Anda di halaman 1dari 2

WILAYAH SEBAGAI RUANG HIDUP 

Menurut Ir. Soekarno di hadapan Sidang BPUPKI (Setneg, tt: 66), orang dan tempat tidak
dapat dipisahkan. Oleh karena itu, setelah membangsa orang menyatakan tempat tinggalnya
sebagai negara, selanjutnya pengertian negara tidak hanya wilayah tempat tinggal, namun
diartikan lebih luas (telah dibahas pada Bab III). Karena orang dan tempat tinggal tidak dapat
dipisahkan, perebutan ruang menjadi hal yang menimbulkan konflik antar antar manusia
hingga kini. Untuk dapat mempertahankan ruang hidupnya bangsa harus mempunyai
kesatuan cara pandang yang dikenal sebagai wawasan nasional. Ilmuwan politik dan militer
menyebutnya sebagai geopolitik.

Konsep wawasan nasional setiap bangsa berbeda. Hal ini berkaitan erat dengan profil diri
bangsa (sejarah, pandangan hidup, ideologi, budaya) dan geografi. Kedua unsur pokok inilah
yang harus diperhatikan dalam pembuatan konsepsi geopolitik bangsa dan negara. 

Untuk dapat melaksanakan wawasannya bangsa perlu menyusun konsep geostra-tegi. Strategi
sendiri merupakan bagian dari politik, hal ini seperti diungkapkan dalam teori para panglima
perang. Clauswitz menyatakan “Perang merupakan kelanjutan dari politik, sedangkan strategi
adalah ilmu/seni untuk memenangkan perang. Oleh karenanya membahas geopolitik tidak
lepas membahas geostrategi.

Konsep wawasan kebangsaan tentang wilayah mulai dikembangkan sebagai ilmu pada akhir
abad XIX dan awal abad XX. Konsepsi ini dikenal sebagai geopolitik, yang pada mulanya
membahas geografi dari segi politik negara (state). Selanjutnya berkem-bang konsep politik
(dalam arti distribusi kekuatan) pada hamparan geografi negara, sehingga tidaklah berlebihan
bahwa geopolitik sebagai ilmu “baru” dicurigai sebagai upaya pembenaran pada kosepsi
ruang (Sunardi. 2004: 157). Oleh karena itu dalam membahas masalah wawasan nasional,
disamping membahas sejarah terjadinya konsep wawasan nasional perlu membahas pula teori
geopolitik serta implementasinya pada negara kita. 

Sebelum membahas masalah geopolitik (suatu negara) perlu mendalami ciri khusus negara
berdasarkan bentuk geomorfologinya, yaitu pada konstalasi wilayah secara utuh (darat, laut
dan udara) dan perilaku manusia menghadapi tantangan berdasarkan bentuk geografinya.
Negara (dalam arti wilayah) dapat dibedakan: (1) Dikelilingi daratan (land lock country); (2)
Berbatasan dengan laut, yang dapat dibedakan: (a) negara pulau (oceanic archipelago), (b)
negara pantai (coastal archipelago), (c) Negara kepulauan (archipelago).

Menurut regim hukum laut lama, laut menjadi pemisah dari pulau-pulau. Akibat ketentuan
ini, negara Indonesia dan banyak negara nasional baru (pasca Perang Dunia II) menjadi tidak
utuh. Oleh karena itu sejak 1957 Pemerintah Republik Indonesia memperju-angkan agar asas
kepulauan diperbaharui dan baru berhasil tahun 1982. Perjuangan berkat dukungan negara-
negara nasional baru yang memiliki wilayah gugusan pulau. Kini pengertian asas Negara
kepulauan, adalah (UNCLOS 1982, pasal 46):

a. “Negara Kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih
kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.

b. “kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan dianta-ranya dan
lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga
pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi,
ekonomi dan politik yang hakiki, atau secara historis dianggap sebagai demikian.

Geopolitik Indonesia dinamakan Wawasan Nusantara, dengan alasan: (1) Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah negara kepulauan (Setneg RI, tt: 66); (2) Berada diantara dua
benua (Asia dan Australia) dan dua lautan (Lautan India dan Lautan Pasifik) sehingga
tepatlah bila dinamakan Nusantara (nusa diantara air); (3) Keunikan lainnya adalah bahwa
wilayah nusantara berada di Garis Khatulistiwa dan diliwati oleh Geo Stationary Satelite
Orbit (GSO).

Untuk melaksanakan konsepsi Wawasan Nusantara, disusun konsepsi geostrategi yang diberi
nama Ketahanan Nasional. Dalam konsepsi ini bangsa Indonesia menguta-makan
pembangunan kekuatan sosial sebagai prioritas utama dan pembangunan kekuatan fisik
prioritas selanjutnya (Lemhannas 1980: 227). Kekuatan sosial yang terbina dengan baik
secara persuasif akan mampu mengajak masyarakat untuk membangun kekuatan fisik untuk
kesejahteraan dan keamanan negara dan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai