PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada tahun 2008 jumlah anak jalanan sekitar 8.000 orang, pada tahun 2009
jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Dan pada tahun 2010, ketika pertama
kali dilakukan pendataan secara nasional, ditemukan ada sekitar 240.000 anak jalanan
di 12 kota besar di Indonesia. Angka yang fantastik jika sekarang pada tahun 2011 ini
angka tersebut mengalami kenaikan lagi. Padahal, Pemprov DKI menjadikan
penekanan jumlah anak jalanan sebagai salah satu agenda kerja prioritas tahun lalu.
Oleh karena itu, sebagai sesama manusia sudah selayaknyalah kita membuat suatu
kontribusi yang dapat membantu anak-anak kurang beruntung tersebut dengan cara
apapun yang dapat kita usahakan sebagai suatu penghormatan terhadap sesama
manusia ciptaan-Nya.
Pemerintah nampaknya harus bekerja lebih keras, mengingat dalam UUD 1945
pasal 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Artinya sesungguhnya mereka yang hidup terlantar (termasuk anak jalanan) juga harus
menjadi perhatian negara. Ironisnya pemerintah seolah angkat tangan dalam
menangani anak jalanan. Malah terkadang pemerintah melakukan razia baik untuk
gepeng (gelandangan dan pengemis) ataupun anak jalanan. Padahal sebenarnya hal itu
bukanlah solusi, karena akar dari permasalahan anak jalanan itu sendiri adalah
kemiskinan. Jadi kalau ingin tidak ada anak jalanan ataupun gepeng pemerintah
harusnya memikirkan cara mengentaskan mereka dari kemiskinan. Mengentaskan
kemiskinan adalah hal yang sulit, alternatif lain dengan cara meningkatkan pendidikan
pada anak jalanan, karena mereka juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain.
Di ibukota Jakarta pun bahkan sampai ada perda yang mengatur tentang
pemberian uang di jalanan kepada anak-anak jalanan yaitu Perda No 8 tahun 2007
tentang Ketertiban Umum. yang dalam pelaksanaannya masih belum sesuai dengan
harapan, bahkan hingga saat ini masih banyak pro dan kontra. “Namun akan kita
usahakan agar semuanya tepat sasaran. Tujuannya melindungi anak-anak tersebut dan
juga pengendaranya,” jelas Supeno, Kepala Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta.
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Ketua Satgas PA Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Muhammad Ichsan mengatakan, harus ada
solusi konkret dari pemerintah terkait pengentasan anak-anak jalanan dengan cara
menempatkan petugas Satpol PP, dan memonitor masyarakat yang memberikan uang
kepada anak-anak di jalanan. “Satpol PP harus memberikan sanksi kepada yang
memberikan uang kepada mereka. Karena uang yang diberikan itu yang membuat
mereka bertahan di jalanan. Kalau mau memberikan jangan di jalanan,” tegasnya
seperti dilansir situs berita Jakarta.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang
mengacu pada anak anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun
masih memiliki hubungan dengan keluarganya (Suyanto, 2010).
Anak jalanan atau gelandangan adalah mereka yang tidak memiliki tempat
tinggal tetap, yang secara yuridis tidak berdomisili secara otentik. Disamping itu
mereka merupakan kelompok yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan layak,
menurut ukuran masyarakat pada umumnya dan sebagian besar dari mereka tidak
mengenal nilai-nilai keluhuran (Sudarsono, 2009).
Menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), Anak jalanan adalah anak yang
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-
hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-
tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai
dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya
kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.
a) Ikut-ikutan teman
Ikut-ikutan teman berdasarkan pengalaman pendampingan dari
studi yang ada menjadi salah satu faktor risiko yang membuat
anak turun ke jalanan. Teman di sini bisa berarti teman-teman di
lingkungan sekitar tempat tinggal anak atau teman-teman
disekolahnya yang telah lebih dahulu melakukan aktivitas atau
kegiatan di jalanan. Keterpengaruhan akan sangat cepat apabila
sebagian besar teman-temannya sudah berada di jalanan.
Awalnya mereka mungkin hanya menonton saja ketika diajak
untuk mengikuti temannya. Secara perlahan, anak mulai
ditawari atau terdorong untuk ikut terlibat dalam kegiatan di
jalanan ketika mengetahui teman-temannnya bisa menghasilkan
uang. Keterpengaruhan dari teman akan semakin tinggi apabila
pihak keluarga dan komunitas sekitar tidak memiliki kepedulian
terhadap keberadaan anak-anak di jalanan. Sehingga ketika anak
mereka turun ke jalanan, tidak ada upaya untuk mencegahnya.
b) Bermasalah dengan tetangga atau komunitas
Anak yang turun ke jalan karena memiliki masalah dengan
tetangga atau komunitasnya, biasanya berawal dari tindakan
anak yang melakukan tindakan kriminal seperti melakukan
pencurian.
c) Ketidakpedulian atau toleransi lingkungan terhadap keberadaan
anak jalanan
Ketidakpedulian komunitas di sekitar tempat tinggal anak atau
adanya toleransi dari mereka terhadap keberadaan anak-anak di
jalanan menjadi situasi yang sangat mendukung bertambahnya
anak-anak untuk turut ke jalan. Biasanya ini terjadi pada
komunitas-komunitas masyarakat miskin yang sebagian besar
warganya bekerja di jalanan terutama sebagai pengemis.
c. Tingkat Makro (Basic Causes)
1) Dampak program
Niat baik tidaklah selalu menghasilkan hal baik. Programprogram
anak jalanan yang dilangsungkan oleh berbagai pihak tentunya
tidak dimaksudkan untuk mempertahankan anak-anak jalanan
melainkan dimaksud sebagai upaya untuk memberikan
perlindungan, kesempatan mendapatkan hak-haknya dan
yangterpenting adalah untuk mengeluarkan anak-anak jalanan dari
dunia jalanan yang dinilai sangat tidak layak untuk diarungi oleh
mereka. Salah satu faktor yang dapat dikatakan sebagai faktor
penarik bagi anak untuk pergi ke jalanan adalah adanya program
untuk anak jalanan. Hal ini sangat mengejutkan dan kiranya dapat
menjadi bahan evaluasi dan refleksi yang hasilnya dapat digunakan
untuk mendesain program secara lebih berhati-hati di dalam
memproyeksikan dampak terhadap anak-anak.
2) Korban bencana
Bencana alam seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi dan
sebagainya ataupun bencana yang terjadi karena disebabkan oleh
suatu akibat dari kebijakan pembangunan seperti penggusuran
perkampungan miskin ataupun bencana yang ditimbulkan dari
adanya konflik bersenjata antar kelompok masyarakat, negara
dengan kelompok masyarakat, atau antar negara yang kesemuanya
menyebabkan komunitas tersebut harus pindah dari tempat tinggal
asalnya dan menjadi pengungsi. Situasi di dalam pengungsian yang
terbatas dengan fasilitas dan persediaan bahan pangan
menyebabkan anak-anak melakukan kegiatan di jalanan seperti
menjadi pengemis.
3) Korban penculikan
Korban penculikan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
anak-anak berada di jalanan. Kasus penculikan yangmenimpa anak-
anak untuk dijadikan sebagai anak jalanan hampir terjadi setiap
tahun. Tampaknya kasus ini luput dari perhatian mengingat jumlah
kasusnya memang tidak besar. Dari banyak uraian yang berasal dari
berbagai sumber di atas dapat diketahui bahwa terdapat banyak
faktor yang menyebabkan anak-anak pada akhirnya bisa turun ke
jalan dan menjadikan jalanan sebagai pusat aktivitas mereka baik
faktor pada tingkat mikro, messo, maupun makro. Permasalahan
yang mereka hadapi begitu kompleks, baik dari segi keluarga,
lingkungan sekitar, masyarakat, hingga kebijakan-kebijakan
makro.
Lebih jelasnya lagi kategori dan karakteristik anak jalanan di bedakan menjadi
4 macam:
Karakteristiknya:
Karakteristiknya:
a) Hubungan dengan kedua orang tua masih ada tetapi tidak harmonis.
b) Sebagian besar dari mereka telah putus sekolah dan sisanya rawan
untuk meninggalkan bangku sekolah.
c) Rata-rata pulang setiap hari atau seminggu sekali ke rumah.
d) Bekerja sebagai: pengemis, pengamen di perempatan, kernet,
asongan Koran dan ojek payung.
3) Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan pulang ke desanya
antara 1 hingga 2 bulan sekali.
Karakteristiknya:
Karakteristiknya:
Jalanan Program/Strategi
Anakyang masih Communitybased Preventif
berhubungan/tinggald
engan orangtua
Anakyang masihada Street Based Perlindungan
hubungandengankeluargate
tapijarangberhubungan/tin
ggaldengan orangtua
hubungandengankeluarga/
orangtua
Sumber: Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia
Pada kasus anak jalanan, model pendekatan dan penanganan yang dilakukan
untuk anak jalanan binaan ialah centre based dengan fungsi intervensi rehabilitatif,
yaitu berusaha melepaskan anak dari jalanan. Walaupun berfokus pada centre based,
secara tidak langsung rumah singgah juga menggunakan pendekatan community based
dan street based yang dapat dilihat dari program dan kegiatannya.
Model penanganan dan pemberdayaan anak jalanan sangat penting diperhatikan karena
model penanganan anak jalanan disesuaikan menurut kondisi anak jalanan yang
beragam. Model-model yang diterapkan untuk anak jalanan tidak lepas juga dari
pengaruh visi dan misi lembaga. Tata Sudrajat dalam Mulandar (1996:156)
menjelaskan secara umum terdapat dua tujuan dalam penanganan anak jalanan, yakni:
1) Melepaskan anak jalanan untuk dikembalikan kepada keluarga asli, keluarga
pengganti, ataupun panti.
2) Penguatan anak di jalan dengan memberikan alternatif pekerjaan dan
keterampilan.
Kedua tujuan tersebut tampak saling melengkapi, yakni memperkuat anak di jalan
kemudian mencarikan peluang untuk mengembalikan anak kepada keluarganya.
d) Sumber koping
Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
Pencapaian wawasan
Kognitif yang konstan
Bergerak menuju prestasi kerja
e) Mekanisme koping
Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan
dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
Menarik diri
Pengingkaran
2. Diagnosa Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial
3. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
4. Resiko perilaku kekerasan/Perilaku kekerasan
5. Gangguan Proses Pikir: Waham
6. Resiko Bunuh Diri
7. Defisit Perawatan Diri
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan
dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
1.2 Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
1.3 Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.4 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.5 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.6 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistis
2.4. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4.Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1.1 Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
2. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
2.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
2.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
2.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
2.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat kompleks yang menjadi masalah
kita bersama. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu pihak saja melainkan
harus ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak yang perduli permasalahan ini juga
dapat diatasi dengan suatu program yang komprehensi dan tidak akan dapat tertangani
secara efektif bila dilaksanakan secara persial. Dengan demikian kerja sama antara
berbagai pihak, pemerintah, LSM, masa media mutlak diperlukan.
Khusus mengenai aspek hukum yang melindungi anak jalanan yang terpaksa bekerja
juga merupakan komponen yang perlu diperhatikan karena masih lemahnya peraturan
dan perundang-undangan yang mengatur masalah ini.
B. Saran
Saran saya dalam menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan adanya
semacam kampanye kepada masyarakat luas untuk peduli dan meningkatkan kesadaran
terhadap anak anak jalanan yang ada di Indonesia ini melalui poster, iklan layanan dan
sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Bagong suyanto dan Hariadi Sri Sanituti, Krisis dan child abuse kajian sosiologi tentang kasus
pelanggaran hak anak dan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus
(Surabaya: Airlangga university press, 1999), hal 41-42.
Suyanto, Bagong. (2010). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.