Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kelas : A keperawatan
Disusun oleh kelompok II
Indriani Mohamad C01418078
Fitri Maku C01418062
Friska Widyasari Olii C01418066
Firnalis Lakora C01418058
Fitria Ningrum C01418061
Finki Majili C01418054
Iin Novrianti Ali C01418074
Guswinda Diu C01418070
Fatma Widiawati Darusalam C01418045

FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa,
karena atas berkat dan rahmatnya yaitu berupa nikmat kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan Jiwa KDRT. Penulilisan asuhan keperawatan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas keperawatan jiwa. Asuhan keperawatan
ini dapat diselesaikan atas proses bimbingan dari ibu pemberi mata kuliah untuk itu kami
berterimakasih kepada ibu selaku pengajar yang telah memberikan arahan kepada kami.
Kami sangat berharap asuhan keperawatan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari bahwa sepenuhnya didalam penyusunan
asuhan keperawatan jiwa ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun serta usulan perbaikan
demi Asuhan Keperawatan Jiwa ini. Semoga Asuhan Keperawatan Jiwa ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca, terutam dalam pendidikan keperawatan dan kesehatan
lainnya khususnya ilmu keperawatan jiwa.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan
berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan
kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan
perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga di
samping beberapa anggota lainnya.anggota terdiri dari ayah. Ibu dan anak merupakan
sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini
ditandai dengan adanya keserasian dalam timbul balik antar semua anggota/individu
dalam keluarga. Sebuah keluarga di sebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga
merasa bahagia yang di tandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecawab
dan kepuasan dan keadaan(fisik,mental,emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga.
Keluarga di sebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya.
Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan
anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga.tidak ada
rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga
bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya.
Yang menjadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal
tersebut.
Setiap keluarga memiliki untuk meyelesaikan masalahnya masing-masing.
Apabila masalah di selesaikan secara baik dan sehag maka setiap anggota keluarga
akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan,
kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah
kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaiaan konflik secara sehat terjadi bila masing-
masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar
permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga
memulai komunikasi yang baik dan lancar. Di sisi lain, apabila konflik diselesaikan
secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga.
Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebihan-lebihan,
hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makin maupun
ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang,
memakan, mengencam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat
dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuata, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa saja pengertian dari kekerasan dalam rumah tangga.
2. Menjelaskan factor penyebab kekerasan dalam rumah tangga.
3. Menjelaskan tanda-tanda adanya kekerasan dalam rumah tangga.
4. Menjelaskan proses terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
5. Menjelaskan asuhan keperawatan pada kekerasan dalam rumah tangga.
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum :
Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah keperawatan jiwa serta mengetahui
bagaimana bentuk keperawatan kesehatan jiwa dimasyarakat.
2. Tujuan Khusus :
Untuk memengetahui Asuhan Keperawatan Jiwa dimasyarakat khususnya pada
anak jalanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Kekerasan dalam rumah tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang
No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, memiliki arti
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaraan
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum
dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa;
1. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala
bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik
Indonesia tahun 1943.
2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah
perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara atau masyarakat
agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan,
atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga.
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur
yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang
hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi;
“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau
anak diancam hukuman pidana”
3.1 BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam
rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam;
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,
menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya
perlakuan ini akan Nampak seperti bilar-bilar, muka lebam, gigi patah, atau bekas
luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis/emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah
penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri,
menginsolir istri dari dunia luar, mengancam atau menakut-nakuti sebagai sarana
memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri,
tidak memperhatikan kepuasaan pihak istri. Kekerasan berat, berupa;
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ
seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban
tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan
menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran atau
tujuan tertentu.
e. Terjadinya hubungan seksual dmn pelaku memanfaatkan posisi kergantungan
korban yang seharusnya di lindungi
f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit,luka atau cedera
g. Kekerasan seksual ringan,berupa pelecehan seksual secara verbal seperi
komentar verbal,gurauan porno,siulan,ejekan, dan julukan dan atau secara non
verbal, seperti ekpresi wajah gerakan tubuh ataupun perbuatan lainya yang
meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan
dan atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat
dimasukan kedalam jenis kekerasan seksual berat.
h. Kekerasan ekonomi: setiap orng dilarang menelantarkan orng dalam lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian iya wajib memberikan kehidupan perawatan atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah
tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri, kekerasan
ekonomi berat,yakni tiadakan,ekploitasi,manipulasi, dan pengendalian lewat
sarana ekonomi berupa :
1. Memaksa korban bekerja dengan cara ekploitatif termasuk pelacuran.
2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkanya.
3. Mengambil 1 tanpa sepengatuhan dan tanpa persetujuan korban, merampat
dan atau memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan ekonomi ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
terpenuhi kebetuhan dasarnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.2 Definisi
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap perempuan
maupun anak. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif (Stuard dan Sundeen, 1995)
Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT menurut UU no. 23 tahun 2004
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hUkum dan lingkup
rumah tangga.
3.3 Etiologi
Menurut Stuard kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak
enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati dan frustasi. Beberapa factor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestasi yang tidak terpenuhi.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkan menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara
lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan
kekerasan.
Hilangnya harga diri; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas
marah, dan sebagainya.
Kebutuhan akan status dan prestasi ; manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statunya.

Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Strauss A. Muray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga (marital violence)sebagai berikut :
1. Pembelaan atau kekuasaan laki-laki
Laki" di anggap sebagai superioritas sumber daya dibandikan dengan wanita,
Sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesmptan bagi wanita untuk bekrja mengakibatkann
Wanita(istri) ketergantungan terhadap suami,dan ketika suami kehilangan
pekerjaan maka istri mengalam tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekrja, menjadikanya menanggung beban sebagai pngasuh
anak,letika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan
menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki" menurut hukum, mengakibatkan
keleluasaan laki" untuk mngatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
wanita. Laki" merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang
bapak melakukukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib
5. Orientasi peradilan pidana pada laki"
Posisi wanita sebgai istri didalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suami, diterima sebgai pelanggaran hukum,sehingga penyelesaian kasusnya sering
ditunda atau ditutu. Alsan yang lajim dikemukkan oleh penegak hukum yaitu
adanya legitimasi hukum suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam
konteks harmoni keluarga.

3.4 Tanda dan Gejala adanya KDRT


Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau
perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya
adalah :
1. Perubahan fisiologi
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi,
tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang
konstipasi, reflex tendon tinggi.
2. Perubahan emosional
Mudah, tersinggung, tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila
ngamuk tampak tegang, kehilangan control diri.
3. Perubahan perilaku
Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara
keras dan kasar.
4. Menyerang atau menghindar
pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistim saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrine yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCL meningkat,
perstaltik gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat, konstipasi,
kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatub,
tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflex yang cepat.
5. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu adalah mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Di samping
itu perilaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri klien.
6. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain
7. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan

Gejala" istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas,
penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit
kepala, mengalami kesulitan tidur, mngeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya,
kesemutan nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas, jika anda
membaca gejala-gejala diatas, tentu anda akan mnyadari bahwa akibat kekerasan yang
paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhanya tidak
pernah dapat dipastikan.

3.5 Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga


Secara umum kekerasan dalam rumah tangga mengkuti sesuatu siklus, yang
terjadi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Ketegangan muncul dari
konflik atau ketidak percayaan kecil yang menjadikan wanita mengeluh, pasif, atau
menarik diri.
Fase I : Munculnya ketengangan konflik, pertentangan, pertengkaran verbal
Fase II : Insiden pemukulan akut terjadi dengan tindak kekerasan verbal, fisik, dan
seksual, berlangsung dalam beberapa jam ampai 24 jam atau lebih.
Fase III : Keduanya merasa lega, pria seringkali mengungkapkan rasa cinta,
penyesalan yang mendalam, berperilaku kurang baik, meminta maaf,
mengungkapkan janji tidak akan mengulangi perbuatan kasarnya, wanita
memang pasif, atau menarik diri dan mengelak dari kemarahan pria. Pria
melihatnya sebagai sesuatu kelemahan, marah dengan sikap wanita yang
mengacuhkan dirinya, dan menyebabkan kemarahanya memuncak. Wanita
seringkali menunda untuk segera mencari pertolongan, meminimalkan cedera
yang terjadi, dlaam keadaan syok ataua tidak percaya.
3.6 Penatalaksanaan
Pencegahan :
Untuk menghindari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, di perhatikan cara-cara
penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga, antara lain :
1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat
diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena di dalam
agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang
lain. Sehingga mengahargai setiap pendapat yang ada.
3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah
rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada
keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi
pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, slaing mengahargai dan sebagainya antar
anggota keluarga. Sehingga rumah tangga di landasi dengan rasa saling percaya. Jika
sudah ada rasa saling percaya, maka masalah bagi kita untuk melakukan aktivitas.
Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang
berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan
5. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keungan yang ada dalam
keluarga, sehingga seorang isrti dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang
minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.

3.7 Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan effect (akibat)

Resiko Perilaku Kekerasan Masalah utama (core problem)

Harga Diri Rendah cause (penyebab )

3.8 Mekanisme koping


Mekanisme koping yang kebanyakan digunakan partisispan dalam
menghadapi KDRT lebih ke koping adaptif, yaitu dengan cara bercerita
dengan orang yang dianggap bisa membantu menyelesaikan masalah dan bisa
mengurangi kesedihan seperti keluarga dan teman.
3.9 Rentang Respon Koping

Asertif frustasi pasif agresif Kekerasan

Keterangan :
a. Asertif
Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
b. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan,
keputusan/rasa aman dan individutidak menemukan alternative lain.
c. Pasif
Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau terhambat
d. Agresif
Memperlihatkan permusuhan keras, dan menuntut, mendekati orang
lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai
orang lain.
e. Kekerasan
Dapat disebut juga dengan amuk yaitu perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya
membanting barang-barang menyakiti diri sendiri (bunuh diri).
A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. factor predisposisi
- Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf ekonomi bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat. tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala
yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewespadaan.
Ketegangan otot seperti rahang terkatup,tangan dikepal,tubuh kaku,dan
reflaks cepat. Hal ini dikeluarkan saat marah bertambah.
- Aspek emosional
Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman,merasa tidak
berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain,
mengamuk, bermusuhan dan sakit hati menyalahkan dan menuntut.
- Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, perampanca indra sangat penting untuk berdaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi dan
diintegrasikan.
- Aspek Sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya,konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain.
Individu seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengucapkan kata-
kata kasar yang berlebihan disertai suara keras,proses tersebut dapate
ngasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
- Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang berdatangan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji
individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial dan spritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari : muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan
cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat,tekanan darah
meningkat,aspek emosi : tidak edekuat,tidak aman, dendam, jengkel, aspek
intelektual : Mendominasi bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan aspek
sosial : Menarik diri, penolakan, kekerasan ejekan humor.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih
dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seeorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu baik perawat maupun
klien harus bersama-sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa
internal ataupun eksternal. Contoh stresor eksternal yaitu serangan secara
psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna dan adanya kritikan
dari orang lain. Sedangkan stressor dari internal yaitu merasa gagal dalam
bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintainya, dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita.
3. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang kebanyakan digunakan partisispan dalam
menghadapi KDRT lebih ke koping adaptif, yaitu dengan cara bercerita
dengan orang yang dianggap bisa membantu menyelesaikan masalah dan bisa
mengurangi kesedihan seperti keluarga dan teman.

b. Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan effect (akibat)

Resiko Perilaku Kekerasan Masalah utama (core problem)

Harga Diri Rendah cause (penyebab )


c. Diagnosa keperawatan
- Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan psikiatri ditandai dengan
pengalaman tidak menyenangkan.
- Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan disfungsi sistem keluarga
ditandai dengan penganiayaan fisik, psikologis atau seksual
- Perilaku kekerasan berhubungan dengan ketidakmampuan mengendalikan
dorongan marah ditandai dengan gangguan perilaku
d. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
Dx Keperawatan hasil
(SLKI)
D.007 Harga diri rendah Setelah dilakukan Manajemen perilaku:
4 Tindakan
kronis b/d tindakan keperawatan
Observasi:
gangguan psikiatri 2x24 jam diharapkan - Identifikasi harapan
untuk mengendalikan
ditandai dengan harga diri klien
perilaku
pengalaman tidak meningkat. Dengan Terapeutik:
menyenangkan kriteria hasil : - Diskusikan
tanggungjawab
- Penilaian diri terhadap perilaku
positif - Tingkatkan aktivitas
meningkat fisik sesuai
- Perasaan kemampuan
memiliki - Hindari sikap
kelebihan atau mengancam dan
kemampuan berdebat
positif - Hindari bersikap
meningkat menyudutkan dan
- Minat mencoba menghentikan
hal baru pembicaraan
meningkat Edukasi:
- Perasaan tidak - Informasikan keluarga
mampu bahwa keluarga
melakukan sebagai dasar
apapun menurun pembentukan kognitif.
D.146 Risiko perilaku Setelah dilakukan Pencegahan perilaku
kekerasan tindakan keperawatan kekerasan
berhubungan selama 2x24 jam Tindakan
dengan disfungsi kontrol diriklien Obsevasi
- Monitor adanya benda
sistem keluarga meningkat dengan
yang berpotensi
ditandai dengan kriteria hasil : membahayakan (mis.
Benda tajam, tali)
penganiayaan - Verbalisasi
- Monitor selama
ancaman kepada
fisik, psikologis penggunaan barang
orang lain
atau seksual yang dapat
menurun
membahayakan (mis.
- Perilaku
Pisau cukur)
melukai diri
Terapeutik
sendiri/ orang
- Pertahankan
lain menurun
lingkungan bebas dari
- Perilaku
bahaya secara rutin
agresif/amuk
Edukasi
menurun
- Latih mengurangi
- Perilaku
kemarahan secara
menyerang
verbal dan non verbal
menurun
(mis. Relaksasi,
- Perilaku
bercerita)
merusak - Latih cara
mengungkapkan
linkungan
perasaan secara asertif
sekitar menurun
- Suara keras
menurun
- Bicara ketus
menurun
D.013 Perilaku Setelah dilakukan Pencegahan perilaku
2 kekerasan b/d tindakan keperawatan kekerasan
ketidakmampuan selama 2x24 jam Tindakan
mengendalikan kontrol diri
klien Obsevasi
- Monitor adanya benda
dorongan marah meningkat dengan
yang berpotensi
ditandai dengan kriteria hasil : membahayakan (mis.
Benda tajam, tali)
gangguan perilaku - Verbalisasi
- Monitor selama
ancaman kepada
penggunaan barang
orang lain
yang dapat
menurun
membahayakan (mis.
- Perilaku
melukai diri Pisau cukur)
sendiri/ orang Terapeutik
lain menurun - Pertahankan
- Perilaku lingkungan bebas dari
agresif/amuk bahaya secara rutin
menurun Edukasi
- Perilaku - Latih mengurangi
menyerang kemarahan secara
menurun verbal dan non verbal
- Perilaku (mis. Relaksasi,
bercerita)
merusak
- Latih cara
linkungan mengungkapkan
perasaan secara asertif
sekitar menurun
- Suara keras
menurun
- Bicara ketus
menurun

BAB IV
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap perempuan
maupun anak.hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan atau marah yang
tidak konstruktif (Stuart dan sundeen,1995)
Undang-undang PKDRT ini menyebutkan bahwa kekerasan salam rumah
tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,yang
berakibat timbulnya.
Dokumentasi kerja Kelompok

Anda mungkin juga menyukai