0806334520
0806334520
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan berkat sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners
(KIA-N) ini. Penulisan KIA-N ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk meraih gelar perawat (Ners) pada Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa dalam penulisan KIA-N ini tidak
lepas dari dorongan, bimbingan, bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
(1) Ibu Nur Agustini, S.Kp., M.Si. atas segala pengarahan dan bimbingannya
yang telah diberikan selama proses pembuatan KIA-N ini;
(2) Pihak RSUP Fatmawati yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk melakukan praktik klinik keperawatan anak kesehatan masyarakat
perkotaan;
(3) Orangtua saya, M. Elias Sidabutar dan B. Sipayung serta saudara-saudara
saya Carles Marlon Sidabutar, Alex Arisandi Sidabutar dan Riski Putri
Sidabutar yang telah memberikan bantuan material dan moral; dan
(4) Sahabat-sahabat saya yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KIA-N ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu.
Penulis
ABSTRACT
Pneumonia is the number one killer disease in children under five in the world.
High pneumonia risk factors founded in urban make pneumonia as a public health
problem. This scientific paper is aimed to give description about nursing care for
children with pneumonia in Fatmawati Hospital and indentify the effect of
blowing games activity “puff the tongue”. The result shows the enhancement of
oxygenation status after play blowing games activity “puff the tongue” in children
with pneumonia. Blowing games activity “puff the tongue” can be used as a
nursing action as therapeutic games in children with pneumonia.
Lampiran 4: KPSP
Lampiran 7: Dokumentasi
ix Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas latar belakang yang berisikan justifikasi penulis, rumusan
masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
1 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
2
sebesar 1,81 %, Kepulauan Riau sebesar 2,08% dan NAD sebesar 4,56 % (Depkes
RI, 2009). Pada tahun 2005 prevalensi pneumonia balita di DKI Jakarta adalah 2,5
per balita. Angka ini meningkat pada tahun 2006 menjadi 6,8 % per 1000 balita
(Depkes RI, 2007). Sementara itu, berdasarkan data profil kesehatan provinsi DKI
Jakarta 2007, diketahui terdapat 20.474 penderita pneumonia dimana 45 % adalah
anak usia balita dengan prevalensi 13,4 per 1000 balita (Dinkes Prop DKI Jakarta,
2008). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita pneumonia di DKI Jakarta
terus mengalami peningkatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
3
Balita yang mengalami pneumonia dengan tanda-tanda seperti umur kurang dari
enam bulan, mengalami distress pernapasan berat, hipoksemia, muntah dan
dehidrasi, terdapat efusi pleura dan abses paru, penderita tampak sakit berat,
kondisi penurunan imun akibat penyakit tertentu, ketidakmampuan orang tua
merawat anak, adanya penyakit penyerta atau jika anak membutuhkan pemberian
antibiotik secara parenteral maka balita tersebut akan dirawat di rumah sakit
(Setyoningrum, 2006). Anak tersebut membutuhkan perawatan yang adekuat
untuk mencapai kesehatan yang optimal walaupun disisi lain kondisi sakit dan
dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) dapat menimbulkan stres baik pada anak itu
sendiri (Wong, D., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M., dan Schwartz,
P., 2008). Jika indikator diatas tidak ditemukan pada anak dengan pneumonia
maka perawatan di rumah sakit tidak diperlukan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
4
Tingginya angka kejadian pneumonia pada anak baik di Indonesia, di DKI Jakarta
dan lebih spesifik di ruang rawat inap anak RSUP Fatmawati, penulis tertarik
untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan pneumonia.
Pada asuhan keperawatan yang diberikan penulis akan mengaplikasikan tehnik
PLB (Pursed Lips Breathing) dengan metode bermain meniup “tiupan lidah” pada
anak dengan kesadaran compos mentis dan dapat diajak bekerja sama. Tindakan
pemberian aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” bertujuan untuk meningkatkan
status oksigenasi anak dengan pneumonia. Tindakan ini diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas yang sering
muncul pada anak yang mengalami pneumonia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
8
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
11
2.1.3.1 Dimensi biophysical yaitu kondisi lingkungan klien yang memiliki efek
yang berbeda pada tingkatan usia populasi serta efek yang terjadi.
2.1.3.2 Dimensi psychological yaitu efek kondisi lingkungan terhadap kualitas
estetika pada lingkungan.
2.1.3.3 Dimensi physical yaitu faktor-faktor fisik yang mempengaruhi interaksi
kondisi lingkungan dan berefek pada kesehatan.
2.1.3.4 Dimensi sosial yaitu sikap, pekerjaan serta status ekonomi yang dimiliki
oleh klien sehingga berpengaruh pada kondisi lingkungan klien.
2.1.3.5 Dimensi behavioral yaitu keadaan klien yang merokok, pola diet serta
aktivitas rekreasi klien terhadap kondisi lingkungan yang dapat berimbas terhadap
kesehatan.
2.1.3.6 Dimensi sistem kesehatan dapat diidentifikasi dari keadaan lingkungan
kesehatan yang dimiliki serta tanda-tanda yang dimiliki oleh klien ketika klien
sakit dan penanganan yang dilakukan klien ketika sakit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
12
Pneumonia merupakan salah satu jenis infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Masalah pneumonia pada balita menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
penting terutama pada masyarakat perkotaan. Penelitian Nasution et al (2009)
yang dilakukan pada masyarakat di daerah urban yaitu di Kelurahan Pulo Gadung
Jakarta Selatan memperoleh hasil bahwa faktor yang memiliki hubungan secara
statistik dengan prevalensi ISPA adalah pajanan asap rokok dan riwayat
imunisasi. Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia. Menurut Depkes RI (2002) suatu
rumah dikatakan sehat apabila (1) memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain
pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan
yang mengganggu, (2) memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang
cukup, komunikasi yang sehat antar anggota dan penghuni rumah, (3) memenuhi
persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, kepadatan
hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan
dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan dan penghawaan
yang cukup, dan (4) memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan
baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain
persyaratan sempadan jalan, komponen yang tidak roboh, tidak mudah terbakar,
dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir. Berdasarkan profil
kesehatan provinsi DKI Jakarta tahun 2007, cakupan rumah sehat yang ada
sebanyak 65, 91 %. Pencapaian ini masih di bawah target cakupan rumah sekat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
13
2.2.3 Etiologi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
14
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup
15 % sampai 40 % kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Pada dekade terakhir epidemic infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) berkontribusi meningkatkan insiden dan kematian
pneumonia. Penyebab utama kematian pneumonia anak dengan infeksi HIV
adalah karena infeksi bakteri tetapi sering ditemukan pathogen tambahan seperti
Pneumoccystis jirovici. Selain itu, M tuberculosis tetap merupakan penyebab
penting pneumonia pada anak terinfeksi HIV.
Berat bayi lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko untuk meningkatnya kejadian
pneumonia. Hal ini disebabkan karena pembentukan zat anti kekebalan kurang
sempurna sehingga mudah terkena infeksi. Riwayat pemberian vitamin A juga
menjadi salah satu faktor risiko terkena pneumonia pada anak. Vitamin A
bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernafasan dari
infeksi kuman (Kartasasmita, 2010). Pemberian vitamin A berperan sebagai
protektif melawan infeksi dengan memelihara integritas epitel/fungsi barier,
kekebalan tubuh dan mengatur pengembangan dan fungsi paru (Klemm, 2008).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
15
Selain vitamin A, suplementasi zinc (Zn) perlu diberikan untuk anak. Penelitian di
beberapa Negara Asia Selatan menunjukkan bahwa suplemen zinc pada diet
sedikitnya 3 bulan dapat mencegah infeksi saluran pernapasan bawah. Di
Indonesia, Zinc dianjurkan diberikan pada anak yang menderita diare
(Kartasasmita, 2010).
Riwayat imunisasi menjadi salah satu faktor risiko pneumonia pada anak.
pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia.
Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah
imunisasi pertusis (DPT), campak, Haemophilus influenza, dan pneumokokus
(Kartasasmita, 2010). Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap
bila menderita pneumonia dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak
akan menjadi lebih berat. Upaya American Academy of Pediatric (AAP) untuk
menurunkan faktor risiko terjadinya pneumonia pada anak di dunia adalah dengan
cara memperkenalkan dan merekomendasikan imunisasi Heptavalent
Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV-7).
Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam rumah
mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara berkembang.
Selain asap bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai faktor risiko
(Kartasasmita, 2010). Asap rokok dapat merangsang produksi mucus dan
menurunkan pergerakan silia. Demikian terjadi akumulasi mukus yang kental dan
terperangkapnya partikel atau mikroorgenisme di jalan napasyang dapat
menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme
(Corwin, 2009). Rumah yang tidak dilengkapi sarana ventilasi akan menyebabkan
suplai udara segar dalam rumah menjadi sangat minimal. Kecukupan udara segar
dalam rumah sangat dibutuhkan untuk kehidupan bagi penghuninya karena
ketidakcukupan suplai udara akan berpengaruh pada fungsi fisiologis alat
pernafasan bagi penghuninya terutama bagi bayi dan balita. Faktor lain yang
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pneumonia adalah pendidikan ibu dan
status sosio-ekonomi keluarga. Makin rendah pendidikan ibu, makin tinggi
prevalensi pneumonia pada balita (Kartasasmita, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
16
2.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi pneumonia dibagi menjadi empat stadium (Corwin. 2009). Stadium
satu disebut hiperemia yaitu respon inflamasi awal yang berlangsung di daerah
paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator inflamasi dari sel-sel mast setelah mengaktifkan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut antara lain histamine dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamine dan prostaglandin untuk memvasodilatasi otot polos
vascular paru, meningkatkan aliran darah ke area cedera dan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan edema antara kapiler dan
alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi sehingga terjadi
penurunan kecepatan difusi gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan
dengan karbondioksida, perpindahan oksigen ke dalam darah paling terpengaruh,
yang sering menyebabkan penurunan saturasi hemoglobin. Dalam stadium
pertama pneumonia ini, infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya akibat
peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus terdekat serta membrane kapiler
di sekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya proses inflamasi. Fase ini
terjadi antara 4 sampai 12 jam pertama
Stadium 2 disebut hepatisasi merah. Stadium ini terjadi sewaktu alveolus terisi sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan pejamu sebagai bagian dari reaksi
inflamasi. Stadium ini terjadi 48 jam berikutnya. Stadium 3 disebut hepatisasi
kelabu. Pada stadium ini terjadi sewaktu sel-sel darah putih membuat kolonisasi di
bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sel debris. Stadium ini terjadi setelah 3
sampai 8 hari. Stadium 4 disebut stadium resolusi. Stadium ini terjadi pada hari
ke-8 sampai dengan hari ke-11. Pada stadium ini terjadi sewaktu respon imun dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
17
inflamasi mereda; sel debris, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan makrofag, sel
pembersih pada reaksi inflamasi, mendominasi.
Tanda dan gejala umum pneumonia bakteri antara lain demam tinggi, batuk (non
produktif sampai produktif dengan sputum berwarna putih), takipnea, ronkhi,
ronkhi basah, perkusi tumpul, nyeri dada, retraksi, pernafasan cuping hidung, dan
pucat atau sianosis (bergantung tingkat keparahan), iritabilitas, gelisah, letargi,
mual, muntah, anoreksia, diare, nyeri abdominal dan tanda-tanda meningeal
(meningismus) (Muscari, 2005). Sedangkan tanda dan gejala umum pneumonia
virus yaitu bervariasi mulai dari demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai
demam tinggi, batuk parah dna pingsan, batuk nonproduktif atau produktif dengan
sputum berwarna putih, ronkhi basah yang halus (Muscari, 2005).
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut Corwin (2009) adalah sianosis disertai
hipoksia, ventilasi mungkin menurun akibat akumulasi mukus, yang dapat
berkembang menjadi atelektaksis absorpsi, gagal napasdan kematian yang terjadi
pada kasus ekstrem berhubungan dengan kelelahan atau sepsis (penyebaran
infeksi ke seluruh darah).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
18
2.2.9 Penatalaksaan
Penataksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan pneumonia
(Muscari, 2005) adalah:
a) Kaji adanya distress pernafasan dengan memantau tan-tanda vital dan
status pernafasan
b) Kolaborasi pemberian obat antibiotic yang sesuai dengan penyebab
pneumonia
c) Tingkatkan oksigenasi yang adekuat dan pola napas yang normal
d) Rekomendasikan vaksin pneumokokus untuk anak-anak usia 2 tahun dan
anak yang lebih besar yang berisiko terhadap pneumonia
e) Berikan penyuluhan berupa pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga.
2.2.10 Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia
pada anak yang terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non imunisasi
(Said, 2010). Imunisasi terhadap pathogen yang bertanggung jawab terhadap
pneumonia merupakan strategis pencegahan spesifik sedangkan pencegahan non
imunisasi yaitu pencegahan non spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor
risiko seperti polusi udara dalam ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak
sehat/bersih, perbaikan gizi dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
19
vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena
harganya mahal belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke
dalam program nasional imunisasi (Kartasasmita, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
20
jenis kelamin, kelainan genetic, dan kelainan kromosom) dan faktor eksternal
(faktor prenatal yang berhubungan dengan gizi, toksin atau zat kimia, radiasi,
infeksi, psikologi ibu, endokrin, anoksia embrio dan imunologi, faktor persalinan,
dan faktor pascanatal yang berhubungan dengan gizi, penyakit kelainan,
lingkungan fisik dan kimia, psikologis, endokrin, sosiologis, ekonomi,
pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan (Depkes RI, 2006).
Perkembangan balita secara umum dapat dinilai dengan beberapa hal berikut yaitu
(a) personal balita yang berhubungan dengan kemandirian, berinteraksi, dan
bersosialisasi dengan lingkungannya, (b) gerakan motorik halus dan motorik
kasar, dimana motorik halus berhubungan dengan bagaimana anak mampu
mengamati sesuatu sedangkan motorik kasar bagaimana pergerakan dan sikap
tubuh balita, (c) bahasa, kemampuan merespon suara dan dapat dilihat dari
bagaimana balita merespon apa yang ditanyakan dan menanggapi sesuatu (Depkes
RI, 2006).
2.4 Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan perawatan yang
adekuat untuk mencapai kesehatan yang optimal pada individu yang mengalami
sakit. Namun disisi lain, kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit akan
menimbulkan stress, baik pada anak itu sendiri maupun keluarganya
(Hockenberry dan Wilson, 2009). Anak-anak terutama selama tahun-tahun awal
sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi karena stress akibat
perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan dan anak memiliki
jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan kejadian yang
menimbulkan stress.
Perilaku utama anak sebagai respon terhadap kejadian yang menimbulkan stress
dibagi dalam tiga fase yaitu fase protes dimana anak bereaksi secara agresif
terhadap perpisahan dengan orang tua. Anak-anak menangis dan berteriak
memanggil orang tua mereka, menolak perhatian dari orang lain dan sulit untuk
ditenangkan. Fase yang kedua adalah fase putus asa dimana respon anak yang
tampak adalah tidak aktfi, anak menarik diri dari orang lain, depresi, sedih, tidak
tertarik terhadap lingkungan, tidak komunikatif dan mundur ke perilaku awal
misalnya menghisap ibu jari, mengompol, menggunakan dot atau menggunakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
21
botol. Lamanya perilaku tersebut bervariasi setiap anak. Kondisi fisik anak dapat
memburuk karena menolak untuk makan, minum ataupun bergerak. Fase ketiga
adalah fase pelepasan. Perilaku yang tampak adalah menunjukkan peningkatan
minat terhadap lingkungan sekitar, berinteraksi dengan orang asing atau pemberi
asuhan yang dikenalnya, membentuk hubungan baru tetapi dangkal dan tampak
bahagia. Perilaku tersebut mewakili penyesuaian superfisial terhadap kehilangan
(Wong, D., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M., dan Schwartz, P.,
2008).
Takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi pada anak-anak. Ketakutan anak
terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedur baik
yang menimbulkan nyeri maupun tidak merupakan ancaman bagi integritas
tubuhnya (Hockenberry dan Wilson, 2009). Berbagai upaya dilakukan perawat
untuk mengatasi efek kondisi tersebut guna mengurangi efek trauma akibat
prosedur medis dan perawatan. Permainan terapeutik dapat menjadi salah satu
tindakan yang dapat diberikan perawat yang dapat mengurangi stress fisik dan
psikologis yang dialami anak akibat hospitalisasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
22
Menurut Wong, D., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M., dan Schwartz,
P., (2008) fungsi bermain yaitu:
(1) Perkembangan Sensorimotor
Aktivitas sensorimotor adalah komponen utama bermain pada semua usia
dan merupakan bentuk dominan permainan pada masa bayi. Melalui
permainan sensosimotor anak dapat menggali sifat dunia fisik. Toddler
dan prasekolah sangat menyukai gerakan tubuh dan mengeksplorasi segala
sesuatu di ruangan. Anak yang lebih kecil lebih menyukai berlari untuk
menggerakkan tubuhnya sedangkan anak yang lebih besar lebih menyukai
aktivitas menggabungkan atau memodifikasi gerakan menjadi aktivitas
yang lebih rumit dan terkoordinasi seperti berlomba, melakukan
permainan, naik sepeda, dan roller skating.
(2) Perkembangan Intelektual
Permainan dapat memberikan sarana untuk mempraktikkan dan
mengembangkan keterampilan berbahasa. Anak-anak secara berkelanjutan
mempraktikkan pengalaman yang lalu untuk mengasimilasikannya ke
dalam berbagai persepsi dan hubungan yang baru. Bermain membantu
anak-anak memahami dunia tempat mereka tinggal dan membedakan
antara fantasi dan kenyataan. Ketersediaan materi pemainan dan kualitas
keterlibatan orang tua adalah dua variable terpenting yang terkait dengan
perkembangan kognitif selama masa bayi dan prasekolah.
(3) Sosialisasi
Sejak masa bayi awal, anak-anak menunjukkan minat dan kesenangan
apabila ditemani dengan anak lain. Hubungan sosial pertamanya adalah
dengan pribadi ibu, tetapi melalui bermain dengan anak lain mereka
belajar dari kritikan teman sebayanya dibandingkan dari orang dewasa.
Anak mempelajari yang benar dari yang salah, standar masyarakat, dan
bertanggung jawab atas tindakan mereka.
(4) Kreativitas
Tidak ada situasi lain yang lebih memberi kesempatan untuk menjadi
kreatif selain bermain. Anak-anak bereksperimen dan mencoba ide mereka
dalam bermain melalui setiap media yang mereka miliki termasuk bahan-
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
23
bahan yang mentah, fantasi, dan eksplorasi. Berpikir kreatif sering kali
ditingkatkan dalam kelompok ketika mendengar ide orang lain yang
merangsang eksplorasi lanjutan dari idenya sendiri dan menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda. Mereka dapat mentransfer minat kreatif ke
luar dunia bermain.
(5) Kesadaran Diri
Proses identifikasi diri berupa kesadaran bahwa anak terpisah dari ibunya
difasilitasi melalui kegiatan bermain. Anak-anak belajar mengenali siapa
diri mereka dan dimana posisi mereka. Mereka semakin mampu mengatur
tingkah laku mereka sendiri, mempelajari kemampuan diri mereka sendiri
dan membandingkannya dengan anak-anak lain. Melalui bermain anak-
anak mampu menguji kemampuan mereka, melaksanakan dan mencoba
berbagai peran dan mempelajari diri mereka pada orang lain.
(6) Nilai Moral
Interaksi dengan teman sebaya selama bermain berperan secara bermakna
pada pembentukan moral anak. Anak segera memperlajari bahwa sebaya
mereka kurang toleran terhadap kekerasan dibandingkan orang dewasa dan
bahwa untuk mempertahankan tempat dalam kelompok bermain mereka
harus menyesuaikan diri dengan standar kelompok tersebut.
(7) Manfaat Terapeutik
Bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain memberikan
sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress yang dihadapi di
lingkungan. Anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan impuls
yang tidak dapat diterima dalam cara yang dapat diterima masyarakat.
Melalui bermain anak-anak dapat mengkomunikasikan kebutuhan, rasa
takut dan keinginan mereka kepada pengamat yang tidak dapat mereka
ekspresikan karena keterbatasan keterampilan bahasa mereka.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
24
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain di rumah sakit diantaranya adalah
bahwa anak-anak sakit dan dirawat memiliki tingkat energi yang lebih rendah dari
anak yang sehat; tipe fasilitas permainan berbeda untuk masing-masing kelompok
umur dimana pada kelompok anak bayi dan toddler lebih membutuhkan
keamanan dari bermain sedangkan pada kelompok anak sekolah dan remaja
memperhatikan manfaat dari aktivitas kelompok; dan menyediakan tempat khusus
bermain untuk setiap kelompok usia. Aktivitas bermain yang diberikan kepada
anak yang dirawat di rumah sakit tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan
sederhana (Hockenberry dan Wilson, 2007).
Penelitian yang terkait tentang manfaat permainan terapeutik telah dilakukan oleh
Subardiah (2009). Subardiah melakukan penelitian tentang pengaruh permainan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
25
Bermain meniup dapat dianalogikan dengan latihan PLB. Alat yang digunakan
berupa mainan yang disebut “tiupan lidah”. Cara meniupnya menggunakan tehnik
PLB yaitu anak bernapasdalam dan ekhalasi melalui mulut dengan mulut
dimonyongkan atau mencucu dan dikerutkan sehingga mainan yang tadinya
tergulung setelah ditiup menjadi mengembang dan panjang karena terisi udara.
Meniup dilakukan terus menerus sebanyak 30 kali dalam rentang waktu 10-15
menit dan setiap tiupan diselingi dengan istirahat (napas biasa). Posisi anak saat
bermain adalah duduk atau bersandar dengan posisi setengah duduk diatas tempat
tidur atau kursi. Dalam permainan ini anak berperan dalam memegang alat,
memperhatikan, mengikuti atau mendemonstrasikan yang dilakukan oleh perawat
sedangkan perawat berperan dalam memberikan contoh untuk bermain. Saat
bermain perawat harus memperhatikan keadaan umum anak serta dapat member
pujian apabila anak dapat melakukan permainan dengan benar.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
26
penelitian ini yaitu aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” berpengaruh terhadap
status oksigenasi yaitu menurunkan RR 8,1 %, meningkatkan HR 6,25 %, dan
meningkatkan SaO2 5,43%.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Anak dirawat oleh ibunya, ibu H, dan kakak ibu H yaitu bapak J. Anak N
adalah anak kedua dari dua bersaudara. Anak tinggal di rumah yang terdiri
dari 6 anggota keluarga yaitu ayah dari ibu H, kedua kakak dari ibu H yaitu
bapak J dan bapak X, ibu H, kakak dari anak N, dan anak N. Ayah anak N
sudah lama meninggalkan anak N sejak anak N dirawat di rumah sakit karena
mengalami hidrosefalus dan gizi buruk. Ibu H menderita diabetes melitus tipe
2 sehingga ibu H mudah lelah ketika melakukan aktivitas termasuk merawat
anak N. Hal ini mengakibatkan bapak J juga mengabil bagian dalam merawat
anak N. Seluruh anggota keluarga sangat dekat dengan anak N. Anak N selalu
bermain dengan anggota keluarga di dalam rumah. Anak N tidak pernah
bermain dengan teman sebaya di luar rumah. Pembawaan secara umum anak
N tampak ramah dan kooperatif.
27 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
28
Hasil pengkajian fisik: keadaan anak compos mentis, tampak lemah terbaring
di atas tempat tidur, berat badan 10 kg, tinggi badan 90 cm, lingkar kepala 44
cm, lingkar perut 38 cm, lingkar dada 45 cm, lingkar lengan atas 14 cm,
konjungtiva tidak anemis, terdapat cairan pada hidung (beringus), tidak ada
napas cuping hidung, mukosa mulut kering, gigi kuning dan ada karies, tidak
ada sekresi di telinga, dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, terdengar
bunyi jantung S1, S2, tidak ada bunyi tambahan seperti murmur ataupun
gallop, terdengar bunyi ronkhi pada kedua belah paru, tidak ada wheezing,
tidak ada distensi abdomen, akral hangat, tidak ada edema ekstremitas, kulit
sedikit pucat, frekuensi napas 42 kali per menit, frekuensi nadi 102 kali per
menit, dan suhu 36, 40C. Berat badan per tinggi badan anak berada dibawah -3
standar deviasi.
Anak N tidak muntah tetapi anak tidak mau makan semenjak anak sesak.
Anak terpasang NGT (Nasogastric tube) untuk memberi makan anak susu
formula 8 kali 60 cc per hari. Anak tampak kesulitan berbicara atau
mengeluarkan suara karena frekuensi batuk anak yang sering dan panjang.
Anak lebih banyak tidur daripada bermain selama sakit. Anak juga tampak
kurus. Anak masuk ke ruang rawat dengan terpasang nasal kanul 2 liter per
menit. Semenjak masuk ke ruang rawat inap anak tidak dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan, hasil rontgen pada tanggal 12
Juni 2013 tampak infiltrate di perihiler kanan dan kiri dan parakardial kanan.
Hilus kedua paru tidak menebal. Corakan bronkhovaskular meningkat. Hasil
ini menunjukkan bahwa anak N mengalami bronkopneumonia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
30
lingkar lengan atas 14 cm, kulit sedikit pucat dan membran mukosa bibir
kering maka ditemukan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Data sukjektif yaitu ibu mengatakan, “saya tidak
mengetahui tentang penyakit bronkopneumonia pada anak saya” dan data
objektif yaitu keluarga tampak khawatir dan gelisah karena tidak mengetahui
penyakit anak dan perawatan anak maka ditemukan diagnosa keperawatan
potensial peningkatan pengetahuan tentang informasi penyakit
bronkopneumonia dan pencegahan bronkopneumonia berulang. Data subjektif
yaitu ibu mengatakan anak hanya dapat merangkak dan berdiri sendiri selama
kurang lebih 5 menit dengan berpegangan dan data objektif anak tampak
belum dapat berdiri sendiri dan nilai KPSP 0 maka ditemukan diagnosa
keperawatan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
31
meniup dengan kuat sehingga ujung tiupan tidak terlalu memanjang. Setelah
sekitar 15 kali meniup, anak dapat meniup tiupan dengan memanjang. Penulis
memberikan pujian kepada anak atas usaha yang telah dilakukannya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini akan membahas analisis situasi yang meliputi profil lahan praktik, analisis
masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep kasus terkait,
analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait, dan alternatif
pemecahan yang dapat dilakukan.
33 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
34
Kejadian anak dengan pneumonia di ruang lantai 3 selatan pada tiga bulan
terakhir berada pada posisi keempat setelah diare, kejang demam, dan demam
berdarah dengue. Sepuluh kasus terbanyak yang paling sering ditemukan di
ruangan yaitu diare, kejang demam, demam berdarah dengue, pneumonia,
gizi buruk, acute lymphoid leukemia (ALL), acute myelogenous leukemia
(AML), sindrom nefrotik, asma bronchial, dan ensefalitis. Jumlah anak yang
dirawat dengan kasus pneumonia selama tiga bulan terakhir (Maret, April,
dan Mei 2013) ada sebanyak 31 anak dengan rata-rata usia dibawah lima
tahun.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
35
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
36
pembuangan sampah mal yang berada tepat di halaman rumah anak N. Selain
itu, adanya anggota keluarga yang merokok dan anak juga tinggal di daerah
pemukiman padat penduduk juga menjadi faktor risiko yang teridentifikasi
terkenanya masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada
anak N.
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Intervensi yang dilakukan mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan napas pada kasus anak N dengan bronkopneumonia adalah
pemberian aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”. Aktivitas bermain meniup
“tiupan lidah” ini memberikan efek yang baik terhadap system pernapasan
diantaranya adalah meningkatkan ventilasi, membebaskan udara yang
terperangkap dalam paru-paru, menjaga jalan napas tetap terbuka,
memperpanjang waktu ekshalasi yang kemudian memperlambat frekuensi
napas dan yang terutama adalah meningkatkan aliran udara pada saat ekspirasi
yang akan mengaktifkan kerja silia pada mukosa jalan napas sehingga mampu
mengevakuasi sekret keluar dari saluran napas (Brunner dan Sudarth, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
37
Jenis permainan ini merupakan salah satu upaya perawat untuk memberikan
intervensi latihan napas dalam pada anak dengan pendekatan atraumatic care.
Anak N yang dirawat selama 3 hari di rumah sakit dan diberikan tindakan
aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” mengalami peningkatan status
oksigenasi. Peningkatan status oksigenasi anak ditunjukkan dengan adanya
perubahan saturasi oksigen pada anak N yaitu saturasi oksigen anak menjadi
meningkat. Saturasi oksigen merupakan presentase hemoglobin yang
disaturasi oksigen. Saturasi oksigen pada anak N diukur dengan
menggunakan oksimetri. Pengukuran menggunakan oksimetri memberikan
informasi terbaik tentang status oksigenasi. Hasil pengukuran saturasi oksigen
pada waktu pertama kali diberikan tindakan aktivitas bermain meniup “tiupan
lidah” yaitu 80 %. Setelah tindakan diberikan dilakukan kembali pengukuran
saturasi oksigen dengan hasil 85 %. Saturasi oksigen anak N meningkat
setelah dilakukan tindakan. Selain saturasi oksigen, anak N juga mengalami
penurunan frekuensi napas dan peningkatan frekuensi nadi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
38
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
BAB 5
PENUTUP
Bab ini akan membahas tentang intisari dan saran dari pelaksanaan asuhan
keperawatan yang telah dilakukan. Penulis memberikan saran kepada bidang
keilmuan dan pelayanan berdasarkan hasil intervensi yang telah diberikan kepada
anak yang mengalami pneumonia.
5.1 Simpulan
Pneumonia merupakan pembunuh nomor satu balita di seluruh dunia yaitu telah
mengakibatkan kematian pada lebih dari 2 juta bayi, atau 1 dari 5 kematian balita
di seluruh dunia setiap tahunnya. Indonesia menjadi negara dengan kejadian
pneumonia ke-6 terbesar di dunia menurut laporan UNICEF WHO pada tahun
2006. Sementara, jumlah penderita pneumonia di DKI Jakarta sebagai salah satu
daerah perkotaan terus mengalami peningkatan. RSUP Fatmawati sebagai rumah
sakit rujukan Jakarta Selatan memiliki jumlah pasien anak yang dirawat dengan
kasus pneumonia.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada anak dengan pneumonia yang
dirawat di ruang rawat inap lantai 3 selatan RSUP Fatmawati adalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas. Tindakan yang sering dilakukan oleh
perawat dalam mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
napas adalah observasi tanda-tanda vital, mengevaluasi pernapasan, dan
kolaborasi terapi inhalasi. Pemberian tindakan aktivitas meniup “tiupan lidah”
belum pernah dilakukan di ruangan.
Aktivitas bermain merupakan bagian yang terintegrasi dalam kehidupan anak dan
tidak dapat dipisahkan. Pada anak dengan usia prasekolah sudah dapat memahami
aturan-aturan dalam suatu permainan. Pemberian tindakan asuhan keperawatan
yang diberikan kepada anak dapat diberikan melalui aktivitas bermain sebagai
salah satu cara untuk mengurangi dampak hospitalisasi yang sering membuat anak
mengalami stress psikologi. Selain itu, pemberian tindakan keperawatan berupa
40 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
41
aktivitas bermain juga dapat dilakukan sebagai salah satu tindakan keperawatan
dengan pendekatan atraumatic care.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan anak dengan
pneumonia sebagai berikut:
5.2.1 Di Bidang Keilmuan (Teoritis)
Saran untuk bidang keilmuan agar dapat meningkatkan kemampuan
peserta didik dalam pemberian asuhan keperawatan anak pneumonia
dengan menggunakan pendekatan atraumatic care melalui aktivitas
bermain yang diintegrasikan ke dalam prosedur tindakan.
5.2.2 Di Bidang Pelayanan (Aplikatif)
Saran untuk pelayanan di rumah sakit, khususnya kepada perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan pneumonia dapat
mengaplikasikan tindakan aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”
dalam mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
napas. Selain itu, perawat juga dapat memberdayakan orang tua dengan
memberikan pendidikan kesehatan mengenai masalah kesehatan yang
dialami anak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J., & Spredley, B. (2005). Community health nursing: promoting and
protecting the public’s health. 6th. Ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
Betz, C., & Sowden, L. (2009). Buku Saku Keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC
Brunner, L., & Suddarth, D. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. (Edisi
8). Vol. 1. Alih bahasa Ester. Jakarta: EGC
42 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
43
Mahalanabis, D., Sanjay, G., Paul, D., Gupta, A., Lahiri, M., & Khaled, M.
(2002). Risk Factors for pneumonia in infant and young children and the
role of solid fuel for cooking: a case-control study. India: Calcutta
Misnadiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran nafas pneumonia pada anak balita,
orang dewasa, usia lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004). Community & public health nursing.
Philadelpia: Mosby.
Tiewsoh, K., Lodha, R., Pandey, R., Broor, S., Kalaivani, M., & Kabra, S. (2009).
Factors determining the outcome of children hospitalized with severe
pneumonia. Research article. India: Department of Pediatrics
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
44
WHO. (2009). Buku saku: Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Alih bahasa
tim adaptasi Indonesia. Jakarta: WHO 2008
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Ibu
Bpk A
N
An. An.
Keterangan: N
: Laki-laki
: Perempuan
: Tinggal satu rumah
V. Riwayat Sosial
Yang mengasuh: anak N diasuh oleh ibu N dan kakak ibu N.
Hubungan dengan anggota keluarga: anak N sangat dekat dengan kakak ibu N. Anak N
memanggilnya dengan sebutan “Bapak”. Ketika kakak ibu N pergi bekerja maka ibu N
yang merawat anak N. namun, karena ibu N mengalami diabetes melitus yang
mengakibatkan ibu N mudah merasa lelah apabila beraktivitas banyak maka ketika di
rumah kakak ibu N yang banyak merawat anak N.
Hubungan dengan teman sebaya: ibu mengatakan anak N tidak pernah bermain di luar
rumah. Anak N selalu bermain di dalam rumah bersama ibunya dan kakaknya serta
keluarga yang ada di rumah.
Pembawaan secara umum: anak N tampak ramah dan kooperatif.
Lingkungan rumah: ibu tinggal di pemukiman yang berpenghuni padat. Selain itu, di
halaman rumah terdapat tempat pembuangan sampah dari mall yang berada di dekat
rumah anak N. Keluarga sudah mencoba memprotes kepada pihak mall tetapi tidak
ditindaklajuti oleh pihak mall.
VI. Kebutuhan Dasar
Makanan yang disukai/tidak disukai: anak menyukai biscuit, roti tawar, bubur, dan bubur
kacang ijo. Anak N tidak menyukai coklat dan snack jajanan warung.
Selera: anak N menyukai banyak makanan. Menurut ibu N anaknya bukan termasuk anak
yang sulit untuk makan.
Alat makan yang dipakai: piring dan sendok
Pola makan/jam: selama sakit anak A makan 1 kali dan hanya 2 sendok.
Pola tidur: anak tidur siang selama 4 jam dalam sehari, anak tidur malam 9 jam dalam
sehari
Mandi: anak sendiri dua kali dalam sehari
Aktifitas bermain: ibu mengatakan anak A adalah anak yang sangat aktif, anak A sering
bermain bersama dengan teman-temannya.
Eliminasi: anak BAB satu kali dalam sehari, BAK 4-5 kali sehari. Selama 2 hari di
rumah sakit anak belum BAB.
VII. Keadaan Kesehatan Saat Ini
Diagnosa medis: Bronkopneumonia
Tindakan operasi: tidak ada tindakan operasi yang direncanakan untuk dilakukan terkait
masalah kesehatan yang dialami oleh anak.
Status nutrisi: anak tidak mengalami mual dan muntah, BB (10 kg), TB (90 cm), anak
tampak kurus, tidak ada edema pada ekstremitas.
Status cairan: akral hangat, mukosa bibir lembap.
Obat-obatan:
Aktivitas: anak N tampak lemah terbaring di atas tempat tidur. Anak lebih banyak tidur
daripada bermain selama sakit.
Tindakan keperawatan: observasi TTV, pemberian terapi inhalasi, fisioterapi dada.
Hasil rontgen (12/06/2013): tampak infiltrate di perihiler kanan dan kiri dan parakardial
kanan. Hilus kedua paru tidak menebal. Corakan bronkhovaskular meningkat.
VIII. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : anak compos mentis
BB/TB (persentile) : Z < -3 SD
Lingkar kepala : 44 cm
Lingkar Perut : 38 cm
Lingkar dada : 45 cm
LILA : 14 cm
Mata :bersih, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, tidak
ada sekresi
Hidung :simetris, ada sekresi, pilek, tidak ada nafas cuping hidung
Mulut :mukosa mulut bibir kering, gigi kuning, ada karies gigi
Telinga : tidak ada sekresi ataupun obstruksi
Tengkuk : tidak ada tegang tengkuk
Dada :simetris, tidak ada retraksi dada
Jantung :terdengar bunyi S1, S2, tidak ada bunyi tambahan seperti
murmur ataupun gallop
Paru-paru :terdengar bunyi ronkhi pada kedua belah paru, tidak ada
wheezing.
Perut : lunak, tidak terdapat nyeri palpasi pada semua bagian
kuadran abdomen
Punggung : tidak terdapat lesi
Genitalia : tidak terdapat lesi
Ekstremitas : akral hangat, tidak ada edema ekstremitas, tidak terdapat lesi
Kulit : tidak terdapat lesi, tidak ada jaundice, kulit sedikit pucat
TTV : HR (102 x/mnt), RR (42x/mnt), suhu 36,40C
IX. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
1. Kemandirian dan bergaul: anak tidak pernah bermain dengan teman-teman seumurannya.
Anak selalu bermain di dalam rumah bersama dengan keluarganya. Anak cenderung
egois dan tidak sabar ketika bermain.
2. Motorik halus: anak belum dapat menggambar baik menggambar orang atau segiempat.
Anak belum dapat berpakaian sendiri atau mengancing baju. Anak belum dapat
menggunakan gunting untuk memotong gambar mengikuti garis.
3. Kognitif dan bahasa: anak dapat menyebutkan satu sampai dua kata, belum dapat
mengerti perintah dan belum dapat menjawab pertanyaan sederhana. Namun, anak dapat
mengetahui dan menyanyikan lagu sederhana seperti lagu “burung kaka tua” dan “
balonku”. Anak tidak dapat memahami analogi dan tidak dapat memahami frase
preposisional.
4. Motorik kasar: anak belum dapat berdiri, berjalan, berlari, memanjat dan melompat
sendiri yang seharusnya sudah tercapai pada usia 36 bulan. Anak hanya bisa duduk dan
merangkak dengan mandiri. Anak dapat berjalan dengan dituntun.
belah paru
2 DS: ibu mengatakan anak tidak mau makan Ketidakseimbangan nutrisi kurang
DO: dari kebutuhan tubuh
BB (10 kg), TB (90 cm), BB/TB
(persentile) : Z < -3 SD
LILA 14 cm
Membran mukosa bibir kering
Kulit sedikit pucat
3 DS: ibu mengatakan, “saya tidak mengetahui Potensial peningkatan pengetahuan
tentang penyakit bronkopneumonia pada tentang informasi penyakit
anak saya” bronkopneumonia dan pencegahan
DO: bronkopneumonia berulang
Keluarga tampak khawatir dan gelisah
karena tidak mengetahui penyakit anak dan
perawatan anak
4 DS: ibu mengatakan anak hanya dapat Keterlambatan pertumbuhan dan
merangkak dan berdiri sendiri selama kurang perkembangan
lebih 5 menit dengan berpegangan
DO:
Anak tampak belum dapat berdiri sendiri
Nilai KPSP 0
Tingkatkan istirahat dan tidur dengan Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan
menjadwalkan aktivitas dan periode oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi
istirahat yang tepat
Ajarkan pada keluarga tindakan untuk Keluarga dapat ikut terlibat dalam perawatan anak
mengurangi upaya pernafasan misalnya
pemberian posisi yang tepat.
Lakukan fisioterapi dada dan postural Untuk membantu mengeluarkan secret dari saluran
drainage setelah tindakan inhalasi pernafasan
Kolaborasi
Berikan terapi inhalasi Untuk meningkatkan bersihan jalan nafas
2 Ketidakseimbangan Meningkatkan nutrisi sesuai dengan Mandiri
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Pantau berat badan anak Untuk menilai kecukupan asupan gizinya
kebutuhan tubuh Kriteria hasil:
Nafsu makan meningkat Auskultasi bunyi usus. Bunyi usus tidak ada bila proses infeksi
Turgor elastis Observasi/palpasi distensi abdomen berat/memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai
Lingkar lengan > 11,5 cm akibat menelan udara atau menunjukkan pengaruh
BB/PB ( -2 s/d 2 SD) toksin bakteri pada saluran GI.
turgor kulit normal
membran mukosa mulut dan bibir Modifikasi teknik pemberian susu Mencegah terjadinya aspirasi yang dapat
lembap dengan memeluk anak dalam posisi mengurangi masukan nutrisi pada anak
tegak (duduk) untuk meminimalkan
kulit tidak pucat
risiko aspirasi
Amati dan catat respon anak terhadap Untuk menilai toleransi anak terhadap susu formula
pemberian makan yang diberikan
Kolaborasi
Berikan diit SF 8x60 cc/hari (feeding Untuk meningkatkan nutrisi anak
drip)
3 Potensial peningkatan Meningkatkan pengetahuan orang Kaji pengetahuan orang tua mengenai Orang tua perlu mengetahui penyakit yang dialami
pengetahuan tentang tua tentang penyakit penyakit bronkopneumonia anak yaitu bronkopneumonia
informasi penyakit bronkopneumonia
bronkopneumonia dan Kriteria hasil: Dengan menggunakan leaflet:
pencegahan orangtua dapat menyebutkan Ajarkan kepada keluarga definisi Penggunaan leaflet memudahkan keluarga
bronkopneumonia definisi bronkopneumonia bronkopneumonia, penyebab, faktor memahami penyakit bronkopneumonia
berulang orangtua dapat menyebutkan 3 risiko, tanda dan gejala, tanda bahaya,
dari 7 faktor risiko, pencegahan dan penanganan
orangtua dapat menyebutkan 5 bronkopneumonia.
dari 9 tanda dan gejala
bronkopneumonia Evaluasi pemahaman keluarga setelah Untuk mengetahui tingkat pemahaman keluarga
orangtua dapat menyebutkan 3 diedukasi setelah diedukasi
dari 4 pencegahan
bronkopneumonia Latih keluarga memahami tanda-tanda Kematian balita karena pneumonia banyak
orangtua dapat mengenal tanda- bahaya bronkopneumonia disebabkan karena keterlambatan respon keluarga
tanda bahaya bronkpneumonia terhadap keadaan anak yang diakibatkan karena
(frekuensi nafas cepat, retraksi kurangnya pengetahuan akan tanda-tanda bahaya
dada, nafas cuping hidung) Latih keluarga menghitung frekuensi penyakit
orang tua dapat mengitung pernafasan pada anak
frekuensi pernafasan dengan
benar
Potensial peningkatan • Mengkaji ulang pengetahuan keluarga tentang penyakit S: ibu mengatakan tidak tahu mengenai penyakit anak
pengetahuan tentang informasi bronkopneumonia (definisi, penyebab, faktor risiko, O:
penyakit bronkopneumonia dan tanda dan gejala, pencegahan dan penanganan) Keluarga tampak cemas dan khawatir
pencegahan bronkopneumonia A: masalah belum teratasi
berulang P:pemberian edukasi menggunakan leaflet tentang
bronkopneumonia
Ketidakseimbangan nutrisi • Pantau berat badan anak setiap shift S: ibu mengatakan anak sudah mau makan dan habis
kurang dari kebutuhan tubuh • amati respon anak terhadap pemberian makan setengah porsi
• Ajarkan keluarga pemberian susu formula 8x60 cc O:
dengan menggunakan feeding drip • BB 10 kg,
• Beritahu keluarga agar menerapkan diit dengan tepat dan • LILA 14 cm
membuat jadwal pemberian susu • Membran mukosa mulut lembap
• Kolaborasi pemberian diit SF 8x60 cc/hari • Turgor kulit normal
• Kulit tidak pucat
A: Masalah teratasi sebagian
P:
• Pantau respon anak terhadap pemberian
makanan
• Pantau kepatuhan keluarga terhadap pemberian
susu formula
Potensial peningkatan • Memberikan pendidikan kesehatan tentang proses S: ibu mengatakan bahwa kemungkinan penyebab
pengetahuan tentang informasi penyakit: pengertian bronkopneumonia, penyebab penyakit anak adalah adanya anggota keluarga yang
penyakit bronkopneumonia dan bronkopneumonia, faktor risiko bronkopneumonia, tanda merokok dan adanya tempat sampah di depan rumah
pencegahan bronkopneumonia dan gejala, komplikasi, cara pencegahan dan O:
berulang penanganan. • Ibu mampu menjelaskan pengertian bronkpneumonia,
• Menjelaskan keluarga tanda bahaya bronkopneumonia 3 dari 7 faktor risiko, 5 dari 9 tanda dan gejala
• Melatih keluarga menghitung frekuensi nafas anak bronkopneumonia, dan 3 dari 4 pencegahan
bronkopneumonia
• Bapak dapat mengitung frekuensi pernafasan dengan
benar
A: Masalah teratasi
P: Pemberian leaflet tentang bronkopneumonia
Mediator inflamasi:
histamine & prostaglandin
Pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast
Edema alveolus: terisi sel darah merah, fibrin & leukosit Tubuh berkompensasi
dengan meningkatkan
tidal volume dan RR
Penurunan kecepatan difusi gas
Hipoksia
Penurunan nafsu makan
Gagal nafas
Ketidakseimbangan nutrisi
Analisis praktik ..., Triulan A, FIK UI,kurang
2013 dari kebutuhan tubuh
Lampiran 5 (lanjutan)
ASUHAN KEPERAWATAN
DOKUMENTASI
BIODATA MAHASISWA
Abstrak
Pneumonia adalah penyakit pembunuh nomor satu balita di seluruh dunia Tingginya faktor risiko pneumonia yang
terdapat di perkotaan menjadikan pneumonia menjadi masalah kesehatan di perkotaan. Karya ilmiah bertujuan untuk
memberi gambaran asuhan keperawatan yang telah diberikan pada anak pneumonia di RSUP Fatmawati dan
mengidentifikasi pengaruh tindakan keperawatan aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”. Hasil yang diperoleh setelah
pemberian aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” pada anak pneumonia yaitu anak mengalami peningkatan status
oksigenasi. Aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” dapat dijadikan sebagai salah satu tindakan keperawatan dengan
menggunakan permainan terapeutik pada anak pneumonia.
Kata Kunci: pneumonia, aktivitas bermain meniup, balita
Abstract
Pneumonia is the number one killer disease in children under five in the world. High pneumonia risk factors founded in
urban make pneumonia as a public health problem. This scientific paper is aimed to give description about nursing
care for children with pneumonia in Fatmawati Hospital and indentify the effect of blowing games activity “puff the
tongue”. The result shows the enhancement of oxygenation status after play blowing games activity “puff the tongue”
in children with pneumonia. Blowing games activity “puff the tongue” can be used as a nursing action as therapeutic
games in children with pneumonia.
Keywords: pneumonia, blowing games activity, children under five
Pendahuluan
Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang terjadi sebagai penyakit primer
ataupun sebagai komplikasi dari penyakit lain. (Said, 2010). Pneumonia menjadi pembunuh nomor
satu balita di seluruh dunia yaitu telah mengakibatkan kematian pada lebih dari 2 juta bayi, atau 1
dari 5 kematian balita di seluruh dunia setiap tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan
kejadian pneumonia ke-6 terbesar di dunia menurut laporan UNICEF (2006). Pada tahun 2005
prevalensi pneumonia balita di DKI Jakarta adalah 2,5 per balita. Angka ini meningkat pada tahun
2006 menjadi 6,8 % per 1000 balita (Depkes RI, 2007). Sementara itu, berdasarkan data profil
kesehatan provinsi DKI Jakarta 2007, diketahui terdapat 20.474 penderita pneumonia dimana 45 %
adalah anak usia balita dengan prevalensi 13,4 per 1000 balita (Dinkes Prop DKI Jakarta, 2008).
Jumlah penderita pneumonia di DKI Jakarta terus mengalami peningkatan.
Hasil
Proses asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak N sebagai pasien kelolaan utama
penulis yang mengalami pneumonia diawali dengan melakukan pengkajian. Hasil pengkajian yang
diperoleh yaitu anak N., perempuan, usia 4 tahun 8 bulan, masuk ruang rawat inap lantai 3 selatan
gedung Teratai RSUP Fatmawati pada 13 Juni 2013 dengan keluhan anak mengalami panas sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit, anak batuk, sesak, dan tidak mau makan. Anak N memiliki
riwayat hidrosefalus dan gizi buruk pada tahun 2008 ketika anak berumur 6 bulan. Anak dilakukan
pembedahan craniotomy untuk pemasangan VP Shunt (Ventriculoperitoneal shunt) untuk
mengeluarkan cairan serebrospinal dari ventrikel ke peritoneum. Anak tidak memperoleh imunisasi
BCG, polio, DPT ataupun campak. Anak N tinggal di daerah pemukiman padat penduduk.
Beberapa anggota keluarga juga ada yang merokok. Keluarga mengatakan terdapat pembuangan
sampah dari mal yang berada di dekat rumah anak N. Tempat sampah tersebut berada tepat di
halaman rumah anak N. Keluarga sudah mencoba memprotes kepada pihak mall tetapi tidak
ditindaklajuti oleh pihak mal.
Hasil pengkajian fisik: keadaan anak compos mentis, tampak lemah terbaring di atas tempat
tidur, berat badan 10 kg, tinggi badan 90 cm, lingkar kepala 44 cm, lingkar perut 38 cm, lingkar
dada 45 cm, lingkar lengan atas 14 cm, konjungtiva tidak anemis, terdapat cairan pada hidung
(beringus), tidak ada nafas cuping hidung, mukosa mulut kering, gigi kuning dan ada karies, tidak
ada sekresi di telinga, dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, terdengar bunyi jantung S1,
S2, tidak ada bunyi tambahan seperti murmur ataupun gallop, terdengar bunyi ronkhi pada kedua
belah paru, tidak ada wheezing, tidak ada distensi abdomen, akral hangat, tidak ada edema
ekstremitas, kulit sedikit pucat, frekuensi napas 42 kali per menit, frekuensi nadi 102 kali per menit,
dan suhu 36, 40C. Berat badan per tinggi badan anak berada dibawah -3 standar deviasi.
Anak N tidak muntah tetapi anak tidak mau makan semenjak anak sesak. Anak terpasang
NGT (Nasogastric tube) untuk memberi makan anak susu formula 8 kali 60 cc per hari. Anak
tampak kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara karena frekuensi batuk anak yang sering dan
panjang. Anak lebih banyak tidur daripada bermain selama sakit. Anak juga tampak kurus. Anak
masuk ke ruang rawat dengan terpasang nasal kanul 2 liter per menit. Semenjak masuk ke ruang
rawat inap anak tidak dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan, hasil rontgen pada
tanggal 12 Juni 2013 tampak infiltrate di perihiler kanan dan kiri dan parakardial kanan. Hilus
Pembahasan
Lingkungan menjadi faktor penting yang mempengaruhi angka kejadian pneumonia pada
balita. Tingginya jumlah penduduk mengakibatkan banyaknya ditemukan pemukiman yang padat
pada daerah perkotaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008) menjelaskan
bahwa anak balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat mempunyai risiko
pneumonia 2,7 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah dengan tingkat
hunian tidak padat. Banyaknya imigran yang datang dengan tingkat keterampilan yang rendah ke
Kesimpulan
Pemberian tindakan keperawatan berupa aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada anak
dengan pneumonia. Permaninan ini sesuai dengan rinsip bermain di rumah sakit yaitu tidak
memerlukan banyak energi, singkat, dan sederhana serta keamanan dan infeksi silang. Tindakan ini
telah diaplikasikan pada anak N sebagai pasien kelolaan utama penulis. Tindakan ini menghasilkan
Daftar Pustaka
Brunner, L., & Suddarth, D. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. (Edisi 8). Vol. 1. Alih
bahasa Ester. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI (2007). Pedoman tatalaksana pneumonia balita. Jakarta: Depkes RI
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatrics nursing (8th edition). St.
Louis Missouri: Elsevier Mosby.
Mahalanabis, D., Sanjay, G., Paul, D., Gupta, A., Lahiri, M., & Khaled, M. (2002). Risk Factors for
pneumonia in infant and young children and the role of solid fuel for cooking: a case-
control study. India: Calcutta
Said, M. (2010). Pengendalian pneumonia anak-balita dalam rangka pencapaian MDG4. Jakarta:
Kemkes RI
Tiewsoh, K., Lodha, R., Pandey, R., Broor, S., Kalaivani, M., & Kabra, S. (2009). Factors
determining the outcome of children hospitalized with severe pneumonia. Research article.
India: Department of Pediatrics
UNICEF. (2006). The forgotten killer of children.
http://www.unicef.org/publications/index_35626.html. Diakses pada tanggal 2 Juli 2013
Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik.
(Edisi 6). Alih bahas Sutarna, A., Juniarti, N., & Kuncara. Jakarta: EGC
Yuwono, A. (2008). Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Kawungamen kabupaten Cilacap.
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.