DINI SULISTYANTI
0806333801
DINI SULISTYANTI
0806333801
Puji syukur kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan karya ilmiah akhir ini dengan judul “Analisis Praktik Profesi
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan
Hipertiroid Pasca Tiroidektomi di Ruang Rawat Bedah Gedung A RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta” tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa banyak pihak yang turut membantu dan memberikan
bimbingan kepada saya dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperaw atan
Universitas Indonesia (FIK UI);
2. Ibu Riri Maria, M.ANP selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir
FIK UI;
3. Ibu Debbie Dahlia dan Bapak Adam selaku pembimbing akademik dalam
pembuatan Karya Ilmiah Akhir ini;
4. Ibu Ns. Hepi selaku pembimbing klinik dalam pembuatan Karya Il miah
Akhir di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta;
5. Orang tua dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan
serta doa bagi saya
6. Teman-teman angkatan 2008 yang senantiasa berjuang dan berg erak
bersama serta selalu saling memberikan dukungan serta teman baik sa ya
Yani, Maulia, Elsa, Dwi Janatun, Dwi Haryati.
7. Perawat di ruang rawat bedah gedung A lantai 4 zona A RSUPN C ipto
Mangunkusomo Jakarta, yang telah mendukung praktik profesi ;
8. Teman-teman satu bimbingan: Yuanita Fransisca, Rahayu Setiyawati,
Dhian Luluh, Dias Syeh T, yang sama-sama berjuang dalam penyusunan
Karya Ilmiah Akhir;
iv
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini ini masih terdapat
banyak kekurangan sehingga saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini.
Penulis
v
vii
viii
Hyperthyroidism is one of the health problems that often occur in urban areas.
One of the treatments of hyperthyroidism is a surgery that potentially ca use
symptoms of neck discomfort. This paper aimed to explain the basic concepts of
public health nursing in particular urban with hyperthyroid, to implement nur sing
care from assessment to evaluation in patients who had undergone thy roid
surgery, and analyze evidence-based practice that has been done. The result s of
evidence-based practice application of neck stretching exercises in patients who
had undergone thyroid surgery had effectively reduced postoperative neck
symptoms discomfort after thyroid surgery. Recommendation of this paper is that
nurses need to teach stretching exercises in patients with post thyroidectom y to
reduce neck discomfort symptoms
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
PERNYATAAN ORISINILITAS........................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH............................vi
ABSTRAK................................................................................................................vii
ABSTRACT.............................................................................................................viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian............................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ............................... 5
2.2 Hipertiroidisme.................................................................................. 6
2.2.1 Definisi ..................................................................................... 6
2.2.2 Klasifikasi................................................................................. 6
2.2.3 Etiologi ..................................................................................... 7
2.2.4 Patofisiologi ............................................................................. 8
2.2.5 Tiroidektomi............................................................................. 9
2.3 Rentang Gerak................................................................................... 11
2.3.1 Definisi ..................................................................................... 11
2.3.2 Tujuan....................................................................................... 11
2.3.3 Pengkajian ................................................................................ 11
2.3.4 Prinsip Dasar ............................................................................ 12
2.3.5 Latihan Rentang Gerak............................................................. 12
BAB 3 TINJAUAN KASUS .............................................................................. 14
3.1 Pengkajian Keperawatan ................................................................... 14
3.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................... 24
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ......................................................... 26
3.2 Implementasi dan Evaluasi................................................................ 34
BAB 4 ANALISIS KASUS ................................................................................ 44
4.1 Analisis Kasus Terkait KKMP .......................................................... 44
4.2 Analisis Kasus Kelolaan.................................................................... 45
4.3 Analisis Intervensi Based-evidence Practice................49
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah.....................................52
BAB 5 PENUTUP...............................................................................................54
5.1 Kesimpulan...................................................................54
5.2 Saran.............................................................................54
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................56
x
DAFTAR TABEL
xi
xii
1 Universitas Indonesia
Data dari RSCM menunjukkan dalam satu bulan kurang lebih terdapat 288 sampai
300 pasien kunjungan dengan penyakit tiroid, 16% pasien tiroid RSCM di
antaranya adalah lelaki, dan sisanya perempuan. Hal ini juga dikatakan
perempuan memiliki risiko lima sampai delapan kali lebih besar dibandingkan kan
-
pria (Namirazswara, 2010). Hal ini diperkuat Schimke (1992) yang menyata pat.
eksi
bahwa hipertiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingan laki lain
laki dan insidennya akan menuncak pada dekade usia ketiga serta keem
Keadaan ini dapat timbul setelah terjadinya syok emosional, stres atau inf
tetapi makna hubungan ini yang tepat belum dipahami. Penyebab
hipertiroidisme yang sering dijumpai adalah tiroiditis dan penggunaan hormon
tiroid yang berlebihan (Smeltzer, et al, 2001). Bertambahnya jumlah peny akit
tiroid ini dapat dihubungkan dengan sosial ekonomi yang rendah, pendidi kan
kurang yang biasanya dihubungkan dengan masyarakat urban.
Perubahan dalam produksi hormon tiroid dapat menyebabkan efek ikan merug
kantinda
bagi pasien. Salah satu jenis pengobatan hipertiroidisme ialah dengan dah ada but. baik
wat.
pembedahan. Pengangkatan kelenjar tiroid (tiroidektomi) adalah prosedur be
yang relatif umum dilakukan. Namun, seperti halnya prosedur operasi,
kemungkinan komplikasi serius yang mungkin dialami oleh pasien terse
Memberikan asuhan keperawatan yang optimal untuk pasien pasca operasi
dari segi medis, psiko, sosio dan spiritual adalah salah satu tugas seorang pera
Universitas Indonesia
setelah operasi dan bahkan dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari pasien.
Kecemasan, depresi, dan tekanan emosional yang kadang-kadang hadir pada
pasien sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Universitas Indonesia
1.2.2 Tujuan Khusus
Beberapa tujuan khusus dari penulisan ini yaitu :
1. Menjelaskan konsep dasar keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
khususnya penyakit hipertiroid.
2. Menjelaskan hasil asuhan keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi
pada pasien dengan hipertiroid pasca tyroidektomi.
3. Menguraikan tentang salah satu intervensi keperawatan berdasarkan
evidence base yang ada
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5 Universitas Indonesia
obatan, latihan, dan diet (Eigsti, McGuire, & Stone, 2002). Sebuah studi yang
dilakukan oleh Cubbin, LeClere, dan Smith (2000) menyatakan bahwa status
sosial ekonomi adalah faktor dari kondisi sakit, kematian, dan outcome kesehatan
lain.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi masalah kesehatan di daerah perkotaan
ialah lingkungan. Kesehatan lingkungan adalah inti dari kesehatan masyarakat.
WHO (2008) mendefiniskan kesehatan lingkungan meliputi faktor fisik,mia,
ki
kan ruhi aitu
dan biologi di luar manusia serta memeengaruhi perilaku manusia, menekan
gal,
analisis dan kontrol faktor-faktor lingkungan yang berpotensi memenga
kesehatan (Achmadi, 2010). Kesehatan lingkungan meliputi delapan area y
gaya hidup, risiko kerja, kualitas udara, kualitas air, rumah tempat ting
kualitas makanan, kontrol sampah, dan risiko radiasi (McEwen & Nies, 2007).
.
2.2 Hipertiroidisme
2.2.1 Definisi
Hipertiroidisme adalah sekresi hormon tiroid yang
berlebihan ang
y
dimanifestasikan melalui peningkatan kecepatan metabolisme. (Suzanne C.
ang E.
Smeltzer,2001). Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolik ygan-
merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan. (Marilynn,han. ang
2.2.2 Klasifikasi
Thamrin (2007) mengklasifikasikan hipertiroidisme menjadi empat bagian:
a. Goiter Toksik Difusa (Grave’s Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan
tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi
kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus. Grave’s
disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat
Universitas Indonesia
timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor
keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem
kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu
sendiri.
b. Penyakit Tiroid Nodular (Nodular Thyroid Disease)
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak
disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi
umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia.
c. Subakut Tiroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi,dan
mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam da rah. lagi
2.2.3 Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu
akit peny
mon oid,
tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan horroid roid fisis
kan
yang berlebihan. Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tir
hipofisis, atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar ti
akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif hormon ti
terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipo
memberikan gambaran kadar hormon tiroid dan TSH yang finggi. TRF a
Tendah karena uinpan balik negatif dari hormon tiroid dan TSH. Hipertiroidisme
akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan hormon tiroid yang finggi
disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Universitas Indonesia
2.2.4 Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada
kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga
kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan
sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat
beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15
kali lebih besar daripada normal.
Universitas Indonesia
2.2.5 Tiroidektomi
2.2.5.1 Klasifikasi Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal atau total merupakan tindakan yang dapat dilaksanakan
sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme atau
hiperparatiroidisme. Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebagian kelenjar
tiroid. Lobus kiri atau kanan yang mengalami pembesaran diangkat dan
diharapkan kelenjar yang masih tersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh
akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hor
mon
(Rumahorbo,1999). Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar oid.
tir ang
sia,
Klien yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormon pengganti y
besar dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh u
pekerjaan, dan aktifitas (Rumahorbo,1999).
Menurut George dan Rowe (1998), Proses pembedahan pada tiroid tergantung
pada patologi yang mendasari, intervensi bedah akan melibatkan salah dari
satu
l roid omy atan
lima pendekatan yang berbeda. Ini termasuk: (a) lobektomi tiroidomiparsia
(pengangkatan bagian atas atau bawah dari satu lobus), (b) lobektomi ti
(pengangkatan satu seluruh lobus), (c) lobektomi tiroid dengan isthmusect
(pengangkatan satu lobus dan isthmus), (d) tiroidektomi subtotal (pengangk
satu lobus, isthmus, dan mayoritas dari lobus berlawanan), dan (e) tiroidekt
total (pengangkatan seluruh kelenjar).
Universitas Indonesia
10
b. Infeksi.
Infeksi pascaoperasi adalah risiko semua jenis operasi. Adanya cairan
angy
kan. eksi dan
keluar dan bau yang timbul dari luka operasi harus dinilai dan dilapor
asi.
Pemantauan suhu dan jumlah darah lengkap untuk tanda-tanda inf
adalah fungsi keperawatan yang penting. Pemberian terapi antibiotik
perawatan luka secara teliti, dapat mengurangi insiden infeksi pasca-oper
c. Defisit Paratiroid.
Hal ini dikarenakan kelenjar paratiroid berada di kedua sisi kelenjar
oid, tir
hipoparatiroidisme merupakan komplikasi yang mungkin terjadi ibat i 72akdah ada adar
rim,
tiroidektomi. Gejala-gejala hipoparatiroidisme biasanya terjadi 24 sampa
jam setelah operasi. Pasien akan menunjukkan tingkat kalsium serum ren
(hypocalcemia), dan mungkin mengeluh mati rasa dan kesemutan p
tangan, kaki, dan bibir. Intervensi ditujukan untuk memulihkan k
kalsium normal untuk mencegah terjadinya kejang dan stridor laring (P
De Diego, Hardisson, Madero, & Gavilan, 2001).
Kadar kalsium serum harus diukur setiap hari jika pasien bergejala. Perawat
harus menilai untuk mati rasa atau kesemutan di sekitar bibir atau tangan.
Trousseau dan Chvostek tanda menunjukkan hipokalsemia dan potensi
tetani. Tanda Trousseau positif kejang karpal yang disebabkan oleh oklusi
Universitas Indonesia
11
arteri lengan dengan manset tekanan darah. Tanda Chvostek yang positif
dtimbulkan dengan menekan saraf wajah dan mengamati kesemutan pada
daerah wajah khususnya dibawah pelipis. Gejala hipokalsemia diperlakukan
dengan penggantian kalsium, seperti 10% larutan kalsium glukonat
intravena (Clement, 1998; LeMone & Burke, 2000).
2.3.2 Tujuan
Latihan rentang gerak ini memiliki beberapa tujuan, antara lain :
1. Latihan rentang gerak dapat mempertahankan atau meningkatkan keku atan
dan kelenturan otot
2. Mempertahankan fungsi kardiorespiratori
3. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada persendian
2.3.3 Pengkajian
Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan
mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang:
a. Tinjau catatan pasien untuk memeriksa pengkajian keperawatan pada saat
klien masuk, program dokter, diagnosis medis, pemeriksaan fisik dan
kemajuan dokter guna menentukan batasan mobilitas sendi.
b. Pertimbangkan kemampuan pasien untuk melakukan rentang gerak aktif
dan pasif/ keterbatasan gerak.
c. Kaji latihan rentang gerakan persendian saat ini sebagai data dasar.
d. Kaji adanya kekakuan sendi dan gerakan yang tidak sama.
Universitas Indonesia
e. Catat setiap adanya masalah pada sendi (keadaan sendi yang akan dilatih)
yang dapat menghambat pergerakan sendi, seperti:
- Pembengkakan
- Nyeri
- kemerahan
f. Kemampuan keluarga atau pemberi perawatan primer, kesediannya,
motivasinya untuk membantu pasien melakukan latihan fisik yang tidak
mampu dilakukannya secara mandiri.
Universitas Indonesia
c) Putar perlahan leher kanan-kiri (leher menghadap ke samping)
d) Tengadahkan leher ke samping kanan kiri sejauh mungkin ke arah
bahu
b. Gerakan Bahu
a) Angkat tangan dari posisi samping mengarah ke atas kepala
b) Kembalikan tangan ke samping tubuh
c) Gerakkan tangan di belakang tubuh
d) Angkat tangan ke arah samping dan menjauhi tubuh
e) Tarik tangan ke arah mendekati tubuh
f) Dengan siku ditekuk, putar bahu dengan menggerakkan tangan ke
dalam dan ke arah luar bagian belakang tubuh
g) Dengan siku ditekuk, gerakkan tangan sampai ke arah luar dan
samping kepala
h) Gerakkan tangan dalam melingkar penuh
Universitas Indonesia
BAB III
TINJAUAN KASUS
b. Keluhan Utama
Pasien merasa ada benjolan di leher bagian depan sejak 15 tahun yang lalu
e. Aktivitas/Istirahat
a) Gejala (Subjektif)
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga. Keterbatasan karena penyakit : Pasien
merasa tidak bebas dalam menggerakkan lehernya karena terdapat
14 Universitas Indonesia
benjolan sebesar kepalan tangan pasien. Tidur : 5-6 jam. Tidur siang :
Tidak pernah tidur siang. Kebiasan tidur : tidak ada. Insomnia : tidak
ada. Rasa segar saat bangun : jarang dirasakan
b) Tanda (Objektif)
Status mental : compus mentis. Postur tubuh : Agak bungkuk. Rentang
gerak :bebas tas terbatas pada ekstremitas, namun terbatas pada bagian
leher dan merasa ada yang mengganjal karena terdapat benjolan.
Deformitas : tidak ada. Tremor : tidak ada
Kekuatan otot 4 4 4 4 | 4 4 4 4, massa atau tonus otot : Baik
4444|4444
f. Sirkulasi
a) Gejala (Subjektif)
Riwayat penyakit hipertensi : tidak ada, kelainan jantung :
kardiomegali ringan. Diabetes Mellitus : tidak ada. Edema pada ka ki :
tidak ada. Flebitis : tidak ada. Penyembuhan luka lambat : tidak ada.
Ekstremitas : kesemutan : tidak ada, kebas : tidak ada, batuk : ada.
Perubahan frekuensi atau jumlah urin : tidak ada.
b) Tanda (Objektif)
Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi : 80x/menit. Palpasi Nadi :
Karotis : ada, temporal : ada, jugularis : ada, radialis : ada, femoralis :
ada, popliteal : ada, postibial : ada, dorsalis pedis : ada. Palpasi Jantung
: getaran : ada, dorongan : tidak ada, bunyi Jantung : 80x/menit, kua
dan teratur, S1 : ada, S2 : ada, murmur/gallop : tidak ada. Bunyi n t
: vesikuler, wheezing : tidak ada, ronchi : tidak ada, distensi vafas
ena
o
jugularis : tidak ada. Ekstremitas : suhu : 36,7 C. tidak terlihat pucat.
Capillary Refill time : < 2detik. Homan‟s signs : tidak ada, varises :
tidak ada. Abnormalitas kuku : tidak ada, penyebaran rambut merata,
membran mukosa : lembab, warna bibir : pink, agak pucat. Punggung
kuku : pink, konjungtiva : tidak anemis, sklera : tidak ikterik
Universitas Indonesia
g. Integritas Ego
a) Gejala (Subjektif)
Faktor Stres : penyakitnya dan konflik peran dalam merawat suaminya
yang terbaring sakit dirumah yang sudah total care. Cara menangani
stress : difikirkan dan berdoa. Masalah-masalah finansial : pasien
memperoleh biaya pengobatan dan pengobatan dari Kartu Jakarta
Sehat. Agama : Islam. Kegiatan keagamaan : sholat dan berdoa.
Perubahan pada gaya hidup : pasien terlihat lebih murung dan ce mas
selama proses hospitalisasi. Perasaan ketidakberdayaan : tidak ada,
keputusasaan : tidak ada.
b) Tanda (Objektif)
Status emosional : pasien terlihat cemas. Respon fisiologis y ang
terobservasi : pasien terlihat lebih murung dan pendiam
h. Eliminasi
a) Gejala (subjektif)
Pola BAB : 1x/hari. Penggunaan laksatif : tidak ada, karakteristikeses
f
: lunak, kuning kecoklatan. Riwayat perdarahan : tidak ada, hemoroid :
2-3
tidak ada. Konstipasi : tidak ada. Diare : tidak ada, Pola BAKang, : ung
x/hari. Karakteristik urin : kuning muda. Kateter urin : tidak terpas
nyeri saat BAK : tidak ada. Riwayat penyakit ginjal atau kand
kemih : tidak ada. Penggunaan diuretic : tidak ada.
b) Tanda (objektif)
Nyeri tekan : tidak ada. Abdomen : rata, tidak ada lesi. Hemoro id :
tidak ada. Bising usus : 4 x/menit
i. Makanan/cairan
a) Gejala (Subjektif)
Diit : biasa, tipe : nasi, sayur, dan lauk. Jumlah makanan perhari :2-3
kali. Makan terakhir : tanggal 20 Mei 2013 pukul 10.00 WIB.
Universitas Indonesia
b) Tanda (Objektif)
Berat badan : 41 Kg, Tinggi Badan : 150 cm. Bentuk Tubuh : Tegap.
Turgor kulit : agak kering. Membran mukosa : lembab. Edema : tidak
ada. Pembesaran Tiroid : ada, pada leher sebelah kanan sebesar
kepalan tangan pasien. Halitosis : Tidak ada. Kondisi gigi : normal.
Bising usus : 4x/menit
j. Higiene
a) Gejala (Subjektif)
Aktivitas sehari-hari : mengurus suami yang sedang sakit diru mah
karena sudah total care. Mobilitas : bebas bergerak, terbatas p ada
bagian leher.
b) Tanda (Objektif)
Penampilan umum : baik, agak cemas. Cara berpakaian : rapi. Bau
badan : tidak ada, kondisi kulit kepala : kutu : tidak ada, ketom be :
tidak ada, berminyak : ya.
k. Neurosensori
a) Gejala (Subjektif)
Rasa ingin pingsan/pusing : tidak ada, pusing jarang terasa. Sakit
kepala : tidak ada, kesemutan : tidak ada. Stroke : tidak ada. Kejang : ada
tidak ada. Mata : penglihatan kabur : tidak terasa. Telinga : tidak
pengeluaran cairan. Epistaksis : tidak ada.
b) Tanda (Objektif)
Status mental : orientasi waktu, tempat, dan orang : baik, masih d apat
mengingat dengan benar. Kesadaran : compus menitis, dan kooper atif.
Halusinasi : tidak ada. Memori jangka pendek dan panjang : masih
dapat mengingat dengan baik. Kacamata : tidak memakai. Kontak
lensa : tidak memakai. Alat bantu dengar : tidak ada. Genggaman
tangan : kuat. Postur : tegak. Paralisis : tidak ada.
Universitas Indonesia
l. Nyeri
Sebelum operasi, benjolan tidak terasa nyeri
Setelah Operasi :
a) Gejala (Subjektif)
Lokasi : leher klien, luka operasi. Intensitas : sedang, VAS/Skala nyeri
: 2. Frekuensi : 3-4 x/hari. Kualitas : Nyeri tekan. Durasi : ±1 menit.
Penjalaran : tidak ada. Faktor pencetus : Saat sedang menelan. Cara
menghilangkan nyeri : Obat dan istirahat.
b) Tanda (Objektif)
Pasien terlihat mengerutkan muka, menjaga area yang sakit, dan
penyempitan fokus terhadap rasa nyeri yang dirasakannya.
m. Pernafasan
a) Gejala (Subjektif)
Dispnea yang berhubungan dengan batuk/sputum : tidak ada. Riw ayat
penyakit : asma : tidak ada, bronchitis : tidak ada. Emfisema :dak
ti kal.
ada. Pneumonia : tidak ada. TB : tidak ada. Perokok : disang
Penggunaan alat bantu nafas : tidak ada
b) Tanda (Objektif)
Pernafasan : 17 x/menit. Pengembangan paru : simetris. Nafas cu ping
yi
hidung : tidak ada. Penggunaan otot-otot bantu nafas : tidak ada. Bun
Nafas : vesikuler. Sianosis : tidak ada. Fungsi mental : baik
n. Keamanan
a) Gejala (Subjektif)
Alergi/sensitivitas : tidak ada. Perubahan reaksi imun sebelumn ya :
tidak ada. Riwayat penyakit hubungan seksual : tidak ada. Transfusi
darah : tidak pernah. Riwayat cedera/kecelakaan : tidak pernah. Fraktur
/ dislokasi : tidak ada. Arthritis/sendi tidak stabil : tidak stabil. Masalah
punggung : tidak ada. Perubahan pada tahi lalat : tidak ada. Kerusakan
penglihatan/pendengaran : tidak ada. Ambulatory : tidak ada.
Universitas Indonesia
b) Tanda (Objektif)
o
Suhu : 36.7 C. integritas kulit : baik. Tonus otot : baik, tidak atrofi.
Cara berjalan : normal. ROM : bebas terbatas pada bagian leher.
Parastesia/paralisis : tidak ada
o. Seksualitas
a) Gejala (Subjektif)
Aktif melakukan hubungan seksual : tidak dikaji. Penggunaan kon dom
: tidak pernah. Masalah seksual : tidak dikaji. Perubahan terakh ir :
tidak dikaji
b) Tanda (Objektif)
Usia menarche : 12 tahun. Lamanya siklus : 6 hari, sudah menopa use
sejak usia 48 tahun. Melakukan pemeriksaan payudara sendiri : ti dak
pernah. Pap smear : tidak pernah
p. Interaksi Sosial
a) Gejala (Subjektif)
Status perkawinan : menikah. Lama : 30 tahun. Hidup dengan su ami.
Masalah/stress : penyakitnya dan suaminya yang sedang sakit danaltotnek. dan
ada,
care dirumah. Peran dalam struktur keluarga : istri, ibu, dan ne
Masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit : financial
waktu pengobatan. Penggunaan alat bantu komunikasi : tidak
laringektomi : tidak ada.
b) Tanda (Objektif)
Bicara : normal. Alat bantu bicara : tidak ada. Komuni kasi
verbal/nonverbal dengan keluarga : ada. Pola interaksi keluarga : ba ik.
q. Penyuluhan/ pembelajaran
Bahasa dominan : bahasa Indonesia. Melek huruf : ya. Tingkat pendidikan
: SD. Ketidakmampuan belajar khusus : tidak ada. Keterbatasan kognitif :
tidak ada. Keyakinan kesehatan yang dilakukan : tidak ada. Diagnosa
medis saat masuk RS : SMNT bilateral suspek ganas T3N0M0. Alasan
Universitas Indonesia
20
r. Hasil Labolatorium :
Kimia Klinik
16 <27
- SGOT
9 <34
- SGPT
21 <50
- Ur
0.7 0.6-1.2
- Cr
81 <140
- GDS
Elektrolit
141 132 – 147
- Na
3.56 3,3 - 5,4
- K
102,5 94 – 111
- Cl
Hormon Tiroid
0.770 ↓ 0.930 - 1.7
- T4 Bebas
0.940 0.270 – 4.20
- TSH sensitif
Universitas Indonesia
21
Tabel 3.2 Labolatorium tanggal 22 Mei 2013 (24 jam Post operasi)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi Rutin
- Hemoglobin 10.5 ↓ d/dL 12 – 15
- Hematokrit 31.8 ↓ % 36 – 46
- Eritrosit 3. 59↓ 10^6/µL 3,8 – 4,8
- MCV/VER 88.2 fL 80 – 95
- MCH/HER 29.2 pg 27 – 31
- MCHC/KHER 33.0 g/dL 32 – 36
- Jumlah Leukosit 9.16 10^3/µL 5 – 10
- Jumlah Trombosit 210 10^3/µL 150 – 400
an
Tabel 3.3 Laboratorium tanggal 24 Mei 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujuk
Hematologi Rutin
- Hemoglobin 10.6 ↓ d/dL 12 – 15
- Hematokrit 32.0 ↓ % 36 – 46
- Eritrosit 3.61 ↓ 10^6/µL 3,8 – 4,8
- MCV/VER 88 fL 80 – 95
- MCH/HER 29.4 pg 27 – 31
- MCHC/KHER 33.1 g/dL 32 – 36
- Jumlah Leukosit 8.96 10^3/µL 5 – 10
- Jumlah Trombosit 212 10^3/µL 150 – 400
Ca 7.6 8.8-10.2
Universitas Indonesia
s. Pemeriksaan Fisik Fokus
Dextra :
Inspeksi : tampak benjolan sebesar
kepalan tangan pasien, warna kulit
sewarna dengan sekitarnya
Palpasi : teraba benjolan yang
bergerak keatas saat menelan, ukuran
10x8x4 cm, konsistensi : padat, te pi
rata, permukaan bernodul, batas
tegas, dapat digerakkan, nyeri tek an
tidak ada
Sinistra :
Inspeksi : Tampak benjolan seukuran telur ayam, warna kulit sewar na
dengan sekitarnya
Palpasi : teraba benjolan padat, permukaan bernodul, tepi rata, bata s
tegas, ukuran 5x4x2 cm, dapat digerakan, tidak ada nyeri tekan
t. Pemeriksaan mikroskopis
a. Thyroid Scan ( 22/01/2013)
Struma multi nodosa dengan cold nodule multiple, thyrois uptake tal
to dalam batas normal
b. Rontgen Thorax PA (25/03/2013)
Proses lama paru kanan, kardiomegali ringan, massa region colli nan
ka dengan penyempitan trakea (struma)
c. USG abdomen ( 20/03/2013)
Kista simple ginjal kanan, tak tampak kelainan pada organ abdomen
atas lainnya yang tervisualisasi
d. USG Thyroid (20/03/2013)
Nodul padat multiple dengan degenerasi kistik dan septasi pada
kedua lobus thyroid lebih prominen dilobus kanan yang mendesak
trakea ke kiri
Universitas Indonesia
e. Laporan Pembedahan (21/05/2013)
-Tanggal : 21 Mei 2013
-Diagnosis Prabedah : SMNT bilateral Suspek Ganas T3N0M0
-Diagnosis Pascabedah: SMNT bilateral Suspek Ganas T3N0M0
-Tindakan Pembedahan : Total Tyroidectomy
-Jenis Pembedahan : Bersih
-Jenis Anestesi : General Anestesi
-Operasi ke 1
-Profilaksis : Ya
-Jenis Antibiotik : Cefazolin 2 gr
-Laporan Pembedahan :
Tampak massa tiroid bernodul-nodul, sebagian kistik, seba gian
padat, tak tampak jaringan sehat, diputuskan total tyroidectomy. A.V
roid njar ong al dat, kan
tyroidea superior bilateral dipotong dan diligasi. Pool atas ty uka
dibebaskan. Identifikasi laryngeus recurrent bilateral, kele
parathyroid lalu dipreservasi. A.V tyroidea inferior bilateral dipot
dan diligasi. Tyroid dibebaskan dari bed tyroid, dilakukan tot
tyroidectomy. Ketika dibelah, tyroid dengan konsistensi kistik, pa
dan keras. Dilakukan control perdarahan. Luka operasi dibersih
dengan kassa lembab steril. Dipasang drain vacuum 2 buah. L
operasi dijahit lapis demi lapis. Operasi selesai.
-Instruksi Post-operasi :
1. Awasi tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, perdarahan,
edema/hematom region leher, gangguan atau sumbatan jalan naf as,
gejala dan tanda hipocalsemia
2. IVFD RL:D5 : 1000:500/24 jam
3. Diet bertahap setelah sadar
4. Cefazolin 2x1 gr (IV), Ketorolac 3x30mg (IV), Ranitidin 2x50mg
(IV).
5. Periksa DPL, elektrolit pasca operasi
6. Periksa lab : calcium darah, albumin 24 jam post-operasi
7. Ukur drain/12 jam
Universitas Indonesia
Tabel 3.4 Daftar Obat Post operasi
N Obat Dosis Waktu Tujuan
o1 Cefazolin 2 x 1gr IV 04, 16 Antibiotik, untuk
mengurangi
2 Ketorolac 3 x30 ml IV 02, 10, 18 insidensi
Untuk infeksi luka
mengurangi pasca
nyeri
3 Ranitidin 2x50 mg IV 04, 16 Untuk mengurangi mual
4 Ondan 1x1 tablet PO 07 Untuk mengurangi mual
5 CDR 1x1 tablet PO 19 Memenuhi kebutuhan
calcium tulang
2. Post-operasi
DO : Resiko ketidakseimbanga
- Pasien terlihat lemah namun sudah dapat nutrisi: kurang dari kebutun
duduk (22/Mei/2013, Post-operasi)
- Pasien sudah makan setengah porsi pagi ini
h
- TTV :
a
TD : 100/70 mmHg N: 80x/menit
n
RR : 16 x/menit Suhu : afebris
- Hasil cek darah setelah operasi belum
ada, masih menunggu 24 jam setelah
operasi
- BB : 41 kg, TB : 150 cm, IMT : 18
- Pasien mendapat terapi ranitidine 2x50
mg (IV), dan ondansentron 1x/hr
DS :
4. DO :
- Klien terpasang drain, produksi ada, hemoragic Resiko Infeksi
- Terdapat luka operasi dileher klien, luka (22/Mei/2013, post-operasi)
horizontal dan tertutup kassa
- Hasil leukosit, belum ada masih menunggu
pemeriksaan lab darah 24 jam setelah post-
operasi
- TTV :
TD : 100/70 mmHg RR : 16x/menit
N : 80 x/menit suhu : Afebris
- Tidak terlihat kemerahan atau flebitis disekitar
luka operasi
DS :
- klien mengatakan luka operasi terkadang masih
terasa sakit.
- Pasien mengatakan luka operasi tidak terasa
gatal ataupun panas
5. DO :
- Suara klien masih serak dan terlihat sulit Ganggguan komunikasi ve
rbal
berkomunikasi (22/Mei/2013)
- Klien pasca operasi total tyroidectomy
- Klien masih terpasang drain, produksi ada,
hemoragic
- Terkadang klien menggunakan bahasa
non- verbal
DS :
- Klien mengatakan suaranya masih serak
dan susah untuk berbicara
Universitas Indonesia
Diagnosa Keperawatan yang muncul:
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai kejadian
praoperasi dan pascaoperasi
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual dan muntah
3. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah terhadap jaringan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi operasi adanya luka di area
leher
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara ata u
kerusakan saraf laring
Universitas Indonesia
Rasional : Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan membantu
mengurangi ansietas.
3. Edukasi pasien dan mendemonstrasikan tentang bagaimana menyokong
leher untuk menghindari tegangan pada insisi bila turun dari tempat tidur
atau batuk. Instruksikan pasien untuk menempatkan kedua tangan di
leher untuk menyokong leher.
Rasional : Praktik aktivitas-aktivitas pascaoperasi membantu menjamin
penurunan program pascaoperasi terkomplikasi
Kolaborasi:
4. Beri obat-obatan anti-tiroid bila perlu dan evaluasi keefektifannya.
Rasional : tindakan-tindakan ini membantu menurunkan resiko hemo ragi
pasca operasi.
Discharge planning :
5. Beri informasi tentang obat pengganti hormon tiroid yang diresepkan.
Ingatkan pasien bahwa obat akan digunakan untuk sepanjang hidup.
Menekankan bahwa sumber hormon tiroid diangkat pada tiroidektom i
dan bahwa hormone tiroid adalah esensial untuk hidup. Mendengarkan n ala
pasien mengekspresikan perasaannya tentang penggunaan obat-obata
seumur hidup. Menginstruksikan pasien untuk melaporkan gejala-gej
hipotiroidisme.
Rasional : pemahaman hubungan antara kondisi dan terapi membantu
mengembangkan kepatuhan pasien.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual dan muntah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
pasien akan:
- Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang diberikan
Universitas Indonesia
- Berat badan berada pada rentang normal untuk tinggi dan usia
pasien
- Mengonsumsi nutrisi secara adekuat.
- Terbebas dari tanda-tanda malnutrisi
Rencana Intervensi :
Mandiri
1. Mengidentifikasi status nutrisi pasien dengan menghitung Indek Masa
Tubuh (IMT).
Rasional: IMT adalah salah satu indikator untuk menentukan st atus
nutrisi pasien. IMT < 18 mengindikasikan status nutrisi kurang.
2. Mengidentifikasi kondisi/gejala yang dialami pasien y ang
berkontribusi terhadap penurunan asupan nutrisi, misalnya rasa m ual,
muntah, nyeri abdomen, atau rasa „begah‟ di perut.
Rasional: untuk menentukan tindakan yang sesuai dengan etiologi.
3. Memberikan makanan yang tidak terlalu padat dan kaya a kan
kandungan protein, menyajikan dalam bentuk menarik dengan inte rval
waktu tertentu.
Rasional: makanan yang tidak terlalu padat dan kaya akan kandun gan
protein dapat diterima pasien sebagai makanan harian.
4. Memotivasi pasien untuk menghabiskan makanannya dan menjelas kan
pentingnya asupan yang cukup selama sakit
Rasional : Pengertian tentang pentingnya asupan nutrisi yang cu kup
dapat membantu pasien kooperatif dalam proses perawatan
Kolaborasi :
5. Memberikan pengobatan antiemetic sebelum makan sesuai resep
Rasional: adanya mual dapat menurunkan nafsu makan.
6. Memberikan suplemen vitamin, misalnya A,D,E,K
Rasional: untuk memperbaiki kondisi malnutrisi
Discharge planning :
7. Pertahankan diet tinggi kalsium dan tinggi protein
Rasional : pengangkatan tiroid akan berpengaruh pada kalsium tubuh
sehingga diperlukan asupan kalsium yang memadai. Diet tinggi protein
Universitas Indonesia
dimaksudkan untuk mempercepat proses penutupan dan perlekatan
luka operasi
8. Beritahukan dokter bila ada keluhan-keluhan kebas, kesemutan pada
bibir, jari-jari, kedutan pada otot, atau kadar kalsium dibawah rentang
normal. Periksa terhadap tanda Chvostek‟s positif (kedutan wajah
terlihat tepat dibawah pelipis), dan tanda Troussear‟s (spasme
karpopedal dari tangan)
Rasional : temuan-temuan ini menandakan hipokalsemia dan perlu nya
penggantian garam kalsium. Kelenjar paratiroid dapat mengalami
cedera atau pengangkatan selama pembedahan tidak hati-hati
Diagnosa Keperawatan 3 :
Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah terhadap jaringan
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang VAS < 3
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 x 24 jam, diharapka n
pasien akan:
- Klien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nye ri
<3
- Klien tidak terlihat merintih
- Ekspresi wajah klien rileks
Rencana Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Rasional : Menentukan tindakan yang tepat sesuai etiologi nyeri
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
Rasional : Reaksi nonverbal dapat menjadi indikator nyeri yang dirasakan
klien
3. Berikan lingkungan yang tenang untuk klien
Rasional : lingkungan yang tenang dapat menimbulkan kenyamanan bagi
klien
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
Diagnosa Keperawatan 4 :
Resiko infeksi berhubungan dengan insisi operasi adanya luka di area
leher.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 x 24 jam, diharapkan
pasien akan:
- bebas dari gejala infeksi
- angka leukosit normal (5000-10.000)
- TTV dalam batas Normal
Rencana Intervensi :
Mandiri :
1. Pantau tanda-tanda terjadinya infeksi sekitar luka
Rasional : tanda infeksi seperti kemerahan, rasa panas disekitar luka da pat
mengindikasikan terjadinya infeksi
2. Observasi TTV dan peningkatan suhu
Rasional : mengindikasi terjadinya infeksi
3. Anjurkan klien dan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah ko ntak
dengan klien.
Rasional : cuci tangan dapat menurunkan resiko infeksi
4. Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.
Rasional : sabun anti microba dapat membunuh bakteri dan menurunka n
resiko infeksi
5. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
Rasional : dapat mencegah penyebaran infeksi
6. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat
Rasional : intake yang adekuat dapat meningkatkan kekebalan sistem
imunitas tubuh
7. Rawat luka insisi dengan teknik steril
Rasional : Dapat mencegah masuknya bakteri
8. Pantau pengecekan lab darah terutama leukosit
Universitas Indonesia
Rasional : kenaikan leukosit mengindikasikan terjadinya infeksi
Kolaborasi :
9. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : mengurangi insidensi infeksi pada luka pasca pembedahan
10. Beri tahu dokter jika disekitar luka terjadi kemerahan, peningkatan nyeri
tekan atau drainase dari luka, atau terjadi demam. Dapatkan spesimen luka
untuk kultur dalam mengetahui identifikasi organisme infektif. Beri
antibiotic sesuai pesanan
Rasional : temuan-temuan ini menandakan infeksi luka dan perlu terapi
antibiotic
Discharge Planning :
11. Menginstruksikan pasien untuk melihat luka jahitannya. Hubungi dokte r
bila ada tanda-tanda infeksi luka : peningkatan nyeri tekan, kemerahan,
drainase, dan demam
Rasional : Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk.
Diagnosa Keperawatan 5 :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara ata u
kerusakan saraf laring.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dengan normal
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 x 24 jam, diharapka n
pasien akan:
- Mampu menciptakan metode komunikasi yang dapat dipahami
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien merasa nyaman
Rencana Keperawatan :
Mandiri :
1. Kaji fungsi bicara secara periodic, anjurkan untuk tidak bicara terus
menerus
Rasional : menurunkan tegangan pada pita suara
Universitas Indonesia
2. Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya
memerlukan jawaban ya/tidak.
Rasional : membatasi bicara dan menurunkan tegangan pita suara
3. Beri metode alternative yang sesuai seperti kertas tulis/papan gambar
Rasional : mempertahankan komunikasi yang efektif
4. Tempatkan infus pada daerah yang tidak menyebabkan gangguan menulis
Rasional : mempermudah dalam menemukan metode komunikasi baru
5. Pertahankan lingkungan yang tenang
Rasional : lingkungan yang tenang dapat merilekskan perasaan pasien
Kolaborasi :
6. Laporkan peningkatan suara serak dan kelemahan bicara
Rasional : perubahan-perubahan ini menunjukkan kerusakan saraf
laryngeal, dimana hal ini tidak dapat disembuhkan.
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
S:
1. Mengobservasi TTV - Klien mengatakan masihenghabiskan
10.00 2. Mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan leher makanannya rogram
pasien secara komprehensif - Klien juga masih memba
3. Mengobservasi reaksi non-verbal dari nyeri
sakit ketika menelan dan
Universitas Indonesia
Hari/tanggal Diagno Intervensi Keperawatan Evaluasi
sa tan
Kepera 4. Motivasi dalam melakukan teknik relaksasi
nafas dalam O:
5. Kolaborasi pemberian analgetik untuk - Klien terpasang drain, produksi: hemoragic
mengurangi nyeri - Terdapat luka operasi dileher klien,
- Luka operasi klien tertutuhorizontal p kassa
- Klien terlihat menyernyitkan alis matanya ketika menelan
- TTV :
TD : 100/70 mmHg RR :
N : 80 x/menit su16x/menit
Skala nyeri/VAS : 2 hu :
- Pasien mendapat terapi k Afebris
A : Masalah teratasi sebagian
P: etorolac 2x30 mg
1. Observasi TTV
2. Pantau tingkat nyeri pasi
3. Motivasi dalam melakuk
4. Lanjutkan terapi sesuai pen
an teknik nafas
10.00 3. Resiko Inf eksi 1. Memantau tanda-tanda infeksi S: dalam rogram
2. Mengevaluasi dan memotivasi pasien dan - klien mengatakan luka op
keluarga dalam melakukan hand hygiene - Pasien mengatakan luka
3. Mengkaji dan mengobservasi keadaan panas erasi terkadang masih terasa
sekitar luka operasi O: sakit. operasi tidak terasa gatal
4. Mengobservasi produksi drain yang - Klien terpasang drain, prataupun
terpasang - Terdapat luka operasi dil
5. Kolaborasi pemberian antibiotic untuk tertutup kassa
mencegah infeksi. - Hasil leukosit, belum adaoduksi ada, hemoragic
eher klien, luka horizontal dan
Universitas Indonesia
Hari/tanggal Diagno Intervensi Keperawatan Evaluasi
sa tan
Kepera t-operasi
darah 24 jam setelah pos
- TTV :
TD : 100/70 mmHg RR :
N : 80 x/menit su16x/menit
- Tidak terlihat rembesan, hu :
luka operasi Afebris
- Pasien mendapat terapi akemerahan atau flebitis
A : Masalah teratasi sebagian
P: disekitar ntibiotic : cefazolin
1. Observasi TTV
2. Pantau tanda-tanda infek2x1gr
3. Pertahankan personal hy
4. Rawat luka dengan tekni
5. Lanjutkan terapi sesuai p
6. Ambil darah 24 jam setelsi dan produksi dran
pasien giene pasien
Universitas Indonesia
Hari/tanggal Diagno Intervensi Keperawatan Evaluasi
sa tan
Kepera kegunaannya. - TTV :
8. Kolaborasi pemberian analgetik untuk TD : 100/70 mmHg RR :
mengurangi nyeri N : 78 x/menit su 17x/menit
Skala nyeri : 1 hu :
- Pasien mendapat terapi k Afebris
- Sudah dapat melakukan lati
yang diajarkan. etorolac 30mg pukul 10.00
A: han peregangan leher
- Masalah resiko kekurang sesuai
- Masalah nyeri teratasi se
P:
1.
Observasi TTV an nutrisi
2.
Pantau tingkat nyeri pasie teratasi bagian
3.
Motivasi dalam melakuka
4.
Motivasi dalam melakuka
5. n
Lanjutkan terapi sesuai pr
n teknik nafas dalam
n latihan peregangan
S: leher ogram
3. Resiko Inf eksi 1. Memantau tanda-tanda infeksi - Pasien mengatakan tidak
11.30
2. Mengkaji dan mengobservasi keadaan operasi
sekitar luka operasi O:
3. Mengobservasi produksi drain yang - Klien terpasang drain, pr merasa gatal dan panas pada luka
Universitas Indonesia
Hari/tanggal Diagno Intervensi Keperawatan Evaluasi
sa tan
Kepera N : 78 x/menit hu : Afebris
su
- Tidak terlihat rembesan, kemerahan atau flebitis
luka operasi
- Pasien mendapat terapi adisekitar ntibiotic : cefazolin
04.00
A : Masalah teratasi 1gr pukul
sebagian P :
1. Observasi TTV
7. Pantau tanda-tanda infek
8. Pertahankan personal hy
9. Rawat luka dengan teknisi dan produksi dran
10. Lanjutkan terapi sesuai ppasien giene pasien
k
asepti
Jum‟at 1. Resiko Inf eksi 1. Menanyakan keadaan dan keluhan hari ini S:
24 Mei 2013 2. Nyeri 2. Memantau tanda-tanda infeksi - Pasien mengatakan tidak ada keluhan hanya masih
16.30 3. Mengkaji dan mengobservasi keadaan menggerak-gerakkan lehtakut ernya
sekitar luka operasi - Pasien mengatakan bahwa leher terasa lebih enak setelah
4. Mengobservasi produksi drain yang digerakan
terpasang O:
5. Motivasi dalam melakukan teknik nafas - Klien terpasang drain, produksi ada, serose-
dalam - Terdapat luka operasi dilhemoragic eher klien, luka
6. Melakukan teknik peregangan leher tertutup kassa horizontal dan
bersama - Tidak terlihat kemerahan
7. Kolaborasi pemberian antibiotic untuk - TTV : dan gatal pada sekitar luka
mencegah infeksi dan obat anti-nyeri TD : 110/70 mmHg R
N : 82 x/menit suoperasi R : 18x/menit
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
P:
1. Kaji fungsi bicara secaraperiodik.
2. Laporkan peningkatan suara serak dan kelemahan bicara
S:
1. Memantau tanda-tanda infeksi - Pasien mengatakan tidak terasa
19.00 2. Resiko Inf eksi 2. Mengkaji dan mengobservasi keadaan gatal di luka
3. Nyeri sekitar luka operasi - Pasien mengatakan sekaroperasinya ang tidak takut
peregangan lengan sesualagi melakukan i yang
3. Mengobservasi produksi drain yang diajarkan
terpasang O:
- Klien terpasang drain, pr
4. Motivasi dalam melakukan teknik nafas
dalam - Terdapat luka operasi diloduksi ada, serose-
tertutup kassa hemoragic eher klien, luka
5. Melakukan teknik peregangan leher
- Tidak terlihat kemerahanhorizontal dan
bersama
- TTV :
6. Kolaborasi pemberian antibiotic untuk
mencegah infeksi dan obat anti-nyeri TD : 120/70 mmHg Rdan gatal pada sekitar luka
N : 86 x/menit su
- Tidak terlihat rembesan, operasi R : 17x/menit
luka operasi hu : Afebris
- Leukosit tanggal 24 Mei kemerahan atau flebitis disekitar
- Pasien terlihat lebih perc
peregangan leher : 8,96 dalam batas normal
- Pasien mendapat terapi aaya diri dalam melakukan
16.00
A: latihan ntibiotic : cefazolin
- Masalah resiko infeksi te
1gr pukul
Universitas Indonesia
Hari/tanggal Diagno Intervensi Keperawatan Evaluasi
sa tan
Kepera - Nyeri teratasi sebagian
P:
1. Observasi TTV
2. Pantau tanda-tanda infeksi dan produksi dran
3. Pertahankan personal hygiepasien ne pasien
4. Rawat luka dengan teknik asep
5. Lanjutkan terapi sesuai prtic
ogra
m
Senin, 1. Nyeri 1. Menanyakan keadaan dan keluhan hari ini. S:
27 Mei 2013 2. Resiko Inf eksi 2. Observasi TTV - Klien mengatakan senang akan pulang kerumah
10.00-10.30 3. Discharge 3. Pantau tanda-tanda infeksi - Klien mengatakan lehernya menjadi enakan setelah
planning 4. Melakukan latihan peregangan leher secara dilakukan latihan peregangan leher selama beberapa
bersama-sama ini
5. Edukasi persiapan pulang (discharge - Klien mengatakan akan co hari ntrol ke poli hari kamis
planning) : 30 Mei 2013
- Menginstruksikan untuk latihan leher O: tanggal
seperti yang tertera dalam leaflet yang - Keadaan umum : tenang
diberi 3x/hari - Kesadaran : compus men
- Menginstruksikan pasien untuk melihat - TTV :
luka jahitannya. Hubungi dokter bila ada - TD : 120/80 mmHg tis
tanda-tanda infeksi luka : peningkatan - Nadi : 88x/menit
nyeri tekan, kemerahan, drainase, dan - RR : 18x/menit
demam - Suhu : afebris
- Beri informasi tentang obat pengganti - Drain sudah di aff
hormone tiroid yang diresepkan. Ingatkan - Luka operasi sudah dira
pasien bahwa obat akan digunakan untuk verband
Universitas Indonesia
Hari/tanggal Diagno Intervensi Keperawatan Evaluasi
sa tan
Kepera sepanjang hidup. Menekankan bahwa - Tidak tampak tanda-tanda infeksi diluka operasi
sumber hormon tiroid diangkat pada - Klien mendapat obat pulpasien ang : thyrax 2x1 hr,
tiroidektomi dan bahwa hormone tiroid mefenamat 3x/hr, dan ultra
asam
adalah esensial untuk hidup. - Suara klien masih serak cet 2x/hr.
Mendengarkan pasien mengekspresikan A:
perasaannya tentang penggunaan obat- - Resiko infeksi dan nyeri
obatan seumur hidup. Menginstruksikan P: teratasi
pasien untuk melaporkan gejala-gejala Tidak ada
hipotiroidisme.
- Beritahukan dokter bila ada keluhan-
keluhan kebas, kesemutan pada bibir, jari-
jari, kedutan pada otot, atau kadar kalsium
dibawah rentang normal. Periksa terhadap
tanda Chvostek‟s positif (kedutan wajah
terlihat tepat dibawah pelipis), dan tanda
Troussear‟s (spasme karpopedal dari
tangan)
- Pertahankan diet tinggi kalsium dan tinggi
protein
- Menuliskan untuk aktivitas perawatan diri,
obat-obat yang diresepkan, termasuk
nama, dosis, tujuan, jadwal, dan efek
samping obat. Serta mengevaluasi tingkat
pemahaman pasien.
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS KASUS
Data dari RSCM menunjukkan dalam satu bulan kurang lebih terdapat 288 sam pai
300 pasien kunjungan dengan penyakit tiroid, 16% pasien tiroid RSCM di
antaranya adalah lelaki, dan sisanya perempuan. Atau bisa juga dikatakan
perempuan memiliki risiko lima sampai delapan kali lebih besar dibandingkan
pria. (Namirazswara, 2010). Hal ini diperkuat Schimke (1992) yang menyatakan
bahwa hipertiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingan laki-
laki dan insidennya akan menuncak pada dekade usia ketiga serta keempat.
44 Universitas Indonesia
Selama mahasiswa praktik profesi di ruang onkologi lantai 4 zona A , terd apat
sebelas pasien dengan penyakit tiroid baik itu SNNT, SNMT, ataupun Ca
Pappiler. Mereka akan menjalani operasi tiroidektomi, baik parsial, subtotal,
maupun total. Salah satu pasien yang akan menjalani operasi total tiroidektomi
tersebut dipilih dan dikelola mahasiswa untuk menerapkan evidence b ased
nas
nursing, yaitu Ny.M (62 tahun) dengan diagnosis SMNT bilateral suspek ga
T3N0M0.
Universitas Indonesia
Pasien mengatakan tidak mengetahui penyebab dari pembesaran kelenjar
tiroidnya. Pasien mengatakan tidak menyukai makanan yang asin, sehingga hanya
sedikit asupan garam yang masuk ke dalam tubuh. Pasien juga tidak begitu
mengetahui apakah garam yang digunakan untuk memasak selama ini
mengandung yodium atau tidak. Kurangnya konsumsi garam beryodium dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Hal ini disebabkan karena yodium yang
terkandung dalam garam merupakan bahan utama pembuatan hormon tiroid.
Universitas Indonesia
massa region colli kanan dengan penyempitan trakea (struma), USG abdomen
(20/03/2013) menunjukkan kista simple ginjal kanan, tak tampak kelainan pada
organ abdomen atas lainnya yang tervisualisasi, dan USG Thyroid (20/03/2013)
yang menyimpulkan nodul padat multiple dengan degenerasi kistik dan septasi
pada kedua lobus thyroid lebih prominen dilobus kanan yang mendesak trakea ke
kiri.
Ny.M dioperasi sehari setelah masuk kedalam ruang perawatan. Ny. M dilakukan
operasi total tiroidektomi karena saat diinsisi tidak ditemukan jaringan tiroid yang rasi
ual
masih sehat. Setelah dioperasi, pasien kembali keruangan dengan luka ope
yang memanjang horizontal dileher dan terpasang drain. Pasien merasa m
muntah setelah operasi karena efek samping dari general anestesi (anestesi
umum).
Hari pertama pasca pembedahan, pasien terlihat kaku dan tidak menggerakkan
leher serta bahunya. Ny.M beralasan bahwa luka operasinya masih terasa nyeri
dan takut berakibat buruk pada luka operasi jika Ia menggerakkan lehernya. Nyeri
Universitas Indonesia
disini diakibatkan karena adanya kerusakan jaringan kulit akibat luka insisi. Nyeri
merupakan rangsangan yang sering dialami pasien dengan berbagai gangguan.
Rangsangan nyeri melibatkan mekanisme Gate Control of Pain. Teknik relaksasi
yang diajarkan pada pasien adalah teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi
dapat meningkatkan kontrol diri saat klien merasa tidak nyaman dengan nyeri dan
dapat dilakukan pada klien sehat maupun sakit (Potter & Perry, 2005).
Universitas Indonesia
4.3 Analisis Intervensi Based-Evidence Practice
Penelitian mengenai stretching leher pasca operasi tiroid pernah dilakukan oleh
Yuuki Takamura, M.D et all pada tahun 2002. Pasien yang diikutkan dalam
penelitian ini melibatkan 409 pasien laki-laki dan perempuan dari usia 19-91
tahun. Pasien yang diikutsertakan mempunyai beberapa diagnosa perioperatif
seperti tumor tiroid ganas maupun jinak, dan penyakit graves. Mereka juga telah
dilakukan operasi total atau subtotal tiroidektomi. Yuuki Takamura membagi
mereka menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok
peregangan.
Universitas Indonesia
50
Berdasarkan pengamatan klinis penulis selama praktik, pasien yang tidak berg
erak
leher atau bahu setelah operasi cenderung melaporkanebih dak
l luka tter
ebih
gejala ketidaknyamanan leher yang lebih parah. Mereka terlihat kaku dan ti
mau menggerakkan leher dan bahunya setelah operasi dengan alasan takut
operasinya terbuka atau bertambah parah. Padahal menurut Perry dan Po
(1994), pengaruh immobilisasi terutama pada lansia berpenyakit kronik l
cepat dibandingkan dengan klien yang lebih muda.
Pada pasien kelolaan yaitu Ny. M (62 tahun), terlihat tidak mau menggerak
kan
leher dan bahunya pada sehari setelah operasi. Pasien mengatakan bahwaluka dan
ensi
masih terasa nyeri bila digerakkan dan takut jika menggerakkan leher
bahunya akan berdampak pada terbukanya luka operasi di lehernya. Interv
kolaborasi yang telah dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri pada luka operasi
klien adalah dengan memberikan analgetik, ketorolac 2x30 mg. Sedangkan
intervensi mandiri yang telah dilakukan pada pasien untuk mengurangi rasa nyeri
adalah teknik relaksasi nafas dalam. Hal ini dilakukan agar nyeri yang dirasakan
pasien dapat hilang ataupun berkurang.
Universitas Indonesia
51
Setelah nyeri telah teratasi, pada hari kedua pasca operasi tiroid, pasien diajarkan
latihan peregangan leher sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuuki
Takamura et all pada gambar 4.1. Perawat meyakinkan bahwa latihan ini tidak
berpengaruh pada luka operasi bila dilakukan secara perlahan dan menjelaskan
manfaat dan tujuan dilakukannya latihan peregangan leher ini. Pasien mulai
melakukan latihan peregangan leher pada hari kedua pasca operasi selama 3 kali
sehari. Ny M melakukan latihan peregangan leher 3x sehari selama melakukan
proses perawatan di Rumah Sakit.
Universitas Indonesia
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
Dalam praktiknya, pasca pembedahan tiroidektomi, pasien Ny.M terlihat tidak
pernah menggerakkan leher dan kepalanya dengan alasan takut luka operasi
terlepas. Hal ini tentu saja berpotensi terjadinya kontraktur pada leher dan
ketidaknyamanan pada leher nantinya. Perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dan edukator bagi pasien mempunyai peran yang besar untuk
memastikan bahwa stretching leher telah dilakukan dengan baik oleh pasien. Hal
ini dikarenakan stretching leher dapat meminimalkan gejala ketidaknyamanan
pada leher dan meningkatkan kualitas hidup pasien pasca dilakukan tiroidekto mi.
Perawat menjelaskan pentingnya stretching leher pada pasien dan keluarga untuk
membantu mencegah kontraktur pada leher atau gejala ketidaknyamanan ada p ini
Hal
leher pasca operasi tiroidektomi. Perawat dapat menjelaskan bahwa latihan
pernah dilakukan di Jepang pada pasien yang telah menjalani operasi tiroid.
ini dikarenakan kebanyakan pasien takut untuk menggerakkan leher dan bahu
mereka setelah operasi pada leher, dan kekakuan dianggap salah satu penyebab
dari gejala ketidaknyamanan leher pasca operasi. Perawat juga penting untuk
memberitahu pasien bahwa luka bedah tidak terpengaruh oleh stretching leher
sehingga mereka yakin. Hal ini dapat juga dilakukan dengan kolaborasi dengan
dokter bedah untuk mengurangi rasa kecemasan pasien terhadap gerakan
Universitas Indonesia
peregangan leher yang dilakukan. Perawat juga dapat mengajarkan dan
menginstruksikan stretching leher ini pada hari sebelum operasi untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Stretching leher disamping untuk mencegah
kontraktur leher dan mengurangi gejala ketidaknyamanan leher, juga untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien pasca tiroidektomi.
Dalam hal discharge planning, tidak hanya dokter yang memberikan edukasi
pulang. Peran perawat juga sangat diperlukan dalam pemberian
atan resep keperaw
pada pasien yang akan pulang. Hal ini dikarenakan asca pada
alah uksi rian pensi arge beri tkan hw
pasien
atan
pengangkatan kelenjar tiroid, bisa saja terjadi komplikasi salah satunya ad
hipotiroid. Hipotiroid terjadi karena kelenjar tiroid yang seharusnya memprod
hormon tiroid telah diangkat sehingga fungsi normalnya terganggu. Pembe
obat pengganti hormon tiroid seumur hidup merupakan salah satu konseku
yang harus dilakukan. Solusi yang dapat dilakukan perawat dalam hal disch
planning adalah dengan pemberian resep keperawatan. Perawat dapat mem
informasi tentang obat pengganti hormon tiroid yang diresepkan. Menginga
pasien bahwa obat akan digunakan untuk sepanjang hidup. Menekankan ba
sumber hormon tiroid diangkat pada tiroidektomi dan bahwa hormon tiroid ad
esensial untuk hidup. Pemberian edukasi ini dilakukan dengan pemberian cat
kepada pasien agar pasien lebih mudah dalam mengingatnya.
Resep keperawatan yang diberikan juga mencakup mengenai terapi keperaw atan
yang telah diajarkan seperti latihan peregangan leher dan latihan relaksasiafas
n dah kan
nda-
dalam. Terapi keperawatan ini diberikan dalam bentuk leaflet agar mempermu
pasien dalam memahaminya. Perawat juga menginstruksikan pasien yang a
pulang untuk melihat luka jahitannya dan menghubungi dokter bila ada ta
tanda infeksi luka seperti, peningkatan nyeri tekan, kemerahan, drainase, dan
demam. Pasien diberitahu apabila ada keluhan-keluhan kebas, kesemutan pada
bibir, jari-jari, kedutan pada otot, atau kadar kalsium dibawah rentang normal,
tanda Chvostek‟s positif (kedutan wajah terlihat tepat dibawah pelipis), dan tanda
Troussear‟s (spasme karpopedal dari tangan) untuk segera menghubungi dokter.
Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan selama memberikan asuhan keperawatan pada
pasien hipertiroid pasca tiroidektomi adalah :
1. Hipertiroid merupakan penyakit hormon yang menempati urutan kedua
terbesar di Indonesia setelah diabetes yang juga merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat perkotaan.
2. Selama periode praktik profesi mahasiswa di ruang bedah onko logi
gedung A lantai 4 zona A RSUPN Cipto Mangunkusumo,kan Non ang l. kan antu
ditemu
eher
sebelas pasien dengan penyakit tiroid baik itu SNNT (Struma Nodusa
Toksik), SNMT (Struma Multi Nodosa Toksik), ataupun Ca Pappiler y
akan menjalani operasi tiroidektomi, baik parsial, subtotal, maupun tota
3. Diperlukan kolaborasi dokter maupun perawat untuk menjelas
pentingnya stretching leher pada pasien dan keluarga untuk memb
mencegah kontraktur pada leher atau gejala ketidaknyamanan pada l
pasca operasi tiroidektomi.
4. Latihan perenggangan leher (Stretching exercise) efektif u ntuk
mengurangi gejala ketidaknyamanan leher pasca operasi tiroidektomi.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penulisan ini yaitu :
1. Saran untuk bidang keilmuan agar dapat memperkaya teori mengenai asuhan
keperawatan pada klien dengan hipertiroidisme pasca tiroidektomi (terutama tian
latihan peregangan leher) sehingga dapat dijadikan referensi bagi peneli
tentang pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan hambatan
mobilisasi pada leher.
2. Saran untuk pelayanan di rumah sakit agar dapat mempertahankan asuhan
keperawatan yang diberikan mencakup asuhan keperawatan yang multi-
disipliner (melibatkan bebrbagai disiplin ilmu kesehatan), kolaborasi dengan
disiplin ilmu kesehatan lain serta melibatkan keluarga dalam merawat pasien
44 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta
Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faaln ya.,
Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Peny akit
Dalam.,FKUI., Jakarta
Doenges E. Marylnn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ketiga.
Jakarta : EGC
56 Universitas Indonesia
Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC.
Takamura, Yuuki, et al. (2005). Stretching Exercise to Reduce Symptoms of
Postoperative Neck Discomfort after Thyroid Surgery: Prospective
Randomized Study. World Journal of Surgery. 29, 775-779.
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Universitas Indonesia