Anda di halaman 1dari 14

Adaptasi intrapersonal dan mengelola emosi dalam menangani burnout untuk

pasien covid-19

Liza Fauzia, S. Kep., Ns., M. Kep


Burnout:
Masalah Psikologis
 Perawat merupakan salah satu tenaga profesi kesehatan dengan beban
kerja yang tinggi, menangani kebutuhan pasien untuk diberikan terapi
intensif dan potensial untuk disembuhkan, observasi dan pengawasan
ketat secara terus menerus, mengetahui setiap perubahan pada kondisi
pasien yang membutuhkan intervensi segera, telah menuntut perawat
untuk memberikan perawatan yang cepat tanggap (Frelita et al., 2011;

Burnout Myhreen et al., 2013).

Syndrom  Berdasarkan prevalensi kejadian sindrom burnout, perawat merupakan


salah satu perofesi dengan tingkat kejadian sindrom burnout lebih
tinggi, hal ini disebabkan karena perawat lebih sering terpapar oleh
stres dan masalah emosional lainnya yang disebabkan tuntutan kerja
terkait pemberian pelayanan (Merlani, Verdon, Businger, Domenighetti,
& Pangger, 2011).
 Menurut Maslach, Sindrom burnout adalah suatu sindrom
ketegangan psikologis yang dihubungkan secara spesifik
dengan kejadian stres dan ditandai dengan kelelahan fisik,
Burnout emosional dan mental, dimana sering ditemukan pada individu

Syndrom yang terlibat pada situasi atau pekerjaan yang menuntut


keterlibatan emosional (Maslach et al., 2009).
 Defenisi lain dari sindrom burnout adalah kondisi mental yang
terganggu sebagai akibat dari paparan stres yang terus menerus
dan dalam jangka waktu yang lama, disebabkan karena faktor
gangguan psikososial di tempat kerja (Sabbah et al., 2012).
 Sindrom burnout adalah suatu kondisi psikologis pada
Burnout seseorang yang tidak berhasil mengatasi stres kerja sehingga
Syndrom menyebabkan stres yang berkepanjangan dan mengakibatkan
beberapa gejala seperti kelelahan emosional, kelelahan fisik,
kelelahan mental dan rendahnya penghargaan terhadap diri
sendiri (Nursalam, 2015).
 Kejadian sindrom burnout diantara profesi perawat seringkali
dikaitkan dengan kejadian stres kerja, serta faktor personal dan
Burnout lingkungan, seperti usia, jenis kelamin, lama kerja, kurangnya
SDM perawat, tuntutan pasien untuk diberikan pelayanan yang
Syndrom maksimal, dan kurangnya supervisi dari atasan (Lasebikan &
Oyetunde, 2012)
 Selain itu sindrom burnout juga sering dikaitkan dengan beban
kerja yang overload, stres emosional di tempat kerja, tidak ada
bentuk evaluasi dari atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan,
kurangnya reward, kepemimpinan yang buruk, prevalensi

Burnout kematian di ruangan meningkat, konflik dengan sesama profesi


atau antar tenaga profesi lainnya, kurangnya dukungan sosial,
Syndrom adanya stresor yang berhubungan dengan kehidupan pribadi,
dan merasa bahwa pekerjaan akan menjadi ancaman
(Lasebikan & Oyetunde, 2012).
Menurut Maslach, dimensi sindrom burnout dibagi menjadi 3 subskala (Maslach et al.,
2009), yakni:

1. Kelelahan emosional (Emotional exhaustion)

Kelelahan emotional diartikan sebagai suatu kondisi mengekspresikan kelelahan fisik dan
emosional yang dialami sebagai tanda terjadinya sindrom burnout.

2. Depersonalisasi (deperzonalization)
Burnout Depersonalisasi merupakan suatu sikap dengan menunjukan prilaku acuh tak acuh

Syndrom terhadap orang lain. Hal tersebut terlihat pada prilaku yang ditunjukkan dengan kehilangan
tujuan bekerja dan kehilangan antusiasme yang ditandai dengan semakin menjauh dari
dirinya sendiri dan pekerjaannya, menjadi acuh terhadap orang yang dilayani,
menunjukkan reaksi menghindar dan bermusuhan.

3. Rendahnya prestasi diri (Personal accomplishment)

Rendahnya prestasi diri ditandai dengan seseorang mulai melihat dirinya sebagai
seseorang yang tidak berhasil. Seseorang cenderung menilai dirinya sendiri dengan hal
yang negative.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindrom Burnout:
 Beban kerja (Workload)
 Pengawasan (Control)
 Pemberian jasa atau penghargaan (Rewarded for work)
 Diperlakukan secara adil (Treated fairly)
Faktor yang  Konflik nilai (Dealing with conflict values)
mempengaruhi  Faktor lingkungan (Environmental factor)
syndrome Burnout  Faktor individu (Individual factor)
 Faktor sosial budaya (Social cultural faktor)
1. Kehilangan energi (Burnout is lost energi)

Seseorang yang mengalami sindrom burnout ditempat kerja akan mengalami


stres dan kelelahan. Akan mengalami kesulitan dalam tidur, menjaga jarak
dengan lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi performa kinerja dari staf serta
prodiktifitas dalam bekerja menjadi menurun.

2. Kehilangan antusiasme (Burnout is lost enthusiasm)


Dampak Sindrom burnout juga berdampak pada kurangnya minat dalam bekerja, semua

Syndrom hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi tidak menyenangkan,


kreatifitas, ketertarikan terhadap pekerjaan menjadi menurun sehingga hasil
Burnout yang diberikan kurang maksimal

3. Kehilangan kepercayaan (Burnout is lost confidence)

Kurangnya keterlibatan dalam bekerja, membuat staf tidak maksimal dalam


bekerja. staf semakin tidak efektif dalam bekerja yang semakin lama membuat
staf itu sendiri ragu akan kemampuannya. Hal tersebut akan berdampak bagi
pekerjaan itu sendiri.
1) Meningkatkan emotional intelligence (kecerdasan emosional), dengan memiliki
kecerdasan emosional seseorang akan lebih mudah untuk meminimalisir
terjadinya sindrom burnout di tempat kerja

2) Meningkatkan strategi konsep diri dan koping individu agar mampu bertahan
Upaya Mengatasi sindrom
burnout dalam tekanan dan konflik.

3) Meningkatkan spiritualitas dan hubungan dengan rekan kerja dalam suatu


organisasi.
 Kejadian sindrom burnout seringkali dianggap sebagai
fenomena yang paling sering terjadi pada kelompok kerja,
terutama pada profesi ditatanan pelayanan Kesehatan
 Berdasarkan hasil survey data pada perawat mengenai tekanan
mental selamamerawat pasien covid-19 menunjukkan bahwa
banyak kekhawatiran tenaga kesehatan selama merawat pasien
Efek psikologi perawat terinfeksi covid-19, diantaranya ketakutan resiko akan tertular
yang terlibat dalam covid- dan menulari keluarga, diskriminasi dan stigma dari
19 masyarakat, meningkatnya jumlah kematian masyarakat dan
tenaga kesehatan akibat terinfeksi covid-19 dan kelelahan kerja
2,3
. Hal ini juga didukung oleh penelitian Cai et al., (2020) di
Cina, dimana tenaga kesehatan mengalami stres emosional
selama wabah COVID-19.
 Faktor utama yang terkait dengan stres termasuk risiko infeksi
yang dirasakan terhadap diri mereka sendiri dan keluarga
mereka, kematian pasien, ketidaktersediaan panduan
Efek psikologi pengendalian infeksi yang jelas, ketersediaan peralatan
pelindung yang efektif, pengakuan pekerjaan mereka oleh
perawat yang otoritas rumah sakit. Hal tersebut tentu sangat rentan
terlibat dalam menimbulkan tekanan psikologis bagi tenaga kesehatan
khususnya perawat dalam merawat pasien terkonfirmasi covid-
covid-19 19, kesehatan mental dianggap menjadi fokus utama yang perlu
digali dan ditangani khususnya perawat yang menangani pasien
selama 24 jam

Anda mungkin juga menyukai