Anda di halaman 1dari 17

Efektivitas pemasangan kateterisasi urin dengan respon nyeri pada prosedur

teknik pengolesan jelly pada kateter dan penyemprotan lidocain jelly


langsung ke dalam uretrha

Makalah

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah gadar kritis

yang diampu oleh Ibu susy puspasari S. Kep, Ners, M.Kep

disusun oleh:

Dimas 317005
Erika Damayanti 317006
Mezi Oktasari 317025
Nira Kartika 317025
Nyimas Hanny Atikan 317022
Rio Perdiana Sp 317025
Wahyuni Choirunnisa 317032

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA JAWABARAT

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat


hidayah-Nyalah sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah dengan judul “Efektivitas pemasangan kateterisasi urin dengan


respon nyeri pada prosedur teknik pengolesan jelly pada kateter dan
penyemprotan lidocain jelly langsung ke dalam uretrha” di buat sebagai salah satu
tugas dari mata kuliah Gadar kritis. Adapun bahan yang terdapat dalam makalah
diambil dari beberapa refrensi yang berkaitan dengan pembahasan materi
mengenai kateterisasi.

Penyusun berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca dalam


memberikan gambaran mengenai Asuhan Keperawatan Pada Gadar Kritis.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang terlibat


dalam penyusunan makalah ini baik berupa petunjuk, bimbingan maupun
dorongan moril dan materil.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak penyusun harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah dimasa mendatang.

Bandung, Maret 2018

Tim Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Eliminasi merupakan salah satu pemenuhan kebutuhan fisologis manusia.


Terganggunya eliminasi menandakan terjadinya gangguan pada bagian sistem
perkemihan baik karena cidera ataupun penyakit seperti retensi urin, batu ginjal,
inkonentsia urin, atau BPH (benigna prostat hipertropi) sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan dalam kehidupan sehari – hari dan dapat mengganggu aktivitas.
Pentingnya eliminasi atau pengeluaran urin dengan lancar, salah satu tindakan
keperawatan kolaborasi yang sering dilakukan perawat di rumah sakit yang
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan eliminasi adalah pemasangan kateter.
Pemasangan kateter urin merupakan suatu tindakan invasif dengan
memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih yang mana bertujuan untuk
membantu pengeluaran urin. Pemasangan kateter urin dapat menjadi suatu
tindakan yang dapat menyelamatkan keselamatan jiwa khususnya bila ada
masalah pada saluran kencing dikarenakan tersumbat atau pasien tidak dapat
melakukan urinasi. Tindakan pemasangan kateter urin juga dapat dilakukan pada
pasien dengan indikasi lain, seperti: untuk menentukan jumlah urin sisa di dalam
kandung kemih, untuk melancarkan suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin,
atau untuk memantau hasil pengeluaran urin setiap jam pada pasien (Smelzter,
2001).
Smith (2003) melaporkan dalam pemasangan kateter yang dilakukan lebih
dari 5000 pasien setiap tahunnya di Amerika, yang mana sebanyak 4%
penggunaan kateter dilakukan pada perawatan rumah, dan sebanyak 25% pada
perawatan akut. Sebanyak 15-25% pasien yang berada di rumah sakit
menggunakan selang kateter menetap untuk mengukur haluaran urin dan
membantu dalam pengosongan kandung kemih (Joanna Briggs Institute, 2000).
Berdasarkan data bulanan rekam medis di rumah sakit RSUP dr. Hasan
Sadikin tahun 2018 kurang lebih ada 890 kunjungan di instalasi gawat darurat
(IGD) dalam waktu satu bulan baik yang rujukan maupun non rujukan. Untuk
data laporan igd dalam waktu satu bulan pasien yang dilakukan kateterisasi urin
terdapat kurang lebih 225 pasien. Studi pendahuluan dengan melakukan
wawancara terhadap dua orang pasien pria dan wanita yang dipasang kateter di
ruang tindakan, keduanya mengeluh mengatakan nyeri saat dilakukan
pemasangan kateter urin.
Nyeri adalah suatu sensasi yang menjadi keluhan utama pada pasien yang
mengalami kateterisasi urin, karena prosedur ini ialah dengan memasukkan selang
kateter dalam kandung kemih yang mana mempunyai resiko terjadinya infeksi
atau trauma pada dinding urethra. Resiko terjadi trauma dapat berupa iritasi pada
dinding urethra lebih sering dialami pada pria dikarenakan anatomi urethranya
yang lebih panjang dan berliku-liku dibandingkan dengan urethra wanita,serta
kondisi membran mukosa yang melapisi dinding urethra mudah sekali rusak oleh
pergesekan akibat dari pemasukkan selang kateter (Kozier & Erb, 2009).
Untuk mengurangi nyeri saat pemasangan kateter urin adalah dengan
menggunakan jelly pelumas. Ada dua alternatif dalam penggunaan jelly pelumas.
Yang pertama dengan mengolesi jelly pada selang kateter di sepanjang selang
yang akan dimasukkan ke dalam urethra setelah diukur, dan yang kedua dengan
memasukkan jelly pada urethra dengan menggunakan spuit (Roe, 2003).
Dari kedua alternatif tersebut, tampaknya alternatif pertama masih menjadi
primadona dalam prosedur pemasangan kateter di ruang rawat inap rumah sakit.
Namun di instalasi gawat darurat penggunaan lidocain jelly telah di aplikasikan
pada saat tindakan pemasangan kateter urin namun masih ditemukan juga
tindakan pemasangan kateter urin tanpa menggunakn lidocain gel dan masih ada
pemasangan kateter urin menggunakan lidocain jelly hanya pada laki-laki saja,
cara memasukkan jelly langsung ke dalam urethra dapat memengaruhi kecepatan
dalam pemasangan selang kateter sehingga dapat mengurangi iritasi pada dinding
urethra akibat dari pergesekan dengan selang kateter dibandingkandengan cara
pelumasan jelly pada kateter.
Melihat fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada
perbandingan respon nyeri pada prosedur kateterisasi urin dengan teknik
pengolesan jelly pada kateter dan penyemprotan jelly langsung ke dalam uretrha.
1.2 Rumusan Masalah
Pemasangan kateter urin merupakan suatu tindakan invasif dengan
memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih yang mana bertujuan untuk
membantu pengeluaran urin. Pemasangan kateter urin dapat menjadi suatu
tindakan yang dapat menyelamatkan keselamatan jiwa khususnya bila ada
masalah pada saluran kencing dikarenakan tersumbat atau pasien tidak dapat
melakukan urinasi. Pemasangan kateterisasi urin pada pasien dapat menimbulkan
rasa nyeri.
Nyeri adalah suatu sensasi yang menjadi keluhan utama pada pasien yang
mengalami kateterisasi urin, karena prosedur ini ialah dengan memasukkan selang
kateter dalam kandung kemih yang mana mempunyai resiko terjadinya infeksi
atau trauma pada dinding urethra.
Untuk mengurangi nyeri saat pemasangan kateter urin adalah dengan
menggunakan jelly pelumas. Ada dua alternatif dalam penggunaan jelly pelumas.
Yang pertama dengan mengolesi jelly pada selang kateter di sepanjang selang
yang akan dimasukkan ke dalam urethra setelah diukur, dan yang kedua dengan
memasukkan jelly pada urethra dengan menggunakan spuit
Hasil studi pendahuluan di instalasi gawat darurat RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung penggunaan lidocain gel telah di aplikasikan pada saat tindakan
pemasangan kateter urin namun masih ditemukan juga tindakan pemasangan
kateter urin tanpa menggunakn lidocain jelly dan masih ada pemasangan kateter
urin menggunakan lidocain jelly hanya pada laki-laki saja
Melihat fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada
perbandingan respon nyeri pada prosedur kateterisasi urin dengan teknik
pengolesan jelly pada kateter dan penyemprotan lidocain jelly langsung ke dalam
uretha.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbandingan respon nyeri
pada prosedur kateterisasi urin dengan teknik pengolesan jelly pada kateter dan
penyemprotan lidocain jelly langsung ke dalam uretha?

