Anda di halaman 1dari 73

MAKALAH KMB 2

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KATARAK DAN OMA”

Oleh :

Kelompok 5

Nama Anggota Kelompok

1. Ni Kadek Dian Karmila Yanti (P07120219056)


2. Putu Arsienda Dahata Ulmafema (P07120219060)
3. Dewa Ayu Putri Widyani (P07120219071)
4. Ni Nyoman Triyana Sari (P07120219079)
5. Putu Mia Rusmala Dewi (P07120219083)
6. Ni Kadek Yuni Anggreni (P07120219088)
7. Ni Komang Indah Kusuma Dewi (P07120219091)
8. Kadek Sari Savitri (P07120219094)
9. I Gusti Bagus Ade Oka Dwipayana (P07120219100)
10. Komang Nova Sadana Yoga (P07120219102)

Kelas 2B/ S.Tr.Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan
tuntunan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Karena makalah
ini dibuat sebagai tugas Keperawatan Medikal Bedah dan merupakan salah satu bentuk usaha
penulis untuk menambah wawasan mengenai “Konsep Keperawatan Katarak dan OMA”
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna. Mengingat banyaknya
kekurangan yang penulis miliki, baik dari segi isi, penyajian maupun penulisan itu sendiri. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan pendapat, saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat menjadi inspirasi dan memberikan
manfaat bagi kita semua.

Denpasar, 8 September 2020

Penyusun.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii-iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2

1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Indra Pengelihatan………………………………………………….3

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Katarak

a. Pengertian ............................................................................................................ 10

b. Klasifikasi Katarak ............................................................................................. 11

c. Etiologi ................................................................................................................. 14

d. Patofisiologi ......................................................................................................... 15

e. Faktor Resiko .......................................................................................................15

f. Manifestasi Klinis.................................................................................................15

g. Pathway Katarak .................................................................................................16

h. Komplikasi ............................................................................................................16

i. Penatalaksanaan Medis .......................................................................................17

j. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................................17

k. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan………………………………………..18

l. Asuhan Keperawatan Pada Klien Katarak……………………………….......23

C. Anatomi Fisiologi Sistem Pendengaran……………………………………………….38

D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada OMA 10

a. Pengertian ............................................................................................................ 40

ii
b. Etiologi ................................................................................................................. 41

c. Patofisiologi ..........................................................................................................41

d. Faktor Resiko........................................................................................................41

e. Manifestasi Klinis .................................................................................................42

f. Pathway Katarak..................................................................................................43

g. Komplikasi ............................................................................................................44

h. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................................44

i. Penatalaksanaan Medis .......................................................................................47

j. Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................................48

k. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan .............................................................49

l. Asuhan Keperawatan Pada Klien OMA……………………………………...52

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 69

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuhan keperawatan merupakan serangkaian metode keperawatan dan kegiatan keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada klien atau pasien sebagai salah satu tatanan dan pelayanan
kesehatan untuk membantu proses penyembuhan klien atau pasien, dilaksanakan secara
profesional dan menjalankan sesuai kaidah-kaidah keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan yang ilmiah,sistematis,dinamis,dan terus menerus serta berkesinambungan dalam
mengatasi masalah kesehatan pasien/klien. Dalam proses asuhan keperawatan memiliki fungsi
untuk membantu pasien atau klien
Proses keperawatan berfungsi sebagai berikut;
Memberikan pedoman dan bibingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga keperawatan dalam
memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan, memberi ciri professionalisasi asuhan
keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan
efisien, emberi kebebasan pada klien untuk mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhannya dalam kemandirian di bidang kesehatan.
Mata merupakan bagian organ dalam struktur tubuh, mata salah satu panca indra yang sangat
penting karena dapat berfungsi sebagai alat pengelihatan bagi manusia. Mata dapat berfungsi
apabila ada cahaya yang dapat memantulkan cahaya menuju kornea dan lensa yang difokuskan ke
retina sehingga membentuk suatu gambar ataupun objek yang dapat dilihat. Namun di dalam
kegelapan mata tidak dapat melihat secara jelas dikarenakan tidak adanya cahaya yang masuk ke
dalam mata.
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sitemik atau
kelainan (katarak senil dan juvenil) atau kelainan kongenital mata. Lensa yang sedang dalam
proses pembentukan katarak ditandai adanya sembab lensa, perubahan protein, nekrosis, dan
terganggunya kesinabungan normal serabut-serabut lensa. Pada umumnya, terjadinya perubahan
lensa sesuai dengan tahap perkembangan katarak. Kekeruhan lensa pada katarak imatur (insipien)
tipis. Akan tetapi, pada katarak matur,(perkembangan agak lanjut) kekeruhan lensa sudah
sempurna dan agak sembab. Jika kandungan airnya maksimal dan kapsul lensa teregang, katarak
ini dinamakan intumesens (sembab). Katarak hipermatur (katarak lanjut) ditandai keluarnya air
meninggalkan lensa yang relatif mengalami dehidrasi, sangat keruh, dan kapsulnya keriput.

1
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat yang awam sampai kekeruhannya sudah
cukup padat (matur atau hipermatur) yang menyebabkan kebutaan. Walaupun demikian, katarak
stadium dini dapat dipantau dengan oftalmoskop, lup, atau lampu celah dengan pupil yang telah
dilebarkan. Semakin padat kekeruhan lensa, semakin sulit memantau fundus okuli, sampai akhinya
refleks fundus negatif. Pada tahap ini, katarak sudah masak dan pupilnya tampak putih.
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba
eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007). OMA biasanya terjadi karena
peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita
OMA pada anak-anak berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak,
makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah
terkena OMA karena anatomi saluran eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya
lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
Otitis media akut biasanya merupakan komplikasi dari disfungsi tuba eustachia yang terjadi
selama infeksi saluran pernapasan atas virus.Streptocucus pneumoniae,Haemophilus
influenzae,dan Moraxella catararhalis adalah organisme yang paling umum diisolasi dari cairan
telinga bagian tengah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu yang disebut dengan anatomi fisiologi Indra Penglihatan?
2. Apa itu yang disebut dengan Katarak dan OMA?
3. Apa itu yang disebut dengan Anatomi Fisiologi Sistem Pendengaran?
4. Apa itu OMA (Otitis Media Akut)?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu yang disebut dengan Anatomi Fisiologi Indra Penglihatan
2. Mengetahui apa itu yang disebut dengan Katarak dan OMA
3. Mengetahui apa itu yang disebut dengan Anatomi Fisiologi Sistem Pendengaran
4. Mengetahui apa itu yang disebut dengan OMA.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi fisiologi Indra Penglihatan


Anatomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari ana yang artinya memisah-misahkan
atau mengurai dan tomos yang artinya memotong-motong. Anatomi berarti mengurai atau
memotong. ilmu bentuk dan susunan tubuh dapat diperoleh dengan cara mengurai badan
melalui potongan bagian-bagian dari badan dan hubungan alat tubuh satu dengan yang lain.
Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari faal, fungsi atau pekerjaan dari tiap jaringan
tubuh atau bagian dari alat tersebut. Tujuan ilmu fisiologi untuk menjelaskan factor-faktor
fisika dan kimia yang bertanggung jawab terhadap asal-usul perkembangan dan kemajuan
kehidupan virus/bakteri yang paling sederhana sampai yang paling rumit dan mempunyai
karakteristik fungsional tersendiri.
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tubuh orang sakit harus terlebih dahulu
mengetahui struktur dan fungsi tiap alat dari susunan tubuh manusia yang sehat dalam
kehidupan sehari-hari. Pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi tubuh marupakan dasar yang
penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Menurut ilmu anatomi mata manusia
terbagi menjadi dua bagian yaitu: bagian luar dan bagian dalam.
1. Bagian luar
a. Bulu mata (Siliae)
Bulu mata, atau lebih tepatnya rambut mata, adalah bagian dari kelopak mata
yang berupa helaian rambut-rambut. Rambut-rambut ini berfungsi untuk
melindungi supaya debu, keringat atau air yang menetes dari dahi tidak masuk ke
mata. Rambut mata merupakan rambut yang sangat lembut.
b. Rongga mata (Cavum orbita)
Orbita berbentuk suatu rongga yang secara skematis digambarkan sebagai
piramida yang berkonvergensi ke arah belakang. Orbita terletak di kanan dan kiri
basis nasi (pangkal hidung). Merupakan rongga mata yang bentuknya seperti
kerucut Terdiri:
 os frontalis,
 os zigomatikum,

3
 os spenoidal,
 os etmoidalis,
 os maxilaris,
 os lakrimal
c. Alis mata (Supersilium)
Alis mata pada sebagian besar mamalia berupa bagian yang sedikit menonjol
sedikit di atas kedua belah kelopak mata dan mempunyai sedikit rambut halus.
Bentuk alis mata pada manusia biasanya bagaikan bulan sabit dengan lengkungan
agak tajam di bagian pelipis. Tidak jarang juga dijumpai orang dengan alis mata
bagian kiri dan bagian kanan yang bersambung menjadi satu. Bentuk alis mata
dan arah tumbuh rambut pada alis dimaksudkan agar keringat atau air bisa
mengalir ke kening dan jatuh ke pipi, atau ke arah pipi melewati puncak hidung.
Bentuk tulang dahi pada bagian alis mata juga ikut melindungi mata dari tetesan
keringat dan air. Alis mata berfungsi sebagai pelindung mata yang peka dari
tetesan keringat yang jatuh dari bagian dahi air hujan, atau sinar matahari yang
berlebihan. Alis mata juga berfungsi sebagai penahan berbagai macam kotoran
yang bisa memasuki mata, seperti pasir, debu, dan ketombe. Selain itu rambut
pada alis mata juga menambah kepekaan pada kulit untuk merasakan objek asing
yang berada di dekat mata, misalnya seranggayang hendak masuk ke mata
d. Kelopak mata (Palpebra)
Kelopak mata adalah lipatan kulit yang lunak yang menutupi dan
melindungi mata. Terdiri dari kelopak mata atas & bawah. Kelopak mata
berfungsi pelindung mata apabila ada gangguan pada mata (menutup & membuka
mata). Kelopak mata atas terdiri dari muskulus levator palpebra superior. Bagian
kelopak yang berlipat (tarsus), yaitu pada kedua tarsus terdapat kelenjar tarsalia,
sebasea & keringat
e. Kelenjar air mata (Aparatus lakrimalis)
Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata. Kelenjar
lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk membasahi dan
melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke kantung lakrimalis

4
yang terletak pada sisi hidung dekat mata dan melalui duktus nasolakrimalis
untuk kehidung.

2. Organ dalam
a. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan lapisan tipis yang berada di mata yang berguna
melindungi sklera (area putih dari mata). Sel pada konjungtiva akan
memproduksi cairan yang akan melubrikasi kornea sehingga tidak kering.
Konjungtiva hanya melindunga bagian putih mata bukan kornea (sebuah lapisan
antara iris dan pupil). Ketika mata tertutup, terlihat seperti ada sebuah celah antara
bola mata dengan kelopak mata, ini yang disebut sebagai kantung konjungtival di
mana terletak lensa mata. Konjungtiva memilki 2 bagian, yaitu
 Konjungtiva palpebral, konjungtiva yang terletak di kelopak mata
 Konjungtiva bulbar, yang akan memantulkan pada permukaan anterior
dari bola mata. Konjungtiva bulbar sangat tipis, dan pembuluh darah
dapat terlihat dengan mata telanjang (dan akan lebih terlihat saat mata
mengalami iritasi).
Walaupun konjungtiva transparan, bagian palpebra tampak merah muda karena
pantulan dari pembuluh – pembuluh darah yang ada didalamnya. Pembuluh –
pembuluh darah kecil dapat dari konjungtiva bulbar diatas sklera mata.
Konjungtiva berfungsi melindungi kornea dari gesekan, memberikan
perlindungan pada sklera dan memberi pelumasan pada bola mata. Konjungtiva
melindungi mata dan mencegah mata dari kekeringan.
b. Sklera
Sklera merupakan dinding bola mata yang padat dan paling keras, terdiri atas
jaringan fibrosa, tidak jernih, dan tampak berwarna putih. Tebal sklera rata-rata
1 mm, tetapi pada insersi otot rektur menebal menjadi 3 mm. Sklera mempunyai
2 buah lubang utama, yaitu:
 Foramen skleralis anterior, tempat melekatnya kornea, dan
 Foramen skleralis posterior, atau kanalis skleralis, merupakan pintu
keluar nervus optikus.

5
Permukaan luar sklera diliputi jaringan elastik tipis, namanya episklera,
mengandung banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi bagi sklera. Sklera
dipelihara oleh syaraf siliaris. Skelera berfungsi melindungi bola mata dari
kerusakan mekanis dan menjadi tempat melakatnya
otot mata.
c. Kornea
Kornea adalah bagian depan mata yang tembus pandang yang
menutupi iris dan pupil. Bila kornea disentuh maka kelopak mata akan menutup
secara refleks. Kornea tidak memiliki pembuluh darah. Berfungsi sebagai
pelindung mata agar tetap bening dan bersih, kornea ini dibasahi oleh air mata
yang berasal dari kelenjar air mata.
d. Koroid
Koroid adalah lapisan pembuluh darah pada mata, yang terletak di antara retina
dan sklera. Koroid berfungsi mengalirkan oksigen dan nutrisi ke retina. Selaian
itu koroid juga berfungsi memberi nutrisi ke retina dan badan kaca, dan mencegah
refleksi internal cahaya. Struktur koroid secara umum dapat dibagi menjadi
empat lapisan:
 Lapisan Haller - Bagian terluar dari koroid, memiliki diameter pembuluh
darah yang paling besar.
 Lapisan Sattler - Lapisan dengan pembuluh darah menengah.
 Koriokapilaris - Lapisan kapiler.
 Membran bruch - Bagian terdalam dari lapisan koroid.
e. Iris
Posisi iris mata terlindung di belakang kornea dan di depan lensa, iris mata adalah
lingkaran berwarna yang terletak di sekeliling biji mata dan berpigmen. Pigmen
ini menentukan warna pada mata seseorang. Iris juga mengatur jumlah cahaya
yang masuk ke mata dan dikendalikan oleh saraf otonom.
f. Pupil
Pupil adalah ruangan ditengah – tengah iris. Ukuran pupil bervariasi dalam
merespon intensitas cahaya dan memfokuskan objek (akomodasi) untuk
memperjelas penglihatan, pupil mengecil jika cahaya terang atau untuk

6
penglihatan dekat. Pupil berfungsi sebagai tempat untuk mengatur banyak
sedikitnya cahaya yang masuk kedalam mata. Pupil merupakan tempat lewatnya
cahaya menuju retina. Pupil berfugsi sebagai tempat masuknya cahaya ke bagian
mata yang dikontrol saraf otonom. Kepekaan pupil terhadap cahaya, yaitu
 Cahaya terang
Pupil mengecil apabila otot sirkuler /konstriktor berkontraksi &
membentuk cincin yang lebih kecil) oleh saraf simpatis.
 Cahaya gelap
Otot radialis memendek menyebabkan ukuran pupil meningkat oleh saraf
parasimpatis
g. Lensa
Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk bikonfek (cembung) bening,
terletak dibelakang iris, terbagi kedalam ruang anterior dan posterior. Lensa
tersusun dari sel – sel epitel yang dibungkus oleh membrab elastis, ketebalannya
dapat berubah – ubah menjadi lensa cembung bila refraksi lebih besar. Lensa
berfungsi memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa. Lensa
berperan penting pada pembiasan cahaya.
h. Retina
Retina adalah selapis tipis sel yang terletak pada bagian belakang bola mata.
Retina merupakan bagian mata yang mengubah cahaya menjadi sinyal syaraf.
Retina memiliki sel fotoreseptor yang menerima cahaya. Sinyal yang dihasilkan
kemudian mengalami proses rumit yang dilakukan oleh neuron retina yang lain,
dan diubah menjadi potensial aksi pada sel ganglion retina. Struktur retina
manusia adalah 72% seperti bola dengan diameter sekitar 22 mm. Pada bagian
tengah retina terdapat cakram optik, yang dikenal sebagai "titik buta" (blind spot)
karena tidak adanya fotoreseptor di daerah itu. Retina tidak hanya mendeteksi
cahaya, melainkan juga memainkan peran penting dalam persepsi visual. Struktur
unik pembuluh darah pada retina telah digunakan sebagai identifikasi biometrik.
Retina berfungsi untuk menerima cahaya, mengubahnya menjadi impuls saraf
dan menghantarkan impuls ke saraf optik (II).
i. Aqueous humor

7
Aqueous humor (humor berair) berfungsi menjaga bentuk kantong depan bola
mata. Terletak di antara lensa dan kornea berisi cairan encer.
j. Vitreus humor (Badan Bening)
Vitreous humor (humor bening) berfungsi menyokong lensa dan menolong dalam
menjaga bentuk bola mata. Terletak di bagian bola mata berisi cairan kental dan
transparan yang menyebabkan bola mata menjadi kukuh.
k. Bintik Kuning
Fungsi bintik kuning yang terdapat di retina pada mata adalah untuk menerima
cahaya dan meneruskan ke otak.
l. Saraf Optik
Saraf optik memiliki fungsi untuk meneruskan sebuah rangsang cahaya hingga
ke otak. Semua informasi yang akan dibawa oleh saraf nantinya diproses di otak.
Dengan demikian kita bisa melihat suatu benda.
m. Otot Mata
Otot – otot mata terdiri dari dua tipe; ekstrinsik dan intrinsik.
 Otot – otot ekstrinsik bersifat volunter (dibawah sadar), diluar bola mata
yang mengontrol pergerakan diluar mata.
 Otot – otot intrinsik bersifat involunter (tidak disadari) berada dalam
badan ciliary yang mengontrol ketebalan dan ketipisan lensa, iris dan
ukuran pupil.
1) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup
mata.
2) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup
mata.
3) Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata), fungsinya untuk
menutup mata.
4) Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata), fungsinya menggerakkan
mata dalam (bola mata).
5) Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakkan bola mata ke
bawah dan kedalam.

8
6) Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas ke bawah
dan keluar.

Cara Kerja Indra Penglihatan


Proses penglihatan oleh mata diibaratkan sebuah kamera. Kamera membutuhkan lensa
dan film untuk membentuk sebuah gambar. Mata sebagai kamera mempunyai lensa (kornea,
lensa kristalina dan` vitreus) untuk memfokuskan cahaya dan film (retina). Jika ada kerusakan
pada salah satu bagian maka gambar yang terbentuk tidak sempurna.
Lapisan tembus cahaya di bagian depan mata adalah kornea, tepat dibelakangnya
terdapat iris, selain memberi warna pada mata iris juga dapat merubah ukurannya secara
otomatis sesuai kekuatan cahaya yang masuk, dengan bantuan otot yang melekat padanya.
Misalnya ketika berada di tempat gelap iris akan membesar untuk memasukkan cahaya
sebanyak mungkin. Ketika kekuatan cahaya bertambah, iris akan mengecil untuk mengurangi
cahaya yang masuk ke mata. Ketika cahaya mengenai mata sinyal saraf terbentuk dan
dikrimkan ke otak, untuk memberikan pesan tentang keberadaan cahaya, dan kekuatan cahaya.
Lalu otak mengirim balik sinyal dan memerintahkan sejauh mana otot disekitar iris harus
mengerut.
Bagian mata lainnya yang bekerja bersamaan dengan struktur ini adalah lensa.
Lensa bertugas memfokuskan cahaya yang memasuki mata pada lapisan retina di bagian
belakang mata. Karena otot-otot disekeliling lensa cahaya yang datang ke mata dari berbagai
sudut dan jarak berbeda dapat selalu difokuskan ke retina. Bayangan yang terbentuk adalah
terbalik. Pada retina terjadi proses fotokimia penglihatan yang mengubah energi cahaya
menjadi impuls saraf. Impuls yang terbentuk ditransmisikan melalui nervus optikus ke otak.
Otak akan menerjemahkan impuls tersebut dan mempersepsikan obyek sebagai bayangan yang
tegak. Secara singkat Mekanisme melihat adalah:
1. Cahaya masuk ke dalam mata melalui pupil.
2. Lensa mata kemudian memfokuskan cahaya sehingga bayangan benda yang dimaksud
jatuh tepat di retina mata.
3. Kemudian ujung saraf penglihatan di retina menyampaikan bayangan benda tersebut
ke otak.

9
4. Otak kemudian memproses bayangan benda tersebut sehingga kita dapat melihat benda
tersebut.
B. Katarak
A. Definisi
Katarak adalah kelainan mata yang menyebabkan penglihatan menjadi buram.
Katarak merupakan keadaan patologis di mana lensa mata menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa,sehingga pandangan seperti
tertutup kabut. Kondisi ini merupakan penurunan progresif kejernihan lensa,
sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin,2006).
Lensa mata merupakan bagian transparan di belakang pupil ( titik hitam di tengah
bagian mata yang gelap ) yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya pada lapisan
retina.Katarak membuat kejernihan lensa mata berkurang,dan cahaya yang masuk
ke mata terhalang.Katarak tidak menyebabkan rasa sakit, dan termasuk kelainan
mata yang umum terjadi,terutama dengan pertambahan usia.Penderita katarak
membutuhkan operasi unutk mengganti lensa mata yang rusak dengan lensa buatan.
Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia bahkan
di Dunia.Perkiraan insiden katarak adalah 0,1%/tahun.Dalam satu tahun
diperkirakan terdapat 1000 penderita baru katarak .Penduduk Indonesia juga
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun sekitar 16-22% penderita
katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun ( Kementerian Kesehatan
RI,2014).Masih banyak penderita katarak yang tidak menyadari kelaian yang
dideritanya.Hal ini terlihat dari tiga alasan terbanyak penderita katarak yang belum
operasi,yaitu sebanyak 51,6% karena tidak mengetahui menderita katarak,11,6%
karena tidak mampu membiayai,dan 8,1% karena takut operasi (Riskesdas,2013)

B. Klasifikasi
NO Jenis Keterangan
Katarak
1. Katarak a. Katarak kongenital biasanya muncul sebelum atau
Kongenital segera setelah bayi lahir dan bayi berusia kurang dari
satu tahun

10
b. Penyebab utama adalah infeksi virus yang dialami ibu
pada saat usia kehamian masih dini
c. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan
pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganan yang kurang tepat.
d. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang menderita penyakit
rubela,galaktosemia,homosisteinuri,toksoplasmosis,i
nklusi sitomegalik,dan histoplasmosis
e. Kategori katarak kongenital terbagi menjadi 2
kelompok yaitu kapsulolentikuler (termasuk katarak
kapsuler dan polaris)serta katarak lentikuler (termasuk
katarak yang mengenai konteks atau nukleus lensa )
f. Jenis-jenis katarak kongenital yaitu katarak
nuklear,zonular,bentuk kumpran,polar anterior dan
posterior,serta katarak piramidal.
2. Katarak a. Penyakit rubela pada ibu hamil dpat mengakibatkan
Rubela katarak pada lensa fetus
b. Terdapat dua bentuk kekeruhan, yaitu kekeruhan
sentral dengan perifer jernih seperti mutiara dan
kekeruhan di luar nuklear, yaitu korteks anterior dan
posterior atau total.
c. Mekanisme terjadinya katarak rubela tidak jelas,
tetapi diketahui bahwa rubela dapat dengan mudah
menular melalui barier plasenta
d. Virus ini dapat masuk atau terjepit di dalam vesikel
lensa mata dan bertahan di dalamnya hingga lebih dari
satu tahun.
3. Katarak a. Kekeruhan katarak halus dan bulat,umunya timbul
Juvenil pada usia tiga puluhan

11
b. Perkembangan katarak ini lambat dan biasanya tidak
mengganggu penglihatan
c. Jika kekeruhan ini menyatu, maka akan berbentk cicin
di perifer yang disebut katarak koronaria
d. Apabila lapisannya tipis dan kebiru-biruan disebut
katarak serulea
e. Katrak juvenil biasanya merupakan penyulit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti
katarak metabolik, distrofik miotonik,katarak
traumatis,dan katarak komplikata
4. Katarak a. Katarak senilis biasanya muncul pada orang-orang
senilis berusia50 tahun ke atas
b. Secara klinis, katrak sinilis dikenal dalam empta
stadium yakni insipiens, imatur, matur, dan
hipermatur
c. Katarak sinilis dibagi menjadi dua jenis yakni katarak
kortikal dan katarak inti (nuklear)
d. Katarak kortikal memiliki kekeruhan korteks lensa
perifer berbentuk ruji roda yang dipisahkan oleh
celah-celah air. Meningkatnya lensa mengakibatkan
terjadinya separasi lamelar,dan akhirnya terjadi
kekeruhan korteks berwarna abu-abu putih yang tidsk
merata
e. Pada katarak inti (nuklear), kekeruhan inti emberional
dan inti dewasayang berwarna kecoklatan.Korteks
antreior dan posterior relatif jernih dan masih
tipis.Bentuk kekeruhan nuklear ini bisa menyebabkan
terjadinya miopi berat yang memungkinkan penderita
membaca jarak dekat tanpa memakai kacamata
koreksi seperti seharusnya (second sight )

12
5. Katarak a. Kekeruhan disertai pembengkakan lensa akibat lensa
Intumesen degeneratif yang menyerap air. Masuknya air kedalam
celah lensa disertai pembengkakan lensa akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal.Pencembugan
lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma.
b. Katarak Intumesen biasanya terjadi pada katarak yang
berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikularis.
Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks
sehingga akan mencembung dan daya biasanya akan
bertambah.Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa
(Ilyas,2009).
6. Katarak a. Katarak yang berwarna cokelat sampai hitam (atarak
Brunesen nigra) terutama pada lensa, dapat terjadi pada pasien
diabetes melitus dan miopia tinggi. Ketajaman
penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan
biasanya terdapat pada orang berusia lebih dari 65
tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak
kortikal posterior (Ilyas,2009)
7. Katarak a. Katarak pada pasien dengan dehidrasi berat, asidosis,
Diabetes dan hiperglikemia. Pada lensa mata pasien akan
terlihat kekeruhan berupa garis berupa kapsul lensa
berkerut. Bila dehidrasi lama, akan terjadi kekeruhan
lensa. Kekeruhan lensa tersebut akan hilang bila
terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
b. Katarak pada pasien diabetes juvenil, di mana terjadi
katarak pada kedua mata dalam 48 jam. Katarak dapat
berbentuk snow flake atau berbentuk piring
subkapsular.

13
c. Katarak pada pasien diabetes dewasa, di mana
gambaran secara histologic dan biokimia sama dengan
katarak pasien nondiabetik.

C. Etiologi
Berbagai yang dapat mencetuskan katarak menurut corwin (2006) antara lain: usia
lanjut dan proses penuaan; kongentinal atau bisa diturunkan; faktor lingkungan.
Seperti merokok atau terpapar bahan-bahan beracun; cedera mata, penyakit
metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (missalnya kortikosteroid).
American Optometric Association (2018) menyebutkan bahwa sebagian besar
katarak disebabkan oleh perubahan yang berkaitan dengan usia pada lensa mata
yang menyebabkannya menjadi keruh atau buram. Namun, faktor-faktor lain dapat
berkontribusi terhadap perkembangan katarak, termasuk;
1) Diabetes mellitus. Penderita diabetes beresiko lebih tinggi terkena katarak.
2) Narkoba. Pemakaian obat-obatan tertentu dapat menyebabkan katarak,
misalnya kortikosteroid, klorpromazin, dan obat-obat terkait fenotiazin
lainnya.
3) Radiasi ultraviolet. Studi menunjukkan kemungkinan peningkatan
pembentukan katarak dengan paparan sinar ultraviolet (UV) yang tidak
terlindungi.
4) Merokok. Merokok berhubungan dengan peningkatan kekeruhan lensa
mata.
5) Alkohol. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan pembentukan
katarak pada pasien dengan konsumsi alkohol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang dengan konsumsi alkohol lebih rendah atau
tidak mengonsumsi sama sekali.
6) Kekurangan nutrisi. Meskipun hasilnya tidak dapat disimpulkan, penelitian
menunjukkan hubungan erat antara pembentukan katarak dan tingkatrendah
antioksidan (misalnya, vitamin C, vitamin E, dan karotenoid).

14
D. Patofisiologi
Meskipun patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti, lensa mata yang
mengalami katarak memiliki karakteristik tertentu. Pada lensa mata terdapat
agregat-agregatprotein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi
transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna
lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel
diantara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang
menyimpang (Vaughan dan Asbury, 2008).
E. Faktor Resiko
1) Penuaan usia
2) Diabetes
3) Paparan sinar matahari berlebih
4) Merokok
5) Kegemukan
6) Tekanan darah tinggi
7) Cedera mata atau peradangan sebelumnya
8) Operasi mata sebelumnya
9) Penggunaan obat kortikosteroid berkepanjangan
10) Minum alkohol dalam jumlah berlebihan
F. Manifestasi Klinis
1) Penglihatan berkabut atau buram
2) Warna tampak pudar
3) Timbulnya glare. Sorot lampu atau sinar matahari mungkin tampak terlalu
terang. Sebuah lingkaran cahaya akan muncul di sekitar lampu.
4) Penglihatan malam yang buruk
5) Penglihatan ganda atau banyak gambar dalam satu mata.
Gejala ini menjadi jelas ketika katarak semakin membesar.
G. Pathway Katarak

15
H. Komplikasi
Komplikasi preoperasi katarak antara lain glaucoma sekunder, uveitis, dan
dislokasi lensa. Komplikasi postoperasi katarak meliputi afakia (iris tremulans, +10
sampai +13 diopter dengan adisi 3 diopter untuk penglihatan dekat) dan
pseudoafakia (dengan pemasangan IOL).
I. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan nonbedah

16
Katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan menggunakan kacamata,
lensa, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredam cahaya.
2) Penatalaksanaan Bedah
Operasi katarak adalah proses menghilangkan lensa yang buram dan
menggantinya dengan lensa buatan yang transparan. Lensa buatan, yang
disebut lensa intraocular, diposisikan di tempat yang sama dengan lensa
alami dan akan menjadi bagian permanen dari mata pasien.
J. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Katarak
1. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama
dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data.
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah
keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada pasien dengan katarak
konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangkan
pasien dengan katarak juvenile
terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia
sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katarak senilis terjadi pada usia
>40 tahun.
1) Identifikasi pasien
Mencakup ( Nama, No.Rm, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama,
status, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian)
2) Keluhan Utama dan Riwayat keluhan utama
Keluhan utama Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pasien diambil untuk menemukan
masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan
kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan
soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya
mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah
menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting.

17
Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata,
penyakit apa yang terakhir diderita pasien. Adanya riwayat
penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit
metabolic lainnya memicu resiko katarak.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang perawat menanyakan hal berikut:
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien
mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?,
apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?,
bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah
dengan penglihatan lateral atau perifer.
c. Riwayat kesehatan keluarga, Adakah riwayat kelainan mata pada
keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.
4) Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap
refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara
rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia
biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior.
Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat
ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan
inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata
sebelumnya (James, 2005)
5) Pemeriksaan diagnostic
a. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular (tes ketajaman
penglihatan dan sentral penglihatan): mungkin terganggu dengan

18
kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke retina atau
jalan optik.
b. Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler,
mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina,
dan mikroaneurisme.
c. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED): menunjukkan anemi
sistemik / infeksi
d. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis.
e. Tes toleransi glukosa / FBS: menentukan adanya/ kontrol
diabetes.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
dibuktikan dengan distorsi sensori, dan melihat ke satu arah.
2) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik : prosedur
operasi dibuktikan dengan tampak meringis, bersikap protektif, dan
mengeluh nyeri.
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujuan/ Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Intervensi Minimalisasi
persepsi sensori tindakan Rangsangan :
berhubungan keperawatan … x 24
Observasi
dengan gangguan jam diharapkan
1. Periksa status mental,
penglihatan persepsi sensori
status sensori, dan
dibuktikan meningkat dengan
tingkat kenyamanan.
dengan distorsi kriteria hasil :
sensori, dan 1. Menurunnya
Terapeutik
melihat ke satu distorsi sensori.
arah. 2. Melamun
berkurang.

19
3. Respon sesuai 1. Diskusikan tingkat
stimulus toleransi terhadap beban
meningkat. sensori.
2. Batasi stimulus
lingkungan.
3. Jadwalkan aktivitas
harian dan waktu
istirahat.
4. Kombinasikan
prosedur/tindakan
dalam satu waktu,
sesuai kebutuhan.

Edukasi
1. Ajarkan cara
meminimalisasi
stimulus.

Kolaborasi

1. Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan.
2. Kolaborasi pemberian
obat yang
mempengaruhi persepsi
stimulus.

2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Intervensi Manajemen


berhubungan tindakan Nyeri:
dengan agen keperawatan ….x24 Observasi

20
pencederaan fisik jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
:prosedur operasi tingkat nyeri karakteristik, durasi,
dibuktikan menurun dengan frekuensi, kualitas,
dengan tampak kriteria hasil: intensitas nyeri.
meringis, 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri.
bersikap menurun. 3. Identifikasi respons
protektif, dan 2. Meringis nyeri non verbal.
mengeluh nyeri. menurun, 4. Identifikasi factor yang
3. Sikap protektif memperberat dan
menurun. memperingan nyeri.
4. Gelisah 5. Identifikasi pengetahuan
menurun. dan keyakinan tentang
5. Kesulitan tidur nyeri.
menurun. 6. Identifikasi pengaruh
6. Frekuensi nadi budaya terhadap respon
membaik. nyeri.
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup.
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan.
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik.

Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

21
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri.
3. Fasillitasi istirahat dan
tidur.
4. Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
5. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik.

22
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Setelah rencana disusun, selanjutnya diterapkan dalam tindakan
yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan.Tindakan harus bersifat
khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu
yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung
melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain dipercaya.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan
glaukoma diharapkan sebagai berikut:
a. Pasien dapat mempertahankan lapang pengelihatan dengan optimal
dan mencegah kehilangan pengelihatan lebih lanjut
b. Pasien mengetahui tentang kondisi dan cara penanganan penyakit
yang dideritanya.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. W


DENGAN KATARAK
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : Ny. W
Umur : 50 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Status Perkawinan : kawin
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
Tgl masuk RS : 01 Agustus 2020
No. Register : 15665
II. Penanggung Jawab
Nama : Tn. F

23
Umur : 56 th
Pekerjaan : swasta
Alamat : Hibrida 10

III. Keluhan utama


Klien mengalami penglihatan kabur.

IV. Riwayat Kesehatan


a. Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya
kabur, penglihatan kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut serta terkadang pasien
merasa silau saat melihat cahaya. Klien juga mengalami kesulitan melihat
pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam
hari. Setelah dilakukan pengkajian pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil, nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina
sulit dilihat, terdapat gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh
factor fisik dan kimiawi sehingga kejernihan lensa berkurang.klien
disarankan oleh dokter untuk dilakukan tindakan pembedahan
atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana
pasien melakukan aktivitas sehari-hari.klien juga mengalami hiperglikemia
karena panyakit diabetis yang dideritanya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak
kurang lebih 1 tahun yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus /gejala-
gejala yang sama seperti yang diderita oleh pasien saat ini.

V. Pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :

24
 Keluarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap
agar bisa cepat sembuh.
 Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama,
kapan berheti) : tidak menggunakan tembakau.
 Alkohol : tidak mengkonsmsi alcohol.
 Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan.
b. Pola nutrisi dan metabolism
 Diet/suplemen khusus : tidak ada
 Nafsu makan : menurun
 Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
 Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
 Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
 Gigi : Lengkap
 Frekuensi makan : 1-2x sehari
 Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
 Pantangan/alergi : ikan
c. Pola eliminasi
BAB :
 Frekuensi : lebih dari 3x sehari
 Warna : kuning
 Waktu : tidak teratur
 Konsistensi : cair
 Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK :
 Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
 Kesulitan : inkotinensia
d. Pola aktivitas dan latihan
 Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
 Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak
 Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas

25
e. Pola istirahat dan tidur
 Lama tidur : 4-6 jam sehari
 Waktu : malam
f. Pola kognitif dan persepsi
 Status mental : penurunan kesadaran
 Bicara : aphasia ekspresif
 Kemampuan memahami : tidak
 Tingkt ansietas : berat
 Penglihatan : pandangan kabur
 Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik
g. Persepsi diri dan konsep diri
 Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu
dan minder
h. Pola peran hubungan
 Pekerjaan : swasta
 Sistem pendukung : keluarga
i. Pola koping dan toleransi aktivitas
 Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat
atau keluarga
 Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada
 Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang
j. Keyakinan dan kepercayaan
 Agama : islam
 Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam
kehidupannya diserahkan pada agamanya
VI. Pengkajian fisik
1. Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :

26
 BB : 50 kg
 TB : 155 cm
2. Tanda-tanda vital:
 TD : 150/ 110mmHg
 ND : 100 x/mnt
 RR : 22 x/mnt
 S : 36,5 derajat celcius
3. Kulit:
 Warna kulit : tidak sianosis
 Kelembapan : kering
 Turgor kulit : elastic berkurang
 Ada/tidaknya oedema : ada oedema
4. Kepala :
 Inspeksi : rambut bersih
 Palpasi :tidak Ada benjolan
5. Mata:
 Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada
inspeksi visual katarak Nampak abu-abu atau putih susu. Pada
inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi merah.
 Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
 Ukuran pupil : pupil dilatasi
 Konjungtiva : anemis
 Sklera : putih
6. Telinga:
 Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran
 Kebersihan : bersih
 Sekret : tidak ada
7. Hidung dan sinus:
 Fungsi penciuman : baik
 Pembegkakan : tidak ada

27
 Perdarahan : tidak ada
 Kebersihan : bersih
 Sekret : tidak ada
8. Mulut dan tenggokan:
 Membran mukosa : kering
 Kebesihan mulut : bersih
 Keadaan gigi : lengkap
 Tanda radang : Lidah
 Trismus :tidak ada
 Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9. Leher:
 Trakea : simetris
 Kelenjar limfe : ada
 Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10. Thorak/paru:
 Inspeksi : dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu
pernafasan
 Perkusi :tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan
produksi mukus
 Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)
11. Jantung:
 Inspeksi : iktus kordis terlihat
12. Abdomen:
 Inspeksi : simetris
 Auskultasi : peristaltik usus
 Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13. Ekstremitas:
 Ekstremitas atas : pergerakan normal
 Ekstremitas bawah : pergerakan normal
ROM :

28
 Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14. Neurologis:
 Kesadaran (GCS) :
 Status mental : penurunan kesadaran
 Motorik : kejang
 Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur
,pengelihatan silau
 Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus

B. ANALISI DATA
No. Data Etiologi Masalah
1. DS: Gangguan Gangguan Persepsi
 klien mengatakan Penglihatan Sensori
mengalami
penglihatan kabur.
 Klien mengatakan
mengalami
penglihatan kabur,
kesulitan melihat dari
jarak jauh ataupun
dekat

DO:
 pupil berwarna putih
dan ada dilatasi pupil,
nucleus pada lensa
menjadi coklat
kuning, lensa menjadi
opak, retina sulit
dilihat

29
2. Agen Pecedera Nyeri Akut
DS :
Fisik
 pasien mengatakan
sakit pada kedua
matanya setelah
operasi, pasien
mengatakan gelisah
dan sulit tidur

DO :

 pasien tampak
meringis, pasien
tampak waspada dan
menghindari posisi
yang mengakibatkan
nyeri, frekuensi nadi
meningkat, skala nyeri
6

(N : 100 x/menit)

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan dibuktikan
dengan distorsi sensori, dan melihat ke satu arah.
2) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik : prosedur operasi
dibuktikan dengan tampak meringis, bersikap protektif, dan mengeluh nyeri.

D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujuan/ Intervensi Rasional
Keperawata Kriteria Hasil
n

30
1. Gangguan Setelah Intervensi Observasi
persepsi dilakukan Minimalisasi
1. Agar memeeriksa
sensori tindakan Rangsangan :
status mental, status
berhubungan keperawatan 3 x
Observasi sensori, dan tingkat
dengan 24 jam
1. Periksa status kenyamanan.
gangguan diharapkan
mental, status
penglihatan persepsi sensori
sensori, dan
dibuktikan meningkat Terapeutik
tingkat
dengan dengan kriteria 1. Agar mendiskusikan
kenyamanan.
distorsi hasil : tingkat toleransi
sensori, dan 1. Menurunny terhadap beban
Terapeutik
melihat ke a distorsi sensori.
1. Diskusikan
satu arah. sensori. 2. Agar membatasi
tingkat toleransi
2. Melamun stimulus lingkungan.
terhadap beban
berkurang. 3. Agar menjadwalkan
sensori.
3. Respon aktivitas harian dan
2. Batasi stimulus
sesuai waktu istirahat.
lingkungan.
stimulus 4. Agar
3. Jadwalkan
meningkat. bisamengombinasika
aktivitas harian
n prosedur/tindakan
dan waktu
dalam satu waktu,
istirahat.
sesuai kebutuhan.
4. Kombinasikan
prosedur/tindakan
dalam satu waktu, Edukasi
sesuai kebutuhan. 1. Agar mengetahui cara
meminimalisasi
stimulus.
Edukasi
1. Ajarkan cara
Kolaborasi
meminimalisasi
stimulus.

31
1. Agar bisa
meminimalkan
Kolaborasi
prosedur/tindakan.
1. Kolaborasi dalam 2. Agar dapat pemberian
meminimalkan obat yang
prosedur/tindakan mempengaruhi
. persepsi stimulus.
2. Kolaborasi
pemberian obat
yang
mempengaruhi
persepsi stimulus.

2. Nyeri Akut Setelah Intervensi Observasi


berhubungan dilakukan Manajemen Nyeri: 1. Agar mengetahui
dengan agen tindakan Observasi lokasi, karakteristik,
pencederaan keperawatan 1. Identifikasi durasi, frekuensi,
fisik 3x24 jam lokasi, kualitas, intensitas
:prosedur diharapkan karakteristik, nyeri.
operasi tingkat nyeri durasi, frekuensi, 2. Agar mengetahui
dibuktikan menurun dengan kualitas, intensitas skala nyeri.
dengan kriteria hasil: nyeri. 3. Agar mengetahui
tampak 1. Keluhan 2. Identifikasi skala respons nyeri non
meringis, nyeri nyeri. verbal.
bersikap menurun. 3. Identifikasi 4. Agar mengetahui
protektif, dan 2. Meringis respons nyeri non factor yang
mengeluh menurun, verbal. memperberat dan
nyeri. 3. Sikap 4. Identifikasi factor memperingan nyeri.
protektif yang 5. Agar mengetahui
menurun. memperberat dan pengaruh nyeri pada
kualitas hidup.

32
4. Gelisah memperingan 6. Agar mengetahui
menurun. nyeri. keberhasilan terapi
5. Kesulitan 5. Identifikasi komplementer yang
tidur pengetahuan dan sudah diberikan.
menurun. keyakinan tentang 7. Agar mengetahui efek
6. Frekuensi nyeri. samping penggunaan
nadi 6. Identifikasi analgetik.
membaik. pengaruh budaya Terapeutik
terhadap respon 1. Agar mengurangi rasa
nyeri. nyeri.
7. Identifikasi 2. Mengontrol rasa
pengaruh nyeri nyeri.
pada kualitas 3. Membuat rasa
hidup. nyaman saat istirahat.
8. Monitor 4. Merencanakan untuk
keberhasilan meredakan rasa nyeri.
terapi
komplementer Edukasi
yang sudah 1. Agar mengetahui
diberikan. penyebab, periode,
9. Monitor efek dan pemicu nyeri.
samping 2. Agar mengetahui
penggunaan strategi meredakan
analgetik. nyeri.
3. Agar bisa mandiri
Terapeutik memonitor nyeri
1. Berikan Teknik secara mandiri.
nonfarmakologis 4. Agar bisa mandiri
untuk mengurangi menggunakan
rasa nyeri. analgetik secara tepat.

33
2. Kontrol 5. Agar bisa mandiri
lingkungan yang Teknik
memperberat rasa nonfarmakologis
nyeri. untuk mengurangi
3. Fasillitasi istirahat rasa nyeri.
dan tidur.
4. Pertimbangan Kolaborasi
jenis dan sumber 1. Agar dapat memberi
nyeri dalam analgetik.
pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri.
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat.
5. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.

34
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik.

E. IMPLEMENTASI
No Tgl/ Jam No Intervensi Respon Paraf
Dx
1. 16/08/2020 1 Memeriksa status DS : klien mengatakan
08.00 mental, status sensori, nyaman apabila cahaya
WITA dan tingkat kenyamanan. redup
DO : klien tampak nyaman
ketika cahaya redup
08. 45 Mendiskusikan tingkat DS : -
WITA toleransi terhadap beban
sensori. DO : -

09.05 Batasi stimulus DS : -


WITA lingkungan
DO : Pasien tampak
nyaman dengan
lingkungannya
09.35 Menjadwalkan aktivitas DS : -
WITA harian dan waktu DO : Pasien tampak
istirahat. mengikuti arahan
yang telah diberikan

10.00 Mengajarkan cara DS : Pasien mengatakan


WITA meminimalisasi mengerti dengan apa
stimulus. yang diajarkan

35
DO : pasien tampak paham
dengan apa yang
telah diajarkan
17/08/2020 2 Mengidentifikasi lokasi, DO : Pasien mengatakan
08.00 karakteristik, durasi, matanya sakit kirinya
sakit, pasien
WITA frekuensi, kualitas,
mengatakan sakit
intensitas nyeri. seperti tertusuk-
tusuk, sakit nya
hilang timbul,
sakitnya sangat
terasa saat tegang

DO : Pasien tampak
memakai perban
pada mata kirinya,
pasien tampak
meringis dengan
skala nyeri 6
08.10 Mengidentifikasi factor DS : Pasien mengatakan
WITA yang memperberat dan paham tentang faktor
memperingan nyeri. yang memperberat dan
memperingan nyeri

DO : Paien tampak
mengikuti arahan
yang telah diberikan

F. EVALUASI
Tanggal No Evaluasi Hasil Paraf
Dx
17/08/2020 1 S: -

36
O:
- Verbalisasi melihat bayangan belum
menurun
- Distorsi sensori belum menurun
- Respons sesuai stimulus belum
membaik
- Konsentrasi belum membaik

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

17/08/2020 2 S : pasien mengatakan rasa sakit pada matanya


sudah berkurang

O:
- Kemampuan menuntaskan aktivitas
meningkat
- Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Sikap protektif menurun

A: nyeri akut tertasi

P: anjurkan pasien untuk melakukan kontrol


kembali

A. Anatomi fisiologi sistem pendengaran

Sistem pendengaran adalah sistem yang terdiri dari telinga dan saraf yang
digunakan untuk mendengar. Telinga selain befungsi untuk mendengar suara juga
berfungsi untuk keseimbangan tubuh.
Telinga di bagi menjadi tiga, yaitu:

37
1. Telinga Luar (Telingan Eksterna)
a) Aurikula /Pina/ Daun Telinga

Aurikula berfungsi untuk menangkap getaran suara. Bagian telinga ini terbentuk dari
tulang rawan yang ditutupi oleh kulit kepala. Selain itu di aurikula juga terdapat kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat.
b) Meatus Akustikus Eksterna

Meatus Akustikus Eksterna merupakan saluran setelah aurikula dan berujung di


membran timpani. Berfungsi menghantarkan getaran suara yang ditangkap di daun telinga
ke membran timpani. Saluran ini terbentuk dari tulang rawan.dan tulang. Bagian tulang
rawan sedikit bergelombang atau melengkung, bisa diluruskan dengan menarik bagian
aurikel ke atas - belakang.

2. Telinga Tengah (Kavum Timpani)


Telinga tengah terletak di sebelah dalam membran timpani. Bagian ini berisi udara serta
terdapat tiga tulang pendengaran.

a) Gendang Telinga (Membran Timpani)


Membran timpani memisahkan kavum timpani dengan telinga luar. Membran
timpani berfungsi menghatarkan getaran suara ke tulang pendengaran.

b) Tulang Pendengaran (Ossikula Auditus)


Tulang pendengaran yang saling bersambung berfungsi untuk menyalurkan getaran
dari membrang timpani ke telingan bagian dalam.
Adapun bagian- bagian tulang pendengaran, yaitu:
 Tulang Martil (Maleus)
Disebut tulang martil karena bentuknya seperti martil. Tulang martil
melekat di membran timpani.
 Tulang Landasan (Inkus)
Inkus terletak setelah maleus dan sebelum stapes.
 Tulang Sanggurdi (Stapes)

38
Stapes merupakan struktur tulang pendengaran yang paling kecil di
antara dua tulang lainnya.
c) Tuba Eustachius
Tuba eustachius merupakan saluran dari kavum timpani sampai ke nasofaring.
Berfungsi menjaga tekanan udara di telinga tengah sesuai tekanan atmosfer.

3. Telingan Dalam (Labrinitus)


Telinga dalam terdiri atas berbagai rongga/saluran yang terletak di pentrosa tulang
temporal.
Bagian - bagian labrinitus, yaitu:
 Labirin Tulang (Labrinitus Osseus)
Labirin tulang terdiri dari:
1. Vestibula
Vestibula terletak di bagian tengah antara saluran semisirkular dan koklea.
Berfungsi untuk mengatur keseimbangan.
2. Saluran Setengah Lingkaran (Kanalis Semisirkuler)
Kanalis Semisirkuler merupakan saluran berbentuk setengah lingkaran.
Terdiri dari tiga bagian, yaitu kanalis superior, posterior, dan horizontal.
Tiga bagian tersebut berakhir di vestibula. Saluran ini berfungsi untuk rotasi
atau menjaga keseimbangan tubuh.
3. Koklea
Bentuk koklea mirip dengan bentuk rumah siput. Fungsinya untuk
mengubah suara menjadi persepsi pendengaran.
 Labirin Membranosa (Labrinitus Membranosus)
Labirin membranosa mengandung cairan endolimfa sedangkan di luar labirin
membranosa terdapat cairan perilimfe, bagian ini terletak di dalam tulang labirin.
Labirin membranosa terdiri atas:
a. Duktus Semisirkularis
Terletak di kanalis semisirkularis. Di dalamnya terdapat krista ampullaris
yaitu tempat penerimaan ransangan keseimbangan dinamis.
b. Utrikulus dan Sakula

39
Terletak di dalam vestibula, mengandung makula sakuli sebagai alat
keseimbangan statis.
c. Duktus Koklearis
Duktus koklearis terletak di dalam koklea. Di bagian dalam telinga juga
terdapat saraf pendengaran yaitu nervosa auditorius. Saraf pendengaran
yang sebenarnya pada nervosa auditorius adalah pada bagian koklearis.

Mekanisme Mendengaran:
Gelombang suara ditangkap oleh daun telinga, disalurka melalui meautus auditoris
eksterna menuju membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Bergetarnya
gendang telinga menyebabkan tulang martil yang terkait pada gendang telinga juga ikut
bergetar dan menyalurkan getarannya ke tulang inkus lalu stapes. Di tulang pendengaran
tersebut getaran diperbesar. Getaran kemudian menuju perilimfe lalu endolimfe di koklea.
Ransangan tersebut akan menuju ke otak dibawa oleh saraf pendengaran agar di otak dinilai
dan diinterprestasikan.

B. OMA (Otitis Media Akut)


a. Definisi
Otitis media adalah infeksi pada telinga tengah yang menyebabkan
peradangan (kemerahan dan pembengkakan) dan penumpukan cairan di belakang
gendang telinga. Otitis media akut biasanya merupakan komplikasi dari disfungsi
tuba eustachia yang terjadi selama infeksi saluran pernapasan atas
virus.Streptocucus pneumoniae,Haemophilus influenzae,dan Moraxella
catararhalis adalah organisme yang paling umum diisolasi dari cairan telinga bagian
tengah.
b. Etiologi
Biasanya, OMA adalah komplikasi dari disfungsi tuba eustachian yang
terjadi selama infeksi saluran pernapasan atas virus akut.Bakteri dapat diisolasi dari
kultur cairan telinga tengah pada 50% hingga 90% kasus OMA dan
OME.Streptococus pneumoniae,Haemophilus influenza ( nontypable ), dan
Moraxella catarrhalis adalah organisme yang paling umum ditemukan (Arrieta &

40
Sigh,2004).H. influenzae telah menjadi organisme yang paling umum ditemukan
pada anak-anak dengan OMA berat atau refraktori setelah pengenalan vaksin
konjugat pneumokokus ( PCV ).
c. Patofisiologi
Otitis media awalnya dimulai sebagai proses peradangan setelah infeksi
saluran pernapasan atas virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, dan tuba
Eustachia.Ruang anatomi yang sempit membuat edema yang disebabkan oleh
proses inflamasi menghalangi bagian tuba Eutachia dan mengakibatkan penurunan
ventilasi. Hal ini menyebabkan kaskade kejadian seperti peningkatan tekanan
negatiif di telinga tengah dan penumpukan sekresi mukosa yang memungkinkan
kolonisasi organisme bakteri dan virus di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba di
telinga tengah ini kemudian membentuk nanah yang ditunjukkan sebagai tanda-
tanda klinis otitis media akut ( Danishyar & Ashurst,2017).
d. Faktor risiko
Faktor risiko untuk otitis media akut meliputi:
1) (lebih muda)
2) Alergi
3) Kelainan kraniofasial
4) Paparan asap lingkungan atau iritasi pernapasan lainnya
5) Riwayat keluarga otitis media akut berulang
6) Refluks gastroesofagus
7) Immunodefisiensi
8) Tidak menyusui
9) Penggunan dot
10) Infeksi saluran pernapasan atas
e. Manifestasi klinis
Gejala otitis media bervariasi tergantung dari tingkat kaparahan
infeksi.Kondisi tersebut tergantung dari tingkat keparahan infeksi.Kondisi tersebut
biasanya unilateral pada orang dewasa dan dapat disertai oleh otalgia.Rasa sakit
terjadi setelah perforasi spontan atau sayatan terapeutik dari membran
timpani.Gejala lainnya adalah drainase dari telotoskopik,saluran pendengaran

41
eksternal tampak normal.Membran timpani menyebabkan adanya eritema dan
pembekakan.Namun demikian ,pasien melaporkan tidak adanya rasa sakit dengan
gerakan daun telinga ( Smeltzer dkk.,2010

42
f. Pathway OMA

Perubahan tekanan Gangguan tube Pencegahan invasi


udara tiba-tiba ( alergi, eustachius kuman terganggu
infeksi, sumbatan : v v
secret, tampon,tumor )

Kuman masuk ketelinga


tengah

Tekanan udara Peradangan Pengobatan tidak


negative ditelinga tuntas
tengah

Efusi Resiko Infeksi

Retraksi membrane
timpani Meningkatkan produksi
cairan serosa

Akumulasi cairan
mukosa serosa

Hantara udara yang


diterima menurun Terjadi erosi pada Tindakan mastoidektomi
kanalis semisirkunalis

Gangguan Persepsi Nyeri Akut


Sensori Vertigo/
Keseimbangan
menurun

Resiko Cidera Infeksi berlanjut


dapat sampai ke
telinga dalam

Defisit Kurangnya Informasi


Pengetahuan

43
g. Komplikasi
Infeksi OMA umunya bisa sembuh tanpa komplikasi, meskipun infeksi dapat
terjadi lagi. Pasien juga mengalami kehilangan pendengaran sementara untuk
waktu yang singkat dan akan sembuh cepat setelah mendapatkan perawatan.
Terkadang, infeksi OMA dapat menyebabkan:
1) Infeksi telinga berulang
2) Adenoid membesar
3) Amandel membesar
4) Gendang telinga yang pecah
5) Kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan di telinga tengah
6) Keterlambatan bicara (pada anak-anak yang mengalami infeksi otitis media
berulang)
7) Dalam kasus yang jarang terjadi, infeksi pada tulang mastoid di tengkorak
(mastoiditis) atau infeksi di otak (meningitis) dapat terjadi.
h. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis otitis media harus selalu dimulai dengan pemeriksaan fisik dan
penggunaan otoskop pneumatika. Selain itu, beberapa prosedur berikut dapat
dilakukan untuk memastikan diagnosis yang tepat.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium jarang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium
mungkin diperlukan untuk mengonfirmasi atau menyingkirkan
kemungkinan penyakit sistemik atau bawaan yang terkait.
2. Studi Pencitraan
Studi pencitraan tidak diindikasikan kecuali ada komplikasi intratemporal
atau intracranial. Ketika dicurigai adanya komplikasi, CT scan dapat
mengidentifikasi mastoiditis, abses epidural, tromboflebitis sinus sigmoid,
meningitis, absesw otak, abses subdural, penyakit osikular, dan
kolesteatoma. Selain itu, MRI juga dapat dilakukan apabila dibutuhkan data
mengenai cairan, terutama di bagian telinga tengah.

44
3. Tympanocentesis
Tympanocentesis dapat digunakan untuk menentukan adanya cairan telinga
tengah, diikuti oleh pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi pathogen.
Tympanocentesis dapat meningkatkan akurasi diagnostic dan mengarahkan
keputusan pengobatan.
4. Tes Garpu Tala
Tes garpu tala adalah prosedur penilaian noninvasif yang dilakukan
untuk membedakan gangguan pendengaran sensorineural. Tes ini dapat
dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan penilaian fisik dan diikuti oleh
audiometri unutk konfirmasi hasil.
Tes garpu tala menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala
frekuensi rendah sampai tinggi 128Hz-2048Hz. Satu perangkat garpu tala
memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi dan
akan memudahkan survey kepekaan pendengaran. Cara menggunakan
garpu tala yaitu garpu tala dipegang pada tangkainya dan salah satu tangan
garpu tala dipukul pada permukaan yang berpegas, seperti punggung tangan
atau siku.
Dua tes garpu tala yang paling sering digunakan adalah TEs Rinne
dan Tes Weber. Tes Rinne mengevaluasi kehilangan pendengaran dengan
membandingkan konduksi udara dengan konduksi tulang. Pendengaran
konduksi udara terjadi melalui udara dekat telinga serta melibatkan saluran
telinga dan gendang telinga. Pendengaran konduksi tulang terjadi melalui
getaran yang diambil oleh sistem saraf khusus telinga.
Di sisi lain, Tes Weber adalah satu cara untuk mengevaluasi
gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Kehilangan
pendengaran konduktif terjadi ketika gelombang suara tidak dapat melewati
telinga tengah ke telinga bagian dalam. Ini bisa disebabkan oleh masalah di
liang telinga, gendang telinga, atau telinga tengah, seperti infeksi,
penumpukan kotoran telinga, cedera pada gendang telinga, cairan di telinga
tengah, dan kerusakan pada tulang kecil di telinga tengah. Sebaliknya,
gangguan pendengaran sensorineural terjadi ketika ada kerusakan pada

45
bagian manapun dari sistem saraf khusus pada telinga. Ini termasuk saraf
pendengaran, sel-sel rambut di telinga bagian dalam, dan bagian lain dari
koklea. Paparan terus menerus terhadap suara keras dan penuaan adalah
alasan umum untuk jenis gangguan pendengaran ini.

Jenis Tes Cara pemeriksaan Interpretasi Hasil


Tes Rinne 1) Bunyikna garpu tala 1) Normal: Rinne positif
frekuensi 512Hz. 2) Tuli konduksi: Rinne
2) Letakkan tangkainya negatif
tegak lurus pada 3) Tuli sensori neural:
planum mastoid Rinne Positif
penderita (posterior
dari MAE) sampai
penderita tak
mendengar.
3) Dengan cepat
pindahkan kedepan
MAE penderita.
4) Apabila penderita
masih mendengar
garpu tala di depan
MAE disebut Rinne
positif. Bila tidak
mendengar disebut
Rinne negative.
Tes Weber 1) Bunyikan garpu tala 1) Normal: Tidak ada
frekuensi 512Hz lateralisasi
2) Letakkan tangkainya 2) Tuli konduksi:
tegak lurus di garis mendengar lebih keras
median, biasanya di di telinga yang sakit
dahi (dapat pula pada

46
vertex, dagu atau pada 3) Ruli sensorineural:
gigi insisivus) dengan mendengar lebih keras
kedua kaki pada garis pada telinga yang sehat
horizontal.
3) Minta pasien
menunjukkan telinga
mana yang tidak
mendengar atau
mendengar lebih
keras.
4) Bila pasien
mendengar pada satu
telinga disebut
laterisasi ke sisi
telinga tersebut.
5) Bila kedua telinga tak
mendengar atau sama-
sama mendengar
berarti taka da
laterisasi.

5. Tes lainnya
Timpanometri dan reflektometri akustik juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi efusi telinga tengah.
I. Penatalaksaan
Terapi OMA bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Pada stadium oklusi,
terapi difokuskan untuk membuka kembali tuba eustachius dengan memberikan obat tetes
hidung HCL efedrin 0,5%. Terapi ini memberikan dalam larutan fisiologis untuk anak <12
tahun. Sementara itu, HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologis diberikan untuk anak yang
berumur >12 tahun atau dewasa. Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan
antibiotik.

47
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik.Bila membran timpani sudah hiperemis difus,sebaiknya dilakukan
miringotomi.Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromosin.Jika terdapat
resistensi,dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin.Untuk
terapi awal diberikan penisilin IM agar kosentrasinya adekuat di dalam darah.Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100mg/KgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,analgesik juga perlu
diberikan agar nyeri dapat berkurang. Pada stadium respolusi biasanya biasanya akan
tampak sekret mengalir keluar. Penggunaan antibiotik pada keadaan ini dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu, tetapi jika masih keluar sekret maka diduga telah terjadi mastoiditis.

Konsep Asuhan Keperawatan Pada OMA


1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan
minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
3) Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi,
riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin,
gentamisin ), riwayat operasi
4) Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga,
sebab dimungkinkan otitis media berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetic
b. Pengkajian Persistem
1) Suhu meningkat, keluarnya otore
2) Nadi meningkat
3) Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks kejut
4) Nausea vomiting
5) Malaise, alergi

48
c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2) Aktivitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Tes audiometri : pendengaran menurun
2) X-ray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
e. Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan, tes garputala
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pecendera fisiologis ( inflamasi)
b. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran

49
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama :
agen pecendera keperawatan ...x...... menit Manajemen Nyeri
fisiologis ( diharapkan nyeri akut dapat 0. Identifikasi lokasi,
inflamasi) berkurang dengan kriteria : karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas,
Kriteria Hasil : intensitas nyeri
 Keluhan nyeri menurun 1. Identifikasi skala nyeri
 Meringis menurun 2. Identifikasi respon nyeri
 Sikap protektif non verbal
menurun 3. Identifikasi pengaruh

 Gelisah menurun nyeri terhadap kualitas


hidup
Terapeutik:
4. Lakukan irigasi telinga
5. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain
6. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi:
7. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri

50
9. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
10. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
11. Kolaborasikan pemberian
analgetik, jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Intervensi Pendukung


persepsi sensori keperawatan ...x...... jam Edukasi Perawatan Diri
b.d gangguan diharapkan tidak terjadi Observasi
pendengaran infeksi dengan kriteria :  Identifikasi pengetahuan
Persepsi Sensori tentang perawatan diri
 Respons terhadap  Identifikasi masalah dan
stimulus membaik hambatan perawatan diri
 Konsentrasi yang dialami
membaik  Identifikasi metode
pembelajaran yang sesuai
(mis. diskusi, tanya
jawab, penggunaan alat
bantu audia atau visual,
lisan, tulisan)
Terapeutik
 Rencanakan strategi
edukasi, termasuk tujuan
yang realistis
 Ciptakan edukasi
interaktif untuk memicu
partisipasi aktif selama

51
edukasi
 Berikan penguatan positif
terhadap kemampuan
yang didapat
Edukasi
 Ajarkan perawatan diri,
praktik keperawatan diri,
dan aktivitas kehidupan
sehari-hari

K . Contoh asuhan keperawatan


LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S Tanggal Masuk RS: 01–09-2020
Tempat/Tanggal Lahir : 28-11-1970 Sumber Informasi : Suami
Umur : 50 tahun Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD Suku : Bali
Pekerjaan : Buruh Lama Bekerja : 44 tahun
Alamat : Jl. Pulau Moyo

KELUHAN UTAMA:
Seorang laki – laki datang ke UGD pada tanggal 01 September 2020 pukul 12.00 wita
dengan keluhan nyeri disertai kehilangan pendengaran pada telinga sebelah kanan serta
keluarnya serumen yang berbau sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan jika
telinganya gatal sering mengorek-ngorek telinga menggunakan lidi yang masih muda
atau jepitan rambut. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan membran timpani
tampak merah, TD : 110/60 mmHg, Suhu : 360C, Nadi : 80x/menit, Respirasi : 20x/menit

52
RIWAYAT PENYAKIT:
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD diantar oleh istri pada pukul 12.00 wita pada tanggal 01
September 2020 dengan keluhan nyeri disertai kehilangan pendengaran pada telinga
sebelah kanannya dari seminggu yang lalu. Pasien sering melakukan pembersihan
telinga menggunakan lidi yang masih muda atau jepitan rambut. Pasien tidak
mengalami sesak dan belum memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan.
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit dengan keluhan
yang sama atau berbeda
c. Riwayat Penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan dan tidak ada penyakit
menular maupun serupa dengan pasien

II. Pengkajian Fisik


A. Vital Sign
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Suhu : 360C
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
B. Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15
Eye :4
Motorik :5
Verbal :6
C. Pemeriksaan Fisik
1. Telinga
 Pendengaran : 1. normal 2. kerusakan 3. tuli kanan/kiri
4. tinnitus 5. alat bantu dengar 6. Lainnya: nyeri pada
pendengaran bagian kanan.

53
 Skret/ cairan/ darah : 1. ada 2. Bau: amis-busuk 3.Warna kecoklatan

III. Data Penunjang


a. Pemeriksaan Penunjang;
Tidak ada
b. Program Terapi
Paracetamol

B. ANALISIS DATA
No Data focus Analisis Masalah
1 DS: Agen pencedera fisiologis Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri ↓
pada telinga bagian Meringis, mengeluh nyeri, gelisah,
tengah. ↓
Nyeri akut
DO:
Klien tampak meringis
TD : 110/60 mmHg
N : 80x/mnt
RR: 20x/mnt
S : 36oC
Skala nyeri :
P : Infeksi tulang
pendengaran akibat
bakteri
Q : nyeri saat ditekan
R : telinga bagian
tengah
S : skala nyeri 5 dari 10
T : 2x dalam 10 menit

54
2 DS: Gangguan pendengaran Gangguan
Klien mengatakan ↓ persepsi
terganggu dengan Konsentrasi buruk dan respons tidak sensori
pendengaran bagian sesuai
kanannya dan keluarnya ↓
serumen yang berbau Gangguan persepsi sensori
sejak seminggu yang lalu.

DO:
Klien tampak sulit
berkonsentrasi saat diajak
berkomunikasi
TD : 110/60 mmHg
N : 80x/mnt
RR: 20x/mnt
S : 36oC

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan meringis
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran dibuktikan
dengan respons tidak sesuai dan konsentrasi buruk

D. PERENCANAAN

No Tujuan Intervensi Rasional


Dx
1 Setelah dilakukan Intervensi Utama 1. Mengetahui
intervensi keperawatan Manajemen Nyeri lokasi,
selama 2x24jam, maka Observasi: karakteristik,
tingkat nyeri menurun, 1. Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil: karakteristik,

55
Tingkat Nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
- Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
- Meringis menurun nyeri 2. Mengetahui skala
- Sikap protektif 2. Identifikasi skala nyeri klien
menurun nyeri 3. Mengetahui
- Gelisah menurun 3. Identifikasi respon respon nyeri non
nyeri non verbal verbal
4. Identifikasi 4. Mengetahui
pengaruh nyeri kemampuan klien
terhadap kualitas saat merasakan
hidup nyeri
Terapeutik: 5. Membersihkan
5. Lakukan irigasi liang telinga klien
telinga 6. Meminimalisir
6. Berikan teknik nyeri pada telinga
nonfarmakologis klien
untuk mengurangi 7. Mengurangi rasa
rasa nyeri (mis. nyeri
TENS, hipnosis, 8. Memberikan
akupresur, terapi pemahaman
musik, kepada klien
biofeedback, terapi 9. Meningkatkan
pijat, aromaterapi, kenyamanan klien
teknik imajinasi 10. Meredakan nyeri
terbimbing, klien
kompres 11. Meminimalisir
hangat/dingin, nyeri
terapi bermain 12. Memberikan
7. Fasilitasi istirahat kenyamanan klien
tidur
Edukasi:

56
8. Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
9. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
10. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
11. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
12. Kolaborasikan
pemberian
analgetik, jika perlu

2 Setelah dilakukan Intervensi Pendukung 1. Mengetahui


intervensi keperawatan Edukasi Perawatan seberapa dalam
selama 2x24 jam, maka Diri pengetahuannya
persepsi sensori membaik, Observasi terkait perawatan
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi diri
Persepsi Sensori pengetahuan 2. Mengetahui
1. Respons terhadap tentang perawatan masalah dan
stimulus membaik diri hambatan
2. Konsentrasi membaik 2. Identifikasi perawatan diri
masalah dan yang dialami
hambatan 3. Agar tepat saat
perawatan diri memberikan
yang dialami edukasi

57
3. Identifikasi metode 4. Memperjelas
pembelajaran yang pemahaman
sesuai (mis. klien
diskusi, tanya 5. Meningkatkan
jawab, penggunaan antusiasme
alat bantu audia 6. Agar klien dapat
atau visual, lisan, melakukannya
tulisan) secara mandiri
Terapeutik
4. Ciptakan
edukasi
interaktif untuk
memicu
partisipasi aktif
selama edukasi
5. Berikan
penguatan
positif terhadap
kemampuan
yang didapat
Edukasi
6. Ajarkan
perawatan diri,
praktik
keperawatan
diri, dan
aktivitas
kehidupan
sehari-hari

58
E. PELAKSANAAN

No Dx Tgl/ Jam Implementasi Respon Paraf


1 01-09-  Mengidentifikasi lokasi, DS :
2020
karakteristik, durasi,  Klien
14.00
Wita frekuensi, kualitas, menyatakan
intensitas nyeri nyeri seperti
ditekan pada
bagian telinga
kanan
DO :
 Klien tampak
meringis

1 01-09-  Mengidentifikasi skala DS :


2020
nyeri  Klien
14.10 mengatakan
Wita
skala nyeri yang
dirasakan 5 dari
10
DO :
 Klien tampak
meringis
1 01-09-  Melakukan irigasi telinga DS : -
2020
14.30 DO :
Wita
 Klien tampak
menahan nyeri
2 01-09-  Mengidentifikasi DS :
2020
pengetahuan tentang  Klien
16.30 mengatakan
Wita perawatan diri
belum terlalu
paham tentang
perawatan diri
yang akan
dilakukan

59
DO :
 Klien dan
keluarga tampak
bingung

1 01-09-  Menjelaskan strategi DS :


2020
meredakan nyeri  Klien
17.00
Wita  Memberikan teknik mengatakan
nonfarmakologis untuk mau mengikuti
mengurangi rasa anjuran yang
telah diberikan
DO :
 Klien tampak
lebih nyaman

2 01-09-  Mengajarkan perawatan DS :


2020
diri, praktik keperawatan  Pasien
17.30 mengatakan siap
Wita diri, dan aktivitas
menerima
kehidupan sehari-hari informasi yang
diberikan
DO :
 Pasien dan
keluarga tampak
antusias
2 01-09-  Memberikan kesempatan DS :
2020
untuk bertanya  Klien
17.40 mengatakan
Wita
cukup
memahami
DO :
 Klien tampak
paham
2 01-09-  Mengajarkan perilaku DS :
2020
17.55 hidup bersih dan sehat
Wita
60
 Klien dan
keluarga
mengerti
DO :
 Klien dan
keluarga tampak
paham
1 01-09-  Menganjurkan DS :
2020
menggunakan analgetik  Klien mengikuti
21.30 anjuran yang
secara tepat
diberikan
DO :
- Klien tampak
gelisah
1 01-09-  Mengkolaborasi DS :
2020 - Klien
21.50 pemberian analgetik
mengatakan
mau meminum
obat yang telah
diberikan
DO :
- Klien tampak
meminum obat
1 01-09-  Mengajarkan teknik DS :
2020 - Klien mau
nonfarmakologis untuk
21.55 mengikuti
mengurangi rasa nyeri arahan yang
diberikan
DO :
- Klien tampak
mengerti
1 01-09-  Memfasilitasi istirahat DS :
2020 - Klien
dan tidur
22.00 mengatakan
biasanya
sebelum tidur
meminum air
dan lampu
dimatikan
DO :

61
- Keluarga klien
tampak mnegerti
1  Mengidentifikasi lokasi, DS :
02-09-
karakteristik, durasi,  Klien
2020
08.00 frekuensi, kualitas, mengatakan
Wita
intensitas nyeri nyeri sudah
berkurang
DO :
 Klien tampak
sedikit tenang

1 02-09-  Mengidentifikasi skala DS :


2020
nyeri  Klien
08.10 mengatakan
Wita
skala nyeri yang
dirasakan 3 dari
10
DO :
 Klien tampak
meringis
1 02-09-  Mengkolaborasi DS :
2020 - Klien
08.15 pemberian analgetik
mengatakan
Wita
mau meminum
obat yang telah
diberikan
DO :
- Klien tampak
meminum obat
2 02-09-  Mengidentifikasi DS :
2020
pengetahuan tentang  Klien
08.30
Wita perawatan diri mengatakan kini
telah lebih
paham tentang
perawatan diri
DO :

62
 Klien tampak
lebih bersih
1 02-09-  Menjelaskan strategi DS :
2020
10.15 meredakan nyeri  Klien
Wita  Memberikan teknik mengatakan
nonfarmakologis untuk mau mengikuti
mengurangi rasa anjuran yang
telah diberikan
DO :
 Klien tampak
lebih nyaman

1 02-09-  Memfasilitasi istirahat DS :


2020 - Klien
dan tidur
10.40 mengatakan
Wita
ingin
beristirahat agar
segera sembuh
DO :
- Keluarga klien
tampak mengerti
1 02-09-  Mengkolaborasi DS :
2020 - Klien
13.00 pemberian analgetik
mengatakan
Wita
mau meminum
obat yang telah
diberikan
DO :
- Klien tampak
meminum obat
1 02-09-  Melakukan irigasi telinga DS : -
2020
14.30 DO :
Wita
 Klien tampak
menahan nyeri

63
02-09-  Mengajarkan perawatan DS :
2 2020
diri, praktik keperawatan  Klien
16.40 mengatakan
Wita diri, dan aktivitas
sudah
kehidupan sehari-hari melakasanakan
perawatan diri
yang telah
diajarkan
DO :
 Klien dan
keluarga tampak
paham
2 02-09-  Mengajarkan perilaku DS :
2020
hidup bersih dan sehat  Klien dan
18.00 keluarga
Wita
mengerti
DO :
 Keluarga klien
tampak mengerti
1 02-09-  Mengkolaborasi DS :
2020 - Klien
pemberian analgetik
21.45 mengatakan
Wita
mau meminum
obat yang telah
diberikan
DO :
- Klien tampak
meminum obat
1 02-09-  Mengajarkan teknik DS :
2020 - Klien mau
21.50 nonfarmakologis untuk
mengikuti
Wita mengurangi rasa nyeri arahan yang
diberikan
DO :
- Klien tampak
mengerti
1 02-09-  Memfasilitasi istirahat DS :
2020 - Klien
22.00 dan tidur
mengatakan
Wita
biasanya

64
sebelum tidur
meminum air
dan lampu
dimatikan
DO :
- Keluarga klien
tampak mnegerti
1 03-09-  Mengidentifikasi lokasi, DS :
2020
karakteristik, durasi,  Klien
08.00
Wita frekuensi, kualitas, mengatakan
intensitas nyeri masih
merasakan nyeri
DO :
 Klien tampak
meringis

1 03-09-  Mengidentifikasi skala DS :


2020
nyeri  Klien
08.05 mengatakan
Wita
nyeri berkurang
skala nyeri yang
dirasakan 2 dari
10
DO :
 Klien tampak
tenang
1 03-09-  Mengkolaborasi DS :
2020 - Klien
pemberian analgetik
08.10 mengatakan
Wita
mau meminum
obat yang telah
diberikan
DO :
- Klien tampak
meminum obat

65
2 03-09-  Mengidentifikasi DS :
2020
pengetahuan tentang  Klien
08.30
Wita perawatan diri mengatakan kini
telah lebih
paham tentang
perawatan diri
DO :
 Klien tampak
lebih bersih
1 03-09-  Mengidentifikasi DS :
2020
pengaruh nyeri terhadap  Klien
10.00
Wita kualitas hidup mengatakan
aktivitasnya
terganggu akibat
nyeri yang
dirasakan
DO :
 Klien tampak
menahan nyeri

1 03-09-  Menjelaskan strategi DS :


2020
10.15 meredakan nyeri  Klien
Wita  Memberikan teknik mengatakan
nonfarmakologis untuk mau mengikuti
mengurangi rasa anjuran yang
telah diberikan
DO :
 Klien tampak
lebih nyaman

66
1 03-09-  Memfasilitasi istirahat DS :
2020 - Klien
10.45 dan tidur
mengatakan
Wita
ingin
beristirahat agar
segera sembuh
DO :
- Keluarga klien
tampak mengerti
1 03-09-  Mengkolaborasi DS :
2020 - Klien
13.00 pemberian analgetik
mengatakan
Wita
mau meminum
obat yang telah
diberikan
DO :
- Klien tampak
meminum obat

F. EVALUASI
Tgl / jam Catatan Perkembangan Paraf

1 03-09- S : Pasien mengatakan nyeri pada telinga kanannya berkurang


2020 O :- Meringis menurun
13.00 Wita - Keluhan nyeri menurun
- Sikap protektif menurun
- Gelisah menurun
A : Nyeri teratasi
P : Hentikan intervensi

2 03-09- S : Pasien mengatakan pendengarannya masih terganggu


2020 O : - Respons terhadap stimulus membaik
13.00 Wita - Konsentrasi membaik
A : Gangguan Persepsi Sensori teratasi
P : Hentikan intervensi

67
BAB III
KESIMPULAN

Pengertian asuhan keperawatan Asuhan keperawatan merupakan serangkaian metode


keperawatan dan kegiatan keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien atau pasien
sebagai salah satu tatanan dan pelayanan kesehatan untuk membantu proses penyembuhan klien
atau pasien, dilaksanakan secara profesional dan menjalankan sesuai kaidah-kaidah keperawatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang ilmiah,sistematis,dinamis,dan terus menerus serta
berkesinambungan dalam mengatasi masalah kesehatan pasien/klien.
Mata dapat berfungsi apabila ada cahaya yang dapat memantulkan cahaya menuju kornea
dan lensa yang difokuskan ke retina sehingga membentuk suatu gambar ataupun objek yang dapat
dilihat.
Penyakit yang dapat terjadi pada mata seperti katarak, dan penyakit OMA Katarak dapat
ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sitemik atau kelainan (katarak senil
dan juvenil) atau kelainan kongenital mata.
Lensa mata merupakan bagian transparan di belakang pupil ( titik hitam di tengah bagian
mata yang gelap ) yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya pada lapisan retina.Katarak
membuat kejernihan lensa mata berkurang,dan cahaya yang masuk ke mata terhalang.Katarak
tidak menyebabkan rasa sakit, dan termasuk kelainan mata yang umum terjadi,terutama dengan
pertambahan usia.Penderita katarak membutuhkan operasi unutk mengganti lensa mata yang rusak
dengan lensa buatan.

68
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC: Jakarta
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Febriana, Dewi. 2010. Laporan Pendahuluan Katarak. (Online).
https://www.scribd.com/doc/150707787/LAPORAN-PENDAHULUAN-KATARAK.
Diakses pada 28 September 2017
Firbee. 2012. Pathway Katarak. (Online). https://www.scribd.com/doc/110416750/Pathway-
Katarak#download. Diakses pada 8 September 2020
Haryono, R. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Mashudi, S.2011. Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Pearce.Evelyn.2019.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddarth. Ed.8.Jakarta
:EGC,2001.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta Selatan: DPP PPNI
Watson,R.2002.Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

69

Anda mungkin juga menyukai