Tamponade Jantung
Di Susun Oleh :
Kelompok IV
A. Latar Belakang
Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan yang
cepat atau lambat terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan
darah, atau gas di perikardium, sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur
jantung (Spodick, 2011). Tamponade jantung selalu merupakan life threatening dan
hampir selalu membutuhkan intervensi terapi yang tepat dan cepat (Spodick, 2011).
Insidens tamponade jantung di Amerika Serikat adalah 2 kasus per 10.000 populasi.
Lebih sering pada anak laki-laki (7:3) sedangkan pada dewasa tidak ada perbedaan
bermakna (laki-laki:perempuan – 1,25:1). Morbiditas dan mortalitas sangat tergantung
dari kecepatan diagnosis, penatalaksanaan yang tepat dan penyebab (Munthe, 2011).
Tamponade jantung terjadi bila rongga perikardial terisi dengan cairan dalam waktu
yang lebih cepat daripada kemampuan kantong perikardial untuk meregang. Apabila
jumlah cairan meningkat secara pelan (contohnya pada hipotiroidisme), kantong
perikardial dapat melebar dan berisi satu liter cairan atau lebih sebelum terjadinya
tamponade. Apabila jumlah cairan meningkat secara cepat (contohnya pada trauma
atau ruptur miokardial), jumlah cairan sebanyak 100 mL dapat menyebabkan
tamponade (Spodick, 2011).
Tamponade jantung dapat terjadi karena aortic aneurysm dissection, kanker
paruend-stage, miokard infark akut, pembedahan jantung, perikarditis yang
disebabkan infeksi bakteri atau virus, dan wound to the heart. Sebab lain yang
potensial menyebabkan tamponade jantung meliputi tumor jantung, hipotiroidisme,
gagal ginjal, terapi radiasi di dada, prosedur invasif pada jantung, open heart surgery,
dansystemic lupus erythematosus (Taufan, 20010).
Diagnosis tamponade jantung dapat ditegakkan dengan Beck’s triad dan temuan
klinis lainnya. Beck’s triad meliputi hipotensi, suara jantung menjauh, peningkatan
tekanan vena sentral. Temuan klinis lain meliput tanda Kussmaul (peningkatan
inspirasi atau turunnya JVP), oligouria, takikardi, takipneu, pulsus paradoxus,
kompleks EKG yang low-voltage, dan ECG electrical alternans. Pada rontgen dada,
tampak bayangan jantung yang membesar dengan gambaran paru yang bersih (Seal,
Shane KF, 2012). Tamponade jantung adalah kondisi darurat yang membutuhkan
hospitalisasi. Cairan di sekitar jantung harus dialirkan. Pericardiocentesis adalah
prosedur yang menggunakan jarum untuk memindahkan cairan dari kantong
perikardial. Prosedur untuk memotong dan memindahkan bagian dari perikardium
(surgical pericardiectomy atau pericardial window) juga bisa dilakukan. Cairan
diberikan untuk menjaga tekanan darah normal sampai pericardiocentesis dapat
dilakukan. Obat-obat yang meningkatkan tekanan darah juga dapat membantu
menjaga kelangsungan hidup pasien sampai cairan dapat dialirkan. Pasien juga
diberikan oksigen. Pemberian oksigen mengurangi beban kerja jantung dengan
mengurangi kebutuhan aliran darah di jaringan. Sebab dari tamponade jantung harus
diidentifikasi dan diatasi (Grimm RA, 2014).
Tamponade jantung merupakan keadaan yang membahayakan jiwa bila tidak
diatasi. Hasil akhir dari tamponade jantung biasanya baik bila kondisinya diatasi
dengan baik. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah gagal jantung, edema paru, dan
kematian (Grimm RA, 2014)
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi Tamponade Jantung?
2. Bagaimana epidemiologi Tamponade Jantung?
3. Bagaimana etiologi Tamponade Jantung?
4. Macam-macam klasfikasi Tamponade Jantung?
5. Bagaimana patofisiologi Tamponade Jantung?
6. Apa saja manifestasi Klinis Tamponade Jantung?
7. Bagaimana pemeriksaan fisik Tamponade Jantung?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada Tamponade Jantung?
C. Tujuan
Tujauan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi Tamponade Jantung.
2. Mengetahui epidemiologi Tamponade Jantung.
3. Mengetahui etiologi Tamponade Jantung.
4. Mengetahui klasfikasi Tamponade Jantung.
5. Mengetahui patofisiologi Tamponade Jantung.
6. Mengetahui manifestasi Klinis Tamponade Jantung.
7. Mengetahui pemeriksaan fisik Tamponade Jantung.
8. Mengetahui penatalaksanaan pada Tamponade Jantung.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Epidemiologi
1. Frek
uensi
Pada anak-anak, tamponade jantung lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan, dengan rasio laki-laki:perempuan sebesar 7:3. Pada dewasa,
tamponade jantung sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Rasio laki-laki:perempuan yaitu sebesar 1,25:1 (Yarlagadda, 2011).
4. Umur
Tamponade jantung yang disebabkan oleh trauma atau HIV lebih sering terjadi
pada dewasa muda, sedangkan tamponade yang disebabkan keganasan dan atau gagal
ginjal lebih sering terjadi pada individu yang lebih tua (Yarlagadda, 2011).
C. Etologi dan Klasifikasi
Untuk semua pasien, penyakit keganasan merupakan penyebab tersering
tamponade jantung. Dari berbagai etiologi jantung, Merce et al melaporkan 30-60%
kasus penyakit keganasan, 10-15% kasus uremia, 5-15% pada idiopathic pericarditis,
5-10% pada penyakit infeksi, 5-10% pada antikoagulan, 2-6% pada penyakit jaringan
ikat, dan 1-2% pada Dressler atau postpericardiotomy syndrome. Tamponade jantung
dapat terjadi pada berbagai tipe pericarditis (Yarlagadda,2011).
Pembagian tamponade jantung berdasarkan etiologi dan progresifitas (Munthe, 2011):
1. Acute surgical tamponade
Meliputi keadaan antegrade aortic dissection, iatrogenic, dan trauma tembus
jantung. Pada keadaan ini, tamponade jantung dapat menyebabkan mekanisme
kompensasi menyeluruh yang cepat. Timbunan darah dan clot sebesar 150 cc dapat
menyebabkan kematian secara cepat. Pada keadaan kronis, timbunan darah dapat
mencapai 1 L.
2. Medical tamponade
Meliputi keadaan efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis karena
keganasan atau gagal ginjal
3. Low-pressure tamponade
Keadaan ini terjadi pada dehidrasi berat
Sedangkan menurut Spodick 2011, berdasarkan etiologinya, tamponade jantung
dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Acute tamponade: biasanya disebabkan oleh ruptur traumatik dari ventrikel akibat
trauma tumpul atau prosedur lainnya; juga disebabkan oleh aortic dissection atau
infark miokard dengan ruptur ventrikel.Acute tamponade mempunyai onset yang tiba-
tiba, dan dapat menyebabkan nyeri dada, takipnea, dan dispnea, serta membahayakan
jiwa bila tidak diatasi dengan tepat. Tekanan vena jugularis juga meningkat, dan
mungkin berhubungan dengan distensi vena di dahi dan kulit kepala. Suara jantung
juga seringkali tidak terdengar (Hoit, 2013).
b. Subacute tamponade:
Subacute tamponade dapat asimptomatis pada awalnya, tetapi bila tamponade
jantung melewati batas kritis, maka akan menimbulkan gejala dispnea, rasa tidak
nyaman atau penuh di dada, edema perifer, rasa lelah, atau gejala lainnya yang
disebabkan peningkatan tekanan pengisian dan cardiac output yang terbatas (Hoit,
2013).
1. Infeksi HIV
6. Uremia
7. Post XRT
8. Idiopatik
11. Penyebab lain : hypothyroidism, Still disease, dan Duchenne muscular dystrophy
3. Pericardium parietalis
Lapisan luar dari pericardium, yang disebut perikardium parietalis, terdiri dari
lapisan luar yang kuat, jaringan ikat tebal (disebut perikardium fibrosa) dan lapisan
serosa dalam (pericardium serosa). Lapisan fibrosa perikardium parietalis melekat
pada diafragma dan berdifusi dengan dinding luar dari pembuluh darah besar yang
memasuki dan meninggalkan jantung. Dengan demikian, perikardium parietalis
membentuk kantung pelindung yang kuat untuk jantung dan berfungsi juga untuk
jangkar dalam mediastinum. Lapisan serosa dari perikardium parietalis, sebagian
besar terdiri dari mesothelium bersama-sama dengan jaringan ikat kecil, membentuk
epitel skuamosa sederhana dan mengeluarkan sejumlah kecil cairan (biasanya sekitar
25 sampai 35 ml), yang membuat dua lapisan perikardium dari bergesekan sama lain
dan menyebabkan gesekan selama kontraksi otot jantung (Darling,2012).Di bagian
atas jantung, lapisan viseral lipatan atas bergabung dengan lapisan parietalis. Flip ini
disebut refleksi pericardium (Darling,2012).
E Patofisiologi tamponade jantung
Tamponade jantung didefinisikan sebagai kompresi signifikan jantung akibat
akumulasi isi perikardial, “Kompresi signifikan” tergantung apakah tamponade dari
sudut pandang murni fisiologis atau klinis. Karena tamponade adalah patofisiologis
yang kontinum, tamponade jantung dapat ringan dan terus berkembang, yang terakhir
menjadi keadaan darurat yang mengancam nyawa dan tahap yang dapat berkembang
ke arah itu. Pengurangan cardiac output dapat terjadi dari sedikit misalnya 150 mL
darah perikardium setelah luka jantung hingga lebih dari 1 L cairan di efusi
perikardial yang perlahan berkumpul. kompresi jantung dengan Klinis yang signifikan
oleh cairan perikardial tergantung pada tiga kondisi yang saling terkait. Isi perikardial
harus melakukan hal berikut:
(1) mengisi volume cadangan perikardial kecil relatif, volume yang ditambahkan ke
yang normal 15 sampai 35 mL cairan perikardial, hanya akan menggembungkan
perikardium parietalis dengan mengisi berbagai relung dan sinus;
(2) meningkat melebihi peregangan dari perikardium parietalis; dan
(3) melebihi volume darah vena yang mendukung gradien tekanan normal kecil untuk
pengisian jantung kanan. Perikardium bersifat relatif inextensible, jantung dan isi
perikardial bersaing terus-menerus untuk mempertahankan volume tetap
intrapericardial relatif (Lilly,2010).Proses patofisiologis yang mendasari untuk
pengembangan tamponade adalah karena berkurangnya tekanan diastolik mengisi
distending transmural tidak cukup untuk mengatasi tekanan intrapericardial
meningkat. Takikardia adalah respon jantung awal untuk perubahan ini untuk
mempertahankan curah jantung. Aliran balik vena sistemik juga diubah selama
tamponade. Jantung dikompresi pada seluruh siklus jantung karena tekanan
intrapericardial meningkat, aliran balik vena sistemik terganggu dan terjadi kolaps
ventrikel kanan dan atrium kanan. Karena vaskular paru adalah sirkuit yang luas dan
memenuhi persyaratan, darah cenderung terakumulasi di sirkulasi vena, dengan
mengorbankan pengisian ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan berkurangnya cardiac
output dan aliran balik vena (Yarlagadda,2011).
Reddy et al menjelaskan 3 fase perubahan hemodinamik pada tamponade :
(Yarlagadda,2011)
1. Tahap I: Akumulasi cairan perikardial menyebabkan peningkatan kekakuan ventrikel,
memerlukan tekanan pengisian yang lebih tinggi. Selama fase ini, tekanan ventrikel
kiri dan kanan mengisi lebih tinggi dari tekanan intrapericardial
2. Tahap II: Dengan akumulasi cairan lebih lanjut, tekanan perikardial meningkat di atas
tekanan pengisian ventrikel, sehingga curah jantung berkurang.
3. Tahap III: Terjadi penurunan output jantung lanjut, karena equilibrium tekanan
perikardial dan pengisian ventrikel kiri (LV).
Jumlah cairan perikardial diperlukan untuk merusak jantung diastolik mengisi
tergantung pada tingkat akumulasi cairan dan tahanan perikardium. Akumulasi cepat
150 mL cairan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan perikardial dan dapat
menghambat cardiac output, sedangkan 1000 mL cairan dapat terakumulasi selama
periode yang lebih lama tanpa efek signifikan pada pengisian diastolik jantung. Hal
ini disebabkan peregangan adaptif perikardium dari waktu ke waktu. Perikardium
dapat menyesuaikan akumulasi cairan yang cukup selama periode yang lebih lama
tanpa mengganggu hemodinamik (Yarlagadda,2011).
Pada setiap ruang jantung, memiliki tekanan intramural (tekanan intracardiac
dikurangi tekanan pericardial), merupakan penentu utama pada pengisian jantung.
Tekanan transmural merupakan “true filling pressure” yang berkontribusi terhadap
preload ventrikel. Tekanan pericardial normal lebih rendah dibandingkan titik
pertengahan tekanan diastolik atrium kanan dan ventrikel kanan, sehingga tekanan
transmural atrium kanan (tekanan atrium kanan dikurangi tekanan pericardial)
normalnya lebih tinggi dari tekanan intrakardiaknya. Pada tamponade jantung,
peningkatan tekanan perikcardial progresif akan mengurangi rata-rata tekanan
transmural diawali pada ruang jantung kanan kemudian ruang jantung kiri
(Spodick,2011).
Seperti kebanyakan tamponade, mengakibatkan kelainan tekanan dan aliran,
tekanan transmural yang timbal balik berkurang dan peningkatan selama pernapasan
pada jantung kiri dibandingkan kanan. sehingga, inspirasi meningkatkan pengisian
jantung kanan dengan mengorbankan jantung kiri dengan pemulihan pada ekspirasi.
Pada kondisi tamponade kritis, output jantung biasanya turun setidaknya 30%,
tekanan transmural rata-rata, nol (biasanya antara 15 dan 30 mm Hg dalam
perikardium dan antara 15 dan 30 mmHg dalam jantung pada pasien euvolemic),
sehingga mekanisme kompensasi pernapasan menjadi mekanisme fisiologis utama
yang berkontribusi pada tingkat tertentu untuk output dan input jantung. Sebuah
komponen penting dari kompensasi pernapasan ditandai pergeseran dari septum
ventrikel ke ventrikel kiri saat inspirasi mengisi jantung kanan dengan mengorbankan
jantung kiri dengan pembalikan pada ekspirasi. Secara klinis, kompensasi pernapasan
dinyatakan sebagai pulsus paradoksus (Spodick,1998).Selain tergantung pada volume
perluasan darah, peregangan pericardial, dan peningkatan fraksi ejeksi, mekanisme
kompensasi tam[pomade jantung seperti tachycardia dan vasokonstriksi perifer karena
stimulasi adrenergic karena penurunan cardiac output. Peningkatan tekanan atrium
kanan berkontribusi pada peningkatan minute cardiac output (stroke volume x heart
rate) saat penurunan stroke volume (Spodick,1998).
Stimulasi adrenergik stimulasi, baik alfa dan beta, dan termasuk serum
peningkatan katekolamin merupakan respon kompensasi utama pada penurunan
cardiac output dengan empat efek besar:
(1) β-adrenergik kontribusi terhadap peningkatan denyut jantung;
(2) β-adrenergik tergantung pada peningkatan relaksasi diastolik,
(3) a-adrenergically meningkatkan resistensi perifer untuk mempertahankan pusat
tekanan darah dan mendukung gradien untuk aliran koroner; dan
(4) inotropi meningkat untuk meminimalkan volume end sistolik ventrikel melalui
peningkatan fraksi ejeksi, dapat normal sampai tinggi pada tamponade tanpa penyakit
jantung (Spodick,2011).
Meskipun cardiac output semakin jatuh, peningkatan resistensi perifer
mendukung tekanan darah arteri sampai relatif terlambat, sebagian melalui
mekanisme adrenergik. Dengan demikian, peningkatan resistensi perifer tidak
terpengaruh pada blokade-β, tetapi berkebalikan pada blokade-α. Penurunan tekanan
darah kritis juga dipengaruhi oleh mekanisme ketergantungan opioid, yang
ditunjukkan oleh peningkatan tekanan darahyang diinduksi nalokson selama
tamponade. Peningkatan ini terjadi tanpa meningkatkan cardiac output, sehingga
mekanisme ini harus bertindak melalui peningkatan vaskular sistemik (Spodick,2011)
F Manifestasi Klinis
Gejala klinik tamponade bervariasi, tergantung proses yang mendasarinya.
Pada efusi pericard, ada 3 faktor yang menentukan apakah tetap tenang secara klinis
atau menimbulkan gejala akibat kompresi jantung.
(1) volume cairan,
(2) laju terakumulasinya cairan,
(3) karakter komplians pericardium.
Suatu peningkatan mendadak volume perikard, contohnya pada kasus trauma dada
dengan perdarahan intrapericard, mengakibatkan peningkatan signifikan tekanan
perikard dan berpotensi menimbulkan kompresi berat pada ruang rongga jantung.
Jumlah cairan yang sedikitpun dapat meningkatkan peningkatan signifikan tekanan
jika pericard secara patologis non-komplians, misalnya pada keberadaan tumor atau
fibrosis kantung.Berbeda dengan hal-hal tersebut, jika efusi perikard terakumulasi
dengan lambat, dalam jangka waktu mingguan hingga bulanan, perikard perlahan
teregang. Dengan adaptasi, perikard bisa mengakomodasi volume yang lebih besar
tanpa peningkatan signifikan tekanan intraperikardia. Akumulasi lambat memberi
kesempatan kompensasi jantung yang lebih baik yaitu: takikardi, peningkatan
resistensi vaskuler perifer dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Tetapi
akumulasi yang cepat akan menimbulkan peregangan pericardium yang tidak adekuat
dan berakibat fatal dalam beberapa menit (Lilly,2010;Muthe,2011 ;Yarlagadda,2011).
Anamnesa yang komprehensif terhadap riwayat pasien dapat membantu
mengidentifikasi kemungkinan etiologi dari efusi pericardial, yang dapat
menyebabkan tamponade jantung (Yarlagadda,2011).
1. Pasien dengan penyakit sistemik dan keganasan dengan penurunan berat badan,
lemas, dan anoreksia.
3. Nyeri musculoskeletal atau panas tampak pada pasien dengan kelainan jaringan ikat.
5. Seksama terhadap obat pasien terkait obat lupus yang mengarah ke efusi perikardial
6. Riwayat terakhir bedah kardiovaskular, intervensi koroner, atau trauma yang dapat
menyebabkan pengumpulan cepat cairan pericard dan menyebabkan tamponade.
7. Riwayat terakhir pemasangan pacemaker atau insersi kateter vena central yang dapatb
menyebabkan pengumpulan cepat cairan pericard dan menyebabkan tamponade.
8. Pertimbangkan HIV efusi pericardial dan tamponade jika pasien memiliki riwayat
penggunaan narkoba suntik atau infeksi oportunistik.
9. Tanyakan tentang radiasi dinding dada (misal untuk kanker paru, mediastinum, atau
esophagus)
10. Tanyakan tentang gejala keringat malam, demam, dan penurunan berat badan, yang
mengindikasikan tuberculosis.
. G Pemeriksaan Fisik
Gejala yang paling sering ditemukan adalah dyspnea, tachycardia, dan
peningkatan jugular venous pressure (JVP). Bekas cedera dinding dada tampak padaa
pasien trauma. Tachycardia, tachypnea, dan hepatomegaly ditemukan lebih dari 50%
pasien dengan tamponade jantung, sedangkan bunyi jantung menjauh dan pericardial
friction rub ditemukan pada sekitar sepertiga pasien. Beberapa pasien datang dengan
keluhan pusing, mengantuk, atau palpitasi. Kulit yang dingin, basah dan nadi yang
lemah karena hipotensi juga dapat tampak pada pasien dengan tamponade
(Yarlagadda,2011).
1. The Beck triad atau acute compression triad
2. Dijelaskan pada tahun 1935, pada pemeriksaan fisik ditemukan tiga tanda, yaitu :
peningkta JVP, hipotensi, dan bunyi jantung menjauh.
3. Penemuan ini akibat dari akumulasi yang cepat dari cairan pericardial. Namun, triad
klasik ini biasanya ditemukan pada pasien dengan tamponade jantung akut.
4. Ini merupakan peningkatan (>12 mm Hg atau 9%) dari penurunan inspirasi normal
pada tekanan darah sistemik.
7. Pulsus paradoxus dapat ditemukan pada pasien dengan beberapa kondisi lainnya,
misalnya pericarditis konstriktif, severe obstructive pulmonary disease, restrictive
cardiomyopathy, pulmonary embolism, rapid dan labored breathing, dan right
ventricular infarction dengan shock.
8. Pulsus paradoxus mungkin tidak ditemukan pada pasien dengan elevasi Left Ventrikel
diastolic pressures, atrial septal defect, pulmonary hypertension, danaortic
regurgitation.
9. Pulsus paradoxus atau paradoxical pulse
H Pemeriksaan Penunjang (Rosfanty,2009;Yarlagadda,2011;Anonimus;2011)
1. Rontgen dada
Menunjukkan gambaran “water bottle-shape heart”, kalsifikasi perkardial.
Gambar 5 Foto Thorax AP : Jantung membesar berbentuk botol
2. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan etiologi terjadinya tamponade jantung,
misalnya pemeriksaan berikut :
1) Peningkatan creatine kinase dan isoenzim pada MI dan trauma jantung.
2) Profil renal dan CBC uremia dan penyakit infeksi yang berkaitan dengan
pericarditis
3) Protrombin time (PT) dan aPTT (activated partial thromboplastin time) menilai
resiko perdarahan selama intervensi misalnya drainase perikardial.
3. Elektrokardiografi (EKG)
1) Didapatkan PEA (Pulseless Electric Activity), sebelumnya dikenal sebagai
Electromechanical Dissociation, merupakan dimana pada EKG didapatkan
irama sedangkan pada perabaan nadi tidakditemukan pulsasi. PEA Amplitude
gelombang P dan QRS berkurang pada setiap gelombang berikutnya.
4) Sinus tachycardia
6) Electrical alternans : kompleks QRS alternan, biasanya rasio 2:1, terjadi karena
pergerakan jantung pada ruang pericardium. Electrical ditemukan juga pada
pasien dengan myocardial ischemia, acute pulmonary embolism, dan
tachyarrhythmias.
7) PR segment depression
4. Echocardiografi
Meskipun echocardiografi menyediakan informasi yang berguna, tamponade
jantung adalah diagnosis klinis. Berikut ini dapat diamati dengan echocardiografi 2-
dimensi :
1) Zona ruang bebas posterior dan anterior ventrikel kiri dan di belakang atrium
kiri : Setelah operasi jantung, suatu pengumpulan cairan lokal posterior tanpa
efusi anterior yang signifikan dapat terjadi dan dapat membahayakan cardiac
output.
2) Kolapsnya diastolic awal dari dinding bebas ventrikel kanan (Lihat gambar di
bawah.)
4) Plethora vena cava inferior dengan inspirasi minimal atau tidak kolaps.
5) Lebih dari 40% peningkatan inspirasi relatif dari sisi kanan aliran
6) Lebih dari 25% penurunan relatif pada aliran inspirasi di katup mitral
5. Pulse oksimetri
Variabilitas pernapasan di pulse-oksimetri gelombang dicatat pada pasien
dengan paradoksus pulsus. Dalam kelompok kecil pasien dengan tamponade, Stone
dkk mencatat peningkatan variabilitas pernapasan di pulsa-oksimetri gelombang pada
semua pasien. Ini harus meningkatkan kecurigaan untuk kompromi hemodinamik.
Pada pasien dengan atrial fibrilasi, pulsa oksimetri-dapat membantu untuk mendeteksi
keberadaan paradoksus pulsus.
USG FAST
Untuk mendeteksi cairan di rongga perikardium.
I. Penatalaksanaan
Tamponade jantung dapat timbul perlahan , sehingga memungkinkan evaluasi yang
lebih teliti , atau timbul cepat sehingga memerlukan diagnosis yang dilakukan dan terapi
yang cepat pula. Bila FAST menunjukan cairan intaperikardial , maka dapat dilakukan
perikardiosentes untuk menstabilkan sementara hemodinamik penderita sambil menunggu
tranportasi ke kamar operasi , dimana dapat dilakukan torakotomi dan perikardiotomi
untuk memeriksa cedera di jantungnya. Perikordiosentesis akan bersifat diagnostic
maupun terapeutik , namun bukan terapi definitif untuk tamponade jantung .Evakuasi
cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan shock hemoragik
tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade jantung.
Tindakan ini menyelamatkan dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan
pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan itu
adalah perikardiosenstesis , kecurigaan tinggi adanya tamponade jantung pada penderita
yang tidak memberikan respon terhadap tindakan resusitasi , merupakan tindakan
perikardiosentesis melalui metode subksifoid . tindakan alternatif lainnya melakukan
operasi jendela perikard atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah.
Prosedur ini lebih baik dilakukan diruang operasi jika penderita memungkinkan.
1. Torakotomi resusitasi
Pijatan jantung tertutup untuk henti jantung atau PEA kurang efektif pada keadaan
penderita yang hipovolemia . penderita dengan luka tembusthorak yang sampai rumah
sakit tidak teraba denyut nadinya tetapi masih ada aktivitas elektrik dari miokard harus
dilakukan torakotomi resusitasi secepatnya. Torakotomi antero lateral kiri dilakukan
untuk mendapatkan akses langsung ke jantung ,sambil meneruskan resusitasi cairan .
intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik mutlak harus dikerjakan . tindakan terapi
efektif yang dapat dikerjakan selama torakotomi adalah :
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKJIAN
A. PENGKAJIAN PRIMER
1) Data Subyektif:
Riwayat Penyakit Sekarang
a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada
b) Dispnea
c) Cemas
d) Nyeri dada
e) Lemah
2) Riwayat Kesehatan
a) Penyakit jantung
b) Penyakit infeksi dan neoplastik.
c) Penyakit ginjal
3) Data Obyektif
a) Airway
Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
b) Breathing
c) Circulation
d).Disability
Penurunan tingakat kesadaran
J. Komplikasi
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
1) Exposure
2) Five Intervensi
Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung EKG menunjukkanelectrical
alternas atau amplitude gelombang Pdan QRS yang berkurangpada setiap
gelombang berikutnyaEchocardiografi adanya efusi pleura.
3.PERENCANAAN
Dx 1 :
Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea,tandakusmaul.
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit diharapkan pola nafas
efektif dengan kriteriahasil :
2. Takipnea tidak ada
3. TandakusmaultidakadaTTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20
X/mnt)
IntervensiRasionalMandiri:
2. Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan Perubahan
polanafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
3. Monitor isi pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, nafas
bibir dan penggunaan otot bantu pernafasan Pengembangan dada dan
penggunaan otot Bantu pernapasan mengindikasikan gangguan pola nafas
4. Berikan posisi semifowler jika tidak kontrainndikasi Mempermudah ekspansi
paru
5. Ajarkan klien nafas dalam Dengan latihan nafas dalam dapat meningkatkan
pemasukanoksigen
Kolaborasi
1. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat dapat menghindari
resiko kerusakan jaringan
2. Berikan obat sesuai indikasi Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi
ventilasi pernapasan.
Dx 2 :
Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan distensi
vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki
sianosis,
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 10 menit diharapkan curah
jantungke seluruh tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
1. TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg).
2. Nadi perifer teraba kuat
3. Suara jantung normal.
4. Sianosis dan pucat tidak ada.
5. Kulit teraba hangatEKG normal
6. Distensi vena jugularis tidak ada
IntervensiRasionalMandiri :
1. Monitor TTV berkelanjutan TTV merupakan indicator keadaan umum tubuh
(jantung).
2. Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung. Perubahan suara,
frekuensi dan irama jantung dapat mengindikasikan adanya penurunan curah
jantung.
3. Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer. Curah jantung yang kurang
mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer.
4. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat. Penurunan curah jantung
menyebabkan aliran ke perifer menurun.
5. Kaji adanya distensi vena jugularis Tamponade jantung menghambat aliran
balik vena sehingga terjadi distensi pada vena jugularis.
Kolaborasi
1. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat mencegah hipoksia.
2. Berikan cairan intravena sesuai indikasi atau untuk akses
emergency.Mencegah terjadinya kekurangan cairan.
3. Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi dan doppler sesuai indikasi. Pada
tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama jantung dan terdapat siluet
pembesaran jantung.
4. Lakukan tindakan perikardiosintesis. Dengan perikardiosintesis cairan dalam
ruangpericardium dapat keluar
Dx 3
Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak
efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan
kesadaran, kulit pucat,sianosis, akral dingin.
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan perfusi
jaringan adekuat dengan kriteria hasil :
1. Nadi teraba kua
2. TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHgTingkat
kesadaran composmentis
3. Sianosis atau pucat tidak ada
4. Nadi teraba lemah, terdapat sianosis,
5. Akral teraba hangat
Intervensi RasionalMandiri :
1. Awasi tanda-tanda vital secara intensifPerubahan tanda-tanda vital seperti
takikardi akibat dari kompensasi jantung untuk memenuhi suplai O2.
2. Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan pucat, sianosis)
Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan
3. Pantau GCSPenurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan
penurunan tingkat kesadaran
4. Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total Menurunkan kebutuhan oksigen
4.EVALUASI
Disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang
DAFTAR PUSTAKA
Grimm RA, Jacob R. 2011. Pericardial Disease. In: Carey WD, ed. Cleveland Clinic:
Current Clinical Medicine. 1st ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2013:Chap 23.
Lilly, L.S. 2011.Pathophysiology of Heart Disease-4th Ed. Lippincott Williams &
Wilkins:Philadelphia, 2011.
Munthe, Eva. 2011. Tamponade Jantung et causa Perikarditis Tuberkulosis. Laporan
Kasus CDK 184/Vol. 38 no. 3/April 2011.
Spodick, DH. 2010. Pathophysiology of Cardiac Tamponade. In CHEST 1998;
113:1372-78.
Darma, Surya. 2013. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta : EGC.
Dorland, W. A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curiculum. 5th Ed. USA : WB. Saunders
Company.
Guyton, Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A., dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid pertama. Edisi ketiga.
Jakarta : Media Aesculapius.
Mansjoer, A., dkk. 2010 . Kapita Selekta Kedokteran.Jilid kedua. Edisi ketiga. Jakarta
: Media Aesculapius.
Moore, Keith. L. 2015. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.
Nichols, David G. dkk. 2013. Critical Heart Disease in Infant and Children. Second
Edition. USA : Elsevier.
Oman, K. S. 2009. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Terjemahan Andry