Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

”POPULASI TERLANTAR”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas

Dosen Pembimbing:
Ns. Putri Eka Sudiarti, M.Kep

Disusun Oleh:
Sri Rahmayuni Fadrus
Sovia hamdari
Nurlinda
Alda rahma fitri
Windi aulia
Wulan nopri yanti
Andre andika

S1 KEPERAWATAN A SEMESTER VI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “Asuhan Keperawatan
Komunitas pada Populasi Terlantar” dengan tepat waktu. Dalam pembuatan makalah ini
tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu yaitu
dosen dan teman-teman lainnya.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih memiliki kekurangan, karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat menulis makalah yang lebih
baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bangkinang, 29 April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................1

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................................3

BAB I LATAR BELAKANG........................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................5

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS...........................................................................10

ANALISA DATA.........................................................................................................................17

SKORING DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS...................................................18

DIAGNOSA PERAWATAN BERDASARKAN SKORING /PRIORITAS :........................19

BAB III PENUTUP......................................................................................................................25

A. Kesimpulan...........................................................................................................................25

B. Saran......................................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................26
BAB I
LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG

Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk). Jadi,
populasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu
tertentu.
Penelantaran atau neglect merupakan hal yang sudah tidak asing, lansia atau anak
yang tidak diasuh dan dirawat sebagaimana mestinya oleh anak atau keluarganya
serta penelantaran lansia karena berbagai alasan dari keluarga sangat sering terjadi. Contoh
nyata yang dapat kita lihat adalah penelantaran lansia dapat kita lihat dengan penitipan
lansia di panti jompo tanpa pernah di jenguk lagi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan populasi terlantar ?
2. Apa sajakah factor penyebab munculnya populasi terlantar?
3. Bagaimanakah level pencegahan populasi terlantar?
4. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia yang terlantar?
 
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan populasi terlantar.
2. Untuk mengetahui factor penyebab munculnya populasi terlantar.
3. Untuk mengetahui level pencegahan populasi terlantar.
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia yang terlantar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Populasi terlantar menggambarkan seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal
secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Populasi terlantar biasanya di
golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan tidak memiliki keluarga.
Masyarakat yang menjadi populasi terlantar bisa dari semua lapisan masyarakat
seperti orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, petani,
ibu rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan profesional serta ilmuwan. Beberapa
dari mereka menjadi populasi terlantar karena kemiskinan atau kegagalan sistem
pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan lain menjadi tunawisma adalah kehilangan
pekerjaan, ditinggal oleh keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, pecandu alkohol, atau
cacat. Walaupun begitu apapun penyebabnya, Populasi terlantar lebih rentan terhadap
masalah kesehatan dan akses ke pelayanan perawatan kesehatan berkurang.

B. FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA POPULASI TERLANTAR


1) Kemiskinan
Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan banyaknya
Populasi terlantar, gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemiskinan dapat
memaksa seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat tinggal yang
layak, serta menjadikan mengemis sebagai pekerjaan. Ketidakmampuan seseorang
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga membuatnya dalam garis
kemiskinan. Penghasilan yang tidak menentu berbanding terbalik dengan
pengeluaran membuat seseorang rela menjadi tunawisma untuk tetap bertahan
hidup.Selain itu anak dari keluarga miskin menghadapi risiko yang lebih besar untuk
menjadi anak jalanan karena kondisi kemiskinan yang menyebabkan mereka kerap
kali kurang terlindung.
2) Rendah Tingginya Pendidikan
Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang.
Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia kerja. Seseorang dengan
pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak.
Sedangkan mereka juga memerlukan biaya untuk mencukupi semua kebutuhan
hidupnya. Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif
rendah sehingga menjadi kendala bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang
layak.
3) Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayang dan perlindungan
yang lebih daripada lingkungan lain. Namun, hubungan keluarga yang tidak
harmonis atau anak dengan keluarga broken home membuat mereka merasa kurang
perhatian, kenyamanan dan ketenangan sehingga mereka cenderung mencari
kebebasan, belas kasih dan ketenangan dari orang lain.
4) Umur
Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yang menurun, membuat
seseorang lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini menyebabkan mereka sulit
untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi tunawisma merupakan alternatif terakhir
mereka untuk bertahan hidup.
5) Cacat Fisik
Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulit mendapatkan
pekerjaan. Kebanyakan seserang yang memiliki cacat fisik memilih menjadi
tunawisma untuk dapat bertahan hidup. Menurut Kolle (Riskawati dan Syani, 2012)
kondisi kesejahteraan seseorang dapat diukur melalui kondisi fisiknya seperti
kesehatan.
6) Rendahnya Keterampilan
Keterampilan sangatlah penting dalam kehidupan,dengan ketrampilan
seseorang dapat memiliki asset produksi. Namun, ketrampilan perlu digali salah
satunya melalui pendidikan serta membutuhkan modal pendukung untuk
dikembangkan. Hal inilah yang menjadi penghambat seseorang dalam
mengembangkan ketrampilan yang dimilki. Ketidakberdayaan inilah yang membuat
seseorang memilih menjadi tunawisma untuk bertahan hidup. Pada umumnya
gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan
pasar kerja.
7) Masalah Sosial Budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi
Populasi terlantar, gelandangan dan pengemis. Antara lain:
a. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan mereka
tidak memiliki rasa malu untk meminta-minta. Dalam hal ini, harga diri bukanlah
sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
tunawisma yang berusia produktif.
b. Sikap pasrah pada nasib
Mereka menganggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk
melakuan perubahan.
c. Kebebasan dan kesenangan hidup sebagai Populasi terlantar
8) Faktor Lingkungan
Menjadi Populasi terlantar gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh
faktor lingkungan yang mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan banyak
sekali ibu-ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengemis. Momen ini digunakan
mereka mencari uang untuk membantu suaminya mencari nafkah. Tentu hal ini akan
mempengaruhinya untuk melakukan pekerjaan yang sama, terlebih lagi melihat
penghasilan yang didapatkan lumayan untuk emmenuhi kebutuhan hidup.
9) Letak Geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami kemiskinan dan membuat
masyarakat harus meninggalkan tempat tersebut untuk mencari peruntungan lain.
Akan tetapi, keputusannya untuk pindah ke kota lebih memperburuk keadaan. Tidak
adanya potensi yang alam sedia untuk diolah membuat masyarakat tersebut semakin
masuk dalam garis kemiskinan, dan membuatnya menjadi gelandangan. Oleh karena
itu ia lebih memilih menjadi pengemis sehingga kebutuhan hidupnya sedikit terpeuhi
dengan uang hasil meminta-minta.
10) Lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis
Penanganan masalah gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh
pemerintah hanya setengah hati. Selama ini penanganan yang telah nyata dilakukan
adalah razia, rehabilitasi dalam panti sosial, kemudian setelah itu dipulangkan
ketempat asalnya. Pada kenyataannnnya, penanganan ini tidak menimbulkan efek
jera bagi mereka sehingga suatu saat mereka akan kembali lagi menjadi gelandangan
dan pengemis. pada proses penanganan hal yang dilakukan adalah setelah dirazia
mereka dibawa kepanti sosial untuk mendapat binaan, bagi yang sakit dan yang
berusia renta akan tetap tinggal di panti sosial sedangkan yang lainnya akan
dipulangkan. Proses ini dirasakan terlalu mudah dan enak bagi gelandangan dan
pengemis sehingga ia tidak perlu takut apabila terjaring razia lagi. hal inilah yang
membuat mereka terus mengulang kegiatan yang sama yakni menjadi gelandangan
dan pengemis.

C. LEVEL PENCEGAHAN POPULASI TERLANTAR


1) Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga Populasi terlantar agar tetap
berada di rumah. Langkah untuk pencegahan primer yaitu:
a) Bantuan finansial
Memberikan pelayanan publik untuk mencegah terjadinya bantuan publik,
mengetahui tersedianya dana, dan mengajukan permohonan untuk
mendapatkan bantuan bagi Populasi terlantar yang membutuhkan.
b) Bantuan hukum
Membantu Populasi terlantar untuk berkonsultasi secara hukum agar tidak
terjadinya pengusiran.
c) Saran finansial
Menyediakan program konseling keuangan secara gratis kepada Populasi
terlantar.
d) Program relokasi
Memberikan dana yang dibutuhkan bagi Populasi terlantar untuk membayar
rumah dan kebutuhan dasar.
2) Pencegahan Sekunder
Memfokuskan pada populasi tunawisma dengan mendaftar segala kebutuhan
serta pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, para tunawisma sulit mengakses khususnya
system pelayanan kesehatan karena mereka tidak memiliki tempat atau alamat yang
tetap, sehingga dengan tujuan mengeluarkan populasi tersebut dari kondisi tersebut
dan mengatasi dampak yang timbul akibat menjadi tunawisma. Langkah untuk
pencegahan sekunder ialah :
a) Membutuhkan rumah tradisional tanpa dipungut biaya yang rendah dan
menimbulkan persoalan umum bagi populasi terlantar adalah mereka menjalani
medikasi dan regimen terapi.
b) Obat – obatan yang dapat disimpan dengan mudah
c) Mengikuti dan mempelajari makanan yang disediakan ditempat penampungan
agar Populasi terlantar tetap mendapatkan asupan makanan sesuai yang ada di
tempat penampungan tersebut.
d) Memberikan vitamin kepada Populasi terlantar untuk mengompensasi defisit
nutrisi
e) Memahami dan memfasilitasi bahwa para Populasi terlantar selalu melakukan
usaha terbaik untuk mengikuti program terapi
f) Mengidentifikasi faktor – faktor yang menghambat para Populasi terlantar agar
tetap mendapatkan pelayanan kesehatan
3)Pencegahan tersier (Rehabilitasi)
Pencegahan tersier adalah pencegahan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi (Budiarto,2003). Langkah pencegahan tersier pada Populasi
terlantar antara lain:
a) Bimbingan mental
Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial
kepada para PMKS. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting guna
menumbuhkan rasa percaya diri serta spiritualitas para gelandangan dan pengemis.
Karena pada dasarnya mereka memiliki semangat dan rasa percaya diri yang selama
ini tersimpan jauh di dalam dirinya. Selain itu mereka juga mempunyai potensi
yang cukup besar, hanya saja belum memiliki penyaluran atau sarana penghantar
dalam memanfaatkan potensi-potensi tersebut. Pada saat pertama kali para
gelandangan dan pengemis (gepeng) yang tercakup dalam razia, keadaan mereka
sangat memprihatinkan, ada yang memasang muka memelas ada juga yang dengan
santainya mengikuti semua proses dalam therapy ini, dalam therapy individu
dilakukan pengecekan terhadap semua gelandangan dan pengemis (gepeng) satu
persatu secara psikis.
b) Bimbingan kesehatan
Sebelum pihak dinas kesehatan melakukan bimbingan kesehatan, terlebih
dahulu para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) diberikan fasilitas
penanganan kesehatan yaitu pemeriksaan kesehatan bagi mereka yang sedang sakit.
Kemudian kegiatan bimbingan kesehatan dimulai dengan penyadaran tentang
pentingnya kesehatan badan atau jasmani. Mulai dari hal kecil seperti pentingnya
mandi, gosok gigi dan memakai pakaian bersih. Melihat selama ini kehidupan di
jalanan yang sangat keras dan serba tidak sehat, para gelandangan dan pengemis
(gepeng) tentu masih merasa kesulitan untuk menerapkan gaya hidup sehat
sehingga apa yang diperoleh dalam bimbingan kesehatan tidak diterapkan
sepenuhnya dalam kehidupan mereka.
c) Bimbingan ketertiban
Bimbingan ketertiban ini diisi oleh Satpol PP yang dilakukan 1 bulan
sekali, dengan tujuan memberikan pengarahan tentang tata tertib lalu lintas, serta
peraturan di jalan raya, sehingga para gelandangan dan pengemis tidak lagi
berkeliaran dijalan raya, karena keberadaan mereka di jalanan sangat mengganggu
keamanan serta ketertiban lalu lintas. Dalam proses bimbingan ketertiban ini
biasanya pihak dinas sosial mendatangkan narasumber dari Satpol PP atau pihak
kepolisian setempat. Menurut pengamatan peneliti pada saat pertama mengikuti
wejangan dari pak polisi para gelandangan dan pengemis (gepeng) terlihat sangat
antusias. Mungkin mereka takut berhadapan dengan polisi, karena pada dasarnya
para gelandangan dan pengemis (gepeng) dijalanan sangat berhati-hati terhadap
polisi, takut ditangkap dan kemudian dipenjarakan.
d) Bimbingan keagamaan
Bimbingan keagamaan dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial,
guna untuk menguatkan kembali spiritualitas para Populasi terlantar gelandangan
dan pengemis.

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


A. KASUS
Saat perawat melakukan pengkajian ke panti Cinta Damai terdapat 50 lansia yang
menetap disana. Saat dilakukan pengkajian pada salah seorang perawat sebagian besar lansia
yang di tempatkan di Cinta Damai tersebut di telantarkan oleh keluarganya ataupun tidak
memiliki tempat tinggal. Dan saat dilakukan pengkajian pada 20 orang lansia yang ada di panti
tersebut sebagian besar berkata di antar oleh anak mereka, dan alasan mengapa mereka
ditempatkan disana karena alasan anaknya yang sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak memiliki
waktu untuk merawat mereka, selain itu ada yang beralasan karna memang mereka tidak
memiliki tempat tinggal, anak, dan beralasan tidak ingin merepotkan anaknya.

Saat dilakukan pengkajian juga di dapat data bahwa sebagian besar lansia yang
ditempatkan di panti Werdha tersebut merasa sedih, dan merasa dirinya seperti tidak di butuhkan
lagi, dan selain itu sebagian lansia terlihat kurang memperhatikan penampilan dan kebersihan
badannya. Dan didapat data sebagai berikut :

No. Karakteristik Frekuensi/ jumlah

Jenis kelamin

Laki-laki 20 orang
Perempuan
30 orang

Tingkat pendidikan
5 orang
Tamat SD
10 orang
Tamat SMP
25 orang
Tamat SMA
10 orang
Tamat Sarjana

Umur

60 - 65 tahun 20 orang

30 orang
66 – 70 tahun
B. PENGKAJIAN

Data Inti

1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas

Panti Sosial Cinta Damai adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial
Provinsi Riau yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi para lansia,
sehingga mereka dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi ketentraman lahir dan
batin.
Panti Sosial Cinta Damai Pandaan didirikan pada tanggal 1 Oktober 1979 dengan
nama Sasana Cinta Damai (STW) “Sejahtera” Pandaan yang mula-mula berkapasitas 50
orang, dan pada tanggal 17 Mei 1982 oleh Menteri Sosial Bapak Saparjo diresmikan
pemakaiannya berdasarkan KEP. MENSOS RI NO. 32/HUK/KEP/VI/82 dengan
kapasitas tampung 110 orang dan menempati area seluas 16.454 m2. Pada tahun 1994
mengalami pembakuan penamaan UPT Pusat/Panti/Sasana dilingkungan Departemen
Sosial sesuai SK Mensos RI. No. 14/HUK/1994 dengan nama Panti Sosial Cinta Damai
“Sejahtera” Pandaan. Melalui SK Mensos RI No. 8/HUK/1998 ditetapkan termasuk
kategori panti percontohan tingkat Provinsi dengan kapasitas tampung 110 orang Perda
No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial Provinsi Riau bahwa Panti Sosial Cinta Damai
Pandaan, merupakan unit pelaksana teknis Dinas sosial Provinsi Riau. Dengan keluarnya
Perda No. 14 th 2002 yang merubah Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial yang
berisi bahwa Panti Sosial Cinta Damai Pandaan berubah menjadi Panti Sosial Cinta
Damai Pandaan-Bangkalan yang merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Sosial
Provinsi Riau.

2. Status kesehatan komunitas

Dari pengkajian (anamnesa) dan kuesioner yang dilakukan perawat langsung kepada para
lansia di Panti Sosial Cinta Damai.Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas :
30 orang lansia (60%) mengeluhkan sudah terbiasa dan mengiklaskan dengan kesendirian
mereka terutama saat di tinggal oleh pasangan mereka sendiri, dan mereka sadar bahwa
suatu saat pasti akan sendiri bahkan anak nya pun tidak ingin merawat mereka karna di
anggap merepotkan. 10 orang lansia (20%) mengeluhkan mereka tidak mampu merawat
dan memperhatikan diri mereka dengan baik dan benar.sedangkan 10 orang lansia (20%)
lainnya mengeluh jika mereka merasa tidak di butuhkan dan masih suka merindukan anak
mereka dan ingin berkumpul dengan anak cucu mereka.

3. Tanda-tanda vital

TD:
< 110/70 mmHg : 25 orang (50%)

110/70mmHg-130/90mmHg : 20 orang (40%)

>130/90 mmHg : 5 orang (10%)

Nadi:

60-80x/menit : 30 orang (60%)

80-100x/menit : 20 orang (40%)

RR:

16-24x/menit : 50 orang (100%)

>24x/ menit : 0 orang (0%)

Suhu tubuh:

36,5°C-37°C : 50 orang (100%)

4. Kejadian penyakit

HDR : 30 orang (60%)

Depisit perawatan diri : 10 orang (20%)

Tidak mengeluhkan keduanya : 10 orang (20%)

5. Riwayat penyakit komunitas

Data diambil dari 20 orang lansia (40%) diantaranya 10 orang lansia (20%) mengeluhkan
mereka tidak mampu merawat dan memperhatikan diri mereka dengan baik dan benar.
Sedangkan 10 orang lansia (20%) lainnya mengeluh jika mereka merasa tidak di
butuhkan dan masih suka merindukan anak mereka dan ingin berkumpul dengan anak
cucu mereka .

Kami melakukan pengkajian dengan memberikan kuesioner kepada 20 orang lansia


tersebut, dengan hasil:
No. Karakteristik Frekuensi Presentase %

Mengeluh belum bisa


1. 10 orang 50%
mengikhlaskan jauh dari keluarga

Mengeluh sudah mengikhlaskan


2. 10 orang 50%
jauh dari keluarga

3. Berkata di antar oleh anak 12 orang 60%

Berkata hanya di antar oleh orang


4. 8 orang 40%
lain karena tidak memiliki rumah

5. Merasa di buang oleh keluarga 12 orang 60%

Merasa tidak mampu merawat dan


6. 10 orang 50%
memperhatikan kebersihan diri

Merasa masih bisa merawat dan


7 memperhatikan kebersihan diri 10 orang 50%
meskipun sebagian

6. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi komunitas

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan pola makan pada lanjut usia di wisma
adalah 3 kali/hari dengan prosentase 96 %. Sebagian klien ada yang makan 1-2 kali/hari
karena faktor spiritual (kepercayaan) seperti : puasa.

7. Pola pemenuhan cairan dan elektrolit

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola minum pada lanjut usia di
wisma adalah >5 kali/hari dengan presentase 80 %.
8. Pola istirahat tidur

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola aktivitas (istirahat dan tidur)
pada lanjut usia di wisma adalah tidak terganggu dengan prosentase 90%.

9. Pola eliminasi

Saat dilakukan anamnesa kepada para lansia Sebanyak 5 orang semuanya


mengatakan tidak pernah mengalami keluhan pada pola eliminasi baik BAK maupun
BAB.

10. Pola aktivitas gerak

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keterampilan dan


kesenian pada lanjut usia di wisma sebagian besar lansia mengalami kesulitan dalam
bergerak karna alasan factor usia.

11. Pola pemenuhan kebersihan diri

Berdasarkan data saat dilakukan anamnesa sebagian kecil lansia melakukan


aktifitas kebersihan dengan baik, seperti pola mandi minimal 2x/hari, sisanya masih
kurang memperhatikan kebersihan dirinya.

12. Status psikososial

Antar kelompok lansia tidak pernah mengalami pertengkaran atau perselisihan


karena mereka menganggap semua lansia saling bersaudara.

13. Status pertumbuhan dan perkembangan

Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan

Panti Sosial Cinta Damai adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial Provinsi
Riau yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi para lansia, sehingga
mereka dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi ada juga
kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama, bimbingan mental agama yang
ada di wisma-wisma, dengan Debdikbud untuk pengadaan kegiatan dan lain sebagainya.
Selain itu, panti bekerjasama dengan RSUD Arifin Achmad, dan Pemda setempat untuk
menunjang kondisi kesehatan para lansia.
No. Karakteristik Frekuensi Presentase (%)

Lansia yang memeriksakan


1. 15 orang 75%
kesehatan secara rutin ke klinik

Lansia yang memeriksakan


2. 5 orang 25 %
kesehatannya saat sakit saja

Lansia yang tidak pernah/ belum


3. pernah datang ke klinik untuk 0 orang 0%
memeriksakan kesehatannya

14. Hasil tidak sehat dalam komunitas

Didapat hasil bahwa 20 orang lansia (40%) diantaranya 10 orang lansia (20%)
mengeluhkan mereka tidak mampu merawat dan memperhatikan diri mereka dengan baik
dan benar.sedangkan 10 orang lansia (20%) lainnya mengeluh jika mereka merasa tidak
di butuhkan dan masih suka merindukan anak mereka dan ingin berkumpul dengan anak
cucu mereka .

C. DATA LINGKUNGAN FISIK

Panti Sosial Cinta Damai didirikan dengan kapasitas tampung 110 orang dan menempati
area seluas 16.960 m2 .

Panti Sosial Cinta Damai didirikan diatas tanah seluas 16.960 m2, tanah tersebut terbagi
menjadi dua yaitu untuk perumahan dan untuk tempat pemakaman. Tanah untuk perumahan
terbagi atas: Gedung wisma sebanyak 5 wisma meliputi wisma cendana, seruni, kenanga,
mawar, melati,. Gedung tersebut dibangun diatas tanah seluas 1320 m2. Wisma-wisma ini
memiliki fasilitas diantaranya ruang tamu, kamar tidur, ruang rekreasi, dapur, dan kamar
mandi. Gedung kantor seluas 210 m2. Gedung lokal kerja 70 m2. Musholla seluas 160 m2.
Dapur umum seluas 160 m2. Aula seluas 160 m2. Pos satpam seluas 6 m2. Rumah dinas tipe
50. Rumah dinas tipe 36.
Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang terletak dibelakang wisma dan bantuan air
dari perusahaan air minum Vivi. Setiap wisma minimal memiliki 1 kamar mandi, dan setiap
wisma mempunyai septic tank sendiri dimana septic tank ini tidak terhubung antar yang satu
dengan yang lainnya. Setiap wisma terdapat sarana pembuangan air limbah yang dialirkan
sampai ke tempat pembuangan limbah akhir. Panti Sosial Cinta Damai memiliki satu
musholla yang terletak disebelah barat panti. Dibelakang panti terdapat kebun dan kolam
ikan.
D. PELAYANAN KESEHATAN DAN SOSIAL

Panti Sosial Cinta Damai adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial Provinsi Riau
yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi para lansia, sehingga mereka
dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi ada juga
kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama, bimbingan mental agama yang ada
di wisma-wisma, dengan Debdikbud untuk pengadaan kegiatan dan lain sebagainya. Selain
itu, panti bekerjasama dengan RSUD Arifin Achmad, Puskesmas Tamansari, RSU Islam,
Dan Pemda Setempat.

E. EKONOMI

Sebagian besar dana kegiatan yang diadakan di Panti berasal dari APBD/Dinas Sosial
Provinsi Riau.

F. KEAMANAN DAN TRANSPORTASI

Untuk kegiatan di dalam panti biasanya para lansia hanya berjalan kaki untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Panti juga menyediakan kendaraan berupa mobil untuk keadaan
darurat, misalnya keadaan dimana lansia harus segera mendapat penanganan di rumah sakit.
Selain itu, masing-masing wisma juga dijaga oleh tenaga keamanan yang diperkerjakan di
panti tersebut

G. POLITIK DAN KEAMANAN

Panti Sosial Cinta Damai Pandaan merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Sosial
Provinsi Riau yang memiliki struktur organisasi sesuai dengan Perda Provinsi Riau No. 14
Tahun 2002 yang terdiri dari: Kepala Panti, Kelompok Jabatan Fungsional, Ka. Sub. Bagian
Tata Usaha, Ka. Sie Unit Pelayanan Sosial Pandaan dan Bangkalan. Panti Sosial Cinta
Damai juga memiliki prosedur pelayanan yang sistemastis untuk mencapai lansia yang
sejahtera. Panti Sosial Cinta Damai Pandaan memiliki 33 pegawai yang memiliki peran dan
fungsinya masing-masing.

H. SISTEM KOMUNIKASI

Panti Sosial Cinta Damai memiliki fasilitas ruang tamu dan aula yang biasa
dimanfaatkan oleh para lansia untuk berkumpul dan melakukan aktivitas sehari-hari.

I. PENDIDIKAN
Dalam Panti Sosial Cinta Damai, para lansia banyak sekali difasilitasi dengan berbagai kegiatan
yang meliputi kegiatan keagamaan, ketrampilan dan kesenian, bimbingan sosial serta senam
yang bertujuan untuk menjaga kebugaran para lansia.

J. REKREASI

Para lansia biasa mengisi waktunya dengan berbagai aktivitas yang diselenggarakan
oleh panti. Di sela-sela aktivitas biasanya mereka mengobrol, membaca koran atau sekedar
menonton TV di dalam ruangan rekreasi yang disediakan sebagai fasilitas panti. Selain itu
lansia juga bisa berjalan-jalan di kebun belakang panti dan disana terdapat kolam ikan yang
bisa digunakan untuk memancing.

ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 DS: Ketidak Harga diri


mampuan rendah
10 orang lansia (20%) mengeluh jika komunitas untuk
mereka merasa tidak di butuhkan dan meningkatkan
masih suka merinduka anak mereka stresor kognitif
dan ingin berkumpul dengan anak
cucu mereka .

DO:

Saat dilakukan pengkajian terlihat


sebagian besar lansia terlihat sedih,
menunduk dan berkata mereka tidak
punya penyemangat hidup.

2 DS: Ketidak Defisit


mampuan perawatan diri
10 orang lansia (20%) mengeluhkan komunitas untuk
mereka tidak mampu merawat dan merawat diri
memperhatikan diri mereka dengan
baik dan benar.

DO:

Saat dilakukan pengkajian terlihat


beberapa lansia kotor dan berpakaian
tidak rapih

SKORING DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS


Kemampua
Motivasi Konsekuens
n perawat Ketersedia Percepatan
Kesadaran masyaraka i jika
untuk an penyelesaia
masyarakat t dalam masalah
mempengar keahlian n masalah
akan adanya menyelesa tidak
uhi dalam yang yang dapat
masalah ikan terselesaika Ju
penyelesaia relevan dicapai PRI
masalah n ml
Masalah n masalah ORI
ah
kesehatan Kriteria: Kriteria : Kriteria : Kriteria : Kriteria : Kriteria : TA
nil
S
ai
Tinggi (3) Tinggi (3) Tinggi (3) Tinggi (3) Tinggi (3) Tinggi (3)

Sedang (2) Sedang (2) Sedang (2) Sedang (2) Sedang (2) Sedang (2)

Rendah (1) Rendah Rendah (1) Rendah Rendah (1) Rendah (1)
(1) (1)

Bobot 5 Bobot 10 Bobot 5 Bobot 7 Bobot 8 Bobot 8

HDR 3 1 3 3 2 2 14 Harga
Diri
Defisit 2 1 3 3 2 2 13
Renda
perawatan
h
diri

DIAGNOSA PERAWATAN BERDASARKAN SKORING /PRIORITAS :

1. Harga diri rendah berhubungan dengan Ketidak mampuan komunitas untuk meningkatkan
stressor kognitif.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

RENCANA KEGIATAN EVALUASI

No DX KEP KOM TUJUAN


STRATE
INTERVENSI KRITERIA STANDAR
GI

1. DS: Tujuan Umum Melaksanakan


kegiatan
10 orang lansia 1. Setelah Tersedianya
pendidikan Terlaksanaya
(20%) mengeluh intervensi media
kesehatan penyuluhan
jika mereka keperawatan pendidikan
kepada para kesehatan
merasa tidak di selama 3 Pendidika kesehatan
lansia tentang
butuhkan dan hari, n mengenai peningkatan Terjadinya
masih suka diharapkan kesehatan pentingnya harga diri peningkatan
merindukan anak sebagian meningkatkan dan harga diri pada
mereka dan ingin besar harga diri dan kepercayaan lansia yang
berkumpul komunitas kepercayaan diri HDR
dengan anak cucu dapat diri.
mereka . meningkatka
n harga diri
mereka.

DO: Tujuan
Khusus: Pembuatan Terbentukny 75% leaflet
Saat dilakukan media untuk a leaflet, terdistribusi
pengkajian 1. meningkatnya pendidikan lembar balik kepada para
terlihat sebagian harga diri dengan bentuk dan flif chart lansia
besar lansia sebagian besar leaflet, lembar tentang
terlihat sedih, lansia balik, dan peningkatan
menunduk dan flipchart harga diri
2.
kurang dan
Meningkatnya
kooperatif ketika kepercayaan
stresor kognitif
diajak berbicara. diri.
lansia

3.
Meningkatnya
harapan hidup Menyebarkan/ Terlaksanaya Terjadinya
mendistribusi n peningkatan
kan kembali penyuluhan harga diri pada
informasi kesehatan lansia yang
dalam bentuk tentang HDR
media peningkatan
(leaflet) pada harga diri
kegiatan yang dan
ada di panti kepercayaan
werdha diri

Mengadakan Terlaksanan Terjadinya


kegiatan ya kegiatan peningkatan
para lansia kerohanian kerohanian harga diri pada
seperti seperti lansia yang
4. mendengarkan mendengark HDR dan
Meningkatnya ceramah an ceramah terjadinya
kepercayaan mengenai mengenai peningkatan
diri para lansia keikhlasan keikhlasan kepercayaan
dan arti hidup dan arti diri serta
5.
untuk hidup untuk keihklasan
Meningkatkan meningkatka lansia untuk
meningkatkan
keihlasan para
semangat n semangat menerima
lansia untuk hidup para keaadaan dan
hidup para
tinggal di panti
lansia lansia komunitas
werdha mereka
sekarang ini.

TABEL REVIEW JURNAL

Judul :

1. KONDISI PEREKONOMIAN DAN PENGETAHUAN KELUARGA YANG RENDAH


MEMICU PENGABAIAN LANSIA PEREMPUAN DI KELUARGA BESAR (Poverty
and Lack of Knowledge Cause Negligence on Female Elders Lived in Extended
Families)

2. KEPERAWATAN LANSIA KOMPREHENSIF DENGAN PENDEKATAN TEORI


FAMILY CENTRED NURSING DAN FUNCTIONAL CONSEQUENCES DALAM
PENCEGAHAN PENGABAIAN LANSIA DALAM KELUARGA
3. BEBAN KELUARGA MERAWAT LANSIA DAPAT MEMICU TINDAKAN
KEKERASAN DAN PENELANTARAN TERHADAP LANSIA

4. OPTIMALISASI PERAN KELUARGA DALAM MENGURANGI RESIKO NEGLECT


PADA LANSIA

Pengarang Tujuan Metode Hasil Diskusi

Setho untuk menggunaka Hasil penelitian Analisis temuan ini


Hadisuyat mengeksplorasi n pendekatan menunjukkan menunjukkan bahwa
mana, M faktor cross bahwa kurangnya tidak hanya
Ruli berhubungan sectional pengetahuan kurangnya
Maulana, dengan kasus- secara keluarga memiliki pengetahuan keluarga,
Makhfudli kasus yang tidak deskriptif korelasi yang kuat tetapi juga situasi
dilaporkan pada analitik. dengan peristiwa ekonomi yang buruk
2015 kelompok lansia pengabaian lansia memicu mereka
tersebu (p = 0,000 dengan secara tidak sengaja
r = 0.643). mengabaikan orang
tua perempuan
mereka. Hasil ini
menutup kesenjangan
kurangnya bukti yang
dapat menjelaskan
faktor-faktor
berhubungan dengan
kejadian pengabaian
lansia di kawasan
timur Indonesia.
Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk
menjelaskan
signifikansi dan
luasan dampak dari
pengabaian terhadap
lansia. Peneliti
menyarankan bahwa
Dinas Kesehatan,
Puskesmas dan
profesional kesehatan
memiliki peran
penting untuk
mendidik masyarakat
sebagai langkah
pertama untuk
meningkatkan kualitas
hidup dan
menciptakan proses
penuaan yang
sejahtera bagi lansia.

Dyah Mengidentifikas Desain Didapatkan Didapatkan faktor


pitaloka i keperawatan penelitian ini keperawatan yang berhubungan
lansia explanatory lansia dengan pengabaian
2018 komprehensif survey komprehensif lansia didalam
dengan dengan dengan keluarga, sehingga
pendekatan teori pendekatan pendekatan teori model keperawatan
family centered cross family centered lansia komprehensif
nursing dan sectional. nursing dan teori dalam pencegahan
functional Menggunaka functional pengabaian lansia di
consequences n teknik consequences keluarga terdiri dari:
dalam simple yang berhubungan struktur peran, fungsi
pencegahan random faktor struktur keperawatan keluarga,
pengabaian sampling. peran, fungsi fungsi ekonomi, stres
lansia dalam keperawatan jangka panjang,
keluarga. keluarga, fungsi kesehtan fungsi,
ekonomi, stres informasi, kondisi
jangka panjang, patologis lansia.
kesehatan fungsi,
informasi, kondisi
patologis lansia.
Tujuh faktor
tersebut berfungsi
untuk pencegahan
pengabaian lansia.
Berdasarkan
karakteristik jenis
kelamin lansia
mengalami
pengabaian paling
tinggi adalah laki-
laki dengan tipe
keluarga extended
dengan status
kesehatan yang
rendah terjadi
resiko pengabaian
lansia dalam
keluarga.

R.Siti Untuk Deskriptif Hasil penelitian Rekomndasi hasil


Maryam, mendapatkan korelasi menunjukkan penelitian yaitu
Rosidawati gambaran dengan hubungan gambaran terhadap
, Ni Made tentang faktor- pendekatan bermakna antara beban yang dialami
Riasmini, faktor cross usia keluarga (p= keluarga dalam
Eros siti berhubungan sectional. 0,052;ɑ=o,o5), merawat lansia dapat
suryati dengan beban status kesehtan dijadikan sebagai
keluarga (p= masukan untuk
2012 merawat lansia. 0,018;ɑ=o,o5), mengembangkan
pengetahuan (p= program
0,046;ɑ=o,o5) dan pemberdayaan
kepuasan (p= keluarga serta
0,033;ɑ=o,o5) program promosi
dengan beban kesehatan untuk
merawat lansia. mengurangi beban
Faktor yang merawat yang pada
paling akhirnya dapat
berkontribusi mengurangi tindakan
terhadap beban kekerasan dan
merawat adalah penelantaran.
status kesehtan
keluarga
(OR=2,632).

Fitri Untuk Survei Perubahan Pendidikan tentang


Firranda mencegah lapangan, perubahan yang perawatan lansia dan
Nurmalisy terjadinya Koordinasi terjadi pada lansia neglect atau
ah,Desy neglect pada dengan pihak baik perubahan pengabaian lansia
Siswi lansia, maka kepala desa , fisiologis maupun perlu diberikan
Anjarsari, perlu diberikan Sosialisasi psikososial sebagai upaya
Zuliani, pendidikan Program, menyebabkan memperbaiki kondisi
Dyah kesehatan Pelaksanaan lansia mengalami lansia khususnya
Pitaloka tentang neglect Program kelemaham dan kondisi psikologis
atau pengabaian keterbatasan lansia yang dirawat
lansia agar fungsi. Perubahan keluarga
2016
keluarga dapat fungsi fisiologik
melakukan berupa
perawatan pada keterbatasan,
lansia, sehingga kelemahan dan
tidak terjadi ketergantungan
neglect atau akan
pengabaian pada mempengaruhi
lansia kondisi
psikososial lansia
berupa gangguan
atau perubahan
fungsi psikososial.
Perubahan fungsi
psikososial pada
lansia akan
berdampak
terhadap
terjadinya
kerusakan fungsi
psikososial pada
lansia. Kerusakan
fungsi psikososial
menjadi faktor
resiko bagi lansia.
Kerusakan fungsi
psikososial pada
lansia menjadi
faktor resiko
terhadap kejadian
pengabaian pada
lansia

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Populasi terlantar menggambarkan seseorang yang tidak memiliki tempat
tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Populasi terlantar
biasanya di golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan tidak memiliki
keluarga.

Masyarakat yang menjadi populasi terlantar bisa dari semua lapisan masyarakat
seperti orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, petani,
ibu rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan profesional serta ilmuwan.
Beberapa dari mereka menjadi populasi terlantar karena kemiskinan atau kegagalan
sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan lain menjadi tunawisma adalah
kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh keluarga, kekerasan dalam rumah tangga,
pecandu alkohol, atau cacat. Walaupun begitu apapun penyebabnya, Populasi terlantar
lebih rentan terhadap masalah kesehatan dan akses ke pelayanan perawatan kesehatan
berkurang.

B. Saran

Dari makalah ini semoga dapat diambil manfaat untuk penulis dan pembaca.
Semoga pembaca dapat mengambil beberapa hal yang penting dalam makalah ini
seperti lebih memahami definisi dari populasi terlantar, miskin dan tunawisa,
mengetahui prevalensinya, mengetahui faktor yang berkontirbusi terhadap populasi
terlantar, miskin dan tunawsima, serta mengetahui status kesehatan mereka dan dapat
memberikan asuhan keperawatan yang benar.
Dari makalah ini pula penulis mengalami banyak kendala. Maka banyak
kesalahan yang dibuat oleh penulis. Oleh karena itu penulis membutuhkan saran dari
pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Kelliat. 2012. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Efendi, Ferry Uddan Makhfudi. 2010. Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Wulandari, Sri. Dkk. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Agregat Dalam Komunitas Populasi
Rentan : Penyakit Mental, Kecacatan, Dan Populasi Terlantar
Darmawan, Lili. Dkk. 2017. Penyakit Mental, Kecacatan Dan Populasi Terlantar
Iman B, Aisiyah. Dkk. 2017. Askep Pada Agregat Dalam Komunitas Populasi Rentan (Penyakit
Mental, Kecacatan, Dan Populasi Terlantar)
Diakses tanggal 13 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai