Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN KOMUNITAS

PUPULASI TERLANTAR

NARWAN
201701124
3C KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan Laporan dan Asuhan
Keperawatan dengan judul “POPULASI TERLANTAR”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari para
pembaca.

Akhir kata, kami berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi
B. Faktor Penyebab
C. Pencegahan
D. Asuhan Keperawatan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk). Jadi,
populasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu
tertentu. Penelantaran atau neglect merupakan hal yang sudah tidak asing, lansia atau
anak yang tidak diasuh dan dirawat sebagaimana mestinya oleh anak atau keluarganya
serta penelantaran lansia karena berbagai alasan dari keluarga sangat sering terjadi.
Contohnyata yang dapat kita lihat adalah penelantaran lansia dapat kita lihat dengan
penitipan lansia di panti jompo tanpa pernah di jenguk lagi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan populasi terlantar ?
2. Apa sajakah factor penyebab munculnya populasi terlantar?
3. Bagaimanakah level pencegahan populasi terlantar?
4. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia yang terlantar?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan populasi terlantar.
2. Untuk mengetahui factor penyebab munculnya populasi terlantar.
3. Untuk mengetahui level pencegahan populasi terlantar.
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia yang terlantar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Populasi terlantar menggambarkan seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal secara
tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Populasi terlantar biasanya di
golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan tidak memiliki keluarga.
Masyarakat yang menjadi populasi terlantar bisa dari semua lapisan masyarakat seperti
orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, petani, ibu
rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan profesional serta ilmuwan. Beberapa dari
mereka menjadi populasi terlantar karena kemiskinan atau kegagalan sistem pendukung
keluarga mereka. Selain itu alasan lain menjadi tunawisma adalah kehilangan pekerjaan,
ditinggal oleh keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, pecandu alkohol, atau cacat.
Walaupun begitu apapun penyebabnya, Populasi terlantar lebih rentan terhadap masalah
kesehatan dan akses ke pelayanan perawatan kesehatan berkurang.

B. FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA POPULASI TERLANTAR


1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan banyaknya Populasi
terlantar, gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemiskinan dapat memaksa
seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat tinggal yang layak,
serta menjadikan mengemis sebagai pekerjaan. Ketidakmampuan seseorang untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga membuatnya dalam garis kemiskinan.
Penghasilan yang tidak menentu berbanding terbalik dengan pengeluaran membuat
seseorang rela menjadi tunawisma untuk tetap bertahan hidup.Selain itu anak dari
keluarga miskin menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi anak jalanan
karena kondisi kemiskinan yang menyebabkan mereka kerap kali kurang terlindung.
2. Rendah Tingginya Pendidikan
Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang.
Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia kerja. Seseorang dengan
pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak.
Sedangkan mereka juga memerlukan biaya untuk mencukupi semua kebutuhan
hidupnya. Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif
rendah sehingga menjadi kendala bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang
layak.
3. Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayang dan perlindungan
yang lebih daripada lingkungan lain. Namun, hubungan keluarga yang tidak harmonis
atau anak dengan keluarga broken home membuat mereka merasa kurang perhatian,
kenyamanan dan ketenangan sehingga mereka cenderung mencari kebebasan, belas
kasih dan ketenangan dari orang lain.
4. Umur
Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yang menurun, membuat
seseorang lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini menyebabkan mereka sulit
untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi tunawisma merupakan alternatif terakhir
mereka untuk bertahan hidup.
5. Cacat Fisik
Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulit mendapatkan
pekerjaan. Kebanyakan seserang yang memiliki cacat fisik memilih menjadi
tunawisma untuk dapat bertahan hidup. Menurut Kolle (Riskawati dan Syani, 2012)
kondisi kesejahteraan seseorang dapat diukur melalui kondisi fisiknya seperti
kesehatan.
6. Rendahnya Keterampilan
Keterampilan sangatlah penting dalam kehidupan,dengan ketrampilan seseorang
dapat memiliki asset produksi. Namun, ketrampilan perlu digali salah satunya melalui
pendidikan serta membutuhkan modal pendukung untuk dikembangkan. Hal inilah
yang menjadi penghambat seseorang dalam mengembangkan ketrampilan yang
dimilki. Ketidakberdayaan inilah yang membuat seseorang memilih menjadi
tunawisma untuk bertahan hidup. Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak
memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
7. Masalah Sosial Budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi
Populasi terlantar, gelandangan dan pengemis. Antara lain:
a. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan mereka
tidak memiliki rasa malu untk meminta-minta. Dalam hal ini, harga diri bukanlah
sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
tunawisma yang berusia produktif.
b. Sikap pasrah pada nasib
Mereka menganggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk
melakuan perubahan.
c. Kebebasan dan kesenangan hidup sebagai Populasi terlantar
8. Faktor Lingkungan
Menjadi Populasi terlantar gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan banyak sekali
ibu-ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengemis. Momen ini digunakan mereka
mencari uang untuk membantu suaminya mencari nafkah. Tentu hal ini akan
mempengaruhinya untuk melakukan pekerjaan yang sama, terlebih lagi melihat
penghasilan yang didapatkan lumayan untuk emmenuhi kebutuhan hidup.
9. Letak Geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat masyarakat
yang tinggal di daerah tersebut mengalami kemiskinan dan membuat masyarakat
harus meninggalkan tempat tersebut untuk mencari peruntungan lain. Akan tetapi,
keputusannya untuk pindah ke kota lebih memperburuk keadaan. Tidak adanya
potensi yang alam sedia untuk diolah membuat masyarakat tersebut semakin masuk
dalam garis kemiskinan, dan membuatnya menjadi gelandangan. Oleh karena itu ia
lebih memilih menjadi pengemis sehingga kebutuhan hidupnya sedikit terpeuhi
dengan uang hasil meminta-minta.
10. Lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis
Penanganan masalah gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh pemerintah
hanya setengah hati. Selama ini penanganan yang telah nyata dilakukan adalah razia,
rehabilitasi dalam panti sosial, kemudian setelah itu dipulangkan ketempat asalnya.
Pada kenyataannnnya, penanganan ini tidak menimbulkan efek jera bagi mereka
sehingga suatu saat mereka akan kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis.
pada proses penanganan hal yang dilakukan adalah setelah dirazia mereka dibawa
kepanti sosial untuk mendapat binaan, bagi yang sakit dan yang berusia renta akan
tetap tinggal di panti sosial sedangkan yang lainnya akan dipulangkan. Proses ini
dirasakan terlalu mudah dan enak bagi gelandangan dan pengemis sehingga ia tidak
perlu takut apabila terjaring razia lagi. hal inilah yang membuat mereka terus
mengulang kegiatan yang sama yakni menjadi gelandangan dan pengemis.

C. LEVEL PENCEGAHAN POPULASI TERLANTAR


1. Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga Populasi terlantar agar tetap
berada di rumah. Langkah untuk pencegahan primer yaitu:
a. Bantuan finansial
Memberikan pelayanan publik untuk mencegah terjadinya bantuan publik,
mengetahui tersedianya dana, dan mengajukan permohonan untuk
mendapatkan bantuan bagi Populasi terlantar yang membutuhkan.
b. Bantuan hukum
Membantu Populasi terlantar untuk berkonsultasi secara hukum agar tidak
terjadinya pengusiran.
c. Saran finansial
Menyediakan program konseling keuangan secara gratis kepada Populasi
terlantar.
d. Program relokasi
Memberikan dana yang dibutuhkan bagi Populasi terlantar untuk membayar
rumah dan kebutuhan dasar.
2. Pencegahan Sekunder
Memfokuskan pada populasi tunawisma dengan mendaftar segala kebutuhan serta
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, para tunawisma sulit mengakses khususnya
system pelayanan kesehatan karena mereka tidak memiliki tempat atau alamat yang
tetap, sehingga dengan tujuan mengeluarkan populasi tersebut dari kondisi tersebut
dan mengatasi dampak yang timbul akibat menjadi tunawisma. Langkah untuk
pencegahan sekunder ialah :
a. Membutuhkan rumah tradisional tanpa dipungut biaya yang rendah dan
menimbulkan persoalan umum bagi populasi terlantar adalah mereka
menjalani medikasi dan regimen terapi.
b. Obat – obatan yang dapat disimpan dengan mudah
c. Mengikuti dan mempelajari makanan yang disediakan ditempat penampungan
agar Populasi terlantar tetap mendapatkan asupan makanan sesuai yang ada di
tempat penampungan tersebut.
d. Memberikan vitamin kepada Populasi terlantar untuk mengompensasi defisit
nutrisi
e. Memahami dan memfasilitasi bahwa para Populasi terlantar selalu melakukan
usaha terbaik untuk mengikuti program terapi
f. Mengidentifikasi faktor – faktor yang menghambat para Populasi terlantar
agar tetap mendapatkan pelayanan kesehatan
3. Pencegahan tersier (Rehabilitasi)
Pencegahan tersier adalah pencegahan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi (Budiarto,2003). Langkah pencegahan tersier pada Populasi
terlantar antara lain:
a. Bimbingan mental
Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial
kepada para PMKS. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting guna
menumbuhkan rasa percaya diri serta spiritualitas para gelandangan dan
pengemis. Karena pada dasarnya mereka memiliki semangat dan rasa percaya
diri yang selama ini tersimpan jauh di dalam dirinya. Selain itu mereka juga
mempunyai potensi yang cukup besar, hanya saja belum memiliki penyaluran
atau sarana penghantar dalam memanfaatkan potensi-potensi tersebut. Pada
saat pertama kali para gelandangan dan pengemis (gepeng) yang tercakup
dalam razia, keadaan mereka sangat memprihatinkan, ada yang memasang
muka memelas ada juga yang dengan santainya mengikuti semua proses
dalam therapy ini, dalam therapy individu dilakukan pengecekan terhadap
semua gelandangan dan pengemis (gepeng) satu persatu secara psikis.
b. Bimbingan kesehatan
Sebelum pihak dinas kesehatan melakukan bimbingan kesehatan, terlebih
dahulu para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) diberikan
fasilitas penanganan kesehatan yaitu pemeriksaan kesehatan bagi mereka yang
sedang sakit. Kemudian kegiatan bimbingan kesehatan dimulai dengan
penyadaran tentang pentingnya kesehatan badan atau jasmani. Mulai dari hal
kecil seperti pentingnya mandi, gosok gigi dan memakai pakaian bersih.
Melihat selama ini kehidupan di jalanan yang sangat keras dan serba tidak
sehat, para gelandangan dan pengemis (gepeng) tentu masih merasa kesulitan
untuk menerapkan gaya hidup sehat sehingga apa yang diperoleh dalam
bimbingan kesehatan tidak diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan mereka.
c. Bimbingan ketertiban
Bimbingan ketertiban ini diisi oleh Satpol PP yang dilakukan 1 bulan sekali,
dengan tujuan memberikan pengarahan tentang tata tertib lalu lintas, serta
peraturan di jalan raya, sehingga para gelandangan dan pengemis tidak lagi
berkeliaran dijalan raya, karena keberadaan mereka di jalanan sangat
mengganggu keamanan serta ketertiban lalu lintas. Dalam proses bimbingan
ketertiban ini biasanya pihak dinas sosial mendatangkan narasumber dari
Satpol PP atau pihak kepolisian setempat. Menurut pengamatan peneliti pada
saat pertama mengikuti wejangan dari pak polisi para gelandangan dan
pengemis (gepeng) terlihat sangat antusias. Mungkin mereka takut berhadapan
dengan polisi, karena pada dasarnya para gelandangan dan pengemis (gepeng)
dijalanan sangat berhati-hati terhadap polisi, takut ditangkap dan kemudian
dipenjarakan.
d. Bimbingan keagamaan
Bimbingan keagamaan dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial,
guna untuk menguatkan kembali spiritualitas para Populasi terlantar
gelandangan dan pengemis.

D. ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


1. Pengkajian
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tackikardi, muka
merah, pupil melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama
dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflex cepat. Hal ini disebabkan
oleh energy yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit
hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu di dapatkan melalui proses
intelektual, peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengn
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi dip roses, klarifikasi dan di
integrasikan.
d. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hl yang bertentangan dengan norma yang di miliki dapat
menimbulkan kemarahan yang di manifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.
e. Tipe dan bentuk keluarga
f. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1) Genogram
2) Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
3) Pelayanan kesehatan yang pernah digunakan
g. Pengkajian lingkungan
1) Karakteristik rumah
2) Karakteristik tetangga dan masyarakat RW
3) System pendukung keluarga
h. Struktur keluarga
1) Garis keturunan
2) Tempat tinggal
3) Pola komunikasi keluarga
4) Strukur kekuatan keluarga
5) Struktur peran
6) Nilai atau norma dalam keluarga
i. Analisa data
1) Subyektif
2) Objektif
3) Problem
4) Etiologi
j. Perumusan diagnose keperawatan lansia dalam keluarga.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Harga diri rendah berhubungan dengan Ketidak mampuan komunitas untuk
meningkatkan stressor kognitif
b. Ketidak mampuan defisit perawatan diri
3. intervensi

DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN


TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI
Harga Diri Rendah TUM :
Klien memiliki
konsep diri yang
positif
TUK 1 Setelah interaksi selama 1.
1        Bina hubungan saling percaya1.     Hubungan saling percaya
Klien dapat membina x 15 menit diharapkan: dengan menggunakan prinsip menjadi dasar keterbukaan
hubungan saling Ekspresi wajah klien komunikasi terapeutik : klien kepada perawat.
percaya. bersahabat, menunjukkana.     Sapa klien dengan nama baik verbal a.       Memulai pertemuan dengan
rasa senang, ada kontak maupun non verbal. menyapa klien dengan sopan.
mata, mau berjabat b.      Saling berkenalan akan
tangan,mau menyebutkanb.     Perkenalkan diri dengan sopan. menimbulkan rasa keakraban
nama, mau menjawab dengan klien.
salam, mau duduk c.       Menimbulkan rasa
berdampingan denganc.     Tanyakan nama lengkap klien dan kenyamanan klien saat
perawat, mau nama panggilan yang disukai klien. berinteraksi.
mengutarakan masalahd.    Jelaskan tujuan pertemuan d.      Klien mengerti maksud
yang dihadapi perawat melakukan interaksi
dengannya.
e.       Menambah rasa percaya
e.     Jujur dan menepati janji klien kepada perawat.
f.       Menimbulkan kenyamanan
klien karena perawat
f.      Tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan mereka.
menerima klien apa adanya. g.      Dengan memberi perhatian,
klien akan merasa nyaman
saat berinteraksi.

g.     Berikan perhatian kepada klien dan


perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2 Setelah interaksi selama 1.       Diskusikan kemampuan dan aspek1.    Mengetahui kemampuan
Klien dapat
1x15 menit diharapkan positif yang dimiliki klien. yang dimiliki klien
mengidentifikasi klien menyebutkan aspek 2.       Bersama klien buat daftar tentang2.    Mengetahui berbagai macam
kemampuan dan
positif dan kemampuan aspek positif dan kemampuan yang kemampuan yang dimiliki
aspek positif yang di
yang dimiliki klien dimiliki klien. klien.
milikinya. 3.       Beri pujian yang realistik dan3.    Pujian akan menambah
hirdarkan memberi penilaian yang motivasi klien untuk
negatif. mengungkapkan
kemampuannya.
TUK 3 Setelah interaksi selama 1.       Diskusikan dengan klien1.    Mengetahui kemampuan apa
Klien dapat menilai 1x15 menit diharapkan kemampuan yang masih dapat saja yang masih bisa
kemapauan yang klien menilai kemampuan digunakan selama sakit. dilakukan selama dirawat.
digunakan. yang dapat digunakan di 2.       Diskusikan kemampuan yang dapat2.    Merencanakan kemampuan
RSJ, klien menilai dilajutkan di rumah sakit yang akan dilakukan di
kemampuan yang dapat rumah
digunakan dirumah 3.       Beri reinforcement positif 3.    Pujian akan menambah
notivasi klien beraktifitas.

TUK 4 Setelah interaksi selama 1.


1        Meminta klien untuk memilih satu1.    Merencanakan kegiatan yang
Klien dapatx 15 menit diharapkan kegiatan yang mau dilakukan di dapat dilakukan di rumah
menetapkan danklien memiliki rumah sakit. sakit.
merencanakan kemampuan yang akan 2.       Bantu klien melakukannya jika perlu2.    Mempermudah klien dalam
kegiatan sesuaidilatih, klien mencoba beri contoh. memahami kegiatannya.
dengan kemampuan sesuai jadwal harian. 3.    Menambah motivasi klien
yang dimiliki. 3.       Beri pujian atas keberhasilan klien. untuk melakukan kegiatan
lain
4.       Diskusikan jadwal kegiatan harian4.    Membuat jadwal kegiatan
atas kegiatan yang telah dilatih. sesuai kemampuan klien.
TUK 5 Setelah interaksi selama 1.       Beri kesempatan pada klien untuk1.    Mengetahui kemampuan
Klien dapat 1x30 menit diharapkan mencoba kegiatan yang telah klien dalam melakukan suatu
melakukan kegiatan Klien melakukan kegiatan direncanakan. kegiatan.
sesuai kondisi sakit yang telah dilatih, mampu2.       Beri pujian atas keberhasilan klien. 2.    Menambah motivasi klien
dan kemampuannya. melakukan beberapa untuk melalakuan kegiatan
kegiatan secara mandiri 3.       Diskusikan kemungkinan lain.
pelaksanaan di rumah. 3.    Bertukar pikiran tentang
kegiatan yang akan dilakukan
dirumah.
TUK 6 Setelah interaksi selama 1.
1        Beri pendidikan kesehatan pada1.    Menambah pengetahuan
Klien dapat x 15 menit diharapkan keluarga tentang cara merawat klien keluarga tentang cara
memanfaatkan sistem Keluarga memberi dengan harga diri rendah. merawat klien dengan harga
pendukung yang ada. dukungan dan pujian, diri rendah.
keluarga memahami 2.       Bantu keluarga memberikan2.    Membantu keluarga untuk
jadwal kegiatan harian dukungan selama klien dirawat. memotivasi klein selama
klien dirawat di rumah sakit jiwa.
3.    Keluarga mengerti tentang
3.       Jelaskan cara pelaksanaan jadwal beberapa kegiatan yang akan
kegiatan klien di rumah. dilakukan klien dirumah
4.    Pujian akan menambah
motivasi klien untuk
4.       Anjurkan keluarga memberi pujian melakukan berbagai aktifitas
pada klien setiap berhasil. lain.
b. Defisit Perawatan Diri
1) Untuk Klien
Tujuan: Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
berpakaian, makan, dan BAB/BAK
Intervensi:
a) Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri secara mandiri
b) Memberikan cara melakukan mandi/membersihkan diri, berhias, makan/minum,
BAB/BAK secara mandiri
c) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengawali masalah kurang
perawatan diri
2) Untuk Keluarga
a) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh klien
agar dapat menjaga kebersihan diri
b) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat dan memantau klien dalam merawat
klien
c) Anjurkan klien untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam merawat diri.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Populasi terlantar menggambarkan seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal secara
tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Populasi terlantar biasanya di
golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan tidak memiliki keluarga.

B. Saran
Dengan adanya makalah Ini maka diharapkan untuk dapat mengaplikasikan pada
kehidupan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Kelliat. 2012. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Efendi, Ferry Uddan Makhfudi. 2010. Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Wulandari, Sri. Dkk. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Agregat Dalam Komunitas Populasi
Rentan :
Penyakit Mental, Kecacatan, Dan Populasi Terlantar
Di akses tanggal 13 Mei 2019
Darmawan, Lili. Dkk. 2017. Penyakit Mental, Kecacatan Dan Populasi Terlantar
Di akses tanggal 13 Mei 2019
Iman B, Aisiyah. Dkk. 2017. Askep Pada Agregat Dalam Komunitas Populasi Rentan (Penyakit
Mental,
Kecacatan, Dan Populasi Terlantar)
Diakses tanggal 13 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai