Anda di halaman 1dari 37

KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

MANAJEMEN KASUS LANSIA DENGAN


PENDEKATAN KEPERAWATAN
KOMPLEMENTER

DISUSUN OLEH :

KELAS: B-13B KELOMPOK 9

AYU LAKSMI AGUSTINI (203221183)

NI MADE ERA MAHAYANI (203221183)

I GEDE WAHYU PUTRA DINATA (203221184)

PUTU ADHELINA ISWARA DEVI (203221185)

NI PUTU INDRI SISMAYANTI (203221186)

NI MADE WINDA NURSANTI (203221187)

NI PUTU NOVELIA TREANA (203221188)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

2020
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul ”Manajemen Kasus Lansia dengan Pendekatan
Keperawatan Komplementer”
Penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah mesusntu penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun,
demikian penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya penulis
dengan rendah hati dan dengan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pesusca.
“Om Shanti Shanti Shanti Om”

Denpasar, Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Rumusan Masalah ................................................................................. 2
Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
Sistematika Penulisan ............................................................................ 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 4
A. Konsep Lansia ....................................................................................... 4
1. Pengertian Lansia ........................................................................... 4
2. Klasifikasi Lansia ........................................................................... 4
3. Perubahan pada Lansia ................................................................... 4
B. Konsep Keperawatan Komplementer ..................................................... 6
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 6
2. Diagnosis Keperawatan ................................................................ 13
3. Intervensi Keperawatan ................................................................ 18
4. Implementasi Keperawatan ........................................................... 30
5. Evaluasi Keperawatan .................................................................. 30
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 33
Simpulan ............................................................................................. 33
Saran ................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada lansia terjadi proses menua yaitu penurunan daya tahan tubuh
terhadap rangsangan dari dalam atau luar tubuh. Selain itu, proses menua
juga dapat meningkatkan resiko terkena suatu penyakit bahkan kematian
pada lansia dimana terdapat akumulasi secara progresif dari perubahan
fisiologis pada organ tubuh seiring berjalannya waktu. Selama ini telah
banyak lansia yang menggunakan terapi farmakologi, namun apabila obat-
obatan dikonsumsi lansia dalam jangka panjang hal tersebut dapat
memberikan dampak yang buruk bagi lansia contohnya seperti
ketergantungan obat, mengakibatkan kerusakan pada fungsi kognitif dan
terjadi penurunan metabolisme.
Selain itu, dapat menyebabkan penurunan pada fungsi ginjal (Kabore et
al, 2016). Maka dari itu, banyak alternatif terapi non-farmakologi yang dapat
digunakan dalam menangani masalah yang terjadi pada lansia, seperti terapi
komplementer. Perkembangan terapi komplementer akhir akhir ini menjadi
sorotan banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi
bagian penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara
lainnya (Snyder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta
orang adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang
mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004).
Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi
komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun
1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Pasien yang
menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu
alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya
harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer.
Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan keputusan
dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan sebelumnya.
Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari

1
pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi
komplementer. Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan
pengobatan masyarakat (Snyder & Lindquis, 2002).
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lansia?
2. Apa saja klasifikasi lansia?
3. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia?
4. Apa saja pengkajian keperawatan komplementer pada lansia?
5. Apa saja diagnosis keperawatan komplementer pada lansia?
6. Apa saja intervensi keperawatan komplementer pada lansia?
7. Bagaimana implementasi keperawatan komplementer pada lansia?
8. Bagaimana evaluasi keperawatan komplementer pada lansia?
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai manajemen kasus lansia dengan
pendekatan keperawatan komplementer.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui tentang pengertian lansia.
b. Untuk mengetahui tentang klasifikasi lansia.
c. Untuk mengetahui tentang perubahan yang terjadi pada lansia.
d. Untuk mengetahui tentang pengkajian keperawatan komplementer
pada lansia.
e. Untuk mengetahui tentang diagnosis keperawatan komplementer pada
lansia.
f. Untuk mengetahui tentang intervensi keperawatan komplementer pada
lansia.
g. Untuk mengetahui tentang implementasi keperawatan komplementer
pada lansia.

2
h. Untuk mengetahui tentang evaluasi keperawatan komplementer pada
lansia.
Sistematika Penulisan
1. Sistematika Teoritis
Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan
komplementer, khususnya materi mengenai manajemen kasus lansia
dengan pendekatan keperawatan komplementer.
2. Sistematika Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa Program Studi S1
Keperawatan mengenai keperawatan komplementer, khususnya materi
mengenai pengertian lansia, klasifikasi lansia, perubahan yang terjadi
pada lansia, pengkajian keperawatan komplementer pada lansia,
diagnosis keperawatan komplementer pada lansia, intervensi
keperawatan komplementer pada lansia, implementasi keperawatan
komplementer pada lansia, dan evaluasi keperawatan komplementer
pada lansia.
b. Memberikan pemahaman bagi mahasiswa lainnya mengenai
keperawatan komplementer, khususnya materi mengenai pengertian
lansia, klasifikasi lansia, perubahan yang terjadi pada lansia,
pengkajian keperawatan komplementer pada lansia, diagnosis
keperawatan komplementer pada lansia, intervensi keperawatan
komplementer pada lansia, implementasi keperawatan komplementer
pada lansia, dan evaluasi keperawatan komplementer pada lansia.
c. Memberikan pemahaman bagi penulis mengenai keperawatan
komplementer, khususnya materi mengenai pengertian lansia,
klasifikasi lansia, perubahan yang terjadi pada lansia, pengkajian
keperawatan komplementer pada lansia, diagnosis keperawatan
komplementer pada lansia, intervensi keperawatan komplementer pada
lansia, implementasi keperawatan komplementer pada lansia, dan
evaluasi keperawatan komplementer pada lansia.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis (Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan
kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seorang diri.
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :
a. Young old (usia 60-69 tahun)
b. Middle age old (usia 70-79 tahun)
c. Old-old (usia 80-89 tahun)
d. Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
3. Perubahan pada Lansia
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya
banyak perubahan pada lansia yang meliputi :
a. Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada
persepsi pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang
memiliki kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap dirinya
sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik, emosi, atau
sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit.

4
Perubahan fisiologis pada lansia beberapa diantaranya, kulit
kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan refleks
batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan sebagainya.
Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat
lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus
menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi
kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan.
b. Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan
sosial. Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya
berhubungan dengan penyakit dan tingkat keparahannya yang akan
memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan seorang
lansia.
Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku
aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk
menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak dalam
ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah
kesehatan.
c. Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar
neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan
kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala gangguan
kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan
berhitung, serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses
penuaan yang normal.
d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan
proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia
seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan
yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh
pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan

5
keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan
kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya
dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia
yang memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-
kehilangan sebagai berikut:
1) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang).
2) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya
dengan beberapa hal sebagai berikut:
a) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara
hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
b) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya
hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya
pengobatan bertambah.
c) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
d) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
e) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan
kesulitan.
f) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
g) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga.
h) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri)
B. Konsep Keperawatan Komplementer
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah langkah awal dari melakukan proses
keperawatan atau pemberian asuhan keperawatan. Tujuan dari tahap
pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data
dasar klien, mengidentifkasi dan mengenali masalah-masalah yang
dihadapi klien, mengidentifikasi kebutuhan kesehatan klien, serta

6
mengidentifikasi keadaan fisik, mental, sosial dan lingkungan klien.
Adapun komponen dari pengkajian keperawatan:
a. Identitas klien
Terdiri dari nama pasien, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat,
nomor telepon, pekerjaan, dan bahasa sehari-hari.
b. Keluhan utama dan riwayat penyakit
Kaji keluhan yang dirasakan pasien saat ini sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari serta riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan
keluarga.
c. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan bagian dari data dasar yang
dikumpulkan oleh perawat selama pengkajian. Perawat mengkaji
tanda-tanda vital kapan saja klien masuk ke bagian perawatan
kesehatan. Tanda-tanda vital dimasukkan ke pengkajian fisik secara
menyeluruh atau diukur satu persatu untuk mengkaji kondisi klien.
Penetapan data dasar dari tanda-tanda vital selama pemeriksaan fisik
rutin merupakan kontrol terhadap kejadian yang akan datang.
d. Pemeriksaan per sistem tubuh
Melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pasien sesuai dengan
sistem tubuh. sistem tubuh yang dilakukan pemeriksaan antara lain:
1) Sistem pernafasan
Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok.
Tanda: distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan (krekles, mengi), sianosis.
2) Sistem kardiovaskular
Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/ katup, penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi/irama
(takikardia, berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi

7
vena jugularis, ekstermitas, perubahan warna kulit), suhu dingin
(vasokontriksi perifer), pengisian kapiler mungkin lambat.
3) Sistem pencernaan
Yang dikaji adalah status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual,
muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi, rahang
dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah perut
kembung ada pelebaran kolon, apakah ada konstipasi (sembelit),
diare, dan inkontinensia alvi.
4) Sistem integument
Yang dikaji adalah keadaan kulit (temperatur, tingkat kelembaban),
keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya
jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada
gangguan-gangguan umum.
5) Sistem musculoskeletal
Yang dikaji adalah adanya kaku sendi, pengecilan otot,
mengecilnya tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak
dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan
otot, kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan
bungkuk.
6) Sistem penglihatan dan pendengaran
Yang dikaji pada sistem penglihatan adalah pergerakan mata,
kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak. Pupil: kesamaan,
dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses pemenuaan.
Yang dikaji pada sistem pendengaran adalah ketajaman
pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar, tinnitus,
serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di
bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri di telinga.
7) Sistem neurologis
Gejala: keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas,
kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (penglihatan
kabur, diplopia), episode epistaksis.

8
Tanda: perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir
atau memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan
genggaman), perubahan retinal optik.
8) Sistem perkemihan
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal).
Tanda: warna dan bau urine, distensi kandung kemih, inkontinensia
(tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi, tekanan, desakan,
pemasukan dan pengeluaran cairan, rasa sakit saat buang air kecil.
9) Sistem reproduksi
Gejala: kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya
kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual.
10) Pola istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
11) Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Adapun perubahan yang dikaji pada sistem ini:
a) Perubahan psikologis, data yang dikaji:
(1) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan,
(2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak,
(3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,
(4) Bagaimana mengatasi stres yang di alami,
(5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri,
(6) Apakah lansia sering mengalami kegagalan,
(7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang,
(8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat,
proses pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan
dalam menyelesaikan masalah.
b) Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji:
(1) Darimana sumber keuangan lansia,
(2) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang,

9
(3) Dengan siapa dia tinggal,
(4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,
(5) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,
(6) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di
luar rumah,
(7) Siapa saja yang bisa mengunjungi,
(8) Seberapa besar ketergantungannya,
(9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan
fasilitas yang ada.
c) Perubahan spiritual, data yang dikaji :
(1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya,
(2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam
kegiatan keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan
anak yatim atau fakir miskin.
(3) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah
dengan berdoa,
(4) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.
e. Pemeriksaan penunjang
Kaji data penunjang seperti hasil laboratorium, USG, MRI, dan
lainnya.
f. Pemeriksaan skala nyeri dan tingkat kecemasan
Skala Nyeri
1) Pada Skala 1 (Sangat Ringan / Very Mild)
Rasa nyeri hampir tak terasa. Sangat ringan, seperti gigitan
nyamuk. Sebagian besar waktu Anda tidak pernah berpikir tentang
rasa sakit.
2) Pada Skala 2 (Tidak Nyaman / Discomforting)
Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit. Mengganggu dan
mungkin memiliki kedutan kuat sesekali. Reaksi ini berbeda-beda
untuk setiap orang.
3) Pada Skala 3 (Bisa Ditoleransi / Tolerable)

10
Rasa nyeri sangat terasa, seperti pukulan ke hidung menyebabkan
hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter. Nyeri terlihat dan
mengganggu, namun Anda masih bisa bereaksi untuk beradaptasi.
4) Pada Skala 4 (Menyedihkan / Distressing)
Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari
sengatan lebah. Jika Anda sedang melakukan suatu kegiatan, rasa
itu masih dapat diabaikan untuk jangka waktu tertentu, tapi masih
mengganggu. Misalnya, saat anda sakit gigi, jika dipaksakan, anda
masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tapi itu cukup
mengganggu.
5) Pada Skala 5 (Sangat Menyedihkan / Very Distressing)
Rasa nyeri yang kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti
pergelangan kaki terkilir. Rasa sakit nyerinya tidak dapat diabaikan
selama lebih dari beberapa menit, tetapi dengan usaha Anda masih
dapat mengatur untuk bekerja atau berpartisipasi dalam beberapa
kegiatan sosial.
6) Pada Skala 6 (Intens)
Rasa nyeri yang kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat
sehingga tampaknya cenderung mempengaruhi sebagian indra
Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu. Nyeri
cukup kuat yang mengganggu aktivitas normal sehari-hari.
Kesulitan berkonsentrasi.
7) Pada Skala 7 (Sangat Intens)
Sama seperti nomor 6, kecuali bahwa rasa sakit benar-benar
mendominasi indra Anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi
dengan baik dan tak mampu melakukan perawatan diri. Nyeri berat
yang mendominasi indra Anda dan secara signifikan membatasi
kemampuan Anda untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari
atau mempertahankan hubungan sosial, bahkan mengganggu tidur.
8) Pada Skala 8 (Sungguh Mengerikan / Excruciating)
Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak lagi dapat berpikir jernih,
dan sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit

11
datang dan berlangsung lama. Aktivitas fisik sangat terbatas. Dan
penyembuhan membutuhkan usaha yang besar.
9) Pada Skala 9 (Menyiksa Tak Tertahankan / Unbearable)
Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak bisa mentolerirnya dan
sampai-sampai menuntut untuk segera menghilangkan rasa sakit
apapun caranya, tidak peduli apa efek samping atau risikonya.
Sakit luar biasa. Tidak dapat berkomunikasi. Menangis dan atau
mengerang tak terkendali.
10) Pada Skala 10 (Sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan)
Sakit yang tak tergambarkan (Unimaginable/Unspeakable)
merupakan nyeri begitu kuat tak sadarkan diri. Terbaring di tempat
tidur dan mungkin mengigau. Kebanyakan orang tidak pernah
mengalami skala rasa sakit ini. Karena sudah keburu pingsan
seperti mengalami kecelakaan parah, tangan hancur, dan kesadaran
akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit yang luar biasa parah.
Pengelompokan:
1) Pada skala nyeri 1-3 dikategorikan sebagai Nyeri Ringan (masih
bisa ditahan, aktivitas tak terganggu)
2) Pada skala nyeri 4-6 dikategorikan sebagai Nyeri Sedang
(mengganggu aktivitas fisik)
3) Pada skala nyeri 7-10 dikategorikan sebagai Nyeri Berat (tidak
dapat melakukan aktivitas secara mandiri)
g. Tingkat Kecemasan
Stuart dan Sundeen (1995) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan
yaitu :
1) Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dab
individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk
belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2) Kecemasan sedang

12
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan
menurun/individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan
mengesampingkan hal lain.
3) Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu
cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-
hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan
membutuhkan banyak pengarahan/tuntutan.
4) Panik
Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah
tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan
apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.
2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan komplementer yang sering muncul
pada lansia adalah (SDKI, 2016):
a. Nyeri akut (D. 0077)
1) Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lama dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang 3 bulan.
2) Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lskemia,
neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan)
3) Gejala dan tanda mayor:
a) Subjektif: mengeluh nyeri

13
b) Objektif: tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada,
posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur
4) Gejala dan tanda minor:
a) Subjektif: (tidak tersedia)
b) Objektif: Tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri, Diaforesis
b. Nausea (D. 0076)
1) Definisi:
Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau
lambung yang dapat mengakibatkan muntah.
2) Penyebab:
a) Gangguan biokimiawi (mis. uremia, ketoasidosis diabetik)
b) Gangguan pada esofagus
c) Distensi lambung
d) Iritasi lambung
e) Gangguan pankreas
f) Peregangan kapsul limpa
g) Tumor terlolisasi (mis. neuroma akustik, tumor otak primer
atau sekunder, metastasis tulang di dasr tengkorak)
h) Peningkatan tekanan intraabdominal (mis. keganasan
intraabdomen)
i) Peningkatan tekanan intrakranial
j) Peningkatan tekanan intraorbital (mis. glaukoma)
k) Mabuk perjalanan
l) Kehamilan
m) Aroma tidak sedap
n) Rasa makanan/minuman yang tidak enak
o) Stimulus penglihatan tidak menyenangkan
p) Faktor psikologis (mis. kecemasan, ketakutan, stres)
q) Efek agen farmakologis
r) Efek toksin

14
3) Gejala dan tanda mayor:
a) Subjektif: mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidak
berminat makan
b) Objektif: (tidak tersedia)
4) Gejala dan tanda minor:
a) Subjektif: merasa asam di mulut, sensasi panas/dingin, sering
menelan
b) Objektif: saliva meningkat, pucat, diaforesis, takikardia, pupil
dilatasi
c. Pola napas tidak efektif (D. 0005)
1) Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat
2) Penyebab:
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan
otot pernapasan)
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskular
f) Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram (EEG)
positif, cedera kepala, gangguan kejang)
g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
m) Ceder pada medula spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
3) Gejala dan tanda mayor:
a) Subjektif: Dispnea

15
b) Objektif: Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
4) Gejala dan tanda minor:
a) Subjektif: Ortopnea
b) Objektif: Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung,
diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi
menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah
d. Gangguan pola tidur (D. 0055)
1) Definisi:
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal
2) Penyebab:
a) Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar,
suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap,
jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
b) Kurang kontrol tidur
c) Kurang privasi
d) Restraint fisik
e) Ketiadaan teman tidur
f) Tidak familiar dengan peralatan tidur
3) Gejala dan tanda mayor:
a) Subjektif: mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga,
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah,
mengeluh istirahat tidak cukup
b) Objektif: (tidak tersedia)
4) Gejala dan tanda minor:
a) Subjektif: Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
b) Objektif: (tidak tersedia)
e. Konstipasi (D. 0049)
1) Definisi:

16
Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit
dan tidak tuntas serta fases kering dan banyak
2) Penyebab:
a) Fisiologis
(1) Penurunan motilitas gastrointestinal
(2) Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
(3) Ketidakcukupan diet
(4) Ketidakcukupan asupan serat
(5) Ketidakcukupan asupan cairan
(6) Aganglionik (mis. penyakit Hircsprung)
(7) Kelemahan otot abdomen
b) Psikologis
(1) Konfusi
(2) Depresi
(3) Gangguan emosional
c) Situasional
(1) Perubahan kebiasaan makan (mis. jenis makanan, jadwal
makan)
(2) Ketidakadekuatan toileting
(3) Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
(4) Penyalahgunaan laksatif
(5) Efek agen farmakologis
(6) Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
(7) Kebiasaan menahan dorongan defekasi
(8) Perubahan lingkungan
3) Gejala dan tanda mayor:
a) Subjektif: defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran
feses lama dan sulit
b) Objektif: feses keras, peristalitik usus menurun
4) Gejala dan tanda minor:
a) Subjektif: mengejan saat defekasi

17
b) Objektif: distensi abdomen, kelemahan umum, teraba massa
pada rektal
3. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah beberapa rencana keperawatan berdasarakan SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) tahun 2018 dalam
keperawatan komplementer pada lansia
a. Terapi akupresur
Definisi : Menggunakan teknik penekanan pada titik tertentu untuk
menurunkan tekanan darah, mengurangi nyeri meningkatkan relaksasi,
mengurangi mual.
Tindakan :
Observasi
1) Periksa kontraindikasi (mis. kontusio, jaringan parut, infeksi,
penyakit jantung dan anak kecil)
2) Periksa tingkat kenyamanan psikologis dengan sentuhan
3) Periksa tempat yang sensitif untuk dilakukan penekanan dengan
jari
4) Identifikasi hal yang ingin dicapai
Terapeutik
1) Tentukan titik akupresur, sesuai dengan hasil yang dicapai
2) Perhatikan isyarat verbal atau non verbal untuk menentukan lokasi
yang diinginkan
3) Tekan bagian otot yang tegang hingga rileks atau nyeri menurun
sekitar 15- 20 detik
4) Tekan jari atau pergelangan tangan untuk mengurangi mual
5) Tekan titik yang berada di belakang telinga, mengikuti alur otot –
otot leher dan melindungi tengkorak untuk mengatasi sesak nafas,
sulit tidur, dan nyeri
6) Lakukan akupresur setiap hari dalam satu pekan pertama untuk
mengatasi masalah yang terjadi pada lansia seperti nyeri, sulit
tidur, mual, konstipasi, dan sesak nafas

18
Edukasi
1) Anjurkan untuk rileks
2) Ajarkan keluarga atau orang terdekat melakukan akupresur secara
mandiri
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan terapis yang tersertifikasi
b. Terapi akupunktur
Definisi : menggunakan metode penusukan jarum pada titik-titik
tertentu yang tepat di permukaan tubuh.
Observasi
1) Periksa riwayat kesehatan dan pengkajian fisik, sesuai kebutuhan
2) Periksa adanya risiko akupunktur
Terapeutik
1) Berikan posisi yang sesuai pada pasien untuk dilakukan terapi
akupunktur
2) Buka area yang akan diberikan terapi
3) Tentukan titik akupunktur
4) Lakukan akupunktur sesuai indikasi (lokasi, ukuran jarum, dan
jumlah jarum yang digunakan)
Edukasi
1) Jelaskan prosedur akupunktur, indikasi, kontraindiksi, dan
kemungkinan efek samping
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan terapis yang tersertifikasi
c. Terapi Pemijatan
Definisi : memberikan stimulasi kulit dan jaringan dengan berbagai
teknik gerakan dan tekanan tangan untuk meredakan nyeri,
meningkatkan relaksasi, memperbaiki sirkulasi.
Observasi
1) Identifikasi kontraindikasi terapi pemijatan (mis. penurunan
trombosit, gangguan integritas, area lesi, kemerahan atau radang,
hipersensitivitas terhadap sentuhan)

19
2) Identifikasi kesediaan dan penerimaan pasien untuk dilakukan
pemijatan
3) Monitor respon terhadap pemijatan
Terapeutik
1) Tetapkan jangka waktu pemijatan
2) Pilih area tubuh yang akan dipijat
3) Siapkan lingkungan yang hangat, nyaman, dan privasi
4) Buka area yang akan dipijat sesuai kebutuhan
5) Gunakan lotion atau minyak zaitun untuk mengurangi gesekan
6) Lakukan pemijatan secara perlahan dan menggunakan teknik yang
tepat
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan dan prosedur terapi
2) Anjurkan pasien untuk rileks selama pemijatan
3) Anjurkan pasien beristirahat setelah dilakukan pemijatan
d. Terapi Relaksasi
Definisi : menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda
dan gejala ketidaknyamanan seperti nyeri, ketegangan otot, atau
kecemasan, sulit bernafas, dan sulit tidur. Ada beberapa teknik dalam
terapi relaksasi yaitu nafas dalam, meditasi, peregangan, imajinasi
terbimbing, dan musik.
Observasi
1) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
2) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
3) Monitor respon pasien terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

1) Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa gangguan dengan


pencahayaan dan suhu ruang yang nyaman
2) Gunakan suara nada lembut, lambat, dan berirama

Edukasi

1) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih

20
2) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
3) Anjurkan pasien untuk rileks dan merasakan sensasi relaksasi
e. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi
waktu luang bagi lansia. Tujuan terapi ini adalah:
1) Mengisi waktu luang bagi lansia
2) Meningkatkan kesehatan lansia
3) Meningkatkan produktifitas lansia
4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia
Terapi Komplementer untuk Lansia
a. Mengatasi nyeri pinggang
Nyeri pinggang adalah kondisi yang ditandai dengan ketegangan pada otot
pinggang disertai rasa nyeri.
Bahan Ramuan
1) Jahe merah 1 jempol
2) Sereh 2 batang
3) Gula merah 1 sendok makan
4) Garam seujung sendok the
5) Air 2 gelas
Cara pembuatan: Jahe dibakar dan memarkan, masukkan bersama sereh
dalam air mendidih. Tunggu 10 menit tambahkan gula merah serut dan
garam, aduk-aduk dan dinginkan. Cara pemakaian: Minum 2 kali sehari.
Akupresur: Akupresur untuk mengatasi nyeri pinggang dapat dilakukan
pemijatan pada lokasi yang letaknya di pinggang sejajar dengan pusar,
selebar 2 jari tangan ke samping kiri dan kanan dari garis tengah tubuh.
Lokasi akupresur:
1) Titik GB 21 yaitu titik Jian Jing paling sering digunakan untuk nyeri,
kekakuan leher, ketegangan bahu, dan sakit kepala. Jian Jing (GB
21) terletak di otot – otot bahu. Untuk menggunakan titik – titik ini
bisa melakukannya dengan mencubit tebal atau menekan untuk
memijat dan menstimulasi daerah selama 30 hitungan.
2) Titik GB 20

21
Untuk titik GB 20 berada di belakang telinga, mengikuti alur otot –
otot leher dan melindungi tengkorak. Untuk menemukan titik ini
maka harus menekannya sedikit kuat, karena letaknya yang cukup
dalam. Menstimulasi titik ini dapat dengan menekannya selama 30
hitungan.

3) Titik Li 15 atau titik Jianyu yaitu berada di atas pangkal lengan pada
lekukan sendi bahu. Manfaat titik ini yaitu untuk melancarkan
meridian, menghilangkan lembap, membersihkan energi dari api
pada meridian, melancarkan persendian, dan menurunkan suhu
panas. Titik ini digunakan untuk mengobati gangguan sendi bahu.

4) Titik Si 9
Titik ini terletak pada permukaan luar lengan bawah. Dibawah
lipatan siku selebar tiga jari saat siku di tekuk 900. Pijat area ini
selama 4-5 detik karena dapat mengurangi kaku pada leher, nyeri
pada bahu, dan diare.
b. Mengatasi mual dan muntah
Mual adalah sensasi tidak nyaman pada perut bagian atas sehingga
menimbulkan rasa ingin muntah. Muntah ditandai dengan keluarnya isi
lambung melalui mulut.
Bahan Ramuan
1) Jahe emprit/jahe putih kecil 2 ibu jari

22
2) Gula Merah secukupnya
3) Air 1 ½ gelas
Cara pembuatan:
Didihkan air terlebih dahulu, setelah itu masukkan jahe yang telah dikupas
dan dimemarkan, tambahkan gula merah yang telah dipotong kemudian
diaduk. Tutup panci dan matikan kompor. Diminum dalam keadaan
hangat-hangat kuku.
Cara pemakaian: Minum ramuan jahe 2 - 3 kali sehari sampai rasa mual
hilang.
Perhatian: Hindari penggunaan untuk ibu hamil dan penderita nyeri
lambung.
Keterangan: Ramuan bisa juga digunakan pada usia remaja, usia kerja
dan pada anak usia sekolah dengan cara meminumnya sedikit demi sedikit.
Akupresur:
Akupresur untuk mengatasi mual dan muntah dapat dilakukan pemijatan
pada lokasi yang letaknya 3 jari di atas pertengahan pergelangan tangan
bagian dalam.
Lokasi Akupresur
1) Titik P6
Titik P6 merupakan lokasi penting yang ada di bagian lengan bawah.
Stimulasi titik P6 ini dilakukan pada posisi telapak tangan menghadap
ke atas. Titik ini berada pada garis tengah lengan bawah, dua ibu jari
menuju siku dari lipatan pergelangan tangan. Titik P6 berada pada 5
cm dari distal lipatan pergelangan tangan, antara tendon flexi karpi
radialis dan palmaris longus. Efek stimulasi pada titik tersebut mampu
meningkatkan pelepasan betaendorphin di hipofise dan ACTH
sepanjang chemoreceptor trigger zone (CTZ) menghambat pusat
muntah. Sehingga dengan menekan titik P6 dapat menurunkan mual
muntah.

23
2) Titik ST36
Zusanli atau titik ST36 adalah salah satu dari titik akupresur klasik,
yang terletak pada bagian kaki dari meridian lambung. Manfaat
dari teknik akupresur pada titik ST 36 adalah, memperbaiki fungsi
lambung, limpa, dan usus baik berupa akibat dari muntah,
gangguan lambung, dan diare, mengusir penyakit yang bersifat
angin dan lembab, melancarkan pencernaan, menguatkan stamina
tubuh, menghilangkan pusing, menguatkan kekebalan tubuh.
membantu dalam pengobatan leukopenia (sel darah putih yang
kurang). mengobati ayan. mengobati cegukan, menenangkan nyeri
perut dari rasa lapar karena lambung panas, mengobati kecapean
dan stamina lemah mengobati sembelit, mengobati nyeri sendi
lutut dan kaki, mengobati susah berak, mengobati radang usus
buntu akut mengobati kelumpuhan muka, mengobati kelumpuhan
anggota gerak badan, mengobati susah tidur, mengobati kekurusan
tubuh, mengobati beri-beri, mengobati sakit tenggorokan,
mengobati bengkak seluruh badan, mengobati asma. mengobati
pusing mengobati vertigo. mengobati palpitasi tinggi - debar
jantung yang tinggi. membantu recovery tubuh setelah operasi
c. Mengatasi sesak nafas
Sesak nafas ditandai dengan suara yang berbunyi/ mengi saat
mengeluarkan nafas.

24
Bahan Ramuan
1) Patikan kebo 4 batang
2) Gula secukupnya
3) Air 3 gelas
Cara pembuatan: Masukkan Patikan kebo kedalam air mendidih biarkan
selama 10 menit masukkan gula secukupnya.
Cara pemakaian: Diminum 3 kali sehari
Akupresur: Untuk mengatasi sesak nafas dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang letaknya di bawah tengkuk, setengah jari ke arah luar.
Lokasi akupresur
1) Large Intestine 4 (LI4)
Titik LI4 biasa digunakan untuk meredakan stres, sulit tidur, sakit di
area wajah, sakit kepala, sakit gigi, serta sakit kepala, serta dapat
digunakan untuk mempertahankan daya tahan tubuh dan sesak nafas.
LI4 bisa ditemukan di tangan, di antara jempol dan jari telunjuk.
Untuk stimulasi pada area ini, tekan area di antara jari telunjuk dan
jempol. Tekanlah dengan kuat dan stabil sembari mencubitnya. Titik
tekan ini juga dianggap bisa mempercepat kelahiran.
2) Titik Kidney 1 (KD1)
Kidney 1 (KD1), sering digunakan untuk mengatasi rasa panik,
ketegangan pikiran, mengatasi sulit tidur mempunyai efek relaksasi.
KD1 terletak pada 1/3 bagian atas telapak kaki. Lakukan penekanan
yang kuat ke dalam dan ke depan ke arah jempol kaki. Berhati-hatilah
saat menekan titik ini pada wanita hamil. Titik ini bisa mempercepat
kelahiran.
3) Titik GB20
Gallbladder 20 (GB20) adalah titik yang disarankan untuk mengatasi
sakit kepala, migrain, rabun mata atau kelelahan, kurang energi, serta
gejala flu dan dapat menjaga kesehatan imun, dapat digunakan untuk
mengatasi sesak nafas. GB20 terletak di leher. Untuk menemukan
titiknya, gunakan jempol untuk menemukan cekungan di bagian dasar
tengkorak. Titik ini berada sekitar 5 cm dari bagian tengah leher, yaitu

25
di bawah tengkorak dan di samping otot-otot leher. Tekankan jempol
ke dalam dan sedikit ke atas, mengarah ke mata.

d. Mengatasi sulit tidur


Sulit tidur adalah kondisi kesulitan tidur berulang atau mempertahankan
tidur pulas.
Bahan Ramuan
1) Biji pala 1/5 bagian
2) Madu 1 sendok makan
3) Air panas 1 cangkir
Cara Pembuatan: 1/5 bagian biji pala ditumbuk halus. Seduh dengan 1
cangkir air hangat dan madu 1 sendok makan.
Cara Pemakaian: Diminum 1-2 kali sehari dalam keadaan hangat.
Akupresur: Akupresur untuk mengatasi sulit tidur dapat dilakukan
pemijatan pada lokasi yang letaknya di lekukan garis pergelangan tangan
bagian dalam, segaris dengan jari kelingking.
Lokasi akupresur
1) Large Intestine 4 (LI4)
Titik LI4 biasa digunakan untuk meredakan stres, sulit tidur, sakit di
area wajah, sakit kepala, sakit gigi, serta sakit kepala, serta dapat
digunakan untuk mempertahankan daya tahan tubuh. LI4 bisa
ditemukan di tangan, di antara jempol dan jari telunjuk. Untuk
stimulasi pada area ini, tekan area di antara jari telunjuk dan jempol.
Tekanlah dengan kuat dan stabil sembari mencubitnya. Titik tekan ini
juga dianggap bisa mempercepat kelahiran.
2) Titik Kidney 1 (KD1)
Kidney 1 (KD1), sering digunakan untuk mengatasi rasa panik,
ketegangan pikiran, mengatasi sulit tidur mempunyai efek relaksasi.

26
KD1 terletak pada 1/3 bagian atas telapak kaki. Lakukan penekanan
yang kuat ke dalam dan ke depan ke arah jempol kaki. Berhati-hatilah
saat menekan titik ini pada wanita hamil. Titik ini bisa mempercepat
kelahiran.
3) Titik GB20
Gallbladder 20 (GB20) adalah titik yang disarankan untuk mengatasi
sakit kepala, migrain, rabun mata atau kelelahan, kurang energi, serta
gejala flu dan dapat menjaga kesehatan imun, dapat digunakan untuk
mengatasi sesak nafas. GB20 terletak di leher. Untuk menemukan
titiknya, gunakan jempol untuk menemukan cekungan di bagian dasar
tengkorak. Titik ini berada sekitar 5 cm dari bagian tengah leher, yaitu
di bawah tengkorak dan di samping otot-otot leher. Tekankan jempol
ke dalam dan sedikit ke atas, mengarah ke mata.

4) Shenmen (HT7/HE 7)
Titik penekanan terletak pada lekukan sisi ulna garis lipat pergelangan
tangan, sisi radial tendon otot fleksor karpi ulnaris. Cabang persarafan
pada area penekanan meliputi: nervus kutaneus antebrakial medialis,
pada sisi ulna terdapat nervus ulnaris. Shen men (HT 7) merupakan
poin akupresur yang paling sering digunakan untuk mengatasi
gangguan tidur atau insomnia

e. Mengatasi sembelit
Ditandai dengan sulit dan jarangnya buang air besar.
Bahan Ramuan

27
1) Buah mengkudu masak 2 buah
2) Garam Secukupnya
Cara Pembuatan: Buah mengkudu diparut, diberi garam sedikit, diperas,
disaring.
Cara pemakaian: Diminum 2 kali sehari.
Akupresur: Akupresur untuk mengatasi sembelit dapat dilakukan
pemijatan pada lokasi yang letaknya 4 jari ke atas dari punggung
pergelangan tangan segaris jari tengah.
Lokasi akupresur
1) Sayinjiao (SP6)
Titik ini terletak di tepi posterior tulang tibia, 3 cun (1 setapak tangan)
di atas puncak malleolus internus. Penekanan pada titik ini akan
merangsang rami kutaneus kruris medialis pada nervus sapheni, di
bagian dalam tersapat cabang saraf nervus tibialis. (Kiswojo, 2013).
Berdasarkan teori akupunktur, titik Sayinjao (SP 6) merupakan titik
pertemuan jalur Hati dan Ginjal, penekanan pada titik ini mampu
memelihara atau melancarkan peredaran darah dan memelihara yin di
area lower burn (hati, ginjal, kolon, usus halus dan kandung kemih),
sehingga sangat baik untuk berbagai gangguan pencernaan dan
gangguan psikologis.
f. Meningkatkan daya tahan tubuh
Daya tahan tubuh adalah kemampuan yang dimiliki tubuh untuk
melindungi diri dari berbagai serangan penyakit.
Bahan Ramuan
1) Jahe emprit/jahe merah 1 ibu jari
2) Pegagan 1 jumput
3) Temulawak 1 iris
4) Gula Merah secukupnya
5) Air 1 ½ gelas

28
Cara pembuatan:
Jahe dan temulawak dimemarkan. Pegagan dan gula merah dipotong
kecilkecil. Semua bahan dicampur dan direbus di dalam air mendidih
selama 10-15 menit dengan api kecil.
Cara pemakaian: Ramuan diminum hangat-hangat 2 kali sehari sebanyak
1 gelas.
Perhatian: Hindari penggunaan untuk ibu hamil dan sedang
mengonsumsi obat pengencer darah.
Keterangan: Ramuan bisa juga digunakan pada usia kerja.
Akupresur: Akupresur untuk meningkatkan daya tahan tubuh dilakukan
pemijatan pada lokasi yang letaknya 4 jari di atas mata kaki bagian dalam.
Lokasi akupresur:
1) Large Intestine 4 (LI4)
Titik LI4 biasa digunakan untuk meredakan stres, sulit tidur, sakit di
area wajah, sakit kepala, sakit gigi, serta sakit kepala, serta dapat
digunakan untuk mempertahankan daya tahan tubuh dan sesak nafas.
LI4 bisa ditemukan di tangan, di antara jempol dan jari telunjuk.
Untuk stimulasi pada area ini, tekan area di antara jari telunjuk dan
jempol. Tekanlah dengan kuat dan stabil sembari mencubitnya. Titik
tekan ini juga dianggap bisa mempercepat kelahiran.

2) Titik GB20
Gallbladder 20 (GB20) adalah titik yang disarankan untuk mengatasi
sakit kepala, migrain, rabun mata atau kelelahan, kurang energi, serta
gejala flu dan dapat menjaga kesehatan imun. GB20 terletak di leher.
Untuk menemukan titiknya, gunakan jempol untuk menemukan
cekungan di bagian dasar tengkorak. Titik ini berada sekitar 5 cm dari
bagian tengah leher, yaitu di bawah tengkorak dan di samping otot-

29
otot leher. Tekankan jempol ke dalam dan sedikit ke atas, mengarah
ke mata.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Implementasi terdiri dari melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang diperlukan untuk melakukan intervensi (atau program
keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan
keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan,
kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan
keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier et al.,
2010). Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik
dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan:
independen, dependen, dan interdependen. Pelaksanaan tindakan
keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Asmadi, 2008). Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan,
berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan profesional kesehatan
menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan atau hasil dan
keefektifan rencana asuhan keperawatan. Evaluasi adalah aspek penting
proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi

30
menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan
atau diubah (Kozier et al., 2010).
a. Tujuan Evaluasi Dalam Komplementer
1) Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien setelah
dilakukan terapi komplementer
2) Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas dari tindakan
komplementer yang telah diberikan,
3) Mendapatkan umpan balik,
4) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan komplementer
5) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan komplementer
b. Tipe Pernyataan Evaluasi Dalam Komplementer
Tipe pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif
dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama
proses tindakan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah
evaluasi akhir.
1) Pernyataan Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera
pada saat atau setelah dilakukan Tindakan komplementer.
2) Pernyataan Evaluasi Sumatif
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan
perkembangan.
c. Mengukur Pencapaian Tujuan Evaluasi Dalam Komplementer
Mengukur pencapaian, meliputi :
1) Kognitif : meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya,
mengontrol gejala, pengobatan, aktivitas, resiko komplikasi,
pencegahan dan lainnya.
a) Interview
Dalam proses interview perawat menggunakan beberapa
strategi untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien strategi
tesebut mencakup :
(1) Recall knowledge (menanyakan kepada klien untuk

31
mengetahui beberapa fakta),
(2) Komprehensif (menyatakan informasi yang spesifik dengan
kata-kata anda sendiri),
(3) Aplikasi fakta (menanyakan tindakan apa yang akan klien
ambil terkait dengan status kesehatannya).
2) Affektif (emosional): meliputi tukar-menukar perasaan, cemas
yang berkurang, kemauan berkomunikasi dan sebagainya.
a) Observasi langsung
b) Feedback.
c) Psikomotor : observasi langsung apa yang telah dilakukan klien.
d) Perubahan fungsi tubuh dan gejala.
Menurut Dinarti, Ratna, Heni, & Reni (2009) format yang digunakan
untuk evaluasi keperawatan yaitu format SOAP, Subjective, yaitu
pernyataan atau keluhan dari pasien, Objective, yaitu data yang observasi
oleh perawat atau keluarga, Analisys, yaitu kesimpulan dari objektif dan
subjektif (biasaya ditulis dalam bentuk masalah keperawatan). Ketika
menentukan apakah tujuan telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari
tiga kemungkinan simpulan: tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama
dengan hasil yang diharapkan, tujuan tercapai sebagian; yaitu hasil yang
diharapkan hanya sebagian yang berhasil dicapai, tujuan tidak tercapai,
Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
analisis.

32
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung atau pendamping kepada pengobatan medis
konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis
yang konvensional. Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional
yang digabungkan dalam pengobatan modern. Pengobatan dengan
menggunakan terapi komplementer mempunyai manfaat selain dapat
meningkatkan kesehatan secara lebih menyeluruh juga lebih murah.
Penerapan terapi komplementer kepada lansia dapat berupa pengobatan
akupresur, pengobatan dengan bahan alami seperti jamu, minuman herbal, dll.
Manfaat penerapan terapi komplementer kepada lansia yaitu untuk membantu
keluarga mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri seperti kram otot,
diare, sesak nafas, nyeri pinggang, sulit tidur, dll.
Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Keperawatan
Komplementer. Dan penulis menyarankan materi-materi yang ada dalam
tulisan ini dikembangkan lebih lanjut agar dapat nantinya menghasilkan
tulisan-tulisan yang bermutu. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan,
semoga dapat bermanfaat.

33
DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, S. A. (2015). Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia: Terapi Akupresur.


The Sun, 2(1), 25–29.
Effendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba medika.
Majid, Y.A dan Rini, P.S. 2016. Terapi Akupresur memberikan rasa tenang dan
Nyaman serta mampu menurunkan tekanan Darah Lansia. Jurnal Aisyiyah:
Jurnal Ilmu Kesehatan.
https://aisyah.journalpress.id/index.php/jika/article/viewFile/11/10
Nugroho. (2012). Keperawatan gerontik & geriatrik, edisi 3. Jakarta: EGC
Potter PA & Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik Edisi 4, Jakarta: EGC.
Ratnawati, Emmelia. (2017). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Baru Press
Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical Nursing Skills: Basic To
Advanced Skills. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/Alternative Therapies In
Nursing. 4th ed. New York: Springer.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community & Public Health Nursing. 6th
ed. St. Louis: Mosby Inc.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

34

Anda mungkin juga menyukai