Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

POPULASI TERLANTAR

Disusun Oleh
Kelompok 2

Niluh Nita Asriyani (201901063)


Aisha T Hasan (201901042)
Wirdayanti (201901080
Sisilia Megati (201901073)
Antika Rahman (201901044)
Nur Aziza (201901067)
Wildawati (201901079)
Yordan Sesar (201901082)

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA dimana atas
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
POPULASI TERLANTAR ini dapat terselesaikan dengan baik.semoga dengan
adanya makalah ini dapat berguna bagi diri sendiri, bagi yang mendengarkan, dan
bagi yang membaca. makalah ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan
kita.
Walaupun dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
kemampuan yang dimiliki masih kurang berkat kerja keras dan media
pembelajaran yang kami gunakan sangat memadai. Sehingga kami dapat
menyelesaikan dengan tepat waktu serta memberikan hasil yang maksimal.

Palu, 2 April 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Populasi terlantar adalah seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal
secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Populasi terlantar
biasanya digolongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan tidak
memiliki keluarga. Masyarakat yang menjadi populasi terlantar bisa dari semua
lapisan masyarakat seperti orang miskin, anak – anak, masyarakat yang tidak
memiliki keterampilan, petani,dan ibu rumah tangga. Beberapa dari mereka
menjadi populasi terlantar karena kemiskinan atau kegagalan system
pendukung keluarga mereka.
Dinas Sosial di seluruh Indonesia yang dihimpun Kementerian Sosial
(Kemensos), angka Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pada
2017 ada sebanyak 23.595 pengemis dan 30.019 gelandangan. Sedangkan data
PMKS 2018, ada sebanyak 22.797 pengemis dan 56.785 gelandangan. Dari
angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan sebanyak 26.766
orang gelandangan dari 2017 ke 2018. sebetulnya ada empat faktor
permasalahan adanya PMKS, Pertama adalah kemiskinan, tingkat pendidikan,
rendahnya keterampilan dan moralitas. Anak-anak yang pernah ditelantarkan,
semakin besar potensi untuk memiliki masalah perilaku seiring bertambah usia.
Terdapat kaitan antara penelantaran anak dengan perilaku internalisasi
(menarik diri, sedih, terisolasi, dan depresi) dan perilaku eksternalisasi
(menjadi agresif atau hiperaktif) sepanjang masa kanak-kanak. 
B. Rumusan masalah
1. Apa saja Konsep terlantar ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Komunitas Terlantar ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep terlantar
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan komunitas terlantar
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Terlantar
1. Defenisi
Populasi berasal dari Bahasa latin yaitu populous (rakyat,berarti
penduduk), jadi populasi adalah kumpulan indivudu sejenis yang hidup
pada suatu daerah dan waktu tertentu.
Populasi terlantar adalah seseorang yang tidak memiliki tempat
tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur.
Populasi terlantar biasanya digolongkan ke dalam golongan masyarakat
rendah dan tidak memiliki keluarga. Masyarakat yang menjadi populasi
terlantar bisa dari semua lapisan masyarakat seperti orang miskin, anak –
anak, masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, petani,dan ibu rumah
tangga. Beberapa dari mereka menjadi populasi terlantar karena kemiskinan
atau kegagalan system pendukung keluarga mereka.
Komunitas pada populasi terlantar, Gelandangan adalah orang-orang
yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan
yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat
tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara
di tempat umum.

2. Regulasi (perundang – undangan yang mengatur kebijakkan tentang


populasi terlantar)
Tugas dan Kewajiban Negara dalam Pemenuhan Hak Anak
Terlantar. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD
NRI 1945) adalah Landasan konstitusional Negara Kesatuan Republik
Indonesia. UUD NRI 1945 adalah sebagai hukum dasar tertinggi dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah di
amandemen empat kali pada tahun 1999, 2000, 2001, 2002 dan
menghasilkan rumusan Undang - Undang Dasar yang jauh lebih kokoh
untuk menjamin hak konstitusional warga negaranya. Seperti yang telah
diamanatkan di dalam Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi “fakir miskin dan
anak terlantar dipelihara oleh Negara.” Dimana Negara melalui Pemerintah
memiliki peran penting untuk memelihara, mengasuh, mengurus, serta
merawat anak terlantar dan fakir miskin yang ada di Indonesia. Melihat dari
arti kata “Pelihara” yang memiliki arti rawat dan jaga menurut Kamus
Besar Bahasa Indoneisa, Negara telah diamanatkan tanggung jawab oleh
konstitusi untuk menjaga serta merawat anak terlantar dan fakir miskin di
Indonesia. Hal ini dilakukan guna memenuhi hak-hak hidup anak terlantar
dan fakir miskin.
Adapun pengertian anak terlantar seperti yang di jelaskan dalam
Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak bahwa “Anak Terlantar adalah Anak yang tidak
terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun
sosial” dan pasal 1 Ayat 7 Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak juga menjelaskan “Anak terlantar adalah anak yang
karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga
kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani,
jasmani maupun sosial.

3. Jumlah Populasi Terlantar Di Indonesia


Menurut data Dinas Sosial di seluruh Indonesia yang dihimpun
Kementerian Sosial (Kemensos), angka Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) pada 2017 ada sebanyak 23.595 pengemis
dan 30.019 gelandangan. Sedangkan data PMKS 2018, ada sebanyak
22.797 pengemis dan 56.785 gelandangan. Dari angka tersebut, dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan sebanyak 26.766 orang
gelandangan dari 2017 ke 2018. sebetulnya ada empat faktor permasalahan
adanya PMKS, Pertama adalah kemiskinan, tingkat pendidikan, rendahnya
keterampilan dan moralitas.
Jumlah anak telantar masih sangat banyak. Kementerian Sosial
(Kemsos) menyebut, jumlahnya mencapai 4,1 juta anak, dan jumlah itu
bertambah. Kondisi tersebut mencerminkan amanat Konstitusi agar fakir
miskin dan anak telantar dipelihara negara belum sepenuhnya terwujud.
Bahkan, Kemsos juga menyebut sedikitnya 35.000 anak mengalami
eksploitasi. Keberadaan anak-anak telantar tersebut, antara lain masih
minimnya rumah singgah atau Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA).
Belum semua provinsi memiliki RSPA.
Menurut sosiolog Universitas Nasional Sigit Rochadi, jutaan anak
telantar tersebut mencerminkan kondisi ketimpangan sosial di Tanah Air.
Rasio gini tercatat masih relatif tinggi, yakni mencapai 0,394. Rasio itu
bermakna pemerataan kesejahteraan menjadi persoalan yang
mengkhawatirkan. Data terbaru yang dirilis secara resmi oleh Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
mengenai jumlah anak jalanan pada tahun 2007 di seluruh Indonesia
mencapai 104.497 anak. Provinsi dengan jumlah anak jalanan terbanyak
berturut-turut adalah Jawa Timur, yaitu sebanyak 13.136 anak, Nusa
Tenggara Barat 12.307 anak, dan Nusa Tenggara Timur 11.889 anak,
sedangkan 3 provinsi dengan jumlah anak jalanan paling sedikit berturut-
turut adalah Kalimantan Tengah 10 anak, Gorontalo 66 anak, dan
Kepulauan Riau 186 anak.12 Data tersebut adalah data yang paling baru
yang dirilis resmi, dan untuk Tahun 2014 ini belum ada data terbaru yang
dirilis secara resmi oleh kementrian manapun terkait dengan jumlah anak
jalanan. Dalam sebuah wawancara dengan salah satu media cetak nasional
pada tahun 2011 Menteri Sosial Dr. Salim Segaf Al-Jufri, M.A menyatakan
bahwa saat itu jumlah anak jalanan Indonesia mencapai 230.000 anak
namun, belum ada rilis resmi atas data yang mencengangkan tersebut
terkait peningkatan jumlah anak jalanan Indonesia yang sangat besar. Kota
Makassar yang merupakan satu dari empat kota di Indonesia telah
menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Anak Jalanan namun berdasarkan
data jumlah pengemis serta gelandangan sekitar 42.986 orang.
4. Permasalahan Dan Dampak Terkait Terlantar (Pengabaian)
Penelantaran anak bisa menyebabkan berbagai macam dampak
psikologi. Dampak psikologis seumur hidup bisa terwujud sebagai
kesulitan dalam pendidikan, rendah diri, depresi, dan kesulitan membentuk
dan memelihara hubungan. 
a. Kurangnya Keterampilan Kognitif
Perkembangan otak anak yang terganggu akibat
ditelantarkan bisa menyebabkan gangguan pada fungsi eksekutif
otak, seperti memori, pengendalian diri, dan fleksibilitas kognitif
( kemampuan melihat berbagai hal dan situasi dari berbeda
perspektif). Anak-anak yang ditelantarkan juga berisiko mengalami
kesulitan belajar.
b. Buruknya Kesehatan Mental dan Emosional
Penelantaran anak adalah faktor risiko anak mengalami
depresi, kecemasan, dan gangguan kejiwaan lainnya di masa
dewasanya kelak. Orang dewasa dengan depresi berat yang pernah
ditelantarkan saat masih anak-anak, memiliki respon yang buruk
terhadap pengobatan antidepresan. Terutama jika peristiwa
traumatis itu terjadi di usia 7 tahun atau lebih muda. 
c. Kesulitan Bersosialisasi
Anak dalam pengasuhan yang ditelantarkan bisa memiliki
kesulitan bersosialisasi. Gangguan ini bisa berdampak negatif pada
kemampuan anak untuk berteman secara positif, bersosial, dan
memiliki komitmen dalam hubungan di kemudian hari. Selain itu,
anak cenderung memiliki sifat antisosial saat mereka tumbuh
dewasa, bahkan bisa menyebabkannya memiliki perilaku kriminal
di masa dewasa.
d. Stres Pasca Trauma
Anak yang ditelantarkan bisa memiliki gangguan stres
pasca trauma (PTSD), yang ditandai dengan gejala seperti
mengalami kembali peristiwa traumatis. Ia cenderung menghindari
orang, tempat, dan acara yang berkaitan dengan momen traumatis
yang pernah dialami. PTSD pada anak bisa menyebabkan depresi,
perilaku bunuh diri, penggunaan narkoba, dan berperilaku
menentang atau menantang hingga dewasa. Hal ini memengaruhi
kemampuan anak di sekolah atau dalam sebuah hubungan. 
e. Masalah Perilaku
Penelantaran anak berkaitan dengan masalah perilaku di
masa kanak-kanak dan remaja. Anak-anak yang pernah
ditelantarkan, semakin besar potensi untuk memiliki masalah
perilaku seiring bertambah usia. Terdapat kaitan antara
penelantaran anak dengan perilaku internalisasi (menarik diri,
sedih, terisolasi, dan depresi) dan perilaku eksternalisasi (menjadi
agresif atau hiperaktif) sepanjang masa kanak-kanak. 

B. Konsep rencana asuhan keperawatan komunitas


1. Diagnosa
a. Harga diri rendah berhubungan dengan pengalaman tidak menyenangkan
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hambatan lingkungan
c. Resiko kekerasan terhadap diri sendiri b.d kesehatan mental ( depresi
berat, psikokis, gangguan personalitas berat, penyalahgunaan
alcohol/obat).

2. Perencanaan (Intervensi)
SDKI SIKI
a. Harga diri rendah a. Pencegahan primer
berhubungan dengan Tindakan :
pengalaman tidak 1) Identifikasi harapan untuk
menyenangkan mengendalikan perilaku.
2) Diskusikan tanggung jawab terhadap
perilaku.
3) bicara dengan nada rendah dan tenang.
4) Hindari sikap mengancam dan
berdebat.
b. Pencegahan sekunder
Tindakan :
1) Identifikasi budaya, agama, ras, jenis
kelamin. Dan usia terhadap harga diri.
2) Motivasi terlibat dalam verbalisasi
positif untuk diri sendiri.
3) Anjurkan mengidentifikasi kekuatan
yang dimiliki.
4) Ajarkan cara mengatasi bullying.
5) Latih cara berfikir dan berprilaku
positif.

3. Kriteria Hasil (SLKI)


a. Penilaian diri positif meningkat
b. Perasaan memiliki kelebihan atau kemampuan positif meningkat
c. Konsentrasi meningkat
d. Kontak mata meningkat
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Populasi berasal dari Bahasa latin yaitu populous (rakyat,berarti
penduduk), jadi populasi adalah kumpulan indivudu sejenis yang hidup pada
suatu daerah dan waktu tertentu. Penelantaran anak bisa menyebabkan berbagai
macam dampak psikologi. Jumlah anak telantar masih sangat banyak.
Kementerian Sosial (Kemsos) menyebut, jumlahnya mencapai 4,1 juta anak,
dan jumlah itu bertambah. Dampak psikologis seumur hidup bisa terwujud
sebagai kesulitan dalam pendidikan, rendah diri, depresi, dan kesulitan
membentuk dan memelihara hubungan. 

B. Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap faktor
yang dapat mempengaruhi populasi terlantar di lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Riskawat. I., Syani. A.(2012). Faktor penyebab terjadinya gelandangan dan


pengemis.jurnal sosiologie. Vol.1.No.1:43-52
Abintoro Prakoso, 2016. Hukum Perlindungan Anak Cetakan Pertama.
Yogyakarta: LaksBang PRESSindo
Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN
INDONESIA. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Jakarta.

Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN


INDONESIA. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Jakarta.

Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. STANDAR LUARAN KEPERAWATAN


INDONESIA. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai