Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN KEBUDAYAAN

DIVERSITY DALAM MASYARAKAT

DISUSUN OLEH :

Kelompok 5

1. Lois Greis Dombulan (p07220218011)


2. Mery Kumala Sitompul (p07220218014)
3. M. Tedy Kurniawan (p07220218015)
4. Tika Noorjanah (p07220218034)
5. Yudistira Wahyu Pradana (p07220218039)
6. Yuni Dwi Kartika (p07220218040)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIAMANTAN TIMUR

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

2019

1
2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas
tentang “Diversity(keberagaman)”.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih dan


penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan kepada penyusun.

Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami
nantikan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
para pembaca pada umumnya.

Samarinda, 15 Oktober 2019

                                                                                                                Penyusun

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang........................................................................................................5

1.2     Rumusan masalah..................................................................................................6

1.3     Tujuan....................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN 

2.1    Pengertian keberagaman menurut para ahli...........................................................7

2.2     Perlunya memahami keberagaman........................................................................8

2.4     Keberagaman dalam organisasi............................................................................11

2.5      Manajemen keberagaman...................................................................................15

2.6 Cara mengelola keberagaman.............................................................................17

2.7     Perspektif keberagaman.......................................................................................19

2.8     Minat terhadap keberagaman.............................................................................19

2.9    Manfaat budaya terbuka......................................................................................20

2.10  Masalah keberagaman.........................................................................................21

2.11     Terobosan implementasi keberagaman..............................................................23

2.12   Keterampilan manajemen keberagaman.............................................................24

2.13   Kedewasaan keberagaman..................................................................................25

4
BAB III PENUTUP

3.1    Kesimpulan....................................................................................................26

3.2     Saran.............................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

5
BAB I

PENDAHULUAN

      1.1   Latar Belakang

  Keragaman atau diversity adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia.


Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri
keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain
kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari
berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan
dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut.
Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau-
pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi
geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran
rendah, pedesaan, hingga perkotaan.

Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan


mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia
mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah
pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai
jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu.
Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok
sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di
dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya
telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada
saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti
yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia.
Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya
elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain
bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal
ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.

6
      1.2   Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pengertian keberagaman menurut para ahli?

2.      Mengapa perlunya memahami keberagaman?

3.      Bagaimana keberagaman dalam organisasi?

4.      Bagaimana asas manajemen keberagaman?

5.      Bagaimana cara mengelola keberagaman?

6.      Bagaimana perspektif keberagaman?

7.      Bagaimana minat terhadap keberagaman?

8.      Bagaimana manfaat budaya terbuka?

9.      Bagaimana saja masalah keberagaman

10.  Bagaimana terobosan implementasi keberagaman?

11.  Bagaimana keterampilan manajemen keberagaman?

12.  Bagaimana kedewasaan keberagaman?

      1.3     Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui pengertian keberagaman menurut para ahli

2.      Mengetahui perlunya memahami keberagaman

3.      Mengetahui keberagaman dalam organisasi

4.      Mengetahui asas manajemen keberagaman

5.      Mengetahui cara mengelola keberagaman

6.      Mengetahui perspektif keberagaman

7.      Mengetahui minat terhadap keberagaman

8.      Mengetahui manfaat budaya terbuka

9.      Mengetahui masalah keberagaman

10.  Mengetahui terobosan implementasi keberagaman

11.  Mengetahui keterampilan manajemen keberagaman

12.  Mengetahui kedewasaan keberagaman

7
BAB II
PEMBAHASAN

1.1                Pengertian Keberagaman Menurut Para Ahli

            Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam pengertian secara


umum sebagai pernyataan bervariasi (Chris Speechley dan Ruth Weatley, 2001:
4). Namun, keberagaman kemudain berkemabang dan dipergunakan untuk
menjelaskan terdapatnya variasi di tempat pekerjaan, karena dalam suatu
organisasi terdapat orang dengan berbagai latar belakang dan budaya.

            Frederick A. Miller dan Judith H. Katz (2002: 198) berpendapat bahwa


keberagaman merupakan tentang identitas sosial kelompok yang meliputi suatu
organisasi. Mereka menyatakan pula bahwa terminologi keberagaman atau
diversity sering salah dipergunakan, dengan saling mempertukarkan dengan
pengertian affirmative action, equal employment opportunity, dan inclusion,
karena masing-masing mempunyai makna sendiri yang unik.

            James L. Gibson, Jhon M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. (2000:


43) berpandangan bahwa keberagaman adalah pebedaan fisik dan budaya yang
sangat luas yang menunjukkan aneka macam perbedaan manusia. Sama halnya
dengan Miller dan Katz, Gibson, Ivancevich, dan Donnelly menilai bahwa banyak
pendapat orang tentang keberagaman yang sangat membingungkan. Keberagaman
bukanlah sinonim untuk equal employment opprtunity atau bukan pula sebagai
assirmative action. Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan analisis Roosevelt
Thomas bahwa istilah keberagaman sering dipergunakan untuk kepentingan
politik untuk menjelaskan tentang humas right dan affirmative action.

            R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 93) sendiri mengakui bahwa


pandangannya sendiri tentang definisi keberagaman mengalami evolusi. Pada
1970-an, dia memandang keberagaman sebagai perbedaan fungsional. Pada 1984-

8
1985 keberagaman diartikan sebagai semua perbedaan tenaga kerja, ditambah
dengan isyarat tentang perbedaan di luar tenaga kerja. Sementara itu, antara 1996-
2000, keberagaman menunjukkan setiap bauran semua hal yang ditandai oleh
perbedaan dan kesamaan. Akhirnya pada 2001-2005 dia sampai suatu pandangan
bahwa keberagaman menunjukkan bauran dari perbedaan, kesamaan, dan
tegangan yang dapat terjadi di antara elemen bauran yang bersifat pluralistik.

            Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa cara para ahli mengungkapkan
pengertian keberagam sangat bervariasi, namun menunjukkan adanya persamaan.
Keberagaman menyangkut aspek yang sanagt luas, dapat dilihat dari tingkatannya
dan faktor yang mempengaruhunya. Keberagamn dapat terjadi pada tingkat
individu, kelompok, organisasi, komunitas, dan masyarakat. Keberagaman juga
sangat dipengaruhi oleh latar belakang demografis dan budaya sumber daya
manusia, kondisi lingkungan internal tempat kerja dan kondisi eksternal
masyarakat yang dihadapi.

            Dengan demikian, dapat dirumuskan pengertian keberagaman sebagai


variasi dari berbagai macam kombinasi elemen demokrafis sumber daya manusia,
organisasional, komunitas, masyarakat, dan budaya. Adapun keberagaman budaya
adalah merupakan variasi kombinasi budaya sumber daya manusia di dalam
organisasi, komunitas, atau masyarakat.

2.2                 Perlunya Memahami Keberagaman

            Kondisi lingkungan eksternal dan internal organisasi telah bayak


mengalami perubahan. Perubahan telah terjadi dalam konteks sosial, perubahan di
tempat kerja dan perubahan organisasi. Birokrasiyang telah memberikan
sumbangan besar dalam pencapayan tujuan organisasi pada masa yang lalu,
dirasakan tidak lagi mencukupi kebutuhan. Keberagaman diharapkan dapat
menjadi alternatif yang dapat menghapus kekurangan biroksasi dalam
menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi.

9
            Namun demikian,dengan penerapan keberagaman tidak berarti bebas dari
masalah.pemahaman tentang makna keberagaman dan kemampuan mengelola
keberagaman perlu ditingkatkan secara berkelanjutan.

a)      Warisan Birokrasi

            Organisasi terbentuk dari individu-individu yang biasany bekerja pada


tingkat yang berbeda dan memegang tingkat tanggung jawab dan kekuasaan yang
bervariasi. Kebanyakan organisasi terstruktur sebagai suatu hierarki dan
menunjukkan adanaya hubungan antara tingkat di atas dengan dibawahnya.

Birokrasi meruoakan organisasi hierarki yang menjadi semakin jarang, tetatpi


kenyataan menunjukkan bahwa sulit untuk meninggalkan pemikiran dan praktik
manajemen berbasis kontrol. Sulit untuk tidak berpikiran bahwa organisasi
sebagai mesin, diarahkan dari tingkat eksekutif dengan berbagai kendali.

            Untuk merespons kelemahan sistem mikanistik dalam menghadapi


kebutuhan perkembangan yanng terjadi, diperlukan perubahan pola pikiar dalam
mengelola sumber daya manusia yang lebih sesuai dengan kepentingan
keberagaman. Hanya dengan pola pikir baru yang lebih adaptif terhadap
keberagaman, kinerja organisasi dapat ditingkatkan. Biroksasi yang cenderung
bersifat kaku perlu mengubah dirinya menjadi lebih fleksibel dalam menghadapi
sumber daya manusia dalam organisasi yang semakin beragam.

b)      Perubahan Konteks Sosial

            Perubahan struktur dalam persebaran kependudukan disatu sisi sangat


berpengaruh terhadap tuntunan kebutukan akan barang dan jasa, disisi lain
memengaruhi permintaan terhadap pasar kerja. Keinginan dan kebutuhan
konsumen akan barang dan jasa cenderung semakin berfareasi dan semakin
menghargai kualitas yang lebih tinggi. Tuntutan akan pemenuhan kepuasan
konsumen cenderung semakin meningkat. Dengan demikian, kinerja organisasi
harus berorientasi pada kualitas untuk memberikan tingkat kepuasan pelanggan
yang lebih tinggi.

10
            Kondisi seperti tersebut diatas membuat semakin beragamnya tebaga kerja
dan proses kerja organisasi. Interaksi diantara tenaga kerja dan pemimpin
organisasi semakin meningkat. Kenyataan tyersebut mendesak semakin
diperlukannya pemahaman tentang kebergaman dan menunjukkan indikasi
semakin perlunya pengelolaaan keberagaman budaya.

Dalam pengembangan keragaman budaya, maka setiap tenaga kerja harus


dipandang sebagai individu. Orang tidak dilihat dari kelompok mana mereka
berasal. Sementara itu, keterampilan dan kemampuan yang dibawa ke
dalamorganisasi harus dihargai.

Memotret keberagaman menuurut David Jamieson dan Julie O’Hara (Chris


Speechley dan Ruth Wheatley, 2001: 20) dilakukan dengan melakukan
identifikasi umur, gender, etnis, pendidikan, cacat dan nilai-nilai. Untuk itu perlu
ditempuh strategi ”flex-management”, dengan cara menyesuaikan orang pada
pekerjaannya, menjalankan manajemen kinerjaa, memperbaiki komunikasi dan
keterlibatan pekerja, meningkatkan gaya hidup dan dukungan kebutuhan hidup.

c)      Keberagaman Tempat Kerja

            Pada awalnya, sejumlah organisasi melakukan tindakan diskriminatif


terhadap tenaga kerjanya dengan pertimbangan kepentingan organisasinya.
Mereka cenderung membatasi penggunaan tenaga kerja yang mempunyai
kekurangan fisik, tenaga kerja wanita, dan kelompok minoritas. Kecenderungan
sekarang semakin membuka kesempatan bagi tenaga kerja wanita, kelompok
minoritas dan penyandang tuna daksa.

            Kita perlu mengembangkan keberagaman di tempat kerja karena


masyarakat kita semakin beragam. Kita perlu berpikir mengelola keberagaman
secara konstuktif dan menghindari kerugian karena disk riminasi. Kegagalan
mencegahnya akan menyebabkan merusak kualitas hidup pekerja individu,
mengikis kinerja organisasi, meningkatkan biaya (komonikasi, pergantian pekerja,
masalah kualitas), dan menjurus menjadi puplisitas buruk.

11
            Berhimpunnya orang dengan latar belakang dan budaya berbeda di tempat
kerja menyebabkan semakin perlunya manajemen keberagaman perlu agar
keberagaman yang berpotinsi menimbulkan konflik dapat diubah manjadi
kekuatan bagi organisasi, dengan melakukan integrasi dan sinergi di antara
keragaman budaya.

2.3               Keberagaman Dalam Organisasi

            Keberagaman dalam budaya organisasi ditunjukkan oleh adanya ciri-ciri


tertentu. Dalam suatu organisasi yang dapat menerima keberagaman akan
menunjukkan terdapatnya ciri-ciri sebagai berikut (Chris speechley dan Ruth
Wheatley, 2001:9).

1.    Keterbukaan, sebagai suatu cara pengelolaan yang bersifat menolak sikap


berahasia dalam menjalankan pekerjaan.

2.    Pemahaman, merupakan kesediaan untuk bertanya sebelum memberikan


pertimbangan atau melakukan evaluasi.

3.    Kejujuran, merupakan kesediaan untuk menerima kebenaran walaupun


mungkin tidak menyenangkan.

4.    Ketidaktakutan, menunjukkan lingkungan aman dimana orang menpunyai


kepercayaan diri untuk mengatakan apa yang benar-benar dirasakan.

5.    Pembelajaran, merupakan suatu penerimaan akan perlunya bagi setiap orang


untuk bergerak ke depan dan berkembang melalui pengalaman, eksplorasi, dan
pembelajaran

6.    Tanggung jawab, merupakan suatu keinginan pada setiap orang untuk


tanggung jawab atas cara yang dilakukan organisasi, dari pada menyalahkan orang
lain atas masalah rantai budaya.

7.    Komunikasi sangat berkembang, menunjukkan kesiapan berkerja dengan


membagi informasi secara berkelanjutan dan interaksi berkualitas tinggi.

12
8.    Kekurangan sentakan kesalahan, merupakan kemauan untuk menggali alasan
atas kesalahan atau kegagalan dan belajar dari kesalahan.

            Budaya seperti diuraikan diatas dapat menjadi landasan untuk


keberagaman, dengan pendekatan tentang pentingnya core value dan way of life,
dari pada hanya dilihat sebagai tujuan. Namun demikian, dalam suatu organisasi
terdapat kelompok-kelompok yang dapat terpengaruh oleh diskriminasi dan sikap
stereotipe dan dari kelompok tertentu. Kelompok dalam organisasi terdapat
berupa minoritas etnik, wanita, tuna daksa, dan kelompok umur.

a.       Minoritas Etnik

            Pengertian menoritas diantara berbagai negara dapat berbeda. Di amerika


serikat kelompok minoritas dapat diartikan penduduk pendatang yang jumlahnya
kecil, seperti kaum kulit hitam atau negro, kaum kulit kuning dari china dan
vietnam, kaum kulit merah suku indian yang merupakan penduduk asli amerika,
kaum pendatang dari amerika latin dan seterusnya.

            Di inggris kaum minoritas umumnya dari india, pakistan, bangladesh,


srilangka dan china. Di australia sebagai minoritas antara lain adalah kaum
aborigin dan imigran pendatang dari china, vietnam dan beberapa negara timur
tengah. Adapun untuk kondisi indonesia, minoritas terbesar adalah dari etnik
china, kemudian menyusun arab, india, pakistan dan mungkin sekarang ini
muncul pula mereka yang berasal dari beberapa negara afrika.

            Kaum minoritas pada umumnya mempunyai ikatan budaya yang kuat


dalam upaya mempertahankan diri untuk bertahan. Mereka menjadi pesaing
karena pada umumnya lebih ulet dan bersedia diberi upah lebih rendah. Perbedaan
ini mencerminkan terjadinya diskriminasi dan di beberapa negara mereka
mendapatkan perlindungan hukum terhadap perlakuan diskriminatif tersebut.

b.      Glass Ceiling

            Dalam bernagai organisasi yang menjalankan diskriminasi sering terjadi


yang dinamakan Glass Ceiling Effect. Kaum minoritas sering tidak atau sedikit

13
sekali terwakili dalam posisi penting organisasi. Dengan demikian, tenaga kerja
berasal dari kelompok minoritas, walaupun mempunyai kelebihan sering tidak
mendapatkan posisi penting. Hal yang sama dapat terjadi pada tenaga kerja
wanita. Sebenarnya hal tersebut bersifat merugikan dilihat dari segi kinerja
organisasi.

            Wujud glass ceiling disamping dalam bentuk ksempatan jabatan, juga


dapat berupa perbedaan kompensasi. Kelompok minoritas wanita dan tuna daksa
sering mendapatkan kompensasi lebih rendah di bandingkan mayoritas dan tenaga
kerja pria.

c.       Pekerja Wanita

            Tenaga kerja wanita pada dasarnya sudah mendapatkan kesempatan yang


sama dengan tenaga kerja pria. Perkembangan tenaga kerja wanita di indonesia
telah tumbuh dengan cepat. Namun, masih terdapat kenyataan tentang perbedaan
masalah dan hambatan yang dihadapi tenaga kerja wanita dibandingkan pria.

            Kesulit lain yang sering dihadapi tenaga kerja wanita adalah harus
menyeimbangkan tanggung jawab terhadap urusan rumah dan pekerjaan.
Karenanya tenaga kerja wanita cenderung bekerja dalam profesi tertentu seperti
perawat atau guru, pekerjaan kebersihan atau administrasi, cenderung mencari
pekerjaan paruh waktu dari padi penuh waktu, atau bekerja secara bebas dirumah.

            Kondisi biologis alamiah wanita yang sering menjadi hambatan dalam


mempertimbangkan untuk mempekerjakan tenaga kerja wanita sehingga
merugikan posisi wanita.

d.      Kelompok Tuna Daksa

            Manajemen keberagaman yang menyangkut kelompok tuna daksa dapat


besifat tuna daksa sebagai pekerja atau sebagai pelanggan. Secara teoretik
kesempatan dapat diberikan sama kepada kelompok ini. Namjun, secara
operasional terdapat pekerjaan tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh
mereka atas dasar kelemahan fisiknya. Disamping itu, dirasakan masih adanya

14
faktor psikologis yang dapat menghambat penggunaan tenaga kerja yang
menyandang kekurangan fisik tersebut. Namun arah yang harus ditempuh adalah
memberikan kesempatan seluas-luasnya sepanjang memiliki kemampuan sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan.

            Kelompok tuna daksa sebagai pelanggan atas pemenuhan kebutuhan fisik


relatif sudah tersedia. Barang kali yang menjadi faktor pembatas lebih kepada
keterbatasan kemampuan ekonominya. Namun untuk bidang pelayanan masih
dirasakan banyak kekurangan perhatian. Meskipun beberapa telah menyediakan
fasilitas khusus bagi kelompok tuna daksa, namun secara keseluruhan belum
memadai.

e.       Kelompok Umur

            Kebajakan terhadap kelompok umur dapat berbeda di antara negara


tergantung struktus kependudukannya. Negara dengan penduduk muda dalam
jumlah besar mungkin menempuh memberikan pensiun lebih cepat bagi
kelompok tau, sehingga kelompok kerjanya segera bisa diisi oleh kelompok muda.
Namun, apabila struktur kependudukan muda lebih rendah, mungkin dapat
memberikan masa kerja lebih panjang bagi kelompok tua.

            Satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah penggunaan tenaga kerja di
bawah umur yang sebenarnya dilarang oleh undang-undang. Sebagian di antara
mereka terpaksa bekerja karena desakan ekonomi keluarga. Namun, sebagian lain
dimanfaatkan oleh pengusaha karena bersedia dibayar dengan upah murah.

            Persoalan keberagaman pada dasarnya adalah bagaimana memberikan


pelakuan secara adil kepada orang atau kelompok yang berbeda. Untuk mengelola
orang dengan cara yang adil sangat tergantung pada masalah sebagai berikut
( Chris Speechley dan Ruth Weatley, 2001: 11).

1.    Pemikiran staf, yang dinyatakan praktis sebagai memberikan manfaat penting


berupa rendahnya biaya rekrutmen dan pelatihan.

15
2.    Memperluas basis pelanggan, dengan memperluas spektrum orang sebagai
pekerja, dan dapat ditarik pelanggan lebih luas.

3.    Pemahaman lebih luas tentang kebutuhan pelanggan, sehingga pekerja dari


berbagai latar belakang dapat membantu organisasi untuk lebih baik menyediakan
kebutuhan masyarakat.

4.    Budaya trbuka dan lebih adaptif, dengan memfokus pada kinerja dan
pengembangan orang berbasis pada kompetensi dari pada dalam keanggotaan
kelompok, sehingga suatu organisasi akan menjadi lebih bersemangan dan
kompetitif.

5.    Inovasi makin besar, sehingga pengetahuan dan gagasan lebih mudah


dikembangkan karena orang lebih berkomunikasi. Hal ini terutama penting untuk
tim multikultural dan multifungsional.

6.    Tenaga kerja lebih berkomitmen, karena orang yang dihargai dan di


dengarkan biasanya akan lebih berkomitmen kepada atasannya, dan banyak
kenyataan menunjukkan  terdapat hubungan dengan kinerja yang lebih baik.

2.4                 Asas Manajemen Keberagaman

            Terdapat lima asas untuk memahami dan mempromusikan efektifitas


untuk menguasai keberagaman yang secara bersama-sama mendasari kerangka
kerja pengambilan keputusan. Kelima asas tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut ( R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 119) .

1.      Harus dibangun pemahaman bersama tentang konsep inti

            Sebelum membuat keputusan, harus terdapat pemahan bersama tentang


konsep inti keberagaman. Di banyak organisasi, eksekutif dan pemimpin
keberagaman internal, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merasakan
kebingungan konseptual, kecuali bahwa kebingungannya yang bersangkutan
dengan keberagaman. Beberapa melangkah dengan versinya sendiri tentang
keberagaman dengan tanpa kecenderungan menguji efektivitasnya. Adapun

16
lainnya tidak dapat menyebut definisi dan dasar-dasar yang menjelaskan usaha
mereka sehingga kembali pada rasionalitas bahwa “keberagaman berarti hal yang
berbeda bagi orang yang berbeda”.

2.      Konteks adalah kunci

            Semua keputusan harus sesuai dengan lingkungan internal dan eksternal di


mana keputusan dibuat. Usaha keberagaman tidak dilakukan dalam keadaan
hampa, tetapi dibentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan misi,
visi,dan strategi organisasi.

3.      Usaha keberagaman harus “requirements driven”

            Sejak quality decision harus sering dibuat di antara tegangan keberagaman


dan sejak kita semua adalah deversity challenged, memiliki kelemahan dalam
keberagaman, paling tidak pada tingkat tertentu, menjadi kritis untuk memfokus
pada hal-hal yang esensial. Hal  tersebut memungkinkan kita kembali pada apa
yang penting dan membuat quality decision dari pada tegangan dan tantangan.

            Quality decision (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 103) adalah suatu
keputusan yang membantu orang dan organisasi menyelesaikan tiga tujuan
penting, yaitu misi (apa yang kita cari untuk lakukan), visi (seperti apa wujud
keberhasilan secara ideal), dan strategi (bagaiman kita akan memperoleh
kedudukan kompetitif maksimum).

            Oleh karena itu, usaha keberagaman harus requirement driven atau di


dorong oleh kebutuhan. Karenanya harus memfokus pada apa yang benar-benar
perlu untuk menyelesaikan misi, visi, dan strategi individu atau organisasi.
Requirement berbedda dari tradisi (cara sesuatu selalu dilakukan), preferensi
personal (cara saya menyukai sesuatu seperti apa), dan konvensi (cara yang paling
mudah bagi saya). Namun, requirement adalah “the way things absolutely must
be” atau cara sesuatu sesungguhnya harus dilakukan.

4.      Aspirasi keberagaman individu dan perusahaan harus dipertimbangkan

17
            Ketika kita berbicara tentang keberagaman, kita berbicara keberagaman
dari perspektif perusahaan atau manajer sebagai perwakilannya. Jarang kita
berpikir aspirasi personal dari individu pemimpin atau kontributor. Aspirasi dari
individual ini mungkin berbeda dari aspirasi perusahaan. Sama jelasnya bahwa
aspirasi individual dapat memengaruhi efektivitas usaha keberagaman perusahaan.

5.      Perusahaan dan individu harus menerapakan “strstegic driversity management”


secara universal

            Untuk mengelola keberagaman secara efektif, perusahaan dan individual


harus menerapkan the  craft atau  keahlian manajemen keberagaman strategis pada
bauran yang kritis.

            The craft mengandung dua elemen, yaitu art and skill atau seni dan
keterampilan (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 15). Untuk bakat alamiah, the craft
kebanyakan diartikan sebagai seni. Sering mereka tidak dapat dengan mudah
mengungkapkan mengapa dan bagaimana mereka begitu efektif dengan
manajemen keberagaman. Di sisi lain, mayoritas the craft adalah kketerampilan
yang dipelajari.

2.5           Mengelola Keberagaman

            Keberagaman bukanlah konsep abstrak, dapat terlihat setiap hari, di setiap


organisasi, di mana dua orang atau lebih terikat dalam aktivitas bersama. R.
Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 101) mengemukakan adanya lima konsep dasar
manajemen keberagaman; manajemen keberagaman strategis adalah keahlian
yang dapat dipelajari; tegangan keberagaman adalah wajar; menjadi “ diversity
challenged” tidak menjadi orang buruk; dan menjadi diversity capable adalah
menjadi tujuan.

1.         Pemahaman penegrtian keberagaman

            Keberagaman adalah percampuran dari perbedaan, persamaan, dan


tegangan yang dapat terjadi di antara elemen colletive mixture atau bauran
kolektif. Untuk mengetahui suatu bauran merupakan keberagaman dapat

18
dilakukan dengan memerhatikan elemen, seperti ras, gender, etnis, umur, asal
daerah, afiliasi politik, kelas sosial ekonomi, orientasi seksual, masa jabatan
dalam organisasi, latar belakang pendidikan, atau kombinasi diantaranya.

2.         Manajemen keberagaman strategi adalah keahlian yang dapat dipelajari

            Manajemen keberagaman strategi adalah keahlian untuk meningkatkan


cara orang membuat quality decision dalam situasi dimana terdapat perbedaan,
persamaan dan tegangan kritis. Karena merupakan keahlian kognitif, maka setiap
orang dapat belajar  untuk menggunakannya. Creft adalah konsep dan
keterampilan fundamental yang di himpun untuk sukses dibidang prestasi tertentu,
yang terdiri dari elemen seni dan keterampilan. Quality decision  adalah
keputusan yang membantu orang dan organisasi menyelesaikan tiga tujuan
penting, yaitu misi, visi, dan strategi.

3.         Tegangan keberagaman adalah wajar

            Tegangan keberagaman adalah stres, ketegangan, dan ketertarikan


cenderung mengalir dari interaksi perbedaan dan persamaan. Hal ini tidak
otomatis terjadi konflik atau permusuhan. Kenyataannya adalah merupakan teman
alami keberagaman. Sering kali, tegangan keberagaman dilihat sebagai tanda
kekurangan kemajuan, namun sebenarnya tidak perlu demikian.

4.         Menjadi “diversity challanged” tidak berarti menjad orang buruk

            Menjadi diversity challanged atau memiliki kelemahan dan keberagaman


adalah mempunyai kesulitan membuat quality decision ketika nperbedaan,
kesamaan, dan tegangan terjadi. Tidak terjadi bahwa pelu mempunyai
kecenderungan menangani kecenderungan dengan buruk. Sekedar berarti tidak
dapat membuat keputusan baik ditengah keberagaman.

5.         Menjadi “ deversity capable” adalah tujuan

            Tujuan akhir adalah belajar menjadi deversity capable atau memiliki


kemampuan keberagaman, yang berarti menguasia keahlian utuk membuat quality

19
decision dalam kondisi perbedaan, kesamaan, dan tegangan yang bersangkutan.
Berarti bahwa kita harus belajar keluar darimcara kita sendiri dan membuat
keputusan yang memungkinkan membantun tujuan sendiri dan organisasi. Hal
tersebut berarti bahwa kita belajar membuat quality decision meskipun tidak
nyaman dengan komponen campuran keberagaman tertentu yang terdapat dalam
lingkungan kita.

2.6                 Perspektif Keberagaman

            Perspektif keberagaman ditandai oleh meningkatnya minat orang terhadap


manajemen keberagaman, dan meningkatnya keberagaman tentang pentingnya
budaya terbuka. Untuk itu di perlukan belajar mengenai keberagaman dari
pengalaman sebelumnya, baik dalam kebaikan maupun kekurangannya.
Pengelolaan keberagamn budaya diperlukan untuk mempertahankan kerja yang
telah ada meupun dalam mendapatkan pekerja baru.

2.7               Minat Terhadap Keberagaman

            Manajemen keberagaman secara komparatif merupakan bidang baru


dengan keahlian perkembangan secara gradual melalui pengalaman. Banyak
alasan orang untuk menaruh minat dalam masalah keberagaman, tetapi terutama
difokuskan pada masalah sebagai berikut (Chris Speechley dan Ruth Wheatley,
2001: 17).

1.    Bottom line, atau juga dinamakan pengaruh pada kinerja finansial, terutama
penting dalam organisasi bisnis. Keberhasilan manajemen keberagaman
ditunjukkan oleh penurunan biaya, terutama dalam bentuk pengeluaran lebih
rendah untuk rekrutmen dan pelatihan.

2.    Performance, tehadap kenyataan perbaikan kinerja dan peningkatan pelibatan


pekerja dalam organisasi dimana keberagaman meningkat. Keberagaman dapat
meningkatkan kinerja organisasi.

20
3.    Legislation, terdapat tekanan alasan legal untukrekrumen yang jujur dan
kebijak sanaan kesempatan kerja. Kelompok-kelompok sekarang ini dilindingi
oleh legislasi terhadap diskriminasi kesempatan kerja termasuk wanita, ras
minoritas terhadap dan kaum tuna daksa.

4.    Morality, masalah sosial dan moral terjadi dalam organisasi apabila terjadi
diskriminasi pada angkatan kerja, atau terhadap posisi jabatan penting.

5.    Public relations, tidak ada organisasi mau dikenal secara publik bersifat
diskriminatif dalam rekrutmen maupun kesempatan kerja. Public relations yang
baik akan meningkatkan citra organisasi.

6.    Learning and creativity, semakin dipahami bahwa pembelajaran dan


kreativitas organisasional memerlukan budaya terbuka di manaterdapat ruang
untuk tantangan dan diskusi betapa pun tidak nyamannya.

            Manajemen keberagaman dapat mengandung pengertian bahwa hal yang


berbeda untuk orang yang berbeda. Perbedaan dapat dilihat dari pendekatan
peluang yang sama, memfokus pada kinerja individual dan nilai perbedaan serta
perbedaan kontribusi.

Biasanya terdapat tiga hal yang perlu dibedakan yang menyangkut keberagaman
budaya organisasi karena masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda.

1.    Affirmatif action, memberi preferensi dalam rekrutmen dan promosi kepada


mereka yang kurang terwakili dalam pekerjaan atau dalam posisi senior
manajemen.

2.    Equal opportunities, memberi peluang yang sama pada kelompok yang


kurang terwakili dan orang dalam kelompok ini diperlakukan berbeda dari
lainnya, terutama dalam bentuk dalam pelatihan yang diberikan.

3.    Difersity management, merupakan pendekatan yang dimaksud menciptakan


integrasi, tenaga kerja yang terlibat dari banyak budaya yang berbeda, di mana

21
setiap orang di dorong mengembangkan dan melakukan kinerja sampai pada batas
potinsinya.

2.8                Manfaat budaya terbuka

            Keterbukaan merupakan kunci bagi budaya keberagaman. Organisasi


dengan budaya terbuka menciptakan iklim yang lebih hidup, bersahabat, spontan
dan kegembiraan. Orang lebih banyak tertawa dan lebih siap untuk mengajukan
pertanyaan, lebih siap untuk menyampaikan masalah. Dalam budaya
keberagaman, orang merasa dapat berbicara dengan jujur, mengharapkan untuk di
dengar dan melakukan tindakan berkaitan dengan masalah di pekerjaan.

            Penciptaan budaya semacam ini sangat menantang bagi manajer baik


sebagai individu atau pada tingkat organisasi. Mendengarkan pada orang yang
terlibat dengan masalah, akan memerlukan waktu, usaha dan keterampilan dari
seorang pemimpin. Pemimpin hanya dapat menciptakan suasana budaya terbuka
apabila dia bersedia melakukan hal yang sama seperti apa yang dia minta kepada
bawahannya untuk melakukan. Dalam budaya terbuka terdapat kejujuran dan
saling mempercayai antara atasan dan bawahan.

            Budaya terbuka cenderung sudah mulai dijalankan pada beberapa


organisasi yang menerapkan manajemen yang lebih demokratis, terutama
beberapa organisasi yang bekerja sama dengan organisasi asing.

2.9               Masalah Keberagaman

            Pendekatan tradisional keberagaman penting memerhatikan, menciptakan


siklus krisis, pengenalan masalah, tindakan, harapan besar, kekecewaan, istirahat,
dan memperbarui krisis. Kebanyakan manajer merasa bahwa mereka berputar
dalam siklus.

            Sekarang, dengan perubahan besar, tanpa harapan berlebihan, tetapi


mereka masih menghadapi kebuntuan, tetap berputar dalam siklus. R. Roosevelt

22
Thomas, Jr. (2006: 70) memaknai organisasi yang mengalami stuck atau
kebuntuan masih dapat memperoleh kemajuan, namun tidak dapat mencapai
tujuan yang diharapkan.

            Terdapat beberapa faktor yang membuat manajer keberagaman mengalami


kebuntuan, antara lain disebabkan oleh (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 75-80):

1.    Inisiatif keberagaman tenaga kerja telah dipolitisasi dari sejak awalnya.


Secara historis, pemikir masalah keberagaman memandang masalah ini sebagai
perluasan dari gerakan hak sipil.

2.    Manajer keberagamn tidak nyaman dengan tegangan keberagaman. Dalam


kenyataan, dengan keberagaman, maka tegangan pasti terjadi. Diperlukan
kemauan untuk menerima realitas adanya tegangan dan kemampuan membuat
quality decision.

3.    Advokasi keberagaman sering percaya bahwa progres dengan hanya


menghapuskan peredaan saja tidak cukup. Fokus pada ketidaknyamanan
teganagan keberagamn bukan satu-satunya aspek yang membuat orang tetap
berputar.

4.    Bahkan stuck corporation dapat melakukan pekerjaan berkualitas di bidang


keberagaman. Mereka dapat menjalankan berkualitas yang memfokus pada angka-
angka dan hubungan kerja, tetapi mengalami kebuntuan.

5.    Usaha memberi penghargaan masyarakat dengan keberagaman, justru


mendorong sinisme. Masyarakat tidak membedakan antara usaha dan prestasi
perusahaan.

6.    Korporasi menandingi perusahaan yang menghadapi kebuntuan melalui


benchmarking. Sebagai benchmark adalah perusahaan yang menjalankan praktik
keberagaman terbaik.

7.    Banyak pimpinan percaya bahwa tidak ada solusi baru yang diperlukan.
Mereka berpikir bahwa yang perlu adalah keinginan untuk bertindak.

23
8.    Sejumlah eksekutif senior berfikir bahwa menghadapi kebutuhan adalah state
of the art. Mereka tah bahwa mereka menghadapi kebuntuan, tetapi mereka
percaya bahwa setiap perusahaan yang terikat serius dengan keberagaman akan
tetapi menghadapi kebuntuan sampai state of the art membantu.

9.    Banyak pemimpin segan mengakui bahwa mereka perlu bantuan. Beberapa


pemimpin mengetahui bahwa mereka mengalami kebuntuan, tetapi berpikir
mereka dapat menemukan jalan keluar yang cocok sendiri apabila mereka
berusaha cukup keras.

10.     Ketidak jelasan meluas. Pemimpin berbicara tentang pentingnya


dan   manfaat potensial keberagaman, tetapi beberapa bersifat spesifik tentang
tahapan yang diharapkan dan tantangan implisit dalam mencapai tujuan.

11.     Kebingungan konseptal dan proses mendominsi. Alasan lain sasaran


keberagaman tidak jelas karena variasi konsep dipandang sinonim.

12.     Manajer mempunyai kesulitan menyambung secara simultan pada dua


pendekatan atau lebih.

2.10                 Terobosan Implementasi Keberagaman

            Pemahaman dan kebijaksanaan tentang keberagaman menjadi kurang


berarti apabila tidak dapat diimplementasikan. Implementasi keberagaman
memerlukan lebih dari sekedar menggunakan tenaga kerja yang beragam.
Perubahan radikal juga diperlukan dalam struktur dan budaya, baik dalam
kebijaksanaan dan peraktik, keterampilan dan gaya para pemimpinya, dan
interaksi sehari-hari diantara pekerjanya (frederick A. Miller dan judith H. Katz,
2002: 1).

            Banyak organisasi gagal membuat perubahan karena perubahan tampak


terlalu radikal. Organisasi nsemacam ini tidak akan dapat bertahan. Bagi banyak

24
orang dan kebanyakan organisasi, keberagaman tampak seperti suatu persoalan
dan buku merupakan solusi. Hal tersebut terjadi karena perbedaan dihindari, tetapi
tidak dirangkul dan dimanfaatkan. Hirarki lama, tradisi dan biasa seharusnya
jangan dipertanyakan atau diuji. Untuk membuat perubahan dirangkul dan
mengkapitalisasi keberagaman akan memerlukan terobosan yang benar, yang
dinamakan inclusion breakthrough (frederick A. Miller dan judith H. Katz, 2002:
1).

            Frederick A. Miller dan judith H. Katz, (2002: 199) memberikan


pengertian inclusion sebagai “mengikutsertakan sepenuhnya dan dengan penuh
penghargaan semua anggota, tanpa memandang gender, agama, ras, warna kulit,
orientasi seksual, asal negara, umur, atau kemampuan fisik, dalam aktivitas dan
kehidupan organisasi.

             Adapun inclusion dipergunakan dalam konteks divercity (keberagaman)


oleh Miller dan Katz, untuk menjelaskan bahwa manajemen keberagaman harus
dilakukan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi, maka keberagaman
dapat menjadi sebuah kekuatan.

             Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan memastikan bahwa


keberagaman harus dilihat sebagai suatu misi kritis. Apabila keberhasilan
organisasi sekarang dan yang akan datang dikatkan secara langsung pada perlunya
keberagaman, maka akan menjadi alat yang sangat kuat untuk perubahan
organisasi dan mencapai kinerja tinggi. Membuat misi kritis keberagaman
menunjukkan sifat mendesaknya pada setiap orang dalam organisasi dan
memosisikan organisasi memosisikan organisasi mendapatkan manfaat dari
meningkatkan keberagaman tersebut. Fondasi Keberhasilan

2.11            Keterampilan manajemen keberagaman

25
            Ada tiga  macam keterampilan manajemen keberagaman yang diperlukan
untuk menguasai keahlian manajeman keberagaman strategis (R. Roosevelt
Thomas, Jr., 2006: 154), yaitu:

a.       Mampu mengenal diversity mixture. Apabila tidak dapat melihat


situasi  sebagai bauran keragaman atau diversity mixture, maka tidak dapat
mennjukkan keterampilan  manajemen. Namun ada beberapa faktor yang dapat
membuat sulit, yaitu: (a) kerangka kerja alternatif, (b) kurangnya kepedulian, (c)
politisasi definisa keberasgaman (d) emosionalisme, (e) tegangan, dan (f)
kebanggaan eksekutif.

b.      Mempertimbangkan apakah diperlukan tindakan. Tidak semua bauran


keberagaman atau diversity mixtre harus dikerjakan.sebelum melakukan tindakan
perlu dipertimbangkan keuntungan yang didapat dicapai atau kerugian yang dapat
dicegah cukup signifikan.

c.       Memilih dan menggunakan tindakan yang sesuai. Apabila memang perlu


melakukan sesuatu, maka harus memilih kemunkinan respons atau opsi tindakan.

2.12             Kedewasaan keberagaman

            Keterampilan keberagaman hanya akan efektif apabila disertai dengan


kedewasaan keberagaman. Orang memiliki kedewasaan keberagaman mudah
dikenal dengan beberapa keragaman karakteristik unit sebagai berikut. (R.
Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 159).

a.       Mereka mengakui menjadi divrsity challenged. Eksektif tidak mendapat


kondisi ini sampai mereka memahami apa arti sebenarnya menjadi diversity
challengad. Sepanjang mereka melanjutkan beroperasi dari sdut pandang
keberagaman yang secara politis benar, mereka tidak mungkin melihat dirinya
diversity challegad sama sekali.

b.      Merekan mengenal kergian menjadi diversity challengad. Kergian adalah


ekstrem, baik secara profesional maupun personal. Apabila dapat menyataka
dirinya diversity challengad, maka relatif  akan mudah bagi mereka untuk melihat

26
kerugian dari kegagalan mencapai integrasi fungsional, dasn tantangan bagi
kesehatan, persahabatan dan keluarga mereka.

BAB III
PENUTUP

3.1                Kesimpulan

            Dapat dirumuskan pengertian keberagaman sebagai variasi dari berbagai


macam kombinasi elemen demokrafis sumber daya manusia, organisasional,
komunitas, masyarakat, dan budaya. Adapun keberagaman budaya adalah
merupakan variasi kombinasi budaya sumber daya manusia di dalam organisasi,
komunitas, atau masyarakat.Penerapan keberagaman tidak berarti bebas dari
masalah.pemahaman tentang makna keberagaman dan kemampuan mengelola
keberagaman perlu ditingkatkan secara berkelanjutan.

            Budaya sebagai landasan untuk keberagaman, dengan pendekatan tentang


pentingnya core value dan way of life, dari pada hanya dilihat sebagai tujuan.
Namun demikian, dalam suatu organisasi terdapat kelompok-kelompok yang
dapat terpengaruh oleh diskriminasi dan sikap stereotipe dan dari kelompok
tertentu. Kelompok dalam organisasi terdapat berupa minoritas etnik, wanita, tuna
daksa, dan kelompok umur.Dengan memfokus pada kelompok tertentu dapat
mencermati interaksi antara budaya dengan faktor seperti pengupahan, prospek
promosi, status kerja, dan pengangguran.Menilai keberagaman dari perspektif
organisasi dan kepemimpinan berarti memahami dan menilai perbedaan dimensi
keberagaman inti dan sekunder antara seseorang dengan lainnya. Tujuan penting
yang semakin meningkat dalam masyarakat yang berubah adalah memahami
bahwa semua individu adalah berbeda dan mempunyai apresiasin dengan
perbedaan ini.

27
3.2                 Saran

            Bagaiman masyarakat bisa memahami keberagaman budaya organisasi


yang ada di lingkuangan mereka sehingga mereka tidak melupakan apa myang
sudah ada sejak dulu dan untuk mereka bisa belajar dari keberagaman budaya itu
sendiri dan masyarakat itu bisa membudayakan apa yang seharusnya di
budayakan.

28
Daftar Pustaka

Alam S, dan Henry Hidayat. 2006. Ilmu Pengetahuan social, Penerbit


erlangga

Aqsha, Darul Van Der Meiji, Johan Hendrik Meuleman. 1995. Islam in
Indonesia :Asurvey of Even and Development from 1988 to March 1993.
Jakarta : Indonesia Netherlands Islamic Services (INIS)

Azra, Azyumardi. 2004. “Managing Pluralism in Southeast Asia:


Indonesia Experience”, Peace Research, Vol. 36, No. 1 (May 2004) : 43-
56

Noer, Deliar. 1978. The Administration of Islam in Indonesia. Ithaca:


Cornell Modern Indonesia Project

29

Anda mungkin juga menyukai