1.3.2 Tujuan Khusus


Penulis bertujuan untuk mengidentifikasi :
a. Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pengolesan jelly pada kateter
dan penyemprotan lidocain jelly langsung ke dalam uretha?
b. Mengidentifikasi seberapa efektif penggunaan lidocain jelly pada
pemsangan kateter?

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Untuk Institusi Rumah Sakit
Diharapkan dengan adanya Evidence Based Nursing ini dapat memberikan
masukan yang positif dalam memodifikasi standar asuhan keperawatan serta bisa
mengaplikasikan sebagai dasar untuk mengembangkan suatu tindakan untuk
mengurangi nyeri pada pemasangan kateterisasi

1.4.2 Manfaat Untuk Pasien dan Keluarga


Untuk memberi pengetahuan terhadap pasien dan keluarga tentang
kegunaan dari pemasangan kateter menggunakan lidocain jelly untuk mengurangi
nyeri
BAB II
TINJAUN JURNAL

2.1 Anatomi dan fisiologi sistem urinaria


Sistem urinaria terdiri dari bermacam-macam struktur dengan masing-
masing fungsinya. Struktur ini bekerja selaras untuk mengatur keseimbangan
cairan tubuh, elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui
ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi
kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme
(seperti urea, kreatinin dan asam urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi
dan ekskresi, ginjal juga mensekkresi renin, bentuk aktif vitamin D dan
eritropoetin. (Hall, 2003 ; Price and Wilson, 1995)
Struktur yang membangun sistem urinaria terdiri dari:
1.Ginjal
2.Ureter
3.Kandung kemih
4.Urethra
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak di kedua
sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutup atasnya terletak setinggi
kosta keduabelas, sedangkan kutup atas ginjal kiri terletak setinggi kosta sebelas.
Ginjal terdiri dari komponen-komponen di bawah ini:
 Kapsul ginjal yaitu lapisan jaringan ikat yang kuat mengelilingi ginjal
 Korteks ginjal, terletak dibawah kapsul ginjal dan terdiri dari tubulus
ginjal sebagai sistem filtrasi.
1. Nefron
Nefron merupakan unit fungsional ginjal . Setiap ginjal terdiri dari satu juta
nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama, dengan
demikian pekerjaan ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua
nefron tersebut. Setiap nefron tersusun dari kapsula bowman yang mengitari
rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle dan
tubulus kontortus distal yang berlanjut sebagai duktus pengumpul. Struktur inilah
yang membuang sisa hasil metabolisme dari darah dan membentuk urin untuk
dikeluarkan.
Tiga fungsi utama nefron dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Mengontrol cairan tubuh melalui proses sekresi dan reabsorbsi cairan.
b. Ikut mengatur pH darah.
c. Membuang sisa metabolisme darah.

2. Medula ginjal
Medula ginjal terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid, tampak
bercorak karena tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul
nefron. Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolom
bertini.
3. Papila ginjal
Papila (apeks) dari tiap piramid membentuk duktus papilaris Bellini yang
terbentuk dari persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.

4. Kaliks
Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal
berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu
membentuk kaliks mayor yang selanjutnya bersatu menjadi pelvis ginjal. Pelvis
ginjal merupakan reservoir utama sistem pengumpul ginjal. Ureter
menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih.
Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 10-12 inci, terbentang dari
ginjal sampai kandung kemih. Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan kemih ke
kandung kemih. Urin mengalir melalui ureter karena adanya gerakan peristaltik
ureter. Sebuah membrane yang terletak pada sambungan ureter dan kandung
kemih berfungsi sebagai katup untuk mencegah aliran balik urin.
Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis, terletak
di belakang simfisis pubis. Kandung kemih mempunyai tiga muara: dua muara
ureter dan satu muara uretra.
Dua fungsi kandung kemih adalah :
 Sebagai tempat penyimpanan kemih sebelum meninggalkan tubuh
 Dibantu oleh uretra, kandung kemih berfungsi mendorong kemih keluar
tubuh. Kandung kemih dapat menampung sampai dengan 1000 ml urin.
Ketika mencapai 250 ml urin dalam kandung kemih, pesan berkemih
terkirim melalui corda spinal, sehingga seseorang merasakan ingin
berkemih. Pengeluaran urin dikontrol oleh spingter interna dan eksterna.
Urethra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari
kandung kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita 1,5 inci
mulai dari dinding anterior vagina dan keluar diantara klitoris dan ostium
vagina. Pada pria panjangnya sekitar 8 inci, melewati prostate sampai
glands penis. Muara uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius. (Hall,
2003 ; Price and Wilson, 1995)
Karakteristik urin normal dan abnormal
1. Karakteristik urin normal
 95 % terdiri dari air
 Urin berisi produk akhir metabolisme protein, seperti urea, asam urat dan
kreatinin.
 Membuang mineral yang diambil dari makanan yang sudah tidak
dibutuhkan seperti natrium, kalium, calsium, sulfat, dan fosfat.
 Berisi toksin
 Berisi hormon
 Pigmen kuning dari berasal dari bilirubin

2. Karakteristik urin abnormal


Urin abnormal mungkin mrngandung satu atau lebih hal-hal dibawah ini:
 Albumin / protein: merupakan indikasi adanya penyakit pada ginjal,
infeksi atau trauma.
 Glukosa: dapat menjadi indikasi adanya diabetes mellitus, syok atau
cedera kepala.
 Eritrosit: sebagai indikasi adanya infeksi, kanker/ tumor, penyakit ginjal
 Leukosit: sebagai indikasi infeksi traktus urinaria
 Benda keton: sebagai indikasi adanya diabetes mellitus, kelaparan/
dehidrasi atau kondisi lain dimana terjadi katabolisme lemak dengan cepat.
 Nilai pH urin: nilai abnormal mengindikasikan gout, batu traktus urinaria,
infeksi
 Bilirubin: Mengindikasikan gangguan fungsi hepar, obstruksi traktus
biliaris, hepatitis.
 Nilai berat jenis urin: nilai abnormal mengindikasikan adanya penyakit
ginjal, ketidakseimbangan elektrolit, gangguan fungsi hati dan luka bakar.
(Hall, 2005)
2.2 Kateterisasi
2.2.1 Pengertian
Kateter merupakan suatu selang untuk memasukkan dan mengeluarkan cairan.
Kateterisasi urinarius adalah memasukkan kateter melalui utetra ke dalam
kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urin. Kateter urin dapat
dipasang untuk jangka waktu pendek seperti di lingkungan rawat inap atau kronis
dan lingkungan rumah.

2.2.2 Jenis - jenis kateter urin


Jenis - jenis kateter urin yang dikenal antara lain:
1. Kateter Nelathon/ kateter straight/ kateter sementara adalah kateter urin
yang berguna untuk mengeluarkan urin sementara atau sesaat. Kateter
jenis ini mempunyai bermacam-macam ukuran, semakin besar ukurannya
semakin besar diameternya. Pemasangan melalui uretra.
2. Kateter balon/kateter Folley, Kateter Indwelling/ Kateter Tetap adalah
kateter yang digunakan untuk mengeluarkan urin dalam sistem tertutup
dan bebas hama, dapat digunakan untuk waktu lebih lama (5 hari).
Kateter ini terbuat dari karet atau plastik yang mempunyai cabang dua atau
tiga dan terdapat satu balon yang dapat mengembang oleh air atau udara
untuk mengamankan/ menahan ujung kateter dalam kandung kemih.
Kateter dengan dua cabang, satu cabang untuk memasukkan spuit, cabang
lainnya digunakan untuk mengalirkan urin dari kandung kemih dan dapat
disambung dengan tabung tertutup dari kantung urin, sedangkan kateter
dengan tiga cabang, kedua cabang mempunyai fungsi sama dengan kateter
diatas, sementara cabang ketiga berfungsi untuk disambungkan ke irigasi,
sehingga cairan irigasi yang steril dapat masuk ke kandung kemih,
tercampur dengan urin, kemudian akan keluar lagi. Pemasangan kateter
jenis ini bisa melalui uretra atau suprapubik.
3. Kateter suprapubik dengan bungkus Silver alloy, merupakan kateter paling
baruyang dibungkus dengan perak bagian luar maupun bagian dalamnya.
Perak mengandung antimikroba yang efektif, tetapi karena penggunaan
perak sebagai terapi antimikroba belum sistematik, maka penggunaan jenis
kateter inipun masih terbatas dan belum jelas keakuratannya. Pemasangan
kateter, sementara ini baru dapat dilakukan oleh dokter urologi dalam
kamar operasi sebagai tindakan bedah minor

Ukuran kateter
 Wanita dewasa Kateter no 14/16
 Laki-laki dewasa Kateter no 18/20
 Anak-anak Kateter no 8/10

2.2.3 tujuan dilakukan kateterisasi

1. Membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk mengosongkan kandung


kemih, terutama pada pasien yang mengalami penyakit akut, akan operasi,
sakit hebat, terbatas pergerakannya atau pasien dengan penurunan
kesadaran.
2. Menjaga agar kandung kemih tetap kosong, penyembuhan luka,
pengobatan beberapa infeksi dan operasi suatu organ dari sistem urin
dimana kandung kemih tidak boleh tegang sehingga menekan unsur lain.
3. Menjaga agar pasien dengan keluhan inkontinensia urin ( urin terkumpul
di kandung kemih karena tidak dapat dikeluarkan) tetap kering bagian
perineumnya , sehingga kulit tetap utuh dan tidak terinfeksi.
4. Mengukur jumlah produksi urin oleh ginjal secara akurat.
5. Membantu melatih kembali atau memulihkan pengendalian kandung
kemih secara normal.

2.2.4 Indikasi

 Untuk mengatasi retensi urine


 Mengukur jumlah produksi urine oleh ginjal secara akurat
 Memperoleh bahan urine steril
 Mengukur jumlah residu urine dalam kandung kemih
 Memperoleh bahan urine bila tidak dapat ditampung dengan cara lain :
menampung urine agar tidak terkontaminasi pada wanita yang sedang
menstruasi atau pada klien yang sedang mengalami masalah inkontinensia
urine

2.2.5 Kontra Indikasi


Produk kateter yang menggunakan bahan lateks dapat menimbulkan reaksi
alergi.

2.2.6 Prinsip
Steril

2.2.7 Komplikasi

 Bacterial shock
 Ruptur uretra
 Perforasi buli-buli
 Pendarahan
 Balon pecah atau tidak dapat dikempeskan
2.2.8 Alat dan Bahan

1. Kateter urin
2. Urin bag
3. Sarung tangan steril
4. Set bengkok dan pinset steril
5. Kapas dan cairan sublimate
6. Jelly
7. Plester
8. Perban
9. Spuit dan Steril water aquadest
10. Bengkok tidak steril
11. Alas/ Perlak kecil
12. Handuk kecil + Waskom isi air hangat + sabun
13. Sampiran
14. Lampu

2.2.9 Prosedur Pelaksanaan

1. Identifikasi pasien
2. Jelaskan prosedur kepada pasien
3. Tarik tirai tempat tidur dan atur posisi
a. Pasien anak/pasien sadar butuh bantuan
b. Pasien dewasa/wanita : posisi dorsal recumbent dengan lutut fleksi
c. Pasien dewasa/ laki-laki: Posisi supine dan kaki abduksi
4. Pasang urin bag
5. Pasang perlak atau alas pada klien
6. Tuangkan cairan antiseptic
7. Sediakan spuit isi aquadest
8. Cuci tangan dengan cara furbringer
9. Pasang sarung tangan
10. Lakukan vulva/perineum hygiene
11. Buka set kateter dan berikan jelly di ujung kateter
12. Masukkan lidocain jelly langsung ke dalam uretrha
13. Tunggu sampa 3 menit lalu masukkan kateter sampai urin mengalir
14. Ketika urin mengalir, pindahkan tangan yang tidak dominant dari labia
atau dari penis ke kateter.
15. Jika menggunakan indwelling kateter, isi balon kemudian tarik kateter ±
2,5 cm
16. Fiksasi kateter
17. Bantu pasien pada posisi yang nyaman
18. Kumpulkan dan buang alat-alat yang sekali pakai, bersihkan alat -
alat yang bukan sekali pakai
19. Cuci tangan

2.3 Lidocain
2.3.1 Pengertian
Lidocaine adalah obat anastesi lokal yang menyebabkan hilangnya
sensasi rasa sakit pada tubuh. Meski begitu, efek obat ini tidak sampai
menyebabkan Anda hilang kesadaran. Anastesi lokal mencegah tubuh
mengirim sinyal ke otak dengan cara menghambat kerja saraf pada
bagian yang diaplikasikan obat. Lidocaine juga digunakan untuk
meredakan rasa sakit dan rasa gatal yang diakibatkan oleh sengatan
matahari, gigitan atau sengatan serangga, luka kecil, dan luka goresan.
Obat ini juga bisa digunakan pada daerah dubur atau anal untuk
mengatasi rasa tidak nyaman dan gatal-gatal yang disebabkan oleh
hemoroid atau wasir dan gangguan lain

2.3.2 Indikasi
Sebagai anastesi permukaan dan sebagai pelumas pada uretra pasien
pria dan wanita untuk pemasangan kateterisasi
2.3.3 Cara penggunaan
Anastesi permukaan uretra dewasa pria 10 ml dimasukan sampai
pasien merasa ada sensasi tekanan sedangkan wanita 5 sampai 10 ml

2.3.4 Kontra indikasi


Hipersensitivitas terhadap anastesi lokal
Daftar Pustaka

1. Anonim.2002.The Indwelling Urynary Cathether.(On Line)


http://www.snihc.com/patientEducation. Diakses 4 Februari 2005

2.Anonim.2005.Urinary Catheter. (Online).


Http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003981.htm. Diakses 1
februari 2005

3. DeCapite,T.,A.Richards.No Date.Nosocomial Urinary tract Infection


Http://www.Hopkins.heic.org/Infectious_diseases/Urinary_tract.htm.
Diakses 20 Desember 2004.

4. Saint, S. No date. Prevention of Nosocomial Urinary Tract Infections. (On


Line).
Http://ahcpr.gov/clinic/ptsafety/chap15a.htm. Diakses 3 Januari 2005.

5. Saint, S. No date. Prevention of Nosocomial Urinary Tract Infections. (On


Line).
Http://ahcpr.gov/clinic/ptsafety/chap15b.htm. Diakses 3 Januari 2005

6.Hall,J. 2003. CatheterizationBasics. (On line)


Http://www.nursingceu.com/NCEU/courses/cath/. Diakses 1 februari 2005

7. Senat Mahasiswa Fakultas Kedoktran Universitas Gadjah Mada. 1988.


Penuntun Tindakan Medik bagi Dokter Umum. Andi Ofset, Yogyakarta. Hal. 1-2.

8. Tim Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2000. Panduan Praktek


Profesi Keperawatan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai