenic Bladder Dysfunction. Gejalanya adalah gangguan adalam refleks
miksi, gangguan sensasi untuk memprakarsai miksi dan menghambat miksi.
Kandung kemih pasien tidak mampumenerima penuh urin dan tidak mampu
mengontrol spinter, sehingga pada volume kandung kemih kurang 200 ml, otot
destruksor sudah berkontrasi (Misbach, 2011).
Gangguan fungsi berkemih ini menyebabkan stres pada pasien, keluarga dan
berimplikasi terhadap masalah kesehatan pasien. Komplikasi inkontinensia urin
ini diantaranya infeksi saluran berkemih, luka lecet, urosepsis dan mempengaruhi
keberhasilan pemulihan pasien pada tahap rehabilitasi.
Pada Ny. S, implikasi keperawatan yang dilakukan adalah pemberian cairan yang
adekuat 200 ml setiap 2 jam pada siang hari. Pemasangan foley kateter pada 2
Universitas Indonesia
minggu pertama rawatan masih dilakukan, pada minggu ketiga dan keempat
pasien terpasang diaper untuk mencegah risiko infeksi saluran
perkemihan.Bladder training tidak bisa diterapkan pada Ny. S, karena pasien
mengalami gangguan kognitif dan hemiparese dextra serta kontak yang tidak
adekuat.
Masalah keperawatan ini merupakan pola fungsi keluarga yang memadai untuk
mendukung kesejahteraan anggota keluarga dan dapat ditingkatkan (NANDA,
2012). Intervensi pada keluarga Ny. S dalam hal ini suami adalah peningkatan
koping dan memberikan dukungan pada keluarga (family caregiver).
Keluarga Ny. S (suami) selalu menunggui pasien selama dirawat di rumah sakit.
Di samping menunggui, keluarga selalu aktif terlibat dalam perawatan Ny. S
terutama dalam pemenuha ADL pasien, seperti memandikan, mengganti pempers
memberi makan per NGT, berpakaian, merubah posisi, ROM akitif, masase kulit,
termasuk menerima informasi tentang perawatan pasien.
Universitas Indonesia
Sebagian besar keluarga pasien stroke membantu perubahan fisik lebih baik
dibanding aspek emosional. Keluarga harus disiapkan untuk menghadapi emosi
pasien yang labil. Pasien mudah tertawa dan mudah menangis serta mudah depresi
dan bingung. Perawat harus menjelaskan pada famili bahwa pasien mengalami
emosi yang labil.
Sub BAB ini akan menguraikan kasus yang diperoleh penulis ketika praktik
residensi di Ruang Neurologi dan Bedah Saraf Gedung A, poliklinik saraf,
ehabilitasi medik, Instalasi Gawat Darurat RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Praktik residensi dimulai tanggal 20 Februari 2012 sampai dengan 14
Desember 2012 dengan jumlah kasus 32 kasus neurologi.
1. Stroke 12 37,5
2. Cidera Kepala 4 12,5
3. Space Occupying Lesion (SOL) 3 9,4
4. Infeksi sistem saraf 3 9,4
5. Myastenia Gravis 2 6,3
6. Pasca Kraniektomi 2 6,3
7. Pasca VP Shunt a.i MEA 1 3,1
8. Pasca Laminektomi a.i HNP 1 3,1
9. Vertigo 1 3,1
10. Sindrom Guillane Barre 1 3,1
11 Status Epileptikus 1 3,1
12. Multiple Sklerosis 1 3,1
Jumlah 32 100
Universitas Indonesia
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus resume adalah 32 kasus dan kasus
terbanyak adalah Stroke 12 kasus (37,5%), cidera kepala 4 kasus (12,5%), SOL 3
kasus (9,4%) dan Infeksi sistem saraf 3 kasus (9,4%), kasus lainnya dapat dilihat
pada tabel di atas.
Berdasarkan jenis stroke dan jensi kelamin, dari 12 kasus stroke 10 kasus (83,3%)
adalah Stroke Iskemik, 2 kasus (16,7%) stroke Hemoragik. Dari 12 kasus stroke 9
pasien (75%) adalah wanita dan semuanya terkena Stroke Iskemik, 3 pasien
(25%) pasien laki-laki yang 2 diantaranya adalah stroke perdarahan, 1 stroke
iskemik.
Hal di atas sesuai dengan Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever (2010) yang
menyebutkan bahwa sebagian besar 85% kasus stroke adalah stroke iskemik, 15%
perdarahan. Sedangkan menurut Iskandar (2003), laki-laki lebih berisiko terkena
stroke 1,3 kali lebih banyak dibanding wanita. Pada laporan praktik ini, kasus
stroke pada wanita lebih banyak mungin disebabkan penulis lebih banyak
berpraktik di ruang rawat wanita.
Dari 12 kasus stroke, 3 orang (25%) adalah stroke berulang, 2 diantaranya adalah
Stroke hemoragik dan terserang stroke kedua setelah 3 tahun stroke pertama.
Dalam penelitian terakhir, orang yang menderita stroke mempunyai risiko 20%
untuk menderita stroke ulang dalam 2 tahun dibandingkan yang lain. Sedangkan
persentase kejadian stroke berulang adalah 3-10% dalam 30 hari, 5-14% dalam 1
tahun dan 25-40% dalam 5 tahun pertama setelah serangan stroke sebelumnya
(Nasional Stroke Association, 2010).
Dari 12 pasien stroke, 7 orang (58,3%) berusia dewasa menengah (41-55 tahun)
dan 5 orang (41,7%) berusia lansia (>55 tahun). Secara umum menyerang usia
rata-rata 56 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian stroke berbanding lurus
dengan pertambahan usia. Menurut Framingham dalam Misbach (2011), terdapat
korelasi yang bermakna antara kejadian stroke dengan bertambahnya usia.
Semakin bertambah tua usia seseorang, semakin tinggi risiko terkena stroke.
Dari 12 pasien stroke, sebagian besar atau 10 orang (83,3%) dengan faktor risiko
hipertensi, 1 orang (8,3%) dengan riwayat stroke. Sebanyak 5 dari 12 pasien
Universitas Indonesia
stroke diantaranya mempunyai lebih dari satu faktor risiko. Menurut Lewis,
Dirksen, Heitkemper, Bucher dan Camera, (2011), hipertensi adalah faktor risiko
tunggal yang paling penting yang bisa dimodifikasi, tetapi sering tidak terdeteksi
dan tidak diterapi secara adekuat. Risiko stroke dapat diturunkan 50% dengan
perawatan hipertensi yang tepat.
Dari 10 kasus Stroke iskemik 5 kasus (50%) gambaran CT Scan infark, 2 kasus
(20%) gambaran CT Scan iskemik, 3 kasus (30%) CT Scan normal. Menurut
Rasyid (2007) bahwa pada fase hiperakut, CT Scan belum mampu mendeteksi
iskemik selama waktu 6-12 jam setelah kejadian. Dalam Sustrisno ( 2007) juga
dikatakan, CT Scan tidak bisa mendeteksi stroke sebelum beberapa hari yang
kerusakannya masih terlalu kecil atau kerusakan terletak di otak kecil atau di
serebelum atau di batang otak. Misbach (2011) juga mengatakan bahwa 8% kasus
Stroke iskemik mempunyai gambaran CT Scan normal.
Universitas Indonesia
Hal ini mungkin disebabkan oleh, dari 12 orang pasien stroke, 9 pasien
mengalami penurunan nilai NIHSS dengan rata-rata penurunan 3,6. Sedangkan 2
pasien mengalami peningkatan nilai NIHSS dengan rata-rata 5, seorang pasien
dengan nilai NIHSS sama di awal dan akhir perawatan. Kemungkinan penyebab
lain adalah, lama hari rawat pasien yang berbeda-beda. Jumlah hari perawatan
tersingkat adalah 2 hari dan paling lama 21 hari. Perbedaan yang menyolok ini
dikarenakan penulis berpindah-pindah ruangan praktek atau pasien yang pindah
rawat ke ruang lain. Seperti hari rawatan tersingkat adalah di IGD yaitu sebanyak
2 orang pasien (selama 2 dan 3 hari).
Menurut Misbach (2011), NIHSS adalah suatu skala penilaian yang dilakukan
pada pasien stroke untuk melihat kemajuan hasil perawatan fase akut (akibat
impairment). Penilaian dilakukan saat masuk (hari pertama perawatan) dan saat
akan keluar dari perawatan. Perbedaan nilai ini dapat dijadikan patokan
keberhasilan perawatan. Nilai NIHSS adalah antara 0 – 42 yang terdiri dari 11
komponen. Klasifikasi penilaiannya adalah, nilai <4 stroke ringan, nilai 4-15
stroke sedang, nilai >15 stroke berat.
Menurut Summers (2009), NIHSS adalah alat ukur yang valid, efisien dan reliabel
untuk mengkaji status pasien setelah terserang stroke dan menilai keluaran setelah
perawatan. NIHSS terdiri parameter guna mengobservasi perubahan dalam status
neurologi dan mengukur keparahan stroke. Dapat dipakai untuk pasien yang
sedang dirawat di RS dan selama periode rawat jalan.
Universitas Indonesia
Kasus Trauma kepala ditemukan sebanyak 4 orang (12,5%), terdiri dari 3 wanita 1
laki-laki. Semua kasus dengan GCS 15, disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
Hasil CT Scan 3 pasien menunjukkan ada perdarahan otak dan 1 CT Scan suspect
fraktur basis cranii. Menurut Machfoed, Hamdan, Machin dan Wardah (2011),
Trauma kepala terjadi pada semua usia, namun puncaknya pada usia 15-24 tahun.
Laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita.
Kasus SOL ditemukan pada 3 orang (9,4%), terdiri 2 meningioma dan 1 glioma.
Satu kasus diduga tumor sekunder yaitu metastase dari tumor paru. Ketiga kasus
adalah wanita, 2 diantara mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi oral.
Penyebab tumor otak belum diketahui, pada umumnya karena perubahan atau
mutasi struktur genetik. Perubahan tersebut disebabkan beberapa faktor yang
berhubungan dengan keturunan, lingkungan, zat kimia, energi radiasi, mikroba
dan penyebab lainnya (Machfoed, Hamdan, Machin dan Wardah, 2011).
Di bawah ini adalah masalah keperawatan yang paling banyak ditemukan pada 32
kasus keloaan, sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Dari tabel 3.2 di atas terlihat bahwa lebih dari separuh kasus kelolaan (65,6%)
mengalami masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
Hampir separuh (37,5%) mengalami hambatan mobilitas fisik, seperempat kasus
(25 %) mengalami ansietas, selanjutnya dapat dilihat pada tabel diatas.
Universitas Indonesia
Pada BAB 4 ini akan dijelaskan tentang penerapan Evidence Based Nursing
(EBN) pada pasien stroke yang mengalami gangguan menelan. EBN ini berupa
stimulasi olfaktori menggunakan minyak lada hitam untuk meningkatkan
kemampuan menelan pasien Stroke. Hampir 76% pasien pasien stroke mengalami
gangguan menelan setelah terserang stroke, dimana pada sebagian besar pasien
gejala ini menetap selama 2 minggu dan sebagian kecil berlangsung sampai 6
bulan. Disfagia ini merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian pneumonia dan malnutrisi. Aspirasi pneumonia dan disfagia
dihubungkan dengan peningkatan lama rawatan di rumah sakit dan membutuhkan
biaya yang mahal (Rosenvinge dkk, 2005).
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan deteksi dini adanya disfagia sejak pasien
stroke masuk rumah sakit. Selain untuk mencegah aspirasi, deteksi juga untuk
menetapkan sedini mungkin penatalaksanaan pemasukan nutrisi yang tepat dan
akurat bagi pasien (Rasyid, 2007). Diagnosis awal dan manajemen efektif disfagia
menurunkan insiden pneumonia, menurunkan biaya, dan meningkatkan kualitas
rawatan dan keluaran.
Stimulasi olfaktori identik dengan aroma terapi. Aroma terapi merupakan salah
satu aktivitas keperawatan, dimana menurut Bulechek, Butcher dan Dochterman
(2008) aromaterapi adalah memberikan minyak esensial melalui masase, salep
kulit atau lotin, menghirup, mandi, kompres (hangat atau dingin) untuk
91 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
92
Artikel penelitian lainnya yang juga diteliti oleh Ebihara dkk (2010) “ Sensory
Stimulation to Improve Swallowing Reflex and Prevent Aspiration Pneumonia in
Elderly Dyasphagia People”.
Penelitian Ebihara tahun 2006, yang meneliti tentang efek stimulasi olfaktori
dengan minyak lada hitam pada pasien stroke gangguan menelan. Pada penelitian
ini Ebihara menggunakan design Randomized Controlled Trial (RCT) terhadap
150 orang pasien post stroke kemudian membagi responden tiga kelompok
intervensi. Kelompok I diberi intervensi inhalasi menggunakan minyak lavender,
kelompok II diberi intervensi inhalasi dengan air suling dan kelompok III diberi
intervensi inhalasi minyak lada hitam. Ketiga kelompok diberikan intervensi
inhalasi selama 1 menit sebelum makan. Kemudian setelah 1 bulan ketiga
kelompok dievaluasi dengan menggunakan Latency of the Swallowing Reflex
(LTSR), Serum Substance P (SP) dan regional Cerebral Blood Flow (rCBF).
Universitas Indonesia
pergerakan menelan pada kelompok I dan II p<0,03 dan kelompok III p<0,001.
(peningkatan di rCBF di bagian kanan orbitofrontal dan kortek insular kiri).
Dari penelitian Ebihara ini disimpulkan bahwa inhalasi dengan minyak lada hitam
yang mengaktifkan korteks insular atau orbitofrontal menghasilkan meningkatan
pergerakan refleks menelan tanpa memperhatikan tingkat kesadaran, status fisik
dan mental.
Tujuan penelitian ini untuk melihat efek metode Stepwise yang dikombinasikan
dengan stimulasi potensial resesptor transient dan stimulasi olfaktori dengan
minyak lada hitam tehadap kejadian pneumonia.
Hasil penelitian menunjukkan intake oral sebelum intevensi lebih besar dan
jumlah total limfosit sebelum intake oral lebih sedikit dibanding fase sesudahnya (
p<0,01 dan <0,05). Insiden pneumonia dan jumlah hari febrile selama 1 bulan dari
mulai intake oral pada kelompok intervensi berkurang signifikan dibanding
kelompok kontrol (p<0,01).
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa metode intensive stepwise selama mulai
intake oral pada orang lanjut usia dengan disfagia efektif menurunkan kejadian
pneumonia. Peningkatan reflek menelan akan meningkatkan kemampuan pasien
untuk menelan air ludah dan makanan dan minuman, sehingga menurunkan risiko
Universitas Indonesia
Lada hitam atau piper ningrum merupakan kategori tanaman herbal dan suplemen.
Lada hitam telah digunakan sebagai obat rakyat dan bumbu masakan yang telah
digunakan di dunia selama ribuan tahun. Kandungan minyak lada hitam ini
adalalah piperin yang merupakan komponen bioaktif terbanyak lada hitam
maupun lada putih yang dilaporkan berfungsi dan bereaksi seperti obat.
Kasiat lada hitam lainnya seperti ; menurunkan kadar gula darah, tekanan darah,
antioksidan, analgetik, meningkatkan fungsi menelan, meningkatkan rasa
ngantuk. Manfaat lada hitam lainnya terhadap sistem persarafan dikemukanan
dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh Singletary (2010). Ia menemukan
bahwa ekstrak lada hitam dapat menekan aktivitas kejang, menghirup komponen
minyak lada hitam dapat meningkatkan refleks menelan pasien stroke dengan
mengaktifkan bagian otak tertentu , selain itu menghirup ekstrak lada hitam dapat
menstimulasi sensasi saluran pernafasan sebagai efek dari berhenti merokok.
Universitas Indonesia
terkait kemungkinan reaksi alergi atau merugikan akibat pemakaian minyak lada
hitam.
Cara melakukan EBN ini adalah pertama tahap persiapan dan kedua tahap
intervensi. Pada tahap persiapan minyak lada hitam di tempatkan dalam wadah
botol kaca yang tertutup rapat. Lalu atur posisi pasien dengan posisi ½ duduk
(elevasi kepala 45-60 derajat) atau duduk (90 derajat), kemudian lakukan
penilaian Royal Adelaide Prognostic Index For Dyspagic Stroke (RAPIDS).
Selanjutnya pada tahap intervensi, minta pasien menghirup aroma minyak lada
hitam selama 1 menit (lebih kurang 20 kali pernafasan normal) setiap sebelum
makan. Hal ini dilakukan 3 kali sehari sampai menjelang pasien pulang. Pada
saat pasien akan pulang, penulis melakukan lagi penilaian RAPIDS.
Jumlah pasien yang berpartisipasi sesuai kriteria inklusi dan ekslusi yang
ditetapkan pada penerapan EBN ini adalah sebanyak 5 (lima) orang. Karakteristik
pasien adalah sebagai berikut 100% pasien dengan diagnosa medis Stroke
Iskemik, 60% berjenis kelamin laki-laki, 60% berusia <55 tahun, saat mulai
intervensi 60% pasien berada pada fase sub akut, 80% pasien dengan serangan
stroke pertama.
Pada semua pasien terjadi peningkatan nilai RAPIDS. Rata-rata hasil RAPIDS
pada penilaian I (sebelum intervensi) adalah 84,4 (dengan nilai minimum 20 dan
maksimum 100), pada penilaian II (sesudah intervensi) adalah 94,6. Rata-rata
selisih peningkatan nilai RAPIDS adalah 10,2. Rata-rata lama hari melakukan
intervensi adalah selama 14 hari.
Selama pelaksanaan EBN ini, penulis kesulitan mendapat pasien yang tidak
mengalami infeksi paru. Rata-rata pasien masuk menunjukkan hasil foto toraks
Universitas Indonesia
Penulis kesulitan membagi waktu untuk melakukan intervensi karena jarak waktu
tiga kali makan cukup jauh. Walaupun satu kali intervensi hanya membutuhkan
waktu 1 menit, tetapi penulis harus menunggui pasien pada waktu makan
berikutnya. Pemecahan masalah ini adalah dengan cara melibatkan keluarga dan
mahasiswa praktik lainnya (Praktek Ners dari FIK). Pada hari I dan II penulis
selalu melakukan langsung intervensi pada pasien, pada hari selanjutnya penulis
meminta keluarga dan mahasiswa lain yang melakukan. Sebelumnya mereka
diberikan edukasi tentang tujuan intervensi dan cara melakukannya.
Kesulitan lain adalah bahwa minyak lada hitam ini sulit diperoleh, tidak dijual di
apotik-apotik, toko obat atau toko herbal. Karena sulit didapat, harga minyak ini
cukup mahal.
4.2.3 Rekomendasi
Aroma terapi dengan menggunakan minyak lada hitam ini dapat menjadi salah
satu tindakan keperawatan untuk menstimulasi dan meningkatkan kemampuan
menelan pasien pasca stroke. Tindakan ini mudah dilakukan dan tidak
menimbulkan efek samping.
4.3 Pembahasan
Universitas Indonesia
menelan yaitu stimulasi suhu, stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam,
perawatan mulut dan refleks batuk dan menelan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kombinasi stimulasi tersebut dapat memperbaiki kemampuan menelan dan
mencegah aspirasi pneumonia. Penelitian Ebihara lainnya (2006) menerapkan
metode stepwise yang dikombinasikan dengan stimulasi potensial reseptor
transient dan stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam dapat menurunkan
kejadian pneumonia.
Disfagia terjadi karena adanya infark di daerah basal ganglia, tetapi dilaporkan
bahwa korteks insular memainkan peranan penting dalam disfagia. Hipoperfusi
pada korteks insular berhubungan dengan kejadian aspirasi penumonia. Korteks
insular juga berperan penting pada nafsu makan. Rasa lapar diasosiasikan dengan
peningkatan aliran darah serebral atau Cerebral Blood Flow (CBF) dalam korteks
insular. Lebih jauh stimulus rasa lapar, farmakologi dan nonfarmakologi bisa
meningkatkan aliran darah ke korteks insular. Stimulus lapar pada orang usia
lanjut dapat ditingkatkan dengan memperbaiki aliran darah di sana. Minyak lada
hitam merupakan salah satu rangsangan yang kuat yang dapat menjadi intervensi
untuk meningkatkan menelan pasien dan mencegah aspirasi pneumonia (Ebihara,
et all, 2006).
Salah satu sifat khas lada hitam adalah adanya piperin yang dapat menghangatkan
dan melancarkan peredaran darah. Piperin dalam lada hitam juga merangsang
produksi endorfin otak, dimana endorfin adalah zat antidepresan. Kondisi ini
diduga dapat membantu mengurangi gejala depresi yang sering timbul akibat
gangguan menelan dan defisit neurologi lainnya pada pasien stroke. Menurut
Singletary (2010), mengatakan bahwa piperin dapat meningkatkan kadar
antiepilepsi dan antihipertensi dalam darah, sehingga dapat diharapkan
melancarkan aliran darah ke otak yang mengalami iskemik akibat serangan stroke.
Universitas Indonesia
98 Universitas Indonesia
dapat berkembang menjadi Neurogenic Bladder yang terjadi karena adanya lesi
atau penyakit pada susunan syaraf pusat atau perifer (Newman &Wein, 2009
dalam Newman & Wilson, 2011).
Orang yang mengalami injuri atau gangguan neurologi mungkin tidak mampu
untuk mempertahakan pola eliminasi urin normal, karena disfungsi di tingkat
batang otak, spinal atau otak besar. Kerusakan jaras sensorik dan motorik pada
sistem perifer atau sentral yang memberikan dampak pada kandung kemih
sehingga akan menyebabkan gangguan pola eliminasi urin (Hickey, 2003).
Universitas Indoensia
panjang dapat menimbulkan komplikasi pada uretra, skrotal dan kandung kemih.
Komplikasi pada uretra dan scrotal, meliputi perdarahan, urethritis, striktur, false
passage, epididimytis, sedangkan pada kandung kemih dapat menyebabkan
perdarahan, pembentukan batu dan infeksi saluran kemiha tau Infeksi saluran
Kemih (ISK) (Newman & Wilson, 2011).
Infeksi saluran kemih merupakan penyebab infeksi dirumah sakit yang dapat
meningkatkan kematian karena infeksi sekunder septikemia. Menurut literatur
lain didapatkan pemasangan Dower kateter mempunyai dampak terhadap 80%
terjadinya infeksi saluran kemih (Heather & Hannie, 2001). Risiko infeksi
saluran kemih juga diperkirakan sekitar 5% perhari dan sekitar 4% dari infeksi
ini mengakibatkan bakterimia, bersifat tidak menimbulkan gejala dan biasanya
tidak memerlukan pengobatan (Steven, 2005; Saint et al, 2009). Selain itu
penggunaan kateterisasi juga meningkatkan biaya dan lama rawat pasien,
menimbulkan injuri uretra dan hematuria (Darlene et al, 2001; Teng etal,
2005).Selain komplikasi fisik, penggunaan kateter dapat menimbulkan dampak
sosial dan psikologis bagi pasien (NICE, 2012). Kateter menimbulkan perasaan
tidak nyaman, malu, stres psikologis pagi pasien.
Universitas Indoensia
Bladder diary merupakan suatu alat yang murah dan sangat berguna dalam
mendiagnosis dan mengatasi gangguan berkemih. Bladder diary merupakan suatu
format yang berisi catatan waktu berkemih, frekuensi berkemih, jumlah intake
cairan, volume urin dan beberapa pengukuran inkontinensia urin. Bladder diary
mampu meningkatkan kemampuan berkemih pasien dengan mengontrol jadwal
berkemih pasien. Ada beberapa tujuan yang bisa dicapai dengan memberikan
bladder diary pada pasien yaitu memperbaiki kontrol terhadap bladder dan
mencapai pola berkemih yang normal,memperpanjang jarak berkemih dan
mencapai jarak selama mungkin, meningkatkan kapasitas bladder dan mengurangi
episode ngompol (Mair, 2012).
Lebih lanjut menurut Mair, 2012 , bladder diary dapat dilakukan mandiri oleh
pasien dan keluarga setelah pemberian edukasi terstruktur yang baik, sehingga
dapat memberikan manfaat seperti informasi komprehensif tentang fungsi atau
disfungsi bladder, informasi lebih rinci berdasarkan anamnesis, riwayat gangguan
dan pemeriksaan urodinamik, standar dalam mengevaluasi disfungsi berkemih
dan harus dilakukan sebelum pemeriksaan diagnostik invansif, dapat digunakan
untuk penelusuran diagnostik, kontrol terapi dan informasi perkembangan terapi
pasien; dimana kondisi ini sangat penting untuk menentukan strategi dan
keberhasilan terapi, lebih ekonomis dan murah dibandingkan pengontrolan
urodinamik.
Universitas Indoensia
Bladder training yang rutin dilakukan di ruang rawat lantai V saat ini adalah
dengan mengklem slang kateter dan klem dilepas ketika pasien merasakan
rangsang berkemih. Hal ini masih menjadi kontroversi karena bahaya refluks urin
bila dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan kognitif. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala ruangan neurologi dan bedah saraf, bahwa di ruang
rawat tersebut belum ada suatu bentuk format tentang penatalaksanaan Bladder
Training.
Analisa SWOT penerapan inovasi bladder training di ruang neurologi dan bedah
saraf Gedung A adalah :
a. Kekuatan ( Strength )
1) Pendidikan perawat di ruang neurologi dan bedah saraf sebagian besar
(80%) DIII keperawatan dengan pengalaman dan pelatihan dibidang
keperawatan neurologi.
2) Visi dan misi dari RSUPN dr Cipto Mangunkusumo yaitu menjadi RS
pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun
2014 yang mendukung pelaksanaan praktek residensi KMB peminatan
Neurologi FIK UI.
3) Penerapan manajemen keperawatan di RSCM sudah menggunakan Model
Praktek Keperawatan Profesional (MPKP).
Universitas Indoensia
5.2.1 Persiapan
5.2.2 Pelaksanaan
Jika hasil pasien ternyata pasien tidak bisa berkemih atau tidak merasakan
berkemih, maka indikasi pemasangan kateter menetap atau kolaborasi dengan
profesi lain untuk penatalaksanaan selanjutnya
5.2.3 Evaluasi
Universitas Indoensia
5.3 Pembahasan
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik. Bladder training merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan
kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal (Japardi, 2002). Pengendalian kandung dan sfingter dilakukan agar terjadi
pengeluaran urin secara kontinen. Latihan kandung kemih harus dimulai dahulu
untuk mengembangkan tonus kandung kemih saat mempersiapkan pelepasan
kateter yang sudah terpasang dalam waktu lama, dengan tindakan ini bisa
mencegah retensi (Smeltzer & Bare, 2002).
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih (Potter dan Perry, 2000). Bladder Training dapat dilakukan
pada pasien yang mengalami retensi urin, pada pasien anak yang terpasang kateter
dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung kemih terganggu
(Suharyanto, 2008). Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien yang
menggunakan kateter yang lama, dan pasien yang mengalami inkontinensia urin.
Bladder training terdiri dari beberapa kegiatan seperti:Conditioning, Masukan
cairan, Stimulus, Kegel/ Pelvic Floor Muscle.
Blader diary berisi catatan mengenai jenis dan banyaknya cairan yang diintake,
frekuensi berkemih dan kejadian inkotinensia urin. Dengan bladder diary kita
dapat menegathui apakah pasien mengalami kejadian overeaktif bladder. Balder
Universitas Indoensia
Universitas Indoensia
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
a. Perlunya pelatihan atau persamaan persepsi pada perawat sebelum
menerapkan Teori Model Adaptasi Roy, Nursing Intervention Classification
(NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC) dan standar diagnosa dari
NANDA sebelum menerapkannya pada pasien gangguan neurologi.
b. Lahan praktek dapat mengadopsi EBN (Evidence Based Nursing) dan inovasi
yang telah diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan neurologi.
Universitas Indonesia
Arias, M., & Smith, L.N.(2007). Early Mobilization of Acute Stroke Patients.
Journal of Clinical Nursing. 16, 282-288. Ebsco Online Database.
Ebihara, S., Kohzuki, M., Sumi, Y.,& Ebihara, T. (2011). Sensory Stimulation to
Improve Swallowing Reflex and Prevent Aspiration Pneumonia in Elderly
Dysphagic People. Journal of Pharmacological Sciences. The Japanese
Pharmacological Sciences. January, 18 2011. Ebsco online database.
Universitas Indonesia
Kelly, et al. (2010). Review of the Evidence to Support oral Hygiene in Stroke
Patient.Nursing Standard. May 19: vol 24 no 37 : 2010. Ebsco online
database.
Liza, F., Sitorus, R., & Herawati, T.(2012). Efektifitas Stroke Education Program
(SEP) terhadap Peran Family Caregiver dalam Modifikasi Gaya Hidup
Pasien Stroke di RS Stroke Nasional Bukittinggi. FIK UI. Tesis. Jakarta.
Tidak Dipublikasikan.
Machfoed, M.H., Hamdan, M., Machin, A., &Wardah.(2011). Buku Ajar Imu
Penyakit Saraf. Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
(AUP).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Roy, S.C.(2009). The Roy Adaptation Model. Third Edition. Perason Education.
Sadewo, et al.(2011). Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Diperuntukan Bagi Dokter
Umum, Mahasiswa Kedokteran dan Pemerhati Kesehatan. Cetakan Pertama.
Departemen Bedah Saraf FKUI RSCM. Jakarta. Sagung Seto.
Setiabudy, R.D.(2007). Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Singletary, K. (2010). Black Pepper.Overview of Health Benefits.Nutrition Today.
Volume 45.Number 1. January/February, 2010.
http://cfprod.mccormick.com/msi2prod/assets/Singeltary%20Nutr%20Toda
y%2045,43,2010.pdf.
Wikipedia.(2012).Neurological
disorder.http://en.wikipedia.org/wiki/Neurological_disorder,
Universitas Indonesia
Informasi Umum
Nama : : ........................................ Status perkawinan : belum kawin/Kawin/Duda/Janda No. MR : ...........................
Tgl lahir/umur : ............../............. Pendidikan : Tidak Sekolah/SD/SMP/SMA/PT Tgl. MRS ...........................
Jenis Kelamin : ............................. Pekerjaan : .................................................................. Tgl Pengkajian ..................
Agama : ....................................... Suku : .......................................................................... Dx Medis : ........................
Informan :...................................... Alamat .......................................................................
Objektif :
1. Oksigenasi
Tekanan darah : ............ mmHg Nadi : ........ x/menit Suhu : ............oC Nafas .......x/menit
Pergerakan dada : simetris /tidak Irama : teratur/tidak Otot bantu : tidak/ya Bunyi nafas;vesikuler/ronki/
wheezing
Bunyi jantung: BJ I/BJII :...........Mur-mur : .....................gallop : .............. HR : .....x/menit , reguler : ya / tidak
Analisa Gas Darah ( tanggl...................) : pH : ................... PaO2..................mmHg PaCo2...................mmHg
HCO3 ; ............ mmol/L Saturasi O2: .................% BE ................. mmol/L total CO2 ............... mmol/L
Radiologi : ..........................................................................................................................................................................
EKG : ...................................................................................................................................................................................
CT Scan : .............................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus :
Stimulus Fokal : ..................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : ........................................................................................................................................................
Stimulus Residual : ..............................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif :
Apakah mengalami : □ Anoreksia □ Mual □ Muntah □ Kesulitan Mengunyah □ Kesulitan menelan
Makan : frekuensi ......... kali/hari Jenis makanan : .................. Diet khusus □ ya ...............□ khusus
Nutrisi dan metabolik
Objektif :
Kulit : □ Ruam □ Edema □ Kering □ lembab Kuku : warna............... kerbersihan ...................
Mukosa mulut : □ Lembab □ Kering □ Lesi □ Stomatitis Gigi...................buah, kebersihan : ...................
BB : ...................kg IMT : ...........................kg/m2 TB : ................... cm LLA : ........................ cm
Laboratorium : Hb ..........g/dl Hematokrit : ........ % Trombosit : ....... 103/µl Eritrosit .......juta/µl, Albumin :.......g
SGOT : ...........U/I SGPT : .............U/I Glukosa darah sewaktu :..........gr/dL Gliko Hb (Hb 1Ac) ...........%
Profil lipid : Trigliserida : ............gr/dL Total kolaterol : ...........gr/dL HDL : .......mg/dL LDL : ...............mg/dL
2.
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : ...................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : ........................................................................................................................................................
Stimulus Residual :...................................... .....................................................................................................................
Objektif:
Urine: Bau ................... Warna: ................. Jumlah: ..............Feses: Bau: ..................... Warna: ...................Konsistensi: ................
Distensi bladder Ya Tidak Teraba scibala Ya Tidak Bising usus: .........x/menit
Laboratorium:Urine: ...............................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: ..................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: ........................................................................................................................................................
Stimulus Residual : ............................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Jenis aktivitas yang dilakukan: ......................................... Frekuensi .......................... Intensitas ......................Durasi......................
Adakah sesuatu yang membatasi aktivitas bapak/ibu? ........................................................................................................................
Kualitas tidur: ................................. Kuantitas tidur: ..................jam/hari Gangguan tidur: Tidak Ya: ..............................
4. Aktifitas dan istirahat
Jenis minuman yang dikonsumsi: ............................Jumlah: ..................., Apakah mengkonsumsi suplemen? Ya: ..... Tidak
7. cairan elektrolit &
Objektif:
EKG:........................................................................................................................................................................................................
Laboratorium: Tanggal:.................. Natrium:........... mmol/l Kalium: ........mmol/l Chlorida: ...........mmol/l t
AGD : tanggal pH :............. PO2 : ................... P CO2 : ............... HCO3 : ...................BE : ............Saturasi O2 ..............total CO2,....
Therapy: ..............................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: ...................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: .........................................................................................................................................................
Stimulus Residual ................................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Apakah merasa ada perubahan dalam rentang perhatian? kewaspadaan? ingatan? Jelaskan:...........................................................
Apakah mengalami kesulitan menelan? Makan? Berjalan? Jelaskan: ................................................................................................
Apakah pernah mengalami kejang? Kapan? Berapa kali? Berapa lama? Jelaskan: .............................................................................
Apakah mengalami tremor? Dimana? Berapa lama? Jelaskan: .........................................................................................................
Objektif:
Status Mental
Tingkat kesadaran: □ Compos mentis □ Apatis □ Somnolen □ Sopor □ Soporo-comatous □ Coma □ Skor
GCS: E....M....V.......... Orientasi: Waktu Ya Tidak Tempat Ya Tidak Orang Ya □ Tidak
Pupil : reaksi : ......../......... ukuran Ө ........mm/........ mm, RCL : ........... / ............... RCTL ............../ ..............
Motorik : derajat kekuatan otot : .................. sensorik : kanan........kiri......... Fungsi luhur : □ normal □ Tidak
8. Neurologi
Memori: Segera □ Ya □ Tidak Jangka pendek □Ya □ Tidak Jangka panjang □Ya Tidak
Bahasa: □ Disartria □Afasia □ Disfonia □ Aleksia
Skor NIHSS : < 4 : stroke ringan 4-15 : stroke sedang > 15 : stroke berat
Skor MMSE : 0-16 : definite gangguan kognitif 17-23 : probable gangguan kognitif 24-30 : normal
Nervus cranial: Normal Tidak normal, Gambarkan penyimpangan: ......................................................................................
Refleks Fisiologis: Biseps:..../....... Triseps: ......../....... Patella: ......../......... Achilles: ...../......Refleks Patologis: Babinsky........./......
Iritasi Meningen: Kaku kuduk: ........ Brudzinsky I: ........./........ Brudzinsky II: ..../... Kernig sign:..../.....Laseque sign: ........./.........
CT Scan .............................................................................................................................................................................
MRI ....................................................................................................................................................................................
EEG ....................................................................................................................................................................................
TCD ....................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal: ..................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual: ........................................................................................................................................................
Stimulus Residual: ..............................................................................................................................................................
Pengkajian Perilaku
Subjektif:
Apakah ada riwayat diabetes melitus?
Objektif:
Pembesaran tiroid: Ya Tidak Eksoftalmus: Ya Tidak Kretinisme: Ya Tidak Gigantisme: Ya Tidak
Nutrisi : Tinggi ; .................... cm. Berat Badan : ...........................kg,
Cairan : Masuk : ........................ cc keluar : ...................... cc
Laboratorium:.......................................................................................................................................................................................
9. Endokrin
Therapy: ....................................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : ...................................................................................................................................................................
Stimulus kontekstual : .........................................................................................................................................................
Stimulus residual : .................................................................................................................................................................
Nilai
N Sblm Saat Pulang
Fungsi Skor Uraian
o sakit masuk
RS
Tak terkendali/tak teratur (perlu
0
pencahar)
Mengendalikan rangsang
1 1 Kadang-kadang tak terkendali
defekasi (BAB)
2 Mandiri
Nama pasien :
Usia :
Jenis kelamin :
Penilaian Nilai
4 3 2 1
Skor
Total Skor
Keterangan :
Yang menilai
( ....................................... )
Nama pasien :
No MR :
Usia :
Jenis Stroke :
Tanggal masuk :
Tanggal keluar :
Catatan : Pemeriksa
Nilai NIHSS berkisar antara 0 – 42
Nilai < 4 = stroke ringan
Nilai antara 4 – 15 = stroke sedang
Nilai > 15 = stroke berat
( ______________________)
INSTRUMEN
SKRINING DISFAGIA PADA STROKE AKUT
Nama : ......................................
NMR : ......................................
Umur : ......................................
No Pertanyaan Ya Tidak
Catatan :
Kesimpulan :
Disfagia : Ya Tidak
Perawat
( _____________________)
KUISIONER
Inisial responden :
Jenis kelamin :
Jenis stroke :
Frekuensi serangan ke :
Ruang rawat :
Onset hari ke :
CT scan kepala :
Nilai RAPPIDS I :
Nilai RAPPIDS II :
Pemeriksa
( ___________________)
No I II
Pernyataan
1. Kesadar 2 Tidak 5 Sukar 6 Somnolen 8 apatis 10 Sadar
an berespon dibangunk (tidur tp penuh
an mudah
dibangunkan)
Total
Pemeriksa
( _______________________)
FORMAT OBSERVASI
Stimulasi Olfaktori dengan Minyak Lada hitam
10
11
12
13
14
15
Perawat/keluarga
(______________________)
11. Evaluasi
Tujuan pendidikan kesehatan tercapai bila keluarga mampu mengulang
materi kembali dengan menggunakan kalimat sendiri peran keluarga dalam :
1. Tujuan diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa
2. Tips memilih diit rendah garam, glukosa dan glukosa
3. Makanan yang dilarang, dibatasi dan dianjurkan dalam diet rendah
garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa
4. Tips-tips berhenti merokok dan minum alkohol
5. Tujuan aktifitas fisik pada pasien stroke
6. Memilih aktiftas fisik yang baik
Referensi :
Feigin V. (2004). Stroke. Panduan Bergambar tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta. PT BHUANA ILMU POPULER. Kelompok
Gramedia.
Makhfudli & Efendi, F,.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
National Stroke Association. (2010). HOPE A Stroke Recovery Guide. Chapter
three. www.stroke.org
Rodger, H. (1999). Randomized Controlled Trial of a Comprehensive Stroke
Education Program for Patients and Caregivers. Stroke 1999.
http://stroke.ahajournals.org/cgi
Panduan Diit dari RS Stroke Nasional Bukittinggi, RS Fatmawati, Yayasan
Jantung Indonesia.
mencegah STROKE
Pelepasan
Kateter
2 jam pertama
2 jam kedua
Bisa mengontrol Tidak bisa mengontrol
− Pemberian cairan 200 cc
− Pemberian kondisioning pada pasien
antara lain pemakaian commode,
memfasilitasi pasien untuk berkemih
Berkemih secara Pemasangan kateter kondom di kamar mandi.
normal bagi pasien laki-laki atau − Pencatatan cairan yang keluar
diapers bagi pasien wanita − Pemantauan dengan bladder scann
− Stimulusi perangsangan berkemih
Bisa mengontrol
Tidak bisa mengontrol
(*) pilih salah satu, mengompol (basah) atau tidak ngompol (kering).
NB : Sebisa mungkin pencatatan dilakukan setiap 2 jam selama 24 jam pertama setelah
kateter dilepas. Pencatatan dianjurkan dilanjutkan sampai 3x24 jam atau
disesuaikan dengan kondisi pasien. Pencatatan dapat melibatkan keluarga,
sebelumnya keluarga diberikan edukasi terlebih dahulu.
Informasi Pasien Ny. D.I, 28 th, perawat, menikah. 1 anak, alamat Jokjakarta. Sekitar 2 mgg
umum SMRS Cipto klien mengeluh sakit kepala berputar disertai kelemahan pada
separuh badan, tangan dan kaki kanan terasa kebas, bicara menjadi lambat dan
suara sedikit serak. Sakit kepala disertai mual dan muntah. Kemudian klien
dirawat di RS PKU Jokjakarta selama 3 hari kemudian dirujuk ke RS Sardjito
Jokjakarta. Hasil CT Scan dan MRI kepala menunjukkan ada masa pada batang
otak, lalu klien dirujuk ke RSCM untuk radiasi tanggal 16 Maret 2012.
RKD : klien pengguna kontrasepsi pil selama ± 1 th terakhir. Hasil USG : Saat ini
klien hamil 9 minggu
Aktivitas Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan cara :1) monitor status
keperawatan neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV, dan fungsi nervus kranial 2)
meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat, 3) Memberikan oksigen
binasal kanul 2 liter/menit, 4) Mencegah manuver valsava dengan menganjurkan
pasien 6-8 gelas/hari dan konsumsi sayur dan buah tinggi serat seperti pepaya dan
memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm, dan YAL, 5) berkolaborasi untuk
pemberian radiasi.
Penurunan kapasitas adaptif intrakranial : Monitor status neurologis : GCS, TTV,
pupil, kekuatan otot, mengkaji keluhan sakit kepala : intensitas, durasi, frekuensi
dan lokasi, mengkaji keluhan mual dan muntah yang menyertai sakit kepala,
memberikan PCT 3 x 1 tablet untuk mengurangi nyeri kepala, berkolaborasi dalam
pemberian obat steroid,
Mengatasi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menganjurkan pasien
makan sedikit-sedikit tapi sering, , memberikan obat untuk mengurangi muntah :
Primperan 3 x 1 ampul IV, Ranitidin 2 x 1 ampul,
Menurunkan kecemasan dengan : meyakinkan pasien bahwa perawat akan
mendengarkan keluhan pasien, mendengarkan ungkapan verbal dan nonverbal
pasien, membantu pasien mendapatkan informasi yang tepat tentang perawatan
dan pengobatannya.
Evaluasi : Pada tanggal 22 Maret 2012 ditemukan : risiko tidak efektif perfusi serebral
belum teratasi : sakit kepala (+), mual (+) dan muntah (+) kebas (+) menjalar ke
pipi sebelah kiri. Risiko penurunan kapasitas adaptif serebral belum berkurang :
BAB sudah ada, risiko kurang nutrisi belum teratasi : badan bertambah letih, klien
mengatakan akan berusaha menghabiskan diitnya, kecemasan sedikit berkurang :
Informasi Ny. K, NMR : 353 92 58, usia 30 th, menikah, pekerjaan dagang, belum punya
umum anak. Alamat Bengkulu. Masuk RSCM tanggal 4 Marey 2012 dengan keluhan
nyeri pinggang, bokong, paha belakang dan betis kanan sejak 2 tahun yang lalu.
Rasa baal dan tidaki daerah kemaluan. Klien merasakan tungkai kanan lebih berat
dan tidak dapat jinjit, nyeri berkurang bila istirahat. Hasil MRI tanggal : HNP L4-
S1. Klien dilakukan operasi tanggal 16 Maret 2012.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 19 Maret 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : perilaku adaptif, 2) Nutrisi ; perilaku
stimulus adaptif, 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : Klien 3 hari
pasca operasi. Klien hanya mampu berbaring di tempat tidur, mampu miring
kanan dan kiri. Aktifitas klien dibantu keluarga dan perawat. Tidur malam hari 7-8
jam, siang bisa istirahat. Motorik kesan hemiparese kiri.
5) Proteksi : Ada bekas luka operasi tertutup verban + drain (out put darah ± 150
cc berwarna merah kental kehitaman), terpasang infus di lengan kanan. Skala
norton (risiko luka) = 14 (rentan terjadi dekubitus), risiko cidera (jatuh) = 70
(risiko rendah), 6) Sensasi : kebas di daerah betis, paha belakang dan dan bokong.
Nyeri di daerah pinggang belakang dan area operasi, VAS 3-4.
7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi
neurologi : Kesadaran kompos mentis, GCS 15, pupil simetris, isokor Ø 3 mm,
Informasi Tn. D, 32 tahun, karyawan swasta, menikah dengan 1 orang isteri dan 1 org anak
umum berusia 2 th. masuk IGD RSCM tanggal 26 Maret 2012 dengan keluhan sakit
kepala sebelah kanan terutama sejak 1 minggu yang lalu. Sakit kepala terasa
menusuk-nusuk, dan hilang timbul, dalam sehari sakit kepala muncul 3-4 kali
selama 10-15 menit. Klien mempunyai riwayat SIDA sejak tahun 2006 dan telah
mendapat ARV, tetapi sejak tahun 2011 klien putus obat. Tahun 2002 klien
didiagnosa TB Paru lalu mendapat OAT sampai tuntas.
Pengkajian Saat pengkajian di IGD tanggal 26 Maret 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD 120/80 mg, nafas 20x/menit, suhu
stimulus 37oC, nadi 78x/menit,motorik kesan hemiparese sinistra, 2) Nutrisi ; penurunan
nafsu makan sejak 1 minggu SMRS, 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas
dan istirahat : Klien gelisah karena sakit kepala VAS 3-4. Kelihatan letih dan
lemas. , 5) Proteksi : barthel indeks 13 (ketergantungan ringan) 6) Sensasi :
perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku
adaptif, 8) fungsi neurologi : Kesadaran kompos mentis, GCS 15, pupil simetris,
ହହହହ/ସସସସ
isokor Ø 3 mm, RCL (+/+) RCTL (+/+). Motorik , 9) fungsi endokrin :
ହହହହ/ସସସସ
perilaku adaptif, Mode konsep diri : klien cemas dengan penyakitnya, pasien
takut penyakit lamanya kambuh lagi, 11) Mode fungsi peran : cemas karena
sudah hampir 1 minggu bolos kerja12) mode interdependensi : klien diantar
orang tua ke IGD, isteri dan anak di rumah
Dx. Ketidakefektifan perfusijaeingan serebral, nyeri akut, kurang pengetahuaan,
ansietas.
NOC Monitoring neurologi, status neurologi, kontrol dan nyeri dan, prosedur perawatan
NIC Meningkatkan perfusi serebral, manajemen nyeri, , memfasilitasi belajar.
Aktivitas Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan memonitor tanda-tanda
keperawatan vital dan status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot dan fungsi nervus
kranial, meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat untuk
mempertahankan aliran darah vena, memberikan oksigen 3 liter/menit, m encegah
manuver valsava dengan memberikan cairan 2-2,5/hari dan memberikan dulcolax
syrup 3 x 1 sdm.
Untuk mengurangi nyeri dilakukakan : Mengkaji tingkat nyeri pasien, pemberian
posisi TT datar dengan elevasi kepala 5-10 derajat, menggunakan strategi
menurunkan nyeri dengan teknik nafas dalam dan relaksasi dan memberikan obat
ketorolac 2 x 1 amp IV, merubah posisi pasien setiap 2 jam miring kanan, kiri dan
telentang, memonitor respon pasien sebelum dan setelah terapi menurunkan nyeri
dengan VAS (Visual Analogue Scale) 1-10.
Untuk mengurangi kecemasan : jelaskan pada pasien tentang penyakitnya,
pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan, libatkan keluarga untuk memberi
dukungan dan semangat pada pasien.
Evaluasi : Tanggal 26 Maret 2012
Klien masih diobservasi di IGD dan sedang menunggu hasil pemeriksaan labor,
foto thorak dan CT Scan. Klien kelihatan lemah, perilaku distraksi, komunikasi
singkat dan klien cendrung menutup diri. Tetapi klien cukup kooperatif saat
pemeriksaan. Klien 1 hari di IGD dan langsung pindah ke rawat inap.
Informasi Pasien Ny. P, 72 th, no MR 207-73-09, alamat Johar Baru Jakarta Pusat masuk
umum RSCM tanggal 2 April 2012 jam 20.30 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak
4,5 jam SMRS. Sebelumnya klien tersedak saat makan, kemudian klien terjatuh saat
akan mengambil air minum, lalu terjadi penurunan kesadaran. Mual (-), muntah (-),
sakit kepala (-), riwayat kesehatan dahulu, menderita hipertensi sejak ± 20 th yll,
pembesaran jantung sejak 1 bln yll ( sudah berobat ke dokter dan nafas sesak
disertai, kedua kaki bengkak).
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 3 April 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS = E2 M5 Vapasia, pernafasan
stimulus 28x/menit. TD : 180 mmHg, nadi 96 x/menit, nafas 24 kali/menit, suhu 36,5oC.
Stimulus : Foto thorak : kardiomegali dengan aorta kalsifikasi infiltrat di paracardial
kanan. AGD : pH = 7,458 (7,35-7,45), pCO2 = 18,7 (35-45), pO2 = 81,1 (75-100),
O2 saturasi = 99,8, Base Excess = -7,6 (-) 2,5 – (+) 2,5, Standar BE -10,7, standar
HCO3 18,3, HCO3 = 13,4 (21-25), total CO2 = 14,0 (21-25). Stimulus : Hasil CT
Scan kepala tanggal 2 April 2012 : infark akut di basal ganglia kiri, infark kronik di
subkorteks lobus frontal kiri, lobus temporalis kiri dan basal ganglia kiri, atrofi
serebri senilis. Foto thoraks ( tgl 2/4/2012) : kardiomegali dengan aorta kalsifikasi
infiltrat di parakardial kanan. EKG ( tgl 2/4/2012 ) : Atrial Fibrilasi, 2) Nutrisi ;
makan MC per NGT 6 x 250 cc. Mual (-) dan muntah (-), BB saat ini tidak
diketahui, saat sehat BB sekitar = 47 kg TB = 156 cm. Penampilan kurus. Stimulus :
-
3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : penurunan kesadaran,
stimulus : infark akut di basal ganglia kiri. 5) Proteksi : skala norton 10 (risiko
terjadi dekubitus), 6) Sensasi : tidak bisa dinilai, 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Makanan cair per NGT 6 x
250 cc. Mukosa bibir kering, urin 1100 cc. Kedua kaki edema, stimulus : penurunan
kesadaran 8) fungsi neurologi : GCS = E2M5Vapasia pasien gelisah, kesadaran
somnolen, derajat kekuatan otot hemiparese dekstra, pupil reflek kornea +/+, RCL
+/+, RCTL +/+, θ 3 mm/3mm. Reflek fisiologis lengan dan tungkai +/+, reflek
patologis -/-, stimulus : infark akut di basal ganglia kiri, 9) fungsi endokrin :
perilaku adaptif, Mode konsep diri :, 11) Mode fungsi peran : 12) mode
interdependensi : tidak bisa dikaji.
Dx. Ketidakefektifitasan perfusi jaringan serebral, tidak efektif bersihan jalan nafas,
risiko kelebihan volume cairan, risiko aspirasi.
NOC Status neurologi, perfusi jaringan, pencegahan aspirasi, jalan nafas paten,
pertukaran gas, status menelan, status pernafasan.
NIC Monitor status neurologi, meningkatkan perfusi serebral, manajemen obat,
manajemen jalan nafas, suksion jalan nafas, pencegahan aspirasi.
Aktivitas Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan cara :1) Memonitor
keperawatan tanda-tanda vital dan status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot dan
fungsi nervus kranial, 2) Meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat untuk
mempertahankan aliran darah vena 3) Memberikan oksigen via masker non
rebreathing 8 liter/menit, 4) Mencegah manuver valsava dengan memberikan cairan
2-2,5/hari dan memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm, 5) memberikan obat
neuroprotektan Citicolin 2 x 500 mg IV, 6) Memberikan manitol hari I 125 cc drip 3
x 1, hari II 2 x 1 dan dan hari III 1 x1. 7) Mempertahankan tekanan darah dalam
rentang yang ditentukan untuk mencukupi tekanan perfusi serebral dengan
memberikan drip Perdifin 1 mg/kgBB/ml (5 cc/jam), dan captopril 2 x 25 mg po, 8)
Menghindari posisi yan dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan intratorakal
seperti fleksi pinggul dan telungkup.
Untuk meningkatkan efektifitas bersihan jalan nafas dilakukan :
Merubah posisi pasien tiap 2 jam miring kiri dan kanan untuk memfasilitasi
pengeluaran sekret dari oroparingeal, mengelevasikan kepala tempat tidur 30
derajat, melakukan chest fisioterapi, memberikan oksigen per masker non
rebreathing 8 liter/menit pasien mendapat oksigen dengan kelembaban yang
adekuat, memberikan inhalasi dengan ventolin : NaCl 0,9% 1 : 1 tiap 6 jam dan
inhalasi dengan Flixotide 1 flash tiap 12 jam.
Mengurangi risiko aspirasi dengan cara ; pertahankan status nothing by mouth,
memasang NGT no 16, melakukan pemeriksaan kemampuan menelan sebelum
mencoba memberikan intake per oral dengan memberikan air dengan sendok,
Cegah aspirasi saat memberikan intake per oral dengan meninggikan kepala tempat
tidur dan menegakkan kepala pasien, Memberikan Makanan Cair 6 x 250 cc,
memberikan susu cair dan air putih sedikit-sedikit. Bila pasien tersedak pemberian
dihentikan.
Mengatasi kelebihan cairan dengan cara : menghitung intake out put, membatasi /
retraksi cairan, memberikan diuretik lasix 2 x 1 ampul dan KSR 3 x1 po.
Evaluasi : Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi :
kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu mengikuti
perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan 4444/4444 seperti menggenggam,
membuka mulut dan menelan air sedikit-sedikit, aspirasi tidak terjadi. Bersihan
jalan nafas efektif batuk (-), ronki (-). Pasien mampu miring ke kanan sendiri tanpa
bantuan. Edema pada kedua kaki berkurang, sesak (-).
Informasi Pasien Ny. L, 49 tahun, alamat Jakarta, MR. 369-08-01 masuk RSCM tanggal 10
umum April 2012 dengan keluhan 4 mg SMRS klien mengeluh kaki kanan terasa tidak
terasa menapak dan tubuh terasa tidak seimbang saat berjalan. 2 mg SMRS klien
berbicara tidak nyambung dan tidak berespon bila diajak bicara. Kemudian pasien
mengeluh sakit kepala. Sakit terasa berdenyut, selama 10 menit dan muncul 2-3 kali
sehari. 1 mgg SMRS anggota gerak kanan berat digerakkan. 3 hr SMRS sakit kepala
memberat disertai muntah (-), kejang (-).
RKD : hipertensi (-), penggunaan kontrasespi (-), belum pernah dirawat.
RKK : tidak ada keluarga yang menderita tumor. Ayah klien menderita stroke.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 10 April 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : kesadaran apatis, GCS = E4 M5 V4,
stimulus nafas 16x/menit. 110 mmHg, nadi 66 x/menit, suhu 36,5oC. AGD tanggal 10-04-
2012: pH = 7,419 (7,35-7,45), pCO2 = 27,4 (35-45), pO2 = 198,5 (75-100), O2
saturasi = 98,9, Base Excess = -4,8 (-) – (+) , Standar BE -6,8, standar HCO3=
20,4, HCO3 = 17,9 (21-25), total CO2 = 18,7 (21-25). Stimulus : CT Scan kepala
tanggal: edema ventrikel kiri dan desakan midline ke kanan. MRI kepala tanggal 11
April 2012 : masa intrakranial. 2) Nutrisi ; makan MC per NGT 6 x 250 cc,
stimulus : - 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : penurunan
kesadaran, stimulus : masa di intrakranial 5) Proteksi : skala norton 10 (risiko
terjadi dekubitus)stimulus : -, 6) Sensasi : tidak bisa dinilai, 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Makanan cair per NGT 6 x
250 cc. Mukosa bibir kering, urin 1100 cc , 8) fungsi neurologi : GCS =
ଷଷଷଷ/ହହହହ
E2M5Vapasia, gelisah, derajat kekuatan otot kesan hemiparese dekstra ଷଷଷଷ/ହହହହ,
Pupil reflek kornea +/+, RCL +/+, RCTL +/+, ukuran anisokor θ ka/ki= 2 mm/4mm.
Visus dan lapang pandang tidak bisa dinilai. Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -
/-, stimulus : masa di intrakranial. 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode
konsep diri :, 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi : tidak bisa
dikaji.
Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
NOC Status neurologi, perfusi jaringan
NIC Monitor status neurologi, meningkatkan perfusi serebral
Aktivitas Untuk mengurangi perubahan efektifitas jaringan dilakukan :
keperawatan mengkaji defisit neurologis dan tanda-tanda vital, Memberikan posisi semi fowler,
memberikan oksigen 2-3 liter/menit per nasal kanul, mencegah valsava manuver
dengan memberikan klien minum 1-1,5 liter/hari, memberikan Laxadine Syrup 3 x
1 sdm, memberikan terapi Dexametason 4 x 5 mg IV, Ranitidin 2x1 ampul.
Evaluasi : Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi :
kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu mengikuti
perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan, terlihat bingung, disorientasi.
Rencana klien akan dilakukan Foto thorak untuk mengetahui kemungkinan
penyebaran masa.
Informasi Pasien Ny. M, tahun, menikah punya 3 orang anak, pekerjaan guru, No.CM
umum 3546970, Jakarta. Dengan keluhan tahun 2004 ketika sedang beraktifitas, pasien
mengeluh sakit kepala di bagian belakang kepala seperti ditimpa benda berat
disertai kaku pada tengkuk, durasi ± 10 menit, tidak bertambah ketika batuk dan
mengedan, dan berkurang bila istirahat. Mual (-), muntah (-) lalu berobat ke
RSCM keluhan membaik.
2 bulan sebelum periksa ke poli neuro, ketika bangun dari tidur, dari posisi
telentang ke duduk, pasien mengeluh pusing bergoyang, seperti terombang
ambing di atas kapal. Durasi sekitar 2 menit, membaik dengan istirahat, mual (+),
muntah 1 x (+),keringat dingin (-), baal disekita mulut (-). Klien tidur cukup 7
jam. Klien berobat ke RS Budi Asih diberi obat dan keluhan membaik. Lalu klien
disarankan periksa MRI, dan NOT. Gangguan pendengaran (-), telingan
berdenging (-), muntah, menyemprot (-), tersedak saat makan dan minum (-),
mulut mencong (-), bicara pelo (-), suara bindeng.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 25 April 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD 130/80 mmHg, nadi 88x/menit,
stimulus nafas 18 x/menit, stimulus : -, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4)
Aktivitas dan istirahat : Pasien tidur cukup 7 jam, terbangun hanya untuk BAK
1 kali/malam. Aktifitas klien sebagai guru tidak terganggu. Tetapi bila sedang
sibuk saki kepala muncul di bagian belakang kepala dan disertai kaku pada
tengkuk. stimulus ;
, 5) Proteksi : perilaku adaptif, 6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit
& keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS : 15,
saraf kranial : tak ada kelainan,derajat kekuatan otot : tak ada kelainan. Refleks
fisiologis dan patologis tidak ada kelainan. Keseimbangan dan koordinasi : tes
Romberg dipertajam (menutup mata) klien jatuh ke kiri, Stepping tes 50 kali
(Fukuda) deviasi ke kiri > 90o,9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode
konsep diri : klien cemas penyakitnya belum sembuh-sembuh 11) Mode fungsi
peran : 12) mode interdependensi : stimulus : perubahan status kesehatan.
Dx. Risiko cidera, ansietas
NOC Pencegahan jatuh, lingkungan perilaku diri aman, prosedur perawatan
NIC Pencegahan jatuh, memfasilitasi belajar
Aktivitas Risiko tinggi cedera : mengkaji vertigo yang meliputi riwayat , awitan gambaran
keperawatan serangan, durasi, frekuensi dan adanya gejala telinga yang terkait (kehilangan
Informasi Pasien Nn. FS usia 17 tahun, pekerjaan pelajar, alamat di Sulawesi Utara, masuk
umum RSCM tanggal 14 Februari 2012 dengan keluhan sejak 2 minggu SMRS klien
demam dan diare > 3 kali lalu dirawat di RS Manado, kemudian klien didiagnosa
Appendiksitis dan dilakukan operasi dan dirawat selama 3 hari. Saat klien hendak
bangun dari BAK klien harus dipapah 2 org (sebelumnya hanya dibantu 1 org).
Setelah itu klien merasa kelemahan dimulai dari ujung kaki, merambat ke bagian
atas, kemudian klien dirawat lagi di RS Manado. Setelah dirawat 7 hari kedua
lengan juga lemah dan tidak ada perbaikan, lalu klien di rujuk ke RSCM. Klien
dirawat di ICU dan HCU lalu pindah ke ruang rawat neurologi Zona A tanggal 4
Maret 2012.
Pengkajian dilakukan tanggal 5 Maret 2012, ditemukan kelemahan pada keempat
ekstremitas terutama kedua kaki, nyeri terutama pada tungkai kanan, terutama bila
disentuh dan digerakkan, nyeri terasa menusuk dan hilang-timbul. Nafsu makan
menurun, mual(-), pusing (+). Pada femor kiri masih terpasang Mahokar (setelah
plasmaforesis 5 x). Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.
RKD : Appendiksitis dan diare.
klien sering berteriak dan menangis kesakitan, cemas akan penyakitnya dan ingin
segera pulang 11) Mode fungsi peran : hampir 2 bulan klien tidak masuk
sekolah, 12) mode interdependensi : stimulus : selalu ingin orang tua berada di
sampingnya perubahan status kesehatan.
Dx. Risiko bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik,
ansietas
NOC Clearance airway, kenyamanan, joint mobilisation, prosedur perawatan
NIC Management airway, memfasilitasi belajar
Aktivitas Pantau TTV, kaji bunyi, jumlah, dan pola nafas, monitor hasil AGD, monitor
keperawatan kemampuan batuk, perubahan status mental, elevasikan kepala TT 30o atau sesuai
toleransi pasien, dorong untuk melakukan batuk dan nafas dalam.
catat intake dan outpun cairan, ubah posisi secara teratur, lakukan masase kulit,
pertahankan kebersihan dan kerapihan linen, latihan pasif pada kedua tungkai,
rencanakan pemakaian stoking antiemboli, pantau hasil laboratorium PT/APTT.
Kaji tingkat durasi, tipe, skala nyeri, berikan kompres dingin di kaki kananpi,
lakukan perubahan posisi secara teratur, berikan sokongan dengan bantal atau
gulungan pada ekstremitas bawah, anjurkan melakukan teknik relaksasi, lakukan
ROM pasif, kolaborasi dalam pemberian obat analgetik tramadol 3 x100 mg IV,
Berikan terapi Mecobalamin 3x500 mg, methycobalt 3x500 mg, Gabapentin
3x300mg, Cefpirome 1 x1000mg, metronidazol 3 x 1c.
Kaji kekuatan otot, lakukan ROM pasif, berikan antikoagulan Heparin 1x5000 ui
SC, kolaborasi dengan fisioterapi, okupasi terapi, libatkan keluarga dalam
membantu pemenuhan ADL pasien.
Beri kesempatan klien menyampaikan perasaannya secara verbal, kurangi
stimulus, berikan aktifitas untuk mengalihkan nyeri dan kecemasan klie seperti
mendengarkan musik melalui HP, berikan pujian bila klien berespon/berperilaku
positif, tunjukkan penampilan yang percaya diri dan siap mem bantu klien.
Evaluasi : Tanggal 12 Maret 2012
Tidak ditemukan gangguan pernafasan, nafas 18x/menit, teratur dan spontan, nyeri
pada kaki sudah mulai berkurang, klien sudah mulai menggerakkan kakinya tanpa
nyeri yang berarti, klien bisa miring sendiri dengan bantuan minimal, , kekuatan
ହହହହ/ହହହହ
otot meningkat ସସସସ/ସସସସ
, tanda-tanda DVT berkurang, klien rencana dilakukan
Foto toraks untuk mengetahui effusi pleura dan USG kedua tungkai serta
pemakaian stoking antiembolisme.
kelemahan satu sisi (-), jalan sempoyongan (-), pasien dibawa ke RS Premier
dilakukan MRI lagi dan diketahui ada perdarahan di otak, lalu dilakukan tindakan
burr hole. Setelah 2 minggu di rumah, keadaan klien tidak membaik, klien
mengeluh sakit kepala hebat dan demam tinggi serta kesadaran menurun.
Kemudia klien dibawa ke RSCM.
RKD : tidak ada riwayat batuk lama,TB, stroke, dan HT
Informasi Pasien Ny. R, 22 th, alamat Bogor. Sekitar 12 jam SMRS Cipto tanggal 10
umum September 2012, pasien terlempar dari sepeda motor saat berboncengan dengan
temannya, saat itu pasien tidak memakai helm, kepala bagian kiri terbentur ke
aspal, lalu pasien tidak sadar, lama pingsan tidak diketahui. Klien dibawa ke RS
Abdi Waluyo, dilakukan CT Scan kepala, pasien muntah beberapa kali, setelah
sadar pasien tidak ingat kejadian yang dialaminya. Lalu pasien dirujuk ke RSCM.
RKK : tidak pernah menderita Hipertensi, stroke dan trauma.
TD ≥120 mmHg).
Menurunkan nyeri : monitor status neurologis : GCS, TTV, pupil, kekuatan otot,
mengkaji keluhan sakit kepala : intensitas, durasi, frekuensi dan lokasi serta tipe
muntah yang menyertai, memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, kepala
netral, memberikan terapi oksigen binasal kanul 4 liter/menit, berikan periode
istirahat pada pasien diantara tindakan keperawatan, ciptakan lingkungan yang
tenang, dengan membatasi tamu pasien, memberikan terapi tramadol 3 x 100 mg
dan codein 3 x 10 mg.
Mengatasi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan cara ;
memberikan makanan lunak, menganjurkan pasien makan sedikit-sedikit tapi
sering, menganjurkan pasien makan diit dalam keadaan hangat, memotivasi pasien
dengan menjelaskan fungsi makanan bagi kesehatan pasien, memberikan obat
untuk mengurangi muntah : omeprazole 1 x 40 mg IV, ondansentron 3 x 1 mg po.
Evaluasi : Pada tanggal 17 September 2012 ditemukan : risiko tidak efektif perfusi serebral
belum teratasi : sakit kepala ber(-). Nyeri kepala sudah berkurang. VAS 1-2, Klien
dapat menghabiskan diit ½ porsi. Kecemasan berkurang, pasien mau mengikuti
saran keluarga dan perawat. Ekspresi cemas berkurang, pasien rencana akan
dilakukan CT Scan ulang.
Evaluasi : Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi :
kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu
mengikuti perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan 4444/4444 seperti
menggenggam, membuka mulut dan menelan air sedikit-sedikit, aspirasi tidak
terjadi. Bersihan jalan nafas efektif batuk (-), ronki (-). Pasien mampu miring ke
kanan sendiri tanpa bantuan. Edema pada kedua kaki berkurang, sesak (-).
Informasi Nn. Sri Mutia Solihat, 19 th, Bln Juli 2012 klien mengalami kejang setelah pulang
umum ujian akhir SMA, kejang pada malam hari pada kaki kiri dan tangan kiri, saat itu
kaki kiri seperti bergerak-gerak yang didahului kedutan di alis kiri. Saat itu klien
dalam keadaan sadar dan tidak ngompol. 1 mgg SMRS kejang sering berulang.
Pre iktal : sadar, lengan dan tungkai kiri terasa kesemutan yang merambat ke
bawah. iktal : mulut mencong, kepala menengok ke kiri, mata mendelik, mulut
mengatup dan kaki kaku. Post iktal : pasien membuka mata, dapat diajak bicara,
namun tidak nyambung. Kejang berulang 3 kali dengan durasi 5-10 menit. Sakit
kepala yang memberat (-), mual munta (-), kelemahan sisi kiri (+), mulut mencong
(-).
RKD : pada bulan Juli 2012klien dirawat di RCSM, dengan keluhan yang sama,
tetapi klien minta pulang paksa, dan menolak dilakukan CT Scan.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 12 September 2012 :
perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS = 15, TD : 130/90 mmHg, Nadi
stimulus 76 kali/menit, nafas : 20 kali/menit. Stimulus : -
2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai
bartel indeks = 12 (ketergantungan ringan), jalan ke kamar mandi kadang dibantu
keluarga. Stimulus : CT Scan kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak kiri.
5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa :
adaptifdan 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot : 4444/5555
4444/5555 klien
mengeluh ekstremitas kiri terutama tangan kiri sering bergerak-gerak sendiri tanpa
bisa dikontrol. Hilang sendiri. Gerakan muncul tanpa ada ransangan dan tidak ada
waktu tertentu.. Stimulus : CT Scan kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak
kiri. EEG (26 julit 2012) : EEG Abnormal berupa aktifitas epileptiform di frontal
kanan dan perlambatan fokal di centro parietal kanan dan frontal kiri disertai
perlambatan latar belakang.
9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri,11) Mode fungsi peran, 12) mode
interdependensi.
Dx.N Risiko cedera
NOC Pencegaha jatuh, perilaku keamanan personal.
NIC & Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : pendidikan kesehatan, manajemen
aktivitas lingkungan dan pencegahan jatuh.
keperawatan Aktivitas keperawatan :
Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas secara mandiri, pasang pembatas
tempat tidur dan kunci roda tempat tidur bila klien berada di atas TT, libatkan
keluarga dalam membantu aktifitas pasien turun dari TT dan ke kamar mandi.t
Anjurkan pasien memakai alas kaki yang kesat. Pastikan lantai ruang rawat dan
kamar mandi tidak licin. Berikan terapi obat sesuai program dokteri : penitoin : 2x
15 mg, kolaborasi untuk pemeriksaan diagnostik MRI otak untuk mengetahui
penyebab kejang.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 16 September 2012 :
Gerakan involunter pada tangan kiri, sudah berkurang, pagar dan tempat tidur selalu
terkunci ketika pasien di atas TT, kejang berulang (-). Klien sudah ijadwalkan untuk
pemeriksaan MRI kepala.
Informasi Ny. Debora Situmorang, 59 tahun. Masuk RSCM tanggal ........ dengan keluhan
umum paha kiri sampai kaki terasa nyeri seperti tertusuk-tusuk, keluhan dirasakan setiap
saat dalam keadaan duduk, aktivitas dengan VAS 5-6. Pasien merasakan
kelemahan dari pangkal paha kiri ke bawah. Sehingga pasien tidak bisa berjalan,
kesemutan (-). 13 hari SMRS pasien merasakan tungkai kanannyapun mulai lemas
dari pangkal paha sampai kaki. Dalam 2 hari kedua tungkai tidak dapat digerakkan
sama sekali. Kemudian pasien dilakukan plasmaferesis, keluhan nyeri mulai
berangsur-angsur membaik.
RKD : pasien sdh pernah dirawat bulan Februari 2012 di RS dengan keluhan tidak
berasa dari pangkal paha ke bawah dan ketika memakai dandal sering terlepas,
saat dipulangkan pasien bisa berjalan tetapi jalan tertatih-tatih. April 2012 juga
dirawat dengan keluhan yang sama. Riwayat HT (-), Stroke (-), Diabetes (-).
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 19 September 2012 :
perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku
stimulus adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 8 (ketergantungan
berat), . Stimulus : MRI : multiple sklerosis. 5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan,
elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptifdan 8) fungsi neurologi : GCS
= 15, derajat kekuatan otot ekstremitas atas : 3333/4444, ekstremitas bawah:
4444/444. Kedua kaki terasa berat digerakkan tangan kesulitan untuk langsung
benda. Dan sering terlepas saat memegang benda tersebut. Stimulus : MRI
(24/8/2012) : lesi pada medulla spinalis setinggi L4-6 sesuai plak multiplr
sklerosis. Tidak tampak gambaran HNP. EMG (25/7/2012) : sesuai dengan blok
parsial jaras visual tipe demyelinasasi bilateral. Sensorik : hiperestesi setinggi C5
ke bawah, gangguan propiseptif. Neurobehaviour (fungsi luhur) : keterbatasan
motorik pada klien didapatkan gangguan memori tunda. Hal ini dapat sesuai denga
Age Associated Memory Impairment (AAMI).
9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri : klien merasa dirinya 11) Mode
fungsi peran : ingin segera sembuh dan pulang rumahdan beraktifitas seperti dulu
sebagai ibu RT, 12) mode interdependensi : suami selalu mendampingi pasien
selama berada di rumah sakit.
Stimulus : perawatan jangka panjang
Dx.N Risiko cedera, Gangguan mobilitas fisik
NOC Pencegahan jatuh, perilaku keamanan personal. Joint mobilisation.
NIC & Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : mobilisasi, ROM, sitting balance.
aktivitas Transfer.
keperawatan Aktivitas keperawatan :
Kaji dan evaluasi derajat kekuatan otot pasien, anjurkan merubah posisi seperti
dari tidur ke duduk, duduk berjuntai dengan bantuan minimal. Anjurkan duduk
berjuntai tanpa bantuan untuk latihan kesimbangan duduk. Latih tangan klien
memegang sesuatu seperti aqua gelas, sendok, dsb. Anjurkan klien banyak
bergerak, seperti jalan-jalan ke luar ruang rawat dengan menggunakan kursi roda.
Hindari banyak tiduran di TT. Kolaborasi dengan fisioterapi. Berikan obat-obatn
sesuai dengan program dokter : prednison 0-5-0-5, valsartan 1 x 80 mg, ascardia 1
x 80 mg, pletal 1 x 50 mg, OMZ 1 x 20 mg, gabamapentin, amitripilin 1 x 12,5
mg, fiton 2 x 500 mg dan ketulax 3 x C1.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 26 September 2012 :
Klien sudah bisa bangun dari tidur dengan bantuan minimal, keseimbangan duduk
masih terganggu. Mengeluh nyeri paha dan gluteal dan daerah perut, derajat
kekuatan otot ekstremitas atas 3333/4444, bawah 4444/4444. Klien sudah mampu
jalan-jalan pakai kursi roda didorong oleh suami keliling ruang rawat.
Informasi Nn. NPL, 25 th. Masuk RS tgl 21 September 2012. Sejak lahir sering keluar air
umum mata di kedua mata klie, kedua mata pandangan buram. 3 minggu SMRS timbul
benjolan di pangkal hidung, sebelah kiri. Lalu klien berobat ke dokter mata
direncanakan akan dilakukan operasi pembuatan saluran air mata. Karena
ditemukan “Saddle Nose “ klien dirujuk ke THT ditemukan “pro septoplasti DCR
eksterna. Sering pusing. Lalu klien disarankan berobat ke dokter bedah saraf dan
ditemukan MEA + porensefali dan 1 minggu sebelum pengkajian telah dilakukan
VP Shunt. Klien mengalami keterbelakangan mental.
RKD ; riwayat kejang seluruh tubuh 1 kali, usia 4 tahun.
Riwayat kehamilan ibu : klien anak I dari 2 bersaudara, lahir spontan, pasca
melahirkan ibu kejang. Riwayat ibu minum jamu selama kehamilan dan minum
obat penggugur kehamilan sampai usia kandungan 5 bulan.
RKK : tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 1 Oktober 2012 :
perilaku dan mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku
stimulus adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12 (ketergantungan
ringan), jalan ke kamar mandi kadang dibantu keluarga. Stimulus : CT Scan
kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak kiri.
5) Proteksi : pusing (+), klien 1 minggu post VP Shunt 1 mgg sebelum
pengkajian, terdapat luka post di kepala sebelah kanan.Nyeri di daerah peritonimu
(insisi VP Shunt) terutama bila berubah posisi, nilai VAS = 4. Stimulus : post VP
Shunt 1 minggu yang lalu 6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan
asam basa : adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot :
ekstremitas atas 5555/5555, ekstremitas bawah : 5555/5555, saraf otak, N I, N V,
VII, VIII, IX, X, XII tiidak ada kelainan, N II : penglihatan buram (nilai visus sulit
ditentukan), pusing (-). CT Scan : kesan hipodens regio hemisfer cerebri dextra et
sinistra. Sistem ventrikel lateral tidak terbentuk. Midline tidak tampak. WD :
infark cerebri hemisfer dextra et sinistra agenusis corpus colosum, multiple
kengenital disorder. 9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri, 11) Mode fungsi
peran, dan 12) mode interdependensi sulit dinilai, klien mengalami
keterbelakangan mental.
nyeri. Berikan terapi obat sesuai program dokter : paracetamol 3 x 500 mg,
celebrex 2 x 250 mg, ranitidin 2 x 100 mg, cefixime 2 x 100 mg.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 26 September 2012 :
Cidera tidak terjadi, Nyeri pada peritoneum sudah berkurang VAS 2. Pusing (-).
Klien dapat beraktifitas dan beristirahat dengan lebih nyaman.
18. Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy Evakuasi hematoma a.i
SDH FD dextra + post Trep. Ren. TVM a.i tumor CPA sinistra.
Informasi Ny. J, 31 th. Masuk tanggal 3 Oktober 2012 dengan keluhan sejak 1,5 bulan
umum SMRS pasien mengeluh sesak nafas yang dirasa semakin memberat, sesak
mengganggu aktifitas, berkurang dengan istirahat. Bicara pelo, badan terasa lemas
dan tangan sulit digerakkan, kelopak mata menjadi turun, klien konsumsi
Mestinon 5 x 60 mg tetapi tidak ada perubahan, lalu klien dirujuk ke RSCM. Klien
dirawat di ICU mulai tgl 4 s.d 11/9/2012 dan pindah ke neurolgi tgl 11/9/2012.
Sebelumnya, 2 th SMRS pasien mulai merasa sesak nafas, suara serak, pandangan
menjadi ganda, susah menelan, yang membaik saat bangun tidur pagi dan
menurun siang dan sore hari. Kondisi ini berulang bila pasien sedang stres dan
banyak pikiran.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 15 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD = 110/80 mmHg, HR = 84x/menit,
stimulus suhu 37,5oC, nafas =20 kali/menit, kadang nafas agak sesak. Hb=9,5 gr/dL, AGD :
pH 7, 460, pCO2 =46,20 mmHg, pO2= 130,60 mmHg, HCO3 = 32,80 mmol/L,
total CO2 34,20 mmol/L, base excess=9,00, O2 saturation =98,70, Hb=8,6 gr/dL,
standar HCO3=32,4. Counting test=14. Stimulus : Foto thoraks : cor dan pulmo
dalam batas normal. EKG: VES begemini 2) Nutrisi, 3) Eliminasi : perilaku
adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 16 (ketergantungan
ringan). Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 5555/5555, ekstremitas bawah
4433/3344, stimulus : kelemahan neuromuskuler, 5) Proteksi : terpasang
mahokar di arteri femoralis kanan, skala Norton : 18 (tidak berisiko dekubitus),
suhu 37,5oC,stimulus : kelemahan neuromuskuler. 6) Sensasi, 7) Cairan,
elektrolit & keseimbangan asam basa : tersedak bila minum air putih, sampai
keluar hidung, 8) fungsi neurologi : Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas :
5555/5555, ekstremitas bawah 4433/3344. Nervus kranial : N.III, IV, VI :
diplopia, N VII parese sentral, N XII : disatria, cadel. Stimulus : kelemahan
neuromuskuler, 9) fungsi endokrin adaptif,10) Mode konsep diri : klien
mengaku gampang panik kalo ada masalah, klien baru menikah 3 bulan SMRS.
11) Mode fungsi peran : ingin segera pulang, menjadi ibu RT dan segera punya
anak,12) mode interdependensi : klien siang hari tidak ditunggui, malam hari
ditunggui oleh suami setelah pulang kerja. Stimulus : sakit kronis.
Dx. Risiko gangguan pola nafas, risiko cidera, risiko hambatan religiositas.
NOC Pola nafas efektif, patient safety, kepuasan pasien.
NIC Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : kepatenan jalan nafas, self care,
positioning, penguatan ritual agama.
Aktivitas Aktivitas keperawatan :
keperawatan Berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit bila perlu. Monitor AGD setiap hari.
Lanjutkan tindakan plamaferesis sampai 5x. Pasang pembatas TT dan kunci roda
TT. Bantu pasien turun dari TT. Libatkan keluarga dalam membantu ambulasi
klien. Berikan obat-obatan sesuai terapi dokter : Mestinon 5 x 60 mg,
metilprednisolon 1 x 32 mg, dexametason 2 x 1 amp, OMZ 2 x 40 mg, KSR 3 x1
Identifikasi perhatian klien tentang ibadah agamanya.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 19 Oktober 2012 :
Rasa sesak nafas tidak ada, kedua tungkai masih berat digerakkan, tetapi mampu
pindah dari TT ke kursi roda atau sebaliknya. Sudah mampu minum tanpa keselek.
Klien berjanji akan meminta suami membawakan buku zikir dan buku agama,
dan akan mecoba shalat sesuai kemampuan klien.
Informasi Ny. A, 59 tahun. Masuk RSCM tanggal 13 Oktober 2012 dengan keluhan masuk 2
umum hari SMRS ketika klien menonton TV, tiba-tiba klien tidak bisa bicara disertai
kedutan di pipi kanan ± 2 menit, berulang 8-10 kali/menit. Mulut mencong (+),
sakit kepala (-), muntah (-), kesemutan (-), kejang (-), pandangan ganda (-), tidak
ada penurunan kesadaran. Sekitar 8 jam SMRS kedutan di pipi kanan dan sekitar
mulut ± 1 menit, mulut mencong ke kanan, gejala pre iktal (-), post iktal klien
bengong ± 1-2 menit, lalu sadar penuh kembali.
RKK : stroke iskemik tahun 2009, gejala sisa kelemahan sisi tubuh kanan. HT (+)
kontrol tidak teratur, DM (-), jantung (-).
Informasi Ny. S, 58 tahun, masuk RSCM tanggal 12 Oktober 2012 dengan keluhan 3 hari
umum SMRS, ketika sedang duduk mendadak kaki kanan klien bergerak-gerak sendiri,
saat itu klien sadar. Keluhan berulang 3-4 kali/hari, 2 jam SMRS saat klien sedang
tidur, klien ditemukan kejang kelonjotan seluruh tubuh, klien tidak sadar, mulut
terkunci (+), mulut berbusa (-), ngompol (-). Setelah kejang klien sadar dan
dibawa ke RSCM. Saat di IGD kejang berulang didahului kaki kanan lalu diikuti
oleh seluruh tubuh, lamanya kejang ± 15 menit, setelah itu klien kelihatan
bingung, kelemahan sisi kanan tubuh (+). Hiperglikemi ± 600 mg/dL.
RKK : hipertensi sejak 30 th yll, kateterisasi jantung tahun 2006 dan rutin minum
ascardia 1 x 80 mg. DM tidak diketahui.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 15 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=15, Derajat kekuatan otot :
stimulus ekstremitas atas 5555/5555, ekstremitas bawah 4444/5555, Stimulus : CT Scan
kepala (13/10/2012) : iskemik pada talamus kiri, kalsifisikasi pada lobus frontal
kanan dan parietal kiri. 2) Nutrisi : disfagia (-), kadar trigliserida 308 mg/dL,
kolesterol total=242 mg/dL, HDL=36 mg/dL, LDL = 155 mg/dL, , Eliminasi :
perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12
(ketergantungan ringan). Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 5555/5555,
ekstremitas bawah 4444/5555, kejang (-). Stimulus : iskemik jaringan otak, 5)
Proteksi : skala Norton : 16 (tidak ada berisiko dekubitus), stimulus : iskemik
jaringan otak. Penglihatan sedikit buram sejak 2 th yang lalu. 6) Sensasi, 7)
Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa, adaptif, 8) fungsi neurologi :
NIHSS= , MMSE=, Stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, 9) fungsi
endokrin : glukosa puasa 123 mg/dL, Gliko Hb (Hb A1c)=11,6% ,10) Mode
konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : perilaku
adaptif.
Dx. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, risiko ketidakstabilan glukosa darah
NOC Status neurologi , kadar glukosa darah.
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, manajemen hiperglikemia
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, omeprazole 1x40 mg,
berikan obat-obatan citicoline 2 x 500 mg, neurodex 2 x 1, asam folat 2 x 1,
repakate ER 1 x 500 mg, valsartan 1x8mg, domperidon 3x10 mg, simvastatin
1x20 mg, KSR 2x60 mg. Monitor glukosa darah tiap 8 jam, berikan insulin drip 8
ui/jam, berikan lantus 1x10 ui malam hari, anjurkan evaluasi Hb A1C tiap 2-3
bulan. Monitor gejala-gejala hipoglikemia, kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan diit diabetes, awasi hipoglikemia pada pasien tanpa diabetes yang
juga menderita gagal jantung. Evaluasi obat-obat yang dapat mempengaruhi
glukosa darah. Jelaskan untuk hanya makan makanan dari RS, jelaskan efek
hiperglikemia terhadap kejadian stroke klien.
23. Resume : asuhan keperawatan pada Contusio Cerebri susp fraktur basis
kranii susp TON OD.
Informasi Ny. S, 32 tahun. Masuk RSCM tanggal 20 Oktober 2012 dengan keluhan
umum penurunan kesadaran sejak 3 jamSMRS setelah kecelakan lalin. Klien naik taksi
duduk di jok belakang dan tertidur, taksi menabrak truk di depannya, mekanisme
kejadian tidak diketahui pasti. Klien dibawa ke RSCM dalam kondisi pingsan dan
baru sadar di RSCM. Perdarahan telinga (-), hidung (-), kelemahan anggota gerak
(-), riwayat alkohol (-), sakit kepala (+), mata kanan memar, muntah (-).
Klien pindah ke ruang neurologi tanggal 21 Oktober 2012.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 22 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=13 E3M6V4, Derajat kekuatan
stimulus otot : kesan tidak ada parese, TD 120/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 36,5oC,
Informasi Ny. N, 52 th. Masuk RSCM tanggal 21/10/2012. Dengan keluahan kelemahan sisi
umum tubuh kiri memberat sejak 1 hari SMRS. Sejak 7 hr SMRS, saat pasien bangun
dari tidur sisi sebelah tubuh mendadak berat digerakkan, kesemutan (+), pusing(-),
mual muntah (-), pandangan ganda (-), bicara pelo (+), mulut mencong (+), kejang
(-). Lalu berobat ke RSCM. Sesak nafas ± 12 jam SMRS. RKD : hipertensi (+),
minum amlodipin 10 mg/hari. Merokok (+) tapi sudah berhenti ± 5 tahun SMRS.
25. Resume : asuhan keperawatan pada EDH + susp fraktur basis kranii
Informasi Ny. H, 45 th. Masuk RSCM tanggal 21 Novemver 2012, dengan keluahan
umum penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 1 hari SMRS.
Ketika klien akan menyeberang jalan pasien tertabrak sepeda motor dari arah
depan. Pasien terjatuh dan kepala terbentur trotoar, muntah (+) 1 kali, pingsan (+),
perdarahan hidung (+), perdarahan telingan (+), kelemahan sesisi (-), bicara pelo (-
), mulut mencong (-), kejang (-). RKD : alkoholisme (-), HT (-).
Pindah ruang neurologi 22/10/2011.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 22 November 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5, Derajat kekuatan otot :
stimulus tidak ada parese, TD 110/80 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC, nafas 20
x/menit. Stimulus : CT Scan kepala tanpa kontras (21/10/2012) : epidural
hematom di reg pariaeta oksipital kanan disertai hematosinus etmoidalis kanan
sphenoidalis kanan, maksilaris kanan serta hemato mastoid kanan hematoma
subgaleoal di regio parietal kanan. edema serebral.
2) Nutrisi, Eliminasi : diit habis 3 sendok, Hb= 8,3 gr/dL, , rahang sakit bila
makan, mual (+), konyuntiva sub anemia, konyuntiva tidak ikterik. stimulasi :
intake tidak adekuat 4) Aktivitas dan istirahat : nilai barthel indeks = 11
(ketergantungan sedang). Derajat kekuatan otot ; tidak ada parese, luka memar dan
bengkak pada kaki kanan, klien terlihat gelisah, kepala sakit seperti dihimpit
beban berat terutama sebelah kanan, VAS = 8,; EDH, foto tibia fibula AP &
lateral : fraktur tibia komplit, Stimulus : CT Scan ; perdarahan otak, 5) Proteksi :
skala Norton : 15 (rentan terjadi dekubitus), luka memar dan bengkak pada kai
kanan, stimulasi : foto tibia fibula AP & lateral : fraktur tibia komplit , , 6)
Sensasi : perilaku : adaptif 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa :
perilaku adaptif, 8) Neurologi : GCS=E4M6V5, kekuatan otot : parese (-), sakit
kepala (+), mual (+), VAS=8, stimulus CT Scan kepala ; EDH (perdarahan ±30),
9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri : cemas karena sakit kepala
belum berkurang,11) Mode fungsi peran : peran sebagai ibu dan isteri terganggu,
klien ingin cepat pulang, 12) mode interdependensi : semua ADL saat ini dibantu
anak. Perilaku : adaptif.
Dx. Perubahan perfusi jaringan serebral, nyeri akut , hambatan mobilitas fisik, risiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
NOC Status neurologi, promosi jaringan serebral, mobilisasi, pain control, status
nutrisi.
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, manajemen nyeri,
positioning, manajemen nutrisi
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat :
citicholin 2x500mg IV, ketorolac 2x30 mg IV, extrace 1x400 mg IV, ranitidin
2x50 mg IV, ceftriaxone 2x1 gr IV. Ajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam,
ciptakan lingkungan rawatan yang nyaman, batasi pengunjung, berikan diit ML
1500 kalori. Berikan tranfusi darah PRC 750 cc. Cek DPL, protein. Jelaskan dan
libatkan keluarga dalam merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 2 November 2012 :
Perfusi jaringan serebral membaik, defisit neurologis(-), GCS:15, nyeri kepala (+)
VAS 5-6, sudah terpasang gips pada kaki kanan. Cek DPL post tranfusi, hasil
belum ada. Intake makanan belum adekuat, makan habis 1/3 porsi.
26. Resume : asuhan keperawatan pada Myastenia gravis +post tymektomi a.i
tumor mediastinum susp tymoma.
Informasi Nn I.D, 30 th. Klien masuk RSCM tanggal 30/9/2012, dilakukan operasi tanggal
umum 17/10/2012, pindah dari ICU ke ruang neurologi tanggal 29/10/2012 dengan
keluhan dada bekas insisi operasi terasa nyeri terutama bila batuk dan nafas terasa
agak sesak.
Sebelum operasi klien mengeluh 3 minggu SMRS, klien sulit menelan dan
tersedak saat makan dan minum, terutama siang hari dan sore hari. Pandangan
terasa berbayang dan suara mulai melemah bila siang dan sore serta membaik pagi
hari. Tidak ada keluhan sakit kepala, kejang, kelemahan sesisi badan, mual,
muntah, bicara pelo, bibir mencong. 1 mg SMRS klien sulit menelan, kedua
kelopak mata sulit diangkat bila siang hari, suara melemah dan terasa lemas. RKD
: asma sekitar 6 bulan SMRS.
Informasi Pasien Tn. MR usia 56 tahun, pekerjaan eks karyawan swasta, alamat di salemba
umum Jakpus, masuk RSCM tanggal 23 Mei 2012, dengan keluhan kelemahan sisi tubuh
kanan sejak 2 jam SMRS, saat pasien sedang berolahraga pasien tiba-tiba merasa
sisi tubuh kanannya lemas, tangan dan kaki kanan sulit diangkat. Mulut terlihat
mencong, bicara pelo, gangguan menelan (-), sakit kepala (-), munta (-), kejang (-
), lalu klien dibawa klien ke RSCM. Hasil CT Scan di IGD ditemukan ada
perdarahan di thalamus kiri.
RKD : Hipertensi sebelum stroke I tidak diketahui, setelah stroke I hipertensi (+)
jarang kontrol dan makan obat, DM (-), penyakit jantung (-), stroke perdarahan 1
kali, 3 tahun yang lalu, lokasi perdarahan di serebelum kanan dan dilakukan VP
shunt. RKK : Riwayat stroke keluarga disangkal, HT, DM, jantung.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 28 Mei 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5 disartria, Derajat
stimulus ସସସସ/ହହହହ
kekuatan otot : ସସସସ/ହହହହ, TD 150/80 mmHg, Nadi 84x/menit, suhu, 37oC, nafas
18 x/menit, Stimulus : CT Scan kepala (23/05/2012) : perdarahan pada talamus
kiri. 2) Nutrisi ; perilaku adaptif. 3) Eliminasi : perilaku adaptif.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 10/20 (ketergantungan sedang).
Sebagian ADL dibantu isteri, 5) Proteksi : skala Norton : 16 (tidak ada risiko
dekubitus), 6) Sensasi : perilaku adaptif 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan
asam basa : perilaku adaptif 8) fungsi neurologi : GCS=E4M6V5 disartria,
kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, sensasi taktil, suhu dan nyeri menurun
pada sisi tubuh sebelah kanan,fungsi saraf kranial parese N VII dekstra sentral,
NXII parese dekstra, NIHSS= 6 (stroke stroke sedang), stimulus : perdarahan di
talamus kiri, 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri : klien yakin
sembuh dan akan mengikuti pengobatan dan perawatan di RS sampai
diperbolehkan pulang,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi :
perilaku adaptif
Dx. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik,
risiko cidera
NOC Status neurologi, ambulasi, mobilisasi, self care, fungsi sensori, prosedur
perawatan
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, ambulasi
positioning,manajemen lingkungan, memfasilitasi edukasi.
Aktivitas 1) Mengkaji status neurologis, tanda vital dan GCS 4) mengkaji perubahan
keperawatan mental, 5) memonitor data laboratorium seperti AGD, elektrolit, glukosa darah 6),
7) menghindari stres psikologis yang dapat menyebabkan hipoxemia seperti
membatasi jumlah tamu, 8) memasang pembatas TT untuk mencegah jatuh, 10)
memberikan obat-obatan sesuai terapi : citicolin, 2 X 500 mg, amlodipin 2 x 40
mg, vitamin B6 2 x 1, B12 2 x 1, valsartan 1 x 160 mg, 11) minta keluarga
melaporkan bila terjadi serangan stroke baru seperti : gangguan menelan, bicara,
perubahan penglihatan, hemiparese, hemiplegie, dispasia, 12)
dengan sudut ≥ 45 derajat, pada hari ke-8-10 duduk tidak bersandar di TT, hari ke-
11-12, duduk berjuntai dan hari ke-13-14 dan selanjutnya latihan berjalan. 8)
meningkatkan melakukan ADL sesuai kemampuan klien, mulai duduk sendiri,
menyuap makanan, memegang gelas, berpakaian, dsb, 9)
3) memberikan stimulus terhadap rasa sentuhan, bandingkan sisi tubuh kanan dan
kiri, 4) melindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan, 7) mengkaji area tersebut dari gejala iritasi dan injuri, 8)
memberi kesempatan pasien untuk memegang berbagai objek yang berbeda berat,
tektur dan ukurannya.
Untuk meningkatkan pengetahuan dilakukan :
mendiskusikan dengan keluarga dan pasien tentang kebutuhan belajar, 7)
memastikan keluarga yang terlibat dalam proses pengajaran adalah yang dominan
merawat pasien di RS dan rumah, 8) menjelaskan materi : Stroke (definisi, jenis,
etiologi, faktor risiko, gejala, patofisiologi, pengobatan dan perawatan),
menjelaskan modifikasi gaya hidup untuk mencegah stroke berulang : Pengaturan
diit, Penurunan berat badan, Berhenti merokok, Aktivitas fisik, Berhenti minum
alkohol, menjelaskant tanda-tanda serangan stroke, 9) menjelaskan peran keluarga
dalam modifikasi gaya hidup untuk mencegah stroke berulang, dan gejala
Evaluasi : Tanggal 4 Juni 2012.
Perubahan perfusi serebral tidak terjadi, ditandai dengan tidak ditemukan
peningkatan defisit neurologis. Perubahan persepsi sensori belum banyak
perubahan. Gangguan sensasi belum teratasi. Kurang pengetahuan teratasi dengan
program edukasi setiap hari selama asuhan diberikan sampai pasien pulang.
Program edukasi berfokus pada modifikasi gaya hidup untuk pencegahan stroke
berulang
Informasi Nn. V, 19 tahun. Masuk RSCM tanggal 30/10/2012. Dengan keluhan 1 mgg
umum SMRS pasien demam turun naik, sering muntah. 1 hari SMRS saat pasien di
kamar mandi pasien tampak kejang seluruh tubuh didahului dengan menengok ke
satu sisi, kelumpuhan seluruh tubuh (+), tidak sadar (+) kejang selama ± 3 menit,
setelah kejang pasien bingung. Klien Down syndrom
RKD : demam hilang timbul sekitar 2 bulan.
RKK : HT, Tuberkulosis,
Masuk ruang neurologi tanggal 27/10/2012
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 29 November 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6Vafasia, Derajat kekuatan
stimulus otot : tidak ada parese, TD 110/80 mmHg, Nadi 80x/menit, suhu, 36oC, nafas 18
x/menit, Stimulus : Foto thorak (28/10/2012) : infiltrat di kedua lapang atas paru
dan perhiler kanan+ingestif TB Paru.
2) Nutrisi ; perilaku adaptif. 3) Eliminasi : perilaku adaptif.4) Aktivitas dan
istirahat : nilai bartel indeks = 15/20 (ketergantungan ringan ). Derajat kekuatan
otot ; tidak ada parese, Stimulus : dowm syndroma , 5) Proteksi : skala Norton :
13 (rentan terjadi dekubitus), leukosit=10,710 g/dL, LED= 45 dtk, suhu 37oC,
APTT pasien/kontrol=33,6/31,7 (1,059). stimulus : suspek infark hemisper kiri
dan proses koagulasi. Foto toraks : kardiomegali dan pneumonia, 6) Sensasi :
Informasi Tn. Alogo, 60 tahun. Masuk RSCM tanggal 15/09/2012. Dengan keluhan utama
umum penurunan kesadaran ± 5 jam SMRS. Saat itu klien didapati keluarga dalam
keadaan kejang dan tidak sadarkan diri di tempat tidur. Kemudian klien diberi
obat oleh dokter keluarga, kejang berhenti dan klien bisa bicara tetapipelo, mulut
mencong, kepala sakit. Beberapa saat setelah itu pasien kembali mengalami
penuruna kesadaran dan dibawa ke IGD RSCM.
RKD : HT (+), DM (-), jantung (-), stroke (+) tahun 2008 dirawat di RS Carolus,
tetapi setelah itu jarang kontrol. Gejala sisa hemiparese sinistra.
RKK : ayah klien meninggal karena stroke
Masuk ruang neurologi tanggal 17/09/2012
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 25 September 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan
stimulus otot kesan hemiparese dekstra, TD 180/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 39oC,
nafas 20 x/menit, Stimulus : CT Scan kepala (15/09/2012) : perdarahan
intraventrikel lateralis kanan kiri ventrikel III, IV dan basal ganglia kiri, thalamus
kiri dan parietal kanan dan kiri. Foto thorak (15/09/2012) : kesan TB paru
2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot
menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter,
urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0/20 (ketergantungan total).
Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.
Informasi Ny. T, 42 th. Masuk RSCM 14/11/2012 dengan keluhan 10 jam SMRS klien tiba-
umum tiba jatuh ketika jalan pagi hari dan kepala membentur pintu. Setelah itu klien
mengeluh sakit kepala kemudian tidak sadarkan diri. Sebelumnya klien mengeluh
sakit kepala (+), bicara pelo (-), kelemahan sesisi memberat, mulut mencong,
tersedak (-). 6 jam SMRS tangan kiri menjadi kaku dan kejang (?), berlangsung 2
menit, muntah (-), demam (-) pasien dibawa ke RSH Depok lalu dirujuk ke
RSCM. Di IGD pasien kejang pre iktal tangan kiri kaku, kaki kiri kaku, mata
mendelik ke kiri, keluar busa dari mulut, kaku seluruh tubuh, durasi ± 2 menit..
post iktal pasien mendengkur, kejang terjadi 2x, antara 2 kejang pasien tidak
sadar.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 14 November 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1)
perilaku dan Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan otot kesan hemiparese
stimulus dupleks, TD 180/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 39oC, nafas 20 x/menit,
Stimulus : CT Scan kepala (15/09/2012) : perdarahan intraventrikel lateralis kanan
kiri ventrikel III, IV dan basal ganglia kiri, thalamus kiri dan parietal kanan dan
kiri. Foto thorak (15/09/2012) : kesan TB paru
2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot
menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter,
urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0/20 (ketergantungan total).
Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.
Stimulus : perdarahan di otak , 5) Proteksi : skala Norton : 10 (risiko tinggi
dekubitus), suhu 39oC, diaferosis (+), APTT pasien/kontrol=31,0/37,7 (0,823).
Leukosit 17.800/ stimulus /µL. Stimulus : gangguan pusat regulasi suhu di
hipotalamus dan infeksi paru, 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit
& keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :
GCS=E3M5Vafasia, kekuatan otot kesan hemiparese sinistra, fungsi saraf kranial,
sensorik belum bisa dinilai, afasia global, , NIHSS= 21 (stroke berat) nilai
MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, , 9) fungsi
endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode
interdependensi : belum bisa dinilai.
Dx. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik,
risiko kekurangan volume cairan, risiko kerusakan integritas kulit. Interupsi proses
keluarga.
NOC Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, koping keluarga
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint
mobilisation, ambulasi,
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV),
keperawatan berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat
dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : perdipin
2 cc/jam IV, manitol 4x125 mg, amlodipin 1x10mg, captopril 3x50mg, laxadine
3x1C, clonidin 2x0,5 mg, paracetamol 3x500 mg. Berikan resusitasi cairan
isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8 jam., Monitor profil darah (DPL, AGD, PTT/APTT).
monitor TTV, saturasi oksigen, berikan kompres. Ubah posisi miring kiri kanan
dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak kelapa pada punggung,
bokong, dan daerah tonjolan tulang. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam
merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien. Lakukan dan ajarkan kelurga
ROM pasif. Hitung intake dan out put cairan, jelaskan pada keluarga tentang
kondisi klien, pengobatan dan perawatan serta peran keluarga dalam perawatan
pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 25 September 2012 :
Perfusi jaringan serebral belum efektif, defisit neurologis ber(+), GCS:E2M5V2,
demam tidak berkurang, TD 160/90 mmHg, slem (+), terpasang EKG monitor.
Hambatan mobilitas bertambah, klien belum mampu mobilisasi. Terjadi kerusakan
integritas kulit, dekubitus di daerah sakrum dan punggung. Keluarga mau
Informasi Ny. S, 45 tahun, ibu RT. Jakarta, masuk RSCM tanggal 30 Oktober 2012 dengan
umum keluhan 2 jam SMRS klien mengalami penurunan kesadaran. Klien tiba-tiba sulit
dibangunkan dan tidak dapat diajak bicara saat tidur, kelemahan pada sisi tubuh
kanan, bibir mencong ke kiri. Sebelumnya tidak ada keluhan sakit kepala, mual,
muntah, kejang, baal sesisi, pandangan kabur dan pandangan ganda.
RKD : tidak pernah menderita hipertensi, DM, jantung, stroke. Kosumsi
kontrasepsi oral selama ± 13 tahun. RKK : tidak ada keluarga sakit seperti klien.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 31 Oktober 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan
stimulus otot kesan hemiparese dekstra, TD 150/90 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC,
nafas 20 x/menit, Stimulus : -, CT Scan kepala (30/10/2012) : tidak terdapat
infark, perdarahan ataupun SOL intra kranial. Foto thorak (30/10/2012) :
pneumonia dan kardiomegali.
2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot
menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter,
urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 3/20 (ketergantungan total).
Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.
Stimulus : penurunan derajat kekuatan otot , 5) Proteksi : skala Norton : 10
(risiko tinggi dekubitus), suhu 36oC, APTT pasien/kontrol=35,4/32,6 (1,086).
Leukosit 14.540/ stimulus /µL. Stimulus : Foto toraks : penumonia +
kardiomegali, 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :
GCS=E3M5Vafasia, kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, fungsi saraf kranial,
sensorik belum bisa dinilai, kesan parese N VII sentral, NIHSS= 21 (stroke berat)
nilai MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, , 9)
fungsi endokrin : HBfadaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12)
mode interdependensi : belum bisa dinilai.
Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik,
risiko gangguan pertukaran gas kulit. Interupsi proses keluarga.
NOC Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, koping keluarga
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint
mobilisation, ambulasi,
Aktivitas Kaji status neurologi, berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi
keperawatan elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava
manuver, laxadine 3x1C,. Berikan resusitasi cairan isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8
jam, berikan terapi obat Citicoline 2x1000 mg IV, ascardia 1 x 80 mg, B6,B12
asam folat 2 x 1 tab, heparin 10.000 ui/24 jam, monitor profil darah (DPL, AGD,
PTT/APTT). monitor TTV, saturasi oksigen. Eksplorasi faktor risiko seperti
adanya gangguan jantung. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam,
berikan masase dengan minyak kelapa pada kulit . Lakukan dan ajarkan kelurga
ROM pasif. Lakukan chest fisioterapi, periksa AGD, berikan terapi obat
cefotaxime 3x 1 gr IV, Azitromycin 3 x 1 gr IV, Ondansentron 3 x 4 mg IV.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 6 November 2012 :
Perfusi jaringan serebral belum efektif, defisit neurologis (+), GCS:E3M6Vafasia,
TD 150/80 mmHg, belum ada peningkatan derajat motorik : hemiparese dekstra,
klien belum mampu mobilisasi. integritas kulit baik, Keluarga mau berpartisipasi
dalam membantu pemenuhan ADL dan ROM pasif klien.
Informasi Ny. Sri,S, 50 th, Ibu RT. Alamat Jakarta. Masuk RSCM tanggal 20 November
umum 2012 dengan keluhan anggota gerak kanan tiba-tiba mengalami kelemahan,
setelah jatuh di kamar mandi, dan saat dipapah kaki kanan tidak bisa menapak dan
kaki diseret ketika berjalan. Tidak ada keluhan muntah, sakit kepala dan
penurunan kesadaran. Klien susah diajak bicara dan hanya menangis bila ditanya.
Pengkajian Saat pengkajian tanggal 23 November 2012 :
perilaku dan Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5, Derajat kekuatan otot
stimulus kesan hemiparese dekstra, TD 170/90 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC, nafas
20 x/menit, AGD dalam batas normal, Stimulus : CT Scan kepala (23/11/2012) :
infark periventrikel bilateral, Foto thorak (23/11/2012) : pneumonia
2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot
menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter,
urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran.
.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 10/20 (ketergantungan sedang).
Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.
Stimulus : penurunan derajat kekuatan otot , 5) Proteksi : skala Norton : 15
(risiko tinggi dekubitus), suhu 36oC, APTT pasien/kontrol=31,1/33,1 (0,94). Foto
toraks : penumonia, 6) Sensasi : perilaku adaptif 7) Cairan, elektrolit &
keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :
GCS=E4M6V5, kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, fungsi saraf kranial,
kesan parese N VII sentral, NIHSS= 10 (stroke berat), stimulus : kurang suplai
oksigen ke otak, CT Scan kepala (23/11/2012) : infark periventrikel bilateral, 9)
fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : cemas dan tidak
menyangka terkena stroke11) Mode fungsi peran : ingin segera pulang untuk
mengurus anak-anak 12)mode interdependensi : -
Dx. Perubahan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik, , cemas.
NOC Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, prosedur keperawatan
NIC Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint
mobilisation, ambulasi, fasilitasi pengetahuan.
Aktivitas Kaji status neurologi setiap shift, berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit,
keperawatan berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya
valsava manuver, laxadine 3x1C,. Berikan resusitasi cairan isotonik Nacl 0,9%
500 ml/8 jam, berikan terapi obat Citicoline 2x1000 mg IV, ascardia 1 x 80 mg,
B6,B12 asam folat 2 x 1 tab, heparin 10.000 ui/24 jam, monitor profil darah (DPL,
AGD, PTT/APTT). monitor TTV, saturasi oksigen. Eksplorasi faktor risiko seperti
adanya gangguan jantung. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam,
berikan masase dengan minyak kelapa pada punggung, bokong, dan daerah
tonjolan tulang. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam merubah posisi, membantu
pemenuhan ADL pasien. Lakukan dan ajarkan kelurga ROM pasif. Hitung intake
dan out put cairan, jelaskan pada keluarga tentang kondisi klien, pengobatan dan
perawatan serta peran keluarga dalam perawatan pasien.
Evaluasi : Evaluasi tanggal 9 November 2012 :
Perfusi jaringan serebral mulai efektif, defisit neurologis (+), GCS:E3M6V5, TD
ସ ସସସ/ହହହହ
140/80 mmHg, belum ada peningkatan derajat motorik : ସସସସ/ହହହହ , klien sudah
mampu miring kiri kanan sendiri, duduk dengan berpegangan ke TT, duduk
berjuntai di TT. Keluarga mau berpartisipasi dalam membantu pemenuhan ADL.
Setelah terapi antikoagulan, rencana pasien akan dilakukan CT Scan ulang.
Identitas Diri
Nama : Fera Liza
Tempat / Tanggal Lahir : Sungai Puar / 2 Februari 1977
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Staf Perawat Rumah Sakit Stroke Nasional
(RSSN) Bukittinggi-Sumatera Barat
Alamat Rumah : Jl. Raya Bukittinggi- Medan KM 3, Lapau Konsi
Nagari Gadut Kecamatan Tilatang Kamang,
Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat
HP : 08126786199
Alamat Kantor : Jl. Jendral Sudirman Kota Bukittinggi
Sumatera Barat (0752) 21013
Alamat e-Mail : feraliza32@yahoo.com
Riwayat Pendidikan
1983 – 1989 : SDN 1 Kapalo Koto Sungai Puar, Kab. Agam
1989 – 1992 : SMP Negeri 1 Sungai Puar Kab. Agam-Sumbar
1992 – 1995 : SMA Negeri 2 Bukittinggi Sumbar
1995 – 1998 : AKPER Depkes RI Padang Sumbar
2000 – 2003 : Program Studi Ilmu Keperawatan-Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas (UNAND)
Padang- Sumbar
2010 – 2012 : Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2012 - 2013 : Program Pendidikan Spesialis Keperawatan
Medikal Bedah- Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Riwayat Pekerjaan