Anda di halaman 1dari 52

Makalah Ketergantungan Obat

Dosen Sitti Nurbaya S.Kep.,Ns.,M.Kes

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


KETERGANTUNGAN OBAT DENGAN
DEMENSIA

Oleh: Kelompok 3/A1 2018


DOLFINA YUBEL ASNAT SINONAFIN NH0118014
FITRI RAMADHANI NH0118021
FRANSISKA SISILIA TANSALA NH0118023
FRISCHA YULIA NURAIN NH0118024
HOLIDA RACHMAWATY RENFAAN NH0118030
MATHILDA SANDY NH0118044
NELYANAWATI NH0116108

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami naikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih
karunianya kami dapat menyelesikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Ketergantungan Obat Dengan Demensia“ ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami saling bertukar pikiran untuk
membuatnya. Dalam kesempatan ini kami ingin berterima kasih kepada dosen
yang telah memberikan kami tugas ini, agar membantu kami dalam mengetahui
lebih dalam mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ketergantungan Obat
Dengan Demensia dengan mencari sendiri referensi yang kami butuhkan &
merampungkannya dalam sebuah makalah & tak lupa segala bantuan yang di
berikan oleh dosen yang bersangkutan, yang telah meluangkan waktunya
walaupun beliau sangat sibuk & memberikan kami bimbingan dalam
menyelesaikan makalah kami.
Kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini sangat
mengharapkan kritik & saran yang bersifat membangun dari dosen mata kuliah ini
& juga pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat.

Makassar, 18 Oktober 2020

Penyusun
ii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Demensia 3
B. Epidemiologi Demensia 3
C. Etiologi Demensia 3
D. Patofisiologi Demensia 4
E. Pathway Demensia 6
F. Manifestasi Klinis Demensia 6
G. Klasifikasi Demensia 7
H. Factor Resiko Demensia 15
I. Komlikasi Demensia 16
J. Pemeriksaan Diagnostic Demensia 17
K. Penatalaksanaan Demensia 18
BAB III KONSEP KEPERAWATAN DEMENISIA
A. Pengkajian 29
B. Diagnosa 29
C. Intervensi 29
D. Implementasi 29
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEMENSIA
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 29
B. Saran 29
Daftar Pustaka 30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan kognitif merupakan gangguan dan kondisi yang mempengaruhi
kemampuan berfikir seseorang. Individu dengan masalah seperti itu akan memiliki
kesulitan dengan ingatan, persepsi, dan belajar. Meskipun berbeda dari pengetahuan
yang sebenarnya, kognisi memainkan peran penting dalam kemampuan seseorang
untuk belajar dan akhirnya hidup sehat dan normal.
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM-V),
masalah kognitif bisa masuk ke dalam kategori berikut:
 Demensia - adalah istilah yang luas yang mencakup kondisi yang mempengaruhi
memori. Salah satu tanda utama dari masalah ini adalah kehilangan memori, yang
sering berlangsung secara progresif. Salah satu jenis yang paling umum dari kondisi
ini adalah penyakit Alzheimer.
 Gangguan Pengembangan - Ini adalah kondisi yang ditandai dengan perkembangan
belajar yang buruk atau tertunda. Gangguan autisme masuk ke dalam klasifikasi ini.
 Delirium - Delirium adalah perubahan cepat dalam persepsi atau kesadaran. Hal ini
terjadi sangat tiba-tiba dan berlangsung hanya untuk waktu yang singkat, tetapi
secara drastis dapat mempengaruhi suasana hati dan perilaku.
 Amnesia - Juga dikenal sebagai sindrom amnesia, melibatkan hilangnya memori
termasuk pengalaman dan fakta. Namun, tidak seperti apa yang digambarkan di
film-film, seseorang tidak kehilangan identitas dirinya.
Penyebab gangguan kognitif pun beragam mulai dari cedera otak,
penyalahgunaan zat (alcohol), adanya penyakit lain (hiv, Parkinson), pengobatan
(kemoterapi) namun ada beberapa alasan yang tidak diketahui mengapa seseorang
dapat mengalami gangguan kognitif.
Dalam makalah ini kelompok kami tertarik dengan gangguan kognitif
demensia yang membuat kami membahas mengenai asuhan keperawatan pada pasien
demensia yang ketergantungan obat.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep medis dan konsep keperawatan pasien ketergantungan obat
dengan demensia?

1
C. Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
mata kuliah Ketergantungan obat agar kami mampu memahami mengenai konsep
medis dan konsep keperawatan pasien ketergantungan obat dengan demensia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Demensia
Demensia adalah penurunan kemampuan kognitif mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan
kemampuan untuk memusatkan perhatian dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi akan terganggu bila mengalami
demensia, penyakit ini dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang
pendidikan ataupun kebudayaan, namun sindrom ini umumnya meyerang lansia pada
usia 65tahun, Jenis demensia yang paling sering terjadi adalah penyakit Alzheimer dan
demensia vaskular. Alzheimer adalah demensia yang berhubungan dengan perubahan
genetik dan perubahan protein di otak. Sedangkan, demensia vaskular adalah jenis
demensia akibat gangguan di pembuluh darah otak.

B. Epidemiologi Demensia
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60
tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). Peningkatan angka
kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu
populasi. Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat
dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada
negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia
lanjut 10 –15% atau sekitar 3-4 juta orang. Demensia terbagi menjadi dua yakni
Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus
demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia
vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia
lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia
akibat penyakit Alzheimer.

C. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan. Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah

3
penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body,
demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit
lain.
Tiap penyakit yang melibatkan otak dapat menyebabkan demensia, misalnya:
gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, gangguan metabolic, penyakit
degenerative. Semua hal ini harus ditelusuri. Gejala atau kelainan yang menyertai
demensia kita teliti. Sering diagnose– etiologi dapat ditegakkan melalui atau dengan
bantuan kelainan yang menyertai, seperti: hemiparese, gangguan sensibilitas, afasia,
apraksia, rigiditas, tremor.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya. Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga
penurunan proses berpikir.
Demensia melibatkan kerusakan pada sel- sel saraf di otak, yang dapat terjadi
pada beberapa area di otak. Gangguan ini dapat muncul dalam bentuk yang berbeda-
beda pada tiap penderita, tergantung area otak yang terkena.
Pikun karena demensia juga dapat terjadi akibat kerusakan otak yang
disebabkan karena berkurangnya aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Masalah
pada pembuluh darah ini bisa terjadi karena banyak hal.
Beberapa di antaranya adalah stroke, infeksi katup jantung, atau kondisi lain
pada pembuluh darah. Gejala biasanya muncul mendadak dan seringkali didapatkan
pada orang-orang dengan tekanan darah tinggi atau yang pernah mengalami stroke
atau serangan jantung sebelumnya.

D. Patofisiologi Demensia
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia.
Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya genetika
berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini kurang
mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang berkembang
perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi biokimia. Dr. Alois
Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang ditemukan
pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak amiloid dan kekusutan

4
neurofibril terdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama asetilkolin.
Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan
hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.

Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari protei
yang lebih besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor protein[APP]).
Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu
yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami
mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP lainnya yang berkaitan dengan awitan
lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi. Terdapat
peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4
pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang
saling berpilin,yang disebut pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul
tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan
zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit
neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara
sel-sel pada system saraf. Tau dalah protein dalam cairan srebrospinal yang jumlahnya
sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan
yang ada menunjukan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular,
dengan atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut.

Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak


terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya,
berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang yang
menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam perbandingannya
dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark
mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada
kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-
peristiwa serebrovaskular.

Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan


penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-
pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan
levodopa, dan 80% di antaranya menderita demensia sedang atau [parah sebelum
akhirnya meninggal dunia.
5
E. Pathway Demensia

F. Manifestasi Klinis Demensia


Tanda dan gejala secara umum yaitu:
a. Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
b. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
c. Pelupa
d. Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
e. Sering mengulang kata-kata

6
f. Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
g. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
h. Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
i. Agnosia, apraxia, afasia
j. ADL (Activities of Daily Living) susah
k. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
l. Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
m. Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting
n. Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
o. Mudah terjatuh, keseimbangan buruk
p. Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
q. Kurang konsentrasi
r. Kurang kebersihan diri
s. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
t. Mudah terangsang
u. Tremor
v. Kurang koordinasi gerakan

G. Klasifikasi Demensia
Menurut (Nasrulloh & Dede, 2016) klasifikasi demensia dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Demensia Kortikal
Gejala khas melibatkan memori, bahasa, penyelesaian masalah, dan
pemikiran. Gejalanya muncul pada :
a. Penyakit Alzheimer
Pada pemeriksaan mikroskopik melalui CT dan MRI didapatkan
penyusutan otak, dengan peningkatan pelebaran sulkus dan pembesaran
ventrikel. Sedangkan pemeriksaan mikroskopik, gambaran utama berupa
hilangnya neuron dan adanya plak amiloid dan kekusutan serat-serat saraf.
Pemeriksaan secara neurokimia, terdapat penurunan beberapa
neurotransmitter, terutama asetilkolin, noradrenalin, serotonin, dan

7
somatostatin dengan kehilangan badan sel neuron terkait yang
mensekresikan transmitter ini.
b. Demensia Vaskuler
c. Demensia Badan Lewy
d. Demensia Frontotemporal
2. Demensia Subkortikal
Gejala khas meliputi perlambatan psikomotor dan disfungsi eksekutif
terkait dengan gangguan terhadap jalur frontal, sedangkan gejala kognitif
fokal seperti afasia atau agnosia jarang ada, gejalanya muncul pada :
a. Penyakit Parkinson
b. Penyakit Hungtinton
c. Kelumpuhan Supranuklear Progresif

a. Menurut Umur:
1) Demensia senilis (>65th)
2) Demensia prasenilis (<65th)
b. Menurut perjalanan penyakit:
1) Reversibel
2) Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit
B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan
meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
a) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
b) Inkontinensia urin.
c) Demensia.
c. Menurut kerusakan struktur otak
1) Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia
tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah
Alois Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan
gejala :

8
a) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
b) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia,
agnosia, gangguan fungsi eksekutif,
c) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
e) Kehilangan inisiatif.
Faktor resiko penyakit Alzheimer :
a) Riwayat demensia dalam keluarga
b) Sindrom down
c) Umur lanjut
d) Apolipoprotein, E4
Faktor yang memberikan perlindungan terhadap alzheimer :
a) Apolipoprotein E, alele 2,
b) Antioxidans,
c) Penggunaan estrogen pasca menopause, (pada demensia tipe ini
lebih sering pada wanita daripada laki-laki)
d) NSAID
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti
penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post
mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya
dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
a) Pada makroskopik : penurunan volume gyrus pada lobus
frontalis dan temporal.
b) Pada mikroskopik : plak senilis dan serabut neurofibrilaris

Kerusakan dari neuron menyebabkan penurunan jumlah


neurotransmiter. Hal ini sangat mempengaruhi aktifitas fisiologis otak.
Tiga  neurotransmiter yang biasanya terganggu pada Alzheimer adalah
asetilkolin, serotorin dan norepinefrin. Pada penyakit ini diperkirakan
adanya interaksi antara genetic dan lingkungan yang merupakan factor

9
pencetus. Selain itu dapat berupa trauma kepala dan rendahnya tingkat
pendidikan.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi
intelektual :
a) Stadium I (amnesia)
(1) Berlangsung 2-4 tahun
(2) Amnesia menonjol
(3) Gangguan : -  Diskalkulis
(4) Memori jangka penuh
(5) Perubahan emosi ringan
(6) Memori jangka panjang baik
(7) Keluarga biasanya tidak terganggu
b) Stadium II (Bingung)
(1) Berlangsung 2 – 10 tahun
(2) Kemunduran aspek fungsi luhur (apraksia, afasia, agnosia,
disorientasi)
(3) Episode psikotik
(4) Agresif
(5) Salah mengenali keluarga
c) Stadium III (Akhir)
(1) Setelah 6 - 12 tahun
(2) Memori dan intelektual lebih terganggu
(3) Akinetik
(4) Membisu
(5) Inmontinensia urin dan alvi
(6) Gangguan berjalan
Pedoman diagnostik menurut WHO (ICD-X)
a) Lupa kejadian yang baru saja dialami,
b) Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari,
c) Kesulitan dalam berbahasa,
d) Diserorientasi waktu dan tempat,

10
e) Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat,
f) Kesulitan berpikir abstrak,
g) Salah menaruh barang,
h) Perubahan suasana hati,
i) Perubahan perilaku / kepribadian,
j) Kehilangan inisiatif.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan
penyakit ini. Pengobatan / pencegahan hanya dalam bentuk paliatif
yaitu : nutrisi tepat, latihan,  pengawasan aktifitas, selain itu bisa
diberikan obat Memantine (N-metil) 25 mg/hr, propanolol (InderalR),
Holoperidol dan penghambatan dopamin potensi tinggi untuk kendali
gangguan eprilaku akut. Selain itu bisa diberikan “Tracine
Hydrocloride” (Inhibitor asetilkolinesterose kerja sentral) untuk
gangguan kognitif dan fungsionalnya.
Pencegahan antara lain bagaimana cara kita lebih awal untuk
mendeteksi AD (Alzheimer Disease) serta memperkirakan siapa yang
mempunyai faktor resiko terkena penyakit ini sehingga dapat dicegah
lebih awal. Pencegahan dapat juga berupa perubahan dari gaya hidup
(diet, kegiatan olahraga, aktivitas mental)
Tujuan penanganan Alzheimer :
a) Mempertahankan kualitas hidup yang normal
b) Memperlambat perburukan
c) Membantu keluarga yang merawat dengan memberi informasi
yang tepat
d) Menghadapi kenyataan penyakit secara realita

2) Demensia vascular
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer  tetapi  terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal
seperti :
a) Peningkatan reflek tendon dalam,

11
b) Respontar eksensor,
c) Palsi pseudobulbar,
d) Kelainan gaya berjalan,
e) Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering
pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor
resiko misalnya; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat
ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
a) Terdapat gejala demensia
b) Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
c) Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal
3) Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
Demensia dengan kumpulan Lewy (Lewy bodies) disebabkan oleh
kemunduran dan matinya sel-sel syaraf diotak. Nama itu berasal dari adanya
struktur-struktur abnormal berbentuk bola, disebut kumpulan Lewy, yang
tumbuh di dalam sel-sel syaraf. Diduga struktur itu ikut menyebabkan
kematian sel-sel otak. Orang yang mempunyai demensia dengan kumpulan
Lewy cenderung melihat sesuatu yang tidak ada (mengalami halusinasi
visual), mengalami kekakuan atau gemetar (parkinsonisme) dan kondisi
mereka cenderung berubah-ubah secara cepat, sering dari jam ke jam atau
dari hari ke hari. Gejala itu memungkinkan dibedakannya penyakit ini dari
penyakit Alzheimer. Demensia dengan kumpulan Lewy kadangkadang
muncul bersamaan dengan penyakit Alzheimer dan/atau demensia Vaskuler.
Mungkin sulit untuk membedakan demensia dengan kumpulan Lewy dari
penyakit Parkinson dan orang dengan penyakit Parkinson menderita
demensia yang serupa dengan yang terlihat pada demensia dengan kumpulan
Lewy.
4) Demensia Lobus frontal-temporal

12
Ini adalah nama yang diberikan kepada sebuah kelompok demensia jika
terjadi proses kemunduran dalam satu atau keduanya dari lobus frontal atau
lobus temporal otak. Termasuk dalam kelompok ini adalah Fronto Temporal
lobus frontal dan lobus temporal), Progressive non-Fluent Aphasia (Afasia
Progresif non-Fluent, penderita secara berangsur-angsur kehilangan
kemampuan berbicara), Semantic Demensia (Demensia Semantik, penderita
tidak mengerti arti kata-kata) dan penyakit Pick. Lebih dari 50% orang
penderita FTLD mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit tersebut.
Mereka yang mewarisinya sering mengalami mutasi gen pada protein tau
dalam kromosom 17 yang menyebabkan diproduksinya protein tau yang
abnormal. Tidak diketahui adanya faktor risiko lain.
5) Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
6) Morbus Parkinson
Demensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang menyertai
dengan gejala :
a) Disfungsi motorik.
b) Gangguan kognitif / demensia bagian dari gangguan.
c) Lobus frontalis dan defisit daya ingat.
d) Depresi.
7) Morbus Huntington
Demensia ini disebabkan penyakit herediter yang disertai dengan
degenoivasi progresif pada ganglia basalis dan kortex serebral. Transmisi
terdapat pada gen autosomal dominan fragmen G8 dari kromosom 4.
Onset terjadi pada usia 35 – 50 tahun. Gejalanya :
a) Demensia progresif.
b) Hipertonisitas mascular.
c) Gerakan koreiform yang aneh.

8) Morbus Pick
Penyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan perilaku yang
terjadi secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal

13
pada lobus frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer
hanya bisa dengan otopsi, dimana otak menunjukkan inklusi intraneunoral
yang disebut “badan Pick” yang dibedakan dari serabut neurofibrilaris pada
Alzheimer.
Pedoman diagnostik penyakit demensia penyakit Pick
a) Adanya gejala demensia yang progresif.
b) Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang
menonjol disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar,
disinhibisi, apatis, gelisah.
c) Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan
daya ingat.
9) Morbus Jakob-Creutzfeldt
Penyakit ini disebabkan oleh degeneratif difus yang mengenai sistim
piramidalis dan ekstrapiramidal. Pada penyakit ini tidak berhubungan
dengan proses ketuaan. Gejala terminal adalah :
a) Demensia parah.
b) Hipertonisitas menyeluruh.
c) Gangguan bicara yang berat.
Penyakit ini dsiebabkan oleh virus infeksius yang tumbuh lambat.
(misal transplantasi kornea). Trias yang sangat mengarah pada diagnosis
penyakit ini :
a) Demensia yang progresif merusak.
b) Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus.
c) Elektroensephalogram yang khas.
10) Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
11) Prion disease
12) Palsi Supranuklear progresif
13) Multiple sklerosis
14) Neurosifilis
15) Tipe campuran

14
Menurut sifat klinis:
1) Demensia proprius
2) Pseudo-demensia

H. Factor Resiko Demensia


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian demensia pada lansia.
Faktor-faktor di uraikan sebagai berikut:
1. Umur
Umur merupakan faktor resiko utama terhadap kejadian demensia pada
usia lanjut. Hubungan ini sangat berbanding lurus yaitu bila semakin
meningkatnya umur, semakin tinggi pula resiko terjadinya demensia. Lanjut
usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia. Manusia yang
memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh
akibat perubahan atau penurunan fungsi organ-organ tubuh, semakin usia yang
bertambah akan semakin rentan pula terkena penyakit (Aisyah, 2016).
2. Jenis kelamin
Demensia lebih banyak dialami perempuan, bahkan saat populasi
perempuan lebih sedikit dari laki-laki, kejadian demensia pada perempuan
lebih besar dibandingkan laki-laki. Akan tetapi tidak ada perbedaan signifikan
antara jenis kelamin dengan kejadian demensia, hal ini menunjukan bahwa
laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk
berkembangnya demensia (Alzheimer’s, 2016).
3. Genetik
Sebagian pasien demensia memiliki genetik demensia dari faktor
keturunan. Namun pada sebagian orang yang memliki gen demensia hanya
sedikit gennya yang berkembang menjadi demensia. Penyakit Alzheimers
(AD) merupakan penyakit genetik heterogen; dikaitkan dengan satu
susceptibility (risk) gene dan tiga determinative (disease) genes. Susceptibility
(risk) gene yang diketahui ialah alel apolipoprotein EЄ4 (APOE Є4) di
kromosom 19 pada q13. Hal ini harus dilakukan pemeriksan secara detail agar
mengetahui faktor ini terjadi pada lanjut usia (Alzheimer’s, 2016).

15
4. Pola makan
Kebutuhan lanjut usia semakin menurun seiring dengan bertambahnya
usia. Pada usia 40-49 tahun menurun sekitar 5%, dan pada usia 50-69 tahun
menurun hingga 10%, sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi akan
berkurang dan pola makan tidak teratur, contohnya seperti berat badan akan
menurun, dan kekurangan vitamin dan mineral (Fatmah, 2016).
5. Riwayat penyakit
Penyakit infeksi dan metabolisme yang tidak ditangani serta diabaikan
dapat memicu terjadinya demensia seperti tumor otak, penyakit kardiovaskuler
(seperti hipertensi dan atherosclerosis), gagal ginjal, penyakit hati, penyakit
gondok. Penyakit penyebab demensia dibagi menjadi 3 kelompok meliputi
demensia idiopatik, demensia vaskuler, dan demensia sekunder. Demensia
idiopatik contohnya seperti penyakit Alzheimers, penyakit Hungtiton,
penyakit pick yang terjadi pada lobus frontal, dll. Demensia vaskuler
contohnya demensia multi-infark, pendarahan otak non-traumatik dengan
demensia dan pada demensia sekunder terjadi karena infeksi, gangguan
nutrisi, gangguan auto-imun, trauma, dan stress (Aisyah, 2016).
6. Status gizi
Status gizi yang baik menjadikan seseorang dapat memiliki tubuh yang
sehat dan menjaga sistem dalam tubuh bekerja secara baik pula. Pada masa
lansia adanya penurunan fungsi tubuh yang diakibatkan oleh umur, penyakit
dan salah satunya status gizi. Asupan makanan yang kurang bergizi bagi para
lansia mengakibatkan penurunan sistem dalam tubuh. Zat gizi makro diketahui
berkaitan dengan kejadian demensia pada lansia, terutama vitamin B
kompleks. Kekurangan vitamin B kompleks pada lansia dapat meningkatkan
resiko terjadinya demensia. Ini menunjukan bahwa buruknya status gizi secara
tidak langsung dapat mengakibatkan munculnya resiko demensia pada lansia.

I. Komplikasi Demensia
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh tubuh
b. Ulkus Dekubitus

16
c. Pneumonia
d. Kejang
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat napsu makan yang berkurang
g. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi
h. Harapan hidup berkurang

J. Pemeriksaan Diagnostik Demensia


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan(NANDA,
2015) :
a. CT scan, MRI, EEG
b. PET (Positron Emissiom Tomography)
Pada penderita, hasil PET ditemukan, penurunan aliran
darah, metabolisme O2, glukosa didaerah serebral.
c. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan
defisit kognitif.
d. Uji skala depresi dan fungsi kognitif seperti MMSE (mini-
mental state examination). Pemeriksaan kognitif awal bisa
menggunakan MMSE dari Folstein dengan skor/angka maksimal
30. Jika mempunyai skor dibawah 24, pasien patut dicurigai
mengalami demensia. Pengaruh pendidikan berperan pada
tingginya nilai skor, apabila seseorang dengan pendidikan tinggi
dengan gejala di alzheimer, pasien tersebut mungkin mempunyai
nilai skor lebih tinggi dari 24. Sebaliknya, pasien yang
berpendidikan rendah dapat menunjukkan nilai skornya kurang
dari 24, tetapi pasien tidak menderita demensia alzheimer.
(Setiyawan, 2013)

17
K. Penatalaksanaan Demensia
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak
yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika
pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap,
pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang
tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien
menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi
diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk
memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien
dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik,
termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik
pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis
simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis
demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi,
latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah
visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai,
seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi
kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau
anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan
pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara
terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia,
obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien
dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian
merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif

1. Farmako Terapi
Sebagian demensia tidak dapat disembuhkan

18
a. Pengobatan demensia Alzheimer di gunakan obat-obatan anti koliesterase
seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine
b. Demensia vesicular membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk memperlancar aliran darah ke otak
sehingga memperbaiki gangguan kognitif
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke
d. Obat anti depresan seperti Setraline dan Citalopram
e. Pengendalian agitasi dan perlakuan yang meledak-ledak, yang bisa
meneyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan obat anti psikotik
misalnya Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone.
Terapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius.
Obat antipsikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami
halusinasi atau paranoid.

a. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian.
Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan
pada beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak
menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan
bahwa demensia alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi
kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter
lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata
bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat
terjadi interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.
b. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer
dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong
peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian

19
prekursor, cholinedan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil
lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa.
Dengancholine ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual.
Denganlecith in hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang
berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan
serebrospinal naik sampai 58 persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh
perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang
berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-
organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan
memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering
digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine
mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine
mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan
vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki
perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi.
Disisi lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati
dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type
calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic
dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat
pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif
yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin
memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak
hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk
lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial

20
2. Dukungan dan Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkunga yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding
dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita
tetap memiliki orientasi
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detector pada pintu bisa
mencegah terjadinya kesalahan pada penderita yang senang berjalan-jalan
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita
d. Memarahhi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan
akan memperburuk keadaaan
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan social dan
peralatan, akan sangat membantu
3. Terapi Simtomatik
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi aktivitas
d. Penanganan terhadap masalah

21
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN DEMENSIA
A. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
Pengkajian dilakukan dengan cara mengidentifikasi:
1) Identitas klien dan penanggung
2) Alasan dirawat
3) Riwayat penyakit
4) Aspek fisik, pskososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang,
mekanisme koping, masalahpsikososial dan lingkungan.
a) Aktifitas /istirahat
 Merasa lelah; kelemahan dapat meningkatkan bahaya gejala,
khususnya pada malam hari terbalik mengira siang/malam,
terjaga sepanjang malam /keluyuran tanpa tujuan, gangguan
irama tidur.
 Letargi; penurunan ketertarikan pada aktivitas sehari-hari,
hobi; ketidakmampuan untuk mengulang apa yang di
baca/mengikuti cerita acara televisi; kemungkinan dipaksa
untuk pensiun hambatan ktrampilan motorik;
ketidakmampuan melekukan gerakan yang lazim dan
bertujuan.
 Sering duduk dan mengamati orang lain.
 Aktivitas utama mungkin mengumpulkan benda-benda mati;
pengulangan gerakan (mis.melipat-membuka-melipat kembali
kain), menyembunyikan benda, atau keluyuran.
b) Sirkulasi
Kemungkinan riwayat penyakit vaskuler sistemik/ serebral,
hipertensi, episode embolik (factor predisposisi).
c) Integritas Ego
Prilaku sering tidak konsisten; prilaku verbal/non verbal
mungkin tidak sesuai.Curiga atau ketakutan pada orang atau situasi

22
yang dkhayalkan; berpegangan tangan dengan orang terdekat.Salah
mempersepsikan lingkungan, mengidentifikasi objek atau orang,
mengumpulkan benda-benda; benda yang salah di simpan di
percaya sebagai di curi.Kehilangan bertubi-tubi; perubahan pada
citra tubuh dan harga diri.Labilitas emosional (mudah menangis,
tertawa dengan tidak tepat); perubahan suasana hati yang bervariasi
(apatis, letargi, sukar istirahat, rentang perhatian yang pendek,
iritabilitas); tiba-tiba marah meledak-ledak (reaksi katastropik).
Dapat menyangkal perubahan /gejala awal signifikan, terutama
perubahan kognitif, dan /atau penjelasan yang tidak jelas, keluhan
hipokondrial (lemah, diare, pusing, sakit kepala tiba-tiba).Dapat
menyembunyikan keterbatasan (membuat alasan jika tidak mampu,
menyelesaikan tugas; mengisap ibu jari saat memegang buku tanpa
membacanya).
Merasa tidak berdaya; kuat, depresi; delusi, paranoid.
d) Eliminasi
 Urgensi (dapat mengindikasi hilangnya tonus otot).
 Inkontinensia urine atau veses.
 Cenderung konstipasi atau inpaksi, dengan diare.
e) Makan atau Minum
 Episode hipoglikemik(factor predisposisi).
 Kurang minat pada atau melupakan waktu makan; bergantung
pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkan
makanan di meja, selera; menyangkal sedang lapar atau
menolak makan (dapat mencoba menyembunyikan kehilangan
ktrampilan).
 Kehilangan kemampuan untuk mengunyah (aspirasi samar).
 Penurunan berat badan; masa otot; menjadi kurus (vase
lanjut).
f) Hygiene

23
 Mungkin bergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan kebersihan dasar.
 Terlihat tidak di cukur, rambut tidak di sisir; bau badan tidak
sedap; kebiasaan pribadi yang rendah.
 Berpakaian tidak sesuai dengan situasi atau kondisi cuaca.
 Salah menginterpretasikan atau mengabaikan isyarat internal,
lupa langkah dalam memenuhi kebutuhan toileting, atau tidak
ammpu mencari kamar mandi.
g) Neurosensori
 Menyembunyikan ketidakmampuan (dapat membuat alas an
saat tidak menyelesaikan tugas,menghisap ibu jari saat
memegang buku tanpa membacanya)
 Anggota keluarga dapat melaporkan adanya penurunan
bertahap dalam kemampuan kognitif,kerusakan
penilaian/keputusan yang tidak tepat,hambatan ingatan baru
tetapi ingatan baik,perubahan prilaku/perubahan sifat
kepribadian individu atau menjadi berat
 Kehilangan kemampuan persepsi (lokasi tubuh/bagian tubuh
dalam ruang)
h) Interaksi Sosial
 Kemungkinan pembicaraan terkotak-kotak, afasia, dan
disfasia.
 Dapat mengabaikan aturan kontak social atau prilaku tidak
tepat.
 Factor psikososial resiko sebelumnya (secara individu dan
pribadi mempengaruhi adanya perubahan pola prilaku).
 Peran keluarga mungkin berubah atau kebalikan karena
individu jadi lebih tergantung.

24
i) Pengajaran atau Pembelajaran
Riwayat keluarga dengan DTA (4 kali lebih besar
dibandingkan populasi umum); angka insiden demensia
degeneratife primer lebih sering pada wanita (yang hidup lebih
lama) dibandingkan pada pria; demensia vascular timbul lebih
sering pada pria dibandingkan pada wanita.Dapat menunjukkan
gambaran kesehatan total kecuali untuk ingatan atau perubahan
prilaku.Menggunakan ataau menyalahgunakan obat, obat yang di
jual bebas, alcohol.

b. Daftar masalah keperawatan


1) Gangguan proses pikir
2) Resiko jatuh
3) Ketergantungan dalam ADL
4) Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
5) Resiko kekurangan volume cairan
6) Kemunduran daya ingat
7) Penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif

ANALISA DATA

Analisa data Masalah Etiologi


DS : Perubahan degenerasi
- Pasien mudah lupa akan proses pikir neuronal dan
peristiwa yang baru saja terjadi demensia
- Pasien tidak mampu mengenali progresif
orang, tempat dan waktu
DO :
- Pasien kehilangan
kemampuannya untuk
mengenali wajah, tempat dan

25
objek yang sudah dikenalnya
dan kehilangan suasana
kekeluargaannya
- Pasien sering mengulang-
ngulang cerita yang sama
karena lupa telah
menceritakannya
- TD :130/90 mmHg
- S : 37oC
- N : 88x/menit
- RR : 22x/menit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Sindrom stres relokasi berhubungan dengan :
1) Perasaan tidak berdaya.
2) Gangguan status kesehatan psikososial.
3) Tidak ada persiapan untuk masuk ke rumah sakit.
4) Perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari – hari.
5) Menurunnya status kesehatan fisik, gangguan sensori.
6) Kurangnya system dukungan yang adekuat.
b. Resiko terhadap trauma/cedera berhubungan dengan :
1) Kurangnya pendidikan tentang keamanan.
2) Riwayat trauma terdahulu.
3) Kurangnya penglihatan.
4) Ketidakmampuan mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
5) Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan.
6) Kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
c. Perbahan proses pikir berhubungan dengan :
1) Perubahan fisiologis (degenarasi neuron ireversibel).
2) Kehilangan memori/ingatan.
3) Konflik psikologis.

26
4) Gangguan penilaian.
d. Perubahan persepsi-sensorik berhubungan dengan :
1) Pembatasan lingkungan secara terapeutik (isolasi, perawatan intensif, tirah
baring).
2) Pembatasan lingkungan social (institusional, panti jompo), stigma (gangguan
jiwa, keterbelakangan mental).
3) Perubahan persepsi, transmisi dan/atau integrasi sensori (penyakit neurologis,
tidak berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri).47
4) Stress psikologis (penyempitan pandangan perseptual disebabkan kecemasan).
5) Gangguan kimiawi (endogen, eksogen).
e. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
1) Perubahan lingkungan.
2) Perubahan sensori.
3) Tekanan psikologis, kerusakan neurologis.
4) Perubahan pola aktivitas.
f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan :
1) Gangguan kemampuan untuk pindah atau mobilitas.
2) Intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan dan kekuatan.
3) Penurunan kognitif, keterbatasan fisik.
4) Frustasi atas kehilangan kemandiriannya, depresi.
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan :
1) Perubahan sensori.
2) Kerusakan penilaian dan koordinasi
3) Agitasi.
4) Mudah lupa, kemunduran hobi.
h. Perubahan pola eliminasi urinarius atau konstipasi/inkontinensia berhubungan
dengan :
1) Disorientasi.
2) Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot.
3) Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan.

27
4) Perubahan diet atau pemasukan makanan.48
i. Ketidakefektifan koping keluarga : menurun atau tidak mampu berhubungan
dengan :
1) Tingkah laku klien yang tidak menentu (terganggu).
2) Keluarga berduka karena ketidakberdayaan menjaga orang yang dicintai.
3) Perkembangan penyakit.
4) Hubungan keluarga sangat ambivalen

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnose Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Perubahan proses pikir Tujuan : Agar mampu 1) Kembangkan 1. Mengurangi
Proses pikir lingkungan yang kecemasan dan
berhubungan dengan :
meningkatkan mendukung dan emosional, seperti
a) Perubahan fisiologis interaksi dengan orang hubungan klien kemarahan,
lain. perawat yang meningkatkan
(degenarasi neuron
Kriteria hasil : terapeutik. pengembangan evaluasi
ireversibel). a. Mampu diri
memperlihatkan yang positif dan
b) Kehilangan
kemampuan kognitif mengurangi
memori/ingatan. untuk menjalani konflik psikologis.
konsekuensi kejadian 2) Kaji derajat 2. Memberikan dasar
c) Konflik psikologis.
yang menegangkan gangguan kognitif, perbandingan yang akan
d) Gangguan penilaian. terhadap emosi dan seperti perubahan dating dan memengaruhi
pikiran tentang diri. orientasi, rencana intervensi.
Ditandai dengan :
b. Mampu rentang perhatian Catatan :
a. Hilang konsentrasi mengembangkan kemampuan evaluasi orientasi secara
strategi untuk berpikir. Bicarakan berulang dapat
(distrakbilitas)
mengatasi dengan meningkatkan respons
b. Hilang anggapan diri yang keluarga mengenai yang
negative. perubahan negative/tingkat frustasi.
ingatan/memori.
c. Mampu mengenali perilaku
c. Tidak mampu perubahan dalam 3) Pertahankan 3. Kebisingan merupakan
berpikir lingkungan yang sensori berlebihan yang
membuat keputusan,
d. Mampu menyenangkan dan meningkatan gangguan
menghitung, memperlihatkan tenang. neuron.
penurunan tingkah laku
mengumpulkan
yang tidak diinginkan, 4) Lakukan pendekatan 4. Pendekatan terburu-
gagasan, melakukan ancaman, dan dengan cara buru
kebingungan. perlahan dan tenang. menyebabkan klien
abstraksi/konseptuali
bingung,
sasi, dan memecahkan kesalahan
persepsi/perasaan

28
masalah. terancam.
5) Tahap wajah ketika 5. Menimbulkan
d. Tidak mampu
berbicara dengan klien. perhatian,
menginterpretasikan terutama pada klien
dengan
stimulasi dan menilai
gangguan perseptual.
realitas dengan akurat. 6) Panggil klien dengan 6. Nama adalah bentuk
namanya. identitas diri dan
e. Disorientasi waktu,
menimbulkan pengenalan
tempat, orang, terhadap realita dank lien.
lingkungan dan
peristiwa. 7) Gunakan suara yang 7. Meningkatkan
agak rendah pemahaman.
f. Kesulitan
dan berbicara dengan Ucapan tinggi dan keras
mengakomodasikan perlahan menimbulkan
pada klien. stress/marah
ide/perintah.
yang mencetuskan
g. Paranoid, delusi, konfrontasi dan respons
marah.
atau tingkah laku dan
8) Gunakan kata-kata 8. Sering perkembangan
faktor penyebab. Obsesi, pendek, penyakit, pusat
kalimat, dan instruksi komunikasi
halusinasi, konfabulasi,
sederhana
bingung/frustasi dan 9) Berhenti sejenak 9. Menimbulkan respons
diantara verbal, meningkatkan
terjadi perubahan dalam
kalimat/pertanyaan. pemahaman. Isyarat
respons tingkah laku. Beri isyarat menstimulasi
tertentu, gunakan komunikasi,
h. Tingkah laku social
kalimat memberi pengalaman
yang tidak tepat. terbuka. positif.
10) Dengarkan dengan 10. Mengarahkan
i. Gangguan pola tidur.
penuh perhatian dan
j. Afek yang tidak perhatian pembicaraan penghargaan. Membantu
klien. klien dengan alat bantu
tepat. (tahap demi tahap).
Interpretasi pertanyaan, proses kata dalam
Ulangi instruksi tersebut arti dan menurunkan frustasi.
kata. Beri kata yang
sesuai kebutuhan.
benar. 11. Provokasi
11) Hindari kritikan, menurunkan
argumentasi, harga diri dan merupakan
dan konfrontasi
negative.
dalam otak terganggu
sehingga
menghilangkan

29
kemampuan klien
dalam
respons penerimaan
pesan
dan percakapan secara
keseluruhan.
12) Gunakan distraksi. 12. Lamunan membantu
Bicarakan dalam
tentang kejadian yang meningkatkan
sebenarnya saat klien disorientasi.
mengungkapkan ide Orientasi pada realita
yang salah, meningkatkan perasaan
jika tidak meningkatkan realita klien, penghargaan
kecemasan. diri dan kemuliaan
(kebahagiaan) personal.
13) Hindari klien dari 13. Keterpaksaan
aktivitas dan menurunkan
komunikasi yang keikutsertaan dan
dipaksakan. meningkatkan curiga,
delusi.
14) Gunakan hal yang 14. Tertawa membantu
humoris saat dalam
berinteraksi pada klien. komunikasi dan
ancaman yang meningkatkan kestabilan
mencetuskan emosi.
agitasi yang tidak
sesuai.
15) Fokuskan tingkah 15. Menguatkan tingkah
laku yang laku
sesuai. Berikan yang benar dan sesuai.
penguatan Sentuhan secara teratur
positif. Gunakan bertujuan bertujuan
sentuhan menggantikan ungkapan
dengan bijaksana. verbal (penerimaan dan
Berikan realita).
perhatian pada setiap
respons
individu.
16) Hormati klien dan 16. Klien dengan
evaluasi penurunan
kebutuhan secara kognitif pantas
spesifik. mendapatkan
penghormatan,
penghargaan,
dan kebahagiaan.
17) Berikan kesempatan 17. Kekeluargaan

30
untuk saling meningkatkan
memiliki dan dimiliki keamanan, menurunkan
secara perasaan kehilangan atau
personal. deprivasi.

18) Izinkan untuk 18. Memelihara


mengumpulkan keamanan dan
benda yang aman. keseimbangan
kehilangan.
19) Ciptakan aktivitas 19. Memotivasi klien
sederhana, dalam
bermanfaat dan tidak cara yang menguatkan
bersifat
kompetitif sesuai
kemampuan
klien.
20) Bantu klien 20. Menurunkan
menemukan hal defensive jika
yang salah dalam klien menyadari
penempatannya. kesalahannya.
Berikan label Membantah
gambar/hal yang klien tidak akan
dimiliki klien. mengubah
Jangan menentang. kepercayaan dan
menimbulkan kemarahan.
21) Evaluasi pola tidur. 21. Kurang tidur dapat
Catat letargi, mengganggu proses pikir
peningkatan peka dan kemampuan koping
rangsang, klien.
sering menguap, dan
garis hitam
di bawah mata.
Kolaborasi :
kegunaannya dan
kesenangan diri serta
merangsang realita.
22) Berikan obat sesuai 22. Mengontrol agitasi,
indikasi : halusinasi.
- Antiseptikotik, seperti - Meningkatkan
haloperidol (Haldol) kesadaran
- Vasodilator, seperti : mental (perlu penelitian
siklandelat lebih lanjut).
(cyclospasmol) - Peningkatan metabolism
- Ergoloid mesilat
(hydergine LC).
- Agen anksiolitik

31
seperti :
diazepam (valium),
lorazepam
(Librium), oksazepam
(serax).
- Tiamin.
(meningkatkan
kemampuan otak untuk
metabolisme glukosa
dan
penggunaan oksigen).
Walaupun tidak
meningkatkan kognitif
dan
memori.
- obat ini membuat
klien
lebih sadar,
kecemasan/depresi
menurun. Merupakan
terapi demensia.
- Bermanfaat pada fase
awal
dan fase sedang untuk
menghilangkan
kecemasan. Dapat
meningkatkan
kekacauan
mental pada lansia.
- Penelitian manfaat
tiamin
pada fase awal penyakit

D. IMPLEMENTASI
Intervensi Keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan
yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan.Prinsip tindakan keperawatan pada
Demensia menurut:
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Ciptakan lingkungan yang terpeutik, tenang, tidak berisik, sejuk, aman, warna
dinding teduh.
c. Ciptakan rasa mampu dan penting pada klien.

32
d. Reorientasi pada waktu, tempat, dan orang (orientasi realita).
e. Beri perhatian yang cukup, termasuk kebutuhan dasar.
f. Konsisten menepati janji, empati, dan jujur.
g. Waktu kontak dengan pasien singkat tapi sering.
h. Tidak mendukung dan menolak atau menyangkal waham dan halusinasi, bila
ada.
i. Beri motivasi untuk merawat diri.
j. Beri penguatan positif atas perilaku pasien yang sesuai realitas.
k. Edukasi dan informasi tentang demensia terhadap pasien dan perawat/pemberi
asuhan.
l. Perlakukan pasien sebagai individu.
m. Perhatikan hal yang berhubungan dengan medikolegal.
n. Gunakan faktor yang meningkatkan komunikasi, antara lain :
1) Bicara tenang, jelas, kontak mata.
2) Ulangi secara singkat.
3) Gunakan metode klarifikasi, focus, dan validasi.
4) Gunakan metode sentuhan.
5) Alternative komunikasi.88
E. EVALUASI
Mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah
pencapaian tujuan. Data di kumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk
mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari hari, dan dalam
ketersediaan atau penggunaan sumber eksternal. Hasil akhir yang di harapkan
untuk pasien :
a. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
b. Mematuhi program perawatan diri
c. Tidak mengalami komplikasi

33
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMENSIA
KASUS
Tn.A umur 85th dibawa oleh keluarganya ke psikogeriatrik 4 tahun lalu ia dirawat
karena adanya gangguan kognitif yang mengakibatkan ketergantungan obat,
gejala yang muncul mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, keluarga
mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu. Tn A sudah
menduda selama beberapa tahun dan memiliki 2 orang anak perempuan yang
masing-masing sudah mempunyai keluarga tetapi anaknya masih mengunjungi Tn
A selama di rawat di psikogeriatrik 1 minggu 1 kali .
Hasil pemeriksaan di dapatkan TD:130/90 mmHg, S : 37oC, N : 80x/menit, RR :
22x/menit
A. PENGKAJIAN
DATA UMUM PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 85 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Ngudi, Peterongan, Jombang
Pendidikan : SD
Status Perkawian : Duda
Agama : Islam
Orang yang dapat dihubungi
Nama : Ny. S
Hubungan dengan pasien : Anak
Alamat : Desa Ngudi, Peterongan, Jombang
RIWAYAT KELUARGA
Nama : Ny. D
Umur : 80 Tahun

34
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Desa Ngudi, Peterongan, Jombang
Status Kesehatan : Meninggal
Penyebab Kematian : Hipertensi
RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama : Pasien mudah lupa peristiwa yang baru terjadi
Riwayat Keluhan utama
Pasien dibawa oleh keluarganya ke psikogeriatrik karena adanya gangguan
kognitif dan mengakibatkan ketergantungan obat, gejala yang muncul mudah lupa
akan peristiwa yang baru saja terjadi, keluarga mengatakan tidak mampu
mengenali orang, tempat dan waktu.
Riwayat Penyakit/gejala yang pernah di alami
Mudah lupa akan kejadian yang baru saja terjadi, tidak mengenali orang dan
tempat.
Riwayat Opname : Tidak Pernah
Riwayat Operasi : Tidak Pernah
Riwayat Kesehatan Sekarang :
Pasien pertama kali di bawa ke psikogeriatrik pada 4 tahun lalu karena adanya
gangguan kognitif dan mengakibatkan ketergantungan obat, gejala yang muncul
mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, keluarga mengatakan tidak
mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
Riwayat Alergi : Tidak Ada
Riwayat Medikasi : Ya
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4 M6 V4
I. PENGKAJIAN FISIK
1. Kesadaran : Composmentis Keadaan umum : Baik
Tanda-tanda Vital : TD : 130/90 mmHg N : 80 x/i
P : 22 x/i S : 37º C
2. Kepala

35
a. Inspeksi
- Bentuk kepala : Bulat.
- Kesimetrisan muka, tengkorak : Simetris.
- Warna/distribusi rambut/kepala : Putih dan Jarang.
b. Palpasi
- Massa : Tidak ada - Nyeri tekan : Tidak ada
c. Keluhan yang berhubungan pusing/sakit kepala : Tidak ada.
3. Mata
a. Inspeksi
- Kelopak mata : Baik.
- Konjungtiva : Tidak anemis.
- Sklera : Putih
- Ukuran pupil : Mengecil
- Isokor : Iya
- Visus : 4/5
- Reaksi terhadap cahaya : Baik.
b. Palpasi
TIO : Normal
Massa tumor : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
c. Lain-lain
Fungsi penglihatan : Baik.
4. Hidung
a. Inspeksi:
- Bentuk : Simetris
- Bengkak : Tidak ada
- Sputum : Tidak ada
b. Palpasi :
Sinus : Normal
Nyeri tekan/bengkak : Tidak ada
5. Mulut dan tenggorokan
- Gigi geligi : Ada
- Karies : Ada
- Kulit/gangguan bicara : Tidak ada
- Kesulitan menelan : Ya
- Pemeriksaan gigi terakhir : 6 bulan yang lalu.
6. Leher
a. Inspeksi
- Bentuk/kesimetrisan : Simetris.
- Mobilisasi leher : Baik.

36
b. Palpasi
- Kelenjar tiroid : Normal
- Kelenjar limfe : Normal
- Vena jugularis : Normal
7. Dada, paru-paru, jantung
Inspeksi
- Bentuk dada : Normal
- Kesimetrian : Simetris
- Ekspansi dada : Normal
- Retraksi : Tidak
Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak Ada
- Massa Tumor : Tidak Ada
- Taktil Fremitus : Normal
- Denyut apex : Tak Teraba
Auskultasi
- Suara nafas : Vesikuler
- Suara tambahan : Tidak ada
- Ronchi : Tidak ada
- Wheezing : Tidak ada
- Bunyi jantung I dan II : Normal
- Gallop : Tidak ada
- Perkusi : Resonan
8. Abdomen
a. Inspeksi
Kesimetrisan dan warna sekitar : Simetris dan berwarna coklat.
b. Auskultasi
Peristaltik : 5 kali permenit
c. Perkusi
Identifikasi batas organ : Pekak sebelah kanan atas, yang lainnya timpani
d. Palpasi
Hepar/lien/ginjal/kandungkemih : Normal
9. Genitalia dan system reproduksi
Kehamilan : Tidak
Genetalia : Normal
Pendarahan : Tidak
Flour albus : Tidak ada
Penggunaan kateter : Ya
10. Status neurologis : GCS E : 4 M: 6 V: 4

37
Nervus Kranial (Nervus I – Nervus XII):

a. Olfaktorius : Penciuman klien baik.


b. Optikus : Penglihatan klien baik.
c. Okulomotorius : Klien dapat mengangkat kelopak mata atas,
kontriksi pupil klien baik dan gerakan
ekstraokuler baik.
d. Troklearis : Gerakan mata klien ke bawah dan ke dalam baik.
e. Trigeminus : Deviasi mata klien ke lateral baik.
f. Abdusen : Klien mampu menutup rahangnya dan dapat
mengunyah, serta gerakan rahang ke lateral
baik, dan juga klien memiliki refleks berkedip.
g. Fasialis : Klien dapat mengerutkan dahinya, mata klien
dapat memutar,dan klien mampu mengecap
bagian depan lidahnya (rasa manis, asam, dan
asin).
h. Vestibulococlearis : Klien mampu menjaga keseimbangannya dan
pendengaran klien baik.
i. Glosofaringeus : Klien dapat menelan, klien memiliki refleks
muntah, dan lidah posterior klien dapat mengecap
rasa pahit.
j. Vagus : Klien dapat menelan, klien memiliki refleks
muntah, dan klien memiliki refleks abdomen.
k. Aksesoris : Klien mampu menggerakkan leher, kepala, dan
bahunya.
l. Hipoglosus : Klien mampu menggerakkan lidahnya.

Refleks patologis; Kerning sign; (-), Laseq sign (-), Brusinsky (-), Babinsky (-)

Reflex fisiologis; Bisep (+), Trisep (+), Patella (+)


11. Ekstremitas:
Keadaan ekstremitas : Baik
Kesimetrisan : Simetris
Atropi : Tidak ada
ROM : Aktif
Edema : Tidak ada
Cyanosis : Tidak
Akral : Tidak
Kekuatan otot :2

38
Nadi perifer : Teraba
Capilarry refilling : < 2 detik
Nyeri : Tidak
Palpitasi : Tidak
Perubahan warna : Tidak ada
Clubbing (-) Baal (-)
KEBUTUHAN DASAR
1. Pola Nutrisi :
Sebelum Sakit :
 Berat Badan : 65 Kg, TB : 150 cm, LLA : 21 cm.
 Jenis Makanan : Padat
 Makanan yang disukai : Buah Pir
 Makanan yang tidak disukai : Bubur
 Makanan pantangan : Tidak ada
 Nafsu makan : Baik
 Perubahan berat badan 6 bulan terakhir : Tidak ada
Perubahan Setelah Sakit :
 Jenis diet : Tinggi Kalori Tinggi protein (TKTP)
 Nafsu makan : Berkurang
 Rasa mual/muntah : Tidak ada
 Porsi makan : Berkurang
 BB : 60 kg TB : 150 cm LLA : 19 cm
2. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit :
a. Buang Air Besar
 Frekuensi : 1 kali per hari
 Penggunaan pencahar : Tidak
 Waktu : Pagi
 Konsistensi : Padat
b. Buang Air Kecil
 Frekuensi : 5 kali per hari

39
 Volume : 1000 ml
 Warna : Kuning
 Bau : Amonia
 Keluhan lain : Tidak ada
Perubahan Setelah Sakit :
a. Buang Air Besar
Frekuensi : 1 kali per hari
Penggunaan pencahar : Tidak
Waktu : Pagi
Konsistensi : Padat
b. Buang Air Kecil
Frekuensi : 2 kali per hari
Volume : 400ml
Warna : Kuning
Bau : Amonia
Keluhan lain : Nyeri
3. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum Sakit
 Waktu Tidur (jam) : siang : 14.00 WITA dan malam : 21.00 WITA
 Lama tidur perhari : 8 jam
 Kebiasaan pengantar tidur : Tidak ada
 Kesulitan dalam tidur : Tidak ada
Perubahan Setelah Sakit
 Waktu Tidur (jam) : siang : 15.00 WITA dan malam : 24.00 WITA
 Lama tidur per hari : 6 jam
 Kebiasaan pengantar tidur : Tidak ada
 Kesulitan dalam tidur : Ya
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum Sakit
a. Kegiatan dalam pekerjaan : Mengangkat barang
b. Olahraga : Tidak ada

40
c. Kegiatan di waktu luang : Nonton TV.

Perubahan Setelah Sakit


Pasien masih bergerak namun tidak bisa lagi mengangkat barang dan melakukan
aktivitas lain
5. Pola Interaksi Sosial
Pasien tinggal di desa Ngudi, Peterongan, Jombang dan memiliki rumah sendiri,
klien tinggal dirumah dengan istri dan 2 anaknya. Klien merupakan orang yang
terbuka dengan masalah-masalah yang dihadapi baik dikeluarga maupun dengan
lingkungan. Sekarang klien tinggal di rumah sendiri karena ditinggal menikah ke
dua anaknya juga istrinya yang meninggal. Pasien kemudian jarang berinteraksi
dengan orang lain karena kehilangan isrtinya dan mulai menyemdiri hingga tidak
dapat mengenal orang, tempat dan tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja
terjadi.
6. Personal hygiene
Klien mandi 2x sehari namun terkadang tidak menggunakan sabun, mencuci
rambut 2x sehari namun tidak pernah menggunakan shampo karena sering lupa,
kuku klien tidak panjang, mulut bersih sedikit bau tidak ada sariawan, turgor kulit
kering dan ada bintik-bintik hitam. Klien terlihat rapih dan bersih namun badan
sedikit bau karena terkadang mandi tidak menggunakan sabun dan tidak pernah
mencuci tangan sebelum makan maupun sesudah makan. Tetapi klien sering
merapihkan tempat tidurnya.
7. Pola Sirkulasi
Pola nafas klien normal, frekuensi nafas 20x/menit, klien tidak memiliki keluhan
batuk, pilek, sesak dll. Klien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan.

ANALISA DATA
Analisa data Masalah Etiologi
DS :
- Keluarga Pasien mengatakan Perubahan Degenerasi

41
mudah lupa akan peristiwa yang proses pikir neuronal dan
baru saja terjadi demensia
- Keluarga Pasien mengatakan progresif
tidak mampu mengenali orang,
tempat dan waktu
DO :
- Pasien kehilangan
kemampuannya untuk mengenali
wajah, tempat dan objek yang
sudah dikenalnya dan kehilangan
suasana kekeluargaannya
- Pasien sering mengulang-
ngulang cerita yang sama karena
lupa telah menceritakannya
- TD :130/90 mmHg
- S : 37oC
- N : 88x/menit
- RR : 22x/menit
DS: -
DO:
- Pasien tampak bersih tapi agak bau,
karena mandi tetapi tidak menggunakan
sabun dan shampoo karena sering lupa
- Kuku pasien tidak panjang
- Mulut bersih sedikit bau tidak ada
sariawan
- Pasien tidak pernah mencuci tangan
sebelum makan maupun sesudah
makan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

42
1. Perubahan proses pikir sehubungan dengan degenerasi neuronal dan
demensia progresif ditandai dengan :
DS :
- Keluarga Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru
saja terjadi
- Keluarga Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat
dan waktu
DO :
- Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan
objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya
- Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya
- TD :130/90 mmHg
- S : 37oC
- N : 88x/menit
- RR : 22x/menit
2. Deficit perawatan diri sehubungan dengan menurunnya kemampuan
merawat diri. Ditandai dengan:
DS: -
DO:
- Pasien tampak bersih tapi agak bau, karena mandi tetapi tidak
menggunakan sabun dan shampoo karena sering lupa
- Kuku pasien tidak panjang
- Mulut bersih sedikit bau tidak ada sariawan
- Pasien tidak pernah mencuci tangan sebelum makan maupun sesudah
makan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

43
Tangga Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
l Kriteria Hasil
12-01- Perubahan Tujuan : Setelah 1. 1. Kurangi Stimuli yang
2014 proses pikir diberi askep 2×24 konfusi sederhana dan
berhubungan jam diharapkan lingkungan. terbatas akan
dengan pasien mampu - Dekati pasien memfasilitasi
degenerasi memelihara fungsi dengan cara interpretasi
neuronal dan kognitif yang menyenangkan dan
demensia optimal dan kalem. mengurangi
progresif kriteria hasil : - Cobalah agar distorsi input;
- Mempertahankan mudah ditebak perilaku yang
fungsi ingatan dalam sikap dan dapat ditebak
yang optimal. percakapa kurang
- Memperlihatkan perawat. mengancam
penurunan dalam - Jaga disbanding
prilaku yang lingkungan tetap perilaku yang
bingung. sederhana dan tidak dapat
-  Menunjukkan menyenagkan. ditebak; alat
respons yang - Pertahankan bantu ingatan
sesuai untuk jadwal sehari- akan
stimuli visual dan hari yang membantu
auditori. teratur. pasien untuk
-  Menunjukkan - Alat bantu mengingat.
orientasi optimal mengingat
terhadap waktu, sesuai yang Isyarat
tempat dan orang. diperlukan. lingkungan
akan
2. Tingkatkan meningkatkan
isyarat orientasi
lingkungan terhadap
- Perkenalkan waktu, tempat

44
diri perawat dan orang dan
ketika individu akan
berinteraksi mengisi
dengan pasien. kesenjangan
- Panggil pasien ingatan dan
dengan berfungsi
menyebutkan sebagai
namanya. pengingat.
- Berikan isyarat
lingkungan
untuk orientasi
waktu, tempat
dan orang.
12-01- Defisit Tujuan : Setelah 1. Kaji 1.Agar pasien
perawatan diberi askep 2×24 pengetahuan
2014 diri klien tentang dapat mengert
jam diharapkan
pasien mampu kebersihan i tentang kebe
merawat dirinya diri dan
tandanya rsihan diri dan
secara mandiri
Kriteria hasil: tandanya
a. Pasien
2. Beri 2. Meninjau
mengetahui
tentang kebersihan kesempatan perkembangan
diri dan tandanya klien untuk
menjawab pasien
pertanyaan 3. Agar pasein
3. Berikan
pujian terhadap menjadi
kemampuan senang dan
klien menjawab
pertanyaan suasana
hatinya
menjadi
damai

D. IMPLEMENTASI

45
Tangga Diagnosa Implementasi Keterangan
l
12-01- Perubahan 11. Mengurangi konfusi Pasien kooperatif
2014 proses pikir lingkungan.
berhubungan - Mendekati pasien dengan
dengan cara menyenangkan dan kalem.
degenerasi - Mencoba agar mudah ditebak
neuronal dan dalam sikap dan percakapa
demensia perawat.
progresif - Menjaga lingkungan tetap
sederhana dan menyenagkan.
- Mempertahankan jadwal
sehari-hari yang teratur.
- Memberikan alat bantu
mengingat sesuai yang
diperlukan.

2. Meningkatkan isyarat Pasien kooperatif


lingkungan
- Memperkenalkan diri perawat
ketika berinteraksi dengan
pasien.
- Memanggil pasien dengan
menyebutkan namanya.
- Memberikan isyarat
lingkungan untuk orientasi
waktu, tempat dan orang.
12-01- Defisit - Mengkaji pengetahuan Pasien kooperatif
2014 perawatan diri pasien tentang perawatan diri
dan tandanya
- Mengajukan pertanyaan

46
kepada pasien dan tunggu
pasien memberikan
jawabannya
- Memberikan pujian kepada
pasien setelah menjawab
pertanyaan

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia
multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah,
sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari.Terjadi penurunan dalam
ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan untuk mengenali
orang, tempat dan benda.Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan
menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran Abstrak (misalnya dalam
pemakaian angka). Sering terjadi perubahan kepribadian.
Demensia karena penyakit Alzheimer biasanya dimulai secara samar.
Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi; tetapi bisa
juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau
perubahan kepribadian lainnya.

B. SARAN

47
Sebagaimana yang kita diketahui gangguan jiwa termasuk demensia ini
dapat menyebabkan hal yang tidak diinginkan,maka dari itu mulai sekarang
belajarlah memilah – milah pikiran,perkataan maupun perbuatan kita supaya
terhindar dari terjerumus dan mengalami gangguan jiwa.

48
DAFTAR PUSTAKA
Setiyawan. (2013). Demensia. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Doenges Marilynn E.2006. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.

Nanda. 2010.Diagnosis Keperawatan 2009-2011. Jakarta: EGC

Nugroho,Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta: EGC.

Prof.DR.Mahar Mardjono, Prof DR. Priguna Sidharta. 2009. Neurologi Klinis


Dasar. Jakarta Dian Rakyat cetakan 14

49

Anda mungkin juga menyukai