Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV DAN AIDS


Dosen pengajar : Kristin Rosela., SST. M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 3

1. Aprilia Wahyunita (2017.C.09a.0877)


2. Dandung Setiadi (2017.C.09a.0880)
3. Friska amelia (2017.C.09a.0888)
4. Krisevi Handayani (2017.C.09a.0895)
5. Oski Ria Anggraini (2017.C.09a.0904)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan berjudul “Askep pada ibu hamil dengan
HIV dan AIDS”.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena
itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Definisi

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan


infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
1.1.1.1 AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau
kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
1.1.1.2 AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil
akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)
1.1.1.3 AIDS singkatan dari Acquired Immuno Defeciency Syndrome.Acquired
berarti diperoleh karena orang hanya menderita bila terinfeksi HIV dari orang lain
yang sudah terinfeksi. Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Defeciency berarti
kekurangan yang menyebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh dan Syndrome
berarti kumpulan gejala atau tanda yang sering muncul bersama tetapi mungkin
disebabkan oleh satu penyakit atau mungkin juga tidak yang sebelum
penyebabnya infeksi HIV ditemukan. Jadi AIDS adalah kumpulan gejala akibat
kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus
yang disebut HIV (Gallant. J 2010).
1.1.2 Anatomi Fisiologi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) termasuk salah satu retrovirus yang
secara khusus menyerang sel darah putih (sel T). Retrovirus adalah virus ARN hewan
yang mempunyai tahap AND. Virus tersebut mempunyai suatu enzim, yaitu enzim
transkiptase balik yang mengubah rantai tunggal ARN (sebagai cetakan) menjadi rantai
ganda kopian (cADN). Selanjutnya, cADN bergabung dengan AND inang mengikuti
replikasi ADN inang. Pada saat ADN inang mengalami replikasi, secara langsung ADN
virus ikut mengalami replikasi. Sel T dan makrofag serta sel dendritic/ Langerhans (sel
imun) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency
Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein purifier CD 4, dengan
bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut
dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain
dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi
respon imun sel killer penjamu , dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
1.1.3 Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau
virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili
lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah
lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus
hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa
protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein
Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan
duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2,
yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga
senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
1.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi HIV menggunakan beberapa system klasifikasi, klasifikasi
berdasarkan center for Disease control and prevention (CDC) jarang digunakan dalam
pengelolaan rutin pasien HIV secara klinis, system CDC lebih sering digunakan dalam
penelitian klinis dan epidemiologi.
CDC mengklasifikasi HIV/AIDS yaitu dengan melihat jumlah kekebalann tubuh yang
dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah kekebalan tubuh ditunjukan oleh limfosit T
Helper.
1.1.5 Patosifiologi (Patway)
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV
akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh
tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam
waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi
infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut
limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam
sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan
partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya
dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang
memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T
penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
(misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya
limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4
sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV,
jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan
HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah.
Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil,
yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada
orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang
rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita
AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun
drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan
terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita,
tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik
pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20
bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini
disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang
lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai
menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10
tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
1.1.6 Manifestasi Klinis
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita AIDS, panas lebih dari 1 bulan,Batuk-batuk, Sariawan dan nyeri
menelan,Badan menjadi kurus sekali, Diare,Sesak napas, Pembesaran kelenjar
getah bening, Kesadaran menurun, Penurunan ketajaman penglihatan, Bercak ungu
kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas
dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala
bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang
mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien
akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun)
pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,
neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi
1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi
opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia
interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis,
cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
1.1.7 Komplikasi
1.1.7.1 Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,
nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral
ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak
diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda
dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di
balik sternum (nyeri retrosternal).
1.1.7.2 Neurologik
(1) ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex).
(2) Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan
psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan
kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif
seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic,
psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
(3) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit
kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental
dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
1.1.7.3 Pernafasan
(1) Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling sering
ditemukan pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala:
sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal
nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status
mental).
(2) TBC
1.1.7.4 Gastrointestinal
(1) Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup
penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih
dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan
atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan
gejala ini.
(2) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
(3) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
(4) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
(5) Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak
nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan
demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang
disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
(6) Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan
zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan
dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan
sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks
akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas.
dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan
indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga
dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan
kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik
seperti ekzema dan psoriasis.
1.1.7.5 Sensorik
(1)Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata :
retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
(2)Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan
mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1.1.8.1 Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
(1) ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western
blot)
(2) Western blot (positif)
(3) P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
(4) Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan
kadar yang meningkat).
1.1.8.2 Tes untuk deteksi gangguan system imun.
(1) LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
(2) CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
(3) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
(4) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit)
(5) Kadar immunoglobulin (meningkat)
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
1.1.9.1 Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman
untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
1.1.9.2 Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 Sekarang, AZT tersedia untuk pasien
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3.
1.1.9.3 Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imundengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksivirus pada prosesnya.
Obat-obat ini
adalah :
(1) Didanosine
(2) Ribavirin
(3) Diedoxycytidine
(4) Recombinant CD 4 dapat larut
1.1.9.4 Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS.
1.1.9.5 Diet

Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah Tujuan

Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah memberikan intervensi gizi secara

cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap

dini penyakit infeksi HIV, mencapai dan mempertahankan berat badan secara

komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass),
Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi, mendorong perilaku sehat dalam

menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.

Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah Mengatasi gejala diare,

intoleransi laktosa, mual dan muntah, meningkatkan kemampuan untuk

memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala

anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan,

mencapai dan mempertahankan berat badan normal, mencegah penurunan berat

badan yang berlebihan (terutama jaringan otot), memberikan kebebasan

pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan

dan jenis terapi yang diberikan.

Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:

(1) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor

stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi

sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1°C. Protein tinggi, yaitu 1,1

– 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang

rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.

(2) Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak

disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak,

digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain

Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan

bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.

(3) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan

Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat,

Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat


ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari

karena dapat menekan kekebalan tubuh.

(4) Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.

(5) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan

gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan

diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan

dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid)

dan cair (thin fluid).

(6) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti

(natrium, kalium dan klorida).

Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada

pasien dengan:

(1) Infeksi HIV positif tanpa gejala.

(2) Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan

menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).

(3) Infeksi HIV dengan gangguan saraf.

(4) Infeksi HIV dengan TBC.

(5) Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu

secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara

oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan

pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai

makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
(1) Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala

panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut,

kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi

makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama

beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3

jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk

sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde.

Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan

enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi,

zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy

dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).

(2) Diet AIDS IIdiberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap

akut teratasi.Makanan diberikan dalam bentuk saring atau

cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan

membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zatgizinya,

diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai

makanan utama.

(3) Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau

kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak

atau biasa diberikandalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi

energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan

melalui mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat badan, maka

dianjurkan pemberian makanan sondesebagai makanan tambahan atau

makanan utama.

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian

1.2.1.1 Identitas

(1) umur, jenis kelamin, agama, suku dana kebangsaan, pendidikan,


pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk rumah Sakit ,
diagnosa medis.

1.2.1.2 Riwayat kesehatan


(1) Keluhan utama
(2) Masa lalu
(3) Sekarang
(4) Menstruasi
(5) Reproduksi
1.2.1.3 Data Psikologi
Kondisi ibu hamil dengan HIV /AIDS takut akan penularan pada bayi yang
dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan
menambah tekanan psikologis pasien.
Pemeriksaan fisik
(1) Breating
Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan
maka sepanjang jalan pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR
meningkat, kebersihan jalan nafas.
(2) Blood
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan
sel T limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan
perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif P24
(protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A;
reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah
sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus
hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).
(3) Brain
Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami
penurunan karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh
gangguan imunitas pada bumil.
(4) Bowel
Keadaan sisitem pencernaan pada bumil akan mengalami gangguan.
Kebanyakan gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu
disebabkan oleh penurunan sistem imun yang berada di tubuh sehingga
bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal
itu dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
(5) Bladder
Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan
warna urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa
ada gangguan pada sistem perkemian. Biasanya saat imunitas menurun
resiko infeksi pada uretra klien.
(6) Bone
Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek
pergerakan. pada ibu hamil kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa
apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat memburuk dengan bumil
HIV/AIDS.
Analisa Data
1.2.1.4 Data Etiologi Problem
DS: biasanya pasien Buang air besar selama berhari-hari, lemas, pusing
DO: wajah pucat, matanya cowong, kulit dan mukosa kering, tekanan
turgor menurun.
Diare (infeksi virus HIV yang menyerang usus )
Kekurangan volume cairan
DS : biasanya pasien mengeluh lemas
DO: pasien terlihat kurus
Mual. Muntah dan diare yang berlebihan
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
DS: biasanya pasien mengeluh nyeri pada bagian perut
DO :
P: nyeri meningkat ketika beraktifitas
Q: nyeri
R: nyeri di daerah abdomen kuadran kiri bawah
S: skala nyeri 8
T: nyeri hilang timbul Infeksi virus HIV
pada usus
Nyeri
S : nyeri pada daerah perianal
O : kulit perianal terlihat merah dan sedikit lecet Diare yang
berlebihan
Kerusakan integritas
kulit
S : biasnya pasien mengeluh cemas
O : pasien menangis
Takut bayi akan
tertular virus HIV
Ansietas
S : merasa cemas
dan takut
Persepsi ridak
dapat diterima
masyarakat Resiko tinggi isolasi
social
1.2.1.5 Diagnosa Keperawatan
(1) Kekurangan volume cairan b.d diare berat
(2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang
berlebihan ( muntah dan diare berat )
(3) Nyeri b.d infeksi
(4) Kerusakan integritas kulit b.d diare berat
(5) Ansietas b.d transmisi dan penularan interpersonal ( pada bayi )
(6) Resiko tinggi isolasi sosial b.d persepsi tentang tidak akan diterima
dalam masyarakat
1.2.1.5 Intervensi
a. Kekurangan volume cairan b.d diare berat
Tujuan :
Mempertahankan hidrasi
Intervensi Rasional
(1) Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila terpasang. Catat
hipertensi, termasuk perubahan postural.
(2) Catat peningkatan suhu andurasi demam. Berikan kompres hangat
sesuai indikasi.
(3) Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu
lingkungan
(4) Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus
(5) Ukur haluan urine dan berat jenis urine. Ukur/kaji jumlah kehilangan
diare. Catat kehilangan kasat mata
(6) Timbang berat badan sesuai indikasi
(7) Pantau pemeriksaan oral dan memasukan cairan sedikitnya
2500ml/hari
(8) Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah
ditoleransi oleh pasien dan yang mengandung elektrolit yang
dibutuhkan, mis., Gatorade, air daging
(9) Hilangkan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang
pedas/makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur
kecepatan/konsentrasi yang diberikan perselang, jika diperlukan.
(10) Indikator dari volume cairan
(11) Meningkatkan kebutuhan metabolism dan diaphoresis yang
berlebihan yang dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan
kehilangan cairan
(12) Indikator tidak langsung dari status cairan
(13) Peningkatan berat jenis urin/penurunan haluaran urin menunjukkan
perubahan perfusi ginjal/volume sirkulasi. Catatan : pemantauan
keseimbangan sulit karena kehilangan melalui gastrointestinal/tak
kasat mata
(14) menunjukkan status hidrasi. Kehilangan cairan berkenaan dengan
diare dapat dengan cepat menyebabkan krisis dan mengancam hidup.
(15) Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan
melembabkan membrane mukosa
(16) Meningkatkan pemasukan. Cairan tertentu mungkin ter rlalu
menimbulkan nyeri untuk dikonsumsi (misal, jeruk asam) karena lesi
pada mulut.
(17) Mungkin dapat mengurangi diare.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang
berlebihan ( muntah dan diare berat )
Tujuan:
mempertahankan massa otot yang adekuat
mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit
Intervensi Rasional
(1) Tentukan berat badan umum sebelum pasien didiagnosa HIV
(2) Buat ukuran antropometri terbaru.
(3) Diskusikan/catat efek-efek samping obat-obatan terhadap nutrisi.
(4) Sediakan informasi ,mengenai nutrisi dengan kandungan kalori,
vitamin, protein, dan mineral tinggi. Bantu pasien merencanakan cara
untuk mempertahankan/menentukan masukan.
(5) Tekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan/pemasukan
nutrisi adekuat.
(6) Penurunan berat badan dini bukan ketentuan pasti grafik berat badan
dan tinggi badan normal
(7) Tekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan/pemasukan
nutrisi adekuat.
c. Nyeri b.d infeksi
Tujuan:
Pasien bisa mengontrol nyeri/rasa sakit
Intervensi Rasional
(1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10),
frekuensi, dan waktu. Menandai gejala nonverbal misal gelisah,
takikardia, meringitas.
(2) Dorong pengungkapan perasaan.
(3) Berikan aktivitas hiburan, mis., membaca, berkunjung, dan menonton
televisi.
(4) Lakukan tindakan paliatif, mis., pengubahan posisi, masase, rentang
gerak pada sendi yang sakit.
(5) Berikan kompres hangat/lembab pada sisi injeksi pentamidin/IV
selama 20 menit setelah pemberian.
(6) Instruksikan pasien/dorong untuk menggunakan visualisasi/bimbingan
imajinasi, relaksasi progresif, teknik napas dalam.
(7) Berikan perawatan oral.
(8) Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga. Tanda-tanda
perkembangan/ resolusi komplikasi. Catatan: sakit yang kronis tidak
menimbulkan perubahan autonomic.
(9) Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi
persepsi akan intensitas Rasa sakit.
(10) Memfokuskan kembali perhatian; mungkin dapat meningkatkan
kemampuan untuk menanggulangi.
(11) Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
(12) Injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa sakit dan abses steril.
(13) Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. Dapat menurunkan
kebutuhan narkotik analgesik (depresan SSP) dimana telah terjadi
proses degenaratif neuro/motor. Mungkin tidak berhasil jika muncul
demensia, meskipun minor.
(14) Ulserasi/lesi oral mungkin menyebabkan ketidak nyamanan yang
sangat.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare berat
Tujuan:
Pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit
Intervensi Rasional
(1) Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi.
lambarkan lesi dan amati perubahan.
(2) Menentukan garis dasar diamana perubahan pada status dapat
dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
(3) Secara teratur ubah posisi, ganti seprei sesuai kebutuhan. Dorongn
pemindahan berat badan secara periodik. Lindungi penonjolan tulang
dengan bantal, bantalan tumit/siku, kulit domba. 2.
(4) Mengurangi stress pada titik tekannan, meningkatkan aliran darah ke
jaringan dan meningkatkan proses kesembuhan.
(5) Pertahankan seprei bersih, kering, dan tidak berkerut
(6) Fiksasi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang
menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi.
(7) Gunting kuku secara teratur.
(8) Kuku yang panjang/kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
1.2.1.6 Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan
NCP.
1.2.1.7 Evaluasi
(1) Pasien menunjukkan tingkah laku/teknik untuk mencegah kerusakan
kulit/meningkatkan kesembuhan.
(2) Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi.
(3) Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit
(4) Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
(5) Dapat tidur/beristirahat adekuat
(6) Membran mukosa pasien lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital
stabil, haluaran urine adekuat
(7) menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal
(8) melaporkan perbaikan tingkat energy
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Tn Y disangkal mempunyai riwayat hepatitis.Tn Y saat mudanya (>10 tahun yang


lalu) sering ke diskotik dengan teman-teman ceweknya diluar pengawalan orang tua
karena kedua orang tuanya berada di Belgia. Tn Y mudah lelah sehingga menjadi malas
untuk mengerjakan sesuatu. Sering mengalami diare yang tidak diketahui penyebabnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sel-T CD4+ adalah 100 sel/mm3. Diberikan
vitamin dan surat pengantar untuk periksa darah dan urin dari dokter. Selang seminggu
kemudian, pasien datang lagi membawa hasil pemeriksaan. Setelah di analisa oleh
dokter bedasarkan hasil pemeriksaan Tn Y di diagnosa mengidap penyakit HIV.

2.1 Pengkajian

1. Identitas

Nama klien : Tn Y
Umur : 38 th
Diagnosa Medik : HIV - AIDS
Tanggal Masuk : 7 November 2014
Alamat : Jl Delima No. 05 Panam. Pekanbaru
Suku : Batak
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Status perkawinan : Duda
Status pendidikan : Sarjana Pendidikan
Riwayat Penyakit

2. Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flu, pusing, dan
diare. Pasien mengalami berat badan menurun derastis dari 60 kg menjadi 54 kg
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang dialaminya saat ini.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang mengalami
penyakit yang sedang di derita pasien.

5. keluhan waktu didata


Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 November 2014 ditemukan
benjolan pada leher.
6. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
(1) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
(2) Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi
jantung,pernafasan.
b. Integritas ego
(1) Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan
(keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan
(menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak
berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.
(2) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku
marah, menangis, kontak mata yang kurang.
c. Eliminasi
(1) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa
disertai kram abdominal.Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
(2) Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat
yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal.
Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
d. Makanan/cairan
(1) Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. Penurunan
berat badan yang progresif.
(2) Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus
hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput
puih dan perubahan warna, edema.

e. Hygiene
(1) Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan
dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
f. Neurosensori
(1) Gejala : pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental,
kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah,
tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot,
tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan
pada ekstremiats(kaki menunjukkan perubahan paling awal).
(2) Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun,
apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak
normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia.tremor
pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis. Hemoragi
retina dan eksudat.
g. Nyeri/kenyamanan
(1) Gejala : nyeri umum /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit
kepala, nyeri dada pleuritis.
2) Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri
tekan.Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang,
gerak otot melindungi yang sakit.
h. Pernapasan
1) Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk
(mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum.
Bendungan atau sesak pada dada.
2) Tanda : Tacipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi
napas adventius. Sputum :kuning
i. Interaksi sosial
1) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat
ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS.
Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu
membuat rencana.
2) Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas
yang tak terorganisasi.

6. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. D.O : Virus Resiko tinggi terhadap
HIV
- Pasien mengatakan diare kekurangan volume cairan
- Pasien mengatakan demam
Merusak
- Pasien mengatakan capek seluler
- Pasien mengatakan mudah
lelah Menyerang T Limfosit,

- Pasien mengatakan letih sel saraf, makrofag,


monosit, limfosit B
- Pasien mengatakan lesu
- Pasienmengatakan
Immunocompromis
berkeringat malam hari
D.S :
e Invasi kuman
TTV :
TD : 130/80 pathogen Organ
N : 80x/menit
S : 39 C target
RR : 26x/menit
- Pasien tampak lesu Gastrointestinal

- Pasien tampak tidak segar


- Pasien mengalami berat badan Diare

menurun derastis dari 60 kg


- menjadi 54 kg Cairan
berkurang
- Pasien tampak sering BAB /
diare
- Pasien terlihat perubahan
- pada tekanan darah
- pasien terlihat pucat
- pasien terlihat sianosis
- pasien mengalami diare
- pasien mengalami perubahan
jumlah dan warna urin pasien
anoreksia
- turgor kulit pasien terlihat
buruk

2. DS : Virus HIV Perubahan nutrisi kurang


- Pasien mengatakan capek dari kebutuhan tubuh
- Pasien mengatakan mudah
lelah Merusak seluler
- Pasien mengatakan letih
- Pasien mengatakan lesu
- Pasien tidak nafsu makan Menyerang T
Limfosit, sel saraf,
DO : makrofag, monosit,
- Pasien tampak lesu limfosit B
- Pasien tampak tidak segar
- Pasien mengalami berat badan Immunocompromise
menurun derastis dari 60 kg Invasi kuman
menjadi 54 kg pathogen Organ
- Porsi makan klien tidak habis target
- Pasien mengalami kelemahan Gastrointestinal
otot Pasien terlihat pucat anoreksia
- Pasien terlihat sianosis
- Pasien anoreksia

3. DS : Virus HIV Infeksi


- Pasien mengatakan mudah
sakit-sakitan
- Pasien mengatakan demam Merusak seluler
- Pasien mengatakan gampang
terserang flu Menyerang T
- Pasien mengatakan pusing Limfosit, sel saraf,
- Pasien mengatakan pusing, makrofag, monosit,
sakit kepala limfosit B
- Pasien mengatakan rasa
terbakar pada kaki Immunocompromise
- Pasien mengatakan nyeri dada Invasi kuman
pleuritis pathogen Organ
- Pasien mengatakan target
berkeringat malam hari
DO :
TTV : TD: 130/80
N: 80x/menit
S: 39 C
RR : 26x/menit
- Pasien teraba benjolan di
daerah leher
- Hasil pemeriksaan fisik
- didapatkan sel-T CD4+ = 100
sel/ mm3
- Pasien mengalami Takikardia
- Pasien mengalami nyeri
panggul
- Pasien mengalami nyeri
abdomen

7. Diagnosa
1) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d output yang
berlebihan
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
Adekuat
3) Infeksi b.d adanya virus HIV/AIDS
8. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
kekurangan volume cairan keperawatan selama 1 x 24 1. Pantau TTV, termasuk
b.d output yang berlebihan jam diharapkan : CVP bila terpasang.
Catat hipertensi,
Diare (-)
termasuk perubahan
Demam (-)
postural.
Pasien tidak mudah lelah
2. Catat peningkatan suhu
TTV :
dan durasi demam.
TD: 120/80
Berikan kompres
N: 80x/menit hangat sesuai indikasi.
S: 37 C Pertahankan pakaian
RR : 20x/menit tetap kering.
berat badan pasien naik Pertahankan
dari 54 kg menjadi 54+ kg kenyamanan suhu

BAB / diare (-) lingkungan.


3. Kaji turgor kulit,
pasien tidak terlihat pucat
membrane mukosa,
sianosis (-)
dan rasa haus.
pasien tidak pingsan
jumlah dan warna urin 4. Pantau pemasukan oral
dan memasukka cairan
normal
sedikitnya 2500
anoreksia (-)
ml/hari.
Turgor kulit baik / lembab

2. Perubahan nutrisi - Setelah dilakukan Mandiri :


kurang dari kebutuhan tindakan 1. Kaji kemampuan
tubuh b.d intake yang keperawatan selama untuk mengunyah,
tidak adekuat 3 x 24 jam, merasakan, dan
diharapkan : menelan.
- Pasien tidak mudah 2.Timbang berat badan
lelah sesuai kebutuhan.
- Pasien tidak letih 3. Evaluasi berat badan
- Pasien tidak lesu dalam hal adanya berat
- Nafsu makan badan yang tidak
bertambah, porsi sesuai. Gunakan
makan habis serangkaian
- Pasien dapat pengukuran berat
menverna makanan badan dan
dengan baik antropometrik.
- Berat badan naik 4. Dorong aktivitas
dari 54 kg menjadi fisik sebanyak
54+ kg mungkin
- pasien tidak terlihat 5. Catat pemasukan
pucat kalori
- pasien tidak sianosis
- pasien tidak
anoreksia

3. Infeksi b.d adanya Setelah dilakukan tindakan Mandiri :


virus HIV-AIDS keperawatan selama 3 x 24 Monitor tanda-tanda
jam, diharapkan : infeksi baru.
- Demam (-) Pusing 1. Gunakan teknik
(-) aseptik pada
- rasa terbakar pada setiap tindakan
kaki hilang invasif. Cuci
- nyeri dada pleuritis tangan sebelum
(- meberikan
- TTV TD: 120/80 tindakan.
- N: 80x/menit 2. Berikan lingkungan
- S: 37 C yang bersih dan
- RR : 20x/menit berventilasi baik.
- benjolan di daerah Periksa pengunjung
leher (-) / staf terhadap
tanda infeksi dan
pertahankan
kewaspadaan
sesuai indikasi
9. Implementasi Dan Evaluasi
No. Implementasi Evluasi (SOAP) Ttd
Tanggal
1. Memantau TTV, termasuk CVP bila S :
terpasang. mencatat hipertensi, - Pasien mengatakan sudah
termasuk perubahan postural. tidak diare lagi.
Hasil : indicator dari volume cairan - Pasien mengatakan sudah
sirkulasi normal tidak demam
2. Mencatat peningkatan suhu dan durasi - Pasien mengatakan sudah
demam. memberikan kompres hangat tidak tidak mudah lelah
sesuai indikasi. mempertahankan O :
pakaian tetap kering. Diare (-)
mempertahankan kenyamanan suhu Demam (-)
lingkungan. Pasien tidak mudah lelah
Hasil : meningkatkan kebutuhan Pasien tidak berkeringat malam
metabolisme hari
3. Mengkaji turgor kulit, membrane
TTV :
mukosa, dan rasa haus.
TD : 120/80
Hasil : turgor kulit dan membrane
N : 80x/menit
mukosa baik /lembab
S : 37 C
4. Memantau pemasukan oral dan
RR : 20x/menit
memasukka cairan sedikitnya 2500
ml/hari. berat badan pasien naik dari 54 kg
Hasil : mempertahankan keseimbangan menjadi 54.5 kg
cairan, mengurangi rasa haus, dan BAB /diare (-)
melembabkan membrane mukosa. pasien tidak terlihat pucat
5. Memberikan cairan / elektrolit melalui sianosis (-)
selang pemberi makanan / IV. pasien tidak pingsan anoreksia (-)
Turgor kulit baik / lembab
Jumlah dan warna urin normal
A:
masalah kekurangan volume
cairan tubuh sudah teratasi
P:
intervensi dihentikan

2. 1. Mengkaji kemampuan untuk S :


mengunyah, dan Pasien tidak mengeluh lemah lagi
merasakan,
O:
menelan. - Pasien tidak mudah lelah
Hasil : pasien dapat mengunyah - Pasien tidak letih
dan mencerna makanan dengan baik, - Pasien tidak lesu
dan dapat menelan - Nafsu makan bertambah,
2. Menimbang berat badan sesuai porsi makan habis
kebutuhan. - Pasien dapat menverna
Evaluasi berat badan dalam hal makanan dengan baik
adanya berat badan yang tidak - Berat badan naik dari 54 kg
sesuai. Gunakan serangkaian menjadi 54.5 kg
pengukuran berat badan dan - pasien tidak terlihat pucat
antropometrik. - pasien tidak sianosis
Hasil : berat badan kembali - pasien tidak anoreksia
normal, kenaikan berat badan dari A :
54 kg menjadi 54.5 kg masalah perubahan nutrisi kurang

3. Mendorong aktivitas fisik sebanyak dari kebutuhan tubuh sudah teratasi


fisik mungkin sebagian.

Hasil : nafsu makan meningkat, P :


Lanjutkan intervensi No 2
dan pasien menjadi lebih sehat mandiri dan 2 kolaborasi
4. Mencatat pemasukan kalori
Hasil : kebutuhan kalori untuk tubuh
terpenuhi
5. Mempertahankan status puasa jika di
indikasikan
Hasil : muntah berkurang
6. Memberikan suplemen vitamin.
Hasil : kebutuhan vitamin untuk
tubuh terpenuhi
3. 1. Memonitor tanda-tanda infeksi baru. S : Pasien mengatakan sudah tidak
Hasil : pasien tidak terpapar oleh demam lagi.
infeksi kuman pathogen di RS O:
2. Menggunakan teknik actrim pada Demam (-)
setiap tindakan actrim. Cuci tangan Pusing (-)
sebelum meberikan tindakan. Hasil : Rasa terbakar pada kaki hilang
tidak terjadi infeksi Nyeri dada pleuritis (-)
3. Memberikan lingkungan yang Pasien sudah tidak berkeringat
bersih dan berventilasi baik. Periksa malam hari
pengunjung / staf terhadap tanda TTV :
infeksi dan pertahankan TD: 120/80
kewaspadaan sesuai indikasi N: 80x/menit
Hasil : tidak terjadi penambahan S: 370 C
infeksi yg lebih parah RR : 20x/menit
4. Memeriksa kultur / sensitivitas lesi, benjolan di daerah leher (-)
darah, urine dan sputum Lesi (-)
Hasil : mengurangi demam dan Kejang (-)
tidak terjadi pertumbuhan kuman Dipsnea (-)
pathogen penyebab infeksi nyeri panggul (-)
5. Memberikan antibiotic antijamur nyeri abdomen (-)
/ agen antimikroba, missal : tremor (-)
trimetroprim (actrim, septra), A : masalah infeksi sudah teratasi
nistatin (mycostatin), ketokonazol, P : intervensi dihentikan
pentamidin atau AZT/retrovir
Hasil : meningkatkan fungsi imun
dan tidak terjadi infeksi
PENUTUP

1. Kesimpulan
AIDS merupakan masalah kesehatan internasional yang perlu segera ditanggulangi.
AIDS berkembang secara pandemi hampir di setiap negara di Dunia, termasuk
Indonesia. Sampai saat ini obat dan vaksin untuk menaggulangi AIDS belum
ditemukan. Untuk itu alternatif lain yang lebih mendekati dalam upaya
pencegahan. Upaya pencegahan dapat dilakukan oleh semua pihak asal mengetahui
cara-cara penularan AIDS. Penularan AIDS terjadi melalui hubungan seksual, parental
dan transplasental, sehingga upaya pencegahan perlu diarahkan untuk merubah perilaku
seksual masyarakat (terutama yang memilikiki resiko tinggi), menghindari infeksi
melalui donor darah, dan upaya pencegahan infeksi perinatal sebelum ibu hamil.
Perubahan perilaku dilakukan dengan penyuluhan kesehatan.
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut
sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu
berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan),
pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai
kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa mingggu.
Dalam penyususnan kasus harus dipertimbangkan dengan kesenjangan teori.
2. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi pembaca terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.
Tak lupa kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna untuk
penyempurnaan makalah ini, karena mungkin makalah ini masih jauh dari kata
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.

Nursalam dan dwi,Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi

HIV/AIDS. Jakarta. Salemba medika.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG.

Mansjoer, Arif.2008. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Sculapius

Anda mungkin juga menyukai