Anda di halaman 1dari 28

APLIKASI PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI PEPPERMINT

INHALASI TERHADAP MUAL MUNTAH PADA PASIEN


POST OPERASI KISTEKTOMI DI RUANG IBS
RSUD DR H SOEWONDO KENDAL

Disusun Oleh :
RIFYAL LAMANI,S.KEP
NIM.G3A018023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan


rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pengaplikasian Evidence
Based Nursing Praktic (EBNP) ini yang berjudul “APLIKASI PENGARUH
PEMBERIAN AROMATERAPI PEPPERMINT INHALASI TERHADAP
MUAL MUNTAH PADA PASIEN POST OPERASI KISTEKTOMI DI RUANG
IBS RSUD DR H SOEWONDO KENDAL”, tepat pada waktu yang ditentukan,
yang disusun untuk memenuhi tugas stase elektif.
Dalam penulisan makalah ini tentunya penulis berterima kasih kepada
dosen pembimbing akademik yang selalu menyempatkan waktu untuk melakukan
bimbingan. Penulis juga berterima kasih kepada CI ruangan atas ilmu yang
diberikan selama masa praktek di ruang IBS RSUD DR H Soewondo Kendal.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan makalah EBNP ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak untuk menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Kendal, 17 Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan ............................................................................................... 3
D. Manfaat ............................................................................................. 3
BAB II KONSEP DASAR ............................................................................ 4
A. Pengertian Kista Ovarium ................................................................. 4
B. Penyebab ........................................................................................... 5
C. Patofisiologi ...................................................................................... 6
D. Manifestasi Klinik ............................................................................. 7
E. Penatalaksanaan ................................................................................ 8
F. Konsep Asuhan Keperawatan Kista Ovarium ................................... 9
1. Pengkajian ................................................................................... 9
2. Pathways ..................................................................................... 12
3. Diagnosa Keperawatan ................................................................ 13
4. Intervensi Keperawatan ............................................................... 13
BAB III TELAAH JURNAL ........................................................................ 17
A. Judul .................................................................................................. 17
B. Peneliti .............................................................................................. 17
C. Tempat Penelitian .............................................................................. 17
D. Metode Penelitian .............................................................................. 17
E. Hasil Penelitian ................................................................................. 17
F. Landasan Teori Penerapan EBNP ..................................................... 18
G. Justifikasi .......................................................................................... 20
H. Mekanisme Aplikasi (SOP) .............................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tindakan pembedahan sebagai salah salah satu alternatif terapi pada
pasien yang mengalami gangguan kesehatan terus meningkat insidensinya
dari tahun ketahun. World Health organization (WHO) dalam penelitian
Hartoyo (2015) menyatakan bahwa jumlah pasien yang dilakukan
pembedahan tiap tahun mengalami peningkatan. Jumlah pasien dengan
tindakan pembedahan mencapai 140 juta jiwa di seluruh rumah sakit dunia
pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 148 juta jiwa pada tahun 2012.
Sementara di Indonesia, jumlah pasien yang dilakukan pembedahan mencapai
1,2 juta jiwa pada tahun 2012. Sebagian besar tindakan pembedahan yang
dilakukan pada pasien menggunakan anastesi umum. Anestesi umum pada
pembedahan dapat menyebabkan permasalahan antara lain mual, muntah,
batuk kering, nyeri tenggorokan, pusing, nyeri kepala, nyeri punggung, gatal-
gatal, lebam di area injeksi serta hilang ingatan sementara (Allen, 2004;
Conway, 2009; Hewitt & Watts, 2009 dalam Supatmi & Agustiningsih,
2015). Pasien-pasien dianestesi umum mempunyai resiko yang lebih tinggi
untuk mengalami mual dan muntah dibandingkan dengan pasien yang
menggunakan jenis anestesi lain (Islam & Jain, 2004 dalam Indrawati, 2010).
Mual muntah post operasi dikenal dengan istilah Post Operative Nausea And
Vomiting (PONV). Menurut GAN, T.J (2006) dalam Silaban (2015) PONV
adalah komplikasi yang sering terjadi pada anestesi umum dalam 24 jam
pertama setelah operasi (Rihiantoro, 2018).
Mual dan muntah pasca operasi (PONV) merupakan salah satu
komplikasi pasca operasi yang paling umum dari anestesi umum di pediatri.
tingkat pediatrik mual dan muntah sekitar dua kali lipat dari pasien dewasa
(sekitar 40%) (Gan JT, 2014). PONV adalah pengalaman yang tidak
menyenangkan dengan komplikasi sekunder potensial seperti dehiscence
luka, kelainan elektrolit dan aspirasi pneumonia. PONV juga dapat
mengakibatkan signifikan tertunda unit perawatan pasca anestesi (PACU)
tetap, yang dapat menyebabkan debit rumah sakit tertunda (Lubarsky DA,
2000). Dalam sebuah penelitian menggunakan ' kesediaan untuk membayar
teknik, ' orang tua bersedia membayar hingga $ 80 untuk mencegah mual,
menunjukkan bahwa orang tua merasa PONV merupakan masalah yang
signifikan (Kiberd et al, 2016).
Menurut Juliana, Irawan & Hamidy, 2013, jenis pembedahan yang
beresiko tinggi terjadi PONV antara lain bedah plastic 45%, bedah abdominal
29% dan bedah orthopedi 22%. Dampak lebih lanjut dari PONV apabila tidak
ditangani maka dapat memperpanjang waktu perawatan, meningkatkan biaya
perawatan dan dapat menyebabkan peningkatan stressor (Buckle, 2007 dalam
Supatmi & Agustiningsih, 2015). Oleh karena itu perawat harus memahami
dengan benar kondisi mual dan muntah yang dialami pasien dan bagaimana
penangananya untuk mencegah dampak lebih lanjut dari PONV. (Rihiantoro
dkk, 2018).
Aromaterapi telah terbukti efektif dalam mengobati PONV pada orang
dewasa (Hodge NS 2014, Dienemann J et al 2013, Johnson NT 2014).
Aromaterapi adalah penggunaan minyak esensial untuk meringankan
ketidaknyamanan emosional atau fisik. Sarana seluler dan fisiologis yang
bertindak aromaterapi kurang dipahami. Meta-analisis dari empat studi
sebelumnya (215 subjek) gagal menunjukkan efek yang signifikan isopropil
alkohol dibandingkan dengan pengobatan standar untuk menghilangkan mual.
Peppermint juga diperiksa dalam review Cochrane ini dan ada bukti kualitas
cukup untuk menunjukkan efek aromaterapi berbasis peppermint. Namun,
ulasan ini tidak termasuk sidang terbesar di aromaterapi dewasa untuk
PONV. Pada 2013 Berburu et al. terdaftar 1151 orang dewasa di empat uji
coba terkontrol secara acak bersenjata untuk aromaterapi dan menunjukkan
bahwa campuran (jahe, peppermint, spearmint dan kapulaga) mengurangi
mual dibandingkan dengan saline: 82,4% melaporkan berkurang mual dengan
campuran dibandingkan dengan kontrol 39,7% ( P < 0,001) (Kiberd et al.
2016).
Berdasarkan data-data diatas, sehingga penulis tertarik untuk
membuktikan dalam praktek ilmu keperawatan tentang keefektifatn aroma
terapi (peppermint) dalam menurunkan perasaan mual muntah pada pasien
post operasi dengan anastesi umum. Terutama pada pasien post OP
Laparatomi (Kistektomi).
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah ada pengaruh antara Pemberian Aromaterapi Peppermint
Inhalasi Terhadap Mual Muntah Pada Pasien Post Operasi Kistektomi ?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk melihat pengaruh antara pemberian aromaterapi peppermint
inhalasi terhadapat mual muntah pada pasien post operasi kistektomi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk melihat pengaruh pemberian aromaterapi terhadap mual post
operasi
b. Untuk melihat pengaruh pemberian aromaterapi terhadap muntah post
operasi
D. MANFAAT
1. Manfaat bagi Ilmu Keperawatan
Manfaat bagi keperawatan yaitu perawat dapat bekerja sendiri
tanpa menunggu instruksi medis dalam penanganan pasien mual muntah
dengan cara terapi komplementer yaitu dengan menggunakan aromaterapi
peppermint.
2. Manfaat bagi Penulis
Dengan menerapkan EBNP ini, penulis mendapatkan beberapa
pengetahuan baru seperti penanganan mual muntah post operasi tanpa
menggunakan obat dan hanya menggunakan terapi komplementer
peppermint.
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN KISTA OVARIUM
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat
tumbuh di mana saja dan jenisnya bermacam-macam (Jacoeb, 2007 dalam
Manuaba 2010).
Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding
tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair (A.Price, Sylvia. 2006).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada
indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh
semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium (Agusfarly,
2008).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada
ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional
adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus
mentsruasi. (Lowdermilk, dkk. 2005).
Kista ovarium terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu kista fungsional
dan kista patologis (Ita Susanti, 2017).
1. Kista fungsional
Kista fungsional muncul sebagai bagian dari siklus menstruasi.
Kista fungsional terbagi menjadi dua yaitu :
a. Korpus lateum yaitu sel yang memproduksi estrogen dan
progesteron setelah pelepasan sel telur. Ketika lubang keluarnya sel
telur pada korpus luteum tersumbat, penumpukan cairan ini pun
terjadi. Inilah yang menyebabkan korpus luteum berkembang
menjadi kista. Kista ini umumnya akan hilang dalam beberapa bulan,
tapi memiliki risiko untuk pecah, jika terjadi, kista ini dapat
menyebabkan perdarahan dan sakit yang datang secara tiba-tiba.
b. Kista folikel. Didalam ovarium, sel telur berkembang dalam struktur
yang dikenal sebagai folikel. Kista folikel terbentuk ketka folikel
mengalami gangguan sehingga tidak bisa melepaskan sel telur.
Folikel pun membengkak karena penuh cairan dan menjadi sebuah
kista. Kista folikel bisa hilang dengan sendirinya dalam beberapa
minggu.
2. Kista patologis
Kista patologis muncul akibat adanya pertumbuhan sel yang tidak
normal. Sebagian kecil kista ini bersifat kanker.
a. Kista dermoid, paling umum terjadi pada wanita berusia dibawah 40
tahun. Kista ini dapat berisi jaringan manusia seperti rambut, darah,
lemak, tulang, kulit serta gigi. Hal ini dapat terjadi karana kista ini
berasal dari sel yang belum berkembang menjadi sel telur. Sel ini
memiliki kemampuan untuk berubah menjadi sel jaringan tubuh
apapun. Kista ini tidak bersifat ganas tapi dapat membesar hingga
diameter 20 cm dan harus dilakukan tindakan operasi.
b. Kista adenoma, terbentuk dari sel jaringan luar dan paling umum
ditemukan pada wanita diatas 40 tahun. Dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kista adenoma serosa dan kista adenoma mukosa.
Kista adenoma serosa biasanya berukuran kecil tapi dapat
mengakibatkan gejala jika pecah. Kista adenoma mukosa
berkembang hingga berdiameter 35 cm. Kista ini jarang bersifat
ganas, tapi dapat mengakibatkan ovarium terpelintir sehingga aliran
darah ke ovarium tersumbat.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti tapi ada beberapa
factor pemicu yaitu :
 Gaya hidup tidak sehat.
 Diantaranya
 Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
 Zat tambahan pada makanan
 Kurang olah raga
 Merokok dan konsumsi alkohol
 Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
 Sering stress
 Zat polutan
 Faktor genetic
C. PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang
rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi
pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan
membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi
oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional
(hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada
kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut
hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan
menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate,
dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan
tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak.
Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan
ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan
(mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang
serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous.
Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini
adalah tumor sel granulosa dari sexcord sel dan germ cel tumor dari germ sel
primordial. Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium
ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-
folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam
sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama dan diskusi
tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.
D. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar tanda dan gejala adalah akibat dari :
1. Gejala akibat pertumbuhan
a. Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
b. Mengganggu miksi atau defekasi
c. Tekanan tumor dapat menimbulkan konstipasi atau edema pada
tungkai bawah
2. Gejala akibat perubahan hormonal
Ovarium merupakan sumber hormon utama wanita, sehingga bila
berhubungan dengan tumor menimbulkan gangguan menstruasi, tumor sel
granulase
3. Gejala klinik akibat komplikasi yang terjadi pada tumor
a. Perdarahan ke dalam kista (intra tumor)
Bila terjadi perdarahan dalam jumlah yang banyak dapat
menimbulkan nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan
cepat.
b. Robek dinding kista
Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan
sehingga isi kista tumpah ke dalam ruang abdomen.
c. Degenerasi ganas kista ovarium
Keganasan kista ovarium sering dijumpai :
 Kista pada usia sebelum menarche
 Kista pada usia diatas 48 tahun
d. Sindrome Meigs
Sindrom yang ditemukan oleh meigs menyebutkan terdapat
fibroma ovari, acites dan hidrothorak dengan tindakan operasi fibroma
ovari maka sindroma akan menghilang dengan sendirinya.
Selain gejala-gejala diatas, berikut tanda dan gejala yang akan dirasakan
ketika mengidap kista ovarium :
 Perut terasa penuh, berat, kembung
 Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
 Haid tidak teratur
 Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke
punggung bawah dan paha.
 Nyeri sanggama
 Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat
hamil.
E. PENATALAKSANAAN
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan
bedah, misal laparatomi kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista
ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen
dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang
diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada
distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan
gurita abdomen sebagai penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada Pasien tentang
pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan
kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi
napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti
tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi. ( Lowdermilk.dkk.
2005).
F. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KISTA OVARIUM
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat, serta data penanggung jawab
b. Keluhan Pasien saat masuk rumah sakit
Biasanya Pasien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada
massa di daerah abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan Pasien adalah nyeri pada daerah
abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut,
menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.
2) Riwayat kesehatan dahulu
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.
4) Riwayat perkawinan
Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap
timbulnya kista ovarium.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi
untuk tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.
e. Riwayat menstruasi
Pasien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi digumenorhea dan
bahkan sampai amenorhea.
f. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara
sistematis.
1) Kepala
a) Hygiene rambut
b) Keadaan rambut
2) Mata
a) Sklera : ikterik/tidak
b) Konjungtiva : anemis/tidak
c) Mata : simetris/tidak
3) Leher
a) pembengkakan kelenjer tyroid
b) Tekanan vena jugolaris.
4) Dada
Pernapasan
a) Jenis pernapasan
b) Bunyi napas
c) Penarikan sela iga
5) Abdomen
a) Nyeri tekan pada abdomen.
b) Teraba massa pada abdomen.
6) Ekstremitas
a) Nyeri panggul saat beraktivitas.
b) Tidak ada kelemahan.
7) Eliminasi, urinasi
a) Adanya konstipasi
b) Susah BAK

8) Data Sosial Ekonomi


Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan
masyarakat dan berbagai tingkat umur, baik sebelum masa
pubertas maupun sebelum menopause.
9) Data Spritual
Pasien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan
kepercayaannya.
10) Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita,
dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari
ovarium tersebut sementara pada Pasien dengan kista ovarium
yang ovariumnya diangkat maka hal ini akan mempengaruhi
mental Pasien yang ingin hamil/punya keturunan.
11) Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya Pasien dengan kista ovarium mengalami
gangguan dalam aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri
12) Pemeriksaan Penunjang
a) Data laboratorium : Pemeriksaan Hb
b) Ultrasonografi : Untuk mengetahui letak batas kista.
2. Pathways
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman/nyeri berhubungan dengan agen cedera
biologis, insisi pada abdomen
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan ruptur ovarium
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi, rencana tindakan
pemberdahan
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi (nyeri pasca
pembedahan
e. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal
f. Resiko perdarahan berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan dan pembuluh darah
g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan pembedahan
h. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan reflek menelan (efek
anastesi)
i. Resiko injuri berhubungan dengan gangguan keseimbangan tubuh
(efek anastesi)
4. Intervensi Keperawatan

N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEP

1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Pain Management


b.d agen keperawatan selama  Lakukan pengkajian nyeri
injuri biologi 3x24 jam diharapkan secara komprehensif
nyeri pasien berkurang termasuk lokasi,
NOC : karakteristik, durasi,
 Pain Level, frekuensi, kualitas dan faktor
 Pain control, presipitasi
 Comfort level  Observasi reaksi nonverbal
Kriteria Hasil : dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol  Gunakan teknik komunikasi
nyeri (tahu penyebab terapeutik untuk mengetahui
nyeri, mampu pengalaman nyeri pasien
menggunakan tehnik  Kaji kultur yang
nonfarmakologi untuk mempengaruhi respon nyeri
mengurangi nyeri, Evaluasi pengalaman nyeri
mencari bantuan) masa lampau
 Melaporkan bahwa  Evaluasi bersama pasien dan
nyeri berkurang tim kesehatan lain tentang
dengan menggunakan ketidakefektifan kontrol nyeri
manajemen nyeri masa lampau
 Mampu mengenali  Bantu pasien dan keluarga
nyeri (skala, untuk mencari dan
intensitas, frekuensi menemukan dukungan
dan tanda nyeri)  Kontrol lingkungan yang
 Menyatakan rasa dapat mempengaruhi nyeri
nyaman setelah nyeri seperti suhu ruangan,
berkurang pencahayaan dan kebisingan
 Tanda vital dalam  Kurangi faktor presipitasi
rentang normal nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
2. Kecemasan Setelah dilakukan asuhan NIC :
bd diagnosis keperawatan selama 3x Anxiety Reduction
dan 24 jam diharapakan (penurunan kecemasan)
pembedahan cemasi terkontrol  Gunakan pendekatan yang
NOC : menenangkan
 Anxiety control  Nyatakan dengan jelas
 Coping harapan terhadap pelaku
Kriteria Hasil : pasien
 Klien mampu  Jelaskan semua prosedur dan
mengidentifikasi dan apa yang dirasakan selama
mengungkapkan prosedur
gejala cemas  Temani pasien untuk
 Mengidentifikasi, memberikan keamanan dan
mengungkapkan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik  Berikan informasi faktual
untuk mengontol mengenai diagnosis, tindakan
cemas prognosis
 Vital sign dalam batas  Dorong keluarga untuk
normal menemani anak
 Postur tubuh, ekspresi  Lakukan back / neck rub
wajah, bahasa tubuh  Dengarkan dengan penuh
dan tingkat aktivitas perhatian
menunjukkan  Identifikasi tingkat
berkurangnya kecemasan
kecemasan  Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
3 Deficit Setelah dilakukan asuhan Personal hyegene managemen
personal keperawatan selama  Kaji keterbatasan pasien
hyegene b.d 3x24 jam diharapakan dalam perawatan diri
imobilitas pasien menunjukkan  Berikan kenyamanan pada
(nyeri kebersihan diri pasien dengan membersihkan
pembedahan) NOC : tubuh pasien
 Kowlwdge : disease (oral,tubuh,genital)
process  Ajarkan kepada pasien
 Kowledge : health pentingnya menjaga
Behavior kebersihan diri
Kriteria Hasil :  Ajarkan kepada keluarga
 Pasien bebas dari bau pasien dalam menjaga
 Pasien tampak kebersihan pasien
menunjukkan
kebersihan
 Pasien nyaman

Resiko Setelah dilakukan asuhan Infection Control (Kontrol


infeksi b.d keperawatan selama 3x infeksi)
penurunan 24 jam diharapakan  Bersihkan lingkungan setelah
pertahanan infeksi terkontrol dipakai pasien lain
primer NOC :  Pertahankan teknik isolasi
 Immune Status  Batasi pengunjung bila perlu
 Knowledge :  Instruksikan pada
Infection control pengunjung untuk mencuci
 Risk control tangan saat berkunjung dan
Kriteria Hasil : setelah berkunjung
 Klien bebas dari tanda meninggalkan pasien
dan gejala infeksi  Gunakan sabun antimikrobia
 Mendeskripsikan untuk cuci tangan
proses penularan  Cuci tangan setiap sebelum
penyakit, factor yang dan sesudah tindakan
mempengaruhi kperawtan
penularan serta  Gunakan baju, sarung tangan
penatalaksanaannya, sebagai alat pelindung
 Menunjukkan  Pertahankan lingkungan
kemampuan untuk aseptik selama pemasangan
mencegah timbulnya alat
infeksi  Ganti letak IV perifer dan
 Jumlah leukosit line central dan dressing
dalam batas normal sesuai dengan petunjuk
 Menunjukkan umum
perilaku hidup sehat  Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
4 Resiko Setelah dilakukan asuhan  Monitor peristaltik usus,
konstipasi keperawatan selama 3x karakteristik feses dan
berhubungan 24 jam diharapakan frekuensinya
dengan infeksi terkontrol  Dorong pemasukan cairan
pembedahan NOC : adekuat, termasuk sari buah
abdominal Tidak terjadi konstipasi bila pemasukan peroral
Kriteria hasil : dimulai.
Peristaltik usus normal  Bantu pasien untuk duduk
(5-35 kali per menit), pada tepi tempat tidur dan
pasien akan berjalan.
menunjukkan pola
climinasi biasanya.
BAB III
TELAAH JURNAL
A. JUDUL
Jurnal penelitian yang digunakan dalam penerapan Evidence Based
Nursing Practice (EBNP) berjudul “Pengaruh Pemberian Aromaterapi
Peppermint Inhalasi Terhadap Mual Muntah Pada Pasien Post Operasi
dengan Anastesi Umum”.
B. PENELITI
Jurnal penelitian ini dikerjakan oleh 3 orang mahasiswa jurusan
keperawatan Poltekes Tanjungkarang yaitu Tori Rihiantoro, Candra Oktavia,
dan Giri Udani.
C. TEMPAT PENELITIAN
Dari hasil telaah, jurnal penelitian ini tidak dicantumkan tempat
penelitian didalamnya.
D. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal penelitian yaitu metode
quast eksperiment design dengan rancangan penelitian non-equivalent control
group atau yang disebut juga dengan non randomized control grup pretest
postests design, yaitu responden dibagi ke dalam kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
E. HASIL DAN KESIMPULAN
1. Hasil
Hasil penelitian menggambarkan bahwa telah terjadi penurunan
skor rata-rata PONV pada pasien post operasi yang diberikan premedikasi
antiemetik dengan pemberian aromaterapi peppermint inhalasi pada
kelompok eksperimen dari rata-rata skor 14.40 menjadi 3.30. Terapi
aromatik peppermint inhalasi berkontribusi terhadap menurunkan rata-
rata skor PONV sebesar 11,1 pada pasien post operasi dengan anastesi
umum.
Sedangkan hasil pada kelompok kontrol juga mengambarkan telah
terjadi penurunan rata-rata skor PONV pada pasien post operasi yang
diberikan premedikasi antiemetik dengan pemberian plasebo dari skor
rata-rata 9.70 menjadi 7.50. Penurunan rata-rata skor PONV pada
kelompok kontrol hanya sebesar 2,20. Hal ini tentu berbeda jauh dengan
penurunan rata-rata skor PONV pada kelompok eksperimen yang angka
penurunannya mencapai 11,1.
Berdasarkan perbedaan rata-rata penurunan skor PONV pada
kelompok eksperimen dan kontrol yang nilainya mencapai angka 8,9,
menunjukan bahwa pemberian premedikasi entiemetik dengan pemebrian
terapi aromatik peppermint inhalasi pada pasien post operasi memberikan
efek penurunan mual muntah yang lebih baik daripada hanya diberikan
terapi antemetik saja.
2. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian terapi aromatik
peppermint secara inhalasi pada pasien post operasi dengan anastesi
umum dapat menurunkan intensitas mual muntah yang ditunjukan dengan
penurunan rata-rata skor PONV. Pemberian terapi aromatik pappermint
memberikan efek penurunan intensitas mual dan muntah yang lebih cepat
pada pasien post operasi dengan anastesi umum dibandingkan hanya
mengandalkan efek farmakologis dari premedikasi antiemetik.
F. LANDASAN TEORI PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING
PRACTICE
Sebagian besar tindakan pembedahan yang dilakukan pada pasien
menggunakan anastesi umum. Anestesi umum pada pembedahan dapat
menyebabkan permasalahan antara lain mual, muntah, batuk kering, nyeri
tenggorokan, pusing, nyeri kepala, nyeri punggung, gatal-gatal, lebam di area
injeksi serta hilang ingatan sementara (Supatmi & Agustiningsih, 2015 dalam
Rihiantoro dkk, 2018). Pasien-pasien dianestesi umum mempunyai resiko
yang lebih tinggi untuk mengalami mual dan muntah dibandingkan dengan
pasien yang menggunakan jenis anestesi lain (Indrawati, 2010 dalam
Rihiantoro dkk, 2018).
Mual muntah post operasi dikenal dengan istilah Post Operative
Nausea And Vomiting (PONV). Menurut Silaban (2015) dalam Rihiantoro
dkk (2018) PONV adalah komplikasi yang sering terjadi pada anestesi umum
dalam 24 jam pertama setelah operasi.
Jenis pembedahan yang beresiko tinggi terjadi PONV antara lain bedah
plastic 45%, bedah abdominal 29% dan bedah orthopedi 22% (Juliana,
Irawan & Hamidy, 2013 dalam Rihiantoro dkk, 2018).
Selain terapi farmakologi, perawat dapat menerapkan terapi
nonfarmakologi yaitu terapi komplementer. Terapi komplementer yang dapat
digunakan untuk mencegah dan mengurangi mual muntah post operasi salah
satunya yaitu menggunakan aromaterapi. Salah satu sumber minyak harum
yang digunakan sebagai aromaterapi antara lain berasal dari peppermint,
bunga lavender, bunga mawar, jahe dan lemon (Supatmi & Agustiningsih,
2015 dalam Rihiantoro).
Aromaterapi peppermint adalah salah satu aromaterapi yang dapat
digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kram, memperbaiki gangguan
ingestion, digestion, menurunkan terjadinya mual dan muntah serta mengatasi
ketidakmampun flatus. (Supatmi & Agustiningsih, 2015 dalam Rihiantoro
dkk, 2018).
G. JUSTIFIKASI
Skema analisis sintesa sesuai jurnal :

Rencana Pembedahan

Anastesi

Proses Pembedahan

Post Operasi Respon Fisiologis

Mual Muntah

Pemberian
aromaterapi
peppermint

H. MEKANISME APLIKASI (SOP)


Mekanisme pengaplikasian aromaterpi peppermint dalam penelitian
diatas seperti berikut :
Pengertian Aromaterapi peppermint inhalasi merupakan suatu metode
yang menggunakan minyak atsiri peppermint secara inhalasi
untuk meningkatkan kesehatan fisik dan dapat
mempengaruhi kesehatan emosional seseorang.
Tujuan a. Meringakan hidung mampet atau sesak nafas.
b. Menurunkan terjadinya mual dan muntah.
c. Menimbulkan persepsi yang segar.
d. Menekankan stimulus stress.
e. Menimbulkan relaksasi dan nyaman bagi pasien.
Diindikasi a. Pasien yang mengalami mual muntah
b. Pasien yang mengalami hidung mampet atau sesak nafas.
Kontraindikasi a. Pasien yang mengalami kanker.
b. Pasien dengan gangguan sirkulasi.
c. Pasien dengan gangguan jantung.
d. Pasien yang menderita migran.
e. Pasien hamil dengan trimester pertama.
f. Pasien dengan asma parah atau riwayat beberapa alergi.
Petugas Perawat.
Alat dan a. Minyak aromaterapi peppermint.
Bahan b. Tissue.
Persiapan Memberikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi
Lingkungan pasien.
Persiapan a. Mengidentifikasi pasien.
Pasien b. Menjelaskan informed consent yang terdiri dari tujuan,
manfaat, dan prosedur penelitian.
c. Memeriksa indra penciuman pasien menggunakan kopi
dan teh dengan kondisi mata tertutup.
d. Memeriksa tanda-tanda vital pasien.
e. Menanyakan riwayat kesehatan pasien tentang adanya
penyakit kanker, penyakit jantung, migran, asma, alergi,
hamil trimester pertama.
f. Meminta pasien menandatangani informed consent.
g. Menilai mual muntah pasien.
h. Kontak waktu dalam pemberian aromaterapi peppermint
inhalasi.
Prosedur a. Tahap Orientasi
Pelaksanaan 1. Memberikan salam kepada pasien.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
b. Tahap Kerja
1. Menjaga privasi pasien.
2. Mencuci tangan.
3. Mempersiapkan alat.
4. Teteskan aromaterapi peppermint ke kertas tissue 5
tetes.
5. Posisikan kertas tissue yang telah diteteskan
aromaterapi peppermint berjarak 5 cm dari hidung.
6. Menganjurkan pasien untuk menghirup aromaterapi
peppermint selama 5 menit dengan 2 kali nafas dalam.
c. Tahap terminasi
1. Membereskan alat dan merapikan pasien.
2. Mengevaluasi tindakan.
3. Berpamitan dengan pasien.
4. Mencuci tangan.
Sumber Koensoemardiyah (2009), Cook(2008) dalam Supatmi &
Agustiningsih (2015), Snyder dan Lindquist (2010) dalam
Supatmi & Agustiningsih (2015), Setyoadi & Kushariyadi
(2011), Hunt, et al (2012) dalam Supatmi & Agustiningsih
(2015). Dalam Rihiantoro dkk (2018)
DAFTAR PUSTAKA
A.Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC
Agusfarly. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBP SP
Dae Wook Lee et al. 2011. mual dan muntah pasca operasi setelah
mastoidectomy dengan timpanoplasti: perbandingan antara TIVA dengan
propofol-remifentanil dan anestesi seimbang dengan sevofluran-
remifentanil. Korea J Anesthesiol November 61 (5): 399-404. Diakses
tanggal 15 januari 2018
Ita susanti. 2017. APLIKASI TEORI MODEL CALISTA ROY DALAM
PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN
KISTA OVARIUM DI SUKAMAJU KOTA BENGKULU. JNPH Volume
5 No. 2 (Desember 2017). Diakses tanggal 15 januari 2018.
Kiberd et al. ( 2016). Aromaterapi untuk pengobatan PONV pada anak-anak: a
RCT percontohan. 16: 450 : BMC Complementary and Alternative
Medicine. Diakses tanggal 15 januari 2018
Lowdermil, Petra. (2005). Maternity women’s health care. Seventh edit
Manuaba,I.B.C., & Manuaba, I.B.G..,2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah
Ginekologi.Jakarta: Penerbit CV. Trans Ino Media
Rihiantoro, T, dkk (2018). Pengaruh Pemberian Aromaterapi Peppermint Inhalasi
Terhadap Mual Muntah Pada Pasien Post Operasi Dengan Anestesi Umum.
Jurnal keperawatan Volume XIV, No. 1, April 2018. ISSN 1907 – 0357.
Diakses tanggal 15 januari 2018

Anda mungkin juga menyukai